Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berdasarkan data Food and Agriculture Organization (FAO),
Indonesia merupakan negara produsen kelapa sawit terbesar di Association of
Southeast Asian Nations (ASEAN) maupun dunia, dan sekaligus menjadi
negara eksportir terbesar. Negara produsen terbesar lainnya adalah Malaysia,
Thailand, Nigeria, Kolombia, dan Papua Nugini. Malaysia dan Indonesia
mendominasi produksi minyak sawit dunia. Malaysia dan Indonesia secara
total menghasilkan sekitar 85-90% dari total produksi minyak sawit dunia.
Pada saat ini, Indonesia adalah produsen dan eksportir minyak sawit yang
terbesar di seluruh dunia (Pusat Data Dan Informasi Pertanian, 2016).
Luas areal perkebunan kelapa sawit di Indonesia sebelum tahun 2017
selama empat tahun terakhir cenderung menunjukkan peningkatan, kecuali
pada tahun 2016 yang mengalami penurunan. Kenaikan tersebut berkisar
antara 2,77 sampai dengan 4,70 persen per tahun dan mengalami penurunan
pada tahun 2016 sebesar 0,52 persen. Pada tahun 2013 lahan perkebunan
kelapa sawit Indonesia tercatat seluas 10,47 juta hektar, meningkat menjadi
11,26 juta hektar pada tahun 2015 atau terjadi peningkatan 7,60 persen. Pada
tahun 2016 luas areal perkebunan kelapa sawit menurun sebesar 0,52 persen
dari tahun 2015 menjadi 11,20 juta hektar. Selanjutnya, pada tahun 2017 luas
areal perkebunan kelapa sawit diperkirakan kembali mengalami peningkatan
9,80 persen dari tahun 2016 menjadi 12,30 juta hektar (Subdirektorat Statistik
Tanaman Perkebunan, 2017).
Pada tahun 2016 sampai dengan 2017, areal perkebunan kelapa sawit
tersebar di 25 provinsi yaitu seluruh provinsi di Pulau Sumatera dan
Kalimantan, Provinsi Jawa Barat, Banten, Sulawesi Tengah, Sulawesi
Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Gorontalo, Maluku, Papua dan

1
2

Papua Barat. Dari ke 25 provinsi tersebut, Provinsi Riau merupakan provinsi


dengan areal perkebunan kelapa sawit terluas di Indonesia yaitu 2,01 juta
hektar pada tahun 2016 atau 17,97 persen dari total luas areal perkebunan
kelapa sawit di Indonesia. Pada tahun 2017 luas areal perkebunan kelapa
sawit di Provinsi Riau diperkirakan sebesar 2,26 juta hektar (Subdirektorat
Statistik Tanaman Perkebunan, 2017).
Menurut data yang di publikasikan oleh Direktorat Jendral
Perkebunan Indonesia tahun 2017 luas areal perkebunan kelapa sawit di pulau
Sumatera berjumlah 7.400.353 ha dan jumlah tenaga kerja perkebunan kelapa
sawit areal pulau Sumatera berjumlah 1.929.313 jiwa. Menurut penelitian
Ngadi (2017), luas lahan yang dikelola petani di Provinsi Riau pada 2013
adalah 1,35 juta ha, sedangkan lahan yang dikelola perusahaan Negara dan
swasta seluas 1,01 juta ha dengan penyerapan tenaga kerja sebesar 272.737
orang.
Tenaga kerja akan menghadapi ancaman bagi keselamatan dan
kesehatannya saat melaksanakan pekerjaannya. Dengan adanya program
perlindungan bagi karyawan melalui penerapan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang dilakukan secara konsisten
dapat berjalan sebuah usaha yang aman (safe business). Hal ini sesuai dengan
Undang-Undang No. 1 Tahun 1970, tentang Keselamatan Kerja dan Undang-
Undang No. 13 Tahun 2003, tentang Ketenagakerjaan, yang menyatakan
kewajiban pengusaha melindungi tenaga kerja dari potensi bahaya yang
dihadapinya (Shiddiq, dkk, 2013).
Data International Labor Organitation (ILO) tahun 2017 juga
mencatat setiap tahun terjadi 2,3 juta kematian yang disebabkan oleh karena
penyakit atau kecelakaan akibat hubungan ketenagakerjaan. Selain itu, jutaan
pekerja menderita cedera dan penyakit yang tidak fatal, sekitar 6.400 orang
meninggal dunia setiap harinya karena kecelakaan akibat kerja atau penyakit
Berdasarkan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
ketenagakerjaan pada tahun 2015 mencatat bahwa kasus kecelakaan kerja
peserta program Jaminan Kecelakaan Kerja tahun ini menurun. Hal tersebut
3

dapat dilihat dari jumlah kasus di tahun 2014 yang mencapai 53.319 kasus,
sementara tahun 2015 berjumlah 50.089 kasus. Namun pada awal tahun 2016
data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan
mengatakan angka kecelakaan kerja di Indonesia masih tinggi, dimana hingga
akhir 2015 telah terjadi kecelakaan kerja sebanyak 105.182 kasus. Upaya
pencegahan kecelakaan kerja dapat direncanakan, dilakukan dengan dipantau
dengan melakukan studi karakteristik tentang kecelakaan agar upaya
pencegahan dan penanggulangannya dapat dipilih melalui pendekatan yang
paling dekat. Analisa tentang kecelakaan dan risikonya dilakukan atas dasar
pengenalan atau identifkasi bahaya dilingkungan kerja dan pengukuran
bahaya ditempat kerja (Jonathan, 2017).
Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 1 Tahun 1970
tentang Keselamatan Kerja bahwa setiap tenaga kerja berhak mendapatkan
perlindungan atas keselamatannya dalam melakukan pekerjaan untuk
kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas nasional.
Oleh karena itu, sesuai dengan peraturan yang berlaku setiap perusahaan yang
didalamnya terdapat pekerja dan risiko terjadinya bahaya wajib untuk
memberikan perlindungan keselamatan. Prosedur identifikasi bahaya,
penilaian risiko dan penentuan pengendalian risiko telah masuk dalam
persyaratan pemenuhan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Dalam
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 50 Tahun 2012 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), menyebutkan bahwa
pengusaha harus mempertimbangkan identifikasi bahaya, penilaian, dan
pengendalian risiko dalam menyusun rencana keselamatan dan kesehatan
kerja (K3).
Seperti yang tertuang di dalam undang-undang Keselamatan Kerja,
dinyatakan bahwa, “Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk P2K3
guna mengembangkan kerjasama, saling pengertian dan partisipasi efektif
dari perusahaan atau pengurus dan tenaga kerja dalam tempat kerja untuk
melaksanakan tugas dan kewajiban bersama di bidang K3, dalam rangka
melancarkan usaha produksi”. Mengembangkan kerjasama, saling pengertian
4

dan partisipasi efektif adalah suatu bentuk keterlibatan (involvement) dari


kedua belah pihak dalam melancarkan usaha produksi melalui peningkatan
kinerja K3. Dalam hal ini, P2K3 mempunyai peran sentral di dalam menjamin
kinerja K3 di tempat kerja.
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) ialah
badan pembantu di tempat kerja yang merupakan wadah kerjasama antara
pengusaha dan pekerja untuk mengembangkan kerjasama saling pengertian
dan partisipasi efektif dalam penerapan keselamatan dan kesehatan kerja.
Tugas dari P2K3 diantaranya memberikan saran dan pertimbangan baik
diminta maupun tidak kepada pengusaha atau pengurus mengenai masalah
keselamatan dan kesehatan kerja. Salah satunya mengidentifikasi bahaya di
tempat kerja dan membuat tindakan pengendaliannya menggunakan metode
HIRADC (Permenaker No. 04/MEN/1987)
HIRADC atau biasa disebut Hazard Identification Risk Assessment
and Determine Control adalah Proses mengidentifikasi bahaya, mengukur,
mengevaluasi risiko, dan menetapkan tindakan pengendalian yang muncul
dari sebuah bahaya, lalu menghitung kecukupan dari tindakan pengendalian
yang ada dan memutuskan apakah risiko yang ada dapat diterima atau tidak.
HIRADC merupakan suatu pedoman dalam mengidentifikasi bahaya, menilai
risiko dan mengendalikan risiko.
Kecelakaan kerja dapat kita hindari dengan mengetahui dan mengenal
berbagai potensi-potensi bahaya yang ada di lingkungan kerja. Berbagai
potensi-potensi bahaya tersebut, kita eliminasi untuk menghilangkan risiko
kecelakaan yang akan terjadi. Apabila bahaya tersebut tidak bisa dihilangkan,
maka tindakan pengendalian harus diimplementasikan untuk meminimalkan
potensi bahaya sampai risikonya dapat diterima oleh pekerja.
Sumber-sumber bahaya perlu dikendalikan untuk mengurangi
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja (PAK). Untuk mengendalikan
sumber-sumber bahaya, maka sumber-sumber bahaya tersebut harus
ditemukan dengan melakukan identifikasi sumber bahaya potensial yang ada
di lingkungan kerja (Suma’mur, 2013).
5

Jurnal internasional “The Effects of Risk Assessment (Hirarc) on


Organisational Performance in Selected Construction Companies in Nigeria”
menyebutkan bahwasanya terdapat keterkaitan antara penilaian risiko dengan
menurunnya insidensi kecelakaan. Hasil menunjukkan dari keenam
perusahaan konstruksi yang diteliti, kinerja organisasi menjadi lebih baik
(mengurangi kecelakaan atau tingkat insiden, peningkatan produktivitas)
tergantung pada penilaian risiko (Agwu, 2012).
Hasil penelitian Hijriani tahun 2015 menunjukkan bahwa penerapan
manajemen risiko di PTPN IV Unit Usaha Pabatu secara umum telah
dilakukan sesuai dengan PP No. 50 tahun 2012 tentang identifikasi bahaya,
penilaian dan pengendalian risiko, namun pada penilaian risiko masih belum
dilakukan penilaian secara objektif dan rutin serta pada pengendalian risiko
telah dilakukan pematuhan instruksi kerja, pemasangan rambu K3,
penyediaan APAR dan penyediaan APD.
Adanya kemungkinan kecelakaan yang terjadi pada bagian produksi
akan menjadi salah satu penyebab terganggunya atau terhentinya aktivitas
pekerjaan pada pabrik kelapa sawit. Oleh karena itu, pada saat pelaksanaan
proses produksi diwajibkan untuk menerapkan manajemen risiko keselamatan
dan kesehatan kerja (K3) di lokasi kerja dimana masalah keselamatan dan
kesehatan kerja ini juga merupakan bagian dari perencanaan dan
pengendalian.
PT. Sewangi Sawit Sejahtera merupakan salah satu perusahaaan yang
bergerak di bidang perkebunan kelapa sawit yang berada di wilayah
Kecamatan Tapung, Kampar, tepatnya berada di salah satu desa, yaitu Desa
Petapahan. PT. Sewangi Sawit Sejahtera dapat dicapai melalui jalan darat
dengan menggunakan kendaraan roda empat dengan estimasi waktu tempuh
+/- 1,5 jam dari Kota Pekanbaru. Adapun jumlah tenaga kerja keseluruhan
sebanyak 78 orang di PT. Sewangi Sawit Sejahtera. Asal tempat pekerja
bermacam macam dari Riau, tenaga lokal dan luar riau. Sedangkan untuk
pendidikan pekerja di PT. Sewangi Sawit Sejahtera yaitu dari tingkat
pendidikan sarjana (S1), diploma (D3), SMA, SLTP hingga SD.
6

Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan, terdapat beberapa


potensi bahaya yang ada di tempat kerja yang dapat membahayakan
keselamatan pekerja misalnya lantai yang licin akibat adanya cipratan minyak
yang keluar dari mesin. Risiko yang mungkin terjadi adalah pekerja terpeleset
karena lantai yang licin apabila tidak berhati-hati. Selain itu juga terdapat
para pekerja yang melepas helm saat dalam bekerja, ini dapat membahayakan
keselamatan pekerja. Berdasarkan wawancara singkat dengan pekerja, para
pekerja juga pernah mengalami kecelakaan kerja seperti terpeleset akibat
lantai yang licin, dan penyakit akibat kerja yang sering dialami pekerja adalah
ketulian. Faktor risiko yang timbul disebabkan oleh beberapa jenis bahaya,
diantaranya ada bahaya fisik berupa suhu panas dan kebisingan, bahaya kimia
berupa terpapar debu dan terkena minyak panas, bahaya ergonomi berupa
posisi kerja yang salah.
PT. Sewangi Sawit Sejahtera telah menerapkan Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). PT. Sewangi Sawit Sejahtera
melakukan identifikasi bahaya, analisa dampak/risiko dan pengendalian
dampak/risiko tersebut setiap tahunnya yang kemudian tercatat dalam satu
Form yang disebut Form Identifikasi Aspek dan Dampak LK3 dibantu oleh
P2K3. Namun, pada rentang tahun 2017-2018 telah terjadi 8 kecelakaan kerja
yang mengakibatkan cedera pada pekerja tersebut. 5 orang dengan tingkat
kecelakaan medical treatment injury (cedera ringan) dan 3 orang dengan
tingkat kecelakaan serious injury (cedera serius dan hilang hari kerja). Semua
kecelekaan kerja disebabkan oleh kelalaian para pekerja dan kondisi
lingkungan di tempat kerja.
Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis ingin menganalisis
“Analisis Penerapan Metode HIRADC Oleh P2K3 Untuk Meminimalkan
Potensi Bahaya Dan Kecelakaan Kerja Pada Bagian Proses Pabrik
Kelapa Sawit PT. Sewangi Sawit Sejahtera Tahun 2019”
7

B. Rumusan Masalah
Panitia Pembina Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (P2K3) PT.
Sewangi Sawit Sejahtera belum optimal dalam mengidentifikasi bahaya,
mengukur, mengevaluasi risiko, dan menetapkan tindakan pengendalian yang
muncul dari sebuah bahaya di tempat kerja menggunakan metode HIRADC.
Ini terbukti telah terjadi 8 kecelekaan kerja di tempat tersebut dalam rentang
tahun 2017-2018. Dan juga kurang optimalnya kinerja P2K3 dilatarbelakangi
oleh sumber daya manusia yang berada dalam K3 memiliki double job,
sekretaris P2K3 yang merupakan ahli K3 dalam perusahaan tersebut juga
termasuk dalam operator bagian proses pabrik kelapa sawit PT. Sewangi
Sawit Sejahtera. Serta kurangnya motivasi dari pemimpin kepada karyawan,
dan kurangnya motivasi yang diberikan pemimpin kepada karyawan.
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan di atas maka
dapat dirumuskan permasalahan yang akan diteliti adalah “Analisis
Penerapan Metode HIRADC Oleh P2K3 Untuk Meminimalkan Potensi
Bahaya Dan Kecelakaan Kerja Pada Bagian Proses Pabrik Kelapa Sawit PT.
Sewangi Sawit Sejahtera Tahun 2019”
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana penetapan konteks potensi bahaya dan kecelakaan kerja pada
bagian proses di Pabrik Kelapa Sawit PT. Sewangi Sawit Sejahtera Tahun
2019.
2. Bagaimana identifikasi risiko potensi bahaya dan kecelakaan kerja pada
bagian proses di Pabrik Kelapa Sawit PT. Sewangi Sawit Sejahtera Tahun
2019.
3. Bagaimana analisis risiko potensi bahaya dan kecelakaan kerja pada
bagian proses di Pabrik Kelapa Sawit PT. Sewangi Sawit Sejahtera Tahun
2019.
4. Bagaimana evaluasi risiko potensi bahaya dan kecelakaan kerja pada
bagian proses di Pabrik Kelapa Sawit PT. Sewangi Sawit Sejahtera Tahun
2019.
8

5. Bagaimana perlakuan risiko potensi bahaya dan kecelakaan kerja pada


bagian proses di Pabrik Kelapa Sawit PT. Sewangi Sawit Sejahtera Tahun
2019.
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Menganalisis penerapan metode HIRADC oleh P2K3 untuk
meminimalkan potensi bahaya dan kecelakaan kerja pada bagian proses
pabrik kelapa sawit PT. Sewangi Sawit Sejahtera tahun 2019.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk menganalisis penetapan konteks potensi bahaya dan kecelakaan
kerja pada bagian proses di Pabrik Kelapa Sawit PT. Sewangi Sawit
Sejahtera Tahun 2019.
b. Untuk menganalisis identifikasi risiko potensi bahaya dan kecelakaan
kerja pada bagian proses di Pabrik Kelapa Sawit PT. Sewangi Sawit
Sejahtera Tahun 2019.
c. Untuk menganalisis analisis risiko potensi bahaya dan kecelakaan
kerja pada bagian proses di Pabrik Kelapa Sawit PT. Sewangi Sawit
Sejahtera Tahun 2019.
d. Untuk menganalisis evaluasi risiko potensi bahaya dan kecelakaan
kerja pada bagian proses di Pabrik Kelapa Sawit PT. Sewangi Sawit
Sejahtera Tahun 2019.
e. Untuk menganalisis perlakuan risiko potensi bahaya dan kecelakaan
kerja pada bagian proses di Pabrik Kelapa Sawit PT. Sewangi Sawit
Sejahtera Tahun 2019.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
Dapat menjadi sarana pembelajaran dan pematangan ilmu
pengetahuan yang telah diterima selama menjalani perkuliahan,
khususnya dibidang keselamatan dan kesehatan kerja. Selain itu juga,
penulis dapat melihat dan menerapkan secara nyata suatu konsep ilmu di
lapangan kerja.
9

2. Bagi Perusahaan
Dapat menjadi informasi dan masukan kepada perusahaan dan
mitra kerja sebagai bahan pertimbangan tentang potensi bahaya yang
terdapat pada pekerjaan bagian proses produksi minyak kelapa sawit pada
pabrik kelapa sawit (PKS) PT. Sewangi Sawit Sejahtera.
3. Bagi Perguruan Tinggi
Sebagai bahan masukan bagi pengembangan serta penerapan Ilmu
Kesehatan Masyarakat terutama di bidang Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3) STIKes Hang Tuah Pekanbaru.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Pabrik Kelapa Sawit PT. Sewangi Sawit
Sejahtera Tahun 2019. Ruang lingkup penelitian ini yaitu untuk menganalisis
penetapan konteks, identifikasi risiko, analisis risiko, evaluasi risiko, dan
perlakuan risiko pada bagian proses Pabrik Kelapa Sawit PT. Sewangi Sawit
Sejahtera. Metode dalam penelitian menggunakan metode kualitatif yaitu
pengumpulan data dengan cara observasi dan wawancara mendalam dengan
beberapa orang yang terdiri dari, Manajer, Asisten Proses PKS, Sekretaris
P2K3, Ketua Tim Inspeksi P2K3, dan Operator.

Anda mungkin juga menyukai