Anda di halaman 1dari 32

BAB 1

1. Masa lanjut usia (lansia) atau menua merupakan tahap paling akhir dari siklus
kehidupan seseorang. WHO (2009) menyatakan bahwa masa lansia terbagi
menjadi empat golongan yaitu usia pertengahan (middle age) 45-59 tahun, lanjut
usia (elderly) 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75-90 tahun dan usia sangat tua
(very old) >90 tahun (Naftali dkk., 2017).

2. Berdasarkan data proyeksi penduduk, pada tahun 2017 terdapat (23,66 juta) jiwa
penduduk lansia di Indonesia. Diperkirakan pada tahun 2020 jumlah lansia akan
mencapai (27,08 juta) jiwa, tahun 2025 (33,69 juta) jiwa dan pada tahun 2030
sebesar (40,95 juta) jiwa (Kemenkes, 2017).
3. di seluruh dunia sekitar 972 juta orang atau 26,4% orang di seluruh dunia
mengidap hipertensi, angka ini kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di
tahun 2025. Dari 972 juta pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan
639 sisanya berada di negara berkembang, termasuk Indonesia (Yonata dan
Pratama, 2016).

4. Penyakit terbanyak pada lanjut usia berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun
2013 adalah hipertensi dengan prevalensi 45,9% pada usia 55-64 tahun, 57,6%
pada usia 65,74% dan 63,8% pada usia ≥ 75 tahun (Infodatin Kemenkes RI,
2016).
5. Lansia yang mengalami hipertensi kondisi tubuhnya akan mengalami penurunan.
Faktor risiko terjadinya hipertensi pada lansia yaitu usia, riwayat pendidikan,
jenis kelamin, kebiasaan konsumsi makanan asin, konsumsi kopi, kebiasaan
konsumsi makanan berlemak, indeks massa tubuh, kebiasaan merokok, kebiasaan
olahraga dan masalah psikologis seperti stres dan kecemasan (Putri dkk., 2016).

6. Kecemasan adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan
dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya dengan keadaan emosi yang tidak
memiliki objek (Stuart, 2012).
7. Kecemasan pada umumnya bersifat subjektif yang ditandai dengan adanya
perasaan tegang, khawatir takut dan disertai adanya perubahan fisiologis, seperti
denyut nadi, perubahan pernapasan dan tekanan darah (Laka dkk., 2018).

8. Kecemasan yang terjadi pada lansia merupakan gangguan alam perasaan


(affective) yang ditandai dengan perasaan ketakutan atau kekhawatiran yang
mendalam dan berkelanjutan, perilaku lansia dapat terganggu tetapi masih dalam
batas-batas normal (Hawari, 2013).
9. penelitian sebelumnya disebutkan bahwa di wilayah puskesmas Kahakitang
Kecamatan Tatoareng Makassar, lansia dengan hipertensi sedang dan berat
memiliki tingkat kecemasan sedang sebanyak (44,78%) (Lumi dkk., 2018).

10. di Kota Bengkulu dan didapatkan hasil bahwa risiko jatuh pada lansia di sebabkan
oleh faktor intrinsik sebanyak 34 lansia (56,7%) mengalami risiko jatuh tinggi.
Salah satu faktor intrinsik adalah masalah gangguan jantung seperti hipertensi
(Ramlis, 2018).
11. Lansia dengan hipertensi akan mengalami gangguan pada saturasi oksigen yang
akan dialirkan ke otak, sehingga akan menurunkan suplai oksigen dan nutrisi
yang diperlukan oleh otak. Hal ini berisiko untuk terjadinya ketidakefektifan
perfusi jaringan otak yang akan memiliki dampak seperti pusing dan
kebingungan, sehingga berisiko tinggi untuk mengalami jatuh (Kakhki dkk.,
2018).

12. Sistem saraf motorik yang terganggu akan menjadikan otot-otot tubuh menjadi
kaku dan keseimbangan pada lansia akan mengalami penurunan. Hal ini yang
dapat mengakibatkan risiko jatuh pada lansia hipertensi (Hallford dkk., 2017).
13. perawat juga dapat mengubah perilaku mereka karena kedekatan dan rasa percaya
yang telah terbentuk. dikarenakan Rasa nyaman penting untuk diciptakan agar
para lansia tidak stress, depresi atau mengalami keputusasaan (Cristanty dan
Azeharie, 2016).
BAB 2
1. Perubahan yang terjadi pada usia lanjut Rahman (2016), antara lain :

2. Hipertensi atau tekanan darah tinggi yaitu peningkatan darah sistolik mencapai 140
mmHg atau lebih dan tekanan darah diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih tinggi
pada dua kali pengukuran yang berbeda, yang memerlukan pengobatan dengan obat
antihipertensi (Miller, 2012). Pada lansia, nilai normal tekanan darah yaitu apabila
tekanan darah sistolik 130 mmHg dan tekanan darah diastolik 85 mmHg (Miller,
2012).
2. Terdapat faktor risiko hipertensi, seperti umur, jenis kelamin, riwayat keluarga,
genetik (Wahyuningsih dan Astuti, 2013).
3. Tanda dan gejala yang muncul dan mungkin dialami oleh penderita hipertensi
yaitu peningkatan tekanan darah baik sistol maupun diastol, sakit kepala atau
kepala berat di tengkuk, pendarahan melalui hidung, napas terasa lebih pendek,
jantung berdebar-debar, mudah lelah, penglihatan kabur, telinga berdengung
(tinnitus) dan kecemasan berat (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

4. Menurut AHA (2017), pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu pengukuran


tekanan darah menggunakan sfigmomanometer; tes laboratorium, seperti
urinalisis, glukosa darah, hematokrit dan lipid panel, potasium serum, kreatinin,
dan kalsium (opsional: kencing rasio albumin / kreatinin); elektrokardiogram;
serta ambulatory blood pressure monitoring (ABPM).
5. Jatuh merupakan suatu kejadian yang menyebabkan subyek yang sadar menjadi
berada di permukaan tanah tanpa disengaja, dan tidak termasuk jatuh akibat
pukulan keras, kehilangan kesadaran, atau kejang. Kejadian jatuh tersebut adalah
dari penyebab yang spesifik yang jenis dan konsekuensinya berbeda dari mereka
yang dalam keadaan sadar mengalami jatuh (Stanley and Beare, 2007).

6. Kondisi yang terkait dari risiko jatuh seperti gangguan keseimbangan,


penggunaan alat bantu dan penyakit vaskular (Nanda, 2018).
7. Pada pasien usia lanjut, risiko untuk jatuh meningkat. Angka kejadian pada
pasien dengan usia lebih dari 65 tahun sebesar 30 %, dan pada pasien lebih dari
80 tahun sebesar 50 % setiap tahunnya. Berbagai komplikasi jatuh yang bisa
terjadi pada lansia, antara lain sindroma kecemasan setelah jatuh, perlukaan baik
jaringan lunak atau patah tulang, perawatan di Rumah Sakit, disabilitas
(Penurunan mobilitas), penurunan status fungsional / penurunan kemandirian,
peningkatan penggunaan sarana pelayanan kesehatan, dan bahkan bisa terjadi
pasien meninggal dunia (Stanley and Beare 2007).

8. Lansia yang mengalami jatuh berulang-ulang dapat juga mengalami gangguan


kognitif, tidak kooperatif atau tidak mampu untuk menerima dan beradaptasi
terhadap kebutuhan mereka untuk peningkatan bantuan. Lansia yang ingin tetap
mandiri tetapi tidak dapat secara aman melakukannya sehingga sering mengalami
jatuh yang berulang (Stanley and Beare, 2007).
9. Selain perubahan fisik karena menua dan masalah kesehatan yang umum terjadi
pada lansia. Faktor psikososial juga berpengaruh terhadap penyebab risiko jatuh
pada lansia yaitu stres, konfusi, depresi, ansietas atau kecemasan,
ketergantungan, agitasi, penyangkalan, keadaan tempat tinggal, pemberi
perawatan dan juga pola aktifitas (Stanley and Beare, 2007).
10. Faktor ekstrinsik merupakan faktor penyebab jatuh yang disebabkan dari
lingkungan sekitar lansia. Beberapa contoh dari faktor ekstrinsik yaitu cahaya
ruangan yang kurang, lingkungan asing pada lansia, lantai licin dan efek dari
obat-obatan. Beberapa jenis obat-obatan yang dapat menurunkan tekanan darah
dan meningkatkan frekuensi berkemih tampaknya dapat meningkatkan risiko
jatuh. Semakin banyak obat yang digunakan oleh seseorang, semakin besar
kesempatan orang tersebut untuk mengalami interaksi obat, efek samping dan
juga jatuh. Jumlah obat yang digunakan (biasanya tiga atau lebih) adalah faktor
risiko terjadinya jatuh itu sendiri (Stanley and Beare, 2007).
11. Tanda dan gejala lansia yang berisiko jatuh adalah sebagai berikut (Stanley and
Beare, 2007) :
12. TUGT memenuhi kriteria sebagai alat ukur keseimbangan yang baik karena
TUGT valid, reliabel dan efisien. Nilai validitas dan reliabilitas TUGT sebesar
nilai r = 0,71

13. Morse Fall Scale merupakan pengkajian risiko jatuh yang sering digunakan
untuk mengidentifikasi skor risiko jatuh pada lansia yang berada di panti jompo
atau rumah sakit.
14. Menurut (Nanda, 2018) definisi kecemasan atau ansietas adalah perasaan tidak
nyaman atau kekhawatiran yang samar ditandai dengan respon otonom (sumber
sering kali tidak spesifik atau tidak diketahui oleh individu); perasaan takut yang
disebabkan oleh antisipasi terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat
kewaspadaan yang memperingatkan individu akan adanya bahaya dan
memampukan individu untuk bertindak menghadapi sebuah ancaman. Beberapa
batasan karakteristik kecemasan yaitu gelisah, ketakutan, sangat khawatir,
gemetar, peningkatan tekanan darah, dan peningkatan denyut nadi (Nanda,
2018).
15. Rasa cemas yang dialami lansia disebabkan oleh takut akan kematian, kehilangan
pekerjaan, masalah keuangan dalam perawatan dirinya, kedudukan sosial
(Pramana, dkk., 2016).

16. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan yaitu : berlebihan (Annisa dan


Ifdil, 2016).
17. Beberapa ciri-ciri dari kecemasan lansia menurut (Hawari, 2006 dalam Annisa,
2016),

18. Geriatric Anxiety Inventory (GAI) adalah kuesioner dengan 20 item pertanyaan
yang di design khusus untuk melihat adanya ansietas dan kekhawatiran yang
terjadi pada lanjut usia. (Pachana, 2007).
19. Biasanya lansia dengan hipertensi apalagi yang bertempat tinggal di UPT PSTW
akan memiliki pikiran-pikiran yang akan menambah rasa cemas mereka (Ismail
dkk., 2014).

20. Beberapa faktor psikologis juga berpengaruh terhadap peningkatan risiko jatuh
pada lansia. Salah satu faktor kejadian risiko jatuh dari faktor intrinsik yaitu
masalah psikologis salah satunya adalah kecemasan. Gangguan ini dapat
mempengaruhi tingkat kesadaran, tingkat konsentrasi dan mobilisasi lansia
(Stanley and Beare, 2007).
21. Keseimbangan pada lansia juga akan mengalami penurunan dan akan membuat
lansia mengalami risiko jatuh (Hallford dkk., 2017).
BAB 5

1. Penelitian ini menunjukkan bahwa lansia hipertensi yang diteliti mayoritas


berjenis kelamin laki-laki sebanyak (65,7%). Hasil ini lebih besar dari penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Kusumawaty dkk., (2016) sebanyak (41,3%).

2. Laki-laki lebih banyak mengalami hipertensi dibandingkan dengan perempuan


karena laki-laki memiliki gaya hidup yang cenderung lebih berisiko dapat
meningkatkan tekanan darah dibandingkan dengan perempuan (Lousia dkk.,
2018).
3. Usia paling banyak dalam penelitian ini 65-69 tahun, hasil ini sesuai dengan
penelitian sebelumnya Agustina., (2014) yang menyebutkan bahwa rentang
usia paling banyak di UPT PSTW Pekanbaru adalah 60-74 tahun (83,9%).

4. Peningkatan usia dapat menyebabkan terjadinya pembesaran dan penegangan


arteri sehingga menyebabkan peningkatan tekanan darah pada lansia (Lionakis
dkk., 2012).
5. Hasil penelitian lansia hipertensi di UPT PSTW Bondowoso memiliki tingkat
pendidikan paling banyak yakni tidak bersekolah sebanyak (45,7%) hasil ini lebih
kecil dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Chasanah dan Syarifah.,
(2017) yang menyebutkan bahwa lansia di Yogyakarta paling banyak memiliki
tingkat pendidikan yang rendah sebanyak (56,4%).

6. Hasil dari penelitian ini juga menyebutkan bahwa lansia hipertensi paling banyak
melakukan pegangan pada benda sekitar untuk berpindah sebanyak (42,9%) hasil
penelitian ini lebih kecil dari penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Suarni.,
(2018) yang menyebutkan bahwa lansia hipertensi membutuhkan bantuan dalam
berpindah sebanyak (48,9%).
7. Dari penelitian ini menyebutkan bahwa lansia hipertensi yang melaporkan pernah
jatuh sebanyak (88,6%) hasil ini lebih besar dari penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Ramlis., (2018) yang menyebutkan bahwa lansia hipertensi
memiliki riwayat jatuh sebanyak (75%).

8. Kecemasan yang dialami oleh lansia dengan hipertensi ini adalah suatu reaksi
umum terhadap penyakit yang diderita. Rasa cemas yang dialami lansia
disebabkan oleh takut akan kematian, kehilangan pekerjaan, masalah keuangan
dalam perawatan dirinya, dan kedudukan sosial (Pramana, dkk., 2016).
9. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di UPT PSTW Bondowoso
didapatkan bahwa lansia hipertensi paling banyak mengalami kecemasan
(68,6%). Hasil ini lebih besar dibanding dari hasil penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Ismail dkk (2015) yang menyebutkan bahwa lansia hipertensi
mengalami sebanyak (13,3%).

10. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian dari Laka (2018) menyebutkan bahwa
kondisi kesehatan yang menganggu dalam kehidupan lansia, secara psikologis
biasanya dianggap sebagai sebuah ancaman yang dapat membahayakan
kehidupan lansia,
11. Berdasarkan hasil penelitian juga disebutkan bahwa lansia hipertensi yang tinggal
di UPT PSTW Bondowoso didapatkan bahwa yang tidak mengalami kecemasan
(31,4%). Hasil ini lebih kecil dibanding dengan hasil penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Lestari (2013) lansia yang berada di UPT PSTW Malang
menyebutkan bahwa yang tidak mengalami kecemasan sebanyak (39,3%).

12. Menurut James (2003) dalam Redjeki dkk (2019) menyebutkan bahwa wanita
lebih rentan mengalami kecemasan dibanding dengan laki-laki.
13. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di UPT PSTW Bondowoso
didapatkan hasil lansia hipertensi yang memiliki risiko jatuh rendah (48,6%).
Hasil ini lebih besar dibanding dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Ramlis dkk (2017) yang menyebutkan bahwa lansia yang berisiko jatuh
rendah sebanyak (30%).

14. Lansia yang mengalami masalah pada anggota gerak atau kesulitan berjalan dan
harus menggunakan alat bantu untuk melakukan aktivitas dikarenakan
penuruanan fungsi gerak pada lansia berdampak terhadap sistem muskuloskeletal
dalam melakukan pergerakan. Akibatnya bahwa risiko kejadian jatuh pada lansia
sangat rentan sekali (Rudy dan Setyanto, 2019).
15. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di UPT PSTW Bondowoso lansia
hipertensi yang mengalami risiko jatuh tinggi sebanyak (51,4%). Hasil ini lebih
tinggi dibanding dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Rohima dkk
(2019) menyebutkan bahwa lansia yang mengalami risiko jatuh tinggi sebanyak
(46%).

16. Penggunaan alat bantu berjalan membantu meningkatkan keseimbangan. Namun


disisi lain alat bantu menyebabkan langkah terputus dan tubuh cenderung
membungkuk (Achmanagara dan Andriyani, 2012 dalam Rohima, 2019).
17. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian sebelumnya Holloway (2016)
menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kecemasan dengan risiko jatuh pada
lansia. Dan hasil penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Halfrord dkk (2016)
menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara kecemasan dengan jatuh.
18. ketika seseorang mengalami rasa cemas maka sistem neurotransmitter GABA
menjadi berkurang sehingga saraf motorik mengalami penurunan (Kaur dan
Singh, 2017).
19. Sistem motorik adalah sel saraf yang berfungsi untuk mengirim impuls dari
sistem saraf pusat ke otot atau kelenjar yang nantinya akan menghasilkan
tanggapan atau reaksi tubuh terhadap rangsangan (Hallford dkk., 2016).
20. Selain itu, seseorang yang mengalami kecemasan memiliki pola pergerakan
mata yang berbeda dari individu yang tidak mengalami kecemasan (Holloway
dkk., 2016). .
21. Sistem saraf motorik jika mengalami gangguan maka akan membuat otot-otot
tubuh dari lansia akan menjadi kaku dan tegang. Keseimbangan pada lansia
juga akan mengalami penurunan dan akan membuat lansia mengalami risiko
jatuh (Hallford dkk., 2016).
22. Kecemasan juga dapat menyebabkan pengerasan sendi pergelangan kaki,
membuat keseimbangan lebih sulit sehingga seseorang dapat mengalami
risiko jatuh yang tinggi. Selain itu, kecemasan dapat menyebabkan penurunan
kecepatan berjalan dan panjang langkah, sehingga mengurangi keseimbangan
berjalan seseorang (Holloway dkk., 2016).

Anda mungkin juga menyukai