Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN KECEMASAN

Disusun oleh :

SITI SOLICHAH

P1337420920064

PROGRAM STUDI PROFESI NERS JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN

SEMARANG

2021
LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN JIWA PADA KLIEN DENGAN KECEMASAN

1. Definisi Ansietas

Ansietas adalah perasaan was-was, khawatir,atau tidak nyaman

seakan-akan akan terjadi sesuatu yang dirasakan sebagai ancaman

Ansietas berbeda dengan rasa takut. Takut merupakan penilaian intelektual

terhadap ssuatu yang berbahaya, sedangkan ansietas adalah respon

emosional terhadap penilaian tersebut (Keliat, 2012). Ansietas merupakan

pengalaman emosi dan subjektif tanpa ada objek yang spesifik sehingga

orang merasakan suatu perasaan was-was (khawatir) seolah-olah ada

sesuatu yang buruk akan terjadi dan pada umumnya disertai gejala-gejala

otonomik yang berlangsung beberapa waktu (Stuart dan Laraia,1998)

dalam buku (Pieter,dkk,2011)

Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ansietas adalah

respon seseorang berupa rasa khawatir , was-was dan tidak nyaman dalam

menghadapi suatu hal tanpa objek yang jelas.

2. Rentang Respon Kecemasan

Respon Adaptif Respon Maladaptif


Antisipasi Ringan Sedang Berat Panik

3. Tingkatan Ansietas

a. Ansietas Ringan

Ansietas ringan berhubungan dengan ketegangan peristiwa

kehidupan sehari-hari. Lapang persepsi melebar dan orang akan

bersikap hati-hati dan waspada. Orang yang mengalami ansietas

ringan akan terdorong untuk menghasilkan kreativitas.

Responsrespons fisiologis orang yang mengalami ansietas ringan

adalah sesekali mengalami napas pendek, naiknya tekanan darah

dan nadi, muka berkerut, bibir bergetar, dan mengalami gejala

pada lambung. Respons kognitif orang yang mengalami ansietas

ringan adalah lapang persepsi yang melebar, dapat menerima

rangsangan yang kompleks, konsentrasi pada masalah dan dapat

menjelaskan masalah secara efektif. Adapun respons perilaku

dan emosi dari orang yang mengalami ansietas adalah tidak

dapat duduk tenang, tremor halus pada tangan, suara

kadangkadang meninggi.

b. Ansietas Sedang

Pada ansietas sedang tingkat lapang persepsi pada lingkungan

menurun dan memfokuskan diri pada hal-hal penting saat itu

juga dan menyampingkan hal-hal lain. Respons fisiologis dari


orang yang mengalami ansietas sedang adalah sering napas

pendek, nadi dan tekanan darah naik mulut kering, anoreksia,

diare, konstipasi dan gelisah.

Respon kognitif orang yang mengalami ansietas sedang adalah

lapang persepsi yang menyempit, rangsangan luar sulit diterima,

berfokus pada apa yang menjadi perhatian. Adapun respons

perilaku dan emosi adalah gerakan yang tersentak-sentak,

meremas tangan, sulit tidur, dan perasaan tidak aman .

c. Ansietas Berat

Pada ansietas berat lapang persepsi menjadi sangat sempit,

individu cenderung memikirkan hal-hal kecil dan mengabaikan

hal-hal lain. Individu sulit berpikir realistis dan membutuhkan

banyak pengarahan untuk memusatkan perhatian pada area lain.

Respons-respons fisiologis ansietas berat adalah napas pendek,

nadi dan tekanan darah darah naik, banyak berkeringat, rasa

sakit kepala, penglihatan kabur, dan mengalami ketegangan.

Respon kognitif pada orang yang mengalami ansietas berat

adalah lapang persepsi sangat sempit dan tidak mampu untuk

menyelesaikan masalah. Adapun respons perilaku dan emosinya

terlihat dari perasaan tidak aman, verbalisasi yang cepat, dan

blocking.

d. Panik

Pada tingkatan panik lapang persepsi seseorang sudah sangat

sempit dan sudah mengalami gangguan sehingga tidak bisa


mengendalikan diri lagi dan sulit melakukan apapun walaupun

dia sudah diberikan pengarahan. Respons-respons fisiologis

panik adalah napas pendek, rasa tercekik, sakit dada, pucat,

hipotensi dan koordinasi motorik yang sangat rendah. Sementara

respons-respons kognitif penderita panik adalah lapang persepsi

yang sangat pendek sekali dan tidak mampu berpikir logis.

Adapun respons perilaku dan emosinya terlihat agitasi,

mengamuk dan marah-marah, ketakutan dan berteriak-teriak,

blocking, kehilangan kontrol diri dan memiliki persepsi yang

kacau (Herry Zan Pieter, 2011)

4. Etiologi

a. Faktor predisposisi

Stressor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan

yang yang dapat menimbulkan kecemasan (Suliswati,2005).

Ketegangan dalam kehidupan tersebut dapat berupa :

1) Peristiwa traumatik, yang dapat memicu terjadinya

kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami individu

baik krisis perkembangan atau situasional

2) Konflik emosional yang dialami individu dan tidak

terselesaikan dengan baik. Konflik antara id dan superego

atau antara keinginan dan kenyataan yang menimbulkan

kecemasan pada individu


3) Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidak mampuan

individu berpikir secara realitas sehingga akan

menimbulkan kecemasan

4) Frustasi akan menimbulkan rasa ketidak berdayaan untuk

mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego

5) Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena

merupakan ancaman terhadap integritas fisik yang dapat

mempengaruhi konsep diri individu

6) Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga

menangani stress akan mempengaruhi individu dalam

berespon terhadap konflik yang dialami karena pola

mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam

keluarga

7) Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan

mempengaruhi respon individu dalam berespon terhadap

konflik dan mengatasi kecemasan

8) Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah

pengobatan yang mengandung benzodizepin, karena

benzodizepin dapat menekan neurotransmiter gama amino

butyric acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di

otak yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.


b. Faktor Presipitasi

Stressor presipitasi adalah ketegangan dalam kehidupan yang

dapat mencetuskan tibulnya kecemasan. Stressor presipitasi

kecemasan dikelompokkan menjadi 2 yaitu :

1) Ancaman terhadap intregitas fisik.Ketegangan


yang

mengancam integritas fisik yang meliputi :

a) Sumber internal, meliputi kegagalan


mekanisme

fisiologis sistem imun, regulasi suhu tubuh, perubahan

biologis normal (misalnya hamil).

b) Sumber eksternal meliputi paparan terhadap infeksi virus

dan bakteri, polutan lingkungan, kecelakaan, kekurangan

nutrisi, tidak adekuatnya tempat tinggal

2) Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber eksternal dan

internal

a) Sumber internal, kesulitan dalam berhubungan

interpersonal dirumah dan tempat kerja, penyesuaian

terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap

intergritas fisik juga dapat mengancam harga diri.

b) Sumber eksternal: kehilangan orang yang dicintai,

perceraian, perubahan status pekerjaan, tekanan

kelompok, sosial budaya .


5. Tanda dan Gejala

Gejala meliputi

a. Berkeringat

b. Palpitasi, jantung berdebar atau akselerasi frekuensi jantung

c. Gemetar atau menggigil

d. Perasaan sesak napas dan tercekik

e. Perasaan tersedak

f. Nyeri atau ketidak nyamanan dada

g. Mual atau distres abdomen

h. Merasa pusing, limbung, vertigo, atau pingsan

i. Derealisasi (Perasaan tidak realistis) atau depersonalisasi

(terpisah dari diri sendiri)

j. Takut kehilangan kendali atau menjadi gila

k. Takut mati

l. Perestesia (kebas atau kesemutan)

m. Bergantian kedinginan atau kepanasan

Gejala lain gangguan ansietas meliputi :

a. Gelisah, perasaan tegang, khawatir berlebihan, mudah letih, sulit

berkonsentrasi, iritabilitas, otot tegang, dan gangguan tidur

(gangguan ansietas umum)

b. Ingatan atau mimpi buruk berulang yang mengganggu mengenai

peristiwa traumatis, perasaan menghidupkan kembali trauma


( episode kilas balik ), kesulitan merasakan emosi ( afek datar ),

insomnia dan iritabilitas atau marah yang meledak–ledak

( gangguan stres pasca trauma )

c. Repetitif, pikiran obsesif, perilaku kasar yang berkaitan dengan

kekerasan, kontaminasi, dan keraguan, berulang kali melakukan

aktifitas yang tidak bertujuan, seperti mencuci tangan,

menghitung, memeriksa, menyentuh (gangguan obsesif-

kompulsif)

d. Rasa takut yang nyata dan menetap akan objek atau situasi

tertentu ( fobia spesifik ), situasi performa atau sosial (fobia

sosial), atau berada dalam satu situasi yang membuat individu

terjebak ( agorafobia)

6. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Kecemasan

Faktor yang berkonstribusi pada terjadinya kecemasan meliputi

ancaman pada:

a. Konsep diri

b. Personal security system

c. Kepercayaan, lingkungan

d. Fungsi peran, hubungan interpersonal, dan

e. Status kesehatan.

Menurut Direktorat Kesehatan Jiwa Depkes RI (1994),

faktorfaktor yang memengaruhi kecemasan antara lain sebagai

berikut
a. Perkembangan Kepribadian

Perkembangan kepribadian seorang dimulai sejak usia bayi

hingga 18 tahun dan bergantung pada pendidikan orang tua

dirumah, pendidikan disekolah dan pengaruh sosialnya, serta

pengalaman dalam kehidupannya.Seseorang menjadi pencemas

terutama akibat prosesdan identifikasi dirinya terhadap kedua

orang tuanya daripada pengaruh keturunannya.

Perkembangan kepribadian akan membentuk tipe

kepribadian seseorang dimana tipe kepribadian tersebut akan

memengaruhi seseorang dalam merespons kecemasan. Dengan

demikian respon kecemasan yang dialami seseorang akan

berbeda dari orang lain, bergantung pada tipe kepribadian

tersebut.

b. Tingkat Maturasi

Tingkat maturasi individu akan memengaruhi tingkat

kecemasan. Pada bayi tingkat kecemasan lebih disebabkan

perpisahan dan lingkungan yang tidak dikenal. Kecemasan

pada remaja lebih banyak disebabkan oleh perkembangan

seksual. Pada orang dewasa kecemasan lebih banyak

ditimbulkan oleh hal-hal yang berhubungan dengan ancaman

konsep diri, sedangkan pada lansia kecemasan berhubungan

dengan kehilangan fungsi, sebagai contoh adalah wanita yang

menjelang menopouse. Mereka akan merasa cemas akibat akan


mengalami penurunan fungsi reproduktif sehingga diperlukan

dukungan sosial untuk mencegah terjadinya kecemasan

tersebut .

c. Tingkat Pengetahuan

Individu dengan tingkat pengetahuannya lebih tinggi akan

mempunyai koping ( penyelesaian masalah ) yang lebih adaptif

terhadap kecemasan daripada individu yang tingkat

pengetahuannya lebih rendah.

d. Karakteristik Stimulus

1) intensitas stressor

Intensitas stimulus yang semakin besar, semakin besar

pula kemungkinan respons cemas akan terjadi. Stimulus

hebat akan menimbulkan lebih banyak respons yang nyata

daripada stimulus yang timbul perlahan-lahan. Stimulus ini

selalu memberi waktu bagi seseorang untuk

mengembangkan cara penyelesaian masalah.

2) Lama Stressor

Stressor yang menetap dapat menghabiskan energi dan

akhirnya akan melemahkan sumber-sumber penyelesaian

masalah yang ada.

3) Jumlah Stressor
Stressor yang besar akan lebih meningkatkan

kecemasan pada individu daripada stimulus yang lebih

kecil. (Solehati & Kosasih, 2015)

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan ansietas pada tahap pencegahan dan terapi

memerlukan suatu metode pendekatan yang bersifat holistik, yaitu

mencakup fisik ( somatik ) , psikologik atau psikiatrik, psikososial

dan psikoreligius. Selengkapnya seperti pada uraian berikut :

a. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara :

1) Makan makanan yang bergizi dan seimbang.

2) Tidur yang cukup.

3) Olahraga yang cukup

4) Tidak merokok

5) Tidak meminum minuman keras

b. Terapi psikofarmaka

Terapi psikofarmaka merupakan pengobatan untuk cemas

dengan memakai obat-obatan yang berkhasiat memulihkan

fungsi gangguan neurotransmiter ( sinyal penghantar syaraf ) di

susunan saraf pusat otak ( limbic system ). Terapi psikofarmaka

yang sering dipakai adalah obat anti cemas (anxiolitic), yaitu

diazepam, clobazam, bromazepam, lorazepam, buspironeHCl,

meprobamate dan alprazolam.

c. Terapi somatik
Gejala atau keluhan fisik ( somatik ) sering dijumpai sebagai

gejala ikutan atau akibat dari kecemasan yang berkepanjangan

Untuk menghilangkan keluhan-keluhan somatik ( fisik ) itu

dapat diberikan obat-obatan yang ditujukan pada organ tubuh

yang bersangkutan.

d. Psikoterapi

Psikoterapi diberikan tergantung dari kebutuhan individu,

antara lain:

1) Psikoterapi suportif, untuk memberikan motivasi semangat

atau dorongan agar pasien yang bersangkutan tidak merasa

putus asa dan diberi keyakinan serta percaya diri.

2) Psikoterapi re-edukatif, memberikan pendidikan ulang dan

koreksi bila dinilai bahwa ketidak mampuan mengatasi

kecemasan

3) Psikoterapi re-konstruktif, untuk dimaksutkan memperbaiki

(re-konstruksi) kepribadian yang telah mengalami

goncangan akibat stressor.

4) Psikoterapi kognitif, untuk memulihkan fungsi kognitif

pasien yaitu kemampuan untuk berpikir secara rasional,

konsentrai dan daya ingat.

5) Psikoterapi psikodinamik, untuk menganalisa dan

menguraikan proses dinamika kejiwaan yang dapat


menjelaskan mengapa seseorang tidak mampu menghadap

stressor psikososial sehingga mengalami kecemasan.

6) Psikoterapi keluarga untuk memperbaiki hubungan

kekeluargaan agar faktor keluarga tidak lagi menjadi faktor

penyebab dan faktor keluarga dapat dijadikan sebagai

faktor pendukung .

7) Terapi psikoreligius

untuk meningkatkan keimanan seseorang yang erat

hubungannya dengan kekebalan dan daya tahan dalam

menghadapi berbagai problem kehidupan yang merupakan

stressor psikososial.

e. Napas Dalam

Napas dalam yaitu bentuk latihan napas yang terdiri atas

pernapasan abdominal (diafragma)

Prosedur :

1) Atur posisi yang nyaman

2) Fleksikan lutut klien untuk merelaksasi otot abdomen

3) Tempatkan 1 atau 2 tangan pada abdomen, tepat dibawah

tulang iga.

4) Tarik napas dalam melalui hidung, jaga mulut tetap tertutup.

Hitung sampai 3 selama inspirasi.

5) Hembuskan udara lewat bibir seperti meniup secara

perlahan – lahan (Asmadi,2008).


B. Pengkajian Fokus

1. Data Yang Perlu Dikaji

a. Perilaku

Produktivitas menurun, mengamati dan waspada, kontak mata, jelek,

gelisah, melihat sekilas sesuatu , pergerakan berlebihan (seperti; foot

shuffling, pergerakan lengan/tangan), Ungkapan perhatian berkaitan

dengan merubah peristiwa dalam hidup, insomnia, perasaan gelisah

b. Afektif

Menyesal, iritabel,kesedihan mendalam, takut, gugup, suka cita

berlebihan, nyeri dan ketidak berdayaan meningkat secara menetap,

gemertak, ketidak pastian, kekhawatiran meningkat, fokus pada diri

sendiri, perasaan tidak adekuat, ketakutan, distressed, khawatir, prihatin

dan mencemaskan

c. Fisiologis

Suara bergetar, gemetar/tremor tangan, bergoyang-goyang, respirasi

meningkat, kesegeraan berkemih ( parasimpatis), nadi meningkat, dilasi

pupil, refleks-refleks meningkat, nyeri abdomen, gangguan tidur,

perasaan geli pada ekstrimitas, eksitasi kardiovaskuler, peluh

meningkat, wajah tegang, anoreksia, jantung berdebar-debar , diarhea,

keragu-raguan berkemih kelelahan, mulut kering, kelemahan, nadi

berkurang, wajah bergejolak, vasokontriksi supervisial, berkedutan,


tekanan darah menurun mual, keseringan berkemih, pingsan, sukar

bernafas, tekanan darah meningkat .

d. Kognitif

Hambatan berfikir, bingung, preokupasi, pelupa, perenungan, perhatian,

lemah, lapang persepsi menurun, takut akibat yang tidak khas,

cenderung menyalahkan orang lain, sukar berkonsentrasi, kemampuan

berkurang terhadap:( memecahkan masalah dan belajar) , kewaspadaan

terhadap gejala fisiologis .

e. Faktor yang berhubungan

Terpapar toksin, konflik tidak disadari tentang pentingnya nilai-nilai /

tujuan hidup, hubungan kekeluargaan / keturunan, kebutuhan yang tidak

terpenuhi, interpersonal-transmisi/penularan, krisis situasional,

maturasi, ancaman terhadap konsep diri, stress, penyalah gunaan

zat,ancaman terhadap atau perubahan dalam : status peran status

kesehatan , pola interaksi, fungsi peran, lingkungan , status ekonomi

( NANDA 2015)

2. Masalah Keperawatan

a. Ansietas

b. Harga diri rendah

c. Gangguan citra tubuh

d. Koping individu inefektif

e. Kurangnya pengetahuan

3. Diagnosa Keperawatan
Pembentukan diagnosa keperawatan mengharuskan perawat menentukan

kualitas (kesesuaian) dari respon pasien, kuantitas (tingkat) dari ansietas

pasien dan sifat adaptif atau maladaptif dari mekanisme koping yang

digunakan
4. Rencana Keperawatan
Diagnosa Perencanaan Intervensi Rasional
Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil

Ansietas TUK 1 Ekspresi wajah Bina hubungan Hubungan saling


Sedang bersahabat, saling percaya percaya merupakan
menunjukkan rasa
Klien dapat senang, ada kontak dengan dasar untuk
menjalin dan mata, mau berjabat mengungkapkan kelancaran
tangan, mau
membina prinsip hubungan interaksi
menyebutkan nama,
hubungan mau menjawab salam, komunikasi selanjutnya
saling klien mau duduk terapeutik :
berdampingan dengan
percaya 1. Sapa klien
perawat , mau
mengutarakan dengan
masalah yang ramah, baik
dihadapi
verbal
maupun non
verbal
2. Perkenalkan
diri dengan
sopan
3. Tanyakan
nama
lengkap
klien dan
nama
panggilan
yang disukai
klien
4. Jelaskan
tujuan
pertemuan
5. Jujur dan
menepati
janji
6. Tunjukkan
sikap empati
dan
menerima
klien apa
adanya

TUK 2 1. Bantu klien untuk Untuk mengadopsi


mengidentifikasi respons koping
yang baru, pasien
Klien dapat dan menguraikan pertama kali harus
mengidenfik perasaannya menyadari perasaan
dan mengatasi
asi dan 2. Validasi
penyangkalan dan
menggambar kesimpulan dan resistens yang
kan perasaan asumsi terhadap disadari atau tidak
disadari
tentang klien
ansietas 3. Gunakan
pertanyaan
terbuka untuk
mengalihkan dari
topik yang
mengancam ke hal
yang berkaitan
dengan konflik
4. Gunakan
konsultasi

TUK 3 1. Bantu klien Mengenali keadaan


Klien dapat menjelaskan yang dapat
mengidentifi situasi dan menyebabkan
kasi penyebab
ansietas interaksi yang munculnya ansietas
dapat segera
menimbulkan Memperluas
ansietas kesadaran tentang
2. Bersama klien perkembangan
meninjau kembali
ansietas
penilaian klien
terhadap stressor
yang dirasakan
mengancam dan
menimbulkan
konflik

3. Kaitkan
pengalaman yang
baru terjadi
dengan
pengalaman
masa lalu yang
relevan
TUK 4 1. Gali cara klien Respon koping
Klien dapat mengurangi adaptif dapat
menguraikan ansietas di masa dipelajari melalui
respons
koping lalu analisa mekanisme
adaptif dan 2. Dorong klien koping yang
maladaptif
untuk digunakan di masa
menggunakan lalu
respons koping
adaptif yang Koping yang baru
dimilikinya dapat mengatasi
3. Bantu klien untuk stress dan mengatur
menyusun distress emosional
kembali tujuan yang menyertai .
hidup,
memodifikasi
tujuan,
menggunakan
sumber dan
menggunakan
koping yang baru
Bantu klien
secara aktif
4. untuk
mengaitkan
hubungan sebab

dan akibat sambil


mempertahankan
ansietas dalam
batas yang
sesuai.
TUK 5 1. Dorong pasien Klien dapat
Klien dapat melakukan mengatasi stres
mengimplem aktivitas fisik dengan mengatur
entasikan untuk distres emosional
respons mengeluarkan yang
adaptif untuk
mengatasi energinya menyertainya
ansietas 2. Libatkan orang melalui
terdekat sebagi pengguanaan
sumber dan teknik pelalsanaan
dukungan sosial stres.
dalam membantu
klien mempelajari Tekhnik relaksasi
respons koping nafas dalam dapat
yang baru menurunkan
3. Ajarkan klien ansietas
teknik relaksasi
nafas dalam Melatih untuk
untuk selalu mengontrol
meningkatkan ansietas
kontrol dan rasa
percaya diri
4. Dorong klien
untuk
menggunakan
relaksasi nafas
dalam
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi (2008). Teknik Prosedural Keperawatan, konsep dan Aplikasi Kebutuhan

Dasar. Jakarta : Salemba Medika

Direktorat Kesehatan Jiwa DEPKES RI (1994)

Herri Zan Pieter (2011). Pengantar Psikopatologi Untuk Keperawatan. Jakarta

NANDA (2015). Diagnosa keperawatan definisi dan klasifikasi. Jakarta:EGC

Solehati, Kosasih (2015). Konsep Aplikasi Relaksasi Dalam Keperawatan. Bandung :

Refika Aditama

Stuart Laraia (1998). Buku Saku Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai