Anda di halaman 1dari 67

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Gangguan reproduksi adalah kegagalan wanita dalam manajemen kesehatan
reproduksi. Permasalahan dalam bidang kesehatan reproduksi salah satunya adalah
masalah reproduksi yang berhubungan dengan gangguan sistem reproduksi. Hal ini
mencakup infeksi, gangguan menstruasi, masalah struktur, keganasan pada alat
reproduksi wanita, infertilitas dan lain-lain. Macam-macam gangguan reproduksi
secara umum yaitu gangguan menstruasi meliputi amenorea, dismenorea, menoraghia,
metroraghia, nyeri abdomen dan panggul meliputi nyeri akut dan nyeri kronis, kista
ovarium, kanker pada endometrium dan prolaps uteri (Essawibawa, 2011).
Di Indonesia prolapsus genitalis lebih sering dijumpai pada wanita yang telah
melahirkan, wanita tua, dan wanita dengan pekerjaan berat. Frekuensi prolaps uteri di
Indonesia hanya 1,5% dan lebih sering dijumpai pada wanita yang telah melahirkan,
wanita tua dan wanita dengan pekerja berat. Jarang sekali prolapsus uteri dapat
ditemukan pada seorang multipara (Wiknjosastro & Hanifa, 2010).
Prolaps uteri adalah suatu masalah uterus yang berat karena uterus menonjol ke
hiatus genital (liang vagina). Prolaps uteri bisa disebabkan oleh kelemahan pada
struktur pelvis. Beratnya prolaps dibagi atas tiga tingkatan (derajat). Pada prolaps
uteri derajat I serviks uteri masih ada didalam vagina, prolaps uteri derajat II serviks
sudah menonjol pada orifisium vagina, dan pada prolaps uteri derajat III seluruh uteri
keluar dari orifisium vagina (Siswadi, 2015).
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian prolaps uteri diantaranya
umur, paritas dan kadar Hb. Pada wanita yang berumur diatas 35 tahun akan memiliki
resiko yang lebih besar untuk mengalami prolaps uteri dan pada wanita dengan
riwayat anemia risiko prolaps uteri akan meningkat (Hakimi, 2013). Prolapsus uteri
biasanya disertai prolapsus vagina. Maka, jika dilakukan pembedahan untuk prolapsus
uteri, prolapsus vagina perlu ditangani pula. Ada kemungkinan terdapat prolapsus
vagina yang membutuhkan pembedahan, padahal tidak ada prolapsus uteri, atau
prolapsus uteri yang ada belum perlu dioperasi. Indikasi untuk melakukan operasi
pada prolapsus vagina adalah adanya keluhan (Manuaba, 2011).

1
Berdasarkan data yang penilitian, didapatkan data pasien dengan gangguan
reproduksi dengan nyeri abdomen dan panggul (22,45%), gangguan reproduksi
dengan kista ovarium (16,46%), gangguan reproduksi usia 50 – 65 tahun dengan
prolaps uteri derajat II (10,47%), gangguan reproduksi dengan kanker endometrium
(10,47%), pasien gangguan reproduksi dengan mioma uteri (10,47%) dan pasien
gangguan reproduksi dengan infertil (5,68%).
Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis peroleh dan mengingat masih
tingginya angka kejadian gangguan reproduksi dengan prolaps uteri maka penulis
tertarik untuk mengambil judul ”Asuhan Keperawatan pada Ny. R dengan Diagnosa
Medis Prolaps Uteri di Ruang Melati 1 RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten”.

A. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada permasalahan diatas dapat dikemukakan rumusan masalah
“Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Ny. R dengan Diagnosa Medis Prolaps Uteri
di Ruang Melati 1 RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten?”

B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan keperawatan pada Ny. R dengan diagnosa medis
prolaps uteri di ruang Melati 1 RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada Ny. R dengan diagnosa medis prolaps uteri.
b. Mengidentifikasi diangnosa keperawatan pada Ny. R dengan diagnosa medis
prolaps uteri.
c. Menyusun intervensi keperawatan pada pada Ny. R dengan diagnosa medis
prolaps uteri.
d. Melaksanakan implementasi keperawatan pada pada Ny. R dengan diagnosa
medis prolaps uteri.
e. Melaksanakan evaluasi pada Ny. R dengan diagnosa medis prolaps uteri.
f. Melakanakan pendokumentasian pada Ny. R dengan diagnosa medis prolaps
uteri.

2
C. Metodologi Penulisan
Untuk memperoleh data bahan penulisan yang dibutuhkan dalam penyusunan
makalah ini, maka penulis menggunakan beberapa metode sebagai berikut :
1. Metode Penulisan
Data-data yang dipergunakan dalam penulisan laporan harian ini beasal dari
berbagai literatur kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.
Beberapa jenis referensi utama adalah beberapa buku mengenai asuhan
keperawatan pada masa nifas dan artikel ilmiah yang bersumber dari internet.
Jenis data yang diperoleh bervariatif, bersifat kualitatif dan kuantitatif.
2. Pengumpulan Data
Metode penulisan bersifat studi pustaka dari berbagai literatur dan disusun
berdasarkan hasil diskusi dari informasi yang diperoleh. Penulisan diupayakan
saling terkait antara satu sama lain sesuai dengan topik yang dibahas.

D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Institusi Pelayanan
Dapat menjadi bahan untuk menambah pengetahuan tenaga kesehatan dengan
penatalaksanaan pada pasien dengan diagnosa medis prolaps uteri sehingga dapat
diberikan tindak lanjut dan peningkatan mutu keperawatan untuk pasien .
2. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Bagi pendidikan ilmu keperawatan sebagai bahan bacaan dan menambah
wawasan bagi mahasiswa kesehatan kususnya perawat dalam hal penambah
pengetahuan dan perkembangan tentang prolaps uteri.
3. Manfaat Bagi Penulis
Menambah pengetahuan dalam aplikasi yang lebih nyata dilapangan dibidang
maternitas dengan pasien prolaps uteri.
4. Manfaat Bagi Pasien dan Keluarga
Pasien dan keluarga mengetahui wawasan dan perawatan yang tepat pada pasien
dengan prolaps uteri.
5. Manfaat Bagi Pembaca
Untuk menambah pengetahuan dan wawasan pembaca tentang informasi
mengenai prolaps uteri.

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Definisi Prolaps Uteri


Prolaps uteri adalah suatu kondisi jatuh atau tergelincirnya uterus ke dalam atau
keluar melalui vagina.Hal tersebut dikarenakan dukungan yang tidak adekuat dari
ligamentum kardinal dan uterosakral serta struktur penyangga pelvis mengalami
kerusakan dan kadang-kadang organ pelvis yang lain juga ikut turun (Junizaf, 2011).
Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat biasa, oleh karena kelemahan
otot atau fascia yang dalam keadaan normal menyokongnya atau turunnya uterus
melalui dasar panggul atau hiatus genitalis akan jadi longgar dan organ pelvis akan
turun ke dalamnya (Wiknjosastro & Hanifa. 2010).
Prolaps uteri adalah terbaliknya dan melipatnya uterus demikian rupa sehingga
lapisan endometriumnya dapat tampak sampai di luar perineum atau dunia luar atau
keadaan terbaliknya sebagian atau seluruh fundus uteri (masuk) ke dalam kavum uteri
(Manuaba, 2011).
Prolaps uteri adalah turunnya uterus dari tempat yang biasa oleh karena
kelemahan otot atau fascia yang dalam keadaan normal menyokongnya atau keadaan
yang terjadi akibat otot penyangga uterus menjadi kendor sehingga uterus akan turun
atau bergeser ke bawah dan dapat menonjol keluar dari vagina (Siswadi, 2015).
Prinsip terjadinya prolapsus uteri adalah terjadinya defek pada dasar pelvis yang
disebabkan oleh proses melahirkan, akibat regangan dan robekan fasia endopelvik,
muskulus levator serta perineal body. Neuropati perineal dan parsial pudenda juga
terlibat dalam proses persalinan. Sehingga wanita multipara sangat rentan terhadap
faktor resiko terjadinya prolapsuteri (Essawibawa, 2011).

B. Klasifikasi Prolaps Uteri


Terdapat beberapa cara dalam mengklasifikasikan prolapsus organ panggul.
International Continence Society, the American Urogynecologic Society, and the
Society of Gynecologic Surgeons memperkenalkan sistem POP-Q (Pelvic Organ
Prolapse Quantification). Metode penilaian prolapsus organ pelvis ini memberikan
penilaian yang objektif, deskriptif sehingga dapat memberikan nilai kuantifikasi atau

4
derajat ringan beratnya prolapsus yang terjadi. Staging prolapsus organ pelvis
berdasarkan sistem POP-Q adalah sebagai berikut (Essawibawa, 2011) :

Gambar : Poin dan landmark untuk sistem POP-Q

Tabel derajat prolapsus organ panggul :

Derajat 0 Tidak terlihat adanya prolapsus.


Derajat I Bagian distal dari prolapsus > 1cm di
atas himen.
Derajat II Bagian yang paling distal dari prolapsus
< 1cm di bawah lingkaran
himen.
Derajat III Bagian yang paling distal dari prolapsus
> 1cm di bawah himen,
namun kurang dari TVL (total vaginal
length) – 2 cm.
Derajat IV Eversi komplit total panjang traktus
genetalia bawah. Bagian distal
prolapsus uteri menurun sampai (TVL-
2) cm

Menurut (Siswadi, 2015) mengemukakan beberapa macam klasifikasi yang dikenal


yaitu :
a. Prolaps uteri tingkat I, dimana serviks uteri turun sampai introitus vagina.
Prolaps uteri tingkat II, serviks menonjol keluar dari introitus vagina.
Prolaps uteri tingkat III, seluruh uterus keluar dari vagina, prolapsus ini juga
dinamakan prosidensia uteri.

5
b. Prolaps uteri tingkat I, serviks masih berada di dalam vagina.
Prolaps uteri tingkat II, serviks keluar dari introitus.
Pada prosidensia uteri, uterus seluruhnya keluar dari vagina.
c. Prolaps uteri tingkat I, serviks mencapai introitus vagina.
Prolaps uteri tingkat II, uterus keluar dari introitus kurang dari ½ bagian.
Prolaps uteri tingkat III, uterus keluar dari introitus lebih besar dari ½ bagian.
Klasifikasi ini sama dengan klasifikasi 3, ditambah dengan prolaps uteri tingkat IV
(prosidensia uteri).

Tabel klasifikasi prolapsus uteri :

Desenses uteri Uterus turun, tetapi serviks masih


dalam vagina.
Prolapsus uteri tingkat I Uterus turun, serviks uteri trurun
paling rendah
sampai introitus vagina.
Prolapsus uteri tingkat II sebagian besar uterus keluar dari
vagina.
Prolapsus uteri tingkat III atau uterus keluar seluruhnya dari vagina,
prosidensia uteri disertai dengan inversio uteri.

Klasifikasi prolaps uteri menurut (Junizaf, 2011). :

a) Prolaps uteri tingkat I, yaitu serviks tetap di dalam vagina. Pada sebagian pasien
keadaan ini biasanya tanpa disertai keluhan, pasien akan memeriksakan
keadaannya jika terdapat keluhan dan derajat prolaps bertambah.
b) Prolaps uteri tingkat II, yaitu porsio kelihatan di introitus (pintu masuk) vagina.
Keadaan ini disebabkan karena otot-otot yang menopang rahim menjadi lemah
dan biasanya terjadi pada wanita yang menginjak usia tua danmempunyai banyak
anak. Gejala-gejala sering timbul setelah menopause ketika otot menjadi lemah,
gejala yang dirasakan pasien adalah punggung bagian bawah terasa nyeri dan ada
perasaan yang mengganjal pada vagina, bahkan pada sebagian wanita keadaan ini
tidak ada keluhan.
c) Prolaps uteri tingkat III, disebut juga prosidensia uteri (seluruh rahim keluar dari
vulva), dikarenakan otot dasar panggul sangat lemah dan kendor sehingga tidak
mampu menopang uterus. Keadaan ini juga terjadi pada wanita dalam masa
menopause dikarenakan menurunnya hormon estrogen. Pada kasus ini prolapsus

6
uteri dapat disertai sistokel, enterokel atau rektokel. Keadaaan ini juga
mengganggu kegiatan sehari-hari penderita karena keluhan yang dirasakan dan
komplikasi yang terjadi.

Gambar : Derajat prolapsus uteri (Essawibawa, 2011).

C. Manisfestasi Prolaps Uteri


Gejala dan tanda-tanda sangat berbeda dan bersifat individual. Kadangkala penderita
yang satu dengan prolaps uteri yang cukup berat tidak mempunyai keluhan apapun,
sebaliknya penderita lain dengan prolaps ringan mempunyai banyak keluhan.
Keluhan-keluhan yang hampir selalu dijumpai (Hakimi, 2013).:
1. Perasaan adanya suatu benda yang mengganjal atau menonjol di genetalia eksterna.
2. Rasa sakit di pinggul dan pinggang (Backache). Biasanya jika penderita berbaring,
keluhan menghilang atau menjadi kurang.
3. Sistokel dapat menyebabkan gejala-gejala :
a. Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula-mula pada siang hari, kemudian lebih
berat juga pada malam hari.
b. Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan seluruhnya.
c. Stress incontinence yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk,mengejan.
Kadang-kadang dapat terjadi retensio urine pada sistokel yang besar sekali.

4. Retokel dapat menjadi gangguan pada defekasi :

7
a. Obstipasi karena feces berkumpul dalam rongga retrokel.
b. Baru dapat defekasi setelah diadakan tekanan pada retrokel dan vagina.
5. Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut :
a. Pengeluaran serviks uteri dari vulva menggangu penderita waktu berjalan dan
bekerja. Gesekan portio uteri oleh celana menimbulkan lecet sampai luka dan
dekubitus pada portio uteri.
b. Lekores karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan karena infeksi
serta luka pada portio uteri.
6. Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasa penuh di
vagina

D. Etiologi Prolaps Uteri


Prolaps uteri terjadi karena kelemahan otot ligamen endopelvik, terutama
ligamentum transversal dapat dilihat pada nulipara dimana terjadi elongatio colli
disertai prolapsus uteri. Faktor penyebab lain yang sering adalah melahirkan dan
menopause. Persalinan lama yang sulit, meneran sebelum pembukaan lengkap,
laserasi dinding vagina bawah pada kala dua, penatalaksanaan pengeluaran plasenta,
reparasi otot-otot panggul yang tidak baik. Pada menopause, hormon estrogen telah
berkurang (Hipoestrogen) sehingga otot dasar panggul menjadi atrofi dan melemah
(Essawibawa, 2011).
Walaupun insiden prolaps uteri tinggi, hanya sedikit yang diketahui dasar
patofisiologi yang mendasarinya. Umur, pekerjaan, berat badan, paritas, jenis
persalinan, persalinan pervaginam menggunakan alat vakum atau forceps, berat badan
anak yang terbesar yang dilahirkan, riwayat penyakit medis, status menopause dan
pemakaian terapi sulih hormon merupakan faktor resiko yang sering dikaitkan dengan
kejadian prolaps uteri (Essawibawa, 2011).

Menurut (Siswadi, 2015) etiologi prolapse uteri adalah :


1. Dasar panggul yang lemah, karena kerusakan dasar panggul pada persalinan yang
terlampau sering dengan penyulit seperti ruptura perineum atau karena usia lanjut.
2. Tarikan pada janin pada pembukaan yang belum lengkap.
3. Ekspresi yang berlebihan pada saat mengeluarkan plasenta.
4. Asites, tumor-tumor di daerah pelvis, batuk yang kronis dan pengejan (obslipasi
atau striktura pada traktus urinarius).
8
5. Relinakulum uteri yang lemah (asteni atau kelainan congenital berupa kelemahan
jaringan penyokong uterus yang sering pada multipara.
6. Lanjut usia dan menopause.
7. Riwayat persalinan tinggi.

E. Faktor Resiko Prolaps Uteri


Penyebab prolapsus organ panggul belum diketahui secara pasti, namun secara
hipotetik penyebab utamanya adalah persalinan pervaginam dengan bayi aterm. Pada
studi epidemiologi menunjukkan bahwa faktor risiko utama penyebab prolapsus uteri
adalah persalinan pervaginam dan penuaan. Para peneliti menyetujui bahwa etiologi
prolapsus organ panggul adalah multifaktorial dan berkembang secara bertahap dalam
rentang waktu tahun. Terdapat berbagai macam faktor risiko yang mempengaruhi
terjadinya prolapsus dan dikelompokkan menjadi faktor obstetri dan faktor non-
obstetri (Manuaba, 2011).

Faktor Obstetri Faktor Non Obstetri


1. Paritas 1. Genetik
2. Persalinan pervaginam 2. Usia
3. Perpanjangan kala 2 persalinan (> 2 3. Ras
jam) 4. Menopause
4. Makrosomia (beratbadan lahir ≥ 4000 5. Peningkatan BMI (obesitas)
gram) 6. Peningkatan tekanan intra abdomen
5. Persalinan dengan tindakan (riwayat 7. Kelainan jaringan ikat
persalinan dengan forsep atau ekstraksi 8. Merokok
vakum)

1. Faktor obstetri
a. Proses persalinan dan paritas
Prolapsus uteri terjadi paling sering pada wanita multipara sebagai akibat
progresif yang bertahap dari cedera melahirkan pada fascia endopelvik (dan
kondensasi, ligamentum uteroskral dan kardinal) dan laserasi otot, terutama
otot-otot levator dan perineal body (perineum). Persalinan pervaginam
merupakan faktor risiko utama terjadinya prolapses organ genital. Pada

9
penelitian tentang levator ani dan fascia menunjukkan bukti bahwa kerusakan
mekanik dan saraf terjadi pada perempuan dengan prolapsus dibandingkan
perempuan tidak prolapsus, dan hal tersebut terjadi akibat proses melahirkan.
Secara global, prolapsus mempengaruhi 30% dari semua wanita yang telah
melahirkan. Jumlah paritas berbanding lurus dengan kejadian prolapsus. WHO
Population Report menduga bahwa kejadian prolapsus akan meningkat tujuh
kali lipat pada perempuan dengan tujuh anak dibandingkan dengan perempuan
yang mempunyai satu anak (Manuaba, 2011).
b. Faktor obstetri lainnya
Penggunaan forsep, vakum, dan episiotomi, disebutkan sebagai faktor
risiko potensial dalam terjadinya prolaps organ panggul. Penggunaan forsep
secara langsung terlibat dalam terjadinya cedera dasar panggul, yaitu dalam
kaitannya dengan terjadinya laserasi sfingter anal. Manfaat forsep terhadap
dasar panggul dalam memperpendek kala dua masih mempunyai bukti yang
kurang. Penggunaan forsep elektif untuk mencegah kerusakan pada dasar
panggul tidak direkomendasikan. Percobaan kontrol secara acak pada
penggunaan elektif dan selektif episiotomi tidak menunjukkan manfaat, tetapi
telah menunjukkan hubungan dengan terjadinya laserasi sfingter anal
inkontinensia dan nyeri pasca persalinan.10 Sejumlah cedera pada ibu dan
bayi dapat terjadi sebagai akibat penggunaan forsep. Luka yang dapat
ditimbulkan pada ibu berkaitan dengan penggunaan forsep berkisar dari
ekstensi sederhana sampai ruptur uterus atau kandung kemih.28 Klein, dkk
menemukan hubungan antara episiotomi dan berkurangnya kekuatan dasar
panggul tiga bulan post partum (Junizaf, 2011).
Fascia pelvis, ligamentum-ligamentum dan otot-otot dapat menjadi
lemah akibat peregangan yang berlebihan selama kehamilan, persalinan dan
persalinan pervaginam yang sulit, terutama dengan penggunaan forsep dan
vakum ekstraksi. Penelitian menunjukkan bahwa persalinan menggunakan
forsep dan laserasi perineum berhubungan dengan gangguan dasar panggul 5-
10 tahun setelah persalinan yang pertama, tetapi pada episiotomi tidak
berhubungan. Wanita dengan laserasi perineum dalam dua atau lebih
persalinan beresiko lebih tinggi secara signifikan terhadap prolapsus.
Perlukaan diafragma urogenitalis dan muskulus levator ani yang terjadi pada

10
waktu persalinan pervaginam atau persalinan dengan alat dapat melemahkan
dasar panggul sehingga mudah terjadi prolapsus genitalia (Lynn, 2014).
2. Faktor Non Obstetri
a. Genetik
Dua persen prolapsus simptomatik terjadi pada perempuan nulipara.
Perempuan nulipara dapat menderita prolapsus dan diduga merupakan peran
dari faktor genetik. Bila seorang perempuan dengan ibu atau saudaranya
menderita prolapsus, maka risiko relatif untuk menderita prolapsus
dibandingkan jika ibu atau saudara perempuan tidak memiliki riwayat
prolapses (Essawibawa, 2011).
b. Usia
Bertambahnya usia akan menyebabkan berkurangnya kolagen dan terjadi
kelemahan fascia dan jaringan penyangga. Hal ini terjadi terutama pada
periode post-menopause sebagai konsekuensi akibat berkurangnya hormone
estrogen (Essawibawa, 2011).
c. Ras
Perbedaan ras pada prevalensi prolapsus organ panggul (POP) telah
dibuktikan dalam beberapa penelitian. Perempuan berkulit hitam dan
perempuan Asia memiliki risiko yang lebih rendah, sedangkan perempuan
Hispanik dan berkulit putih memiliki risiko tertinggi. Perbedaan kandungan
kolagen antar ras telah dibuktikan, tetapi perbedaan bentuk tulang panggul
juga diduga memainkan peran. Misalnya, perempuan kulit hitam lebih banyak
yang memiliki arkus pubis (lengkungan kemaluan) yang sempit dan bentuk
panggul android atau antropoid. Bentuk-bentuk panggul tersebut adalah
pelindung terhadap POP dibandingkan dengan panggul ginekoid yang
merupakan bentuk panggul terbanyak pada perempuan berkulit putih (Hakimi,
2013).
d. Menopause
Pada usia 40 tahun fungsi ovarium mulai menurun, produksi hormon
berkurang dan berangsur hilang, yang berakibat perubahan fisiologik.
Menopause terjadi rata-rata pada usia 50-52 tahun. Hubungan dengan
terjadinya prolaps organ panggul adalah, di kulit terdapat banyak reseptor
estrogen yang dipengaruhi oleh kadar estrogen dan androgen. Estrogen
mempengaruhi kulit dengan meningkatkan sintesis hidroksiprolin dan prolin
11
sebagai penyusun jaringan kolagen. Ketika menopause, terjadi penurunan
kadar estrogen sehingga mempengaruhi jaringan kolagen, berkurangnya
jaringan kolagen menyebabkan kelemahan pada otot-otot dasar panggul. Saraf
pada serviks merupakan saraf otonom, sebagian besar serabut saraf
cholinesterase yang terdiri dari serabut saraf adrenergik dan kolinergik, jumlah
serabut kolinergik lebih sedikit. Sebagian besar serabut ini menghilang setelah
menopause
e. Peningkatan BMI (obesitas)
Obesitas menyebabkan memberikan beban tambahan pada otot-otot
pendukung panggul, sehingga terjadi kelemahan otot-otot dasar panggul.25
Pada studi Women’s Health Initiative (WHI), kelebihan berat badan (BMI 25
– 30 kg/m2) dikaitkan dengan peningkatan kejadian prolapsus dari 31- 39%,
dan obesitas (BMI > 30 kg/m2) meningkat 40-75% (Hakimi, 2013).
f. Peningkatan tekanan intra abdomen
Tekanan intra abdomen yang meningkat karena batuk-batuk kronis (bronkitis
kronis dan asma), asites, mengangkat beban berat berulang-ulang, dan
konstipasi diduga menjadi faktor risiko terjadinya prolapsus. Seperti halnya
obesitas (peningkatan indeks massa tubuh) batuk yang berlebihan dapat
meningkatkan tekanan intraabdomen (rongga perut) dan secara progresif dapat
menyebabkan kelemahan otot-otot panggul (Junizaf, 2011).
g. Kelainan jaringan ikat
Wanita dengan kelainan jaringan ikat lebih untuk mungkin untuk mengalami
prolapsus. Pada studi histologi menunjukkan bahwa pada wanita dengan
prolapsus, terjadi penurunan rasio kolagen tipe I terhadap kolagen tipe III dan
IV.10 Pada beberapa penelitian, sepertiga dari perempuan dengan Sindroma
Marfan dan tigaperempat perempuan dengan Sindroma Ehler-Danlos tercatat
mengalami POP. Kelemahan bawaan (kongenital) pada fasia penyangga pelvis
mungkin penyebab prolapsus uteri seperti yang kadang-kadang ditunjukkan
pada nulipara (Junizaf, 2011).
h. Merokok
Merokok juga dikaitkan dalam pengembangan prolapsus. Senyawa kimia yang
dihirup dalam tembakau dipercaya dapat menyebabkan perubahan jaringan
yang diduga berperan dalam terjadi prolapsus. Namun, beberapa penelitian

12
tidak menunjukkan hubungan antara merokok dengan terjadinya prolapses
(Wiknjosastro & Hanifa, 2010).

F. Anatomi Fisiologi Genetalia Wanita


1. Anatomi Fisiologi Uterus
Uterus merupakan organ berongga dan berdinding tebal, terletak di tengah- tengah
rongga panggul di antara kandung kemih dan rektum.9,20,21 Uterus pada wanita
nulipara dewasa berbentuk seperti buah avokad atau buah pir dengan ukuran 7,5 x
5 x 2,5 cm. Uterus terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu corpus uteri dan
serviks uteri, dimana kedua bagian tersebut menyatu pada bagian yang disebut
ismus. Hampir seluruh dinding uterus diliputi oleh serosa (peritoneum viseral)
kecuali di bagian anterior dan di bawah ostium histologikum uteri internum.20,21
Uterus mempunyai tiga lapisan yaitu (Wiknjosastro & Hanifa, 2010) :
a. Lapisan serosa (peritoneum viseral). Di bawahnya terdapat jaringan ikat
subserosa; lapisan yang paling padat dan terdapat berbagai macam ligamen
yang memfiksasi uterus ke serviks (Wiknjosastro & Hanifa, 2010).
b. Miometrium; lapisan otot uterus dan lapisan paling tebal, terdiri atas serabut-
serabut otot polos yang dipisahkan oleh jaringan ikat yang mengandung
pembuluh darah. Miometrium terdiri atas tiga lapisan, otot sebelah luar
berjalan longitudinal dan lapisan sebelah dalam berjalan sirkuler, di antara
kedua lapisan ini otot polos berjalan saling beranyaman. Miometrium dalam
keseluruhannya dapat berkontraksi dan berelaksasi. Ketebalan miometrium
sekitar 15 mm pada uterus perempuan nulipara dewasa (Wiknjosastro &
Hanifa, 2010).
c. Endometrium ; lapisan terdalam yang terdapat di sekitar rongga uterus.
Endometrium terdiri atas epitel selapis kubik, kelenjar-kelenjar dan stroma
dengan banyak pembuluh darah yang berkelok-kelok. Endometrium
mengalami perubahan yang cukup besar selama siklus menstruasi. Bagian atas
uterus disebut fundus uteri dan merupakan tempat tuba Falopii kanan dan kiri
masuk ke uterus (Wiknjosastro & Hanifa, 2010).

13
Gambar : Anatomi genitalia interna wanita (Manuaba, 2011).

Umumnya uterus pada perempuan dewasa terletak di sumbu tulang


panggul dalam posisi anteversiofleksio, yaitu fundus uteri mengarah ke depan,
hampir horizontal, dengan mengadakan sudut tumpul antara korpus uteri dan
serviks uteri. Di Indonesia, uterus sering ditemukan dalam retrofleksio (korpus
uteri berarah ke belakang) yang pada umumnya tidak memerlukan
pengobatan.

Gambar : Hubungan axis uterus, serviks, dan vagina (Siswadi, 2015).

14
2. Anatomi dan Fisiologi Dasar Panggul
Dasar panggul terdiri atas otot levator ani, uretra dan otot sfingter ani serta
jaringan ikat endopelvis. Lapisan pertama dukungan otot terdiri dari otot
iliococcygeus serta fascia obturator internus. Lapisan kedua terdiri dari otot
puboviseralis yaitu m. puborectalis dan m. pubococcygeus yang mengelilingi
hiatus urogenitalis dimana uretra, vagina, anorectum berjalan melaluinya (Lynn,
2014).
Otot levator ani mempunyai dua fungsi terpenting yaitu menjaga tegangan otot
basal yang konstan sehingga hiatus urogenitalis tetap tertutup dan juga menjadi
lempengan otot penyokong. Bila tegangan atau tonus basal ini hilang atau
menurun, hiatus genitalis dapat melebar sehingga menyebabkan penurunan organ
pelvis. Fungsi kedua dari otot levator ani adalah secara refleks berkontraksi
terhadap peningkatan tekanan intraabdominal seperti saat batuk atau berdiri
sehingga membuat keseimbangan tekanan intraabdominal dan tekanan luar. Otot
levator ani dipersarafi oleh serabut saraf anterior S2-S4, dimana cabang motorik
dari saraf ini mempunyai kemungkinan untuk tertekan dan teregang selama
persalinan pervaginam (Junizaf, 2011).
Selain otot dan serabut saraf, dasar panggul juga memiliki sistem ligamen dan
jaringan ikat kompleks yang dikenal dengan fascia endopelvis. Fascia ini
menampung organ pelvis dan melekat pada dinding panggul. Terdapat tiga
tingkatan dukungan terhadap uterus dan vagina, yaitu (Hakimi, 2013) :
a. Tingkat pertama dimana apeks vagina dipertahankan di lateral ke arah
dinding pelvis dan ke arah sakrum di bagian posterior (oleh ligamen
kardinal dan sakrouterina). Posterior serviks dipertahankan oleh
ligamentum uterosakral yang membentang dari bagian serviks sampai
vertebra sakral kedua-keempat. Ligamentum kardinal menyokong bagian
lateral serviks dan merupakan penyokong utama serviks dan uterus
(Hakimi, 2013).
b. Tingkatan kedua akan memfiksasi vagina secara tranversal di antara kandung
kemih dan rektum.
c. Tingkatan ketiga melekatkan vagina dengan membran dan otot perineum.

15
Jaringan ikat, dukungan otot dan persarafan di daerah pelvis dapat mengalami
trauma penekanan saat kehamilan dan juga menjelang persalinan dimana
regangan, robekan dan ruptur jaringan ikat, otot dan saraf dapat terjadi. Hal ini
dapat memberikan efek jangka pendek dan jangka panjang berupa prolapsus
organ pelvis (Wiknjosastro & Hanifa, 2010).

Gambar : Tingkatan pendukung organ panggul (Wiknjosastro & Hanifa, 2010).

G. Patofisiologi Prolaps Uteri


Penyangga organ panggul merupakan interaksi yang kompleks antara otot-otot
dasar panggul, jaringan ikat dasar panggul, dan dinding vagina. Interaksi tersebut
memberikan dukungan dan mempertahankan fungsi fisiologis organ-organ panggul.
Apabila otot levator ani memiliki kekuatan normal dan vagina memiliki kedalaman
yang adekuat, bagian atas vagina terletak dalam posisi yang hampir horisontal ketika
perempuan dalam posisi berdiri (Wiknjosastro & Hanifa, 2010).
Posisi tersebut membentuk sebuah “flap-valve” (tutup katup) yang merupakan
efek dari bagian atas vagina yang menekan levator plate selama terjadi peningkatan
tekanan intra abdomen. Teori tersebut mengatakan bahwa ketika otot levator ani
kehilangan kekuatan, vagina jatuh dari posisi horisontal menjadi semi vertikal
sehingga menyebabkan melebar atau terbukanya hiatus genital dan menjadi
predisposisi prolapsus organ panggul. Dukungan yang tidak adekuat dari otot levator

16
ani dan fascia organ panggul yang mengalami peregangan menyebabkan terjadi
kegagalan dalam menyangga organ panggul (Siswadi, 2015).
Mekanisme terjadinya prolapsus uteri disebabkan oleh kerusakan pada struktur
penyangga uterus dan vagina, termasuk ligamentum uterosakral, komplek ligamentum
kardinal dan jaringan ikat membran urogenital. Faktor obstetri, dan non-obstetri yang
telah disebutkan di awal diduga terlibat dalam terjadinya kerusakan struktur
penyangga tersebut sehingga terjadi kegagalan dalam menyangga uterus dan organ-
organ panggul lainnya. Meskipun beberapa mekanisme telah dihipotesiskan sebagai
kontributor dalam perkembangan prolapsus, namun tidak sepenuhnya menjelaskan
bagaimana proses itu terjadi (Manuaba, 2010).

Gambar : Patofisiologi prolapse uteri (Manuaba, 2010).

H. Pathaway Prolaps Uteri


(Terlampir)

17
I. Pemeriksaan Penunjang Prolaps Uteri
1. Penderita pada posisi jongkok diminta untuk mengejan dan ditemukan dengan
pemeriksaan jari, apakah portio pada normal atau portio sampai introitus vagina
atau apakah serviks uteri sudah keluar dari vagina (Lynn, 2014).
2. Penderita berbaring pada posisi litotomi, ditentukan pula panjangnya serviks uteri.
Serviks uteri yang lebih panjang dari biasanya dinamakan Elongasio kolli (Lynn,
2014).
3. Pada sistokel dijumpai di dinding vagina depan benjolan kistik lembek dan tidak
nyeri tekan. Benjolan ini bertambah besar jika penderita mengejan. Jika
dimasukkan kedalam kandung kencing kateter logam, kateter itu diarahkan
kedalam sitokel, dapat diraba kateter tersebut dekat sekali pada dinding vagina.
Uretrokel letaknya lebih kebawah dari sistokel (Lynn, 2014).

Menegakkan diagnosis retrokel dapat dilihat dari menonjolnya rectum kelumen


vagina 1/3 bagian bawah. Penonjolan ini berbentuk lonjong, memanjang dari
proksimal kedistal, kistik dan tidak nyeri. Untuk memastikan diagnosis, jari
dimasukkan kedalam rectum, dan selanjutnya dapat diraba dinding retrokel yang
menonjol kelumen vagina. Enterokel menonjol kelumen vagina lebih keatas dari
retrokel. Pada pemeriksaan rectal, dinding rectum lurus, ada benjolan ke vagina
terdapat di atas rectum (Essawibawa, 2011).

Sedangkan menurut (Siswadi, 2015) pemeriksaan penunjang pada prolaps uteri


adalah:

1. Urin residu pasca berkemih


Kemampuan pengosongan kandung kemih perlu dinilai dengan mengukur volume
berkemih pada saat pasien merasakan kandung kemih yang penuh, kemudian
diikuti dengan pengukuran volume residu urin pasca berkemih dengan kateterisasi
atau ultrasonografi.
2. Skrining infeksi saluran kemih.
3. Pemeriksaan urodinamik apabila dianggap perlu.
4. Pemeriksaan Ultrasonografi
a. Ultrasonografi dasar panggul dinilai sebagai modalitas yang relatif mudah
dikerjakan, cost-effective, banyak tersedia dan memberikan informasi real
time.

18
b. Pencitraan dapat mempermudah memeriksa pasien secara klinis. Namun
belum ditemukan manfaat secara klinis penggunaan pencitraan dasar
panggul pada kasus POP.

J. Penatalaksanaan Prolaps Uteri


1. Observasi
Derajat luasnya prolapsus tidak berhubungan dengan gejala. Apabila telah
menderita prolapsus, mempertahankan tetap dalam stadium I merupakan pilihan
yang tepat. Observasi direkomendasikan pada wanita dengan prolapsus derajat
rendah (derajat 1 dan derajat 2, khususnya untuk penurunan yang masih di atas
himen). Memeriksakan diri secara berkala perlu dilakukan untuk mencari
perkembangan gejala baru atau gangguan, seperti gangguan dalam berkemih atau
buang air besar, dan erosi vagina (Junizaf, 2011).
2. Konservatif
Pilihan penatalaksaan non-bedah perlu didiskusikan dengan semua wanita yang
mengalami prolapses. Terapi konservatif yang dapat dilakukan, diantaranya :
a. Latihan otot dasar panggul
Latihan otot dasar panggul (senam Kegel) sangat berguna pada prolapsus
ringan, terutama yang terjadi pada pasca persalinan yang belum lebih dari
enam bulan. Tujuannya untuk menguatkan otot-otot dasar panggul dan otot-
otot yang mempengaruhi miksi. Namun pada penelitian yang dilakukan oleh
Cochrane review of conservative management prolapsus uteri menyimpulkan
bahwa latihan otot dasar panggul tidak ada bukti ilmiah yang mendukung.
Cara melakukan latihan yaitu, penderita disuruh menguncupkan anus dan
jaringan dasar panggul seperti setelah selesai buang air besar atau penderita
disuruh membayangkan seolah-olah sedang mengeluarkan buang air kecil dan
tiba-tiba menghentikannya (Manuaba, 2011).
b. Pemasangan pesarium
Pesarium dapat dipasang pada hampir seluruh wanita dengan prolapsus tanpa
melihat stadium ataupun lokasi dari prolapsus. Pesarium digunakan oleh 75%-
77% ahli ginekologi sebagai penatalaksanaan lini pertama prolapsus. Alat ini
tersedia dalam berbagai bentuk dan ukuran, serta mempunyai indikasi tertentu
(Essawibawa, 2011).

19
Tipe Mekanisme kerja Indikasi Keterangan
Ring Suportif Sistokel, Ketebalan, ukuran,
prolapsus dan
uteri ringan rigiditas
bervariasi
Donut Suportif Semua -
prolapsus
kecuali
defek
posterior
berat
Lever Suportif Sistokel, Mengikuti
penurunan kurvatura vagina
uterus
ringan
Dish Suportif Prosidensia -
berat
Stem Suportif Sistokel, -
prosidensia
ringan
Cube Mengisi ruang Semua Perlu dilepaskan
prolapsus setiap hari
Inflantable Mengisi ruang Semua Perlu dilepaskan
prolapsus setiap hari

Pesarium dapat dipakai bertahun-tahun, tetapi harus diawasi secara teratur.


Penempatan pesarium bila tidak tepat atau bila ukurannya terlalu besar dapat
menyebabkan iritasi atau perlukaan pada mukosa vagina sehingga dapat
menyebabkan ulserasi dan perdarahan (Essawibawa, 2011).
3. Operatif
Operasi pada prolapsus uteri tergantung dari beberapa faktor, seperti umur
penderita, masih berkeinginan untuk mendapatkan anak atau mempertahankan
uterus, tingkat prolapsus, dan adanya keluhan.9 Prolapsus uteri biasanya disertai
dengan prolapsus vagina. Maka, jika dilakukan pembedahan untuk prolapsus
uteri, prolapsus vagina juga perlu ditangani. Terdapat kemungkinan prolapses
vagina yang membutuhkan pembedahan, tetapi tidak ada prolapsus uteri atau
prolapsus uteri yang ada belum perlu dioperasi. Di Inggris dan Wales pada tahun
2005-2006, 22.274 operasi dilakukan untuk prolapsus vagina. Beberapa literatur
melaporkan bahwa dari operasi prolapsus uteri, disertai dengan perbaikan

20
prolapsus vagina pada waktu yang sama. Macam-macam operasi untuk prolapsus
uteri sebagai berikut (Wiknjosastro & Hanifa, 2010) :
a. Ventrofikasi
Dilakukan pada wanita yang masih tergolong muda dan masih menginginkan
anak. Cara melakukannya adalah dengan memendekkan ligamentum rotundum
atau mengikat ligamentum rotundum ke dinding perut atau dengan cara
operasi Purandare / membuat uterus ventrofiksasi (Wiknjosastro & Hanifa,
2010).
b. Operasi Manchester
Operasi ini disarankan untuk penderita prolapsus yang masih muda, tetapi
biasanya dilakukan amputasi serviks uteri, dan penjahitan ligamentum
kardinale yang telah dipotong, di depan serviks dilakukan pula kolporafi
anterior dan kolpoperineoplastik. Amputasi serviks dilakukan untuk
memperpendek serviks yang memanjang (elongasio koli). Tindakan ini dapat
menyebabkan infertilitas, partus prematurus, abortus. Bagian yang penting
dari operasi Manchester ialah penjahitan ligamentum kardinale di depan
serviks karena dengan tindakan ini ligamentum kardinale diperpendek,
sehingga uterus akan terletak dalam posisi anteversifleksi, dan turunnya uterus
dapat dicegah (Hakimi, 2013).
c. Histerektomi Vagina
Operasi ini tepat dilakukan pada prolapsus uteri tingkat lanjut (derajat III dan
IV) dengan gejala pada saluran pencernaan dan pada wanita yang telah
menopause. Setelah uterus diangkat, puncak vagina digantungkan pada
ligamentum rotundum kanan dan kiri atas pada ligamentum infundibulo
pelvikum, kemudian operasi akan dilanjutkan dengan kolporafi anterior dan
kolpoperineorafi untuk mengurangi atau menghilangkan gejala saluran
pencernaan seperti, sembelit, inkontinensia flatus, urgensi tinja, kesulitan
dalam mengosongkan rektum atau gejala yang berhubungan dengan gangguan
buang air besar dan untuk mencegah prolaps vagina di kemudian hari.
Histerektomi vagina lebih disukai oleh wanita menopause yang aktif secara
seksual. Di Netherlands, histerektomi vaginal saat ini merupakan
metode pengobatan terkemuka untuk pasien prolapsus uteri simtomatik (Lynn,
2014).

21
d. Kolpokleisis (kolpektomi)
Tindakan ini merupakan pilihan bagi wanita yang tidak menginginkan fungsi
vagina (aktivitas seksual dan memiliki anak) dan memiliki risiko komplikasi
tinggi.37 Operasi ini dilakukan dengan menjahit dinding vagina depan dengan
dinding vagina belakang, sehingga lumen vagina tertutup dan uterus terletak di
atas vagina. Keuntungan utama dari prosedur ini adalah waktu pembedahan
singkat dan pemulihan cepat dengan tingkat keberhasilan 90 - 95% (Siswadi,
2015).

K. Komplikasi Prolaps Uteri


1. Keratinisasi mukosa vagina dan portio uteri.
Mukosa vagina dan serivks uteri menjadi tebal serta berkerut, dan berwarna
keputih- putihan (Siswadi, 2015).
2. Dekubitus.
Jika serviks uteri terus keluar dari vagina, ujungnya bergeser dengan paha dan
pakaian dalam, hal itu dapat menyebabkan luka dan radang, lambat laun timbul
ulkus dekubitus. Dalam keadaan demikian, perlu dipikirkan kemungkinan
karsinoma, lebih-lebih pada penderita berusia lanjut. Pemeriksaan sitologi/biopsi
perlu dilakukan untuk mendapat kepastian akan adanya karsinoma (Siswadi,
2015).
3. Hipertropi serviks uteri dan elongasioa koli.
Jika serviks uteri turun dalam vagina sedangkan jaringan penahan dan penyokong
uterus masih kuat, maka karena tarikan ke bawah di bagian uterus yang turun serta
pembendungan pembuluh darah-serviks uteri mengalami hipertrofi dan menjadi
panjang dengan periksa lihat dan periksa raba. Pada elangasio kolli serviks uteri
pada periksa raba lebih panjang dari biasa (Essawibawa, 2011).
4. Gangguan miksi dan stress inkontinensia.
Pada sistokel berat- miksi kadang-kadang terhalang, sehingga kandung kencing
tidak dapat dikosongkan sepenuhnya. Turunnya uterus bisa juga menyempitkan
ureter, sehingga bisa menyebabkan hidroureter dan hidronefrosis. Adanya sistokel
dapat pula mengubah bentuk sudut antara kandung kencing dan uretra yang dapat
menimbulkan stress incontinence (Essawibawa, 2011).

22
5. Infeksi saluran kencing.
Adanya retensi air kencing mudah menimbulkan infeksi. Sistitis yang terjadi dapat
meluas ke atas dan dapat menyebabkan pielitis dan pielonefritis. Sehingga hal
tersebut dapat menyebabkan gagal ginjal (Manuaba, 2010).
6. Infertilitas.
Karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vaginae atau sama sekali
keluar dari vagina, tidak mudah terjadi kehamilan (Manuaba, 2010).
7. Gangguan partus.
Jika wanita dengan prolapsus uteri hamil, maka pada waktu persalinan dapat
timbul kesulitan di kala pembukaan, sehingga kemajuan persalinan terhalang
(Manuaba, 2010).
8. Hemoroid
Feses yang terkumpul dalam rektokel memudahkan adanya obstipasi dan timbul
hemoroid (Junizaf, 2011).
9. Inkarserasi usus.
Usus halus yang masuk ke dalam enterokel dapat terjepit dengan kemungkinan
tidak dapat direposisi lagi. Dalam hal ini perlu dilakukan laparotomi untuk
membebaskan usus yang terjepit itu (Junizaf, 2011).

L. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan Prolaps Uteri


1. Pengkajian
Menurut (Alimul, H, 2009) pengkajian yang harus dilakukan meliputi :
a. Data Subjektif
Data subjektif adalah data yang didapatkan dari klien sebagai suatu pendapat
terhadap suatu situasi dan kejadian. Pada kasus yang diambil penulis yaitu
prolaps uteri, maka pengkajan ditujukan pada pemeriksaan ginekologis.
Pengkajian pasien antara lain:
1) Identitas Pasien
a) Nama Pasien
Nama jelas dan lengkap, bila perlu nama panggilan sehari- hari agar
tidak keliru dalam memberikan penanganan.
b) Umur
Dicatat dalam tahun untuk mengetahui adanya resiko seperti kurang
dari 20 tahun, alat-alat reproduksi belum matang, mental dan psikisnya
23
belum siap. Sedangkan umur lebih dari 35 tahun rentan sekali untuk
terjadi prolaps uteri.
c) Suku/Bangsa
Berpengaruh pada adat istiadat atau kebiasaan sehari-hari.
d) Agama
Untuk mengetahui keyakinan pasien tersebut untuk membimbing atau
mengarahkan pasien dalam doa .
e) Pendidikan
Berpengaruh dalam tindakan kebidanan dan untuk mengetahui sejauh
mana tingkat intelektualnya, sehingga bidan dapat memberikan
konseling sesuai dengan pendidikannya
f) Pekerjaan
Gunanya untuk mengetahui dan mengukur tingkat sosial ekonominya,
karena ini juga mempengaruhi dalam gizi pasien.
g) Alamat
Ditanyakan untuk mempermudah kunjungan rumah bila diperlukan .
2) Keluhan Utama
Untuk mengetahui masalah yang dihadapi yang berkaitan dengan prolaps
uteri, misalnya mengalami rasa berat atau rasa penuh pada vagina Pada
kasus prolaps uteri pasien merasa ada sesuatu yang keluar dari vaginanya.
Prolaps uteri yang berat bisa disertai dengan perdarahan per vaginam,
infeksi, leukorea, atau menometroraghia.
3) Riwayat Haid
Untuk mengetahui usia berapa pertama kali mengalami menstruasi, jarak
antara menstruasi yang dialami dengan menstruasi berikutnya dalam
hitungan hari, seberapa banyak darah menstruasi yang dikeluarkan dan
keluhan yang dirasakan ketika mengalami mestruasi.
4) Status Perkawinan
Untuk mengetahui status perkawinan, lama perkawinan syah atau tidak,
sudah berapa kali menikah, pada umur berapa menikah, berapa jumlah
anak.
5) Riwayat Kehamilan, Persalinan dan Nifas
Dikaji untuk mengetahui berapa kali ibu hamil, apakah pernah abortus,
jumlah anak, cara persalinan yang lalu, penolong persalinan, keadaan nifas
24
yang lalu. Prolaps uteri sering dijumpai pada wanita sesudah melahirkan
lebih dari 3 kali atau grande multipara
6) Riwayat KB
Untuk mengetahui apakah pernah ikut KB, dengan kontrasepsi jenis apa,
berapa lama, adakah keluhan selama menggunakan kontrasepsi.
7) Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan Sekarang
Untuk mengetahui kemungkinan penyakit yang diderita pada saat ini
yang ada hubungannya dengan prolaps uteri.
b) Riwayat Kesehatan yang Lalu
Untuk mengetahui kemungkinan adanya riwayat atau penyakit akut,
kronis seperti : jantung, diabetes mellitus, hipertensi, asma yang dapat
mempengaruhi prolaps uteri.
c) Riwayat Kesehatan Keluarga
Untuk mengetahui apakah dalam keluarga ada yang menderita
penyakit menular seperti : AIDS, Hepatitis, TBC, dan penyakit
menurun seperti : Asma, Jantung, DM, maupun keturunan kembar.
8) Pola Kebiasaan Sehari-hari
a) Pola Nutrisi
Menggambarkan tentang pola makan dan minum, frekuensi,
banyaknya, jenis makanan, dan makanan pantangan.
b) Pola Eliminasi
Menggambarkan pola fungsi sekresi yaitu kebiasaan buang air besar
meliputi frekuensi, jumlah konsistensi, dan bau serta kebiasaan buang
air kecil meliputi frekuensi, warna dan jumlah. Pada pasien dengan
prolaps uteri pasien merasakan kesulitan atau rasa tidak enak waktu
kencing, kesulitan atau rasa tidak enak waktu defikasi dan kadang
mengalami inkontinesia ringan.
c) Istirahat
Menggambarkan pola istirahat dan tidur pasien, berapa jam pasien
tidur, kebiasaan sebelum tidur misalnya membaca, mendengarkan
musik, kebiasaan mengkonsumsi obat tidur, kebiasaan tidur siang,
penggunaan waktu luang.

25
d) Personal Hygine
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga kebersihan tubuh
terutama pada daerah genetalia .
e) Kehidupan Seksual
Berapa kali dalam seminggu ibu melakukan hubungan sexsual karena
pada penderita prolaps uteri teraba massa yang lembek di vagina.
9) Data Psikologis
Dikaji untuk mengetahui kondisi psikologi ibu sedih, takut, cemas,
menerima atau menolak kondisinya dan kondisi sosial ibu bagaimana
hubungan ibu dengan suami, keluarga dan tetangga (Norma & Dwi, 2013).
Pada kasus prolaps uteri kondisi psikologi ibu takut dan cemas dengan
keadaannya.

b. Data Obyektif
Data objektif adalah data yang sesungguhnya dapat diobservasi dan dilihat
oleh tenaga kesehatan, meliputi :
1) Status generalis
a) Keadaan Umum
Untuk mengetahui keadaan umum apakah baik, sedang, jelek. Pada
kasus prolaps uteri keadaan umum baik.
b) Kesadaran
Untuk mengetahuai tingkat kesaran pasien apakah composmentis
(sadar penuh : memberikan respon yang cukup terhadap stimulus yang
diberikan), apatis (acuh tak acuh terhadap keadaan sekitarnya),
somnolen (gelisah : tidak responsive terhadap rangsangan ringan dan
masih memberikan respon terhadap rangsangan yang kuat), delirium,
semi koma dan koma (tidak dapat bereaksi terhadap stimulus atau
rangsangan apapun), gerakan yang ekstrem dan ketegangan otot. Pada
kasus prolaps uteri kesadaran composmentis
c) Tanda-tanda vital
1) Tensi
Untuk mengetahui faktor resiko hipertensi. Batas normal
110/60 – 140/90 mmHg. Pada kasus prolaps uteri tekanan darah
130/90 mmHg.
26
2) Suhu
Untuk mengetahui suhu badan apakah ada peningkatan atau tidak
jika ada dan lebih dari 380C kemungkinan terjadi infeksi. Batas
normal 37,5 - 380C. Pada kasus prolaps uteri suhu 36,50C.
3) Nadi
Untuk mengetahui nadi pasien yang dihitung dalam 1 menit. Batas
normal 60-80 x / menit. Pada kasus prolaps uteri nadi 88 x/menit.
4) Respirasi
Untuk mengetahui frekuensi pernafasan pasien yang dihitung
dalam 1 menit. Batas normal 20-30 x/menit. Pada kasus prolaps
uteri respirasi 20 x/menit.
d) Berat Badan
Untuk mengetahui faktor risiko obesitas.
e) Tinggi Badan
Untuk mengetahui faktor resiko kesempitan panggul. Tinggi badan
wanita normal 150 cm.
2) Pemeriksaan Sistematis
a) Kepala
(1) Rambut
Untuk mengetahui apakah rambutnya bersih, rontok dan
berketombe.
(2) Muka
Keadaan muka pucat atau tidak, adakah kelainan, adakah oedema.
(3) Mata
Untuk mengetahui apakah konjungtiva warna merah muda dan
sklera warna putih.
(4) Hidung
Adakah pernafasan cuping hidung, adakah pengeluaran secret.
(5) Telinga
Untuk mengetahui apakah didalamnya ada serumen.
(6) Mulut, gigi, gusi
Untuk mengetahui mulutnya bersih apa tidak, ada caries dan
karang gigi tidak, serta ada stomatitis atau tidak.

27
b) Leher
Adakah pembesaran kelenjar gondok atau thyroid, tumor dan
pembesaran getah bening.
c) Dada dan axilla
Ada ronchi dan wheezing atau tidak
d) Axilla
Adakah tumor, adakah nyeri tekan.
e) Abdomen
Apakah ada pembesaran hati, adakah tumor atau benjolan, ada nyeri
atau tidak, ada luka bekas operasi atau tidak. Pada kasus prolaps uteri
terdapat nyeri abdomen bawah berat.
f) Anogenital
1) Vulva vagina
Untuk mengetahui keadaan vulva adakah tanda-tanda infeksi, ada
tidaknya kemerahan, varices, nyeri, pembesaran kelenjar bartolini
dan perdarahan. Pada kasus prolaps uteri yang berat bisa disertai
dengan perdarahan pervaginam, terdapat pembengkakan pada
introitus vagina ketika diperiksa dapat ditemukan sistokel rektokel
atau enterokel.
2) Inspekulo
Pemeriksaan dalam yang dilakukan untuk mengetahui keadaan
portio / serviks dan pengeluaran pervaginam serta untuk
mengetahui derajat prolaps. Pada kasus prolaps ditemukan
adanya pembengkakan pada introitus vagina ketika diperiksa dapat
ditemukan sistokel rektokel atau enterokel.
3) Pemeriksaan dalam
Dikaji untuk mengetahui kondisi vagina urethra, dinding vagina,
portio, orifisium urethra eksterna, korpus uteri, pengeluaran dan
discharge. Pada kasus prolaps saat pemeriksaan dalam pada grade I
ditemukan inversio uteri hanya sampai osteum uteri internum,
grade II seluruh endometrium terbalik, grade III seluruh
endometrium terbalik sampai tampak di luar perineum.
4) Anus
Untuk mengetahui ada haemoroid atau tidak.
28
g) Ekstremitas
Bagaimana keadaanya odema atau tidak, varices atau tidak, reflek
patella (+) atau (-).

2. Diagnosa Keperawatan
Menurut (Alimul, H, 2009) diagnose keperawatan yang mungkin muncul :
a. Diagnosa keperawatan sebelum operasi
1) Sebelum Operasi
(a) Nyeri berhubungan dengan eliminasi urin
(b) Kecemasan berhubungan dengan akan dilakukan tindakan
pembedahan.
(c) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
inkontenensia urin
2) Sesudah Operasi
(a) Nyeri berhubungan dengan luka operasi.
(b) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah
setelah pembedahan.
(c) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka operasi.
(d) Resiko tinggi hypertermi berhubungan dengan infeksi pads luka
operasi.
(e) Kurang pengetahuan tentang perawatan luka operasi berhubungan
dengan kurang informasi.

3. Intervensi Keperawatan
Menurut (Alimul, H, 2009) intervensi keperawatannya adalah :
a. Sebelum Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan eliminasi urin
Hasil yang diharapkan : nyeri berkurang sampai hilang secara bertahap,
pasien dapat beradaptasi dengan nyerinya.
Rencana tindakan :
(a) Observasi tanda-tanda vital
(b) Observasi keluhan nyeri, lokasi, jenis dan intensitas nyeri
(c) Jelaskan penyebab rasa sakit, cara menguranginya.
(d) Beri posisi senyaman mungkin untuk pasien.
29
(e) Ajarkan tehnik-tehnik relaksasi = tarik nafas dalam.
(f) Beri obat-obat analgetik sesuai pesanan dokter.
(g) Ciptakan lingkungan yang tenang.

2) Kecemasan berhubungan dengan akan dilakukan tindakan pembedahan.


Hasil yang diharapkan : ekspresi wajah tenang.
Rencana tindakan :
(a) Kaji tingkat kecemasan pasien.
(b) Jelaskan prosedur persiapan operasi seperti pengambilan darah, waktu
puasa, jam operasi.
(c) Dengarkan keluhan pasien
(d) Beri kesempatan anak untuk bertanya.
(e) Jelaskan pada pasien tentang apa yang akan dilakukan di kamar operasi
dengan terlebih dahulu dilakukan pembiusan.
(f) Jelaskan tentang keadaan pasien setelah dioperasi.

3) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan


inkontenensia urin
Hasil yang diharapkan : turgor kulit elastis.
Rencana tindakan:
(a) Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
(b) Timbang berat baclan anak tiap hari.
(c) Kalau perlu pasang infus clan NGT sesuai program dokter.

b. Sesudah Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan luka operasi.
Hasil yang, diharapkan : nyeri berkurang, secara bertahap.
Rencana tindakan :
(a) Kaji intensitas nyeri pasien.
(b) Observasi tanda-tanda vital clan keluhan pasien.
(c) Letakkan anak pada tempat tidur dengan teknik yang tepat sesuai
dengan pembedahan yang dilakukan.
(d) Berikan posisi tidur yang menyenangkan dan aman.
(e) Anjurkan untuk sesegera mungkin anak beraktivitas secara bertahap.
30
(f) Berikan therapi analgetik sesuai program medis.
(g) Lakukan tindakan keperawatan anak dengan hati-hati.
(h) Ajarkan tehnik relaksasi.

2) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah


setelah pembedahan.
Hasil yang diharapkan : Turgor kulit elastis, tidak kering, mual cdan
muntah tidak ada.
Rencana tindakan :
(a) Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
(b) Monitor pemberian infus.
(c) Beri minum & makan secara bertahap.
(d) Monitor tanda-tanda dehidrasi.
(e) Monitor clan catat cairan masuk clan keluar.
(f) Timbang berat badan tiap hari.
(g) Catat dan informasikan ke dokter tentang muntahnya.

3) Kerusakan Integritas kulit berhubungan dengan luka operasi.


Hasil yang diharapkan : luka operasi bersih, kering, tidak ada bengkak.
tidak ada perdarahan.
Rencana tindakan :
(a) Observasi keadaan luka operasi dari tandatanda peradangan : demam,
merah, bengkak dan keluar cairan.
(b) Rawat luka dengan teknik steril.
(c) Jaga kebersihan sekitar luka operasi.
(d) Beri makanan yang bergizi dan dukung pasien untuk makan.
(e) Libatkan keluarga untuk menjaga kebersihan luka operasi clan
lingkungannya.
(f) Kalau perlu ajarkan keluarga dalam perawatan luka operasi.

4) Resiko tinggi hypertermi berhubungan dengan infeksi pads luka operasi.


Hasil yang diharapkan : luka operasi bersih, kering, ticlak bengkak. ticlak
ada perdarahan, suhu dalam batas normal (36-37°C)

31
Rencana tindakan :
(a) Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
(b) Beri terapi antibiotik sesuai program medik.
(c) Beri kompres hangat.
(d) Monitor pemberian infus.
(e) Rawat luka operasi dengan tehnik steril.
(f) Jaga kebersihan luka operasi.
(g) Monitor clan catat cairan masuk clan keluar.

5) Kurang pengetahuan tentang perawatan luka operasi berhubungan dengan


kurang informasi.
Hasil yang diharapkan : orang tua mengerti tentang perawatan luka
operasi, orang tua dapat memelihara kebersihan luka operasi clan
perawatannya.
Rencana tindakan :
(a) Ajarkan kepada orang tua cara merawat luka operasi & menjaga
kebersihannya.
(b) Diskusikan tentang keinginan keluarga yang ingin diketahuinya.
(c) Beri kesempatan keluarga untuk bertanya.
(d) Jelaskan tentang perawatan dirumah, balutan jangan basah & kotor.
(e) Anjurkan untuk meneruskan pengobatan/ minum obat secara teratur di
rumah, dan kontrol kembali ke dokter.

32
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
Hari, tanggal : Senin, 26 Agustus 2019.
Pukul : 13.15 WIB.
Tempat : Ruang Melati 1, RSUP dr Soeradji Tirtonegoro Klaten.
Metode : Wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan studi dokumen.
Sumber Data : Pasien, keluarga, rekam medis, dan tim kesehatan.
Oleh : Dyah Ayu Sekarsari
Ervieta Adistya Hargiyati.

1. IDENTITAS
a. Pasien
Nama : Ny. R
Umur : 77 tahun
Tempat, tanggal lahir : Klaten, 01 Juli 1942
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Petani
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Tegalsari 06/03, Kadibolo, Wedi, Klaten
Status perkawinan : Menikah
Diagnosa medis : Prolaps Uteri
No. RM : 577871
Tanggal masuk RS : 26 Agustus 2019
Jam masuk RS : 13.00 WIB

b. Keluarga/penanggungjawab
Nama : Tn. A
Umur : 30 tahun

33
Tempat, tanggal lahir : Klaten, 26 Juni 1989
Jenis kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Tegalsari 06/03, Kadibolo, Wedi, Klaten
Hubungan : Anak kandung nomer 6

2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan Utama
Pasien mengatakan keluar benjolan dari jalan lahir dan terasa nyeri. Pasien
mengatakan terasa nyeri saat buang air kecil, rasa nyeri seperti tertusuk, nyeri
hanya terasa di benjolan dari jalan lahir dan tidak menjalar, skala nyeri 3 dari
10, nyeri hilang timbul, dan nyeri terasa selama kurang lebih 3 menit. Pasien
mengatakan cemas karena takut operasinya besuk gagal, walaupun ini bukan
kali pertama pasien operasi. Pasien mengatakan kepalanya pusing karena
hipertensinya kambuh, pasien mengatakan jarang kontrol rutin ke puskesmas
kadang hanya 3 bulan sekali dan ketika ingat saja, pasien mengatakan tidak
mengetahui diet hipertensi dan senam hipertensi.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada tanggal 26 Agustus 2019 pukul 13.00 WIB pasien dibawa ke RSUP dr
Soeradji Tirtonegoto, saat pasien datang ke ruang melati 1 keadaan umum
pasien baik, respon membuka mata spontan, saat diajak bicara pasien bicaranya
lancar nyambung, mampu menggerakan semua ekstremitas sesuai perintah,
hanya saja pasien mengeluhkan keluar benjolan dari jalan lahir dan terasa
nyeri. Kemudian pasien dilakukan pemeriksaan fisik, laboratorium, dan
rontgent. Pasien didiagnosa medis mengalami Prolaps Uteri.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan bahwa pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi. Pasien
mengatakan sudah pernah operasi 2 kali, yang pertama pada saat TK operasi
uci-uci di dibawah lutut kanan, yang kedua 3 tahun lalu operasi benjolan di
perut. Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit menular, tidak ada
cacat bawaan, dan tidak memiliki riwayat alergi apapun.

34
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan bahwa ayah dari pasien memiliki riwayat penyakit
hipertensi. Anak pertama pasien juga memiliki riwayat penyakit hipertensi.
Namun untuk anggota keluarga yang lain tidak memiliki riwayat penyakit
menurun maupun penyakit menular. Pasien mengatakan bahwa anggota
keluarga yang lain kalau sakit hanya masuk angin biasa dan setelah minum
obat beberapa hari kemudian sudah sembuh. Keluarga pasien mengatakan
bahwa anggota keluarganya yang lain juga tidak ada yang pernah menjalani
operasi dan tidak memiliki riwayat alergi terhadap apapun.
e. Genogram

Keterangan :

: Laki Laki : Perempuan meninggal : Garis keturunan

: Klien
: Perempuan

: Laki-laki meninggal : Garis perkawainan 35


3. Pola Kebiasaan
a. Pola Nutrisi
1) Sebelum sakit
- Pasien mengatakan makan 3x sehari yaitu pagi, siang, dan sore.
- Pasien mengatakan tidak ada makanan kesukaan pasien dan pasien
mengatakan apa apa mau dan suka.
- Pasien mengatakan tidak memiliki masalah dalam mengunyah maupun
menelan.
- Pasien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap makanan.
- Pasien mengatakan tidak memiliki alergi terhadap minuman.
- Pasien mengatakan biasanya mium air putih 8 gelas dalam sehari (1
gelas : 250 cc)
2) Selama sakit
- Pasien mengatakan belum makan karena harus puasa untuk operasi
besuk.
- Pasien mengatakan tidak memiliki masalah dalam mengunyah maupun
menelan.

b. Pola Eliminasi
1) Sebelum Sakit
- Pasien mengatakan BAK kurang lebih 7x dalam sehari.
- Pasien mengatakan BAB 1x sehari tetapi waktunya tidak pasti.
- Pasien mengatakan konsistensi feses lunak, berwarna kuning, dan
berbau khas.
- Pasien mengatakan konsistensi urine kuning bening dan berbau khas.
2) Selama Sakit
- Pasien mengatakan BAB 1x sehari tadi pagi
- Pasien mengatakan BAK kurang lebih 6x dalam sehari
- Pasien mengatakan konsistensi feses lunak, berwarna kuning sedikit
kecoklatan, dan berbau khas.
- Pasien mengatakan konsistensi urine kuning pekat dan berbau khas.
- Pasien tidak terpasang kateter.

36
c. Pola Aktivitas - Istirahat Tidur
1) Sebelum Sakit
- Pasien mengatakan mampu melakukan aktivitas sehari-hari seperti
mandi, makan, BAB, BAK, berpakaian secara mandiri.
- Pasien mengatakan mampu memenuhi aktivitas sehari-hari tanpa
menggunakan alat bantu.
- Pasien mengatakan mampu mengatur waktu kapan untuk beristirahat
dan kapan untuk beraktivitas.
- Pasien mengatakan pola tidurnya teratur dari jam 21.00 – 05.00 WIB.
- Pasien mengatakan jarang tidur siang, apabila tidur siang hanya saat
merasa kelalahan saja.
2) Selama Sakit
- Pasien mengatakan untuk berpakaian, BAK, BAB, ke kamar mandi
harus dibantu keluarga. Namun untuk makan, minum pasien mampu
melakukannya sendiri.
- Pasien mengatakan tidak ada masalah dalam tidurnya, hanya saja
kadang kadang terbangun dengan sendirinya.
- Pasien mengatakan pola tidurnya dari jam 20.00-05.00 WIB

d. Pola Kebersihan Diri


1) Sebelum Sakit
- Pasien mengatakan mandi 2x sehari yaitu pagi dan sore.
- Pasien mengatakan menggosok gigi 2x sehari saat mandi.
- Pasien mengatakan mengganti pakaian 2x sehari sehabis mandi.
- Pasien mengatakan memotong kuku apabila sudah merasa panjang.
- Pasien mengatakan keramas 3x dalam seminggu.
- Pasien mengatakan membersihkan telinga 1x dalam seminggu.
2) Selama Sakit
- Pasien mengatakan tidak mampu melakukan kebersihan diri secara
mandiri dan harus dibantu oleh keluarga.
- Pasien mengatakan badanya dibersihkan dengan dilap air dingin oleh
keluarga.
- Pasien mengatakan bajunya juga diganti oleh keluarganya.

37
4. ASPEK MENTAL - INTELEKTUAL - SOSIAL – SPIRITUAL
a. Konsep Diri
Pasien dan keluarga pasien megatakan bahwa mereka sudah menerima dan
membiasakan diri dengan keadaan pasien saat ini. Pasien dan keluarga pasien
yakin bahwa pasien akan sembuh.
b. Intelektual
Pasien dan keluarga mampu menangkap informasi yang diberikan oleh perawat
dengan baik, saat pasien dan keluarga dijelaskan mengenai penyebab prolapse
uteri pada pasien yang kemungkinan disebabkan oleh karena pasien telah
melahirkan 6 anak, pasien dan keluarga mampu menangkap informasi dengan
baik.
c. Hubungan Sosial
Pasien mengatakan memiliki hubungan yang baik dengan seluruh anggota
keluarga. Selain itu pasien selalu mengikuti kegiatan yang ada di masyarakat
untuk tetap menjalin hubungan dengan anggota masyarakat.
d. Support System
Pasien mengatakan keluarga pasien selalu mendampingi dan menjaga pasien
dengan baik selama dirawat di rumah sakit. Kerabat dan para tetangga pasien
juga menjenguk untuk memberikan support pada pasien.
e. Spiritual
Pasien mengatakan terkadang menjalankan ibadah (sholat 5 waktu) diatas
tempat tidur dengan posisi tiduran. Pasien mengatakan menyakini bahwa Allah
akan memberikan kesembuhan untuk dirinya apabila hambanya mau berusaha
untuk proses kesembuhannya.

5. PEMERIKSAAN FISIK
a. Data Umum
Keadaan umum: Baik
Kesadaran : Composmentis, GCS : 15 (E4, V5, M6)
Tekanan darah : 140/100 mmHg
Suhu : 36,50C
Nadi : 88x/menit
RR : 20x/menit
BB : 38 kg
38
TB : 140 cm
IMT : 19,38 kg/m2

b. Sistemik
1) Kepala
- Bentuk kepala oval.
- Kulit kepala bersih, tidak ada kutu, dan tidak ada ketombe.
- Rambut ada yang warnanya putih ada yang hitam, tipis, kasar dan
sedikit rontok.
- Hidung simetris dan tidak ada sumbatan.
- Telinga simetris, tidak keluar cairan, dan pendengaran masih berfungsi
dengan baik.
- Sclera putih, tidak kuning ataupun kemerahan.
- Wajah tidak tampak pucat dan tidak kusam.
- Mukosa bibir tidak kering
- Mulut bersih dan tidak tercium bau mulut.
- Pupil mengecil saat dikenai cahaya.
2) Leher
- Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
- Tidak ada lesi.
- Tidak ada krepitasi.
- Tonsil masih utuh.
3) Dada
a) Inspeksi
- Saat respirasi tidak ada pemesaran sebelah (simeris).
- Dada kanan dan kiri terlihat simetris.
- Clavikula tidak terangkat.
- Nafas terlihat normal.
b) Palpasi
- Taktil fremitus teraba dibagian depan maupun belakang.
c) Perkusi
- Terdengar suara sonor pada bagian paru.
d) Auskultasi
- Suara nafas normal/vesikuler

39
4) Jantung
a) Inspeksi
- Bentuk simetris dan tidak ada pembesaran.
b) Palpasi
- Ictus cordis bergeser ke lateral bawah dispatium intercostale (SIC)
VI 2 cm dari lateral linea medioclavicularis kiri.
c) Perkusi
- Terdengar suara dall/redup.
d) Auskultasi
- Regular S1 lub dan regular S2 dub.
5) Abdomen
a) Inspeksi
- Bentuk simetris dan tidak ada pembesaran.
b) Palpasi
- Tidak ada pengerasan maupun asites.
c) Perkusi
- Terdengar suara tympani.
d) Auskultusi
- Bising usus terdengar 5x/menit.
6) Genetalia
Genetalia sebelum operasi tampak ada benjolan, sedikit kotor, tidak ada
luka, dan tidak terpasang kateter.
7) Ekstremitas
a) Bagian atas/superior
Anggota gerak lengkap, tidak ada kelainan jari tangan, capillary refill <
3 detik, turgor kulit < 3 detik. Kekuatan otot disemua ekstremitas
bagian atas adalah 5. Terpasang infus RL dengan 20tpm makrodip.
Perban infus tampak bersih, tidak ada bercak kecoklatan, dan infus
terpasang tanggal 26 Agustus 2019.
b) Bagian bawah/inferior
Anggota gerak lengkap, tidak ada kelainan jari kaki, capillary refill < 3
detik, turgor kulit < 3 detik, tidak ada edema. Kekuatan otot disemua
ekstremitas bagian bawah adalah 5.

40
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium ( Tanggal…………)

b. Pemeriksaan Rontgen ( Tanggal 26 Agustus 2019, Pukul 02.07)


Klinis : Prolaps Uteri + HT
Foto thorax, PA view, posisi erect, asimetris, inspirasi, dan kondisi cukup.
Hasil :
- Tampak corakan bronchial meningkat dan kasar.
- Tampak kedua sinus costofrenicus lancip.
- Tampak kedua diafragma licin.
- COR, CTR = 0,06
- Sistema tulang yang tervisualisasi intact.

Kesan :

- Bronchitis.
- Cardiomegaly.

7. PROGRAM TERAPI
a. Obat Injeksi
b. Obat Oral
c. Cairan Infus
- RL : 20 tpm makrodip

B. ANALISA DATA

DATA MASALAH PENYEBAB


Tanggal 26 Agustus 2019 Nyeri Akut Agen pencedera
Pukul 13.20 WIB (SDKI : 2017) fisiologis.
DS :
- P : Pasien mengatakan merasa nyeri saat
buang air kecil.
- Q : Pasien mengatakan rasa nyeri seperti
tertusuk.
- R : Pasien mengatakan nyeri hanya terasa

41
di benjolan dari jalan lahir dan tidak
menjalar.
- S : Pasien mengatakan skala nyeri 3 dari
10.
- T : Pasien mengatakan nyeri hilang
timbul, dan nyeri terasa selama kurang
lebih 3 menit.
DO :
- Pasien tampak meringis.
- Tekanan darah meningkat menjadi
140/100 mmHg.
- Frekuensi nadi meningkat menjadi
88x/menit.
- Pola nafas berubah menjadi 20x/menit.
Tanggal 26 Agustus 2019 Ansietas Kekhawatiran
Pukul 13.20 WIB (SDKI : 2017) mengalami
DS : kegagalan.
- Pasien mengatakan kalau kepalanya
sedikit pusing.
- Pasien mengatakan cemas karena takut
operasinya besuk gagal, walaupun ini
bukan kali pertama pasien operasi.
DO :
- Tekanan darah meningkat menjadi
140/100 mmHg.
- Frekuensi nadi meningkat menjadi
88x/menit.
- Pola nafas berubah menjadi 20x/menit.
Tanggal 26 Agustus 2019 Defisit Kurang terpapar
Pukul 13.20 WIB Pengetahuan informasi.
DS : (SDKI : 2017)
- Pasien mengatakan jarang kontrol rutin
ke puskesmas, kadang hanya 3 bulan
sekali dan ketika ingat saja.

42
- Pasien mengatakan tidak mengetahui diet
hipertensi.
- Pasien mengatakan tidak mengetahui
senam hipertensi.
DO :
- Tekanan darah 140/100 mmHg.
- Pasien tampak kebingungan saat ditanya
mengenai makanan yang tidak
dianjurkan untuk penderita hipertensi.

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan :
- P : Pasien mengatakan merasa nyeri saat buang air kecil.
- Q : Pasien mengatakan rasa nyeri seperti tertusuk.
- R : Pasien mengatakan nyeri hanya terasa di benjolan dari jalan lahir dan tidak
menjalar.
- S : Pasien mengatakan skala nyeri 3 dari 10.
- T : Pasien mengatakan nyeri hilang timbul, dan nyeri terasa selama kurang
lebih 3 menit.
- Pasien tampak meringis.
- Tekanan darah meningkat menjadi 140/100 mmHg.
- Frekuensi nadi meningkat menjadi 88x/menit.
- Pola nafas berubah menjadi 20x/menit.
2. Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami kegagalan ditandai
dengan :
- Pasien mengatakan kalau kepalanya sedikit pusing.
- Pasien mengatakan cemas karena takut operasinya besuk gagal, walaupun ini
bukan kali pertama pasien operasi.
- Tekanan darah meningkat menjadi 140/100 mmHg.
- Frekuensi nadi meningkat menjadi 88x/menit.
- Pola nafas berubah menjadi 20x/menit.

3. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi ditandai


dengan :

43
- Pasien mengatakan jarang kontrol rutin ke puskesmas kadang hanya 3 bulan
sekali dan ketika ingat saja.
- Pasien mengatakan tidak mengetahui diet hipertensi.
- Pasien mengatakan tidak mengetahui senam hipertensi.
- Tekanan darah 140/100 mmHg.
- Pasien tampak kebingungan saat ditanya mengenai makanan yang tidak
dianjurkan untuk penderita hipertensi.

44
D. INTERVENSI KEPERAWATAN

No Dx. Keperawatan Tujuan Rencana Tindakan Rasional


.
1. Tanggal 26 Agustus 2019 Tanggal 26 Agustus 2019 Tanggal 26 Agustus 2019 Tanggal 26 Agustus 2019
Pukul 13.25 WIB Pukul 13.25 WIB Pukul 13.25 WIB Pukul 13.25 WIB
Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji nyeri dengan PQRST dan 1. Kaji nyeri dan tanda-
dengan agen pencedera keperawatan selama 2x24jam, kaji tanda-tanda vital setiap 8 tanda vital secara berkala
fisiologis ditandai dengan : diharapkan nyeri akut teratasi jam. dapat mengetahui status
1. P : Pasien mengatakan dengan kriteria hasil : perkembangan kondisi
merasa nyeri saat buang air 1. Rasa nyeri saat buang air nyeri pasien.
kecil. kecil berkurang.
2. Q : Pasien mengatakan rasa 2. Nyeri seperti sengkring- 2. Anjurkan pasien untuk nafas 2. Terapi relaksasi nafas
nyeri seperti tertusuk. sengkring. dalam setiap kali mersakan dalam dapat mengurangi
3. R : Pasien mengatakan 3. Nyeri hanya benjolan dari nyeri. rasa nyeri.
nyeri hanya terasa di jalan dan tidak menjalar.
benjolan dari jalan lahir dan 4. Skala nyeri menjadi 3. Edukasi pasien dan keluarga 3. Edukasi yang baik dan
tidak menjalar. rentang 0-1. mengenai manajemen nyeri benar dapat
4. S : Pasien mengatakan skala 5. Nyeri berkurang dan tidak non farmakologi dengan meningkatkan
nyeri 3 dari 10. hilang timbul. kompres hangat. pemahaman dan
5. T : Pasien mengatakan 6. Pasien tampak relaks. memandirikan keluarga
nyeri hilang timbul, dan 7. Tekanan darah menurun dalam merawat keluarga

45
nyeri terasa selama kurang dari sebelumnya. yang sakit.
lebih 3 menit. 8. Frekuensi nadi menjadi 4. Kelola pemberian obat 4. Terapi farmakologi yang
6. Pasien tampak meringis. 80x/menit. analgesik/terapi farmakologi tepat dapat mengurangi
7. Tekanan darah meningkat 9. Pola nafas menjadi sesuai program terapi. rasa nyeri yang
menjadi 140/100 mmHg. 18x/menit. dikeluhkan oleh pasien.
8. Frekuensi nadi meningkat
menjadi 88x/menit. Dyah
9. Pola nafas berubah menjadi Dyah Dyah
20x/menit.

Dyah
2. Tanggal 26 Agustus 2019 Tanggal 26 Agustus 2019 Tanggal 26 Agustus 2019 Tanggal 26 Agustus 2019
Pukul 13.25 WIB Pukul 13.25 WIB Pukul 13.25 WIB Pukul 13.25 WIB
Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tanda verbal, nonverbal 1. Kaji tanda verbal,
kekhawatiran mengalami keperawatan selama 1x24 kecemasan, dan tanda-tanda nonverbal, dan tanda-
kegagalan ditandai dengan : jam, diharapkan cemas dapat vital pasien. tanda vital untuk
1. Pasien mengatakan kalau teratasi dengan kriteria hasil : mengetaui tingkat
kepalanya sedikit pusing. 1. Pasien tidak merasakan kecemasan pasien.
2. Pasien mengatakan cemas pusing di kepalanya.
karena takut operasinya 2. Pasien tidak merasa 2. Anjurkan pasien untuk banyak 2. Berdoa dapat menangkan
besuk gagal, walaupun ini cemas. berdoa agar diberi kelancaran. hati dan mengurangi

46
bukan kali pertama pasien 3. Tekanan darah menurun kecemasan pasien.
operasi. dari sebelumnya.
3. Tekanan darah meningkat 4. Frekuensi nadi menjadi 3. Edukasi pasien dan keluarga 3. Edukasi yang baik dan
menjadi 140/100 mmHg. 80x/menit. mengenai pembiusan, benar dapat
4. Frekuensi nadi meningkat 5. Pola nafas menjadi termasuk sensasi yang akan meningkatkan
menjadi 88x/menit. 18x/menit. dirasakan yang mungkin akan pemahaman sehingga
5. Pola nafas berubah menjadi dialami pasien selama dapat mengurangi
20x/menit. prosedur. tingkat kecemasan
Ervieta pasien.

Ervieta
Ervieta
Ervieta
3. Tanggal 26 Agustus 2019 Tanggal 26 Agustus 2019 Tanggal 26 Agustus 2019 Tanggal 26 Agustus 2019
Pukul 13.25 WIB Pukul 13.25 WIB Pukul 13.25 WIB Pukul 13.25 WIB
Defisit pengetahuan Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan pendidikan kesehatan 1. Menambah wawasan dan
berhubungan dengan kurang keperawatan selama 2x24 kepada pasien tentang manfaat pengetahuan pasien
terpapar informasi ditandai jam, diharapkan deficit kontrol rutin, diet bagi tentang tentang manfaat
dengan : pengetahuan teratasi dengan penderita hipertensi, dan kontrol rutin, diet bagi
1. Pasien mengatakan jarang kriteria hasil : senam hipertensi. penderita hipertensi, dan
kontrol rutin ke puskesmas 1. Pasien mampu senam hipertensi.
kadang hanya 3 bulan sekali menjelaskan tentang
dan ketika ingat saja. manfaat kontrol rutin, diet 2. Motivasi pasien untuk kontrol 2. Agar pasien terdorong

47
2. Pasien mengatakan tidak bagi penderita hipertensi, rutin ke puskesmas, makan secara mandiri kontrol
mengetahui diet hipertensi. dan senam hipertensi. sesuai diet hipertensi, dan rutin ke puskesmas,
3. Pasien mengatakan tidak 2. Pasien mau untuk kontrol melakukan senam hipertensi makan sesuai diet
mengetahui senam rutin ke puskesmas, dirumah. hipertensi, dan
hipertensi. makan sesuai diet melakukan senam
4. Tekanan darah 140/100 hipertensi, dan melakukan hipertensi dirumah.
mmHg. senam hipertensi dirumah.
5. Pasien tampak kebingungan 3. Evaluasi pemahaman pasien 3. Mengukur kemampuan
saat ditanya mengenai mengenai manfaat kontrol pasien dalam menerima
makanan yang tidak Dyah rutin, diet hipertensi, dan cara pendidikan kesehatan
dianjurkan untuk penderita senam hipertensi. yang telah diberikan.
hipertensi.

Dyah Dyah
Dyah

48
E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
1. Diagnosa Keperawatan “Nyeri Akut”

Waktu Implementasi Eevaluasi


Senin, 26 Agustus 2019 Menganjurkan pasien untuk nafas dalam S :
Pukul 13.40 WIB setiap kali mersakan nyeri. Pasien mengatakan akan melakukan nafas
Ervieta dalam setiap kali merasakan nyeri.
O:
Pasien tampak mengangguk menyetujui
saran yang diberikan.
A:
Nyeri akut teratasi sebagian.
P:
Lanjutkan intervensi
- Kaji nyeri dengan PQRST dan kaji
tanda-tanda vital setiap 8 jam.
- Anjurkan pasien untuk nafas dalam
setiap kali merasakan nyeri.
- Edukasi pasien dan keluarga mengenai
manajemen nyeri non farmakologi
dengan kompres hangat.

49
- Kelola pemberian obat
analgesik/terapi farmakologi sesuai
program terapi.

Ervieta
Selasa, 27 Agustus 2019 Memonitor nyeri dengan PQRST dan S :
Pukul 08.00 WIB mengukur tanda-tanda vital pasien. - Nyeri pasien berkurang apabila buang
air kecil.
- Nyeri masih seperti ditusuk-tusuk.
Dyah - Nyeri hanya di benjolan jalan lahir.
- Skala nyeri menjadi 2 dari 10.
- Nyeri berkurang dan masih hilang
timbul.
- Pasien mengatakan berdebar-debar
karena nanti mau operasi.
O:
- Tekanan darah 160/110 mmHg.
- Nadi 80x/menit.
- RR 20x/menit.
- Suhu 36,50C.
A:

50
Nyeri akut teratasi sebagian.
P:
Lanjutkan intervensi
- Kaji nyeri dengan PQRST dan kaji
tanda-tanda vital setiap 8 jam.
- Anjurkan pasien untuk nafas dalam
setiap kali merasakan nyeri
- Edukasi pasien dan keluarga mengenai
manajemen nyeri non farmakologi
dengan kompres hangat.
- Kelola pemberian obat
analgesik/terapi farmakologi sesuai
program terapi.

Dyah
Senin, 27 Agustus 2019 Mengedukasi pasien dan keluarga S :
Pukul 09.00 WIB mengenai manajemen nyeri non Pasien mengatakan sudah paham manfaat
farmakologi dengan kompres hangat. dan cara melakukan kompres hangat.
O:
Pasien mampu menjelaskan kembali
Ervieta manfaat dan cara kompres hangat.

51
A:
Nyeri akut teratasi sebagian.
P:
Lanjutkan intervensi
- Kaji nyeri dengan PQRST dan kaji
tanda-tanda vital setiap 8 jam.
- Anjurkan pasien untuk nafas dalam
setiap kali merasakan nyeri
- Edukasi pasien dan keluarga mengenai
manajemen nyeri non farmakologi
dengan kompres hangat.
- Kelola pemberian obat
analgesik/terapi farmakologi sesuai
program terapi.

Ervieta

Selasa, 27 Agustus 2019 Memonitor nyeri dengan PQRST dan S :


Pukul 13.00 WIB mengukur tanda-tanda vital. - Nyeri pasien sudah berkurang apabila
buang air kecil.

52
- Nyeri terasa sengkring-sengkring.
Dyah - Nyeri hanya di benjolan jalan lahir.
- Skala nyeri menjadi 1 dari 10.
- Nyeri berkurang dan tidak hilang
timbul.
O:
- Pasien tampak lebih relaks.
- Pasien tampak tidak ada gerakan
menahan nyeri.
- Tekanan darah 133/68 mmHg.
- Nadi 80x/menit.
- RR 18x/menit.
A:
Nyeri akut teratasi penuh.
P:
Hentikan intervensi
- Kaji nyeri dengan PQRST dan kaji
tanda-tanda vital setiap 8 jam.
- Anjurkan pasien untuk nafas dalam
setiap kali merasakan nyeri
- Edukasi pasien dan keluarga mengenai
manajemen nyeri non farmakologi

53
dengan kompres hangat.
- Kelola pemberian obat
analgesik/terapi farmakologi sesuai
program terapi.

Dyah

2. Diagnosa keperawatan “Ansietas”

Waktu Implementasi Evaluasi


Selasa, 27 Agustus 2019 Mengkaji tanda verbal, nonverbal S :
Pukul 08.00 kecemasan, dan tanda-tanda vital pasien. Pasien mengatakan cemas dan berdebar-
debar karena nanti akan operasi.
O:
Dyah - Pasien tampak gelisah.
- Tekanan darah 160/110 mmHg.
- Nadi 80x/menit.
- RR 20x/menit.
- Suhu 36,50C.
A : Ansietas teratasi sebagian.
P:
Lanjutkan intervensi

54
- Kaji tanda verbal, nonverbal
kecemasan, dan tanda-tanda vital
pasien.
- Anjurkan pasien untuk banyak berdoa
agar diberi kelancaran.
- Edukasi pasien dan keluarga mengenai
pembiusan, termasuk sensasi yang
akan dirasakan yang mungkin akan
dialami pasien selama prosedur.

Dyah

Selasa, 27 Agustus 2019 Menganjurkan pasien untuk banyak S :


Pukul 08.10 WIB berdoa agar diberi kelancaran. Pasien mengatakan mau berdoa.
O:
Pasien tampak berdoa dengan
menundukan kepalanya dan mengangkat
kedua tanganya.
A:
Ansietas teratasi sebagian
P:

55
Lanjutkan intervensi
- Kaji tanda verbal, nonverbal
kecemasan, dan tanda-tanda vital
pasien.
- Anjurkan pasien untuk banyak berdoa
agar diberi kelancaran.
- Edukasi pasien dan keluarga mengenai
pembiusan, termasuk sensasi yang akan
dirasakan yang mungkin akan dialami
pasien selama prosedur.

Ervieta

Selasa, 27 Agustus 2019 Mengedukasi pasien dan keluarga S :


Pukul 08.15 WIB mengenai pembiusan, termasuk sensasi Pasien mengatakan sudah paham nanti
yang akan dirasakan yang mungkin akan akan dibius dan pasien mengatakan lebih
dialami pasien selama prosedur. tenang.
O:
- Pasien tampak antusias mendengarkan
Ervieta penjelasan yang diberikan.

56
- Pasien tampak relaks.
A:
Ansietas teratasi sebagian.
P:
Lanjutkan intervensi
- Kaji tanda verbal, nonverbal
kecemasan, dan tanda-tanda vital
pasien.
- Anjurkan pasien untuk banyak berdoa
agar diberi kelancaran.
- Edukasi pasien dan keluarga mengenai
pembiusan, termasuk sensasi yang
akan dirasakan yang mungkin akan
dialami pasien selama prosedur.

Ervieta
Selasa, 27 Agustus 2019 Mengobservasi tanda verbal, nonverbal S:
Pukul 13.30 WIB kecemasan, dan tanda-tanda vital pasien. - Pasien mengatakan sudah tidak cemas.
- Pasien mengatakan sudah tidak pusing.
O:
Dyah - Pasien tampak relaks
- Tekanan darah 133/68 mmHg.

57
- Nadi 80x/menit.
- RR 18x/menit.
A:
Ansietas teratasi penuh.
P:
Hentikan intervensi
- Kaji tanda verbal, nonverbal
kecemasan, dan tanda-tanda vital
pasien.
- Anjurkan pasien untuk banyak berdoa
agar diberi kelancaran.
- Edukasi pasien dan keluarga mengenai
pembiusan, termasuk sensasi yang akan
dirasakan yang mungkin akan dialami
pasien selama prosedur.

Dyah

3. Diagnosa Keperawatan “Defisit Pengetahuan”

58
Waktu Implementasi Evaluasi
Selasa, 27 Agustus 2019 Memberikan pendidikan kesehatan S :
Pukul 09.15 WIB kepada pasien tentang manfaat kontrol Pasien mengatakan sudah paham dengan
rutin dan diet bagi penderita hipertensi. penjelasan yang diberikan.
O:
Pasien tampak antusias mendengarkan.
Ervieta A:
Defisit pengetahuan teratasi sebagian.
P:
Lanjutkan intervensi
- Berikan pendidikan kesehatan kepada
pasien tentang manfaat kontrol rutin,
diet bagi penderita hipertensi, dan
senam hipertensi.
- Motivasi pasien untuk kontrol rutin ke
puskesmas, makan sesuai diet
hipertensi, dan melakukan senam
hipertensi dirumah.
- Evaluasi pemahaman pasien mengenai
manfaat kontrol rutin, diet hipertensi,
dan cara senam hipertensi.

59
Ervieta
Selasa, 27 Agustus 2019 Memotivasi pasien untuk kontrol rutin S :
Pukul 09.25 WIB ke puskesmas dan makan sesuai diet Pasien mengatakan setelah pulang dari
hipertensi. rumah sakit akan kontrol rutin ke
puskesmas dan makan makanan yang
dianjurkan untuk penderita hipertensi.
Dyah O:
Pasien tampak mengangguk menyetujui
saran yang diberikan diberikan.
A:
Defisit pengetahuan teratasi sebagian.
P:
Lanjutkan intervensi
- Berikan pendidikan kesehatan kepada
pasien tentang manfaat kontrol rutin,
diet bagi penderita hipertensi, dan
senam hipertensi.
- Motivasi pasien untuk kontrol rutin ke
puskesmas, makan sesuai diet
hipertensi, dan melakukan senam
hipertensi dirumah.

60
- Evaluasi pemahaman pasien mengenai
manfaat kontrol rutin, diet hipertensi,
dan cara senam hipertensi.

Dyah
Selasa, 27 Agustus 2019 Mengevaluasi pemahaman pasien S :
Pukul 09.30 WIB mengenai manfaat kontrol rutin dan diet Pasien mengatakan sudah paham manfaat
hipertensi. kontrol rutin dan diet hipertensi.
O:
Ervieta Pasien mampu menjelaskan kembali
manfaat kontrol rutin dan diet hipertensi.
A:
Defisit pengetahuan teratasi sebagian.
P:
Lanjutkan intervensi
- Berikan pendidikan kesehatan kepada
pasien tentang manfaat kontrol rutin,
diet bagi penderita hipertensi, dan
senam hipertensi.
- Motivasi pasien untuk kontrol rutin ke
puskesmas, makan sesuai diet

61
hipertensi, dan melakukan senam
hipertensi dirumah.
- Evaluasi pemahaman pasien mengenai
manfaat kontrol rutin, diet hipertensi,
dan cara senam hipertensi.

Ervieta
Rabu, 28 Agustus 2019 Memberikan pendidikan kesehatan S:
Pukul 10.00 WIB kepada pasien tentang senam hipertensi. Pasien mengatakan sudah paham dengan
penjelasan yang diberikan.
O:
Dyah Pasien tampak antusian memperhatikan
dan mendengarkan.
A:
Defisit pengetahuan teratasi sebagian
P:
Lanjutkan intervensi
- Berikan pendidikan kesehatan kepada
pasien tentang manfaat kontrol rutin,
diet bagi penderita hipertensi, dan
senam hipertensi.

62
- Motivasi pasien untuk kontrol rutin ke
puskesmas, makan sesuai diet
hipertensi, dan melakukan senam
hipertensi dirumah.
- Evaluasi pemahaman pasien mengenai
manfaat kontrol rutin, diet hipertensi,
dan cara senam hipertensi.

Dyah
Rabu, 28 Agustus 2019 Memotivasi pasien untuk melakukan S:
Pukul 10.15 WIB senam hipertensi dirumah. Pasien mengatakan mau melakukan senam
hipertensi dirumah.
O:
Ervieta Pasien tampak mengangguk menyetujui
motivasi yang diberikan.
A:
Defisit pengetahuan teratasi sebagian.
P:
Lanjutkan intervensi
- Berikan pendidikan kesehatan kepada
pasien tentang manfaat kontrol rutin,
diet bagi penderita hipertensi, dan

63
senam hipertensi.
- Motivasi pasien untuk kontrol rutin ke
puskesmas, makan sesuai diet
hipertensi, dan melakukan senam
hipertensi dirumah.
- Evaluasi pemahaman pasien mengenai
manfaat kontrol rutin, diet hipertensi,
dan cara senam hipertensi.

Ervieta
Rabu, 28 Agustus 2019 Mengevaluasi pemahaman pasien S :
Pukul 10.20 WIB mengenai cara senam hipertensi. Pasien mengatakan sudah paham cara
senam hipertensi.
O:
Dyah Pasien mampu menyebutkan dan
memperagakan beberapa langkah senam
hipertensi.
A:
Defisit pengetahuan teratasi penuh
P:
Hentikan intervensi

64
- Berikan pendidikan kesehatan kepada
pasien tentang manfaat kontrol rutin,
diet bagi penderita hipertensi, dan
senam hipertensi.
- Motivasi pasien untuk kontrol rutin ke
puskesmas, makan sesuai diet
hipertensi, dan melakukan senam
hipertensi dirumah.
- Evaluasi pemahaman pasien mengenai
manfaat kontrol rutin, diet hipertensi,
dan cara senam hipertensi.

Dyah

65
BAB IV

KESIMPULAN

1. Pada diagnosa keperawatan nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera


fisiologi, selama implementasi keperawatan pasien kooperatif, pasien mampu
mengikuti sesuai tuntutan perawat, dan mengikuti dengan benar. Berdasarkan
kriteria hasil maka nyeri akut sudah teratasi, karena nyeri klien sudah berkurang
menjadi skala 1 dari 10, nyeri sengkring-sengkring, nyeri berkurang dan tidak
timbul, pasien tampak lebih relaks, dan tanda-tanda vital pasien sesuai batas
dalam kriteria hasil.
2. Pada diagnose keperawatan ansietas berhubungan dengan kekhawatiran
mengalami kegagalan, selama implementasi keperawatan pasien kooperatif,
pasien mampu mengikuti sesuai tuntutan perawat, dan mengikuti dengan benar.
Berdasarkan kriteria hasil maka ansietas teratasi, karena pasien sudah tidak
merasakan pusing di kepalanya, pasien sudah tidak merasakan cemas, dan tanda-
tanda vital sesuai batas dalam kriteria hasil.
3. Pada diagnose keperawatan deficit pengetahuan berhubungan dengan kurang
terpapar informasi, selama implementasi keperawatan pasien kooperatif, pasien
mampu mengikuti sesuai tuntutan perawat, dan mengikuti dengan benar.
Berdasarkan kriteria hasil maka defisit pengetahuan teratasi, karena pasien mampu
menjelaskan tentang manfaat kontrol rutin, diet bagi penderita hipertensi, dan
senam hipertensi. Pasien mau untuk kontrol rutin ke puskesmas, makan sesuai diet
hipertensi, dan melakukan senam hipertensi dirumah.

66
DAFTAR PUSTAKA

Alimul, H. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.

Bulechek, G. M. 2016. Nursing Interventions Classification. Indonesia : Licensing


Department.

Essawibawa. 2011. Asuhan Kebidanan Gangguan Reproduksi. Jakarta : EGC.

Hakimi. 2013. Procidentia Uteri. Yogkarta : Nuha Medika.

Junizaf. 2011. Buku Ajar Uroginekologi. Jakarta : EGC.

Lynn. 2014. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC.

Manuaba. 2010. Dasar-Dasar Teknik Operasi Prolaps Uteri. Jakarta: EGC.

Manuaba. 2011. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta : EGC.

Moorhead, S. 2016. Nursing Outcomes Classification. Indonesia : Licensing Department.

Siswadi. 2015. Bagian Obstetri dan Ginekologi. Jakarta : Salemba Medika.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan
: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.

Wiknjosastro & Hanifa. 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

67

Anda mungkin juga menyukai