Anda di halaman 1dari 28

BIMBINGAN DAN KONSELING

“Asas dan Kode Bimbingan Konseling”

OLEH:
KELOMPOK
6

FAISAL AMRI TANJUNG (18029135)


CITRA INSANI (18231111)
HASRI ZAHMI (18329114)
ERNI GUSNIWAR (18329111)

DOSEN PEMBIMBING
Dr. Yeni Karneli, M.Pd, Kons

UNIVERSITAS NEGERI PADANG


2020
KATA PENGANTAR

Bismillahhirrahmanirrahim
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah ‫ ﷻ‬yang telah memberikan
nikmat dan karunia-Nya kepada kita, sehingga kita masih bisa merasakan
nikmatnya islam dan manisnya iman, dan juga berkat kemudahan yang Dia
berikan kami bisa menyelesaikan makalah ini dengan penuh kemudahan pula
disetiap adanya rintangan yang ada.Tak lupa shalawat beserta salam semoga tetap
tercurahkan pada Nabi akhir zaman yaitu Nabi Muhammad ‫ﷺ‬,
kepada para sahabatnya, keluarga, serta sampai kepada kita semua umat-nya.
Beliau lah yang telah bersusah payah menegakkan kalimat tauhid di atas
permukaan bumi ini.
Makalah yang berjudul “Prinsip-Prinsip Bimbingan Konseling ” ini kami
buat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah yaitu mata kuliah Bimbingan
dan Konseling. Semoga, selain memenuhi tugas tersebut makalah ini dapat
bermanfaat umumnya bagi khalayak pembaca dan khususnya untuk kami selaku
penulis.
Kami menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
sempurna,kami mohon kepada seluruh pembaca untuk memakluminya karena
keterbatasan ilmu yang kami miliki. Kami juga mengharapkan kritik dan saran
yang sifatnya membangun guna menyempurnakan pembuatan makalah ini. Atas
perhatiannya kami mengucapkan terima kasih.

Sijunjung , 27 September 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i

DAFTAR ISI............................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1

A. Latar Belakang Masalah...............................................................................1

B. Rumusan Masalah.........................................................................................1

C. Tujuan Penulisan...........................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN.........................................................................................3

A. Asas Bimbingan dan Konseling....................................................................3

B. Peran dan Implementasi Guru dalam Penerapan Asas Bimbingan dan


Konseling......................................................................................................11

C. Kode Etik Bimbingan dan Koseling............................................................21

BAB III PENUTUP...............................................................................................24

A. Kesimpulan...................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................25

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Pelayanan bimbingan dan konseling secara profesional di Indonesia
sampai saat ini masih terfokus pada generasi muda yang masih duduk
dibangku pendidikan formal atau di sekolah. itupun nampaknya yang paling
terrealisasi hanyalah pada jenjang pendidikan sekolah menegah dan
perguruan tinggi saja. Hampir semua tenaga bimbingan konseling profesional
yang telah mendapat pendidikan formal di bidang bimbingan dan konseling,
bertugas dilembaga-lembaga pendidikan di atas jenjang pendidikan dasar.
Diantara tenaga-tenaga bimbingan dan konseling itu sebagian terbesar
terlibat didalam jenjang pendidikan menegah. Kegiatan-kegiatan bimbingan
dan konseling yang diwujudkan dalam suatu program bimbingan dan
konseling yang terorganisasi dan terencana, sampai saat ini lebih banyak
dikembangkan untuk jenjang pendidikan ditingkat menengah. sehingga
seakan-akan ia menjadi urutan yang pertama. Kegiatan-kegiatan bimbingan
dan konseling yang diselenggarakan oleh tenaga-tenaga profesional dijenjang
pendidikan tinggi menempati urutan ke dua dan kegiatan bimbingan
konseling yang dilaksanakan di jenjang pendidikan dasar menempati urutan
ketiga. Kenyataan ini hendaknya tidak harus berarti bahwa, urutan prioritas
yang terdapat dilapangan, sebagaimana dijelaskan di atas, tidak dapat diubah
menjadi urutan prioritas yang berbeda.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja asas-asas bimbingan dan konseling?
2. Apa saja peran guru Mata Pelajaran dalam penerapan asas BK?
3. Apa yang dimaksud dengan kode etik?
4. Apa saja kode etik bimbingan dan konseling?
C. Tujuan Penulisan
1. Dapat memahami asas-asas bimbingan dan konseling.

1
2. Dapat mengetahui peran dari guru mata pelajaran dalam penerapan asas
BK.
3. Dapat mengetahui pengertian dari kode etik tersebut.
4. Dapat mengetahui kode etik bimbingan dan konseling.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asas Bimbingan dan Konseling
1. Pengertian Asas Bimbingan dan Konseling
Asas berarti dasar (sesuatu yg menjadi tumpuan berpikir atau
berpendapat), dasar cita-cita (perkumpulan atau organisasi), dan hukum
dasar. Prinsip berarti asas (kebenaran yg menjadi pokok dasar berpikir,
pedoman bertindak), dan dasar.
Asas-asas bimbingan dan konseling merupakan ketentuan-
ketentuan yang harus diterapkan dalam penyelenggaraan pelayanan
bimbingan dan konseling, sedangkan prinsip-prinsip bimbingan dan
konseling adalah hal-hal yang dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan
bimbingan dan konseling.
2. Asas-Asas Bimbingan dan Konseling
Pelayanan bimbingan dan konseling adalah pekerjaan profesional.
Pekerjaan profesional itu harus dilaksanakan dengan mengikuti kaidah-
kaidah yang menjamin efisien dan efektivitas proses dan hasil-hasilnya.
Dalam penyelenggaraan pelayanan bimbingan dan konseling kaidah-
kaidah tersebut dikenal dengan asas-asas bimbingan dan konseling, yaitu
ketentuan-ketentuan yang harus diterapkan dalam penyelenggaraan
pelayanan itu. Apabila asas-asas itu diikuti dan terselenggara dengan baik,
sangat diharapkan proses pelayanan mengarah pada pencapaian tujuan
yang diharapkan. Sebaliknya, apabila asas-asas itu diabaikan atau
dilanggar sangat dikhawatirkan kegiatan yang terlaksana itu justru
berlawanan dengan tujuan bimbingan dan konseling, bahkan akan dapat
merugikan orang-orang yang terlibat di dalam pelayanan, serta profesi
bimbingan dan konseling itu sendiri. Asas-asas yang dimaksud tersebut
antara lain:
a. Asas Kerahasiaan
Segala sesuatu yang dibicarakan klien (peserta didik) kepada
konselor (guru pembimbing) tidak boleh disampaikan kepada orang lain,
atau lebih-lebih hal atau keterangan yang tidak boleh atau tidak layak
diketahui oleh orang lain. Asas kerahasiaan ini merupakan asas kunci
dalam usaha bimbingan dan konseling. Jika asas ini benar-benar
dilaksanakan, maka penyelenggara atau pemberi bimbingan akan
mendapat kepercayaan dari semua pihak, terutama penerima bimbingan
klien, sehingga mereka akan mau memanfaatkan jasa bimbingan dan
konseling dengan sebaik-baiknya. Sebaliknya, jika konselor tidak dapat
memegang asas kerahasiaan dengan baik, maka hilanglah kepercayaan
klien, sehingga akibatnya pelayanan bimbingan tidak dapat tempat di hati
klien dan para calon klien. Mereka takut meminta bantuan sebab khawatir
masalah dan diri mereka akan menjadi bahan gunjingan. Apabila hal
terakhir itu terjadi, maka tamatlah pelayanan bimbingan dan konseling
ditangan konselor yang tidak dapat dipercaya oleh klien itu.
b. Asas Kesukarelaan
Proses bimbingan dan konseling harus berlangsung atas
dasar kesukarelaan, baik dari pihak si terbimbing atau klien maupun
dari pihak konselor. Klien diharapkan secara sukarela dan rela tanpa
ragu-ragu ataupun merasa terpaksa menyampaikan masalah yang
dihadapinya serta mengungkapkan segenap fakta, data, dan seluk-
beluk berkenaan dengan masalahnya itu kepada konselor. Konselor
hendaknya dapat memberikan bantuan dengan tidak terpaksa, atau
dengan kata lain konselor memberikan bantuan dengan ikhlas.
c. Asas Keterbukaan
Dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling sangat
diperlukan suasana keterbukaan, baik keterbukaan dari konselor
maupun keterbukaan dari klien. Keterbukaan ini bukan hanya
sekedar bersedia menerima saran-saran dari luar, tetapi juga
diharapkan masing-masing pihak yang bersangkutan bersedia
membuka diri untuk kepentingan pemecahan masalah.
Individu yang membutuhkan bimbingan diharapkan dapat berbicara
sejujur mungkin dan berterus terang tentang dirinya sendiri, sehingga
dengan keterbukaan ini penelaahan serta pengkajian berbagai
kekuatan dan kelemahan klien dapat dilaksanakan.
Keterusterangan dan kejujuran klien akan terjadi jika klien
tidak lagi mempersoalkan asas kerahasiaan dan kesukarelaan.
Maksudnya, klien telah betul-betul mempercayai konselornya dan
benar-benar mengharapkan bantuan dari konselornya. Lebih jauh
keterbukaan akan semakin berkembang apabila klien tahu bahwa
konselornya terbuka.
Keterbukaan disini ditinjau dari dua arah. Dari pihak klien
diharapkan pertama-tama mau membuka diri sendiri, sehingga apa
yang ada pada dirinya dapat diketahui oleh orang lain (konselor) dan
keduanya mau membuka diri dalam arti mau menerima saran-saran
dan masukan lainnya dari pihak luar. Dari pihak konselor,
keterbukaan terwujud dengan ketersediaan konselor menjawab
pertanyaan-pertanyaan klien dan mengungkapkan diri konselor
sendiri jika hal itu dikehendaki oleh klien. Dalam hubungan yang
bersuasana seperti itu masing-masing pihak bersifat transparan
(terbuka) terhadap pihak lain.
d. Asas Kekinian
Masalah individu yang ditanggulangi ialah masalah-
masalah yang sedang dirasakan bukan masalah yang sudah lampau
dan juga bukan masalah yang mungkin akan dialami dimasa yang
akan datang. Apabila ada hal-hal tertentu yang menyangkut masalah
lampau dan/atau masalah yang akan datang yang perlu dibahas
dalam upaya bimbingan yang sedang diselenggarakan itu,
pembahasan tersebut hanyalah merupakan latar belakang dan/atau
latar depan dari masalah yang dihadapi sekarang, sehingga masalah
yang sedang dialami dapat terselesaikan. Dalam usaha yang bersifat
pencegahan, pada dasarnya pertanyaan yang perlu dijawab
adalah “apa yang perlu dilakukan sekarang”, sehingga kemungkinan
yang kurang baik di masa datang dapat dihindari.
Asas kekinian juga mengandung pengertian bahwa konselor
tidak boleh menunda-nunda pemberian bantuan. Jika diminta
bantuan oleh klien atau jelas-jelas terlihat misalnya adanya siswa
yang mengalami masalah, maka konselor hendaklah segera
memberikan bantuan. Konselor tidak selayaknya menunda-nunda
memberi bantuan dengan berbagai dalih. Konselor harus
mendahulukan kepentingan klien daripada yang lain-lain. Jika dia
benar-benar memiliki alasan yang kuat untuk tidak memberikan
batuannya kini, maka konselor harus dapat
mempertanggungjawabkan bahwa penundaan yang dilakukan itu
justru untuk kepentingan klien.
e. Asas Kemandirian
Pelayanan bimbingan dan konseling bertujuan menjadikan
klien dapat berdiri sendiri, tidak bergantung pada orang lain atau
tergantung pada konselor. Individu yang dibimbing setelah dibantu
diharapkan dapat mandiri dengan ciri-ciri pokok mampu:
1. Mengenal diri sendiri dan lingkungan sebagaimana adanya.
2. Menerima diri sendiri secara positif dan dinamis.
3. Mengambil keputusan untuk dan oleh diri sendiri.
4. Mengarahkan diri sesuai dengan keputusan itu.
5. Mewujudkan diri secara optimal sesuai dengan potensi, minat,
dan kemampuan-kemampuan yang dimilikinya.
Kemandirian dengan ciri-ciri umum di atas haruslah
disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan peranan klien dalam
kehidupan sehari-hari. Kemandirian sebagai hasil konseling menjadi
arah dari keseluruhan proses konseling dan hal itu disadari baik oleh
konselor maupun klien.
f. Asas Kegiatan
Usaha bimbingan dan konseling tidak akan memberikan buah
yang berarti bila klien melakukan sendiri kegiatan dalam mencapai
tujuan bimbingan dan konseling. Hasil usaha bimbingan dan
konseling tidak akan tercapai dengan sendirinya, melainkan harus
dengan kerja giat dari klien sendiri. Konselor hendaklah
membangkitkan semangat klien, sehingga klien mampu dan mau
melaksanakan kegiatan yang diperlukan dalam menyelesaikan
masalah yang menjadi pokok pembicaraan dalam konseling.
Asas ini merujuk pada pola konseling “multidimensional”
yang tidak hanya mengandalkan transaksi verbal antara klien dengan
konselor. Dalam konseling yang berdimensi verbal pun asas kegiatan
masih harus terselenggara, yaitu klien mengalami proses konseling
dan aktif pula melaksanakan atau menerapkan hasil-hasil konseling.
Asas bimbingan dan konseling ini menghendaki agar klien
yang menjadi sasaran pelayanan berpartisipasi secara aktif di dalam
penyelenggaraan pelayanan/ kegiatan bimbingan. Dalam hal ini
konselor perlu mendorong klien untuk aktif dalam setiap pelayanan/
kegiatan bimbingan dan konseling yang diperuntukan baginya.
g. Asas Kedinamisan
Usaha pelayanan bimbingan dan konseling menghendaki
terjadinya perubahan pada diri klien, yaitu perubahan tingkah laku ke
arah yang lebih baik. Perubahan itu tidaklah sekedar mengulang hal
yang lama, yang bersifat menonton, melainkan perubahan yang
selalu menuju ke suatu pembaharuan, suatu yang lebih maju, dinamis
sesuai dengan arah perkembangan klien yang dikehendaki. Asas
kedinamisan mengacu pada hal-hal baru yang hendaknya terdapat
pada dan menjadi ciri-ciri dari proses konseling dan hasil-hasilnya.
Asas bimbingan dan konseling ini menghendaki agar isi
pelayanan terhadap sasaran pelayanan (klien) hendaknya selalu
bergerak maju, tidak monoton, dan terus berkembang, serta
berkelanjutan sesuai dengan kebutuhan dan tahap perkembangannya
dari waktu ke waktu.
h. Asas Keterpaduan
Pelayanan bimbingan dan konseling berusaha memadukan
berbagai aspek kepribadian klien. Sebagaimana diketahui individu
memiliki berbagai aspek kepribadian yang kalau keadaannya tidak
seimbang, serasi, dan terpadu justru akan menimbulkan masalah.
Disamping keterpaduan pada diri klien, juga harus diperhatikan
keterpaduan isi dan proses layanan yang diberikan. Hendaknya aspek
layanan yang satu jangan sampai tidak serasi dengan aspek layanan
yang lain.
Untuk terselenggaranya asas keterpaduan, konselor perlu
memiliki wawasan yang luas tentang perkembangan klien dan aspek-
aspek lingkungan klien, serta berbagai sumber yang dapat diaktifkan
untuk menangani masalah klien. Kesemuanya itu dipadukan dalam
keadaan serasi dan saling menunjang dalam upaya layanan
bimbingan dan konseling.
Asas bimbingan dan konseling ini menghendaki agar
berbagai pelayanan dan kegiatan bimbingan dan konseling, baik
yang dilakukan oleh guru pembimbing maupun pihak lain, saling
menunjang, harmonis, dan terpadu. Untuk ini kerja sama antara
konselor dan pihak-pihak yang berperan dalam penyelenggaraan
pelayanan bimbingan dan konseling perlu terus dikembangkan.
Koordinasi segenap pelayanan/ kegiatan bimbingan dan konseling itu
harus dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
i. Asas Kenormatifan
Usaha bimbingan dan konseling tidak boleh bertentangan
dengan norma-norma yang berlaku, baik ditinjau dari norma agama,
norma adat, norma hukum/ negara, norma ilmu, maupun kebiasaan
sehari-hari. Asas kenormatifan ini diterapkan terhadap isi maupun
proses penyelenggaraan bimbingan dan konseling. Seluruh isi dan
layanan harus sesuai dengan norma yang ada. Demikian
pula prosedur, teknik, dan peralatan yang dipakai tidak menyimpang
dari norma-norma yang dimaksudkan. Bukanlah layanan atau
kegiatan bimbingan dan konseling yang dapat
dipertanggungjawabkan jika isi dan pelaksanaannya tidak
berdasarkan norma-norma yang dimaksudkan itu.
Ditilik dari permasalahan klien barangkali pada awalnya
ada materi bimbingan dan konseling yang tidak bersesuaian dengan
norma (misalnya klien mengalami masalah melanggar norma
tertentu), tetapi justru dengan pelayanan bimbingan dan konselinglah
tingkah laku yang melanggar norma itu diarahkan kepada lebih
bersesuaian dengan norma. Lebih jauh, layanan meningkatkan
kemampuan klien memahami, menghayati, dan mengamalkan
norma-norma tersebut.
j. Asas Keahlian
Usaha bimbingan dan konseling perlu dilakukan asas
keahlian secara teratur dan sistematik dengan menggunakan prosedur,
teknik, dan alat (instrumentasi bimbingan dan konseling) yang
memadai. Untuk itu para konselor perlu mendapat latihan
secukupnya, sehingga dengan itu dapat dicapai keberhasilan
pemberian layanan. Pelayanan bimbingan dan konseling adalah
pelayanan profesional yang diselenggarakan oleh tenaga-tenaga ahli
yang khusus dididik untuk pekerjaan itu.
Asas keahlian selain mengacu kepada kualifikasi konselor
(misalnya pendidikan sarjana bidang bimbingan dan konseling), juga
kepada pengalaman. Teori dan praktek bimbingan dan konseling
perlu dipadukan. Oleh karena itu, seorang konselor ahli harus benar-
benar menguasai teori dan praktek konseling secara baik.
Keprofesionalan konselor harus terwujud baik dalam
penyelenggaraan jenis-jenis pelayanan dan kegiatan dan konseling
maupun dalam penegakan kode etik bimbingan dan konseling.
k. Asas Alih Tangan
Dalam pemberian layanan bimbingan dan konseling, asas
alihtangan jika konselor sudah mengerahkan segenap
kemampuannya untuk membantu individu, tetapi individu yang
bersangkutan belum dapat terbantu sebagaimana yang diharapkan,
maka konselor dapat mengirim individu kepada petugas atau badan
yang lebih ahli. Disamping itu asas ini juga mengisyaratkan bahwa
pelayanan bimbingan dan konseling hanya mengenai masalah-
masalah individu sesuai dengan kewenangan petugas yang
bersangkutan dan setiap masalah ditangani oleh ahli yang berwenang
untuk itu. Hal yang terakhir itu secara langsung mengacu kepada
bimbingan dan konseling hanya memberikan kepada individu-
individu yang pada dasarnya normal (tidak sakit jasmani maupun
rohani) dan bekerja dengan kasus-kasus yang terbebas dari masalah-
masalah kriminal maupun perdata.
Konselor dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua,
guru-guru lain, atau ahli lain, dan demikian pula guru pembimbing
dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/ praktik
dan lain-lain.
l. Asas Tut Wuri Handayani
Asas tut wuri handayani, yaitu asas bimbingan dan
konseling yang menghendaki agar pelayanan bimbingan dan
konseling secara keseluruhan dapat menciptakan suasana yang
mengayomi (memberikan rasa aman), mengembangkan keteladanan,
memberikan rangsangan dan dorongan, serta kesempatan yang
seluas-luasnya kepada klien untuk maju. Demikian juga segenap
layanan atau kegiatan bimbingan dan konseling yang
diselenggarakan hendaknya disertai dan sekaligus dapat membangun
suasana pengayoman, keteladanan, dan dorongan seperti itu.
Asas ini menunjuk pada suasana umum yang hendaknya
tercipta dalam rangka hubungan keseluruhan antara konselor dan

10
klien. Lebih-lebih di lingkungan sekolah, asas ini makin dirasakan
keperluannya dan bahkan perlu dilengkapi dengan “ing ngarso sung
tulodo, ing madya mangun karso”.
Asas ini menuntut agar pelayanan bimbingan dan konseling
tidak hanya dirasakan pada waktu klien mengalami masalah dan
menghadap pada konselor saja, tetapi diluar hubungan proses
bantuan bimbingan dan konseling pun hendaknya dirasakan adanya
manfaat pelayanan bimbingan dan konseling itu.
Selain asas-asas tersebut saling terkait satu sama lain,
segenap asas itu perlu diselenggarakan secara terpadu dan tepat
waktu, yang satu tidak perlu dikedepankan atau dikemudiankan dari
yang lain. Begitu pentingnya asas-asas tersebut, sehingga dapat
dikatakan bahwa asas-asas itu merupakan jiwa dan nafas dari seluruh
kehidupan pelayanan bimbingan dan konseling. Apabila asas-asas itu
tidak dijalankan dengan baik penyelenggaraan pelayanan bimbingan
dan konseling akan tersendat-sendat atau bahkan berhenti sama
sekali. (Priyatno, 2004: 114-120).
B. Peran dan Implementasi Guru dalam Penerapan Asas Bimbingan dan
Konseling
1. Implementasi Asas Bimbingan dan Konseling
a. Asas
Kerahasiaan
Implementasi:
Untuk calon guru seperti kita ini, di dalam kita memberikan
bimbingan kepada siswa kita di luar materi pelajaran hendaknya
menggunakan asas kerahasiaan sehingga nantinya tidak terjadi kesalahan
yang membuat siswa kita kecewa. Mungkin kadang tidak sepenuhnya
apabila keterangan dari siswa bimbingan kita itu tersebar luaskan atau
bocor sampai ke siswa lain merupakan kesalahan kita karena apabila siswa
bimbingan kita tersebut juga tidak bisa menjaga kerahasiaan dirinya
sendiri maka sebenarnya itu tidak lantas menjadi murni kesalahan kita.
Oleh karena itu, sebelum kita memberikan bimbingan kita terlebih dahulu
bertanya kepada siswa kita apakah dia mampu menjaga rahasianya sendiri

11
dan yang paling penting kita sendiri sebagai seorang guru harus mampu
menjaga amanah dari siswa kita.
b. Asas
Kesukarelaan
Implementasi:
Di dalam kita memberikan pelayanan bimbingan kepada siswa
kita, senelumnya kita harus tahu dulu apakah siswa tersebut benar-benar
ingin melakukan bimbingan terhadap kita dan atas dasar apa dia memilih
kita sebagai pembimbingnya, serta apakah itu karena sukarela atau tidak.
Untuk itu kita sebagai guru dalam hal ini sebagai konselor dari siswa kita
juga harus mempunyai niat sukarela tanpa mendapatkan imbalan atau
balasan apapun dari siswa kita, yang penting kita dapat membantu siswa
kita dalam memecahkan masalahnya.
c. Asas Keterbukaan
Implementasi:
Kita sebagai calon guru nantinya harus mampu meyakinkan siswa
(konseli) agar mau terbuka di dalam menyampaikan masalahnya dan yang
paling penting siswa tersebut dengan sukarela mau memberikan informasi
tersebut secara jujur, jelas tanpa ada yang ditutup-tutupi dan tanpa ada
paksaan dari kita kecuali jika informasi tersebut memang benar-benar
belum bisa dia sampaikan karena masih butuh waktu untuk dia
manyampaikannnya. Selain itu, kita juga harus harus mampu menjaga
kerahasiaan informasi tersebut.
d. Asas Kekinian
Implementasi:
Untuk informasi yang sifatnya sudah relatif lampau mungkin kita
butuh strategi yang mampu membantu kita dalam menyelesaikan masalah
tersebut dengan hasil yang baik. Namun untuk informasi yang masih
dalam kondisi sekarang, kita tidak perlu berpikir keras karena dalam setiap
pelayanan yang kita berikan siswa mengikutinya dengan baik apalagi
masalah tersebut masih baru sehingga kita dapat dengan mudah memutar
kembali memori dari siswa (konseli) kita.

12
e. Asas Kemandirian
Asas kemandirian merupakan asas bimbingan dan konseling yang
menunjuk pada tujuan umum bimbingan dan konseling.
Implementasi:
Bimbingan yang kita berikan nantinya harus bermanfaat, dapat
membuat siswa kita mandiri, mampu memecahkan masalahnya sendiri,
dan tidak tergantung pada orang lain. Oleh karena itu, kita harus mampu
membeikan pelayanan yang baik untuk mencapai tujuan tersebut sehingga
itu dapat menjadi bekal siswa (konseli) kita nantinya.
f. Asas Kegiatan
Implementasi:
Siswa hendaknya juga ikut membantu guru dalam penanganan
masalahnya, selalu ada di saat dia dibutuhkan informasinya dan mau
secara rutin melakukan bimbingan sehingga masalah tersebut dapat
dengan cepat diatasi. Namun sekali lagi keaktifan siswa ini juga harus
didukung dengan keterbukaan dari siswa tersebut. Hendaknya kita sebagai
guru mampu memotivasi siswa (konseli) kita agar dia mau memberikan
informasinya secara aktif berkelanjutan demi terselesaikannya masalah
tersebut.
g. Asas Kedinamisan
Implementasi:
Sebagai guru kita harus mempunyai wawasan yang luas serta
kemampuan untuk menyelesaikan masalah siswa kita demgan memberikan
pelayanan yang sesuai dengan keadaan siswa kita.
h. Asas Keterpaduan
Implementasi:
Kita sebagai guru nantinya harus memiliki kemampuan
berkoordinasi dengan teman sejawat kita dan dengan pihak yang terkait
dengan pelayanan yang kita berikan untuk mencapai suatu keterpaduan/
keserasian.
i. Asas Kenormatifan
Implementasi:
Dalam menyampaikan pelayanan, kita harus mengetahui satandar
norma yang berlaku ataupun kebiasaan dari konseli maupun lingkungan
agar pelayanan yang kita berikan tidak bertentangan dengan keadaan yang
ada.
j. Asas Keahlian
Implementasi:
Kita nantinya harus berkompeten dalam menangani siswa kita,
harus mampu memberikan pelayanan yang baik sehingga
keprofesionalisan kita tetap terjaga.
k. Asas Ahli Tangan
Implementasi:
Kita sebagai guru harus mampu menyelesaikan masalah siswa kita
dengan cara kita sendiri dan penuh tanggung jawab agar tidak ada limpah
tangan apa pun sehingga kerahasiaan informasi tetap terjaga.
l. Asas Tut Wuri Handayani
Implementasi:
Setiap guru harus memiliki jiwa berwibawa dan mampu dijadikan
contoh yang baik. Setipa perkataan dan perbuatan kita nantinya akan
dicontoh oleh siswa kita. Sehingga di dalam menyampaikan pelayanan kita
harus berkata dengan baik dan memberikan informasi yang sangat berguna
bagi siswa kita dalam setiap tindak tanduknya.

2. Peran Guru dalam Penerapan Asas Bimbingan dan Konseling.


Prayitno (2003) memerinci peran, tugas dan tanggung jawab guru-
guru mata pelajaran dalam bimbingan dan konseling adalah:
a. Membantu konselor mengidentifikasi siswa-siswa yang memerlukan
layanan bimbingan dan konseling, serta pengumpulan data tentang
siswa-siswa tersebut.
b. Membantu memasyarakatkan pelayanan bimbingan dan konseling
kepada siswa.
c. Mengalihtangankan siswa yang memerlukan pelayanan bimbingan
dan konseling kepada konselor.
d. Menerima siswa alih tangan dari konselor, yaitu siswa yang
menuntut konselor memerlukan pelayanan khusus, seperti
pengajaran/latihan perbaikan, dan program pengayaan.
e. Membantu mengembangkan suasana kelas, hubungan guru-siswa
dan hubungan siswa-siswa yang menunjang pelaksanaan pelayanan
pembimbingan dan konseling.
f. Memberikan kesempatan dan kemudahan kepada siswa yang
memerlukan layanan/kegiatan bimbingan dan konseling untuk
mengikuti/menjalani layanan/kegiatan yang dimaksudkan itu.
g. Berpartisipasi dalam kegiatan khusus penanganan masalah siswa,
seperti konferensi kasus.
h. Membantu pengumpulan informasi yang diperlukan dalam rangka
penilaian pelayanan bimbingan dan konseling serta upaya tindak
lanjutnya.
Peranan guru dalam pelaksanaan bimbingan dan konseling dapat di
bedakan menjadi 2 (dua) yaitu:
1) Tugas guru dalam layanan bimbingan dalam kelas
Kejelasan gambaran tugas dapat memotivasi guru untuk
berperan secara aktif dalam kegiatan bimbingan dan mereka
merasa ikut bertanggung jawab atas terlaksananya kegiatan itu.
Perilaku guru dapat mempengaruhi keberhasilan belajar,
misalnya guru yang bersifat otoriter akan menimbulkan suasana
tegang, hubungan guru siswa menjadi kaku, keterbukaan siswa
untuk mengemukakan kesulitan-kesulitan sehubungan dengan
pelajaran itu menjadi terbatas. Oleh karena itu, guru harus dapat
menerapkan fungsi bimbingan dalam kegiatan belajar-mengajar.
Seorang guru dapat melakukan bimbingan di dalam kelas dengan
hal-hal berikut:
a. Guru sebagai pembangkit motivasi belajar
Pembangkitan motivasi belajar oleh guru kelas dapat
dilakukan secara khusus menggunakan jam pelajaran atau
diselipkan sambil mengajar atau memberikan latihan- latihan.
Selain itu guru juga harus melakukan upaya-upaya untuk
membangkitkan motivasi belajar peserta didik antara lain:
(1) Menjelaskan manfaat dan tujuan dari pelajaran yang
diberikan. Tujuan yang jelas dan manfaat yang betul-
betul dirasakan oleh peserta didik akan membangkitkan
motivasi belajar.
(2) Memilih materi atau bahan pelajaran yang betul-betul
dibutuhkan oleh siswa. Sesuatu yang dibutuhkan akan
menarik minat sisiwa, dan minat tersebut merupakan
salah satu bentuk motivasi.
(3) Memilih cara penyajian yang bervariasi, sesuai dengan
kemampuan peserta didik dan banyak memberikan
kesempatan kepada peserta didik untuk mencoba dan
berpartisipasi. Banyak berbuat dalam belajar akan lebih
membangkitkan semangat dibandingkan hanya dengan
mendengarkan. Oleh karena itu, guru perlu menciptakan
berbagai kegiatan peserta didik di dalam kelas.
(4) Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk
meraih kesuksesan. Kesuksesan yang dicapai oleh
peserta didik akan membangkitkan motivasi belajar, dan
sebaliknya kegagalan yang terjadi pada peserta didik
dapat menghilangkan motivasi.
(5) Memberikan kemudahan dan bantuan kepada peserta
didik dalam proses belajar. Tugas guru ialah membantu
mengoptimalkan perkembangan siswa. Agar
perkembangan peserta didik lancar, guru memberikan
kemudahan-kemudahan dalam belajar, dan tidak
mempersulit perkembangan belajar yang dialami siswa.
Apabila peserta didik mengalami kesulitan atau
hambatan dalam belajar, guru memberikan bantuan baik
secara langsung maupun dengan memberi petunjuk
kepada siapa atau kemana meminta bantuan.
(6) Memberikan pujian, ganjaran, ataupun hadiah untuk
membangkitkan motivasi belajar peserta didik.

b. Guru sebagai tokoh kunci dalam bimbingan


Guru memiliki hubungan yang erat dengan murid. Karena
guru banyak memiliki waktu dan kesempatan untuk mempelajari
murid, mengawasi tingkah laku dan kegiatannya. Kedudukan guru
dalam pendidikan yaitu memiliki wewenang sepenuhnya dalam
mempelajari dan memahami siswa-siswanya, bukan saja sebagai
individu tetapi juga sebagai anggota kelompok atau kelasnya.
Sejak siswa masuk ke sekolah dari pagi hari sampai sekolah usai,
guru akan memanfaatkan setiap kesempatan untuk membantu BK
dalam mengumpulkan data yang diperlukan agar dapat memahami
siswa dengan baik.

Sebagian dari data tersebut didapatkan dari murid sendiri


atau dari orang tuanya dengan mengisi formulir- formulir isian
atau melalui informasi lisan. Data lainnya diperoleh dari
pelaksanaan tes atau melalui observasi terhadap kegiatan-kegiatan
siswa, kebiasaan dan tingkah lakunya baik di dalam kelas maupun
diluar kelas. Karena itulah guru memiliki peran penting sebagai
anggota utama di antara petugas-petugas bimbingan. Pada
umumnya guru tersebut berada pada posisi yang lebih baik untuk
mengetahui masalah-masalah, sikap dan kebutuhan siswa
sehingga memudahkan guru untuk memberikan bantuan
kepada siswa yang membutuhkan.
c. Mengetahui murid sebagai individu
Tugas pertama guru dalam bimbingan adalah mengetahui
atau lebih mengenal siswanya. Kegiatan bimbingan tidak akan
berhasil dengan baik manakala guru kurang memahami siswa.
Oleh karena itu diperlukan pemahaman atau pengetahuan
terhadap siswa tentang kebiasaannya dalam belajar, dalam
bermain, kesehatannya, asal-usulnya, teman-teman karibnya
bahkan latar belakang sosial-ekonominya Djumhur (1975: 127-
129).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan guru dalam proses


belajar-mengajar sesuai dengan fungsinya sebagai guru dan
pembimbing, yaitu:
1) Mengusahakan agar siswa-siswa dapat memahami dirinya,
kecakapan-kecakapan, sikap, minat, dan pembawaannya.
2) Menyediakan kondisi-kondisi yang memungkinkan setiap siswa
merasa aman, dan berkeyakinan bahwa kecakapan dan prestasi
yang dicapainya mendapat penghargaan dan perhatian.
3) Mengembangkan sikap-sikap dasar bagi tingkah laku sosial yang
baik.
4) Menyediakan kondisi dan kesempatan bagi setiap siswa untuk
memperoleh hasil yang lebih baik.
5) Membantu memilih jabatan yang cocok, sesuai dengan bakat,
kemampuan dan minatnya.
6) Perlakuan terhadap siswa secara hangat, ramah, rendah hati,
menyenangkan.
7) Perlakuan terhadap siswa didasarkan atas keyakinan bahwa
sebagai individu, siswa memiliki potensi untuk berkembang dan
maju serta mampu mengarahkan dirinya sendiri untuk mandiri.
8) Kepekaan terhadap perasaan yang dinyatakan oleh siswa dan
membantu siswa untuk menyadari perasaannya itu.
9) Kesadaran bahwa tujuan mengajar bukan terbatas pada
penguasaan siswa terhadap bahan pengajaran saja, melainkan
menyangkut pengembangan siswa menjadi individu yang lebih
dewasa.
10) Sikap yang positif dan wajar terhadap siswa.
11) Pemahaman siswa secara empatik.
12) Penghargaan terhadap martabat siswa sebagai individu.
13) Penampilan diri secara asli (genuine) tidak pura-pura, di depan
siswa.
14) Kekonkretan dalam menyatakan diri.
15) Penerimaan siswa secara apa adanya.
16) Penyesuaian diri terhadap keadaan yang khusus

3. Peran Guru Dalam Operasional Bimbingan Di Luar Kelas


a. Bimbingan bagi peserta didik yang sesuai tingkat kecerdasannya.
Meskipun perkembangan belajarnya normal, tetapi mereka
membutuhkan bimbingan, untuk mempertahankan prestasi yang
telah dicapainya, dan meningkatkannya. Bimbingan terhadap
mereka dapat di berikan oleh konselor atau guru pembimbing dan
juga guru mata pelajaran. Bimbingan dari konselor lebih bersifat
umum, dapat dilakukan secara individual ataupun kelompok,
informatif atau adjustif. Materi bimbingan dapat diarahkan pada
perencanaan dan pengembangan diri, peningkatan hubungan sosial,
pemeliharaan dan peningkatan motivasi belajar, displin belajar,
memperbaiki cara-cara belajar, mengerjakan tugas, latihan dll.
Bimbingan yang lebih mengarah pada pemeliharaan dan
peningkatan penguasaan materi pelajaran diberikan oleh guru
pembimbing dan guru bidang studi. Mereka diharapkan
memberikan perhatian yang lebih besar terhadap perkembangan
belajar dari siswa, memperhatikan perbedaan individual siswa,
memberikan tugas dan latihan yang sesuai dengan kemampuan dan
kebutuhan mereka. Guru bidang studi juga diharapkan dapat
memberikan layanan remedial terhadap peserta didik yang
mengalami kesulitan dan pengayaan terhadap peserta didik yang
cepat.
Bimbingan terhadap peserta didik berprestasi rendah juga
dapat diberikan oleh konselor, guru pembimbing dan guru bidang
studi. Peserta didik berprestasi rendah, dapat di pastikan memiliki
masalah, ada faktor penyebab yang melatarbelakanginya mungkin
bersumber pada dirinya mungkin juga di luar dirinya. Guru mata
pelajaran harus berusaha menemukan penyebab tersebut. Bila
penyebabnya sudah ditemukan langkah selanjutnya adalah
memberikan layanan remedial atau korektif terhadap
kelemahannya dan pengembangan terhadap potensi atau kekuatan
yang dimiliknya.
Layanan dari guru pembimbing dan guru bidang studi lebih
difokuskan pada layanan remedial dalam beberapa mata
pelajaran yang kurang. Konselor juga dapat membantu dalam
mendiagnosis kelemahan yang diderita para siswa. Berdasarkan
hasil diagnosis tersebut guru-guru memberikan layanan remedial.
Disamping memberikan layanan remedial guru bidang studi juga
hendaknya berusaha untuk menyiapkan dan memberikan pelajaran
sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa, menciptakan situasi
belajar mengajar yang lebih membangkitkan motivasi belajar, lebih
permisif dan terbuka pada siswa.
b. Melakukan kunjungan rumah
Kunjungan rumah merupakan salah satu bentuk layanan
bimbingan dan konseling. Fungsi utama dari kunjungan rumah
adalah membina hubungan baik dan kerjasama antara guru mata
pelajaran dan orang tua siswa. Melalui hubungan baik dan kerjasama

20
ini, diharapkan ada saling pengertian, kesamaan persepsi, sikap dan
perlakuan terhadap siswa. Dalam kunjungan rumah, guru mata
pelajaran dapat memperolah data lebih luas dan mendalam tentang
perkembangan siswa, karakteristik, sikap, kebiasaan serta
aktivitasnya dalam keluarga dan lingkungan masyarakat sekitar,
serta kondisi kehidupan keluarga siswa.
c. Menyelenggarakan kelompok
belajar. Kegiatan ini bermanfaat
untuk:
1) Membiasakan anak untuk bergaul dengan teman-temannya,
bagaimana mengemukakan pendapatnya dan menerima pendapat
dari teman lain.
2) Merealisasikan tujuan pendidikan dan pengajaran melalui
belajar secara kelompok.
3) Mengatasi kesulitan-kesulitan, terutama dalam hal pelajaran
secara bersama-sama.
4) Belajar hidup bersama agar nantinya tidak canggung di dalam
masyarakat yang lebih luas.
5) Memupuk rasa kegotong royongan.
d. Pertemuan guru-murid
Sewaktu-waktu apabila dibutuhkan, maka guru perlu
mengadakan pertemuan dari hati-kehati dengan murid. Pertemuan itu
dapat dilaksanakan sebelum sekolah dimulai, pada waktu istirahat,
atau setelah sekolah usai. Dari pertemuan tersebut akan didapatkan
data mengenai siswa yang mungkin sedang bermasalah.

C. Kode Etik Bimbingan dan Koseling


Kode etik bimbingan dan konseling yaitu:
1. Pembimbing/konselor menghormati harkat pribadi, integritas dan
keyakinan klien.
2. Pembimbing/konselor menempatkan kepentingan klien di atas
kepentingan pribadi pembimbing/konselor sendiri.

21
3. Pembimbng/konselor tidak membedakan klien atas dasar suku bangsa,
warna kulit, kepercayaan atau status sosial ekonominya.
4. Pembimbng/konselor dapat menguasai dirinya dalam arti kata berusaha
untuk mengerti kekurangan-kekurangannya dan prasangka-prasangka
yang ada pada dirinya yang dapat mengakibatkan rendahnya mutu
layanan yang akan diberikan serta merugikan klien.
5. Pembimbing/konselor mempunyai serta memperlihatkan sifat-sifat rendah
hati, sederhana, sabar, tertib, dan percaya pada paham hidup sehat.
6. Pembimbing/konselor terbuka terhadap saran atau pandangan yang
diberikan padanya, dalam hubungannya dengan ketentuan-ketentuan
tingkah laku profesional sebagaimana dikemukakan dalam kode etik
bimbingan dan konseling.
7. Pembimbing/konselor memiliki sifat tanggung jawab baik terhadap
lembaga dan orang-orang yang dilayani, maupun terhadap profesinya.
8. Pembimbing/konselor mengusahakan mutu kerjanya setinggi mungkin.
9. Pembimbing/konselor menguasai pengetahuan dasar yang memadai
tentang hakikat dan tingkah laku orang, serta tentang teknik dan
prosedur layanan bimbingan guna dapat memberikan layanan dengan
sebaik-baiknya.
10. Seluruh catatan tentang klien merupakan informasi yang bersifat rahasia,
dan pembimbing menjaga kerahasiaan ini.
11. Sesuatu tes hanya boleh diberikan oleh petugas yang berwenang
menggunakan dan menafsirkan hasilnya.
12. Testing psikologi baru boleh diberikan dalam penanganan kasus dan
keperluan lain yang membutuhkan data tentang sifat dan diri
kepribadian seperti taraf inteligensi, minat, bakat, dan kecenderungan-
kecenderungan dalam diri pribadi seseorang.
13. Data hasil tes psikologis harus diintegrasikan dengan informasi lainnya
yang diperoleh dari sumber lain, serta harus diperlakukan setaraf dengan
informasi lainnya itu.

22
14. Konselor memberikan orientasi yang tepat kepada klien mengenai alasan
digunakannya tes psikologi dan apa hubungannya dengan masalah yang
dihadapi klien.
15. Hasil tes psikologi harus diberitahukan kepada klien dengan disertai
alasan-alasan tentang kegiatan-kegiatannya dan hasil tersebut dapat
diberitahukan pada pihak lain, sejauh pihak yang diberitahukan itu ada
hubungannya dengan usaha bantuan pada klien dan tidak merugikan klien
sendiri.

23
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam bimbingan dan konseling terdapat 12 asas diantaranya:
1. Asas Kerahasiaan
2. Asas Kesukarelaan
3. Asas Keterbukaan
4. Asas Kekinian
5. Asas Kemandirian
6. Asas Kegiatan
7. Asas Kedinamisan
8. Asas Keterpaduan
9. Asas Kenormatifan
10. Asas Keahlian
11. Asas Ahli Tangan
12. Asas Tut Wuri Handayani
Di sekolah guru mata pelajaran pun sangat berperan penting dalam
proses bimbingan dan konseling karena siswa yang mempunyai masalah
yang terlebih dahulu mengetahuinya ialah guru mata pelajan tersebut.
Untuk itu bk bekerjasama dengan guru mata pelajaran dalam membimbing
siswa yang mempunyai masalah sesuai dengan kode etik yang ada dalam
bimbingan dan konseling tersebut.

23
DAFTAR PUSTAKA

Hikmawati, Fenti.2011. Bimbingan Konseling edisi Revisi.Jakarta:PT.


RajaGrafindo Persada.
Sukardi, Dewa Ketut.2010.Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling
di Sekolah.Jakarta:PT. Rineka Cipta.
Walgito, Bimo.2010.bimbingan + Konseling (Studi & Karier). Yogyakarta:ANDI
Yogyakarta.
Prayitno dan Erman Amti. 2004. Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta:
Rineka Cipta.
Salahudin, Anas. 2010. Bimbingan & Konseling. Bandung: Pustaka Setia.

25

Anda mungkin juga menyukai