dimulai sejak lama. Sejak zaman colonial Belanda kaum perempuan sudah memimpikan sebuah
hukum perkawinan yang isinya menentang poligami. Poligami memang telah menjadi momok
yang menakutkan bagi perempuan sejak dulu. Selain poligami, perceraian sewenang-wenang
juga menjadi hal yang menakutkan dimana seorang isteri akan begitu saja dinyatakan diceraikan,
apabila sang suami mengeluarkan talak. Kedua hal inilah yang membuat para perempuan
Indonesia, khususnya mereka yang berasal dari golongan terpelajar bergerak untuk melakukan
a. Tantangan dari pemahaman masyarakat minim mengenai UU Perkawinan. Tantangan dalam hal ini
biasanya terjadi di pelosok desa yang masyarakatnya memiliki pengetahuan yang minim mengenai UU
a. Tantangan Struktral
Penerapan UU Perkawinan di Indonesia juga mendapatkan tantangan dari segi kultur masyarakat
Indonesia sendiri. Fakta sejarah menunjukkan bahwa kultur masyarakat Indonesia yang berbeda disekan
oleh adanya beberapa sistem hukum yang berlaku di Indonesia. Karena itu, secara kultural UU
1) Sistem hukum nasional bersumber pada tiga sistem hukum yang terdiri dari hukum adat,
hukum Islam dan hukum warisan barat. Pemberlakuan ketiga sistem hukum ini disebabkan oleh
kebiasaan dan adat istiadat masyarakat Indonesia yang diyakini dan dipatuhi. Sistem hukum ini
kemudian disebut oleh pihak penjajah sebagai hukum adat yang berlaku secara formal dan
ilmiah.
b. Faktor agama, ketika agama Islam masuk ke Indonesia dan terjadi tranpormasi keyakinan dan
keperca-yaan dari paham animisme dan dinamisme masyarakat ke agama Islam sehingga
mayoritas masyarakat Indonesia memeluk agama Islam, maka sejak itu hukum Islam diyakini
dan dianut serta dipatuhi oleh masyarakat Islam sehingga hukum Islam menjadi sebuah sistem
c. Faktor penjajah, Indonesia yang pernah dijajah oleh Belanda selama kurang lebih 350 tahun,
maka sistem hukum yang diterapkan adalah sistem hukum kolonial Belanda dan sistem hukum