OLEH :
NIM: P07120120030
KELAS I.1
D III KEPERAWATAN
KEMENTERIAN KEMENKES RI
JURUSAN KEPERAWATAN
2020 / 2021
BAB I PENDAHULUAN
Kejang demam adalah serangan kejang yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (suhu
rektal diatas 38°C) yang disebabkan oleh infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial
(Sukarmin, 2009). Kejang demam di masyarakat lebih dikenal dengan istilah step.
Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang sering terjadi pada anak, 1 dari 25
anak akan mengalami satu kali kejang demam. Hal ini dikarenakan, anak yang masih
berusia dibawah 5 tahun sangat rentan terhadap berbagai penyakit disebabkan sistem
kekebalan tubuh belum terbangun secara sempurna (Harjaningrum, 2011).
Kejang demam terjadi 5% pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun, dipicu demam
tinggi dengan kenaikan suhu yang cepat. Gejala kejang demam tampak seperti
gerakan–gerakan diseluruh tangan dan kaki yang terjadi dalam waktu yang sangat
singkat, umumnya kurang dari 15 menit. Biasanya terjadi pada hari pertama demam,
dan terjadi sekali dalam 24 jam. Kejang demam memiliki manifestasi klinis yang
berbeda dengan epilepsi (Suririnah, 2009).
Menurut Tejani (2008), hingga saat ini sekitar 2% - 5% anak di Ameria Serikat
menderita kejang demam pada hari kelima kelahiran dan sekitar sepertiganya berulang
minimal sekali. Angka yang sama dari kejang demam di Amerika Serikat juga
ditemukan di Eropa Barat.
Kejang pada anak dapat mengganggu kehidupan keluarga dan kehidupan sosial
orang tua khususnya ibu, karena akan menyebabkan stress dan rasa cemas yang
luar biasa. Bahkan, sebagian orang tua memiliki anggapan anak dapat meninggal
akibat kejang. Ibu panik ketika anak demam dan melakukan kesalahan dalam
mengatasi demam dan komplikasinya. Kesalahan yang dilakukan ibu salah
satunya disebabkan karena kurang pengetahuan dalam penanganan pada masa
akut. Memberikan informasi kepada ibu tentang hubungan demam dan kejang
merupakan hal yang penting untuk menghilangkan stress dan cemas mereka
(Hazaveh, 2011).
Adapun pemenuhan kebutuhan dasar pada anak dengan kejang demam yang
terganggu adalah kebutuhan fisiologis yang meliputi oksigenasi dengan masalah
obstruksi jalan napas dan resiko aspirasi. Kebutuhan rasa aman nyaman dengan
masalah resiko cedera dan resiko kejang berulang.
Untuk mengatasi masalah tersebut, maka dibutuhkan perawatan yang cepat dan
tepat. Sebagai seorang perawat penulis juga memberikan pelayanan
kesehatan yang komprehensif melalui 4 upaya kesehatan yang meliputi upaya
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Upaya promotif dapat diberian
dengan cara mempertahankan daya tahan tubuh anak agar tidak mudah terkena
infeksi, dengan meningkatkan pemenuhan kebutuhan nutrisi seimbang dan
menyiapkan kondisi lingkungan yang sehat.
A. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah sebagai berikut :
1. Tujuan Umum
Setelah melakukan Asuhan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan dasar
selama 3 hari diharapkan penulis mendapatkan gambaran dan pengalaman
yang nyata dalam memberikan pemenuhan kebutuhan dasar pada anak dengan
kejang demam melalui proses pendekatan keperawatan.
2. Tujuan Khusus
Setelah melakukan Asuhan keperawatan melalui proses pendekatan
keperawatan diharapkan penulis :
a. Mampu melakukan pengkajian secara komperhensif baik biologis,
psikologis, sosial, spiritual maupun kultural pada anak dengan kejang
demam.
b. Mampu menentukan masalah keperawatan pada anak dengan kejang
demam.
c. Mampu membuat Rencana Keperawatan pada anak dengan kejang demam.
d. Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada anak dengan kejang
demam.
e. Mampu melaksanakan Evaluasi proses maupun Evaluasi hasil pada anak
dengan kejang demam.
f. Mampu mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan kasus
dalam praktek.
g. Mampu mengidentifikasi faktor-faktor pendukung maupun penghambat
serta dapat mencari solusi atau alternatife pemecahan masalah pada anak
dengan kejang demam.
h. Mampu mendokumentasikan semua kegiatan Pemenuhan kebutuhan dasar
pada anak dengan Kejang demam.
B. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dibatasi hanya pada satu kasus,
yaitu “Asuhan Keperawatan dalam Pemenuhan Kebutuhan dasar pada An.
R dengan Kejang Demam di Paviliun Badar Rumah Sakit Islam Cempaka
Putih Jakarta Pusat”, yang dilaksanakan selama 3 hari mulai tanggal 30 Mei
2016-01 Juni 2016.
C. Metode Penulisan
Metode yang penulis gunakan dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah
studi kepustakaan dan metode deskriptif, yaitu metode yang mempelajari,
menganalisa dan menarik kesimpulan dari hasil pengalaman secara nyata dalam
memberikan Asuhan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan dasar dan
membandingkan dengan hasil studi kepustakaan.
Adapun data yang diperoleh adalah dengan menggunakan teknik sebagai berikut
:
1. Studi kepustakaan
Suatu kegiatan untuk memperoleh data dengan cara mempelajari buku-buku
dan literatur yang berhubungan dengan Asuhan keperawatan dalam
pemenuhan kebutuhan dasar pada anak dengan kejang demam
2. Studi kasus
a. Observasi: observasi kasus melalui partisipasi aktif terhadap klien yang
bersangkutan mengenai penyakit, pengobatan dan keperawatan serta hasil
dari tindakan yang dilakukan.
b. Wawancara: wawancara dan diskusi dengan klien, keluarga klien,
perawat, dokter dan petugas kesehatan lain yang terkait.
D. Sistematika Penulisan
Makalah ilmiah ini disusun secara sistematis yang terdiri dari lima bab yaitu:
Bab I : Pendahuluan
Meliputi latar belakang, ruang lingkup, tujuan penulisan, metode
penulisan dan sistematika penulisan.
Bab V : Penutup
Meliputi kesimpulan dan saran
A. Kesimpulan
Berisi uraian singkat mengenai asuhan keperawatan pada
anak dengan Kejang demam mulai dari pengkajian, diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
B. Saran
Berisi tentang usulan mengenai hal-hal yang harus diperbaiki
dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada anak dengan
Kejang demam untuk meningkatkan mutu pelayanan
keperawatan.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Pada bab ini penulis menguraikan mengenai konsep dasar kebutuhan dasar manusia dan
konsep dasar yang berhubungan dengan asuhan keperawatan pada anak dengan kejang
demam serta membahas tentang dampak hospitalisasi dan konsep tumbuh kembang pada
anak. Adapun uraian tersebut sebagai berikut:
b. Gangguan kebutuhan rasa aman nyaman pada anak dengan kejang demam
terjadi karena penurunan kesadaran dan ketidak mampuan anak untuk
mengontol dirinya seperti gerakan-gerakan yang tidak dapat dikendalikan
sehingga dapat menyebabkan resiko cedera seperti jatuh dari tempat tidur,
menjatuhkan barang-barang yang ada didekatnya, menggigit lidah, terkena
barang-barang yang bisa melukai. Pada masalah resiko kejang berulang juga
bisa terjadi akibat dari kurang pengetahuan orang tua dalam menangani anak
dengan kejang demam.
B. KONSEP DASAR
1. Pengertian
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada saat bayi atau anak yang
mengalami demam tanpa infeksi sistem saraf pusat. Kejang demam terjadi pada
usia 6 bulan – 5 tahun dan jarang sekali terjadi untuk pertama kalinya pada usia <
6 bulan atau > 3 tahun. Suhu tubuh yang tinggi dapat menimbulkan kejang, ada
anak yang mempunyai ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada
suhu 38°C sedangkan pada anak yang ambang kejang yang tinggi, kejang baru
terjadi pada suhu 40°C atau lebih (Pudiastuti, 2011).
Kejang demam adalah perubahan aktifitas motorik dan behaviour yang bersifat
paroksismal dan dalam waktu terbatas akibat dari adanya aktifitas listrik
abnormal diotak yang terjadi karena kenaikan suhu tubuh (Widagdo, 2011).
Kejang demam adalah kejang bangkitan yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
suhu rektum (dubur) diatas 38°C. Kejang yang berhubungan dengan demam
(suhu diatas 38,4°C per rektal) tanpa adanya infeksi susunan saraf pusat atau
gangguan elektrolit akut (Anurogo, 2013).
Bedasarkan dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa Kejang demam adalah
kejang yang terjadi pada anak usia 6 bulan sampai 5 tahun yang mengalami
kenaikan suhu tubuh dari 38°C sampai 40°C tanpa adanya infeksi susunan saraf
pusat atau gangguan elektrolit akut.
2. Etiologi
Kejang demam disebabkan oleh infeksi yang mengenai jaringan ekstrakranial
atau ekstrakranium seperti tonsilitis, otitis media akut, bronkitis. Penyakit virus
merupakan penyebab utama kejang demam. Kepustakaan terbaru menunjukan
keterlibatan human herpes simplex virus 6 (HHSV-6) sebagai penyebab
timbulnya roseola pada 20% dari sekelompok klien yang datang dengan kejang
demam mereka yang pertama. Genetik juga merupakan penyebab dari kejang
demam, kejang demam cenderung terjadi pada keluarga. Bila anak terkena
kejang demam maka resiko saudara kandungnya terkena adalah sebesar 10%.
Kemungkinan ini menjadi 50% jika orangtuanya pernah menderita kejang
demam (Anurogo, 2012).
Kejang terjadi akibat lepas muatan paroksimal yang berlebihan dari suatu
populasi neuron yang sangat mudah terpicu sehingga mengganggu fungsi normal
otak dan juga dapat terjadi karena keseimbangan asam basa atau elektrolit yang
terganggu. Kejang itu sendiri dapat juga menjadi manifestasi dari suatu penyakit
mendasar yang membahayakan (Pudiastuti, 2011).
(Sukarmin, 2012)
4. Klasifikasi
Menurut NANDA (2015), kejang demam dibagi kedalam 2 jenis, yaitu :
a. Kejang demam sederhana (simple febrile sizure), merupakan kejang demam
dengan karateristik :
1) Kejang demam yang berlangsung singkat, umumnya berlangsung
<15 menit.
2) Tidak berulang dalam waktu 24 jam, atau hanya terjadi sekali dalam
24 jam.
3) Kejang bersifat umum dan tonik-klonik, tanpa gerakan fokal.
4) Kejang ini tidak meningkatkan resiko kematian, kelumpuhan atau
retardasi mental. Pada akhir kejang diakhiri dengan suatu keadaan singkat
seperti mengantuk (drowsiness).
b. Kejang demam kompleks (complex febrile seizure), merupakan kejang demam
dengan karateristik :
1) Kejang demam berlangsung lama, lebih dari 15 menit.
2) Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial
3) Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam.
5. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis kejang demam, menurut NANDA (2015) dan Sukarmin (2012)
adalah sebagai berikut :
a. Suhu tubuh anak (suhu rektal) lebih dari 38°C.
b. Timbulnya kejang bersifat tonik-klonik, tonik, klonik, fokal, atau akinetik.
Beberapa detik setelah kejang berhenti anak tidak memberikan reaksi apapun
tetapi beberapa saat kemudian anak akan tersadar kembali tanpa ada kelainan
persarafan.
c. Takikardi : pada bayi frekuensi sering diatas 150-200 per menit.
d. Pulsasi arteri melemah dan tekanan nadi mengecil yang terjadi sebagai akibat
menurunnya curah jantung.
Sedangkan gejala kejang demam sesuai klasifikasinya menurut
NANDA (2015) adalah sebagai berikut:
Kejang Karateristik
Parsial Kesadaran utuh walaupun mungkin berubah,
fokus disatu bagian tetapi dapat menyebar
kebagian lain.
1. Parsial Sederhana Dapat bersifat motorik (gerakan
abnormal unilateral), sensorik
(merasakan, membaul, mendengar
sesuatu yang abnormal), automik
(takikardia, bradikardia, takipneu,
kemerahan, rasa tidak enak di
epigastrium), psikik (disfagia,
gangguan daya ingat)
Biasanya berlangsung kurang dari 1
menit.
2. Parsial kompleks Dimulai sebagai kejang parsial sederhana
berkembang menjadi perubahan kesadaran
yang disertai oleh:
Gejala motorik, gejala sensorik,
otomatisme (mengecapkan bibir,
mengunyah, menarik-menarik baju)
Beberapa kejang parsial kompleks
mungkin berkembang menjadi
kejang generalisata
Biasanya berlangsung 1-3 menit.
6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kejang demam menurut NANDA (2015) dan Sukarmin (2012)
dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Penatalaksanaan di Rumah Sakit
Penatalaksanaan di Rumah Sakit dibagi menjadi 3 tahap, yaitu :
Pengobatan saat terjadi kejang
1) Pemberian diazepam supositoria pada saat kejang sangat efektif dalam
menghentikan kejang. Dosis pemberian:
a) 5 mg untuk anak <3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak >3 tahun.
b) 5 mg untuk BB <10 kg dan 10 mg untuk anak dengan BB >10 kg
c) 0,5-0,7 mg/kgBB/kali
2) Diazepam intravena juga dapat diberikan dengan dosis sebesar 0,2-0,5
mg/kgBB. Pemberian secara perlahan-lahan dengan kecepatan 0,5-1 mg
per menit untuk menghindari depresi pernafasanan. Bila kejang berhenti
sebelum obat habis, hentikan penyuntikan. Diazepam dapat diberikan 2
kali dengan jarak 5 menit bila anak masih kejang. Diazepam tidak
dianjurkan diberikan per IM karena tidak diabsorbsi dengan baik.
3) Bila tetap masih kejang, berikan fenitoin per IV sebanyak 15 mg/kgBB
perlahan-lahan. Kejang yang berlanjut dapat diberikan pentobarbital 50
mg IM dan pasang ventilator bila perlu.
Setelah kejang berhenti
Bila Kejang berhenti dan tidak berlanjut, pengobatan cukup dilanjutkan
dengan pengobatan intermitten yang diberikan pada anak demam untuk
mencegah terjadinya kejang demam. Obat yang diberikan berupa :
1) Antipiretik
a) Parasetamol atau asetaminofen 10-15 mg/kgBB/kali diberikan 4 kali
atau tiap 6 jam. Berikan dosis rendah dan pertimbangkan efek samping
berupa hiperdosis.
b) Ibuprofen 10 mg/kgBB/kali diberikan 3 kali.
2) Antikonvulsan
a) Berikan diazepam oral dosis 0.3-0.5 mg/kgBB setiap 8 jam pada saat
demam menurunkan resiko berulangnya kejang.
b) Diazepam rektal dosis 0,5 mg/kgBB/hari sebanyak 3 kali perhari
Bila kejang berulang
Berikan pengobatan rumatan dengan fenobarbital atau asam valproat dengan
dosis valproat 15-40 mg/kgBB/hari dibagi 2-3 dosi, sedangkan fenbobarbital
3-5 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Indikasi untuk diberikan pengobatan
rumatan adalah :
1) Kejang lama 15 menit.
2) Anak mengalami kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah
kejang misalnya hemiparise, cerebral palsy, hidrocefalus.
3) Kejang fokal.
4) Bila ada keluarga sekandung yang mengalami epilepsi.
b. Penatalaksanaan di Rumah
Karena penyakit kejang demam sulit diketahui kapan munculnya, maka orang
tua atau pengasuh anak perlu diberi bekal untuk memberikan tindakan awal
pada anak yang mengalami kejang demam. Tindakan awal itu antara lain :
1) Saat timbul serangan kejang segera pindahkan anak ke tempat yang aman
seperti dilantai yang diberi alas lunak tapi tipis, jauh dari benda-benda
berbahayas eperti gelas, pisau.
2) Posisi anak hiperekstensi pakaian dilonggarkan. Masukan sendok yang
dibalut dengan kain bersih kedalam mulut untuk mencegah lidah anak
tertekuk atau tergigit.
3) Ventilasi ruangan harus cukup. Jendela dan pintu dibuka supaya terjadi
pertugaran oksigen lingkungan.
4) Kalau memungkinkan sebaiknya orang tua atau pengasuh dirumah
menyediakan diazepam (melalui dokter keluarga) peranus sehingga saat
serangan kejang anak dapat segera diberikan. Dosis peranus 5 mg untuk
BB kurang dari 10 kg, kalau BB lebih dari 10 mg maka dapat diberikan
10 mg. Untuk dosis rat-rata pemberian peranus adalah 0,4-0,6 mg/KgBB.
5) Kalau beberapa kemudian tidak membaik atau tidak tersedianya
diazepam maka segera bawa anak kerumah sakit.
7. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh kejang demam :
a. Retardasi Mental
b. Kerusakan jaringan otak
TINJAUAN KASUS
Pada bab ini penulis akan melaporkan kasus asuhan keperawatan dalam pemenuhan
kebutuhan dasar pada An. R dengan kejang demam di ruang anak Paviliun Badar Rumah
Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih. Dalam memberikan asuhan keperawatan, penulis
melakukan asuhan melalui pendekatan proses keperawatan yang terdiri dari pengkajian,
perumusan diagnosa keperawatan, penyusunan rencana tindakan, implementasi dan
evaluasi.
A. Pengkajian Keperawatan
1. Data Dasar (Terlampir)
2. Resume Kasus
Anak R, laki-laki berumur 1 tahun 11 bulan datang dibawa oleh orang tuanya ke
UGD Rumah Sakit Islam Jakarta Cempaka Putih pada tanggal 29 Mei 2016 pukul
21.00 WIB dengan keluhan anak mengalami kejang dan demam dengan suhu
39°C. Anak kejang kurang lebih dengan durasi 10 menit disertai mata mendelik
keatas dan tangan kakinya kaku. BAB kurang lebih 10 kali dalam sehari,
konsistensi cair dengan warna kuning kehijauan. Pada saat di UGD diberikan
terapi cairan Asering loading 200 cc makrodrip, diberikan terapi injeksi ranitidin
100 mg dan Antrain 100 mg. An. R dipindahkan ke Paviliun Badar untuk
mendapatkan perawatan selanjutnya.
Dan mendapat therapi cairan KAEN 3 B makrodrip 12 tetes per menit, therapi oral
Puyer Panas+Diazepam 3x1 bungkus jam 06,12,18, Probiokid 1x1 bungkus,
Daryazink 1x1 cth dan therapi injeksi Ceftriaxone 1x500 mg jam 12.
3. Data Fokus
a. Data Subyektif
Ibu mengatakan An. R kejang 1 kali dirumah dengan durasi waktu ±10 menit
pada suhu 39°C. Kejang tidak terus-terusan tetapi bertahap. Keluarga
mengatakan An. R belum pernah mengalami kejang sebelumnya dan keluarga
tidak ada yang mempunyai riwayat kejang. Keluarga mengatakan pada saat
kejang mata anak mendelik ke atas, tangan dan kaki kaku. Keluarga
mengatakan anak saat ini mengalami diare, BAB sudah 9 kali dalam sehari,
konsistensi cair namun sudah ada ampasnya dengan warnah kuning kehijauan,
BAK 5 kali. An. R minum kira-kira 3 gelas dalam sehari, makan hanya habis
½ porsi. BB An. R sebelum sakit 11 kg (mengalami penurunan selama sakit
0.5 kg). An. R selalu rewel dan menangis ketika dokter dan perawat datang
untuk memeriksanya. Keluarga mengatakan khawatir dengan kondisi sakit
anaknya dan tidak mengetahui penyakit anaknya.
b. Data Objektif
Dari hasil pemeriksaan fisik didapatkan data :
Keadaaan umum sakit sedang, kesadaran composmentis, anak tampak lemas.
Nadi 110 x/menit, RR 24 x/menit, Suhu 38,5°C. BAB dengan konsistensi cair
namun ada ampasnya dengan warna kuning kehijauan dan bau khas. An. R
tampak hanya mengabiskan makan ½ porsi saja. Anak tampak menangis dan
rewel terus pada saat pengkajian dilakukan, takut pada perawat dan dokter
yang datang. Rambut tidak rontok dan tidak mudah dicabut, kelopak mata
tidak cekung, sklera an-ikterik, konjungtiva an-anemis, mukosa bibir dan
mulut agak kering, cubitan dinding abdomen kembali <3 detik, bising usus
18x/menit, BB 10,5 kg, TB 68 cm. Anak mengalami penurunan BB 0.5 kg.
Kebutuhan cairan 1025 cc/hari. Status dehidrasi: dehidrasi ringan.
3) Penatalaksanaan:
a) Terapi infus: KAEN 3B 12 tetes per menit makrodrip
b) Terapi oral:
Puyer panas + diazepam 3x1 bungkus (jam 06, 12, 18)
Probiokid 1x1 bungkus (jam 08)
Daryazink 1x1 cth (jam 08)
c) Terapi injeksi:
Ceftriaxone 1x500 mg (jam 12)
4. Analisa Data
No. Data Masalah Etiologi
Objektif
Keadaan umum sakit sedang,
kesadaran composentis. Anak
tampak lemas, suhu 38,5°C,
kelopak mata tidak cekung,
mukosa bibir dan mulut
sedikit kering, cubitan
abdomen kembali segera <3
detik. Balance Cairan -27
cc/hari.
Pemeriksaan Lab tgl 30 Mei
2016:
a. Hematokrit 37%
b. Elektrolit:
Natrium 140 mEq/L
Kalium 4,1 mEq/L
Klorida 101 mEq/L
Objektif
Keadaan umum sakit sedang,
kesadaran composmentis, nadi
110 x/menit, suhu 38,5°C ,
RR 24x/menit.
Pemeriksaan Elektrolit tanggal
30 Mei 2016:
a. Natrium 140 mEq/L
b. Kalium 4,1 mEq/L
c. Klorida 101 mEq/L
B. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan dapat membantu untuk mengklasifikasi intervensi
keperawatan yang akan dilakukan dalam rangka mencapai hasil akhir. Setelah
melakukan pengkajian selanjutnya penulis merumuskan diagnosa pada An. R dengan
kejang demam adalah sebagai berikut :
1. Defisit volume cairan berhubungan dengan output berlebih
2. Resiko kejang berulang berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh
3. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
yang tidak adekuat
4. Takut pada anak berhubungan dengan dampak hospitalisasi (pada orang asing
dan prosedur tindakan)
5. Cemas pada orang tua berhubungan dengan kurangnya informasi
C. Rencana Keperawatan
Setelah diagnosa dirumuskan, tahap berikutnya adalah perencanaan. Perencanaan
adalah suatu tindakan profesional perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
kepada pasien. Perencanaan meliputi prioritas masalah yang sedang dihadapi pasien
dan keluarga. Dari masalah keperawatan yang ada, maka rencana keperawatan yang
dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
1. DX 1 : Defisit volume cairan berhubungan dengan output yang berlebih
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 24 jam perawatan pada An. R
diharapkan maslah defisit volume cairan teratasi
Kriteria Hasil :
a. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi (kelopak mata tidak cekung, mukosa bibir
dan mulutlembab, cubitan dinding abdomen kembali segera <3 detik)
b. Intake output seimbang
c. TTV dalam batas normal (nadi 110 x/menit, suhu 36,5-37,5°C, RR 20-30
x/menit).
Rencana Tindakan :
a. Pantau TTV/8jam
b. Kaji status hidrasi (kelopak mata, mukosa bibir, cubitan abdomen)
c. Monitor intake dan output/8 jam
d. Timbang berat badan/hari untum mengetahui kehilangan cairan.
e. Berikan kompres bila suhu anak masih tinggi
f. Anjurkan anak untuk minum ±2 gelas per hari
g. Berikan terapi oral:
Daryazink 1x1 cth (jam
08) Probiokid 1x1 bks (jam
08)
Puyer Panas+Diazepam 3x1 bks (jam 08,12,16)
h. Berikan terapi injeksi: Ceftriaxone 1x500 mg/IV (jam 12)
i. Monitor tetesan infus KAEN 3B 12 tetes per menit dan ganti cairan infus/12
jam.
j. Pantau hasil laboratorium: Hematokrit dan elektrolit
2. DX 2 : Resiko kejang berulang berhubungan dengan peningkatan suhu tubuh.
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam perawatan pada An. R
diharapkan resiko kejang berulang tidak terjadi
Kriteria Hasil :
a. Kejang dapat dikontrol
b. Suhu tubuh dalam batas normal (36,5-37,5°C)
c. Hasil Elektrolit dalam batas normal
1) Natrium 135-147 mEq/L
2) Kalium 3.5-5.0 mEq/L
3) Klorida 94-111 mEq/L
Intervensi :
a. Pantau dengan ketat TTV terutama suhu tubuh/8 jam
b. Berikan kompres jika suhu anak masih tinggi
c. Anjurkan anak untuk banyak minum ±2 gelas dalam sehari
d. Anjurkan keluarga untuk memakaikan baju yang menyerap keringat
e. Beritahu keluarga ambang kejang pada anak, dan segera mengantisipasi
jika terjadi peningkatan suhu tubuh.
f. Berikan obat Puyer Panas+Diazepam 3x1 bks jam 08,12,16
g. Monitor hasil lab Elektrolit/24 jam
D. Implementasi Keperawatan
Dalam rangka memberikan asuhan keperawatan pada An. R dengan kejang demam
serta rencana yang sudah dibuat oleh penulis, penulis melakukan implementasi
selama 3 hari masa perawatan mulai dari tanggal 30 Mei 2016 – 01 Juni 2016.
Hari/Tanggal Jam No.Dx Implementasi Paraf
Senin, 30 Mei 16.00 4 Melakukan bina trust pada An. R Niswah
2016 DS :
Keluarga mengatakan senang jika
ada perawat yang mengunjungi
DO:
Anak tampak menangis saat perawat
datang
DO :
BB setelah sakit 10,5 kg. An. R
mengalami penurunan BB
DO :
Keluarga tampak mengerti
Intake-Output = 0
1214-1191= 23cc/hari
A: Masalah teratasi
P: Pertahankan intervensi
a) Pantau TTV/8jam
b) Monitor intake & output/8 jam
c) Monitor tetesan infus KAEN 3B 12
tetes per menit
d) Berikan obat Daryazink 1x1 cth (jam
08)
e) Berikan obat Probiokid 1x1 cth (jam
08)
f) Ganti cairan infus/12 jam
2. 19.00
S: Keluarga mengatakan An. R sudah tidak
panas lagi.
O: Keadaan umum baik, kesadaran
composmentis, suhu 37°C, pasien tampak
tidak kejang lagi
A: Masalah teratasi
P: Hentikan intervensi
Udara di atmosfer
Sumbatan Bronkus
pengeluaran mukus
Udara diserap oleh aliran
Ventilasi
Akumulasi mucus pada Susunan gas dalam darah Udara lolos melalui pori
bronkus alveoli/fistulabronkioi
Oksigen lebih cepat diserap
dari nitrogen dan helium
BERSIHAN JALAN NAFAS Gangguan pengembangan
TIDAK EFEKTIF paru/kolaps alveoli
dispnea
GANGGUAN
PERTUKARAN GAS
Pola napas cepat dan
dangkal
EFEFEKTIF
4. Gejala klinis
1. Bersihan jalan napas tidak efektif
Gejala dan tanda mayor
a. Subjektif ( tidak tersedia )
b. objektif
- Batuk tidak efektif
- Tidak mampu batuk
- Sputum berlebih
- Mengi, wheezing dan/atau ronkhi kering
- Mekonium di jalan napas (pada neonatus)
a. Subjektif
- Dispensia
- Sulit berbicara
- Ortopnea
b. Objektif
- Gelisah
- Sianosis
- Bunyi napas menurun
- Frekuensi napas berubah
- Pola napas berubah
a. Subjektif
- Ortopnea
b. Objektif
- Pernapasan pursed-lip
- Pernapasan cuping hidung
- Diameter thoraks anterior –posterior meningkat
- Ventilasi semenit menurun
- Kapasitas vital menurun
- Tekanan ekspirasi menurun
- Tekanan inspirasi menurun
- Ekskursi dada berubah
3. Gangguan Pertukaran
Gas Gejala dan tanda
mayor
a. Subjektif
- Dispnea
b. Objektif
- PCO2 meningkat/ menurun
- PO2 menurun
- Takikardia
- pH arteri meningkat/menurun
- Bunyi napas tambahan
a. Subjektif
- Pusing
- Penglihatan kabur
b. Objektif
- Sianosis
- Diaforesis
- Gelisah
- Napas cuping hidung
- Pola napas abnormal (cepat/lambat,regular/ireguler,da
lam/ dangkal)
- Warna kulit abnormal (mis.pucat,kebiruan)
- Kesadaran menurun
c. Subjektif
- Dispensia
- Sulit berbicara
- Ortopnea
d. Objektif
- Gelisah
- Sianosis
- Bunyi napas menurun
- Frekuensi napas berubah
- Pola napas berubah
2. Pola nafas tidak efektif
Pola nafas tidak efektif merupakan keadaan inspirasi dan atau ekspirasi
yang tidak memberikan ventilasi adekuat (SDKI). Pola napas tidak
efektif biasanya disebabkan karena :
a. Depresi pusat pernapasan
b. Hambatan upaya napas ( misalnya nyeri saat bernapas ,
kelemahan otot pernapasan )
c. Deformitas dinding dada
d. Deformitas tulang dada
e. Gangguan neuromuscular
f. Gangguan neuorologis ( misalnya elektroenseflogram [EEG]
positif, cedera kepala, gangguan kejang
g. Imaturitas neurologis
h. Penurunan energy
i. Obesitas
j. Posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru
k. Sindrom hipoventilasi
l. Kerusakan inervasi diagframa (kerusakan saraf C5 ke atas )
m. Cedera pada medulla spinalis
n. Efek agen farmakologis
o. Kecemasan
Gejala dan tanda mayor
c. Subjektif
- Dispensia
d. Objektif
- Penggunaan otot bantu pernapasan
- Fase ekspirasi memanjang
- Pola napas abnormal (takipnea, bradipnea, hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-stokes)
c. Subjektif
- Ortopnea
d. Objektif
- Pernapasan pursed-lip
- Pernapasan cuping hidung
- Diameter thoraks anterior –posterior meningkat
- Ventilasi semenit menurun
- Kapasitas vital menurun
- Tekanan ekspirasi menurun
- Tekanan inspirasi menurun
- Ekskursi dada berubah
c. Subjektif
- Pusing
- Penglihatan kabur
d. Objektif
- Sianosis
- Diaforesis
- Gelisah
- Napas cuping hidung
- Pola napas abnormal (cepat/lambat,regular/ireguler,da
lam/ dangkal)
- Warna kulit abnormal (mis.pucat,kebiruan)
- Kesadaran menurun
3. Rencana asuhan keperawatan
NO.Dx TUJUAN INTERVENSI RASIONAL
Observasi Observasi
Terapeutik
Edukasi Edukasi
Kolaborasi Kolaborasi
Observasi Observasi
Terapeutik Terapeutik
Observasi Observasi
Terapeutik
Terapeutik
Terapi Oksigen
Observasi Observasi
Terapeutik
Terapeutik
1) Untuk memperlancar pernapasan
1) Bersihkan sekret pada mulut, hidung
dan membersihkan jalan napas
dan trakea, jika perlu
4) Berikan oksigen tambahan, jika perlu 4) Untuk mengurangi sesak pada pasien
6) Gunakan perangkat oksigen yang sesuai 6) Untuk memberikan terapi yang sesuai
dengan tingkat mobilitas pasien pada pasien
Edukasi Edukasi
Kolaborasi Kolaborasi
NIP : 196910151993031015
DAFTAR PUSTAKA
Jakarta: EGC.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.