Trauma - Konsep Dasar Cedera Kepala
Trauma - Konsep Dasar Cedera Kepala
Oleh :
NIM : P07120219003
KEMENTERIAN KESEHATAN RI
POLTEKKES KEMENKES DENPASAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2021
KONSEP DASAR CEDERA KEPALA
A. DEFINISI
Morton (2012). Cedera kepala merupakan cedera yang meliputi trauma kulit
kepala, tengkorak, dan otak. Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari
fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam
substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak (Arif Muttaqin, 2008, hal
270-271).
Wahyu Widagdo, dkk (2007). Cedera kepala adalah trauma yang mengenai
otak disebabkan oleh kekuatan eksternal yang menimbulkan peubahan tingkat
kesadaran dan perubahan kemampuan kognitif, fungsi fisik, fungsi tingkah laku
dan emosional.
B. PENYEBAB/FAKTOR PREDISPOSISI
b. Jatuh
c. Kekerasan
Menurut KBBI, kekerasan di defenisikan sebagai suatu perihal atau
perbuatan seseorang atau kelompok yang menyebabkan cedera atau
matinya orang lain, atau menyebabkan kerusakan fisik pada barang atau
orang lain (secara paksa).
Menurut Andra Saferi Wijaya, Yessie Mariza Putri (2013). Ada 2 macam
cedera kepala yaitu:
a. Trauma tajam
Adalah trauma oleh benda tajam yang menyebabkan cedera setempat dan
menimbulkan cedera lokal. Kerusakan lokal meliputi Contusio serebral,
hematom serebral, kerusakan otak sekunder yang disebabkan perluasan
masa lesi, pergeseran otak atau hernia.
b. Trauma tumpul
Adalah trauma oleh benda tumpul dan menyebabkan cedera menyeluruh
(difusi). Kerusakannya menyebar secara luas dan terjadi dalam 4 bentuk:
cedera akson, kerusakan otak hipoksia, pembengkakan otak menyebar,
hemoragi kecil multiple pada otak koma terjadi karena cedera menyebar
pada hemisfer cerebral, batang otak atau kedua-duanya.
a. Cedera Akselerasi
Tejadi jika objek bergerak menghantam kepala yang tidak bergerak,
missal, alat pemukul menghantam kepala atau peluru yang ditembakkan
ke kepala.
b. Cedera Deselerasi
Terjadi jika kepala bergerak membentur objek diam, seperti pada kasus
jatuh atau tabrakan mobil ketika kepala membentur kaca depan mobil.
c. Cedera Akselerasi-Deselerasi
Sering terjadi dalam kasus kecelakaan kendaraan bermotor dan kekerasan
fisik.
d. Cedera Coup-Countre Coup
Terjadi jika kepala terbentur yang menyebabkan otak bergerak dalam
ruang cranial dan denga kuat mengenai area tulang tengkorak yang
berlawanan serta area kepala yang pertamakali terbentur. Sebagai contoh
pasien dipukul dibagian belakang kepala.
e. Cedera Rotasional
Terjadi jika pukulan/benturan menyebabkan otak berputar di dalam
rongga tengkorak, yang mengakibatkan peregangan atau robeknya neuron
dalam substansi alba serta robeknya pembuluh darah yang menfiksasi otak
dengan bagian dalam rongga tengkorak.
C. POHON MASALAH
Nyeri
Peregangan
duramen dan Kompresi
pembuluh darah batang otak Risiko injuri Penurunan Kesadaran
Perubahan
Perfusi Jaringan Kejang
Serebral
Peningkatan Perubahan
Iskemia Hipoksia autoregulasi
TIK
Cedera Kepala
Kecelakaan, Jatuh
D. KLASIFIKASI
1) Luka/lecet pada kulit kepala yang paling sering terjadi, karena kulit kepala
terdiri dari banyak pembuluh darah dengan kemampuan yang kurang,
kebanyakan lukanya disertai dan bercampur dengan perdarahan
komplikasi utama yang terjadi pada kulit kepala adalah infeksi.
2) Trauma Kepala terdiri dari :
a. Trauma Kepala Terbuka
Adalah suatu keadaan dimana tengkorak sudah fraktur dan bagian
duramaternya terbuka dan tergores. Ada jenis fraktur kepala terbuka
yang mengenai dasar tengkorak, yaitu fraktur basis kranii yang
ditandai dengan:
- Echymosis disekitar Os mastoideus
- Hemotimpanum yaitu perdarahan yang keluar dari telinga.
- Echymosis periorbital (black eyes) walaupun trauma tidak ada
pada mata.
- Rinorrhea atau ottorhea
b. Trauma Kepala Tertutup
Concussion/commotio/memar
Contusio
a. Non pembedahan
b. Pembedahan
Kraniotomi di indikasikan untuk:
1) Mengatasi subdural atau epidural hematoma
2) Mengatasi peningkatan tekanan cranial yang tidak terkontrol
3) Mengobati hidrosefalus
H. KOMPLIKASI
a. Faktor kardiovaskular
1) Cedera kepala menyebabkan perubahan fungsi jantung mencakup
aktivitas atipikal moikardial, peubahan tekanan vaskuler dan edema
paru.
2) Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhi
penurunan kontraktilitas ventrikel. Hal ini menyebabkan penurunan
curah jantung dan meningkatkan tekanan atrium kiri. Akibatnya tubuh
berkompensasi dengan meningkatkan tekanan sisolik. Pengaruh dari
adanya peningkatan tekanan atrium kiri adalah terjadinya edema paru.
b. Faktor respiratori
1) Adanya edema paru pada cedera kepala dan vasokonstriksi paru atau
hipetensi paru menyebabkan hiperpnoe dan bronkokonstriksi.
2) Konsentrasi oksigen dan karbon doiksida mempengaruhi aliran darah.
Bila PO2 rendah, aliran darah bertambah karena terjadi vasodilatasi.
Penurunan PCO2, akan tejadi alkalosis yang menyebabkan
vasokonstriksi (arteri kecil) dan penurunan CBF (Cerebral Blood
Fluid) sehingga oksigen tidak sampai ke otak denan baik.
3) Edema otak ini menyebabkan kematian otak (iskemik) dan tingginya
tekanan intra cranial (TIK) yang dapat menyebabkan herniasi dan
penekanan batang otak atau medulla oblongata.
c. Faktor metabolisme
1) Pada cedera kepala terjadi perubahan metabolisme seperti trauma
tubuh lainnya yaitu kecenderungan retensi natrium dan air, dan
hilangnya sejumlah nitrogen.
2) Retensi natrium juga disebabkan karena adanya stimulus terhadap
hipotalamus, yang menyebabkan pelepasan ACTH dan sekresi
aldosteron.
d. Faktor gastrointestinal
Trauma juga mempegaruhi system gastrointestinal.Setelah cedera
kepala (3 hari) terdapat respon tubuh dengan meransang aktivitas
hipotalamus dan stimulus vagal. Hal ini akan meransang lambung menjadi
hiperasiditas, dan mengakibatkan terjadinya stress alser.
e. Faktor piskologis
Selain dampak masalah yang mempengaruhi fisik pasien, cedera
kepala pada pasien adalah suatu pengalaman yang menakutkan. Gejala sisa
yang timbul pascatrauma akan mempengaruhi psikis pasien. Demikian
pula pada trauma berat yang menyebabkan penurunan kesadaran dan
penururnan fungsi neurologis akan mempengaruhi psikososial pasien dan
keluarga.
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
a) Identitas pasien
Berisi biodata pasien yaitu nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal
lahir, golongan darah, pendidikan terakhir, agama, suku, status
perkawinan, pekerjaan, TB/BB, alamat.
b) Identitas penanggung jawab
Berisikan biodata penangguang jawab pasien yaitu nama, umur, jenis
kelamin, agama, suku, hubungan dengan klien, pendidikan terakhir,
pekerjaan, alamat.
c) Keluhan utama
Keluhan yang sering menjadi alasan klien untuk memnita pertolongan
kesehatan tergantung dari seberapa jauh dampak trauma kepala disertai
penurunan tingkat kesadaran ( Muttaqin, A. 2008 ). Biasanya klien akan
mengalami penurunan kesadaran dan adanya benturan serta perdarahan
pada bagian kepala klien yang disebabkan oleh kecelakaan ataupun
tindaka kejahatan.
d) Riwayat kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Berisikan data adanya penurunan kesadaran (GCS <15), letargi, mual
dan muntah, sakit kepala, wajah tidak simetris, lemah, paralysis,
perdarahan, fraktur, hilang keseimbangan, sulit menggenggam,
amnesia seputar kejadian, tidak bias beristirahat, kesulitan mendengar,
mengecap dan mencium bau, sulit mencerna/menelan makanan.
2) Riwayat kesehatan dahulu
Berisikan data pasien pernah mangalami penyakit system persyarafan,
riwayat trauma masa lalu, riwayat penyakit darah, riwayat penyakit
sistemik/pernafasan cardiovaskuler, riwayat hipertensi, riwayat cedera
kepala sebelumnya, diabetes melitus, penyakit jantung, anemia,
penggunaan obat-obat antikoagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, dan konsumsi alkohol ( Muttaqin, A. 2008 ).
3) Riwayat kesehatan keluarga
Berisikan data ada tidaknya riwayat penyakit menular seperti
hipertensi, diabetes mellitus, dan lain sebagainya.
e) Pemeriksaan fisik
1) Tingkat kesadaran
i. Kuantitatif dengan GCS (Glasgow Coma Scale)
Penilaian GCS
3 Ritihan
2 Ekstensi abnormal
3 Fleksi abnormal
4 Spontan
ii. Kualitatif
Compos Mentis (conscious), yaitu kesadaran normal,
sadar sepenuhnya, dapat menjawab semua pertanyaan
tentang keadaan sekelilingnya, nilai GCS: 15 - 14.
Apatis, yaitu keadaan kesadaran yang segan untuk
berhubungan dengan sekitarnya, sikapnya acuh tak acuh,
nilai GCS: 13 - 12.
Delirium, yaitu gelisah, disorientasi (orang, tempat,
waktu), memberontak, berteriak-teriak, berhalusinasi,
kadang berhayal, nilai GCS: 11-10.
Somnolen (Obtundasi, Letargi), yaitu kesadaran
menurun, respon psikomotor yang lambat, mudah
tertidur, namun kesadaran dapat pulih bila dirangsang
(mudah dibangunkan) tetapi jatuh tertidur lagi, mampu
memberi jawaban verbal, nilai GCS: 9 – 7.
Stupor (soporo koma), yaitu keadaan seperti tertidur
lelap, tetapi ada respon terhadap nyeri, nilai GCS: 6 – 4.
Coma (comatose), yaitu tidak bisa dibangunkan, tidak
ada respon terhadap rangsangan apapun (tidak ada respon
kornea maupun reflek muntah, mungkin juga tidak ada
respon pupil terhadap cahaya), nilai GCS : ≤ 3
(Satyanegara.2010).
2) Fungsi motorik
Setiap ekstermitas diperiksa dan dinilai dengan skala berikut ini yang
digunakan secara internasional:
Kekuatan Otot
Respon Skala
Kekuatan normal 5
Kelemahan sedang, Bisa terangkat, bisa melawan gravitasi, 4
namun tidak mampu melawan tahanan pemeriksa, gerakan
tidak terkoordinasi
Kelemahan berat, Terangkat sedikit < 450, tidak mampu 3
melawan gravitasi
Kelemahan berat, Dapat digerakkan, mampu 2
terangkat sedikit
Gerakan trace/ Tidak dapat digerakkan, tonus otot Ada 1
a. Reflek bisep
b. Reflek trisep
c. Reflek patella
d. Reflek achiles
a. Reflek babynski
b. Reflek chaddok
c. Reflek Oppenheim
d. Reflek Gordon
f) Aspek neurologis
1) Kaji GCS (cedera kepala ringan 14-15, cedera kepala sedang 9-13,
cedera kepala berat 3-8).
2) Disorientasi tempat/waktu
3) Reflek patologis dan fisiologis
4) Perubahan status mental
5) Nervus Cranial XII (sensasi, pola bicara abnormal)
6) Perubahan pupil/penglihatan kabur, diplopia, fotophobia,
kehilangan sebagian lapang pandang
7) Perubagan tanda-tanda vital
8) Gangguan pengecapan dan penciuman, serta pendengaran 9.) Tanda-
tanda peningkatan TIK
9) Penurunan kesadaran
10) Gelisah letargi
11) Sakit kepala
12) Muntah proyektil
13) Pupil edema
14) Pelambatan nadi
15) Pelebaran tekanan nadi
16) Peningkatan tekanan darah systole
g) Aspek kardiovaskuler
h) System pernafasan
i) Kebutuhan dasar
1) Eliminasi : perubahan pada BAB/BAK (inkontinensia, obstipasi,
hematuri)
2) Nutrisi : mual, muntah, gangguan pencernaan/menelan makanan,
kaji bising usus
3) Istirahat : kelemahan, mobilisasi, kelelahan, tidur kurang
j) Pengkajian psikologis
k) Pengkajian social
1) Hubungan dengan orang terdekat
2) Kemampuan komunikasi, afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa
arti, disartria, anomia
l) Nyeri/kenyamanan
2) Gelisah
m) Nervus cranial
N.I : penurunan daya penciuman
N.II : pada trauma frontalis terjadi penurunan penglihatan
N.III, IV, VI : penurunan lapang pandang, reflek cahaya menurun,
perubahan ukuran pupil, bola mata tidak dapat mengikuti perintah,
anisokor
N.V : gangguan mengunyah
N.II, XII : lemahnya penutupan kelopak mata, hilangnya rasa pada 2/3
anterior lidah
N.VIII : penurunan pendengaran dan keseimbangan tubuh
N.IX, X, XI : jarang ditemukan
n) Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostic
1) X-ray/CT scan
- Hematom serebral
- Edema serebral
- Perdarahan intracranial
- Fraktur tulang tengkorak
2) MRI : Dengan/tanpa mempengaruhi kontras.
3) Angiografi serebral : menunjukkan kelainan sirkulasi serebral
4) EEG: memperlihatkankeberadaan atau berkembangnya
gelombang patologis.
5) BAER (Brain Auditory Evoked Respons) : menentukan fungsi
korteks dan batang otak.
6) PET (Positron Emission Tomograpfy) : menunjukan perubahan
aktivitas metabolism pada otak.
Pemeriksaan laboratorium
1) AGD, PO2, PH, HCO3 : untuk mengkaji keadekuatan ventilasi
(mempertahankan AGD dalam rentang normal untuk menjamin
aliran darah serebral adekuat) atau untuk melihat masalah
oksigenasi yang dapat meningkatkan TIK.
2) Elektrolit serum : cedera kepala dapat dihubungkan dengan
gangguan regulasi natrium, retensi Na dapat berakhir beberapa
hari, diikuti dengan dieresis Na, peningkatan letargi, konfusi dan
kejang akibat ketidakseimbangan elektrolit.
3) Hematologi : leukosit, Hb, albumin, globulin, protein serum.
4) CSS : menentukan kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid
(warna, komposisi, tekana).
5) Pemeriksaan toksikologi : mendeteksi obat yang mengakibatkan
penurunan kesadaran.
6) Kadar Antikonvulsan darah : untuk mengetahui tingkat terapi yang
cukup efektif mengatasi kejang.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Risiko perfusi serebral tidak efektif berhubungan dengan keabnormalan
masa protrombin dan/atau masa tromboplastin parsial, penurunan kinerja
ventrikel kiri, aterosklerosis aorta, diseksi arteri, fibrilasi atrium, tumor
otak, stenosis karotis, miksoma atrium, aneurisma serebri, koagulopati,
dilatasi kadiomiopati, koagulasi intravaskuler diseminata, embolisme,
cedera kepala, hiperkolesteronemia, hipertensi, endokarditis infektif, katup
protestik mekanis, stenosis mitral, neoplasma otak, infark miokard akut,
syndrome sick sinus, penyalahgunaan zat, terapi tombolitik, efek samping
tindakan.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis, agen pencedera
kimiawi, agen pencedera fisik dibuktikan dengan mengeluh nyeri, tampak
meringis, bersikap protektif, gelisah, frekuensi nadi meningkat, sulit tidur,
tekanan darah meningkat, pola napas berubah, napsu makan berubah,
proses berfikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri,
diaforesis.
3. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan
napas, hipersekresi jalan napas, disfungsi neuromuskuler, benda asing
dalam jalan napas, adanya jalan napas buatan, sekresi yang tertahan,
hyperplasia di dinding jalan napas, proses infeksi, respon alergi, efek agen
farmakologis, perokok aktif, merokok pasif, terpanjan polutan dibuktikan
dengan batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi,
wheezing, dan/atau ronkhi kering, meconium di jalan napas (pada
neonates), dipsnea, sulit bicara, ortopnea, gelisah, sianosis, bunyi napas
menurun, frekuensi napas berubah, pola napas berubah.
4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan integritas
struktur tulang, perubahan metabolism, ketidakbugaran fisik, penurunan
kendali otot, penurunan massa otot, penurunan kekuatan otot,
keterlambatan perkembangan, kekakuan sendi, kontraktur, malnutrisi,
gangguan musculoskeletal, gangguan neuromuscular, indeks masa tubuh
diatas persentil ke-75 sesuai usia, efek agen farmakologis, program
pembatasan gerak, nyeri, kurang terpapar informasi tentang aktivitas fisik,
kecemasan, gangguan kognitif, keengganan melakukan pergerakan,
gangguan sensoripersepsi dibuktikan dengan mengeluh sulit
menggerakkan ekstremitas, kekuatan otot menurun, rentang gerak (ROM)
menurun, nyeri saat bergerak, enggan melakukan pergerakan, merasa
cemas saat bergerak, sendi kaku, gerakan tidak terkoordinasi, gerakan
terbatas, fisik lemah.
C. INTERVENSI
DAFTAR PUSTAKA
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI.