Anda di halaman 1dari 44

Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

Meningkatnya Jumlah Kelahiran Dalam Wilayah Kerja


Puskesmas
Vivi Silfia
10.2009.064
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Arjuna Utara No. 16 Jakarta Barat 11510
Telepon: (021) 5694-2061
Fax: (021) 563-1731

Pendahuluan

Tujuan pembangunan nasional adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu


manusia yang sehat fisik, mental dan sosial, sehingga tercapai kesejahteraan masyarakat
sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945.Keberhasilan pembangunan, baik pembangunan
fisik maupun ekonomi, pada hakekatnya bergantung pada unsur manusianya.Perkembangan
penduduk yang tinggi dapat menghambat pertumbuhan hasil pembangunan, termasuk
pembangunan kesehatan.Oleh karenanya, pengendalian pertumbuhan jumlah pendudk
melalui program Keluarga Berencana menjadi penting adanya.

Keberhasilan KB akan berpengaruh secara timbal balik dengan penurunan angka


kematian bayi, angka kematian anak balita dan angka kematian ibu maternal. Dengan
demikian program KB akan meningkatkan pula taraf kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat. Ini berarti diperlukan peningkatan program KB, terutama melalui upaya
pelestarian pemakaian alat kontrassepsi efektif terpilih dan diikuti dengan pengayoman medis
bagi peserta/akseptor KB yang memerlukan.1,2

Skenario-6

Pada saat rapat koordinasi dengan camat dan BKKBN dilaporkan bahwa wilayah kerja
puskesmas mengalami kenaikan jumlah kelahiran yang signifikan dibandingkan 2 tahun
lalu.Disepakati untuk menggalakan KB di wilayah tersebut. Prioritas program yang
dilaksanakan adalah peningkatan cakupan IUD dan pemasangan susuk KB. Yang menjadi
hambatan adalah adanya anggapan bahwa KB masih menjadi tabu bagi masyarakat sekitar.
Tingkat pendidikan masyarakat juga umumnya rendah (80% tidak tamat smp).

1
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

Keluarga Berencana

Keluarga berencana adalah perencanaan kehamilan, sehingga kehamilan hanya terjadi


pada waktu yang diinginkan. Jarak antar kelehiran diperpanjang, dan kelahiran selanjutnya
dapat dicegah apabila jumlah anak telah mencapai yang dikehendaki, untuk membina
kesehatan seluruh anggota keluarga dengan sebaik-baiknya, menuju Norma Keluarga Kecil
Bahagia dan Sejahtera (NKKBS)

Kegiatan KB tidak hanyaberupa penjarangan dan mengatur kehamilan, tetapi masuk


kegiatan untuk meningkatkan taraf ekonomi dan kesejahteraan keluarga secara menyeluruh.

Tujuan:

 Umum:

Meningkatnya kesejahteraan ibu dan anak serta keluarga dalam rangka


mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera (NKKBS) yang menjadi
dasar bagi terwujudnya masyarakat yang sejahtera melalui pengendalian
pertumbuhan penduduk Indonesia, guna menyongsong tinggal landas
pembangunan pada Repelita VI mendatang.

 Khusus:
1. Meningkatnya kesadaran masyarakat/keluarga dalam penggunaan alat
kontrasepsi.
2. Menurunnya jumlah angka kelahiran bayi.
3. Meningkatnya kesehatan masyarakat masyarakat/keluarga dengan cara
penjarangan kelahiran.1,2

2
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

Demografi

Fertilitas sebagai istilah demografi diartikan sebagai hasil reproduksi yang nyata dari
seseorang wanita atau sekelompok wanita. Dengan kata lain fertilitas ini menyangkut
banyaknya bayi yang lahir hidup. Fekunditas, sebaliknya, merupakan potensi fisik untuk
melahirkan anak.Jadi merupakan lawan arti kata sterilitas. Natalitas mempunyai arti sama
dengan fertilitas hanya berbeda ruang lingkupnya. Fertilitas mencakup peranan kelahiran
pada perubahan penduduk sedangkan natalitas mencakup peranan kelahiran pada perubahan
penduduk dan reproduksi manusia.

Istilah fertilitias sering disebut dengan kelahiran hidup (live birth), yaitu terlepasnya bayi
dari rahim seorang wanita dengan adanya tanda-tanda kehidupan, seperti bernapas, berteriak,
bergerak, jantung berdenyut dan lain sebagainya.Sedangkan paritas merupakan jumlah anak
yang telah dipunyai oleh wanita. Apabila waktu lahir tidak ada tanda-tanda kehidupan, maka
disebut dengan lahir mati (still live) yang di dalam demografi tidak dianggap sebagai suatu
peristiwa kelahiran.
Salah satu masalah kependudukan di Indonesia adalah jumlah penduduk yang besar dan
distribusi yang tidak merata. Hal itu dibarengi dengan masalah lain yang lebih spesifik, yaitu
angka fertilitas dan angka mortalitas yang relatif tinggi. Kondisi ini dianggap tidak
menguntungkan dari sisi pembangunan ekonomi..Hal itu diperkuat dengan kenyataan bahwa
kualitas penduduk masih rendah sehingga penduduk lebih diposisikan sebagai beban daripada
modal pembangunan.Logika seperti itu secara makro digunakan sebagai landasan kebijakan
untuk mengendalikan laju pertumbuhan penduduk Secara mikro hal itu juga digunakan untuk
memberikan justifikasi mengenai pentingnya suatu keluarga melakukan pengaturan
pembatasan jumlah anak.

Pada awalnya masalah fertilitas lebih dipandang sebagai masalah kependudukan, dan
treatment terhadapnya dilakukan dalam rangka untuk mencapai sasaran kuantitatif. Hal ini
sangat jelas dari target atau sasaran di awal program keluarga berencana dilaksanakan di
Indonesia yaitu menurunkan angka kelahiran total (TFR) menjadi separuhnya sebelum tahun
2000. Oleh karena itu, tidaklah aneh apabila program keluarga berencana di Indonesia lebih
diwarnai oleh target-target kuantitatif.Dari sisi ini tidak dapat diragukan lagi keberhasilannya.

3
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

Indikasi keberhasilan tersebut sangat jelas, misalnya terjadinya penurunan TFR yang
signifikan selama periode 1967 – 1970 sampai dengan 1994 – 1997 .Selama periode tersebut
TFR mengalami penurunan dari 5,605 menjadi 2,788 (SDKI 1997). Atau dengan kata lain
selama periode tersebut TFR menurun hingga lima puluh persen. Bahkan pada tahun 1998
angka TFR tersebut masih menunjukkan penurunan, yaitu menjadi 2,6.

Penurunan fertilitas tersebut terkait dengan (keberhasilan) pembangunan sosial dan


ekonomi, yang juga sering diklaim sebagai salah satu bentuk keberhasilan kependudukan,
khususnya di bidang keluarga berencana di Indonesia.

Salah satu contoh kebijakan kependudukan yang sangat populer dalam bidang kelahiran
(fertilitas) adalah program keluarga berencana.Program ini telah dimulai sejak awal tahun
1970an. Tujuan utama program KB ada dua macam yaitu demografis dan non-
demografis.Tujuan demografis KB adalah terjadinya penurunan fertilitas dan terbentuknya
pola budaya small family size, sedangkan tujuan non-demografis adalah meningkatkan
kesejahteraan penduduk yang merata dan berkeadilan.Keluarga berencana merupakan contoh
kebijakan langsung dibidang fertilitas dan migrasi.
Pemakaian kontrasepsi merupakan salah satu dari sekian banyak variabel yang secara
langsung berpengaruh terhadap tingkat fertilitas. Sementara itu kontribusi pemakaian
kontrasepsi terhadap penurunan angka kelahiran tidak saja ditentukan oleh banyaknya
pasangan usia subur yang menggunakan kontrasepsi tetapi juga sangat dipengaruhi oleh
kualitas pemakaiannya. Terkait dengan itu, selama ini program KB nasional memberikan
prioritas pada pemakaian jenis kontrasepsi yang mempunyai efektivitas atau daya lindung
tinggi terhadap kemungkinan terjadinya kehamilan. Selain itu sasaran pemakaian kontrasepsi
juga lebih difokuskan pada pasangan usia subur muda (usia di bawah 30 tahun) dengan
paritas rendah (jumlah anak paling banyak dua orang). Dengan meningkatnya pemakaian
kontrasepsi yang efektif dan mempunyai daya lindung yang tinggi bagi pasangan usia subur
muda paritas rendah diharapkan kontribusi pemakaian kontrasepsi terhadap penurunan angka
kelahiran di Indonesia juga akan menjadi semakin besar.

Berdasarkan uraian di atas, maka dengan tulisan ini dimaksudkan untuk mengetahui
seberapa jauh pengaruh program KB terhadap fertilitas dan aspek kependudukan yang
sekaligus pengaruhnya pada tahapan keluarga dan juga kepadatan penduduk di negara ini.3

4
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

Cara Pengukuran Fertilitas

Kompleksnya pengukuran fertilitas, karena kelahiran melibatkan dua orang (suami dan
isteri), sedangkan kelahiran hanya melibatkan satu orang saja (orang yang meninggal).
Masalah yang lain yang dijumpai dalam pengukuran fertilitas adalah tidak semua perempuan
mengalami resiko melahirkan karena ada kemungkinan beberapa dari mereka tidak mendapat
pasangan untuk berumah tangga. Juga ada beberapa perempuan yang bercerai, menjanda.
Dalam teori fertilitas, perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain :

1. Angka laju fertilitas menunjukkan dua pilihan jangka waktu, yaitu jumlah kelahiran
selama jangka waktu pendek (biasanya satu tahun), dan jumlah kelahiran selama jangka
waktu panjang (selama usia reproduksi).
2. Suatu kelahiran disebut “lahir hidup” (liva birth) apabila pada waktu lahir terdapat
tanda-tanda kehidupan, misalnya menangis, bernafas, jantung berdenyut. Jika tidak ada
tanda-tanda kehidupan tersebut disebut “lahir mati” (still birth) yang tidak
diperhitungkan sebagai kelahiran dalam fertilitas.
3. Pengukuran fertilitas lebih rumit daripada pengukuran mortalitas karena:
1. Seorang wanita dapat melahirkan beberapa kali, sedangkan ia hanya
meninggal satu kali.
2. Kelahiran melibatkan dua orang (suami-isteri), sedangkan kematian
melibatkan satu orang saja.
3. Tidak semua wanita mengalami peristiwa melahirkan, mungkin karena tidak
kawin, mandul, atau sebab-sebab yang lain.

Memperhatikan perbedaan antara kematian dan kelahiran seeperti tersebut di atas,


memungkinkan untuk melaksanakan dua macam pengukuran fertilitas yaitu fertilitas tahunan
dan pengukuran fertilitas kumulatif.
Pengukuran fertilitas kumulatif adalah mengukur jumlah rata-rata anak yang dilahirkan
oleh seorang perempuan hingga mengakhiri batas usia subur. Sedangkan pengukuran
fertilitas tahunan (vital rates) adalah mengukur jumlah kelahiran pada tahun tertentu
dihubungkan dengan jumlah penduduk yang mempunyai resiko untuk melahirkan pada tahun
tersebut.

5
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

 Pengukuran Fertilitas Tahunan

Baik pengukuran fertilitasmaupun mortalitas tahunan hasilnya berlaku untuk periode


waktu tertentu, sebagai contoh: perhitungan tingkat kelahiran kasar (CBR) di Indonesia
tahun 1975 sebesar 42,9 kelahiran per 1000 penduduk pertengahan tahun. Angka ini
terjadi pada periode tahun 1970-1980. Jadi selama periode ini tiap tahun ada kelahiran
sebesar 42,9 per 1000 penduduk.

Pengukuran fertilitas tahunan hamper sama dengan pengukuran mortalitas. Ukuran-


ukuran fertilitas tahunan yang akan dibicarakan di bawah ini meliputi:

a. Tingkat Fertilitas Umum (Crude Birth Rate)

Tingkat fertilitas kasar didefinisikan sebagai banyaknya kelahiran hidup pada


suatu tahun tertentu tiap 1000 penduduk pada pertengahan tahun. Atau dengan
rumus dapat ditulis sebagai berikut :
B
CBR= xK
Pm
Dimana :
CBR         = Crude Birth Rate atau Tingkat kelahiran Kasar
Pm           = Penduduk pertengahan tahun
K              = bilangan konstansta yang biasanya 1000
B              = jumlah kelahiran pada tahun tertentu

b. Tingkat Fertilitas Umum (General Fertility Rate)

Tingkat fertilitas kasar yang telah dibicarakan sebagai ukuran fertilitas masih
terlalu kasar karena membandingkan jumlah kelahiran dengan jumlah penduduk
pertengahan tahun. Kita mengetahui bahwa penduduk yang mengetahui resiko
hamil adalah perempuan dalam usia reproduksi (15-49 tahun). Dengan alasan
tersebut ukuran fertilitas ini perlu diadakan perubahan yaitu membandingkan
jumlah kelahiran dengan jumlah penduduk perempuan usia subur (15-49 tahun).
Jadi sebagai penyebut tidak menggunakan jumlah penduduk pertengahan tahun
umur 15-49 tahun. Tingkat fertilitas penduduk yang dihasilkan dari perhitungan ini

6
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

disebut Tingkat fertilitas Umum (General Fertility Rate atau GFR) yang ditulis


dengan rumus :
B
GFR= x 1.000
Pf
Dimana :
GFR = Tingkat fertilitas Umum
B =Jumlah kelahiran hidup dalam suatu periode tertentu
Pf (15-49) = jumlah penduduk perempuan umur 15-49 tahun pada
pertengahan tahun

c. Tingkat Fertilitas Menurut Umur (Age Spesific Fertility Rate)

Terdapat variasi mengenai besar kecilnya kelahiran antar kelompok-kelompok


penduduk tertentu, karena tingkat fertilitas penduduk ini dapat pula dibedakan
menurut : Janis kelamin, umur, status perkawinan atau kelompok-kelompok
penduduk yang lain.
Di antara kelompok perempuan usia reproduksi (15-49) terdapat variasi
kemampuan melahirkan, Karena itu perlu dihitung tingkat fertilitas perempuan
pada tiap-tiap kelompok umur (age specify fertility rate). Perhitungan tersebut
dapat dikerjakan dengan rumus sebagai berikut :
Bi
ASFR= xk
Pfi
Dimana
Bi = jumlah kelahiran bayi pada kelompok umur
Pfi = jumlah perempuan kelompok umur pada pertangahan tahun
k   = angka konstanta = 1000

d. Tingkat Fertilitas menurut urutan kelahiran (Birth Order Spesific Fertility Rate)
7
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

Tingkat fertilitas menurut urutan kelahiran sangat penting untuk mengukur


tinggi rendahnya fertilitas suatu Negara.Kemungkinan seorang istri untuk
menambah kelahiran tergantung kepada jumlah anak yang telah
dilahirkannya.Seorang istri mungkin menggunakan alat kontrasepsi setelah
mempunyai jumlah anak tertentu, dan juga umur anak yang masih hidup. Tingkat
fertilitas menurut urutan kelahiran dapat ditulis dengan rumus:
Boi
BOSFR= xK
Pf
Dimana
BOSFR = Birth Order Specify Fertility rate
Boi = jumlah kelahiran
Pf(15-49) = jumlah perempuan umur 15-49 pertengahan tahun
K = bilangan konstanta = 1000

Penjumlahan dari tingkat fertilitas menurut urutan kelahiran menghasilkan


tingkat Fertilitas umum (General Fertility Rate/ GFR):

GFR=
∑ kelahiran hidup dalam suatu periode tertentu x 1.000
∑ wanita umur 15−49 pada pertengahan periode yang sama

e. Standarisasi Tingkat Fertilitas (Standarized Fertility Rates)


Tinggi rendahnya tingat fertilitas d suatu Negara dipengaruhi oleh beberapa
variable, misalnya umur, status perkawinan atau karakteristik yang lain. Seperti
halnya denganmortalitas, kalau kita ingin membandingkan tingkat fertilitas di
beberapa Negara, maka pengaruh variable-variabel tersebut perlu dinetralisir
dengan menggunakan teknik standarisasi sehingga hanya satu variable yang
berpengaruh. Teknik standarisasi yang digunakan sama dengan teknik standarisasi
yang digunakan untuk pengukuran mortalitas. Kalau diketahui tingkat fertilitas di
Negara A dan B,dan ingin ,dibanddingkat tingkat kelahiran umum di kedua Negara
tersebut, maka tinggal tingkat fertilitas menurut umur dikalikan dengan jumlah
penduduk standar dari masing-masing kelompok umur.

 Pengukuran Fertilitas Kumulatif

8
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

Dalam pengukuran fertilitas kumulatif, kita mengukur rata-rata jumlah kelahiran


hidup laki-laki dan perempuan yanga dilahirkan oleh seorang perempuan pada waktu
perempuan itu memasuki usia subur hingga melampaui batas reproduksinya (15-49
tahun).

a.Tingkat Fertilitas total (Total fertility Rate/ TFR)


Dalam praktek tingkat fertilitas total dikerjakan dengan menjumlahkan tingkat
fertilitas perempuan menurut umur, apabila umur tersebut berjenjang lima tahunan,
dengan asumsi bahwa tingkat fertilitas menurut umur tunggal bsama dengan rata-rata
tingkat fertilitas kelompok umur lima tahunan, maka rumus dari TFR adalah:
TFR=5 x ∑ ASFR
Dimana
TFR         = Total fertility Rate
ASFR      = tingkat fertilitas menurut umur dari kelompok berjenjang lima tahunan
b. Gross Reproduction Rate ( GRR)
Ialah jumlah kelahiran bayi perempuan oleh 1000 perempuan sepanjang masa
reproduksinya dengan catatan tidakada seorang perempuan yang meninggal sebelum
mengakhiri masa reproduksinya, seperti TFR, perhitungan GRR adalah sebagai
berikut :
GRR=5 x ∑ ASFR
¿
meninggal sebelum mengakhiri masa reproduksinya ¿
c.Net Reproduction Rate (NRR)
Ialah kelahiran jumlah bayi perempuan oleh sebuah kohor hipotesis dari 1000
perempuan dengan memperhitungkan kemungkinan meninggalkan perempuan-
perempuan itu sebelum mengakhiri masa reproduksinya. Dalam prakteknya,
perhitungan NRR adalah sebagai berikut:
NRR=∑ ASFR x nLx/ Lo

Kinerja Program Keluarga Berencana (KB) dalam Menurunkan Fertilitas

Keberhasilan program KB di Indonesia salah satunya ditunjukkan oleh penurunan TFR


(Total Fertility Rate) dari 5.6 (awal tahun 2007) menjadi 2.6 (SDKI tahun 2002-2003).  Saat
ini diproyeksikan wanita di Indonesia rata-rata melahirkan 2,4 anak, atau lebih dari 50 persen

9
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

angka kelahiran telah diturunkan. Hasil pendataan keluarga menunjukkan rata-rata jiwa per
keluarga adalah 3.82 (tahun 2006) dan 3.79 (tahun 2007).  Menurunnya angka kelahiran
tersebut di atas, merupakan sebagian besar akibat dari meningkatnya kesertaan ber-KB dari
sekitar hanya 5 persen pada awal tahun 70 menjadi sekitar 62 persen saat ini.
Integrasi program KB dan Kesehaan Reproduksi (KR) di Indonesia mengikuti ICPD
(International Conference on Population and Development) di Cairo 1994.Sejak tahun 2004,
terjadi perubahan visi program KB nasional dari keluarga kecil bahagia dan sejahtera menjadi
keluarga berkualitas pada tahun 2015 (Anonym 2004). Kebijakan pengelolaan/pengendalian
pertumbuhan penduduk, penurunan IMR dan MMR, dan peningkatan kualitas program KB
tercantum dalam UU No 25 tahun 2000 tentang program pembangunan nasional

Penurunan angka kelahiran menyebabkan pergeseran distribusi penduduk menurut


kelompok umur dimana proporsi penduduk muda semakin menurun, proporsi penduduk usia
kerja meningkat pesat dan proporsi penduduk lansia naik secara perlahan sehingga rasio
ketergantungan menjadi menurun. Kondisi tersebut berpotensi memberikan keuntungan
ekonomis atau dikenal dengan bonus demografi.  Idealnya, penurunan proporsi penduduk
muda mengurangi biaya untuk pemenuhan kebutuhannya, sehingga sumber daya dapat
dialihkan untuk memacu pertumbuhan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Indonesia telah mengalami bonus demografi yang ditandai dengan menurunnya rasio
ketergantungan mulai tahun 1971 hingga mencapai angka terendah pada tahun 2015-2020
yang merupakan jendela kesempatan (the window of opportunity) untuk melakukan investasi
bagi pembangunan sumber daya manusia. Bonus demografi sebenarnya sudah mulai
kelihatan sejak akhir tahun 2000  dimana beban ketergantungan yang diukur dari ratio
penduduk usia anak-anak dan tua per penduduk usia kerja, telah menurun tajam, dari sekitar
85-90 per 100 di tahun 1970 menjadi sekitar 54-55 per 100 di tahun 2000.
Bonus demografi, atau juga the window of opportunity, hanya akan bermanfaat kalau
mutu penduduk mendapat pemberdayaan yang memadai dan penyediaan lapangan kerja yang
mencukupi. Oleh karenanya bonus demografis yang sudah dialami Indonesia ini belum
memberi makna yang berarti karena kualitas penduduk Indonesia sangat rendah. Karena
tingkat pendidikan penduduk yang rendah,  tidak bersekolah dan tidak bekerja, dengan
jumlahnya yang membengkak sangat besar, sebenarnya bonus demografi yang mulai muncul
dewasa ini telah berubah menjadi penyebab beban ketergantungan menganggur yang sangat

10
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

tinggi. Kondisi tersebut menghilangkan dampak positif bonus demografi sebagai  akibat dari
proses transisi demografi yang berkembang dengan baik.3

Problem Solving Sickle

Untuk bidang kesehatan, langkah-langkah yang sering dipergunakan adalah mengikuti


prinsip lingkaran pemecahan masalah (problem solving cycle).Sebagai langkah pertama
dilakukan upaya menetapkan prioritas masalah (problem priority). Adapun yang
dimaksudkan dengan masalah di sini ialah kesenjangan antara apa yang ditemukan (what is)
dengan apa yang semestinya (what should be).Dalam pemecahan masalah terkandung suatu
proses sistematis yang mempunyai urutan logis. Langkah awal dalam pemecahan masalah
adalah menguraikan masalah secara jelas sedangkan langkah-langkah akhirnya adalah
menghasilkan dokumen yang disebut rencana yang siap untuk dilaksanakan. Langkah-
langkah dalam pemecahan masalah diuraikan sebagai berikut:

A. Penetapan Masalah dan Prioritas Masalah


Untuk mengetahui apakah itu masalah maka perlu diketahui mengenai pengertian
masalah, adalah adanya kesenjangan antara harapan/tujuan yang ingin dicapai dengan
kenyataan yang sesungguhnya sehingga menimbulkan rasa tidak puas. Dengan demikian
untuk memutuskan adanya masalah perlu tiga syarat yang harus dipenuhi yaitu:
1. Adanya kesenjangan
2. Adanya rasa tidak puas
3. Adanya rasa tidak puas untuk menanggulangi masalah.
Dalam penetapan masalah harus diketahui keadaan sekarang dan keadaan yang
diinginkan, dari hasil membandingkan kedua keadaan tersebut kemudian dicari mana
yang belum/ tidak memuaskan merupakan kesenjangan/gap masalah.
Untuk mengetahui permasalahan dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya:
1. Melakukan penelitian
2. Mempelajari laporan
3. Berdiskusi dengan para ahli
Apabila kita menggunakan pendekatan HL.Blum dalam menetapkan masalah
kesehatan maka ukuran yang digunakan adalah angka kesakitan dan kematian. Sedangkan
faktor lainnya disebut penyebab masalah yang dilihat dari empat faktor, yaitu:
1. Faktor lingkungan

11
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

2. Faktor perilaku
3. Faktor pelayan kesehatan
4. Faktor keturunan/ kependudukan
Dari berbagai masalah yang ditemukan tidak mungkin seluruhnya dapat
ditanggulangi, untuk itu perlu adanya prioritas masalah khususnya masalah kesehatan
biasanya dilakukan dengan menggunakan metode Hanlon kuantitatif.

HANLON KUANTITATIF
Tujuan:
1. Identifikasi faktor-faktor luar yang dapat diikutsertakan dalam proses
penentuan masalah.
2. Menggelompokkan faktor-faktor yang ada dan memberikan bobot terhadap
kelompok faktor tersebut.
3. Memungkinkan anggota untuk mengubah faktor dan nilai sesuai dengan
kebutuhannya.

Untuk keperluan metode Hanlon ini digunakan 4 kelompok kriteria:


1. Kelompok kriteria A. Besarnya Masalah
Untuk menetapkan besarnya masalah kesehatan diukur dari besarnya
penduduk yang terkena efek langsung (insidensi/prevalensi), contoh:

Masalah Besarnya masalah per 10.000 penduduk Nilai


Kesehata >500 499-100 99-50 49-10 9-5 <5

n (10) (8) (6) (4) (2) (1)


X X 4
Y X 6
Z X 4

2. Kelompok kriteria B. Kegawatan Masalah


Untuk menetapkan kriteria ini skor 1-5, contoh:

Masalah Keganasan Tingkat Biaya yang Nilai


Kesehatan Urgensi dikeluarkan
X 3 2 3 8

12
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

Y 2 2 3 7
Z 3 4 3 10

3. Kelompok kriteria C. Kemudahan dalam Penanggulangan


Untuk menilai kemudahan dalam penanggulangan pertanyaan yang harus
dijawab adalah, apakah sumber-sumber dan teknologi yang tersedia mampu
menyelesaikan masalah (makin sulit dalam penanggulangan skor yang
diberikan makin kecil), contoh:

Sanggat Sulit ditanggulangi ------|---------|---------|---------|---------| Sangat mudah

1 2 3 4 5

Hasil consensus yang dicapai pada langkah ini memberikan nilai rata-rata
sebagai berikut (kelompok terdiri dari 7 orang):

3+ 4 +3+2+4 +3+2 21
masalah X = = =3
7 7

4+ 4+3+ 4+3+ 4+ 3 25
masalah Y = = =3,6
7 7

2+3+ 3+2+3+ 4+3 20


masalah Z= = =2,8
7 7

4. Kelompok kriteria D. PEARL faktor


Kelompok kriteria D terdiri dari beberapa faktor yang menentukan dapat
atau tidaknya suatu program dilaksanakan faktor-faktor tersebut:
a) Kesesuaian (proprierty)
b) Ekonomi murah (Economic)
c) Dapat diterima (Acceptability)
d) Tersedianya sumber (Resources availability)
e) Legalitas terjamin (legality)
Contoh:

Masalah P E A R L Hasil Perkalian

13
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

X 1 1 1 1 1 1
Y 1 1 1 1 1 1
Z 1 1 1 0 1 0

Penetapan Nilai:
Setelah nilai kriteria A, B, C dan D didapatkan kemudian nilai tersebut
dimasukkan ke dalam formula sebagai berikut:

nilai prioritas dasar ( NPD ) =( A + B ) C


Nilai prioritas total ( NPT )=( A+ B ) C x D
Masalah X=NPD=( 4+8 ) x 3=36
Masalah Y =NPD=( 6+7 ) x 3,6=46,8
Masalah Z=NPD=( 4+10 ) x 2,8=39,2

Dengan mengendalikan NPD dengan komponen kriteria D dari masing-


masing masalah maka didapat angka NPT sebagai berikut:

masalah NPD Nilai PEARL NPT Urutan


Prioritas
X 36 1 36 II
Y 46,8 1 46,8 I
Z 39,2 0 0

B. Analisa Faktor Penyebab Masalah


Analisa penyebab masalah merupakan kegiatan untuk mengkaitkan masalah dengan
faktor-faktor penyebabnya.Masalah merupakan variabel terikat yang dipengaruhi oleh
variabel bebas yang merupakan penyebab masalah. Umtuk analisa penyebab masalah
dapat digunakan berbagai metoda diantaranya:
1) Analisa tulang ikan (Fish born analysis)
2) Analisis system
3) Pendekatan HL. Blum
4) Analisa Epidemiologi
5) Pohon masalah (Problem tree)

14
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

Untuk masalah kesehatan masyarakat analisis epidemiologi dan pendekatan HL Blum


merupakan metoda yang paling cocok.

C. Pemecahan Masalah
Setelah kita mengetahui penyebab masalah, langkah selanjutnya berupa pemecah
masalah. Tujuan pemecahan masalah ini adalah untuk menghilangkan/ mengurangi
faktor-faktor penyebab, kegiatan yang dilakukan berupa:
1) Pencapaian tujuan dan sasaran
2) Mencari alternative pemecahan masalah
Untuk penetapan tujuan ini hendaknya melihat masalah apa yang akan ditanggulangi,
pada pendekatan HL. Blum, lingkup tujuan adalah masalah kesehatan sehingga yang
ditanggulangi adalah angka kesakitan dan kematian. Contoh masalah yang akan
ditanggulangi adalah masalah diare, maka penetapan tujuannya adalah sebagai berikut:
Menurunkan penderita penyakit diare pada anak balita dari 10% menjadi 5% di
wilayah Puskesmas X tahun 1995.
Seperti diketahui untuk mencapai tujuan dapat dilakukan dengan menanggulangi
sasaran berupa faktor penyebab timbulnya masalah, dari contoh diatas ada empat faktor
penyebab masalah yang merupakan lingkup sasaran kegiatan, contoh sasaran yang dapat
dilakukan:
Untuk memilih sasaran mana yang paling cocok untuk menanggulangi permasalahan
dapat digunakan metode Hanlon Kualitatif.

METODA HANLON KUALITATIF


Prinsip dasar penetapan prioritas masalah ini adalah membandingkan pentingnya
masalah satu dengan yang lainnya dengan cara matching untuk tiap-tiap masalah:
Langkah-langkah penetapan:
1) Buat Matrik
2) Tulis nama masalah pada sumbu vertikal dan horizontal

15
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

3) Bandingkan match: masalah yang ada dan laksanakan penilaian dengan


ketentuan sebagai berikut:
a) Jika masalah pada kolom kiri lebih penting dari atasnya beri tanda (+)
pada kotaknya dan apabila kalah penting berikan tanda (-) pada
kotaknya.
b) Kerjakan hanya yang sebelah kanan dari diagonal.
c) Jumlahkan tanda (+) secara horizontal dan masukkan pada kotak total
(+) horizontal.
d) Jumlah tanda (-) secara vertikal dan masukkan pada kotak total (-)
vertikal.
e) Pindahkan hasil penjumlahan pada kotak total (+) horizontal di bawah
kotak (-) vertikal, jumlah hasil vertikal dan horizontal dan masukkan
pada kotak total.
f) Hasil penjumlahan pada kotak total yang mempunyai nilai tertinggi
adalah urutan prioritas masalah.
Contoh matrik penentuan prioritas masalah

masalah A B C D E Horizontal
A + + + + 4
B + - + 2
C - - 0
D + 1
E 0
Total vertikal 0 0 0 2 1
Total horizontal 4 2 0 1 0
Total 4 2
Prioritas I III V II IV
masalah

D. Pengembangan alternatif
Setelah diketahui sasaran apa yang dilakukan maka dikembangkan alternatif kegiatan.
E. Pengambilan keputusan
Setelah kita mengembangkan berbagai alternative untuk pemecahan, maka kegiatan
selanjutnya berupa penyaringan kegiatan dengan menggunakan pertimbangan (syarat
mutlak) berupa input dan output dan pertimbangan keinginan berupa proses kegiatan.
Untuk pengambilan keputusan ini dapat dilakukan dengan metoda kualitatif.

16
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

1) Definisi Pengambilan Keputusan: ialah teknik memilih cara terbaik


(kegiatan/program) untuk mencapai tujuan/ sasaran yang telah ditetapkan secara
efektif dan efisien.
2) Pengambilan keputusan yang dilakukan oleh kelompok.tim akan lebih baik
hasilnya dari pada yang dilakukan oleh perorangan.
3) Proses pengambilan keputusan menggunakan kriteria mutlak dan kriteria
keinginan dilakukan melalui 8 langkah:
a) Menetapkan tujuan/sasaran keputusan (sejauh mungkin kuantitatif).
b) Menentukan kriteria mutlak dan kriteria keinginan bagi tercapainya tujuan
(kriteria = persyaratan yang harus dipenuhi)
- Kriteria mutlak ialah kriteria yang berkaitan dengan “input” dan
“output”.
- Kriteria keinginan ialah kriteria yang berkaitan dengan proses.
c) Menetapkan bobot kriteria keinginan (angka bobot 1-10)
d) Inventaris alternatif, yaitu kemungkinan-kemungkinan cara untuk
mencapai tujuan.
e) Menguji alternative-alternatif tersebut pada butir (d) ke dalam:
 Matriks kriteria mutlak--- alternatif yang tidak lulus segera
disingkirkan, yang lulus ditampilkan ke dalam.
 Matriks kriteria keinginan
- Pada matriks ini setiap alternatif secara urut diberi nilai
terhadap kriteria keinginan yang ada. Angka nilai setiap
alternatif tidak boleh melampaui angka bobot kriteria yang
bersangkutan.
- Menjumlahkan nilai-nilai setiap alternatif yang telah
dipergandakan terlebih dahulu dengan bobot kriteria yang
bersangkutan.
- Dua alternatif yang memiliki jumlah nilai tertinggi merupakan
keputusan sementara.
f) Menetapkan keputusan sementara
g) Inventarisasi konsekuensi, ialah akibat-akibat negatif yang timbul apabila
keputusan-keputusan sementara itu dilaksanakan.
h) Penentuan keputusan tetap setelah mempertimbangkan:
- Tingginya jumlah nilai alternatif
17
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

- Kemampuan untuk mengatasi konsekuensi


i) Rencana pelaksanaan
Rencana pelaksanaan disusun berdasarkan keputusan yang diambil
biasanya dibuat dalam matrik yang didalamnya meliputi: kegiatan, tujuan,
waktu, tempat, pelaksana/penanggung jawab dan biaya.
j) Penilaian
Tujuan dari penilaian adalah untuk melihat apakah tujuan yang
tercantum dalam rencana bias tercapai atau tidak. Untuk itu dalam
penilaian diperlukan adanya indicator dan parameter yang sudah
ditetapkan. Pada hakekatnya penilaian selain untuk menilai hasil kerja
yang dilakukan juga merupakan identifikasi kesenjangan-kesenjangan apa
yang masih ada. Sehingga dari hasil penilaian ini dapat diketemukan
masalah-masalah untuk dipecahkan selanjutnya.1,4

Puskesmas

Pusat Kesehatan Masyarakat (PUSKESMAS) adalah salah satu cara sarana pelayanan
kesehatan masyarakat yang amat penting di Indonesia. Adapun yang dimaksudkan dengan
PUSKESMAS ialah suatu unit pelaksana fungsional yang berfungsi sebagai pusat
pembangunan kesehatan, pusat pembinaan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan
serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menyelenggarakan kegiatannya secara
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan pada suatu masyarakat yang bertempat tinggal
dalam suatu wilayah tertentu.4

Wilayah kerja Puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian dari kecamatan.Faktor
kepadatan penduduk, luas daerah.Keadaan geografikdan keadaan infrastruktur lainnya
merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja Puskesmas. Puskesmas
merupakan perangkat pemerintah Daerah Tingkat II, sehingga pembagian wilayah kerja
Puskesmas ditetapkan oleh bupati KDH, dengan saran teknis dari kepala kantor Departemen
Kesehatan Kabupaten/Kodya yang telah disetujui oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen
Kesehatan Propinsi. Sasaran penduduk yang dilayani oleh sebuah Puskesmas rata-rata 30.000
penduduk setiap Puskesmas.Untuk perluasan jangkauan pelayanan kesehatan maka
Puskesmas perlu ditunjang dengan unit pelayanan kesehatan yang lebih sederhana yang
disebut Puskesmas Pembantu dan Puskesmas keliling.

18
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

Khusus untuk kota besar dengan jumlah penduduk satu juta atau lebih, wilayah kerja
Puskesmas bisa meliputi satu kelurahan. Puskesmas di ibukota kecamatan dengan jumlah
penduduk 150.000 jiwa atau lebih, merupakan “Puskesmas Pembina” yang berfungsi sebagai
pusat rujukan bagi Puskesmas kelurahan dan juga mempunyai fungsi koordinasi. Pelayanan
kesehatan yang diberikan di Puskesmas ialah pelayanan kesehatan yang meliputi pelayanan.4,5

 Kuratif (pengobatan)
 Preventif (upaya pencegahan)
 Promotif (peningkatan kesehatan)
 Rehabilitatif (pemulihan kesehatan)

yang ditujukan kepada semua penduduk dan tidak dibedakan jenis kelamin dan golongan
umur, sejak pembuahan dalam kandungan sampai tutup usia.

Sebagai sarana pelayanan kesehatan tingkat pertama di Indonesia, pengelolaan program


kerja Puskesmas berpedoman pada empat asas pokok, yakni ;4,5

1. Asas pertanggung jawaban wilayah


Dalam menyelenggarakan program kerjanya, Puskesmas harus melaksanakan asas
pertanggung jawaban wilayah.Artinya, Puskesmas harus bertanggung jawab atas
semua masalah kesehatan yang terjadi di wilayah kerjanya.Karena adanya asas yang
seperti ini, maka program kerja Puskesmas tidak dilaksanakan secara pasif saja, dalam
arti hanya sekedar menanti kunjungan masyarakat ke Puskesmas, melainkan harus
secara aktif yakni memberikan pelayanan kesehatan sedekat mungkin dengan
masyarakat.Lebih dari pada itu, karena Puskesmas harus bertanggung jawab atas
semua masalah kesehatan yang terjadi di wilayah kerjanya, maka banyak dilakukan
berbagai program pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit yang merupakan
bagian dari pelayanan kesehatan masyarakat.
2. Asas peran serta masyarakat
Dalam menyelenggarakan program kerjanya, Puskesmas harus melaksanakan asas
peran serta masyarakat.Artinya, berupaya melibatkan masyarakat dalam rangka
menyelenggarakan program kerja tersebut.Bentuk peran serta masyarakat dalam
pelayanan kesehatan banyak macamnya. Di Indonesia dikenal dengan nama Pos
Pelayanan Terpadu (POSYANDU).
3. Asas keterpaduan

19
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

Dalam menyelenggrakan program kerjanya, Puskesmas harus melaksanakan asas


keterpaduan. Artinya, berupaya memadukan kegiatan tersebut bukan saja dengan
program kesehatan lain (lintas program), tetapi juga dengan program dari sektor lain
(lintas sektoral). Dengan dilaksanakannya atas keterpaduan ini, berbagai manfaat akan
dapat diperoleh. Bagi Puskesmas dapat menghemat sumberdaya, sedangkan bagi
masyarakat, lebih mudah memperoleh pelayanan kesehatan.
4. Asas rujukan
Dalam menyelenggarakan program kerjanya, Puskesmas harus melaksanakan asas
rujukan.Artinya, jika tidak mampu menangani suatu masalah kesehatan harus
merujuknya ke sarana kesehatan yang lebih mampu.Untuk pelayanan kedokteran jalur
rujukannya adalah berbagai ‘kantor’ kesehatan.

Jika ditinjau dari sistem pelayanan kesehatan di Indonesia, maka peranan dan kedudukan
Puskesmas adalah sebagai ujung tombak sistem pelayanan kesehatan di Indonesia.Ini
disebabkan karena peranan dan kedudukan Puskesmas di Indonesia adalah amat unik.Sebagai
sarana pelayanan kesehatan terdepan di Indonesia, maka Puskesmas kecuali bertanggung
jawab dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan masyarakat, juga bertanggung jawab
dalam menyelenggarakan pelayanan kedokteran. Adapun fungsi Puskesmas adalah sebagai
berikut :5

1) Sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.


2) Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka meningkatkan
kemampuan untuk hidup sehat.
3) Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat
wilayah kerjanya.

Oleh sebab itu, puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung jawab atas
pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya.
1. Wilayah puskesmas
Wilayah kerja puskesmas meliputi satu kecamatan atau sebagian dari
kecamatan.Faktor kepadatan penduduk, luas daerah, keadaan geografik dan keadaan
infrastruktur lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam menentukan wilayah kerja
puskesmas. Puskesmas merupakan perangkat pemerintah Daerah Tingkat II, sehingga
pembagian wilayah kerja puskesmas ditetapkan oleh Bupati KDH, dengan saran teknis dari
Kepala Kantor Departemen Kesehatan Kabupaten/Kodya yang telah disetujui oleh Kepala

20
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi. Sasaran penduduk yang dilayani oleh
sebuah puskesmas rata – rata 30.000 penduduk setiap puskesmas.Untuk perluasan jangkauan
pelayanan kesehatan maka puskesmas perlu ditunjang dengan unit pelayan kesehatan yang
lebih sederhana yang disebut Puskesmas Pembantu dan Puskesmas Keliling.Khusus untuk
Kota Besar dengan jumlah penduduk satu juta atau lebih, wilayah kerja puskesmas bilsa
meliputi satu kelurahan. Puskesmas di ibukota kecamatan dengan jumlah penduduk 150.000
jiwa atau lebih, merupakan “Puskesmas Pembina” yang berfungsi sebagai pusat rujukan bagi
puskesmas kelurahan dan juga mempunyai fungsi koordinasi.
2. Pelayanan kesehatan menyeluruh
Pelayanan kesehatan yang diberikan di puskesmas ialah pelayan kesehatan yang meliputi
pelayanan :
- Kuratif (pengobatan)
- Preventif (upaya pencegahan)
- Promotif (peningkatan kesehatan)
- Rehabilitatif (pemulihan kesehatan)
Yang ditujukan kepada semua penduduk dan tidak dibedakan jenis kelamin dan golongan
umur, sejak pembuatan dalam kandungan sampai tutup usia.
3. Pelayanan kesehatan integrasi (terpadu)
Sebelum ada puskesmas, pelayanan kesehatan di dalam satu satu kecamatan terdiri
dari Balai Pengobatan, Balai Kesejahteraan Ibu dan Anak, Usaha Hygiene Sanitasi
Lingkungan, Pemberantasan Penyakit Menular dan lain sebagainya. Usaha – usaha tersebut
masing – masing bekerja sendiri sdan langsung melapor kepada Kepala Dinas Kesehatan Dati
II. Petugas Balai Pengobatan tidak tahu menahu apa yang terjadi di BKIA, begitu juga
petugas BKIA tidak mengetahui apa yang dilakukan oleh Petugas Hygiene Sanitasi dan
sebaliknya. Dengan adanya sistem pelayanan kesehatan melalui Pusat Kesehatan Masyarakat
(Puskesmas), maka berbagai kegiatan pokok puskesmas dilaksanakan bersama di bawah satu
koordinasi dan satu pimpinan.

21
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

Gambar 7. Alur Pelayanan Kesehatan


http://anitanet.staff.ipb.ac.id/sosialisasi-asuransi-kesehatan-pns/
Fungsi puskesmas5
1. Sebagai Pusat Pembangunan Kesehatan Masyarakat di wilayah kerjanya
2. Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka meningkatkan
kemampuan untuk hidup sehat
3. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat
wilayah kerjanya

Proses dalam melaksanakan fungsinya, dilaksanakan dengan cara :

a. Merangsang masyarakat termasuk swasta untuk melaksanakan kegiatan dalam rangka


menolong dirinya sendiri
b. Memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana menggali dan menggunakan
sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien
c. Memberikan bantuan yang bersifat bimbingan teknis materi dan rujukan medis maupun
rujukan kesehatan kepada masyarakat dengan ketentuan bantuan tersebut tidak
menimbulkan ketergantungan
d. Memberi pelayanan kesehatan langsung kepada masyarakat
e. Bekerjasama dengan sektor – sektor yang bersangkutan dalam melaksanakan program
puskesmas

Kedudukan puskesmas

22
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

1. Kedudukan secara administratif :


Puskesmas merupakan perangkat Pemerintah Daerah Tingkat II dan bertanggung jawab
langsung baik teknis maupun administratif kepada Kepala Dinas Kesehatan Dati II.
2. Kedudukan dalam hirarkhi pelayanan kesehatan :
Dalam urutan hirarkhi pelayanan kesehatan, sesuai SKN maka puskesmas berkedudukan
pada Tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pertama.

Upaya Kesehatan Pokok Puskesmas


1. Upaya Kesehatan Wajib
Adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan komite nasional, regional, dan global serta
yang mempunyai daya ungkit tinggi untuk peningkatanm derajad kesehatan
masyarakat.Upaya kesehatan wajib ini harus diselelnggarakan oleh tiap puskesmas yang ada
di wilayah Indonesia. Upaya kesehatan wajib tersebut adalah :
 Upaya Promosi kesehatan
 Upaya Kesehatan Lingkungan
 Upaya Kesehatan Ibu dan Anak serta Keluarga Berencana
Kesehatan Ibu dan Anak,adalah salah satu upaya kesehatan wajib puskesmas
yang memberi pelayanan kesehatan kepada ibu hamil, ibu melahirkan, ibu
menyusui dan bayi serta anak balita. Hal ini disebakan kesehatan ibu dan anak
merupakan salah satu indikator dalam menetapkan derajat kesehatan suatu
wilayah atau negara.
Sementara KB suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan
jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi. Hal ini dilakukan untuk
meningkatkan kesejahteraan keluarga serta menurunkan angka kematian ibu dan
anak.
 Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat
UPGK adalah suatu paket kegiatan yang terpadu guna menanggulangi masalah
gizi, terutama Kurang Kalori Protein (KKP).Kegiatan-kegiatannya bertolak dari
usaha-usaha swadaya masyarakat dan sepenuhnya dilakukan oleh tenaga sukarela
desa yang telah mendapat latihan dan di bawah pengawasan puskesmas.
 Upaya Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit Menular
 Upaya Pengobatan

2. Upaya Kesehatan Pengembangan


23
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

Adalah upaya yang ditetapkan berdasarkan permasalahan kesehatan yang ditemukan


di masyarakat serta yang sesuai dengan kemampuan Puskesmas. Upaya kesehatan
pengembangan dipilih dari daftar upaya kesehatan pokok puskesmas yang telah ada
yakni:
 Upaya Kesehatan Sekolah
 Upaya Kesehatan Olah Raga
 Upaya Perawatan Kesehatan Masyarakat
 Upaya Kesehatan Kerja
 Upaya Kesehatan Gigi dan Mulut
 Upaya Kesehatan Jiwa
 Upaya Kesehatan Mata
 Upaya Kesehatan Lanjut Usia
 Upaya pembinaan Pengobatan Tradisional.

Pemilihan upaya kesehatan pengembangan ini dilakukan oleh puskesmas bersama


dinas kesehatan kabupaten/kota dengan mempertimbangkan masukan dari BPP. Upaya
kesehatan pengembangan dilakukan apabila upaya kesehatan wajib puskesmas telah
terlaksana secara optimal dalam arti target cakupan serta peningkatan mutu pelayanan telah
tercapai. Apabila puskesmas belum mampu menyelenggarakan upaya kesehatan
pengembangan padahal telah menjadi kebutuhan masyarakat, maka dinas kesehatan
kabupaten/kota bertanggungjawab dan wajib menyelenggarakannya.
Semua kegiatan program pokok yang dilaksanakan di Puskesmas dikembangkan berdasarkan
program pokok pelayanan kesehatan dasar (basic health care services) seperti yang
dianjurkan oleh badan kesehatan dunia (WHO).Yang dikenal denagn “basic seven” WHO.
Basic seven tersebut terdiri dari MCHC (Maternal and Child Health Care), MC (Medical
Care), ES (Environment Sanitation), HE (Health Education) untuk kelompok-kelompok
masyarakat, Simple Laboratory (Lab. Sederhana), CDC (Communicable Disease Control),
dan simple statistic (recording/reporting atau pencatatan dan pelaporan).

Konsep umum yang dapat digunakan untuk mengkaji program pokok Puskesmas meliputi
tujuan program/kegiatan, target, sasaran dan ruang lingkup kegiatan program Puskesmas,
sumber daya (staf, logistic, waktu, keuangan, metode dan sebagainya), dan
pencatatan/pelaporan program.Tujuan umum program pokok Puskesmas ditetapkan oleh
Depkes.Tujuan umum setiap program harus dijabarkan lagi oleh Puskesmas agar menjadi

24
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

tujuan operasional masing-masing program sesuai dengan perkembangan masalah kesehatan


dan faktor-faktor risiko yang berkembang di wilayah kerjanya.

Pengawas Wilayah Setempat (PWS)

Batasan pengawasan banyak macamnya. Beberapa diantaranya yang sering dipergunakan


ialah :10

1. Pengawasan ialah melakukan penilaian dan sekaligus koreksi terhadap setiap


penampilan karyawan untuk mencapai tujuan seperti yang telah ditetapkan dalam
rencana.
2. Pengawasan ialah suatu proses untuk mengukur penampilan suatu program yang
kemudian dilanjutkan dengan mengarahkannya sedemikian rupa sehingga tujuan yang
telah ditetapkan dapat tercapai.

Dari batasan yang seperti ini segera terlihat bahwa untuk dapat melakukan pekerjaan
pengawasan dengan baik ada tiga hal yang perlu diperhatikan. Ketiga hal yang dimaksud
ialah :

1. Objek pengawasan
Yang dimaksud objek pengawasan disini ialah hal-hal yang harus diawasi dari
pelaksanaan suatu rencana kerja.
2. Metoda pengawasan
Yang dimaksud dengan metoda pengawasan disini ialah teknik ata cara melakukan
pengawasan terhadap objek pengawasan yang telah ditetapkan.
3. Proses pengawasan
Yang dimaksud dengan proses disini ialah langkah-langkah yang harus dilakukan
sedemikian rupa sehingga pengwasan tersebut dapat dilakukan.

Jika pengawasan dapat dilakukan dengan cermat, akan diperoleh beberapa manfaat. Manfaat
yang dimaksud antara lain :6

1. Pengawasan harus bersifat khas


Syarat pertama yang harus dipenuhi pada pengawasan ialah pengawasan teersebut
harus bersifat khas (specific), artinya jelas sasaran dan tujuan yang ingin dicapai serta
ditujukan hanya untuk hal-hal yang bersifat pokok saja.Syarat yang seperti ini dikenal
dengan prinsip “strategic point control”.Hal yang bersifat pokok tersebut banyak

25
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

macamnya, termasuk misalnya hanya mengawasi penyimpangan-penyimpangan saja


(exception).
2. Pengawasan harus mampu melaporkan setiap penyimpangan
Syarat kedua yang harus dipenuhi ialah pengawasan harus mampu melaporkan
setiap penyimpangan yang terjadi secara tepat, cepat dan benar.Dengan demikian
dalam pengawasan harus ada umpan balik (feed back) yang dapat dimanfaatkan
dengan segera.
3. Pengawasan harus fleksibel dan berorientasi pada masa depan
Syarat ketiga yang harus dipenuhi pada pengawasan ialah pengawasan tersebut
harus fleksibel serta berorientasi pada kepentingan masa depan. Yang dimaksud
dengan fleksibel disini ialah harus tanggap terhadap segala perubahan yang terjadi.
Pengawasan yang terlalu kaku tidak akan memberikan hasil yang optimal.
4. Pengawasan harus mencerminkan keadaan organisasi
Syarat keempat yang harus dipenuhi ialah pengawasan tersebut harus
mencerminkan keadaan organisasi (organizational suitability).

Pengawasan, evaluasi dan bimbingan dari Dinas Kesehatan Kabupaten/kota biasanya


dilakukan dalam bentuk  sebagai berikut :5

1. Kunjungan Petugas Dinas Kesehatan Kabupaten/kota untuk melakukan supervisi atau


bimbingan tehnis program gizi pada setiap tahunnya.

2. Umpan balik Laporan (feedbeck) laporan cakupan selama setahun dari Dinas
Kesehatan kabupaten /kota dari  laporan rekapitulasi puskesmas  yang dikirm setiap
bulan di Dinas Kabupaten/kota.

3. Pertemuan monitoring dan evaluasi program gizi ditingkat Kabupaten /kota.

PROGRAM KELUARGA BERENCANA PEMERINTAH

Tujuan Program KB
Tujuan umum untuk lima tahun kedepan mewujudkan visi dan misi program KB yaitu
membangun kembali dan melestarikan pondasi yang kokoh bagi pelaksana program KB di
masa mendatang untuk mencapai keluarga berkualitas tahun 2015.

Sedangkan tujuan program KB secara filosofis adalah :


26
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

1.      Meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak serta mewujudkan keluarga kecil yang
bahagia dan sejahtera melalui pengendalian kelahiran dan pengendalian pertumbuhan
penduduk Indonesia.
2.      Terciptanya penduduk yang berkualitas, sumber daya manusia yang bermutu dan
meningkatkan kesejahteraan keluarga.

Sasaran Program KB
Sasaran program KB dibagi menjadi 2 yaitu sasaran langsung dan sasaran tidak langsung,
tergantung dari tujuan yang ingin dicapai. Sasaran langsungnya adalah Pasangan Usia Subur
(PUS) yang bertujuan untuk menurunkan tingkat kelahiran dengan cara penggunaan
kontrasepsi secara berkelanjutan. Sedangkan sasaran tidak langsungnya adalah pelaksana dan
pengelola KB, dengan tujuan menurunkan tingkat kelahiran melalui pendekatan
kebijaksanaan kependudukan terpadu dalam rangka mencapai keluarga yang berkualitas,
keluarga sejahtera.

Ruang Lingkup Program KB


Ruang lingkup program KB meliputi :
1.      Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE)
2.      Konseling
3.      Pelayanan Kontrasepsi
4.      Pelayanan Infertilitas
5.      Pendidikan sex (sex education)
6.      Konsultasi pra perkawinan dan konsultasi perkawinan
7.      Konsultasi genetik
8.      Tes keganasan
9.      Adopsi
Strategi Pendekatan dan Cara Operasional Program Pelayanan KB
Strategi pendekatan dalam program keluarga berencana antara lain :
1.    Pendekatan kemasyarakatan (community approach).
Diarahkan untuk meningkatkan dan menggalakkan peran serta masyarakat
(kepedulian) yang dibina dan dikembangkan secara berkelanjutan.
2.    Pendekatan koordinasi aktif (active coordinative approach)

27
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

Mengkoordinasikan berbagai pelaksanaan program KB dan pembangunan keluarga


sejahtera sehingga dapat saling menunjang dan mempunyai kekuatan yang sinergik
dalam mencapai tujuan dengan menerapkan kemitraan sejajar.
3.    Pendekatan integrative (integrative approach)
Memadukan pelaksanaan kegiatan pembangunan agar dapat
mendorong dan menggerakkan potensi yang dimiliki oleh semua masyarakat sehingga
dapat menguntungkan dan memberi manfaat pada semua pihak.
4.    Pendekatan kualitas (quality approach)
Meningkatkan kualitas pelayanan baik dari segi pemberi pelayanan (provider) dan
penerima pelayanan (klien) sesuai dengan situasi dan kondisi.
5.    Pendekatan kemandirian (self rellant approach)
Memberikan peluang kepada sektor pembangunan lainnya dan masyarakat yang telah
mampu untuk segera mengambil alih peran dan tanggung jawab dalam pelaksanaan
program KB nasional.
6.   Pendekatan tiga dimensi ( three dimension approach)
Strategi tiga dimensi program KB sebagai pendekatan program KB nasional, dimana
program tersebut atas dasar survey pasangan usia subur di Indonesia terhadap ajakan
KIE yang terbagi menjadi tiga kelompok, yaitu :
a.    15% PUS langsung merespon “ya” untuk ber-KB
b.    15-55% PUS merespon ragu-ragu“ untuk ber-KB
c.    30 % PUS merespon "tidak“ untuk ber-KB

Strategi tiga dimensi dibagi dalam tiga tahap pengelolaan program KB sebagai berikut:


a.      Tahap perluasan jangkauan
Pola tahap ini penggarapan program lebih difokuskan lebih kepada sasaran :
1)     Coverage wilayah
Penggarapan wilayah adalah penggarapan program KB lebih diutamakan
pada penggarapan wilayah potensial, seperti wilayah Jawa, Bali dengan
kondisi jumlah penduduk dan laju pertumbuhan yang besar
2)     Coverage khalayak
Mengarah kepada upaya menjadi akseptor KB sebanyak-banyaknya. Pada
tahap ini pendekatan pelayanan KB didasarkan pada pendekatan klinik
b.      Tahap pelembagaan

28
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

Tahap ini untuk mengantisipasi keberhasilan pada tahap potensi yaitu tahap
perluasan jangkauan. Tahap coverage wilayah diperluas jangkauan propinsi luar
Jawa Bali. Tahap ini inkator kuantitatif kesertaan ber-KB pada kisaran 45-65 %
dengan prioritas pelayanan kontrasepsi dengan metode jangka panjang, dengan
memanfaatkan momentum-momentum besar
c.      Tahap pembudayaan program KB
Pada tahap coverage wilayah diperluas jangkauan propinsi seluruh Indonesia.
Sedangkan tahap coverage khalayak diperluas jangkauan sisa PUS yang menolak,
oleh sebab itu pendekatan program KB dilengkapi dengan pendekatan Takesra dan
Kukesra.

PROGRAM KELUARGA BERENCANA PUSKESMAS1,7

Pemantauan Wilayah Setempat Kesehatan Ibu dan Anak (PWS KIA) adalah alat
manajemen untuk melakukan pemantauan program KIA disuatu wilayah kerja secara terus
menerus, agar dapat dilakukan tindak lanjut yang cepat dan tepat.Program KIA yang
dimaksud meliputi pelayanan ibu hamil, ibu bersalin, ibu nifas, ibu dengan komplikasi
kebidanan, keluarga berencana, bayi baru lahir, bayi baru lahir dengan komplikasi, bayi, dan
balita.

Dengan manajemen PWS KIA diharapkan cakupan pelayanan dapat menjangkau


seluruh sasaran di suatu wilayah kerja sehingga kasus dengan risiko/komplikasi kebidanan
dapat ditemukan sedini mungkin untuk dapat memperoleh penanganan yang memadai.

Penyajian PWS KIA juga dapat dipakai sebagai alat motivasi, informasi dan komunikasi
kepada sektor terkait, khususnya aparat setempat yang berperan dalam pendataan dan
penggerakan sasaran maupun membantu dalam memecahkan masalah non teknis misalnya:
bumil KEK, rujukan kasus dengan risiko. Pelaksanaan PWS KIA baru berarti bila dilengkapi
dengan tindak lanjut berupa perbaikan dalam pelaksanaan pelayanan KIA. PWS KIA
dikembangkan untuk intensifikasi manajemen program. Walaupun demikian, hasil
rekapitulasinya di tingkat puskesmas dan kabupaten dapat dipakai untuk menentukan
puskesmas dan desa/kelurahan yang rawan.Demikian pula rekapitulasi PWS KIA di tingkat
propinsi dapat dipakai untuk menentukan kabupaten yang rawan.

Tujuan :

29
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

 Berupaya menurunkan angka kematian ibu bersalin, angka kematian bayi dan angka
kematian balita dengan meningkatkan cakupan K1, K4 serta persalinan Nakes serta
imunisasi pada bayi
 Pelayanan deteksi dan stimulasi dini tumbuh kembang balita Melaksanakan Rujukan
masalah kesehatan ibu dan anak serta pelayanan Akseptor KB dengan masalahnya

Adapun kegiatan / cara operasional pelayanan KB adalah sebagai berikut :


1.      Pelayanan komunikasi, informasi dan edukasi (KIE)
 Pelayanan komunikasi, informasi dan edukasi dilakukan dengan memberikan
penerangan konseling, advokasi, penerangan kelompok (penyuluhan) dan penerangan
massa melalui media cetak, elektronik.
 Dengan penerangan, motivasi diharapkan meningkat sehingga terjadi peningkatan
pengetahuan, perubahan sikap dan perilaku masyarakat dalam berKB, melalui
pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga,
peningkatan kesejahteraan keluarga sehingga tercapai Norma Keluarga Kecil Bahagia
dan Sejahtera (NKKBS)
2.      Pelayanan kontrasepsi dan pengayoman peserta KB
 Dikembangkan program reproduksi keluarga sejahtera. Para wanita
baik sebagai calon ibu atau ibu, merupakan anggota keluarga yang paling rentan
mempunyai potensi yang besar untuk mendapatkan KIE dan pelayanan KB yang
tepat dan benar dalam mempertahankan fungsi reproduksi.
 Reproduksi sehat sejahtera adalah suatu keadaan sehat baik fisk, mental
dan kesejahteraan sosial secara utuh pada semua hal yang berhubungan dengan
sistem dan fungsi serta proses reproduksi. Bukan hanya kondisi yang bebas dari
penyakit dan kecacatan serta dibentuk berdasarkan perkawinan yang sah, mampu
memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material, bertaqwa kepada Tuhan YME,
memiliki hubungan yang serasi, selaras dan seimbang antar anggota dan antara
keluarga  dengan lingkungan.
 Dalam mencapai sasaran reproduksi sehat, dikembangkan 2 gerakan
yaitu: pengembangan gerakan KB yang makin mandiri dan gerakan keluarga sehat
sejahtera dan gerakan keluarga sadar HIV/AIDS.
 Pengayoman, melalui program ASKABI (Asuransi Keluarga Berencana Indonesia),
tujuan agar merasa aman dan terlindung apabila terjadi komplikasi dan kegagalan.
3.      Peran serta masyarakat dan institusi pemerintah
30
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

 PSM ditonjolkan (pendekatan masyarakat) serta kerjasama


institusi pemerintah (Dinas Kesehatan, BKKBN, Depag, RS, Puskesmas).
4.      Pendidikan KB
 Melalui jalur pendidikan (sekolah) dan pelatihan, baik petugas KB, bidan, dokter 
berupa pelatihan konseling dan keterampilan.

Pelayanan Terpadu

Penyelenggaraan berbagai pelayanan kesehatan baik perorangan maupun kesehatan


masyarakat perlu ditunjang oleh manajemen yang baik.Manajemen Puskesmas adalah
rangkaian kegiatan yang bekerja secara sistematik untuk menghasilkan pemecahan masalah
yang efektif dan efisien.Manajemen Puskemas meliputi 1) perencanaan; 2) pelaksanaan -
pengendalian; 3) pengawasan pertanggungjawaban, yang harus dilaksanakan secara terkait
dan berkesinambungan.

Perencanaan yang dimaksud adalah kegiatan perencanaan tingkat Puskesmas,


pelaksanaan pengendalian adalah rangkaian kegiatan mulai dari pengorganisasian,
penyelenggaraan, pemantauan (a.l pemantauan wilayah setempat/PWS dengan data dari
SP2TP dalam forum Lokakarya Mini Puskesmas).Adapun pengawasan-pertanggungjawaban
adalah kegiatan pengawasan internal dan eksternal serta akuntabilitas petugas.

Seluruh rangkaian kegiatan manajemen tersebut harus dilaksanakan secara terpadu dan
berkesinambungan.

A.    Kepemimpinan

Pelaksanaan 4 fungsi Puskesmas; yaitu (a) pusat pembangunan wilayah berwawasan


kesehatan, (b) pusat pemberdayaan masyarakat, (c) pusat pelayanan kesehatan masyarakat
primer dan (d) pusat pelayanan kesehatan perorangan primer, memerlukan pola
kepemimpinan yang holistik, strategis, manajerial dan berkelanjutan (sustainable leadership).

Kepemimpinan holistik berarti kemampuan pimpinan Puskesmas yang menjadi “agent of


change” ditengah dinamika sosial masyarakat yang dilayaninya.Pimpinan Puskesmas perlu
memiliki ilmu dan ketrampilan dalam bidang “community development” (pembangunan
masyararakat), termasuk menggerakkan semua elemen potensi masyarakat (modal sosial)
dalam pembangunan kesehatan. Pemimpin Puskesmas perlu memiliki kemampuan
31
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

melakukan advovacy kepada  aparat pemerintah kecamatan, desa, organisasi sosial dan
keagamaan, sektor usaha swasta, dll tentang perlunya wawasan kesehatan dalam kegiatan
pembangunan sosial-ekonomi di wilayah kerja Puskesmas bersangkutan.

Kepemimpinan strategis berarti kemampuan memberikan respons yang tepat dan cepat
terhadap turbulensi perubahan lingkungan yang terjadi di wilayah kerja Puskesmas, termasuk
perubahan sosial, ekonomi, demografi, ekologi, dll.Kepemipinan Puskesmas perlu memiliki
kemampuan mengidentifikasi resiko-resiko kesehatan serta dampak kebijakan pembangunan
terhadap kesehatan penduduk serta merumuskan intervensi strategis untuk mengatasi resiko
dan dampak tersebut.

Kepemimpinan manajerial berarti kemampuan menggerakkan manajemen program


kesehatan sesuai dengan standar program yang ada, serta menggerakkan SDM Puskesmas
melaksanakan standar program tersebut dengan  tehnik motivasi, komunikasi dan supervisi
yang efektif.

Kepemimpinan berkelanjutan berarti adanya kesempatan pemimpin Puskesmas menjalin


hubungan pribadi dan sosial dengan staf Puskesmas, aparat pemerintahan di kecamatan serta
dengan masyarakat yang dilayaninya. Menurut pengalaman empiris (penugasan di Puskesmas
selama 5 tahun dalam kebijakan masa lalu), masa lima tahun adalah waktu minimal yang
diperlukan untuk menjamin kepemimpinan berkelanjutan tersebut.

Kemampuan kepemimpinan holistic, strategis dan manajerial tersebut diberikan dalam


bentuk pelatihan kepemimpinan bagi SDM (Sumber daya manusia) Puskesmas.

B.    Manajemen Program

1. Perencanaan

Perencanaan adalah proses penyusunan rencana Puskesmas untuk mengatasi


masalah kesehatan di wilayah kerja Puskesmas. Rencana Puskemas dibedakan atas
dua macam yaitu Rencana Usulan Kegiatan (RUK) untuk kegiatan pada setahun
mendatang dan Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK) pada tahun
berjalan.Perencanaan Puskesmas disusun meliputi upaya kesehatan wajib, upaya
kesehatan pilihan dan upaya inovatif baik terkait dengan pencapaian target maupun
mutu Puskesmas.Istilah RUK dan RPK merupakan istilah umum, adapun

32
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

istilah/terminologi yang dipergunakan dalam perencanaan disesuaikan dengan


pedoman penganggaran di daerah.

Proses perencanaan Puskesmas harus disesuaikan dengan mekanisme perencanaan


yang ada baik perencanaan sektoral maupun lintas sektoral melalui Musrenbang di
setiap tingkatan administrasi.

a. Rencana Usulan Kegiatan (RUK)


Rencana Usulan Kegiatan adalah perencanaan kegiatan Puskesmas
untuk tahun mendatang, sering disebut dengan istilah H+1.Perencanaan
disusun dengan mengacu pencapaian indikator Kecamatan Sehat dalam
mewujudkan pencapaian indikator SPM.
b. Rencana Pelaksanaan Kegiatan (RPK)/ Plan of Action (POA)
Rencana Pelaksanaan Kegiatan disusun setelah Puskesmas
mendapatkan alokasi anggaran.Penyusunan RPK berdasarkan RUK tahun
yang lalu dengan dilakukan penyesuaian (adjustment) terhadap target,
sasaran dan sumberdaya. RPK disusun dalam bentuk matrik Gantt Chart
dan dilengkapi dengan pemetaan wilayah (mapping)

2. Pelaksanaan Pengendalian

Pelaksanaan dan pengendalian adalah proses penyelenggaraan, pemantauan


serta penilaian terhadap kinerja penyelenggaraan rencana tahunan Puskesmas,
baik rencana tahunan upaya kesehatan wajib maupun rencana tahunan upaya
kesehatan pilihan, dalam mengatasi masalah kesehatan di wilayah kerja
Puskesmas. Langkah-langkah pelaksanaan dan pengendalian adalah sebagai
berikut :

a.    Pengorganisasian

Untuk dapat terlaksananya rencana kegiatan Puskesmas perlu dilakukan


pengorganisasian.Ada dua macam pengorganisasian yang harus
dilakukan.Pertama, pengorganisasian berupa penentuan para penanggungjawab
dan para pelaksana untuk setiap kegiatan serta untuk setiap satuan wilayah kerja.
33
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

Dengan perkataan lain, dilakukan pembagian  tugas seluruh program kerja dan
seluruh wilayah kerja kepada seluruh petugas Puskesmas dengan
mempertimbangkan kemampuan yang dimilikinya. Penentuan para
penanggungjawab ini dilakukan melalui penggalangantim pada awal tahun
kegiatan.

Kedua, pengorganisasian berupa penggalangan kerjasama tim secara lintas


sektoral. Ada dua bentuk penggalangan kerjasama yang dapat dilakukan :

1) Penggalangan kerjasama dua pihak yakni antara dua sektor terkait,


misalnya antara Puskesmas dengan sektor Sosial/ Kesra pada waktu
penyelenggaraan upaya kesehatan usia lanjut (Usila).
2) Penggalangan kerjasama banyak pihak yakni antar berbagai sektor terkait,
misalnya antara Puskesmas dengan sektor pendidikan, sektor agama, pada
penyelenggaraan upaya kesehatan sekolah (UKS).

Penggalangan kerjasama lintas sektor ini dapat dilakukan :


- Secara langsung yakni antar sektor terkait
- Secara tidak langsung yakni dengan memanfaatkan pertemuan
koordinasi kecamatan.

b. Penyelenggaraan

Setelah pengorganisasian selesai dilakukan, kegiatan selanjutnya adalah


menyelenggarakan rencana kegiatan Puskesmas, dalam arti para penanggungjawab
dan para pelaksana yang telah ditetapkan pada pengorganisasian. Untuk dapat
terselenggaranya rencana tersebut perlu dilakukan kegiatan sebagai berikut :

1)    Mengkaji ulang rencana pelaksanaan yang telah disusun terutama yang
menyangkut jadwal pelaksanaan, target pencapaian, lokasi wilayah kerja dan rincian
tugas para penanggungjawab dan pelaksana.

2)    Menyusun jadwal kegiatan bulanan untuk tiap petugas sesuai dengan rencana
pelaksanaan kegiatan yang telah disusun. Beban kegiatan Puskesmas harus terbagi
habis dan merata kepada seluruh petugas.

34
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

3)    Menyelenggarakan kegiatan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Dalam
penyelenggaraannya harus memperhatikan :

a)    Azas Penyelenggaraan Puskesmas

Penyelenggaraan kegiatan Puskesmas harus menerapkan keempat azas


penyelenggaraan Puskesmas yaitu pertanggungjawaban wilayah, pemberdayaan
masyarakat, keterpaduan dan rujukan.

b)    Standar dan pedoman Puskesmas

Dalam pelaksanaan kegiatan Puskesmas harus mengacu pada standar dan


pedoman Puskesmas, baik yang bersifat teknis program, manajemen maupun
administratif.

c)    Kendali mutu

Penyelenggaraan kegiatan Puskesmas harus menerapkan kendali mutu, yaitu


kepatuhan terhadap standar dan pedoman pelayanan serta etika profesi.

d)    Kendali biaya

Penyelenggaraan kegiatan Puskesmas harus menerapkan kendali biaya yaitu


kepatuhan terhadap standar dan pedoman pelayanan serta etika profesi dan
terjangkau oleh pemakai jasa pelayanan.

c. Pemantauan

Penyelenggaraan kegiatan harus diikuti dengan kegiatan pemantauan yang


dilakukan secara berkala. Kegiatan pemantauan mencakup hal-hal sebagai berikut

1) Melakukan telaahan penyelenggaraan kegiatan dan hasil yang dicapai baik secara
internal maupun eksternal.

 Telaahan internal yaitu telaahan bulanan terhadap penyelenggaraan kegiatan


dan hasil yang dicapai oleh Puskesmas, dibandingkan dengan rencana dan
standar pelayanan. Data yang dipergunakan diambil dari SIMPUS.
Kesimpulan dirumuskan dalam bentuk kinerja (cakupan, mutu dan biaya)
Puskesmas dan masalah/ hambatan. Telaahan bulanan ini dilakukan dalam
forum Lokakarya Mini Bulanan Puskesmas.

35
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

 Telaahan eksternal yaitu telaahan tribulanan terhadap hasil yang dicapai oleh
sarana pelayanan kesehatan primer serta sektor lainnya yang terkait di
wilayah kerja Puskesmas. Telaahan eksternal ini dilakukan dalam forum
Lokakarya Mini Tribulan Puskesmas.

2) Menyusun saran peningkatan penyelenggaraan kegiatan sesuai dengan pencapaian


kinerja Puskesmas serta masalah dan hambatan yang ditemukan dari hasil telaahan
bulanan dan triwulan.

d. Penilaian

Kegiatan penilaian dilakukan pada akhir tahun anggaran dengan cara Penilaian
Kinerja Puskesmas yang diukur menggunakan indikator kinerja Puskesmas. Kegiatan
tersebut mencakup :

1) Melakukan penilaian terhadap penyelenggaraan kegiatan dan hasil yang dicapai,


dibandingkan dengan rencana tahunan dan standar pelayanan. Sumber data yang
dipergunakan dalam penilaian yaitu sumber data primer dari SIMPUS dan sumber
data sekunder yaitu hasil pemantauan bulanan dan tribulanan, serta data lain yang
dikumpulkan secara khusus.
2) Menyusun saran peningkatan penyelenggaraan kegiatan sesuai dengan pencapaian
serta masalah dan hambatan yang ditemukan untuk rencana tahun berikutnya.
3) Melaporkan hasil kegiatan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota pada akhir
tahun berjalan.

Peningkatan kinerja kinerja lintas sektoral koordinasi bidang kesehatan penting


untuk dilakukandalam rangka meningkatkan akses masyarakat menggunakan layanan
kesehatan yang dilakukan oleh Puskesmas, Polindes, Poskesdes, Posyandu dan
sebagainya dimana hal ini terkait dengan upaya membangun kesadaran masyarakat akan
pentingnya kesehatan yang akan mendorong tumbuhnya perilaku hidup sehat masyarakat
yang tinggi.
Sementara menurut Lowler & Porter (dalam Umar, 2001) ukuran untuk melihat
kinerja lintas sektoral koordinasi bidang kesehatan dapat dilihat dari dimensi dan
indikator berikut:
1. Ability, dengan indikator: kualitas kerja, profesionalitas, dan kreatifitas
2. Work effort, dengan indikator: motivasi kerja, etiket kerja, dan prestasi kerja

36
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

3. Organizational support, dengan indikator: partisipasi, aktivitas, inovasi.

POSYANDU

Posyandu merupakan perpanjangan tangan Puskesmas yang memberikan pelayanan dan


pemantauan kesehatan yang dilaksanakan secara terpadu.Kegiatan posyandu dilakukan oleh
dan untuk masyarakat.Posyandu sebagai wadah peran serta masyarakat, yang
menyelenggarakan system pelayanan pemenuhan kebutuhan dasar, peningkatan kualitas
manusia, secara empirik telah dapat memeratakan pelayanan bidang kesehatan.Kegiatan
tersebut meliputi pelayanan imunisasi, pendidikan gizi masyarakat serta pelayanan kesehatan
ibu dan anak (Departemen Kesehatan, 1999).

Menurut Effendy (1998), Posyandu merupakan forum komunikasi, alih teknologi dan
pelayanan kesehatan masyarakat, dari oleh dan untuk masyarakat yang mempunyai nilai
strategis untuk pengembangan sumber daya manusia sejak dini. Posyandu adalah pusat
pelayanan keluarga berencana dan kesehatan yang dikelola dan diselenggarakan untuk dan
oleh masyarakat dengan dukungan tehnis dari petugas kesehatan dalam rangka pencapaian
norma keluarga kecil bahagia sejahtera.

Tujuan Posyandu

Tujuan pokok dari Posyandu menurut Effendy (1998), antara lain untuk :

1. Mempercepat penurunan angka kematian ibu dan anak,


2. Meningkatkan pelayanan kesehatan ibu dan untuk menurunkan angka kematian ibu
dan anak,
3. Mempercepat penerimaan norma keluarga kecil bahagia sejahtera,
4. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengembangkan kegiatan kesehatan
dan kegiatan–kegiatan lain yang menunjang peningkatan kemampuan hidup sehat,
pendekatan dan pemerataan pelayanan kesehatan kepada masyarakat dalam usaha
meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada penduduk berdasarkan
geografi,
5. Meningkatkan dan pembinaaan peran serta masyarakat dalam rangka alih tehnologi
untuk swakelola usaha–usaha kesehatan masyarakat
37
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

Kegiatan Posyandu

Terdapat berbagai jenis kegiatan yang dilakukan pada Posyandu antara lain meliputi 5
kegiatan posyandu dan 7  kegiatan posyandu (sapta krida posyandu):

Lima kegiatan posyandu antara lain :

1. Kesehatan ibu anak,


2. Keluarga berencana,
3. Imunisasi,
4. Peningkatan gizi,
5. Penanggulangan diare;

Tujuh kegiatan Posyandu (sapta krida posyandu) meliputi:

1. Kesehatan ibu anak,


2. Keluarga berencana,
3. Imunisasi,
4. Peningkatan gizi,
5. Penanggulangan diare,
6. Sanitasi dasar,

Beberapa kegiatan pada pemeliharaan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui dan pasangan
usia subur antara lain :

1. Pemeriksaan kesehatan umum


2. Pemeriksaan kehamilan dan nifas
3. Pelayanan peningkatan gizi melalui pemberian vitamin dan pil penambah darah
4. Imunisasi tetanustoxoid untuk ibu hamil
5. Penyuluhan kesehatan dan keluarga berencana
6. Pemberian oralit pada ibu yang terkena diare
7. Pengobatan penyakit sebagai pertolongan pertama
8. Pertolongan pertama pada kecelakaan

Prinsip dasar pelayanan Posyandu antara lain ;

38
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

1. Pos pelayanan terpadu merupakan usaha masyarakat dimana terdapat perpaduan


antara pelayanan profesional
2. Adanya kerjasama lintas program yang baik kesehatan ibu dan anak, keluarga
berencana, gizi, imunisasai, penanggulangan diare maupun lintas sektoral seperti:
departemen kesehatan, bantuan desa dan badan koordinasi keluarga berencana
nasional
3. Kelembagaan masyarakat pos desa, kelompok timbang/pos timbang, pos imunisasai,
pos kesehatan
4. Mempunyai sasaran penduduk yang sama bayi umur 0-1 tahun, anak balita umur 1-4
tahun, ibu hamil, pasangan usia subur
5. Pendekatan yang digunakan adalah pengembangan dan pembangunan kesehatan
masyarakat desa dan primary health care .

Sistem Kerja Posyandu

Menurut Muninjaya (1999), sistem kerja Posyandu merupakan rangkaian kegiatan yang
meliputi input, proses dan output.

Input adalah ketersedianya sumber daya yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan
posyandu, yang meliputi antara lain:

1. Sarana fisik atau kelengkapan seperti bangunan, meja kursi, perlengkapan


penimbangan, perlengkapan pecatatan dan pelaporan, perlengkapan penyuluhan dan
perlengkapan pelayanan,
2. Sumber daya manusia yang ada seperti kader, petugas kesehatan dan aparat desa atau
kecamatan yang ikut berperan dalam kelangsungan program,
3. Ketersedianya dana, sebagai penunjang kegiatan yang berasal dari pemerintah
maupun swadaya masyarakat,
4.  Penyelenggaraan kegiatan posyandu dan bagaimana cara persiapan serta mekanisme
pelayanannya.

Proses, dalam sistem pelayanan Posyandu antara lain meliputi:

1. Pengorganisasian posyandu mencakup adanya struktur organisasi, yaitu adanya


perencanaan kegiatan mulai persiapan, monitoring oleh petugas sampai

39
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

evaluasiproses dan hasil kegiatan. Adanya kejelasan tugas dan alur kerja yang jelas
serta dipahami oleh kader posyandu,
2. Pelaksanaan kegiatan posyandu yang mencakup pendaftaran, penimbangan,
pencatatan penyuluhan, pelayanan kesehatan dan keluarga berencana. Program pokok
yang minimal harus dilaksanakan meliputi lima pelayanan yaitu kesehatan ibu dan
anak, gizi, keluarga berencana, penanggulangan diare dan imunisasi
3. Pembinaan dan pemantauan petugas yang mencakup adanya rencana kegiatan
pembinaan dan pemantauan yang jelas dan tertulis, ada jadwal yang terencana dengan
baik, siapa yang menjadi sasaran, cara pembinaan, pemantauan dan pemecahan
masalah,
4. Pelaksanaan kunjungan rumah oleh kader untuk membina kesehatan dan gizi
masyarakatterutama pada keluarga sasaran. Proses pelaksanaan kunjungan harus
direncanakan siapa sasaran, kapan dilaksanakan, siapa yang melaksanakan dan hasil
dicatat dalam kegiatan kader
5. Pelaksanaan evaluasi program dilaksanakan setiap bulan. Di tingkat posyandu
dilaksanakan setelah selesai kegiatan pelayanan yang melibatkan kader, aparat desa,
pembinaan kesejahteraan keluarga dan petugas pembina. Sedangkan di tingkat
kecamatan dilaksanakan melalui pertemuan lintas sektor di kecamatan lain yang
berkaitan dengan kesehatan dan perbaikan gizi serta keluarga berencana
6. Umpan balik tentang hasil kegiatan posyandu, hasil pembinaan dan evaluasi
disampaikan melalui pertemuan rutin yang telah direncanakan. Umpan balik berasal
dari aparat desa, tokoh masyarakat dan kelompok kerja personal baik tingkat desa,
kecamatan maupun kabupaten
7. Imbalan (reward) bagi kader, sangat bermanfaat untuk menjaga kelestarian kader
dalam melaksanakan tugasnya, dan harus dipikirkan, karena dengan imbalan tersebut
diharapkan dapat memelihara dan meningkatkan motivasi kerja kader.

Output - Keluaran kegiatan posyandu berupa cakupan hasil kegiatan penimbangan,


pelayanan pemberian makanan tambahan, distribusi paket perbaikan gizi, pelayanan
imunisasi, pelayanan keluarga berencana dan penyuluhan. Sedangkan output kegiatan yang
diharapkan berupa peningkatan status gizi, dan ibu hamil, penurunan angka kematian ibu,
angka kematian bayi,berat badan lahir rendah dan angka kesakitan.

40
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

Evaluasi Program

Monitoring dan Evaluasi

• Monitoring : kegiatan untuk memantau proses/jalannya suatuprogram/kegiatan.

• Evaluasi : Kegiatan untuk menilai hasil suatu program atau kegiatan.

Jenis Evaluasi

• Evaluasi Formatif : dilakukan pada proses program (program masih berjalan).

• Evaluasi Sumatif : dilakukan pada waktu program telah selesai.

Langkah – langkah Kegiatan evaluasi

1. Menetapkan tujuan evaluasi.

2. Menetapkan kriteria yang akan digunakan.

3. Menetapkan cara/metode evaluasi yg akan digunakan.

4. Melaksanakan evaluasi,mengolah dan menganalisis data atau hasil pelaksanaan


evaluasi tersebut.

5. Menentukan keberhasilan program yg dievaluasi berdasarkan kriteria yg telah


ditetapkan.

6. Menyusun rekomendasi atau saran-saran.

Monitoring dilakukan sejalan dengan evaluasi agar kegiatan-kegiatan yang dilakukan


dalam rangka mencapai tujuan program sesuai perencanaan baik waktunya maupun jenis
kegiatannya.

Analisis Sistem

Analisis Pencapaian Sistem Keluarga Berencana di Indonesia

Keluarga Berencana (KB) menjadi gerakan global sejak 1968 di tengah ancaman ledakan
penduduk dunia (lihat tulisan Paul Ehrlich The Population Bomb [1968] dan Gareth Hardin,
Tragedy of the Commons [1968]). Kenapa KB? Seperti diketahui, di luar faktor mobilitas,

41
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

pertumbuhan penduduk dihitung dari selisih antara fertilitas dan mortalitas.Membiarkan


mortalitas tetap tinggi untuk tujuan demografis menekan laju pertumbuhan penduduk sudah
barang tentu bukanlah solusi yang manusiawi. Sementara itu peningkatan kesejahteraan
masyarakat akan selalu berakibat pada turunnya angka mortalitas. Karena itu pengendalian
pertumbuhan penduduk hanya dapat dilakukan dari sisi fertilitasnya, dalam hal ini melalui
sosialisasi teknologi pengendalian kehamilan (kontrasepsi).Inilah KB yang pada umumnya
kita pamahi.Pandangan seperti inipun masih tetap relevan untuk konteks Indonesia saat ini.
Tren fertilitas yang cenderung stagnan pada angka 2,3 (SDKI 2002-3 dan 2007 setelah
dikoreksi Hull & Mosley [2008]) cukup membuat banyak orang khawatir akan kemungkinan
terjadinya ledakan penduduk jilid dua. Karena itu revitalisasi program KB menjadi suatu
pilihan yang tidak terelakkan.

Tetapi jarang ditekankan bahwa sejatinya keluarga berencana adalah gerakan


kemanusiaan karena gerakan tersebut didasarkan pada prinsip kemanusiaan universal yaitu
kebebasan individu atau keluarga dalam mengambil keputusan: “Parents have a basic right to
decide freely and responsibly on the number and spacing of their children and a right to
adequate education in this respect” (The International Conference on Human Rights in
Teheran in 1968). Tidak heran jika tahun tersebut ditetapkan sebagai The Year of Human
Rights.

Keluarga Berencana adalah gerakan revolusioner tidak hanya dalam arti demografis
(mengubah pola fertilitas dan struktur penduduk secara mendasar), tetapi juga dalam arti
kultural (mengubah sikap hidup masyarakat secara mendasar dari fatalisme—hamil dan
mempunyai anak adalah takdir—menjadi positivisme—manusia mempunyai otonomi atas
tubuhnya sendiri dan mampu memutuskan secara mandiri dan rasional kapan hamil dan
mempunyai anak berapa). Inilah dimensi kemanusiaan dan moral dari gerakan KB yang
tidak boleh diabaikan. Setiap individu apapun latar belakang ekonomi, sosial, agama,
etnisitas, gender, atau status perkawinannya, harus diakui, dihormati, dan dipenuhi hak-hak
dasarnya untuk mengontrol tubuhnya sendiri untuk mencapai situasi kesehatan reproduksi
yang ideal, termasuk dalam membuat pilihan tentang kehamilan, kelahiran, jumlah anak, dan
penggunaan kontrasepsi. Dimensi kemanusiaan atau moralitas dari gerakan KB ini tidaklah
cukup diletakkan sebagai alat atau cara (means) untuk tujuan demografis yang sewaktu-
waktu bisa ditinggalkan demi tujuan demografis tersebut, tetapi harus diletakkan sebagai
suatu tujuan yang berdiri sendiri dan tidak dapat dilanggar (inviolable goal).
42
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

Sayangnya di Indonesia keluarga berencana lebih berhasil mencapai tujuan


demografisnya, kurang pada tujuan-tujuan kemanusiaan dan moralnya. Indonesia termasuk
negara yang mampu menorehkan sejarah emas keluarga berencana dengan menurunkan
angka fertilitas secara sangat signifikan dari 5,6 di awal program (1970) menjadi 2,3 (hasil
SDKI 2007 menurut perhitungan Hull & Mosley).

Namun dalam banyak kasus keberhasilan itu (terutama di era Orde Baru) dicapai melalui
cara-cara yang bertentangan dengan prinsip-prinsip moral dan kemanusiaan yang menjadi
landasan dari gerakan KB tersebut (berbagai bentuk pemaksaan oleh aparat pemerintah
kepada warga [PUS] untuk menjadi akseptor atau menggunakan kontrasepsi tertentu).

Kesimpulan

Keluarga berencana merupakan perencanaan kehamilan yang merupakan salah satu dari
enam program wajib puskesmas yang digunakan untuk mengendalikan pertumbuhan jumlah
penduduk dengan tujuan pembangunan nasional. Keluarga Berencana memiliki tujuan umum
mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera (NKKBS) serta tujuan khusus untuk
meningkatkan kesadaran masyarakat/keluarga dalam penggunaan alat kontrasepsi,
menurunkan jumlah angka kelahiran bayi, dan meningkatkan kesehatan masyarakat/ keluarga
dengan cara penjarangan kelahiran.

Selain itu, dalam memecahkan masalah program KB (Keluarga Berencana), digunakan


prinsip lingkaran pemecahan masalah (problem solving cycle) dimana langkah pertama yang
dilakukan adalah menetapkan prioritas masalah, kemudian menganalisa faktor penyebab
masalah tersebut, memecahkan masalah dan mengembangkan alternatif nya, setelah itu
melakukan pengambilan keputusan. Selain itu, didalam penyelenggaraan program KB perlu
adanya manajemen agar bekerja secara sistematik, dimana meliputi perencanaan,

43
Skenario 6 Masalah Program KB dalam wilayah kerja Puskesmas|BLOK 26

pelaksanaan-pengendalian, pengawasan dan pertanggung jawaban yang harus dilaksanakan


secara terkait dan berkesinambungan.

Daftar Pustaka

1. Pedoman kerja puskesmas. Jilid II. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 1990/1991. h. D1-
D28.
2. Pedoman praktis pelaksanaan kerja di puskesmas. Magelang: Podorejo Offset; 2000. h.
71-80, 156-160.
3. Mulyo, Tri. S.Pd., M.Pd, Demografi Kependudukan, CV. Artaguna, Boyolali, 2011.
4. Azwar A. Pengantar adminitrasi kesehatan. Tangerang: Binarupa Aksara; 2010. h. 200-
206
5. Pedoman pengelolaan promosi kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan RI; 2008. h. 9,
11-7, 19-19-21.
6. Muninjaya AAG. Manajemen kesehatan. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2004. h.144-50.
7. Hasibuan, 2006. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta : Bumi Aksara.

44

Anda mungkin juga menyukai