Anda di halaman 1dari 11

Pendahuluan

Paraplegia adalah sindrom klinis dari tanda dan gejala yang mencerminkan disfungsi sumsum
tulang belakang sesuai lokasinya. 1 Kelemahan kedua kaki, tanpa melibatkan lengan,
menunjukkan kelainan baik pada medula spinalis atau saraf tepi. Pada kelemahan di bagian
distal dan hilangnya sensorik, atrofi otot, dan tidak adanya tendon refleks mengarahkan pada
gangguan neuropati perifer. Sebaliknya, penyebab paraplegia pada medula spinalis adalah
spastisitas, refleks tendon yang berlebihan, dan kehilangan sensorik sesuai dermatom. Tidak
adanya trauma, kompresi tulang belakang dan mielitis adalah penyebab utama dari onset akut
atau paraplegia progresif yang cepat.2 Empat kelompok etiologi utama paraplegi pada anak
adalah trauma (terjatuh atau cedera tembus seperti tembakan), vaskular (infark arteri spinal
anterior), inflamasi (infeksi primer atau abses dan proses parainfeksius seperti transversal
mielitis dan ensefalomielitis) dan kompresi (tumor, syringomyelia).1 Beberapa tumor pada
medula 2 spinalis seperti sarkoma Ewing menyumbang hampir 20% kasus pada anak di atas usia
5 tahun, sedangkan neuroblastoma adalah penyebab tersering pada bayi dan anak. Astrositoma
dan ependimoma adalah tumor primer. Defisit motorik, seperti paraplegia, merupakan gejala
awal pada 86% tumor medula spinalis dan nyeri punggung pada 63%.3 Beberapa teknik tersedia
untuk memvisualisasikan medula spinalis. Masingmasing teknik memiliki tempatnya, dan
terkadang membutuhkan lebih dari satu teknik untuk mendapatkan gambaran yang
komprehensif proses suatu penyakit. Namun, Magnetic Resonance Imaging (MRI) jelas
merupakan prosedur pilihan untuk memvisualisasikan medula spinalis, dan harus digunakan
terlebih dahulu.4 Kompresi medula spinalis dengan penyebab apapun adalah keadaan darurat
medis yang membutuhkan diagnosis dan terapi cepat untuk menghindari paraplegia
permanen.2,5 Tujuan penulisan studi kasus sulit ini adalah untuk melaporkan kasus sulit
paraplegia pada anak perempuan usia 5 tahun 8 bulan dengan massa yang menekan medula
spinalis Data Awal VZ, anak perempuan, usia 5 tahun 8 bulan, suku batak, agama Islam, datang
ke RSUP H. Adam Malik Medan pada tanggal 14 Desember 2020 dengan keluhan utama tidak
bisa berjalan, kedua kaki tidak dapat digerakkan, hal ini dialami pasien sejak 7 bulan yang lalu.
Riwayat trauma dijumpai 2 bulan sebelum keluhan muncul, namun orang tua tidak mengetahui
dengan jelas mekanisme trauma, pasien jatuh pada saat bermain dirumah dan setelah itu
terlihat pasien mulai jalan pincang pada tungkai kiri, pasien hanya dibawa berobat alternatif,
riwayat kejang tidak ada. Riwayat tumbuh kembang normal sampai usia 4 tahun 6 bulan. Sesak
nafas tidak ada. Gangguan buang air kecil dan buang air besar tidak dialami pasien. Demam
tidak ada, riwayat demam tidak ada. Riwayat penurunan berat badan tidak ada. Riwayat
penyakit terdahulu: Pasien merupakan pasien lama divisi Neurologi dengan diagnosis paraplegi
e.c DD/ SMA, DMD dan cerebral palsy, namun sejak awal datang pada bulan Maret 2020 pasien
tidak kontrol kembali ke poli neurologi hingga bulan November 2020 dengan alasan keadaan
pandemi. Pasien hanya datang beberapa kali ke Departemen rehabilitasi medik untuk
fisioterapi namun tidak ada perubahan dan dianjurkan kembali kontrol ke poli saraf anak.
Riwayat pengobatan sebelumnya : alternatif dan fisioterapi 3 Riwayat kehamilan : Usia ibu
pasien saat hamil 24 tahun, kontrol teratur ke bidan. Ibu tidak ada riwayat menderita
hipertensi, diabetes melitus (-), riwayat konsumsi jamu-jamuan dan obatobatan selain dari
dokter kandungan tidak ada. Riwayat kelahiran: Pasien merupakan anak kedua dari tiga
bersaudara, lahir secara operasi section caesaria di RS, usia kehamilan cukup bulan, lahir segera
menangis, riwayat biru (-), trauma jalan lahir (-), ketuban pecah dini (-) BBL 3800 gram dan PBL
orang tua tidak ingat. Riwayat imunisasi: Kesan : imunisasi lengkap Riwayat perkembangan :
Usia 3 bulan : mulai mengangkat kepala Usia 6 bulan : telungkup Usia 7 bulan : duduk Usia 9
bulan : merangkak Usia 12 bulan : berjalan Kesan: Riwayat perkembangan normal Riwayat
pemberian makan: Usia 0-6 bulan : susu formula Usia 6-9 bulan : susu formula + bubur susu
Usia 9-12 bulan : susu formula + nasi tim Usia 12 bulan s/d sekarang : makanan keluarga
Riwayat keluarga: Pasien merupakan anak kedua, keluarga lain tidak ada yang mengalami
penyakit dan keluhan yang serupa, ayah dan ibu pasien serta saudara lain nya semuanya
normal Pemeriksaan fisik : Kesadaran: Compos Mentis Suhu tubuh: 37°C BB: 15 kg TB: 103 cm
BB/U: 78.9%, TB/U: 92.7%, BB/TB: 93.7%, LLA: 19 cm, Kesan: Gizi baik Pucat (-), ikterik (-),
dipsnoe (-), sianosis (-), edema (-) 4 Kepala : Mata: RC +/+, pupil isokor, diameter 2mm/2mm,
konjungtiva palpebra inferior pucat -/- Telinga/ hidung / mulut: dalam batas normal Leher :
Pembesaran KGB (-) Dada : Simetris fusiformis, tanpa retraksi Frekuensi jantung: 90 x/menit,
reguler, murmur (-) Frekuensi nafas : 20 x/menit, reguler, tanpa ronkhi dan wheezing (N: 20-
25x/menit) Perut : Soepel, peristaltik (+) normal, Hepar dan lien: tidak teraba Anggota gerak:
Frekuensi Nadi 90 x/menit, reguler, T/V cukup, akral hangat, CRT < 3 detik (N: 65-130 x/menit),
TD = 90/60 mmHg (N: 91-94/52-56 mmHg) SpO2: 98-99 % Alat kelamin : Perempuan, tidak ada
kelainan Pemeriksaan Neurologis Refleks fisiologis: Achilles Pess Reflex (APR) ++ / Knee Pess
Reflex (KPR) ++ Refleks patologis: Klonus +/+, Babinsky +/+, Chaddok +/+, Gordon +/+,
Oppenheim +/+ Kekuatan motorik 55555/55555 Sensorik + menurun / + menurun 11111/11111
+ menurun / + menurun Pemeriksaan nervus kranial: tidak ada paralisis Hasil Pemeriksaan
Penunjang : Hasil laboratorium tanggal 11 Maret 2020 Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Hb 11.7
g/Dl 10.8-15.6 Ht 35 % 33-45 Leukosit 9,220 /µL 4,500-13,500 Trombosit 321,000 /µL 181,000 -
521,000 Eosinofil 5.2 % 1.00-5.00 Basofil 0.4 % 0.00-1.00 Neutrofil 40.9 % 25.00-60.00 Limfosit
47.5 % 25.00-50.00 Monosit 6 % 1.00-6.00 MCV 77 fl 69-93 MCH 25.5 pg 22-34 MCHC 33.1 g/Dl
32-36 LED 27 mm/ 1 jam 0-20 Kalsium 8.8 mg/Dl 8.4-10.2 Natrium 138 mEq/L 135-155 Kalium 4
mEq/L 3.6-5.5 Klorida 106 mEq/L 96-106 SGOT 34 U/L 5-34 5 SGPT 15 I/U 0-55 BUN 7 mg/Dl 7-
19 Ureum 15 mg/dl 15-40 Kreatinin 0.4 mg/Dl 0.6-1.1 CK-NAC 187 U/L 29-168 CK-MB Morfologi
darah tepi: Eritrosit Leukosit Trombosit 38 U/L Normokrom normositer Atypical lymfosit Bentuk
normal ≤ 24 Foto thorax tanggal 07 April 2020 Jantung dalam batas normal. Sinus dan
diaphragm kiri dan kanan biasa. Tampak pelebaran mediastinum kanan. Kesan: suspect
mediastinal mass Foto lumbosakral spine AP lateral dan pelvis tanggal 07 April 2020 Vertebra
lumbalis serta pediclesnya masih tampak normal. Disc space dan spinal alignment masih
terpelihara dengan baik. Sacrum dan kedua S I joints dan os coccyx normal. Tulang-tulang
pelvis, kedua proximal femur dan hip joint kiri/kanan normal. Kesan: tidak tampak kelainan
yang berarti pada lumbosacral spine dan pelvis. 6 MRI Whole spine (tanpa kontras) tanggal 17
Desember 2020 Tampak massa dominan iso-intense pada T1, dominan slight hiperintense pada
T2 dan dominan hiperintense pada STIR mulai setinggi Th1-2 s/d Th7-8 yang menempel pada
dinding dada postero-lateral, korpus vertebra sisi kanan dan mengisi kanalis spinalis setinggi
Th1 s/d Th3-4 anterior dan C7 s/d Th5-6 posterior yang menekan medulla spinalis
menyebabkan penyempitan kaliber disertai hiperintensitas medulla spinalis. Massa di
intrathorakal tampak cukup besar, ukuran ± 6.5 x 7 x8.5 cm Bentuk korpus vertebra serviko-
thoracal-lumbal, diskus, prosessus spinosus, prosessus transversus masih tampak baik. Konus
medullaris berada pada setinggi T12. Pada myelogram tampak amputasi kanalis spinalis setinggi
Th1 s/d Th5-6. 7 Kesimpulan: massa intrathoracal yang meluas ke kanalis spinalis menyebabkan
kompressi medulla spinalis setinggi C7 s/d Th 5-6 disertai edema medulla spinalis e.c
Neuroblastoma, DD/ Neurofibroma. Hasil laboratorium tanggal 04 Januari 2021 Pemeriksaan
Hasil Nilai rujukan Hb 12.2 g/Dl 10.8-15.6 Ht 38 % 33-45 Leukosit 14,200 /µL 4,500-13,500
Trombosit 409,000 /µL 181,000 - 521,000 Eosinofil 32.5 % 1.00-5.00 Basofil 0.6 % 0.00-1.00
Neutrofil 32.2 % 25.00-60.00 Limfosit 28.7 % 25.00-50.00 Monosit 6 % 1.00-6.00 MCV 82 fl 69-
93 MCH 26.2 pg 22-34 MCHC 31.8 g/Dl 32-36 LED 25 mm/ 1 jam 0-20 SGOT 11 U/L 5-34 SGPT 6
I/U 0-55 BUN 4 mg/Dl 7-19 Ureum 9 mg/dl 15-40 Kreatinin Anti Covid-19 IgG Anti Covid-19 IgM
0.38 mg/Dl Reaktif Reaktif 0.6-1.1 Diagnosis: Paraplegi e.c massa intratorakal dengan kompresi
medulla spinalis setinggi C7- Th 5-6 e.c dd/ Neuroblastoma, Neurofibroma Rencana: Konsul Poli
ISPA Konsul Divisi Hematoonkologi Konsul Divisi Respirologi Konsul Departemen Bedah thorax
dan kardiovaskular Konsul Departemen Orthopaedi Jawaban konsul poli ISPA Swab PCR Covid-
19 tanggal 5 Januari 2020: negatif Jawaban konsul Hemato-Onkologi Diagnosis: Neuroblastoma
Anjuran: cek darah lengkap, profil besi, tumor marker 8 Rencana: BMP, MIBG, darah rutin,
profil besi dan tumor marker Jawaban konsul Divisi Respirologi Diagnosis: massa intrathoracal
dd/ Neuroblastoma, Neurofibroma + paraplegi e.c? Anjuran: Konsul bedah thorax dan
kardiovaskular Jawaban konsul Divisi Bedah Thorax dan Kardiovaskular Diagnosis: massa
intrathorakal dd/ Neuroblastoma Assessment: Review ulang MRI spine dan memastikan apakah
massa menekan atau bersifat infiltratif Jawaban konsul Departemen Orthopaedi Diagnosis:
Paraparese d/t susp. Neuroblastoma Pro assessment Foto klinis pasien Hasil laboratorium
tanggal 12 Januari 2021 Pemeriksaan Hasil Nilai rujukan Hb 11.9 g/Dl 10.8-15.6 Ht 37 % 33-45
Leukosit 14,330 /µL 4,500-13,500 Trombosit 417,000 /µL 181,000 - 521,000 Eosinofil 39.3 %
1.00-5.00 Basofil 0.7 % 0.00-1.00 Neutrofil 19.3 % 25.00-60.00 Limfosit 35.4 % 25.00-50.00
Monosit 5.3 % 1.00-6.00 MCV 81 fl 69-93 MCH 26.0 pg 22-34 MCHC 32.0 g/Dl 32-36 LDH 240
U/L 125-220 9 Ferritin 41.8 ng/ml 15-240 Besi 60 µg/dl 50-170 TIBC Morfologi darah tepi
Eritrosit Leukosit Trombosit 242 µg/dl Normokrom normositer Bentuk normal, jumlah eosinosil
meningkat Big trombosit (+) 112-346 Hasil pemeriksaan pewarnaan dan morfologi sumsum
tulang tanggal 13 Januari 2021 Normal bone marrow ( tidak ditemukan sel-sel non
hematopoeitik) Diskusi Sistem neuromuskular terdiri dari upper motor neuron (UMN) dan
lower motor neuron (LMN). Upper motor neuron (UMN) merupakan kumpulan saraf-saraf
motorik yang menyalurkan impuls dan area motorik di korteks motorik sampai intiinti motorik
di saraf kranial di batang otak atau kornu anterior medula spinalis. Berdasarkan perbedaan
anatomik dan fisiologik, kelompok UMN dibagi dalam susunan piramidal dan susunan
ekstrapiramidal.6 Susunan piramidal terdiri dari traktus kortikospinal dan traktus kortikobulbar.
Traktus kortikobulbar fungsinya untuk mengatur gerakan otot kepala dan leher, sedangkan
traktus kortikospinal fungsinya untuk mengatur gerakan otot tubuh dan anggota gerak. Melalui
lower motor neuron (LMN), yang merupakan kumpulan saraf motorik yang berasal dari batang
otak, pesan tersebut dari otak dilanjutkan ke otot.6 Medula spinalis terdiri dari berjuta saraf
yang mentransmisikan informasi elektrik dari dan ke ekstremitas, badan, organ-organ tubuh
dan kembali ke otak. Otak dan medula spinalis merupakan sistem saraf pusat. Yang
menghubungkan saraf medula spinalis ke tubuh adalah sistem saraf perifer. Medula spinalis
terdiri atas traktus ascenden (yang membawa informasi dari tubuh menuju ke otak seperti
rangsang raba, suhu, nyeri dan gerak posisi) dan traktus descenden (yang membawa informasi
dari otak ke anggota gerak dan mengontrol fungsi tubuh).6 Upper motor neuron (UMN) UMN
dibagi menjadi 2 sistem, yaitu:6 1. Sistem Piramidal Serabut-serabut eferen berupa akson-akson
neuron di girus precentralis turun ke neuron- neuron yang menyusun inti saraf otak motorik,
terbagi menjadi 2: 10 • Di brain stem melalui traktus kortikobulbaris yang berfungsi untuk
gerakan otot kepala serta leher. • Di kornu anterior medula spinalis melalui traktus
kortikospinalis mempersarafi sel motorik batang otak secara bilateral, kecuali nervus VII dan XII,
yang berfungsi untuk menyalurkan impuls motorik untuk gerakan-gerakan otot tubuh dan
anggota gerak. Kelainan traktus piramidalis setinggi:7 - Cerebrum: Hemiparese tipikal
(gangguan ekstremitas sesisi dengan nervus kranialis dan kontralateral terhadap lesi). - Batang
otak: Hemiparesis alternans (gangguan ekstremitas kontralateral terhadap lesidan nervus
kranialisnya). - Medulla spinalis: Tetraparese atau paraparese 2. Sistem Ekstrapiramidal Dimulai
dari serebral korteks, basal ganglia, subkortikal nukleus secara tidak langsung ke spinal cord.
Inti-inti yang menyusun ekstrapiramidal antara lain: a. Korteks motorik tambahan (area 4s, 6,
8). b. Ganglia basalis (Nucleus kaudatus, Putamen, Globus pallidus, substansia nigra), Korpus
subtalamikum (Luysii), Nucleus ventrolateralis Talami. c. Nucleus ruber & substansia retikularis
batang otak. d. Cerebellum Berfungsi untuk gerak otot dasar dan pembagian tonus secara
harmonis, mengendalikan aktifitas piramidal. Gangguan pada ekstrapiramidal menyebabkan
kekakuan, rigiditas, ataksia, tremor, balismus, khorea, atetose.8 Kelumpuhan UMN mempunyai
ciri sebagai berikut:7 1. Tonus otot meninggi atau hipertonia Gejala tersebut terjadi karena
hilangnya pengaruh inhibisi korteks motorik tambahan terhadap inti-inti intrinsik medulla
spinalis. Hipertonia merupakan ciri khas dari disfungsi komponen ekstrapiramidal susunan
UMN. Hipertonia yang mengiringi kelumpuhan UMN tidak melibatkan semua otot skeletal,
tergantung pada jumlah serabut penghantar impuls piramidal dan ekstrapiramidal yang
terkena. 2. Hiperefleksia Hiperefleksia merupakan keadaan setelah impuls inhibisi dari susunan
pyramidal dan ektrapiramidal tidak dapat disampaikan ke motorneuron. 11 3. Klonus Tanda ini
adalah gerak otot reflektorik, yang bangkit secara berulang-ulang selama perangsangan masih
berlangsung 4. Refleks patologi Pada kerusakan UMN sering ditemukan reflex patologik, yang
tidak ditemukan pada orang normal. 5. Tidak ada atrofi pada otot-otot yang lumpuh Rusaknya
motor neuron dapat menyebabkan rusaknya serabut-serabut otot yang tercakup dalam
kesatuan motorik sehingga otot-otot yang terkena menjadi kecil (atrofi). Dalam hal kerusakan
serabut-serabut otot penghantar impuls motorik UMN, tidak melibatkan motor neuron. Tanda-
tanda kelumpuhan UMN dapat ditemukan sebagian atau seluruhnya setelah terjadinya lesi
UMN. Gambar 1. Sistem neuromuskular5 12 Lower motor neuron (LMN) Lesi paralitik di
susunan LMN merupakan suatu lesi yang merusak motor neuron, akson, motor end plate, atau
otot skeletal, sehingga tidak terdapat gerakan apapun, walaupun impuls motorik tiba di motor
neuron. Adapun tanda-tanda kelumpuhan LMN yakni:7 1. Seluruh gerakan, baik yang volunter
maupun yang reflektor tidak dapat dibangkitkan. Ini berarti bahwa kelumpuhan disertai oleh
hilangnya reflex tendon dan tidak adanya reflex patologis 2. Tonus otot menghilang 3. Atrofi
otot cepat terjadi Gambar 2. Lesi UMN bilateral5 13 Gambar 3. Lesi LMN bilateral5 Gambar 4.
Diferensial diagnosis parese5 14 Gambar 5. Algoritma parese9 15 Tumor sumsum tulang
belakang pada anak lebih jarang ditemukan dibandingkan dengan tumor intrakranial, kira-kira
seperlimanya. Terbanyak ditemukan di daerah torakal, kemudian di daerah servikal,
torakolumbal dan lumbosacral. Lokasi tumor bisa di intramedular, ektramedular intradural dan
ektramedular. Tumor-tumor intramedular adalah astrositoma, ependimoma dan
oligodendroglioma. Tumor-tumor ekstramedular adalah neurofibroma, dermoid, epidermoid,
teratoma, lipoma, meningioma, kista arachnoid dan tumor metastasis yaitu neuroblastoma,
sarkoma dan limfoma.10 Pada anak penyebab dan mekanisme kompresi sumsum tulang
belakang berbeda dengan orang dewasa. Neuroblastoma, sarkoma Ewing, Tumor Wilms,
limfoma, sarkoma jaringan lunak, dan sarkoma tulang adalah jenis tumor paling umum yang
menyebabkan kompresi pada anak-anak. Selanjutnya, kompresi adalah lebih mungkin
disebabkan oleh massa paravertebral menekan sumsum tulang belakang secara langsung,
bukan oleh keterlibatan elemen tulang di tulang belakang.11 Tabel 1. Penyebab paraplegia2
Neuroblastoma Neuroblastoma merupakan tumor embrional yang berasal dari ganglia simpatis
yang berasal dari primitive neural crest. 12 Neuroblastoma dapat masuk melalui foramen saraf
ke dalam kanal medulla spinalis (dumbbell shape) dan menyebabkan kompresi medulla spinalis.
Kompresi medula spinalis bisa akut dan menyebabkan defisit motorik progresif, termasuk
quadriplegia atau paraplegia. Keterlibatan konus atau kauda equina dapat menyebabkan
disfungsi kandung kemih dan usus. Pengelolaan kompresi tersebut membutuhkan tatalaksana
kemoterapi segera, dengan dekompresi bedah umumnya untuk 16 varian jinak (seperti
ganglioneuroma). Manifestasi neurologi yang terjadi < 4 minggu biasanya reversibel.3,5
Diagnosis Neuroblastoma dapat ditegakkan berdasarkan salah satu dari berikut, yaitu: secara
histologi adalah neuroblastoma atau dengan ditemukan adanya tumor non hematopoitik di
sumsum tulang disertai adanya peningkatan kadar katekolamin urin. Dalam sumsum tulang
neuroblastoma sering menunjukkan gambaran “pseudorosettes” dengan peningkatan jaringan
ikat dan retikulin.12 Gambar 6. Sel neuroblastoma dari sumsum tulang4 Pemeriksaan
pencitraan dengan CT scan atau MRI dapat digunakan untuk menentukan batas atau perluasan
tumor primer dan pembesaran KGB yang berkaitan. MRI merupakan teknik yang optimal untuk
menunjukkan adanya perluasan ke intraspinal melalui foramen neural.12 Meta-iodobenzyl
guanidine (MIBG) merupakan substansi yang akan masuk ke dalam sel sistem saraf simpatis
terutama terlibat dalam sintesis katekolamin. Oleh karena itu, bila substansi tersebut diberi
label radioaktif maka dapat menunjukkan lokasi neuroblastoma primer dan metastasisnya
dengan sensitivitas >90% dan spesifisitas > 98%. Studi lain menunjukkan sensitivitas MIBG dari
70% dalam mendeteksi neuroblastoma abdomen atau pelvis dan 83% dalam mendeteksi
neuroblastoma toraks. 3 17 Tabel 2. Pemeriksaan yang direkomendasikan untuk penilaian
stadium penyakit13 Penanda tumor yang dapat diukur pada neuroblastoma yaitu metabolit
katekolamin seperti asam vanilmandelat (VMA) urin, meningkat pada 90-95% kasus.
Konsentrasi LDH, ferritin dan enolase spesifik neuron dalam serum dapat dipakai sebagai
penanda prognosis.12 Stadium neuroblastoma internasional menurut INSS12 • Stadium 1 :
Tumor terlokalisasi dengan eksisi luas lengkap dengan/tanpa adanya penyakit residual secara
mikroskopik; tidak ada pembesaran KGB ipsilateral dan kontralateral terhadap tumor secara
mikroskopik. • Stadium 2A : Tumor terlokalisasi dengan eksisi luas lengkap/tidak lengkap;
didapatkan pembesaran KGB ipsilateral dan tidak melekat pada tumor secara mikroskopik. •
Stadium 2B : Tumor terlokalisasi dengan eksisi luas lengkap/tidak lengkap; didapatkan
pembesaran KGB ipsilateral dan tidak melekat pada tumor, pembesaran KGB kontralateral
harus tidak didapatkan secara mikroskopik. • Stadium 3 : Tumor unilateral yang tidak dapat
dioperasi dan terjadi infiltrasi melewati garis tengah, dengan/tanpa adanya perluasan KGB
kontralateral regional; atau tumor di garis tengah dengan adanya perluasan bilateral secara
infiltrasi yang tidak dapat dioperasi atau dengan adanya pembesaran KGB. • Stadium 4 : Tumor
primer dimanapun dengan penyebaran jauh ke KGB, tulang, sumsum tulang (khusus untuk
bayi< 1 tahun). 18 Pengobatan Kompresi sumsum tulang belakang adalah keadaan darurat
neurologis dan pengobatan dapat dilakukan dengan: kemoterapi, pembedahan dan
radiasi.14,15 Pemulihan neurologis lengkap diamati di 30-40% pasien. Perbaikan neurologis
diamati pada 65-70% pasien.13 1. Dekompresi dengan kemoterapi yang dikombinasikan dengan
penggunaan kortikosteroid: Inisiasi kortikosteroid harus dilakukan setelah diagnosis kompresi
sumsum tulang belakang terkait neuroblastoma. Penegakan diagnosis dan stadium harus
dilakukan dengan cepat untuk menghindari keterlambatan dalam memulai kemoterapi.
Intensitas kemoterapi ditentukan berdasarkan kriteria risiko stadium dan usia. Mayoritas pasien
(>85%) akan mengalami penyusutan tumor yang cepat dan mencegah gangguan neurologis.
Status neurologis pasien harus diawasi secara ketat dengan pertimbangan penggunaan
radioterapi atau pembedahan laminektomi jika pasien menunjukkan onset baru atau gangguan
neurologis yang memburuk setelah dimulainya kortikosteroid dan kemoterapi. 2. Dekompresi
dengan laminektomi: Pembedahan dilakukan untuk pasien yang tidak memberikan respons
awal terhadap kemoterapi dan potensi perkembangan kifoskoliosis dan ketidakstabilan tulang
belakang. 3. Dekompresi dengan radioterapi: Tidak lagi diindikasikan dalam manajemen awal
neuroblastoma tetapi harus dipertimbangkan jika pasien tidak memberikan respon terhadap
kemoterapi. Pada penelitian Bernardi dkk, meskipun data penelitian ini tidak secara pasti
menunjukkan keunggulan kemoterapi dibandingkan laminektomi untuk mengatasi efek
kompresi sumsum tulang belakang pada anak dengan neuroblastoma, penelitian ini
menunjukkan bahwa kemoterapi dapat diterapkan pada pasien ini tanpa risiko. Sebagian besar
pasien tidak membutuhkan terapi lebih lanjut untuk perbaikan neurologis sebagaimana
dijumpai pada hampir semua pasien yang dilakukan laminektomi. Gejala sisa tampak lebih
rendah jika laminektomi tidak dilakukan. Pada penelitian ini menyarankan kemoterapi sebagai
terapi utama untuk anak dengan neuroblastoma. 15 Hasil penelitian ini sama halnya dengan
penelitian yang dilakukan oleh Kanzenstein dkk.16 Meta-iodobenzyl guanidine (MIBG) sebagai
anti kanker12 Meta-iodobenzyl guanidine (MIBG) merupakan analog adrenalin yang diambil
secara aktif dan disimpan pada lebih dari 90% tumor neuroblastoma. 19 Penggabungan MIBG
dengan I-radioisotop memungkinkannya digunakan sebagai target radioterapi pada pasien
neuroblastoma, yaitu: 1. Pasien dengan tumor terlokalisasi yang tidak dapat dioperasi 2. Terapi
awal pada pasien dengan stadium 3 dan 4 yang tidak dapat dioperasi 3. Pasien yang mengalami
kekambuhan/rekurensi Ringkasan Telah dilaporkan suatu kasus sulit pada anak perempuan usia
5 tahun 8 bulan dengan paraplegi. Pasien sudah mengalami keluhan tidak bisa berjalan selama
10 bulan, namun olehkarena pasien tidak berobat secara rutin penanganan pada pasien
tertunda. Saat ini telah dilakukan pemeriksaan penunjang berupa laboratorium dan radiologi.
Pasien juga sudah dikonsultasikan ke beberapa bagian dan departemen yang terkait, namun
saat ini belum mendapatkan kejelasan diagnostik dan tatalaksana. Dari hasil pemeriksaan
penunjang yang telah dilakukan, diagnostik mengarah pada massa yang menekan medulla
spinalis. Permasalahan: 1. Bagaimana menegakkan etiologi pasti dari penyebab paraplegi pada
pasien ini? 2. Apakah pasien masih harus menjalani pemeriksaan MRI thorax (intrathorakal)
untuk memastikan proses penekanan pada medula spinalis atau infiltratif? 3. Apakah
diperlukan biopsi pada pasien ini? Dan bagaimana caranya? 4. Bagaimana dengan MIBG sebagai
penunjang diagnostik pada pasien ini? Apakah dapat dilakukan di sentra kita? Sebagaimana
diketahui juga, I-MIBG juga dapat menjadi terapi pada kasus-kasus yang tidak dapat dilakukan
operasi? 5. Apakah ada tempatnya tindakan pembedahan pada pasien ini baik tatalaksana
dekompresi ataupun terapeutik? 6. Apakah ada terapi sementara yang dapat diberikan untuk
tatalaksana kompresi medulla spinalis pada pasien ini sebelum penegakan diagnosis pasti yang
mungkin masih memerlukan waktu yang lama dan untuk menghindari sequele pada pasien ini?
7. Bagaimana kemungkinan outcome pada pasien ini dengan terlambatnya penanganan yang
dilakukan? 8. Tindakan rehabilitasi medik apa yang dapat dilakukan pada pasien ini? 20 Daftar
Pustaka 1. Sharpe AN, Forsyth R. Acute paediatric paraplegia: A case series review. European
Journal of Paediatric Neurology. 2013:1-5. 2. Pina-Garza JE, James KC. Paraplegia and
Quadriplegia. Fenichel’s Clinical Pediatric Neurology. A Sign and Symptoms Approach. Eighth
Edition. 2019. Elsevier. United States of America. h. 255-70. 3. Hanmantgad S, Khakoo Y. System
Cancer and the Central Nervous System Involvement. Dalam: Swaiman KF, Ashwal S, Ferreiro
DM, Schor NF, penyunting. Swaiman’s pediatric neurology. 6th edition. Philadelphia: Elsevier.
2018. hal. 1017- 20. 4. Harrison DJ, Ater JL. Neuroblastoma. Dalam: Kliegman RM, ST Geme JW,
Schor NF, penyunting. Nelson textbook of pediatrics. Edisi ke-21. Philadelphia: Elsevier; 2015.h.
2678-81. 5. Fawzy M, El-Beltagy M, El-Shafei M, Zaghloul MS, Kinaai NA, Refaat A, et al.
Intraspinal neuroblastoma: Treatment options and neurological outcome of spinal cord
compression. Oncology letters. 2015; 9: 907-911. 6. Hall JE. Guyton dan Hall Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi 13. Jakarta : Elsevier. 2019. pp 579-718. 7. Lindsay KW. Clinical Presentation,
Anatomical Concepts, and Diagnostic Approach. Dalam Lindsay KW, Bone I, Fuller G. Neurology
and Neurosurgery Illustrated. Edisi ke-5. Philadephia: Churchill Livingstone. 2011. pp 242-9. 8.
Mardjono M, Sidharta P. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat. 2009. pp 30- 3. 9. UGM.
Panduan Belajar Ilmu Saraf. Yogyakarta: UGM. 2006. 10. Ismael S, Soetomenggolo TS. Tumor
susunan saraf. Dalam: Soetomenggolo TS, Ismael S, penyunting. Buku Ajar Neurologi Anak.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta.1999.h.411-31 11. Prasad D and Schiff D: Malignant
spinal-cord compression. Lancet Oncol 6: 15-24, 2005. 12. Permono B, Ugrasena IDG.
Neuroblastoma. Dalam: Windiastuti E, Nency TM, Mulatsih S, Sudarmanto B, Ugrasena IDG,
penyunting. Buku Ajar HematologiOnkologi Anak. Edisi revisi. Jakarta: Badan Penerbit Ikatan
Dokter Anak Indonesia. 2018.H.315-23. 13. Lanzkowsky P. Manual pediatric hematology and
oncology. Edisi ke-5. California: Elsevier; 2011.h.671-94. 14. Loblaw DA and Laperriere NJ:
Emergency treatment of malignant extradural spinal cord compression: an evidence-based
guideline. J Clin Oncol 16: 1613-1624, 1998. 15. De Bernardi B, Pianca C, Pistamiglio P, et al:
Neuroblastoma with symptomatic spinal cord compression at diagnosis: treatment and results
with 76 cases. J Clin Oncol 19: 183-190, 2001. 16. Katzenstein HM, Kent PM, London WB, Cohn
SL. Treatment and outcome of 83 children with intraspinal neuroblastoma: the pediatric
oncology group experience. J Clin Oncol.2001;19:1047-1055.

Anda mungkin juga menyukai