LAPORAN TUTORIAL
SISTEM REPRODUKSI
MODUL IV
KEPUTIHAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2013
SKENARIO 1
Seorang wanita, usia 30 tahun, GIIIPIIA0 dengan usia kehamilan 34 minggu dating ke
poliklinik dengan keluhan keputihan berwarna kuning kehijauan dan berbau, disertai gatal
dan nyeri saat kencing serta saat berhubungan seksual.
KATA SULIT:
o Keputihan: Cairan yang keluar dari vagina, yang dapat bersifat fisiologis ataupun
patologis, berasal dari serviks, vagina dan kelenjar bartholin, bukan darah serta
penyakit yang banyak terjadi pada wanita.
KATA KUNCI:
Wanita 30 tahun
GIIIPIIA0, usia kehamilan 34 minggu
Keputihan berwarna kuning kehijauan dan berbau
Nyeri saat berhubungan seksual dan saat kencing
Keluhan disertai gatal
PERTANYAAN:
terdiri dari :
OVARIUM
Jumlah sepasang
Terletak di dalam pelvis minor
Berbentuk bulat memenjang, agak pipih (seperti buah almond dengan ukuran
3x1,5x1 cm)
Terdiri dari cortex, dan medulla (berisikan pembuluh darah, limf dan saraf)
Dilekatkan oleh mesovarium pada lig latum (berupa lipatan peritoneum sebelah
lateral kiri dan kanan uterus. Meluas sampai dinding panggul dan dasar panggul,
sehingga seolah-olah menggantung pada tubae)
Difiksasi oleh
o Lig suspensorium ovarii (lig infundibulopelvicum) : lig ini
menggantungkan uterus pada dinding panggul antara sudut tuba.
o Pada yang ke ovarium terdapat lig ovarii propium
o Lig teres uteri (lig rotundum) : terdapat d bag atas lateral dari uterus,
caudal dari tuba, kedua lig ini melalui canalis inguinalis ke bag cranial
labium majus. Pada saat kehamilan mengalami hipertrofi dan dapat
diraba dengan pemeriksaan luar.
UTERUS
Organ muscular, berbentuk buah jambu (peer) agak pipih
facies vesicalis, di dataran ventral menghadap ke VU
fascies intestinalis, di dataran dorsal menghadap ke usus
margo lateralis kanan dan kiri
dinding uterus dari luar ke dalam terdiri dari perimetrium, myometrium, dan
endometrium.
Uterus di bagi atas :
o Fundus uteri : bagian yang terletak di atas (proximal) osteum tuba
uterina.
o Corpus uteri : bagian tengah uterus yang berbentuk bulat melebar. Batas
antara corpus uteri dan cervix uteri dibentuk oleh isthmus uteri, suatu
penyempitan di dalam uteri, terletak antara ostium uteri internum
anatomicum dengan ostium uteri histologicum. Distal dari istmus uteri
terdapat ruangan melebar disebut cervix uteri.
o Cervix uteri : bag yang paling sempit dan menonjol ke dalam rongga
vagina. Pada bagian ujung distal cervix ada bagunan yang menyempit
disebut ostum uteri externum. Rongga di dalam cervix uteri disebut
canalis cervicis.
VAGINA
Bentuk tabung muskular, muali servix sampai genitalia externa.
Panjang antara 8-12 cm.
Bagian distal cervix menonjol ke dalam rongga vagina disebut portio vaginalis
Cervicis uteri. Bagian cervix proximalnya disebut portio supravaginalis
cervicis uteri.
Rongga vagina yang mengelilingi portio vaginalis cervicis disebut fornix yang
dapat dibedakan fornix lateralis dextra dan sinistra, fornix anterior dan
posterior.
Tunika mukosa membentuk rugae yang transversal pada dinding vebtral dan
dorsal disebut columna rugarum.
Fascia endopelvis memadat menjadi ligamentum fasialis yang berfungsi
menunjang servix dan vagina.
Ligamentum-ligamentum yang ikut memfiksasi uterus diantaranya :
o Lig.Cardinale (Mackenrodt’s)/lig.cervicalis lateralis : melewati sebelah
lateral servix dan bagian atas vagina ke dinding pelvis.
o Lig.utero-sacrale/lig.recto uterina : melewati bagian belakang servix
dan fornix vagina ke fascia yang melapisi sendi sacro-iliaca. Mulai dari
isthmus ke jaringan pengikat disebelah lateral dari rectum setinggi
vertebrata sacralis III, mengandung otot polos.
o Lig,puboservicale : meluas ke anterior dari lig.cardinale ke pubis
(puboprostatica pada pria).
o Lig.pubovesicale : dari belakang symphisis pubis menuju collum
vesica urinaria.
Fiksasi yang utama pada uterus ke vagina adalah : lig.cardinale & utero-sacrale.
Fungsi : alat bersenggama, jalan lahir waktu partus, saluran keluar uterus yang
dapat mengalirkan darah pada waktu menstruasi dan sekret dari uterus.
Pada virgo intacta introitus vaginae sebagian ditutupi oleh suatu selaput yang
disebut hymen. Menurut bentuknya dapat dibedakan :
o Hymen anularis (cincin)
o Hymen semilunaris (bulan sabit)
o Hymen cribriformis (berlubang-lubang sebagai saringan)
o Hymen fimbriatus ( dengan tepi sebagai jari-jari)
o Hymen imperforatus (tidak berlubang)
Merupakan suatu bangunan yang terdiri atas kulit yang di bawahnya terdapat jaringan lemak
menutupi tulang kemaluan /simphisis. Mons veneris ditutupi rambut kemaluan. Fungsi Mons
veneris adalah sebagai pelindung terhadap benturan-benturan dari luar dan dapat menghindari
infeksi dari luar.
Clitoris
Urethra Feminina
Panjangnya 3-4 cm, predisposisi ISK, berjalan dari leher kandung kemih menuju
ostium urethrae externum yang terletak diantara clitoris dengan vagina.
Perineum
Merupakan area bentuk belah ketupat, terbagi regio urogenitalis dan analis.
Terletak dibawah diaphragma pelvis, dibatasi oleh ramus inferior os pubis dan ramus
inferior os ischii kanan dan kiri dan kedua lig.sacrotuberale.
Diafragma Pelvis
4 .Diameter obliqua
5.Diameter transversa
6.Diameter conjugata
o Conjugata vera = ukuran anteroposterior
Jarak antara pinggir atas pubis sampai promontorium.
Conjugata vera=conjugata diagonalis-1,5 cm
Nilai normal 11-13 cm.
o Conjugata transversa
Diukur dari titik terjauh linea terminalis kiri dan kanan.
Nilai normal 13-14,5 cm.
o Conjugata diagonalis
Jarak antara pinggir bawah pubis sampai promontorium
Vagina
Vagina merupakan sarung fibromuskular berbatas membran mukosa di
permukaannya. Pada keadaan biasa ia kempis dengan dinding depan dan belakangnya
saling sentuh. Dinding vagina terdiri atas 3 lapisan yaitu :
- lapisan mukosa
- lapisan otot
- lapisan adventisia
Mukosa
Mukosa mempunyai lipatan mendatar, atau ruga dan diliputi epitelberlapis gepeng
tanpa lapisan tanduk. Sel-selnya dipenuhi glikogen, jadi tampak bervakuol pada
hampir semua sajian histologi. Epitelnya, yang tak dilengkapi kelenjar dilumuri lendir
yang berasal dari serviks. Di bawah epitel terdapat lamina propia yang merupakan
jaringan ikat padat dengan banyak serat elastin, leukosit polimorfonuklir, limfosit dan
kadang nodulus limfatikus. Banyak leukosit polimorfinuklir dan limfosit menyebuk
epitel terutama sekitar saat haid. Sel epitel permukaan vagina terkelupas terus
menerus dan dapat dipelajari dengan cara usapan. Pada primata yang lebih rendah
daripada manusia dan pada mamalia lainnya, epitel vaginanya mengalami perubahan
siklis sesuai dengan peristiwa siklis pada alat reproduksi lainnya. Pada manusia epitel
sedikit berubah selama siklus. Namun demikian kajian pada sel-sel vagina yang
terlepas, amat berguna pada diagnosis keadaan atrofi dan evaluasi kemajuan terapi
estrogen. Glikogen yang tercurahkan ke dalam vagina bersama sel epitel yang
terkelupas dicerna oleh bakteri penghuni sehingga menghasilkan cairan asam yang
melumuri vagina. Himen berupa lipatan mukosa mendatar, menutup sebagian pintu
vagina ke dalam vestibulum.
Lapisan otot
Lapisan otot vagina terdiri atas berkas-berkas otot polos yang tersusun berjalinan.
Lapis dalam tipis dan umumnya berjalan melingkar. Lapis luar yang tebal berisi serat
memanjang yang berlanjut di atas dengan lapisan otot rahim (miometrium). Pada
introitus (pintu vagina) terdapat sfingter dari otot rangka.
Adventisia
Adventisianya berupa lapis jaringan ikat padat yang berbaur dengan adventisia organ
disekitarnya.
Alat kelamin luar secara umum disebut vulva, meliputi klitoris, labium mayus dan
minus serta kelenjar tertentu yang bercurah ke dalam vestibulum.
Klitoris
Klitoris itu padan penis tetapi tidak sama benar. Ia terdiri atas dua bahan erektil yang
berakhir di dalam kepala klitoris atau glans klitoridis yang kecil. Di luarnya diliputi
epitel berlapis gepeng tipis yang dilengkapi dengan ujung saraf sensorik khusus.
Labium minus
Berupa lipatan mukosa yang membentuk dinding lateral vestibulum. Epitelnya berupa
epitel berlapis gepeng dan bagian tengahnya terdiri atas jaringan ikat yang berlimpah
pembuluh darah. Terdapat papila tinggi menjorok jauh ke dalam epitel. Kelenjar
sebasea terdapat pada kedua permukaannya dan tidak berlengkapan folikel rambut.
Labium mayus
Berwujud lipatan kulit yang menutupi labium minus. Permukaan dalamnya halus
tidak berambut. Permukaan luarnya diliputi epidermis dengan lapisan tanduk dan
mempunyai banyak rambut, kelenjar keringat, dan kelenjar sebasea. Bagian tengah
setiap bibir mengandung cukup banyak jaringan lemak dan sedikit serat otot polos.
Vestibulum
Tempat bermuaranya vagina dan ureter, dilapisi epitel berlapis gepeng khusus yang
banyak mengandung banyak kelenjar kecil yaitu kelenjar vestibulum minor, yang
terutama terletak disekitar muara ureter dan di dekat klitoris. Mereka bersesuaian
dengan kelenjar Littre. Kelenjar vestibuler mayor (kelenjar Bartholin), beranalog
dengan kelenjar bulbourenil pada pria dan terletak di dalam dinding lateral
vestibulum. Mereka berwujud kelenjar tubuloalveolar yang menggetahkan lendir.
Saluran keluarnya bermuara di dekat pangkal himer.
Cairan vagina yang normal berwarna putih jernih, bila menempel pada pakaian dalam
berwarna kuning terang, tidak berbau, dan tidak menimbulkan keluhan. Secara fisiologis,
peningkatan jumlah cairan vagina bisa disebabkan oleh sejumlah hal, seperti peningkatan
jumlah hormon pada sekitar masa haid atau saat hamil, rangsangan seksual, stres atau
kelelahan, dan penggunaan obat-obatan atau alat kontrasepsi.
PATOGENESIS
Meskipun banyak variasi warna, konsistensi, dan jumlah dari sekret vagina bisa
dikatakan suatu yang normal, tetapi perubahan itu selalu diinterpretasikan penderita
sebagai suatu infeksi, khususnya disebabkan oleh jamur. Beberapa perempuan pun
mempunyai sekret vagina yang banyak sekali. Dalam kondisi normal, cairan yang keluar
dari vagina mengandung sekret vagina, sel-sel vagina yang terlepas dan mucus serviks,
yang akan bervariasi karena umur, siklus menstruasi, kehamilan, penggunaan pil KB.(1)
Lingkungan vagina yang normal ditandai adanya suatu hubungan yang dinamis antara
Lactobacillus acidophilus dengan flora endogen lain, estrogen, glikogen, pH vagina dan
hasil metabolit lain. Lactobacillus acidophilus menghasilkan endogen peroksida yang
toksik terhadap bakteri pathogen. Karena aksi dari estrogen pada epitel vagina, produksi
glikogen, lactobacillus (Doderlein) dan produksi asam laktat yang menghasilkan pH
vagina yang rendah sampai 3,8-4,5 dan pada level ini dapat menghambat pertumbuhan
bakteri lain.(1)
Kandidiasis vaginalis merupakan infeksi vagina yang disebabkan oleh Candida sp. terutama
C. albicans. Infeksi Candida terjadi karena perubahan kondisi vagina. Sel ragi akan
berkompetisi dengan flora normal sehingga terjadi kandidiasis. Hal-hal yang mempermudah
pertumbuhan ragi adalah penggunaan antibiotik yang berspektrum luas, penggunaan
kontrasepsi, kadar estrogen yang tinggi, kehamilan, diabetes yang tidak terkontrol, pemakaian
pakaian ketat, pasangan seksual baru dan frekuensi seksual yang tinggi. Perubahan
lingkungan vagina seperti peningkatan produksi glikogen saat kehamilan atau peningkatan
hormon esterogen dan progesterone karena kontrasepsi oral menyebabkan perlekatan
Candida albicans pada sel epitel vagina dan merupakan media bagi prtumbuhan jamur.
Candida albicans berkembang dengan baik pada lingkungan pH 5-6,5. Perubahan ini bisa
asimtomatis atau sampai sampai menimbulkan gejala infeksi. Penggunaan obat
immunosupresan juga menajdi faktor predisposisi kandidiasis vaginalis. (2)
Pada penderita dengan Trikomoniasis, perubahan kadar estrogen dan progesterone
menyebabkan peningkatan pH vagina dan kadar glikogen sehingga berpotensi bagi
pertumbuhan dan virulensi dari Trichomonas vaginalis.(1)
Vaginitis sering disebabkan karena flora normal vagina berubah karena pengaruh bakteri
patogen atau adanya perubahan dari lingkungan vagina sehingga bakteri patogen itu
mengalami proliferasi. Antibiotik kontrasepsi, hubungan seksual, stres dan hormon dapat
merubah lingkungan vagina tersebut dan memacu pertumbuhan bakteri patogen. Pada
vaginosis bacterial, diyakini bahwa faktor-faktor itu dapat menurunkan jumlah hidrogen
peroksida yang dihasilkan oleh Lactobacillus acidophilus sehingga terjadi perubahan pH dan
memacu pertumbuhan Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis dan Mobiluncus yang
normalnya dapat dihambat. Organisme ini menghasilkan produk metabolit misalnya amin,
yang menaikkan pH vagina dan menyebabkan pelepasan sel-sel vagina. Amin juga
merupakan penyebab timbulnya bau pada flour albus pada vaginosis bacterial.(1)
Flour albus mungkin juga didapati pada perempuan yang menderita tuberculosis, anemia,
menstruasi, infestasi cacing yang berulang, juga pada perempuan dengan keadaan umum
yang jelek , higiene yang buruk dan pada perempuan yang sering menggunakan pembersih
vagina, disinfektan yang kuat.(1)
Bau yang timbul me-rupakan produk metabolisme yang kompleks yaitu poliamin yang pada suasana
basa akan menguap. Tes ini cukup dapat percaya karena bersifat sensitif dan spesifik bila dikerjakan
de-ngan baik
Mekanisme nyeri secara sederhana dimulai dari transduksi stimuli akibat kerusakan jaringan
dalam saraf sensorik menjadi aktivitas listrik kemudian ditransmisikan melalui serabut saraf
bermielin A delta dan saraf tidak bermielin C ke kornu dorsalis medula spinalis, talamus, dan
korteks serebri. Impuls listrik tersebut dipersepsikan dan didiskriminasikan sebagai kualitas
dan kuantitas nyeri setelah mengalami modulasi sepanjang saraf perifer dan disusun saraf
pusat. Rangsangan yang dapat membangkitkan nyeri dapat berupa rangsangan mekanik, suhu
(panas atau dingin) dan agen kimiawi yang dilepaskan karena trauma/inflamasi.
Fenomena nyeri timbul karena adanya kemampuan system saraf untuk mengubah berbagai
stimuli mekanik, kimia, termal, elektris menjadi potensial aksi yang dijalarkan ke system
saraf pusat.
Berdasarkan patofisiologinya nyeri terbagi dalam:
1. Nyeri nosiseptif atau nyeri inflamasi, yaitu nyeri yang timbul akibat adanya stimulus
mekanis terhadap nosiseptor.
2. Nyeri neuropatik, yaitu nyeri yang timbul akibat disfungsi primer pada system saraf
( neliola, et at, 2000 ).
3. Nyeri idiopatik, nyeri di mana kelainan patologik tidak dapat ditemukan.
4. Nyeri spikologik
Berdasarkan factor penyebab rasa nyeri ada yang sering dipakai dalam istilah nyeri
osteoneuromuskuler, yaitu :
1. Nociceptor mechanism.
2. Nerve or root compression.
3. Trauma ( deafferentation pain ).
4. Inappropiate function in the control of muscle contraction.
5. Psychosomatic mechanism.
Apabila elektroterapi ditujukan untuk menghambat mekanisme aktivasi nosiseptor baik pada
tingkat perifer maupun tingkat supra spinal. TENS sebagai salah satu cara/upaya dalam
aplikasi elektroterapi terhadap nyeri.
Nociceptor:
Sensor elemen yang dapat mengirim signal ke CNS akan hal–hal yang berpotensial
membahayakan. Sangat banyak dalam tubuh kita, serabut-serabut afferentnya terdiri dari:
1. A delta fibres, yaitu serabut saraf dengan selaput myelin yang tipis.
2. C fibres, serabut saraf tanpa myelin.
Tidak semua serabut-serabut tadi berfungsi sebagai nosiseptor, ada juga yang bereaksi
terhadap rangsang panas atau stimulasi mekanik. Sebaliknya nosiseptor tidak dijumpai pada
serabut-serabut sensory besar seperti A Alpha, A Beta atau group I, II. Serabut-serabut sensor
besar ini berfungsi pada “propioception” dan “motor control”.
Nociceptor sangat peka tehadap rangsang kimia (chemical stimuli). Pada tubuh kita terdapat
“algesic chemical” substance seperti: Bradykinine, potassium ion, sorotonin, prostaglandin
dan lain-lain.
Subtansi P, suatu neuropeptide yang dilepas dan ujung-ujung saraf tepi nosiseptif tipe C,
mengakibatkan peningkatan mikrosirkulasi local, ekstravasasi plasma. Phenomena ini disebut
sebagai “neurogenic inflammation” yang pada keadaan lajut menghasilkan noxious/chemical
stimuli, sehingga menimbulkan rasa sakit. Deregulasi Sistem Motorik yang Menyebabkan
Rasa Sakit
Kita ketahui hypertonus otot dapat menyebabkan rasa sakit. Pada umumnya otot-otot yang
terlibat adalah “postural system”. Nosiseptif stimulus diterima oleh serabut-serabut afferent
ke spinal cord, menghasilkan kontraksi beberapa otot akibat “spinal motor reflexes”.
Nosiseptif stimuli ini dapat dijumpai di beberapa tempat seperti kulit visceral organ, bahkan
otot sendiri. Reflek ini sendiri sebenarnya bermanfaat bagi tubuh kita, misalnya “withdrawal
reflex”.
Disamping berfungsi tersebut, kita juga sadari bahwa kontraksi-kontraksi tadi dapat
meningkatkan rasa sakit, melalui nosiseptor di dalam otot dan tendon. Makin sering dan kuat
nosiseptor tersebut terstimulasi, makin kuat reflek aktifitas terhadap otot-otot tersebut. Hal ini
akan meningkatkan rasa sakit, sehingga menimbulkan keadaan “vicious circle”, kondisi ini
akan diperburuk lagi dengan adanya ischemia local, sebagai akibat dari kontrksi otot yang
kuat dan terus menerus atau mikrosirkulasi yang tidak adekuat sebagai akibat dari disregulasi
system simpatik.
Pemeriksaan Fisis
-Inspeksi : kekentalan, bau dan warna leukore
-Warna kuning kehijauan berbusa : parasit ( trichomonas)
-Warna kuning, kental : GO
-Warna putih : jamur
-Warna merah muda : bakteri non spesifik
-Palpasi : pada kelenjar bartolini
-Pemeriksaan bimanual
Laboratorium
Pemeriksaan Ginekologi
-Inspekulo
-Pemeriksaan PH vagina
ETIOLOGI
Penyebab trikomoniasis ialahT. vaginalis yang pertama kali ditemuaknoleh
DONNE padatahun 1836.Merupakan flagel saat berbentuk filiformis, berukuran 15-
18 mikorn, mempunyai 4 flagela, dan bergerak seperti gelombang.
Parasit ini berkembang biak secara belah pasang memanjang dan dapat hidup
dalam suasana pH 5,0-7,5.Pada suhu 500C akan mati dalam beberapa menit, tetapi
pada suhu 00C dapat bertahan sampai 5 hari.
Ada dua spesies lainnya yang dapat ditemukan pada manusia, yaitu T. tenax
yang hidup di rongga mulut dan Pentatrichomonashominis yang hidup dalam kolon,
yang pada umumnya tidak menimbiulkan penyakit.
EPIDEMIOLOGI
Penularan umumnya melalui hubungan kelamin, tetapi dapat juga melalui
pakaian, handuk, atau karena berenang.Oleh karena itu trikomoniasis ini terutama
ditemukan pada orang dengan aktivitas seksual tinggi, tetapi dapat juga ditemukan
pada bayi dan penderita setelah menopause. Penderita wanita lebih banyak
dibandingkan dengan pria.
PATOGENENSIS
GEJALA KLINIS
DIAGNOSIS
Diagnosis berdasarkan keluhan keputihan atau flour albus, rasa panas dan
gatal pada vulva/vagina dan adanya secret encer, berbusa, berbau tidak sedap dan
berwarna kehijauan atau kekuningan, adanya lesi bekas garukan karena gatal dan
hyperemia pada vagina. Diagnosis pasti ditegakkan dengan menemukan parasite
T.vaginalis dalam bahan secret vagina, secret uretra, secret prostat dan urin. Untuk
control pasca-pengobatan, dilakukan pemeriksaan langsung menggunakan
mikroskop, ditunjang dengan pembiakan secret vagina atau bahan lain dalam
medium yang sesuai.
PENGOBATAN
1. Bahan cairan berupa irigasi, misalnya hydrogen peroksida 1-2% dan larutan
asam laktat.
2. Bahan berupa supositoria, bubuk yang bersifat trikomoniasidal
3. Gel dan krim yang berisizat trikomoniasidal.
PENCEGAHAN
Untuk pencegahan, karena trikomoniasis merupakan penyakit hubungan
seksual, kasus tanpa gejala pada laki-laki perlu mendapat pengobatan yang
tuntas. Demikian pula suami, perlu diberi pengobatan yang sama seperti istrinya
sampai parasite tidak ditemukan lagi pada pembiakan kontrol. Selain itu
kebersihan vagina juga sangat perlu diperhatikan.
2. KANDIDIASIS VULVOVAGINALIS
Faktor virulensi lain pada Candida adalah dinding sel. Dinding sel Candida sp
mengandung turunan mannoprotein yang bersifat imunosupresif sehingga mempertinggi
pertahanan jamur terhadap imunitas pejamu, dan proteinase aspartil yang menyebabkan
Candida sp dapat melakukan penetrasi ke lapisan mukosa.
Dalam menghadapi invasi dari Candida, tubuh mengerahkan sel fagosit untuk
mengeliminasinya. Interferon (IFN)-gamma akan memblok proses transformasi dari bentuk
spora menjadi hifa. Maka bisa disimpulkan, pada seorang wanita dengan defek imunitas
humoral, Candida lebih mudah membentuk diri menjadi hifa yang lebih virulen dan mudah
menimbulkan vaginitis.
.Kandida adalah organisme yang dimorfik yaitu bisa ditemukan dalam 2 fase fenotipe
yang berbeda di dalam tubuh manusia. Pada umumnya blastospora (blastokonidia) adalah
bentuk fenotipe yang bertanggung jawab terhadap penyebaran atau transimisinya termasuk
ketika menyebar mengikuti aliran darah maupun ketika dalam bentuk kolonisasi asimtomatik
di vagina. Sebaliknya ragi yang sedang bertunas dan membentuk miselia adalah bentuk
invasif terhadap jaringan serta sering teridentifikasi pada kondisi yang simtomatik.
EPIDEMIOLOGI
Banyak penelitian epidemiologi infeksi genitalia yang disebabkan karena ragi telah
dilakukan pada berbagai geografis maupun kelompok populasi yang berbeda. Ternyata
didapatkan prevalensi KVV yang simtomatik maupun yang asimtomatik makin meningkat,
sehingga menyebabkan beban biaya pengobatan juga makin meningkat.
Kurang lebih 20% candida spp dapat diisolasi dari traktus genitalis wanita usia subur
yang asimtomatik. Proses terjadinya kolonisasi yang asimtomatik pada traktus genitalis
wanita tidak diketahui. Berbagai macam faktor dianggap dapat mempengaruhi
meningkatnya prevalensi kolonisasi candida spp yang asimtomatik maupun simtomatik.
Faktor predispoisisi tersebut termasuk adanya kehamilan, pemakaian kontrasepsi yang
mengandung estrogen tinggi, diabetes melitus yang tak terkontrol, tingginya frekuensi
kunjungan ke klinik, PSM. Jarang ditemukannya candida spp. pada wanita premenarkhe dan
rendahnya prevalensi KVV setelah masa menopouse menunjukkan adanya pengaruh
hormonal terhadap timbulnya infeksi.
Pada wanita dengan HIV seropositif sering ditemukan KVV yang simtomatik.
Prevalensi ini berhubungan dengan status imunologi dari penjamu. Bagi penderita HIV
positif KVV lebih sering relaps dan cenderung ditemukan candida glabrata.
Di Skandinavia prevalensi simtomatik KVV ditemukan sebanyak 13,4% di Amerika
merupakan penyebab kedua setelah bakterial vaginosis dan tiga kali lebih besar daripad
trichomonas vaginitis.
PATOGENESIS
Kandida di dalam tubuh manusia dapat bersifat 2 macam. Kandida sebagai saprofit
terdapat dalam tubuh manusia tanpa menimbulkan gejala apapun, baik subyektif maupun
obyektif. Dapat dijumpai di kulit, selaput lendir mulut, saluran pencernaan, saluran
pernafasan, vagina dan kuku. Kandida sebagai jamur dapat menimbulkan infeksi primer
maupun sekunder dari kelainan yang telah ada. Beberapa faktor predisposisi dapat mengubah
sifat saprofit kandida menjadi patogen.
Akan tetapi ada pendapat yang mengatakan bahwa kandida tidak pernah menjadi
komensal dalam vagina karena dia akan selalu menjadi patogen bila terdapat di sana. Karena
itu bila ditemukan kandida dari isolasi sekret vagina para klinisi harus menganggap itu
patogen walaupun tanpa ada keluhan dari wanita tersebut.
Kandida memasuki lumen vagina biasanya datang dari daerah perianal atau
kontaminasi dari traktus gastrointestinal. Kemudian dengan adanya berbagai faktor
predisposisi mencetuskan keadaan yang asimtomatik menjadi simtomatik. Sedang
mekanisme yang pasti perubahan kolonisasi asimtomatik menjadi simtomatik vaginitis
belum diketahui. Diduga lebih dari satu macam mekanisme yang mempengaruhinya. Invasi
hifa ke dalam epitel jaringan akan menyebabkan terjadinya proses keradangan dan akhirnya
merusakkan sel-sel epitel tersebut. Mungkin enzim protease dan enzim hidrolitik lainnya
yang memudahkan penetrasi ke dalam sel. Akhirnya penetrasi sel dan invasi ke mukossa
tidak saja oleh hifa tetapi juga oleh blastospor. Proses ini menyebabkan reaksi inflamasi pada
mukosa yang mengakibatkan pembengkakan, eritema, dan deskuamasi sel epitel vagina.
Selain proses tersebut di atas mungkin kandida menimbulkan simtom vaginitis karena reaksi
hipersensitivitas, khususnya pada wanita yang mengalami KVV rekuren yang idiopatik.
Faktor-faktor lain
Pemakaian pakaian dalam yang ketat atau yang terbuat dari nilon
meningkatkan kelembaban yang memudahkan pertumbuhan candida spp. Kontak
dengan bahan kimia, alergi atau reaksi hipersensitivitas mungkin dapat mengubah
lingkunga/ekosistem vagina sehingga memudahkan transformasi kolonisasi yang
asimtomatik menjadi simtomatik vaginitis.
Sumber infeksi
Traktus gastrointestinal sampai saat ini masih dianggap sebagai sumber utama
kolonisasi kandida dalam vagina. Walaupun peran traktus gastrointestinal dalam
reinfeksi yang terjadi pada wanita yang mengalami KVV rekuren masih
kontroversial, tetapi ternyata sejalan dengan keberadaan candida spp di dalam
usus.
Transmisi seksual juga dianggap mungkin dapat menyebakan
kolonisasi/infeksi kandida.
GAMBARAN KLINIS
Keluhan yang paling sering pada KVV adalah rasa gatal pada daerah vulva dan
adanya duh tubuh.. Sifat duh tubuh bervariasi dari yang cair seperti air sampai tebal dan
homogen dengan noda seperti keju. Kadang-kadang sekret tampak seperti susu yang disertai
gumpalan-gumpalan putih sehingga tampak seperti susu basi/pecah dan tidak berbau. Akan
tetapi lebih sering sekret hanya minimal saja. Keluhan klasik yang lainnya adalah rasa kering
pada liang vagina, rasa terbakar pada vulva, dispareunia dan disuria. Jadi sebenarnya, tidak
ada keluhan yang benar-benar spesifik untuk KVV.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan eritema dan pembengkakan pada labia dan vulva,
juga dapat ditemukan lesi papulopustular di sekitarnya. Servik tampak normal sedangkan
mukosa vagina tampak kemerahan.
Bila ditemukan keluhan dan tanda-tanda vaginitis serta pH vagina < 4,5 dapat diduga
adanya infeksi kandida, sedangkan bila pH vagina > 5 kemungkinan adalah vaginitis karena
bakterial vaginosis, trikhomonas vaginitis atau ada infeksi campuran.
DIAGNOSIS
Diagnosis klinis KVV dibuat berdasarkan keluhan penderita, pemeriksaan klinis,
pemeriksaan laboratorium berupa sediaan basah maupun gram dan pemeriksaan biakan
jamur, selain itu juga pemeriksaan pH cairan vagina.
Biakan jamur dari cairan vagina mempunyai nilai konfirmasi terhadap basil
pemeriksaan mikroskopik yang negatif (false negative cases) yang sering ditemukan pada
KVV kronik dan untuk mengidentifikasi spesies non-candida albicans. Sejak spesies ini
sering ditemukan pada sejumlah KVV kronik dan sering timbul resistensi terhadap
flukonazol maka identifikasi jamur dengan kultur menjadi lebih penting.
Biakan jamur mempunyai nilai kepekaan yang tinggi sampai 90% sedangkan
pemeriksaan sediaan basah dengan KOH 10% kepekaannya hanya 40%. Swab sebaiknya
diambil dari sekret vagina dan dari dinding lateral vagina.
Pemeriksaan gram tidak terlalu sensitif tetapi bisa sangat menolong untuk
pemeriksaan yang cepat. Pseudohifa ragi dan miselia memberi reaksi gram positif. Akan
tetapi pemeriksaan gram dan KOH yang negatif tidaklah menyingkirkan kemungkinan KVV
dan perlu dikonfirmasi dengan kultur.
Kultur dilakukan pada media sabouraud dextrose agar (SDA) dengan antibiotika,
candida spp tidak terpengaruh oleh sikloheksimid yang ditambahkan pada media selektif
jamur patogen, kecuali beberapa galur c. tropicalis, c. krusei dan c. parapsilosis yang tidak
tumbuh karena sensitif terhadap sikloheksimid. Kultur tumbuh dalam waktu 24-72 jam.
Nickerson polisysaccharide trypan blue (Nickerson-Manskowski agar) atau Cornmeal
agar dengan Tween 80, pada suhu 250C digunakan untuk menumbuhkan klamidokonidia,
yang umumnya hanya ada pada c. albicans. Tumbuh dalam waktu 3 hari.
Identifikasi c. albicans dapat dengan melihat fenomena Reynolds-Braude, yaitu
memasukkan jamur yang tumbuh pada kultur ke dalam serum/koloid (albumin telur) dan
diinkubasi selama 2 jam, dengan suhi 370C. Di bawah mikroskop akan tampak germ tube
(bentuk seperti kecambah) yang khas pada c. albicans.
Pada infeksi KVV pH vagina normal berkisar antara 4,0-4,5 bila ditemukan pH
vagina lebih tinggi dari 4,5 menunjukkan adanya bakterial vaginosis, trikhomoniasis atau
adanya infeksi campuran.
Perubahan prevalensi spesies jamur mungkin disebabkan tipe obat anti jamur yang
ada dan efek penghambatan selektifnya yang menyebabkan resistensi beberapa spesies
terhadap suatu obat anti jamur dan terhadap regimen terapi jangka pendek.
TERAPI
Saat ini telah banyak tersedia obat-obat antimikosis untuk pemakaian secara topikal
maupun oral sistemik untuk terapi KVV akut maupun kronik. Kecenderungan saat ini adalah
pemakaian regimen antimikosis oral maupun lokal jangka pendek dengan dosis tinggi.
Antimikosis untuk pemakaian lokal/topikal tersedia dalam berbagai bentuk, misalnya
krim, lotion, vaginal tablet dan suppositoria. Tidak ada indikasi khusus dalam pemilihan
bentuk obat topikal. Untuk itu perlu ditawarkan dan dibicarakan dengan penderita sebelum
memilih bentuk yang lebih nyaman untuk penderita. Untuk keradangan pada vulva yang
ekstensi mungkin lebih baik dipilih aplikasi lokal bentuk krim.
Regimen untuk terapi KVV
Terapi supresif
Terapi atau dosis yang optimal untuk KVV rekuren sampai saat ini belum dapat
ditetapkan. Dari berbagai penelitian telah dicoba berbagai regimen yang dapat
direkomendasikan untuk KVV rekuren. Umumnya terapi inisial dilanjutkan sampai 10-14
hari, selanjutnya langsung diikuti dengan regimen rumatan paling sedikit 6 bulan.
Pemberian ketokonazol 100 mg (1/2 tablet) peroral perhari selama 6 bulan terbukti
efektif dan terbaik menurunkan frekuensi episoda KVV rekuren. Tetapi oleh karena
ketokonazol mempunhyai efek hepatotoksik perlu seleksi dengan hati-hati penderita yang
akan diberi regimen ini.
Cara lain dapat diberikan 150 mg flukonazol peroral setiap bulan sekali. Setelah
simtom tersupresi selama 3-6 bulan pengobatan dapat dihentikan.
Semua kasus kVV rekuren harus selalu dikonfirmasi dulu dengan kultur sebelum
memulai terapi rumatan.
Penelitian yang lainnya mengatakan bahwa terapi lokal jangka panjang dengan
memakai klotrimazol ternyata lebih efektif daripada terpai peroral. Pemberian klotrimazol
200 mg intravagina 2 kali perminggu lebih efektif daripada pemberian itrakonazol peroral 2
kali per minggu selama 6 bulan. Hal ini mungkin ada hubungannya dengan konsentrasi obat
yang menetap dalam cairan vagina, sedangkan obat peroral tergantung dari penyerapannya
yang mengakibatkan rendahnya obat dalam jaringan.
Penelitian memakai mikonazol 100 mg vaginal pesarium dengan dosis 2 kali perhari
selama seminggu dilanjutkan dengan 2 kali perminggu selama 3 bulan dan selanjutnya 1 kali
perminggu selama 3 bulan juga efektif dan dapat diterima untuk menurunkan episoda
rekuren. Terapi profilaksis supresi jangka panjang dengan obat anti jamur peroral ternyata
lebih disukai daripada pemakaian bentuk krim vagina atau supositoria setiap hari.
Bagaimanapun juga keuntungan terapi supresif jangka panjang peroral yang berhasil
perlu juga dipertimbangkan dengan kemungkinan potensi toksisitas terapi jangka panjang
peroral tersebut.
c. BACTERIAL VAGINOSIS
DEFINISI
Sindrom klinik akibat pergantian Lactobacillus Spp penghasil H2O2 yg merupakan
flora normal vagina dgn bakteri anaerob dlm konsentrasi tinggi (Bacteroides Spp,
Mobiluncus Spp), Gardnerella vaginalis & Mycoplasma hominis
EPODEMIOLOGI
Frequensi bergantung pada tingkat sosio ekonomi penduduk. Pernah disebutkan 50%
wanita aktif seksual tetapi hanya sedikit yang menyebabkan gejala. 50% ditemukan pada
pemakai AKDR dan 86% bersama-sama dengan infeksi Trichomonas.
PATOGENESIS
Gardnerella vaginalis merupakan bakteri gram negatif tidak berkapsul, tidak bergerak,
bentuk basil dan fakultatif anaerob. Patogenesis bacterial vaginosis sampai sekarang
belum jelas. 50% wanita sehat ditemukan bakteri ini, yang menunjukkan bakteri ini
merupakan flora normal vagina. Gardnerella vaginalis melekat pada sel-sel epitel vagina
invitro, kemudian menambah deskuamasi sel epitel vagina sehingga terjadi perlekatan
duh tubuh pada dinding vagina. Organisme ini tidak invasif dan respon inflamasi lokal
yang terbatas dapat dibuktikan dengan sedikitnya jumlah leukosit dalam sekret vagina
dan dengan pemeriksaan histopatologis, tidak ditemukan imunitas.
GEJALA KLINIS
Keluhan duh tubuh dari vagina yang ringan atau sedang berbau tidak enak(amis), bau
lebih tajam ketika telah bersenggama iritasi daerah vagina (gatal, rasa terbakar),timbul
kemerahan dan edema pada vulva, nyeri abdomen, dispareunia, duh berwarna abu-abu
homogen, viskositas rendah, berbau dan jarang berbusa, pH sekret vagina 4,5-5,5,
terdapat petekie dan eritema , penambahan densitas pembuluh darah dan gambaran
serviks normal.
DIAGNOSIS
WHO menjelaskan bahwa diagnosis dibuat atas dasar ditemukan clue cell , pH
>4,5 ,tes amin positif ,dan adanya gardnerella vaginalis sebagai flora vagina utama
menggantikan laktobasillus.
PENGOBATAN
a. Topikal
- Krim sulfonamida 14-86%
- Supositoria vagianal
- Buffered acid gel
- Krim sulfonamida pH 3,9 dipakai setiap hari selama 7 hari
b. Sistemik
- Metronidazole 2x500mg selama 7 hari
- Tinidazole 2x500mg selama 5 hari
- Ampisilin atau amoxixilin 4x500mg oral selama 5 hari
- Klindamisin 2x300mg oral selama7 hari
Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu’anhuma: “Mani, Wadi dan Madzi. Jika (keluar) Mani,
maka mandilah. Adapun bila (keluar) Madzi atau Wadi, maka cukup dengan berwudhu.”
(HR. Al Atsram dan Imam baihaqi)
Dalam hadits yang diriwayatkan Imam Baihaqi disebutkan: “Adapun bila (keluar) Wadi
atau Madzi, maka cucilah kemaluannya dan berwudhu seperti wudhunya shalat.”
Dari dua hadits ini menjelaskan kepada kita bahwa seseorang yang keluar Mani, saat
hendak melaksanakan shalat mesti mandi janabah. Adapun sesorang yang keluar Madzi
atau Wadi, maka cukup dengan berwudhu dan tidak usah mandi janabah.
Menurut Imam Syafi’i, bahwa ada dua kategori sesuatu itu disebut najis. Pertama, bila
sesuatu itu keluar dari dalam vagina, maka ia najis. Seperti, darah haidh, istihadhah, air
kencing dan keputihan. Kedua, bila sesuatu itu di luar vagina, maka yang demikian itu
tidak termasuk najis.
Mengenai seorang wanita yang terus-terusan mengalami keputihan, menurut Imam
Abu hanifah ada keringanan (rukhshah), yaitu pakaian yang terkena keputihan tidak usah
di cuci. Hal ini disamakan dengan wanita yang mengalami Istihadhoh, namun tetap; baik
yang keputihan ataupun Istihadhoh mesti berwudhu setiap hendak melaksanakan shalat.
Telah datang seorang wanita kepada Rasulullah Saw, lantas wanita tersebut bertanya:
Salah seorang diantara kami bajunya terkena darah haidh, apa yang mesti kami perbuat?
Rasul menjawab: Gosoklah (noda itu) dengan jari tangan, basuhlah dengan air, setelah itu
ia telah bisa memakainya (kembali) untuk shalat.” (HR. Bukhari/I/hal. 66 dan
Muslim/I/hal. 240/no. 110)
Menurut hadits diatas bahwa cara membersihkan najis yang mengenai pakaian adalah
dengan mencucinya. Hal ini juga sejalan dengan firman Allah Swt: “Dan pakaianmu
bersihkanlah.” (QS. AlMudatsir:4)
DAFTAR PUSTAKA
1. Amiruddin, D. Fluor Albus in Penyakit Menular Seksual. 2003.LKiS :
Jogjakarta
2. Anindita, Wiki. Santi Martini. 2006. Faktor Resiko Kejadian Kandidiasis
vaginalis pada akseptor KB. Fakultas Kesehatan Masyarakat. UNAIR.
Surabaya
3. Wiknjosastro, Hanifa, 2005, Ilmu Kandungan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo, Jakarta.