Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pernapasan secara harfiah berarti pergerakan oksigen dari atmosfer
menuju ke sel untuk proses metabolisme dalam rangka menghasilkan energi
dan keluarnya karbon dioksida sebagai zat sisa metabolisme dari seluler ke
udara secara bebas. Pernapasan dilakukan organ pertukaran gas yaitu paru
dengan pompa ventilasi yang terdiri atas dinding dada, otot diafragma, isi dan
dinding abdomen serta pusat pernapasan di otak (Guyton dan Hall, 2006
dalam Karmiza 2014). Adapun kegagalan atau ketidak adekuatan paru dalam
pertukaran gas maka kejadian ini disebut dengan gagal nafas. Gagal nafas
dilatar belakangi oleh beberapa penyakit, seperti Penyakit Paru Obsruktif
Kronis (PPOK), asthma, pneumonia dan lain-lain.
Sekitar 65 juta orang menderita PPOK dan lebih dari 3 juta per-tahun
penderita PPOK meninggal karena penyakitnya, yaitu sekitar 6% kematian
dari seluruh penduduk dunia. Sekitar 90% terjadi pada Negara yang
berpenghasilan menengah kebawah (WHO, 2017). Adapun untuk penderita
asthma terdapat sekita 334 juta orang di dunia. Dan penyakit yang
melatarbelakani gagal nafas lainnya adalah pneumonia, pneumonia
membunuh jutaan orang di dunia dan penyakit ini masih merupakan
penyebab utama kematian pada anak dibawah 5 atau 10 tahun. (WHO,2017).
Seperti yang telah diketahui bahwa gagal nafas dilatar belakangi atau
dipicu oleh penyakit-penyakit tersebut diatas, dan telah disebutkan pula
bahwasannya angka penderita dan angka kematian yang disebabkan oleh
penyakit-penyakit tersebut masih cukup tinggi. Maka dapat disimpulkan
bahwa penderita gagal nafas pun cukup tinggi, terutama pada Negara dengan
kondisi ekonomi menengah kebawah atau Negara berkembang seperti Negara
kita ini. Oleh sebab itu, penyusun merasa perlu membahas dan menyusun

1|STIKesFaletehan
makalah mengenai gagal nafas ini, supaya penyusun dan pembaca dapat lebih
memahami lebih jauh lagi mengenai penyakit ini.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan penyakit gagal nafas?
2. Apa etiologi penyakit gagal nafas?
3. Bagaimana klasifikasi penyakit gagal nafas?
4. Apa patofisiologi penyakit gagal nafas?
5. Apa manifestasi klinis pada pasien gagal nafas?
6. Apa komplikasi pada pasien gagal nafas?
7. Bagaimana pengkajian primer dan sekunder penyakit gagal nafas?
8. Bagaimana penatalaksanaan pada pasien gagal nafas?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian penyakit gagal nafas
2. Untuk mengetahui etiologi terjadinya penyakit gagal nafas
3. Untuk mengetahui klasifikasi penyakit gagal nafas
4. Untuk mengetahui patofisiologi penyakit gagal nafas
5. Untuk mengetahui manifestasi klinis pada pasien gagal nafas
6. Untuk mengetahui komplikasi pada pasien gagal nafas
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan pasien gagal nafas
8. Untuk mengetahui pengkajian primer dan sekunder pasien gagal nafas

2|STIKesFaletehan
D. Manfaat
1. Bagi Penulis
Pembuatan makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan terutama pengetahuan mengenai penyakit gagal nafas dan
penatalaksanaan serta asuhan keperawatan pada pasien gagal nafas.

2. Bagi Institusi
Pembuatan makalah ini diharapkan dapat menambah pengetahuan ilmu
keperawatan dan mampu dijadikan referensi pembuatan makalah
selanjutnya.

3. Bagi Pembaca
Pembuatan makalah ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
pengetahuan yang bermanfaat.

3|STIKesFaletehan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Gagal Nafas


1. Definisi
Gagal nafas adalah memburuknya proses pertukaran gas paru yang
mendadak dan mengancam jiwa, menyebabkan retensi karbon dioksida dan
oksigen yang tidak adekuat (Marton 2011). Dan dapat didefinisikan juga,
pertukaran gas yang tidak adekuat sehingga terjadi hipoksia, hiperkapnia
(peningkatan konsentrasi karbon dioksida arteri), dan asidosis (Corwin,
2009).
Jadi gagal nafas merupakan suatu kondisi dimana sistem respirasi
gagal untuk melakukan fungsi pertukaran gas, pemasukan oksigen dan
pengeluaran karbondioksida. Ketidakmampuan itu dapat dilihat dari
kemampuan jaringan untuk memasukkan oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida.
Kriteria kadar gas darah arteri untuk gagal respirasi tidak mutlak bisa
ditentukan dengan mengetahui PO2 kurang dari 60mmHg dan PCO2
diatas 50mmHg. Gagal nafas akut terjadi dalam berbagai gangguan baik
pulmoner maupun nonpulmoner.

2. Klasifikasi Gagal Nafas


Berdasarkan pada pemeriksaan AGD, gagal nafas dapat dibagi menjadi 3
tipe.
a. Tipe I merupakan kegagalan oksigenasi atau hipoksemia, sehingga
disebut gagal nafas hipoksemik. Dimana tekanan parsial oksigen di
arteri (PaO2) kurang dari ) mmHg. Terjadi akibat kegagalan difusi
oksigen dari alveolus ke sirkulasi.

4|STIKesFaletehan
b. Tipe II yaitu kegagalan ventilasi atau hiperkapnia, sehingga disebut
gagal nafas hiperkapnik. Tekanan pasrisal karbondioksida (PaCO2)
lebih dari 45 mmHg. Terjadi akibat kegagalan fungsi ventilasi atau
pompa udara pada saluran nafas. Dapat disertai hipoksemia, umumnya
disertai asidosis respiratoti.
c. Tipe III adalah gabungan antara kegagalan oksigenasi dan ventilasi
ditandai dengan hipoksemia dan hiperkarbia penurunan PaO2 dan
peningkatan PaCO2.

3. Etiologi Gagal Nafas


Gagal nafas akut dapat disebabkan oleh kelainan intrapulmonal dan
ektrapulmonal. Kelainan intrapulmonal meliputi kelainan pada saluran
nafas bawah, sirkulasi pulmoner, jaringan interstitial, kapiler alveolar.
Kelainan ektrapulmonal merupakan kelainan pada pusat nafas,
neuromuskular, pleura maupun saluran nafas atas.

4. Patofisiologi Gagal Nafas


Secara umum terdapat empat dasar mekanisme gangguan pertukaran gas
pada sistem pernafasan yaitu:
a. Hipoventilasi
b. Ketidakseimbangan ventilasi atau perfusi
c. Pintasan darah kanan ke kiri
d. Gangguan difusi.

Kelainan ektrapulmonel menyebabkan hipoventilasi sedangkan kelainan


intrapulmonel dapat meliputi seluruh mekanisme tersebut. Sesuai dengan
patofisiologinya gagal nafas akut dapat dibedakan kedalam 2 bentuk yaitu:
hiperkapnia atau kegagalan ventilasi dan hipoksemia atau kegagalan
oksigenasi. Gagal nafas pada umumnya disebabkan oleh kegagalan
ventilasi yang ditandai dengan retensi CO2, disertai dengan penurunan pH

5|STIKesFaletehan
yang abnormal, penurunan PaO2, dengan nilai perbedaan tekanan O2 di
alveoli-arteri (A-a)DO2 meningkat atau normal.

Kegagalan ventilasi dapat disebabkan oleh hipoventilasi karena kelainan


ektrapulmoner dan ketidakseimbangan V/Q yang berat pada kelainan
intrapulmoner atau terjadi kedua-duanya secara bersamaan. Hiperkapnia
yang terjadi karena kelainan ektrapulmoner disebabkan karena terjadinya
penurunan aliran udara antara atmosfer dengan paru tanpa kelainan
pertukaran gas di parenkim paru. Dengan demikian akan didapatkan
peningkatan PaCO2, penurunan PaO2, dan nilai (A-a) DO2 normal.
Kegagalan ventilasi pada penderita penyakit paru terjadi sebagai berikut :
sebagian alve5oli mengalami penurunan ventilasi relatif terhadap perfusi,
sedangkan sebagian lagi terjadi peningkatan ventilasi relative terhadap
perfusi. Awalnya daerah dengan ventilasi rendah dapat dikompesasi
dengan daerah terventilai tinggi sehingga tidak terjadi peningkatan PaCO2.
Tetapi apabila ketidakseimbangan ventilasi ini sudah semakin beratnya
maka mekanisme kompensasi tersebut gagal sehingga terjadi kegagalan
ventilasi yang ditandai oleh peningkatan PaCO2, penurunan PaO2, dengan
peningkatan (A-a) DO2 yang bermakna.

Pada gagal nafas tipe hipoksemia, PaCO2 adalah normal atau menurun,
PaO2 adalah menurun dan peningkatan (A-a) DO2. Gagal nafas tipe ini
terjadi pada kelainan pulmoner dan ektrapulmoner. Mekanisme terjadinya
hipoksemia terjadi akibat ketidakseimbangan ventilasi-perfusi dan pintasan
darah kanan-kiri, sedangkan gangguan difusi dapat merupakan gangguan
penyerta.

Indikator gagal nafas frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi


penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang
dilakukan memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi
tinggi sehingga timbul kelelahan. Kapasitas vital adalah ukuran ventilasi
(normal 10-20 ml/kg

6|STIKesFaletehan
5. Manifestasi Klinis
a. Peningkatan jumlah pernafasan
b. Sulit bernafas, retraksi dada dan sianosis
c. Penurunan kesadaran mental
d. Takikardi
e. Takipnea
f. Dispnea dengan kesulitan bernafas
g. Terdapat retraksi interkosta
h. Hipoksemia
i. Auskultasi paru : ronchi basah, stridor, wheezing
j. Auskultasi jantung : bunyi jantung normal tanpa murmur atau gallop
k. Keluhan dan gejala berdasarkan tipe gagal nafas :
a) Tipe 1 : Hipoksemia tanpa hiperkapnia (lung failure), keluhan dan
gejala : gangguan nafas pendek (sesak) yang akut, kejadian penyakit
akut, takipnea ( > 35 menit), takikardia, hipotensi.
b) Tipe 2 : Hipoksemia dengan hiperkapnia (pump failure), keluhan dan
gejala : perifer masih hangat, nadi tidak teratur, tremor (retensi
CO2), sakit kepala, pupil mengecil, vena retina melebar, papil
edema, refleks tendon menurun, koma.

6. Pengkajian Primer dan Sekunder


a. Pengkajian Primer
a) Airway
Jalan napas sangat penting untuk ventilasi, oksigenasi, dan
pemberian obat-obat pernapasan. Pada semua pasien gangguan
pernapasan harus dipikirkan dan diperiksa adanya obstruksi jalan
napas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah,
fraktur mandibula atau maxilla, fraktur laring atau trakea. Dalam
hal ini dapat dilakukan tekhnik head tilt - chin lift atau jawthrust.
Pertimbangan untuk insersi jalan napas buatan seperti endotracheal

7|STIKesFaletehan
tube (ETT) berdasarkan manfaat dan resiko jalan napas buatan
dibandingkan jalan napas alami. Resiko jalan napas buatan adalah
trauma insersi, kerusakan trakea (erosi), gangguan respon batuk,
resiko aspirasi, gangguan fungsi mukosiliar, resiko infeksi,
meningkatnya resistensi dan kerja pernapasan. Keuntungan jalan
napas buatan adalah dapat melintasi obstruksi jalan napas atas,
menjadi rute pemberian oksigen dan obatobatan, memfasilitasi
ventilasi tekanan positif dan PEEP, memfasilitasi penyedotan
sekret, dan rute bronkoskopi fibreoptik.

b) Breathing dan Ventilation


Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik.
Pertukaran gas yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk
pertukaran oksigen dan mengeluarkan karbondioksida dari
tubuh.ventilasi yang baik meliputi, fungsi yang baik dari paru,
diafragma dan dinding dada.

c) Circulation
1) Volume darah dan curah jantung : kaji perdarahan client, suatu
keadaan hipotensi harus dianggap disebabkan oleh hypovolemia,
tiga observasi yang dalam htungan detik dapat memberikan
informasi mengenai keadaan hemodiamik yaitu kesadaran,
warna kulit dan nadi.
2) Control perdarahan

d) Disability
Penilaian neurologis yang secara tepat yaitu tingkat kesadaran,
ukuran dan reaksi pupil titik.

e) Eksposure
Dilakukan pemeriksaan fisik head to toe untuk memeriksa jejas.

8|STIKesFaletehan
b. Pengkajian Sekunder
Pengkajian sekunder meliputi :
a) Riwayat Kesehatan
b) Aktivitas atau Istirahat
c) Sirkulasi, integritas
d) Makanan atau Cairan
e) Eliminasi
f) Nyeri atau kenyamanan
g) Pernafasan
h) Interaksi Sosial

7. Penunjang Diagnostik
a. Analisa Gas Darah Arteri
Pemeriksaan gas darah arteri penting untuk menentukan adanya
respiratorik dan alkalosis respiratorik, serta untuk mengetahui apakah
pasien mengalami asidosis metabolik, atau keduanya pada pasien yang
sudah lama mengalami penyakit gagal nafas. Selain itu analisa gas
darah juga digunakan untuk mengetahui oksigenasi serta evaluasi
kemajuan terapi atau pengobatan yang diberikan.
b. Radiologi
Berdasarkan poto thorax PA/AP dan lateral serta fluoroskopi akan
banyak data yang diperoleh seperti terjadinya hiperinflasi,
pneumothorax, efusi pleura, dan tumor paru.
c. Elektrokardiogram (EKG)
d. Pengukuran Fungsi Paru
Penggunaan spirometer untuk mengetahui ada tidaknya gangguan
obstruksi dan retriksi paru.
e. Pemeriksaan Sputum
Yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan sputum adalah warna, bau
dan kekentalan.

9|STIKesFaletehan
8. Penatalaksanaan Pasien Gagal Nafas
a. Atasi Hipoksemia : Terapi Oksigen
Pada kondisi ini oksigen harus diberikan dengan FiO2 60-100% dalam
waktu pendek dan terapi yang spesifik diberikan. Selanjutnya oksigen
diberikan dengan dosis yang dapat mengatasi hipoksemia dan
meminimalisasi efek samping. Cara pemberian oksigen secara umum
ada 2 macam yaitu sistem arus rendah dan sistem arus tinggi. Kateter
nasal kanul merupakan alat dengan sistem arus rendah yang digunakan
secara luas. Nasal Kanul arus rendah mengalirkan oksigen ke
nasofaring dengan aliran 1-6 L/mnt, dengan FiO2 antara 0,24-0,44 (24
%-44%). Aliran yang lebih tinggi tidak meningkatkan FiO2 secara
bermakna diatas 44% dan dapat mengakibatkan mukosa membran
menjadi kering. Alat oksigen arus tinggi di antaranya ventury mask dan
reservoir nebulizer blenders.

b. Atasi Hiperkapnia : Perbaiki Ventilasi


Pada keadaan darurat bantuan nafas dapat dilakukan secara mulut
kemulut atau mulut ke hidung, biasanya digunakan sungkup muka
berkantung (face mask atau ambu bag) dengan memompa kantungnya
untuk memasukkan udara ke dalam paru. Hiperkapnia mencerminkan
adanya hipoventilasi alveolar. Mungkin ini akibat dari turunnya
ventilasi semenit atau tidak adekuatnya respon ventilasi pada bagian
dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi. Peningkatan PaCO2 secara
tiba-tiba selalu berhubungan dengan asidosis respiratoris. Pasien
dengan pemulihan awal diharapkan, ventilasi mekanik non invasif
dengan nasal atau face mask merupakan alternatif yang efektif.

c. Terapi suportif lainnya : Fisioterapi Dada


Fisioterapi dada dilakukan untuk membersihkan jalan nafas dari sekret,
sputum. Tindakan ini selain untuk mengatasi gagal nafas juga untuk
tindakan pencegahan. Pasien diajarkan bernafas dengan baik, bila perlu

10 | S T I K e s F a l e t e h a n
dengan bantuan tekanan pada perut dengan menggunakan telapak
tangan pada saat inspirasi. Pasien melakukan batuk yang efektif.
Dilakukan juga tepukan-tepukan pada dada, punggung, dilakukan
perkusi, vibrasi dan drainage postural. Kadang-kadang diperlukan juga
obat-obatan seperti mukolitik dan bronkodilator.

9. Fakmakologi
Obat-obatan yang dapat diberikan pada pasien gagal nafas antara lain:
a. Antibiotik
Antibiotik sebaiknya diberikan sebaiknya setelah diperoleh hasil kultur
dan uji kepekaan terhadap kuman penyebab.
b. Bronkodilator
Untuk pasien gagal nafas dapat diberikan bronkodilator sesuai dengan
faktor penyebab penyakit. Ada 2 golongan yang dapat digunakan, yaitu:
Golongan simpatetik yang sering digunakan adalahadrenalin, efedrin,
dan beta-2agonis selektif, dan derivat santin, yang sering digunakan
adalah aminofilin.
c. Kortikosteroid
Untuk mengurangi peradangan, terutama pada asthma bronkhial.
d. Deuretik
Diuretik diberikan bila ada kelainan pada kegagalan jantung kanan atau
jantung kiri.

B. Konsep Asuhan Keperawatan Gawat Darurat


1. Primary Survey
a. Airway
a) Pastikan pasien tidak sadar, dengan menyentuh, menggoyang dan
dan memanggil nama bu atau pak
b) Panggilan untuk pertolongan
c) Posisi korban
d) Posisi penolong

11 | S T I K e s F a l e t e h a n
e) Buka jalan nafas
b. Breathing
Tentukan apakah pasien tidak bernafas dengan mendekatkan telinga
diatas mulut atau hidung pasien sambil mempertahankan pembukaan
jalan nafas, perhatikan dada pasien, melihat gerakan naik turun dada
pasien, mndengar udara keluar waktu ekspirasi, merasakan adanya
aliran udara. Berikut adalah cara pemberian bantuan ventilasi :
a) Mulut ke mulut
Penolong memijat hidung pasien dengan ibu jari dan jari telunjuk,
penolong memberikan dua nafas penuh, indikator ventilasi yang
adekuat : observasi naik turunnya dada, mendengar dan
merasakan udara pada waktu ekshalasi
b) Mulut ke hidung
Pada pasien yang tidak mungkin dilakukan ventilasi melalui
mulut, penolong menarik nafas dalam, menutup hidung pasien
dengan bibir penolong dan menghembuskan kedalam hidung.
c) Mulut ke stoma
Pada pasien yang dipasang tracheostomy

c. Circulation
a) Penilaian : tentukan denyut nadi tidak ada, pemeriksaan nadi
dilakukan pada arteri karotis selama 5-10 detik, bila denyut nadi
ada tetapi pernafasan tidak ada maka pertolongan pernafasan
dilakukan dua kali nafas awal (1,5-2 detik setiap nafas), kemudian
12 kali permenit pertolongan pernafasan, bila denyut nadi tidak
teraba maka dilakukan kompresi dada luar.
b) Aktifkan sistem pelayanan medik. Menghubungi sistem
pelayanan darurat dengan memberikan informasi tentang : hal-hal
yang terjadi, serangan jantung atau kecelakaan, jumlah orang
yang membutuhkan pertolongan, kondisi pasien, bantuan yang
sudah diberikan, informasi lainnya yang dibutuhkan.

12 | S T I K e s F a l e t e h a n
c) Kompresi dada luar. Kompresi dada luar akan menyebabkan
sirkulasi ke paru-paru dan diikuti dengan ventilasi.
d) Posisi tangan yang tepat saat kompresi:
1) Dengan jari telunjuk dan jari tengah menentukan batas bawah
iga pasien
2) Jari-jari menelusuri dimana iga bertemu dengan sternum
bagian tengah bawah
3) Jari telunjuk diletakkan ditengahnya pada bagian bawah
sternum
4) Bagian telapak tangan yang dekat dengan kepala pasien
diletakkan pada bagian bawah sternum
5) Tangan yang lain diletakkan diatas tangan yang berada pada
sternum sehingga kedua tangan berada pada posisi sejajar
6) Jari-jari dapat diluruskan atau menyilang tetapi tidak boleh
menyentuh dada
7) Karena terdapat berbagai bentuk dan ukuran tangan, maka
posisi tangan ialah menggunakan pergelangan tangan yang
berada pada dada dengan tangan yang berada dibagian bawah
sternum
e) Teknik kompresi yang tepat
1) Siku dipertahankan pada posisi lengan diluruskan dan bahu
penolong berada pada posisi langsung diatas tangan sehingga
setiap penekanan kompresi dada luar dilakukan lurus kebawah
pada sternum
2) Tekanan kompresi diletakkan agar dapat mengalir kedalam
jantung. Tekanan harus dilepaskan dan dada dibiarkan kembali
keposisi semula, waktu yang digunakan untuk pelepasan harus
sama dengan waktu yang digunakan untuk kompresi
3) Tangan tidah boleh diangkat dari dada atau diubah posisi nya

13 | S T I K e s F a l e t e h a n
2. Secondary Survey
a. Pemeriksaan Fisik
1) Inspeksi
Adanya penggunaan otot bantu nafas, polisitemia, papiledema,
dispnea, takipnea, sianosis, sputum sedikit berbusa
2) Palpasi
Ekstremitas teraba dingin, peningkatan fremitus
3) Perkusi
Bunyi pekak diatas area konsilidasi, takikardia, aritmia
4) Auskultasi
Suara paru melemah, pada penyakit tertentu terdengar suara
wheezing, ronchi, snoring dan crakles.

b. Pemeriksaan Diagnostik
1) Analisa Gas Darah Arteri
2) Radiologi
3) Elektrokardiogram (EKG)
4) Pengukuran Fungsi Paru
5) Pemeriksaan Sputum

3. Rencana Keperawatan

Perencanaan
Diagnosa Tujuan dan
No Intervensi
Keperawatan Kriteria Hasil Aktivitas (NIC)
(NIC)
(NOC)
1. Gangguan Setelah dilakukan Monitor 1) Monitor kecepatan,
Ventilasi asuhan keperawatan Pernapasan irama, kedalaman, dan
Spontan selama 1x24 jam kesulitan bernapas
maka tercapai : 2) Catat pergerakan dada,
1. Status catat ketidaksimetrisan,
Pernafasan : penggunaan otot-otot
Pertukaran Gas bantu nafas, dan retraksi

14 | S T I K e s F a l e t e h a n
dengan Kriteria pada otot supraclaviculas
hasil : dan intercosta
- PO2 dalam 3) Monitor pola napas
rentang normal 4) Monitor saturasi
- PCO2 dalam oksigen
rentang normal 5) Monitor pemeriksaan
- SaO2 dalam ventilasi mekanik,
rentang normal peningkatan tekanan
- pH arteri dalam inspirasi, dan penurunan
rentang normal volume tidal.
- Dispnea (-) 6) Catat perubahan pada
- Keseimbangan saturasi O2, volume tidal
ventilasi dan akhir CO2, dan perubahan
perfusi nilai analisa gas darah
- Tidal dengan tepat.
karbondioksida
akhir normal

2. Status Manajemen 1) Memberikan OPPA atau


Pernafasan : Jalan Napas alat bantu gigit untuk
Ventilasi dengan Buatan mencegah tergigitnya
kriteria hasil : selang endotracheal,
- Frekuensi dengan cara yang tepat
pernapasan 2) Mengembangkan balon
dalam rentang endotracheal/traceostoma
normal dengan menggunakan
- Irama volume oklusif minimal
pernapasan 3) Mempertahankan
reguler pengembangan balon
- Volume tidal endotracheal/traceostoma
dalam rentang pada tekanan 15-25 mmHg

15 | S T I K e s F a l e t e h a n
nornal selama ventilasi mekanik,
- Penggunaan otot selama dan setelah
bantu napas (-) pemberian makan
- Dispnea (-) 4) Cek tekanan balon
sesegera mungkin setelah
pemberian anastesi umum
atau manipilasi pada
selang ETT.
5) Ganti tali ETT setiap
24jam, inpeksi kulit dan
mukosa mulut.
6) Auskultasi suara paru
kanan dan kiri setelah
pemasangan atau
penggantian tali
endotracheal/traceostoma
7) Monitor suara ronchi
dan crackles di jalan napas
8) Monitor jumlah, warna
dan konsistensi
mukus/sekret
9) Monitor penurunan
volume ekspirasi dan
peningkatan tekanan
inspirasi.

Manajemen 1) Monitor kondisi yang


Ventilasi mengindikasikan perlunya
Mekanik: dukungan ventilasi
Invasif 2) Monitor apakah terdapat
gagal napas

16 | S T I K e s F a l e t e h a n
3) Mulai mempersiapkan
dan mengaplikasikan
ventilator
4) Monitor adanya
penurunan volume yang
dihembuskan dan
peningkatan tekanan
pernapasan
5) Monitor tekanan
ventilator , sinkronisasi
pasien/ventilator dan suara
napas pasien
6) Lakukan suction jika
ada suara nafas abnormal
dan atau peningkatan
tekanan inspirasi
7) Monitor efek perubahan
ventilator pada pernapasan
SaO2, CO2, volume tidal
8) Dokumentasikan semua
perubahan yang dilakukan
pada seting ventilator
dengan informasi
mengenai resionalisasi
perubahan.
2. Gangguan Setelah dilakukan Pengurangan 1) Gunakan pendekatan
Penyapihan asuhan keperawatan Kecemasan yang tenang dan
Ventilator selama 4x24 jam meyakinkan
maka tercapai : 2) Nyatakan dengan jelas
1. Kontrol harapan terhadap prilaku
Kecemasan klien

17 | S T I K e s F a l e t e h a n
dengan kriteria 3) Pahami situasi krisis
hasil : yang terjadi dari perspektif
- Mengurasngi klien
penyebab 4) Berikan informasi
kecemasan faktual terkait diagnosis,
- Mengurangi perawatan dan prognosis
rangsangan 5) Dorong keluarga untuk
lingkungan ketika mendampingi klien
cemas 6) Jauhkan peralatan dari
- Mencari pandangan klien
informasi untuk 7) Ciptakan atmosfer rasa
mengurangi aman untuk meningkatkan
kecemasan kepercayaan
- Menggunakan 8) Dorong verbalisasi
strategi koping perasaan, persepsi, dan
yang efektif ketakutan
- Menggunakan 9) Identifikasi pada saat
teknik relaksasi terjadi perubahan tingkat
untuk mengurangi kecemasan
cemas 10) Dukung penggunaan
- Memonior durasi mekanisme koping yang
tiap episode sesuai
cemas 11) Instruksikan klien
- Memantau untuk menggunakan teknik
manifestasi fisik relaksasi
dan perilaku dari 12) Atur penggunaan obat-
kecemasan obatan untuk mengurangi
kecemasan secara tepat
13) Kaji tanda verbal dan
non vebal kecemasan

18 | S T I K e s F a l e t e h a n
2. Status Penyapihan 1) Pertimbangkan kesiapan
Pernafasan : Ventilator klien dalam proses
Ventilasi dengan Mekanik penyapihan (misalnya,
kriteria hasil : stabil secara hemodinamik,
- Frekuensi kondisi yang
pernapasan dalam membutuhkan ventilasi
rentang normal sudah teratasi, kondisi
- Irama pernapasan sudah optimal untuk
reguler penyapihan)
- Volume tidal 2) Monitor status caian
dalam rentang dan elektrolit yang optimal
nornal 3) Posisikan klien agar
- Penggunaan otot dapat menggunakan otot
bantu napas (-) penyapihan terbaik dan
- Dispnea (-) optimalkan fungsi
diafragma / penurunan
diafragma
4) Berikan fisioterapi dada
yang sasuai
5) Inisiasi proses
percobaan penyapihan
(misalnya, 30-120 menit
proses bernafas spontan
dengan bantuan ventilator)
6) Monitor gejala
kelelahan otot pernapasan
(perubahan PaCO2 secara
tiba-tiba, ventilasi yang
cepat dan lambat),
hipoksemia, dan hipoksia
jaringan ketika penyapihan

19 | S T I K e s F a l e t e h a n
sedang dalam proses
7) Berikan obat-obatan
yang dapat meningkatkan
kepatenan jalan nafas dan
perubahan gas
8) Bantu klien untuk
membedakan pernapasan
spontan dengan
pernapasan yang dibantu
secara mekanik
9) Intruksikan klien
mengenai perubahan
pengaturan ventilator yang
meningkat selama proses
pernapasan
10) Instruksikan keluarga
dan klien mengenai apa
yang diharapkan selama
proses berkala penyapihan.

3. Konservasi Manajemen 1) Anjurkan pasien


Energi Energi mengungkapkan perasaan
dengan kriteria hasil secra verbal mengenai
- Aktivitas dan keterbatasan yang dialami
istirahat 2) Tentukan jenis dan
seimbang banyaknya aktivitas yang
- Intake nutrisi dibutuhkan untuk menjaga
cukup ketahanan
- Menyadari 3) monitor intake/asupan
keterbatasan nutrisi untuk mengetahui
energi sumber energi yang

20 | S T I K e s F a l e t e h a n
- Teknik adekuat
konservasi 4) monitor/catat waktu dan
energi efektif lama istirahat/tidur pasien
- Menyesuaikan 5) Bantu pasien untuk
gaya hidup memahami prinsip
dengan tingkat konservasi energi
energi (misalnya, membatasi
aktivitas dan tirah baring)
6) Lakukan ROM
aktif/pasif untuk
menghilangkan
ketegangan otot
3. Bersihan Jalan Setelah dilakukan Penghisapan 1) Lakukan tindakan cuci
Napas Tidak asuhan keperawatan Lendir Pada tangan
Efektif selama 24 jam maka Jalan Napas 2) Tentukan perlunya
tercapai suksion mulut atau trachea
Status Pernapasan : 3) Auskultasi suara nafas
Kepatenan Jalan sebelum dan sesudah
Napas dengan suksion
kriteria hasil : 4) aspirasi nasopharynx
- Frekuensi dengan kanul suksion
Pernapasan dalam sesuai dengan kebutuhan
batas normal (16- 5) Masukkan
24x/ menit) nasoparingeal airway
- Irama Pernapasan untuk melakukan suksion
reguler nasotracheal sesuai dengan
- Kedalaman kebutuhan
inspirasi normal 6) Hiperoksigenasi dengan
- Berkemampuan oksigen 100% selama
mengeluarkan minimal 30detik,
sekret menggunakan ventilator

21 | S T I K e s F a l e t e h a n
- Ansietas (-) atau resusitator sebelum
- Dipsnea (-) dan setelah tindakan
- Batuk (-) suksion
- Penggunaan otot 7) Hiperinflasi dengan
bantu napas (-) menggunakan volume tidal
- Akumulasi yang sesuai dengan berat
sputum (-) badan pasien. Sesuai
kebutuhan
8) Gunakan closed-system
suctioning sesuai indikasi
9) Monior adanya nyeri
10) Monitor oksigenasi
pasien dan status
neurologis pasien segera
sebelumnya selama dan
setelah melakukan suction
11) Berdasarkan durasi
setiap suksiion trachea
buang sekret dan cek
respon pasien terhadap
suksion
12) Lakukan suksion
orofaring setelah
menyelesaikan suksion
trakhea
13) Hentikan suksion
trakhea dan sediakan
oksigen tambahan jka
pasien pernah mengalami
bradikardia, peningkatan
ektopi vetrikel dan atau

22 | S T I K e s F a l e t e h a n
desaturasi
14) Monitor dan catat
warna, jumlah dan
kosistensi sekret
15) Instuksikan pasien dan
atau keluarga untuk
melakukan suksion jalan
nafas sebagaimana
mestinya.
Stabilisasi & 1) Cuci tangan
Membuka 2) Gunakan alat pelindung
Jalan Nafas diri
3) Pilih dengan cara yang
tepat ukuran dan tipe tube
orofaringeal atau
nasofaringeal
4) suksion mulut dan
orofaring
5) Masukka tube
oro/nasofaring, pastikan
mencapai dasar lidah dan
tahan lidah agar tidak jatuh
kebelakang, rekatkan tube
oro/nasofaring dengan cara
yang tepat
6) Monitor adanya sesak
nafas, mengorok saat tube
oro/nasofaring terpasang
pada tempatnya
7) Masukkan Laryngeal
Mask Airway (LMA)

23 | S T I K e s F a l e t e h a n
sesuai dengan kebutuhan
8) Masukkan Esophageal
Obturator Airway (EOA)
sesuai dengan kebutuhan
9) Auskultasi suara nafas
kedua sisi paru sebelum
menggembungkan manset
esofagus EOA
10) Pilih jalan napas
buatan dengan volume
tinggi, manset yag
memiliki tekanan rendah
11) Berikan oksigen 100%
selama 3-5 menit, sesuai
dengan kebutuhan
12)Auskultasi dada setelah
intubasi
13) Observasi kesimetrisan
pergerakan dinding dada
14) Monitor saturasi
oksigen dengan tekanan
oksimetri yang tidak
invasive dan deteksi CO2
15) Monitor status
pernapasan
16) Minimalkan
pemindahan letak posisi
dan tarikan jalan napas
buatan dengan menunda
tabung ventilator dari
dukungan atas kepala,

24 | S T I K e s F a l e t e h a n
gunakan kateter yang
fleksibel dan memutar dan
jaga posisi selang selama
mengubah posisi pasien,
prosedur suksion dan
pelepasan/pemasangan
ventilator.

4. Gangguan Setelah dilakukan Terapi 1) Bersihkan mulut,


Pertukaran Gas asuhan keperawatan Oksigen hidung dan sekrsi takhea
selama 24 jam maka dengan tepat
tercapai 2) Pertahankan kepatenan
Status Pernapasan : jalan napas
Pertukaran Gas 3) berikan oksigen
dengan kriteria hasil: tahmbahan sesuai yang
- PO2 dalam diperintahkan
rentang normal 4) Monitor aliran oksigen
- PCO2 dalam 5) Monitor efektifitas
rentang normal terapi oksigen dengan
- SaO2 dalam tepat
rentang normal 6) Amati tanda-tanda
- pH arteri dalam hipoventilasi induksi
rentang normal oksigen
- Dispnea (-) 7) Monitor kecemasan
- Keseimbangan pasien yang bekaitan
ventilasi dan dengan kebutuhan
perfusi mendapatkan terapi
- Tidal oksigen
karbondioksida 8) Atur dan ajarkan pasien
akhir normal mengenai penggunaan

25 | S T I K e s F a l e t e h a n
perangkat oksigen yang
memudahkan mobilitas.

C. Hasil Penelitian
Dibawah ini adalah Evidance based Practice yang ditemukan terkait dalam
menunjang penanganan dan pengelolaan pada kasus gagal nafas :
1. Jurnal 1 (Mechanical Ventilation to Minimize Progression of Lung Injury
in Acute Respiratory Failure)
Ventilasi Mekanik di gunakan untuk pada pasien dengan gagal nafas akut
terutama pada pasien dengan resiko cedera paru yang di induksi
ventilator, yang sebagian di cegah dengan ventilasi pelindung paru.
Dalam jurnal ini di jelaskan bahwa ventilasi mekanik ini adalah
penerapan yang paling baik atau di anggap sebagai terapi profilaksis,
bukan hanya terapi suportif, untuk menimalkan perkembangan cedera
paru-paru pada pasien. Namun keadaan ventilasi spontan selama proses
ventilasi mekanin pada pasien dengan gagal nafas akut dapat
memperburuk cedera paru-paru.

Ada tiga hal yang menjelaskan bagaimana pernapasan spontan dapat


melukai dan memperparah cedera pada paru.

1. Jika paru-paru normal dapat mentolelir peningkatan volume tidal yang


sangat besarventilasi untuk wakru yang sangat singkat, seperti yang
terjadi saat latihan berat, paru yang sudah cedera sebelumnya lebih
rentan mengalami cedera kembali akibat ventilasi.
2. Berdasarkan konsep fisiologis, perubahan transpulmonary seperti
volume tidal yang diberikan, baik yang dihasilkan oleh ventilator
mekanik, upaya spontan, keduanya, atau ventilasi tekanan negative.
3. Selama ventilasi terkontrol, tekanan alveolar lebih tinggi daripada
tekanan ekspirasi akhir di bawah tekanan ekspirasi akhir di sebagian
besar siklus pernafasan.

26 | S T I K e s F a l e t e h a n
Dalam menerapkan konsep-konsep diatas. Ada beberapa hal yang harus
diperhatikan, diantaranya :

1. Penting untuk memastikan apakah pasien yang bernafas spontan


memiliki dorongan pernafasan yang tinggi dan telah mengadopsi pola
ventilasi yang akan menyebabkan cedera paru berikutnya.
2. Konsep pasien dengan cedera paru ini dapat membantu kia untuk lebih
menentukan peran dan penargetan perawatan yang diarahkan untuk
mengendalikan dorongan pernafasan atau beban CO2, termasuk
penghilangan CO2 secara ekstrakorporeal.
3. Meminimalkan VILI selama ventilasi mekanik.

Penelitian ini menyimpulkan bahwa relevansi klinis dari konsep fisiologis


dasar dalam konteks klinis dan khususnya dapat membantu dokter dengan
lebih baik mengakui pentingnya mencegah cedera patu yang parah dan
gagal nafas akut dengan penerapan terapi profilaksis yang efektif.

2. Jurnal 2 (Mechanical Ventilation during Extracorporeal Membrane


Oxygenation in Patients with Acute Severe Respiratory Failure)
Secara konvensional, sejumlah besar pasien dengan kegagalan pernapasan
akut memerlukan ventilasi mekanik (MV) untuk mencegah bencana
hipoksemia dan hiperkapnia. Namun, mekanik ventilasi ventilasi karena
cedera, mempercepat perkembangan penyakit. Oksigenasi membran
Extracorporeal (ECMO) memberikan alternatif untuk menyelamatkan
pasien dengan kegagalan pernapasan parah sehingga ventilasi mekanik
konvensional gagal mempertahankan pertukaran gas yang memadai.
Fisiologi di balik ECMO dan interaksinya dengan MOV ditinjau.
Selanjutnya, kami membahas mengenai pertimbangan OMSO
mendasarkan basis kontribusi dan manfaat dariMEC. Selama menjalankan
ECMO, strategi perlindungan defektifdapatdigunakan tanpa khawatir
denganpenyakit giprokimia dan retensi karbon dioksida. Ada banyak
bukti yang menunjukkan bahwa ventilasi pelindung dengan volume tidal

27 | S T I K e s F a l e t e h a n
rendah, tekanan ekspirasi akhir positif yang tinggi, dan posisi rawan dapat
memberikan manfaat pada hasil kematian. Baru-baru ini, ada peningkatan
popularitas pada penggunaan terjaga dan pernapasan spontan untuk pasien
yang menjalani ECMO, yang dianggap bermanfaat untuk difungsikan
kembali sebagai bakteri.

BAB III
TINJAUAN KASUS

A. PENGKAJIAN

Tanggal Pengkajian 21 April 2019

28 | S T I K e s F a l e t e h a n
a) Identitas Pasien

Nama : Ny. D

Usia : 30 Tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Tanggal Masuk : 21 April 2019

No. Registrasi : 012345

Alamat : Serang

Dx. Medis : Gagal Nafas

b) Identitas Penanggung Jawab

Nama : Tn. A

Hubungan : Suami

Pekerjaan : Karyawan

c) Pengkajian Primer
a. Airway
Pasien terpasang tracheostomi. Pada jalan napas terdapat sekret.
Kadang-kadang sekret terlihat diselang tracheostomi. Terdapat suara
gurgling
b. Breathing
RR : 48x/menit respirasi dari ventilator 12x/menit. Terpasang
ventilator mode CPAP. Konsenrasi O2 40%, PEEP 7
c. Circulation
TD: 140/80 mmHg, Nadi: 130x/menit, CVP 14 mmHg, akral hangat.
Trepasang infus di tangan sebelah kanan, jenis cairan NaCl

Resusitasi Jantung-Paru

Waktu mulai : Waktu Selesai :


Penggunaan Monitor EKG : Penggunaan defibrillator :
Volume cairan masuk : Penggunaan obat-obatan :

29 | S T I K e s F a l e t e h a n
Evaluasi
Kesadaran/GC : Somnolen
Nadi :
Respirasi :
Urin output :

d) Pengkajian Sekunder
Tanda Vital
 Nadi : 130x/menit Tekanan Darah : 140/80 x /menit
 Respirasi : 48x/menit Suhu : 37,8oC
a. Keluhan Utama
Penurunan Kesadaran
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 7 maret 2019 pasien terjatuh di kamar mandi dan
tidak sadarkan diri, setelah beberapa jam pasien mengalami demam dan
nafas sesak, kemudian keluarga membawa pasien ke RSUD Drajat
Prawiranegara lewat IGD. Di IGD pasien diberikan tindakan pemasangan
ET, periksa darah lengkap, dan infus.

c. Pemeriksaan Fisik

Kepala : Bentuk mesocephal, rambut hitam bergelombang, tidak


terdabat benjolan diarea kepala.

Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, buka mata


spontan, cekung, berkedip

Hidung : Simetris, ada sekret, tidak ada nyeri tekan pada sinus,
Terpasang NGT,

tidak ada polip.

Mulut : Pengeluaran ludah yang sering, membran mukosa kering.

Telinga : Keadaan telinga bersih, tidak ada nyeri tekan, fungsi


pendengaran normal.

30 | S T I K e s F a l e t e h a n
Leher : Pergerakan leher baik, tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan,
tidak terdapat

pemberasan kelenjar limfe.

Dada :

a) Paru Paru
Inspeksi : Pengembangan dinding dada simetris kanan dan kiri,
sesak nafas.
Palpasi : Taktil vokal fremitus tidak terkaji
Perkusi : Suara hipersonor dikedua lapang paru
Auskultasi : Terdengan suara ronchi

b) Jantung
Inspeksi : Tidak ada jaringan parut
Palpasi : Tidak ada pembesaran jantung
Perkusi : Terdapat sonor
Auskultasi : Ictus cordis ada di IC IV – V sinistra

Abdomen :

Inspeksi : Bentuk cembung

Auskultasi : Peristaltik usus 10x/menit

Perkusi : Terdapat suara hipertimpani

Palpasi : Tidak ada pembesaran massa, tidak ada nyeri tekan, tidak
ada

pembesaran hepar, tidak ada pembesaran lien.

Ekstremitas :

Atas : Kulit pada ekstremitas atas tampak kering, reflek bisep (-) pada
ekstremitas atas kanan dan kiri, kontraktur sendi-sendi dan
kelainan bentuk (skolioris), tangan dextra dan sinistra fleksi
abnormal, tangan dextra terpasang infus, tangan sinistra tampak
edema.

Bawah : reflek patella (-), kaki dextra dan sinistra fleksi abnormal, kulit
pada ekstremitas bawah tampak kering, tampak edema di kaki
kanan dan kiri.

31 | S T I K e s F a l e t e h a n
d. Hasil Pemeriksaan Penunjang :

Pada tanggal 16 April 2019 X foto Thorax

Hasil : Cor : Ukuran tidak membesar, pulmo : TB paru aktif. Ujung ET


setinggi V Thoracal III

e. Hasil Pemeriksaan LAB

32 | S T I K e s F a l e t e h a n
f. Terapi Obat :

B. Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan Ventilasi Spontan b/d Kelelahan Otot Pernapasan
2. Gangguan Penyapihan Ventilator b/d Hambatan Upaya Nafas
3. Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif b/d Hipersekresi Jalan Napas
4. Gangguan Pertukaran Gas b/d Ketidakseimbangan Ventilasi-Perfusi

C. Rencana Keperawatan

Perencanaan
Diagnosa
NO Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan Aktivitas (NIC)
(NOC) (NIC)
1. Gangguan Setelah dilakukan asuhan Monitor 1.) Monitor
Ventilasi keperawatan selama Pernapasan kecepatan, irama,

33 | S T I K e s F a l e t e h a n
Spontan 1x24 jam maka tercapai : kedalaman, dan
1. Status Pernafasan : kesulitan bernapas
Pertukaran Gas 2.) Catat pergerakan
dengan Kriteria hasil : dada, catat
- PO2 dalam ketidaksimetrisan,
rentang normal penggunaan otot-otot
- PCO2 dalam bantu nafas, dan
rentang normal retraksi pada otot
- SaO2 dalam supraclaviculas dan
rentang normal intercosta
- pH arteri dalam 3.) Monitor pola
rentang normal napas
- Dispnea (-) 4.) Monitor saturasi
- Keseimbangan oksigen
ventilasi dan 5.) Monitor
perfusi pemeriksaan
- Tidal ventilasi mekanik,
karbondioksida peningkatan tekanan
akhir normal inspirasi, dan
penurunan volume
2. Status Pernafasan : tidal.
Ventilasi dengan 6.) Catat perubahan
kriteria hasil : pada saturasi O2,
- Frekuensi volume tidal akhir
pernapasan dalam CO2, dan perubahan
rentang normal nilai analisa gas
- Irama pernapasan darah dengan tepat.
reguler
- Volume tidal Manajemen 1.) Memberikan
dalam rentang Jalan Napas OPPA atau alat
nornal Buatan bantu gigit untuk

34 | S T I K e s F a l e t e h a n
- Penggunaan otot mencegah
bantu napas (-) tergigitnya selang
- Dispnea (-) endotracheal, dengan
cara yang tepat
2.) Mengembangkan
balon
endotracheal/traceost
oma dengan
menggunakan
volume oklusif
minimal
3.) Mempertahankan
pengembangan balon
endotracheal/traceost
oma pada tekanan
15-25 mmHg selama
ventilasi mekanik,
selama dan setelah
pemberian makan
3.) cek tekanan balon
sesegera mungkin
setelah pemberian
anastesi umum atau
manipilasi pada
selang ETT.
4.) Ganti tali ETT
setiap 24jam, inpeksi
kulit dan mukosa
mulut.
5.) Auskultasi suara
paru kanan dan kiri

35 | S T I K e s F a l e t e h a n
setelah pemasangan
atau penggantian tali
endotracheal/traceost
oma
6.) Monitor suara
ronchi dan crackles
di jalan napas
7.) Monitor jumlah,
warna dan
konsistensi
mukus/sekret
8.) Monitor
penurunan volume
ekspirasi dan
peningkatan tekanan
inspirasi.

1.) Monitor kondisi


Manajemen yang
Ventilasi mengindikasikan
Mekanik: perlunya dukungan
Invasif ventilasi
2.) Monitor apakah
terdapat gagal napas
3.) Mulai
mempersiapkan dan
mengaplikasikan
ventilator
4.) Monitor adanya
penurunan volume
yang dihembuskan

36 | S T I K e s F a l e t e h a n
dan peningkatan
tekanan pernapasan
5.) Monitor tekanan
ventilator ,
sinkronisasi
pasien/ventilator dan
suara napas pasien
6.) Lakukan suction
jika ada suara nafas
abnormal dan atau
peningkatan tekanan
inspirasi
7.) Monitor efek
perubahan ventilator
pada pernapasan
SaO2, CO2, volume
tidal
8.) Dokumentasikan
semua perubahan
yang dilakukan pada
seting ventilator
dengan informasi
mengenai
resionalisasi
perubahan.
2. Gangguan Setelah dilakukan asuhan Penyapihan 1.) Pertimbangkan
Penyapihan keperawatan selama Ventilator kesiapan klien dalam
Ventilator 4x24 jam maka tercapai : Mekanik proses penyapihan
1. Status Pernafasan : (misalnya, stabil
Ventilasi dengan secara hemodinamik,
kriteria hasil : kondisi yang

37 | S T I K e s F a l e t e h a n
- Frekuensi membutuhkan
pernapasan dalam ventilasi sudah
rentang normal teratasi, kondisi
- Irama pernapasan sudah optimal untuk
reguler penyapihan)
- Volume tidal 2.) Monitor status
dalam rentang caian dan elektrolit
nornal yang optimal
- Penggunaan otot 3.) Posisikan klien
bantu napas (-) agar dapat
- Dispnea (-) menggunakan otot
penyapihan terbaik
dan optimalkan
fungsi diafragma /
penurunan diafragma
4.) Berikan
fisioterapi dada yang
sasuai
5.) Inisiasi proses
percobaan
penyapihan
(misalnya, 30-120
menit proses
bernafas spontan
dengan bantuan
ventilator)
5.) Monitor gejala
kelelahan otot
pernapasan
(perubahan PaCO2
secara tiba-tiba,

38 | S T I K e s F a l e t e h a n
ventilasi yang cepat
dan lambat),
hipoksemia, dan
hipoksia jaringan
ketika penyapihan
sedang dalam proses
6.) Berikan obat-
obatan yang dapat
meningkatkan
kepatenan jalan
nafas dan perubahan
gas
7.) Bantu klien untuk
membedakan
pernapasan spontan
dengan pernapasan
yang dibantu secara
mekanik
8.) Intruksikan klien
mengenai perubahan
pengaturan ventilator
yang meningkat
selama proses
pernapasan
9.) Instruksikan
keluarga dan klien
mengenai apa yang
diharapkan selama
proses berkala
penyapihan.

39 | S T I K e s F a l e t e h a n
3. Bersihan Setelah dilakukan asuhan Penghisapan 1.) Lakukan tindakan
Jalan Napas keperawatan selama 24 Lendir Pada cuci tangan
Tidak Efektif jam maka tercapai Jalan Napas 2.) Tentukan
Status Pernapasan : perlunya suksion
Kepatenan Jalan Napas mulut atau trachea
dengan kriteria hasil : 3.) Auskultasi suara
- Frekuensi nafas sebelum dan
Pernapasan dalam sesudah suksion
batas normal (16- 4.) aspirasi
24x/ menit) nasopharynx dengan
- Irama Pernapasan kanul suksion sesuai
reguler dengan kebutuhan
- Kedalaman 5.) Masukkan
inspirasi normal nasoparingeal airway
- Berkemampuan untuk melakukan
mengeluarkan suksion nasotracheal
sekret sesuai dengan
- Ansietas (-) kebutuhan
- Dipsnea (-) 6.)Hiperoksigenasi
- Penggunaan otot dengan oksigen
bantu napas (-) 100% selama
- Akumulasi minimal 30detik,
sputum (-) menggunakan
ventilator atau
resusitator sebelum
dan setelah tindakan
suksion
7.) Hiperinflasi
dengan
menggunakan
volume tidal yang

40 | S T I K e s F a l e t e h a n
sesuai dengan berat
badan pasien. Sesuai
kebutuhan
8.) Gunakan closed-
system suctioning
sesuai indikasi
9.) Monior adanya
nyeri
10.) Monitor
oksigenasi pasien
dan status neurologis
pasien segera
sebelumnya selama
dan setelah
melakukan suction
11.) Berdasarkan
durasi setiap
suksiion trachea
buang sekret dan cek
respon pasien
terhadap suksion
12.) Lakukan
suksion orofaring
setelah
menyelesaikan
suksion trakhea
13.) Hentikan
suksion trakhea dan
sediakan oksigen
tambahan jka pasien
pernah mengalami

41 | S T I K e s F a l e t e h a n
bradikardia,
peningkatan ektopi
vetrikel dan atau
desaturasi
14.) Monitor dan
catat warna, jumlah
dan kosistensi sekret
15.) Instuksikan
pasien dan atau
keluarga untuk
melakukan suksion
jalan nafas
sebagaimana
mestinya.

4. Gangguan Setelah dilakukan asuhan Terapi 1.) Bersihkan mulut,


Pertukaran keperawatan selama 24 Oksigen hidung dan sekrsi
Gas jam maka tercapai takhea dengan tepat
Status Pernapasan : 2.) Pertahankan
Pertukaran Gas kepatenan jalan
dengan kriteria hasil: napas
- PO2 dalam 3.) berikan oksigen
rentang normal tahmbahan sesuai
- PCO2 dalam yang diperintahkan
rentang normal 4.) Monitor aliran
- SaO2 dalam oksigen
rentang normal 5.) Monitor
- pH arteri dalam efektifitas terapi
rentang normal oksigen dengan tepat
- Dispnea (-) 6.) Amati tanda-
- Keseimbangan tanda hipoventilasi

42 | S T I K e s F a l e t e h a n
ventilasi dan induksi oksigen
perfusi 7.) Monitor
- Tidal kecemasan pasien
karbondioksida yang bekaitan
akhir normal dengan kebutuhan
mendapatkan terapi
oksigen
8.) Atur dan ajarkan
pasien mengenai
penggunaan
perangkat oksigen
yang memudahkan
mobilitas.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Gagal nafas adalah memburuknya proses pertukaran gas paru yang
mendadak dan mengancam jiwa, menyebabkan retensi karbon dioksida dan

43 | S T I K e s F a l e t e h a n
oksigen yang tidak adekuat (Marton 2011). Etiologi gagal nafas adalah
adanya kelainan pada intrapulmonal atau ekstrapulmonal. Terdapat empat
dasar mekanisme gangguan ini yaitu hipoventilasi, ketidakseimbangan
ventilasi atau perfusi, pintasan darah kanan ke kiri, gangguan difusi.
Pengkajan primer yang dilakukan adalah dengan mengkaji ABCDE, dan
dilanjutkan dengan pengkajian sekunder. Penatalaksanannya meliputi
penatalaksanaan suportif (mengatasi gangguan pada pertukaran gas), dan
penatalaksanaan kausatif (melakukan resusitasi).

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah diatas banyak sekali kesalahan dan jauh
dari kesempurnaan. Penulis akan memperbaiki makalah tersebut dengan
berpedoman pada banyak sumber yang dapat dipertanggungjawabkan. Maka
dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran mengenai pembahasan
makalah dalam kesimpulan di atas. Dan penulis berharap agar makalah ini
dapat menambah sedikit pengetahuan pembaca mengenai gagal nafas.

DAFTAR PUSTAKA

Deli, H., Arifin, M. Z., & Fatimah, S. (2017). PERBANDINGAN PENGUKURAN


STATUS SEDASI RICHMOND AGITATION SEDATION SCALE (RASS)
DAN RAMSAY SEDATION SCALE (RSS) PADA PASIEN GAGAL NAFAS
TERHADAP LAMA WEANING VENTILATOR DI GICU RSUP Dr. HASAN
SADIKIN BANDUNG. Jurnal Riset Kesehatan Vol.6(1), 32-39

44 | S T I K e s F a l e t e h a n
Karmiza., Muharriza., & Emil Huriani. (2014). POSISI LATERAL KIRI ELEVASI
KEPALA 30 DERAJAT TERHADAP NILAI TEKANAN PARSIAL OKSIGEN
(PO2) PADA PASIEN DENGAN VENTILASI MEKANIK (Left Lateral
Positioning with Head Elevation Increase The Partial Pressure of Oxygen
on Patients with Mechanical Ventilation. Jurnal Ners Vol.9(1), 59–65

Hellena Deli., T. Abdur Rasyid., & Muhammad Refki. (2018). Hubungan Antara
Status Nutrisi Dan Penggunaan Alat Bantu Nafas Pada Pasien di ICU.
Jurnal Ilmiah Keperawatan Indonesia Vol.2(1), ISSN: 2580-3077. Diakses
pada April 2019 melalui http://jurnal.umt.ac.id/index.php/jik/index

Nemaa PK. (2003). Respiratory Failure. Indian Journal of Anaesthesia, Vol.47(5)


ISSN: 3606

Murat K, Michael., R.P. (2012). Respiratory Failure. Diakses pada April 2019
melalui http://emedicine.medscape.com/article/167981-overview

https://dokumen.tips/documents/makalah-gagal-nafas-kelompok.html

Krisanti Paula., et al. (2016). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: CV.
Trans Infomedia

Taufan Nugroho., et al. (2016). Teori Asuhan Keperawatan Gawat Darurat.


Yokyakarta: Nuha Medika

Nursing Outcomes Classification (NOC)


Nursing Interventions Classification (NIC)
Standar Diagnossa Keperawatan Indonesia (SDKI)

45 | S T I K e s F a l e t e h a n

Anda mungkin juga menyukai