33. Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang
nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa
alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang
Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan
terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui"
Para pendukung tafsir bi al-ra’yi membantah argumen di atas. Menurut mereka,
bagaimana pun dzhan juga bisa dibenarkan sebagai ilmu, jika memang memiliki
potensi kebenaran yang dominan. Menurut mereka, dzhan bisa jadi sumber
kebenaran, terutama bila memang tidak ada yang qath’i. Ini sesuai dengan firman
Allah SWT dalam Q.S Al-Baqarah [2] : 286
ص ٗرا َك َما ۡ ِاَل يُ َكلِّفُ ٱهَّلل ُ ن َۡفسًا إِاَّل ُو ۡس َعهَ ۚا لَهَا َما َك َسبَ ۡت َو َعلَ ۡيهَا َما ۡٱكتَ َسبَ ۡ ۗت َربَّنَا اَل تُؤَ ا ِخ ۡذنَٓا إِن نَّ ِسينَٓا أَ ۡو أَ ۡخطَ ۡأن َۚا َربَّنَا َواَل ت َۡح ِم ۡل َعلَ ۡينَٓا إ
ٱغفِ ۡر لَنَا َو ۡٱر َحمۡ ن َۚٓا أَنتَ َم ۡولَ ٰىنَا فَٱنص ُۡرنَا َعلَى ۡٱلقَ ۡو ِم ۡ ٱعفُ َعنَّا َو ۡ َح َم ۡلتَهۥُ َعلَى ٱلَّ ِذينَ ِمن قَ ۡبلِن َۚا َربَّنَا َواَل تُ َح ِّم ۡلنَا َما اَل طَاقَةَ لَنَا بِ ِۖۦه َو
َۡٱل ٰ َكفِ ِرين
82. Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Quran? Kalau kiranya Al-Quran itu
bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapat pertentangan yang banyak di
dalamnya
Serta dan dalam Q.S Shad [38] : 29
ِ َوا ٱأۡل َ ۡل ٰب
٢٩ ب َ ِك ٰتَبٌ أَنزَ ۡل ٰنَهُ ِإلَ ۡي
ْ ُك لِّيَ َّدبَّر ُٓو ْا َءا ٰيَتِ ِهۦ َولِيَتَ َذ َّك َر أُوْ لٞ ك ُم ٰبَ َر
29. Ini adalah sebuah kitab yang Kami turunkan kepadamu penuh dengan berkah
supaya mereka memperhatikan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-
orang yang mempunyai fikiran
Dua ayat di atas menunjukkan bahwa Allah SWT menganjurkan pada hamba-Nya
untuk berfikir, merenung, dan menggunakan akal, juga agar melakukan penelitian
terhadap Al-Qur’an.
Kedua, para ulama pendukung tafsir bi al-ra’yi mengatakan : “Seandainya tafsir bi
al-ra’yi tidak diperbolehkan, lalu mengapa ijtihad diperbolehkan? Seorang
mujtahid dalam hukum syara’ diberi pahala dua jika benar dan diberi satu pahala
jika salah. Jadi jelas penolakan tafsir bi al-ra’yi tidaklah benar.”
Ketiga, para ulama pendukung tafsir bi al-ra’yi berargumen bahwa para sahabat
Nabi Saw dalam menafsirkan Al-Qur’an ada sedikit perbedaan. Ini karena mereka
belum mendapatkan penjelasan seluruh makna Al-Qur’an dari Nabi Saw, mereka
baru mendapat penjelasan dari Nabi Saw sebahagian Al-Qur’an, maka mereka
menggunakan akal dan ijtihadnya. Seandainya menafsirkan Al-Qur’an dengan
logika dilarang, tentu para sahabat telah menyalahi dan melakukan apa yang telah
Allah SWT haramkan. Tentu saja para sahabat tidak menyalahi dan berani
melakukan apa yang diharamkan Allah SWT.
Keempat, para ulama pendukung tafsir bi al-ra’yi menguatkan pandangannya
dengan mengemukakan fakta bahwa Nabi Muhammad Saw berdoa untuk Ibnu
Abbas yang berbunyi :
اللهم فقهه فى الدين و علمه التأويل
Artinya : Ya Allah berilah pemahaman pada Ibnu Abbas dalam masalah agama, dan
ajarkanlah Ibnu Abbas dalam menafsirkan Al-Qur’an.
Melihat pro-kontra para ulama mengenai tafsir bi al-ra’yi tersebut, maka Imam Al-
Ghazali menyatakan bahwa : “Di dalam menafsirkan (Menta’wilkan) Al-Qur’an
tidaklah disyaratkan mendengar penjelasan langsung dari Rasululllah Saw, setiap
orang boleh saja memahami Al-Qur’an sesuai dengan kemampuan dan batas
akalnya.”