Anda di halaman 1dari 5

Nama : Aidhea Ayu Lensi

Nim : 02011381823404
Kelas : B
Mk : Hukum Perkawian

TUGAS HUKUM PERKAWINAN

HARI / TANGGAL : RABU / 01 APRIL 2020 KASUS : Jihan sudah menikah dengan Aldo
selama 2 (dua) tahun dan belum mempunyai keturunan dari hasil perkawinan mereka.
Dengan alasan Jihan tidak dapat memberikan keturunan, maka Aldo bermaksud menceraikan
Jihan. Tanpa persetujuan Jihan (istri sah), Aldo menikah lagi dengan Anggi dan mempunyai
1 (satu) orang anak.

ANALISIS :

1. Apakah perkawinan Aldo dengan Anggi dikatakan sah menurut UUP ? Jelaskan !

 Jawaban

Perkawinan Aldo dengan Anggi Tidak Sah dan batal demi hukum. karena karena jihan
( istri sah ) pertama tidak mengetahui dan tidak memberikan izinya untuk aldo
menikah
Menurut Undang-undang RI NO. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan Pasal 2 ayat(2) Syarat
sahnya Perwakianan harus lah dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Untuk dapat dicatatkan suatu perkawinan haruslah memenuhi Pasal 3 Undang-
Undang RI No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan yaitu :

(1) Pada azasnya dalam suatu perkawinan seorang pria hanya boleh mempunyai seorang
isteri. Seorang wanita hanya boleh mempunyai seorang suami.

(2) Pengadilan, dapat memberi izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang
apabila dikehendaki oleh fihak-fihak yang bersangkutan.

Dapat kita kutip mengenai pasal 3 ayat (2) di atas bahwasanya Pengadilan, dapat memberi
izin kepada seorang suami untuk beristeri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-
pihak yang bersangkutan. Pihak pihak yang bersangkutan dalam hal istri sahnya Aldo
yaitu Jihan. Hal ini merujuk dalam pasal 4 yaitu :

“Dalam hal seorang suami akan beristri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam
pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan ke Pengadilan
di daerah tempat tinggalnya.”

Sedangkan untuk melangsungkan Perkawinan yang Sah harus dicatatkan. Dan untuk
dapat dicatatkan harus Mendapatkan izin pengadilan. Sedangkan untuk dapat mendapatkan
izin ke pengadilan Harus memenuhi syarat dalam Pasal 5 UU No. 1 tahun 1974 Tentang
Perkawinan:
Untuk dapat mengajukan permohonan ke Pengadilan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4
ayat (1) Undang-undang ini harus memenuhi syarat-syarat berikut:

a. adanya persetujuan dari istri/istri-istri;


b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup istri-
istri dan anak-anak mereka.
c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anak
mereka.

Hal ini juga tertera didalam Pasal 58 Kompilasi Hukum Islam:

(1) Selain syarat utama yang disebut pada pasal 55 ayat (2) maka untuk memperoleh izin
pengadilan Agama, harus pula dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan pada pasal 5
Undang-Undang No.1 Tahun 1974 yaitu :

a. adanya pesetujuan istri;

b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup istrI-istri dan anak-
anak mereka.

Jadi jelas bahwa bila Syarat sah perkawinan adalah dicatatkan, sedangkan untuk pencatatan
harus mendapatkan persetujuan izin pengadilan. Sedangkan untuk mendapakan persetujuan
atau izin perkawinan pengadilan suami ingin menikah lagi ia wajib mendapat izin terlebih
dahulu dari istri pertama atau istri-istri yang terdahulu. Bila tidak mendapat izin, maka secara
hukum pernikahan tersebut adalah Tidak sah sehingga batal demi hukum.

2. Apa yang dapat dilakukan Jihan sebagai istri sah dari Aldo terhadap perkawinan Aldo dan
Anggi. Dan apa akibat hukumnya ? Jelaskan !
 jawab

Dalam perkawinan aldo Dan jihan. Jihan masih merupakan istri Sah Aldo. Maka jihan
dapat mengajukan Pembatalan perkawinan. Pembatalan perkawinan demi hukum
perkawinan poligami terdapat dalam Putusan Mahkamah Agung Rl No. 2039.K/Pdt/1997

Upaya hukum yang dapat dilakukan jihan adalah mengajukan permohonan pembatalan.
Dijelaskan dalam Pasal 71 KHI Suatu perkawinan dapat dibatalkan apabila:

a. seorang suami melakukan poligami tanpa izin Pengadilan Agama;


b. perempuan yang dikawini ternyata kemudian diketahui masih menjadi isteri pria lain
yang mafqud.
c. perempuan yang dikawini ternyata masih dalam iddah dan suami lain;
d. perkawinan yang melanggar batas umur perkawinan sebagaimana ditetapkan dalam
pasal 7 Undang-undang-undang No.1. tahun 1974;
e. perkawinan dilangsungkan tanpa wali atau dilaksanakan oleh wali yang tidak berhak;
f. perkawinan yang dilaksanakan dengan paksaan.

Dan merujuk Pasal 74 kompilasi hukum islam :


(1) Permohonan pembatalan perkawinan dapat diajukan kepada Pengadilan Agama yang
mewilayahi tempat tinggal suami atau isteri atau perkawinan dilangsungkan.

(2) Batalnya suatu perkawinan dimulai setelah putusan pengadilan Agama mempunyai
kekuatan hukum yang tetap dan berlaku sejak saat berlangsungnya perkawinan.

Jadi jelas bahwasanya jihan sebagai istri Sah dapat mengajukan Permohonan pembatalan
perkawinan Aldo Dan Anggi. karena mereka melangsungkan perkawinan tanpa
sepengetahuan dan izin darinya kepada pengadilan Agama yang mewilayah tempat tinggal
suami yaitu aldo atau istri dari aldo yaitu anggi atau tempat perkawinan yang mereka
langsungkan

Akibat hukum atas perkawinan kedua yang dilakukan suami tanpa izin dari istri pertama
(terdahulu) adalah Batal Demi Hukum atau dianggap Tidak Pernah Ada. Sebab menurut
hukum, baik Undang-Undang No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan maupun Kompilasi
Hukum Islam, bila suami-suami ingin menikah lagi (berpoligami) maka ia harus
mendapat persetujuan/izin dari istri pertama (istri terdahulu). Namun Haruslah
terlebih dahulu di ajukan pembatalan demi hukum ke pengadilan Agama tempat tinggal
aldo dan anggi atau pengadilan agama tempat perkawinan yang mereka langsungkan agar
memiliki kekuatan hukum yang tetap.

Sedangkan Sanksi atau hukum yang bisa dikenakan kepada suami yang menikah lagi tanpa
izin dari istri pertama (terdahulu) adalah Pasal 279 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
(KUHP), dengan acaman pidana maksimal 5 sampai 7 tahun penjara.

3. Apakah Aldo dapat menceraikan Jihan dengan alasan Jihan tidak


dapat memberikan keturunan ? Jelaskan !
 Jawaban
TIDAK BISA, Jika Aldo menceraikan jihan secara sepihak Dengan alasan Jihan tidak
dapat memberikan keturunan, namun jika aldo ingin menikah lagi di perkenankan
namun harus berdasarkan persetujuan/izin dari Jihan sebagai istri sah aldo terlebih
dahulu, menuurut Undang-Uundang Perkawinan No. 1 tahun 1974. Hal ini di jelaskan
sebagai berikut :
Karena tujuan perkawinan diatur dalam Pasal 1 UU No. 1 tahun 1974 yaitu
“Perkawinan bertujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal.
Adapun mengenai asas perceraian di persulit dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 tentang Perkawinan ber-usaha semaksimal mungkin adanya perceraian dapat
dikendalikan dan menekan angka perceraian kepada titik yang paling rendah.
Alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk perceraian Dalam Pasal 39 ayat 2 UU No.
1 tahun 1974 tentang Perkawinan Jo Pasal 19 Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1975
Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan adalah:
1. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi dan lain
sebagainya yang sukar disembuhkan;
2. Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa
izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar
kemampuannya;
3. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih
berat setelah perkawinan berlangsung;
4. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan
terhadap pihak yang lain;
5. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau, penyakit yang mengakibatkan tidak
dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri;
6. Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak
ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah-tangga;

Khusus yang beragama Islam, ada tambahan dua alasan perceraian selain alasan-alasan di
atas, sebagaimana diatur dalam Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam yaitu:
1. Suami melanggar taklik-talak;
2. Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidakrukunan dalam
rumah tangga.

Jadi Sebagaimana Undang-Undang Perkawinan No 1 Tahun 1974 Pasal 39 ayat (2) 


untuk dapat melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa antara suami dan isteri itu
tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri.
Kemudian, dalam Pasal 16 PP No 9 Tahun 1975 Tentang Pelaksanaan UU No 1
Tahun 1974  dikatakan bahwa Pengadilan hanya memutuskan untuk mengadakan sidang
pengadilan untuk menyaksikan perceraian apabila memang terdapat alasan-alasan seperti
yang dimaksud dalam Pasal 19 PP Perkawinan dan Pengadilan berpendapat bahwa antara
suami isteri yang bersangkutan tidak mungkin lagi didamaikan untuk hidup rukun lagi dalam
rumah tangga.
Jadi pada dasarnya, istri tidak bisa melahirkan keturunan bukan merupakan
alasan yang sah secara hukum bagi suami-istri untuk melakukan perceraian.
Untuk alasan istri tidak bisa melahirkan keturunan, suami dapat mengajukan permohonan
ke pengadilan untuk menikah lagi bukan untuk bercerai. Adapun persyaratan untuk menikah
lagi harus berdasarkan harus mendapat persetujuan/izin dari istri sah (istri terdahulu). Hal ini
diatur dalam pasal 3 , pasal 4 dan pasal 5 UUP No 1 Tahun 1974
Pasal 4

(1) Dalam hal seorang suami akan beristeri lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam
Pasal 3 ayat (2) Undang-undang ini, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada
Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.

(2) Pengadilan dimaksud data ayat (1) pasal ini hanya memberikan izin kepada seorang
suami yang akan beristeri lebih dari seorang apabila:

a. isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;


b. isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan;
c. isteri tidak dapat melahirkan keturunan.

Pasal 5

(1) Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan, sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 ayat (1) Undang-undang ini, harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. adanya persetujuan dari isteri/isteri-isteri;


b. adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan hidup isteri-
isteri dan anak-anak mereka;
c. adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anak
mereka.

 Namun jika alasan dari aldo bahwasanya karena jihan tidak dapat memberikan
keturunan lagi baginya dapat menimbulkan keributan atau ketidak rukunan dan
ketidak harmonisan lagi hubungan antara aldo dan jihan dan jika hal itu sudah
menjadi suatu masalah yang sangat besar dan memang benar tidak dapat di bina dan
di pertahankan maka, Dapat di Ajukan Perceraian. Pasal 39 ayat (2) UU No.1 1974
“Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak
ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah-tangga”; Dengan Persetujuan
Kedua Belahpihak yaitu aldo dan jihan di depan Pengadilan Agama.

Anda mungkin juga menyukai