Anda di halaman 1dari 32

LITERATUR REVIEW

FAKTOR RISIKO TERJADINYA STUNTING PADA ANAK

USIA DIBAWAH 5 TAHUN

Disusun Oleh :

MUHAMMAD RIAS SUKIMAN

110 2018 0037

Pembimbing:

dr. Hj. Aryanti Bamahry, M.Kes, Sp.GK

dr. Andi Alamanda Irwan

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

MAKASSAR

2020

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan rahmat-Nyalah sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul “Faktor Risiko Terjadinya Stunting Pada Anak Dibawah

5 Tahun”. Pengajuan literatur review ini adalah sebagai persyaratan untuk

memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Kedokteran.

Literatur review ini dapat terselesaikan atas dukungan dan bimbingan dari

berbagai pihak.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan baik dari isi

maupun tulisan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca

diharapkan agar dapat menjadi lebih baik kedepannya dan semoga

dapat bermanfaat bagi semua orang.

Makassar, 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI............................................................................................ ii

BAB I: PENDAHULUAN........................................................................ 1

1.1 Latar Belakang.............................................................................. 1

1.2 Rumusan Masalah...………………………………………………… 4

1.3 Tujuan Penelitian……………………………………………………. 4

1.3.1 Tujuan Umum…………………………………………………….... 4

1.3.1 Tujuan Khusus…………...……….………………………………. . 4

1.4 Manfaat Penelitian........................................................................ 7

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 10

2.1 Stunting......................................................................................... 10

2.1.1 Definisi....................................................................................... 10

2.1.2 Epidemiologi.............................................................................. 12

2.1.3 Patofisiologi................................................................................ 14

2.1.4 Faktor Yang Mennyebabkan Terjadinya Stunting..................... 17

2.3 Kerangka teori............................................................................... 25

2.3 kerangka konsep........................................................................... 26

BAB III: METODE PENELITIAN ........................................................... 30

3.1 Waktu Dan Tempat Penelitian...................................................... 31

3.2 Metode Penelitian......................................................................... 31

3.3 Kriteria Inklusi dan Ekslusi............................................................ 31

3.3.1Kriteria inklusi.............................................................................. 31

3.3.2 Kriteria Ekslusi........................................................................... 31

3
3.4 Alur penelitian............................................................................... 32

DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 33

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Stunting adalah gangguan pertumbuhan dan perkembangan pada

anak di bawah usia lima tahun. Menurut definisi World Health

Organization (WHO), panjang badan anak-anak yang Z-score/ tinggi

badan menurut usia lebih dari -2SD median standar pertumbuhan anak

WHO didefinisikan sebagai terhambat. WHO memperkirakan bahwa

24,6% anak di bawah lima tahun di negara-negara berpenghasilan rendah

dan menengah mengalami stunting pada tahun 2017. 1

Balita yang pendek (stunting) memerlukan pengawasan khusus

karena perkembangan mental dan fisik anak terhambat. Balita pendek

mempunyai resiko menurunnya intelektual, kemampuan produktivitas, dan

peningkatkan terjadinya penyakit degeneratif diwaktu yang akan datang.

Banyak faktor yang saling berhubungan yang dapat meneyebabkan

stunting. Dan saling berkaitan antara faktor satu dan lainnya. Menurut

UNICEF Framework, tiga faktor dominan yang menyebabkan terjadinya

stunting diantaranya pemberian makanan pendamping terlalu dini, riwayat

penyakit, dan BBLR.3

Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Balita Terintegrasi (SSGBI)

oleh Balitbangkes Kemenkes Republik Indonesia tahun 2019, diketahui

bahwa proporsi stunting tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Timur

43,82%, Sulawesi Barat 40,38%, dan Nusa Tenggara Barat 37,85%. Hasil

5
ini hampir sama dengan Riskesdas tahun 2018, dimana proporsi stunting

tertinggi ada di Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, dan Aceh.

Sedangkan untuk proporsi stunting terendah menurut SSGBI 2019 ada di

Kepulauan Bangka Belitung 19,93%, Kepulauan Riau 16,82% dan Bali

14,42%, menurut Riskesdas 2018 terdapat di Bali, DKI Jakarta, dan DI

Yogyakarta.6

Unsur penting yang dapat mempengaruhi keadaan gizi karena

dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan atau

informasi tentang gizi yang dimiliki menjadi lebih baik. Seorang dengan

pendidikan rendah belum tentu ku- rang mampu menyusun makanan yang

memenuhi persyaratan gizi dibandingkan dengan orang lain yang

pendidikannya leb- ih tinggi. Karena sekalipun berpendidikan rendah,

kalau orang tersebut rajin mendengarkan atau melihat informasi mengenai

gizi, bukan mustahil pengetahuan gizinya akan lebih baik. Upaya

perbaikan/peningkatan gizi dilakukan dengan cara memenuhi kebutuhan

gizi anak salah satunya melalui pengaturan pola makan. Asupan gizi

seimbang dari makanan memegang peranan penting dalam proses

pertumbuhan anak dibarengi dengan pola makan yang baik dan teratur

yang perlu diperkenal- kan sejak dini, antara lain dengan perkenalan jam-

jam makan dan variasi makanan dapat membantu mengkoordinasikan

kebutuhan akan pola makan sehat pada anak. Stunting pada bayi baru

lahir berdampak jangka panjang bagi pertumbuhan bayi tersebut. Dampak

jangka panjang ini dapat dihindari dengan memberikan intervensi bada

6
bayi stunting hingga usia 2 tahun agar dapat mengejar tumbuh kembang

pada periode selanjutnya.7

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik untuk menyusun

literatur review ini tentang faktor risiko terjadinya stunting pada anak usia

dibawhah 5 tahun.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalah pada

literatur review ini adalah “Bagaimana Faktor Risiko Terjadinya Stunting

Pada Anak Dibawah 5 Tahun?”.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan literatur review

yang hendak dicapai adalah:

1.3.1 Tujuan Umum

Tujuan umum pada literatur review ini untuk mengetahui faktor

risiko terjadinya stunting pada anak dibawah 5 tahun.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus pada literatur review ini adalah:

1. Mengetahui faktor risiko Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) terhadap

terjadinya stunting pada anak dibawah 5 tahun.

2. Mengetahui faktor risiko pemberian ASI Eksklusif terhadap terjadinya

stunting pada anak dibawah 5 tahun.

3. Mengetahui faktor risiko pola asupan gizi terhadap terjadinya stunting

pada anak dibawah 5 tahun.

7
4. Mengetahui faktor risiko pendidikan ibu terhadap terjadinya stunting

pada anak dibawah 5 tahun.

5. Mengetahui faktor risiko malnutrisi terhadap terjadinya stunting pada

anak dibawah 5 tahun.

6. Mengetahui faktor risiko status sosial ekonomi terhadap terjadinya

stunting pada anak dibawah 5 tahun.

7. Mengetahui faktor risiko fasilitas layanan kesehatan terhadap

terjadinya stunting pada anak dibawah 5 tahun.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Diharapkan hasil literatur review ini dapat bermanfaat bagi:

1.4.1 Manfaat Bagi Peneliti

Mendapat pengalaman berharga dan menambah wawasan

pengetahuan berupa memperluas wawasan mengenai hubungan faktor

risiko terjadinya stunting pada anak dibawah 5 tahun.

1.4.2 Manfaat Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil literatur review ini diharapkan dapat mendorong peneliti lain

melakukan penelitian lebih lanjut mengenai faktor risiko terjadinya stunting

pada anak dibawah 5 tahun dalam masalah kesehatan sehingga berguna

sebagai bahan acuan untuk merancang program latihan yang tepat.

1.4.3 Manfaat Bagi Instansi Pendidikan

Melalui penelitian ini diharapkan menambah ilmu pengetahuan dan

bermanfaat bagi pembaca dan peneliti selanjutnya.

8
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 STUNTING

2.1.1 Definisi

Stunting adalah relatif, tergantung pada pola pertumbuhan didalam

populasi setempat atau grafik baku yang relevan dengan populasi tersebut

dan tergantung pada genetik. Contohnya cuff off perawakan pendek yang

di gunakan Patel L dan Clayton PE adalah tinggi badan anak dibawah

persentil kedua atau dibawah persentil ketiga bila yang tersedia hanya

pengukuran tunggal. Pengukuran ini tidak bisa di pakai untuk mengetahui

masalah genetik atau growth rate.8

Stunting merupakan bentuk kegagalan pertumbuhan (growth

faltering) akibat akumulasi ketidakcukupan zat gizi yang berlangsung lama

mulai dari kehamilan sampai usia 24 bulan. Stunting mencerminkan

kekurangan gizi kronis selama periode pertumbuhan dan perkembangan

paling kritis di awal kehidupan. Stunting didefinisikan sebagai persentase

anak usia 0-59 bulan dengan tinggi badan menurut umur (TB/U) berada di

bawah - 2SD (moderate and severe stunting) dan -3SD (severe stunting)

dari Standar Pertumbuhan Anak WHO. Selain tubuh pendek, stunting juga

menimbulkan dampak lain pada masa kanak- kanak seperti

perkembangan menjadi terhambat, penurunan fungsi kognitif, penurunan

fungsi kekebalan tubuh, dan gangguan sistem pembakaran. 4

9
Stunting merupakan masalah kekurangan gizi kronis pada balita

yang menyebabkan gangguan pertumbuhan linear (RPL). Menurut WHO

Child Growth Standart stunting didasarkan pada pada pengukuran

panjang badan atau tinggi badan menggunakan batas Z score dengan

indeks panjang badan dibanding umur (PB/U) atau tinggi badan dibanding

umur (TB/U) < -2 SD. Keputusan Menteri Kesehatan tentang standart

antropometri penilaian status gizi anak dibedakan menjadi 2 yaitu stunted

(pendek / z score < -2SD) dan severely stunted (sangat pendek / z score <

-3SD.5

2.1.2 Epidemiologi

Stunting menjadi ancaman terbesar bagi kualitas hidup manusia di

masa mendatang karena dapat menghambat pertumbuhan fisik,

hambatan pertumbuhan otak anak (kognitif), penurunan kualitas belajar

hingga penurunan produktivitas di usia dewasa serta ancaman

peningkatan penyakit tidak menular. Stunting disebabkan oleh rendahnya

asupan gizi dan penyakit berulang yang didasari oleh lingkungan yang

tidak sehat, prevalensi stunting tinggi pada balita dengan rentang usia 0-5

tahun sebanyak (27%) dengan puncaknya pada usia 2-5 tahun, hal ini

sejalan dengan penelitian bi Bangladesh, India dan Pakistan dimana anak

usia 24-59 tahun ditemukan dalam resiko lebih besar pertumbuhannya

terhambat.5

Indonesia menduduki peringkat ke lima dunia dan tertinggi di Asia

Tenggara untuk jumlah anak dengan kondisi stunting. Menurut WHO

10
prevalensi stunting menjadi masalah kesehatan jika prevalensinya lebih

dari 20% dan prevalensi stunting ini masih jauh dari Indikator pencapaian

gerakan seribu hari pertama kehidupan tahun 2025 yaitu menurunkan

jumlah anak usia dibawah lima tahun yang stunting sebesar 9%. 5

Berdasarkan hasil Survei Status Gizi Balita Terintegrasi (SSGBI)

oleh Balitbangkes Kemenkes Republik Indonesia tahun 2019, diketahui

bahwa proporsi stunting tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Timur

43,82%, Sulawesi Barat 40,38%, dan Nusa Tenggara Barat 37,85%. Hasil

ini hampir sama dengan Riskesdas tahun 2018, dimana proporsi stunting

tertinggi ada di Nusa Tenggara Timur, Sulawesi Barat, dan Aceh.

Sedangkan untuk proporsi stunting terendah menurut SSGBI 2019 ada di

Kepulauan Bangka Belitung 19,93%, Kepulauan Riau 16,82% dan Bali

14,42%, menurut Riskesdas 2018 terdapat di Bali, DKI Jakarta, dan DI

Yogyakarta.6

2.1.3 Faktor yang menyebabkan terjadinya stunting

Untuk kepentingan eliminasi masalah stunting perlu diketahui

penyebab dan faktor resiko stunting. Faktor- Faktor kejadian stunting

dikelompokkan menjadi dua yaitu faktor langsung dan faktor tidak

langsung. Faktor langsung diantaranya adalah BBL (berat badan lahir),

pemberian ASI eksklusif, pola asupan gizi anak, penyakit infeksi, dan

faktor genetik. Sedangkan faktor tidak langsung adalah pendidikan, status

sosial ekonomi, fasilitas pelayanan kesehatan. Faktor sosial ekonomi

11
saling berinteraksi satu dengan yang lainnya seperti asupan gizi, berat

badan lahir dan penyakit infeksi pada anak.5,6,7

1. Berat Badan Lahir Renda (BBLR)

Berat badan lahir rendah secara signifikan mempengaruhi stunting

pada anak-anak di wilayah studi penelitian yang dilakukan oleh Rahul

amin tahun 2017. Oleh karena itu, pembentukan jaring pengaman selama

kehamilan serta intervensi jangka panjang yang akan meningkatkan

ketersediaan dan aksesibilitas pangan dianjurkan dalam upaya

mengurangi stunting pada rumah tangga berpendapatan rendah di

pedesaan yang sangat berkaitan dengan dengan kelahiran bayi yang

rendah. Berat badan lahir adalah berat badan bayi yang ditimbang

setalah 1 jam bayi lahir. Normal berat badan bayi lahir berkisar anatar

2.500 – 4.000 gram. Bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari

2.500 disebut dengan bayi lahir dengan berat badan rendah.8,10

Bayi yang lahir dengan BBLR erat kaitan nya dengan angka

kematian, kesakitan dan kejadian kekurangan gizi dikemudian pada bayi.

Hal ini dikarenakan sistem daya tahan tubuh yang lebih rendah

dibandingkan dengan bayi yang lahir normal. Selain itu pada bayi juga

didapatkan keadaan seperti, ketidaksetabilan keadaan umum bayi,

kesulitan dalam menjalani masa transisi, henti napas, inkoordinasi refelek

menghisap, menelan, atau bernafas, serta kurangnya control fungsi oral

motor bayi. Sehingga bayi yang lahir dengan BBLR akan mudah

12
terserang dengan penyakit penyakit infeki, jika tidak segera di tangani

dan didukung dengan pemberian nutrisi yang adekuat akan beresiko lebih

besar mengalami gizi buruk. Kekurangan gizi pada bayi bisa disebabkan

karena meningkatnya kecepatan pertumbuhan, tingginya kebutuhan

untuk melakukan metabolisme, cadangan gizi yang rendah didalam

tubuh, keadaan fisiologis anak yang belum sempurna atau anak dalam

keadaan sakit. 8,10

Berat badan lahir rendah pada anak merupakan salah satu faktor

yang dapat menyebabkan stunting. BBLR bisa disebabkan karena

asupan gizi yang rendah pada ibu pada masa kehamilan atau bisa karena

bayi yang lahir kurang bulan dan akan berdampak pada linier

pertumbuhan dan perkembangan anak. Anak yang lahir dengan BBLR

lebih besar beresiko mengalami kejadian kekurangan gizi berupa stunting

dibandingkan dengan anak yang lahir normal dan cukup bulan. 8,10

2. Pemberian Asi Eklusif

ASI ekslusif merupakan pemberian makanan alamiah berupa cairan

air susu ibu saja tanpa makanan dan minuman selama 6 bulan yang

mengandung zat gizi yang cukup dan sesuai dengan kebutuhan bayi,

sehingga bayi tumbuh dan berkembang dengan optimal. Pemberian ASI

pada bayi sangat penting karena mengandung zat gizi yang dibutuhkan

untuk pertumbuhan dan perkembangan kecerdasan anak, mengandung

zat infeksi terutama untuk infeksi saluran pencernaan dan mengandung

zat kekebalan tubuh sehingga bayi tidak mudah sakit.14

13
Bayi membutuhkan ASI yang cukup untuk meningkatkan status

gizinya selama masa pertumbuhan, jika asupannya kurang maka

pertumbuhan dan perkembangan anak dengan riwayat ASI parsial

tentunya akan terhambat. ASI mengandung zat anti bodi yang menambah

kekebalan tubuh anak, jika anak diberi ASI saja maka kekebalan

tubuhnya akan lebih kuat dibanding anak yang diberikan ASI parsial.

Anak yang diberikan ASI saja tentunya tidak mudah mudah sakit

sehingga penyerapan nutrisi lebih maksimal dibandingkan anak yang

diberikan susu formula. Penyerapan nutrisi yang baik akan membantu

perkembangan dan pertumbuhan anak dengan maksimal sehingga tinggi

badannya dapat bertambah sesuai dengan usianya. 14

Pemberian ASI dapat meningkatkan imunitas bayi terhadap penyakit

sebagaimana diperlihatkan dalam sejumlah penelitian ketika pemberian

ASI disertai dengan penurunan frekuensi diare, konstipasi kronis,

penyakit gastrointestinal dan infeksi traktus respiratorius, serta infeksi

telinga. Pemberian ASI dapat membawa manfaat bagi interaksi ibu dan

anak serta memfasilitasi pembentukan ikatan yang lebih kuat sehingga

menguntungkan bagi perkembangan anak dan perilaku anak.14

Pemberian ASI yang tidak eksklusif merupakan salah satu faktor

terjadinya Stunting pada anak. ASI ekslusif adalah makanan pertama dan

utama hingga bayi berusia sampai bayi berusia >6 bulan untuk

pemenuhan gizi mencegah terjadinya Stunting. 14

3. Pola asupan gizi

14
Permasalahan gizi pada balita seperti stunting tidak dapat dipandang

sebelah mata, karena menyangkut masa depan generasi penerus bangsa.

Oleh karena itu, banyak penelitian yang telah dilakukan terkait kejadian

stunting pada balita. Anak yang berusia dibawah lima tahun merupakan

kelompok anak yang menunjukan tumbuh kembang yang sangat pesat,

tetapi sering juga menderita kekurangan gizi. Pemenuhan intake nutrisi

yang tidak adekuat akan berpengaruh pada kehidupan anak selanjutnya,

karena gizi pada masa anak – anak berperan untuk pertumbuhan fisik dan

perkembangan otak. Kekurangan gizi pada anak, bisa karena dampak dari

malnutrisi ibu pada masa kehamilannya, atau pemenuhan intake nutrisi

yang tidak adekuat saat masa kanak - kanak. Pada anak usia tiga sampai

lima tahun, anak akan memilih makanan yang mereka inginkan, tidak

jarang juga anak pada rentang usia ini akan menolak makanan yang

diberikan kepadanya.11,13

Asupan makanan yang tidak memadai dalam 2 tahun pertama

bertanggung jawab pada terjadinya stunting. Kurangnya proses

menyusui, menyapih dan praktik pemberian makanan, infeksi dan diare

juga berkontribusi. Kegagalan pertumbuhan pada saat awal kehidupan

akan menyebabkan tinggi badan pada saat dewasa kurang kecuali ada

kompensasi pertumbuhan (catch-up growth) di masa anak-anak. Untuk

mengatasi permasalahan gizi pada anak seperti stunting pada balita

sudah banyak kebijakan dan program yang dicanangkan olah pemerintah

seperti, posyandu, DDTK (Deteksi Dini Tumbuh Kembang) pada balita

15
dan anak, tetapi kedua program ini tidak dapat mengatasi permasalahan

gizi pada balita mungkin hal ini disebabkan karena tidak adanya evaluasi

dan intervensi terhadap kegiatan ini.11

Pola asupan yang tidak baik dapat menyebabkan malnutrisi. Malnutrisi

didefinisikan sebagai kelebihan gizi atau kekurangan gizi dan dikaitkan

dengan beban dan biaya yang tinggi untuk sistem perawatan kesehatan.

Berdasarkan data World Health Orgaization (WHO), malnutrisi lazim

terjadi pada 30-40% anak di seluruh dunia. perkiraan nasional di Iran telah

menunjukkan prevalensi sebesar 30% untuk malnutrisi ringan hingga

sedang di antara anak-anak. Malnutrisi dikaitkan dengan infeksi dan

perkembangan fisik dan mental yang buruk pada anak-anak dan juga

dapat meningkatkan risiko gangguan metabolisme kronis, termasuk

penyakit kardiovaskular di masa dewasa. Malnutrisi dikaitkan dengan

beberapa komplikasi yang berhubungan dengan lambatnya pertumbuhan

pada anak. Di antara komplikasi tersebut, banyak perhatian telah

difokuskan pada stunting. yang dikenal sebagai masalah kesehatan

masyarakat utama di seluruh dunia. Stunting didefinisikan sebagai

memiliki tinggi badan yang rendah untuk usia dibandingkan dengan

populasi.12

4. Faktor genetik

Studi ini memperlihatkan bahwa orang tua yang tinggi badannya

tergolong pendek cenderung memiliki anak-anak stunting, begitu pula

sebaliknya. Pada orang tua dengan tinggi badan yang tergolong tinggi,

16
maka anak-anak tumbuh dengan normal. Ibu yang pendek berkaitan

dengan kejadian stunting pada anak. Faktor genetik merupakan modal

dasar dalam mencapai hasil akhir proses tumbuh kembang anak. Melalui

instruksi genetik yang terkandung di dalam sel telur yang telah dibuahi,

dapat ditentukan kualitas pertumbuhan. Walaupun demikian, komposisi

genetik bukan merupakan faktor utama yang menentukan tinggi badan

seseorang, karena kendala lingkungan dan gizi merupakan persoalan

yang jauh lebih penting.15

5. Pendidikan ibu

Ibu dengan latar belakang pendidikan rendah berisiko untuk memiliki

anak stunting dibandingkan dengan ibu berpendidikan tinggi. Ibu dengan

pendidikan tinggi akan memiliki pengetahuan yang lebih

mengimplementasikan informasi yang diperoleh dengan baik. Pendidikan

ibu merupakan salah satu unsur penting yang dapat mempengaruhi

keadaan gizi pada anaknya karen dengan tingkat pendidikan yang lebih

tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi tentang gizi yang dimiliki

menjadi lebih baik, selain pendidikan ibu.13,15

Hubungan antara pendidikan ibu dengan kejadian stunting tersebut

memiliki kesesuaian dengan teori yang menyatakan bahwa pendidikan

sangat berperan terhadap persepsi yang lebih baik terhadap sesuatu,

tingkat pendidikan sangat berperan dalam perubahan sikap dan perilaku

positif, intervensi perilaku dapat dilakukan melalui pendidikan. 17

17
Makin tinggi tingkat pendidikan, pengetahuan dan keterampilan maka

terdapat kemungkinan makin baik tingkat ketahanan pangan keluarga,

makin baik pola pengasuhan anak, makin mengerti waktu yang tepat

dalam memberikan ASI bagi bayi serta mengerti dampak yang

ditimbulkan jika bayi mengalami gangguan gizi. Terbatasnya tingkat

pendidikan dan kurangnya keterampilan berpengaruh terhadap

kurangnya kesadaran dan manfaat pemeliharaan kesehatan, khususnya

dalam pemberian nutrisi pada bayinya. Ibu yang berpendidikan tinggi

akan mudah memahami informasi dengan baik penjelasan yang diberikan

oleh petugas kesehatan, selain itu, ibu yang berpendidikan tidak akan

terpengaruh dengan informasi yang tidak jelas. 17

6. Penyakit infeksi

Infeksi dapat menjadi salah satu faktor terjadinya stunting. Penyakit

infeksi yang paling banyak diderita oleh balita adalah diare dan ISPA.

Balita yang sering mengalami sakit berpengaruh terhadap

pertumbuhannya sebab sakit akan diikuti dengan menurunnya nafsu

makan. Infeksi akan merespons peningkatan sitokin TNF-α dan IL-1 ketika

akan terjadi peradangan sebagai salah satu sistem pertahanan tubuh

terhadap benda asing. Sitokin TNF-α dan IL-1 yang meningkat akan

menurunkan hormon IGF-1 yang merupakan hormon pertumbuhan. IGF-1

yang menurun akan memengaruhi pertumbuhan lempeng epifisis tulang

panjang sehingga pertubuhan linier anak tidak maksimal. Keterbatasan

penelitian ini metode recall yang digunakan dalam penelitian memiliki bias

18
ingatan dan menentukan ukuran rumah tangga (URT). Peneliti

menggunakan food model untuk mengurangi bias tersebut.19

Stunting dikaitkan dengan peningkatan kerentanan terhadap infeksi,

gangguan perkembangan otak dan IQ rendah pada anak-anak dan dapat

meningkatkan risiko obesitas dan sindrom metabolik selama masa

dewasa.12

7. Satus sosial ekonomi

Faktor ekonomi lebih berpengaruh terhadap pertumbuhan anak dari

pada faktor genetik dan etnik. Status ekonomi rumah tangga dipandang

memiliki dampak yang signifikan terhadap probabilitas seorang anak

menjadi pendek dan kurus . Faktor ekonomi yang memengaruhi status

gizi diawali dari tingkat pendidikan yang berpengaruh terhadap jenis

pekerjaan, kemudian jenis pekerjaan akan berpengaruh pada

pendapatan. Pendapatan yang rendah merupakan kendala bagi keluarga

untuk dapat memenuhi kebutuhan gizi, baik segi kualitas maupun

kuantitasnya bagi seluruh anggota keluarga. Rendahnya pendapatan

menyebabkan pengeluaran uang untuk membeli bahan makanan

terbatas. Keadaan ini menyebabkan orang tidak mampu membeli bahan

makanan dalam jumlah yang diperlukan. Dengan pendapatan yang

rendah, biasanya mengkonsumsi makanan yang lebih murah dan menu

yang kurang bervariasi, sebaliknya pendapatan yang tinggi umumnya

mengkonsumsi makanan yang lebih tinggi harganya, tetapi penghasilan

yang tinggi tidak menjamin tercapainya gizi yang baik. Pendapatan yang

19
tinggi tidak selamanya meningkatkan konsumsi zat gizi yang dibutuhkan

oleh tubuh, tetapi kenaikan pendapatan akan menambah kesempatan

untuk memilih bahan makanan dan meningkatkan konsumsi makanan

yang disukai meski pun makanan tersebut tidak bergizi tinggi. 15,18

8. Fasilitas layanan kesehatan

Faktor yang menyebabkan stunting pada anak meliputi praktik

pengasuhan yang tidak baik, terbatasnya layanan kesehatan termasuk

ante natal care, post natal care dan pembelajaran dini yang berkualitas,

kurangnya akses terhadap makanan bergizi, air bersih dan sanitasi.

Penanganan masalah stunting dilaku- kan melalui intervensi spesifik dan

intervensi sensitif pada 1000 hari pertama kehidupan anak sampai

berusia 6 tahun. Kunjungan posyandu pada balita memiliki peranan

penting. Frekuensi kunjungan posyandu menjadi salah satu faktor risiko

kejadian stunting pada balita. Balita yang datang ke posyandu akan

dilakukan penimbangan dan dipantau status gizinya. Selain itu ibu juga

dapat memperoleh informasi dan penyuluhan terkait gizi dan juga

kesehatan dari petugas kesehatan yang ada di posyandu. Di posyandu

biasanya di berikan vitamin A pada anak. Anak yang tidak memperoleh

suplementasi vitamin A berisiko lebih besar untuk mengalami stunting.

Defisiensi vitamin A dapat menyebabkan anemia dan stunting. Vitamin A

memiliki peranan penting dalam proses metabolisme dalam tubuh. Selain

itu suplementasi vitamin A juga dapat mencegah dampak buruk akibat

diare dan campak.13

20
Posyandu merupakan salah satu layanan Kesehatan masyarakat,

dimana masyarakat dapat memperoleh pelayanan kesehatan maupun

keluarga berencana. Selain itu, posyandu dapat juga dimanfaatkan

sebagai sarana saling tukar pendapat dan pengalaman serta

bermusyawarah antar anggota masyarakat maupun petugas kesehatan

untuk memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Posyandu

merupakan tempat untuk melakukan monitoring status gizi dan

pertumbuhan anak yang sangat tepat sehingga dengan datangnya anak

ke posyandu akan dilakukan pengukuran tingkat pertambahan berat

badan serta tinggi badan secara rutin dalam setiap bulannya. . Frekuensi

kehadiran di posyandu yang rutin, sangat berpengaruh terhadap

pemantauan status gizi, serta ibu baduta yang datang ke 5. posyandu

akan memperoleh informasi terbaru tentang kesehatan maupun gizi yang

bermanfaat untuk pola hidup sehat. Berbeda dengan baduta yang tidak

pernah hadir dalam posyandu, ia akan sulit untuk dilakukan monitoring

terhadap tumbuh kembangnya.16

Begitu pula dengan ibu ataupun keluarga yang tidak pernah atau

jarang hadir dalam kegiatan posyandu, pengetahuan yang ia dapatkan

akan lebih

sedikit bila dibandingkan dengan ibu atau keluarga baduta yang sering

datang keposyandu. Oleh karena itu, 7. kemungkinan ibu atau keluarga

yang tidak pernah atau jarang datang ke posyandu resiko baduta akan

21
mengalami stunting lebih besar dibandingkan dengan ibu atau keluarga

baduta yang sering datang ke posyandu.16

9. Dampak

Stunting dapat memberikan dampak buruk bagi anak baik jangka

pendek maupun jangka panjang. Dampak jangka pendek dari stunting

yaitu terganggunya perkembangan otak, kecerdasan, gangguan

pertumbuhan fisik dan gangguan metabolisme tubuh. Dalam jangka

panjang stunting dapat mengakibatkan penurunan kemampuan kognitif

pada anak serta prestasi belajar. Selain itu, stunting juga dapat

mengakibatkan menurunnya kekebalan tubuh anak sehingga anak mudah

sakit dan risiko timbulnya penyakit di masa tua semakin tinggi. Risiko

penyakit di masa tua meliputi penyakit jantung dan pembuluh darah,

kegemukan, diabetes, kanker, stroke dan disabilitas.14

10. Pencegahan

Pencegahan stunting dapat dilakukan antara lain dengan cara:20

1) Pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil.

2) ASI eksklusif sampai umur 6 bulan dan setelah umur 6 bulan diberi

makanan pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan

kualitasnya.

3) Memantau pertumbuhan balita di posyandu.

4) Meningkatkan akses terhadap air bersih dan fasilitas sanitasi, serta

menjaga kebersihan lingkungan.

22
2.2 Kerangka Teori

Faktor risiko terjadinya


stunting

Faktor langsung Faktor tidak langsung

Berat badan lahir rendah Pendidikan ibu


(BBLR)
kurangnya kesadaran
Kurangnya asupan pemberian nutrisi
gizi pada ibu hamil yang baik untuk anak

Pemberian asi esklusif Sosial ekonomi

kurangnya
pemberian asi Pemenuhan
ekslusif dapat kebutuhan makan
menganggu yang mengandung
pertumbuhan dan gizi yang tinggi dan
perkembangan anak penting bagi anak

Asupan gizi
Layanan kesehatan
kurangnya
pemberian asupan
gizi menyebabkan Posyandu, ANC, PNC
malnutrisi

Penyakit infeksi

Diare dan ISPA

Genetik

Faktor utama yang


menentukan TB
anak

Stanting

23
2.3 Kerangka Konsep

Faktor risiko terjadinya


stunting
- BBLR
- Asi ekslusif
- Asupan gizi
- Penyakit inpeksi Stanting
- Genetik
- Pendidikan ibu
- Sosial ekonomi
- Pelayanan
kesehatan

: variable independent

: variable dependent

2.4 HIPOTESIS

H0 : Tidak terdapat faktor risiko terjadinya stunting pada anak dibawah 5

tahun

H1: Terdapat dengan faktor risiko terjadinya stunting pada anak

dibawah 5 tahun

24
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 WAKTU DAN TEMPAT PENELITIAN

Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan januari 2021 sampai

selesai.

3.2 METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan adalah studi literatur atau

literatur review menggunakan metode narrative review dan

mengambil data dilakukan dari beberapa literatur. Dalam penelitian

ini dilakukan tinjauan secara narrative terhadap literatur yang

berhubungan dengan faktor risiko terjadinya stunting pada anak

dibawah 5 tahun.

3.3 KRITERIA INKLUSI DAN EKSLUSI

3.3.1 KRITERIA INKLUSI

1. Artikel yang di jadikan literatur merupakan artikel penelitian, Text

book, Prosiding, dll (Sesuai Ref.SK Dekan FK UMI, 12 Juni 2020)

2. Artikel atau literatur yang dimasukkan membahas tentang faktor risiko

terjadinya stunting pada anak dibawah 5 tahun.

3. Artikel yang telah di publikasi dari tahun 2017-2020. (Jika tidak ada

Ref baru maka tahun boleh mundur). Pada contoh Literature Review

ini 2016 - 2020.

3.3.2 KRITERIA EKSKLUSI

25
1. Artikel atau literatur yang membahas selain faktor risiko terjadinya

stunting pada anak dibawah 5 tahun.

2. Literatur mengenai faktor risiko terjadinya stunting pada anak

dibawah 5 tahun.

3. Artikel atau literatur yang tidak menyatakan ISSN jika jurnal, dan ISBN

jika buku.

26
3.4 ALUR PENELITIAN

Kumpulkan BAB II TINJAUAN PUSTAKA


BAB I
Referensi sesuai Mahasiswa memberi pengantar
PENDAHULUAN
ketentuan Fakultas disetiap referensi

Membuat Priortias yang paling Review BAB III


berhubungan dengan judul KTI Referensi Metodologi Penelitian

Membahas Abstrak, Tampilkan Kelebihan dan BAB IV


jika masih kurang kelemahan masing-masing HASIL DAN
maka cek isi. Referensi dengan narasi sendiri PEMBAHASAN

BAB V
KESIMPULAN &
SARAN

27
DAFTAR PUSTAKA

1. J. Tanaka, K. Yoshizawa , etc (2019) Relationship between dietary

patterns and stunting in preschool children: a cohort analysis from

Kwale, Kenya. Department of Ecoepidemiology, Institute of Tropical

Medicine, Nagasaki University, 1-12-4 Sakamoto, Nagasaki city,

Nagasaki 852-8523, Japan. 0033-3506 2019 The Royal Society for

Public Health. Published by Elsevier Ltd. All rights reserved.

2. Richard D semba, dkk (2018) Effect of parental formal education

on risk of child stunting in Indonesia and Bangladesh: a

cross-sectional study 550 N Broadway, Suite 700,

Baltimore, MD 21205, USA rdsemba@jhmi.edu

3. Sri Sumarni, Nelita Oktaviana (2020) Pemberian ASI Eksklusif

Berhubungan dengan Kejadian Stunting pada Balita di Pulau

Mandangin Kabupaten Sampang. Jurnal Riset Hesti Medan Akper

Kesdam I/BB Medan e-ISSN 2615-0441 | p-ISSN 2527-9548 Vol. 5,

No.1, Juni 2020, pp. 39-43

4. Kusuma Yati Alim, Ali Rosidi, Suhartono (2018) Riwayat Paparan

Pestisida Sebagai Faktor Risiko Stunting Pada Anak Usia 2-5 Tahun

Di Daerah Pertanian. Journal Of The Indonesian Nutrition Association

P-Issn: 0436-0265 E-Issn: 2528-5874 Gizi Indon 2018, 41(2):77-84

5. Linda ika P (2019) Faktor-Faktor Resiko Penyebab Terjadinya

Stunting Pada Balita Usia 23-59 Bulan. Oksitosin, Kebidanan, Vol. Vi,

No. 1, Februari 2019 : 28-37

28
6. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (2020) Profil Kesehatan

Indonesia Tahun 2019. Sekretariat Jenderal. Jakarta : Kementerian

Kesehatan RI. 2020 ISBN 978-602-416-977-0

7. Suharmianti Mentari, Agus Hermansyah (2018) Faktor-Faktor Yang

Berhubungan Dengan Status Stunting Anak Usia 24-59 Bulan Di

Wilayah Kerja Upk Puskesmas Siantan Hulu Pontianak Nutrition

Journal (Pnj) - Vol. 01 No. 01 Tahun 2018 Issn : 2622-1705

Http://Ejournal.Poltekkes-Pontianak.Ac.Id/Index.Php/Pnj

8. Prof. soetjiningsih Dr., SpA(K), Tumbuh kembang anak edisi 2. Buku

kedokteran EGC. ISBN 987-979-044-463-8

9. Oliver A Elorreaga, Luis Huicho, Andres G Lescano (2020) El

Niño/Southern Oscillation (ENSO) and stunting in children under 5

years in Peru: a double-difference analysis Funding Fogarty 2D43

TW007393. Copyright © 2020 The Author(s). Published by Elsevier

Ltd. This is an Open Access article under the CC BY 4.0 license.

10. Md. Ruhul Amin (2017) Factors Associated with Stunting Among 0-23

Months-Old Children in Rural Bangladesh. University of Dhaka, 1000,

Dhaka Bangladesh; Mary W. Murimi, PhD, LDN, RN, Texas Tech

University; Ana Florencia Moyeda Carabaza, BS. Journal of Nutrition

Education and Behavior. Volume 49, Number 7S1, 2017

11. Erni Maywita (2018) Faktor Risiko Penyebab Terjadinya Stunting

Pada Balita Umur 12-59 Bulan Di Kelurahan Kampung Baru Kec.

29
Lubuk Begalung Tahun 2015 . Jurnal Riset Hesti Medan, Vol. 3, No. 1

Januari-Juni 2018

12. Y. Sharif, O. Sadeghi (2019) Association of vitamin D, retinol and zinc

deficiencies with stunting in toddlers: findings from a national study in

Iran. Scientific Research Center, Tehran University of Medical

Sciences, Tehran. The Royal Society for Public Health. Published by

Elsevier Ltd. All rights reserved. Iran 0033-3506/© 2019

13. Novia Dewi Anggraini (2019) Analisis Faktor Resiko Kejadian Stunting

Pada Anak Usia 12–59 Bulan Di Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Medical Technology and Public Health Journal (MTPH Journal).

Volume 3, No. 1, March 2019

14. Evy Noorhasanah , dkk (2020) Faktor-Faktor Yang Berhubungan

Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas

Tatah Makmur Kabupaten Banjar. Jurnal midwiferyand reproduction

journal.umbjm.ac.id/index.php/midwiferyandreproduction. ISSN : 2598-

0068 Vol. 4 No. 1 (September 2020)

15. Elfiza Fitriami (2019) Determinan Kejadian Stunting Di Indonesia: A

Literature Review Jurnal SMART 2019, 6 (2), 113-121 ©SJKP 2019

DOI:http://dx.doi.org/10.34310/jskp.v6i2.190 pISSN 2301-6221; eISSN

2502-5236 http://stikesyahoedsmg.ac.id/ojs/index.php/sjkp SJKP, Vol.

6, No. 2, Desember 2019, 113-121

16. Rochana Tsaralatifah (2020) Faktor yang Berhubungan dengan

Kejadian Stunting pada Baduta di Kelurahan Ampel Kota Surabaya.

30
Open access under CC BY – SA license.Received: 11-03-20,

Accepted: 23-05-2020, Published online: 18-06-2020. doi:

10.20473/amnt. v4i2.2020.171-177 . Joinly Published by IAGIKMI &

Universitas Airlangga

17. Komalasari (2020) Faktor-Faktor Penyebab Kejadian Stunting Pada

Balita. Majalah Kesehatan Indonesia Volume 1, Issue 2, October

2020, p. 51 – 56 P-ISSN 2745-6498, E-ISSN 2745-8008

18. Sutriana (2020) Analisis Faktor Resiko Kejadian Stunting Pada Balita

Di Kawasan Pesisir Kabupaten Pinrang. Vol. 3, No. 3 September 2020

Pissn 2614-5073, Eissn 2614-3151 Telp. +62 853-3520-4999, Online

Jurnal: Http://Jurnal.Umpar.Ac.Id/Index.Php/Makes

19. Nabilla Siti Hawa Fatimah (2018) Tingkat Kecukupan Vitamin A, Seng

Dan Zat Besi Serta Frekuensi Infeksi Pada Balita Stunting Dan Non

Stunting. Vetty S.M., dan Annis C.A. MGI (2018) 168–175 DOI:

10.20473/mgi.v13i2.168–175

20. Sutarto, Diana M dan Reni I (2018) Stunting, Faktor Resiko dan

Pencegahannya. J Agromedicine Volume 5 Nomor 1, Juni 2018

21. Karoun H Bagamian, Dkk. (2020) Heterogeneity in enterotoxigenic

Escherichia coli and shigella infections in children under 5 years of

age from 11 African countries: a subnational approach quantifying risk,

mortality, morbidity, and stunting. Lancet Glob Health 2020; 8: e101–

12 Published Online November 13, 2019 https://doi.org/10.1016/

S2214-109X(19)30456-5

31
22. Setyaningrum Rahmawaty M.H.Sc., Ph.D (2020) Stunting is a

recognized problem: Evidence for the potential benefits of v-3

longchain polyunsaturated fatty acids.

https://doi.org/10.1016/j.nut.2019.110564 0899-9007/© 2019 Elsevier

Inc. All rights reserved.

23. Jiang N, Vaithianathan R (2016) Childhood Stunting, Wasting And

Obesity In Indonesia: Evidence From The Indonesian Family Life

Survey. VALUE IN HEALTH 19 A807–A918

24. Y. Demlie; University Of Gondar (2016) Spatial Distribution and

Associated Factors of Stunting Among Under Five Children in

Ethiopia: Georeferenced Edhs 2016 Data. Journal Of The Academy Of

Nutrition And Dietetics. September 2019 Suppl 1—Abstracts Volume

119 Number 9

25. Xestine Uwiringiyimana, Etc (2018) Predictors of stunting with

particular focus on complementary feeding practices: A cross-

sectional study in the northern province of Rwanda. 0899-9007/©

2018 The Authors. Published by Elsevier Inc. This is an open access

article under the CC BY-NC-ND license.

(http://creativecommons.org/licenses/by-nc-nd/4.0/)

32

Anda mungkin juga menyukai