Anda di halaman 1dari 111

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada umumnya belum

menjadi prioritas utama dalam sebuah perusahaan. Pada sektor industri yang

berkembang semakin pesat, terdapat banyak sumber potensi yang dapat memicu

terjadinya kecelakaan kerja termasuk bahaya kebakaran. Kebakaran mengandung

berbagai potensi bahaya baik bagi manusia, harta benda maupun lingkungan.

Apabila terjadi kebakaran terutama pada sektor industri akan banyak pihak yang

merasakan dampaknya, antara lain pihak perusahaan, pekerja, pemerintah, maupun

bagi kepentingan pembangunan nasional (Kepmenaker RI No. 186 tahun 1999

tentang Unit Penanggulangan Kebakaran di Tempat Kerja).

Perancangan Sistem Manajemen K3 memerlukan dukungan secara penuh

dari perusahaan. Dukungan itu berupa sarana dan prasarana yang dapat mencegah

terjadinya kecelakaan kerja sehingga dapat tercipta lingkungan kerja yang aman

dan sehat.

Perancangan Sistem Manajemen K3, selain mendapat dukungan dari sarana

dan prasarana juga harus mendapat dukungan dari para pelaksananya. Faktor

manusia sangat penting dan memiliki pengaruh yang sangat besar dalam

kesuksesan atau keberhasilan Sistem Manajemen K3. Para pekerja cenderung

memiliki kesadaran dalam keselamatan dan kesehatan kerja, faktor manusia inilah

yang harus jadi perhatian oleh perusahaan.

1
2

Salah satu sektor yang harus menerapkan K3 dengan baik adalah sektor Jasa

konstruksi karena sektor ini memiliki kegiatan dengan tingkat resiko kecelakaan

kerja yang paling tinggi. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi mencatat

hingga 2010, kecelakaan kerja masih didominasi oleh bidang jasa konstruksi

(31,9%), industri (31,6%), transportasi (9,3%), pertambangan (2,6%), kehutanan

(3,8%) dan lainnya (20%). (www.liputan6.com, 2017)

Tabel 1.1
Data Kecelakaan Kerja di Indonesia Tahun 2015 – 2016
Perusahaan yang Penghargaan Meninggal
Tahun Kasus
Menerapkan SMK3 Zero Accident Dunia
2015 1.040 / 221.006 956 / 221.006 110.285 530
2016 1.762 / 254.161 1.140 / 254.161 101.367 2.382
Sumber: www.news.prokal.co, 2017

Berdasarkan tabel 1.1 diatas menurut data BPJS Ketenagakerjaan dapat

dilihat kasus kecelakaan kerja tahun 2015 yaitu 110.285 kasus dengan pekerja

meninggal dunia 530 orang dan tahun 2016 yaitu 101.367 kasus dengan pekerja

meninggal dunia 2.382 orang. Hal ini terjadi peningkatan korban kecelakaan kerja

dari tahun 2015 hingga 2016 walaupun kasus kecelakaan kerja mengalami

penurunan. Pernyataan ini pun di dukung oleh Menteri Tenaga Kerja dan

Transmigrasi, M. Hanif Dhakiri, meskipun peningkatan pelaksanaan program K3,

masih banyak kasus yang muncul dalam masalah kecelakaan kerja.

Di Wilayah Jawa Barat, angka kecelakaan kerja selama 3 (tiga) tahun ke

belakang mulai dari tahun 2014 hingga 2016 mengalami grafik yang naik turun atau

berfluktuatif. Hal ini menunjukkan kondisi kecelakaan kerja di wilayah Jawa Barat
3

3 (tiga) tahun kebelakang menunjukkan sebuah kondisi atau keadaan yang tidak

stabil atau tidak tetap dan selalu berubah-ubah. Adapun rinciannya yaitu:

Tabel 1.2
Data Kecelakaan Kerja Wilayah Provinsi Jawa Barat Tahun 2014 - 2016
Jumlah
Total Akibat Kecelakaan Kerja Jumlah
Tahun Kasus
Kasus Korban
KK PAK S STMB Cct MD
2014 2.610 0 2.610 826 1.054 54 33 1.967
2015 1.656 9 1.665 1.028 366 18 18 1.430
2016 1.851 1 1.852 1.446 460 29 20 1.955
KK = Kecelakaan Kerja; PAK = Penyakit Akibat Kerja; S = Sembuh;
STMB = Sementara Tidak Mampu Kerja; Cct = Cacat Fungsi/Sebagian/Total;
MD = Meninggal Dunia
Sumber: Diolah kembali dari data Disnakertrans Prov. Jawa Barat

Berdasarkan tabel 1.2 diatas dapat dilihat jumlah kasus kecelakaan akibat

kerja untuk wilayah Provinsi Jawa Barat tahun 2014 – 2016 yang paling tinggi pada

2014 yaitu 2.610 kasus kecelakaan kerja (tahun 2015 = 1.665; tahun 2016 = 1.852.

Jumlah korban akibat kecelakaan kerja untuk wilayah Provinsi Jawa Barat yang

paling tinggi pada 2014 yaitu 1.967 korban (tahun 2015 = 1.430 korban; tahun 2016

= 1.955 korban).

Masalah keselamatan dan kesehatan kerja berdampak ekonomis yang cukup

signifikan. Setiap kecelakaan kerja dapat menimbulkan berbagai macam kerugian.

Di samping dapat mengakibatkan korban jiwa, biaya-biaya lainnya adalah biaya

pengobatan, kompensasi yang harus diberikan kepada pekerja, premi asuransi, dan

perbaikan fasilitas kerja. Terdapat biaya-biaya tidak langsung yang merupakan

akibat dari suatu kecelakaan kerja yaitu mencakup kerugian waktu kerja

(pemberhentian sementara), terganggunya kelancaran pekerjaan (penurunan


4

produktivitas), pengaruh psikologis yang negatif pada pekerja, memburuknya

reputasi perusahaan, denda dari pemerintah, serta kemungkinan berkurangnya

kesempatan usaha (kehilangan pelanggan pengguna jasa). Penerapan K3 yang baik

tidak hanya memberikan kenyamanan bagi pekerja tetapi juga bagi perusahaan

karena dapat meminimalisir biaya pengeluaran.

Pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di dalam suatu

organisasi lebih dikenal dengan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan

Kerja (SMK3). Sistem ini merupakan bagian dari organisasi yang erat kaitannya

dengan manajemen sumber daya manusia. Di Indonesia, Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) diatur dalam Peraturan Menteri Tenaga

Kerja Nomor 5 tahun 1996. Perlunya sebuah organisasi atau perusahaan

menerapkan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dalam

rangka meminimalisir timbulnya kecelakaan kerja dan untuk menciptakan kondisi

lingkungan kerja yang sehat, aman dan produktif, sebenarnya telah diisyaratkan

dalam pasal 27 UUD 1945 yang menyatakan bahwa setiap warga negara berhak

atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan. Pekerjaan yang layak

bagi kemanusiaan haruslah memenuhi kriteria yang menjamin keselamatan dan

kesehatan bagi pekerjanya dalam melakukan pekerjaan.

Tujuan dan sasaran Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(SMK3) menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 05/1996 adalah menciptakan

suatu sistem K3 di tempat kerja dengan melibatkan unsur manajemen, tenaga kerja,

kondisi dan lingkungan kerja yang terintegrasi dalam rangka mencegah dan
5

mengurangi kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja (PAK) serta terciptanya tempat

kerja yang aman dan efisien dan produktif.

Selain itu, dengan dilaksanakan program-program keselamatan dan

kesehatan kerja maka dapat diketahui sampai sejauh mana upaya pencegahan

kecelakaan yang telah dilakukan oleh suatu organisasi atau perusahaan, sebagai

bagian dari langkah-langkah yang diambil berkaitan dengan penetapan

kebijaksanaan, pengorganisasian, perencanaan dan implementasi pengukuran

kinerja, dan peninjauan kembali kinerja yang telah dicapai.

Namun pada praktiknya, permasalahan ini belum dianggap menjadi isu

penting dan belum mendapat perhatian yang serius oleh perusahaan dan karyawan

dalam menjalankan proses produksinya. Hal ini terjadi karena safety awareness

yaitu kesadaran atas keselamatan yang masih rendah sehingga kebijakan

pemerintah dan kebijakan dari pihak manajemen sangat mempengaruhi untuk

menciptakan behaviour basic safety (BBS) dalam lingkungan perusahaan. Kondisi

lain adalah masih kurangnya kesadaran dari sebagian besar masyarakat perusahaan,

baik pengusaha maupun tenaga kerja akan arti penting K3 merupakan hambatan

yang sering dihadapi.

Dalam rangka mencapai visi dan misi yang telah ditetapkan, organisasi

memanfaatkan peranan sumber daya manusia. Sumber daya manusia merupakan

asset organisasi yang sangat penting, karena itu keberadaannya dalam organisasi

tidak bisa digantikan oleh sumber daya lainnya. Manusia selalu berperan aktif dan

dominan dalam setiap kegiatan organisasi, karena manusia menjadi perencana,


6

pelaku dan penentu terwujudnya tujuan organisasi. Tujuan tidak mungkin terwujud

tanpa keikutsertaan pegawai dalam organisasi.

Pegawai yang cakap, mampu dan terampil belum menjamin bahwa

karyawan tersebut memiliki kinerja yang baik. Kinerja pegawai adalah hasil kerja

secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam

melaksanakan tugas yang diberikan kepadanya (Anwar Prabu Mangkunegara,

2013:67). Kinerja pegawai merupakan hal penting yang harus diperhatikan oleh

setiap instansi, tidak terkecuali bagi PT. Indonesia Power UPJP Kamojang Unit

PLTP Gunung Salak, karena kinerja pegawai mempengaruhi keberhasilan instansi

tersebut dalam mencapai tujuannya.

Untuk mengetahui kinerja pegawai PT. Indonesia Power UPJP Kamojang

Unit PLTP Gunung Salak, peneliti melakukan penelitian pendahuluan dengan

melakukan wawancara kepada Supervisor Umum. Berikut merupakan data yang

diperoleh penulis mengenai penilaian kinerja pegawai adalah sebagai berikut:

Tabel 1.3
Pengukuran Pencapaian Kontrak Sasaran Kinerja Pegawai
Rentang Nilai
Hasil Penilaian Pencapaian Kinerja Simbol
Pencapaian Kinerja
401 – 500 Pencapaian Luar Biasa (Outstanding) OS
301 – 400 Melampaui Harapan (Exceed Requirements) ER
201 – 300 Memenuhi Persyaratan (Meet Requirements) MR
101 – 200 Perlu Pengembangan (Need Improvement) NI
0 – 100 Pencapaian Minimum (Marginal) MG
Sumber: PT. Indonesia Power UPJP Kamojang Unit PLTP Gunung Salak

Berdasarkan tabel 1.3 tentang pengukuran pencapaian kontrak sasaran

kinerja pegawai dapat dilihat bahwa range nilai 0 – 100 berada di kategori MG yang
7

berarti pencapaian minimum (Marginal), sedangkan nilai 401 – 500 berada di

kategori OS yang berarti pencapaian luar biasa (Outstanding).

Tabel 1.4
Pengukuran Kompetensi Individu
Rentang Nilai
Hasil Penilaian Kompetensi Individu Simbol
Kompetensi Individu
401 – 500 Kompetensi Sangat Istimewa KOM-1
301 – 400 Kompetensi Istimewa KOM-2
201 – 300 Kompetensi Rata – Rata KOM-3
0 – 200 Kompetensi Kurang Ditampilkan KOM-4
Sumber: PT. Indonesia Power UPJP Kamojang Unit PLTP Gunung Salak

Berdasarkan tabel 1.4 tentang pengukuran kompetensi individu dapat dilihat

bahwa range nilai 0 – 200 berada di kategori KOM-4 yang berarti kompetensi

kurang ditampilkan, sedangkan nilai 401 – 500 berada di kategori KOM-1 yang

berarti kompetensi sangat istimewa.

Tabel 1.5
Penetapan Kriteria Talenta
Hasil Hasil Penilaian Sasaran Kinerja Individu
Penilaian
MG NI MR ER OS
Kompetensi
(0 – 100) (101 – 200) (201 – 300) (301 – 400) (401 – 500)
Individu
KOM-1 SPO LBS
KOM-2 SOP
KPO POT OPT
KOM-3 PPE
KOM-4 SPP PPS
LBS = Luar Biasa; SOP = Sangat Optimal; SPO = Sangat Potensial;
OPT = Optimal; POT = Potensial; KPO = Kandidat Potensial;
PPS = Perlu Penyesuaian; PPE = Perlu Perhatian; SPP = Sangat Perlu Perhatian
Sumber: PT. Indonesia Power UPJP Kamojang Unit PLTP Gunung Salak
8

Berdasarkan tabel 1.5 tentang penetapan kriteria talenta dapat dilihat bahwa

kriteria talenta merupakan penggabungan dari hasil pengukuran Pencapaian

Kontrak Sasaran Kinerja Pegawai dan pengukuran Kompetensi Individu yang

ditentukan dengan matriks diatas. Gabungan nilai MG dan KOM-4 berada di

kategori SPP yang berarti Sangat Perlu Perhatian, sedangkan gabungan nilai OS

dan KOM-1 berada di kategori LBS yang berarti luar biasa.

Tabel 1.6
Laporan Hasil Penetapan Kriteria Talenta Pegawai
PT. Indonesia Power UPJP Kamojang Unit PLTP Gunung Salak
Tahun 2015 Tahun 2016
Jumlah Jumlah
Kriteria Persentase Kriteria Persentase
Pegawai Pegawai
Talenta (%) Talenta (%)
(orang) (orang)
LBS - - LBS 2 3,85
SOP - - SOP - -
SPO 10 19,23 SPO 12 23,08
OPT 32 61,54 OPT 10 19,23
POT 10 19,23 POT 28 53,84
KPO - - KPO - -
PPS - - PPS - -
PPE - - PPE - -
SPP - - SPP - -
Jumlah Jumlah
52 100 52 100
Pegawai Pegawai
Sumber: PT. Indonesia Power UPJP Kamojang Unit PLTP Gunung Salak
Berdasarkan tabel 1.6 dapat diketahui bahwa hasil kriteria talenta pegawai

PT. Indonesia Power UPJP Kamojang Unit PLTP Gunung Salak menunjukkan hasil

yang bervariasi dalam dua tahun terakhir. Namun dari hasil kriteria talenta tersebut

ada penurunan indeks pegawai untuk kategori kriteria talenta OPT (Optimal) pada

tahun 2015 terdapat 32 orang pegawai yang mampu mencapai kriteria OPT
9

(Optimal), tetapi pada tahun 2016 hanya ada 10 orang pegawai yang mampu

mencapai kriteria OPT (Optimal).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Supervisor Senior Operasi bahwa

penilaian K3 hanya tercantum pada penilaian kinerja korporat/UPJP Kamojang

(Unit Kamojang, Darajat dan Gunung Salak). Penilaian kinerja K3 pegawai

tergambar pada penilaian kinerja korporat secara umum, karena K3 merupakan

faktor utama bagi seluruh pegawai. Berikut merupakan data mengenai kinerja

korporat PT. Indonesia Power UPJP Kamojang sebagai berikut:

Tabel 1.7
Penilaian Kinerja Unit Pembangkit Jasa Pembangkit Kamojang
Tahun 2015-2016
Tahun 2015 Tahun 2016
No. Indikator Kinerja Kunci
Target Realisasi Target Realisasi
I Perspektif Pelanggan *** *** *** ***
II Efektifitas Produk dan Proses *** *** *** ***
Pengelolaan K3, Lingkungan dan COMDEV 4.25 4.26
III Fokus Tenaga Kerja *** *** *** ***
IV Keuangan dan Pasar *** *** *** ***

V Kepemimpinan, Tata Kelola dan Tanggung *** *** *** ***


Jawab Kemasyarakatan
Pengelolaan K3, Lingkungan dan CSR 4.10 4.07
Ket: *** = data bersifat rahasia
Sumber: PT. Indonesia Power UPJP Kamojang Unit PLTP Gunung Salak

Berdasarkan tabel 1.7 dapat diketahui bahwa penilaian pengelolaan K3 di

tahun 2015 terdapat pada indikator kinerja kunci kepemimpinan, tata kelola dan

tanggung jawab kemasyarakatan yang penilaiannya tergabung dengan penilaian

lingkungan dan CSR. Pada tahun 2015 kinerja pengelolaan K3, lingkungan dan CSR

tidak memenuhi target sebesar 4,10 dengan pencapaian realisasi sebesar 4,07. Pada

tahun 2016 penilaian pengelolaan K3 terdapat pada indikator kinerja kunci


10

efektifitas produk dan proses yang penilaiannya tergabung dengan penilaian

lingkungan dan COMDEV. Pada tahun 2016 kinerja pengelolaan K3, lingkungan

dan COMDEV dapat memenuhi target sebesar 4,25 dengan pencapaian realisasi

4,26. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan dalam kinerja pengelolaan

K3 dalam 2 tahun terakhir.

Salah satu perusahaan yang menerapkan sistem ijin kerja dalam

mengendalikan potensi bahaya dalam pekerjaan, khususnya ijin kerja panas yaitu

PT. Indonesia Power UPJP Kamojang Unit PLTP Gunung Salak. Perusahaan ini

merupakan anak perusahaan dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang bergerak

dalam bidang pembangkit listrik di Indonesia. Dalam proses memproduksi

listriknya, PT. Indonesia Power UPJP Kamojang Unit PLTP Gunung Salak

menggunakan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP). Energi Primer

untuk PLTP Gunung Salak adalah uap panas bumi yang dipasok Pertamina dimana

uap dari sumur produksi lapangan panas bumi Gunung Salak dialirkan melalui

beberapa Pipe Line (PL 401, 402, 403 dan 404).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Supervisor Senior Kimia dan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Lingkungan (K3L) PT. Indonesia Power

UPJP Kamojang Unit PLTP Gunung Salak menjelaskan bahwa salah satu potensi

bahaya terbesar yang terdapat di perusahaan ini yaitu potensi bahaya kebakaran,

terlebih setelah bahan bakar yang digunakan menjadi gas alam. Sumber bahaya

kebakaran di PT. Indonesia Power UPJP Kamojang Unit PLTP Gunung Salak dapat

berasal dari dalam instalasi mesin pembangkit, trafo, tangki BBM yang berisi
11

solar/High Speed Diesel (HSD OIL), tangki Main Oil Tank (MOT) serta instalasi

pipa gas.

Sumber bahaya yang ada pada PLTP Gunung Salak tersebut berada pada

zona 0 (sangat berbahaya). Sedangkan sumber bahaya yang berasal dari luar

instalasi pembangkit berupa aktivitas operasi dan pemeliharaan yang melibatkan

panas/api baik dilakukan pekerja/mitra kerja (kontraktor) ataupun bencana alam

yang berada pada zona 1 (berbahaya). Menurut data Departemen K3L, tidak

terdapat kecelakaan kerja sejak diberlakukannya komitmen Zero Accident dari

tahun 2008, hal ini dibuktikan dengan sertifikat nihil kecelakaan kerja untuk

pencapaian 78.430 jam kerja, dengan rata-rata jumlah pekerja 61 pada triwulan II

tahun 2017. Hal ini pun didukung dengan penerapan Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Sebelum diterapkannya SMK3 ini,

setiap unit menjalankan penerapan K3 dengan melihat kebutuhan dan kepentingan

masing-masing unit. Sejak diterapkannya Sistem Manajemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (SMK3) tahun 2012 hingga sekarang, penerapan SMK3 ini sudah

terintegrasi dengan unit lainnya yaitu unit Kamojang dan Darajat.

Walaupun data dari departemen K3L menunjukkan bahwa PT. Indonesia

Power UPJP Kamojang Unit PLTP Gunung Salak mencapai Zero Accident, namun

penelitian ini tetap layak dilakukan dikarenakan terdapat masalah/pelanggaran yang

sering muncul terkait penerapan ijin kerja panas yaitu merokok di lingkungan

perusahaan, pemakaian alat pelindung diri yang tidak lengkap, terdapat sebagian

Alat Pemadam Api Ringan (APAR) yang rusak bahkan kadaluarsa, sebagian

peralatan K3 yang belum memenuhi standar serta masih belum berjalan maksimal
12

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dan Sistem

Manajemen Pengamanan (SMP).

Berdasarkan hasil wawancara dengan Supervisor Senior Kimia dan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Lingkunga (K3L) serta Pelaksana Kimia dan

K3L, peneliti menggambarkan kondisi penerapan SMK3 serta kinerja pegawai di

PT. Indonesia Power UPJP Kamojang Unit PLTP Gunung Salak dengan

menggunakan analisis SWOT. Kondisi internal dan eksternal perusahaan

merupakan faktor penting dalam pencapaian visi dan misi perusahaan, terutama

pencapaian program Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(SMK3) dalam mengoptimalkan kinerja karyawan yang menjadi fokus penelitian.

Analisis SWOT dapat mengidentifikasi kondisi internal (Strength dan Weakness)

dan eksternal (Opportunities dan Threat) perusahaan. Berikut gambar matriks

Analisis SWOT di bawah ini yang menggambarkan kondisi SMK3 dan kinerja

pegawai di PT. Indonesia Power UPJP Kamojang Unit PLTP Gunung Salak.
Kekuatan: Kelemahan:
Internal 1. Kebijakan tertulis mengenai SMK3 (menetapkan, 1. Safety awareness sebagian
mendokumentasikan, mengimplementasikan, memelihara karyawan rendah
dan mengkomunikasikan) 2. Kurangnya ahli K3 (ahli K3
2. SDM yang berkualitas (ahli K3, koordinator K3, spesialis uap dan bejana tekan,
management representatif, manajemen lini) spesialis pesawat angkat dan
3. Penghargaan nihil kecelakaan kerja (zero accident) sejak angkut, spesialis instalasi listrik
2008 s/d sekarang, sertifikat ISO 9001:2015, ISO dan lift, spesialis penanggulangan
14001:2015, OHSAS 18001:2007, SMK3 kebakaran, spesialis konstruksi
4. Tersedia kotak P3K bangunan, spesialis mekanik)
5. Tersedia alat evakuasi dan alat transportasi 3. Alat Pemadam Api Ringan
6. Kelengkapan Alat Pelindung Diri (APD) (APAR) 30% kondisi rusak
7. Program budaya keselamatan (safety culture) yang bahkan kadaluarsa
terencana dan berkesinambungan (pembinaan, pelatihan, 4. Tidak tersedia ruang P3K / klinik
kampanye K3, dan prosedur kerja aman) 5. Isi kotak P3K tidak memenuhi
8. Promosi K3 menggunakan berbagai media (media standar
elektronik dan media latar ruang)
Eksternal
Peluang:
1. UMK Kab. Sukabumi lebih tinggi dibanding UMR Regional Jawa
Barat
2. Penggunaan teknologi yang mempertimbangkan aspek manusia,
material dan lingkungan kerja SO WO
3. Peraturan perundang-undangan yang mengatur SMK3 sesuai dengan
PP No. 50 Tahun 2012 yang mewajibkan perusahaan menerapkan
SMK3
Ancaman:
1. Ancaman kebakaran (kawasan hutan, gas alam)
2. Kawasan perusahaan terletak di gunung berapi aktif
3. Ancaman gempa bumi
4. Ancaman hewan buas (babi hutan, macan dll)
ST WT
5. Jauhnya jarak perusahaan dengan rumah sakit
6. Ancaman penyakit kerja (kebisingan, asap, gas beracun dll)
Sumber: Hasil Olah Data Primer dan Sekunder PT. Indonesia Power UPJP Kamojang Unit PLTP Gunung Salak
Gambar 1.1
Diagram Analisis SWOT

13
14

Posisi PT. Indonesia Power UPJP Kamojang Unit PLTP Gunung Salak

berada dalam keadaan strategi ST yaitu menggunakan kekuatan sebuah perusahaan

untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal. Hal ini bukan

berarti bahwa suatu organisasi yang kuat harus selalu menghadapi ancaman secara

langsung di dalam lingkungan eksternal.

Sesuai dengan tujuan dari penelitian ini yaitu menganalisis Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dalam mengoptimalkan

kinerja karyawan maka peneliti memilih lokasi di PT. Indonesia Power UPJP

Kamojang Unit PLTP Gunung Salak, Sukabumi. Alasan peneliti hanya memilih

satu lokasi untuk penelitian yaitu agar penelitiannya spesifik pada program Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Hal tersebut ditujukan

agar fokus penelitian ini tidak melebar ke aspek lain.

Dalam hal ini, peneliti ingin membuktikan apakah Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) di PT. Indonesia Power UPJP

Kamojang Unit PLTP Gunung Salak sudah sesuai atau belum dengan standar yang

ada serta menghubungkan kaitannya dalam mengoptimalkan kinerja pegawai di PT.

Indonesia Power UPJP Kamojang Unit PLTP Gunung Salak.

1.2 Fokus Penelitian dan Rumusan Masalah

Dalam sub-sub bab berikut akan dipaparkan mengenai fokus penelitian serta

rumusan masalah yang akan diteliti oleh penulis, pemaparan tersebut sebagai

berikut:
15

1.2.1 Fokus Penelitian

Fokus penelitian merupakan pemusatan konsentrasi peneliti dalam

melakukan penelitiannya serta dalam upaya mencapai tujuan penelitian. Adapun

yang menjadi fokus penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Fokus pada tema sentral yang diteliti:

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan

bagian dari Sistem Manajemen Organisasi yang digunakan untuk

mengembangkan dan menerapkan kebijakan K3 dan mengelola risiko (OHSAS

18001:2007). Analisis Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(SMK3) dijabarkan mulai dari kebijakan perusahaan, sumber daya manusia,

fasilitas P3K, standar jumlah kecelakaan kerja, budaya keselamatan, promosi

K3, perencanaan K3, pengawasan, dan tinjauan manajemen serta

menghubungkan kaitannya dalam mengoptimalkan kinerja pegawai di PT.

Indonesia Power UPJP Kamojang Unit PLTP Gunung Salak.

2. Lokus penelitian:

Dalam penelitian ini yang menjadi lokus penelitian adalah PT. Indonesia Power

UPJP Kamojang Unit PLTP Gunung Salak yang beralamat di Komplek

Perumahan PLTP Gunung Salak, Kabupaten Sukabumi. Penerapan

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) di PT. Indonesia Power UPJP

Kamojang Unit PLTP Gunung Salak sudah berbasis Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang terintegrasi dengan unit

lainnya yaitu unit Kamojang dan Darajat.

3. Pendekatan penelitian:
16

Metode yang digunakan menggunakan metode penelitian deskriptif analisis

dengan pendekatan kualitatif. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk

menggambarkan fenomena, keadaan, fakta dan kondisi yang terjadi pada saat

penelitian berlangsung, dalam hal ini yang terjadi di PT. Indonesia Power UPJP

Kamojang Unit PLTP Gunung Salak yang berhubungan dengan Sistem

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dalam mengoptimalkan kinerja

pegawai. Kegiatan penelitian ini meliputi pengumpulan data, menganalisis

data, menginterpretasi data dan diakhiri dengan kesimpulan yang mengacu

pada penganalisisan topik yang dipilih penulis.

4. Sifat penelitian:

Single case study adalah penelitian studi kasus yang dilakukan dengan

menggunakan sebuah kasus untuk menggambarkan suatu isu atau perhatian.

Pada penelitian ini, peneliti memperhatikan dan mengkaji suatu isu yang

menarik perhatiannya dan menggunakan sebuah kasus sebagai sarana untuk

menggambarkan secara terperinci.

1.2.2 Rumusan Masalah

Dari fokus penelitian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat

dirumuskan permasalahan yang akan diteliti oleh peneliti dalam penelitian ini,

permasalahan tersebut yaitu:

1. Bagaimana penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(SMK3) di PT. Indonesia Power UPJP Kamojang Unit PLTP Gunung Salak.
17

2. Bagaimana kinerja pegawai di PT. Indonesia Power UPJP Kamojang Unit

PLTP Gunung Salak.

3. Faktor-faktor apa yang menghambat penerapan Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) kaitannya dengan kinerja pegawai

di PT. Indonesia Power UPJP Kamojang Unit PLTP Gunung Salak.

4. Bagaimana penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(SMK3) ini dapat mengoptimalkan kinerja pegawai di PT. Indonesia Power

UPJP Kamojang Unit PLTP Gunung Salak.

1.3 Tujuan Penelitian

Dari rumusan permasalahan tersebut penelitian ini bertujuan untuk

mengetahui dan menganalisis:

1. Untuk mengetahui penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan

Kerja (SMK3) di PT. Indonesia Power UPJP Kamojang Unit PLTP Gunung

Salak.

2. Untuk mengetahui kinerja pegawai di PT. Indonesia Power UPJP Kamojang

Unit PLTP Gunung Salak

3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat penerapan Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) kaitannya dengan

kinerja pegawai di PT. Indonesia Power UPJP Kamojang Unit PLTP Gunung

Salak.
18

4. Untuk mengetahui penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan

Kerja (SMK3) ini dapat mengoptimalkan kinerja pegawai di PT. Indonesia

Power UPJP Kamojang Unit PLTP Gunung Salak.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat kajian ini terbagi ke dalam dua jenis yaitu mencakup manfaat

praktis dan manfaat teoritis. Adapun penjelasan dari kedua jenis manfaat penelitian

tersebut adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi studi

penelitian yang terkait dengan manajemen SDM, baik dalam hal konteks teori

pendekatan maupun kesamaan dalam hal objek studi kasus, dan selain itu

memberikan gambaran mengenai aplikasi teori yang dipakai dalam konteks

studi atau penelitian sejenis maupun lanjutannya.

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan

bagi pihak yang terkait dalam penelitian yang berlangsung, terutama bagi PT.

Indonesia Power UPJP Kamojang Unit PLTP Gunung Salak mengenai

program Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dalam

mengeoptimalkan kinerja pegawai di masa yang akan datang.


BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN PROPOSISI

2.1 Kajian Pustaka

Tinjauan pustaka merupakan bagian yang sangat penting di dalam sebuah

laporan penelitian, karena pada bab ini diungkapkan pemikiran atau teori-teori yang

melandasi dan mendukung dilakukannya penelitian. Teori yang disajikan pada bab

kajian pustaka ini menjelaskan hubungan antara beberapa konsep yang digunakan

untuk menjelaskan masalah penelitian sehingga akan diperolehnya hasil penelitian

yang mampu menjawab rumusan masalah yang ada dalam judul penelitian, yaitu

“Analisis Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dalam

Mengoptimalkan Peningkatan Kinerja Pegawai di PT. Indonesia Power UPJP

Kamojang Unit PLTP Gunung Salak, Sukabumi, Jawa Barat”. Penulis membahas

mengenai teori yang akan berkaitan dengan topik penelitian, terdiri dari:

1. Grand Theory yaitu berupa mengenai pengertian Ilmu Manajemen.

2. Medium Theory yaitu berupa mengenai pengertian Manajemen Sumber Daya

Manusia dan Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia.

3. Applied Theory yaitu berupa teori mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(K3) dan Kinerja Pegawai.

2.1.1 Pengertian Manajemen

Manajemen merupakan suatu proses perencanaan, pengorganisasian,

kepemimpinan dan pengawasan dari pada usaha-usaha anggota organisasi dan

19
20

penggunaan sumber-sumber lain dari kegiatan tersebut agar supaya dilaksanakan

sesuai dengan tujuan yang ditetapkan.

Menurut Kosasih dan Soewedo (2009:1) mengemukakan bahwa:

“Manajemen adalah pengarahan menggerakkan sekelompok orang dan


fasilitas dalam usaha untuk mencapai tujuan tertentu.”

Menurut Stoner dikutip dari T. Hani Handoko (2009:8) mengemukakan


bahwa:

“Manajemen adalah proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan


dan pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan
sumber daya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah
ditetapkan.”

Sedangkan menurut Malayu S.P. Hasibuan (2007:10) mengemukakan


bahwa:

“Manajemen adalah ilmu dan seni yang mengatur proses pemanfaatan


sumber daya manusia dan sumber-sumber lainnya secara efektif dan
efisien untuk mencapai tujuan tertentu.”

Dari definisi di atas dapat diketahui konsep kunci dari manajemen adalah

bekerja melalui tangan orang lain, walaupun demikian pengertiannya, pemimpin

bukan berarti pasif sementara yang orang lain yang digerakkan bersikap aktif, tetapi

manajemen itu memiliki pengertian fungsional, dalam arti fungsional tersebut

karyawan baru dapat dilaksanakan apabila ada kerjasama untuk mengarahkan dan

mengelola berbagai sumber daya yang ada dalam organisasi dalam rangka

mendukung tercapainya tujuan yang diinginkan.

2.1.2 Manajemen Sumber Daya Manusia

Pentingnya peranan sumber daya manusia dalam menentukan keberhasilan

organisasi atau perusahaan menuntut seorang pemimpin dalam perusahaan untuk


21

dapat mencari, mendayagunakan, mengembangkan dan memelihara sumber daya

manusia tersebut dengan sebaik mungkin. Manusia merupakan makhluk yang

sensitif dan peka sehingga dalam proses pendayagunaan pimpinan haruslah

memperhatikan kebutuhan dari pada sumber daya manusia tersebut agar sumber

daya manusia tersebut mampu mengeluarkan prestasi kerja terbaik dalam mencapai

tujuan bersama suatu organisasi atau perusahaan.

Manajemen Sumber Daya Manusia adalah suatu proses menangani berbagai

masalah pada ruang lingkup tenaga kerja baik karyawan, pegawai, buruh, manajer,

dan lainnya untuk dapat menunjang aktivitas perusahaan demi mencapai tujuan

yang telah ditentukan. Bagian atau unit yang biasanya mengurusi SDM adalah

departemen sumber daya manusia atau dalam bahasa inggris disebut HRD atau

Human Resource Department bahkan ada yang menyebutnya HCD atau Human

Capital Division.

Dengan semakin berkembangnya suatu perusahaan maka dibutuhkan pula

tenaga kerja manusia yang semakin banyak dan peranan manajemen dalam

perusahaan semakin besar. Keberhasilan suatu perusahaan sangat tergantung pada

faktor tenaga kerja manusia yang ada dalam perusahaan tersebut. Tetapi bukan

berarti faktor produksi yang ada dalam perusahaan saling menunjang dan berkaitan

dalam usaha tercapainya tujuan perusahaan.

Berdasarkan hal-hal tersebut dalam suatu organisasi dibutuhkan suatu

manajemen sumber daya manusia atau manajemen personalia sebagai bagian dari

manajemen umum yang memfokuskan diri pada unsur manusia dengan segala

permasalahannya.
22

Manajemen sumber daya manusia juga menyangkut desain sistem

perencanaan, penyusunan karyawan, pengembangan karyawan, pengelolaan karier,

evaluasi kinerja, kompensasi karyawan dan hubungan ketenagakerjaan yang baik.

Manajemen sumber daya manusia melibatkan sumber daya manusianya.

Berikut ini beberapa pengertian Manajemen Sumber Daya Manusia menurut

para ahli:

Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2007:10), mengemukakan bahwa:

“Manajemen Sumber Daya Manusia adalah ilmu dan seni mengatur


hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan efisien membantu
terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.”

Menurut Dessler (2007:58), mengemukakan bahwa:

“Manajemen Sumber Daya Manusia merupakan kebijakan dan praktek


menentukan aspek “manusia” atau SDM dalam posisi manajemen,
termasuk merekrut, menyaring, melatih, memberi penghargaan dan
penilaian. Selain itu, Manajemen SDM juga dapat diartikan sebagai suatu
proses memperoleh, melatih, menilai dan memberikan kompensasi kepada
karyawan, memperhatikan hubungan kerja mereka, kesehatan dan
keamanan, serta masalah keadilan.”

Sedangkan menurut Sadili Samsudin (2009:117), mengemukakan bahwa:

“Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah suatu kegiatan


pengelolaan yang meliputi pendayagunaan, pengembangan, penilaian,
pemberian balas jasa, cara-cara mendesain sistem perencanaan,
penyusunan karyawan, pengelolaan karir, evaluasi kinerja, kompensasi
karyawan dan hubungan ketenagakerjaan.”

Dari beberapa pengertian di atas menurut para ahli menunjukkan bahwa

Manajemen Sumber Daya Manusia adalah bidang manajemen yang khusus

mempelajari hubungan dan peranan manajemen manusia dalam organisasi

perusahaan, dan juga berhubungan dengan perencanaan, pengorganisasian dan


23

pengawasan terhadap berbagai fungsi pelaksanaan usaha selain itu juga sebagai

salah satu bidang dari manajemen umum yang mengatur manusia, dan diterima

secara universal pada masa sekarang ini.

Unsur Manajemen Sumber Daya Manusia adalah manusia yang merupakan

tenaga kerja pada perusahaan. Dengan demikian, fokus yang dipelajari manajemen

sumber daya manusia ini hanyalah masalah yang berhubungan tenaga kerja

manusia saja. Dengan definisi di atas yang dikemukakan oleh para ahli tersebut

menunjukkan demikian pentingnya manajemen sumber daya manusia di dalam

mencapai tujuan perusahaan, karyawan dan masyarakat.

2.1.3 Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia

Sebagai ilmu terapan dari ilmu manajemen, maka Manajemen Sumber Daya

Manusia memiliki fungsi-fungsi pokok yang sama dengan fungsi manajemen

dengan penerapan di bidang Sumber Daya Manusia. Fungsi POAC sendiri dalam

suatu organisasi adalah untuk meningkatkan efektivitas dan efisien suatu organisasi

dalam pencapaian tujuannya. Berikut adalah pemaparan singkat tentang tiap bagian

dari POAC.

Berikut merupakan fungsi manajemen sumber daya manusia yang

dikemukakan oleh Malayu S.P. Hasibuan (2007:201) terdiri dari:

1. Fungsi Manajerial

a. Planning (Perencanaan)

Perencanaan (Human Resource Planning) adalah merencanakan tenaga

kerja secara efektif serta efisien agar sesuai dengan kebutuhan perusahaan
24

dalam membantu terwujudnya tujuan. Perencanaan meliputi pengaturan

tujuan dan mencari cara bagaimana untuk mencapai tujuan tersebut.

Perencaaan telah dipertimbangan sebagai fungsi utama manajemen dan

meliputi segala sesuatu yang manajer kerjakan. Perencanaan penting

karena banyak berperan dalam menggerakkan fungsi manajemen lain.

Contohnya, setiap manajer harus membuat rencana pekerjaan yang efektif

di dalam kepegawaian organisasi.

b. Organizing (Pengorganisasian)

Organizing (Pengorganisasian) adalah proses mengorganisasikan semua

karyawan dengan menetapkan pembagian kerja, hubungan kerja, delegasi

wewenang, integrasi, dan koordinasi dalam bagian organisasi

(Organization Chart). Organisasi hanya merupakan alat untuk mencapai

tujuan. Dengan organisasi yang baik akan membentuk tujuan secara

efektif.

c. Actuating (Pengarahan)

Actuating (Pengarahan) adalah mengarahkan setiap karyawan agar mau

bekerja dengan efektif serta efisien dalam membantu tercapainya tujuan

perusahaan, karyawan dan masyarakat. Pengarahan dilakukan oleh

seorang pemimpin dengan mengarahkan dan menugaskan bawahannya

agar mampu mengerjakan semua tugasnya dengan baik.

d. Controlling (Pengendalian)

Controlling (Pengendalian) adalah kegiatan mengendalikan semua

karyawan agar mentaati peraturan-peraturan perusahaan dan bekerja


25

sesuai dengan rencana. Pengendalian karyawan meliputi perilaku,

kerjasama, pelaksanaan pekerjaan, kedisiplinan, kehadiran, dan menjaga

situasi lingkungan pekerjaan.

2. Fungsi Operasional

a. Pengadaan Tenaga Kerja (Procurement)

Pengadaan (Procurement) adalah suatu proses penarikan, seleksi,

penempatan, orientasi dan induksi untuk mendapatkan karyawan yang

sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Pengadaan yang baik akan

membantu terwujudnya tujuan perusahaan.

b. Pengembangan (Development)

Pengembangan (Development) adalah proses meningkatkan keterampilan

teknis, teoritis, konseptual, dan moral karyawan melalui pendidikan dan

pelatihan. Pendidikan dan pelatihan yang diberikan harus sesuai dengan

kebutuhan pekerjaan masa kini dan masa depan.

c. Kompensasi (Compensation)

Kompensasi (Compensation) adalah pemberian balas jasa langsung

(direct) dan tidak langsung (indirect), uang atau barang terhadap karyawan

sebagai imbalan jasa yang diberikan kepada perusahaan. Prinsip

kompensasi adalah adil dan layak, adil diartikan sesuai dengan prestasi

kerjanya, layak diartikan dapat memenuhi kebutuhan primernya serta

berpedoman pada batas upah minimum pemerintah dan berdasarkan

internal dan eksternal konsistensi.

d. Pengintegrasian (Integration)
26

Pengintegrasian (Integration) adalah kegiatan untuk mempersatukan

kepentingan perusahaan dan kebutuhan karyawan, agar tercipta kerja sama

yang serasi dan saling menguntungkan. Perusahaan memperoleh laba,

karyawan dapat memenuhi kebutuhan dan hasil pekerjaannya.

Pengintegrasian merupakan hal yang penting dan sulit dalam manajemen

sumber daya manusia, karena mempersatukan dua kepentingan yang

bertolak belakang.

e. Pemeliharaan (Maintenance)

Pemeliharaan (Maintenance) adalah kegiatan untuk memelihara atau

meningkatkan kondisi fisik, mental, dan loyalitas karyawan, agar mereka

tetap mau bekerja sama sampai pensiun. Pemeliharaan yang baik

dilakukan dengan program kesejahteraan yang berdasarkan kebutuhan

sebagian besar karyawan serta berpedoman kepada internal dan eksternal

konsistensi.

f. Kedisiplinan (Discipline)

Kedisiplinan (Discipline) merupakan fungsi manajemen sumber daya

manusia yang penting dan kunci terwujudnya tujuan karena tanpa disiplin

yang baik sulit terwujud tujuan yang maksimal. Kedisiplinan dalam

keinginan dan kesadaran untuk mentaati peraturan-peraturan perusahaan

dan norma-norma sosial.

g. Pemberhentian (Separation)

Pemberhentian (Separation) adalah putusnya hubungan kerja seseorang

dari perusahaan. Pemberhentian ini disebabkan oleh keinginan


27

karyawan, keinginan perusahaan, kontrak kerja berakhir, pensiun dan

sebab-sebab lainnya.

Manajemen Sumber Daya Manusia adalah ilmu dan seni yang mengatur

tenaga kerja dengan memakai fungsi-fungsi manajemen yaitu fungsi manajerial dan

operasional.

2.1.4 Tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia

Adapun tujuan Manajemen Sumber Daya Manusia menurut Malayu S.P.

Hasibuan (2007:250) adalah sebagai berikut:

1. Untuk menentukan kualitas karyawan yang akan mengisi semua jabatan dalam

perusahaan.

2. Untuk menjamin tersedianya tenaga kerja masa kini ataupun masa depan.

3. Untuk mempermudah koordinasi sehingga produktivitas kerja meningkat.

4. Untuk menghindari kekurangan atau kelebihan karyawan.

Sedangkan menurut Sofyandi Herman (2008:54) tujuan manajemen sumber

daya manusia dapat dikategorikan menjadi empat jenis, yaitu:

1. Tujuan Organisasional

Ditujukan untuk dapat mengenali keberadaan manajemen sumber daya

manusia dalam pencapaian efektivitas organisasi.

2. Tujuan Fungsional

Ditujukan untuk mempertahankan kontribusi departemen pada tingkat yang

sesuai dengan kebutuhan organisasi.

3. Tujuan Sosial
28

Ditujukan secara etis dan sosial merespon terhadap kebutuhan-kebutuhan dan

tantangan-tantangan masyarakat melalui tindakan meminimasi dampak negatif

terhadap organisasi.

4. Tujuan Personal

Ditujukan untuk membantu karyawan dalam pencapaian tujuannya, minimal

tujuan-tujuan yang dapat mempertinggi kontribusi individual terhadap

organisasi.

Jadi disinilah peranan manajemen sumber daya manusia menjadi sangat

penting. Karena sasarannya tidak lagi terbatas pada menjamin kepatuhan para

anggota organisasi kepada ketentuan-ketentuan di bidang kepegawaian, melainkan

diarahkan kepada maksimalisasi kontribusi yang mungkin diberikan oleh setiap

orang ke arah tercapainya tujuan organisasi yang telah ditentukan sebelumnya.

2.1.5 Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

2.1.5.1 Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Dalam konsep pengelolaan keselamatan kerja modern dikenal 2 (dua)

definisi keselamatan kerja. Pertama, keselamatan kerja didefinisikan sebagai bebas

dari kecelakaan atau bebas dari kondisi sakit, luka atau bebas dari kerugian. Kedua,

didefinisikan sebagai pengontrolan kerugian. Definisi yang pertama lebih

fungsional karena berkaitan dengan luka, sakit, kerusakan harta dan kerugian

terhadap proses. Sedangkan, definisi kedua mengarah pada tindakan pencegahan

kecelakaan dan mengusahakan seminimum mungkin terjadinya kerugian.


29

Adapun, definisi K3 yang dirumuskan oleh ILO/WHO Joint Safety and


Health Committee (2013), yaitu:

“Occupational Health and Safety is the promotion and maintenance of the


highest degree of physical, mental and social well-being of all occupation;
the prevention among workers of departures from health caused by their
working conditions; the protection of workers in their employment from
risk resulting from factors adverse to health; the placing and maintenance
of the worker in an occupational environment adapted to his physiological
and psychological equipment and to summarize the adaption of work to
man and each man to his job”.

Bila dicermati lebih dalam, definisi di atas dapat dipilah-pilah dalam beberapa

kalimat yang menunjukkan bahwa K3 adalah:

1. Promosi dan pemeliharaan derajat tertinggi semua pekerja baik secara fisik,

mental dan kesejahteraan sosial di semua jenis pekerjaan.

2. Untuk mencegah penurunan kesehatan pekerja yang disebabkan oleh kondisi

pekerjaan mereka.

3. Melindungi pekerja pada setiap pekerjaan atas risiko yang timbul dari faktor-

faktor yang dapat mengganggu kesehatan.

4. Penempatan dan pemeliharaan pekerja di lingkungan kerja yang sesuai dengan

kondisi fisiologis dan psikologis pekerja dan untuk menciptakan kesesuaian

antara pekerja dengan pekerja dan setiap orang dengan tugasnya.

Menurut OHSAS 18001:2007, keselamatan dan kesehatan kerja adalah

kondisi-kondisi dan faktor-faktor yang berdampak, atau dapat berdampak, pada

kesehatan atau keselamatan karyawan atau pekerja lain (termasuk pekerja kontrak

dan personel kontraktor, atau orang lain di tempat kerja).


30

Sementara pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menurut

Suma’mur (2009) adalah sebagai berikut:

“Keselamatan kerja adalah sarana utama untuk pencegahan kecelakaan,


cacat dan kematian sebagai akibat dari kecelakaan kerja. Keselamatan
kerja yang baik adalah pintu gerbang bagi keamanan tenaga kerja. Selain
menjadi penyebab hambatan-hambatan langsung gangguan kesehatan,
kecelakaan juga menimbulkan kerugian secara tidak langsung yaitu
kerusakan mesin dan peralatan kerja, terhentinya proses produksi untuk
beberapa saat, kerusakan pada lingkungan kerja dan lain-lain.

Kesehatan kerja adalah spesialis dalam ilmu kedokteran beserta praktiknya


yang bertujuan agar pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh derajat
kesehatan setinggi-tingginya, baik fisik atau mental atau gangguan-
gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan
lingkungan kerja serta terhadap penyakit-penyakit umum”.

Di sisi lain, Robert L. Mathis (2002) mendefinisikan K3 secara terpisah

yaitu, kesehatan, keselamatan dan keamanan.

“Kesehatan merujuk pada kondisi fisik, mental, dan stabilitas emosi secara
umum. Individu yang sehat adalah yang bebas dari penyakit, cedera, serta
masalah mental dan emosi yang bisa mengganggu aktivitas manusia
normal pada umumnya.

Keselamatan merujuk pada perlindungan terhadap kesejahteraan fisik


seseorang. Tujuan utama program keselamatan kerja yang efektif adalah
untuk mencegah kecelakaan atau cedera dalam bekerja.
Keamanan merupakan perlindungan terhadap fasilitas pengusaha dan
peralatan yang ada yang ditujukan untuk melindungi para karyawan ketika
sedang bekerja atau sedang melaksanakan penugasan pekerjaan.”

Pemerintah memberikan jaminan kepada karyawan dengan menyusun

Undang-Undang tentang Kecelakaan Tahun 1947 Nomor 33, yang dinyatakan

berlaku pada tanggal 6 Januari 1951, kemudian disusul dengan Peraturan

Pemerintah tentang Pernyataan berlakunya peraturan kecelakaan tahun 1947 (PP

No. 2 Tahun 1948), yang merupakan bukti tentang disadarinya arti penting
31

keselamatan kerja di dalam perusahaan (Heidjrachman Ranupandojo dan Suad

Husnan, 2002). Lalu, menurut penjelasan Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 3 Tahun 1992, menyatakan bahwa sudah sewajarnya apabila tenaga kerja

juga berperan aktif dan ikut bertanggung jawab atas pelaksanaan program

pemeliharaan dan peningkatan kesejahteraan demi terwujudnya perlindungan

tenaga kerja dan keluarganya dengan baik. Jadi, bukan hanya perusahaan saja yang

bertanggung jawab dalam masalah ini, tetapi para karyawan juga harus ikut

berperan aktif dalam hal ini agar dapat tercapai kesejahteraan bersama.

Jadi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah bidang yang terkait

dengan kesehatan, keselamatan dan kesejahteraan manusia yang bekerja di sebuah

institusi maupun lokasi proyek.

2.1.5.2 Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah suatu sistem yang

dirancang untuk menjamin keselamatan yang baik pada semua personel di tempat

kerja agar tidak menderita luka maupun menyebabkan penyakit di tempat kerja

dengan mematuhi / taat pada hukum dan aturan keselamatan dan kesehatan kerja,

yang tercermin pada perubahan sikap menuju keselamatan di tempat kerja (Dewi,

2006).

Program keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebuah rencana tindakan

yang dirancang untuk mencegah kecelakaan dan penyakit akibat kerja. K3

melakukan semua fungsi-fungsi manajemen secara utuh yaitu:


32

1. Menyusun rencana kerja pencegahan dan mengatasi kasus kecelakaan dan

penyakit akibat kerja.

2. Menyusun organisasi K3 dan menyediakan alat perlengkapannya.

3. Melaksanakan berbagai program termasuk antara lain:

a. Menghimpun informasi dan data kasus kecelakaan secara periodik.

b. Mengidentifikasi sebab-sebab kasus kecelakaan kerja.

c. Menganalisa dampak kecelakaan bagi pekerja sendiri, bagi pengusaha dan

bagi masyarakat pada umumnya.

d. Merumuskan saran-saran bagi pemerintah, pengusaha dan pekerja untuk

menghindari kecelakaan kerja.

e. Memberikan saran mengenai sistem kompensasi atau santunan bagi

mereka yang menderita kecelakaan kerja.

f. Merumuskan sistem dan sarana pengawasan, pengamanan lingkungan

kerja, pengukuran tingkat bahaya, serta kampanye menumbuhkan

kesadaran dan penyuluhan keselamatan dan kesehatan kerja.

g. Melakukan pengawasan program.

2.1.5.3 Tujuan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Tujuan utama dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) adalah

mewujudkan masyarakat dan lingkungan kerja yang aman, sehat dan sejahtera.

Tujuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja menurut Mangkunegara (2011:162),

sebagai berikut:
33

1. Agar setiap pegawai mendapat jaminan K3 baik secara fisik, sosial dan

psikologi.

2. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya dan

seefektif mungkin.

3. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.

4. Ada jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.

5. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja dan partisipasi kerja.

6. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau

kondisi kerja.

7. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

Tujuan program Keselamatan dan Kesehatan Kerja menurut Suardi (2007)

adalah:

1. Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-

tingginya, baik buruh, petani, nelayan, pegawai negeri, atau pekerja-pekerja

bebas.

2. Sebagai upaya untuk mencegah dan memberantas penyakit dan kecelakaan-

kecelakaan akibat kerja, memelihara dan meningkatkan efisiensi dan daya

produktivitas tenaga manusia, memberantas kelelahan kerja dan melipat

gandakan gairah serta kenikmatan bekerja.

Berdasarkan Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 pasal 3 ayat 1, syarat

keselamatan kerja yang juga mejadi tujuan pemerintah membuat aturan K3 adalah:

1. Mencegah dan mengurangi kecelakaan.

2. Mencegah, mengurangi dan memadamkan kebakaran.


34

3. Mencegah dan mengurangi bahaya peledakan.

4. Memberi kesempatan atau jalan menyelamatkan diri pada waktu kebakaran

atau kejadian-kejadian lain yang berbahaya.

5. Memberi pertolongan pada kecelakaan.

6. Memberi alat-alat perlindungan diri pada para pekerja.

7. Mencegah dan mengendalikan timbul atau menyebar luasnya suhu,

kelembaban, debu, kotoran, asap, uap, gas, hembusan angin, cuaca, sinar

radiasi, suara dan getaran.

8. Mencegah dan mengendalikan timbulnya penyakit akibat kerja baik physik

maupun psychis, peracunan, infeksi dan penularan.

9. Memperoleh penerangan yang cukup dan sesuai.

10. Menyelenggarakan suhu dan lembab udara yang baik.

11. Menyelenggarakan penyegaran udara yang cukup.

12. Memelihara kebersihan, kesehatan dan ketertiban.

13. Memperoleh keserasian antara tenaga kerja, alat kerja, lingkungan, cara dan

proses kerjanya.

14. Mengamankan dan memperlancar pengangkutan orang, binatang, tanaman atau

barang.

15. Mengamankan dan memelihara segala jenis bangunan.

16. Mengamankan dan memperlancar pekerjaan bongkar muat, perlakuan dan

penyimpanan barang.

17. Mencegah terkena aliran listrik yang berbahaya.


35

18. Menyesuaikan dan menyempurnakan pengamanan pada pekerjaan yang

bahaya kecelakaannya menjadi bertambah tinggi.

Undang-Undang tersebut selanjutnya diperbaharui menjadi Pasal 86 ayat 1

Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 yang menyebutkan bahwa setiap pekerja /

buruh berhak untuk memperoleh perlindungan atas:

1. Keselamatan dan kesehatan kerja

2. Moral dan kesusilaan

3. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai

agama (Lalu Husni, 2005)

2.1.5.4 Manfaat Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Robiana Modjo (2007) mengatakan, manfaat penerapan program

keselamatan dan kesehatan kerja di perusahaan antara lain:

1. Pengurangan Absentisme

Perusahaan yang melaksanakan program keselamatan dan kesehatan kerja

secara serius, akan dapat menekan angka risiko kecelakaan dan penyakit kerja

dalam tempat kerja, sehingga karyawan yang tidak masuk karena alasan cedera

dan sakit akibat kerja pun juga semakin berkurang.

2. Pengurangan Biaya Klaim Kesehatan

Karyawan yang bekerja pada perusahaan yang benar-benar memperhatikan

kesehatan dan keselamatan kerja karyawannya kemungkinan untuk mengalami

cedera atau sakit akibat kerja adalah kecil, sehingga makin kecil pula

kemungkinan klaim pengobatan / kesehatan dari mereka.


36

3. Pengurangan Turnover Pekerja

Perusahaan yang menerapkan program K3 mengirim pesan yang jelas pada

pekerja bahwa manajemen menghargai dan memperhatikan kesejahteraan

mereka, sehingga menyebabkan para pekerja menjadi merasa lebih bahagia dan

tidak ingin keluar dari pekerjaannya.

4. Peningkatan Produktivitas

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Sulistyarini (2006) di CV. Sahabat

Klaten menunjukkan bahwa baik secara individual maupun bersama-sama

program keselamatan dan kesehatan kerja berpengaruh positif terhadap

produktivitas kerja.

Suardi (2007) mengatakan, apabila perusahaan dapat melaksanakan

program keselamatan dan kesehatan kerja dengan baik, maka perusahaan akan

dapat memperoleh manfaat sebagai berikut:

1. Perlindungan karyawan

Karyawan yang terjamin keselamatan dan kesehatannya, akan bekerja lebih

optimal dibandingkan karyawan yang terancam K3-nya. Dengan adanya

jaminan keselamatan, keamanan dan kesehatan dalam bekerja, mereka tentu

akan memberikan kepuasan dan meningkatkan loyalitas mereka terhadap

perusahaan.

2. Memperlihatkan kepatuhan pada peraturan dan undang-undang

Dengan menerapkan sistem manajemen K3, setidaknya sebuah perusahaan

telah menunjukkan itikad baiknya dalam mematuhi peraturan dan perundang-


37

undangan sehingga mereka dapat beroperasi normal tanpa menghadapi kendala

dari segi ketenagakerjaan.

3. Mengurangi biaya

Dengan menerapkan sistem manajemen K3, kita dapat mencegah terjadinya

kecelakaan, kerusakan atau sakit akibat kerja. Dengan demikian kita tidak perlu

mengeluarkan biaya yang ditimbulkan akibat kejadian tersebut.

4. Membuat sistem manajemen yang efektif

Persyaratan perencanaan, evaluasi dan tindak lanjut merupakan bentuk

bagaimana sistem manajemen yang efektif.

5. Meningkatkan kepercayaan dan kepuasan pelanggan

Dengan adanya pengakuan penerapan sistem manajemen K3, citra organisasi

terhadap kinerjanya akan semakin meningkat, dan tentu ini akan meningkatkan

kepercayaan pelanggan.

2.1.5.5 Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) merupakan

bagian dari Sistem Manajemen Organisasi yang digunakan untuk mengembangkan

dan menerapkan kebijakan K3 dan mengelola risiko (OHSAS 18001:2007).

Adapun tujuan sistem manajemen K3 menurut Rudi Suardi (2005:3) adalah:

1. Sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja yang setinggi-

tingginya, baik buruh, petani, nelayan, pegawai negeri atau pegawai-pegawai

bebas.
38

2. Sebagai upaya untuk mencegah dan memberantas penyakit dan kecelakaan

akibat kerja, memelihara, meningkatkan kesehatan dan gizi para tenaga kerja,

merawat, meningkatkan efisiensi dan daya produktivitas tenaga manusia,

memberantas kelelahan kerja dan melipatgandakan gairah serta kenikmatan

bekerja.

Menurut Robert L. Mathis dan John H. Jackson, Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang efektif terdiri dari lima hal, sebagai berikut:

1. Tanggung Jawab dan Komitmen Perusahaan

Inti dari sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja adalah komitmen

perusahaan dan usaha K3 yang komprehensif. Usaha ini sebaiknya

dicerminkan dari tindakan-tindakan manajerial dan dikoordinasikan mulai dari

tingkat manajemen paling tinggi. Fokus pendekatan sistematis terhadap

keselamatan kerja adalah adanya kerjasama terus menerus dari para pekerja,

manajer, dan yang lainnya.

2. Kebijakan dan Disiplin K3

Merancang kebijakan dan peraturan mengenai K3 serta mendisiplinkan pelaku

pelanggaran merupakan komponen penting dalam rangka menciptakan

lingkungan kerja yang aman dan sehat. Dukungan yang sering terhadap

perlunya perilaku kerja yang aman dan memberikan umpan balik terhadap

praktik-praktik keselamatan kerja yang positif, juga sangat penting dalam

meningkatkan keselamatan para pekerja.

3. Komunikasi dan Pelatihan K3


39

Sebagai tambahan, dalam pelatihan K3 perlu dilakukan komunikasi secara

terus menerus untuk membangun kesadaran akan pentingnya K3. Bentuk

komunikasi antara lain mengubah poster keselamatan kerja dan mengupdate

papan buletin K3.

4. Inspeksi dan Penyelidikan Kecelakaan Kerja

Inspeksi tempat kerja sebaiknya dilakukan secara berkala oleh komite K3 atau

koodinator K3. Sama halnya ketika terjadi kecelakaan kerja, penyelidikan juga

harus dilakukan oleh komite atau koodinator K3.

5. Evaluasi

Perusahaan harus mengawasi dan mengevaluasi usaha-usaha K3nya dengan

melakukan audit secara periodik. Hal ini ditujukan untuk menganalisis serta

mengukur kemajuan dalam manajemen K3.

2.1.5.6 Faktor Penghambat dan Keberhasilan Penerapan SMK3

Dalam penelitian Marpaung (2005) PT. Sucofindo (Persero) dalam Seminar

Nasional K3 di Medan tahun 2005 mengungkapkan beberapa faktor penghambat

dan keberhasilan penerapan SMK3. Faktor-faktor penghambat antara lain:

1. Belum adanya persyaratan dari konsumen mengenai pembuktian penerapan

SMK3,

2. Dampak krisis ekonomi,

3. Tidak terdapatnya konsekuensi bagi perusahaan yang menunda dan menolak

pelaksanaan audit SMK3,


40

4. Kekurangsiapan perusahaan dikarenakan ketidaktaatan perusahaan untuk

menerapkan SMK3,

5. Biaya audit yang dianggap memberatkan perusahaan, dan

6. Frame koordinasi pelaksanaan audit dengan Departemen Teknis lain belum

terwujud.

Sedangkan menurut Gallagher dalam Ismail (2010) menyampaikan

beberapa kendala atau hambatan dalam penerapan SMK3 pada suatu perusahaan

sehingga tujuan penerapan sistem ini tidak tercapai, yaitu:

1. Sistem yang diterapkan tidak sesuai dengan kondisi dan kebutuhan perusahaan.

2. Lemahnya komitmen pimpinan perusahaan dalam menerapkan sistem

manajemen tersebut.

3. Kurangnya keterlibatan pekerja dalam perencanaan dan penerapan.

4. Audit tool yang digunakan tidak sesuai serta kemampuan auditor yang tidak

memadai.

Faktor keberhasilan penerapan SMK3 antara lain:

1. Telah diterapkannya beberapa sistem manajemen yang mendukung penerapan

SMK3,

2. Tingginya komitmen K3 dari manajemen puncak atau perusahaan induknya,

3. Melakukan studi banding,

4. Adanya tenaga ahli di bidang K3,

5. Adanya departemen atau bagian yang khusus menangani K3,

6. Telah diperolehnya penghargaan di bidang K3 dari institusi asing,


41

7. Telah dimilikinya Safety Committee yang berperan aktif dalam pelaksanaan

K3,

8. Terdapatnya tuntutan dari pihak konsumen kepada perusahaan untuk

menerapkan SMK3 yang tersertifikasi,

9. Terpacunya suatu perusahaan dalam sektornya karena perusahaan lain telah

berhasil menerapkan SMK3, dan

10. Adanya upaya pembinaan mengenai SMK3 baik dari asosiasi profesi ataupun

dari pembina kawasan perusahaan.

2.1.6 Kecelakaan Kerja

2.1.6.1 Pengertian Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja (menurut materi khusus standart operational procedure)

adalah sesuatu yang tidak direncanakan atau tidak diduga semula dan tidak

diinginkan. Kecelakaan dapat terjadi kapan saja, dimana saja dan dapat menimpa

siapa saja serta mengakibatkan kerugian terhadap manusia, material ataupun

produksi maupun peralatan.

Menurut OHSAS 18001:2007 dalam Salawati (2009), kecelakaan kerja

adalah suatu kejadian tiba-tiba yang tidak diinginkan yang mengakibatkan

kematian, luka-luka, kerusakan harta benda atau kerugian waktu.

Menurut hasil Konvensi Nasional Keselamatan dan Kesehatan Kerja di

Jakarta pada tahun 1989 menyatakan bahwa kecalakaan kerja adalah suatu

peristiwa atau kejadian yang berakibat sakit / cedera fisik bagi pekerja atau

kerusakan harta milik perusahaan (Sinaga, 2005).


42

Menurut Undang-Undang No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga

Kerja pasal 1 ayat 6, kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan

dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja,

demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah

menuju tempat kerja, dan pulang ke rumah melalui jalan yang biasa atau wajar

dilalui.

Menurut Departemen Kesehatan dalam situsnya www.depkes.go.id,

menyatakan bahwa:

“Kecelakaan kerja adalah kejadian yang tidak terduga dan tidak


diharapkan yang biasanya menyebabkan kerugian material dan
penderitaan dari yang paling ringan sampai yang paling berat.”

Menurut Rika Ampuh Hadiguna (2009) dikutip dari Ibrahim Jati Kusuma

dan Ismi Darmastuti (2010) menyatakan bahwa kecelakan kerja sebagai berikut:

“Kecelakaan kerja merupakan kecelakaan seseorang atau kelompok dalam


rangka melaksanakan kerja di lingkungan perusahaan, yang terjadi secara
tiba-tiba, tidak diduga sebelumnya, tidak diharapkan terjadi, menimbulkan
kerugian ringan sampai yang paling berat, dan bisa menghentikan kegiatan
pabrik secara total.”

2.1.6.2 Penyebab Terjadinya Kecelakaan Kerja

Setiap pekerjaan atau kegiatan manusia selalu terdapat kemungkinan

terjadinya kecelakaan. Secara garis besar, penyebab kecelakaan kerja ada dua faktor

utama (Sinaga, 2005), yaitu:

1. Kondisi berbahaya (unsafe condition), yaitu kondisi yang tidak aman dari:

a. Mesin, peralatan, bahan dan lain-lain

b. Lingkungan kerja
43

c. Proses kerja

d. Sifat pekerjaan

e. Cara kerja

2. Perbuatan berbahaya (unsafe act), yaitu perbuatan berbahaya dari manusia

yang dapat terjadi antara lain karena:

a. Kurangnya perhatian dan keterampilan pelaksana

b. Cacat tubuh yang tidak kentara (bodility defect)

c. Keletihan dan kelemahan daya tahan tubuh

d. Sikap dan perilaku kerja yang tidak baik

Kecelakaan dapat terjadi oleh beberapa faktor yang kompleks yang saling

mempengaruhi satu dengan yang lainnya. Banyak cara dalam menggolongkan

sebab-sebab kecelakaan, namun menurut Suma’mur (1997) ada suatu kesamaan

yang umum, yaitu kecelakaan disebabkan oleh 3 golongan penyebab antara lain:

1. Manusia

Hasil riset menunjukkan 85% kejadian kecelakaan di suatu perusahaan dapat

bersumber pada manusia. Kecelakaan dapat terjadi sebagai akibat emosi tenaga

kerja, faktor psikologis dan kemampuan pekerja (umur, tingkat pendidikan,

masa kerja, dan status kerja) atau bahkan disengaja guna memperoleh

kompensasi cacat yang dideritanya. Tindakan manusia yang tidak aman

(unsafe action) antara lain:

a. Kekurangan pengetahuan

b. Kelalaian dan sikap meremehkan, kekurangmampuan

c. Kekurangan sarana dan peralatan


44

d. Bekerja tanpa diberi wewenang

2. Lingkungan

Yang dimaksud lingkungan disini adalah:

a. Lingkungan fisik, meliputi penerangan, suhu, kelembaban, cepat rambat

udara, suara / kebisingan, radiasi dan lain-lain.

b. Lingkungan kimia, meliputi gas, uap, debu, kabut, fume, awan, asap,

cairan dan benda padat.

c. Lingkungan fisiologis, seperti konstruksi mesin atau peralatan yang tidak

sesuai dengan mekanisme tubuh manusia, sikap kerja dan cara kerja.

d. Lingkungan psikologis, seperti proses kerja yang rutin dan membosankan,

suasana kerja yang kurang aman, nyaman, dan hubungan kerja di antara

sesama tenaga kerja dan atasan.

e. Lingkungan biologi, meliputi lingkungan hewan dan lingkungan

tumbuhan.

3. Manajemen

Keberadaan manusia dan perangkat keras maupun lunak tidak akan terjadi

begitu saja dalam suatu perusahaan tetapi ada sistem yang mengatur yaitu

sistem manajemen yang memuat:

a. Kebijakan manajemen

b. Organisasi

c. Pembinaan

d. Sistem dan prosedur

e. Sistem informasi dan standar kerja


45

Kelalaian dan kesalahan fungsi ini akan menimbulkan ketimpangan /

ketidakseimbangan pada dua unsur yang lain, yaitu manusia dan lingkungan.

Dimana ketidakseimbangan yang terjadi antara lain:

1. Sikap manajemen yang tidak memperhatikan K3

2. Organisasi yang buruk

3. Pejabat yang tidak berkompeten dan sistem pembinaan yang tidak terkoordinir

secara baik

4. Tidak adanya standar yang dapat dikendalikan

5. Dokumentasi tidak jelas

Sedangkan, Sugeng Budiono dan Jusuf (2005) mengatakan bahwa secara

umum kecelakaan kerja terbagi menjadi dua golongan yaitu:

1. Kecelakaan industri (Industrial Accident) yaitu kecelakaan yang terjadi di

tempat kerja karena adanya sumber bahaya atau bahaya kerja.

2. Kecelakaan dalam perjalanan (Community Accident) yaitu kecelakaan yang

terjadi di luar tempat yang berkaitan dengan adanya hubungan kerja.

2.1.6.3 Klasifikasi Kecelakaan Akibat Kerja

Adapun klasifikasi kecelakaan kerja menurut International Labour

Organization (ILO) yaitu:

1. Menurut jenis kecelakaan. Misalnya:

a. Terjatuh

b. Tertimpa benda jatuh

c. Tertumbuh, terjepit oleh benda


46

d. Gerakan-gerakan melebihi kemampuan

e. Pengaruh suhu tinggi

f. Terkena arus listrik

g. Kontak dengan bahan-bahan berbahaya atau radiasi

2. Menurut penyebab:

a. Mesin

b. Alat angkut dan alat angkat

c. Peralatan lain

d. Bahan-bahan, zat-zat dan radiasi

e. Lingkungan kerja

3. Menurut sifat luka atau kelainan:

a. Patah tulang / keseleo

b. Memar, luka dipermukaan

c. Luka bakar

d. Keracunan

e. Pengaruh cuaca

f. Pengaruh arus listrik

4. Menurut letak kelainan atau luka tubuh:

a. Kepala

b. Leher

c. Badan

d. Anggota atas

e. Anggota bawah
47

f. Banyak tempat, kelainan umum

2.1.6.4 Pendekatan Pencegahan Kecelakaan

Prinsip mencegah kecelakaan sebenarnya sangat sederhana yaitu dengan

menghilangkan faktor penyebab kecelakaan yang disebut tidakan tidak aman dan

kondisi yang tidak aman. Namun dalam prakteknya tidak semudah yang

dibayangkan karena menyangkut berbagai unsur yang saling terkait mulai dari

penyebab langsung dan penyebab tidak langsung (Ramli, 2010).

Oleh karena itu berkembang berbagai pendekatan dalam pencegahan

kecelakaan. Banyak teori dan konsep yang dikembangkan para ahli, beberapa

diantaranya dibahas berikut ini (Ramli, 2010).

1. Pendekatan Energi

Sesuai dengan konsep energi, kecelakaan bermula karena adanya sumber

energi yang mengalir mencapai penerima (recepient). Karena itu pendekatan

energi mengendalikan kecelakaan melalui 3 titik yaitu pada sumbernya, pada

aliran energi (pathway) dan pada penerima.

a. Pengendalian pada sumber bahaya

Bahaya sebagai sumber terjadinya kecelakaan dapat dikendalikan

langsung pada sumbernya dengan melakukan secara teknis dan

administratif. Sebagai contoh mesin yang bising dapat dikendalikan

dengan mematikan mesin, mengurangi tingkat kebisingan, memodifikasi

mesin, memasang peredam pada mesin atau mengganti dengan mesin yang

lebih rendah tingkat kebisingannya.


48

b. Pengendalian pada jalan energi

Pendekatan berikutnya dapat dilakukan dengan melakukan penetrasi pada

jalan energi sehingga intensitas energi mengalir ke penerima dapat

dikurangi. Sebagai contoh, kebisingan dapat dikurangi tingkat bahayanya

dengan memasang dinding kedap suara, menjauhkan manusia dari sumber

bising, atau mengurangi waktu paparan.

c. Pengandalian pada penerima

Pendekatan berikutnya adalah melalui pengendalian terhadap penerima

baik manusia, benda atau material. Pendekatan ini dapat dilakukan jika

pengendalian pada sumber atau jalannya energi tidak dapat dilakukan

secara efektif. Oleh karena itu, perlindungan diberikan kepada penerima

dengan meningkatkan ketahanannya, menerima energi yang datang.

Sebagai contoh untuk mengatasi bahaya bising, manusia yang menerima

energi suara tersebut dilindungi dengan alat pelindung telinga sehingga

dampak bising yang timbul dapat dikurangi.

2. Pendekatan Manusia

Pendekatan manusia didasarkan hasil statistik yang menyatakan 85%

kecelakaan disebabkan oleh faktor manusia dengan tindakan yang tidak aman.

Karena itu untuk mencegah kecelakaan dilakukan berbagai upaya pembinaan

unsur manusia untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan sehingga

kesadaran K3 meningkat. Untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian

mengenai K3 dilakukan berbagai pendekatan dan program K3 antara lain:

a. Pembinaan dan pelatihan


49

b. Promosi K3 dan kampanye K3

c. Pembinaan perilaku aman

d. Pengawasan dan inspeksi K3

e. Audit K3

f. Komunikasi K3

g. Pengembangan prosedur kerja aman (Safe Working Practices)

3. Pendekatan Teknis

Pendekatan teknis menyangkut kondisi fisik, peralatan, material, proses

maupun lingkungan kerja yang tidak aman. Untuk mencegah kecelakaan yang

bersifat teknis dilakukan upaya keselamatan antara lain:

a. Rancang bangun yang aman yang disesuaikan dengan persyaratan teknis

dan standar yang berlaku untuk menjamin kelayakan instalasi atau

peralatan kerja.

b. Sistem pengaman pada peralatan atau instalasi untuk mencegah

kecelakaan dalam pengoperasian alat atau instalasi misalnya tutup

pengaman mesin, sistem inter lock, sistem alarm, sistem instrumentasi dan

lainnya.

4. Pendekatan Administratif

Pendekatan administratif dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain:

a. Pengaturan waktu dan jam kerja sehingga tingkat kelelahan dan paparan

bahaya dapat dikurangi

b. Penyediaan alat keselamatan kerja

c. Mengembangkan dan menetapkan prosedur dan peraturan tentang K3


50

d. Mengatur pola kerja, sistem produksi dan proses kerja

5. Pendekatan Manajemen

Banyak kecelakaan yang disebabkan faktor manajemen yang tidak kondusif

sehingga mendorong terjadinya kecelakaan. Upaya pencegahan yang

dilakukan antara lain:

a. Menerapkan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja (SMK3)

b. Mengembangkan organisasi K3 yang efektif

c. Mengembangkan komitmen dan kepemimpinan dalam K3, khususnya

untuk manajemen tingkat atas.

2.1.7 Penyakit Kerja

2.1.7.1 Pengertian Penyakit Kerja

Penyakit Akibat Kerja (PAK) (Occupational Diseases) adalah penyakit

yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja (Permennaker No. Per.

01/Men/1981) yang akan berakibat cacat sebagian maupun cacat total. Cacat

sebagian adalah hilangnya atau tidak fungsinya sebagian anggota tubuh tenaga

kerja untuk selama-lamanya. Sedangkan cacat total adalah keadaan tenaga kerja

tidak mampu bekerja sama sekali untuk selama-lamanya.

Menurut Dessler (2007) menyatakan bahwa penyakit kerja adalah sebagai

berikut:

“Penyakit Kerja adalah kondisi abnormal atau penyakit yang disebabkan


oleh kerentanan terhadap faktor lingkungan yang terkait dengan pekerjaan.
Hal ini meliputi penyakit akut dan kronis yang disebabkan oleh
51

pernapasan, penyerapan, pencernaan, atau kontak langsung dengan bahan


kimia beracun atau pengantar yang berbahaya.”

Menurut Malthis dan Jackson (2002) yang dikutip dari Ibrahim Jati Kusuma

dan Ismi Darmastuti (2010) menyatakan mengenai penyakit kerja sebagai berikut:

“Masalah kesehatan karyawan sangat beragam dan kadang tidak tampak.


Penyakit ini dapat berkisar mulai dari penyakit ringan seperti flu, hingga
penyakit yang serius yang berkaitan dengan pekerjaannya.”

Menurut Schuler dan Jackson (1999) yang dikutip dari Ibrahim Jati Kusuma

dan Ismi Darmastuti (2010) menjelaskan mengenai penyakit kerja sebagai berikut:

“Dalam jangka panjang, bahaya-bahaya di lingkungan tempat kerja


dikaitkan dengan kanker kelenjar tiroid, hati, paru-paru, otak dan ginjal;
penyakit paru-paru putih, cokelat, dan hitam; leukimia; bronkitis;
emphysema dan lymphoma; anemia plastik dan kerusakan sistem saraf
pusat; dan kelainan-kelaianan reproduksi (misal kemandulan, kerusakan
genetik, keguguran dan cacat pada waktu lahir).”

Jadi penyakit akibat kerja adalah penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan,

alat kerja, bahan, proses maupun lingkungan kerja. Dengan demikian penyakit

akibat kerja merupakan penyakit yang artifisial atau man made disease.

2.1.7.2 Kategori Penyakit

Menurut Bennet Silalahi (1995) yang dikutip dari Ibrahim Jati Kusuma dan

Ismi Darmastuti (2010) perusahaan mengenal dua kategori penyakit yang diderita

tenaga kerja, yaitu:

1. Penyakit umum

Merupakan penyakit yang mungkin dapat diderita oleh semua orang, dan hal

ini adalah tanggung jawab semua anggota masyarakat, karena itu harus

melakukan pemeriksaan sebelum masuk kerja.


52

2. Penyakit akibat kerja

Dapat timbul setelah karyawan yang tadinya terbukti sehat memulai

pekerjaannya. Faktor penyebab bisa terjadi dari golongan fisik, golongan

kimia, golongan biologis, golongan fisiologis dan golongan psikologis.

2.1.8 Faktor Lingkungan Internal

Faktor lingkungan internal adalah data yang diperlukan dari lingkungan

internal perusahaan. Sebelum mulai mengembangkan sistem manajemen K3,

perusahaan perlu melakukan tinjau awal sebagai base line assessment untuk

mengetahui kondisi K3 dalam perusahaan. Dalam tinjau awal ini dipertimbangkan

apa saja risiko K3 yang dihadapi, kekuatan dan kelemahan perusahaan, visi dan

misi perusahaan, serta sasaran umum K3 yang ingin dicapai. Tinjau awal dapat

dilakukan melalui observasi, daftar periksa, wawancara, inspeksi lapangan atau

kajian dokumen yang ada. Berdasarkan hasil tinjau awal tersebut, dapat dimulai

mengembangkan sistem manajemen K3 yang baik (Ramli, 2010).

Dengan melakukan pengembangan dan penyesuaian kondisi internal yang

terdiri dari kekuatan (strength) dan kelemahan (weakness) pada perusahaan, maka

hal-hal tersebut meliputi:

2.1.8.1 Persyaratan Kebijakan

Kebijakan adalah arah yang ditentukan untuk dipatuhi dalam proses kerja

dan organisasi perusahaan. Kebijakan yang ditetapkan manajemen menurut

partisipasi dan kerja sama semua pihak. Setiap pekerja diberi arahan dan pemikiran
53

yang akan membantunya mencapai sasaran dan hasil, setiap kebijakan mengandung

sasaran jangka panjang dan ketentuan yang harus dipatuhi setiap kategori

fungsional perusahaan. Aspek K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja)

diperhitungkan sejak dini mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan

pasca kegiatan perusahaan dengan melibatkan semua pihak untuk menumbuhkan

rasa sadar terhadap pentingnya K3.

Kebijakan merupakan perwujudan dari komitmen pucuk pimpinan yang

memuat visi dan tujuan perusahaan, komitmen dan tekad untuk melaksanakan

keselamatan dan kesehatan kerja, kerangka dan program kerja. Oleh karena itu,

kebijakan K3 sangat penting dan menjadi landasan utama yang diharapkan mampu

menggerakkan semua partikel yang ada dalam perusahaan sehingga program K3

yang diinginkan dapat berhasil dengan baik. Namun demikian, suatu kebijakan

hendaknya jangan hanya bagus dan indah di atas kertas tetapi tidak ada

implementasi atau tindak lanjutnya sehingga akan sia-sia belaka. Tanpa adanya

kebijakan yang dilandasi dengan komitmen yang kuat, apapun yang direncanakan

tidak akan berhasil dengan baik. Kebijakan K3 harus mudah dimengerti, dipahami

dan didokumentasikan serta didistribusikan kepada semua pihak terkait dalam

organisasi (Ramli, 2010).

Sesuai dengan persyaratan kebijakan yang terdapat dalam OHSAS 18001,

maka pokok-pokok persyaratan sebagai berikut:

1. Tetapkan kebijakan K3 organisasi

2. Dokumentasikan kebijakan K3

3. Implementasikan kebijakan K3
54

4. Pelihara kebijakan K3

5. Komunikasikan kebijakan K3

2.1.8.2 Sumber Daya Manusia

Tanpa sumber daya manusia yang memadai, program K3 tidak akan berjalan

dengan baik dan efektif. Karena itu, OHSAS 18001 mensyaratkan manajemen

untuk memastikan ketersediaan SDM yang penting untuk menetapkan,

menjalankan, memelihara dan meningkatkan sistem manajemen K3. Pelaksanaan

rencana K3 harus dilaksanakan oleh pengusaha dan / atau pengurus perusahaan atau

tempat kerja dengan menyediakan sumber daya manusia sesuai dengan kebutuhan

dan memiliki kompetensi kerja dan kewenangan dibidang K3 (Ramli, 2010).

Manajemen puncak harus mengambil tanggung jawab penuh terhadap K3

dan SMK3, manajemen puncak harus menunjukkan komitmennya dengan:

1. Memastikan ketersediaan sumber daya yang penting untuk menetapkan,

menjalankan, memelihara dan meningkatkan sistem manajemen K3.

2. Menetapkan peran, alokasi tanggung jawab dan akuntabilitas dan

pendelegasian wewenang untuk memfasilitasi manajemen K3 yang efektif.

Peran, tanggung jawab, tanggung gugat, wewenang harus didokumentasikan

dan dikomunikasikan.

Pengawasan ketenagakerjaan merupakan fungsi kemasyarakatan dari

administrasi ketenagakerjaan yang memastikan pelaksanaan peraturan

ketenagakerjaan di tempat kerja. Tujuan utamanya adalah meyakinkan para mitra

sosial mengenai perlunya meninjau aturan ketenagakerjaan di tempat kerja dan


55

kepentingan mereka dalam hal ini, melalui pencegahan, pendidikan dan apabila

penting, tindakan penegakan hukum. Sejak penunjukkan pengawas

ketenagakerjaan pertama di Inggris pada 1833, pengawasan ketenagakerjaan pun

terbentuk di hampir semua negara di dunia, termasuk Indonesia. Di dalam dunia

kerja, pengawasan ketenagakerjaan merupakan perangkat negara terpenting dalam

melakukan intervensi untuk merancang, mendorong dan berkontribusi pada

pengembangan budaya pencegahan yang mencakup semua aspek ketenagakerjaan

seperti hubungan industrial, upah, kondisi kerja, keselamatan dan kesehatan kerja

serta permasalahan yang terkait dengan ketenagakerjaan dan jaminan sosial (ILO,

2011).

Sumber Daya Manusia yang diperlukan untuk memahami dan mampu

menjalankan K3 di lingkungan masing-masing meliputi:

1. Ahli K3

Jenis objek K3 yang harus diawasi dan dilakukan pengawasan serta pengujian

sangat beragam dengan tingkat potensi bahaya yang semakin tinggi. Berikut

adalah data objek Pengawasan K3 berdasarkan Permenakertrans No. 9 Tahun

2005:

a. Ahli K3 Umum (ahli keselamatan kerja dan ahli kesehatan kerja)

b. Ahli K3 Spesialis Uap dan Bejana Tekan

c. Ahli K3 Spesialis Pesawat Angkat dan Angkut

d. Ahli K3 Spesialis Instalasi Listrik dan Lift

e. Ahli K3 Spesialis Penanggulangan Kebakaran

f. Ahli K3 Spesialis Konstruksi Bangunan


56

g. Ahli K3 Spesialis mekanik

Jumlah mereka harus memadai guna memastikan efektivitas pelaksanaan

tugas-tugas mereka yang sesuai dengan jumlah, jenis, ukuran dan situasi

tempat kerja, jumlah pekerja yang dipekerjakan, serta jumlah dan kompleksitas

peraturan perundangan yang harus ditegakkan.

2. Koordinator K3

Bertanggung jawab kepada direktur dan sebagai pemegang komando jika ketua

tidak ada dengan membawahi Koordinator Subsi. Tugas yang dilakukan oleh

Koordinator K3 merupakan tugas-tugas pokok dari suatu organisasi atau

perusahaan.

3. Management Representatif (MR)

Seorang Management Representatif sekurang-kurangnya harus memiliki

kriteria sebagai berikut:

a. Management Representatif setidaknya harus mengikuti 2 training,

training pengenalan dan pemahaman klausul ISO 9001 dan training audit

internal.

b. Pengetahuan yang luas tentang operasi perusahaan dan sistem manajemen

mutu

c. Kemampuan untuk mendengarkan dan mempengaruhi

d. Kemampuan untuk meringkas informasi dan berkomunikasi secara efektif

e. Manajemen proyek dan keterampilan organisasi

4. Manajemen Lini
57

Wakil unit-unit kerja yang ada dalam perusahaan dan telah memahami

permasalahan K3. Manajer lini adalah orang yang paling bertanggung jawab

atas para karyawan. Bukan saja atas nasib mereka, tetapi juga bertanggung

jawab pada pengembangan pribadi serta peningkatan kompetensi mereka.

2.1.8.3 Fasilitas P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan)

Pertolongan pertama pada kecelakaan di tempat kerja selanjutnya disebut

dengan P3K di tempat kerja, adalah upaya memberikan pertolongan pertama secara

cepat dan tepat kepada pekerja / buruh / dan / atau orang lain yang berada di tempat

kerja, yang mengalami sakit atau cidera di tempat kerja (Permenakertrans No. Per

15/Men/2008). Pertolongan pertama dimaksudkan untuk memberikan perawatan

darurat pada korban, sebelum pertolongan yang lebih lengkap diberikan oleh dokter

atau petugas kesehatan lainnya. P3K diberikan untuk menyelamatkan nyawa

korban, meringankan penderitaan korban, mencegah cedera / penyakit menjadi

lebih parah, mempertahankan daya tahan korban dan mencarikan pertolongan yang

lebih lanjut.

Fasilitas di tempat kerja adalah semua peralatan, perlengkapan, dan bahan

yang digunakan dalam pelaksanaan P3K di tempat kerja. Fasilitas P3K

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) Permenakertrans No. Per 15/

Men/2008 meliputi:

1. Ruang P3K

Pengusaha wajib menyediakan ruang P3K sebagaimana dimaksud dala

Permenakertrans No. 15 tahun 2008 Pasal 8 ayat (1) huruf a dalam hal:
58

Mempekerjakan pekerja / buruh 100 orang atau lebih

a. Mempekerjakan pekerja / butuh kurang dari 100 orang dengan potensi

bahaya tinggi

b. Persyaratan ruang P3K sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:

a) Lokasi ruang P3K:

i. Dekat dengan toilet / kamar mandi

ii. Dekat jalan keluar

iii. Mudah dijangkau dari area kerja

iv. Dekat dengan tempat parkir kendaraan

b) Mempunyai luas minimal cukup untuk menampung satu tempat tidur

pasien dan masih terdapat ruang gerak bagi seorang petugas P3K serta

penempatan fasilitas P3K lainnya.

c) Bersih dan terang, ventilasi baik, memiliki pintu dan jalan yang cukup

lebar untuk memindahkan korban.

d) Diberi tanda dengan papan nama yang jelas dan mudah dilihat.

e) Sekurang-kurangnya dilengkapi dengan:

i. Wastafel dengan air mengalir

ii. Kertas tisue / lap

iii. Usungan / tandu

iv. Bidai / spalk

v. Kotak P3K dan isi

vi. Tempat tidur dengan bantal dan selimut


59

vii. Tempat untuk menyimpan alat-alat, seperti: tandu dan / atau kursi

roda

viii. Sabun dan sikat

ix. Pakaian bersih untuk penolong

x. Tempat sampah

xi. Kursi tunggu bila diperlukan

2. Kotak P3K dan isi

Kotak P3K sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b harus

memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Terbuat dari bahan yang kuat dan mudah dibawa, berwarna dasar putih

dengan lambang P3K berwarna hijau

b. Isi kotak P3K tidak boleh diisi bahan atau alat selain yang dibutuhkan

untuk pelaksanaan P3K di tempat kerja

Penempatan kotak P3K:

a. Pada tempat yang mudah dilihat dan dijangkau

b. Arah yang jelas, cukup cahaya serta mudah diangkat apabila akan

digunakan

c. Disesuaikan dengan jumlah pekerja / buruh, jenis dan jumlah kotak P3K

d. Dalam hal tempat kerja dengan unit kerja berjarak 500 meter atau lebih

masing-masing unit kerja harus menyediakan kotak P3K sesuai jumlah

pekerja / buruh

3. Alat evakuasi dan alat transportasi


60

Alat evakuasi dan alat transportasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 ayat

(1) huruf c meliputi:

a. Tandu atau alat lain untuk memindahkan korban ke tempat yang aman atau

rujukan

b. Mobil ambulance atau kendaraan yang dapat digunakan untuk

pengangkutan korban

4. Fasilitas tambahan berupa alat pelindung diri dan / atau peralatan khusus di

tempat kerja yang memiliki potensi bahaya yang bersifat khusus.

Berikut manajemen APD yang wajib dilaksanakan oleh sebuah perusahaan:

a. Identifikasi kebutuhan dan syarat APD

b. Pemilihan APD yang sesuai dengan jenis bahaya dan kebutuhan /

kenyamanan pekerja / buruh

c. Pelatihan

d. Penggunaan, perawatan, dan penyimpanan

e. Penatalaksanaan, pembuangan atau pemusnahan

f. Pembinaan

g. Inspeksi

h. Evaluasi dan pelaporan

Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik

Indonesia Nomor. Per.08/MEN/VII/2010 menerangkan bahwa alat-alat

proteksi diri ada berbagai bentuk dan jenis yang digolongkan menurut bagian

tubuh yang dilindungi, untuk itu jenis alat proteksi diri dibagi menurut

keperluannya sebagai berikut:


61

a. Alat pelindung kepala (safety helmet)

b. Alat pelindung mata (googles)

c. Alat pelindung telinga (ear protection)

d. Alat pelindung tangan (gloves)

e. Pakaian pelindung

f. Alat perlindungan pernapasan

g. Sepatu kerja (safety shoes)

h. P3K

2.1.8.4 Standar Jumlah Kecelakaan Kerja

Sebagai perusahaan dengan standar internasional banyak sekali standar-

standar yang harus dipenuhi. Pemenuhan standar ini bukanlah hanya suatu

kewajiban namun merupakan suatu kebutuhan. Sistem Manajemen K3 OHSAS

18001:2007 adalah salah satu standar yang telah dipenuhi oleh PT. Indonesia Power

UPJP Kamojang Unit PLTP Gunung Salak, di samping standar-standar

internasional lainnya seperti sertifikat ISO 9001:2015, dan ISO 14001:2010.

Hampir seluruh perusahaan yang menerapkan sistem keselamatan menetapkan

indikator keberhasilan adalah tidak terjadinya kecelakaan atau kehilangan waktu

kerja karena kecelakaan. Target yang ditetapkan adalah Zero Accident.

2.1.8.5 Budaya Keselamatan (Safety Culture)

Kompetensi dan pengetahuan saja belum mencukupi jika tidak didukung

oleh kepedulian atau perilaku aman dalam bekerja. Kepedulian mengenai aspek
62

keselamatan dalam pekerjaan atau perilaku sehari-hari merupakan landasan

pembentukan budaya keselamatan (safety culture). Banyak perusahaan yang

menganggap K3 hanya sekadar program yang dijalankan dalam perusahaan atau

untuk memperoleh penghargaan dan sertifikat. Padahal K3 adalah cerminan dari

budaya atau kultur (safety culture) dalam perusahaan. K3 harus menjadi nilai-nilai

(value) yang dianut dan menjadi landasan dalam pengembangan bisnis (Ramli,

2010).

Organisasi harus memastikan bahwa setiap individu di bawah

pengendaliannya yang melakukan pekerjaan dapat menimbulkan dampak. Untuk

meningkatkan budaya keselamatan (kesadaran dan kepedulian) mengenai K3

dilakukan berbagai pendekatan dan program K3 antara lain:

Pembinaan dan pelatihan

1. Promosi K3 dan kampanye K3

2. Pembinaan perilaku aman

3. Pengawasan dan inspeksi K3

4. Audit K3

5. Komunikasi K3

6. Pengembangan prosedur kerja aman (safe working practices)

2.1.8.6 Promosi K3

Upaya promosi kesehatan yang diselenggarakan di tempat kerja, selain

untuk memberdayakan masyarakat di tempat kerja untuk mengenali masalah dan

tingkat kesehatannya, serta mampu mengatasi, memelihara, meningkatkan dan


63

melindungi kesehatannya sendiri juga memelihara dan meningkatkan tempat kerja

yang sehat. Kesehatan kerja bertujuan untuk memperoleh derajat kesehatan yang

setinggi-tingginya, baik fisik, mental, dan sosial bagi masyarakat pekerja dan

masyarakat lingkungan perusahaan tersebut, melalui usaha-usaha preventif,

promotif dan kuratif terhadap penyakit-penyakit atau gangguan-gangguan

kesehatan akibat kerja atau lingkungan kerja. Tenaga kerja disini mencakup antara

lain buruh atau karyawan, petani, nelayan, pekerja-pekerja sektor non formal,

pegawai negeri dan sebagainya (Ismail, 2009).

Komunikasi kesehatan adalah usaha yang sistematis untuk mempengaruhi

secara positif perilaku kesehatan masyarakat, dengan menggunakan berbagai

prinsip dan metode komunikasi, baik menggunakan komunikasi interpersonal,

maupun komunikasi massa. Tujuan utama komunikasi kesehatan adalah perubahan

perilaku kesehatan masyarakat dan selanjutnya perilaku masyarakat yang sehat

tersebut akan berpengaruh kepada meningkatnya derajat kesehatan masyarakat.

2.1.8.7 Perencanaan

Menurut OHSAS 18001, perencanaan terdiri dari 3 elemen yaitu:

1. Identifikasi bahaya, penilaian risiko dan penetapan pengendalian

Organisasi harus membuat, menetapkan dan memelihara prosedur untuk

mengidentifikasi bahaya yang ada, penilaian risiko, dan penetapan

pengendalian yang diperlukan. Prosedur untuk mengidentifikasi bahaya dan

menilai risiko harus memperhatikan:

a. Aktivitas rutin dan tidak rutin


64

b. Aktivitas seluruh personel yang mempunyai akses ke tempat kerja

(termasuk kontraktor dan tamu)

c. Perilaku manusia, kemampuan dan faktor-faktor manusia lainnya

d. Bahaya-bahaya yang timbul dari luar tempat kerja yang berdampak pada

kesehatan dan keselamatan personel di dalam kendali organisasi di

lingkungan tempat kerja

e. Bahaya-bahaya yang terjadi di sekitar tempat kerja, yang disediakan baik

oleh organisasi ataupun pihak-pihak lain

f. Perubahan-perubahan atau usulan perubahan di dalam organisasi,

aktivitas-aktivitas atau material

g. Modifikasi sistem manajemen K3, termasuk perubahan sementara, dan

dampaknya kepada operasional, proses-proses dan aktivitas-aktivitas

h. Adanya kewajiban perundangan yang relevan terkait dengan penilaian

risiko dan penerapan pengendalian yang dibutuhkan

i. Rancangan area-area kerja, proses-proses, instalasi-instalasi,

mesin/peralatan, prosedur operasional dan organisasi kerja, termasuk

adaptasinya kepada kemampuan manusia

Metode organisasi dalam melakukan identifikasi bahaya dan penilaian

risiko harus:

a. Ditetapkan dengan memperhatikan ruang lingkup, sifat dan waktu untuk

memastikan metodenya proaktif, dan

b. Menyediakan identifikasi, prioritas dan dokumentasi risiko-risiko dan

penerapan pengendalian, sesuai keperluan


65

Organisasi harus memastikan hasil dari penilaian ini dipertimbangkan

dalam menetapkan pengendalian. Saat menetapkan pengendalian, atau

mempertimbangkan perubahan atas pengendalian yang ada saat ini,

pertimbangan harus diberikan untuk menurunkan risiko berdasarkan hirarki

berikut:

a. Eliminasi

b. Substitusi

c. Pengendalian teknik

d. Rambu / peringatan dan/atau pengendalian administrasi

e. Alat pelindung diri

2. Peraturan perundangan dan persyaratan lain

Organisasi harus membuat, menerangkan dan memelihara suatu prosedur

untuk mengidentifikasi dan mengakses peraturan perundangan dan persyaratan

K3 lain yang diaplikasikan untuk K3.

Organiasasi harus memastikan bahwa peraturan perundangan dan

persyaratan lain yang relevan, organisasi mendapatkannya harus

mempertimbangkan dalam membuat, menerapkan dan memelihara sistem

manajemen K3 organisasi.

Organisasi harus selalu mengkomunikasikan peraturan perundangan dan

persyaratan lain yang relevan kepada orang yang bekerja di dalam kendali

organisasi dan pihak-pihak terkait lain.

3. Tujuan dan Program K3


66

Organisasi harus membuat, menerapkan dan memelihara tujuan dan

sasaran K3 yang terdokumentasi, pada setiap fungsi dan tingkat yang relevan

di dalam organisasi. Tujuan-tujuan harus dapat diukur, bila memungkinkan,

dan konsisten dengan kebijakan K3, termasuk komitmen untuk mencegah

cidera dan sakit penyakit, memenuhi peraturan perundangan yang relevan dan

persyaratan lain di mana organisasi mendapatkan dan untuk peningkatan

berkelanjutan.

Pada saat membuat dan meninjau tujuan-tujuan tersebut, organisasi harus

mempertimbangkan peraturan perundangan dan persyaratan K3 lainnya di

mana organisasi mendapatkan, dan risiko-risiko K3. Juga mempertimbangkan

aspek teknologi, aspek keuangan, persyaratan operasional dan bisnis, dan

pandangan dari pihak-pihak terkait.

Organisasi harus membuat, menerapkan dan memelihara suatu program

untuk mencapai tujuan-tujuan organisasi. Program minimum harus

memasukkan:

a. Penunjukkan penanggung jawab dan kewenangan untuk mencapai tujuan

pada setiap fungsi dan tingkat organisasi, dan

b. Cara-cara dan jangka waktu untuk mencapai tujuan

2.1.8.8 Penerapan

Menurut OHSAS 18001, penerapan terdiri dari 6 elemen yaitu:

1. Sumber daya, peran, tanggung jawab, akuntabilitas dan wewenang


67

Manajemen puncak harus menjadi penanggung jawab tertinggi untuk

sistem manajemen K3. Manajemen puncak harus memperlihatkan komitmen

dengan:

a. Memastikan ketersediaan sumber daya yang esensial untuk membuat,

menerapkan, memelihara dan meningkatkan sistem manejemen K3.

b. Menetapkan peran-peran, alokasi tanggung jawab dan akuntabilitas, dan

delegasi wewenang, untuk memfasilitasi efektivitas sistem manajemen

K3; peran, tanggung jawab, akuntabilitas dan wewenang harus

didokumentasikan dan dikomunikasikan.

2. Kompetensi, pelatihan dan kepedulian

Organisasi harus memastikan bahwa setiap orang dalam

pengendaliannya yang melakukan tugas-tugas yang mempunyai dampak pada

K3 harus kompeten sesuai dengan tingkat pendidikan, pelatihan dan/atau

pengalaman, dan menyimpan catatan-catatannya.

Organisasi harus mengidentifikasi kebutuhan pelatihan sesuai dengan

risiko-risiko K3 terkait dan sistem manajemen K3. Organisasi harus

menyediakan pelatihan atau mengambil tindakan untuk memenuhi kebutuhan

tersebut, melakukan evaluasi efektivitas pelatihan atau tindakan yang diambil,

dan menyimpan catatan-catatannya.

Organisasi harus membuat, menerapkan dan memelihara prosedur untuk

memastikan semua orang yang bekerja dalam pengendaliannya peduli akan:


68

a. Konsekuensi-konsekuensi K3, yang aktual atau potensial, kegiatan

kerjanya, perilakunya, serta manfaat-manfaat K3 untuk peningkatan

kinerja perorangan.

b. Peran dan tanggung jawabnya dan pentingnya dalam mencapai

kesesuaiannya dengan kebijakan dan prosedur-prosedur K3, termasuk

persyaratan kesiapsiagaan dan tanggap darurat.

3. Komunikasi, partisipasi dan konsultasi

a. Komunikasi

Sesuai dengan bahaya-bahaya K3 dan sistem manajemen K3, organisasi

harus membuat, menerapkan dan memelihara prosedur untuk:

i. Komunikasi internal antar berbagai tingkatan dan fungsi dalam

organisasi.

ii. Komunikasi dengan para kontraktor dan tamu lainnya ke tempat kerja.

iii. Menerima, mendokumentasikan dan merespon komunikasi yang

relevan dari pihak-pihak eksternal terkait.

b. Partisipasi dan konsultasi

Organiasasi harus membuat, menerapkan dan memelihara prosedur untuk:

i. Partisipasi pekerja melalui

a) Keterlibatan dan identifikasi bahaya, penilaian risiko dan

penetapan pengendalian

b) Keterlibatannya dalam penyelidikan insiden

c) Keterlibatannya dalam pengembangan dan peninjauan kebijakan

dan tujuan K3
69

d) Konsultasi di mana ada perubahan yang berdampak pada K3

e) Diwakilkan dalam hal-hal terkait K3

ii. Konsultasi dengan para kontraktor atas perubahan-perubahan yang

terjadi dan berdampak pada K3.

4. Dokumentasi

Dokumentasi sistem manajemen K3 harus termasuk:

a. Kebijakan K3 dan sasaran-sasaran

b. Penjelasan ruang lingkup sistem manajemen K3

c. Penjelasan elemen-elemen inti sistem manajemen dan interaksinya, dan

rujukannya ke dokumen-dokumen terkait

d. Dokumen-dokumen, termasuk catatan-catatan, yang disyaratkan oleh

standar OHSAS

e. Dokumen-dokumen, termasuk catatan-catatan yang ditetapkan oleh

organisasi yang dianggap penting untuk memastikan perencanaan, operasi

dan pengendalian proses yang berhubungan dengan pengendalian risiko-

risiko K3 efektif.

5. Pengendalian operasional

Organisasi harus mengidentifikasi operasi-operasi dan kegiatan-kegiatan

yang berkaitan dengan bahaya-bahaya yang teridentifikasi di mana kendali

pengukuran perlu dilakukan untuk mengendalikan risiko-risiko K3.

6. Kesiapsiagaan dan tanggap darurat

Organisasi harus menanggapi keadaan darurat aktual dan mencegah atau

mengurangi akibat-akibat penyimpangan terkait dengan dampak-dampak K3.


70

Dalam perencanaan tanggap darurat organisasi harus mempertimbangkan

kebutuhan-kebutuhan pihak-pihak terkait yang relevan, misal jasa keadaan

darurat dan masyarakat sekitar.

2.1.8.9 Pemeriksaan

Menurut OHSAS 18001, pemeriksaan terdiri dari 4 elemen yaitu:

1. Pemantauan dan pengukuran kinerja

2. Penyelidikan insiden, ketidaksesuaian, tindakan perbaikan dan pencegahan

3. Pengendalian catatan

4. Audit internal

2.1.8.10 Tinjauan Manajemen

Manajemen puncak harus meninjau sistem manajemen K3 organisasinya,

secara terencana, untuk menjamin kesesuaian, kecukupan dan keefektifannya

secara berkelanjutan. Proses tinjauan manajemen harus termasuk penilaian

kemungkinan-kemungkinan peningkatan dan kebutuhan perubahan sistem

manajemen K3, termasuk kebijakan K3 dan tujuan-tujuan K3. Catatan hasil

tinjauan manajemen harus dipelihara.

2.1.9 Faktor Lingkungan Eksternal

Faktor lingkungan eksternal adalah data yang diperoleh dari luar perusahaan

yang berpengaruh terhadap kelangsungan hidup perusahaan, yang merupakan


71

upaya menggunakan komponen-komponen lingkungan luar yakni faktor tenaga

kerja, bencana, ekonomi, teknologi dan kebijakan pemerintah

Dengan melakukan pengembangan dan penyesuaian kondisi eksternal yang

terdiri dari peluang (opportunity) dan ancaman (threat) pada penerapan K3, maka

hal-hal tersebut meliputi:

2.1.9.1 Tenaga Kerja

Berdasarkan Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan

disebut bahwa, tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan

guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri

maupun untuk masyarakat.

Tenaga kerja merupakan aset paling berharga dan menentukan dalam

operasi perusahaan (Ramli, 2010). Namun aspek ketenagakerjaan ini mengandung

risiko yang harus diperhitungkan. Disaat perusahaan memutuskan untuk menerima

seseorang bekerja pada dasarnya perusahaan telah mengambil risiko yang berkaitan

dengan ketenagakerjaan. Perusahaan harus membayar gaji yang memadai bagi

pekerjanya serta memberikan jaminan sosial yang diwajibkan menurut

perundangan. Di samping itu, perusahaan juga harus memberikan perlindungan

keselamatan kerja dan membayar tunjangan jika tenaga kerja mendapat kecelakaan.

Risiko ketenagakerjaan juga berkaitan dengan hubungan perburuhan, misalnya

kemungkinan adanya mogok kerja yang berdampak terhadap kelangsungan

jalannya perusahaan. Tenaga kerja juga merupakan salah satu unsur yang dapat

memicu kecelakaan atau kegagalan dalam proses produksi. Mempekerjakan pekerja


72

yang tidak terampil, sembrono dan lalai merupakan risiko yang serius bagi

keselamatan.

2.1.9.2 Bencana

Bencana adalah suatu kejadian yang ekstrem dalam lingkungan alam atau

manusia yang secara merugikan mempengaruhi kehidupan manusia, harta benda

atau aktivitas sampai pada tingkat yang menimbulkan bencana.

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam,

mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh

faktor alam dan/atau faktor non alam maupun manusia sehingga mengakibatkan

timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan

dampak psikologis (Ramli, 2010).

Menurut Undang-Undang No. 24 Tahun 2007, bencana diklasifikasikan atas

3 jenis sebagai berikut:

1. Bencana Alam

Yaitu bencana yang bersumber dari fenomena alam seperti gempa bumi,

letusan gunung api, meteor, pemanasan global, banjir, topan dan tsunami.

Bencana alam terjadi hampir sepanjang tahun diberbagai belahan dunia,

termasuk di Indonesia.

2. Bencana Buatan Manusia (Man Made Disaster)

Bencana buatan manusia (man made disaster) atau sering juga disebut bencana

non alam yaitu bencana yang diakibatkan atau terjadi karena campur tangan

manusia. Campur tangan ini dapat berupa langsung atau tidak langsung. Buatan
73

manusia langsung misalnya bencana akibat kegagalan teknologi di suatu pabrik

atau industri. Bencana langsung misalnya pembabatan hutan yang

mengakibatkan timbulnya bahaya banjir.

3. Bencana Sosial

Bencana sosial diakibatkan oleh peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang

meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat dan

teror. Bencana sosial sudah menjadi fenomena di berbagai kawasan dan terjadi

hampir sepanjang peradaban manusia misalnya peperangan, dan konflik sosial.

2.1.9.3 Ekonomi

Karakteristik ekonomi meliputi antara lain aktivitas ekonomi, jenis

pekerjaan, lapangan pekerjaan dan pendapatan. Menurut pasal 90 ayat 1 Undang-

Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menyebutkan bahwa

pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum, baik UM

(upah minimim) berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten kota yang sering

disebut UMR (Upah Minimum Regional) maupun upah minimum berdasarkan

sektor pada wilayah provinsi atau kabupaten/kota UMS (Upah Minimum Sektoral).

2.1.9.4 Teknologi

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah membuat dunia

industri berlomba-lomba melakukan efisiensi dan meningkatkan produktivitas

dengan menggunakan alat-alat produksi yang semakin kompleks. Makin

kompleksnya peralatan yang digunakan, makin besar pula potensi bahaya yang
74

mungkin terjadi dan makin besar pula kecelakaan kerja yang ditimbulkan apabila

tidak dilakukan pengamanan dan pengendalian sebaik mungkin (Ramli, 2010).

Aspek teknologi di samping bermanfaat untuk meningkatkan produktivitas juga

mengandung berbagai risiko. Penggunaan mesin modern misalnya dapat

menimbulkan risiko kecelakaan dan pengurangan tenaga kerja.

Penerapan teknologi yang lebih baik oleh pesaing akan mempengaruhi

produk, biaya dan kualitas yang dihasilkan sehingga dapat menjadi ancaman bagi

perusahaan. Karena itu pemilihan dan penggunaan teknologi harus

mempertimbangkan dampak risiko yang ditimbulkan.

Penggunaan teknologi maju juga menuntut peningkatan produktivitas

kualitas sumber daya manusia yang terlibat dalam proses produksi. Tenaga kerja

sebagai sumber daya disamping dituntut untuk meningkatkan kemampuannya

dalam penguasaan teknologi juga harus dapat memahami dampak negatif dari

penggunaan teknologi tersebut. Penggunaan teknologi maju disamping

meningkatkan efisiensi dan produktivitas, di sisi lain juga mengandung potensi

bahaya yang berisiko tinggi bagi manusia dan lingkungan.

2.1.9.5 Kebijakan Pemerintah

Pada dasarnya K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) yang dilaksanakan

suatu perusahaan merupakan bentuk penghargaan dan pengakuan terhadap nilai-

nilai luhur kemanusiaan. Penghargaan tersebut diwujudkan dalam bentuk upaya

pencegahan dari kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja pada diri tenaga kerja

atau orang lain yang berada pada suatu lokasi kerja.


75

Pemerintah Indonesia dalam hal ini Menteri Tenaga Kerja telah

mengeluarkan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Pada peraturan ini setiap

tempat kerja yang memiliki tenaga kerja untuk menerapkan SMK3. Berdasarkan

peraturan tersebut seharusnya suatu perusahaan sudah selayaknya memenuhi baik

tenaga kerjanya di bidang keselamatan dan kesehatan kerja.

2.1.10 Kinerja Pegawai

2.1.10.1 Pengertian Kinerja Pegawai

Seorang pegawai di dalam bekerja harus sesuai dengan program kerja

organisasi, untuk menunjukkan tingkat kinerja dalam rangka mencapai tujuan

organisasi. Berhasil atau gagalnya suatu tujuan sebagian besar ditentukan oleh

kinerja dari setiap pegawai dalam organisasi tersebut. Menurut Kamus Besar

Bahasa Indonesia (KBBI), kinerja adalah sesuatu yang dicapai.

Menurut Tjuju Yuniarsih dan Suwatno (2011:161) mengemukakan bahwa:

“Kinerja merupakan prestasi nyata yang ditampilkan seseorang setelah


yang bersangkutan menjalankan tugas dan perannya dalam organisasi.”

Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2013:67) mengemukakan bahwa:

“Kinerja pegawai (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.”

Selain itu, menurut Bambang Guritno dan Waridin dalam Heny Sidanti

(2015:46) menyatakan bahwa:

“Kinerja adalah perbandingan hasil kerja yang dicapai oleh karyawan


dengan standar yang telah ditentukan.”
76

Berdasarkan pada teori di atas, penulis sampai pada pemahaman bahwa

kinerja pegawai adalah hasil kerja dari seorang pegawai baik secara kualitas

maupun kuantitas dalam melaksanakan pekerjaan.

2.1.10.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Menurut Tjuju Yuniarsih dan Suwatno (2011:80) yang mendorong

munculnya masalah atau gangguan pada kinerja sumber daya manusia misalnya

yang lahir dalam bentuk stress, konflik, tingginya tingkat ketidakhadiran

(absenteeism), kebosanan (burn out) dan labour turn over.

Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2013:67) faktor yang mempengaruhi

pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi

(motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Keith David dalam Anwar Prabu

Mangkunegara (2014:67), yang merumuskan bahwa:

Human Performance = ability + motivation

Motivation = attitude + situation

Ability = knowledge + skill

2.1.10.3 Tujuan Penilaian Kinerja

Tujuan penilaian kinerja menurut Veithzal Rivai (2011:552), pada dasarnya

meliputi:

1. Meningkatkan etos kerja,

2. Meningkatkan motivasi kerja,

3. Untuk mengetahui tingkat kinerja karyawan selama ini,


77

4. Untuk mendorong pertanggungjawaban dari karyawan,

5. Pemberian imbalan yang serasi, misalnya untuk pemberian kenaikan gaji

berkala, gaji pokok, kenaikan gaji istimewa dan insentif uang,

6. Untuk pembeda antar karyawan yang satu dengan yang lainnya,

7. Pengembangan SDM yang masih dapat dibedakan lagi ke dalam penugasan

kembali, seperti diadakannya mutasi atau transfer, rotasi perusahaan, kenaikan

jabatan dan pelatihan,

8. Sebagai alat untuk membantu dan mendorong karyawan untuk mengambil

inisiatif dalam rangka memperbaiki kinerja,

9. Mengidentifikasi dan menghilangkan hambatan-hambatan agar kinerja

menjadi baik,

10. Untuk mendorong pertanggungjawaban dari karyawan,

11. Sebagai alat untuk memperoleh umpan balik dari karyawan untuk memperbaiki

desain pekerjaan, lingkungan kerja dan rencana karier selanjutnya,

12. Pemutusan hubungan kerja, pemberian sanksi ataupun hadiah,

13. Memperkuat hubungan antara karyawan dengan atasan melalui diskusi tentang

kemajuan kerja mereka, dan

14. Sebagai penyaluran keluhan yang berkaitan dengan masalah pekerjaan.

2.1.10.4 Kegunaan Penilaian Kinerja

Menurut Veithzal Rivai (2011:311) penilaian kinerja dapat berguna untuk:


78

1. Mengetahui pengembangan, yang meliputi: identifikasi kebutuhan pelatihan,

umpan balik kinerja, menentukan transfer dan penugasan, dan diidentifikasi

kekuatan dan kelemahan karyawan.

2. Pengambilan keputusan administratif, yang meliputi: keputusan untuk

menentukan gaji, promosi, mempertahankan atau memberhentikan karyawan,

pengakuan kinerja karyawan, PHK dan mengidentifikasi yang buruk.

3. Keperluan perusahaan yang meliputi: perencanaan SDM, menentukan

kebutuhan pelatihan, evaluasi pencapaian tujuan perusahaan, informasi untuk

identifikasi tujuan, evaluasi terhadap sistem SDM dan penguatan terhadap

kebutuhan pengembangan perusahaan.

4. Dokumentasi, yang meliputi: kriteria untuk validasi penelitian, dokumentasi

keputusan-keputusan tentang SDM dan membantu untuk memenuhi

persyaratan hukum.

2.1.10.5 Indikator Kinerja

Indikator kinerja menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2013:75) adalah

sebagai berikut:

1. Kualitas Kerja

Menunjukkan kerapihan, ketelitian, keterkaitan hasil kerja dengan tidak

mengabaikan volume pekerjaan. Kualitas kerja yang baik dapat menghindari

tingkat kesalahan dalam penyelesaian suatu pekerjaan yang dapat bermanfaat

bagi kemajuan perusahaan.

2. Kuantitas Kerja
79

Menunjukkan banyaknya jumlah jenis pekerjaan yang dilakukan dalam satu

waktu sehingga efisiensi dan efektivitas dapat terlaksana sesuai dengan tujuan

perusahaan.

3. Tanggung Jawab

Menunjukkan seberapa besar pegawai dalam menerima dan melaksanakan

pekerjaannya, mempertanggung jawabkan hasil kerja serta sarana dan

prasarana yang digunakan dan perilaku kerjanya setiap hari.

4. Kerjasama

Kesediaan pegawai untuk berpartisipasi dengan pegawai yang lain secara

vertikal dan horizontal baik di dalam maupun di luar pekerjaan sehingga hasil

pekerjaan akan semakin baik.

5. Inisiatif

Inisiatif dari dalam diri anggota perusahaan untuk melakukan pekerjaan serta

mengatasi masalah dalam pekerjaan tanpa menunggu perintah dari atasan atau

menunjukkan tanggung jawab dalam pekerjaan yang sudah kewajiban seorang

pegawai.

2.2 Penelitian Terdahulu

Pada sub bab penelitian terdahulu, diuraikan beberapa hasil penelitian

terdahulu yang relevan dengan topik penelitian guna mendukung penelitian ini dan

peneliti bermaksud untuk mencari gambaran serta membandingkan dengan

penelitian terdahulu yang relevan dengan topik penelitian yaitu tentang Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja dalam upaya mengoptimalkan


80

kinerja karyawan. Penelitian terdahulu yang relevan dengan topik penelitian

diambil dari berbagai sumber yang terdapat pada jurnal nasional maupun jurnal

internasional guna untuk membantu peneliti dalam memberikan gambaran secara

jelas serta untuk mendukung penelitian ini. Temuan-temuan penelitian terdahulu

yang relevan dengan topik penelitian kemudian dilakukan perbandingan dengan

menguraikan persamaan dan perbedaan antara penelitian terdahulu dengan

penelitian ini, hal tersebut dilakukan untuk mengetahui posisi penelitian ini dari

penelitian terdahulu yang telah dilakukan sebelumnya. Beberapa temuan penelitian

terdahulu yang dapat dijadikan sebagai gambaran dan referensi kemudian

dirangkum ke dalam sebuah tabel di bawah ini.

Tabel 2.1
Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti /
Hasil Persamaan Perbedaan
Judul Jurnal
Arie Kurniawan: Diperoleh gambaran - Menganalisis Hanya
secara umum bahwa program- menggambarkan
Pelaksanaan pelaksanaan program program program Keselamatan
Program perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Keselamatan dan keselamatan dan dan Kesehatan (K3) di perusahaan
Kesehatan Kerja kesehatan kerja pada Kerja (K3) dan tidak mengkaitkan
(K3) PT. PT. Nuansacipta Coal - Objek terhadap
Nuansacipta Coal Investment sudah penelitian yang pengoptimalan kinerja
Investment (NCI) dapat berjalan secara berada di pegawai
di Kelurahan maksimal sesuai perusahaan
Bantuas Kecamatan dengan peraturan sektor
Palaran Kota standart operational pertambangan
Samarinda procedure
81

Ibrahim Jati Dari kelima elemen Menganalisis - Hanya


Kusuma dan Ismi pelaksana program program-program menggambarkan
Darmastuti: keselamatan dan Keselamatan dan program
kesehatan kerja yang Kesehatan Kerja Keselamatan dan
Pelaksanaan ada di PT. Bitratex (K3) Kesehatan Kerja
Program Industries Semarang (K3) di perusahaan
Keselamatan dan sudah mencerminkan dan tidak
Kesehatan Kerja bahwa pelaksanaan mengkaitkan
Karyawan PT. program K3 telah terhadap
Bitratex Industries sesuai dengan yang pengoptimalan
Semarang diinginkan, diharapkan kinerja pegawai
dan dibutuhkan oleh - Objek penelitian
karyawan yang berada di
perusahaan sektor
industri tekstil
Amal ElSafty, Adel Penelitian ini Menggambarkan - Hanya
ElSafty dan Maged mengeksplorasi budaya menggambarkan
Melek: budaya keselamatan di keselamatan dan tentang Keselamatan
dua perusahaan kesehatan kerja di dan Kesehatan Kerja
Occupational konstruksi besar di perusahaan (K3) dan tidak
Health Education in Amerika Serikat dan mengkaitkan
Egypt, the EU, and Mesir, selama lima terhadap
US Firms tahun terakhir pengoptimalan
kinerja pegawai
- Objek penelitian
berada di 2
perusahaan sektor
konstruksi
Ahmad Reza Hasil menunjukkan - Menganalisis - Hanya menganalisis
Ramdani: tingkat risiko yang tingkat risiko tingkat risiko
mempunyai nilai keselamatan keselamatan kerja
Analisis Tingkat tertinggi pada proses kerja pada dan tidak
Risiko kegiatan penambangan proses kegiatan mengkaitkan
82

Keselamatan Kerja batubara di bagian penambangan terhadap


Pada Kegiatan Mining Operation PT. batubara serta pengoptimalan
Penambangan Thiess Contractors mengetahui kinerja pegawai
Batubara di Bagian Indonesia Sangatta potensi risiko
Mining Operation Mine Project yaitu, - Objek
PT. Thiess unit Drill terbakar dan penelitian yang
Contractors tabrakan antar unit berada di
Indonesia Sangatta pada proses hauling perusahaan
Mine Project, dengan nilai risiko sektor
Kalimantan Timur 1500 yang termasuk pertambangan
Tahun 2013 dalam kategori very
high

2.3 Kerangka Pemikiran

Program keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan untuk memelihara

kondisi fisik karyawan, jadi program keselamatan dan kesehatan kerja perlu

dilakukan perusahaan. Bila karyawan merasa aman, selalu diperhatikan dan

diberikan penghargaan sehingga kepuasan karyawan akan meningkat hal ini

memudahkan perusahaan dalam pencapaian tujuan perusahaan.

PT. Indonesia Power UPJP Kamojang Unit PLTP Gunung Salak dalam

melaksanakan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dijabarkan mulai dari

kebijakan perusahaan, sumber daya manusia, fasilitas P3K, standar jumlah

kecelakaan kerja, budaya keselamatan, promosi K3, perencanaan K3, pengawasan

dan tinjauan manajemen. Penerapan K3 cenderung menitikberatkan kepada capaian

target nihil kecelakaan kerja atau zero accident, sehingga kinerja karyawan dapat

optimal. Penerapan K3 di PT. Indonesia Power UPJP Kamojang Unit PLTP

Gunung Salak sudah berbasis Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan


83

Kerja (SMK3) yang terintegrasi dengan unit lainnya yaitu unit Kamojang dan

Darajat.

Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

sebagai input agar capaian target nihil kecelakaan kerja atau zero accident dapat

tercapai. Yang dimana penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan

Kerja (SMK3) meliputi sumber daya, peran, tanggung jawab, akuntabilitas,

wewenang, kompetensi, pelatihan, kepedulian, komunikasi, partisipasi, konsultasi,

dokumentasi, pengendalian operasional serta kesiapsiagaan dan tanggap darurat

(OHSAS 18001). Hal ini diperkuat oleh (Nur Muhammad Azizur Rahman, 2015).

Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

perlu melakukan tinjau awal sebagai base line assessment untuk mengetahui

kondisi K3 dalam perusahaan. Dalam tinjau awal ini dipertimbangkan apa saja

risiko K3 yang dihadapi, kekuatan dan kelemahan perusahaan, visi dan misi

perusahaan, serta sasaran umum K3 yang ingin dicapai. Agar dapat mengetahui

kondisi K3 dalam perusahaan, dapat dilakukan dengan mengidentifikasi

menggunakan analisis SWOT (Strenght, Weakness, Opportunity dan Threat) faktor

lingkungan internal dan eksternal. Dari hasil analisis SWOT mengenai kondisi

penerapan SMK3 dan kinerja pegawai, terdapat temuan yang menjadi hambatan

penerapan SMK3, sehingga dampak nya akan mempengaruhi tujuan penerapan

SMK3 dan kinerja pegawai. Faktor lingkungan internal adalah data yang diperlukan

dari lingkungan internal perusahaan, meliputi kebijakan, sumber daya manusia,

fasilitas P3K, standar jumlah kecelakaan kerja, budaya keselamatan, promosi K3,

perencanaan, penerapan, pemeriksaan dan tinjauan manajemen. Faktor lingkungan


84

eksternal adalah data yang diperoleh dari luar perusahaan yang berpengaruh

terhadap kelangsungan hidup perusahaan, yang merupakan upaya menggunakan

komponen-komponen lingkungan luar yakni berupa faktor tenaga kerja, bencana,

ekonomi, teknologi dan kebijakan pemerintah. Tinjau awal dapat dilakukan melalui

observasi, daftar periksa, wawancara, inspeksi lapangan atau kajian dokumen yang

ada. Berdasarkan hasil tinjau awal tersebut, dapat dimulai mengembangkan Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), hal tersebut diperkuat oleh

(Nur Muhammad Azizur Rahman, 2015).

Dalam perancangan SMK3 selain profil perusahaan, struktur organisasi

perusahaan dan visi-misi perusahaan, dibutuhkan berbagai data seperti berikut:

1. Komitmen perusahaan tentang K3

2. Kebijakan K3

3. Struktur organisasi perusahaan

Seluruh data ini akan dimasukkan dalam draft manual SMK3 sesuai dengan

elemen dan klausul yang terdapat dalam Permenaker 05/MEN/1996. Prinsip dasar

SMK3 terdiri 5 poin yang dilaksanakan secara berkesinambungan, kelima prinsip

tersebut adalah:

1. Komitmen

Pada poin ini yang menjadi perlu diperhatikan adalah 3 hal yaitu

kepemimpinan dan komitmen, tinjauan awal K3 dan kebijakan K3.

a. Kepemimpinan dan komitmen

Yang perlu diperhatikan pada poin ini adalah pentingnya komitmen untuk

menerapkan SMK3 ditempat kerja dari seluruh pihak yang ada ditempat
85

kerja, terutama dari pihak pengurus dan tenaga kerja. Dan pihak-pihak lain

juga diwajibkan untuk berperan serta dalam penerapan ini.

b. Tinjauan awal

Tempat kerja harus melakukan peninjauan awal atas K3 di tempat kerja

dengan cara-cara:

- Mengidentifikasi kondisi yang ada di perusahaan dengan

membandingkan dengan hal-hal yang diatur dalam Permenaker

05/1996.

- Mengidentifikasi sumber bahaya dari kegiatan-kegiatan yang

dilakukan ditempat kerja.

- Adanya pemenuhan akan pengetahuan dan peraturan perundangan.

- Membandingkan penerapan yang ada di tempat kerja dengan

penerapan yang dilakukan oleh tempat kerja lain yang lebih baik.

- Meninjau sebab akibat dari kegiatan yang membahayakan dan hal-hal

lain yang terkait dengan K3.

- Menilai efisiensi dan efektifitas dari sumber daya yang telah

disediakan.

c. Kebijakan K3

Untuk benar-benar menunjukkan kesungguhan dari komitmen yang

dimiliki, maka komitmen tersebut harus tertulis dan ditandatangani oleh

pengurus tertinggi di tempat kerja tersebut. Komitmen tertulis tersebut

selanjutnya disebut kebijakan, juga harus memuat visi-misi dan tujuan,

kerangka, dan program kerja yang bersifat umum dan operasional.


86

Kebijakan ini harus melawati proses konsultasi dengan pekerja atau wakil

pekerja dan disebarluaskan kepada seluruh pekerja. Kebijakan ini juga

harus bersifar dinamis artinya sering ditinjau ulang agar sesuai dengan

kondisi yang ada.

2. Perencanaan

Hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan ini adalah identifikasi sumber

bahaya, penilaian dan pengendalian risiko serta hasil tinjauan awal terhadap

K3. Dalam perencanaan ini secara lebih rinci terbagi menjadi beberapa hal,

diantaranya:

a. Perencanaan identifikasi bahaya, penilaiain dan pengendalian risiko dari

kegiatan, produk barang dan jasa.

b. Pemenuhan akan peraturan perundangan dan persyaratan lainnya dan

setelah itu mendiseminasikan kepada seluruh tenaga kerja.

c. Menetapkan tujuan dan sasaran dari kebijakan K3 yang harus dapat diukur,

menggunakan satuan/indikator pengukuran, sasaran pencapaian, dan

jangka waktu pencapaian.

d. Menggunakan indikator kinerja sebagai penilaian kinerja K3 sekaligus

menjadi informasi keberhasilan pencapaian SMK3.

e. Menetapkan sistem pertanggungjawaban dan sarana untuk pencapaian

kebijakan K3.

3. Implementasi

Setelah membuat komitmen dan perencanaan, selanjutnya adalah penerapan

SMK3. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam tahap ini adalah:


87

a. Adanya jaminan kemampuan

b. Adanya kegiatan pendukung

c. Identifikasi sumber bahaya, penilaian dan pengendalian risiko

4. Pengukuran/evaluasi

Pengukuran dan evaluasi merupakan alat yang berguna untuk:

a. Mengetahui keberhasilan penerapan SMK3

b. Melakukan identifikasi tindakan perbaikan

c. Mengukur, memantau dan mengevaluasi kinerja SMK3

Untuk menjaga tingkat kepercayaan terhadap data yang akan diperoleh maka

beberapa proses harus dilakukan seperti kalibrasi alat, pengujian peralatan dan

contoh piranti lunak dan perangkat kerja. Ada tiga kegiatan yang diperkenalkan

oleh peraturan ini diantaranya:

a. Inspeksi dan pengujian

Pada bagian ini, harus ditetapkan dan dijaga konsistensi dari prosedur

inspeksi, pengujian dan pemantauan yang berkaitan dengan kebijakan K3.

b. Audit SMK3

Audit dilakukan untuk mengetahui keefektifan dari penerapan SMK3

ditempat kerja. Hal yang perlu diperhatikan dalam audit ini adalah:

- Sistematik dan independen

- Frekuensi audit berkala

- Kemampuan dan keahlian petugasnya

- Metodologi yang digunakan

- Berdasarkan hasil audit sebelumnya dan sumber bahaya yang ada


88

- Hasilnya dijadikan sebagai bahan tinjauan manajemen dan jika

diperlukan ditindaklanjuti dengan tindakan perbaikan.

c. Tindakan perbaikan dan pencegahan

Merupakan hasil temuan dari audit dan harus disetujui oleh pihak

manajemen dan dijamin pelaksanaannya secara sistematik dan efektif.

5. Peninjauan ulang dan perbaikan

Tinjauan ulang harus meliputi:

a. Evaluasi terhadap penerapan kebijakan K3

b. Tujuan, sasaran dan kinerja K3

c. Hasil temuan audit SMK3

d. Evaluasi efektifitas penerapan SMK3

e. Kebutuhan untuk mengubah SMK3

Rancangan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

di atas tersebut merupakan bagian dari proses penelitian yang dilakukan. Hal

tersebut diperkuat oleh (Dhinar Tiara Luckyta dan Sri Gunani Partiwi, 2012)

Hasil dari penelitian ini tercapaianya nihil kecelakaan kerja atau zero

accident dimana menjadi output dari penelitian ini. Tujuan dari Keselamatan dan

Kesehatan Kerja adalah sebagai alat untuk mencapai derajat kesehatan tenaga kerja

yang setinggi-tingginya, baik buruh, petani, nelayan, pegawai negeri, atau pekerja-

pekerja bebas, dan sebagai upaya untuk mencegah dan memberantas penyakit dan

kecelakaan-kecelakaan akibat kerja, memelihara dan meningkatkan efisiensi dan

daya produktivitas tenaga manusia, memberantas kelelahan kerja dan melipat

gandakan gairah serta kenikmatan bekerja. Untuk menentukan program penerapan


89

mengenai mutu, keselamatan dan kesehatan kerja serta lingkungan, perusahaan

perlu menetapkan tujuan dan sasaran yang harus dicapai. Tujuan dan sasaran yang

ditetapkan salah satunya adalah tidak adanya kecelakaan kerja (Zero Accident). Hal

ini diperkuat oleh (Febyana Pangkey dan Grace Y. Malingkas, D.O.R Walangitan,

2012).

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) akan menciptakan terwujudnya

pemeliharaan karyawan yang baik. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) ini

harus ditanamkan pada diri masing-masing individu karyawan, dengan penyuluhan

dan pembinaan yang baik agar mereka menyadari arti pentingnya keselamatan dan

kesehatan kerja bagi dirinya maupun perusahaan sehingga dengan adanya program

ini akan dapat meningkatkan kinerja karyawan. Sehingga peningkatan atau

optimalisasi kinerja karyawan dalam penelitian ini merupakan outcome dari hasil

penelitian. Hal ini diperkuat oleh (Nanda Simanjuntak dan Seno Andri, 2016).

Berdasarkan landasan teori yang berkaitan dengan topik penelitian, peneliti

merumuskan kerangka pemikiran dalam gambar di bawah ini:


90

Penerapan

1. Sumber daya, peran, tanggun


jawab, akuntabilitas dan
wewenang
2. Kompetensi, pelatihan, kepedulian
3. Komunikasi, partisipasi dan
konsultasi
4. Dokumentasi
5. Pengendalian operasional
6. Kesiapsiagaan dan tanggap darurat

Gap
Input
Kekuatan dan Kelemahan

1. Kebijakan
2. Sumber Daya Manusia Peluang dan Ancaman
3. Fasilitas P3K
1. Tenaga Kerja
4. Standar Jumlah Kecelakaan
2. Bencana
Kerja
3. Ekonomi
5. Budaya Keselamatan
4. Teknologi
6. Promosi K3
5. Kebijakan Pemerintah
7. Perencanaan
8. Penerapan
9. Pemeriksaan
10. Tinjauan Manajemen

Rancangan SMK3

1.Komitmen
a. Kepemimpinan
2. Perencanaan 3. Implementasi
dan komitmen
b.Tinjauan Awal
c. Kebijakan K3
Process

4.Pengukuran atau Evaluasi


5.Peninjauan Ulang dan a. Inspeksi dan pengujian
Perbaikan b.Audit SMK3
c. Tindakan perbaikan dan
pencegahan

Zero Accident Output

Optimalisasi Kinerja Pegawai Outcome

Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran
91

2.4 Proposisi

Berdasarkan kerangka pemikiran dan alur berpikir penelitian di atas, maka

proposisi penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penerapan SMK3 di PT. Indonesia Power UPJP Kamojang Unit PLTP Gunung

Salak belum dapat mengoptimalisasi kinerja karyawan.

2. Kondisi SMK3 dan kinerja pegawai di PT. Indonesia Power UPJP Kamojang

Unit PLTP Gunung Salak berada pada posisi strategi ST yaitu menggunakan

kekuatan sebuah perusahaan untuk menghindari atau mengurangi dampak

ancaman eksternal.

3. Kendala pelaksanaan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(SMK3) di PT. Indonesia Power UPJP Kamojang Unit PLTP Gunung Salak

saat ini dapat di atasi dan diminimalisir.

4. Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

dapat mengoptimalkan kinerja pegawai di PT. Indonesia Power UPJP

Kamojang Unit PLTP Gunung Salak.


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian yang Digunakan

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

penelitian deskriptif dengan jenis pendekatan kualitatif. Penelitian deskriptif yaitu

penelitian yang berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang

berdasarkan data-data. Menurut Usman (2009:4) penelitian dengan menggunakan

metode deskriptif bermaksud membuat penyandaran secara sistematis, faktual dan

akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi tertentu. Sedangkan menurut

Sugiyono (2013:2) metode penelitian merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan

data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

Ciri penelitian deskriptif kualitatif adalah melakukan penelitian dengan

mengandalkan manusia sebagai instrumen penelitian menggunakan analisis data

secara induktif, dan mengarahkan sasaran penelitian pada usaha menemukan teori

dari dasar (grand theory). Menurut Sugiyono (2011:21) penelitian kualitatif

mempunyai karakteristik sebagai berikut:

a. Dilakukan pada kondisi yang alamiah (lawannya adalah eksperimen), langsung

ke sumber data dan peneliti adalah instrumen kunci;

b. Penelitian kualitatif lebih bersifat deskriptif, data yang terkumpul berbentuk

kata-kata atau gambar, sehingga tidak menekankan pada angka;

92
93

c. Penelitian kualitatif lebih menekankan pada proses daripada produk atau

outcome;

d. Penelitian kualitatif melakukan analisis data secara induktif; dan

e. Penelitian kualitatif lebih menekankan makna.

Selanjutnya penelitian kualitatif menurut Moleong (2010:6) adalah

penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami

oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dll, secara

holistik, dan dengan cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu

konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.

Bogdan dan Taylor (1975) yang dikutip oleh Moleong (2010:4) pun

mengemukakan bahwa metodologi kualitatif sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang

dan perilaku yang dapat diamati.

Sehingga penelitian deskriptif kualitatif ini bertujuan untuk

mendeskripsikan apa-apa saja yang saat ini berlaku. Di dalamnya terdapat upaya

mendeskripsikan, mencatat, analisis dan menginterpretasikan kondisi yang

sekarang ini terjadi atau ada. Dengan kata lain penelitian deskriptif kualitatif ini

bertujuan untuk memperoleh informasi mengenai keadaan yang ada.


94

3.2 Operasionalisasi Parameter

Tabel 3.1
Operasionalisasi Parameter
Rumusan
No. Parameter Indikator Ukuran Sumber Data Informan
Masalah
1. Penerapan Sistem Kebijakan 1. Menetapkan kebijakan K3 Melaksanakan semua persyaratan Primer Supervisor
Manajemen 2. Dokumentasikan kebijakan K3 kebijakan (menetapkan, Sekunder Kimia, K3 dan
Keselamatan dan 3. Mengimplementasikan mendokumetasikan, memelihara Lingkungan
Kesehatan Kerja 4. Memelihara dan mengkomunikasikan
(SMK3) 5. Mengkomunikasikan
Sumber Daya 1. SDM K3 Tersedia semua SDM K3 Primer Supervisor
Manusia 2. Ahli K3 Memiliki semua ahli K3 Sekunder Kimia, K3 dan
berdasarkan jenis objek Lingkungan
3. Management Representatif Telah mengikuti semua training
(OHSAS 18001:2007, ISO 9001
dan training audit internal)
P3K 1. Fasilitas P3K Tersedia semua fasilitas P3K Primer
(ruang P3K, kotak P3K, alat Sekunder
95

evakuasi, alat transportasi serta Pelaksana


fasilitas tambahan lainnya) Senior K3 dan
2. Ruang P3K Memenuhi semua 5 persyaratan Lingkungan
sesuai Permenakertrans No. Per
15/Men/2008
3. Isi Kotak P3K Memenuhi 21 macam isi dan jenis
kotak P3K sesuai
Permenakertrans No. Per
15/Men/2008
4. Alat evakuasi dan alat Tersedia alat evakuasi dan alat
transportasi transportasi
5. Alat Pelindung Diri (APD) Memenuhi perangkat Alat
Pelindung Diri (APD) sesuai
Permenakertrans No. Per
08/Men/VII/2010
Budaya 1. Pendekatan K3 Melakukan semua pendekatan K3 Primer Pelaksana
Keselamatan (pembinaan, pelatihan, kampanye Sekunder Senior K3 dan
(Safety Culture) K3, komunikasi K3 dan prosedur Lingkungan
kerja aman)
96

2. Program 5R Membudayakan semua tahapan Primer


5R di tempat kerja (ringkas, rapi, Sekunder
resik, rawat dan rajin)
Promosi K3 Media promosi Melakukan promosi K3 dengan Primer Pelaksana
menggunakan berbagai media Sekunder Senior K3 dan
yakni media cetak, media Lingkungan
elektronik dan media latar ruang
Perencanaan Perencanaan SMK3 Melakukan semua elemen Primer Supervisor
perencanaan (manajemen risiko, Sekunder Kimia, K3 dan
peraturan perundangan, dan Lingkungan
persyaratan lain serta tujuan dan
progrom K3)
Penerapan 1. Sumberdaya, peran, tanggung Melakukan semua elemen Primer Pelaksana
jawab, akuntabilitas dan penerapan (1,2,3,4,5,6) Sekunder Senior K3 dan
wewenang Lingkungan
2. Kompetensi, pelatihan dan
kepedulian
3. Komunikasi partisipasi dan
konsultasi
4. Dokumentasi
97

5. Pengendalian operasional
6. Kesiapsiagaan dan tanggap
darurat
Pemeriksaan 1. Pemantauan dan pengukuran Melakukan semua elemen Primer Pelaksanaan
kinerja pemeriksaan (1,2,3,4,5,6) Sekunder Senior K3 dan
2. Penyelidikan insiden Lingkungan
3. Ketidaksesuaian
4. Tindakan perbaikan dan
pencegahan
5. Pengendalian catatan
6. Audit internal
Tinjauan 1. Evaluasi kebijakan K3 Melakukan semua evaluasi Primer Supervisor
Manajemen 2. Evaluasi tujuan, sasaran dan (1,2,3,4) Sekunder Kimia, K3 dan
kinerja K3 Lingkungan
3. Evaluasi hasil temuan audit
K3
4. Evaluasi efektivitas penerapan
K3
2. Kinerja Pegawai Kuantitas Kerja 1. Volume kerja Volume kerja yang dihasilkan di Primer Manajer Unit
atas kondisi normal Sekunder dan Pegawai
98

2. Target kerja Target kerja dapat terpenuhi


dengan penuh perhitungan
3. Standar kerja Standar kerja yang ditentukan
oleh perusahaan terpenuhi
Kualitas Kerja 1. Ketepatan Kemampuan pegawai dalam Primer Manajer Unit
2. Kelengkapan memberikan kualitas kerja yang Sekunder dan Pegawai
3. Kerapihan baik (1,2,3,4)
4. Cekatan dan tuntas dalam
mengerjakan suatu pekerjaan
Pengetahuan 1. Pengetahuan Tingkat pengetahuan pegawai Primer Manajer Unit
Terhadap yang luas Sekunder dan Pegawai
Pekerjaan 2. Pemahaman pekerjaan Tingkat pemahaman tugas dan
kewajiban pegawai
Kreativitas 1. Inisiatif Tingkat inisiatif pegawai Primer Manajer Unit
2. Ide dan gagasan Tingkat penyampaian ide dan Sekunder dan Pegawai
gagasan pegawai
Kerjasama 1. Toleransi Kemampuan pegawai dalam Primer Manajer Unit
2. Kemampuan menangani bekerjasama dalam bekerja Sekunder dan Pegawai
hubungan dalam pekerjaan (1,2,3,4)
3. Dapat dipercaya rekan kerja
99

4. Dapat bekerjasama dengan


baik
Keteguhan 1. Pekerjaan diselesaikan dengan Kemampuan pegawai dalam Primer Manajer Unit
Dalam tuntas pemanfaatan waktu dalam bekerja Sekunder dan Pegawai
Pekerjaan 2. Semua pekerjaan diselesaikan (1,2,3)
tepat waktu
3. Kesadaran tinggi untuk
menyelesaikan semua tugas
Inisiatif 1. Tingkat inisiatif pegawai Kemampuan pegawai berinisiatif Primer Manajer Unit
2. Tingkat tanggung jawab dalam bekerja (1,2) Sekunder dan Pegawai
pegawai
Kualitas Pribadi 1. Kepribadian Kemampuan pegawai dalam Primer Manajer Unit
2. Kepemimpinan memiliki kualitas pribadi dalam Sekunder dan Pegawai
3. Keramahtamahan bekerja yang baik (1,2,3,4)
4. Integritas pribadi
3. Hambatan penerapan Teknologi Sistem K3 yang diterapkan Kesesuaian sistem yang Primer Supervisor
Sistem Manajemen digunakan berdasarkan kondisi Sekunder Senior Kimia,
Keselamatan dan dan kebutuhan perusahaan K3 dan
Kesehatan Kerja Lingkungan
(SMK3) dan Pegawai
100

Sumber Daya Komitmen Tingkat komitmen pimpinan dan Primer Supervisor


Manusia pekerja Sekunder Senior Kimia,
Keterlibatan Tingkat keterlibatan pimpinan dan K3 dan
pekerja Lingkungan
Kompetensi dan Keahlian Tingkat kompetensi dan keahlian dan Pegawai
Tools Kelengkapan dan kesesuaian Kelengkapan dan kesesuaian Primer Supervisor
peralatan yang digunakan Sekunder Senior Kimia,
berdasarkan kondisi dan K3 dan
kebutuhan perusahaan Lingkungan
dan pegawai
4. Penerapan SMK3 dalam Sumber Daya Prestasi kerja pegawai Tingkat prestasi kerja pegawai Primer Supervisor
mengoptimalkan Kinerja Manusia Sekunder Senior Kimia,
Pegawai K3 dan
Lingkungan
dan Pegawai
Kecelakaan Standar jumlah kecelakaan kerja Jumlah kecelakaan kerja dalam Primer Supervisor
Kerja satu tahun mencapai zero accident Sekunder Senior Kimia,
K3 dan
Lingkungan
,dan Pegawai
101

3.3 Subjek dan Objek Penelitian

Subjek penelitian adalah pihak-pihak yang dijadikan sampel dalam sebuah

penelitian. Objek penelitian adalah hal atau variabel yang menjadi titik perhatian

suatu penelitian. Dalam penelitian kualitatif tidak digunakan istilah populasi.

Teknik sampling yang digunakan oleh peneliti adalah purposive sample.

Purposive sample adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan

tertentu (Sugiyono, 2011:85). Selanjutnya menurut Arikunto (2010:183) pemilihan

sampel secara purposive pada penelitian ini akan berpedoman pada syarat-syarat

yang harus dipenuhi sebagai berikut:

a. Pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-ciri, sifat-sifat atau karakteristik

tertentu, yang merupakan ciri-ciri pokok populasi.

b. Subjek yang diambil sebagai sampel benar-benar merupakan objek yang paling

banyak mengandung ciri-ciri yang terdapat pada populasi (key subjectis).

c. Penentuan karakteristik populasi dilakukan dengan cermat di dalam studi

pendahuluan.

Dalam penelitian ini yang menjadi subjek penelitian adalah seluruh pegawai

di PT. Indonesia Power UPJP Kamojang Unit PLTP Gunung Salak, sedangkan

objek penelitian kualitatif ini yaitu penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (SMK3) dalam mengoptimalkan kinerja pegawai.

3.4 Instrumen Penelitian

Pada penelitian kualitatif ini, peneliti berperan aktif dan secara langsung

dalam proses penelitian untuk mendapatkan data yang sesuai dengan tujuan
102

penelitian, karena menurut Moleong (2010:168) peneliti memiliki kedudukan

khusus, yaitu sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data, analisis, penafsir

data, serta pelapor hasil penelitiannya. Kedudukan peneliti tersebut menjadikan

peneliti sebagai key instrument atau instrumen kunci yang mengumpulkan data

berdasarkan kriteria-kriteria yang dipahami. Sedangkan instrumen pendukung

penelitian ini adalah alat perekam suara pada saat wawancara, serta notes untuk

mencatat segala keperluan data yang didapatkan secara spontan pada saat

pengamatan dan wawancara baik formal maupun nonformal.

3.5 Jenis dan Sumber Data

Sumber data penelitian merupakan subjek dari mana data diperoleh. Jenis

dan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kualitatif. Data

kualitatif yaitu data yang tidak berupa angka-angka, melainkan diuraikan dalam

bentuk kalimat. Data kualitatif meliputi:

1. Data tentang gambaran umum mengenai objek penelitian.

2. Data lain yang tidak berupa angka.

Menurut Arikunto (2010:22) sumber data terbagi menjadi dua jenis,

diantaranya sebagai berikut:

a. Data Primer

Data dalam bentuk verbal atau kata-kata yang diucapkan secara lisan, gerak-

gerik atau perilaku yang dilakukan oleh subjek yang dapat dipercaya, yakni

subjek penelitian atau informan yang berkenaan dengan variabel yang diteliti

atau data yang diperoleh dari responden secara langsung (Arikunto, 2010:22).
103

b. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari teknik pengumpulan data yang menunjang data

primer. Dalam penelitian ini diperoleh dari hasil observasi yang dilakukan oleh

penulis serta dari studi pustaka. Dapat dikatakan data sekunder ini bisa berasal

dari dokumen-dokumen grafis seperti tabel, catatan, SMS, foto dan lain-lain

(Arikunto, 2010:22).

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Data rekap kecelakaan kerja, Alat Pelindung Diri (APD) dan data yang

berkaitan dengan K3 yang digunakan untuk mengetahui kondisi keselamatan

dan kesehatan karyawan.

2. Data rekap kinerja karyawan yang digunakan untuk mengetahui seberapa

optimalkah kinerja karyawan dengan diterapkannya Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).

3. Wawancara formal dan nonformal, untuk mengetahui kondisi keselamatan dan

kesehatan kerja karyawan dan kondisi kinerja karyawan yang mempengaruhi

pencapaian tujuan strategis perusahaan secara faktual sekaligus memverifikasi

data-data primer yang telah diperoleh.

3.6 Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2013:224) teknik pengumpulan data merupakan

langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian

adalah mendapatkan data.


104

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik-teknik sebagai berikut

untuk mendapatkan data baik secara primer untuk penerapan Sistem Manajemen

Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dalam mengoptimalkan kinerja

karyawan ataupun data sekunder untuk kelengkapan penyajian data penelitian.

1. Teknik Wawancara

Menurut Esterberg dalam Sugiyono (2013:231) wawancara merupakan

pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya jawab,

sehingga dapat dikontruksikan makna dalam suatu topik tertentu.

2. Teknik Pengamatan / Observasi

Sutrisno Hadi dalam Sugiyono (2013:145) mengemukakan bahwa, observasi

merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari

berbagai proses biologis dan psikologis. Dua di antara yang terpenting adalah

proses-proses pengamatan dan ingatan.

3. Teknik Dokumentasi

Menurut Sugiyono (2013:240) dokumen merupakan catatan peristiwa yang

sudah berlaku. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya

monumental dari seorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan

harian, sejarah kehidupan (life histories), ceritera, biografi, peraturan,

kebijakan. Dokumen yang berbentuk gambar misalnya foto, gambar hidup,

sketsa dan lain-lain. Dokumen yang berbentuk karya misalnya karya seni, yang

dapat berupa gambar, patung, film dan lain-lain. Studi dokumen merupakan

pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam penelitian

kualitatif.
105

3.7 Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara sistematis data

yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan

cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit,

melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang

akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri

sendiri dan orang lain. Model analisis data dalam penelitian ini mengikuti konsep

yang diberikan Miles and Huberman. Miles and Huberman mengungkapkan bahwa

aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung

secara terus-menerus pada setiap tahapan penelitian sehingga sampai tuntas.

Komponen dalam analisis data:

1. Reduksi Data

Data yang didapatkan oleh peneliti baik primer maupun sekunder dirangkum

setelah diurai dan di analisis, agar terfokus pada hal-hal pokok yang penting

terkait dengan key activities, tujuan strategis dan indikator alat ukur penerapan

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dalam

mengoptimalkan kinerja karyawan di PT. Indonesia Power UPJP Kamojang

Unit PLTP Gunung Salak.

2. Penyajian Data

Penyajian data penelitian ini penyajian data penelitian kualitatif bisa dilakukan

dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori dan sejenisnya.

3. Verifikasi atau Penyimpulan Data


106

Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan akan

berubah bila ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap

berikutnya. Tetapi apabila kesimpulan yang dikemukakan pada tahap awal,

didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke

lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan

merupakan kesimpulan yang kredibel.

3.8 Tahap Analisis Data

Pelaksanaan penelitian haruslah terarah dan sistematis berdasarkan tahapan

penelitian. Berikut pelaksanaan penelitian diantaranya sebagai berikut:

1. Perencanaan / Pra-lapangan

Kegiatan yang dilakukan dalam tahap ini adalah sebagai berikut:

a. Penyusunan rancangan penelitian

Pada tahap ini, peneliti mengajukan usulan penelitian termasuk judul dan

metode yang akan digunakan untuk menyusun data penelitian sebagai

syarat melaksanakan penelitian.

b. Memilih subjek penelitian

Peneliti memilih PT. Indonesia Power UPJP Kamojang Unit PLTP

Gunung Salak sebagai subjek penelitian sebagai gambaran dari penerapan

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) agar peran

strategis SDM dalam PT. Indonesia Power UPJP Kamojang Unit PLTP

Gunung Salak dapat dioptimalkan kontribusinya sehingga tujuan strategis


107

perusahaan dapat maksimal, tercapai dan mampu meningkatkan kinerja

karyawannya.

c. Mengamati gambaran umum subjek penelitian

Pada tahap ini, peneliti memanfaatkan perolehan gambaran umum

perusahaan untuk mengamati lebih mendalam situasi dan kondisi terkini

mengenai penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan

Kerja (SMK3) dalam mengoptimalkan kinerja karyawan.

d. Memilih dan memanfaatkan objek penelitian

Untuk hasil penelitian yang kredibel, akurat dan dapat diimplementasikan

sesuai dengan tujuan penelitian deskriptif kualitatif, maka peneliti akan

sangat bergantung dengan perolehan informasi mendalam secara primer

atau berkaitan langsung dengan subjek penelitian yakni melalui

wawancara dengan Supervisor asdasdasjdlkj (lanjutkan).

2. Pelaksanaan

Pada proses pelaksanaan penelitian, peneliti melakukan pencarian informasi

data primer baik dengan melakukan wawancara ataupun mengumpulkan data

langsung dari pihak-pihak yang terkait dengan subjek penelitian, termasuk hal-

hal terkait sarana dan prasarana sebagai penunjang kebutuhan Sistem

Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dalam

mengoptimalkan kinerja karyawan di PT. Indonesia Power UPJP Kamojang

Unit PLTP Gunung Salak.

3. Analisis Data
108

Pada tahap ini, peneliti melakukan analisis terhadap data-data yang telah

diperoleh terkait penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan

Kerja (SMK3) dalam mengoptimalkan kinerja karyawan. Peneliti kemudian

melakukan penguraian dan konfirmasi kepada divisi K3 dan supervisor umum

terkait data yang telah di analisis untuk memudahkan perumusan proposisi.

4. Tahap Penulisan Laporan

Ini merupakan tahap terakhir peneliti dalam menyimpulkan dan

mengungkapkan hasil dari penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (SMK3) dalam mengoptimalkan kinerja karyawan kepada

divisi K3.

3.9 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Penelitian kualitatif harus mengungkapkan kebenaran yang objektif. Karena

itu keabsahan data dalam sebuah penelitian kualitatif sangat penting. Melalui

keabsahan data kredibilitas (kepercayaan) penelitian kualitatif dapat tercapai.

Uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif meliputi uji credibility

(validitas internal), transferability (validitas eksteranl), dependability (reliabilitas)

dan confirmability (objektifitas). Untuk memperoleh tingkat keabsahan data, teknik

yang digunakan pada penelitian ini antara lain:

1. Uji Kredibilitas

a. Perpanjangan pengamatan

Untuk menguji kredibilitas hasil penelitian, maka peneliti

melakukan beberapa upaya salah satunya adalah melalui perpanjangan


109

masa pengamatan. Sehingga peneliti kembali ke lapangan untuk

melakukan pengamatan dan wawancara lagi dengan sumber data atau

informan baru atau informan yang pernah ditemui sebelumnya.

Dengan perpanjangan pengamatan, berarti hubungan peneliti dengan

narasumber akan semakin terbentuk rapport, akrab, terbuka, saling

mempercayai sehingga tidak ada informasi yang di sembunyikan lagi

seperti yang diungkapkan oleh (Sugiyono, 2013). Sehingga apabila sudah

terbentuk beberapa sikap keakraban yang memicu rasa saling

mempercayai, maka telah terjadi kewajaran dalam penelitian dimana

kehadiran peneliti tidak lagi mengganggu informan penelitian.

Lamanya perpanjangan pengamatan ini bergantung pada kedalaman,

keluasan dan kepastian data. Apabila hasil penelitian mengenai penerapan

Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) dalam

mengoptimalkan kinerja karyawan sudah mencukupi, maka waktu

perpanjangan untuk melakukan pengecekan ulang ke perusahaan dapat

diakhiri dan hasil penelitian dapat dikatakan kredibel.

b. Meningkatkan ketekunan

Menurut (Sugiyono, 2013) meningkatkan ketekunan dalam uji

keabsahan data penelitian berarti melakukan pengamatan secara lebih

cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data

dan urutan peristiwa akan dapat direkam dan dideskripsikan secara akurat

dan sistematis, untuk meningkatkan kredibilitas data.


110

Maka dalam teknik ini, peneliti menguraikan secara rinci atas

fenomena yang terjadi yang melatarbelakangi proses penelitian, serta

memaparkan secara berkesinambungan antara data hasil temuan dengan

tahap untuk penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan

Kerja (SMK3) dalam mengoptimalkan kinerja karyawan sebagai maksud

penelitian.

c. Triangulasi

Menurut (Lexy, 2010) triangulasi merupakan teknik pemeriksaan

keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data yang

terkumpul untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap

data-data tersebut. Hal ini dapat berupa penggunaan sumber, metode

penyidik dan teori. Menurut Patton dalam (Moleong, 2010:29), triangulasi

cenderung menggunakan sumber untuk membandingkan dan mengecek

balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu

dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif.

Triangulasi dengan sumber yang dilaksanakan pada penelitian ini

yaitu membandingkan hasil wawancara dan pengamatan dengan isi data /

dokumen yang didapatkan.

d. Menggunakan bahan referensi

Bahan referensi merupakan pendukung untuk membuktikan data

yang telah ditemukan. Pada penelitian kualitatif ini, peneliti menggunakan

rekaman wawancara serta scan data kecelakaan kerja, Alat Pelindung Diri

(APD) dan data yang terkait dengan SMK3, serta rekap data penilaian
111

kinerja karyawan sebagai bahan referensi pendukung data agar kredibel

dan lebih dapat dipercaya.

Anda mungkin juga menyukai