Anda di halaman 1dari 15

15.

Group Investigation
Pada pembelajaran kimia model ini siswa didorong lebih aktif yaitu selalu berpikir untuk
menyelesaikan persoalan yang dihadapi. Dengan demikian, pembelajaran disini menjadi
sesuatu yang bermakna dan mereka terlatih untuk menggunakan keterampilan dan
pengetahuannya sehingga pengalaman belajar disini menjadi sesuatu yang bermakna dan
terlatih untuk menggunakan keterampilan dan pengetahuannya sehingga pengalaman belajar
dan pengetahuan yang didapatkan tertanam untuk jangka waktu yang lebih panjang. Dalam
pembelajaran cooperative learning tipe Group Investigation (GI) siswa dibentuk dalam suatu
kelompok kecil yang saling bekerja sama dalam memecahkan masalah dengan berbagai
alternatif jawaban menurut pemikiran mereka sendiri dengan memanfaatkan berbagai sumber
informasi yang ada (Suprijono, 2009).
Model pembelajaran Group Investigation adalah suatu pembelajaran yang dilaksanakan
dalam bentuk kelompok kecil yang terdiri atas 4 sampai 6 orang siswa. Setiap kelompok
bebas memilih sub topik dari keseluruhan unt materi yang akan diajarkan dan setelah itu
menghasilkan laporan kelompok. Group Investigation sendiri memiliki 6 tahapan
pembelajaran yakni :
1) Tahap Pembentukan Kelompok
Pada tahap ini, guru mengorganisasikan siswa kedalam kelompok. Para siswa disini akan
menelaah sumber-sumber informasi dan memilih topik. Setelah itu siswa bergabung
kedalam kelompok belajar dengan pilihan topik yang sama
2) Tahap Perencanaan
Tahap ini siswa bersama dengan kelompoknya melakukan perencanaan meliputi: apa
yang akan diselidiki, bagaimana melakukannya, siapa sebagai apa dalam pembagian
kerja dan untuk tujuan apa topik ini diinvestigasi.
3) Tahap Penyelidikan
Tahap ini siswa melakukan investigasi yang mana siswa mencari informasi, menganalisis
data serta membuat kesimpulan kelompok. Setiap kelompok berkontribusi kepada
kelompoknya masing-masing, adanya pertukaran pikiran antar siswa serta mensintesis
ide-ide
4) Tahap Pengorganisasian
Tahap ini dilakukan pengorganisasian kelompok dimana anggota kelompok
merencanakan apa yang akan dilaporkan dan bagaimana membuat presentasinya
5) Tahap Presentasi
Tahap ini, setiap kelompok membuat presentasi yang mana bagian dari presentasi ini
harus secara aktif dapat melibatkan pendengar. Dan pendengar disini dapat mengevaluasi
menurut kriteria yang telah ditentukan keseluruhan kelas.
6) Tahap Evaluasi
Tahap ini guru dan siswa berkolaborasi untuk mengevaluasi pembelajaran.
Adapun kelebihan dari model ini yakni terbukti telah unggul dalam meningkatkan hasil
belajar siswa dibandingkan dengan model-model pembelajaran individual yang digunakan
selama ini dimana terdapat hal yang disignifikan dapat kia lihat pada pembelajaran dengan
model ini membantu siswa mengaktifkan kemampuan latar belakang mereka dan belajar dari
pengetahuan latar belakang dari teman sekelas mereka. Namun kekurangan dari model ini
yakni kontribusi dari siswa berprestasi rendah menjadi kurang dan untuk siswa yang
berprestasi tinggi akan merasa kecewa dikarenakan peran anggota kelompok pandai yang
akan lebih dominan.

16. Talking Stick


Model ini adalah salah satu metode pendukung pembelajaran kooperatif yang mana
pembelajaran kooperatif sendiri ialah pembelajaran yang berbasis sosial. Menurut Suprijono
(2009), model pembelajaran talking stick ini dapat mendorong peserta didik untuk dapat
mengemukakan pendapat. Sedangkan menurut Miftahul Huda (2013), talking stick
merupakan metode pembelajaran kelompok dengan bantuan tongkat. Kelompok yang
memegang tongkat wajib menjawab pertanyaan dari guru setelah membaca materi
pokoknya. Kegiatan tersebut akan terjadi berulang-ulang hingga setiap kelompok
mendapatkan giliran menjawab pertanyaan.
Menurut Miftahul Huda (2013), adapun langkah-langkah atau sintak metode talking stick
sebagai berikut :
1) Guru menyiapkan sebuah tongkat yang panjangnya +20 cm
2) Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian memberikan
kesempatan para kelompok untuk membaca dan mempelajari materi pelajaran
3) Siswa berdiskusi membahas masalah yang terdapat di dalam wacana
4) Setelah siswa selesai membaca materi pelajaran dan mempelajari isinya, guru
mempersilahkan siswa untuk menutup isi bacaan
5) Guru mengambil tongkat dan memberikannya kepada salah satu siswa, setelah itu guru
member pertanyaan dan siswa yang memegang tongkat tersebut menjawabnya. Demikian
seterusnya sampai sebgaian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap
pertanyaan dari guru.
6) Guru memberi kesimpulan
7) Guru melakukan evaluasi/penilaian
8) Guru menutup pembelajaran.

17. Bertukar Pasangan


Pada model bertukar pasangan ini termasuk kedalam pembelajaran dengan tingkat
mobilitas yang cukup tinggi, dimana pada tahapannya siswa disini akan bertukar pasangan
dengan pasangan yang lainnya dan nantinya siswa tersebut akan kembali lagi ke pasangan
semula/pertamanya. Menurut Rustaman (2003), model ini merupakan salah satu pembelajaran
kooperatif dimana pembelajaran ini dikembangkan dari teori konstruktivisme karena
mengembangkan struktur kognitif untuk membangun pengetahuan sendiri melalui cara
berpikir rasional.
Menurut Kasniati (2016) dalam jurnalnya yang berjudul “Model Pembelajaran Bertukar
Pasangan Untuk Meningkatkan Motivasi Belajar Pendidikan Kewarganegaraan” ada
beberapa langkah/ tahap pembelajaran metode bertukar pasangan yakni :
1) Guru akan menentukan pasangannya atau siswa sendiri disini yang dapat memilih
pasangannya sendiri
2) Guru memberikan tugas secara berpasangan untuk saling memberikan mengukuhkan
jawabannya
3) Setelah tugas yang dikerjakan berpasangan tadi selesai, guru disini menyuruh siswa
untuk kembali ke pasangan semula
4) Setelah itu, siswa tadi saling menanyakan dan mengukuhkan jawabannya
5) Temuan yang baru ini kemudian didapat dari pertukaran pasangan kemudian dibagikan
kepasangan semula
Adapun model ini memiliki kelebihan antara lain, siswa disini dituntut untuk dapat
bekerja sama, melatih siswa untuk lebih teliti, cermat, cepat dan tepat. Namun kekurangan
dari model ini yakni pada pelaksanaaannya membutuhkan waktu yang relatif lama dan guru
secara pribadi tidak dapat mengetahui kemampuan masing-masing individu siswa.

18. Snawball Throwing


Menurut Suprijono (2010), model koopertaif tipe Snawball Throwing adalah suatu cara
penyajian bahan pelajaran dimana murid disini akan dibentuk dalam beberapa kelompok
yang heterpgen kemudian masing-masing kelompoknya akan dipilih ketau kelompok untuk
mendapatkan tugas dari guru lalu masing-masing murid membuat pertanyaan yang dibentuk
seperti bola (kertas pertanyaan) kemudian akan dilempar kemurid lain dimana masinh-masing
murid menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh ini. Model pembelajaran Snowball
Throwing adalah suatu metode pembelajaran yang diawali dengan pembentukan kelompok
yang diwakili ketua kelompok untuk mendapat tugas dari guru kemudian masing-masing
siswa membuat pertanyaan yang dibentuk seperti bola (kertas pertanyaan) lalu dilempar ke
siswa lain yang masing-masing siswa menjawab pertanyaan dari bola yang diperoleh
(Kisworo, 2004).
Adapun pada model ini menggunakan 6 tipe fase diantaranya :
1) Fase I ( Menyampaikan Tujuan dan Mempersiapkan Peserta Didik)
2) Fase II ( Menyajikan Informasi )
3) Fase III ( Mengorganisir Peserta Didik kedalam Tim Belajar)
4) Fase IV ( Membantu Kerja Tim dan Belajar)
5) Fase V (Mengevalusasi)
6) Fase VI (Memberikan Pengakuan dan Penghargaan)
Menurut Cahyani, dkk dalam penelitian jurnalnya yang berjudul “ Pengaruh Model
Pembelajaran Snowball Throwing Dengan Pendekatan Vak Terhadap Hasil Belajar
Siswa SMA” pengaplikasian tiap fase dijelaskan secara rinci didalam tabel dibawah ini :
Adapun pada model Snawball Throwing ini terdapat kelebihan serta kekurangan.
Kelebihan model ini yakni melatih kesiapan siswa dimana pada model ini siswa harus sigap
untuk menjawab pertanyaan yang terdapat didalam bola. Selain itu siswa juga mendapat
kesempatan untuk dapat mengembangkan kemampuan berfikirnya dikarenakan pada model
ini siswa diberi kesempatan membuat soal dan diberikan kepada siswa lain. Meskipun begitu,
terdapat kekurangan pada model ini yakni pelaksanaannya menggunakan waktu yang lama,
murid yang gaduh seringkali membuat kelas tidak kondusif dan pengetahuan siswa tidak luas
artinya pengetahuannya hanya terpacu pada pengetahuan disekitar siswa.

19. Student Faciliator and Explaining


Model Pembelajaran Student Facilitator and Explaining (SFAE) adalah suatu model
pembelajaran dimana siswa mempresentasikan ide maupun pendapat pada rekan peserta didik
lainnya. Dan pada model ini siswa dituntut untuk melatih siswa berbicara menyampaikan
pendapatnya sendiri. Pembelajaran kooperatif Student Facilitator and Explaining (SFAE)
merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang mkenekankan pada struktur khusus
yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan memiliki tujuan untuk
meningkatkan penguasaan akademik. Jika guru mengimplementasikan model ini, maka akan
meningkatkan antusias,motivasi, keaktifan dan rasa senang pada siswa dimana pada model
ini adanya beberapa keterampilan yang diterapkan yakni keterampilan berbaca, menyimak,
pemahaman pada teks bacaan dan keterampilan seni dalam memerankan seorang tokoh sesuai
dengan konteks bacaan dalam keadaan riang (Prasetyo, 2001).
Menurut Suyatno dalam Fauzi (2016) dalam jurnalnya yang berjudul “Penerapan
Model Pembelajaran Student Facilitator And Explaining (Sfe) Berbasis Mind Mapping
Untuk Meningkatkan Kreativitas Siswa” terdapat langkah-langkah dalam model
pembelajaran ini, antara lain :
(1) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai,
(2) Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi,
(3) Memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjelaskan kepada siswa lain melalui
peta konsep maupun yang lainya,
(4) Guru menyimpulkan ide /pendapat dari siswa,
(5) Guru menerangkan semua materi yang disajikan saat itu,
(6) Penutup.
Langkah – langkah model pembelajaran kooperatif tipe SFE menurut Shoimin (2014:184):
(1) Guru menyampaikan materi dan kompetensi yang ingin dicapai,
(2) Guru mendemonstrasikan/menyajikan garis – garis besar materi pembelajaran,
(3) Guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk menjelaskan kepada siswa lainya,
misal melalui peta konsep maupun yang lainya. Hal ini dilakukan secara bergiliran,
(4) Guru menyimpulkan ide /pendapat dari siswa,
(5) Guru merangkum semua materi yang disajikan saat itu,
(6) Penutup.
Adapun kelebihan pada model ini yakni melatih siswa untuk dapat aktif serta berpikir
kreatif. Dan juga melatih siswa untuk dapat menumbuhkan demonstrasi, melatih
kepemimpinan siswa dan memperluas wawasan siswa dengan adanya kegiatan saling
bertukar informasi, pendapat dan pengalaman. Untuk kekuranfannya pada model ini sulitnya
untuk menilai secara individu dikarenakan individu tersembunyi didalam kelompoknya dan
yang signifikannya yakni peserta didik yang malas akan tetap pasif dalam kelompoknya dan
pastinya mempengaruhi kelompok tersebut sehingga usaha dalam kelompok tersebut sia-sia.

20. Course Review Horay


Model pembelajaran Course Review Horay adalah suatu metode pembelajaran yang
dapat menciptakan suasana kelas menjadi meriah dan menyenangkan karena setiap siswa
yang dapat menjawab dengan benar maka setiap siswa tersebut diwajibkan berteriak “Hore!”
atau bisa juga yel yel yang disukai. Pembelajaran model ini adalah kegiatan pembelajaran
menyenangkan dengan adanya pengujian pemahaman siswa menggunakan soal dimana
jawaban soal dituliskan pada kartu atau kotak yang telah dilengkapi nomor dan untuk siswa
atau kelompok yang mendapatkan jawaban atau semisal tanda dari jawaban tersebut adalah
benr terlebih dahulu siswa terlebih dahulu berteriak “Horey” atau menyanyikan yel-yel
kelompoknya (Suprijono, 2010).
Menurut Aksiwi dan Sagoro dalam Eliyah, dkk (2018) dalam jurnalnya yang berjudul
“Keefektifa Model Pembelajaran Course Review Horay Berbantuan Power Point
Terhadap Kepercayaan Diri Dan Prestasi Belajar” terdapat langkah-langkah model
pembelajaran ini, antara lain :
1) Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
2) Guru mendemonstrasikan/menyajikan materi
3) Memberikan kesempatan siswa untuk tanya jawab.
4) Untuk menguji pemahaman, siswa disuruh membuat kotak sesuai dengan kebutuhan dan
tiap kotak diisi angka sesuai dengan selera masing-masing.
5) Guru membacakan soal secara acak dan siswa menulis jawaban di dalam kotak yang
nomornya disebutkan guru dan langsung didiskusikan. Kalau benar diisi tana (√) dan
salah diisi tanda silang (X). 6) Siswa yang sudah mendapat tanda (√) vertikal atau
horisontal atau diagonal harus berteriak horay atau yel-yel lainnya. 7) Nilai siswa
dihitung dari jawaban benar jumlah horay yang diperoleh.
Menurut Aksiwi dan Hargowo (2014), terdapat kelebihan serta kekurangan dalam model
ini. Kelebihannya dalam model ini terbilang menarik sehingga mendorong siswa untuk
terlibat didalamnya. Dan model ini tidak monoton dan membuat siswa lebih semangat dalam
belajar. Namun kekurangan pada model ini yakni adanya peluang untuk curang dan siswa
yang aktif serta pasif akan mendapatkan nilai yang sama.
21. Demonstration
Metode demonstrasi adalah salah satu metode yang sangat tua namun terbilang sangat
efektif kita gunakan dalam pembelajaran kimia. Metode demonstrasi adalah metode mengajar
dengan cara memperagakan barang, aturan, kejadian dan urutan dalam melakukan kegiatan
baik secara langsung maupun tidak langsung melalui penggunaan media pengajaran yang
relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan. Metode Demonstration
hanya dapat kita lakukan khusus untuk materi yang memerlukan peragaan atau percobaan
misalnya Guessen (Hamda, 2013). Penyampaian materi pelajaran kimia memang sangat lebih
efektif jika disajikan dengan menggunakan demonstrasi karena siswa disini dapat dibawa
pada “situasi nyata” (Doerr dan Thompson, 2004).
Menurut Situmorang, dkk., (2006) ada beberapa syarat yang perlu kita perhatikan untuk
menggunakan metode demonstrasi ini antara lain :
a. Terlebih dahulu guru harus menjelaskan kepada siswa tujuan dari pelaksanaan
demonstrasi sehingga siswa dapat mengetahui kecakapan apa yang diharapkan dari
demonstrasi tersebut
b. Guru harus mempersiapkan diri baik secara teoritis maupun praktek
c. Dalam proses jalannya demonstrasi, guru harus memperhatikan waktu yang tersedia
d. Guru harus menyiapkan suasana yang aman dan tentram sehingga ada keinginan siswa
dalam menerapkan metode demonstrasi ini
Adapun langkah-langkah dalam menjalankan proses demonstrasi antara lain :
a. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai
b. Guru menyajikan gambaran sekilas materi yang akan disampaikan
c. Menyiapkan bahan atau alat yang diperlukan
d. Menunjuk salah seorang peserta didik untuk mendemontrasikan sesuai skenario yang
telah disiapkan.
e. Seluruh peserta didik memperhatikan demontrasi dan menganalisisnya.
f. Tiap peserta didik mengemukakan hasil analisisnya dan juga pengalaman peserta
didik didemontrasikan.
g. Guru membuat kesimpulan
Menurut Saragih dan Situmorang dalam Hamda (2013) model ini terdapat kelebihan
serta kekurangan. Untuk kelebihan pada model ini yakni untuk perhatian pelajar dapat
diarahkan kepada hal-hal yang penting sehingga hal penting tersebut dapat diamati
sepenuhnya. Selanjutnya pada model ini dapat mengurangi kesalahan bila dibandingkan
dengan metode ceramah yang mana siswa disini dapat memperoleh gambaran yang lebih
jelas pada metode demonstrasi. Adapun untuk kekurangan metode demonstrasi antara lain,
model ini kurang baik kita lakukan bila siswa terlalu banyak sehingga pada pelaksanaannya
kurang kondusif. Dan untuk pelaksanaannya harus mempunyai alat yang lengkap dan
demonstrasi ini hanya merupakan tontonan saja apabila siswa disini tidak terlibat dalam
mempraktikannya.

22. Explisit Instruction


Model Explisit Instruction (Pengajaran Langsung) adalah suatu pendekatan mengajar yang
dirancang secara khusus untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan dengan
pengetahuan prosedural yang terstruktur baik itu kegiatan bertahap, selangkah demi
selangkah. Model ini adalah model pembelajaran secara langsung dimana bertujuan agar
siswa dapat memahami serta benar-benar mengetahui pengetahuan secara menyeluruh dan
aktif dalam suatu pembelajaran. Model ini juga dikenal dengan pengajaran langsung dimana
terfokus pada aktivitas akademik didalam implementasi kegiatan pembelajaran guru dapat
melakukan control yang ketat terhadap kemajuan siswa. Sehingga dapat kita simpulkan pada
model Explisit Instruction adalah suatu model pembelajaran yang dirancang untuk dapat
mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan serta pengetahuan deklaratif sehingga
siswa disini dapat memahami serta benar-benar mengetahui pengetahuan secara menyeluruh
dan aktif dalam suatu pembelajaran dnegan pola selangkah demi selangkah (Riska, 2017).
Menurut Miftahul huda dalam jurnalnya yang berjudul “Model-Model Pembelajaran”
terdapat beberapa langkah-langkah penerapan model pembelajaran Explicit Instruction antara
lain :
1) Guru menjelaskan tujuan pembelajaran.
Tahap ini guru menginformasikan hal-hal yang harus dipelajari dan juga menjelaskan
kinerja siswa yang diharapkan.
2) Guru mereview pengetahuan serta keterampilan
Tahap ini guru mengajukan pertanyaan untuk mengungkapkan pengetahuan serta
keterampilan yang telah dikuasai oleh siswa.
3) Adanya penyampaian materi pelajaran
Tahap ini guru menyampaikan materi, penyajian informasi dll.
4) Melaksanakan Bimbingan
Pelaksanaan ini dilakukan dengan mengajukan pertanyaan untuk menilai tingkat
pemahaman siswa.
5) Memberikan kepada siswa kesempatan untuk berlatih
Tahap ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih keterampilannya.
6) Menilai kinerja siswa dan memberikan umpan balik
Tahap ini, guru akan mereview mengenai hal yang telah dilakukan oleh siswa dan
memberikan umpan balik kepada siswa terhadao respon siswa yang benar
7) Memberikan latihan mandiri
Tahap ini guru memberikan beberapa tugas mandiri kepada siswa untuk meningkatkan
pemahaman terhadap materi yang telah dipelajari
Adapun kelebihan dari model ini yakni model ini merupakan cara yang paling efektif
untuk mengajarkan konsep dan keterampilan yang efektif kepada siswa yang berprestasi
rendah. Dan juga model ini menekankan poin penting atau kesulitan yang mungkin dihadapi
siswa sehingga hal tersebut dapat diungkapkan. Namun model ini memiliki beberapa
kekurangan yakni model ini lebih memainkan peran pusat terhadap guru sehingga guru harus
selalu siap. Dan jika guru tidak siap dalam hal pengetahuan, tidak percaya diri, tidak antusias
maka siswa disini akan menjadi bosan.

23. Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC)


Model Pembelajaran Cooperative Integrated Reading and Composition (CIRC) adalah
suatu model kooperatif terpadu membaca dan menulis yang mana siswa disini akan dibagi
beberapa kelompok untuk dapat meningkatkan kemampuan pemahaman dalam hal membaca,
menulis, memahami kosatkata dan seni berbahasa. Adapun fokus utama pada model ini yakni
untuk membuat penggunaan waktu sehingga lebih efektif. Dan tujuan utama CRIC yakni
penggunaan tim kooperatif dimana membantu siswa mempelajari kemampuan memahami
bacaan yang dapat diaplikasikan secara luas (Slavin, 2010). Cooperative Integrated Reading
and Composition (CIRC) adalah pengajaran kooperatif terpadu membaca dan menulis.
Kegiatan pokoknya adalah menyelesaikan soal pemecahan masalah meliputi rangkaian
kegiatan bersama yang spesifik, yaitu salah satu anggota atau beberapa kelompok membaca
soal, membuat prediksi atau menafsirkan isi soal pemecahan masalah (termasuk menuliskan
apa yang diketahui, apa yang ditanyakan, dan memisalkan yang ditanyakan dengan suatu
variabel), saling membuat ikhtisar/rencana penyelesaian soal pemecahan masalah,
menuliskan penyelesaian soal pemecahan masalah.
Adapun langkah-langkah dalam pelaksanaan model ini antara lain :
1) Guru membentuk kelompok-kelompok yang masing-masing terdiri dari 4 siswa.
2) Guru memberikan wacana sesuai dengan topik pembelajaran. 
3) Siswa bekerja sama saling membacakan dan menemukan ide pokok dan memberikan
tanggapan terhadap wacana dan ditulis pada lembar kertas.
4) Siswa mempresentasikan/membacakan hasil diskusi kelompok. 
5) Guru memberikan penguatan (reinforcement).
6) Guru dan siswa bersama-sama membuat kesimpulan
Adapun kelebihan dalam model ini yakni model CIRC ini adalah model yang melaksanakan
suatu program sederhana sehingga mudah diterapkan dan peserta didik yang lemah dapat
terbantu dalam menyelesaikan masalahnya jika menggunakan model ini. Namun kekurangan
dari model ini yakni motode ini dirasa kurang tepat jika diterapkan pada peserta didik yang
kurang bisa membaca dan model ini bisa membuat siswa lebih bosan dikarenakan banyaknya
bahan untuk dibaca.

24. Inside-Outside Circle (Lingkaran Kecil-Lingkaran Besar)


Model Pembelajaran Inside-Outside Circle (IOC) adalah suatu model pembelajaran
lingkaran dalam dan luar dimana model ini menggunakan sistem lingkaran kecil dan
lingkaran besar yang mana siswa disini dapat saling membagi informasi pada saat yang
bersamaan dengan pasangan yang berbeda dengan singkat dan teratur (Spencer Kagan, 1993).
Pada metode ini siswa akan diberi kesempatan untuk dapat berbagi informasi dalam bentuk
diskusi kelompok. Kelas nantinya akan dibagi 2 kelompok besar yakni kelompok lingkaran
dalam dan kelompok lingkaran luar. Nah pada saat pembelajaran berlangsung kelompok
lingkaran luar ini akan berpindah sesuai arah perputaran jarum jam untuk dapat berbagi
informasi dan kelompok lingkaran dalam tetap diam ditempat. Metode ini selain tidak
membosankan juga melatih siswa agar lebih aktif dalam diskusi dan siswa akan lebih mudah
menemukan, membangun serta mengembangkan pengetahuan dalam pikirannya.
Menurut Mella dkk (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Inside Outside Circle Untuk Meningkatkan Prestasi Belajar
Siswa Pada Materi Pokok Alkana, Alkena Dan Alkuna Di Kelas X Sman 1 Kuantan
Mudik” terdapat beberapa langkah-langkah dalam metode Inside Outside Circle yakni
sebagai berikut :
1. Siswa dalam satu kelas dibagi menjadi 2 kelompok (kelompok A dan kelompok B).
Kelompok A akan menjadi kelompok lingkaran dalam dan kelompok B akan menjadi
kelompok lingkaran luar.
2. Siswa dalam kelompok lingkaran dalam (kelompok A) dibagi menjadi 4 kelompok lagi
yaitu kelompok IA,IIA,IIIA dan IVA, begitu juga dengan kelompok lingkaran luar
(kelompok B ) juga dibagi menjadi 4 kelompok yaitu kelompok VB,VIB,VIIB dan
VIIIB.
3. Sebelum diskusi dimulai, guru terlebih dahulu menjelaskan tentang materi pelajaran.
4. Setiap anggota kelompok berdiskusi saling berbagi informasi untuk menyelesaikan LKS
yang dibagikan guru dalam kelompok masingmasing.
5. Dua kelompok yang berpasangan dari kelompok lingkaran dalam dan lingkaran luar
saling berbagi informasi dalam membahas dan menyelesaikan LKS. Kegiatan ini
dilakukan oleh semua pasangan kelompok dalam waktu bersamaan
6. Kelompok yang berada dilingkaran dalam diam ditempat, sementara itu yang berada di
lingkaran luar berpindah searah jarum jam. Dengan cara ini masing-masing kelompok
mendapatkan pasangan kelompok baru untuk berdiskusi dan bertukar informasi.
7. Demikian seterusnya, kelompok di lingkaran luar terus berpindah sampai mereka
kembali ke posisi semula. Pada posisi ini setiap kelompok berdiskusi kembali dalam
kelompoknya masing-masing untuk memutuskan jawaban akhir dari LKS.
Menurut Huda (2011) adapun kelebihan dari model ini yakni terdapat struktur yang jelas
sehingga membuat siswa dapat berbagi informasi dan siswa disini memiliki banyak
kesempatan untuk dapat mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan komunikasi.
Untuk kekurangannya pada model IOC yakni seringkali model ini tidak dapat dilaksanakan
karena kondisi penataan ruang kelas yang tidak memadai dimana tidak ada cukup ruang
untuk membuat lingkaran dan sulitnya guru untuk selalu membawa siswa berada diluar kelas
atau belajar dialam bebas.

25. Tebak Kata


Model pembelajaran kooperatif tebak kata adalah pembelajaran dengan menebak kata
dengan menyebutkan kata-kata tertentu sampai kata yang disebutkan disini benar (Said,
2015). Adapaun menurut Ashhari (2014), model pembelajaran tebak kata yakni model
pembelajaran penyampaian materi yang menggunakan kata-kata singkat dalam suatu bentuk
permainan sehingga peserta didik dapat menerima pesan pembalajaran melalui sebuah kartu.
Sehingga secara keseluruhan dapat kita artikan model pembelajaran tebak kata adalah suatu
model pembelajaran yang menggunakan suatu media kartu teka-teki yang berpasangan
dengan kartu jawaban teka-teki. Dalam pelaksanaannya dilakukan dengan cara siswa disini
menjodohkan kartu soal teka-teki dengan kartu jawaban tepat.
Menurut Suprijono (2015) ada beberapa langkah-langkah yang digunakan untuk
melaksanakan model ini antara lain :
1. Guru menjelaskan kompetensi yang ingin dicapai atau materi ± 45 menit.
2. Guru meminta siswa berdiri berpasangan di depan kelas.
3. Seorang siswa diberi kartu yang berukuran 10×10 cm yang nanti dibacakan pada
pasangannya. Seorang siswa yang lainnya diberi kartu yang berukuran 5×2 cm yang
isinya tidak boleh dibaca (dilipat) kemudian ditempelkan di dahi atau diselipkan
ditelinga, di saku baju atau dikalungkan.
4. Sementara siswa membawa kartu 10×10 cm membacakan kata-kata yang tertulis
didalamnya sementara pasangannya menebak apa yang dimaksud dalam kartu 10×10 cm.
Jawaban yang tepat apabila sesuai dengan isi kartu yang ditempelkan di dahi atau telinga.
5. Apabila jawabannya tepat (sesuai yang tertulis di kartu), maka pasangan itu boleh
duduk. Bila belum tepat pada waktu yang telah ditetapkan boleh mengarahkan dengan
kata-kata lain (memancing) asal jangan langsung memberi tahu jawabannya.
6. Dilanjutkan sampai semua siswa mendapat bagian

Menurut Dalyono dalam Ashari (2014) terdapat kelebihan pada model ini yakni siswa
dapat lebih menanamkan kosep pelajaran dalam ingatan peserta dimana pelaksanaannya
yang menyenangkan dan siswa memiliki ketertarikan tersendiri dalam pembelajaran tersebut.
Untuk kekurangannya adalah pelaksanaannya terbilang menguras waktu.

26. Word Square


Model pembelajaran word square adalah suatu model pembelajaran yang memadukan
kemampuan menjawab pertanyaan dengan kejelian dalam mencocokkan suatu jawaban pada
kotak-kotak jawaban yang telah disediakan. Lembar kegiatan ini dibagikan kepada siswa
dalam bentuk susunan huruf dalam kotak dan mengarsir secara benar saat diberikan
pertanyaan oleh guru setelah materi selesai diberikan. Pelaksanaannya mirip dengan teka-teki
silang namun bedanya jawabannya sudah ada namun disamarkan dengan menambahkan kotak
tambahan dengan sembarang huruf/angka penyamar atau pengecoh. Model Word Square
disini ialah salah satu metode pembelajaran yang digunakan guru dalam mencapai tujuan
pembelajaran yang mana dilakukan dengan cara guru membagikan lembar kegiatan atau
lembar kerja sebagai alat untuk mengukur tingkat pemahaman siswa terhadap materi pelajaran
yang telah diajarkan. Sehingga instrumen yang digunakan pada model ini yakni berupa lembar
kegiatan atau kerja berupa pertanyaan atau kalimat yang perlu dicari jawabannya pada
susunan huruf acak pada kolom yang telah disediakan.
Adapun langkah-langkah dalam model pembelajaran word square yakni sebagai berikut :
1) Guru menyampaikan materi yang disesuaikan dengan kompetensi yang ingin dicapai
2) Guru membagikan lembaran kegiatan sesuai contoh kepada siswa
3) Siswa menjawab soal kemudian mengarsir huruf dalam kotak sesuai jawaban secara
vertikal, horizontal maupun diagonal
4) Lembaran tadi diberi poin setiap jawaban dalam kotak
Adapun kelebihan pada model ini yakni model ini melatih sikap teliti serta berfikir secara
kritis dan disiplin. Model Word Square sendiri juga dapat mendorong pemahaman siswa
terhadap materi pelajaran. Adapaun kekurangan dari model ini yakni siswa disini hanya
menerima bahan mentah dan juga siswa disini tidak dapat mengembangkan materi yang ada
sesuai dengan kemampuan serta potensi yang dimiliki siswa tersebut.

27. Scramble
Menurut Zaenab dalam Rober B. Taylor (2016), model pembelajaran Scramble yakni
salah satu metode pembelajaran yang mampu meningkatkan konsentrasi serta kecepatan
berfikir peserta didik. Metode ini mengharuskan suatu peserta didik untuk dapat
menggabungkan otak kanan dan otak kiri. Dalam pelaksanaannya siswa bukan hanya
diminyak untuk menjawab soal namun siswa diminta untuk menerka dengan cepat jawaban
soal yang telah tersedia namun masih dalam kondisi acak. Metode pembelajaran scramble
disini sangat diperlukan ketepatan serta kecepatan berfikir. Skor peserta akan ditentukan
seberapa banyak siswa menjawab soal yang benar dan berapa cepat soal-soal tersebut
dikerjakan. Model pembelajaran ini bisa dikategorikan sebagai proses belajar sambil
bermain, yang sangat membutuhkan logika berpikir peserta didik. Sehingga model
pembelajaran ini dapat menumbuhkan semangat dan meningkatkan hasil belajar peserta
didik khususnya pada mata pelajaran kimia.
Model pembelajaran scramble dapat dilakukan dengan membagi kelas ke dalam
kelompok-kelompok kecil terdiri dari 2-4 peserta didik yang heterogen dan sama-sama
menekankan adanya latihan soal pada setiap akhir pertemuan. Adanya latihan soal tersebut
diharapkan materi yang sudah dipelajari dapat terekam langsung oleh peserta didik. Jawaban
yang sudah tersedia dan disusun secara acak pada model pembelajaran scramble diharapkan
dapat mendorong peserta didik untuk belajar dengan mengerjakan soal tersebut. Selain itu,
dengan adanya pembentukan kelompok diharapkan dapat melatih kerjasama peserta didik
dalam menyelesaikan suatu masalah.
Langkah-lagkah pada model scramble ini yakni :
1) Guru akan menyajikan materi sesuai dengan kompetensi yang ingin dicapai
2) Guru membagikan lembar kerja kepada peserta didik
Adapun kelebihan pada model scramble ini yakni peserta didik lebih termotivasi untuk
belajar dan model ini dapat meningkatkan kemampuan bekerja sama dan bersosialisasi.
Untuk kekurangannya yakni pembelajaran ini terkadang sulit untuk merencanakannya
dikarenakan terbentuk dengan kebiasaan belajar siswa dan pada penerapannya membutuhkan
waktu yang panjang.

Anda mungkin juga menyukai