Disusun oleh:
Kelompok 2
Kelas 4A3 RKI dan 4A3 Reguler
Segala puji syukur bagi Allah SWT atas limpahan karunia-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Perawatan Bayi dan Anak
dengan HIV“. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata kuliah
Keperawatan HIV/AIDS. Terimakasih kepada Ibu Dina Indrati, SKep. Ns. Sp.
MKep. Sp. Mat selaku dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan HIV/AIDS,
yang telah memberikan bimbingan serta pengarahan sehingga makalah ini dapat
disusun dengan baik. Semoga makalah ini dapat memberikan manfaat. Penulis
mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan makalah ini.
Daftar Isi
A. Latar Belakang
Setiap tahunnya jumlah perempuan yang terinfeksi HIV semakin
meningkat, seiring dengan meningkatnya jumlah laki-laki yang melakukan
hubungan seksual tidak aman, yang selanjutnya akan menularkan pada
pasangan seksualnya. Di sejumlah negara berkembang HIV-AIDS
merupakan penyebab utama kematian perempuan usia reproduksi. Infeksi
HIV pada ibu hamil dapat mengancam kehidupan ibu serta ibu dapat
menularkan virus kepada bayinya. Lebih dari 90% kasus anak terinfeksi
HIV, dapat ditularkan melalui proses penularan dari ibu ke anak
atau mother-tochild HIV transmission (MTCT). Selama kehamilan, saat
persalinan dan saat menyusui (Kemenkes RI, 2012).
Di Indonesia, infeksi HIV merupakan salah satu masalah kesehatan
utama dan salah satu penyakit menular yang dapat mempengaruhi
kematian ibu dan anak. Sampai saat ini kasus HIV-AIDS telah dilaporkan
oleh 341 dari 497 kabupaten/kota di 33 provinsi., pada tahun 2016
Kementerian Kesehatan memperkirakan Indonesia akan mempunyai
hampir dua kali jumlah orang yang hidup dengan HIV dan AIDS dewasa
dan anak (812.798 orang) dibandingkan pada tahun 2008 (411.543 orang),
bila upaya penanggulangan HIV dan AIDS yang dilaksanakan tidak
adekuat sampai kurun waktu tersebut. (Laporan Pemodelan Matematika
epidemi HIV di Indonesia,Kemenkes, 2012).
Data Kementerian Kesehatan (2012) menunjukkan dari 21.103 ibu
hamil yang menjalani tes HIV, 534 (2,5%) di antaranya positif terinfeksi
HIV. Hasil Pemodelan Matematika Epidemi HIV Kementerian Kesehatan
tahun 2012 menunjukkan prevalensi HIV pada populasi usia 15-49 tahun
dan prevalensi HIV pada ibu hamil di Indonesia diperkirakan akan
meningkat. Jumlah kasus HIV-AIDS diperkirakan akan meningkat dari
591.823 (2012) menjadi 785.821 (2016), dengan jumlah infeksi baru
HIVyang meningkat dari 71.879 (2012) menjadi 90.915 (2016). Sementara
itu, jumlah kematian terkait AIDS pada populasi 15-49 tahun akan
meningkat hampir dua kali lipat di tahun 2016. Penularan HIV dari ibu
yang terinfeksi HIV ke bayinya juga cenderung meningkat seiring dengan
meningkatnya jumlah perempuan HIV positif yang tertular baik dari
pasangan maupun akibat perilaku yang berisiko. Meskipun angka
prevalensi dan penularan HIV dari ibu ke bayi masih terbatas, jumlah ibu
hamil yang terinfeksi HIV cenderung meningkat. Prevalensi HIV pada ibu
hamil diproyeksikan meningkat dari 0,38% (2012) menjadi 0,49% (2016),
dan jumlah ibu hamil HIV positif yang memerlukan layanan PPIA juga
akan meningkat dari 13.189 orang pada tahun 2012 menjadi 16.191 orang
pada tahun 2016.
Upaya pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak telah dilaksanakan
di Indonesia sejak tahun 2004, khususnya di daerah dengan tingkat
epidemi HIV tinggi. Namun, hingga akhir tahun 2011 baru terdapat 94
layanan PPIA (Kemkes, 2011), yang baru menjangkau sekitar 7% dari
perkiraan jumlah ibu yang memerlukan layanan PPIA.
Anak-anak dengan infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV)
memiliki risiko harga diri yang rendah, masalah emosi dan perilaku, dan
komplikasi dari infeksi HIV itu sendiri. Itu kualitas hidup anak dengan
HIV menurun meskipun sudah mendapat pengobatan ARV, karena
masalah gizi, masalah psikososial, rendahnya cakupan HIV pada ibu hamil
perempuan, keterlambatan diagnosis dan stigma negatif tentang HIV.
Evaluasi kualitas Kehidupan pada anak dengan HIV dibutuhkan seiring
berjalannya waktu untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
B. Rumusan Masalah
a. Apa yang dimaksud dengan hiv/aids?
b. Bagaimana tanda dan gejala pada anak HIV?
c. Bagaimana penularan hiv pada anak?
d. Bagaimana pendekatan diagnosa hiv pada bayi dan anak?
e. Bagaimana uji laboratorium dan diagnostik pada HIV?
f. Bagaimana Prevention Of Mother to Child HIV Transmission
(PMTCT)?
g. Bagaimana tata laksana bayi dari ibu hiv positif?
h. Bagaimana perawatan pada anak dengan hiv/aids?
i. Bagaimana pemilihan pengobatan pada anak dengan HIV?
C. Tujuan
a. Untuk mengetahui pengertian HIV/AIDS
b. Untuk mengetahui tanda dan gejala HIV pada anak
c. Untuk mengetahui cara penularan HIV pada anak
d. Untuk mengetahui pendekatan diagnosa HIV pada bayi dan anak
e. Untuk mengetahui uji laboratorium dan diagnostik pada anak HIV
f. Untuk mengetahui Prevention Of Mother to Child HIV Transmission
(PMTCT)
g. Untuk mengetahui tata laksana bayi dari ibu hiv positif
h. Untuk mengetahui perawatan pada anak dengan hiv/aids
i. Untuk mengetahui pemilihan pengobatan pad anak HIV
BAB II
PEMBAHASAN
Gejala Mayor :
Kriteria Mayor :
- Pneumonitis interstitialis
- “Oral Thrush” yang menetap / berulang
- Pembesaran kelenjar parotis
Kriteria Minor :
Diagnosa ARC ditegakkan apabila ada 1 kriteria mayor, 1 kriteria minor. Serta
2 kriteria laboratorium selama lebih dari 3 bulan.
2.5 Uji Laboratorium dan Diagnostik HIV
1. Kultur HIV – standar emas untuk memastikan diagnosis pada bayi.
2. Reaksi rantai polimerase (polymerase chain reaction [PCR]) – mendeteksi
asam deoksiribonukleat (DNA) HIV (uji langsung ini bermanfaat untuk
mendiagnosis HIV pada bayi dan anak.
3. Uji antigen HIV – mendeteksi antigen HIV.
4. HIV, IgA, IgM – mendeteksi antibodi HIV yang diproduksi bayi (secara
eksperimental dipakai untuk mendiagnosis HIV pada bayi).
Mendiagnosis infeksi HIV pada bayi dari ibu yang terinfeksi HIV
tidak mudah. Dengan menggunakan gabungan dari tes-tes di atas,
diagnosis dapat ditetapkan pada kebanyakan anak yang terinfeksi sebelum
berusia 6 bulan.
1. Temuan laboratorium ini umumnya terdapat pada bayi dan anak-anak
yang terinfeksi HIV : Penurunan rasio CD4 terhadap CD8.
2. Limfopenia.
3. Anemia, trombositopenia.
4. Hipergammaglobulinemia (IgG, IgA, IgM).
5. Penurunan respon terhadap tes kulit (candida albican, tetanus).
6. Respon buruk terhadap vaksin yang didapat (dipteria, tetanus, morbili )
7. Haemophilus influenzae tipe B
8. Penurunan jumlah limfosit CD4+ absolut.
9. Penurunan persentase CD4+.
Bayi yang lahir dari ibu HIV positif yang berusia kurang dari 18
bulan dan yang menunjukkan uji positif untuk sekurang-kurangnya 2
determinasi terpisah dari kultur HIV, reaksi rantai polimerase – HIV, atau
antigen HIV, maka dia dapat dikatakan “terinfeksi HIV”. Bayi yang lahir
dari ibu HIV-positif, berusia kurang dari 18 bulan, dan tidak positif
terhadap ketiga uji tersebut dikatakan “terpajan pada masa perinatal”.
Bayi yang lahir dari ibu terinfeksi HIV yang ternyata antibodi HIV negatif
dan tidak ada bukti laboratorium lain yang menunjukkan bahwa ia
terinfeksi HIV, maka ia dikatakan “Seroreverter”.
2.6 Prevention Of Mother-To-Child Hiv Transmission (PMTCT)
Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anaknya dapat dilakukan dengan 4
kegiatan meputi :
a. Mencegah wanita usia reproduktif terinfeksi HIV
b. Mencegah kehamilan tidak direncanakan pada ibu(wanita) HIV positif
c. Mencegah penularan secara vertical HIV dari ibu ke bayi
d. Dukungan psikososial bagi ibu HIV positif beserta bayi dan keluarga
Dalam pencegahan HIV dari ibu ke anaknya, terhadap ibu hamil yang
memeriksakan kehamilan harus dilakukan promosi kesehatan dan pencegahan
penularan HIV. Pencegahan penularan terhadap ibu hamil dilakukan melalui
pemeriksaan diagnostis HIV dengan tes dan konseling. Tes dan konseling
dianjurkan sebagai bagian dari pemerikaan laboratorium rutin saat
pemeriksaan asuhan antenatal atau menjelang persalinan pada semua ibu
hamil di daerah dengan epidemic meluas dan terkonsentrasi atau ibu hamil
dengan keluhan IMS dan TB di daerah epidemic rendah (Permenkes No. 21
tahun 2013 pasal 16 & 17).
2. Nutrisi
Mengandung nutrien yang sangat penting
Nutiren lengkap
Sesuai kebutuhan bayi berdasarkan usia bayi
Tidak alergi
Pilihan nutrisi pada bayi juga harus menimbang berbagai hal. Ibu harus
mendapatkan informasi mengenai keuntungan dan kerugian konsumsi susu
formula dan ASI. Air susu ibu merupakan sumber transmisi HIV sesudah
kelahiran. Ibu yang memilih susu formula harus memenuhi syarat AFASS
dari WHO, yaitu acceptable (dapat diterima), feasible (mudah dilakukan),
affordable (harga terjangkau), sustainable (berkelanjutan), dan safe
(aman). Bagi ibu yang tidak dapat memenuhi syarat AFASS tadi, ibu dapat
memberikan ASI eksklusif sampai AFASS terpenuhi. Untuk mengurangi
risiko transmisi HIV pada saat memberikan ASI, teknik menyusui haruslah
benar, cegah/obati perlukaan pada payudara/bayi, perbaiki keadaan umum
bayi untuk mencegah infeksi, ibu dan bayi juga harus mendapatkan obat
antiretroviral. Walaupun demikian, risiko transmisi HIV masih tetap ada.
Pemberian nutrisi campur, yaitu ASI dengan susu formula tidak
diperbolehkan karena akan meningkatkan risiko transmisi HIV.
5. Dukungan Psikologis
Selain pemberian nutrisi yang baik bayi memerlukan kasih sayang
yang kadang-kadang kurang bila bayi tidak disusukan ibunya. Perawatan
anak seperti pada anak lain. Hindari jangan sampai terluka. Bilamana
sampai terluka rawat lukanya sedemikian dengan mengusahakan agar si
penolong terhindar dari penularan melalui darah. Pakai sarung tangan dari
latex dan tutup luka dengan menggunakan verban. Darah yang tercecer di
lantai dapat dibersihkan dengan larutan desinfektans. Popok dapat
direndam dengan deterjen. Perlu mendapat dukungan ibu, sebab ibu dapat
mengalami stres karena penyakitnya sendiri maupun infeksi berulang yang
diderita anaknya.
4) Jauhkan anak dari tempat kotoran hewan dan kotak pasir yang pernah
dipakai hewan peliharaan atau hewan lain.
5) Usahakan agar anak terhindar dari infeksi penyakit menular, terutama
cacar air. Jika anak dengan infeksi HIV dekat dengan orang yang terkena
cacar air, segera beri tahu dokter anak. Cacar air dapat menyebabkan
kematian pada anak AIDS.
6) Setiap luka atau goresan harus segera diperban dengan baik setelah dicuci
dengan sabun dan air hangat
BAB III
KESIMPULAN
A. Simpulan
AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh. HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada
manusia yang menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka
waktu yang relatif lama dapat menyebabkan AIDS.
Tanda dan gejala bayi yang terinfeksi HIV tidak dapat dikenali secara
klinis sampai terjadi penyakit berat atau sampai masalah kronis seperti diare,
gagal tumbuh, atau kandidiasis oral memberi kesan imunodefisiensi yang
mendasari. Lima puluh persen anak-anak dengan infeksi HIV terkena sarafnya
yang memanifestasikan dirinya sebagai ensefalopati progresif, perkembangan
yang terhambat, atau hilangnya perkembangan motoris.
Penatalaksanaan perinatal terhadap bayi yang dilahirkan dari ibu yang
terbukti terinfeksi HIV. Pembersihan bayi segera setelah lahir terhadap segala
cairan yang berasal dari ibu baik darah maupun cairan-cairan lain, sebaiknya
segala tindakan terhadap si bayi dikerjakan secara steril. Pertimbangan untuk
tetap memberikan ASI harus dipikirkan masak-masak, bahkan ada yang
menganjurkan untuk penunjukan orang tua asuh. Penting untuk senantiasa
memonitor anti HIV, sejak si ibu hamil sampai melahirkan, demikian juga
sang bayi sampai berumur lebih dari 2 tahun. Ada pula yang menganjurkan
untuk melakukan terminasi kehamilan, bagi ibu yang jelas terkena infeksi
HIV, karena kemungkinan penularan pada bayinya sampai 50%.
Tujuan pemberian ART adalah diantaranya mengurangi morbiditas dan
mortalitas terkait HIV, memperbaiki mutu hidup, memulihkan dan
memelihara fungsi kesehatan, menekan replikasi virus semaksimal mungkin
dalam waktu yang lama.
ARV ( Anti Retro Viral) bekerja langsung menghambat replikasi
(penggandaan diri) HIV dan beberapa kombinasi obat ARV bertujuan untuk
mengurangi viral load (jumlah virus dalam darah)agar menjadi sangat rendah
atau berada di bawah tingkat yang dapt terdeteksi untuk jangka waktu yang
lama
B. Saran
Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik lagi, pembaca bisa mencari
literature lain yang membahas lebih detail serta menambahkan hal-hal yang
belum terdapat pada makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA
Suradi, Rulina. 2003. Tata Laksana Bayi Dari Ibu Pengidap HIV/AIDS. Sari
Pediatri. 4(4), 180-185. Diakses pada tanggal 11 Agustus 2020.
Huriati. 2014. HIV/AIDS Pada Anak. Sulesana. 9(2), 126-131. Diakses pada
tanggal 11 Agustus 2020.
Indonesian Pediatric Society. (2016, 13 Oktober). Infeksi HIV Pada Anak (Bagian
I). Diakses Pada Tanggal 11 Agustus 2020, dari
https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/infeksi-hiv-pada-anak-
bagian-i
Indonesian Pediatric Society. (2016, 13 Oktober). Infeksi HIV Pada Anak (Bagian
II). Diakses Pada Tanggal 11 Agustus 2020, dari
https://www.idai.or.id/artikel/seputar-kesehatan-anak/infeksi-hiv-pada-anak-
bagian-ii
Muharman, Jendrius, & Indradin. Praktik Sosial Pengasuhan Anak Terinfeksi HIV
dan AIDS dalam Keluarga di Kota Padang : Studi EnamKeluarga dengan
Anak Terinfeksi HIV/AIDS. Jurnal Kajian Keislaman dan Kemasyarakatan,
4(2),
Rampengan & Laurentz. (2008). Ilmu Penyakit Tropik pada Anak. Jakarta : EGC
Robbins, dkk. (2008). Dasar Patologi Penyakit. Edisi 5. Jakarta : EGC
RSUD Dr. Soetomo / FK UNAIR. (2000). Instalasi Rawat Inap Anak, Surabaya.
Syahlan, JH. (2007) . AIDS dan Penanggulangan. Jakarta : Studio Driya Media