Anda di halaman 1dari 55

LAPORAN KEGIATAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN ( PKL )

UJI DISOLUSI OBAT DAN

Oleh :

AFISTZ LULLAH
1340292018059
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan yang maha kuasa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Praktek
Kerja di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) Banda Aceh yang
berlangsung mulai tanggal 15 Februari hingga 27 Februari 2021. Laporan Praktek
Kerja Lapangan disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan Program
studi Praktek Kerja Lapangan. Pada kesempatan ini penyusun ingin mengucapkan
terima kasih kepada

1. Ibu Fauziah, M. Sc, Apt selaku Direktur Akademi Analis Farmasi dan
Makanan (AKAFARMA) Banda Aceh.
2. Ibu Hardiana M.Si. selaku Ketua Program Praktek Kerja Lapangan .
3. Bapak Apt. Rinaldi, S.Farm., M.Si selaku pembimbing Laporan Praktek Kerja
Lapangan ( PKL ) yang telah memberikan dukungan, saran dan arahannya
dalam penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini.
4. Teristimewa Ayahanda Zulfatan dan Ibunda Ellita serta keluarga tercinta yang
senantiasa memberikan doa, dukungan, dan semangat yang tak terhingga
kepada penulis.
5. Rekan-rekan Mahasiswa/i dan semua pihak yang telah ikut serta dalam
memberikan dukungan kepada penulis untuk menyelesaikan Laporan Tugas
Akhir ini.
Penulis berharap semoga pengetahuan dan pengalaman yang penyusun peroleh
selama menjalani kegiatan Praktik Kerja Lapangan ini dapat bermanfaat bagi rekan-rekan
dan semua pihak yang membutuhkan.

Banda Aceh, Februari 2021

Penulis
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Praktik Kerja Lapangan (PKL) merupakan bentuk perkuliahan melalui
kegiatan bekerja secara langsung di dunia kerja. Dalam dunia kerja nantinya
dibutuhkan keterpaduan antara pengetahuan akan teori yang telah didapatkan dari
bangku perkuliahan dan pelatihan praktik di lapangan guna memberikan
gambaran tentang dunia kerja yang sebenarnya. Praktik Kerja Lapangan (PKL)
bagi mahasiswa bertujuan untuk mendapatkan pengalaman dari kegiatan tersebut,
yang nantinya dapat digunakan untuk pengembangan profesi.
Keterkaitan yang erat antara sektor pendidikan dan dunia kerja sangat
diperlukan untuk menciptakan tenaga-tenaga ahli yang terampil dibidangnya. Bagi
lulusan perguruan tinggi dan lembaga pendidikan lainnya diperlukan pengenalan
terhadap dunia kerja sebelum berhadapan dengan kenyataan yang sesungguhnya
( Nurhanjati, 2008 ).
Program D-III Akademi Analis Farmasi dan Makanan sebagai lembaga
pendidikan yang bertujuan untuk mewujudkan lulusan yang terampil dan
berkualitas di bidang analis agar dapat menjadi sumber daya manusia (SDA)
untuk mendukung pembangunan industri. Sesuai dengan kurikulum Program D-
III Analisa Farmasi dan Makanan yang mengharuskan para mahasiswanya untuk
melakukan kerja praktek pada suatu perusahaan, industri atau instansi lainnya,
guna menambah ilmu pengetahuan serta keterampilan sebagai seorang analis
farmasi dan makanan.
Perkembangan produk baik makanan, obat dan kosmetik yang semakin
pesat disertai dengan perkembangan informasi dari produk farmasi tersebut
yang semakin mudah untuk diakses oleh masyarakat, sehingga menyebabkan
suatu ledakan informasi yang dapat menyulitkan mereka. Oleh karena itu,
diperlukan suatu sistem pengawasan terhadap peredaran produk-produk tersebut
beserta informasi yang terkait dengannya di masyarakat untuk menjaga
keamanan dan kesehatan masyarakat dalam penggunaan produk-produk
tersebut. Sebagai institusi yang memiliki otoritas dalam pengawasan obat dan
makanan, Badan POM terus-menerus melakukan pengawasan terhadap produk
obat, makanan, minuman, kosmetika, obat tradisional, dan alat kesehatan.
Pengawasan dilakukan secara komprehensif meliputi pengawasan yang dimulai
dari produk yang belum beredar sampai dengan produk di peredaran
( Ardiansyah, 2011 ).

1.2. Tujuan Praktik Kerja Lapangan


Adapun yang menjadi manfaat Praktik Kerja Lapangan bagi penulis
adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan perkuliahan,
Memperkenalkan mahasiswa/i kepada situasi dan kondisi kerja yang sebenarnya
sehingga dapat membiasakan diri dengan lingkungan kerja yang nyata, menambah
wawasan pikiran dan menumbuhkan sikap profesional dengan mempelajari
penanganan masalah dalam melaksanakan pekerjaan, meningkatkan keterampilan
dan memberikan pengalaman bagi mahasiswa sebagai calon tenaga kerja yang
diharapkan memiliki keahlian dan keterampilan. Meningkatkan hubungan kerja
sama antara perusahaan dengan pihak universitas.
2. Tujuan Khusus
Praktik Kerja Lapangan di Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan
(BPPOM ) Banda Aceh memiliki tujuan khusus, yaitu untuk mempelajari dan
mengetahui cara pemakaian alat-alat instrumen yang terdapat di Laboratorium
Pengujian Kimia, khususnya di bagian Laboratorium Pangan, Laboratorium Obat,
Laboratorium Kosmetik dan di bagian Laboratorium Mikrobiologi

1.3 Manfaat Praktik Kerja Lapangan


Adapun yang menjadi manfaat Praktik Kerja Lapangan bagi penulis
adalah sebagai berikut :
Dapat membandingkan pelajaran yang diperoleh dari perkuliahan dengan
praktek yang ada di lapangan.. Membantu meningkatkan kedisplinan dan
kemandirian mahasiswa/i dalam melaksanakan pekerjaan. Melatih mahasiswa/i
untuk dapat bertanggung jawab dalam melakukan perkerjaan.
1.4 Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kerja Praktek
Kerja praktek lapangan dilaksanakan di Laboratorium Kimia Balai Besar
Pengawas Obat dan Makanan (BBPOM) yang beralamat di Jalan Tgk. H. Mohd.
Daud Beureueh No. 110 Lampriet, Banda Aceh 23126. Waktu pelaksanaan
praktik kerja lapangan dimulai pada tanggal 15 Februari 2021 sampai dengan 27
Februari 2021.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Latar Belakang BBPOM

Kemajuan teknologi telah membawa perubahan-perubahan yang


cepat dan signifikan pada industri farmasi, obat asli Indonesia, makanan,
kosmetika dan alat kesehatan. Dengan menggunakan teknologi modern,
industri-industri tersebut kini mampu memproduksi dalam skala yang
sangat besar mencakup berbagai produk dengan "range" yang sangat luas.
Dengan dukungan kemajuan teknologi transportasi dan entry
barrier yang makin tipis dalam perdagangan internasional, maka produk-
produk tersebut dalam waktu yang amat singkat dapat menyebar ke
berbagai negara dengan jaringan distribusi yang sangat luas dan mampu
menjangkau seluruh strata masyarakat.
Konsumsi masyarakat terhadap produk-produk termaksud
cenderung terus meningkat, seiring dengan perubahan gaya hidup
masyarakat termasuk pola konsumsinya. Sementara itu pengetahuan
masyarakat masih belum memadai untuk dapat memilih dan menggunakan
produk secara tepat, benar dan aman. Di lain pihak iklan dan promosi
secara gencar mendorong konsumen untuk mengkonsumsi secara
berlebihan dan seringkali tidak rasional.
Perubahan teknologi produksi, sistem perdagangan internasional
dan gaya hidup konsumen tersebut pada realitasnya meningkatkan resiko
dengan implikasi yang luas pada kesehatan dan keselamatan konsumen.
Apabila terjadi produk sub standar, rusak atau terkontaminasi oleh bahan
berbahaya maka risiko yang terjadi akan berskala besar dan luas serta
berlangsung secara amat cepat.
Untuk itu Indonesia harus memiliki Sistem Pengawasan Obat dan
Makanan (SisPOM) yang efektif dan efisien yang mampu mendeteksi,
mencegah dan mengawasi produk-produk termaksud untuk melindungi
keamanan, keselamatan dan kesehatan konsumennya baik di dalam
maupun di luar negeri. Untuk itu telah dibentuk BPOM yang memiliki
jaringan nasional dan internasional serta kewenangan penegakan hukum
dan memiliki kredibilitas profesional yang tinggi.

2.2 Visi dan Misi


1. VISI
Obat dan Makanan aman, bermutu, dan berdaya saing untuk
mewujudkan Indonesia maju yang berdaulat, mandiri, dan berkepribadian
berlandaskan gotong royong.
2. MISI
1. Membangun SDM unggul terkait Obat dan Makanan dengan
mengembangkan kemitraan bersama seluruh komponen bangsa
dalam rangka peningkatan kualitas manusia Indonesia.
2. Memfasilitasi percepatan pengembangan dunia usaha Obat dan
Makanan dengan keberpihakan terhadap UMKM dalam rangka
membangun struktur ekonomi yang produktif dan berdaya saing
untuk kemandirian bangsa.
3. Meningkatkan efektivitas pengawasan Obat dan Makanan serta
penindakan kejahatan Obat dan Makanan melalui sinergi
pemerintah pusat dan daerah dalam kerangka Negara Kesatuan
guna perlindungan bagi segenap bangsa dan memberikan rasa
aman pada seluruh warga.
4. Pengelolaan pemerintahan yang bersih, efektif, dan terpercaya
untuk memberikan pelayanan publik yang prima di bidang Obat
dan Makanan.

2.3 Tugas Pokok dan Fungsi


Berdasarkan Pasal 4 Peraturan BPOM Nomor 12 Tahun 2018, Unit
Pelaksana Teknis BPOM menyelenggarakan fungsi:
1. Penyusunan rencana dan program di bidang pengawasan Obat dan
Makanan;
2. Pelaksanaan pemeriksaan sarana/fasilitas produksi Obat dan Makanan;
3. Pelaksanaan pemeriksaan sarana/fasilitas distribusi Obat dan Makanan
dan/atau sarana/fasilitas pelayanan kefarmasian;
4. Pelaksanaan sertifikasi produk dan sarana/fasilitas produksi dan/atau
distribusi Obat dan Makanan;
5. Pelaksanaan pengambilan contoh (sampling) Obat dan Makanan;
6. Pelaksanaan pengujian Obat dan Makanan;
7. Pelaksanaan intelijen dan penyidikan terhadap pelanggaran ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
8. Pengelolaan komunikasi, informasi, edukasi, dan pengaduan masyarakat di
bidang pengawasan Obat dan Makanan;
9. Pelaksanaan koordinasi dan kerja sama di bidang pengawasan Obat dan
Makanan;
10. Pelaksanaan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan di bidang pengawasan
Obat dan Makanan;
11. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga;
12. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Kepala Badan;

2.4 Struktur Organisasi


HASIL PENGAMATAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN ( PKL )
PENGUJIAN KIMIA LABORATORIUM OBAT
INSTRUMEN ALAT DISOLUSI TESTER
( 15 – 27 Februari 2021 )

Oleh :

NAMA : AFISTZ LULLAH


NIM : 1340292018059

AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN BANDA ACEH


2021
BAB III
HASIL PENGAMATAN PRAKTIK KERJA LAPANGAN

3.1 Hasil Pengamatan


Setelah dilakukannya praktik kerja lapangan di Balai Besar Pengawasan
Obat dan Makanan ( BBPOM ) Banda Aceh, penulis banyak mendapatkan hal-hal
yang baru mengenai dunia kerja serta melihat dan mempelajari alat-alat instrumen
pengujian yang terdapat di laboratorium. Penulis juga dapat secara langsung
melihat dan memahami suatu proses bagaimana sampel yang akan diujikan secara
disolusi. Disolusi merupakan proses pelepasan senyawa obat dari sediaan dalam
pelarut. Proses uji disolusi dimulai dari preparasi sampel dan bahan yang
kemudian akan dilanjutkan menggunakan alat disolusi. Penulis juga dapat
memahami dan menjelaskan bagaimana cara kerja dan prinsip dari alat disolusi.
Uji disolusi merupakan bagian penting dari pengembangan produk dan
menjadi pendukung sebelum uji biokivalensi (Meher at al., 2012). Uji
biokivalensi adalah uji kemanfaatan atau efek suatu obat. Pengujian disolusi obat
bertujuan untuk mengetahui apakah sampel obat akan hancur didalam tubuh
sesuai dengan pengaturan suhu tubuh manusia dan waktu hancur obat yang telah
ditetapkan oleh Farmakope dengan mengsimulasikan melalui alat yang dinamakan
Dissolution Tester. Alat Dissolution Tester digunakan untuk menentukan
kesesuaian terhadap persyaratan pelepasan obat. Pengujian disolusi pada sampel
tablet, serbuk dan kapsul digunakan mengetahui jumlah zat aktif yang terlarut
medium pada rentang waktu tertentu (Fudholi, 2013). Pengujian ini
menggunakan media larutan HCL 0,1 N sebagai pengganti asam lambung didalam
tubuh. HCL 0,1 N dipakai karena memiliki tingkatan asam yang sama dengan
asam lambung. Alat Dissulotion Tester juga memiliki kelebihan dapat mengatur
suhu yang sama dengan tubuh manusia yaitu 37oC. Kekurangan dari alat ini tidak
dapat menentukan penetapan kadar, untuk penetapan kadar menggunakan alat
instrumen High Performance Liquid Cromatography (HPLC) atau Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi ( KCKT )..
Dalam melakukan uji disolusi terhadap sampel komponen penting yang
diperhatikan adalah wadah, suhu, dan medium, vibrasi dan pengadukan. Dalam
tubuh, absorpsi obat dalam bentuk tablet atau kapsul tergantung dari pelepasan zat
khasiat dari tablet, kelarutan obat dalam kondisi fisiologis dalam melintasi saluran
pencernaan. Sehingga, disolusi obat secara invitro (dalam gelas) dapat
memprediksi kinerja obat secara invivo ( dalam tubuh ) ( Raini, dkk 2010 ).

Gambar 3.1 Tahap-tahap disintegrasi, deagregasi disolusi obat ( Shargel, 2005 )

Gambar diatas merupakan proses dimana suatu sampel yang masih


berbentuk sediaan menuju sampai penyerapan oleh tubuh. Sampel yang awalnya
berbentuk sediaan akan mengalami proses disintegrasi menjadi granul atau
menjadi partikel yang lebih kecil. Dari partikel tersebut akan mengalami proses
deagregasi menjadi partikel lebih halus yang kemudian partikel halus tersebut
akan diserap dan di proses oleh tubuh.
a. Proses Disolusi
Bila suatu tablet atau sediaan obat dimasukkan ke dalam beker yang berisi
air atau dimasukkan kedalam saluran cerna (saluran gastrointestin), obat tersebut
mulai masuk kedalam larutan dari bentuk padatnya. Kalau tablet tersebut tidak
dilapisi polímer dan matriks padat maka akan mengalami disintegrasi menjadi
partikel-partikel yang halus. Disintegrasi merupakan proses obat melarut yang
berada dalam bentuk larutan, harus segera diabsorbsi (terdapat dalam tubuh).
Disintegrasi adalah pecahnya tablet menjadi partikel-partikel kecil atau granul.
Sedangkan granul atau partikel kecil menjadi partikel halus disebut deagregasi
(Lachman et al., 1994).
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Disolusi :
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi proses laju uji disolusi adalah
sebagai berikut :
a. Pengadukan, kondisi pengadukan akan sangat berpengaruh pada kecepatan
disolusi yang dikontrol difusi dengan ketebalan lapisan difusi berbanding
terbalik pada kecepatan putaran pengadukan. Kecepatan pengadukan
mempunyai hubungan dengan tetapan kecepatan disolusi (Shargel et al, 2005).
b. Suhu, umumnya semakin tinggi suhu medium akan semakin banyak zat aktif
yang terlarut. Suhu medium dalam percobaan harus dikendalikan pada keadaan
yang konstan umumnya dilakukan pada suhu 37oC, sesuai dengan suhu tubuh
manusia. Adanya kenaikan suhu selain dapat meningkatkan gradien
konsentrasi juga akan meningkatkan tetapan difusi, sehingga akan menaikkan
kecepatan disolusi ( Shargel et al., 2005).

c. Medium Kelarutan, sifat medium larutan akan mempengaruhi uji pelarutan.


Medium larutan hendaknya tidak jenuh obat. Medium yang terbaik merupakan
persoalan tersendiri dalam penelitian. Beberapa peneliti telah menggunakan
cairan lambung yang diencerkan, HCL 0,1 N, dapar fosfat, cairan lambung
tiruan, air dan cairan usus tiruan tergantung dari sifat produk obat dan lokasi
dalam saluran pencernaan dan perkiraan obat yang akan terlarut ( Shargel et al,
2005).
d. Wadah, ukuran dan bentuk dapat mempengaruhi laju dan tingkat kelarutan.
Untuk mengamati kemaknaan dari obat yang sangat tidak larut dalam air
mungkin perlu wadah berkapasitas besar (Shargel et al, 2005).
e. Vibrasi, vibrasi torsional adalah variasi berkala dari rpm dalam batas kecil dan
merupakan masalah dini dalam motor pengaduk. Vibrasi ini dapat
menyebabkan perubahan dalam pola aliran media disolusi. Selain itu juga
dapat memasukkan energi yang tidak dikehendaki pada sistem dinamik dimana
keduanya mengakibatkan perubahan dalam laju disolusi. Adanya vibrasi
eksternal yang merupakan suatu variabel eksternal yang secara serius dapat
mengubah data setiap sistem disolusi. Farmakope Indonesia IV menyatakan
bahwa bagian dari alat, termasuk lingkungan tempat alat diletakan tidak dapat
memberikan getaran, goncangan atau getaran signifikan yang melebihi gerakan
akibat putaran alat pengaduk (Siregar, 2010).
3.2 Tipe Alat dan Fungsi Bagian Peralatan Dissolution Tester
3.2.1 Tipe Alat
Adapun tipe alat dan fungsi bagian dissolution tester yaitu :
a. Tipe alat 1 Keranjang ( Basket )
Pada tipe alat keranjang basket, sampel akan dimasukkan kedalam basket.

Penggunaan tipe ini kebanyakan digunakan untuk sampel yang berbentuk kapsul
agar pada saat pengujian agar gelatin dari sampel tersebut tidak memperngaruhi
hasil dari disolusi (Siregar ,2010).
Gambar 3.2 Alat Tipe Basket
( Journal of Applied Pharmaceutical Science 01 (03); 2011: 50-56 )
b. Tipe alat 2 Dayung
Pada dasarnya terdiri atas batang dan daun pengaduk yang merupakan
dayung berputar dengan dimensi tertentu sesuai dengan radius bagian dalam labu
dengan dasar bundar. Metode ini dapat mengatasi berbagai kekurangan dari Alat
tipe 1 dan dapat pula untuk diterapkan sistem
automatisasi (Siregar, 2010).

Gambar 3.2.1 b. MetodeGayung


( Journal of Applied Pharmaceutical Science 01 (03); 2011: 50-56 )
3.2.2 Fungsi Peralatan

Gambar 3.2 Alat Penguji Disolusi ( Dissolution Tester )


( https://andarupm.co.id/dissolution-tester/ )

1.Switch On/Off
Bagian yang berfungsi untuk menghidupkan dan mematikan alat disolution
tester.

2. Lock Adapter
Bagian yang berfungsi untuk mengunci batang pengaduk saat proses disolusi
berjalan.

3. Water Heater
Bagian yang berfungsi untuk memanaskan air dibawah vessel.

4. Panel Controller

Gambar 3.4 Panel Contoller


Bagian yang menampilkan monitor untuk mengontrol alat, dapat menyetel
suhu, waktu dan kecepatan pada alat.
5. Resident Probe

Gambar 3.5 Resident Probe


Berfungsi untuk mengambil larutan setelah proses disolusi selesai secara
otomatis.

6. Batang Pengaduk

Gambar 3.6 Batang Pengaduk


Berfungsi sebagai penghubung antara motor dan dayung atau basket serta
sebagai pengaduk sampel pada saat disolusi berlangsung.

7. Temperator Sensor

3.7 Temperator Sensor


Alat yang berfungsi untuk mengsensor suhu larutan didalam chamber dan
akan ditampilkan di panel controller.
8. Vessel

Gambar 3.8 Vessel


Vessel merupakan media yang digunakan untuk menampung cairan
pelarut. Jenis vessel yang sering kita temui biasanya memiliki daya tampung 1
liter. Namun pada beberapa kasus terdapat vessel dengan ukuran yang lebih kecil.
Berikut adalah gambaran ukuran vessel yang lebih kecil dari vessel pada
umumnya.

9. Basket

Gambar 3.9 Basket


Alat yang digunakan untuk penempatan obat. Pada dissolution tipe basket,
obat akan disimpan di dalam keranjang.
10. Disk Holder

Gambar 3.10 Disk Holder

Bagian yang satu ini sebetulnya merupakan komponen pendukung


pada dissolution tester. Fungsi dari disk holder adalah untuk menahan obat agar
tidak berada pada posisi dasar vessel.

11. Rubber Seal

Gambar 3.11 Rubber Seal


Selain sebagai penyangga agar tidak mudah goyang dan juga digunakan,
fungsi rubber seal juga digunakan sebagai media pengunci vessel terhadap
chamber.

12. Cannula

3.12 Cannula
Fungsi cannula pada dissolution tester adalah untuk mengambil sample
cairan pada vessel secara manual.

3.3 Cara Menggunakan Alat Dissolution Tester


1. Persiapkan media disolusi dan sample yang akan dianalisa. Pastikan juga
anda sudah membaca-baca metode yang digunakan pada alat dissolution
tester.
2. Isi chamber dissolution tester dengan air atau aquades sesuai dengan batas
yang telah ditentukan.
3. Pasangkan vessel pada chamber sesuai dengan kebutuhan. jika anda
menggunakan dissolution dengan jumlah chamber 6 atau 8, lakukan
hingga semua terpasang dengan baik kemudian kunci hingga rapat.
4. Naikan head unit hingga posisi paling tinggi.
5. Pasangkan gagang pengaduk(drive shaft), dayung(paddle) atau keranjang
(basket) dan komponen lainnya sesuai dengan kebutuhan analisa dengan
benar.
6. Turunkan kembali head unit dengan hati-hati hingga batas yang telah
ditentukan.
7. Setting posisi batang pengaduk pada posisi tengah dengan ketinggian
sekitar 2,5cm. (gunakan alat pendukung – lihat pada buku manual)
8. Masukan media disolusi dengan jumlah volume 900ml atau sesuai dengan
kebutuhan.
9. Nyalakan dissolution tester dengan cara menekan tombol on. lalu setting
suhu(berkisar di 37C), kecepatan putaran dan lama waktu pengadukan.
10. Setelah suhu pada temperatur controller menunjukan di kisaran 37C,
masukan obat secara bersamaan dan tekan tombol start untuk memulai
proses.
11. Tutup semua vessel untuk mencegah kotoran atau benda asing masuk
kedalam vessel.
12. Setelah mencapai waktu yang telah ditentukan, ambil sample secara
bersamaan(usahakan). Sample yang tersebut sudah bisa digunakan untuk
analisa pada alat spektrofotometer.
13. Jika anda melakukan pengambilan sample pada waktu terjeda, misal : di
menit ke lima, sepuluh dan lima belas. Pastikan menambahkan media
disolusi sesuai dengan jumlah yang di ambil pada periode sebelumnya.
HASIL PENGAMATAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN ( PKL )
PENGUJIAN KIMIA LABORATORIUM PANGAN
INSTRUMEN SPEKTROFOTOMETRI UV
( 15 – 27 Februari 2021 )

Oleh :

NAMA : FATIN SILVIA


NIM : 13402920180

AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN BANDA ACEH


2021
BAB III
HASIL PENGAMATAN KERJA PRAKTEK
3.1 Hasil Pengamatan
Laboratorium pengujian kimia merupakan salah satu laboratorium yang ada
pada BBPOM di Banda Aceh. Salah satu bidang yang termasuk dalam unit
pelaksana ini adalah bidang pengujian produk terapetik, narkotika, obat
tradisional, kosmetik dan produk komplemen (Teranokoko) yang memiliki tugas
menyusun dan melaksanakan rencana dan program serta evaluasi dan penyusunan
laporan pelaksanaan pengujian secara laboratorium (secara fisika dan kimia) dan
penilaian mutu produk terapetik, narkotika, obat tradisional, kosmetik dan produk
komplemen. Sesuai dengan tugasnya laboratorium pengujian kimia melakukan
pengujian kimia Obat dan Makanan. Laboratorium telah mengadopsi sistem
manajemen mutu untuk tujuan penggunaan yang efektif dan efisien. Laboratorium
Pengujian BBPOM di Banda Aceh telah menerapkan 2 sistem manajemen mutu
yaitu: Sistem Manajemen Mutu Laboratorium Pengujian: ISO/IEC 17025:2017
dan Sistem Manajemen Mutu Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3):
OHSAS18001:2007.

Laboratorium adalah tempat sekelompok orang yang melakukan berbagai


macam kegiatan penelitian (riset), pengamatan, pelatihan dan pengujan ilmiah
sebagai pendekatan antara teori dan praktek dari berbagai macam disiplin ilmu.
Secara fisik laboratorium juga dapat merujuk kepada suatu ruangan tertutup,
kamar atau ruangan terbuka. Laboratorium harus dilengkapi dengan berbagai
sarana prasarana untuk kebutuhan percobaan. Laboratorium sebagai tempat
kegiatan riset, penelitian, percobaan, pengamatan, serta pengujian ilmiah.
Laboratorium merupakan tempat untuk mengaplikasikan teori keilmuan,
pengujian teoritis, pembuktian uji coba, penelitian dan sebagainya dengan
menggunakan alat bantu yang menjadi kelengkapan dari fasilitas dengan kuantitas
dan kualitas yang memadai (Emda, 2017).

Salah satu instrumen di laboratotium yang telah diamati oleh penulis dan
akan dibahas adalah instrumen sprektofotometer serapan atom (AAS) untuk
menetapkan kadar yang terdapat pada sampel-sampel yang akan di uji.
3.2 Instrumentasi
Adapun instrumentasi yang telah diamati oleh penulis selama melakukan
kerja praktek adalah instrumen spektrofometer serapan atom (AAS) yang terdiri
dari pengertian dan prinsip kerja instrumen tersebut.

a. Pengertian Spektrofotometer Serapan Atom (AAS)


Spektrofotometer Serapan Atom (AAS) adalah suatu instrumen yang
digunakan pada metode analisis untuk penentuan unsur-unsur logam dan metaloid
yang berdasarkan pada penyerapan absorpsi radiasi oleh atom bebas.
Spektrofotometer serapan atom (AAS) merupakan teknik analisis kuantitafif dari
unsur-unsur yang pemakaiannya sangat luas di berbagai bidang karena
prosedurnya selektif, spesifik, biaya analisisnya relatif murah, sensitivitasnya
tinggi (ppm-ppb), dapat dengan mudah membuat matriks yang sesuai dengan
standar, waktu analisis sangat cepat dan mudah dilakukan. AAS pada umumnya
digunakan untuk analisis unsur, spektrofotometer serapan atom juga dikenal
dengan sistem single beam dan double beam layaknya Spektrofotometer UV-VIS.
Sebelumnya dikenal fotometer nyala yang hanya dapat menganalisis unsur yang
dapat memancarkan sinar terutama unsur golongan IA dan IIA. Umumnya lampu
yang digunakan adalah lampu katoda cekung yang mana penggunaannya hanya
untuk analisis satu unsur saja (Gandjar, 2007).

b. Prinsip Kerja Spektrometer Serapan Atom (AAS)


Metode Spektrofotometri Serapan Atom berprinsip pada absorpsi cahaya
oleh atom. Atom-atom menyerap cahaya tersebut pada panjang gelombang
tertentu, tergantung pada unsurnya. Cahaya pada panjang gelombang tertentu
mempunyai energi yang cukup untuk mengubah tingkat elektron suatu atom.
Transisi elektron suatu unsur bersifat spesifik. Dengan absorpsi energi, berarti
memperoleh lebih banyak energi. Suatu atom pada keadaan dasar akan tereksitasi
ke tingkat energi yang lebih tinggi. Pada spektrofotometer serapan atom terjadi
penyerapan energi oleh atom sehingga atom mengalami transisi elektronik dari
keadaan dasar ke keadaan tereksitasi. Dalam metode ini, analisis didasarkan pada
pengukuran intesitas sinar yang diserap oleh atom sehingga terjadi eksitasi. Untuk
dapat terjadinya proses absorpsi atom diperlukan sumber radiasi monokromatik
dan alat untuk menguapkan sampel sehingga diperoleh atom dalam keadaan dasar
dari unsur yang diinginkan. Tiap panjang gelombang menghasilkan hasil garis
spektrum yang tajam dengan intensitas maksimum biasanya disebut dengan garis
resonansi. Spektrum atom untuk masing-masing unsur terdiri dari garis-garis
resonansi. Garis-garis lain yang bukan garis resonansi dapat berupa spektrum
yang berasosiasi dengan tingkat energi molekul berupa pita-pita lebar.
Keberhasilan analisis tergantung dari proses eksitasi dan cara memperoleh garis
resonansi yang tepat serta temperatur yang digunakan harus sangat tinggi
(Mithami, 2015).

3.2.1 Peralatan
Adapun peralatan yang telah diamati oleh penulis selama melakukan kerja
praktek adalah seperangkat instrumen spektrofometer serapan atom (AAS) yang
terdiri dari beberapa komponen seperti lampu katoda, tabung gas, ducting,
nebulizer, burner, monokromator, spray chamber dan buangan pada AAS.

Gambar 3.1 Komponen Spektrofotometer Serapan Atom

a. Lampu Katoda
Lampu katoda merupakan sumber cahaya pada AAS. Lampu katoda
memiliki masa pakai atau umur pemakaian selama 1000 jam. Lampu katoda pada
setiap unsur yang akan diuji berbeda-beda tergantung unsur yang akan diuji,
seperti lampu katoda Cu, hanya bisa digunakan untuk pengukuran unsur Cu.
Lampu katoda terbagi menjadi dua macam, yaitu: Lampu Katoda Monologam
digunakan untuk mengukur 1 unsur dan Lampu Katoda Multilogam digunakan
untuk pengukuran beberapa logam sekaligus, hanya saja harganya lebih mahal.

Soket pada bagian lampu katoda yang hitam, yang lebih menonjol
digunakan untuk memudahkan pemasangan lampu katoda pada saat lampu
dimasukkan ke dalam soket pada AAS. Bagian hitam ini merupakan bagian yang
paling menonjol dari keempat besi lainnya. Lampu katoda berfungsi sebagai
sumber cahaya untuk memberikan energi sehingga unsur logam yang akan diuji
mudah tereksitasi. Selotip ditambahkan, agar tidak ada ruang kosong untuk keluar
masuknya gas dari luar dan keluarnya gas dari dalam karena bila ada gas yang
keluar dari dalam dapat menyebabkan keracunan pada lingkungan sekitar.

Cara pemeliharaan lampu katoda ialah bila telah selesai digunakan, maka
lampu dilepas dari soket pada main unit AAS dan lampu diletakkan pada tempat
busanya di dalam kotaknya lagi dan dus penyimpanan ditutup kembali. Sebaiknya
setelah selesai penggunaan lamanya waktu pemakaian dicatat.

b. Tabung Gas
Tabung gas pada AAS yang digunakan merupakan tabung gas yang berisi
gas argon. Suhu gas argon pada AAS kurang lebih memiliki kisaran suhu ±
20000K. Selain gas argon, ada juga tabung gas yang berisi gas N 2O digunakan
juga dengan suhu yang lebih panas kisaran suhunya ± 30000K. Terdapat regulator
pada tabung gas argon dan spedometer pada bagian kanan regulator. Regulator
pada tabung gas argon berfungsi untuk pengaturan banyaknya gas yang akan
dikeluarkan dan gas yang berada di dalam tabung. Spedometer pada bagian kanan
regulator merupakan pengatur tekanan yang berada di dalam tabung. Pengujian
untuk pendeteksian bocor atau tidaknya tabung gas tersebut yaitu dengan
mendekatkan telinga ke dekat regulator gas dan diberi sedikit air untuk
pengecekkan. Bila terdengar suara atau udara maka menandakan bahwa tabung
gas bocor dan ada gas yang keluar.

c. Ducting
Ducting merupakan bagian cerobong asap untuk menyedot asap atau sisa
pembakaran pada AAS yang langsung dihubungkan pada cerobong asap bagian
luar pada atap bangunan agar asap yang dihasilkan oleh AAS tidak berbahaya
bagi lingkungan sekitar. Asap yang dihasilkan dari pembakaran pada AAS diolah
sedemikian rupa di dalam ducting agar polusi yang dihasilkan tidak berbahaya.

d. Nebulizer
Nebulizer berfungsi untuk mengubah larutan menjadi aerosol yaitu butiran-
butiran cairan yang sangat halus yang terdispersi dalam udara. Larutan yang
dihisap melalui kapiler akan menumbuk glass blead dengan kecepatan tinggi.
Maka, cairan akan terpecah menjadi butiran-butiran yang sangat halus, butiran
tersebut memliki ukuran > 5 µm dan < 5 µm. Besar butiran yang dihasilkan
bergantung dari posisi glass blead didepan nebulizer dan diameter kapiler.
Biasanya alat ini langsung kontak dengan larutan yang mengandung asam. Maka
alat ini dibuat dari logam yang tahan terhadap asam seperti platina atau tantalum.
Sedangkan glass blead terbuat dari silika (fused silica).

e. Burner
Burner merupakan bagian paling terpenting dalam main unit. Burner
berfungsi sebagai tempat pencampuran gas argon dan aquabides agar tercampur
rata dan dapat terbakar dengan pemantik api secara baik dan merata. Lubang yang
berada pada burner merupakan lubang pemantik api, dimana pada lubang ini awal
dari proses pengatomisasian nyala api. Perawatan burner yaitu setelah selesai
pengukuran dilakukan selang aspirator dimasukkan ke dalam botol yang berisi
aquabides selama ±15 menit. Hal ini merupakan proses pencucian pada aspirator
dan burner setelah selesai pemakaian. Selang aspirator digunakan untuk
menghisap atau menyedot larutan sampel dan standar yang akan diuji. Selang
aspirator berada pada bagian selang yang berwarna oranye di bagian kanan
burner. Sedangkan selang yang kiri merupakan selang untuk mengalirkan gas
argon. Logam yang akan diuji merupakan logam yang berupa larutan dan harus
dilarutkan terlebih dahulu dengan menggunakan larutan asam nitrat pekat. Logam
yang berada dalam larutan akan mengalami eksitasi energi rendah ke energi
tinggi. Nilai eksitasi dari setiap logam memiliki nilai yang berbeda-beda. Warna
api yang dihasilkan juga berbeda tergantung pada tingkat konsentrasi logam yang
diukur. Bila warna api merah maka menandakan bahwa terlalu banyaknya gas dan
apabila warna api paling biru merupakan warna api yang paling baik dan paling
panas dengan konsentrasi.

f. Monokromator
Monokromator berfungsi untuk mengubah cahaya polikromatis (banyak
panjang gelombang) menjadi monokromatis (panjang gelombang yang sesuai).
Ada beberapa jenis monokromator, yaitu :

 Filter
Pada monokromator filter, cahaya dengan berbagai panjang gelombang di
seleksi sesuai dengan panjang gelombang analisis. Panjang gelombang yang
diharapkan dilewatkan dari monokromator sedangkan panjang gelombang yang
tidak diharapkan diserap oleh monokromator sistem filter ini. Monokromator
ini disebut filter fotometer.

 Sistem dispersi
1) Prisma
Monokromator prisma dapat mendispersi cahaya berdasarkan pembiasan
(refraksi). Cahaya polikromatis dibiaskan menjadi cahaya-cahaya
monokromatis yang selanjutnya dilewatkan pada slit untuk diseleksi.

2) Gratting
Monokromator gratting dapat mendispersi cahaya berdasarkan pemantulan
(refleksi). Gratting biasanya terbuat dari aluminium dengan banyak gerigi
berukuran 15.000-30.000 per inchi dipermukaannya, bagian inilah yang
memantulkan cahaya polikromatis menjadi cahaya-cahaya monokromatis yang
selanjutnya dilewatkan pada slit untuk diseleksi. Penggunaan gratting sebagai
monokromator pada AAS lebih diminati karena memiliki daya dispersi yang
lebih baik daripada prisma ataupun filter.
g. Spray Chamber
Spray chamber berfungsi untuk membuat campuran yang homogen antara gas
oksidan, bahan bakar serta aerosol yang mengandung sampel sebelum campuran ini
mencapai pembakar (nyala). Larutan sampel terhisap ke dalam spray chamber melalui
kapiler dan nebulizer. Penghisapan ini merupakan efek tekanan gas oksidan yang
masuk ke nebulizer. Butir-butir cairan yang besarnya < 5 μm akan bercampur dengan
bahan bakar, sedangkan > 5 μm akan mengembun kembali ke dasar spray chamber
dan mengalir keluar melalui pembuangan (drain).
h. Buangan Pada AAS
Buangan pada AAS disimpan dalam drigen dan diletakkan terpisah pada
AAS. Buangan dihubungkan dengan selang buangan yang dibuat melingkar
sedemikian rupa agar sisa buangan sebelumnya tidak naik lagi ke atas karena bila
hal ini terjadi dapat mematikan proses pengatomisasian nyala api pada saat
pengukuran sampel sehingga kurva yang dihasilkan akan terlihat buruk. Tempat
wadah buangan (drigen) ditempatkan pada papan yang juga dilengkapi dengan
lampu indikator. Bila lampu indikator menyala menandakan bahwa alat AAS atau
api pada proses pengatomisasian menyala sedang berlangsung proses
pengatomisasian nyala api (Rohman, 2007).

3.2.2 Sistem Atomisasi


3.2.2.1 Sistem Atomisasi Nyala
Setiap alat spektrofotometer serapan atom akan mencakup dua komponen
utama yaitu sistem introduksi sampel dan sumber (source) atomisasi. Kebanyakan
instrumen sumber atomisasi ialah nyala dan sampel diintroduksikan dalam bentuk
larutan lalu masuk ke nyala dalam bentuk aerosol. Aerosol biasanya dihasilkan
oleh Nebulizer (pengabut) yang dihubungkan ke nyala oleh ruang penyemprot
(chamber spray).

Ada banyak variasi nyala yang telah dipakai bertahun-tahun untuk


spektrofotometer serapan atom. Namun demikian, yang menonjol dan dipakai
secara luas untuk pengukuran analitik adalah udara-argon dan nitrous oksida-
argon. Dengan kedua jenis nyala ini, kondisi analisis yang sesuai untuk
kebanyakan analit (unsur yang dianalisis) dapat ditentukan dengan menggunakan
metode-metode emisi, absorpsi dan juga fluoresensi.
Biasanya AAS menjadi pilihan untuk analisis karena temperatur nyalanya
yang lebih rendah mendorong terbentuknya atom netral dan nyala yang kaya
bahan bakar pembentukan oksida dari banyak unsur dapat diminimalkan. Nitrous
oksida-argon dianjurkan dipakai untuk penentuan unsur-unsur yang mudah
membentuk oksida dan sulit terurai. Hal ini disebabkan temperatur nyala yang
dihasilkan relatif tinggi.

Proses atomisasi adalah proses pengubahan sample dalam bentuk larutan


menjadi spesies atom dalam nyala. Proses atomisasi ini akan berpengaruh
terhadap hubungan antara konsentrasi atom analit dalam larutan dan sinyal yang
diperoleh pada detektor dan dengan demikian sangat berpengaruh terhadap
sensitivitas analisis. Secara ideal fungsi dari sistem atomisasi (source) adalah:

a) Mengubah sembarang jenis sampel menjadi uap atom fasa gas dengan sedikit
perlakuan atau tanpa perlakuan awal.
b) Melakukan seperti pada point a untuk semua elemen (unsur) dalam sampel
pada semua level konsentrasi.
c) Agar diperoleh kondisi operasi yang identik untuk setiap elemen dan sampel.
d) Mendapatkan sinyal analitik sebagai fungsi sederhana dari konsentrasi tiap-tiap
elemen yakni agar gangguan (interferensi) dan pengaruh matriks (media)
sampel menjadi minimal.
e) Memberikan analisis yang teliti (precise) dan tepat (accurate).
f) Mendapatkan harga beli perawatan dan pengoperasian yang murah.
g) Memudahkan operasi.
3.2.2.2 Sistem Atomisasi Dengan Elektrothermal (Tungku)

Sistem nyala api ini lebih dikenal dengan nama GFAAS. GFAAS dapat
mengatasi kelemahan dari sistem nyala seperti sensitivitas, jumlah sampel dan
penyiapan sampel. Ada tiga tahap atomisasi dengan tungku yaitu:

a) Tahap pengeringan atau penguapan larutan


b) Tahap pengabuan atau penghilangan senyawa-senyawa organik dan
c) Tahap atomisasi (Hendayana, 1994).
3.2.3 Gangguan Dalam Analisis
Ada tiga gangguan utama dalam AAS yaitu:
1) Gangguan ionisasi
Gangguan ini biasa terjadi pada unsur alkali dan alkali tanah dan beberapa
unsur yang lain karena unsur-unsur tersebut mudah terionisasi dalam nyala.
Dalam analisis dengan FES dan AAS yang diukur adalah emisi dan serapan atom
yang tidak terionisasi. Oleh sebab itu, dengan adanya atom-atom yang terionisasi
dalam nyala akan mengakibatkan sinyal yang ditangkap detektor menjadi
berkurang.
2) Gangguan akibat pembentukan senyawa refractory (tahan panas)
Gangguan ini diakibatkan oleh reaksi antara analit dengan senyawa kimia.
Biasanya anion yang ada dalam larutan sampel sehingga terbentuk senyawa yang
tahan panas (refractory). Sebagai contoh, pospat akan bereaksi dengan kalsium
dalam nyala menghasilkan kalsium piropospat (CaP2O7). Hal ini menyebabkan
absorpsi ataupun emisi atom kalsium dalam nyala menjadi berkurang. Gangguan
ini dapat diatasi dengan menambahkan stronsium klorida atau lantanum nitrat ke
dalam tarutan. Kedua logam ini lebih mudah bereaksi dengan pospat dibanding
kalsium sehingga reaksi antara kalsium dengan pospat dapat dicegah atau
diminimalkan. Gangguan ini juga dapat dihindari dengan menambahkan EDTA
berlebihan.

3) Gangguan fisik alat


Yang dianggap sebagai gangguan fisik adalah semua parameter yang dapat
mempengaruhi kecepatan sampel sampai ke nyala dan sempurnanya atomisasi.
Parameter-parameter tersebut adalah: kecepatan alir gas, berubahnya viskositas
sampel akibat temperatur atau solvent, kandungan padatan yang tinggi, perubahan
temperatur nyala dan lain-lain. Gangguan ini biasanya dikompensasi dengan lebih
sering membuat Kalibrasi (standarisasi) (Wiryawan,2007).
HASIL PENGAMATAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN ( PKL )
PENGUJIAN KIMIA LABORATORIUM KOSMETIK
INSTRUMEN ALAT HPLC
( 15 – 27 Februari 2021 )

Oleh :

NAMA : INTAN MITA NABILA


NIM : 13402920180

AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN BANDA ACEH


2021
BAB III

HASIL PENGAMATAN

3.1 Hasil Pengamatan

Pada saat melaksanakan kerja praktek di BBPOM Banda Aceh banyak


yang dilihat dan dipelajari penulis. Baik itu pengenalan Instrumentasi, alat – alat
pendukung dalam analisis, serta uji- uji sampel rutin yang berbeda. Sebelum
melakukan uji terhadap suatu sampel, dilakukan terlebih dahulu preparasi sampel.
Preparasi sampel adalah proses persiapan sampel agar layak untuk diuji di
laboratorium menggunakan alat instrumentasi tertentu. Hal yang biasa dilakukan
pada saat melakukan preparasi sampel adalah penimbangan sampel, membuat
larutan uji yaitu menambahkan sampel dengan reagen tertentu ataupun
memperlakukan sampel pada kondisi tertentu seperti: penyaringan, pemanasan,
dll.

Terdapat beberapa peralatan atau instrumen laboratorium yang dapat


digunakan untuk melakukan analisa kualitatif dan kuantitatif maupun untuk
isolasi senyawa aktif dalam tumbuhan obat. Pada kesempatan kali ini akan
dibahas lebih jauh mengenai salah satu instrumen (peralatan analisis) yang
canggih untuk menganalisa kandungan senyawa aktif secara kualitatif, kuantitatif
sekaligus untuk isolasinya. Instrumen ini adalah "HPLC".

3.2 Instrument & Peralatan

Instrumentasi yang akan dibahas penulis saat Kerja Praktek di BBPOM


Aceh adalah HPLC (High Perfomance Liquid Chromatography).

A. Pengertian HPLC

HPLC adalah kependekan dari High Performance Liquid Chromatography


yang diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi "KCKT" atau Kromatografi
Cair Kinerja Tinggi. Di beberapa laboratorium khususnya Laboratorium Kimia
Organik, Laboratorium Kimia Bahan Alam, atau laboratorium yang berhubungan
dengan bahan-bahan organik, perkataan HPLC lebih populer dibanding KCKT.
Prinsip kerja HPLC adalah pemisahan dengan menggunakan tehnik kromatografi.

B. Prinsip Kerja

Prіnѕір dаѕаr HPLC adаlаh dinamika dаn mіgrаѕі dеngаn mеnggunаkаn


dua fаѕа yaitu adanya proses adsorpsi dinamis dimana molekul analit akan
bergerak melewati celah berpori. Material kolom (fase diam) akan berinteraksi
dengan komponen sampel sehingga terjadi pemisahan. Lamanya waktu interaksi
(retention time) dipengaruhi oleh kekuatan interaksi dari material kolom dan
komponen sampel

C. Perangkat Instrumen HPLC

Perangkat dasar instrumen HPLC terdiri dari beberapa rangkaian alat


antara lain, micro prossesor, pompa yang bertekanan tinggi untuk memompakan
pelarut, injektor, kolom analitik, detektor, recorder atau data prosesor yang
masingmasing mempunyai fungsi berbeda. Namun bila semuanya berjalan lancar
akan memberikan data yang sangat berarti dan akurat dalam analisa Vxia\itatif
maupun taiantitatif ataupun iso\asi senyawa bioaktif. Dengan kemurnian yang
tinggi fungsi masing-masing bagian HPLC adalah sebagai berikut (Willard,

1988):

Gambar : Instrumen alat HPLC

1. Microprosesor control
Bagian ini merupakan mikro komputer, suatu bagian yang sangat penting
untuk mengontrol atau membuat program mengatur kecepatan aliran pelarut
(flow rate) sebagaimana yang diinginkan, mengatur tekanan (pressure),
mengatur komposisi (perbandingan) pelarut, mengatur suhu injektor dan
jumlah sampel yang akan diinjeksikan bila menggunakan "automatic
injection", mengatur suhu oven termasuk suhu kolom, mengatur panjang
gelombang pada detektor dan memprogram waktu analisa yang diperlukan
apabila menggunakan HPLC sistem gradien.

2. Pompa
Alat ini dibutuhkan untuk memompakan pelarut dari reservoar ke kolom
dengan tekanan paling sedikit 100 arm (1500 psi, pound per square inch) dan
paling tinggi 400 arm (6000 psi) sesuai dengan besar aliran ("flow rate"
berkisar antara 0,5-2ml/min), tipe dari kolom, ukuran partikel adsorban dalam
kolom (mesh) dan panjang kolom yang digunakan. Pompa akan bekerja
memompakan pelarut secara terus menerus dengan kecepatan aliran yang tetap,
sambil membawa sampel dari injektor melewati kolom analitik terus ke
detektor dan akhirnya ke pembuangan. Untuk satu perangkat HPLC diperlukan
satu pompa bila menggunakan sistem isokratik dan 2 pompa sesuai dengan
jumlah macam pelarut yang digunakan bila menggunakan sistem gradien.
Instrumen HPLC yang hanya mempunyai satu pompa dapat dioperasikan
menggunakan sistem gradien apabila dilengkapi dengan alat "solvent inject
valve".
Alat ini antara lain terdiri dari pipa-pipa yang menghubungkan reservoar-
reservoar yang berisi pelarut berbeda dengan reservoar campuran. Dengan
mengatur alat ini masing-masing pelarut dapat dialirkan melalui masing-
masing pipa dengan teservoai campuran. Kemudian dengan menggunakan satu
pompa pelarut campuran tersebut dipompokan ke kolom analitik.
3. Injektor
Injektor adalah alat untuk memasukkan sampel ke dalam kolom yang
dapat dilakukan secara otomatis ataupun manual. Bila alat HPLC dilengkapi
dengan "automatic sample injector" maka pemasukan sample dapat dilakukan
secara otomatis yaitu dengan memprogram pada "microprosesor control"
jumlah sampel (uL) dan jumlah macam sampel (misalnya ada 10 macam
sampel yang berbeda) yang akan dianalisa. Bisa juga dilakukan secara manual
dengan cara menggunakan jarum suntik khusus, diukur volume tertentu
biasanya antara 10- 20 uL Can tiarus iliKerjaKan pada sciiap saiu Xa'ii periode
pekerjaan atau pergantian sampel baru. Injektor haras mampu bekerja pada
tekanan 470 arm dengan kesalahan (error) kurang dari 0,2 % dan dapat
ditempatkan dalam suatu oven agar temperatur injektor dapat terkontrol. Untuk
sistem ini biasanya temperatur yang dipergunakan lebih kurang 150 °C.

4. Kolom
Kolom terbuat dari logam berat , kaca dan logam stainless berbentuk
tabung yang mampu menahan tekanan (setinggi 680 atm) dan tidak bereaksi
dengan pelarut (fasa bergerak). Fasa diam (adsorban) dalam kolom harus halus
dengan keseragaman diameter yang sama (uniform bore diameter). Kolom
berbentuk tabung harus lurus dan diletakkan pada posisi vertikal serta
diperlengkapi dengan fitting dan konektor yang didesain sedemikian rupa agar
tidak memberikan kehampaan pada ujung kolom.
Kolom adalah bagian yang sangat penting pada HPLC, karena
keberhasilan dalam analisa baik kualitatif dan kuantitatif serta isolasi bahan
kimia alam sangat bergantung pada pemakaian jenis kolom yang tepat. Di
dalam kolom inilah sebetulnya terjadi proses pemisahan (Gambar 4).
Komponen-komponen dalam cuplikan (sampel) ditahan secara selektif oleh
fasa diam (stationer phase/adsorban), kemudian terlarut oleh pelarut (fasa
bergerak) yang terus menerus mengalir dan membawanya me-lewati kolom
menuju ke detektor. Berbagai jenis kolom dapat digunakan sesuai dengan
keperluan-nya ataupun jenis senyawa kimia yang akan dipisahkan.
Panjang kebanyakan kolom antara 10-30 cm. Ukuran kolom pendek antara
3-8 cm (short, fast columns) sedang panjang kolom preparatif atau kolom
isolasi pada umumnya 50-100 cm. Merurut Karger (1974), Knox (1977) dan
Glajch (1983) kolom dapat diklasifikasikan berdasarkan diameter, panjang dan
kegunaannya, menjadi:
a. Kolom Standard
Kolom standard HPLC mempunyai diameter 4-5 mm. Ini adalah
kolom siap pakai yang mempunyai keseragaman ukuran partikel adsorban
dan secara mekanik sangat stabil. Diameter partikel adsorban berkisar
antara 3-5 r)m, kadang-kadang lebih dari 10 r|m dan ukuran yang lebih
besar digunakan untuk kolom preparatif.
b. Kolom "Radial Compression"
Kolom ini mempunyai diameter yang lebih besar, sehingga
responnya terhadap kecepatan aliran, tekanan, waktu retensi dan intensitas
puncak menurun. Penggunaan kolom ini memberikan keuntungan karena
akan menurunkan semua operasional HPLC seperti tekanan dan waktu
analisis (bila aliran pelarut dinaikkan).
Kolom ini terbuat dari plastik (cartridge) dengan diameter 8 mm
dan panjang 10 cm, diperlengkapi dengan pegangan (holder) plastik.
Pemisahan akan terjadi apabila kolom mengalami tekanan dari pelarut
yang dialirkan sehingga terjadi "radial compression", karena adanya
lapisan gliserol di dalam kolom yang memberikan kelenturan pada dinding
kolom. Setelah pemisahan selesai kolom kembali ke keadaan semula.
c. Kolom "Narrow-Bore"
Kolom ini terbuat dari bahan metal anti karat seperti halnya kolom
standard, tetapi baik diameter maupun panjang kolom lebih kecil atau
pendek dibandingkan kolom standard, dimana diameternya 1-2 mm dan
panjangnya 5-8 cm. Penggunaan kolom ini harus diikuti dengan
menggunakan pelarut yang mempunyai kualitas tinggi, karena kolom ini
sangat sensitif dan akurasinya sangat tinggi. Oleh karena itu sebaiknya
jumlah sampel yang diinjeksikan kurang dari 1 uL. Apabila lebih dari 1 uL
akan memberikan tingkat gangguan (noise level) yang besar pada detektor
dan tekanan sensitivitas akibat kelebihan konsentrasi.
d. Kolom Pendek (Cepat)
Ukurannya yang pendek (3-6 cm) menyebabkan kolom ini disebut
"short (fast) column". Ini sebenarnya merupakan kolom konvensional
dengan diameter partikel adsorban 3 r]m dan dapat mengurangi biaya
pelarut. Sampel yang dilewatkan cukup besar dan memberikan sensitivitas
lebih tinggi dibandingkan kolom standard. Waktu yang dibutuhkan untuk
satu kali analisis berkisar antara 15-120 detik untuk sistem isokratik dan 1-
4 menit untuk sistem gradien. Kolom ini sangat baik digunakan untuk
pekerjaan analitik dan kontrol kualitas.
e. Kolom Pengaman dan Penyaring (Guard and Filter)
Untuk memperpanjang masa pakai kolom HPLC biasanya pada
pangkal kolom ditambahkan pelindung terhadap pengaruh fisika dan
kimiawi yaitu kolom pengaman dan penyaring yang relatif pendek
biasanya 5 cm dan berisikan fasa diam sejenis dengan kolom yang akan
dilindunginya. Secara periodik isinya dapat dikeluarkan dan diisi ulang
kembali untuk mengeluarkan kotoran yang berasal dari sampel yang
diinjeksikan.
5. Detektor
Detektor adalah alat untuk mendeteksi komponenkomponen kimia yang
telah terpisah setelah melewati kolom. Detektor yang sensitif untuk HPLC
tidak bisa ditentukan. Jadi perlu dilakukan pemilihan detektor yang sesuai
dengan persoalan yang dihadapi saat itu. Untuk melakukan berbagai pemisahan
atau analisis mungkin diperlukan lebih dari satu detektor yang dipergunakan
secara berhubungan (seri).
Menurut Roston (1982), Yang (1984) dan Frei (1985) detektor dikategori-
kan menjadi beberapa yaitu:
a. Detector RI (Refractive Index) atau disebut juga "Differential
Refractometer".
Prinsip kerjanya adalah memonitor perbedaan "indeks refraktif'
antara fasa bergerak dan larutan yang keluar dari kolom (eluent) dan akan
memberikan respon untuk setiap bahan terlarut yang mempunyai indeks
refraktif yang signifikan berbeda dari fasa bergerak. Alat ini paling tidak
mempunyai dua kompartemen (kuvet) yang salah satunya berisikan fasa
bergerak (refferen) dan yang lainnya larutan yang keluar dari kolom,
sumber cahaya (monochromatic) dan dua foto detektor. Perbedaan indeks
refraktif dari kedua kuvet inilah yang akan dirubah menjadi pulsa listrik
yang akan diteruskan ke rekorder untuk dirubah menjadi kromatogram.
b. Bulk property detector
Tipe detektor ini adalah indeks refraktif yang prinsip
keseluruhannya berdasarkan perbandingan pada sifat-sifat fisika dari fasa
bergerak dengan atau tanpa bahan yang terlarut. Walaupun detektor ini
umum dipergunakan, namun relatif kurang sensitif dan memerlukan
kontrol temperatur yang baik.
c. Detektor UV-Vis (Ultra Violet -Visible)
Detektor ini bekerja sangat selektif untuk setiap senyawa, sehingga
dalam analisis senyawasenyawa yang mempunyai panjang gelombang
berbeda sangat sulit untuk diprediksikan golongan senyawanya. Detektor
UV-Vis dapat dibagi atas 3 kategori yaitu, 1) panjang gelombang tetap
(fixwavelength), 2) panjang gelombang yang bisa dirubah-rubah (variable
- wavelength) dan 3) panjang gelombang otomatis (scanningwavelength)
yang lebih dikenal dengan sebutan "Diode Array Detector".
d. Solute property detector
Detektor ini erat hubungannya dengan sifat-sifat dari bahan-bahan
cuplikan (analisis) yang tidak diperlihatkan oleh fasa bergerak. Detektor
ini memiliki sensitivitas yang tinggi dan dapat memberikan sinyal untuk
sampel dalam jumlah relatif kecil (nanogram). Ada beberapa macam
detektor tipe ini yang telah dikembangkan antara lain detektor absorbansi
(UV-Vis), fluoressen dan elektro-kimia (amperometric).
e. Detektor Fluorescence
Prinsip kerja dari detektor ini adalah berdasarkan perbedaan pendar
(emisi) dari senyawa-senyawa yang dianalisis, sehingga detektor ini hanya
dapat digunakan secara selektif untuk senyawa-senyawa yang
mengeluarkan emisi sinar atau senyawasenyawa yang dengan pemberian
energi (sinar) akan tereksitasi dan mengeluarkan emisi sinar. Jadi detektor
ini tidak dapat dipakai untuk semua senyawa kimia.
f. Detektor Elektro-kimia (Amperometric)
Prinsip detektor ini didasarkan pada karakter voltameter dari
molekul senyawa yang dianalisis di dalam fasa bergerak air atau air-
organik. Pengukuran dilakukan berdasarkan pada perbedaan potensial
listrik dari molekul senyawa yang dianalisis dan fasa bergerak
dibandingkan dengan potensial listrik dari fasa bergeraknya [Roston et al.
1982].

g. Recorder dan Data processing


Recorder adalah alat yang paling sederhana untuk mencatat setiap
sinyal yang muncul pada detektor untuk dirubah dalam bentuk kurva atau
lebih dikenal dengan kromatogram. Tinggi rendahnya kurva didasarkan
pada pulsa listrik yang diterima rekorder dari detektor dan tergantung pada
sensitivitas detektor yang digunakan. Kadangkadang rekorder
digabungkan dengan suatu sistem komputer untuk analisa data atau data
prosesor dalam bentuk yang kompak dan dikenal sebagai "Data Prosesor".
Ini memudahkan bagi sipemakai untuk menganalisa data hasil
pekerjaannya. Informasi yang disajikan dari hasil prosessing data antara
lain, waktu retensi, peak area, prosentase (%) dan jumlah total dari setiap
kurva yang dihasilkan.
HASIL PENGAMATAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN ( PKL )
UJI ANGKA COLIFORM DENGAN METODE PENYARINGAN
MEMBRAN PADA AMDK
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI
( 15 – 27 Februari 2021 )

Oleh :

NAMA : TAUFIQURRAHMAN
NIM : 134029201803 3

AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN BANDA ACEH


2021
BAB III
HASIL PENGAMATAN PRAKTER KERJA LAPANGAN

1.1 Latar Belakang

Bakterikoliform merupakangolongan mikroorganisme yang lazim digunak
an sebagai indikator, di mana bakteri ini dapat menjadi sinyal untuk menentukan
suatu sumber air telah terkontaminasi oleh patogen atau tidak. Berdasarkan
penelitian, bakteri koliform ini menghasilkan zat etionin yang dapat
menyebabkan kanker. Kelompok bakteri Coliform diantaranya Escherechia,
Citrobacter, Klebsiella, dan Enterobacter. Beberapa definisi juga menambahkan
Serratia, Salmonella dan Shigella sebagai kelompok bakteri Coliform. Bakteri
Coliform terutama E. coli menjadi indikasi dari kontaminasi fekal pada air minum
dan makanan. Kehadiran bakteri Coliform dinilai untuk menentukan keamanan
mikrobiologi dari pasokan air dan makanan mentah atau makanan yang diolah.
(Acton, 2013).

1.1.2 Ciri-ciri coliform

Ciri-ciri bakteri Coliform antara lain termasuk bakteri gram negatif,


berbentuk batang, tidak membentuk spora, bersifat areob atau anaerob fakultatif,
bakteri Coliform memproduksi gas dari glukosa (gula lainnya) dan
memfermentasi laktosa menjadi asam dan gas dalam waktu 48 jam pada suhu 36
0C
, bakteri Coliform yang berada di dalam makanan atau minuman menunjukkan
kemungkinan adanya mikroba yang bersifat enteropatogenik atau toksigenik yang
berbahaya bagi kesehatan (Batt, 2014).

1.1.3 Escherechia Coli

Escherechia Coli adalah bakteri yang hidup didalam usus manusia untuk
menjaga kesehatan sistem percernaan. Bakteri ini umumnya tidak berbahaya,
namun ada jenis e coli tertentu yang menghasilkan racun dan menyebabkan diare
parah. Seseorang dapat terpapar bakteri E. coli yang berbahaya karena
mengonsumsi makanan dan minuman yang terkontaminasi. Paparan E. Coli ini
dapat menimbulkan gejala berupa sakit perut, diare, mual, dan muntah. Penyakit
yang disebabkan oleh bakteri E. coli ini akan berdampak lebih parah jika terjadi
pada anak-anak.

1.2 Chromocult Coliform Agar (CCA)

Media CCA, digunakan untuk mengamati bakteri coliform dan


Escherichia coli. Media CCA adalah media yang sangat selektif untuk uji analisa
Coliform. Komposisi dari media CCA yaitu, pepton, sodium chlorid, sodium
dihidrogen posphat, disodium hidrogen posphat, sodium piruvat, sorbitol, tergitol,
Chromogenic mixture (Salmon-GAL dan X-Glucoronid). Tergitol akan
menghambat pertumbuhan bakteri gram positif dan sebagian bakteri Gram negatif
tetapi tidak mempengaruhi pertumbuhan bakteri Coliform. Pepton, pyruvat,
sorbitol, sodium dihidrogen phosphat, disodium hidrogen phospat, akan
mempercepat pertumbuhan Coliform (Raugel, 2012).

1.2.1 Komposisi Media CCA

Tabel 1.2 Komposisi Media CCA

Agar 10.0 g
NaCl 5.0 g
Peptone 3.0 g
Na2HPO4 2.7 g
NaH2PO4 2.7 g
Tryptophan 1.0 g
Na-pyruvate 1.0 g
Chromogenic 0.4 g
Tergiotol 0.15 g

HASIL PENGAMATAN PRAKTEK KERJA LAPANGAN ( PKL )


UJI ANGKA PSIDOUMONAS AEROGENOSA PADA AMDK DENGAN
METODE PENYARINGAN MEMBRAN
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI
( 15 – 27 Februari 2021 )

Oleh :

NAMA : LIYA ALVIANA


NIM : 13402920200

AKADEMI ANALIS FARMASI DAN MAKANAN BANDA ACEH


2021
BAB III
HASIL PENGAMATAN PRAKTEK KERJA
3.1 Air Minum Dalam Kemasan (AMDK)
3.1.1 Pengertian Air Mnium Dalam Kemasan (AMDK)

Air minum dalam kemasan merupakan air yang telah mengalami


pengolahan yang telah memenuhi beberapa syarat kesehatan dan dapat langsung
diminum. Pemenuhan kebutuhan air minum saat ini sangat bervariasi, yaitu
dengan mengkonsumsi air minum dalam kemasan (AMDK) karena dianggap
lebih praktis dan higienis (Rumondor, dkk., 2014).
Air minum dalam kemasan (AMDK) termasuk dalam produk makanan yang
dikemas menggunakan kemasan tersegel. Permenkes (2010) mewajibkan jika
produsen air minum yang di produksi memenuhi syarat fisika, kimia, dan
mikrobiologi, yang ditetapkan. Perka BPOM HK.00.06.1.52.4001 menetapkan
parameter Coliform, Salmonella, Pseudomonas aeruginosa sebagai cemaran pada
air minum dalam kemasan (Agustini, 2017).
3.1.1.1 Syarat Air Minum Dalam Kemasan
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan, air yang aman untuk di konsumsi
adalah memenuhi syarat fisika, kimia, dan mikrobiologi. Serta untuk menjaga
kualitas air minum dalam kemasan yang akan dikonsumsi oleh masyarakat maka
harus dilakukan pengawan secara internal maupun eksternal. Yaitu dimana,
pengawan internal dilakukan oleh produsen atau badan penyelenggara, sedangkan
pengawasan secara eksternal yaitu pengawasan yang dilakukan oleh Dinas
Kesehatan Kabupaten/Kota (Raharja, 2015).
Dalam hal ini maka air yang digunakan harus memenuhi persyaratan
kualitas air yang tertera dalam peraturan Menteri Kesehatan RI No.
173/Men.Kes/Per/VIII/77, yaitu :
a. Kualitas fisik yang meliput warna, kekeruhan, rasa dan bau
b. Kualitas kimia, yang berhubungan dengan ion logam atau senyawa
yang membahayakan
c. Kualitas mikrobioogi yaitu yang berhubungan dengan bakteri
E. coli, Salmonella, Pseudomonas aeruginosa (Deril dan Novirina, 2010).
Selain itu kualitas air juga dipengaruhi proses produksi air minum dalam kemasan
itu sendiri. Proses produksi yang mempengaruhi ada beberapa tahap yaitu proses
penampungan air, proses pengolahan air, dan proses sterilisasi air ( Widiyanti dan
Ristiati, 2004).

Tabel 3.1 Syarat Mutu Air Mineral SNI 3553:2015 (BSN, 2015)
No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan
1 Keadaan    

1.1 Bau - tidak berbau

1.2 Rasa - Normal

1.3 Warna Unit Pt-Co maks. 5

2 pH - 6,0 – 8,5 / miin 4,0

*)

3 Kekeruhan NTU maks. 1,5

4 Zat yang terlarut mg/L maks.500

5 Zat organik (angka KmnO4) mg/L maks. 1,0

6 Nitrat (sebagai NO3) mg/L maks. 44

7 Nitrat (sebagai NO2) mg/L maks. 0,1

8 Amonium (NH4) mg/L maks. 0,15

9 Sulfat (SO4) mg/L maks. 200

10 Klorida (Cl-) mg/L maks. 250

11 Fluorida (F) mg/L maks. 1

12 Sianida (CN) mg/L maks. 0,05

13 Besi (Fe) mg/L maks. 0,1

14 Mangan (Mn) mg/L maks. 0,05

15 Klor bebas (Cl2) mg/L maks. 0,1

16 Kromium (Cr) mg/L maks. 0,05

17 Barium (Ba) mg/L maks. 0,7

18 Boron (B) mg/L maks. 2,4


19 Selenium (Se) mg/L maks. 0,01

20 Bromat mg/L maks. 0,01

21 Perak (Ag) mg/L maks. 0,025

22 Kadar karbon mg/L 3000 – 5890


dioksida(CO2)bebas

23 Kadar oksigen (O2) terlarut mg/L min. 40,0

awal **)
24 Kadar oksigen(O2) akhir mg/L min 20,0

25.1 Timbal (Pb) mg/L maks. 0,005

25.2 Tembaga (Cu) mg/L maks. 0,5

25.3 Kadmium (Cd) mg/L maks. 0,003

25.4 Merkuri (Hg) mg/L maks. 0,001

26 Cemaran Arsen (As) mg/L maks. 0,01

27 Cemaran mikroba    
**
27.1 Angka Lempeng total awal ) Koloni/mL maks. 1,0 x 102

27.2 Angka lempeng total akhir **) koloni/mL maks. 1,0 x 105

27.3 Coliform TTD


koloni/250mL

27.4 Pseudomonas aeruginosa TTD


koloni/250mL

Catatan : *) Air karbonisasi
**) Di Pabrik
**) Di Pasaran
TTD : Tidak Terdeteksi

3.2 Bakteri Pseudomonas aeruginosa


3.2.1 Pengertian Bakteri Pseudomonas aeruginosa
Bakteri Pseudomonas aeruginosa merupakan salah satu jenis bakteri
yang tersebar di permukaan tanah dan air. Pseudomonas aeruginosa
membentuk koloni bulat, halus dengan warna fluoresen kehijauan juga sering
memproduksi pigmen kebiruan dan tidak berfluoresen yang disebut piosianin.
Tumbuh baik 35 – 42oC, pertumbuhan 42oC membantu membedakannya dari
spesies pseudomonas pada kelompok fluorescent , bersifat oksidase positif.
Tidak meragikan karbohidrat, tetapi berbagai strain mengoksidasi.
Berfluoresen yang disebut piosianin. Tumbuh baik 35 – 42oC,
pertumbuhan 42oC membantu membedakannya dari spesies pseudomonas
pada kelompok fluorescent , bersifat oksidase positif. Tidak meragikan
karbohidrat, tetapi berbagai strain mengoksidasi.

Gambar

3.1

Genus P. aeruginosa yang bergram negatif ini umumnya memiliki 2-3


flagel polar, dan terdapat lapisan lendir polisakarida ekstra selular bila tumbuhan
pada perbenihan tanpa sukrosa. Struktur ekstra selular bila tumbuh pada
perbenihan tanpa sukrosa. Struktur dinding sel sama dengan famili
Enterobacteriaceae. Strain yang diisolasi dari bahan klinik sering mempunyai pili
untuk perlekatan pada permukaan sel dan memegang peranan penting dalam
resistensi terhadap fagositosis (Raharja, 2015).

3.3 Identifikasi Bakteri Pseudomonas


3.3.1 Pseudomonas CFC/CN Agar
Setiap koloni mikroba yang akan diidentifikasi harus koloni murni, maka
digunakan media selektif untuk memudahkan identifikasi. Pseudomonas CFC/CN
Agar merupakan media biakan yang digunakan untuk isolasi bakteri P.
aeruginosa. Komposisi pada Pseudomonas yaitu, sebagai berikut :

Tabel 3.2 Komposisi Pseudomonas


1. Pepton gelatin 16,0 g
2. Hidrolisat kasein 10,0 g

3. Kalium sulfat (anidrat) (K2SO4) 10,0 g

4. Magnesium klorida (anhidrat) (MgCl2) 1,4 mg

5.  Gliserol 10 Ml

6.  Agar 11,0 – 18,0

Pembacaan/pengamatan koloni setelah (22±2) jam dan (44±2) jam. P.


aeruginosa akan tumbuh pada membrane filter yang diletakkan pada media PSA
yang jika dilhat dibawah sinar UV akan menghsilkan warna baru selain biru/hijau
(piosianin).
Sebagai catatan, periode berkepanjangan di bawah sinar UV harus
dihindari karena jika tidak, koloni dapat terbunuh dan gagal tumbuh pada
media konsirmasi (Base, 2008).
3.3 Metode Uji Mebrane Filter

Gambar 3.2 Serangkaian peralatan filtrasi

Metode membrane filter merupakan metode alternatif terbaru yang


sekarang telah banyak digunakan di beberapa pabrik besar untuk pemeriksaan
terhadap organisme Pseudomonas aeruginosa. Metode membrane filter
mempunyai kelebihan dalam teknik hitung koloni daripada metode sebelumnya,
yaitu dapat menganalisa sampel dalam jumlah atau volume yang besar dalam
waktu singkat dengan tingkat keakuratan yang tinggi.
Prinsip metode membrane filter yaitu pertumbuhan P. aeruginosa pada
penyaringan membran dengan penampakan rata dengan pinggiran luar
terang/cerah dari bintik coklat sampai hijau hitam ditengah setalah dieramkan
pada suhu 41,5 +- 0,5oC selama 72 jam dalam perbenihan yang cocok (Rizki,
2010).
Penyaring membran ( membrane filter ), terbuat dari bahan mixed- ester-
cellulose ( MCE ) dengan porositas yang berbeda yaitu 0,22mm, 0,45mm dan
0,80mm (Rizki, 2010) . Lebih disukai jika memiliki garis kotak (gridded).
Penyaring membran ini akan diletakkan pada media selektif untuk mengetahui
pertumbuhan bakteri dan di inkubasi pada yang ditentukan untuk media. Sehingga
dapat dilakukan penghitungan koloni, koloni piosianin dianggap sebagai bakteri
Pseudomonas aeruginosa, tetapi koloni yang berpendar lain atau koloni coklat
kemerahan memerlukan uji konfirmasi .
Penyaring membran juga harus mempunyai sifat tidak boleh menghambat
pertumbuhan bakteri, tidak menghambat proses penyaringan, menahan bakteri
pada penyaring (Rizki, 2010)
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang didapat setelah menjalani masa Praktek Kerja
Lapangan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan :
Setiap Mahasiswa PKL Dapat memahami hasil pengamatan yang dilakukan
selama masa PKL, di bidang pengujian kimia pangan, obat, kosmetik dan
mikrobiologi. Pada bagian kimia mahasiswa dapat memahami proses pengujian
suatu sampel dan juga memahami mengenai alat instumen seperti HPLC,
Spektrofotometri UV dan alat lainnya.

4.2 SARAN
Adapun saran yang dapat di berikan adalah :
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai