Disusun Oleh:
NITA SILABAN (20400094)
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1. Tujuan umum
Sebagai salah satu tugas program ners dalam mata kuliah KDP.
2. Tujuan khusus
Adapun tujuan khusus dari penulisan tugas ini adalah sebagai berikut:
D. Metode Penulisan
1. Wawancara
2. Observasi
3. Studi Dokumentasi
4. Studi Kepustakaan
E. Sistematika Penulisan
Penunjang, Penatalaksanaan.
A. Definisi Tumor
Tumor adalah suatu benjolan yang disebabkan oleh pertumbuhan sel. Ada
1. Tumor Jinak
anatominya.
6
e) Tumor ganas selalu menimbulkan kematian bila tidak ditangani secara
Tumor rongga mulut ialah tumor yang terdapat di daerah yang terletak
mulai dari perbaatasan kulit selaput lendir bibir atas dan bawah sampai ke
153)
Karsinoma lidah adalah suatu tumor yang terjadi dasar mulut, kadang-
kadang meluas kearah lidah dan menyebabkan gangguan mobilitas lidah (Van de
Velde,1999).
Tumor lidah adalah sebagian besar kanker lidah adalah karsinoma sel
skuamosa.. Tersebut muncul dari lapisan yang menutupi otot-otot lidah. Sebuah
tumor ganas yang timbul dari epitel yang menutupi lidah. Sebagian besar
karsinoma lidah yang cukup atau kurang dibedakan karsinoma sel skuamosa.
Kanker lidah adalah suatu neoplasma maligna yang timbul dari jaringan
epitel mukosa lidah dengan selnya berbentuk squamous cell carcinoma (cell epitel
Jadi dapat disimpulkan tumor lidah adalah suatu tumor yang terjadi pada
permukaan dasar mulut yang timbul dari epitel yang menutupi lidah.
7
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI
kanan dan kiri dan disebelah muka terdapat tonjolan yang kecil- kecil disebut
8
sehingga kita dapat menerima / merasa cita rasa. Ada papillae, yaitu: papillae
bersifat licin, elastis dan banyak terdapat pembuluh darah yang menyebabkan
lidah ini mudah bergerak, serta pada mukosa dasar mulut tidak terdapat
papillae. Dasar mulut dibatasi oleh otot-otot lidah dan otot-otot dasar mulut
Lidah adalah satu organ otot dengan kekenyalan yang baik sekali
sewaktu bergerak, hal ini dapat dilihat pada waktu mengunyah. Lidah
sebagian besar terdiri dari dua kelompok otot. Otot intrinsik lidah melakukan
dan menelan.
pensarafan dari urat saraf hipoglosus (saraf XII). Daya perasaannya dibagi
macam
9
membedakan ukuran, bentuk, susunan, kepadatan suhu, dan sebagainya, dan
dalam serabut saraf lingual yang merupakan sebuah cabang urat saraf cranial
saraf lingual, kemudian bersatu dengan sara cranial VII, yaitu nervus saraf
fasialis.
melalui 4 jalur :
submandibularis
10
2. Faktor luar, antara lain karsinogen kimia berupa rokok dan
C. ETIOLOGI
cara penggunaannya, tembakau, agen fisik, radiasi ionisasi, virus, sinar
Kanker rongga mulut matahari.
memiliki penyebab yang 3. Faktor host, meliputi usia, jenis kelamin, nutrisi imunologi dan genetik
multifaktorial dan suatu proses
rongga mulut dapat Iritasi knonis pada awalnya menyebabkan perubahan premaligna pada
mukosa mulut berupa bercak keputihan (leukoplakia) atau bercak kemerahan
dikelompokkan atas :
(eritroplakia). Lokasi yang paling sering ialah lidah dan dasar mulut.
1. Faktor lokal, meliputi Karsinoma rongga mulut sering didapatkan pada usia 50 tahun dan laki-
laki lebih banyak daripada wanita. Gambaran patologinya 90 % berupa
kebersihan rongga mulut yang
karsinoma planoseluler. Pada stadium awal berupa erosi mukosa (tumor
jelek, iritasi kronis dari endofitik ulseratif) atau suatu papilomatous (tumor eksofitik). Tumor yang
restorasi, gigi-gigi karies/akar ulseratif tumbuh cepat, menyebar kestruktur sekitar seperti mandibula, maksila,
otot dasar mulut.
gigi, gigi palsu.
Metastase :
11
- Lemfogen kesubmadibula dan datang karena pembesaran di leher yang ternyata matestase dari karsinoma
rantai juguler homo / rongga mulut.
heterolateral. F. PEMERIKSAAN DAN DIAGNOSIS
- Hematogen keparu, hati, tulang. 6.1. INSPEKSI
Inspeksi meliputi seluruh rongga mulit dengan cahaya yang terang, dan
bila penderita menggunakan protese maka sebelumnya harus dilepas.
E. GEJALA KLINIS
6.2. PALPASI
Lesi premaligna dan karsinoma
Pada palpasi didapatkan lesi dengan tepi meninggi dan indurasi
stadium dini tidak memberikan keluhan.
sekeliling serta dasar yang
Karsinoma biasanya berupa ulkus
infiltrasi. Dengan inspeksi dan palpasi dapat ditentukan lokalisasi, arah
kronis yang tidak sembuh-sembuh dan
pertumbuhan ukuran (dalam sm.) dari tumor primer. Inspeksi dan palpasi ini
jarang memberi keluhan nyeri.
meliputi leher, apakah ada pembesaran kelenjar getah bening.
Nyeri setempat menunjukan
ulserasi yang lebih lanjut dan 6.3. PEMERIKSAAN TAMBAHAN
infiltrasi kejaringan sekitar, 4.3.1. X-Foto
perineural atau tulang. Infiltrasi ke Pemeriksaan X-Foto kepada AP / Lat / Waters dilakukan bila klinis ada
otot dibawahnya menyebabkan dugaan infiltrasi tumur ketulang mandibula atau maksila. HAP foto
kurangnnya mobilitas tumor, dibuat pada korsinoma yang infiltrasi daerah palatum durum. X-foto
gangguan mengunyah dan menelan thoraks untuk mengatahui ada tidaknya metastase pada paru. X-foto
dengan akibat berat badan menurun. tulang untukmengetahui metastase pada tulang yang telah memberikan
Terkenannya m. maseter gejala klinis.
menyebabkan trismus. Nyeri yang 4.3.2. Angiografi
menjalar ketelinga dapat terjadi pada Dikerjakan bila ada metastase pada leher. Leher yang cukup besar tetapi
tumor dasar mulut. Kadang penderita mobil, tujuannya untuk mengetahui keterlibatan a. karotis dalam
kaitannya dengan tindakan pembedahan.
12
Faktor Luar dan Dalam
G. PATHWAYS KEPERAWATAN
Demam
Kerusakan Resiko
komunikasi verbal tinggi
infeksi
13
Hipertermia
4.3.3. CT.SCAN
Untuk mengetahui luas infiltrasi tumor pada jaringan yang sulit ditentukan
dengan pemeriksaan klinis dan X-foto polos. Dengan demikian dapat ditentukan
apakah tumor tersebut masih resektabel atau tidak. CT. Scan dikerjakan juga
pada tumor yang oleh karena letaknya sulit diperiksa secara klinis dan X-foto
polos misalnya tumor pada daerah retromolor.
4.3.4. Bone Scan
Untuk mengetahui adanya metastase jauh pada tulang yang belum memberikan
gejala klinis.
4.3.5. Biopsi (untuk diagnosis pasti)
- Biopsi eksisional : Dilakukan bila ukuran lesi kecil.
- Biopsi insisional : Dilakukan bila ukuran lesi besar.
Pada pembacaan histopologi selain jenis keganasan harus disebutkan juga tentang
grading-nya (g, 1, 2, 3, 4).
PENENTUAN STADIUM (berdasar sistim TNM dari UICC 1987).
T = Tumor primer.
T0 = Tidak ada tumor Tis = korsinoma insitu.
T1 = Tumor ≤ 2 sm.
T2 = Tumor ≥ 2 sm ≤ 4 sm.
T3 = Tumor ≥ 4 sm.
T2 = Infiltrasi jaringan
Pada tumor yang besar terdapat nyeri, atau trismus sehingga menyulitkan pemeriksaan
klinis maka untuk staging harus dilakukan dengan narkose disertai obat untuk relaksasi
otot.
H. DIAGNOSA BANDING
- Reaksi hiperplasi karena protese.
- Ullasjinak.
I. PENATALAKSANAAN
6.1. Lesi premaligna kecil : eksisi (ICOPIM 5-273).
besar : bropsi insisional (ICOPIM 5-273) pada beberapa tempat
yang mencurigakan.
Bila hasil PA tidak ada keganasan maka dilakukan observasi teratur dan hilangkan
faktor predisposisi timbulnya lesi tersebut.
6.2. T1 atau T2 : eksisi luas dengan batas eksesi yang adekuat (1- 1,5 sm dari batas
jaringan sehat) (ICOPIM 5-273).
Pilihan lain : - Radioterapi.
- Radiasi eksternal 5000 rad pada tumor primer dan leher +
implantasi interstitial 3000 rad pada tumor primer.
6.3. T3 atau T4 atau setiap T dengan G3 – 4 :
Opereasi komando (Combined mandibularneck dissection operation) yaitu eksisi
luas tumor primer dan direksi radikal kgb leher (RND) secara en-blok (ICOPIM 5-
273).
Bila mandibula tidak jelas adanya infiltrasi sedangkan letak tumor sangat
berdekatan dengan mandibula, maka cukup dilakukan reseksi marginal mandibuta
tetapi bila jelas ada infiltrasi pada mandibula maka harus dilakukan reseksi
segmental.
Untuk mengetahui apakan tepieksisi telah bebas dari tumor, dapat dicek dengna
pemeriksaan potong baku. Bila tidak ada fasilitas pemeriksaan potong baku maka
dianjurkan melakukan eksisi 2 sm dari jaringan sehat. Adanya pembesaran
kelenjar getah beningregional perlu dilakukan diseksi radikal kelenjar leher / RND
(ICOPIM 5-273), pembesaran getah bening yang fixed diberi rodioterapi
perroferatif (6000 rad untuk sisi yang ada pembesaran kelenjar dan 5000 rad untuk
sisi kontralatereal). Bila setelah pembesaran radioterapi metastase tersebut menjadi
mobil maka 4 – 6 minggu kemudian dilakukan RND.
6.4. Spesimen op[erasi dilakukan pemeriksaan PA dengna ditentukan juga
radikalitusnya. Radioterapi pasca bedah lokaregional sebesar 6000 rad diberikan
bila :
- Lokal
T3 atau T4, atau setiap T dengan G3 – 4.
Pinggir eksisi tidak radikal.
- Regional (leher)
Pembesaran legb yang masif.
Metastase pada lebih dari 1 kgb.
Infiltrasi ekstranodal.
Hanya dikerjakan modifiaksi RND.
Karsinomna rongga mulut yang inoperabel dilakukan biopsi insisional dan
selanjutnya diberikan dengna radioterapi interstitial 300rad pada tumor primer dan
radioterapi eksterna lokoregional 5000 rad.
1.5.2. Kepala.
Bentuk normal / simetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala, tidak ada
trauma kepala.
1.5.3. Muka.
Bentuk simetris, tidak ada oedema, otot muka paralisis, otot rahang paralisis, ada
trismus.
1.5.4. Mata.
Bentuk simetris, alis mata normal, kelopak mata tidak oedema, konjungtiva tidak ada
hiperemi dan perdarahan. Tekanan bola mata normal.
1.5.5. Telinga.
Tes suara bisik normal, tidak ada sekret, seruma dan benda asing.
1.5.6. Hidung.
Tidak diformitas, mukosa tidak hiperemi. Tidak ada polip.
1.5.7. Mulut dan Faring.
Lidah parase, ada selaput, tremor, tonsil tidak membesar, ada luka.
1.5.8. Leher.
Bentuk tidak simetris, kelenjar limphe dan membesar.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
2.1. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan insisi bedah.
2.2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan gangguan mengunyah
dan menelan.
2.3. Cemas berhubungan dengan kurangnnya pengetahuan tentang perawatan dirumah.
3. PERENCANAAN
Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan insisi bedah.
Tujuan : Nyeri hilang.
KH : - px tampak tenang dengan skala nyeri 1 – 2.
- ekspresi wajah tenang / rileks.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
T = 120 / 90 mmHg.
S = 36 oC – 375 oC.
N = 80 – 100 x/mnt.
RR = 20 x/mnt.
Rencana Tindakan
1. Menjelaskan pada px dan keluarga penyebab nyeri.
R/ px mengerti tentang penyebab nyeri.
2. Memberikan rasa nyaman teknik relaksasi (mengajarkan tarik nafas bila nyeri)
dan destruksi (mengalihkan perhatian dengan berdo’a, membaca majalah).
R/ dapat mengurangi rasa nyeri.
3. Dorong pasien untuk mengeluarkan saliva atau menghisap mulut hati-hati bila
tak mampu menelan.
R/ menelan menyebabkan aktivitas otot yang dapat menimbulkan rasa nyeri
karena edema / rengangan jahitan.
4. Observasi tanda-tanda vital dan skala nyeri.
R/ untuk mengetahui ukuran nyeri dan perkembangan pasien.
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian terapi analgesi.
R/ untuk mengurangi nyeri.
4. PELAKSANAAN
Pelaksanaan adalah realita dari tindakan yang telah ditentukan dan diuraikan sesuai
dengan prioritas masalah. Hal ini disesuaikan dengan kondisi, kebutuhan, sumber daya,
fasilitas yang ada pada saat dilakukan tindakan keperawatan.
5. EVALUASI
Merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan sebagai pengukuran dari
keberhasilan rencana tindakan keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Marnowinoto. Martaheo, Pedoman Diagnosis dan Terapi Leb / Upf Ilmu Bedah : 1994
RSUD. Dr. Soetomo.
2. Engram Barbara, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Egc : 1998.
3. Carpenito Juall Lynda, Buku Saku Diagnosa Keperawatan Edisi 8, EGC : 1998.
4. Doengoes E. Marilynn, dkk, Rencana Asuhan Keperawatan, EGC : 2000.
5. Effendi Nasrul (1995), Pengantar Proses Keperawatan, Jakarta , EGC.