BY
1312200024
FAKULTAS HUKUM
SURABAYA
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Hukum berkembang mengikuti arah perubahan zaman dan kebutuhan manusia itu
sendiri. Salah satu unsur yang membuat adanya perubahan hukum dan perkembangan hukum
yaitu adanya ilmu pengetahuan, penemuan-penemuan pada bidang teknologi, dan perubahan
zaman sebagai akibat kebutuhan yang ada di dalam masyarakat. Dalam kehidupan
bermasyarakat dibutuhkan adanya hukum untuk mengatur kehidupan bermasyarakat.
Hukum pada masa sekarang dan hukum pada masa lalu merupakan satu kesatuan
yang tidak terputuskan dan mempunyai hubunganyang sangat erat, sambung menyambung
dan juga tak terputus-putus. Maka karena itu kita hanya bisa mengerti hukum pada masa kini
dengan mempelajari sejarah-sejarah hukum terdahulu.
Peranan sejarah hukum yaitu untuk mengungkapkan fakta-fakta hukum tentang masa
lalu pada kaitanya dengan masa kini. Hal tersebut juga merupakan suatu proses, suatu
kesatuan, dan kenyataan yang harus dihadapi dan yang paling penting bagi para ahli yaitu
bukti dan data haruslah tepat, logika, jujur, imajinasi yang kuat, serta tahapan yang sistematis.
Sejarah Hukum bisa memberikan pandangan yang sangat luas untuk kalangan hukum
itu sendiri, hukum tidak bisa berdiri sendiri, selalu dipengaruhi dari berbagai aspek kehidupan
yang mempengaruhi. Hukum masa kini merupakan hasil dari perkembangan terhadap
hukum-hukum yang ada di masa lalu, dan hukum masa kini juga merupakan dasar hukum
masa yang akan datang.
Situasi sosial politik yang ada di suatu negara baik positif ataupun negatif tidak bisa
terlepas dari pengaruh berbagai gejolak yang terjadi di Global. Oleh karena itu Sejarah
Hukum adalah sebagai pedoman dalam pembuatan hukum sangat memberi peran penting
supaya lebih hati-hati memperlakukan hukum karena hukum itu lahir dari eksistensi manusia
dalam berinteraksi sebagai mahluk sosial di kehidupan sehari-hari.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana sejarah hukum di Indonesia ?
C. PEMBAHASAN
a) Penjajahan Belanda
Pengaruh kuat hukum di Indonesia sangat kuat ketika dijajah oleh Belanda
selama kurun waktu 350 tahun yang menyebabkan hukum Belanda secara masif
mempunyai cengkraman kuat pada sistem hukum yang ada di Indonesia yang
membuat hukum asli yaitu hukum adat yang pada masa itu sudah ada dan berlaku di
tengah-tengah masyarakat Indonesia haruslah tersingkir. Awal mula penjajahan
Belanda ke Indonesia yaitu diawali mendirikannya perkumpulan dagang De
Verenigde Oost Indische Compagnie yang lalu lebih dikenal dengan sebutan VOC.
Namun karena mengalami kepailitan VOC dibubarkan pada tanggal 1 Januari 1800
dan Indonesia yang saat itu Bernama Hindia Belanda menjadi berada langsung
dibawah Pemerintahan Belanda yang menyebabkan semua sistem dari pemerintahan
Belanda dilakukan juga diwilayah Indonesia termasuk juga sistem hukum. Hukum
yang ditetapkan yaitu untuk kepentingan eksploitasi mendisiplinkan rakyat pribumi
menggunakan cara otoriter, dan perlindungan pada VOC. Pada tahap periode ini ada
pembedaan pemberlakuan hukum terhadap orang Belanda ataupun Eropa yang
berlaku pada hukum Belanda. Sedangkan bagi pribumi berlaku hukum yang telah
dibentuk oleh para komunitas secara mandiri.
b) Penjajahan Inggris
Saat Inggris menjajah sebagian wilayah Indonesia kondisi perkembangan dan
pemberlakuan hukum yang lebih maju karena pada masa itu Gubernur Jenderal
Thomas Stamford Raffles yang ditunjuk oleh Pemerintahan Inggris untuk memimpin
Indonesia menerapkan sistem Landrent dimana menggantikan sistem VOC yang telah
dianggap kuno. Pada masa pemerintahan Thomas Raffles dianggap menjadi tonggak
penting dalam sejarah ketatanegaraan pemerintah colonial di Indonesia. Sistem baru
yang diadakan oleh raffles dianggap akan menguntungkan petani, karena pada
hakekatnya pihak Raffles ingin memberi kepastian hukum dan kebebasan berusaha
tanpa adanya paksaan seperti yang dilakukan oleh pihak VOC dulu, namun sistem
landrent ini juga dianggap dapat menjamin pendapatan negara yang pasti. Pada jaman
raffles juga ditiadakan hukuman mati dengan cara menusuk keris dan membakar
orang yang akan dijatuhi hukuman pidana mati seperti yang berlaku pada masa
sebelumnya, baik menurut Hukum Islam, Hukum Adat dan Hukum Barat.
Politik Etis dilalukan awal abad ke-20. Kebijakan awal politik etis berkaitan
langsung dengan pembaruan hukum yaitu: 1) Pendidikan anak anak pribumi,
termasuk Pendidikan lanjutan hukum; 2) Pembentukan Volksraad, yaitu Lembaga
perwakilan untuk kaum pribumi; 3) Penataan organisasi pemerintahan, khususnya
segi efisiensi; 4) Penataan Lembaga peradilan, khususnya pada keprofesionalan; 5)
Pembentukan peraturan perundang-undangan yang berorientasi pada kepastian
hukum. Hingga kekuasaan colonial hancur, pembaruan hukum di Hindia Belanda
mewarisi: 1) Dualisme pluralisme hukum privat serta dualism pluralisme lembaga-
lembaga peradilan; 2) Rakyat digolongkan menjadi tiga goolongan; Eropa yang
disamakan Timur Asing, Tionghoa dan Non tionghoa, dan Pribumi.
Pada masa penjajahan Jepang pembaruan hukum sedikit yang terjadi, karena
tidak ada perombakan hukum yang sangat berarti karena masa pendudukan jepang
yang relative singkat yaitu selama 3,5 Tahun. Hal lain juga karena Pemerintah militer
jepang hanya mementingkan pemenangan perang dengan sekutu yang dipimpin oleh
Amerika Serikat yang menjadikan Jepang tidak mengurusi tentang pembangunan
hukum dan peningkatan kesejahteraan ekonomi bagi rakyat Indonesia, menurut
pemerintahan Jepang seluruh peraturan perundang-undangan yang tidak menyimpang
dengan peraturan militer Jepang tetap berlaku dengan diiringi secara perlahan
menghilangkan hak-hak istimewa orang-orang Belanda dan Eropa yang masih ada di
Indonesia. Seperti kebijakan baru yang isinya hanya meneruskan undang-undang dan
kebijakan sebelumnya yang telah ada yaitu: 1) Kitab UU Hukum Perdata, yang
awalnya hanya untuk golongan Eropa diberlakukan juga untuk orang-orang Cina; 2)
Peraturan militer diselipkan di undang-undang yang berlaku. Di bidang peradilan,
pembaharuan yang ada yaitu: 1) Peniadan dualism/pluralisme tata peradilan; 2)
Unifikasi Kejaksaan; 3) Pembedaan polisi kota dan pedesaan dihapuskan; 4)
Pembentukan lembaga pendiidkan hukum; 5) Pengisian secara massif jabatan-jabatan
administrasi pemerintahan dan hukum dengan orang-orang pribumi.
UUDS 1950 yang dimana telah mengakui hak asasi manusia. Namun pada
masa ini pembaharuan hukum dan tata peradilan tidak banyak terjadi, yang ada
malahan menyebabkan dilemma akan mempertahankan hukum dan peradilan adat
atau mengkodifikasi dan mengunifikasinya menjadi hukum nasional yang peka akan
hal perkembangan ekonomi dan tata hubungan internasional. Kemudian yang
terlaksana hanyalah unifikasi peradilan dengan meniadakan semua badan-badan dan
mekanisme pengadilan atau penyelesaian sengketa di luar pengadilan negara, yang
telah ditetapkan melalui UU No.9/1950 tentang Mahkamah Agung dan UU Darurat
No. 1/1951 tentang susunan dan Kekuasaan Pengadilan. Pembaruan hukum yang
sangatlah berpengaruh besar pada masa awal ini yaitu pembaruan di dalam bidang
peradilan, yang memiliki tujuan dekolonisasi dan nasionalisasi, seperti: 1)
Melanjutkan unfikasi badan-badan peradilan dengan melakukan penyederhanaan; 2)
Mengurangi dan membatasi peran badan-badan pengadilan adat dan swapraja, kecuali
badan-badan pengadilan agama bahkan hinnga dikuatkan dengan berdirinya
Mahkamah Islam Tinggi.
Pada tahun 1965 aada gejolak politik di Bangsa Indonesia dimana berkaitan dengan
perebutan kekuasaan antara presiden Soekarno dengan kelompok yang biasa disebut sebagai
Partai Komunis Indonesia (PKI), puncak pada peristiwa ini yaitu terjadinya pemberontakan
yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 30 September 1965 yang
menyebabkan pahlawan revolusi tewas dan dilanjutkan dengan diselenggarakanya siding
istimewa MPR Sementara pada 1966 yang menyebabkan Presiden Soekarno dilengserkan
dan menunjuk Jendral Soeharto sebagai pejabat Presiden Republik Indonesia yang kemudian
dikukuhkan tak lama setelahnya. Masa Orde Baru hadir dengan semangat yang sangat tinggi
mengoreksi total kesalahan-kesalahan penyimpangan saat masih dibawah pimpinan Presiden
Soekarno pad masa Orde Lama. Dibawah kepemimpinan Presiden Soeharto ada kebijakan
penting yaitu melakukan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam melaksanakan
pembangunan di segala bidang. Pada tahun 1973 terdapat susunan materi pembangunan
hukum pada Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) yang mempunyai isi bahwa
pembangunan hukum iyu diperuntukan bagi terbentuknya sistem hukum nasional Indonesia
yang mengadopsi hukum asli dengan menerima materi dan unsur dari hukum asing. Selama
masa ini hukum materil yang berlaku masih tetaplah menggunakan produk hukum kolonial,
kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang masihlah tetap diberlakukan belum dilakukan
pembaharuan. Saat masa Orde Baru juga terjadi dualism hukum dalam bidang kehakiman,
seperti para hakim diatur oleh dua lembaga yaitu departemen kehakiman dan mahkamah
agung, hal ini membuat para hakim tidak bebas dan mandiri dalam menjalankan tugas dan
kekuasaan kehakiman, sering kali para hakim diintervensi oleh para penguasa elit ketika
mengadil suatu perkara yang ada sangkut pautnya dengan pemerintahan, baik dalam perkara
perdata maupun dengan perkara pidana. Penegakan hukum di saat masa Orde Baru dilakukan
secara represif yakni hanya untuk melindungi kepentingan-kepentingan para penguasa
dengan segala perbuatan yang mereka perbuat, namun untuk segala perbuatan yang dilakukan
oleh masyarakat yang mengganggu dan merongrong wibawa dari pemerintahan maka akan
ditindak tegas secara cepat dengan menggunakan kekuatan produk hukum yang sudah dibuat
oleh Pemerintahan. Dalam era ini kondisi perekonomian Indonesia berkembang sangatlah
pesat, namun juga diiringi oleh praktik yang dikenal dengan KKN (kolusi, korupsi,
nepotisme) yang juga sangatlah tumbuh subur tanpa ada yang mengganggu. Kesenjangan
ekonomi juga semakin meluas hingga hampir menyeluruh. Pada bidang hukum di rezim
Orde Baru membekukan pelaksanaan UU pokok Agraria dan membentuk UU yang membuat
memudahkan modal asing untuk menanamkan modalnya di Indonesia dengan mudahnya, di
antaranya UU penanaman Modal Asing, UU Kehutanan, dan UU Pertambangan. Saat Rezim
Orde Baru juga melakukan beberapa kebijakan yang sangatlah merugikan bangsa antara lain:
1. Penundukan lembaga-lembaga hukum dibawah badan eksekutif; 2. Melakukan
pengendalian sistem Pendidikan dan penghancuran pikiran-pikiran kritis masyarakat,
termasuk juga dalam pemikiran kritis terhadap hukum.
Akibat dari buruknya rezim Orde Baru ini dimana kasus pelangaran HAM makin merajalela
maka membuat gejolak masyarakat yang ada didalam bangsa Indonesia mencetuskan gerakan
Reformasi untuk menurunkan rezim Orde Baru era kepemimpinan Presiden Soeharto yang
membuahkan hasil dengan dilengserkannya Presiden Soeharto pada bulan Mei 1998.
Istilah Reformasi pertama kali digunakan oleh Paus Gregorius VII, yang memiliki arti
sebagai usaha untuk membentuk kembali. Namun menurut Soetandyo Wignojosoebroto,
reformasi tidak hanyalah dimaknai sebagai usaha untuk membentuk kembali, namun juga
dimaknai olehnya sebagai usaha untuk melaksanakan perbaikan tatanan yang ada di dalam
struktur tersebut.
Tujuan utama dalam reformasi antara lain yaitu untuk memperbaiki sistem hukum yang ada,
menegakkan supremasi hukum, dan juga membenahi sistem politik guna mencapai tujuan
negara sebagaimana yang telah diamanatkan kontitusi yaitu meningkatkan kesejahteraan
seluruh masyarakat yang adil dan Makmur tanpa membeda-bedakannya.
Era Reformasi dilaksanakan mulai pada 21 mei 1998, atau lebih tepatnya saat Presiden
Soeharto mengundurkan diri dari jabatanya setelah berkuasa kurang lebih 30 Tahun, yang
lantas digantikan oleh wakil Presiden BJ Habibie. Sejak pucuk kekuasaan eksekutif dipegang
oleh Presiden BJ Habibie hingga pada masa sekarang, sudah terjadi empat kali amandemen
UUD 1945 melalui siding Istimewa MPR Tahun 1998 yang mempunyai hasil agenda
ketatanegaraan yaitu melakukan pemilihan umum pada tahun 1999 untuk memilih wakil
rakyat. Dari hasil pemilu 1999 tersebut kemudian dibentuklah Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR) baru yang diketuai oleh Amien Rais selaku beliau adalah salah satu tokoh
dalam Gerakan reformasi pada tahun 1998 yang kala itu berhasil melengserkan Presiden
Soeharto. Pada tahun 1999 pemilihan Presiden masih dilaksanakan oleh MPR sebagai tugas
dari lembaga tertinggi dari Negara, Presiden yang terpilih waktu itu adalah Abdurrahman
Wahid atau yang sering dikenal dengan Gusdur dengan menggandeng Megawati
Soekarnoputri sebagai Wakil Presidennya. Upaya dalam penataan sistem dan lembaga
ketatanegaraan yang dilakukan oleh Presiden Abdurrahman Wahid dinilai menimbulkan
resistensi dikalangan para anggota DPR dan para MPR diwaktu itu, sehingga pada akhirnya
Presiden diseret ke sidang Istimewa MPR karena Presiden diduga telah terlibat dalam kasus
dana budget Bulog dan Hibah dari Brunei Darussalam yang berujung pada pemberhentian
Presiden Abdurrahman Wahid oleh MPR yang kemudian digantikan oleh wakilnya yaitu
Megawati Soekarnoputri, yang lalu dari forum sidang istimewa MPR juga menghasilkan
nama Hamzah Haz sebagai Wakil Presiden yang menjabat hingga tahun 2004. Pada masa
kepemimpinan Megawati Soekarnoputri juga melakukan penataan pada sistem
ketatanegaraan dan kelembagaan negara di Indonesia. Penataan sistem ketatanegaraan yang
sangat amatlah penting yaitu merombak sistem pemilihan Presiden dari pemilihan MPR
menjadi pemilihan secara langsung oleh Rakyat dengan mengusung beberapa nama. Hasil
dari penetapan itu maka pada tahun 2004 diadakan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
yang pertama kali digelar di Indonesia, dari hasil tersebut kemudian terpilihlah Susilo
Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla sebagai Wakil Presiden tahun 2004 – 2009. Pemilihan
sepeerti ini kemudian diterapkan juga untuk pemilihan Kepala daerah (Gubernur dan
Bupati/Walikota) yang telah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentsang
pemerintahan daerah sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 bahwa pemilihan Kepala Daerah dilakukan secara langsung oleh rakyat seperti
pemilihan yang dilakukan kepada Presiden dan Wakil Presiden. Ada pembaruan yang terjadi
ketika dilihat dari arah perundang-undangan dan kelembagaan negara, ada beberapa
pembaruan formal yang terjadi yaitu: 1) Pembaruan sistem politik dan ketatanegaraan; 2)
Pembaruan pada sistem hukum dan hak asasi manusia; 3) pembaruan sistem ekonomi.
Penyakit yang sangat mencolok dari masa Orde Baru yaitu KKN (korupsi, kolusi dan
nepotisme) yang masih sangatlah kokoh mengakar pada masa Orde Baru, bahkan juga kian
meluas jangkauan dari kegiatan KKN tersebut. Selain itu juga kemampuan para perangkat-
perangkat hukum yang dinilai sangat tidak kompeten dalam menjalankan tugasnya yang tidak
mendukung dan tidak memadai untuk menjerat para pelaku yang melakukan praktek-praktek
tersebut. Bahkan dinilai menciderai hukum yang ada di Indonesia. Mulai dari aparat penegak
hukum pun seperti polisi, jaksa, dan hakim dan sekarang malah ditambah dengan adanya
advokat ternyata masih belum juga mampu untuk mendukung mengartikulasikan tuntutan-
tuntutan atas pembaruan hukum, hal ini dapat dilihat melalui ketidakmampuanya
Kejaksanaan Agung untuk meneruskan proses peradilan yang seadil-adilnya untuk mantan
Presiden Soeharto, peradilan pelanggaran HAM, serta peradilan untuk para konglomerat
hitam yang sangatlah sudah merajalela di Indonesia.
Namun ada juga sisi baik dari masa reformasi yaitu memperdayakan masyarakat agar bisa
menuntut hak-haknya yang tidak didapatkan sebagai warga negara Indonesia,
mengembangkan sumber daya hukumnya secara mandiri dan sehat, juga semakin gencar dan
luas dilaksanakannya. Meski yang terjadi seperti itu pembaruan hukum di Indonesia masih
sangatlah lambat dan masih tak menentu arahnya.
Penutup
Kesimpulan
Perjalanan Panjang bangsa Indonesia dari mulai masa penjajahan hingga masa sekarang ini
ternyata membuat turut serta menyumbang dan memberikan dampak yang sangatlah besar
untuk perkembangan sistem Hukum yang ada di negara Indonesia, baik dalam bentuk hukum
yang mengadopsi hukum asing maupun kontruksi kelembagaan hukum yang ada dan berdiri
didalamnya sekalipun. Hal ini bisa terbukti dengan sangat lekatnya produk-produk dam
istilah-istilah hukum colonial yang secara eksis dan bertahan masih berlaku dalam sistem
ketatanegaraan dan hukum yang ada di negara Indonesia, hal ini tak lepas dari kondisi masa
lampau yang sudah sangat mengakar kuat di hukum Indonesia dan membantu memberikan
peran untuk sulitnya penetrasi yang dilakukan oleh tokoh-tokoh hukum yang ada saat ini
untuk melakukan perombakan dalam semua komponen-komponen produk hukum masa
lampau seperti terjadinya polemic upaya Revisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang
terjadi dan mengejutkan baru-baru ini hingga menimbulkan gejolak di tengah masyarakat
dimana KUHP yang merupakan produk murni masa lampau yang sudah tertanam dan
mengakar kuat dalam ideologi hukum di Indonesia sudah sepatutnya disesuaikan dengan
kondisi perkembangan zaman sekarang ini. Tetapi dengan seiring berjalannya waktu kita
perlu sedikit memahami dan kembali berpijak pada salah satu teoti hukum bahwa Hukum
bersifat Statis dan juga bisa bersifat Dinamis.