PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gangguan reproduksi adalah kegagalan wanita dalam manajemen kesehatan
reproduksi. Permasalahan dalam bidang kesehatan reproduksi salah satunya adalah
masalah reproduksi yang berhubungan dengan gangguan sistem reproduksi. Hal ini
mencakup infeksi, gangguan menstruasi, masalah struktur, keganasan pada alat
reproduksi wanita, infertilitas dan lain-lain. Macam-macam gangguan reproduksi
secara umum yaitu gangguan menstruasi meliputi amenorea, dismenorea, menoraghia,
metroraghia, nyeri abdomen dan panggul meliputi nyeri akut dan nyeri kronis, kista
ovarium, kanker pada endometrium dan prolaps uteri (Essawibawa, 2011).
Di Indonesia prolapsus genitalis lebih sering dijumpai pada wanita yang telah
melahirkan, wanita tua, dan wanita dengan pekerjaan berat. Frekuensi prolaps uteri di
Indonesia hanya 1,5% dan lebih sering dijumpai pada wanita yang telah melahirkan,
wanita tua dan wanita dengan pekerja berat. Jarang sekali prolapsus uteri dapat
ditemukan pada seorang multipara (Wiknjosastro & Hanifa, 2010).
Prolaps uteri adalah suatu masalah uterus yang berat karena uterus menonjol ke
hiatus genital (liang vagina). Prolaps uteri bisa disebabkan oleh kelemahan pada
struktur pelvis. Beratnya prolaps dibagi atas tiga tingkatan (derajat). Pada prolaps
uteri derajat I serviks uteri masih ada didalam vagina, prolaps uteri derajat II serviks
sudah menonjol pada orifisium vagina, dan pada prolaps uteri derajat III seluruh uteri
keluar dari orifisium vagina (Siswadi, 2015).
Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian prolaps uteri diantaranya
umur, paritas dan kadar Hb. Pada wanita yang berumur diatas 35 tahun akan memiliki
resiko yang lebih besar untuk mengalami prolaps uteri dan pada wanita dengan
riwayat anemia risiko prolaps uteri akan meningkat (Hakimi, 2013). Prolapsus uteri
biasanya disertai prolapsus vagina. Maka, jika dilakukan pembedahan untuk prolapsus
uteri, prolapsus vagina perlu ditangani pula. Ada kemungkinan terdapat prolapsus
vagina yang membutuhkan pembedahan, padahal tidak ada prolapsus uteri, atau
prolapsus uteri yang ada belum perlu dioperasi. Indikasi untuk melakukan operasi
pada prolapsus vagina adalah adanya keluhan (Manuaba, 2011).
1
Berdasarkan data yang penilitian, didapatkan data pasien dengan gangguan
reproduksi dengan nyeri abdomen dan panggul (22,45%), gangguan reproduksi
dengan kista ovarium (16,46%), gangguan reproduksi usia 50 – 65 tahun dengan
prolaps uteri derajat II (10,47%), gangguan reproduksi dengan kanker endometrium
(10,47%), pasien gangguan reproduksi dengan mioma uteri (10,47%) dan pasien
gangguan reproduksi dengan infertil (5,68%).
Berdasarkan studi pendahuluan yang penulis peroleh dan mengingat masih
tingginya angka kejadian gangguan reproduksi dengan prolaps uteri maka penulis
tertarik untuk mengambil judul ”Asuhan Keperawatan pada Ny. R dengan Diagnosa
Medis Prolaps Uteri di Ruang Melati 1 RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten”.
A. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada permasalahan diatas dapat dikemukakan rumusan masalah
“Bagaimana Asuhan Keperawatan pada Ny. R dengan Diagnosa Medis Prolaps Uteri
di Ruang Melati 1 RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten?”
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mampu memberikan asuhan keperawatan pada Ny. R dengan diagnosa medis
prolaps uteri di ruang Melati 1 RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada Ny. R dengan diagnosa medis prolaps uteri.
b. Mengidentifikasi diangnosa keperawatan pada Ny. R dengan diagnosa medis
prolaps uteri.
c. Menyusun intervensi keperawatan pada pada Ny. R dengan diagnosa medis
prolaps uteri.
d. Melaksanakan implementasi keperawatan pada pada Ny. R dengan diagnosa
medis prolaps uteri.
e. Melaksanakan evaluasi pada Ny. R dengan diagnosa medis prolaps uteri.
f. Melakanakan pendokumentasian pada Ny. R dengan diagnosa medis prolaps
uteri.
2
C. Metodologi Penulisan
Untuk memperoleh data bahan penulisan yang dibutuhkan dalam penyusunan
makalah ini, maka penulis menggunakan beberapa metode sebagai berikut :
1. Metode Penulisan
Data-data yang dipergunakan dalam penulisan laporan harian ini beasal dari
berbagai literatur kepustakaan yang berkaitan dengan permasalahan yang dibahas.
Beberapa jenis referensi utama adalah beberapa buku mengenai asuhan
keperawatan pada masa nifas dan artikel ilmiah yang bersumber dari internet.
Jenis data yang diperoleh bervariatif, bersifat kualitatif dan kuantitatif.
2. Pengumpulan Data
Metode penulisan bersifat studi pustaka dari berbagai literatur dan disusun
berdasarkan hasil diskusi dari informasi yang diperoleh. Penulisan diupayakan
saling terkait antara satu sama lain sesuai dengan topik yang dibahas.
D. Manfaat Penulisan
1. Bagi Institusi Pelayanan
Dapat menjadi bahan untuk menambah pengetahuan tenaga kesehatan dengan
penatalaksanaan pada pasien dengan diagnosa medis prolaps uteri sehingga dapat
diberikan tindak lanjut dan peningkatan mutu keperawatan untuk pasien .
2. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Bagi pendidikan ilmu keperawatan sebagai bahan bacaan dan menambah
wawasan bagi mahasiswa kesehatan kususnya perawat dalam hal penambah
pengetahuan dan perkembangan tentang prolaps uteri.
3. Manfaat Bagi Penulis
Menambah pengetahuan dalam aplikasi yang lebih nyata dilapangan dibidang
maternitas dengan pasien prolaps uteri.
4. Manfaat Bagi Pasien dan Keluarga
Pasien dan keluarga mengetahui wawasan dan perawatan yang tepat pada pasien
dengan prolaps uteri.
5. Manfaat Bagi Pembaca
Untuk menambah pengetahuan dan wawasan pembaca tentang informasi
mengenai prolaps uteri.
3
BAB II
TINJAUAN TEORI
4
derajat ringan beratnya prolapsus yang terjadi. Staging prolapsus organ pelvis
berdasarkan sistem POP-Q adalah sebagai berikut (Essawibawa, 2011) :
5
b. Prolaps uteri tingkat I, serviks masih berada di dalam vagina.
Prolaps uteri tingkat II, serviks keluar dari introitus.
Pada prosidensia uteri, uterus seluruhnya keluar dari vagina.
c. Prolaps uteri tingkat I, serviks mencapai introitus vagina.
Prolaps uteri tingkat II, uterus keluar dari introitus kurang dari ½ bagian.
Prolaps uteri tingkat III, uterus keluar dari introitus lebih besar dari ½ bagian.
Klasifikasi ini sama dengan klasifikasi 3, ditambah dengan prolaps uteri tingkat IV
(prosidensia uteri).
a) Prolaps uteri tingkat I, yaitu serviks tetap di dalam vagina. Pada sebagian pasien
keadaan ini biasanya tanpa disertai keluhan, pasien akan memeriksakan
keadaannya jika terdapat keluhan dan derajat prolaps bertambah.
b) Prolaps uteri tingkat II, yaitu porsio kelihatan di introitus (pintu masuk) vagina.
Keadaan ini disebabkan karena otot-otot yang menopang rahim menjadi lemah
dan biasanya terjadi pada wanita yang menginjak usia tua danmempunyai banyak
anak. Gejala-gejala sering timbul setelah menopause ketika otot menjadi lemah,
gejala yang dirasakan pasien adalah punggung bagian bawah terasa nyeri dan ada
perasaan yang mengganjal pada vagina, bahkan pada sebagian wanita keadaan ini
tidak ada keluhan.
c) Prolaps uteri tingkat III, disebut juga prosidensia uteri (seluruh rahim keluar dari
vulva), dikarenakan otot dasar panggul sangat lemah dan kendor sehingga tidak
mampu menopang uterus. Keadaan ini juga terjadi pada wanita dalam masa
menopause dikarenakan menurunnya hormon estrogen. Pada kasus ini prolapsus
6
uteri dapat disertai sistokel, enterokel atau rektokel. Keadaaan ini juga
mengganggu kegiatan sehari-hari penderita karena keluhan yang dirasakan dan
komplikasi yang terjadi.
7
a. Obstipasi karena feces berkumpul dalam rongga retrokel.
b. Baru dapat defekasi setelah diadakan tekanan pada retrokel dan vagina.
5. Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut :
a. Pengeluaran serviks uteri dari vulva menggangu penderita waktu berjalan dan
bekerja. Gesekan portio uteri oleh celana menimbulkan lecet sampai luka dan
dekubitus pada portio uteri.
b. Lekores karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan karena infeksi
serta luka pada portio uteri.
6. Enterokel dapat menyebabkan perasaan berat di rongga panggul dan rasa penuh di
vagina
1. Faktor obstetri
a. Proses persalinan dan paritas
Prolapsus uteri terjadi paling sering pada wanita multipara sebagai akibat
progresif yang bertahap dari cedera melahirkan pada fascia endopelvik (dan
kondensasi, ligamentum uteroskral dan kardinal) dan laserasi otot, terutama
otot-otot levator dan perineal body (perineum). Persalinan pervaginam
merupakan faktor risiko utama terjadinya prolapses organ genital. Pada
9
penelitian tentang levator ani dan fascia menunjukkan bukti bahwa kerusakan
mekanik dan saraf terjadi pada perempuan dengan prolapsus dibandingkan
perempuan tidak prolapsus, dan hal tersebut terjadi akibat proses melahirkan.
Secara global, prolapsus mempengaruhi 30% dari semua wanita yang telah
melahirkan. Jumlah paritas berbanding lurus dengan kejadian prolapsus. WHO
Population Report menduga bahwa kejadian prolapsus akan meningkat tujuh
kali lipat pada perempuan dengan tujuh anak dibandingkan dengan perempuan
yang mempunyai satu anak (Manuaba, 2011).
b. Faktor obstetri lainnya
Penggunaan forsep, vakum, dan episiotomi, disebutkan sebagai faktor
risiko potensial dalam terjadinya prolaps organ panggul. Penggunaan forsep
secara langsung terlibat dalam terjadinya cedera dasar panggul, yaitu dalam
kaitannya dengan terjadinya laserasi sfingter anal. Manfaat forsep terhadap
dasar panggul dalam memperpendek kala dua masih mempunyai bukti yang
kurang. Penggunaan forsep elektif untuk mencegah kerusakan pada dasar
panggul tidak direkomendasikan. Percobaan kontrol secara acak pada
penggunaan elektif dan selektif episiotomi tidak menunjukkan manfaat, tetapi
telah menunjukkan hubungan dengan terjadinya laserasi sfingter anal
inkontinensia dan nyeri pasca persalinan.10 Sejumlah cedera pada ibu dan
bayi dapat terjadi sebagai akibat penggunaan forsep. Luka yang dapat
ditimbulkan pada ibu berkaitan dengan penggunaan forsep berkisar dari
ekstensi sederhana sampai ruptur uterus atau kandung kemih.28 Klein, dkk
menemukan hubungan antara episiotomi dan berkurangnya kekuatan dasar
panggul tiga bulan post partum (Junizaf, 2011).
Fascia pelvis, ligamentum-ligamentum dan otot-otot dapat menjadi
lemah akibat peregangan yang berlebihan selama kehamilan, persalinan dan
persalinan pervaginam yang sulit, terutama dengan penggunaan forsep dan
vakum ekstraksi. Penelitian menunjukkan bahwa persalinan menggunakan
forsep dan laserasi perineum berhubungan dengan gangguan dasar panggul 5-
10 tahun setelah persalinan yang pertama, tetapi pada episiotomi tidak
berhubungan. Wanita dengan laserasi perineum dalam dua atau lebih
persalinan beresiko lebih tinggi secara signifikan terhadap prolapsus.
Perlukaan diafragma urogenitalis dan muskulus levator ani yang terjadi pada
10
waktu persalinan pervaginam atau persalinan dengan alat dapat melemahkan
dasar panggul sehingga mudah terjadi prolapsus genitalia (Lynn, 2014).
2. Faktor Non Obstetri
a. Genetik
Dua persen prolapsus simptomatik terjadi pada perempuan nulipara.
Perempuan nulipara dapat menderita prolapsus dan diduga merupakan peran
dari faktor genetik. Bila seorang perempuan dengan ibu atau saudaranya
menderita prolapsus, maka risiko relatif untuk menderita prolapsus
dibandingkan jika ibu atau saudara perempuan tidak memiliki riwayat
prolapses (Essawibawa, 2011).
b. Usia
Bertambahnya usia akan menyebabkan berkurangnya kolagen dan terjadi
kelemahan fascia dan jaringan penyangga. Hal ini terjadi terutama pada
periode post-menopause sebagai konsekuensi akibat berkurangnya hormone
estrogen (Essawibawa, 2011).
c. Ras
Perbedaan ras pada prevalensi prolapsus organ panggul (POP) telah
dibuktikan dalam beberapa penelitian. Perempuan berkulit hitam dan
perempuan Asia memiliki risiko yang lebih rendah, sedangkan perempuan
Hispanik dan berkulit putih memiliki risiko tertinggi. Perbedaan kandungan
kolagen antar ras telah dibuktikan, tetapi perbedaan bentuk tulang panggul
juga diduga memainkan peran. Misalnya, perempuan kulit hitam lebih banyak
yang memiliki arkus pubis (lengkungan kemaluan) yang sempit dan bentuk
panggul android atau antropoid. Bentuk-bentuk panggul tersebut adalah
pelindung terhadap POP dibandingkan dengan panggul ginekoid yang
merupakan bentuk panggul terbanyak pada perempuan berkulit putih (Hakimi,
2013).
d. Menopause
Pada usia 40 tahun fungsi ovarium mulai menurun, produksi hormon
berkurang dan berangsur hilang, yang berakibat perubahan fisiologik.
Menopause terjadi rata-rata pada usia 50-52 tahun. Hubungan dengan
terjadinya prolaps organ panggul adalah, di kulit terdapat banyak reseptor
estrogen yang dipengaruhi oleh kadar estrogen dan androgen. Estrogen
mempengaruhi kulit dengan meningkatkan sintesis hidroksiprolin dan prolin
11
sebagai penyusun jaringan kolagen. Ketika menopause, terjadi penurunan
kadar estrogen sehingga mempengaruhi jaringan kolagen, berkurangnya
jaringan kolagen menyebabkan kelemahan pada otot-otot dasar panggul. Saraf
pada serviks merupakan saraf otonom, sebagian besar serabut saraf
cholinesterase yang terdiri dari serabut saraf adrenergik dan kolinergik, jumlah
serabut kolinergik lebih sedikit. Sebagian besar serabut ini menghilang setelah
menopause
e. Peningkatan BMI (obesitas)
Obesitas menyebabkan memberikan beban tambahan pada otot-otot
pendukung panggul, sehingga terjadi kelemahan otot-otot dasar panggul.25
Pada studi Women’s Health Initiative (WHI), kelebihan berat badan (BMI 25
– 30 kg/m2) dikaitkan dengan peningkatan kejadian prolapsus dari 31- 39%,
dan obesitas (BMI > 30 kg/m2) meningkat 40-75% (Hakimi, 2013).
f. Peningkatan tekanan intra abdomen
Tekanan intra abdomen yang meningkat karena batuk-batuk kronis (bronkitis
kronis dan asma), asites, mengangkat beban berat berulang-ulang, dan
konstipasi diduga menjadi faktor risiko terjadinya prolapsus. Seperti halnya
obesitas (peningkatan indeks massa tubuh) batuk yang berlebihan dapat
meningkatkan tekanan intraabdomen (rongga perut) dan secara progresif dapat
menyebabkan kelemahan otot-otot panggul (Junizaf, 2011).
g. Kelainan jaringan ikat
Wanita dengan kelainan jaringan ikat lebih untuk mungkin untuk mengalami
prolapsus. Pada studi histologi menunjukkan bahwa pada wanita dengan
prolapsus, terjadi penurunan rasio kolagen tipe I terhadap kolagen tipe III dan
IV.10 Pada beberapa penelitian, sepertiga dari perempuan dengan Sindroma
Marfan dan tigaperempat perempuan dengan Sindroma Ehler-Danlos tercatat
mengalami POP. Kelemahan bawaan (kongenital) pada fasia penyangga pelvis
mungkin penyebab prolapsus uteri seperti yang kadang-kadang ditunjukkan
pada nulipara (Junizaf, 2011).
h. Merokok
Merokok juga dikaitkan dalam pengembangan prolapsus. Senyawa kimia yang
dihirup dalam tembakau dipercaya dapat menyebabkan perubahan jaringan
yang diduga berperan dalam terjadi prolapsus. Namun, beberapa penelitian
12
tidak menunjukkan hubungan antara merokok dengan terjadinya prolapses
(Wiknjosastro & Hanifa, 2010).
13
Gambar : Anatomi genitalia interna wanita (Manuaba, 2011).
14
2. Anatomi dan Fisiologi Dasar Panggul
Dasar panggul terdiri atas otot levator ani, uretra dan otot sfingter ani serta
jaringan ikat endopelvis. Lapisan pertama dukungan otot terdiri dari otot
iliococcygeus serta fascia obturator internus. Lapisan kedua terdiri dari otot
puboviseralis yaitu m. puborectalis dan m. pubococcygeus yang mengelilingi
hiatus urogenitalis dimana uretra, vagina, anorectum berjalan melaluinya (Lynn,
2014).
Otot levator ani mempunyai dua fungsi terpenting yaitu menjaga tegangan otot
basal yang konstan sehingga hiatus urogenitalis tetap tertutup dan juga menjadi
lempengan otot penyokong. Bila tegangan atau tonus basal ini hilang atau
menurun, hiatus genitalis dapat melebar sehingga menyebabkan penurunan organ
pelvis. Fungsi kedua dari otot levator ani adalah secara refleks berkontraksi
terhadap peningkatan tekanan intraabdominal seperti saat batuk atau berdiri
sehingga membuat keseimbangan tekanan intraabdominal dan tekanan luar. Otot
levator ani dipersarafi oleh serabut saraf anterior S2-S4, dimana cabang motorik
dari saraf ini mempunyai kemungkinan untuk tertekan dan teregang selama
persalinan pervaginam (Junizaf, 2011).
Selain otot dan serabut saraf, dasar panggul juga memiliki sistem ligamen dan
jaringan ikat kompleks yang dikenal dengan fascia endopelvis. Fascia ini
menampung organ pelvis dan melekat pada dinding panggul. Terdapat tiga
tingkatan dukungan terhadap uterus dan vagina, yaitu (Hakimi, 2013) :
a. Tingkat pertama dimana apeks vagina dipertahankan di lateral ke arah
dinding pelvis dan ke arah sakrum di bagian posterior (oleh ligamen
kardinal dan sakrouterina). Posterior serviks dipertahankan oleh
ligamentum uterosakral yang membentang dari bagian serviks sampai
vertebra sakral kedua-keempat. Ligamentum kardinal menyokong bagian
lateral serviks dan merupakan penyokong utama serviks dan uterus
(Hakimi, 2013).
b. Tingkatan kedua akan memfiksasi vagina secara tranversal di antara kandung
kemih dan rektum.
c. Tingkatan ketiga melekatkan vagina dengan membran dan otot perineum.
15
Jaringan ikat, dukungan otot dan persarafan di daerah pelvis dapat mengalami
trauma penekanan saat kehamilan dan juga menjelang persalinan dimana
regangan, robekan dan ruptur jaringan ikat, otot dan saraf dapat terjadi. Hal ini
dapat memberikan efek jangka pendek dan jangka panjang berupa prolapsus
organ pelvis (Wiknjosastro & Hanifa, 2010).
16
ani dan fascia organ panggul yang mengalami peregangan menyebabkan terjadi
kegagalan dalam menyangga organ panggul (Siswadi, 2015).
Mekanisme terjadinya prolapsus uteri disebabkan oleh kerusakan pada struktur
penyangga uterus dan vagina, termasuk ligamentum uterosakral, komplek ligamentum
kardinal dan jaringan ikat membran urogenital. Faktor obstetri, dan non-obstetri yang
telah disebutkan di awal diduga terlibat dalam terjadinya kerusakan struktur
penyangga tersebut sehingga terjadi kegagalan dalam menyangga uterus dan organ-
organ panggul lainnya. Meskipun beberapa mekanisme telah dihipotesiskan sebagai
kontributor dalam perkembangan prolapsus, namun tidak sepenuhnya menjelaskan
bagaimana proses itu terjadi (Manuaba, 2010).
17
I. Pemeriksaan Penunjang Prolaps Uteri
1. Penderita pada posisi jongkok diminta untuk mengejan dan ditemukan dengan
pemeriksaan jari, apakah portio pada normal atau portio sampai introitus vagina
atau apakah serviks uteri sudah keluar dari vagina (Lynn, 2014).
2. Penderita berbaring pada posisi litotomi, ditentukan pula panjangnya serviks uteri.
Serviks uteri yang lebih panjang dari biasanya dinamakan Elongasio kolli (Lynn,
2014).
3. Pada sistokel dijumpai di dinding vagina depan benjolan kistik lembek dan tidak
nyeri tekan. Benjolan ini bertambah besar jika penderita mengejan. Jika
dimasukkan kedalam kandung kencing kateter logam, kateter itu diarahkan
kedalam sitokel, dapat diraba kateter tersebut dekat sekali pada dinding vagina.
Uretrokel letaknya lebih kebawah dari sistokel (Lynn, 2014).
18
b. Pencitraan dapat mempermudah memeriksa pasien secara klinis. Namun
belum ditemukan manfaat secara klinis penggunaan pencitraan dasar
panggul pada kasus POP.
19
Tipe Mekanisme kerja Indikasi Keterangan
Ring Suportif Sistokel, Ketebalan, ukuran,
prolapsus dan
uteri ringan rigiditas
bervariasi
Donut Suportif Semua -
prolapsus
kecuali
defek
posterior
berat
Lever Suportif Sistokel, Mengikuti
penurunan kurvatura vagina
uterus
ringan
Dish Suportif Prosidensia -
berat
Stem Suportif Sistokel, -
prosidensia
ringan
Cube Mengisi ruang Semua Perlu dilepaskan
prolapsus setiap hari
Inflantable Mengisi ruang Semua Perlu dilepaskan
prolapsus setiap hari
20
prolapsus vagina pada waktu yang sama. Macam-macam operasi untuk prolapsus
uteri sebagai berikut (Wiknjosastro & Hanifa, 2010) :
a. Ventrofikasi
Dilakukan pada wanita yang masih tergolong muda dan masih menginginkan
anak. Cara melakukannya adalah dengan memendekkan ligamentum rotundum
atau mengikat ligamentum rotundum ke dinding perut atau dengan cara
operasi Purandare / membuat uterus ventrofiksasi (Wiknjosastro & Hanifa,
2010).
b. Operasi Manchester
Operasi ini disarankan untuk penderita prolapsus yang masih muda, tetapi
biasanya dilakukan amputasi serviks uteri, dan penjahitan ligamentum
kardinale yang telah dipotong, di depan serviks dilakukan pula kolporafi
anterior dan kolpoperineoplastik. Amputasi serviks dilakukan untuk
memperpendek serviks yang memanjang (elongasio koli). Tindakan ini dapat
menyebabkan infertilitas, partus prematurus, abortus. Bagian yang penting
dari operasi Manchester ialah penjahitan ligamentum kardinale di depan
serviks karena dengan tindakan ini ligamentum kardinale diperpendek,
sehingga uterus akan terletak dalam posisi anteversifleksi, dan turunnya uterus
dapat dicegah (Hakimi, 2013).
c. Histerektomi Vagina
Operasi ini tepat dilakukan pada prolapsus uteri tingkat lanjut (derajat III dan
IV) dengan gejala pada saluran pencernaan dan pada wanita yang telah
menopause. Setelah uterus diangkat, puncak vagina digantungkan pada
ligamentum rotundum kanan dan kiri atas pada ligamentum infundibulo
pelvikum, kemudian operasi akan dilanjutkan dengan kolporafi anterior dan
kolpoperineorafi untuk mengurangi atau menghilangkan gejala saluran
pencernaan seperti, sembelit, inkontinensia flatus, urgensi tinja, kesulitan
dalam mengosongkan rektum atau gejala yang berhubungan dengan gangguan
buang air besar dan untuk mencegah prolaps vagina di kemudian hari.
Histerektomi vagina lebih disukai oleh wanita menopause yang aktif secara
seksual. Di Netherlands, histerektomi vaginal saat ini merupakan
metode pengobatan terkemuka untuk pasien prolapsus uteri simtomatik (Lynn,
2014).
21
d. Kolpokleisis (kolpektomi)
Tindakan ini merupakan pilihan bagi wanita yang tidak menginginkan fungsi
vagina (aktivitas seksual dan memiliki anak) dan memiliki risiko komplikasi
tinggi.37 Operasi ini dilakukan dengan menjahit dinding vagina depan dengan
dinding vagina belakang, sehingga lumen vagina tertutup dan uterus terletak di
atas vagina. Keuntungan utama dari prosedur ini adalah waktu pembedahan
singkat dan pemulihan cepat dengan tingkat keberhasilan 90 - 95% (Siswadi,
2015).
22
5. Infeksi saluran kencing.
Adanya retensi air kencing mudah menimbulkan infeksi. Sistitis yang terjadi dapat
meluas ke atas dan dapat menyebabkan pielitis dan pielonefritis. Sehingga hal
tersebut dapat menyebabkan gagal ginjal (Manuaba, 2010).
6. Infertilitas.
Karena serviks uteri turun sampai dekat pada introitus vaginae atau sama sekali
keluar dari vagina, tidak mudah terjadi kehamilan (Manuaba, 2010).
7. Gangguan partus.
Jika wanita dengan prolapsus uteri hamil, maka pada waktu persalinan dapat
timbul kesulitan di kala pembukaan, sehingga kemajuan persalinan terhalang
(Manuaba, 2010).
8. Hemoroid
Feses yang terkumpul dalam rektokel memudahkan adanya obstipasi dan timbul
hemoroid (Junizaf, 2011).
9. Inkarserasi usus.
Usus halus yang masuk ke dalam enterokel dapat terjepit dengan kemungkinan
tidak dapat direposisi lagi. Dalam hal ini perlu dilakukan laparotomi untuk
membebaskan usus yang terjepit itu (Junizaf, 2011).
25
d) Personal Hygine
Dikaji untuk mengetahui apakah ibu selalu menjaga kebersihan tubuh
terutama pada daerah genetalia .
e) Kehidupan Seksual
Berapa kali dalam seminggu ibu melakukan hubungan sexsual karena
pada penderita prolaps uteri teraba massa yang lembek di vagina.
9) Data Psikologis
Dikaji untuk mengetahui kondisi psikologi ibu sedih, takut, cemas,
menerima atau menolak kondisinya dan kondisi sosial ibu bagaimana
hubungan ibu dengan suami, keluarga dan tetangga (Norma & Dwi, 2013).
Pada kasus prolaps uteri kondisi psikologi ibu takut dan cemas dengan
keadaannya.
b. Data Obyektif
Data objektif adalah data yang sesungguhnya dapat diobservasi dan dilihat
oleh tenaga kesehatan, meliputi :
1) Status generalis
a) Keadaan Umum
Untuk mengetahui keadaan umum apakah baik, sedang, jelek. Pada
kasus prolaps uteri keadaan umum baik.
b) Kesadaran
Untuk mengetahuai tingkat kesaran pasien apakah composmentis
(sadar penuh : memberikan respon yang cukup terhadap stimulus yang
diberikan), apatis (acuh tak acuh terhadap keadaan sekitarnya),
somnolen (gelisah : tidak responsive terhadap rangsangan ringan dan
masih memberikan respon terhadap rangsangan yang kuat), delirium,
semi koma dan koma (tidak dapat bereaksi terhadap stimulus atau
rangsangan apapun), gerakan yang ekstrem dan ketegangan otot. Pada
kasus prolaps uteri kesadaran composmentis
c) Tanda-tanda vital
1) Tensi
Untuk mengetahui faktor resiko hipertensi. Batas normal
110/60 – 140/90 mmHg. Pada kasus prolaps uteri tekanan darah
130/90 mmHg.
26
2) Suhu
Untuk mengetahui suhu badan apakah ada peningkatan atau tidak
jika ada dan lebih dari 380C kemungkinan terjadi infeksi. Batas
normal 37,5 - 380C. Pada kasus prolaps uteri suhu 36,50C.
3) Nadi
Untuk mengetahui nadi pasien yang dihitung dalam 1 menit. Batas
normal 60-80 x / menit. Pada kasus prolaps uteri nadi 88 x/menit.
4) Respirasi
Untuk mengetahui frekuensi pernafasan pasien yang dihitung
dalam 1 menit. Batas normal 20-30 x/menit. Pada kasus prolaps
uteri respirasi 20 x/menit.
d) Berat Badan
Untuk mengetahui faktor risiko obesitas.
e) Tinggi Badan
Untuk mengetahui faktor resiko kesempitan panggul. Tinggi badan
wanita normal 150 cm.
2) Pemeriksaan Sistematis
a) Kepala
(1) Rambut
Untuk mengetahui apakah rambutnya bersih, rontok dan
berketombe.
(2) Muka
Keadaan muka pucat atau tidak, adakah kelainan, adakah oedema.
(3) Mata
Untuk mengetahui apakah konjungtiva warna merah muda dan
sklera warna putih.
(4) Hidung
Adakah pernafasan cuping hidung, adakah pengeluaran secret.
(5) Telinga
Untuk mengetahui apakah didalamnya ada serumen.
(6) Mulut, gigi, gusi
Untuk mengetahui mulutnya bersih apa tidak, ada caries dan
karang gigi tidak, serta ada stomatitis atau tidak.
27
b) Leher
Adakah pembesaran kelenjar gondok atau thyroid, tumor dan
pembesaran getah bening.
c) Dada dan axilla
Ada ronchi dan wheezing atau tidak
d) Axilla
Adakah tumor, adakah nyeri tekan.
e) Abdomen
Apakah ada pembesaran hati, adakah tumor atau benjolan, ada nyeri
atau tidak, ada luka bekas operasi atau tidak. Pada kasus prolaps uteri
terdapat nyeri abdomen bawah berat.
f) Anogenital
1) Vulva vagina
Untuk mengetahui keadaan vulva adakah tanda-tanda infeksi, ada
tidaknya kemerahan, varices, nyeri, pembesaran kelenjar bartolini
dan perdarahan. Pada kasus prolaps uteri yang berat bisa disertai
dengan perdarahan pervaginam, terdapat pembengkakan pada
introitus vagina ketika diperiksa dapat ditemukan sistokel rektokel
atau enterokel.
2) Inspekulo
Pemeriksaan dalam yang dilakukan untuk mengetahui keadaan
portio / serviks dan pengeluaran pervaginam serta untuk
mengetahui derajat prolaps. Pada kasus prolaps ditemukan
adanya pembengkakan pada introitus vagina ketika diperiksa dapat
ditemukan sistokel rektokel atau enterokel.
3) Pemeriksaan dalam
Dikaji untuk mengetahui kondisi vagina urethra, dinding vagina,
portio, orifisium urethra eksterna, korpus uteri, pengeluaran dan
discharge. Pada kasus prolaps saat pemeriksaan dalam pada grade I
ditemukan inversio uteri hanya sampai osteum uteri internum,
grade II seluruh endometrium terbalik, grade III seluruh
endometrium terbalik sampai tampak di luar perineum.
4) Anus
Untuk mengetahui ada haemoroid atau tidak.
28
g) Ekstremitas
Bagaimana keadaanya odema atau tidak, varices atau tidak, reflek
patella (+) atau (-).
2. Diagnosa Keperawatan
Menurut (Alimul, H, 2009) diagnose keperawatan yang mungkin muncul :
a. Diagnosa keperawatan sebelum operasi
1) Sebelum Operasi
(a) Nyeri berhubungan dengan eliminasi urin
(b) Kecemasan berhubungan dengan akan dilakukan tindakan
pembedahan.
(c) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan
inkontenensia urin
2) Sesudah Operasi
(a) Nyeri berhubungan dengan luka operasi.
(b) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah
setelah pembedahan.
(c) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan luka operasi.
(d) Resiko tinggi hypertermi berhubungan dengan infeksi pads luka
operasi.
(e) Kurang pengetahuan tentang perawatan luka operasi berhubungan
dengan kurang informasi.
3. Intervensi Keperawatan
Menurut (Alimul, H, 2009) intervensi keperawatannya adalah :
a. Sebelum Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan eliminasi urin
Hasil yang diharapkan : nyeri berkurang sampai hilang secara bertahap,
pasien dapat beradaptasi dengan nyerinya.
Rencana tindakan :
(a) Observasi tanda-tanda vital
(b) Observasi keluhan nyeri, lokasi, jenis dan intensitas nyeri
(c) Jelaskan penyebab rasa sakit, cara menguranginya.
(d) Beri posisi senyaman mungkin untuk pasien.
29
(e) Ajarkan tehnik-tehnik relaksasi = tarik nafas dalam.
(f) Beri obat-obat analgetik sesuai pesanan dokter.
(g) Ciptakan lingkungan yang tenang.
b. Sesudah Operasi
1) Nyeri berhubungan dengan luka operasi.
Hasil yang, diharapkan : nyeri berkurang, secara bertahap.
Rencana tindakan :
(a) Kaji intensitas nyeri pasien.
(b) Observasi tanda-tanda vital clan keluhan pasien.
(c) Letakkan anak pada tempat tidur dengan teknik yang tepat sesuai
dengan pembedahan yang dilakukan.
(d) Berikan posisi tidur yang menyenangkan dan aman.
(e) Anjurkan untuk sesegera mungkin anak beraktivitas secara bertahap.
30
(f) Berikan therapi analgetik sesuai program medis.
(g) Lakukan tindakan keperawatan anak dengan hati-hati.
(h) Ajarkan tehnik relaksasi.
31
Rencana tindakan :
(a) Observasi tanda-tanda vital tiap 4 jam.
(b) Beri terapi antibiotik sesuai program medik.
(c) Beri kompres hangat.
(d) Monitor pemberian infus.
(e) Rawat luka operasi dengan tehnik steril.
(f) Jaga kebersihan luka operasi.
(g) Monitor clan catat cairan masuk clan keluar.
32
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
Hari, tanggal : Senin, 26 Agustus 2019.
Pukul : 13.15 WIB.
Tempat : Ruang Melati 1, RSUP dr Soeradji Tirtonegoro Klaten.
Metode : Wawancara, observasi, pemeriksaan fisik, dan studi dokumen.
Sumber Data : Pasien, keluarga, rekam medis, dan tim kesehatan.
Oleh : Dyah Ayu Sekarsari
Ervieta Adistya Hargiyati.
1. IDENTITAS
a. Pasien
Nama : Ny. R
Umur : 77 tahun
Tempat, tanggal lahir : Klaten, 01 Juli 1942
Jenis kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Pendidikan : SD
Pekerjaan : Petani
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Tegalsari 06/03, Kadibolo, Wedi, Klaten
Status perkawinan : Menikah
Diagnosa medis : Prolaps Uteri
No. RM : 577871
Tanggal masuk RS : 26 Agustus 2019
Jam masuk RS : 13.00 WIB
b. Keluarga/penanggungjawab
Nama : Tn. A
Umur : 30 tahun
33
Tempat, tanggal lahir : Klaten, 26 Juni 1989
Jenis kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Pendidikan : SLTA
Pekerjaan : Buruh
Alamat : Tegalsari 06/03, Kadibolo, Wedi, Klaten
Hubungan : Anak kandung nomer 6
2. RIWAYAT KESEHATAN
a. Keluhan Utama
Pasien mengatakan keluar benjolan dari jalan lahir dan terasa nyeri. Pasien
mengatakan terasa nyeri saat buang air kecil, rasa nyeri seperti tertusuk, nyeri
hanya terasa di benjolan dari jalan lahir dan tidak menjalar, skala nyeri 3 dari
10, nyeri hilang timbul, dan nyeri terasa selama kurang lebih 3 menit. Pasien
mengatakan cemas karena takut operasinya besuk gagal, walaupun ini bukan
kali pertama pasien operasi. Pasien mengatakan kepalanya pusing karena
hipertensinya kambuh, pasien mengatakan jarang kontrol rutin ke puskesmas
kadang hanya 3 bulan sekali dan ketika ingat saja, pasien mengatakan tidak
mengetahui diet hipertensi dan senam hipertensi.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada tanggal 26 Agustus 2019 pukul 13.00 WIB pasien dibawa ke RSUP dr
Soeradji Tirtonegoto, saat pasien datang ke ruang melati 1 keadaan umum
pasien baik, respon membuka mata spontan, saat diajak bicara pasien bicaranya
lancar nyambung, mampu menggerakan semua ekstremitas sesuai perintah,
hanya saja pasien mengeluhkan keluar benjolan dari jalan lahir dan terasa
nyeri. Kemudian pasien dilakukan pemeriksaan fisik, laboratorium, dan
rontgent. Pasien didiagnosa medis mengalami Prolaps Uteri.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Pasien mengatakan bahwa pasien memiliki riwayat penyakit hipertensi. Pasien
mengatakan sudah pernah operasi 2 kali, yang pertama pada saat TK operasi
uci-uci di dibawah lutut kanan, yang kedua 3 tahun lalu operasi benjolan di
perut. Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit menular, tidak ada
cacat bawaan, dan tidak memiliki riwayat alergi apapun.
34
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Pasien mengatakan bahwa ayah dari pasien memiliki riwayat penyakit
hipertensi. Anak pertama pasien juga memiliki riwayat penyakit hipertensi.
Namun untuk anggota keluarga yang lain tidak memiliki riwayat penyakit
menurun maupun penyakit menular. Pasien mengatakan bahwa anggota
keluarga yang lain kalau sakit hanya masuk angin biasa dan setelah minum
obat beberapa hari kemudian sudah sembuh. Keluarga pasien mengatakan
bahwa anggota keluarganya yang lain juga tidak ada yang pernah menjalani
operasi dan tidak memiliki riwayat alergi terhadap apapun.
e. Genogram
Keterangan :
: Klien
: Perempuan
b. Pola Eliminasi
1) Sebelum Sakit
- Pasien mengatakan BAK kurang lebih 7x dalam sehari.
- Pasien mengatakan BAB 1x sehari tetapi waktunya tidak pasti.
- Pasien mengatakan konsistensi feses lunak, berwarna kuning, dan
berbau khas.
- Pasien mengatakan konsistensi urine kuning bening dan berbau khas.
2) Selama Sakit
- Pasien mengatakan BAB 1x sehari tadi pagi
- Pasien mengatakan BAK kurang lebih 6x dalam sehari
- Pasien mengatakan konsistensi feses lunak, berwarna kuning sedikit
kecoklatan, dan berbau khas.
- Pasien mengatakan konsistensi urine kuning pekat dan berbau khas.
- Pasien tidak terpasang kateter.
36
c. Pola Aktivitas - Istirahat Tidur
1) Sebelum Sakit
- Pasien mengatakan mampu melakukan aktivitas sehari-hari seperti
mandi, makan, BAB, BAK, berpakaian secara mandiri.
- Pasien mengatakan mampu memenuhi aktivitas sehari-hari tanpa
menggunakan alat bantu.
- Pasien mengatakan mampu mengatur waktu kapan untuk beristirahat
dan kapan untuk beraktivitas.
- Pasien mengatakan pola tidurnya teratur dari jam 21.00 – 05.00 WIB.
- Pasien mengatakan jarang tidur siang, apabila tidur siang hanya saat
merasa kelalahan saja.
2) Selama Sakit
- Pasien mengatakan untuk berpakaian, BAK, BAB, ke kamar mandi
harus dibantu keluarga. Namun untuk makan, minum pasien mampu
melakukannya sendiri.
- Pasien mengatakan tidak ada masalah dalam tidurnya, hanya saja
kadang kadang terbangun dengan sendirinya.
- Pasien mengatakan pola tidurnya dari jam 20.00-05.00 WIB
37
4. ASPEK MENTAL - INTELEKTUAL - SOSIAL – SPIRITUAL
a. Konsep Diri
Pasien dan keluarga pasien megatakan bahwa mereka sudah menerima dan
membiasakan diri dengan keadaan pasien saat ini. Pasien dan keluarga pasien
yakin bahwa pasien akan sembuh.
b. Intelektual
Pasien dan keluarga mampu menangkap informasi yang diberikan oleh perawat
dengan baik, saat pasien dan keluarga dijelaskan mengenai penyebab prolapse
uteri pada pasien yang kemungkinan disebabkan oleh karena pasien telah
melahirkan 6 anak, pasien dan keluarga mampu menangkap informasi dengan
baik.
c. Hubungan Sosial
Pasien mengatakan memiliki hubungan yang baik dengan seluruh anggota
keluarga. Selain itu pasien selalu mengikuti kegiatan yang ada di masyarakat
untuk tetap menjalin hubungan dengan anggota masyarakat.
d. Support System
Pasien mengatakan keluarga pasien selalu mendampingi dan menjaga pasien
dengan baik selama dirawat di rumah sakit. Kerabat dan para tetangga pasien
juga menjenguk untuk memberikan support pada pasien.
e. Spiritual
Pasien mengatakan terkadang menjalankan ibadah (sholat 5 waktu) diatas
tempat tidur dengan posisi tiduran. Pasien mengatakan menyakini bahwa Allah
akan memberikan kesembuhan untuk dirinya apabila hambanya mau berusaha
untuk proses kesembuhannya.
5. PEMERIKSAAN FISIK
a. Data Umum
Keadaan umum: Baik
Kesadaran : Composmentis, GCS : 15 (E4, V5, M6)
Tekanan darah : 140/100 mmHg
Suhu : 36,50C
Nadi : 88x/menit
RR : 20x/menit
BB : 38 kg
38
TB : 140 cm
IMT : 19,38 kg/m2
b. Sistemik
1) Kepala
- Bentuk kepala oval.
- Kulit kepala bersih, tidak ada kutu, dan tidak ada ketombe.
- Rambut ada yang warnanya putih ada yang hitam, tipis, kasar dan
sedikit rontok.
- Hidung simetris dan tidak ada sumbatan.
- Telinga simetris, tidak keluar cairan, dan pendengaran masih berfungsi
dengan baik.
- Sclera putih, tidak kuning ataupun kemerahan.
- Wajah tidak tampak pucat dan tidak kusam.
- Mukosa bibir tidak kering
- Mulut bersih dan tidak tercium bau mulut.
- Pupil mengecil saat dikenai cahaya.
2) Leher
- Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid.
- Tidak ada lesi.
- Tidak ada krepitasi.
- Tonsil masih utuh.
3) Dada
a) Inspeksi
- Saat respirasi tidak ada pemesaran sebelah (simeris).
- Dada kanan dan kiri terlihat simetris.
- Clavikula tidak terangkat.
- Nafas terlihat normal.
b) Palpasi
- Taktil fremitus teraba dibagian depan maupun belakang.
c) Perkusi
- Terdengar suara sonor pada bagian paru.
d) Auskultasi
- Suara nafas normal/vesikuler
39
4) Jantung
a) Inspeksi
- Bentuk simetris dan tidak ada pembesaran.
b) Palpasi
- Ictus cordis bergeser ke lateral bawah dispatium intercostale (SIC)
VI 2 cm dari lateral linea medioclavicularis kiri.
c) Perkusi
- Terdengar suara dall/redup.
d) Auskultasi
- Regular S1 lub dan regular S2 dub.
5) Abdomen
a) Inspeksi
- Bentuk simetris dan tidak ada pembesaran.
b) Palpasi
- Tidak ada pengerasan maupun asites.
c) Perkusi
- Terdengar suara tympani.
d) Auskultusi
- Bising usus terdengar 5x/menit.
6) Genetalia
Genetalia sebelum operasi tampak ada benjolan, sedikit kotor, tidak ada
luka, dan tidak terpasang kateter.
7) Ekstremitas
a) Bagian atas/superior
Anggota gerak lengkap, tidak ada kelainan jari tangan, capillary refill <
3 detik, turgor kulit < 3 detik. Kekuatan otot disemua ekstremitas
bagian atas adalah 5. Terpasang infus RL dengan 20tpm makrodip.
Perban infus tampak bersih, tidak ada bercak kecoklatan, dan infus
terpasang tanggal 26 Agustus 2019.
b) Bagian bawah/inferior
Anggota gerak lengkap, tidak ada kelainan jari kaki, capillary refill < 3
detik, turgor kulit < 3 detik, tidak ada edema. Kekuatan otot disemua
ekstremitas bagian bawah adalah 5.
40
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium ( Tanggal…………)
Kesan :
- Bronchitis.
- Cardiomegaly.
7. PROGRAM TERAPI
a. Obat Injeksi
b. Obat Oral
c. Cairan Infus
- RL : 20 tpm makrodip
B. ANALISA DATA
41
di benjolan dari jalan lahir dan tidak
menjalar.
- S : Pasien mengatakan skala nyeri 3 dari
10.
- T : Pasien mengatakan nyeri hilang
timbul, dan nyeri terasa selama kurang
lebih 3 menit.
DO :
- Pasien tampak meringis.
- Tekanan darah meningkat menjadi
140/100 mmHg.
- Frekuensi nadi meningkat menjadi
88x/menit.
- Pola nafas berubah menjadi 20x/menit.
Tanggal 26 Agustus 2019 Ansietas Kekhawatiran
Pukul 13.20 WIB (SDKI : 2017) mengalami
DS : kegagalan.
- Pasien mengatakan kalau kepalanya
sedikit pusing.
- Pasien mengatakan cemas karena takut
operasinya besuk gagal, walaupun ini
bukan kali pertama pasien operasi.
DO :
- Tekanan darah meningkat menjadi
140/100 mmHg.
- Frekuensi nadi meningkat menjadi
88x/menit.
- Pola nafas berubah menjadi 20x/menit.
Tanggal 26 Agustus 2019 Defisit Kurang terpapar
Pukul 13.20 WIB Pengetahuan informasi.
DS : (SDKI : 2017)
- Pasien mengatakan jarang kontrol rutin
ke puskesmas, kadang hanya 3 bulan
sekali dan ketika ingat saja.
42
- Pasien mengatakan tidak mengetahui diet
hipertensi.
- Pasien mengatakan tidak mengetahui
senam hipertensi.
DO :
- Tekanan darah 140/100 mmHg.
- Pasien tampak kebingungan saat ditanya
mengenai makanan yang tidak
dianjurkan untuk penderita hipertensi.
C. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis ditandai dengan :
- P : Pasien mengatakan merasa nyeri saat buang air kecil.
- Q : Pasien mengatakan rasa nyeri seperti tertusuk.
- R : Pasien mengatakan nyeri hanya terasa di benjolan dari jalan lahir dan tidak
menjalar.
- S : Pasien mengatakan skala nyeri 3 dari 10.
- T : Pasien mengatakan nyeri hilang timbul, dan nyeri terasa selama kurang
lebih 3 menit.
- Pasien tampak meringis.
- Tekanan darah meningkat menjadi 140/100 mmHg.
- Frekuensi nadi meningkat menjadi 88x/menit.
- Pola nafas berubah menjadi 20x/menit.
2. Ansietas berhubungan dengan kekhawatiran mengalami kegagalan ditandai
dengan :
- Pasien mengatakan kalau kepalanya sedikit pusing.
- Pasien mengatakan cemas karena takut operasinya besuk gagal, walaupun ini
bukan kali pertama pasien operasi.
- Tekanan darah meningkat menjadi 140/100 mmHg.
- Frekuensi nadi meningkat menjadi 88x/menit.
- Pola nafas berubah menjadi 20x/menit.
43
- Pasien mengatakan jarang kontrol rutin ke puskesmas kadang hanya 3 bulan
sekali dan ketika ingat saja.
- Pasien mengatakan tidak mengetahui diet hipertensi.
- Pasien mengatakan tidak mengetahui senam hipertensi.
- Tekanan darah 140/100 mmHg.
- Pasien tampak kebingungan saat ditanya mengenai makanan yang tidak
dianjurkan untuk penderita hipertensi.
44
D. INTERVENSI KEPERAWATAN
45
nyeri terasa selama kurang dari sebelumnya. yang sakit.
lebih 3 menit. 8. Frekuensi nadi menjadi 4. Kelola pemberian obat 4. Terapi farmakologi yang
6. Pasien tampak meringis. 80x/menit. analgesik/terapi farmakologi tepat dapat mengurangi
7. Tekanan darah meningkat 9. Pola nafas menjadi sesuai program terapi. rasa nyeri yang
menjadi 140/100 mmHg. 18x/menit. dikeluhkan oleh pasien.
8. Frekuensi nadi meningkat
menjadi 88x/menit. Dyah
9. Pola nafas berubah menjadi Dyah Dyah
20x/menit.
Dyah
2. Tanggal 26 Agustus 2019 Tanggal 26 Agustus 2019 Tanggal 26 Agustus 2019 Tanggal 26 Agustus 2019
Pukul 13.25 WIB Pukul 13.25 WIB Pukul 13.25 WIB Pukul 13.25 WIB
Ansietas berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tanda verbal, nonverbal 1. Kaji tanda verbal,
kekhawatiran mengalami keperawatan selama 1x24 kecemasan, dan tanda-tanda nonverbal, dan tanda-
kegagalan ditandai dengan : jam, diharapkan cemas dapat vital pasien. tanda vital untuk
1. Pasien mengatakan kalau teratasi dengan kriteria hasil : mengetaui tingkat
kepalanya sedikit pusing. 1. Pasien tidak merasakan kecemasan pasien.
2. Pasien mengatakan cemas pusing di kepalanya.
karena takut operasinya 2. Pasien tidak merasa 2. Anjurkan pasien untuk banyak 2. Berdoa dapat menangkan
besuk gagal, walaupun ini cemas. berdoa agar diberi kelancaran. hati dan mengurangi
46
bukan kali pertama pasien 3. Tekanan darah menurun kecemasan pasien.
operasi. dari sebelumnya.
3. Tekanan darah meningkat 4. Frekuensi nadi menjadi 3. Edukasi pasien dan keluarga 3. Edukasi yang baik dan
menjadi 140/100 mmHg. 80x/menit. mengenai pembiusan, benar dapat
4. Frekuensi nadi meningkat 5. Pola nafas menjadi termasuk sensasi yang akan meningkatkan
menjadi 88x/menit. 18x/menit. dirasakan yang mungkin akan pemahaman sehingga
5. Pola nafas berubah menjadi dialami pasien selama dapat mengurangi
20x/menit. prosedur. tingkat kecemasan
Ervieta pasien.
Ervieta
Ervieta
Ervieta
3. Tanggal 26 Agustus 2019 Tanggal 26 Agustus 2019 Tanggal 26 Agustus 2019 Tanggal 26 Agustus 2019
Pukul 13.25 WIB Pukul 13.25 WIB Pukul 13.25 WIB Pukul 13.25 WIB
Defisit pengetahuan Setelah dilakukan tindakan 1. Berikan pendidikan kesehatan 1. Menambah wawasan dan
berhubungan dengan kurang keperawatan selama 2x24 kepada pasien tentang manfaat pengetahuan pasien
terpapar informasi ditandai jam, diharapkan deficit kontrol rutin, diet bagi tentang tentang manfaat
dengan : pengetahuan teratasi dengan penderita hipertensi, dan kontrol rutin, diet bagi
1. Pasien mengatakan jarang kriteria hasil : senam hipertensi. penderita hipertensi, dan
kontrol rutin ke puskesmas 1. Pasien mampu senam hipertensi.
kadang hanya 3 bulan sekali menjelaskan tentang
dan ketika ingat saja. manfaat kontrol rutin, diet 2. Motivasi pasien untuk kontrol 2. Agar pasien terdorong
47
2. Pasien mengatakan tidak bagi penderita hipertensi, rutin ke puskesmas, makan secara mandiri kontrol
mengetahui diet hipertensi. dan senam hipertensi. sesuai diet hipertensi, dan rutin ke puskesmas,
3. Pasien mengatakan tidak 2. Pasien mau untuk kontrol melakukan senam hipertensi makan sesuai diet
mengetahui senam rutin ke puskesmas, dirumah. hipertensi, dan
hipertensi. makan sesuai diet melakukan senam
4. Tekanan darah 140/100 hipertensi, dan melakukan hipertensi dirumah.
mmHg. senam hipertensi dirumah.
5. Pasien tampak kebingungan 3. Evaluasi pemahaman pasien 3. Mengukur kemampuan
saat ditanya mengenai mengenai manfaat kontrol pasien dalam menerima
makanan yang tidak Dyah rutin, diet hipertensi, dan cara pendidikan kesehatan
dianjurkan untuk penderita senam hipertensi. yang telah diberikan.
hipertensi.
Dyah Dyah
Dyah
48
E. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN
1. Diagnosa Keperawatan “Nyeri Akut”
49
- Kelola pemberian obat
analgesik/terapi farmakologi sesuai
program terapi.
Ervieta
Selasa, 27 Agustus 2019 Memonitor nyeri dengan PQRST dan S :
Pukul 08.00 WIB mengukur tanda-tanda vital pasien. - Nyeri pasien berkurang apabila buang
air kecil.
- Nyeri masih seperti ditusuk-tusuk.
Dyah - Nyeri hanya di benjolan jalan lahir.
- Skala nyeri menjadi 2 dari 10.
- Nyeri berkurang dan masih hilang
timbul.
- Pasien mengatakan berdebar-debar
karena nanti mau operasi.
O:
- Tekanan darah 160/110 mmHg.
- Nadi 80x/menit.
- RR 20x/menit.
- Suhu 36,50C.
A:
50
Nyeri akut teratasi sebagian.
P:
Lanjutkan intervensi
- Kaji nyeri dengan PQRST dan kaji
tanda-tanda vital setiap 8 jam.
- Anjurkan pasien untuk nafas dalam
setiap kali merasakan nyeri
- Edukasi pasien dan keluarga mengenai
manajemen nyeri non farmakologi
dengan kompres hangat.
- Kelola pemberian obat
analgesik/terapi farmakologi sesuai
program terapi.
Dyah
Senin, 27 Agustus 2019 Mengedukasi pasien dan keluarga S :
Pukul 09.00 WIB mengenai manajemen nyeri non Pasien mengatakan sudah paham manfaat
farmakologi dengan kompres hangat. dan cara melakukan kompres hangat.
O:
Pasien mampu menjelaskan kembali
Ervieta manfaat dan cara kompres hangat.
51
A:
Nyeri akut teratasi sebagian.
P:
Lanjutkan intervensi
- Kaji nyeri dengan PQRST dan kaji
tanda-tanda vital setiap 8 jam.
- Anjurkan pasien untuk nafas dalam
setiap kali merasakan nyeri
- Edukasi pasien dan keluarga mengenai
manajemen nyeri non farmakologi
dengan kompres hangat.
- Kelola pemberian obat
analgesik/terapi farmakologi sesuai
program terapi.
Ervieta
52
- Nyeri terasa sengkring-sengkring.
Dyah - Nyeri hanya di benjolan jalan lahir.
- Skala nyeri menjadi 1 dari 10.
- Nyeri berkurang dan tidak hilang
timbul.
O:
- Pasien tampak lebih relaks.
- Pasien tampak tidak ada gerakan
menahan nyeri.
- Tekanan darah 133/68 mmHg.
- Nadi 80x/menit.
- RR 18x/menit.
A:
Nyeri akut teratasi penuh.
P:
Hentikan intervensi
- Kaji nyeri dengan PQRST dan kaji
tanda-tanda vital setiap 8 jam.
- Anjurkan pasien untuk nafas dalam
setiap kali merasakan nyeri
- Edukasi pasien dan keluarga mengenai
manajemen nyeri non farmakologi
53
dengan kompres hangat.
- Kelola pemberian obat
analgesik/terapi farmakologi sesuai
program terapi.
Dyah
54
- Kaji tanda verbal, nonverbal
kecemasan, dan tanda-tanda vital
pasien.
- Anjurkan pasien untuk banyak berdoa
agar diberi kelancaran.
- Edukasi pasien dan keluarga mengenai
pembiusan, termasuk sensasi yang
akan dirasakan yang mungkin akan
dialami pasien selama prosedur.
Dyah
55
Lanjutkan intervensi
- Kaji tanda verbal, nonverbal
kecemasan, dan tanda-tanda vital
pasien.
- Anjurkan pasien untuk banyak berdoa
agar diberi kelancaran.
- Edukasi pasien dan keluarga mengenai
pembiusan, termasuk sensasi yang akan
dirasakan yang mungkin akan dialami
pasien selama prosedur.
Ervieta
56
- Pasien tampak relaks.
A:
Ansietas teratasi sebagian.
P:
Lanjutkan intervensi
- Kaji tanda verbal, nonverbal
kecemasan, dan tanda-tanda vital
pasien.
- Anjurkan pasien untuk banyak berdoa
agar diberi kelancaran.
- Edukasi pasien dan keluarga mengenai
pembiusan, termasuk sensasi yang
akan dirasakan yang mungkin akan
dialami pasien selama prosedur.
Ervieta
Selasa, 27 Agustus 2019 Mengobservasi tanda verbal, nonverbal S:
Pukul 13.30 WIB kecemasan, dan tanda-tanda vital pasien. - Pasien mengatakan sudah tidak cemas.
- Pasien mengatakan sudah tidak pusing.
O:
Dyah - Pasien tampak relaks
- Tekanan darah 133/68 mmHg.
57
- Nadi 80x/menit.
- RR 18x/menit.
A:
Ansietas teratasi penuh.
P:
Hentikan intervensi
- Kaji tanda verbal, nonverbal
kecemasan, dan tanda-tanda vital
pasien.
- Anjurkan pasien untuk banyak berdoa
agar diberi kelancaran.
- Edukasi pasien dan keluarga mengenai
pembiusan, termasuk sensasi yang akan
dirasakan yang mungkin akan dialami
pasien selama prosedur.
Dyah
58
Waktu Implementasi Evaluasi
Selasa, 27 Agustus 2019 Memberikan pendidikan kesehatan S :
Pukul 09.15 WIB kepada pasien tentang manfaat kontrol Pasien mengatakan sudah paham dengan
rutin dan diet bagi penderita hipertensi. penjelasan yang diberikan.
O:
Pasien tampak antusias mendengarkan.
Ervieta A:
Defisit pengetahuan teratasi sebagian.
P:
Lanjutkan intervensi
- Berikan pendidikan kesehatan kepada
pasien tentang manfaat kontrol rutin,
diet bagi penderita hipertensi, dan
senam hipertensi.
- Motivasi pasien untuk kontrol rutin ke
puskesmas, makan sesuai diet
hipertensi, dan melakukan senam
hipertensi dirumah.
- Evaluasi pemahaman pasien mengenai
manfaat kontrol rutin, diet hipertensi,
dan cara senam hipertensi.
59
Ervieta
Selasa, 27 Agustus 2019 Memotivasi pasien untuk kontrol rutin S :
Pukul 09.25 WIB ke puskesmas dan makan sesuai diet Pasien mengatakan setelah pulang dari
hipertensi. rumah sakit akan kontrol rutin ke
puskesmas dan makan makanan yang
dianjurkan untuk penderita hipertensi.
Dyah O:
Pasien tampak mengangguk menyetujui
saran yang diberikan diberikan.
A:
Defisit pengetahuan teratasi sebagian.
P:
Lanjutkan intervensi
- Berikan pendidikan kesehatan kepada
pasien tentang manfaat kontrol rutin,
diet bagi penderita hipertensi, dan
senam hipertensi.
- Motivasi pasien untuk kontrol rutin ke
puskesmas, makan sesuai diet
hipertensi, dan melakukan senam
hipertensi dirumah.
60
- Evaluasi pemahaman pasien mengenai
manfaat kontrol rutin, diet hipertensi,
dan cara senam hipertensi.
Dyah
Selasa, 27 Agustus 2019 Mengevaluasi pemahaman pasien S :
Pukul 09.30 WIB mengenai manfaat kontrol rutin dan diet Pasien mengatakan sudah paham manfaat
hipertensi. kontrol rutin dan diet hipertensi.
O:
Ervieta Pasien mampu menjelaskan kembali
manfaat kontrol rutin dan diet hipertensi.
A:
Defisit pengetahuan teratasi sebagian.
P:
Lanjutkan intervensi
- Berikan pendidikan kesehatan kepada
pasien tentang manfaat kontrol rutin,
diet bagi penderita hipertensi, dan
senam hipertensi.
- Motivasi pasien untuk kontrol rutin ke
puskesmas, makan sesuai diet
61
hipertensi, dan melakukan senam
hipertensi dirumah.
- Evaluasi pemahaman pasien mengenai
manfaat kontrol rutin, diet hipertensi,
dan cara senam hipertensi.
Ervieta
Rabu, 28 Agustus 2019 Memberikan pendidikan kesehatan S:
Pukul 10.00 WIB kepada pasien tentang senam hipertensi. Pasien mengatakan sudah paham dengan
penjelasan yang diberikan.
O:
Dyah Pasien tampak antusian memperhatikan
dan mendengarkan.
A:
Defisit pengetahuan teratasi sebagian
P:
Lanjutkan intervensi
- Berikan pendidikan kesehatan kepada
pasien tentang manfaat kontrol rutin,
diet bagi penderita hipertensi, dan
senam hipertensi.
62
- Motivasi pasien untuk kontrol rutin ke
puskesmas, makan sesuai diet
hipertensi, dan melakukan senam
hipertensi dirumah.
- Evaluasi pemahaman pasien mengenai
manfaat kontrol rutin, diet hipertensi,
dan cara senam hipertensi.
Dyah
Rabu, 28 Agustus 2019 Memotivasi pasien untuk melakukan S:
Pukul 10.15 WIB senam hipertensi dirumah. Pasien mengatakan mau melakukan senam
hipertensi dirumah.
O:
Ervieta Pasien tampak mengangguk menyetujui
motivasi yang diberikan.
A:
Defisit pengetahuan teratasi sebagian.
P:
Lanjutkan intervensi
- Berikan pendidikan kesehatan kepada
pasien tentang manfaat kontrol rutin,
diet bagi penderita hipertensi, dan
63
senam hipertensi.
- Motivasi pasien untuk kontrol rutin ke
puskesmas, makan sesuai diet
hipertensi, dan melakukan senam
hipertensi dirumah.
- Evaluasi pemahaman pasien mengenai
manfaat kontrol rutin, diet hipertensi,
dan cara senam hipertensi.
Ervieta
Rabu, 28 Agustus 2019 Mengevaluasi pemahaman pasien S :
Pukul 10.20 WIB mengenai cara senam hipertensi. Pasien mengatakan sudah paham cara
senam hipertensi.
O:
Dyah Pasien mampu menyebutkan dan
memperagakan beberapa langkah senam
hipertensi.
A:
Defisit pengetahuan teratasi penuh
P:
Hentikan intervensi
64
- Berikan pendidikan kesehatan kepada
pasien tentang manfaat kontrol rutin,
diet bagi penderita hipertensi, dan
senam hipertensi.
- Motivasi pasien untuk kontrol rutin ke
puskesmas, makan sesuai diet
hipertensi, dan melakukan senam
hipertensi dirumah.
- Evaluasi pemahaman pasien mengenai
manfaat kontrol rutin, diet hipertensi,
dan cara senam hipertensi.
Dyah
65
BAB IV
KESIMPULAN
66
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, H. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia Aplikasi Konsep dan Proses
Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia. Jakarta Selatan
: Dewan Pengurus Pusat Persatuan Perawat Nasional Indonesia.
Wiknjosastro & Hanifa. 2010. Ilmu Kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
67