Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN KASUS HERNIA

PRAKTIK PROFESI KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH


Elfira Rusiana, 1506690252

1. Anatomi organ terkait


a. Anatomi Dinding abdomen
Anatomi dari dinding abdomen dari luar ke dalam terdiri dari (Stead, et al, 2003):
₋ Kutis ₋ Muskulus abdominis tranversal
₋ Lemak subkutis ₋ Fasia transversalis
₋ Fasia skarpa ₋ Lemak peritoneal
₋ Muskulus obligus eksterna ₋ Peritoneum.
₋ Muskulus obligus abdominis
interna
2. Patofisiologi Hernia
a. Definisi
Hernia berasal dari bahasa latin yang berarti robek. Definis hernia adalah protrusi
abnormal organ atau jaringan melalui sebuah defek pada dinding yang mengelilinginya.
Hernia dapat terjadi di mana saja, namun defek yang tersering terjadi di dinding
abdomen, khususnya regio inguinal. Hernia dinding abdomen hanya terjadi pada tempat
dimana aponeurosis dan fasia tidak terlindungi otot atau pada tempat yang sebelumnya
mengalami insisi. Hernia merupakan protusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui
defek atau bagian yang lemah dari dinding yang bersangkutan. Hernia adalah
kelemahan dinding otot abdominal yang melewati sebuah segmen dari perut atau
struktur abdominal yang lain yang menonjol. Hernia dapat juga menembus melewati
beberapa defect yang lain di dalam dinding abdominal, melewati diafragma, atau
melewati struktur lainnya di rongga abdominal (Ignatavicius & Workman, 2006).
Hernia merupakan penonjolan usus melalui dinding atau saluran inguinalis (Kozier,
Erb, Berman & Snyder, 2010). Dengan demikian hernia dapat disimpulkan sebagai
suatu keadaan dimana terjadinya penonjolan isi suatu rongga akibat adanya kelemahan
dinding otot pada rongga tersebut. Hernia terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia
(Faradilla & Israr, 2009).
b. Klasifikasi
Secara umum hernia diklasifikasikan menjadi (Stead, et al., 2003; Balentine & Stoppler,
2016):
1) Hernia eksterna, yaitu jenis hernia dimana kantong hernia menonjol secara
keseluruhan (komplit) melewati dinding abdomen seperti hernia inguinal (direk
dan indirek), hernia umbilicus, hernia femoral dan hernia epigastrika.
2) Hernia intraparietal, yaitu kantong hernia berada didalam dinding abdomen.
3) Hernia interna adalah hernia yang kantongnya berada didalam rongga abdomen
seperti hernia diafragma baik yang kongenital maupun yang didapat.
4) Hernia reponibel (reducible hernia), yaitu apabila isi hernia dapat keluar masuk.
Usus keluar jika berdiri atau mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau
didorong masuk perut, tidak ada keluhan nyeri atau gejala obstruksi usus.
5) Hernia ireponibel (inkarserata), yaitu apabila kantong hernia tidak dapat
kembali ke abdomen. Ini biasanya disebabkan oleh perlengkatan isi kantong
pada peritoneum kantong hernia. Hernia ini disebut hernia akreta, merupakan
jenis hernia ireponibel yang sudah mengalami obstruksi tetapi belum ada
gangguan vaskularisasi.
6) Hernia strangulasi adalah hernia yang sudah mengalami gangguan vaskularisasi.
Berdasarkan lokasinya, hernia dikliasifikasikan menjadi sebagai berikut:
1) Hernia Inguinalis
2) Hernia Femoralis
3) Jenis hernia yang lainnya
Secara lebih rinci, berikut ini penjelasan klasifikasi hernia berdasarkan lokasinya:
1) Hernia Inguinalis
Etiologi
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau karena sebab yang
didapat. Hernia dapat dijumpai pada setiap usia. Lebih banyak pada lelaki dibandingkan
dengan perempuan. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk
hernia pada anulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong hernia
dan isi hernia. Selain itu diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi hernia
melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar itu (Sjamsuhidajat & Jong, 2013).
Pada orang yang sehat, ada tiga mekanisme yang dapat mencegah terjadinya hernia
inguinalis, yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya struktur m.oblikus
internus abdominis yang menutup anulus inguinalis internus ketika berkontraksi dan
adanya fasia transversa yang kuat yang menutupi trigonum Hasselbach yang umumnya
hampir tidak berotot. Gangguan pada mekanisme ini dapat menyebabkan terjadinya
hernia (Sjamsuhidajat & Jong, 2013).
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya hernia inguinalis diantaranya
sebagai berikut: (Stead, et al., 2003)
- Kelemahan aponeurosis dan fasia tranversalis,
- Prosesus vaginalis yang terbuka, baik kongenital maupun didapat,
- Tekanan intra abdomen yang meninggi secara kronik, hipertrofi prostat,
konstipasi, dan asites,
- Kelemahan otot dinding perut karena usia,
- Defisiensi otot,
- Hancurnya jaringan penyambung oleh karena merokok, penuaan atau penyakit
sistemik.
Pada neonatus kurang lebih 90 % prosesus vaginalis tetap terbuka, sedangkan pada bayi
umur satu tahun sekitar 30 % prosesus vaginalis belum tertutup. Akan tetapi, kejadian
hernia pada umur ini hanya beberapa persen. tidak sampai 10 % anak dengan prosesus
vaginalis paten menderita hernia. Pada lebih dari separuh populasi anak, dapat dijumpai
prosesus vaginalis paten kontralateral, tetapi insiden hernia tidak melebihi 20 %.
Umumnya disimpulkan adanya prosesus vaginalis yang paten bukan merupakan
penyebab tunggal terjadinya hernia, tetapi diperlukan faktor lain, seperti anulus
inguinalis yang cukup besar (Sjamsuhidajat & Jong, 2013).
Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi anulus internus
turut kendur. Pada keadaan itu tekanan intraabdomen tidak tinggi dan kanalis inguinalis
berjalan lebih vertikal. Sebaliknya bila otot dinding perut berkontraksi, kanalis
inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus inguinalis tertutup sehingga dapat
mencegah masuknya usus ke dalam kanalis inguinalis. Kelemahan otot dinding perut
antara lain terjadi akibat kerusakan n. ilioinguinalis dan iliofemoralis setelah
apendektomi. Jika kantong hernia inguinalis lateralis mencapai skrotum, hernia disebut
hernia skrotalis (Balentine & Stoppler, 2016).
Hernia inguinalis dibagi menjadi (1) hernia inguinalis indirek (lateralis), dan (2) hernia
inguinalis direk (medialis) (Balentine & Stoppler, 2016). Hernia inguinalis indirek
Hernia inguinalis indirek/lateralis adalah hernia yang melalui anulus inguinalis internus
yang terletak di sebelah lateral vasa epigastrika inferior, menyusuri kanalis inguinalis
dan keluar ke rongga perut melalui anulus inguinalis eksternus (Smeltzer & Bare,
2002). Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8
kehamilan, terjadi desensus testis melalui kanal tersebut. Penutunan testis tersebut akan
menarik peritonium ke daerah skrotum sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang
disebut prosesus vaginalis peritonei. Pada bayi yang sudah lahir, umumnya prosesus ini
sudah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis
tersebut. Namun dalam beberapa hal, sering kali kanalis ini tidak menutup. Karena testis
kiri turun lebih dahulu maka kanalis kanan lebih sering terbuka. Dalam keadaan normal
kanalis yang terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan. Bila prosesus terbuka terus
(karena tidak mengalami obliterasi), akan timbul hernia inguinalis kongenital. Pada
orang tua kanalis tersebut telah menutup namun karena lokus minoris resistensi maka
pada keadaan yang menyebabkan peninggian tekanan intra abdominal meningkat, kanal
tersebut dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis lateralis akuista (Price &
Wilson, 2005).
Hernia inguinalis direk (medialis) merupakan hernia yang kantongnya menonjol
langsung ke anterior melalui dinding posterior canalis inguinalis medial terhadap arteri
vena epigastrika inferior. Pada hernia ini mempunyai conjoint tendo yang kuat, hernia
ini tidak lebih hanya penonjolan umum dan tidak pernah sampai ke skrotum. Hernia ini
sering ditemukan pada laki-laki terutama laki-laki yang sudah lanjut usia dan tidak
pernah ditemukan pada wanita. Hernia direk sangat jarang bahkan tidak pernah
mengalami strangulasi atau inkaserata. Faktor predisposisi yang dapat menyebabkan
hernia inguinalis direk adalah peninggian tekanan intraabdomen konik dan kelemahan
otot dinding di trigonom Hasselbach, batuk yang kronik, kerja berat dan pada umumnya
sering ditemukan pada perokok berat yang sudah mengalami kelemahan atau gangguan
jaringan-jaringan penyokong atau penyangga dan kerusakan dari saraf ilioinguinalis
biasanya pada pasien denga riwayat apendektomi. Gejala yang sering dirasakan
penderita hernia ini adalah nyeri tumpul yang biasanya menjalar ke testis dan intensitas
nyeri semakin meningkat apabila melakukan pekerjaan yang sangat berat (Balentine &
Stoppler, 2016).

Gambaran Klinis dan Diagnosis


Gejala dan tanda klinis hernia banyak ditentukan oleh keadaan isi hernia. Pada hernia
reponibel keluhan satu-satunya adalah adanya benjolan di lipat paha yang muncul pada
waktu berdiri, batuk, bersin, atau mengedan dan menghilang setelah berbaring. Keluhan
nyeri jarang dijumpai kalau ada biasanya dirasakan di daerah epigastrium atau
periumbilikal berupa nyeri visceral karena regangan pada mesenterium sewaktu satu
segmen usus halus masuk ke dalam kantong hernia. Nyeri yang disertai mual muntah
baru timbul kalau terjadi inkaserata karena ileus atau strangulasi karena nekrosis atau
gangren.
Tanda klinis pada pemeriksaan fisik bergantung pada isi hernia. Pada saat inspeksi saat
pasien mengedan, dapat dilihat hernia inguinalis lateral muncul sebagai penonjolan di
regio inguinalis yang berjalan dari lateral atas medial bawah. Kantong hernia yang
kosong dapat diraba pada funikulus spermatikus sebagai gesekan dari dua lapis kantong
yang memberikan sensasi gesekan dua permukaan sutera. Tanda ini disebut tanda
sarung tangan sutera, tetapi pada umumnya tanda ini susah ditentukan. Kalau kantong
hernia berisi organ, tergantung isinya, pada palpasi mungkin teraba usus, omentum
maupun ovarium. Dengan jari telunjuk atau dengan jari kelingking, pada anak dapat
dicoba mendorong isi hernia dengan cara mendorong isi hernia dengan menekan kulit
skrotum melalui anulus eksternus sehingga dapat ditentukan apakah hernia ini dapat
direposisi atau tidak. Dalam hal hernia dapat direposisi, pada waktu jari masuk berada
dalam anulus eksternus, pasien diminta mengedan. Kalau ujung jari menyentu hernia
berarti hernia inguinalis lateralis, dan bagian sisi jari yang menyentuhnya adalah hernia
inguinalis medial. Diagnosis ditegakkan atas dasar benjolan yang dapat direposisi, atau
jika tidak dapat direposisi, atas dasar tidak adanya pembatasan jelas di sebelah kranial
dan adanya hubungan ke kranial melalui anulus eksternus (Sjamsuhidajat & Jong,
2013).
Penatalaksanaan hernia inguinalis
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakian
penyangga atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi.
Reposisi tidak dilakukan pada hernia strangulata kecuali pada anak-anak. Reposisi
dilakukan secara bimanual dimana tangan kiri memegang isi hernia dengan membentuk
corong dan tangan kanan mendorong isi hernia ke arah cincin hernia dengan sedikit
tekanan perlahan yang tetap sampai terjadi reposisi. Pada anak-anak inkaserasi sering
terjadi pada umur kurang dari dua tahun. Reposisi spontan lebih sering dan sebaliknya
gangguan vitalitas isi hernia jarang terjadi dibanding orang dewasa. Hal ini disebabkan
karena cincin hernia pada anak-anak masih elastis dibanding dewasa. Reposisi
dilakukan dengan cara menidurkan anak dengan pemberian sedativ dan kompres es di
atas hernia. Bila usaha reposisi ini berhasil maka anak akan dipersiapkan untuk operasi
berikutnya. Jika reposisi tidak berhasil dalam waktu enam jam maka harus dilakukan
operasi sesegera mungkin (Sjamsuhidajat & Jong, 2013).
Pemakaian bantalan atau penyangga hanya bertujuan agar menahan hernia yang sudah
direposisi dan tidak pernah menyembuh dan harus dipakai seumur hidup. Cara ini
mempunyai komplikasi antara lain merusak kulit dan tonus otot dinding perut di daerah
yang ditekan sedangkan strangulasi tentang mengacam. Pada anak-anak cara ini dapat
menimbulkan atrofi testis karena tekanan pada tali sperma yang mengandung pembuluh
darah testis (Sjamsuhidajat & Jong, 2013).
Pengobatan operatif merupakan satu-satunya pengobatan hernia inguinalis yang
rasional. Indikasi operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Prinsip pengobatan
hernia adalah herniotomi dan hernioplasti. Pada herniotomi dilakukan pembebasan
kantong hernia sampai ke lehernya, kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada
perlengketan, kemudian direposisi, Kantong hernia dijahit-ikat setinggi mungkin lalu
dipotong. Pada hernioplastik dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis
internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis. Hernioplastik dalam
mencegah residif dibandingkan dengan herniotomi. Dikenalnya berbagai metode
hernioplastik seperti memperkecil anulus inguinalis internus dengan jahitan terputus,
menutup dan memperkuat fasia tranversa, dan menjahitkan pertemuan m. tranversus
abdominis internus dan m. internus abdominis yang dikenal dengan cojoint tendon ke
ligamentum inguinal poupart menurut metode basinni atau menjahit fasia tranversa,
m.tranversa abdominis, m.oblikus internus ke ligamentum cooper pada Mc Vay
(Sjamsuhidajat & Jong, 2013).
Teknik herniorafi yang dilakukan oleh basinni adalah setelah diseksi kanalis inguinalis,
dilakukan rekontruksi lipat paha dengan cara mengaproksimasi muskulus oblikus
internus, muskulus tranversus abdominis dan fasia tranversalis dengan traktus iliopubik
dan ligamentum inguinale, teknik ini dapat digunakan pada hernia direk maupun hernia
inderek (Sjamsuhidajat & Jong, 2013).
Kelemahan teknik Basinni dan teknik lain yang berupa variasi teknik herniotomi
Bassini adalah terdapatnya regangan berlebihan dari otot yang dijahit. Untuk mengatasi
masalah ini pada tahun delapan puluhan dipopulerkan pendekatan operasi bebas
regangan. Pada teknik itu digunakan protesis mesh untuk memperkuat fasia tranversalis
yang membentuk dasar kanalis inguinalis tanpa menjahit dasar otot-otot ke inguinal
(Sjamsuhidayat & Jong, 2013).

Teknik bassini plasty


Komplikasi
Komplikasi hernia tergatung kepada keadaan yang dialami oleh isi hernia. Isi hernia
dapat bertahan dalam kantong hernia pada hernia ireponibel, ini dapat terjadi kalau isi
hernia terlalu besar, misalnya terdiri dari omentum, organ ekstraperitoneal, disini tidak
ada keluhan kecuali ada benjolan. Dapat pula isi hernia terjepit oleh cincin hernia yang
akan menimbulkan hernia strangulata. Jepitan cincin hernia akan menyebabkan
gangguan perfusi jaringan isi hernia. Pada permulaan terjadi bendungan vena sehingga
terjadi udem organ atau struktur didalam hernia dan terjadi transudasi kedalam kantong
hernia. Timbulnya udem akan menambah jepitan pada cincin hernia sehingga perfusi
jaringan makin terganggu. Isi hernia menjadi nekrosis dan kantong hernia akan terisi
transudat yang bersifat serosanguinis. Kalau isi hernia terdiri dari usus maka akan
terjadi perforasi yang akhirnya akan menimbulkan abses lokal, fistel dan peritonitis jika
ada hubungan dengan rongga perut (Sjamsuhidajat & Jong, 2013).
Gambaran klinis pada hernia inkaserata yang mengandung usus yang dimulai dengan
gambaran obstruksi usus dengan gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-
basa. Bila terjadi strangulasi akan menyebabkan gangguan vaskularisasi dan akan
terjadilah ganggren. Hernia strangulata adalah keadaan emergensi yang perlu tindakan
operatif secepatnya.
2) Hernia Femoralis
Hernia femoralis pada lipat paha merupakan penonjolan kantong di bawah ligamentum
inguinal di antara ligamentum lakunare di medial dan vena femoralis di lateral
(Schwartz, Shires & Spencer, 2000). Hernia ini sering ditemukan pada wanita
dibanding laki-laki dengan perbandingan 2:1 dan pada umumnya mengenai remaja dan
sangat jarang pada
anakanak (Balentine &
Stoppler, 2016). Pintu
masuk dari hernia
inguinalis adalah anulus
femoralis, selanjutnya isi
hernia masuk kedalam
kanalis femoralis yang
berbentuk corong sejajar
dengan vena femoralis
sepanjang kurang lebih 2
cm dan keluar dari fosa ovalis di lipat paha. Hernia femoralis disebabkan oleh
peninggian tekanan intraabdominal yang kemudian akan mendorong lemak
preperitonial ke dalam kanalis femoralis yang akan menjadi pembuka jalan terjadinya
hernia. Faktor penyebab lainnya adalah kehamilan multipara, obesitas dan degenerasi
jaringan ikat karena usia lanjut. Penderita dengan hernia femoralis sering mengeluhkan
nyeri tanpa pembengkakan yang dapat di palpasi dalam lipat paha. Nyerinya bersifat
nyeri tumpul dan jika telah terjadi obstruksi dapat menimbulkan muntah dan gangguan
konstipasi. Hernia femoralis sering terjadi inkaserata dan biasanya terjadi dalam 3 bulan
atau lebih. Apabila sudah terjadi inkaserata maka penderita akan merasakan nyeri yang
begitu hebat dan dapat terjadi syok. Pembengkakan sering muncul di bawah
ligamentum inguinal (Schwartz, Shires & Spencer, 2000).
Diagnosis banding hernia femoralis antara lain limfadenitis yang sering di sertai tanda
radang lokal umum dengan sumber infeksi di tungkai bawah, perineum, anus atau kulit
tubuh kaudal dari umbilikus. Lipoma kadang tidak jarang dapat dibedakan dari benjolan
jaringan lemak preperitoneal pada hernia femoralis.Diagnosis banding lain adalah
variks tunggal di muara vena safena magna dengan atau tanpa varises pada tungkai.
Konsistensi variks tunggal di fosa ovalis lunak. Ketika batuk atau mengedan benjolan
variks membesar dengan gelombang dan mudah dihilangkan dengan tekanan. Abses
dingin yang berasal dari spondilitis torakolumbalis dapat menonjol di fosa ovalis. Tidak
jarang hernia Richter dengan strangulasiyang telah mengalami gangguan vitalitas isi
hernia, memberikan gambaran nyata yang keluar adalah isi usus bukan nanah (Faradilla
& Israr, 2009).
Untuk membedakannya, perlunya diketahui bahwa munculnya hernia erat
hubungannya dengan aktivitas, seperti mengedan, batuk, dan gerak lain yang disertai
dengan peninggian tekanan intraabdominal. Sedangkan penyakit lain seperti torsio
testis atau limfadenitis femoralis, tidak berhubungan dengan aktivitas demikian
(Schwartz, Shires & Spencer, 2000).
Terapi yang dilakukan pada penderita hernia femoralis adalah operasi. Pada umumnya
hernia femoralis cenderung untuk menjadi inkarserasi dan strangulasi. Operasi terdiri
atas herniotomi dan disusul oleh hernioplasti. Hernia femoralis didekati melalui krural,
inguinal dan kombinasi. Pendekatan krural sering dilakukan pada wanita tanpa
membuka kanalis inguinalis. Teknik pendekatan secara inguinali adalah dengan cara
membuka kanalis inguinalis. Pada hernia femoralis dengan inkaserasi atau residif sering
digunakan teknik pendekatan kombinasi. Teknik operasi ini sering dikenal dengan the
low operation (Lockwood), the high operation (Mc Evedy) dan Lotheissen operation
(Schwartz, Shires & Spencer, 2000).
3) Jenis hernia yang lainnya
Hernia umbilikalis
Umbilikus adalah tempat umum terjadinya herniasi. Hernia umblikalis lebih sering
terjadi pada wanita, kegemukan dengan kehamilan berulang-ulang merupakan prekusor
umum. Asites sering mengekserbasi masalah ini. Strangulasi kolon dan omentum
umum terjadi. Ruptura sering terjadi pada sirosis asitik kronik, suatu kasus dimana
diperlukan segera dekompresi portal atau pintas nevus peritoneal secara darurat
(Schwartz, Shires & Spencer, 2000).
Hernia umbilikalis umum pada bayi dan
menutup secara spontan tanpa terapi khusus
jika defek aponeurosis berukuran 1,5 cm atau
kurang. Perbaikan diindikasikan pada bayi
dengan defek hernia yang diameternya lebih
besar dari 2,0 cm dan dalam semua anak
dengan hernia umbilikalis yang masih ada
pada usia 3-4 tahun. Perbaikan klasik untuk
hernia umbilikalis adalah hernioplasti Mayo.
Operasi terdiri dari imbrikasi vest-over-pants
dari segmen aponeurosis superior dan
inferior. Hernia umbilikalis lebih besar, lebih sering ditangani dengan protesis
(Schwartz, Shires & Spencer, 2000).
Hernia ventralis
Kebanyakan hernia ventralis
disebabkan oleh insisi pada
tubuh yang sebelumnya tidak
sembuh secara tepat atau
terpisah karena tegangan
abnormal. Cacat ini
memungkinkan penonjolan
suatu hernia dan operasi
umumnya direkomendasikan..
Jika cacat ini berukuran kecil atau sedang , maka tindakan ini relatf jelas dan
memuaskan tetapi apabila hernia ventralsinya besar dan fasianya jelek, merupakan
prognosa yang jelek pada hernia ventralis. Pada umumnya tindakan yang dilakukan
adalah operasi dengan memobilisasi jaringan denga cermat dan untuk mencapai
penutupan langsung primer jika mungkin. Kadang-kadang penggunaan kasa protesis
seperti kasa marlex atau fasia lata diindikasikan (Sjamsuhidajat & Jong, 2013).
Hernia epigastrika
Hernia yang keluar melalui defek di linea alba di antara umbilikus dan prosesus
xipoideus. Isi hernia berupa penonjolan jaringan lemak preperitoneal dengan atau tanpa
kantong peritoneum (Balentine & Stoppler, 2016).

Hernia Speighel
Hernia Spieghel adalah hernia
interstial dengan atau tanpa isinya
melalui fasia Spieghel (Balentine &
Stoppler, 2016). Hernia ini sangat
jarang dijumpai. Biasanya dijumpai
pada usia 40-70 tahun, tanpa ada
perbedaan antara laki-laki dan
perempuan. Biasanya terjadi dikanan
dan jarang bilateral. Diagnosis
ditegakkan dengan ditemukan benjolan
di sebelah Mc burney bagian kanan
maupun sebelah kiri pada tepi lateral m. Rektus Abdominis. Isi hernia dapat terdiri dari
usus, omentum atau ovarium. Sebagai pemeriksaan penunjang dapat dilakukan
ultrasonografi. Pengelolaan terdiri atas herniotomi dan hernioplastik dengan menutup
defek pada m.tranversus abdominis dan m.abdominis internus. Hernia yang besar
sangat membutuhkan suatu protesis (Sjamsuhidajat & Jong, 2013).
Hernia obturatoria
Hernia obturatoria ialah hernia melalui foramen obturatoria. Hernia perut yang sangat
langka ini berkembang sebagian besar pada wanita (Balentine & Stoppler, 2016). Dapat
berlangsung dalam empat tahap. Mula-mula tonjolan lemak retroperitoneum masuk ke
dalam kanalis obturatorius, disusul oleh tonjolan peritoneum parietal. Kantong hernia
ini mungkin diisi oleh lekuk usus yang dapat mengalami inkaserasi parsial, sering
secara Richter atau total (Sjamsuhidajat & Jong, 2013).
Diagnosis dapat ditegakkan atas
dasar adanya keluhan nyeri seperti
ditusuk-tusuk dan parestesia di
daerah panggul, lutut, dan bagian
medial paha akibat penekanan pada
n. Obturatorius (tanda howship
Romberg) yang patognomonik. Pada
colok dubur atau pemeriksaan
vaginal dapat ditemukan tonjolan hernia yang nyeri yang merupakan tanda (Hoeship
Romberg). Pengelolaan bedah dengan pendekatan transperitoneal atau preperitoneal
(Sjamsuhidajat & Jong, 2013).

Hernia Hiatus
Jenis hernia yang terjadi ketika sebagian dari
lambung terdorong melalui diafragma.
Diafragma biasanya memiliki lubang kecil
untuk esofagus. Pembukaan ini bisa menjadi
tempat di mana bagian lambung terdorong.
Hernia hiatus kecil dapat terjadi secara
asimtomatik (tanpa gejala), sedangkan yang
lebih besar dapat menyebabkan rasa sakit dan nyeri ulu hari.
c. Patofisiologi (Mind Map)

b. Rencana Keperawatan
1) Pengkajian
Pengkajian keperawatan untuk klien dengan hernia (Doenges, 2010):
AKTIVITAS ISTIRAHAT
Gejala: Riwayat pekerjaan yang perlu mengangkat berat, duduk, mengemudi
dan waktu lama
Membutuhkan papan/matras yang keras saat tidur
Penurunan rentang gerak dan ekstremitas pada salah satu bagian tubuh
Tidak mampu melakukan aktivitas yang biasanya dilakukan
Tanda : Atrofi otot pada bagian tubuh yang terkena gangguan dalam berjalan
INTEGRITAS EGO
Gejala : Ketakutan akan timbulnya paralisis, ansietas, masalah pekerjaan
Masalah financial yang berhubungan dengan kondisi.
Tanda : Tampak cemas, depresi, menghindar dari keluarga
ELIMINASI
Gejala : Konstipasi, inkontenesia/ retensi urin
NEUROSENSORI
Gejala : Kesemutan, kekakuan, kelemahan dari tangan/ kaki
Tanda : Penurunan reflek tendon dalam, kelemahan otot, hiptonia
Nyeri tekan/ spasme otot paravertebralis, penurunan persepsi nyeri
NYERI / KENYAMANAN
Gejala : Nyeri seperti tertusuk pisau, yang akan semakin memburuk dengan
adanya batuk, bersin, defekasi, nyeri yang tidak ada hentinya, nyeri yang
menjalar ke kaki, bokong, bahu/lengan, kaku pada leher.
Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati – hati.
2) Diagnosa Keperawatan
Pre-Op
- Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan
- Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan intake makanan
- Ansietas/ketakutan berhubungan dengan prosedur pembedahan
- Risiko infeksi berhubungan dengan kerusakan jaringan
Post-Op
- Resiko kekurangan volume cairan berhubungan perdarahan.
- Resiko infeksi berhubungan dengan prosedur invasif.
- Intoleransi aktifitas berhubungan dengan respon tubuh akibat luka post-op.

3) Pemeriksaan Penunjang
- Pemeriksaan diameter anulus inguinalis
- Sinar X abdomen menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus/ obstruksi
usus.
- Hitung darah lengkap dan serum elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit), peningkatan sel darah putih dan ketidak seimbangan
elektrolit.

REFERENSI

Balentine, J.R., Stoppler, M.C. (2016). Hernia. Accessed from:


http://www.emedicinehealth.com/hernia/article_em.htm pada 09 Oktober 2016
Doengoes, Marilynn E. Et al. (2010). Nursinng Care Plans: guidelines for individualizing
client care across the life span. 8th Edition. Philadelphia: F.A Davis Company
Faradilla, N., Israr, Y.A. (2009). Hernia. Riau: Files of DrsMed
Ignatavicius, D. D., & Workman, M. L. (2006). Medical surgical nursing: Critical thinking for
collaborative care. Ed. 5th. St. Louis: Elseveir Saunders.
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., Snyder, S.J. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan:
Konsep, Proses, dan Praktik. (7th Ed, Vol. I). (D. Widiarti, Penyunt., & P. E. Karyuni,
penerj.) Jakarta: EGC
Price, S.A., & Wilson, L.M. (2005). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. 6th
Ed. Vol II. Jakarta: EGC
Schwartz, Shires, Spencer. (2000). Intisari Prinsip-Prinsip Ilmu Bedah, Edisi 6 . Jakarta : EGC
Sjamsuhidajat, R., Jong, W. (2013). Buku ajar ilmu bedah. 3rd ed. Jakarta: EGC
Smeltzer, S. C. and Bare, B. G. (2002). Buku ajar keperawatan medikal-bedah Brunner &
Suddarth. Ed. 8 Vol.1. Jakarta: EGC.
Stead, L.G., et al. (2003). First Aid for surgery clerkship, International Edition. Singapore: Mc
Graw-Hill Companies

Referensi gambar
Diakses melalui:
https://www.google.co.id/imghp?hl=id&tab=wi&ei=63P6V7SpO4OOvQSouY3gDg&ved=0
EKouCBEoAQ
Lampiran
Perumusan Diagnosa, NOC, dan NIC
Diagnosa Keperawatan
NOC NIC
No. (NANDA
(Moorhead, Johnson, Maas, & Swanson, 2013) (Bulechek, Butcher, Dochterman, & Wagner, 2013)
International, 2018)
1. Nyeri akut b.d adanya TINGKATAN NYERI MANAJEMEN NYERI
insisi pembedahan  Persen respon tubuh  Lakukan penilaian nyeri secara komprehensif dimulai dari lokasi,
 Melaporkan nyeri karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas dan penyebab.
 Frekuensi nyeri  Kaji ketidaknyamanan secara nonverbal, terutama untuk pasien yang tidak
 Panjangnya episode nyeri bisa mengkomunikasikannya secara efektif
 Ekspresi nyeri lisan  Pastikan pasien mendapatkan perawatan dengan analgesik
 Ekspresi wajah saat nyeri  Gunakan komunikasi yang terapeutik agar pasien dapat menyatakan
 Melindungi bagian tubuh yang nyeri pengalamannya terhadap nyeri serta dukungan dalam merespon nyeri
 Kegelisahan  Pertimbangkan pengaruh budaya terhadap respon nyeri
 Ketegangan Otot  Tentukan dampak nyeri terhadap kehidupan sehari-hari (tidur, nafsu makan,
 Perubahan frekuensi pernapasan aktivitas, kesadaran, mood, hubungan sosial, performance kerja dan
 Perubahan frekuensi nadi melakukan tanggung jawab sehari-hari)
 Perubahan Tekanan darah  Evaluasi pengalaman pasien atau keluarga terhadap nyeri kronik atau yang
 Perubahan ukuran pupil mengakibatkan cacat
 Berkeringat  Evaluasi bersama pasien dan tenaga kesehatan lainnya dalam menilai
efektifitas pengontrolan nyeri yang pernah dilakukan
 Hilangnya Nafsu makan
KONTROL NYERI  Bantu pasien dan keluarga mencari dan menyediakan dukungan.
PEMBERIAN ANALGESIK
 Rekognisasi lamanya nyeri
 Tentukan lokasi, karakteristik, mutu, dan intensitas nyeri sebelum mengobati
 Menilai faktor penyebab
pasien
 Gunakan ukuran pencegahan
 Periksa order/pesanan medis untuk obat, dosis, dan frekuensi yang ditentukan
 Penggunaan mengurangi nyeri dengan non
analgesik
analgesik
 Cek riwayat alergi obat
 Penggunaan analgesik yang tepat
 Tentukan jenis analgesik yang digunakan (narkotik, non narkotik, atau
 Gunakan tanda–tanda vital untuk memantau
NSAID) berdasarkan tipe dan tingkat nyeri.
perawatan
 Tentukan analgesik yang cocok, rute pemberian dan dosis optimal.
 Laporkan tanda/gejala nyeri pada tenaga
 Utamakan pemberian secara IV dibanding IM sebagai lokasi penyuntikan,
kesehatan professional
jika mungkin
 Gunakan sumber yang tersedia
 Hindari pemberian narkotik dan obat terlarang lainnya, menurut agen
 Menilai gejala dari nyeri
protokol
 Laporkan bila nyeri terkontrol
 Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian obat narkotik dengan dosis
 Gunakan catatan nyeri
pertama atau jika ada catatan luar biasa.
TINGKAT KENYAMANAN
 Melaporkan perkembangan fisik
 Melaporkan perkembangan kepuasan
 Melaporkan perkembangan psikologi
 Mengekspresikan perasaan dengan
lingkungan fisik sekitar
 Mengekspresikan perasaan dengan hubungan
sosial
 Mengekspresikan perasaan secara spiritual
 Melaporkan kepuasan dengan tingkatan
mandiri
 Menekspresikan kepuasan dengan kontrol
nyeri
2. Hambatan mobilitas PERGERAKAN TERAPI AKTIVITAS
fisik b.d nyeri  Keseimbangan  Tentukan komitmen pasien untuk peningkatan frekuensi kegiatan
 Koordinasi  Bantu klien untuk mengekplorasi makna pribadi aktivitas biasa seperti
 Cara berjalan bekerja
 Gerakan otot  Bantu klien untuk fokus pada kegiatan yang dapat dilakuakan
 Gerakan sendi  Bantu klien untuk memilih aktivitas sesuai dengan fisik dan kemampuan
 Kinerja pengaturan tubuh psikologis
 Kinerja transfer  Bantu dengan kegiatan fisik secara teratur serta perawatan diri
 Berlari
 Melompat
 Merangkak
 Berjalan
 Berjalan dengan mudah
3. Gangguan citra tubuh HARGA DIRI PENINGKATAN CITRA TUBUH
b.d perubahan fisik  Verbalisasi dan penerimaan diri  Monitor frekuensi pernyataan kritik untuk diri
 Penerimaan dari keterbatasan diri  Pantau apakah klien dapat melihat perubahan bagian tubuhnya
 Pemeliharaan dari postur tubuh yang tegak  Tentukan persepsi klien dan keluarga tentang perubahan gambaran
 Mendiskripsikan diri tubuh dengan kenyataan yang ada
 Perhatian terhadap orang lain  Bantu klien untuk mengidentifikasi tindakan yang akan meningkatkan
 Dapan membuka komunikasi dengan orang penampilan
lain  Identifikasi kelompok dukungan yang tersedia kepada klien
 Pemenuhan peran yang signifikan secara  Fasilitasi klien terhadap perubahan citra tubuh
pribadi  Gunakan gambaran diri sebagai mekanisme evaluasi persepsi citra tubuh
 Keseimbangan partisipasi dan  Bantu klien mendiskusikan efek stressor dari gangguan citra tubuh
mendengarkan dalam kelompok  Bantu klien mendiskusikan perubahan citra tubuh akibat penyakit
 Level keyakinan SELF ESTEEM ENHANCEMENT
 Kemauan untuk menghadapi orang lain  Kaji sumber stressor klien.
 Penerimaan pujian dari orang lain  Monitor pernyataan kegusaran klien.
 Gambaran kesuksesan dalam pekerjaan  Tentukan keyakinan klien tentang pendapat pribadinya.
 Perasaan tentang nilai diri  Besarkan hati klien dengan mengidentifikasi sumber kekuatannya.
 Deskripsi dari kebanggaan diri  Tingkatkan kekuatan personal.
 Berikan reward atas keberhasilan klien mencapai tujuan.
4. Risiko infeksi b.d. KONTROL RISIKO PERAWATAN DAERAH (AREA) SAYATAN
adanya luka insisi  Mencari informasi tentang risiko kesehatan  Periksa daerah sayatan: kemerahan, bengkak, atau tanda-tanda dehiscence
pascaoperasi  Mengidentifikasi faktor risiko atau eviserasi
 Mengenali faktor risiko  Catat karakteristik drainase
 Memonitor faktor risiko di lingkungan  Monitor proses penyembuhan di daerah sayatan
 Memonitor faktor risiko individu  Bersihkan area sekitar sayatan, mulai dari area bersih ke kotor
 Mengembangkan strategi yang efektif dalam  Monitor tanda dan gejala infeksi pada area sayatan
kontrol risiko  Gunakan kapas steril untuk pembersihan
 Komitmen pada strategi kontrol risiko  Berikan plester untuk menutup
 Modifikasi gaya hidup untuk mengurangi  Ganti pakaian sesuai jadwal
risiko  Arahkan pasien cara merawat luka insisi selama mandi, bagaimana
 Mengenali perubahan status kesehatan meminimalkan tekanan pada daerah insisi, dan tanda serta gejala infeksi
 Memonitor perubahan status kesehatan KONTROL INFEKSI
PEMULIHAN PEMBEDAHAN:  Alokasikan kesesuaian luas ruang per pasien
PENYEMBUHAN  Bersihkan lingkungan dengan baik
 TTV  Ganti peralatan perawatan per pasien
 Keluaran urin  Isolasi orang yang terkena penyakit menular
 Bising usus  Batasi jumlah pengunjung
 Eliminasi usus  Anjurkan pasien dan pengunjung untuk membersihkan tangan
 Hidrasi  Membersihkan tangan sebelum dan sesudah perawatan
 Asupan makanan  Jaga lingkungan aseptik
 Penyembuhan luka  Tingkatkan intake nutrisi dan cairan yang tepat
 Ambulasi  Dorong untuk beristirahat
 Pelaksanaan perawatan luka yang diresepkan  Anjurkan pasien meminum antibiotik yang diresepkan
 Penyesuaian terhadap perubahan tubuh  Ajarkan pasien dan keluarga tanda gejala infeksi, kapan harus melaporkan,
karena pembedahan dan cara menghindari infeksi
 Pelaksanaan aktivitas perawatan diri

Anda mungkin juga menyukai