Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sectio caesarea merupakan proses persalinan atau pembedahan melalui insisi
pada dinding perut dan rahim bagian depan untuk melahirkan janin. Indikasi medis
dilakukannya operasi sectio caesarea ada dua faktor yang mempengaruhi yaitu faktor
janin dan faktor ibu. Faktor dari janin meliputi sebagai berikut : bayi terlalu besar,
kelainan letak janin, ancaman gawat janin, janin abnormal, faktor plasenta, kelainan
tali pusat dan bayi kembar. Sedangkan faktor ibu terdiri atas usia, jumlah anak yang
dilahirkan, keadaan panggul, penghambat jalan lahir, kelainan kontraksi lahir, ketuban
pecah dini, dan pre eklampsia. Berdasarkan data yang ada penyebab langsung
kematian pada ibu terdiri dari perdarahan (35%), eklampsi (20%), infeksi (7%)
sedangkan untuk penyebab yang tidak diketahui (33%) (Sarwono, P. 2011).
Makin dikenalnya sectio caesarea dan bergesernya pandangan masyarakat akan
metode tersebut, juga diikuti meningkatnya angka persalinan dengan sectio caesarea.
Di Indonesia sendiri, secara garis besar jumlah dari persalinan sectio caesarea di
rumah sakit pemerintah adalah sekitar 20–25% dari total persalinan, sedangkan untuk
rumah sakit swasta jumlahnya sangat tinggi, yaitu sekitar 30–80% dari total
persalinan. Departemen Kesehatan RI yang menyatakan bahwa angka section
caesarea untuk rumah sakit pendidikan atau rujukan sebesar 20% dan rumah sakit
swasta 15%. Peningkatan angka kejadian sectio caesarea selalu mengalami
peningkatan untuk waktu yang akan datang (Manuaba, 2010).
Berdasarkan asumsi dari berbagai pihak yang terkait dengan meningkatnya
kecenderungan persalinan dengan sectio caesarea hal ini disebabkan oleh perasaan
cemas dan takut menghadapi rasa sakit, tidak kuat untuk menahan rasa sakit pada
persalinan spontan, takut tidak kuat mengedan, trauma pada persalinan yang lalu,
adanya kepercayaan atas tanggal dan jam kelahiran yang dapat mempengaruhi nasib
anaknya di masa mendatang, khawatir persalinan pervaginam akan merusak hubungan
seksual, keyakinanbahwa dengan sectio caesarea kesehatan ibu dan bayi lebih
terjamin, faktor pekerjaan, anjuran dari suami, faktor praktis karena tindakan sectio

1
caesarea dilakukan sekaligus dengan tindakan sterilisasi serta faktor sosial dan
ekonomi yang mendukung dilakukannya tindakan sectio caesarea (Rasjidi, I. 2012).
Salah satu upaya pemerintah Indonesia untuk meminimalkan angka kejadian
dan angka kematian akibat sectio caesarea adalah dengan mempersiapkan tenaga
kesehatan yang terlatih, terampil dan profesional agar dapat melakukan deteksi dini
dan pencegahan komplikasi pada ibu hamil selama kehamilan sehingga kemungkinan
persalinan dengan sectio caesarea dapat diturunkan Selain itu, peran petugas
kesehatan diharapkan mampu memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
section caesarea sehingga bahaya yang ditimbulkan akibat sectio caesarea dapat
diminimalkan (Gant & Cunnningham, 2011).
Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk membuat asuhan keperawatan
dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Ny.E dengan Diagnosa Medis Sectio
Caesarea Emergency dengan Indikasi Vacum Ekstrasi Gagal di Ruang VK IGD
RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten”.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada permasalahan diatas dapat dikemukakan rumusan masalah
“Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Ny.E dengan Diagnosa Medis Sectio
Caesarea Emergency dengan Indikasi Vacum Ekstrasi Gagal di Ruang VK IGD
RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten?”

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan keperawatan pada Ny.E dengan diagnosa medis
sectio caesarea emergency dengan indikasi vacum ekstrasi gagal di ruang vk igd
RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada Ny.E dengan diagnosa medis SC emergency
dengan indikasi vacum ekstrasi gagal.
b. Mengidentifikasi diangnosa keperawatan pada Ny.E dengan diagnosa medis
SC emergency dengan indikasi vacum ekstrasi gagal.
c. Menyusun intervensi keperawatan pada Ny.E dengan diagnosa medis SC
emergency dengan indikasi vacum ekstrasi gagal.

2
d. Melaksanakan implementasi keperawatan pada Ny.E dengan diagnosa medis
SC emergency dengan indikasi vacum ekstrasi gagal.
e. Melaksanakan evaluasi pada Ny.E dengan diagnosa medis SC emergency
dengan indikasi vacum ekstrasi gagal.
f. Melaksanakan pendokumentasian pada Ny.E dengan diagnosa medis SC
emergency dengan indikasi vacum ekstrasi gagal.

D. Metodologi Penulisan
Untuk memperoleh data bahan penulisan yang dibutuhkan dalam penyusunan
makalah ini, maka penulis menggunakan beberapa metode sebagai berikut :
1. Metode Penulisan
Data-data yang dipergunakan dalam penulisan laporan harian ini beasal dari
berbagai literatur kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.
Beberapa jenis referensi utama adalah beberapa buku mengenai asuhan
keperawatan pada masa nifas dan artikel ilmiah yang bersumber dari internet.
Jenis data yang diperoleh bervariatif, bersifat kualitatif dan kuantitatif.
2. Pengumpulan Data
Metode penulisan bersifat studi pustaka dari berbagai literatur dan disusun
berdasarkan hasil diskusi dari informasi yang diperoleh. Penulisan diupayakan
saling terkait antara satu sama lain sesuai dengan topik yang dibahas.

E. Manfaat Penulisan
1. Bagi Institusi Pelayanan
Dapat menjadi bahan untuk menambah pengetahuan tenaga kesehatan dengan
penatalaksanaan pada pasien dengan diagnosa medis SC emergency dengan
indikasi vacum ekstrasi gagal sehingga dapat diberikan tindak lanjut dan
peningkatan mutu keperawatan untuk pasien.
2. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Bagi pendidikan ilmu keperawatan sebagai bahan bacaan dan menambah
wawasan bagi mahasiswa kesehatan kususnya perawat dalam hal penambah
pengetahuan dan perkembangan tentang asuhan keperawatan dengan diagnose
medis SC emergency dengan indikasi vacum ekstrasi gagal.

3
3. Manfaat Bagi Penulis
Menambah pengetahuan dalam aplikasi yang lebih nyata dilapangan dibidang
maternitas pada pasien dengan diagnosa medis SC emergency dengan indikasi
vacum ekstrasi gagal.
4. Manfaat Bagi Pasien dan Keluarga
Pasien dan keluarga mengetahui wawasan dan perawatan yang tepat setelah post
SC emergency dengan indikasi vacum ekstrasi gagal.
5. Manfaat Bagi Pembaca
Untuk menambah pengetahuan dan wawasan pembaca tentang informasi
mengenai diagnosa medis SC emergency dengan indikasi vacum ekstrasi gagal.

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Sectio Caesarea


Sectio caesarea adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui
suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam
keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Mitayani, 2009).
Sectio caesarea merupakan tindakan melahirkan bayi melalui insisi (membuat
sayatan) didepan uterus. Sectio caesarea merupakan metode yang paling umum untuk
melahirkan bayi, tetapi masih merupakan prosedur operasi besar, dilakukan pada ibu
dalam keadaan sadar kecuali dalam keadaan darurat menurut (Manuaba, 2010).
Sectio caesarea adalah melahirkan janin melalui insisi pada dinding abdomen
(laparotomi) dan dinding uterus (histerotomi). Definisi ini tidak mencakup
pengeluaran janin dari rongga abdomen pada kasus rupture uteri atau pada kasus
kehamilan abdomen (Oxorn, H. 2010)
Sectio caesarea adalah cara melahirkan anak dengan cara melakukan
pembedahan/operasi lewat dinding perut dan dinding uterus untuk melahirkan anak
yang tidak bisa dilakukan pervaginam atau oleh karena keadaan lain yang mengancam
ibu atau bayi yang mengharuskan kelahiran dengan cara segera sedangkan persyaratan
pervaginam tidak memungkinkan.
Sectio caesarea merupakan prosedur operatif yang di lakukan di bawah anestesia
sehingga janin, plasenta, dan ketuban di lahirkan melalui insisi dinding abdomendan
uterus. Prosedur ini biasanya di lakukan setelah viabilitas tercapai seperti usia
kehamilan lebih dari 24 minggu (Sulistiyawati, A. 2011).
Sectio caesarea adalah pengeluaran janin melalui insisi abdomen. Teknik ini
digunakan jika kondisi ibu menimbulkan distres pada janin atau jika telah terjadi
distres janin. Sebagian kelainan yang sering memicu tindakan ini adalah malposisi
janin, plasenta previa, diabetes ibu, dan disproporsi sefalopelvis janin dan ibu. Sectio
caesarea dapat merupakan prosedur elektif atau darurat. Untuk Sectio caesarea
biasanya dilakukan anestesi spinal atau epidural. Apabila dipilih anestesi umum, maka
persiapan dan pemasangan duk dilakukan sebelum induksi untuk mengurangi efek
depresif obat anestesi pada bayi (Rasjidi, I. 2012).

5
B. Tujuan Sectio Caesarea
Tujuan melakukan sectio caesarea (SC) adalah untuk mempersingkat lamanya
perdarahan dan mencegah terjadinya robekan serviks dan segmen bawah rahim.
Sectio caesarea dilakukan pada plasenta previa totalis dan plasenta previa lainnya jika
perdarahan hebat. Selain dapat mengurangi kematian bayi pada plasenta previa,
sectiocaesarea juga dilakukan untuk kepentingan ibu, sehingga sectio caesarea
dilakukan pada placenta previa walaupun anak sudah mati (Rasjidi, I. 2012).

C. Klasifikasi Sectio caesarea


1. Abdomen (SC Abdominalis)
a. Sectio caesarea transperitonealis
Dengan insisi memanjang pada corpus uteri yang mempunyai kelebihan
mengeluarkan janin lebih cepat, tidak mengakibatkan komplikasi kandung
kemih tertarik, dan sayatan bias diperpanjang proksimal atau distal.
Sedangkan kekurangan dari cara ini adalah infeksi mudah menyebar secara
intra abdominal karena tidak ada reperitonealisasi yang baik danuntuk
persalinanberikutnya lebih sering terjadi ruptura uteri spontan (Sarwono, P.
2011).
b. Sectio caesarea profunda
Dengan insisi pada segmen bawah rahim dengankelebihan penjahitan luka
lebih mudah, penutupan luka dengan reperitonealisasi yangbaik, perdarahan
kurang dan kemungkinan rupture uteri spontan kurang/lebih kecil. Dan
memiliki kekurangan luka dapat melebar kekiri, bawah, dan kanan sehingga
mengakibtakan pendarahan yang banyak serta keluhan pada kandung kemih
(Sarwono, P. 2011)
c. Sectio caesarea ekstraperitonealis
Merupakan sectio caesarea tanpa membuka peritoneum parietalis dan dengan
demikian tidak membuka kavum abdominalis (Sarwono, P. 2011)
2. Vagina (Sectio Caesarea Vaginalis)
Menurut (Gant & Cunnningham, 2011) arah sayatan pada rahim, sectio caesaria
dapat dilakukan apabila :
a. Sayatan memanjang (longitudinal)
b. Sayatan melintang (tranversal)
c. Sayatan huruf T (T insisian)
6
3. Sectio caesarea klasik (korporal)
Menurut (Wiknjosastro, H. 2010) dilakukan dengan membuat sayatan memanjang
pada korpus uteri kira-kira 10cm.
Kelebihan :
a. Mengeluarkan janin lebih memanjang.
b. Tidak menyebabkan komplikasi kandung kemih tertarik.
c. Sayatan bisa diperpanjang proksimal atau distal.

Kekurangan :

a. Infeksi mudah menyebar secara intra abdominal karena tidak ada reperitonial
yang baik.
b. Untuk persalinan berikutnya lebih sering terjadi rupture uteri spontan.
c. Ruptura uteri karena luka bekas SC klasik lebih sering terjadi dibandingkan
dengan luka SC profunda. Ruptur uteri karena luka bekas SC klasik sudah
dapat terjadipada akhir kehamilan, sedangkan pada luka bekas SC profunda
biasanya baru terjadi dalam persalinan.
d. Untuk mengurangi kemungkinan ruptura uteri, dianjurkan supaya ibu yang
telah mengalami SC jangan terlalu lekas hamil lagi. Sekurang -kurangnya
dapat istirahat selama 2 tahun. Rasionalnya adalah memberikan kesempatan
luka sembuh dengan baik. Untuk tujuan ini maka dipasang akor sebelum
menutup luka rahim.
4. Sectio Caesarea (Ismika Profunda)
Menurut (Wiknjosastro, H. 2010) dilakukan dengan membuat sayatan melintang
konkaf pada segmen bawah rahim kira-kira 10cm.
Kelebihan :
a. Penjahitan luka lebih mudah
b. Penutupan luka dengan reperitonialisasi yang baik
c. Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk menahan isi uterus ke
rongga perineum
d. Perdarahan kurang
e. Dibandingkan dengan cara klasik kemungkinan ruptur uteri spontan lebih kecil

7
Kekurangan :

a. Luka dapat melebar ke kiri, ke kanan dan bawah sehingga dapat menyebabkan
arteri uteri putus yang akan menyebabkan perdarahan yang banyak.
b. Keluhan utama pada kandung kemih post operati/ tinggi.

D. Manifestasi Klinis Sectio Caesarea


Manifestasi klinis section caesarea menurut (Doengoes, 2010) antara lain :
1. Nyeri akibat ada luka pembedahan.
2. Adanya luka insisi pada bagian abdomen.
3. Fundus uterus kontraksi kuat dan terletak di umbilicus.
4. Aliran lokhea sedang dan bebas bekuan yang berlebihan (lokhea tidak banyak).
5. Kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800ml/.
6. Emosi labil/perubahan emosional dengan mengekspresikan ketidakmampuan
menghadapi situasi baru.
7. Biasanya terpasang kateter urinariush.
8. Auskultasi bising usus tidak terdengar atau samar.
9. Pengaruh anestesi dapat menimbulkan mual dan muntah.
10. Status pulmonary bunyi paru jelas dan vesikuler
11. Pada kelahiran secara SC tidak direncanakan maka bisanya kurang paham
prosedur.
12. Bonding dan attachment pada anak yang baru dilahirkan.

E. Etiologi Sectio Caesarea


Menurut (Manuaba, 2010) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin
adalah fetal distress dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio
caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut :
1. CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion )
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak
sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak
dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan
beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang

8
harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang
menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan
dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi.
Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi
asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal (Doengoes, 2010)
2. PEB (Pre Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan
oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan
infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan
perinatal paling penting dalam ilmu keperawatan. Karena itu diagnosa dini
amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut
menjadi eklamsi (Gant & Cunnningham, 2011).
3. KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan
dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini
adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu (Manuaba,
2010).
4. Bayi Kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran
kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran
satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak
lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normal (Mitayani, 2009).
5. Faktor Hambatan Jalan Lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan
adanya pembukaan, adanya tumor, kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat
pendek, ibu sulit bernafas (Oxorn, H. 2010)
6. Ekstrasi Vacum Gagal
Ekstrasi vacum dianggap gagal jika kepala tidak turun pada tarikan. Jika tarikan
sudah tiga kali dan kepala bayi belum turun, atau tarikan sudah 30 menit. Ekstrasi
vacum tidak boleh dilanjutkan apabila tidak terdapat penurunan kepala janin
(Rasjidi, I. 2012)

9
7. Kelainan Letak Janin
a. Kelainan pada letak kepala
1) Letak kepala tengadah
Bagian terbawah adalah puncak kepala, pada pemeriksaan dalam teraba
UBB yang paling rendah. Etiologinya kelainan panggul, kepala bentuknya
bundar, anaknya kecil atau mati, kerusakan dasar panggul (Sarwono, P.
2011)
2) Presentasi muka
Letak kepala tengadah (defleksi), sehingga bagian kepala yang terletak
paling rendah ialah muka. Hal ini jarang terjadi, kira-kira 0,27-0,5%
(Sarwono, P. 2011)
3) Presentasi dahi
Posisi kepala antara fleksi dan defleksi, dahi berada pada posisi terendah
dan tetap paling depan. Pada penempatan dagu, biasanya dengan
sendirinya akan berubah menjadi letak muka atau letak belakang kepala
(Sarwono, P. 2011)
b. Letak Sungsang
Letak sungsang merupakan keadaan dimana janin terletak memanjang dengan
kepala difundus uteri dan bokong berada di bagian bawah kavum uteri.
Dikenal beberapa jenis letak sungsang, yakni presentasi bokong, presentasi
bokong kaki, sempurna, presentasi bokong kaki tidak sempurna dan presentasi
kaki (Wiknjosastro, H. 2010).

Menurut (Sulistiyawati, A. 2011) etiologi dilakukan sectio caesarea adalah


Absolute Relative
Ibu a. Indikasi persalinan yang a. Bedah sesar elektif berulang.
gagal b. Penyakit ibu (pre eklamsi
b. Proses persalinan tidak maju berat, penyakit
(distosia persalinan) diabetes,kanker serviks)
c. Disproporsi
sefalopelvik(panggul sempit
Utero a. Bedah uterus sebelumnya a. Riwayat bedah uterus
Plasenta (sesar klasik) sebelumnya miomektomi

10
b. Riwayat ruptur uterus dengan ketebalan penuh)
c. Obstruksi jalan lahir (fibroid) b. Presentasi funik(tali
d. Plasenta previa,abruption pusat)pada saat persalinan
plasenta berukuran besar
Janin a. Gawat janin/hasil a. Mal presentasi janin
pemeriksaan janin yang tidak (sungsang, presentasi alis,
meyakinkan presentasi gabingan )
b. Prolaps tali pusat b. Makrosomia
c. Malpresentasi janin (posisi c. Kelainan janin (hidrosefalus)
melintang)

F. Anatomi Fisiologi Alat Reproduksi Wanita

Gambar : Alat reproduksi ekterna pada wanita (Sulistiyawati, A. 2011)

Alat reproduksi eksterna pada wanita yaitu menurut (Sulistiyawati, A. 2011) :


1. Mons veneris
Adalah yang menggunung di atas simpisis dan akan di tumbuhi rambut kemaluan
(pubis).
2. Labia mayora
Berada pada bagian kanan dan kiri, berbentuk lonjong, kedua bibir ini di bagian
bertemu membentuk perineum.

11
3. Labia minora
Bagian dari bibir besar yang berwarna merah jambu, di sini di jumpai fenulum
klitoris, preputium dan prenulum prudanti.
4. Klitoris
Kira-kira sebesar kacang ijo sampai cabe rawit dan ditutup oleh frenulum klitoris.
Glans klitoris berisi jaringan yang dapat bereaksi dan sifatnya amat sensitif karena
banyak memiliki serabut saraf.
5. Vulva
Adalah bagian alat kandungan luar yang berbentuk lonjong, berukuran panjang
mulai dari klitoris kanan kiri dibatasi bibir kecil sampai ke belakang di batasi
perineum.
6. Vestibulum
Terletak di sebelah selaput lendir vulva, terdiri dari bulbus vertibuli dan kiri.
7. Himen
Merupakan selaput yang menutupi introitus vagina, berlubang membentuk
semukularis, anularis, lapisan septata.
8. Lubang kemih (ovifisium uretra eksterna)
Adalah tempat keluarnya air kemih terletak di bawah klitoris

Gambar : Alat reproduksi interna pada wanita (Sulistiyawati, A. 2011)

12
Alat reproduksi interna pada wanita menurut (Sulistiyawati, A. 2011) :
1. Vagina adalah liang untuk saluran yang menghubungkan vulva dengan rahim,
terletak diantara saluran kemih dan liang dubur. Di bagian ujung atasnya
terletak mulut rahim. Ukuran panjang dinding depan 8 cm dan dinding 10 cm.
dinding vagina terdiri dari lapisan mukosa, lapisan otot dan lapisan jaringan
ikat.
2. Uterus
Merupakan jaringan otot yang kuat terletak di pelvis diantara kandung kemih
dan rektum.
3. Peritoneum
Merupakan penebalan yang di isi jaringan ikat dan pembuluh darah limfe dan
urat saraf meliputi dinding rahim bagian luar yang menutupi bagian luar
uterus.
4. Lapaisan otot
Dalam lapisan ini terdapat isthmus yang mengalami perubahan selaput lendir
kavum uteri menjadi selaput lendir serviks.
5. Endometrium
Pada saat konepsi endometrium mengalami perubahan menjadi desidua,
sehingga memungkinkan terjadi implantasi (nidasi). Lapisan epitel serviks
berbentuk silindris dan bersifat mengularkan cairan secara terus menerus
sehingga dapat membasahi vagina.
6. Tuba fallopi
Terdapat di tepi atas ligementum latum, tuba fallopi merupakan tabula
muskuler dengan panjang ± 12 cm dan diameternya antara 8-9 cm.
7. Ovarium
Ovarium terdapat dua buah, yaitu kanan dan kiri :
a. Korteks ovani mengandung folikel primodial
b. Medula ovani terdapat pembuluh darah diantara kedua kembar ligamentum
latum.

13
G. Patofisiologi Sectio Caesarea
Adanya beberapa kelainan / hambatan pada proses persalinan yang menyebabkan
bayi tidak dapat lahir secara normal / spontan, misalnya plasenta previa sentralis dan
lateralis, panggul sempit, disproporsi cephalo pelvic, rupture uteri mengancam, partus
lama, partus tidak maju, pre-eklamsia, distosia serviks, dan malpresentasi janin.
Kondisi tersebut menyebabkan perlu adanya suatu tindakan pembedahan yaitu Sectio
Caesarea (SC) (Manuaba, 2010)
Dalam proses operasinya dilakukan tindakan anestesi yang akan menyebabkan
pasien mengalami imobilisasi sehingga akan menimbulkan masalah intoleransi
aktivitas. Adanya kelumpuhan sementara dan kelemahan fisik akan menyebabkan
pasien tidak mampu melakukan aktivitas perawatan diri pasien secara mandiri
sehingga timbul masalah defisit perawatan diri. Namun anestesi umum lebih banyak
pengaruhnya terhadap janin maupun ibu, anestesi umum menyebabkan bayi lahir
dalam keadaan apnoe yang tidak dapat diatasi dengan mudah. Akibatnya janin bisa
mati, sedangkan pengaruhnya anestesi bagi ibu sendiri yaitu terhadap tonus uteri
berupa atonia uteri sehingga darah banyak yang keluar (Rasjidi, I. 2012).
Untuk pengaruh terhadap nafas yaitu jalan nafas yang tidak efektif akibat sekret
yang berlebihan karena kerja otot nafas silia yang menutup. Anestesi ini juga
mempengaruhi saluran pencernaan dengan menurunkan mobilitas usus. Seperti yang
telah diketahui setelah makanan masuk lambung akan terjadi proses penghancuran
dengan bantuan peristaltik usus. Kemudian diserap untuk metabolisme sehingga tubuh
memperoleh energi. Akibat dari mortilitas yang menurun maka peristaltik juga
menurun. Makanan yang ada di lambung akan menumpuk dan karena reflek untuk
batuk juga menurun. Maka pasien sangat beresiko terhadap aspirasi sehingga perlu
dipasang pipa endotracheal. Selain itu motilitas yang menurun juga berakibat pada
perubahan pola eliminasi yaitu konstipasi (Sarwono, P. 2011)
Kurangnya informasi mengenai proses pembedahan, penyembuhan, dan
perawatan post operasi akan menimbulkan masalah ansietas pada pasien. Selain itu,
dalam proses pembedahan juga akan dilakukan tindakan insisi pada dinding abdomen
sehingga menyebabkan terputusnya inkontinuitas jaringan, pembuluh darah, dan
saraf-saraf di sekitar daerah insisi. Hal ini akan merangsang pengeluaran histamin dan
prostaglandin yang akan menimbulkan rasa nyeri (nyeri akut). Setelah proses
pembedahan berakhir, daerah insisi akan ditutup dan menimbulkan luka post op, yang
bila tidak dirawat dengan baik akan menimbulkan masalah risiko infeksi. Setelah
14
kelahiran bayi prolaktin dan oksitosin meningkat menyebabkan efeksi ASI, efeksi
ASI yang tidak adekuat menimbulkan masalah ketidakefektifan pemberian ASI pada
bayi (Wiknjosastro, H. 2010)

H. Pathway Sectio Caesarea

Sumber : (Sarwono, P. 2011)

15
I. Pemeriksaan Penunjang Sectio Caesarea
Menurut (Wiknjosastro, H. 2010) pemeriksaan penunjang pada section caesarea
adalah :
1. Elektroensefalogram ( EEG ), untuk membantu menetapkan jenis dan fokus dari
kejang.
2. Pemindaian CT, untuk mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan.
3. Magneti Resonance Imaging (MRI), menghasilkan bayangan dengan
menggunakan lapangan magnetik dan gelombang radio, berguna untuk
memperlihatkan daerah-daerah otak yang tidak jelas terlihat bila menggunakan
pemindaian CT.
4. Pemindaian positron emission tomography ( PET), untuk mengevaluasi kejang
yang membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik
atau alirann darah dalam otak.
5. Uji laboratorium, fungsi lumbal : menganalisis cairan serebrovaskuler, hitung
darah lengkap, mengevaluasi trombosit dan hematocrit, panel elektrolit, skrining
toksik dari serum dan urin, AGD, kadar kalsium darah, kadar natrium darah, kadar
magnesium darah.

Menurut (Doengoes, 2010) pemeriksaan penunjang pada section caesarea adalah :

1. Hemoglobin atau hematokrit (HB/Ht) untuk mengkaji perubahan dari kadar pra
operasi dan mengevaluasi efek kehilangan darah pada pembedahan.
2. Leukosit (WBC) mengidentifikasi adanya infeksi
3. Tes golongan darah, lama perdarahan, waktu pembekuan darah
4. Urinalisis / kultur urine
5. Pemeriksaan elektrolit

J. Penatalaksanaan Sectio Caesarea


1. Perawatan awal menurut (Rasjidi, I. 2012) yaitu:
a. Letakan pasien dalam posisi datar atau 45 derajat dalam ruang perawatan.
b. Periksa kondisi pasien, cek tanda vital.
c. Periksa jalan nafas, yakinkanjalan nafas bersih dan cukup ventilasi.
2. Pemberian cairan
Karena 6 jam pertama penderita puasa pasca operasi, maka pemberian cairan
perintavena harus cukup banyak dan mengandung elektrolit agar tidak terjadi

16
hipotermi, dehidrasi, atau komplikasi pada organ tubuh lainnya. Cairan yang biasa
diberikan biasanya DS 10%, garam fisiologi dan RL secara bergantian dan jumlah
tetesan tergantung kebutuhan. Bila kadar Hb rendah diberikan transfusi darah
sesuai kebutuhan (Rasjidi, I. 2012)
3. Diet
Pemberian cairan perinfus biasanya dihentikan setelah penderita flatus lalu
dimulailah pemberian minuman dan makanan peroral. Pemberian minuman
dengan jumlah yang sedikit sudah boleh dilakukan pada 6 - 8 jam pasca operasi,
berupa air putih dan air teh (Rasjidi, I. 2012)
4. Mobilisasi
Mobilisasi dilakukan secara bertahap meliputi (Rasjidi, I. 2012) :
a. Miring kanan dan kiri dapat dimulai sejak 6 - 8 jam setelah operasi.
b. Latihan pernafasan dapat dilakukan penderita sambil tidur telentang sedini
mungkin setelah sadar.
c. Hari pertama post operasi, penderita dapat didudukkan selama 5 menit dan
diminta untuk bernafas dalam lalu menghembuskannya.
d. Kemudian posisi tidur telentang dapat diubah menjadi posisi setengah duduk
(semifowler).
e. Selanjutnya selama berturut-turut, hari demi hari, pasien dianjurkan belajar
duduk selama sehari, belajar berjalan, dan kemudian berjalan sendiri, dan pada
hari ke-3 pasca operasi.pasien bisa dipulangkan.
5. Kateterisasi
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan.Kateter
biasanya terpasang 24 - 48 jam / lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan
keadaan penderita (Sulistiyawati, A. 2011)
6. Pemberian obat-obatan menurut (Sulistiyawati, A. 2011) yaitu :
a. Antibiotik
Cara pemilihan dan pemberian antibiotic sangat berbeda-beda setiap institusi
b. Analgetik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan
1) Supositoria : ketopropen sup 2x/24 jam
2) Oral : tramadol tiap 6 jam atau paracetamol
3) Injeksi : penitidine 90-75 mg diberikan setiap 6 jam bila perlu

17
c. Obat-obatan lain
Untuk meningkatkan vitalitas dan keadaan umum penderita dapat diberikan
caboransia seperti neurobian I vit. C
7. Fungsi gastrointestinal
a. Tunggu bising usus timbul, diet bertahap (cair di teruskan dengan diet lunak).
b. Pemberian infus diteruskan sampai minimal 1x24 jam.
8. Perawatan fungsi kandung kemih
Kandung kemih yang penuh menimbulkan rasa nyeri dan tidak enak pada
penderita, menghalangi involusi uterus dan menyebabkan perdarahan. Kateter
biasanya terpasang 24 jam/lebih lama lagi tergantung jenis operasi dan keadaan
penderita (Sulistiyawati, A. 2011)
9. Perawatan luka menurut (Oxorn, H. 2010) yaitu :
a. Ganti perban dengan cara steril (jika perban terdapat rembesan/terbuka).
b. Luka harus dijaga agar tetap kering dan bersih.
c. Mengganti balutan dilakukan pada hari ketiga pasca SC atau sebelum pasien
pulang.
10. Jika masih terdapat perdarahan
a. Lakukan masase uterus
b. Beri oksitosin 10 unit dalam 500 ml cairan IV (garam fisiologik atau RL) 60
tetes/menit, ergometrin 0,2 mg IM dan prostaglandin.
11. Jika terdapat tanda infeksi, berikan antibiotika kombinasi sampai pasien bebas
demam selama 48 jam.
12. Analgesik dan obat untuk memperlancar kerja saluran pencernaan.
13. Hal-hal lain yang perlu diperhatikan menurut (Oxorn, H. 2010) yaitu:
a. Paska bedah penderita dirawat dan diobservasi kemungkinan komplikasi
berupa perdarahan dan hematoma pada daerah operasi.
b. Pasca operasi perlu dilakukan drainase untuk mencegah terjadinya hematoma.
c. Pasien dibaringkan dengan posisi semi fowler (berbaring dengan lutut ditekuk)
agar diding abdomen tidak tegang.
d. Diusahakan agar penderita tidak batuk atau menangis.
e. Lakukan perawatan luka untuk mencegah terjadinya infeksi.
f. Dalam waktu 1 bulan jangan mengangkut barang-barang berat.
g. Selama waktu 3 bulan tidak boleh melakukan kegiatan yang dapat menaikkan
tekanan intra abdomen.
18
h. Keseimbangan cairan dan elektrolit, kenyamanan fisik berupa nyeri dan
kenyamanan psikologis juga perlu dikaji sehingga perlu adanya orientasi dan
bimbingan kegiatan postop seperti ambulasi dan nafas dalam untuk
mempercepat hilangnya pengaruh anestesi.
i. Perawatan pasca operasi. Jadwal pemeriksaan ulang tekanan darah, frekuensi
nadi dan nafas. Jadwal pengukuran jumlah produksi urin. Berikan infus
dengan jelas, singkat dan terinci bila dijumpai adanya penyimpangan.
j. Penatalaksanaan medis, cairan IV sesuai indikasi. Anestesia regional atau
general. Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria. Tes
laboratorium diagnostik sesuai indikasi. Pemberian oksitosin sesuai indikasi.
Tanda vital per protokol ruangan pemulihan, persiapan kulit pembedahan
abdomen, persetujuan ditanda tangani, dan pemasangan kateter fole.

K. Komplikasi Sectio Caesarea


1. Infeksi Puerperalis
Komplikasi ini bersifat ringan, seperti kenaikan suhu selama beberapa hari dalam
masa nifas atau dapat juga bersifat berat, misalnya peritonitis, sepsis dan lain-lain.
Infeksi post operasi terjadi apabila sebelum pembedahan sudah ada gejala - gejala
infeksi intrapartum atau ada faktor - faktor yang merupakan predisposisi terhadap
kelainan itu (partus lama khususnya setelah ketuban pecah, tindakan vaginal
sebelumnya). Bahaya infeksi dapat diperkecil dengan pemberian antibiotika, tetapi
tidak dapat dihilangkan sama sekali, terutama SC klasik dalam hal ini lebih
berbahaya daripada SC transperitonealis profunda (Gant & Cunnningham, 2011)
2. Perdarahan
Perdarahan banyak bisa timbul pada waktu pembedahan jika cabang arteria
uterina ikut terbuka atau karena atonia uteri (Sarwono, P. 2011)
3. Komplikasi - komplikasi lain menurut (Manuaba, 2010) seperti :
a. Luka kandung kemih
b. Embolisme paru – paru
c. Suatu komplikasi yang baru kemudian tampak ialah kurang kuatnya perut
pada dinding uterus, sehingga pada kehamilan berikutnya bisa terjadi ruptura
uteri. Kemungkinan hal ini lebih banyak ditemukan sesudah sectio caesarea
klasik.

19
L. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian menurut (Doengoes, 2010) meliputi :
a. Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agam, alamat,
status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang
mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital.
b. Keluhan utama
c. Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
d. Data riwayat penyakit
1) Riwayat kesehatan sekarang.
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit
dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah pasien operasi.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Meliputi penyakit yang lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang,
Maksudnya apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama
(Plasenta previa).
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada
juga mempunyai riwayat persalinan plasenta previa.
e. Keadaan klien meliputi :
1) Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan
kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
2) Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan
dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan
labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau
kecemasan.
3) Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
4) Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.

20
5) Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah,
distensi kandung kemih , efek- efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin
ada.
6) Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
7) Keamanan
8) Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
9) Seksualitas

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan menurut (Sulistiyawati, A. 2011) yaitu :
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea).
b. Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi, kelemahan, penurunan sirkulasi
c. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan.
d. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas
operasi.
e. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi.
f. Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan
pembedahan.

3. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan menurut (Rasjidi, I. 2012) yaitu :
a. Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin,
prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
nyeri klien berkurang / terkontrol.
Kriteria hasil :
1) Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang
2) Skala nyeri 0-1 ( dari 0 – 10 )
3) TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR :18-
20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit
21
4) Wajah tidak tampak meringis
5) Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai
kemampuan
Rencana Tindakan :
1) Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor
presipitasi.
2) Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya wajah
meringis) terutama ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif.
3) Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex: beraktivitas, tidur,
istirahat, rileks, kognisi, perasaan, dan hubungan sosial).
4) Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi, latihan napas dalam,
sentuhan terapeutik, distraksi).
5) Kontrol faktor - faktor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi respon
pasien terhadap ketidaknyamanan (ruangan, suhu, cahaya, dan suara).
6) Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika perlu.

b. Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi


Tujuan : Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi
Kriteria Hasil : klien mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri
Rencana Tindakan :
1) Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas.
2) Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi tubuh umum.
3) Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari.
4) Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan /kondisi
klien.
5) Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas.

c. Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan


Tujuan : setelah dilakukan tindakan 3 x 24 jam diharapkan integritas kulit dan
proteksi jaringan membaik
Kriteria Hasil : Tidak terjadi kerusakan integritas kulit
Rencana Tindakan :
1) Berikan perhatian dan perawatan pada kulit
22
2) Lakukan latihan gerak secara pasif
3) Lindungi kulit yang sehat dari kemungkinan maserasi
4) Jaga kelembaban kulit
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka
bekas operasi (SC)
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
klien tidak mengalami infeksi.
Kriteria Hasil :
1) Tidak terjadi tanda - tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio
laesea)
2) Suhu dan nadi dalam batas normal ( suhu = 36,5 -37,50 C, frekuensi nadi =
60 -100x/ menit)
3) WBC dalam batas normal (4,10-10,9 10^3 / uL)
Rencana Tindakan :
1) Tinjau ulang kondisi dasar / faktor risiko yang ada sebelumnya. Catat
waktu pecah ketuban.
2) Kaji adanya tanda infeksi (kalor, rubor, dolor, tumor, fungsio laesa).
3) Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptic.
4) Inspeksi balutan abdominal terhadap eksudat / rembesan. Lepaskan
balutan sesuai indikasi.
5) Anjurkan klien dan keluarga untuk mencuci tangan sebelum / sesudah
menyentuh luka.
6) Pantau peningkatan suhu, nadi, dan pemeriksaan laboratorium jumlah
WBC / sel darah putih.
7) Kolaborasi untuk pemeriksaan Hb dan Ht. Catat perkiraan kehilangan
darah selama prosedur pembedahan.
8) Anjurkan intake nutrisi yang cukup.
9) Kolaborasi penggunaan antibiotik sesuai indikasi.

23
e. Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur
pembedahan, penyembuhan, dan perawatan post operasi
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 6 jam diharapkan
ansietas klien berkurang.
Kriteria Hasil :
1) Klien terlihat lebih tenang dan tidak gelisah
2) Klien mengungkapkan bahwa ansietasnya berkurang
Rencana Tindakan :
1) Kaji respon psikologis terhadap kejadian dan ketersediaan sistem
pendukung.
2) Tetap bersama klien, bersikap tenang dan menunjukkan rasa empati.
3) Observasi respon nonverbal klien (misalnya: gelisah) berkaitan dengan
ansietas yang dirasaka.
4) Dukung dan arahkan kembali mekanisme koping.
5) Berikan informasi yang benar mengenai prosedur pembedahan,
penyembuhan, dan perawatan post operasi.
6) Diskusikan pengalaman / harapan kelahiran anak pada masa lalu.
7) Evaluasi perubahan ansietas yang dialami klien secara verbal.

24
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Hari, tanggal : Selasa, 03 September 2019
Pukul : 14.00 WIB
Tempat : VK IGD, RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten
Metode : Wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan studi dokumen.
Sumber Data : Pasien, keluarga, rekam medis, dan tim kesehatan.
Oleh : Dyah Ayu Sekarsari
Ervieta Adistya Hargiyati

1. IDENTITAS
a. Pasien
Nama : Ny.E
Umur : 28 tahun
Tempat, tanggal lahir : Gunung Kidul, 23 Desember 1991
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Ibu rumah tangga
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Jentir 03/06, Sambirejo, Ngawen, Gunung Kidul
Status perkawinan : Kawin
Diagnosa pre operasi : SC Emergency dengan indikasi Vacum Ekstrasi gagal
No. RM : 714289
Tanggal masuk RS : 02 September 2019
Tanggal Operasi : 02 September 2019
Tindakan Operasi : SC Emergency

25
b. Keluarga/penanggungjawab
Nama : Tn.T
Umur : 31 tahun
Tempat, tanggal lahir : Gunung Kidul, 05 Juni 1998
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Jentir 03/06, Sambirejo, Ngawen, Gunung Kidul
Hubungan : Suami

2. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Pasien mengatakan merasa nyeri dan kenceng-kenceng saat kontraksi, rasa
nyeri seperti tertusuk-tusuk, nyeri terasa di area perut, skala nyeri 10 dari 10,
nyeri hilang timbul, dan nyeri terasa selama kurang lebih 3 menit. Pasien
mengatakan deg-degan/cemas karena ini merupakan kali pertama pasien
operasi caesar.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada tanggal 03 September 2019 pukul 14.00 WIB pasien dibawa ke VK IGD
RSUP dr.Soeradji Tirtonegoro Klaten, saat pasien datang ke VK IGD keadaan
umum pasien baik, respon membuka mata spontan saat dipanggil namanya,
saat diajak bicara pasien bicaranya lancar nyambung, mampu menggerakan
semua ekstremitas sesuai perintah, hanya saja pasien mengeluhkan nyeri dan
terasa kenceng-kenceng, pasien G2P1A0Ah1, umur kehamilan 40+1 minggu,
sudah pembukaan 10 cm. Kemudian pasien dibimbing untuk mengeden selama
kurang lebih 30 menit namun pasien tidak bisa, kemudian pasien dilakukan
vacum ekstrasi selama kurang lebih 30 menit namun kepala bayi tidak turun-
turun. Sehingga pada pukul 15.30 pasien dibawa ke ruang IBS untuk dilakukan
SC emergency, pasien di pasang tensi untuk memantau keadaan pasien di based
monitor, di injeksi obat melalui injection port, dipasang negative plat, dan di
anestesi spinal.

26
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan bahwa pasien tidak memiliki riwayat penyakit baik
penyakit menular maupun penyakit menurun. Pasien mengatakan belum pernah
menjalani operasi sebelumnya, anak pertama dulu divacum ekstrasi, tidak ada
cacat bawaan, dan tidak memiliki riwayat alergi apapun.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan bahwa seluruh anggota keluarganya tidak memiliki riwayat
penyakit menular maupun penyakit menurun. Keluarga pasien mengatakan
bahwa anggota keluarganya juga tidak ada yang pernah menjalani operasi dan
tidak memiliki riwayat alergi terhadap apapun.

3. PEMERIKSAAN FISIK
a. Data Umum
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Composmentis, GCS : 15 (E4, V5, M6)
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Suhu : 36,50C
Nadi : 84x/menit
RR : 22x/menit
BB : 62 kg
TB : 153 cm
IMT : 26,49 kg/m2

b. Sistemik
1) Kepala
- Bentuk kepala oval, kulit kepala bersih, tidak ada kutu, dan tidak ada
ketombe, rambut warnanya hitam, lebat, dan tidak rontok.
- Hidung simetris dan tidak ada sumbatan.
- Telinga simetris, tidak keluar cairan, dan pendengaran masih berfungsi
dengan baik.
- Sclera putih, pupil mengecil saat dikenai cahaya.
- Wajah tidak tampak pucat dan tidak kusam.
- Mulut bersih dan tidak tercium bau mulut.
- Pasien terpasang kanul binasal dengan 3lt/menit.
27
2) Leher
- Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
- Tidak ada lesi.
- Tidak ada krepitasi.
- Tonsil masih utuh.
3) Dada
a) Inspeksi
- Saat respirasi tidak ada pemesaran sebelah (simeris).
- Dada kanan dan kiri terlihat simetris.
- Nafas terlihat normal.
b) Palpasi
- Taktil fremitus teraba dibagian depan maupun belakang.
c) Perkusi
- Terdengar suara sonor pada bagian paru.
d) Auskultasi
- Suara nafas normal/vesikuler
4) Jantung
a) Inspeksi
- Bentuk simetris dan tidak ada pembesaran.
b) Palpasi
- Ictus cordis teraba pada ruang intercostal kiri ke V, medial (2cm)
dari lateral linea medioclavicularis kiri.
c) Perkusi
- Terdengar suara dall/redup.
d) Auskultasi
- Regular S1 lub dan regular S2 dug.
5) Abdomen
a) Inspeksi
- Bentuk simetris dan tidak ada pembesaran.
b) Palpasi
- Tidak ada pengerasan maupun asites.
- Leopold 1 : TFU 31 cm
- Leopold 2 : Punggung di kanan
- Leopold 3 : Bagian terbawah janin adalah kepala
28
- Leopold 4 : Kepala sudah masuk panggul
c) Perkusi
- Terdengar suara tympani.
d) Auskultusi
- Bising usus terdengar 5x/menit.
- DJJ 14.30 : 143
- DJJ 14.40 : 142
- DJJ 14.50 : 140
- DJJ 15.00 : 143
- DJJ 15.10 : 140
- DJJ 15.20 : 141
- DJJ 15.30 : 145
6) Genetalia
Terpasang kateter, urine bag, urine ± 100 cc warna kuning jernih.
7) Ekstremitas
a) Bagian atas/superior
Anggota gerak lengkap, tidak ada kelainan jari tangan, capillary refill <
3 detik, turgor kulit < 3 detik. Kekuatan otot disemua ekstremitas
bagian atas adalah 5. Terpasang infus RL dengan 1000 ml + oxytocin
10 IU/ml. Tidak ada edema.
b) Bagian bawah/inferior
Anggota gerak lengkap, tidak ada kelainan jari kaki, capillary refill < 3
detik, turgor kulit < 3 detik, tidak ada edema. Kekuatan otot disemua
ekstremitas bagian bawah adalah 5 dan tidak ada edema

4. PEMERIKSAAN PENUNGJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium (Tanggal 02 september 219)
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Metode
Rujukan
HEMATOLGI
DARAH RUTIN
Hemoglobin 13.00 g/dL 12.0-16.0 Cyanmethemoglobin
Eritrosit 4.52 10^6/uL 4.20-5.50 Electronic impedence

29
Leukosit 7.70 10^3/uL 4.8-10.9 Electronic impedence
Trombosit 173 10^3/uL 150-450 Electronic impedence
Hematokrit 39.5 % 37.0-52.0 Electronic impedence
MCV 87.4 FL 80.0-99.0 Electronic impedence
MCH 20.8 FL 27-31 Electronic impedence
MCHC 32.9 g/dL 33.0-37.0 Electronic impedence
DIFF COUNT
Neutrofil 68.00 % 50-70
Limfosit 29.50 % 20-40
MXD 2.50 % 1.0-12.0
RDW 14.8 % 10.0-15.0
MPV 8.5 FL -

PT
PT 12.1 detik 11.0-17.0
Ratio (PT) 0.86 detik -
INR (PT) 0.83 detik 1.0-1.52
APTT 30.2 detik 20.0-40.0

Sera Imunologi
Anti HIV ( non Non Non reaktif Rapid teset
VCT) reaktif
HbSAg Negative Negative Rapid teset
Anti HIV Negative Negative Rapid teset

5. DIAGNOSA ANESTESI
Perempuan 28 tahun diagnose medis SC emergency dengan indikasi vacuum
ekstrasi gagal, G2P1A0Ah1, UK 40+1 minggu direncanakan region anestesi.
Saran: informed consent, rencana RA

30
B. PERSIAPAN PENATALAKSANAAN ANESTESI’
1. Persiapan Obat
a. Obat spinal anestesi : bupivacaine 0,5 %
b. Obat analgesik : ketorolac 30 mg
c. Antiemetik: Ondansetron
d. Obat emergency
1) Epinefrin
2) Atropin
3) Midazolam
4) Cairan infus
Rl 100O ml

2. Persiapan Pasien
a. Pasien tiba di IBS pukul 15.35 WIB.
b. Serah terima pasien dengan petugas IGD, periksa status pasien termasuk
informed consent dan obat-obatan yang telah diberikan di ruang IGD.
c. Memindahkan pasien ke brancard IBS.
d. Mengecek ulang identitas pasien, nama, tanggal lahir, dan alamat.
e. Memeriksa kelancaran infus dan alat kesehatan yang terpasang pada pasien.
f. Menanyakan keluhan pasien saat di ruang penerimaan IBS, dari pasien
mengatakan nyeri dan cemas menjalani operasi.
g. Observasi keadaan pasien, kemudian pindah pasien dari ruang penerimaan ke
ruang operasi.

3. Penatalaksanaan Anestesi
Pasien dipindahkan di tempat tidur operasi, dilakukan pemasangan monitor
tekanan darah, saturasi oksigen, hasil pengukuran monitor: TD 140/90 mmHg, N:
84 x/menit, RR: 22 x/menit, pernapasan spontan dan vesikuler.
Penatalaksanaan anestesi dimulai dari memasang APD (alat pelindung diri),
alat monitor, manset, finger sensor, memberi premedikasi, memberi tahu pasien
akan dibius spinal, menganjurkan pasien untuk berdoa, memulai persiapan
melakukan regional anestesi.
Anestesi spinal dilakukan oleh dokter anestesi. Anestesi spinal diberikan
dalam posisi duduk dengan tubuh ke arah depan. Posisi ini akan membantu
31
membuka celah di antara ruas-ruas tulang belakang untuk menyuntik obat bius
pada anestesi spinal. Dokter anestesi kemudian menandai lokasi yang akan
diberikan anestesi spinal. Selanjutkan dokter memberi antiseptik pada daerah yang
akan disuntikkan dan sekitarnya. Setelah itu, dokter memasukkan jarum yang
sangat halus ke tengah punggung bagian bawah di lumbal ke 3 dan 4. Kemudian
anestesi disuntik melalui jarum ke cairan serebospinal yang mengelilingi sumsum
tulang belakang.
a. Pasien mulai anestesi pukul pukul 15.45
b. Pasien mulai dilakukan insisi pukul 15.50 WIB yang sebelumnya dilakukan
time out.
c. Saat durante operasi hemodinamik pasien naik turun. Tekanan darah sempat
naik, namun segera turun. Pasien selesai operasi dilakukan sign out.

4. Monitoring Selama Operasi


Jam TD N SPO2 Respirasi Tindakan
15.45 145/97 84 98% 22 -
16.00 140/93 80 98% 22 Pemberian ketorolac 30
mg 1 ampul,
ondansenteron 1 ampul
16.10 130/85 80 99% 20 Pemberian infus RL
16.35 118/80 80 99% 20 Pasien akan dipindah ke
ruang pemulihan

5. Pengakhiran Anestesi
a. Operasi selesai pukul 16.30 WIB.
b. Monitor tanda vital sebelum pasien dibawa ke pemulihan. Tekanan darah:
127/80 mmHg, Nadi: 80 x/menit, SPO2: 99%, RR: 20 kali/menit.
c. Pasien akan dipindahkan di bangsal anggrek.

6. Pemantauan Recovery Room


Pasien post section caaesaria ini, dipindahkan ke ruang RR. Kondisi pasien stabil,
kedaan umum baik, kesadaran composmentis, pasien mengatakan selama operasi
tadi merasa kedinginan karena tidak terbiasa menggunakan AC, pasien

32
mengatakan merasa lega dan sudah tidak cemas karena anaknya sudah lahir
dengan keadaan sehat, pasien mengatakan kakinya masih belum bisa digerakan
dan terasa berat. Bayi pasien berjenis kelamin perempuan, dengan BB 3200 gram,
PB 49 cm, apgar score 9, tidak ada kelainan tubuh., dalam keadaan sehat.

C. ANALISA DATA
DATA MASALAH PENYEBAB
PRE OPERASI
Tanggal 03 September 2019 Nyeri akut Agen pencedera
Pukul 14.30 WIB (SDKI : 2017) fisiologis
DS :
- P : Pasien mengatakan merasa nyeri
saat konraksi.
- Q : Pasien mengatakan rasa nyeri
seperti tertusuk-tusuk
- R : Pasien mengatakan nyeri terasa
di area perut.
- S : Pasien mengatakan skala nyeri 10
dari 10.
- T : Pasien mengatakan nyeri hilang
timbul, dan nyeri terasa selama
kurang lebih 3 menit.

DO :
- Pasien tampak meringis.
- Frekuensi nadi meningkat menjadi
84x/menit.
- Tekanan darah meningkat menjadi
140/90 mmHg.
- Pola nafas berubah menjadi
22x/menit.
Tanggal 03 September 2019 Ansietas Kekhawatiran
Pukul 15.30 WIB (SDKI : 2017) mengalami

33
DS : kegagalan.
- Pasien mengatakan deg-degan/cemas
karena ini merupakan kali pertama
pasien operasi caesar.
- Pasien tampak sedikit gelisah.
DO :
- Frekuensi nadi meningkat menjadi
84x/menit.
- Tekanan darah meningkat menjadi
140/90 mmHg.
- Pola nafas berubah menjadi
22x/menit.
INTRA OPERASI
Tanggal 03 September 2019 Resiko Efek samping
Pukul 16.10 WIB ketidakseimbangan prosedur
DS : elektrolit (pembedahan)
- Pasien mengatakan kedinginan. (SDKI : 2017)
DO :
- Tekanan darah 130/85 mmHg.
- Membran mukosa tampak kering
- Tekanan nadi melemah, nadi
- 80x/menit.

POST OPERASI
Tanggal 24 Juni 2019 Resiko jatuh Kondisi pasca
Pukul 16.40 WIB (SDKI : 2017) operasi
DS :
- Pasien mengatakan kakinya masih
belum bisa digerakan dan terasa
berat.
DO :
- Kekuatan otot ektremitas bawah 0.

34
D. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. PRE OPERASI
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan:
- P : Pasien mengatakan merasa nyeri saat kontaksi
- Q : Pasien mengatakan rasa nyeri seperti tertusuk-tusuk
- R : Pasien mengatakan nyeri terasa di area perut
- S : Pasien mengatakan skala nyeri 10 dari 10
- T : Pasien mengatakan nyeri hilang timbul, dan nyeri terasa selama kurang
lebih 3 menit
- Pasien tampak meringis
- Frekuensi nadi meningkat menjadi 84x/menit
- Tekanan darah meningkat menjadi 140/90 mmHg
- Pola nafas berubah menjadi 22x/menit
b. Ansietas berhubungan dengan kurang terpapar informasi ditandai dengan :
- Pasien mengatakan cemas karena baru pertama kali operasi dan cemas
apabila merasa sakit saat dioperasi.
- Pasien tampak sedikit gelisah.
- Frekuensi nadi meningkat menjadi 84x/menit
- Tekanan darah meningkat menjadi 140/90 mmHg
- Pola nafas berubah menjadi 22x/menit
2. INTRA OPERASI
a. Resiko ketidakseimbangan elektrolit dengan faktor resiko efek samping
prosedur (pembedahan) ditandai dengan :
- Pasien mengatakan kedinginan.
- Tekanan darah 130/85 mmHg.
- Membran mukosa tampak kering
- Tekanan nadi melemah, nadi 80x/menit
3. POST OPERASI
a. Resiko jatuh dengan faktor resiko kondisi pasca operasi ditandai dengan :
- Pasien mengatakan kakinya masih belum bisa digerakan dan terasa berat.
- Kekuatan otot ektremitas bawah 0.

35
E. INTERVENSI KEPERAWATAN
No. Dx. Keperawatan Tujuan Rencana Tindakan Rasional
PRE OPERASI
1. Tgl : 02 September 2019 Tgl : 02 September 2019 Tgl : 02 September 2019 Tgl : 02 September 2019
Jam : 14.35 WIB Jam : 14.35 WIB Jam : 14.35 WIB Jam : 14.35 WIB
Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji nyeri dengan PQRST dan 1. Kaji nyeri dan tanda-
dengan agen pencedera keperawatan selama pre kaji tanda-tanda vital. tanda vital secara berkala
fisiologis ditandai dengan : operasi ,diharapkan nyeri dapat mengetahui status
1. P : Pasien mengatakan akut teratasi dengan kriteria perkembangan kondisi
merasa nyeri saat kontraksi. hasil : pasien.
2. Q : Pasien mengatakan rasa 1. Nyeri saat kontraksi
nyeri seperti tertusuk-tusuk. berkurang. 2. Anjurkan pasien untuk nafas 2. Terapi relaksasi nafas
3. R : Pasien mengatakan 2. Nyeri seperti ditusuk- dalam saat terasa nyeri dalam dapat mengurangi
nyeri terasa di area perut. tusuk sedikit berkurang. rasa nyeri.
4. S : Pasien mengatakan skala 3. Nyeri di area perut sedikit
nyeri 10 dari 10. berkurang. 3. Edukasi pasien tekhnik nafas 3. Edukasi yang baik dan
5. T : Pasien mengatakan 4. Skala nyeri menjadi dalam yang benar. benar dapat
nyeri hilang timbul, dan rentang 9,5-9,8 dari 10. meningkatkan
nyeri terasa selama kurang 5. Pasien tidak meringis dan pemahaman pasien.
lebih 3 menit. tampak relaks.
6. Pasien tampak meringis 6. Frekuensi nadi menjadi

36
7. Frekuensi nadi meningkat 80x/menit. 4. Kelola pemberian obat 4. Terapi farmakologi yang
menjadi 84x/menit. 7. Tekanan darah systole analgesik/terapi farmakologi tepat dapat mengurangi
8. Tekanan darah meningkat dibawah 140, dan diastole sesuai program terapi. rasa nyeri yang
menjadi 140/90 mmHg. dibawah 90. dikeluhkan oleh pasien.
9. Pola nafas berubah menjadi 8. Pola nafas menjadi
22x/menit. 18x/menit. Dyah

Dyah Dyah Dyah


2. Tgl : 02 September 2019 Tgl : 02 September 2019 Tgl : 02 September 2019 Tgl : 02 September 2019
Jam : 15.35 WIB Jam : 15.35 WIB Jam : 15.35 WIB Jam : 15.35 WIB
Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tanda verbal, non verbal 1. Kaji tanda verbal dan
kurang terpapar informasi keperawatan selama pre kecemasan, dan TTV pasien. nonverbal untuk
ditandai dengan : operasi, diharapkan cemas mengetaui tingkat
1. Pasien mengatakan deg- dapat teratasi dengan kriteria kecemasan pasien.
degan/cemas karena ini hasil :
merupakan kali pertama 1. Pasien tidak merasa cemas 2. Anjurkan pasien untuk banyak 2. Berdoa dapat membuat
pasien operasi caesar. saat akan dioperasi. berdoa agar diberi kelancaran. hati menjadi lebih
2. Pasien tampak sedikit 2. Pasien tampak sedikit tenang.
gelisah. relaks.
3. Frekuensi nadi meningkat 3. Frekuensi nadi menjadi 3. Edukasi pasien mengenai 3. Edukasi yang baik dan
menjadi 84x/menit. 80x/menit. prosedur tindakan operasi, benar dapat

37
4. Tekanan darah meningkat 4. Tekanan darah systole termasuk sensasi yang akan meningkatkan
menjadi 140/90 mmHg. dibawah 140, dan diastole dirasakan yang mungkin akan pemahaman sehingga
5. Pola nafas berubah menjadi dibawah 90. dialami pasien selama dapat mengurangi
22x/menit. 5. Pola nafas menjadi prosedur. tingkat kecemasan
20x/menit. pasien.

4. Kelola pemberian obat sesuai


Ervieta 4. Terapi farmakologi yang
program terapi.
Ervieta tepat dapat mengurangi
tingkat kecemasan yang
dikeluhkan oleh pasien.
Ervieta

Ervieta
INTRA OPERASI
3. Tgl : 02 September 2019 Tgl : 02 September 2019 Tgl : 02 September 2019 Tgl : 02 September 2019
Jam : 16.15 WIB Jam : 16.15 WIB Jam : 16.15 WIB Jam : 16.15 WIB
Resiko ketidakseimbangan Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tanda-tanda vital. 1. Tanda-tanda vital untuk
elektrolit dengan faktor resiko keperawatan selama intra memantau kondisi pasien
efek samping prosedur operasi, diharapkan resiko saat operasi.
(pembedahan) : ketidakseimbangan elektrolit
1. Pasien mengatakan dapat teratasi dengan kriteria

38
kedinginan. hasil : 2. Ganti cairan infus apabila 2. Cairan infus untuk
2. Tekanan darah 130/85 1. Pasien tidak menggigil. sudah habis. memenuhi kebutuhan
mmHg. 2. Tekanan darah systole cairan pasien.
3. Membran mukosa tampak dibawah 120, dan diastole
kering. dibawah 80. 3. Kelola pemberian obat sesuai 3. Pemberian obat dapat
4. Tekanan nadi melemah, 3. Membran mukosa lembab. program terapi. menstabilkan tanda-
nadi 80x/menit. 4. Tekanan nadi kuat. tanda vital.

Dyah Dyah Dyah Dyah


POST OPERASI
4. Tgl : 02 September 2019 Tgl : 02 September 2019 Tgl : 02 September 2019 Tgl : 02 September 2019
Jam : 16.45 WIB Jam : 16.45 WIB Jam : 16.45 WIB Jam : 16.45 WIB
Resiko jatuh dengan faktor Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tingkat resiko jatuh. 1. Untuk mnentukan
resiko kondisi pasca operasi keperawatan selama post tindakan keperawatan
ditandai dengan : operasi, diharapkan resiko yang harus diberikan.
1. Pasien mengatakan kakinya jatuh dapat teratasi dengan
terasa lemas dan tidak dapat kriteria hasil : 2. Pasang restrains pada tepi 2. Untuk meminimalisir
diangkat. 1. Pasien tidak jatuh tempat tidur. kemungkinan pasien
2. Kekuatan otot ektremitas 2. Restrains tempat tidur jatuh.
bawah 0. terpasang dengan benar.

39
3. Telah terpasang tanda 3. Edukasi pasien untuk 3. Untuk menambah
resiko jatuh. mengurangi pergerakan tubuh. pengetahuan pasien
bahwa dirinya beresiko
Ervieta jatuh.
Ervieta Ervieta

Ervieta

40
F. IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

DIAGNOSA KEPERAWATAN IMPLEMENTASI KEPERAWATAN EVALUASI KEPERAWATAN


PRE OPERASI
Nyeri akut berhubungan dengan agen Tgl : 02 September 2019 Tgl : 02 September 2019
pencedera fisiologis. Pukul : 14.40 WIB Pukul : 14.40 WIB
1. Kaji nyeri dengan PQRST dan kaji tanda- S:
tanda vital. - P : Pasien mengatakan nyeri saat
2. Anjurkan pasien untuk nafas dalam saat kontraksi sedikit berkurang.
terasa nyeri - Q : Pasien mengatakan rasa nyeri seperti
3. Edukasi pasien tekhnik nafas dalam yang tertusuk sedikit berkurang.
benar. - R : Pasien mengatakan nyeri di perut
4. Kelola pemberian obat analgesik/terapi sedikit berkurang.
farmakologi sesuai program terapi. - S : Pasien mengatakan skala nyeri 9,5
dari 10.
- T : Pasien mengatakan nyeri hilang
timbul, dan nyeri terasa selama kurang
lebih masih 3 menit.
- Pasien mengatakan nyeri sedikit
berkurang saat nafas dalam.
- Pasien mengatakan paham cara nafas

41
dalam yang benar.
O:
- Frekuensi nadi 80x/menit.
- Tekanan darah 135/90 mmHg.
- Pola nafas 20x/menit.
- Pasien mampu mempraktekan nafas
dalam dengan benar.
A : Nyeri akut teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi pendampingan
pasien di meja operasi, pindahkan pasien
dari ruang penerimaan ke meja operasi.

Dyah
Ansietas berhubungan dengan kurang Tgl : 02 September 2019 Tgl : 02 September 2019
terpapar informasi. Pukul : 15.40 WIB Pukul : 15.40 WIB
1. Kaji tanda verbal, nonverbal kecemasan, dan S:
tanda-tanda vital pasien - Pasien mengatakan cemasnya sedikit
2. Anjurkan pasien untuk banyak berdoa agar berkurang setelah berdoa.
diberi kelancaran - Pasien mengatakan sudah tahu mengenai
3. Edukasi pasien mengenai prosedur tindakan prosedur operasi yang akan dijalaninya.

42
operasi, termasuk sensasi yang akan O:
dirasakan yang mungkin akan dialami pasien - Pasien tampak sedikit relaks.
selama prosedur. - Frekuensi nadi 82x/menit.
4. Kelola pemberian obat sesuai program - Tekanan darah 142/95 mmHg.
terapi. - Pola nafas 22x/menit.
A : Ansietas teratasi sebagian.
P : Lanjutkan intervensi pendampingan
pasien di meja operasi, pindahkan pasien
dari ruang penerimaan ke meja operasi.

Ervieta
INTRA OPERASI
Resiko ketidakseimbangan elektrolit Tgl : 02 September 2019 Tgl : 02 September 2019
dengan faktor resiko efek samping Pukul : 16.20 WIB Pukul : 16.20 WIB
prosedur (pembedahan). 1. Observasi tanda-tanda vital. S:
2. Ganti cairan infus apabila sudah habis. - Pasien mengatakan masih kedinginan.
3. Kelola pemberian obat sesuai program O:
terapi. - Tekanan darah 130/85 mmHg.
- Membran mukosa tampak kering.
- Tekanan nadi masih lemah.

43
A : Resiko ketidakseimbangan elektrolit
belum teratasi.
P : Lanjutkan intervensi pantau tanda-tanda
vital dan tingkat kesadaran pasien.

Dyah
POST OPERASI
Resiko jatuh dengan faktor resiko Tgl : 02 September 2019 Tgl : 02 September 2019
kondisi pasca operasi. Pukul : 16.50 WIB Pukul :16.50 WIB
1. Observasi tingkat resiko jatuh. S:
2. Pasang restrains pada tepi tempat tidur. - Pasien mengatakan kakinya masih belum,
3. Edukasi pasien untuk mengurangi bisa digerakan dan terasa berat.
pergerakan tubuh. O:
- Brankar pasien telah terpasang restrains.
- Telah terpasang tanda resiko jatuh.
A : Resiko jatuh teratasi sebagian.
P : Lanjutkan imtervensi memindahkan
pasien ke bangsal.

Ervieta

44
BAB IV

KESIMPULAN

1. Pada diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
(prosedur operasi), selama implementasi keperawatan pasien kooperatif, pasien
mampu mengikuti sesuai tuntutan perawat, dan mengikuti dengan benar. Berdasarkan
kriteria hasil maka nyeri akut sudah teratasi, karena nyeri saat kontraksi sedikit
berkurang, nyeri seperti tertusuk-tusuk sedikit berkurang, nyeri diperut sedikit
berkurang, skala nyeri menjadi 91/2, frekuensi nadi menjadi 80x/menit, tekanan darah
menjadi 135/90 mmHg, dan pola nafas menjadi 20x/menit.
2. Pada diagnosa keperawatan ansietas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami
kegagalan, selama implementasi keperawatan pasien kooperatif, pasien mampu
mengikuti sesuai tuntutan perawat, dan mengikuti dengan benar. Berdasarkan kriteria
hasil maka ansietas teratasi sebagian, karena pasien cemasnya sedikit berkurang,
pasien tampak sedikit relaks, frekuensi nadi 82x/menit, tekanan darah 142/95 mmHg,
dan pola nafas 22x/menit.
3. Pada diagnosa keperawatan resiko ketidakseimbangan elektrolit dengan faktor resiko
efek samping prosedur (pembedahan), selama implementasi keperawatan pasien
kooperatif, pasien mampu mengikuti sesuai tuntutan perawat, dan mengikuti dengan
benar. Berdasarkan kriteria hasil maka resiko ketidakseimbangan elektrolit belum
teratasi, karena pasien mengatakan masih kedinginan, tekanan darah 130/85 mmHg,
membran mukosa tampak kering, dan tekanan nadi masih lemah.
4. Pada diagnose resiko jatuh dengan faktor resiko kondisi pasca operasi, selama
implementasi keperawatan pasien kooperatif, pasien mampu mengikuti sesuai
tuntutan perawat, dan mengikuti dengan benar. Berdasarkan kriteria hasil maka resiko
jatuh teratasi, karena pasien tidak jatuh, brankar pasien telah terpasang restrains, dan
telah terpasang tanda resiko jatuh.

45
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek, G. M. 2016. Nursing Interventions Classification. Indonesia : Licensing


Department.

Doengoes. 2010. Rencana Asuhan Keperawatan Maternal / Bayi. Jakarta : EGC.

Gant & Cunnningham. 2011. Dasar-dasar Ginekologi Dan Obstetri. Jakarta : EGC.

Manuaba. 2010. Operasi Kebidanan Kandungan Dan Keluarga Berencana Untuk Dokter
Umum. Jakarta : EGC.

Mitayani. 2009. Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta : Salemba Medika.

Moorhead, S. 2016. Nursing Outcomes Classification. Indonesia : Licensing Department.

Oxorn, H. 2010. Patologi dan Fisilogi Persalinan. Jakarta: Yayasan Essenti Medika.

Rasjidi, I. 2012. Manual Seksio Sesarea & Laparotomi Kelainan Adneksa. Jakarta : CV
Sagung Seto.

Sarwono, P. 2011. Ilmu Kandungan, Cetakan ke-4. Jakarta : PT Gramedi.

Sulistiyawati, A. 2011. Asuhan Kebidanan Pada Masa Kehamilan. Jakarta : Salemba


Medika.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta
Selatan : Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Wiknjosastro, H. 2010. Ilmu bedah Kebidanan. Jakarta : PT Bina Pustaka Sarwono


Prawiroraharjo.

46

Anda mungkin juga menyukai