Anda di halaman 1dari 25

CRS-CRSS

“INTENSIONAL PARTIAL ODONTECCTOMY: A LONGTERM FOLLOW-UP

STUDY”

Diajukan Guna untuk Pemenuhan Requirement

di Bidang Bedah Mulut

BAGAS LUTHFI

NIM: J2A013039P

DOSEN PEMBIIMBING:

drg. SYARIFAH NOVA A, Ph.D

DEPARTEMEN BEDAH MULUT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG

2020

1
DEPARTEMEN BEDAH MULUT

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

SEMARANG

HALAMAN PENGESAHAN

Telah didiskusikan Makalah yang berjudul “CRS-CRSS Intentional partial

odontectomy: a longterm follow-up study” guna melengkapi persyaratan Kepaniteraan

klinik pada Bagian Bedah Mulut

Semarang, 12 Juli 2020

Disetujui Oleh

Dosen Pembmbing

(drg. Syarifah Nova A, Ph.D)

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah Subhana Wata’ala karena berkat

rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah yang berjudul “CRS-

CRSS Intentional partial odontectomy: a longterm follow-up study” ini sebagai salah

satu syarat dalam melengkapi Kepaniteraan Klinik di Bagian Bedah Mulut.

Perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang tulus ikhlas serta

penghargaan yang sebesar-besarnya kepada drg. Syarifah Nova A, Ph.D selaku dosen

pembimbing. Kepala Departemen Bedah Mulut FKG Universitas Muhammadiyah

Seamarang

Penulis berharap semoga Makalah ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan

sumbangan pemikiran yang berguna bagi semua pihak yang memerlukan.

Semarang, 12 Juli 2020

Penulis

3
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN........................................................................................1

HALAMAN PENGESAHAN..........................................................................2

KATA PENGANTAR......................................................................................3

DAFTAR ISI.....................................................................................................4

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG................................................................................5

1.2 RUMUSAN MASALAH............................................................................6

1.3 TUJUAN PENULISAN..............................................................................6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Odontektomi..................................................................................7

2.2 Etiologi Gigi Impaksi..................................................................................7

2.3 Klasifikasi Impaksi.....................................................................................8

2.4 Indikasi dan Kontraindikasi Odontektomi..................................................14

2.5 Prosedur Odontektomi................................................................................16

2.6 Komplikasi..................................................................................................17

BAB III PEMBAHASAN

3.1 PEMBAHASAN.........................................................................................20

BAB IV PENUTUP

4.1 SIMPULAN................................................................................................23

4.2 SARAN.......................................................................................................23

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................24

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.1 LATAR BELAKANG

Tindakan ekstraksi gigi sudah merupakan hal yang biasa dilakukan dan

keberhasilan dalam melakukan tindakan ekstraksi gigi pada umumnya sudah sering

dijumpai. Ekstraksi gigi yang ideal adalah pencabutan sebuah gigi atau akar gigi yang

utuh tanpa menimbulkan rasa sakit dengan trauma sekecil mungkin pada jaringan

penyangganya sehingga bekas pencabutan akan sembuh secara normal dan tidak

menimbulkan komplikasi. Namun, kesulitan dalam melakukan ekstraksi gigi juga tidak

bisa dihindari. Ekstraksi gigi adalah proses pencabutan gigi dalam soket pada tulang

alveolar. Ekstraksi gigi dapat dilakukan dengan dua teknik yaitu close method (teknik

sederhana) dan open method (teknik pembedahan) (Zulian, 2017)

Dalam proses tumbuhnya gigi bungsu atau geraham ketiga yaitu gigi terakhir

yang tumbuh ke rongga mulut, sering dijumpai kondisi gigi sulit tumbuh yang disebut

dengan gigi impaksi. Gigi impaksi dapat terjadi pada gigi-gigi lain, namun frekuensi

tertinggi ditemukan pada molar ketiga bawah dan atas, diikuti oleh gigi kaninus atas,

gigi premolar bawah, dan gigi berlebih (supernumerary tooth). Umumnya erupsi terjadi

pada usia 16 -25 tahun, suatu periode dalam kehidupan yang disebut age of wisdom

sehingga gigi bungsu disebut sebagai wisdom teeth.Gigi akan tumbuh normal ke dalam

rongga mulut tanpa halangan bila benih gigi terbentuk dalam posisi yang baik, lengkung

rahang cukup ruang untuk menampungnya. Sebaliknya, pertumbuhan terganggu bila

benih malposisi, lengkung rahang tidak cukup luas atau keduanya (Rahayu, 2014).

5
Etiologi gigi impaksi dapat disebabkan oleh faktor primer dan faktor sekunder.

Faktor primer meliputi trauma pada gigi sulung, benih gigi rotasi, premature loss gigi

sulung, dan erupsi gigi kaninus dalam celah pada kasus celah langit-langit. Faktor

sekunder meliputi kelainan endokrin, defisiensi vitamin D, dan febrile diseases (Saleh

2015).

Odontektomi adalah suatu cara yang digunakan untuk mengambil gigi yang

tidak erupsi dan gigi yang erupsi sebagian atau sisa akar yang tidak dapat diekstraksi

dengan teknik biasa. Tindakan odontektomi membutuhkan waktu relatif lebih lama jika

dibandingkan dengan ekstraksi gigi biasa karena terdapat tahapan langkah dasar atau

rencana prosedural dalam tindakannya serta kesulitan dari posisi gigi. Pada kasus

odontektomi harus dilakukan pembedahan, pengeluaran gigi yang erupsi sebagian atau

akar yang kuat yang tidak dapat dicabut dengan metode pencabutan tertutup, sehingga

harus dikeluarkan secara bedah atau pencabutan dengan metode terbuka (Saleh 2015).

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka permasalahan yang hendak dikaji

adalah “Bagaimana prosedur odontektomi?”

1.3 TUJUAN PENULISAN LAPORAN

Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah agar dapat mengetahui prosedur

odontektomi

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Odontektomi

6
Menurut Pederson odontektomi adalah pengeluaran gigi yang dalam keadaan

tidak dapat bertumbuh atau bertumbuh sebagian (impaksi) dimana gigi tersebut tidak

dapat dikeluarkan dengan cara pencabutan tang biasa melainkan diawali dengan

pembuatan flap mukoperiostal, diikuti dengan pengambilan tulang undercut yang

meghalangi pengeluaran gigi tersebut, sehingga diperlukan persiapan yang baik dan

rencana operasi yang tepat dan benar dalam melakukan tindakan bedah pengangkatan

molar bawah yang terpendam, untuk menghindari terjadinya komplikasi-komplikasi

yang tidak diinginkan. Odontektomi sebaiknya dilakukan pada saat pasien masih muda,

yaitu pada usia 25–26 tahun sebagai tindakan profilaktik atau pencegahan terhadap

terjadinya patologi (Fakhrurrazi, 2015)

2.2 Etiologi Gigi Impaksi

Gigi terpendam biasanya diartikan untuk gigi yang erupsinya oleh sesuatu sebab

terhalang, sehingga gigi tersebut tidak keluar dengan sempurna mencapai oklusi yang

normal di dalam deretan susunan gigi geligi. Hambatan halangan ini menurut Berger

terbagi atas kausa lokal dan kausa umum, sebagai berikut (Rahayu, 2014):

1) Penyebab Lokal

a. Posisi gigi yang abnormal

b. Tekanan terhadap gigi tersebut dari gigi tetangga

c. Penebalan tulang yang mengelilingi gigi tersebut

d. Kurangnya tempat untuk gigi tersebut

e. Gigi desidui persistensi (tidak mau tanggal)

f. Pencabutan gigi yang prematur

7
g. Inflamasi yang kronis yang menyebabkan penebalan mukosa sekeliling gigi

h. Adanya penyakit-penyakit yang menyebabkan nekrose tulang karena

inflamasi atau abses yang ditimbulkannya

i. Perubahan-perubahan pada tulang karena penyakit eksantem pada anak-anak

2) Penyebab Umum

a. Kausa prenatal: Keturunan, Miscegenation

b. Kausa postnatal: Semua keadaan atau kondisi yang dapat mengganggu

pertumbuhan pada anak-anak seperti Riketsia, Anemi, Siphilis kongenital,

T.B.C, Gangguan kelenjar endokrin, Malnutrisi

c. Kelainan Pertumbuhan: Kleido kranial disostosis, Oksisefali, Progeria,

Akondroplasia, Celah-celah langit

2.3 Klasifikasi Impaksi

1) Klasifikasi Menurut Pell Dan Gregory

Berdasarkan hubungan antara ramus mandibula dengan molar kedua dengan

cara membandingkan lebar mesio-distal molar ketiga dengan jarak antara bagian distal

molar kedua ke ramus mandibula (Pedersen, 2012).

a. Berdasarkan hubungan antara ramus mandibula dengan molar kedua dengan

cara membandingkan lebar mesio-distal molar ketiga dengan jarak antara bagian

distal molar kedua ke ramus mandibula.

Kelas I: Ukuran mesio-distal molar ketiga lebih kecil dibandingkan jarak antara

distal gigi molar kedua dengan ramus mandibula.   

8
Gambar 1. Impaksi kelas I

Kelas II: Ukuran mesio-distal molar ketiga lebih besar dibandingkan jarak antara

distal gigi molar kedua dengan ramus mandibula. 

Gambar 2. Impaksi kelas II

  

Kelas III: Seluruh atau sebagian besar molar ketiga berada dalam ramus

mandibula.

9
Gambar 3. Impaksi kelas III

b. Berdasarkan Letak Molar Ketiga di Dalam Rahang

Posisi A: Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada setinggi garis oklusal

Gambar 4. Impaksi kelas A

Posisi B: Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada di bawah garis oklusal

namun masih terletak lebih tinggi dari pada garis servikal gigi molar kedua

10
Gambar 5. Impaksi kelas B

Posisi C: Bagian tertinggi gigi molar ketiga berada di bawah garis servikal gigi

molar kedua.

Gambar 7. Impaksi kelas C

2) Klasifikasi Menurut George Winter

Klasifikasi yang dicetuskan oleh George Winter ini cukup sederhana. Gigi

impaksi digolongkan berdasarkan posisi gigi molar ketiga terhadap gigi molar kedua.

Klasifikasi berdasarkan posisi ini meliputi (Pedersen, 2012).:

a. Posisi vertikal

Pada impaksi posisi vertikal, sumbu panjang molar ketiga rahang bawah sejajar

dengan sumbu panjang gigi- gigi lainnya.

11
Gambar 8. Impaksi Posisi Vertikal

b. Posisi horizontal

Pada posisi horizontal, sumbu panjang gigi molar ketiga rahang bawah

membentuk sudut hampir 90 derajat dengan sumbu panjang gigi molar kedua.

Gambar 9. Pada posisi horizontal

c. Posisi mesioangular

Posisi mesioangular merupakan posisi yang paling sering didapatkan pada

kasus impaksi gigi. Pada posisi ini, gigi molar ketiga berinklinasi ke arah mesial

sehingga mendorong gigi molar kedua bawah

12
Gambar 10. Posisi Mesioangular

d. Posisi distoangular

Pada impaksi posisi distoangular, gigi molar ketiga berinklinasi ke arah distal

mengarah ke ramus mandibula.

Gambar 11. Posisi Distoangular

3) Klasifikasi Menurut Archer dan Kruger

13
Gambar 12: Klasifikasi impaks gigi molar tiga Archer dan Kruger (1) Mesioangular (2)

distoangular; (3) Vertikal; (4) Horizontal; (5) Bukoangular; (6) Linguoanguar; (7)

Inverted

2.4 Indikasi dan Kontraindikasi Odontektomi

1) Indikasi dilakukannya odontektomi apabila:

a. Pada transplantasi autogenous untuk rongga gigi molar pertama.

b. Pada kasus fraktur mandibula di daerah gigi molar ketiga atau pada gigi

yang terlibat saat reseksi tumor.

c. Gigi molar ketiga yang belum erupsi pada mandibula yang mengalami

atrofi.

d. Ekstraksi profiaksis gigi molar ketiga yang telah erupsi sebagian atau

akan erupsi boleh dilakukan apabia terdapat kondisi medis spesifik

tertentu.

e. Nyeri atipikal yang disebabkan oleh gigi molar ketiga yang belum erupsi

sangat jarang terjadi dan perlu dibedakan dengan disfungsi otot atau

sendi temporomandibular sebelum mempertimbangkan pencabutan.

14
f. Eksaserbasi akut dari gejala yang terjadi saat pasien berada dalam daftar

tunggu tindakan operasi dapat ditangani dengan mencabut gigi molar

ketiga maksila yang berhadapan.

g. Gigi molar ketiga yang tidak atau erupsi sebagian, yang dekat dengan

permukaan alveolar, sebelum konstruksi gigi tiruan atau implantasi gigi

yang telah direncanakan.

2) Kontraindikasi dilakukannya odontektomi apabila:

a. Pasien yang gigi molar ketiganya diperkirakan akan erupsi secara normal

dan dapat berfungsi dengan baik.

b. Pasien dengan riwayat medis yang menyebabkan tindakan pencabutan

terlalu beresiko (unacceptable risk) terhadap kesehatan umum pasien

atau dimana resiko tindakan lebih besar dibanding manfaatnya.

c. Pasien dengan gigi molar ketiga impaksi yang dalam dengan tidak

adanya riwayat atau bukti adanya penyakit lokal maupun sistemik terkait.

d. Pasien dimana resiko terjadinya komplikasi tindakan operasi dinilai

terlalu tinggi, atau dimana terdapat kemungkinan terjadinya fraktur pada

kasus atrofi mandibula.

2.5 Prosedur Tindakan Odontektomi

15
Terdapat prosedur-prosedur yang harus dilakukan sebelum dan saat tindakan

odontektomi agar tidak terjadi keselahan dalam tindakan. Prosedur yang harus

dilakukan dalam tindakan odontektomi ialah (Fragiskos, 2007):

1) Anamnesa

Melakukan pemeriksaan keadaan umum pasien.

2) Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang seperti foto rontgen: Foto rontgent juga diperlukan

untuk mengevaluasi dan mengetahui kepadatan dari tulang yang mengelilingi

gigi. Pemeriksaan ini sebaiknya didasarkan dengan pertimbangan usia, hubungan

antara gigi impaksi dan kanalis mandibularis, morfologi gigi impaksi, serta

keadaan jaringan yang menutupi gigi impaksi, apakah terletak pada jaringan

lunak saja atau juga terpendam didalam tulang.

3) Anestesi

Anestesi yang dapat digunakan berupa anestesi lokal dan umum. Anestesi lokal

dapat dilakukan pada pasien yang memiliki keadaan umum yang normal dan

baik, dengan bahan yang bersifat vasokonstriktor untuk mendapat efek anestesi

yang cukup lama dan memberikan daerah operasi yang relatif bebas darah. Pada

pasien yang gelisah dapat dilakukan anestesi umum.

4) Teknik Operasi

Adapun teknik – teknik operasi yang digunakan dalam tindakan odontektomi,

yaitu sebagai berikut:

a. Insisi untuk pembuatan flap Insisi dilakukan pada jaringan yang sehat

dan mempunyai basis yang cukup lebar, sehingga pengaliran darah

cukup baik.

16
b. Pengambilan tulang yang menghalangi gigi dengan menggunakan alat

bur dan dibantu dengan irigasi larutan saline agar gigi dapat terlihat

untuk dilakukan pemotongan atau pengambilan.

c. Pengambilan gigi dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu utuh dan

terpisah. Bila dengan cara utuh, tulang yang mengelilingi gigi diambil

secukupnya, sehingga didapatkan cukup ruangan untuk dapat melakukan

elevator dibawah korona. Kemudian dengan elevator tersebut dilakukan

gerakan mengungkit gigi. Sedangkan metode terpisah, pengambilam gigi

impaksi dilakukan dengan membuang sedikit tulang. Gigi yang impaksi

diambil dengan cara dibelah terlebih dahulu lalu diambil sebagian-

sebagian.

d. Pembersihan luka dan penutupan flap Setelah pengeluaran gigi, soket

dibersihkan dari sisa-sisa tulang bekas pengeboran. Folikel dan sisa

enamel organ harus dibersihkan atau diirigasi dengan air garam fisiologis

0.9% karena dapat menyebabkan kista residual bila tertinggal. Kemudian

flap dikembalikan pada tempat yang dijahit.

2.6 Komplikasi

Komplikasi-komplikasi di bawah ini dapat terjadi pada tindakan pembedahan

odontektomi (Shamumi, 2017):

1) Perdarahan

17
Perdarahan dari alveolar merupakan perdarahan normal bila terjadi 12-24 jam

pertama pasca pembedahan. Perdarahan dapat pula disebabkan oleh adanya

gangguan dalam masa perdarahan dan masa pembekuan darah.

2) Perikoronitis

Merupakan infeksi yang terjadi pada jaringan lunak yang mengelilingi mahkota

gigi impaksi sebagian. Kondisi yang biasa terjadi adalah inflamasi pada jaringan

lunak yang sangat dekat dengan mahkota gigi, paling sering terjadi pada molar

ke tiga mandibular.

3) Perforasi Sinus Maksilaris

Perforasi sinus maksilaris sering terjadi pada pencabutan gigi impaksi molar

ketiga bagian atas karena dekatnya gigi dengan cekungan alveolar dari sinus.

4) Masuknya gigi impaksi ke dalam Sinus Maksilaris

Pembedahan secara kasar atau penggunaan elevator dengan ceroboh dapat

menyebabkan gigi molar ketiga atau akar yang mengalami fraktur bergeser atau

masuk ke dalam sinus. Hal ini dapat terjadi karena akar molar tiga bagian atas

dan sinus maksilaris hanya terpisah oleh lapisan tulang yang sangat tipis, dan

secara anatomi akar molar tiga bagian atas berbentuk konus.

5) Parastesi

Parestesi akan terjadi pada seluruh daerah yang di inervasi oleh nervus yang

terpotong. Pada molar ketiga yang dikhawatirkan yaitu terkenanya atau

terpotongnya nervus fasialis yang berakibat mulut pasien bisa menjadi merot.

6) Trauma molar dua

18
Apabila molar kedua trauma dapat menyebabkan gigi goyah, mahkota pecah dan

peradangan pada gigi. Komplikasi ini terjadi akibat dari kuatnya tekanan pada

penggunaan instrumen yang digunakan.

7) Dry socket

Merupakan alveolus yang setelah pencabutan gigi tidak terisi dengan koagulum

darah dan terasa sangat sakit, biasanya rasa sakit terjadi pada hari ke 3-5 setelah

pembedahan. Pada pencabutan gigi molar ketiga bagian atas komplikasi dry

socket jarang terjadi.

8) Inferior alveolar nerve injury

Molar ketiga rahang bawah yang impaksi dapat menyebabkan nyeri atau

ketidaknyamanan karena perikoronitis atau gigi karies sehingga perlu

diekstraksi. Ekstraksi gigi molar ketiga bawah yang mengalami impaksi sering

menyulitkan ahli bedah mulut karena komplikasi pasca operasi. Komplikasi

yang dapat terjadi sangat terkait dengan kedalaman dan posisi gigi impaksi

(mesio-angular, horizontal, vertikal, dan disto-angular), dan jarak posisi gigi

dengan struktur anatomi penting seperti inferior alveolar nerve (IAN). Inferior

alveolar nerve injury (IANI) adalah komplikasi paling umum selama operasi

ekstraksi (Kim, 2017).

BAB III

19
PEMBAHASAN

3.1 Kasus

Seorang pasien wanita berusia 20 tahun datang ke sana Instalasi Radiologi

RSGM FKG UNPAD dengan surat rujukan untuk foto 3D CBCT. Selama

anamnesis, pasien mengeluh sakit di kiri bawah gigi posterior. Pasien diberi pra-

pengobatan dan dirujuk untuk gambar radiografi. Pemeriksaan klinis menunjukkan

adanya kemerahan di distal kedua geraham. Pemeriksaan radiografi 3D CBCT

menunjukkan impaksi pada gigi 38 dengan klasifikasi Kelas II posisi B

mesioangular. Gigi molar ketiga memiliki 2 akar, mesial dan distal, terletak di kanal

mandibula (Gunawan, 2017).

Gambar 14. Radriografi CBCT sagital

20
3.2 Penatalaksanaan Kasus (Prosedur intentional partial odontecomy/IPO)

Molar ketiga rahang bawah yang impaksi dapat menyebabkan nyeri atau

ketidaknyamanan karena perikoronitis atau gigi karies sehingga perlu diekstraksi.

Ekstraksi gigi molar ketiga bawah yang mengalami impaksi sering menyulitkan ahli

bedah mulut karena komplikasi pasca operasi. Komplikasi yang dapat terjadi sangat

terkait dengan kedalaman dan posisi gigi impaksi (mesio-angular, horizontal,

vertikal, dan disto-angular), dan jarak posisi gigi dengan struktur anatomi penting

seperti inferior alveolar nerve (IAN). Inferior alveolar nerve injury (IANI) adalah

komplikasi paling umum selama operasi ekstraksi (Kim, 2017).

Untuk menghindari komplikasi ketika molar ketiga mandibula impaksi dekat

dengan kanal IAN, IPO dianggap sebagai prosedur alternatif untuk melakukan

ekstraksi pada kondisi tersebut. Prosedur IPO adalah sebagai berikut (Kim, 2017):

1) Anestesi menggunakan Lidokain 2% dengan 1: 100.000 epinefrin,

2) Prosedur flap menggunakan teknik fullthickness mucoperiosteal flap kemudian

diangkat dengan elevator periosteal.

3) Tulang alveolar di sekitar mahkota yang impaksi diangkat dengan bur bedah

untuk mengekspos cementoenamel junction (CEJ),

4) Kemudian gigi dibelah pada bagian junctional tersebut. Setelah itu tepi

pemotongan dirapikan hingga 3 mm di bawah tulang alveolar sekitarnya

5) Mobilitas akar gigi yang tersisa diperiksa, dan semua trauma sekunder yang

dapat terjadi pada akar gigi yang sehat diminimalkan.

6) Daerah operasi kemudian diirigasi dengan larutan normal saline dan kemudian

dijahit dengan 3-0 black silk (Ethicon Sutures, Ltd., USA).

21
7) Pemberian Antibiotik (amoksisilin / klavulanat; Augmentin®, Ilsung

Pharmaceuticals Co., Seoul, Korea) dan non-steroid obat anti-inflamasi

(talniflumate; Somalgen®, Kunwha Pharmaceutical Co., Seoul, Korea), dan

berkumur dengan 100 mL 0,1% klorheksidin (Hexamedine®, Bukwang Pharm,

Ansan, Korea) diresepkan untuk pemeliharaan kebersihan rongga mulut.

8) Jahitan dilepas 1 minggu setelah operasi. Komplikasi yang berkaitan dengan

kelainan sensorik, rasa sakit, infeksi, migrasi tetap akar, dan pengaruh terhadap

gigi yang berdekatan dievaluasi secara klinis dan radiografi

22
BAB IV

PENUTUP

4.1 Simpulan

Tindakan odontektomi merupakan tindakan bedah minor didalam kedokteran

gigi. Adanya injuri dan trauma pada saat tindakan odontektomi memungkinkan

terjadinya komplikasi selama dan setalah tindakan odontektomi. Komplikasi tersebut

dapat terjadi akibat terlalu dekatnya gigi molar yang impaksi dengan inferior alveolar

nerve.

Untuk menghindari komplikasi ketika molar ketiga mandibula impaksi dekat

dengan kanal inferior alveolar nerve, Intensional partial odontectomy dianggap sebagai

prosedur alternatif untuk melakukan ekstraksi pada kondisi tersebut

4.2 Saran

Disarankan agar studi jangka panjang dengan lebih banyak kasus harus

dilakukan untuk mengevaluasi manfaat IPO dan membandingkannya dengan metode

ekstraksi konvensional.

23
DAFTAR PUSTAKA

Fakhrurrazi, 2015. Hubungan Tingkat Kesdulitan dengan Komplikasi Post Odontektomi

Gigi Impaksi Molar Ketiga Rahang Bawah Pada Pasien di Instalasi Gigi dan

Mulut RSUDZA Banda Aceh. Universitas Syiah Kuala.

Fragiskos, D.F. 2007. Oral Surgery. Springer: Newyork.

Gunawan, 2017. Case Report: Mandibular Third Molar Impaction Features in CBCT

3D Radiography. International Dental Conference of Sumatera Utara.

Kim, 2017. Intentional partial odontectomy: a longterm follow-up study. Maxillofacial

Plastic and Reconstructive Surgery (2017) 39:29

Pedersen GW. 2012. Buku ajar praktis bedah mulut. Alih bahasa: Purwanto, Basoeseno.

Jakarta: ECG

Rahayu, 2014. Odontektomi, Tatalaksana Gigi Bungsu Impaksi. Universitas Kristen

Indonesia

Saleh, 2015. Odontektomi Gigi Molar Ketiga Mandibula Impaksi Ektopik dengan Kista

Dentigerous secara Ekstraoral. Universitas Gadjah Mada

Shamumi, 2017. Pengaruh Pemberian Musik Klasik Mozart Terhadap Tingkat

Kecemasan Pasien Odontektomi. Unversitas Diponegoro

24
Zulian, 2017. Hubungan Klasifikasi Gigi Impaksi Molar Ketiga Rahang Bawah dengan

Lamanya Tindakan Odontektomi di Rumkital Dr. Ramelan Surabaya. Universitas

Hang Tuah

25

Anda mungkin juga menyukai