Anda di halaman 1dari 28

Proposal Hari : Senin

MK. Pengawasan Mutu Pangan Tanggal : 31 Agustus 2020

KONSEP JAMINAN MUTU PANGAN


Disusun oleh:
Kelompok 2 Tingkat 3A
Adelina Dwi Maharani P031813411001
Alfiah Nurhidayati P031813411002
Chindy Silvia P031813411006
Claudia Nasya Jodi P031813411007
Inneke Sitompul P031813411014
Putri Rahayu P031813411026
Shella Putri Narisnanda P031813411031
Sylshilia Ayu Zulherman P031813411036
Taufiq Hidayat ZA P031813411037
Viola Bestari Azmi P031813411039
Dosen Pengampu :
Sri Mulyani, S.TP, M. Si

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN RIAU
JURUSAN GIZI
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah Swt yang telah melimpahkan
rahmat dam hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah yang
berjudul “Konsep Jaminan Mutu Pangan”.
Makalah ini disusun untuk melengkapi tugas mata kuliah Pengawasan Mutu
Pangan yang diampu oleh Ibu Sri Mulyani, S.TP, M. Si. Makalah ini berisi tentang
pembahasan mengenai pengertian, ruang lingkup, karakteristik, dan penerapan
jaminan mutu pangan. Makalah ini disusun dengan mencari informasi dari website di
internet.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa dalam makalah ini masih banyak
kekurangan dan kesalahan karena keterbatasan pengetahuan penulis. Untuk itu kritik
dan saran yang membangun, sangat penulis harapkan dan semoga karya tulis ini bisa
bermanfaat bagi kita semua.

Pekanbaru, 30 Agustus 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN
KATA PENGANTAR............................................................................ i
DAFTAR ISI............................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah........................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................... 3
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Jaminan Mutu Pangan…....................................... 4
2.2 Ruang Lingkup Jaminan Mutu Pangan………........................ 6
2.3 Karakteristik Jaminan Mutu Produk Industri Pangan…….… 8
2.4 Perkembangan Metode Jaminan Mutu Pangan……………… 10
2.5 Penerapan Jaminan Mutu Industri Pangan………………….. 13

BAB III KESIMPULAN DAN SARAN


3.1 Kesimpulan............................................................................ 22
3.2 Saran..................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 24

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pangan merupakan kebutuhan manusia yang sangat mendasar karena
berpengaruh terhadap eksistensi dan ketahanan hidup manusia. Pangan adalah
segala sesuatu yang berasal dari sumber hayati dan air, baik yang diolah maupun
tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumen
manusia, termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lain
yang digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan dan pembuatan makanan
dan minuman. Bahan pangan pada umumnya tidak dikonsumsi dalam bentuk
mentah, tetapi sebagian diolah menjadi berbagai jenis dan bentuk makanan
sehingga mudah diterima secara sensoris oleh manusia. Tujuan pengolahan juga
untuk memperpanjang masa simpan bahan pangan tersebut oleh karena sebagian
besar bahan pangan bersifat mudah rusak.
Pangan secara legal tercantum dalam undang-undang tentang pangan
yaitu undang-undang No 7, tahun 1996. Tujuan disusunnya undang-undang
pangan adalah untuk melindungi konsumen dari resiko kesehatan serta membantu
konsumen dalam mengevaluasi, dan memilih bahan dan produk pangan yang akan
mereka konsumsi. Undang-undang pangan juga bertujuan untuk membantu dan
membina produsen makanan dalam meningkatkan mutu produk yang dihasilkan
serta memfasilitasi terjadinya perdagangan yang jujur.
Pangan memiliki sifat fisik yang harus dipahami dengan baik, seperti
tekstur, kesegaran, kerenyahan, kelembutan, kelenturan, berat jenis, warna, aroma
dan viskositas, disamping itu pangan memiliki sifat padat, cair, viscous, koloid,
kristal dan lain sebagainya. Berbagai jenis pangan memiliki sifat daya simpan
yang berbeda-beda ada yang awet dan yang mudah rusak tergantung, komposisi
kimia bahan pangan yang dimiliki dan kerusakan bahan pangan yaitu mudah

1
tidaknya terekspos oleh udara yang menstimulir proses oksidasi, serta kondisi
lingkungan dimana pangan tersebut berada.
Pemahaman tentang sifat-sifat bahan dan perubahan-perubahan yang
terjadi dapat digunakan untuk menilai dan menetapkan mutu bahan tersebut.
Pengadaan pangan yang cukup belum menjamin terbentuknya terhadap keluarga
yang sehat dan sejahtera serta belum tentu dapat menjamin masyarakat yang sehat
pula. Selain jumlahnya yang cukup, makanan yang dikonsumsi harus mempunyai
nilai gizi yang tinggi, bersih, dan aman. Sedangkan yang dimaksud dengan
makanan aman adalah makanan yang bebas dari komponen-komponen berbahaya
atau organisme yang dapat menyebabkan keracunan atau menimbulkan penyakit.
Berdasarkan kenyataan dan diketahui bersama bahwa dewasa ini masalah
jaminan mutu dan keamanan pangan terus berkembang sesuai dengan tuntutan
dan persyaratan konsumen serta dengan tingkat kehidupan dan kesejahteraan
manusia. Bahkan pada beberapa 5 tahun terakhir ini, konsumen telah menyadari
bahwa mutu dan keamanan pangan tidak hanya bisa dijamin dengan hasil uji pada
produk akhir di laboratorium saja. Konsumen berkeyakinan bahwa dengan
pemakaian bahan baku yang baik, ditangani atau di ”manage” dengan baik, diolah
dan didistribusikan dengan baik akan menghasilkan produk akhir pangan yang
baik pula. Oleh karena itu, berkembanglah berbagai sistem yang dapat
memberikan jaminan mutu dan keamanan pangan sejak proses produksi hingga ke
tangan konsumen yaitu ISO-9000, QMP (Quality Management Program),
HACCP (Hazard Analysis Critical Control Point) dan lain-lain.
Tanpa keamanan pangan yang menjadi persyaratan dasar produksi suatu
produk pangan maka mutu pangan tersebut tidak dapat dibahas. Namun, ada
beberapa aspek yang sangat penting yang tidak dapat ditinggalkan antara lain
adalah bahwa makanan tidak akan laku dijual jika penampilan, rasa dan aroma
tidak sesuai keinginan pelanggan dan tidak memenuhi kepuasan pelanggan.
Aspek-aspek seperti ini hanya dapat kita temui dan diatur dalam Sistem
Manajemen Mutu. Itu berarti bahwa selain menghasilkan produk pangan yang
aman dikonsumsi yang tidak kalah pentingnya adalah produk bermutu dan

2
mempunyai nilai jual karena memenuhi keinginan konsumen mencapai kepuasan
pelanggan. Untuk mencapai dua aspek tersebut diperlukan suatu sistem yang
terintegrasi atau terpadu yang dapat diterapkan oleh pelaku produksi pangan
berdasarkan Sistem Manajemen Mutu dan Sistem Keamanan Pangan.
Pada prinsipnya, Sistem Manajemen Mutu dan Sistem Keamanan Pangan
mempunyai tujuan pengendalian yang sama yaitu “proses” dengan konteks yang
berbeda-beda untuk tujuan umum yang sama yaitu : memenuhi persyaratan
peraturan perundangan, pelanggan (konsumen).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan jaminan mutu pangan?
2. Apa saja ruang lingkup jaminan mutu pangan?
3. Bagaimana karakteristik jaminan mutu produk industry pangan?
4. Bagaimana perkembangan metode jaminan mutu pangan?
5. Bagaimana penerapan jaminan mutu industry pangan?

1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian jaminan mutu pangan.
2. Untuk mengetahui ruang lingkup jaminan mutu pangan.
3. Untuk mengetahui karakteristik jaminan mutu produk industry pangan.
4. Untuk mengetahui perkembangan metode jaminan mutu pangan.
5. Untuk mengetahui cara penerapan jaminan mutu industry pangan.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Jaminan Mutu Pangan


Tuntutan masyarakat akan mutu terus berkembang. Hal ini kemudian terus
diantisipasi dengan berkembangnya konsep jaminan mutu (Quality Assurance),
system manajemen mutu (Quality management System) dan manajemen mutu
terpadu (Total Quality management). Berdasarkan SNI No. 19-8402-1996 dikenal
istilah pengendalian mutu dan jaminan mutu. Pengendalian mutu merupakan
suatu upaya yang dilaksanakan secara berkesinambungan, sistematis, dan objektif
dalam memantau dan menilai barang, jasa, maupun pelayanan yang dihasilkan
perusahaan atau institusi dibandingkan dengan standar yang ditetapkan serta
menyelesaikan masalah yang ditemukan dengan tujuan untuk memperbaiki mutu.
Pengendalian mutu adalah teknik dan kegiatan operasional untuk memenuhi
persyaratan mutu. Pada dasarnya pengendalian mutu merupakan sistem verifikasi
yang berkaitan dengan akhir proses produksi. (Christine F. 2016)
Hasil pemeriksaan hanya memutuskan apakah produk yang dihasilkan dari
suatu proses produksi telah sesuai dengan persyaratan yang ditentukan. Jaminan
mutu adalah seluruh kegiatan terencana dan sistematik yang diterapkan dalam
system mutu dan diperagakan sesuai dengan kebutuhan, untuk memberikan
keyakinan secara memadai bahwa barang atau jasa akan memenuhi persyaratan
mutu. Secara internal jaminan mutu memberikan keyakinan pada manajemen,
sedangkan secara eksternal memberikan keyakinan kepada pelanggan atau pihak
lain. Jaminan mutu pada prinsipnya menggunakan metode yang sama dengan
pengendalian mutu. Beberapa tindakan pengendalian mutu dan jaminan mutu
saling berhubungan. Perbedaan jaminan mutu dibandingkan dengan pengendalian
mutu adalah pada ruang lingkupnya yang lebih luas. (Christine F. 2016)

4
Pada konsep jaminan mutu, pemeriksaan dan pengujian tidak hanya
dilakukan diakhir proses saja, tetapi dilakukan sejak dari awal proses. Hal tersebut
memungkinkan untuk dilakukannya deteksi lebih dini dari kemungkinan masalah
yang timbul, baik diawal, pertengahan maupun akhir proses. Dalam upaya
mewujudkan sistem jaminan mutu di Indonesia, Pemerintah telah mengeluarkan
kebijakan standardisasi melalui Peraturan Pemerintah No.102 tahun 2000 tentang
“Standardisasi Nasional” yang selanjutnya PP dimaksud dijabarkan di sektor
pertanian melalui keputusan-keputusan Menteri Pertanian No.170 tahun 2006
tentang Pelaksanaan Standardisasi Nasional di sektor pertanian. Dalam keputusan
ini juga memuat tentang kebijakan sistem jaminan mutu di sector pertanian Pada
konsep jaminan mutu apabila dari hasil pemeriksaan dan pengujian ditemukan
masalah, maka dilakukan tindakan koreksi atau perbaikan, serta analisa terhadap
akar penyebab permasalahan. (Christine F. 2016)
Hasil analisa dapat digunakan sebagai dasar dari tindakan pencegahan agar
masalah tersebut tidak terulang lagi. Dewasa ini beberapa negara telah
menerapkan “Hazard Analysis Critical Control Point” (HACCP) sebagai acuan
atau standar internasional untuk pengawasan mutu dan keamanan pangan. Bahkan
“Codex Alimentarius Commision” (CAC) sebagai komisi standar pangan dari
FAO/WHO telah merekomendasikan HACCP sebagai suatu system jaminan mutu
yang tepat dalam sistem pengawasan pangan. Penerapan jaminan mutu
merupakan langkah penting bagi pelaku usaha untuk mendapatkan pengakuan
formal terkait dengan jaminan mutu yang diwujudkan dalam bentuk sertifikat.
Sertifikat tersebut merupakan alat bukti penerapan sistem manajemen mutu dan
menjadi jaminan terhadap dapat diterimanya suatu produk pertanian baik dipasar
domestik, regional maupun internasional. (Christine F. 2016)
Tingkat pemahaman poktan/gapoktan terhadap system jaminan mutu dan
keamanan pangan untuk menghasilkan produk hasil pertanian yang aman dan
bermutu saat ini masih rendah, sehingga sangat diperlukan pendampingan dari
pihak terkait baik dari pemerintah maupun swasta. dalam penerapan sistem
jaminan mutu dan keamanan pangan. Pengendalian mutu memilki peranan yang

5
sangat penting karena dapat meningkatkan indeks kepuasan mutu (quality
satisfaction index), produktivitas dan efisiensi, laba/keuntungan, pangsa pasar,
moral dan semangat karyawan, serta kepuasan pelanggan. Terdapat lima dimensi
pokok mutu, yaitu sebagai berikut :
a. Bukti langsung (tangible), terdiri dari fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai,
dan sarana komunikasi
b. Keandalan (reliability), merupakan kemampuan perusahaan/institusi dalam
memberi pelayanan yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.
c. Daya tanggap (responsiveness), yaitu dapat diakses, tidak lama menunggu,
serta bersedia mendengar keluh kesah konsumen.
d. Standar yang ditetapkan serta menyelesaikan masalah yang ditemukan
dengan tujuan untuk memperbaiki mutu
e. Empati, merupakan kemudahan berhubungan, berkomunikasi, perhatian
pribadi, serta memahami kebutuhan konsumen. (Christine F. 2016)

2.2 Ruang Lingkup Jaminan Mutu Pangan


Penjaminan mutu pada proses produksi pangan merupakan suatu tuntutan
yang harus dipenuhi oleh semua produsen. Banyak kendala yang dihadapi bagi
industry kecil menengah (IKM) dalam penerapan penjaminan mutu. Pangan yang
aman merupakan fokus utama dalam proses produksi pangan walaupun proses
produksi telah canggih dan mutakhir. Keamanan pangan sampai saat ini tetap
menjadi isu penting di dunia terkait dengan kesehatan. Data yang ada
menunjukkan bahwa banyak penyakit yang berasal dari kesalahan penanganan
pangan baik dalam rantai pasok maupun proses pengolahan. Oleh karena itu saat
ini telah ada kesepakatan untuk keamanan pangan melalui penerapan sistem
manajemen risiko yang dikenal dengan HACCP (Hazard Analysis and Critical
Control Point) (Taylor, 2002).
HACCP merupakan upaya pencegahan penyebaran penyakit melalui
makanan. Tingkat kesadaran produsen akan pentingnya HACCP snagat
menentukan implementasi HACCP di industrinya. Hal ini yang menjadi tantangan

6
untuk industri kecil menengah. Kesadaran akan HACCP pada pelaku IKM di
Ghana termasuk rendah yaitu sekigar 83% dari pelaku usaha yang disurvei tidak
mengetahui tentang HACCP. Tingkat pengetahuan pelaku IKM akan HACCP
sangat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. (Agyei-Baffour et al., 2013)
HACCP adalah sistem manajemen di mana keamanan pangan ditangani
melalui analisis dan pengendalian bahaya biologis, kimia, dan fisik dari produksi
bahan mentah, pengadaan dan penanganan, hingga pengolahan, distribusi dan
konsumsi produk jadi. HACCP dirancang untuk digunakan di semua segmen
industri makanan mulai dari penanaman, pemanenan, pengolahan, produksi,
distribusi dan pemasaran produk pangan untuk konsumsi. Program prasyarat
seperti Good Manufacturing Practices (GMP) adalah prasyarat penting untuk
pengembangan dan implementasi HACCP.
HACCP didasarkan pada tujuh prinsip; yaitu analisis bahaya, penentuan titik
kontrol kritis (CCP, critical control point), penetapan batas kritis, prosedur
pemantauan, tindakan koreksi, prosedur verifikasi, penetapan prosedur pencatatan
dan dokumentasi. Sistem keamanan pangan berdasarkan prinsipprinsip HACCP
ini telah diterapkan di pabrik pengolahan makanan, retailer dan foodservice.
HACCP telah diterima secara universal oleh lembaga pemerintah, asosiasi
perdagangan dan industri pangan di seluruh dunia sebagai alat yang efektif untuk
menjamin keamanan pangan. Produksi pangan yang aman mengharuskan sistem
HACCP dibangun di atas fondasi yang kuat dari program prasyarat. Setiap
segmen industri pangan harus memastikan bahwa keamanan pangan ada di bawah
kendali mereka. HACCP adalah pendekatan sistematis untuk identifikasi,
evaluasi, dan pengendalian bahaya keamanan pangan berdasarkan tujuh prinsip
ini.
Penting untuk dicatat bahwa, keberhasilan sistem HACCP tergantung pada
jenis organisasi, pendidikan dan pelatihan manajemen dan karyawan tentang
pentingnya peran mereka dalam produksi pangan yang aman. Juga termasuk
informasi tentang pengendalian bahaya penyebaran penyakit melalui makanan di
semua tahap rantai pangan. Penting untuk mengenali bahwa karyawan, pertama-

7
tama paham apa itu HACCP dan kemudian menyiapkan karyawan supaya
HACCP dapat berfungsi dengan baik. Selain itu, pelatihan khusus tentang
instruksi dan prosedur kerja yang menguraikan tugas karyawan dalam memantau
setiap aspek HACCP harus diatur untuk orang yang terlibat dalam produksi
pangan. Manajemen industri pangan harus menyediakan waktu yang cukup untuk
pendidikan dan pelatihan. Pelatihan yang efektif merupakan prasyarat penting
untuk keberhasilan implementasi HACCP (Eves dan Dervisi, 2005).
Implementasi HACCP di industri berbagai skala merupakan bagian dari
penjaminan mutu. Menyongsing era revolusi industri 4.0 dengan tingkat
kesadaran konsumen terhadap mutu yang sangat tinggi, maka penting bagi
industri pangan untuk menerapkan penjaminan mutu dalam proses produksinya.
Penjaminan mutu pada skala industri besar merupakan lebih mudah diterapkan
karena sudah tersistem dan kesadaran dan kontrol pekerja yang tinggi. Akan
tetapi pada skala industry kecil dan menengah, dengan keterbatasan pengetahuan,
modal, serta sarana, penerapan penjaminan mutu cukup sulit untuk dilakukan.

2.3 Karakteristik Jaminan Mutu Produk Industry Pangan


A. Karakteristik Fungsional
Karakteristik fungsional pada produk pangan dapat dikelompokkan
menjadi tiga kelompok besar, yaitu :
1. Sifat fisikia (Morfologi, sifat termal, sifat reologi, dan sifat spektral)
2. Sifat kimia (Komposisi kimia, senyawa kimia aktif, bahan kimia
tambahan, bahan kimia pengolahaan)
3. Sifat mikrobiologi (Mikroba alami, mikroba kontaminan, mikroba
patogen, mikroba pembusuk).
B. Karakteristik Kemudahan Penggunaan
Karakteristik kemudahan penggunaan pada produk pangan
memberikan kemudahan bagi konsumen untuk mengonsumsi suatu makanan.
Makanan olahan sebenarnya merupakan salah satu manifestasi kemudahan
penggunaan. Akan tetapi akhir-akhir ini semakin banyak upaya-upaya

8
kalangan industri pangan untuk menyajikan “kepraktisan” bagi para
konsumen.
C. Karakteristik Masa Simpan (Self Life)
Produk-produk pangan olahan, setelah diproduksi dan dikemas
mempunyai masa simpan (Self life) tertentu. Penyimpanan melewati masa
waktu tersebut akan mengakibatkan penurunan mutu, selanjutnya terjadi
kerusakan yang mengakibatkan produk tersebut menjadi kadaluarsa. Produk
pangan dikatakan rusak apabila telah mengalami perubahan cita rasa,
penurunan nilai gizi atau tidak aman lagi dikonsumsi karena dapat menggangu
kesehatan.
Karakteristik masa simpan dapat ditingkatkan dengan mengusahakan
masa simpan selama mungkin tetapi karateristik fungsional tidak berubah.
Untuk itu diperlukan pengembangan teknologi pengolahan dan pengemasan
serta metode-metode untuk mengukur atau meramal masa simpan suatu
produk. Teknologi sterilisasi, pengemasan aseptik, penggunaan oven
microwave, penggunaan senyawa kimia pengawet merupakan contoh-contoh
pengembangan teknologi untuk maksud di atas.
D. Karakteristik Psikologi
Karakteristik psikologi yang cukup mendasar pada produk-produk
pangan adalah karakteristik sensori (organoleptik). Karakteristik ini hanya
dapat diukur, dikenali dan diuji dengan uji organoleptik. Metode penelitian
organoleptik sudah sangat berkembang, bahkan sudah banyak digunakan
untuk produk-produk bukan pangan karena ternyata sangat ampuh untuk
menilai gabungan karakteristik mutu konvensional.
Penilaian karakteristik organoleptik ini dapat menentukan apakah
suatu produk disukai atau tidak dan sampai tingkat mana kesukaan tersebut.
Penggunaan metode statistik dalam analisis hasil pengujian sensori ini juga
telah berkembang dengan pesat sehingga penerapannya pada industri semakin
luas.
E. Karakteristik Keamanan

9
Keamanan pangan (food safety) akhir-akhir ini telah menjadi isu
nasional dan internasional. Semakin tinggi pengetahuan dan kemampuan
ekonominya, semakin tinggi pula kecenderungan menuntut pangan yang lebih
aman untuk dikonsumsi.

2.4 Perkembangan Metode Jaminan Mutu Pangan


Awal perlunya mutu muncul ketika adanya barter yaitu kerjasma saling
menguntunkan. Dari situ dalah awal mulanya transaksi ekonomi sehingga mutu
diperlukan atas kesepakatan antar individu pada saat barter.
Awal perkembangan system manajemen mutu muncul 5000 tahun yang lalu
dengan adanya bukti sejarah dizaman Nebukadnezar di Babilonia, terlihat dari
adanya spesifikasi bangunan, pangan dsb. Selain itu, di Cina ada juga spesifikasi
keramik. Tetapi saat itu, karakter mutu diekspresikan secara kualitatif. Pada 1700
M kebiasaan memberi cap mulai popular (ada beberapa produsen yang membuat
satujenis barang) dan pada 18000 M adanya undang undang pencegahan
pemalsuan. Pada akhirnya abad 19 konsep system jaminan mutu tidak banyak
berubah.
Evolusi system manajemen mutu. Perkebangan system manajemen mutu
dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:
1. Skala produksi, skala produksi yang semakin skala produksi yang kecil.
2. Kerumitan proses produksi, proses produksi yang rumit akan menyebabkan
mutu pada produk belum tentu sama.
3. Perkembangan persyaratan konsumen
4. Kemajuan teknologi

Adanya perkembangan pameran dating di beberapa Negara yaitu pada tahun


1889 di Eiffel Tower, Tahun 1893 di Chicago, dan tahun 1900 di Paris
menyebabkan produsen makanan semakin ingin meningkatakan mutu
produksinya.

10
Perubahan perubahan penting dalam perkembangan system manajemen mutu
terjadi hamppir setiap 20 tahun sepanjang abad ke 20:

1. Era Inspeksi (Pemeriksaan mutu pada tahun 1930)


Pada era ini, selama perang dunia I, system pabrikasi semakin
kompleks sehingga menyebabkan skala produksi pabrik semakin besar yang
mengakibatkan mutu produk banyak mengalami gangguan. Akibatnya
diperlukan full time inspector yang dipisahkan dar bagian produksi.
2. Era Pengendalian Mutu (Statistic Quality Control)
Pada perang dunia II, prooduksi pabrik bersifat massak sehigga
pemeriksaan terhadap 100% produk tidak memungknkan.teknik sampling
digunakan pada era ini.
3. Era Jaminan Mutu
Pada tahun 1960an terjadi pergeseran dari konsep pengendalian mutu
ke system jminan mutu. Pngendalian mutu dilakukan hanya batas dalam
pengendalian proses pada aspek produski saja (anya departemen produksi).
Apabila penjaminan mutu harus diperlukan rencana, perancangan, pengadaan
bahan, transportasi, penyimpanan dsb (semua departemen pada rantai pasok
itu terlibat). Sebagai awal dari Total Quality Control yang akhirnya lebih tepat
disebut dengan Total Quality Management (TQM).

Total Quality Maagement (TQM), konsep awalnya adalah TQC


dikembangkan oleh Armand V. feigenbaum pada tahun 1960an. Awalnnya
dibuat untuk memperluas tanggung jawab mutu dari departemen produksi ke
seleuruh departemen yang ada diperusahaan. Bentuk paling TQM adalah ISO-
9000.

Suatu Sitem Manajemen Mutu

11
Sistem jaminan mutu yang menganut konsep modern terdiri dari tiga kunci
sukses utama Q (3Q), yaitu: Quality Control (QC), Quality Assurance (QA),
dan Quality Management (QM). Perkembangan dari ketiga kunci tersebut dapat
digambarkan pada grafik berikut berdasarkan waktu selama hampir setiap 20
tahun dari setiap perkembangan ke perkembangan selanjutnya sepanjang abad
ke-20.

Tuntutan masyarakat akan mutu terus berkembang. Hal ini kemudian terus
diantisipasi dengan berkembangnya konsep jaminan mutu (Quality Assurance),
system manajemen mutu (Quality management System) dan manajemen mutu
terpadu (Total Qualitymanagement). Berdasarkan SNI No. 19-8402-1996 dikenal
istilah pengendalian mutu dan jaminan mutu. Pengendalian mutu adalah teknik
dan kegiatan operasional untuk memenuhi persyaratan mutu. Pada dasarnya
pengendalian mutu merupakan sistem verifikasi yang berkaitan dengan akhir
proses produksi.

12
Di Indonesia, perkembangan mengenai system manajemen mutu agak sedikit
terlambat:

1. Kurangnya informasi menegnai tahapinspeksi ke tahap pengendalian mutu


seolah olah hanya mengetahui tentang TQM ISO 9000.
2. Titik berat upaya pemerintah membuat standar. Sampai pada tahun 1983
dirumuskan 1500 standar System Pengendalian Internal (SPI) dan Standar
Industry Indonesia (SII). Pada tahun 1984 dibentuk DSN (Dewan
Standarisasi Nasional) dengan kegiatan utama SNI. Pada tahun 1998, nama
DSN berubah menjadi BSN. Sedangkan pada tahun 1992 terdapat KAN
(Komite Akreditas Nasional) yang merupakan bagian dari BSN yang
memberikan sertifikasi. (Christine F. 2016)

2.5 Penerapan Jaminan Mutu Industry Pangan


Menurut Hubeis (1999), konsep mutu pada bidang pangan erat kaitannya
dengan era mutu, dimulai dengan inspeksi atau pengawasan pada tahun 1920-an
yang menekankan pada pengukuran. Pada tahun 1960  mengarah  ke
pengendalian mutu dengan pendekatan teknik statistika  berupa grafik, histogram,
tabel, diagram pencar dan perancangan percobaan.  Sedangkan tahun 1980-an
berorientasi pada jaminan mutu (quality assurance) dan tahun 1990-an terfokus
pada manajemen mutu total (Total Quality Management atau TQM).
Sistem mutu dimaksudkan untuk mengidentifikasi seluruh tugas yang
berkaitan dengan mutu, mengalokasikan tanggung jawab dan membangun
hubungan kerjasama dalam perusahaan. Sistem mutu juga dimaksudkan untuk
membangun mekanisme dalam rangka memadukan semua fungsi menjadi suatu
sistem yang menyeluruh.
A. Teknik Manajemen Mutu
Manajemen mutu adalah seluruh tingkatan manajemen dalam
perusahaan yang dalam kegiatannya berorientasi pada penciptaan mutu
produk yang tinggi sebagai upaya penerapan sistem jaminan mutu. Sistem

13
manajemen pada suatu perusahaan merujuk pada perencanaan dan rekayasa
mutu yang baik serta pengendalian mutu pangan (Kadarisman, 1999).
1. Perencanaan dan Rekayasa Mutu
Perencanaan dan rekayasa mutu terdiri dari fungsi-fungsi staf
spesialis dan kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan.
Definisi dan perencanaan mutu pada tahap sebelum produksi. Secara rinci
adalah sebagai berikut :
a. Saran terhadap manajemen mengenai kebijakan mutu perusahaan dan
penyusunan tujuan-tujuan mutu yang realistis
b. Analisis persyaratan mutu pelanggan dan penyusunan spesifikasi
rancangan
c. Tinjau ulang dan evaluasi rancangan produk untuk memperbaiki
mutu dan mengurangi biaya mutu
d. Mendefinisikan standar mutu dan menyusun spesifikasi produk
e. Merencanakan pengendalian proses dan menyusun prosedur-prosedur
untuk menjamin kesesuaian mutu
f. Mengembangkan teknik-teknik pengendalian mutu dan metoda
inspeksi termasuk merancang peralatan uji khusus
g. Melaksanakan studi kemampuan proses
h. Analisis biaya mutu
i. Perencanaan pengendalian mutu untuk bahan yang diterima,
termasuk evaluasi para pemasok
j. Audit mutu di tingkat perusahaan
k. Mengorganisasi program pelatihan dan peningkatan motivasi untuk
perbaikan mutu
2. Pengendalian Mutu Pangan
Kegiatan pengendalian mutu mencakup kegiatan menginterpretasikan
dan mengimplementasikan rencana mutu. Rangkaian kegiatan ini terdiri
dari pengujian pada saat sebelum dan sesudah proses produksi yang
dimaksudkan untuk memastikan kesesuaian produk terhadap persyaratan

14
mutu.  Mengacu Kadarisman (1994), sesuai dengan standar ISO 9000,
maka kegiatan pengendalian memiliki fungsi antara lain:
a. Membantu dalam membangun pengendalian mutu pada berbagai titik
dalam proses produksi.
b. Memelihara dan mengkalibrasi  peralatan pengendalian proses.
c. Meneliti cacat yang terjadi dan membantu memecahkan masalah
mutu  selama produksi.
d. Melaksanakan pengendalian mutu terhadap bahan yang diterima.
e. Mengoperasikan laboratorium uji untuk melaksanakan uji dan
analisa.
f. Mengorganisasikan inspeksi pada setiap tahap proses dan spot
checks bilamana diperlukan.
g. Melaksanakan inspeksi akhir untuk menilai mutu produk akhir dan
efektivitas pengukuran pengendalian mutu.
h. Memeriksa mutu kemasan untuk memastikan produk mampu
menahan dampak transportasi dan penyimpanan.
i. Melakukan uji untuk mengukur dan menganalisa produk yang
diterima akibat tuntutan konsumen.
j. Memberikan umpan balik data cacat dan tuntutan konsumen kepada
bagian rekayasa mutu.

Pengendalian mutu produk pangan menurut Hubeis (1999), erat


kaitannya dengan sistem pengolahan yang melibatkan bahan baku, proses,
pengolahan, penyimpangan yang terjadi dan hasil akhir. Pengendalian
mutu pangan juga bisa memberikan makna upaya pengembangan mutu
produk pangan yang dihasilkan oleh perusahaan atau produsen untuk
memenuhi kesesuaian mutu yang dibutuhkan konsumen.
Pada umumnya manajemen mutu dilakukan sebagai tindak lanjut atas
sistem jaminan mutu yang telah diterapkan dan diakui sebagai jaminan
untuk konsumen, seperti HACCP atau ISO. Manajemen mutu pada tiga

15
bagian utama penjamin mutu (quality conrol, quality assurance, quality
manajement) menjadi titik kritis dalam penerapan sistem jaminan mutu di
suatu perusahaan.
 Manajemen mutu di bagian Quality control
Quality control merupakan bagian yang bertugas menjamin
mutu dari segi produk dan proses yang dilakukan selama produksi
sehingga pengendalian mutu bagian quality control mencakup
pengendalian mutu pada bagian produksi.
 Manajemen mutu di bagian Quality assurance
Quality assurance merupakan bagian yang bertugas melakukan
pengawasan dan pengendalian proses produksi untuk menghasilkan
produk dengan standar mutu yang telah ditentukan serta mengadakan
penelitian dan pengembangan produk dalam tujuan meningkatkan
kepuasan konsumen sehingga pengendalian mutu pada quality
assurance mencakup pengendalian mutu pada bagian quality
control dan bagian research and development.
Pada proses pengawasan quality assurance bekerjasama dengan
bagian quality control yang bertanggung jawab terhadap bagian
produksi dalam menjamin mutu produk yang dihasilkan. Pembagian
tugas dalam quality control dalam mengawasi produksi harus
memperhatikan sumber daya yang tersedia dan volume produksi
yang dijalankan. Pembagian tugas dapat dilakukan dengan memberi
tanggung jawab kepada beberapa orang pada bagian-bagian kritis
selama proses produksi seperti prosespenyedia bahan baku, proses
pengalengan, proses pasteurisasi, atau proses packaging. Selain itu
dalam quality control sendiri diperlukan kepala bagian dan asisten
kepala bagian serta bagian administrasi QC yang bertugas mengawasi
kinerja staff QC yang bertugas. Berdasarkan hasil atau data yang
diperoleh dari QC, baik pada bagian produksi atau pada bagian QC
sendiri, dilaporkan pada bagian QA untuk kemudian dilakukan

16
evaluasi dalam hal memperbaiki kualitas atau mempertahankan
prestasi yang telah tercapai.
 Manajemen mutu di bagian Quality manajement (TQM)
TQM merupakan suatu pendekatan dalam menjalankan usaha
yang mencoba untuk memaksimumkan daya saing
organisasi/perusahaan melalui perbaikan terus menerus atas produk,
jasa, manusia, proses dan lingkungannya, (Tjiptono dan Diana,
1995). Oleh karena itu pendekatan mutu total ini hanya akan dapat
dicapai dengan memperhatikan karakteristik TQM  sebagai berikut:
- Fokus pada pelanggan, baik pelanggan internal maupun
eksternal.
- Memiliki obsesi yang tinggi terhadap kualitas.
- Menggunakan pendekatan ilmiah dalam pengambilan keputusan
dan pemecahan masalah.
- Memiliki komitmen jangka panjang.
- Membutuhkan kerjasama tim.
- Memperbaiki proses secara berkesinambungan.
- Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan.
- Memberikan kebebasan yang terkendali.
- Memiliki kesatuan tujuan.
- Adanya keterlibatan dan pemberdayaan

TQM yang baik dan berkualitas pada suatu industri adalah


yang berorientasi pada standar jaminan mutu (keunggulan
kompetitif) untuk meningkatkan kualitas produksi dan efisiensi kerja
di segala bidang, terutama pada sektor yang menghasilkan produksi
dan peningkatan kualitas sumber daya manusia untuk memuaskan
konsumen secara menyeluruh, (Hubies,1999).  Pendekatan ini dapat
dilakukan dengan terus meningkatkan pangsa pasar, dan keuntungan

17
yang diukur dari kinerja perusahaan, yaitu meliputi tujuan, mutu,
biaya, pelayanan, keandalan dan hubungan konsumen.

Terlihat bahwa manajemen mutu pada tingkat TQM


berhubungan dengan seluruh proses pada organisasi (komitmen dan
fokus kinerja) yang memberikan kontribusi langsung (barang dan
jasa) ataupun perilaku terhadap mutu yang didefinisikan oleh
konsumen.

B. Upaya Mempertahankan  Mutu Produk Pangan


Menurut Suardi (2001), untuk mempertahankan mutu produk pangan
sesuai dengan yang diharapkan konsumen dan mampu bersaing secara global,
maka mengacu secara umum dapat ditempuh upaya-upaya berikut, khususnya
yang menyangkut hubungan antar penjamin mutu, yaitu:
1. Pengadaan bahan baku.
Baik bahan penolong maupun bahan tambahan industri harus
direncanakan dan dikendalikan dengan baik.  Aspek-aspek penting yang
perlu diperhatikan, yaitu 1) Persyaratan-persyaratan dan kontrak
pembelian, 2) Pemilihan pemasok yang baik, 3) Kesepakatan tentang
jaminan mutu, 4) Kesepakatan tentang metoda-metoda verifikasi, 5)
Penyelesaian perselisihan mutu, 6) Perencanaan dan pengendalian
pemeriksaan, dan 7) Catatan-catatan mutu penerimaan bahan.
Pengadaan bahan baku, jika melihat kinerja penjamin mutu,
merupakan tanggung jawab dari quality control, yaitu pada bagian
produksi. Baik atau buruknya bahan baku yang digunakan akan
berpengaruh terhadap produk yang dihasilkan sehingga dapat menjadi
evaluasi untuk quality control. Walaupun demikian hasil yang didapatkan
harus menjadi perhatian untuk quality assurance yang bertugas menjamin
mutu ditingkat yang lebih luas.
2. Pengendalian Produksi.

18
Pengendalian produksi dilakukan secara terus menerus meliputi
kegiatan antara lain: 1) Pengendalian bahan dan kemampuan telusur,
dengan inti kegiatan adalah inventory system, dengan tujuan 
pengendalian kerusakan bahan, 2) Pengendalian dan pemeliharaan alat, 3)
Proses khusus, yaitu proses produksi yang kegiatan pengendaliannya
merupakan hal yang sangat penting terhadap mutu produk, dan 4)
pengendalian dan perubahan proses.
Pengendalian produksi menjadi tanggung jawab dibagian quality
control untuk menjamin proses produksi berjalan dengan baik. Proses
yang baik akan menghasilkan produk yang baik yang sesuai standar
perusahaan. Quality assurance dapat bertindak pada pengendalian
produksi khususnya mengenai limbah yang dihasilkan. Penjamin mutu
ditingkat perusahaan ini harus menjamin keterkaitan semua aspek
produksi, termasuk didalamnya limbah proses.
3. Pengemasan.
Pengemasan dilakukan dengan benar dan memenuhi persyaratan teknis
untuk kepentingan distribusi dan promosi.  Dalam industri pangan,
pengemasan merupakan tahap terakhir produksi sebelum didistribusikan.
Pengemasan berfungsi sebagai: 1)  Wadah untuk memuat produk, 2)
Memelihara kesegaran dan kemantapan produk selama penyimpanan dan
distribusi, 3) Melindungi pangan dari kontaminasi lingkungan dan
manusia, 4) Mencegah kehilangan selama pengangkutan dan distribusi,
dan 5) Media komunikasi atau promosi.
4. Penyimpanan dan Penanganan Produk Jadi.
Penyimpanan dan penanganan produk jadi bertujuan untuk mencegah
kerusakan akibat vibrasi, shock, abrasi, korosi, pengaruh suhu, Rh, sinar
dan sebagainya selama penanganan, pengangkutan, dan penyimpanan.
5. Pemeriksaan dan Pengujian Selama Proses dan Produk Akhir.
Tujuan utama adalah untuk mengetahui apakah item atau lot yang
dihasilkan memenuhi persyarakatan sesuai dengan prosedur yang telah

19
ditetapkan. Quality control memegang peran pada tahap ini, karena
pengujian produk akhir akan menjadi penentu keputusan produk jadi.
6. Keamananan dan Tanggung Jawab Produk.
Karakteristik mutu keamanan dalam industri pangan semakin hari
semakin penting karena banyak kasus yang terjadi baik di dalam maupun
di luar negeri. Oleh karena itu perlu dikembangkan metode atau peraturan
tentang praktek pengolahan pangan yang baik. Pada bagian ini quality
manajement menjadi bagian utama yang bertanggung jawab. Produk yang
dihasilkan bukan hanya menjadi tanggung jawab bagian produksi, namun
juga semua pihak yang terkait produksi termasuk bagian administrasi,
atau keamanan. Quality manajement memegang peran penting untuk
menciptakan peraturan atau kebijakan terkait upaya yang berhubungan
dengan tanggung jawab produk akhir.

Kadarisman (1996) menambahkan, secara teknis dalam rangka upaya


mempertahankan kualitas produk pangan, hubungan antar ketiga penjamin
mutu menjadi sangat penting. Kerjasama antar ketiga bagian tersebut akan
terlihat baik dari sistem dan peraturan yang diterapkan. Upaya-upaya sebagai
berikut, diantaranya:

1. Dokumentasi Sistem Mutu


2. Pengendalian  Rancangan
3. Pengendalian Dokumen
4. Pengendalian Pembelian
5. Pengendalian Produk yang Dipasok Pembeli
6. Identifikasi Produk dan Kemampuan Telusur
7. Pengendalian Proses
8. Inspeksi dan Pengujian
9. Inspeksi, Pengukuran dan Peralatan Uji
10. Inspeksi dan Status Pengujian
11. Pengendalian Produk yang Tidak Sesuai

20
12. Tindakan Koreksi
13. Penanganan, Penyimpanan, Pengemasan dan Pengiriman
14. Catatan-Catatan Mutu
15. Audit Mutu Internal
16. Pelatihan dan Motivasi

21
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1 Kesimpulan
Jaminan mutu adalah seluruh kegiatan terencana dan sistematik yang
diterapkan dalam system mutu dan diperagakan sesuai dengan kebutuhan, untuk
memberikan keyakinan secara memadai bahwa barang atau jasa akan memenuhi
persyaratan mutu. Jaminan mutu pada prinsipnya menggunakan metode yang
sama dengan pengendalian mutu.
Penjaminan mutu pada proses produksi pangan merupakan suatu tuntutan
yang harus dipenuhi oleh semua produsen. Saat ini telah ada kesepakatan untuk
keamanan pangan melalui penerapan sistem manajemen risiko yang dikenal
dengan HACCP (Hazard Analysis and Critical Control Point).
Dalam industri pangan, mutu ditentukan oleh berbagai karakteristik yang
terus berkembang mengikuti kebutuhan konsumen yang semakin luas
spektrumnya. Beberapa abad yang lalu telah dikembangkan karakteristik
fungsional yang sampai saat ini terus berlanjut dalam penyempurnaan cara-cara
pengukurannya. Sejak awal abad 20 telah berkembang beberapa karakteristik
mutu lainnya seperti, karakteristik kemudahan penggunaan, karakteristik daya
tahan simpan (self life) dan karakteristik psikologi.
Awal perkembangan system manajemen mutu muncul 5000 tahun yang
lalu dengan adanya bukti sejarah dizaman Nebukadnezar di Babilonia, terlihat
dari adanya spesifikasi bangunan, pangan dsb. Pada akhirnya abad 19 konsep
system jaminan mutu tidak banyak berubah.

3.2 Saran

22
Untuk produsen agar dapat menjamin mutu pangan dalam memproduksi dan
menjual pangan yang akan dikonsumsi oleh konsumen. Serta bagi konsumen
agar dapat memilih pangan yang baik untuk dikonsumsi.

23
DAFTAR PUSTAKA

Agyei-Baffour, P., Sekyere, K.B., & Addy E.A. (2013). Policy on Hazard Analysis
and Critical ControlPoint (HACCP) and adherence to foodpreparation
guidelines: a cross sectional survey ofstakeholders in food service in
Kumasi, Ghana. BMC Research Notes 6:442.

Damikouka, I., & Tzia, K.C. (2007). Application of HACCP principlesin drinking
water treatment. Desalination 210: 138–145.

Eves A, & Dervisi P. (2005). Experiences of the implementation and operation


ofhazard analysis critical control points in the food service sector. Hospitality
Management, 24(1):3–19.

Hubeis,M. (1999). Sistem Jaminan Mutu Pangan. Pelatihan Pengendalian Mutu dan
Keamanan Bagi Staf Penganjar. Kerjasama Pusat Studi Pangan Pangan &
Gizi – IPB dengan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Bogor.

Kadarisman,D. (1994).  Sistem Jaminan Mutu Pangan.  Pelatihan Singkat Dalam


Bidang Teknologi Pangan, Angkatan II.  Kerjasama FATETA IPB – PAU
Pangan & GIZI IPB dengan Kantor Meneteri Negara Urusan
Pangan/BULOG Sistem Jaminan Mutu Pangan, Bogor.

Kadarisman, D. (1996). Program Perbaikan Mutu. Bahan kuliah jurusan Teknologi


Pangan dan Gizi, Fateta. IPB.

Mamuaja, Christine F. (2016). PENGAWASAN MUTU DAN KEAMANAN


PANGAN. Manado. Unsrat Press

Suardi, R. (2001). Sistem Manajemen Mutu 9000:2000: Penerapan untuk mencapai


TQM. PPM. Jakarta

24
Taylor, E. (2002). HACCP, the new regulations and small business sector. Health and
Hygiene

Tenner, A.R. dan I. J. Detoro. (1992). Total Quality Management. Addison-Wesley


Publishing Company.

Tjiptono dan Diana. (1995). Total Quality Management. Penerbit Andi Offset.
Yogyakarta.

25

Anda mungkin juga menyukai