Anda di halaman 1dari 132

1

ANALISIS FRAMING BERITA HEADLINE FREEPORT DI

HARIAN KOMPAS

Oleh :

AL. VIVI PURWITO SARI

E31108264

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL & ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2012
2

ANALISIS FRAMING BERITA HEADLINE FREEPORT DI

HARIAN KOMPAS

Oleh :

AL. VIVI PURWITO SARI

E31108264

Skripsi sebagai salah satu syarat guna meraih gelas sarjana


pada Jurusan Ilmu Komunikasi Program Studi Public Relations

JURUSAN ILMU KOMUNIKASI


FAKULTAS ILMU SOSIAL & ILMU POLITIK
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2012
3

KATA PENGANTAR

Puji Tuhan. Segala Puji dan Syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yesus

Kristus dan Bunda Maria atas limpahan berkat rahmat dan perlindungan yang

diberikan kepada saya, sehingga skripsi ini dapat terselesaikan guna memenuhi

salah satu syarat dalam menyelesaikan studi pada Jurusan Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Hasanuddin.

Ucapan terima kasih sebesar-besarnya saya haturkan kepada kedua orang

tua saya, Ayahanda FX. Jawadi dan Ibunda Aloysia Hari Marwati. Terima kasih

buat semua pengorbanan, doa, dukungan dan kasih sayang yang selama ini Ayah

dan Ibu berikan. Semoga Tuhan Yesus selalu menjaga dan memberikan kesehatan

kepada Ayah dan Ibu. Terima kasih juga buat kakakku, Hermawan Wahyu Nugroho

yang telah sabar menghadapi mood saya yang kadang menyebalkan. Terima kasih

telah membantu, memberi dukungan dan motivasi. Tetap jadi kakak yang terbaik

ya!

Dalam penyusunan dalam penulisan skripsi ini tisak lepas dari bantuan dan

dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu dengan segala kerendahan hati, saya

ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Bapak Dr. Muh. Nadjib, M.Ed., M.Lib selaku Pembimbing I sekaligus

Penasehat Akademik yang telah memberikan saran, dukungan, dan bimbingan


4

sampai pada penyelesaian skripsi ini dan Bapak Muliadi Mau, S.Sos, M.Si

selaku Pembimbing II yang telah memberikan arahan, saran, kritikan, dan ilmu.

Terima kasih telah meluangkan waktu untuk membimbing saya.

2. Bapak Dr. H. Muhammad Farid, M.Si dan Drs. Sudirman Karnay, M.Si selaku

Ketua dan Sekretaris Jurusan Ilmu Komunikasi Fisip Unhas.

3. Seluruh dosen Jurusan Ilmu Komunikasi Fisip Unhas yang telah memberikan

ilmu pengetahuan dan wawasan yang melimpah.

4. Staf jurusan Ilmu Komunikasi dan staf fakultas Ilmu Sosial dan Imu Politik

Unhas.

5. Bapak Sapri (Staf Harian Kompas) yang telah meminjamkan korannya untuk

penelitian ini.

6. Sahabat-sahabatku Conny Helu dan Angela Helu (teman berbagi suka duka dan

cerita), Ade Ramayana, Finthya Sari, Evy Novianty, Anak Becuk a.k.a

Beacukai (Ummy, Mitha, Ayu, Visit), Asrul Nur Iman dan Andi Maulana

Armas (You‟re the best thing that‟s ever been mine).

7. Terima kasih EXIST‟ 08 kalian teman, sahabat dan saudara terbaik yang

pernah saya miliki. Saya sangat menikmati kehidupan kita yang penuh drama,

keceriaan dan kebersamaan. Semoga persaudaraan kita awet selamanya.

8. Kak Ary Santoso dan Kak Ricky Christian Hermanto, kakak-kakak baik hati

dan tidak sombong yang membantu mencari bahan-bahan untuk menyelesaikan

skripsi ini.
5

9. Teman-teman KKN Angkatan 80 Kab. Bulukumba Kec. Gantarang, Desa

Bontomasila. Andis Sahapadliah, Ridha Anhar, Haerul Nurdin, Akbar, Imma,

dan Sadra. Terima kasih kawan untuk senyum hangat dan keakraban kita.

10. Buat Senior-senior Kosmik, terutama kakanda Harwan dan kak Aidil yang

telah memberi masukan dan pencerahan saat saya mulai putus asa dalam

menyelesaikan skripsi ini.

11. Buat Kosmik yang memberi banyak pelajaran dan pengalaman berharga, adik-

adik Cure ‟09, Great ‟10 dan Urgent ‟11.

12. UKM Fotografi Unhas untuk semua pengalaman berharga itu.

13. Laptopku, Whitney. Tanpa kamu, saya tidak mungkin dapat menyelesaikan

penulisan skripsi ini dengan lancar. Akhirnya, perjuangan kita berdua terbayar.

Saya menyadari bahwa skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan-

kekurangan. Oleh karena itu, saya mengharapkan kritik dan saran yang akan

memperbaiki dan menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata, saya berharap dapat

memberi manfaat bagi pembaca pada umumnya dan penulis pada khususnya.

Makassar, 23 April 2012

Al. Vivi Purwito Sari


6

ABSTRAK

AL.VIVI PURWITO SARI. Analisis Framing Berita Headline Freeport


di Harian Kompas (dibimbing oleh Dr. Muh. Nadjib, M.Ed., M.Lib dan Muliadi
Mau, S.Sos.,M.Si).
Tujuan penelitian ini adalah: (1) Untuk mengetahui frame harian Kompas
terhadap pemberitaan Freeport; (2) Untuk mengetahui kecenderungan sikap
harian Kompas terhadap Freeport.
Tipe penelitian ini ialah deskriptif dengan menggunakan pendekatan
Kualitatif. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah framing dengan
menggunakan model Robert. N. Entman. Model ini digunakan untuk mengetahui
cara media massa mengkontruksikan realitas dengan empat elemen yaitu: define
problem, diagnose causes, make moral judgement dan treatment
recommendation.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa harian Kompas mengkonstruksi
pemberitaan Freeport berdasarkan dua isu yang ditonjolkan harian Kompas yaitu
aksi mogok pekerja Freeport dan peristiwa penembakan. Pada peristiwa aksi
mogok pekerja Freeport, PT Freeport diposisikan sebagai pihak yang menjadi
penyebab masalah. PT Freeport menggunakan aparat sebagai tameng dalam
menghadapi aksi demo pekerja untuk menuntut haknya dinilai sebagai tindakan
yang arogan. Sedangkan pada peristiwa penembakan di Freeport Pemerintah
dan aparat keamanan yang dianggap bertanggung jawab terhadap peristiwa ini
karena belum mampu mengungkap pelaku penembakan. Aparat keamanan
melakukan pendekatan keamanan yang dinilai berlebihan dan tidak manusiawi
karena masyarakat turut menjadi korban kekerasan aparat. Kompas dalam
pemberitaannya cenderung melihat PT Freeport ke arah yang negatif namun
pada peristiwa penembakan yang terjadi di kawasan PT Freeport Kompas dalam
pemberitaannya cenderung melakukan pengaburan terhadap Freeport.
7

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Judul ………………………………………………….…..……… i

Halaman Pengesahan ………………………………………………………. ii

Halaman Tim Evaluasi ………………………………………………………. iii

Kata Pengantar …………………………………………………………….. iv

Abstrak ……………………………………………………………………... vii

Daftar Isi …………………………………………………………………… viii

Daftar Tabel ………………………………………………………………... x

Daftar Gambar …………………………………………………………….. xi

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah …………………………………………… 1

B. Rumusan Masalah………………………………………………….. 7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian…………………………………… 7

D. Kerangka Konseptual……………………………………………… 8

E. Definisi Operasional……………………………………………….. 17

F. Metode Penelitian………………………………………………….. 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konstruksi Realitas Sosial…………………………………………… 22

B. Media dan Berita Dalam Paradigma Konstruksionis………………… 25

C. Headline Sebagai Bentuk Penonjolan dan Penekanan Isu…………… 30


8

D. Konsep Framing ……………………………………………………… 34

E. Framing dan Ideologi ………………………………………………… 41

F. Efek Framing ………………………………………………………… 45

G. Strategi Framing Model Robert N. Entman …………………………. 49

BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Kompas …………………………..…….…………………… 52

B. Visi dan Misi Kompas ……………….……………………………… 58

C. Struktur Organisasi …………………………………………....…….. 63

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian……………………………………………………… 64

B. Pembahasan…………………………………………………………. 94

1. Frame Kompas Terhadap Pemberitaan Freeport ……………….. 94

2. Kecenderungan Kompas Terhadap Pemberitaan Freeport ……… 110

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ………………………………………………………..

118

B. Saran……………………………………………………..………… 119

Daftar Pustaka

Lampiran-lampiran
9

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1. Dua Unsur Framing Media Versi Entman……………………………. 13

Tabel 1.2. Perangkat Framing Entman …………………………………………... 21

Tabel 2.1. Efek Framing …………………………………………………………. 46

Tabel 4.1. Hasil Analisis Framing Model Entman Berita Headline Freeport di

Harian Kompas ………………………………………………………….. 90

Tabel 4.2. Frame Harian Kompas Terhadap Pemberitaan Freeport Terkait

Aksi Mogok …………………………………………………………….. 101

Tabel 4.3. Frame Harian Kompas Terhadap Pemberitaan Freeport Terkait

Peristiwa Penembakan ……………………………………...…………… 102


10

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kerangka Konseptual …………………………………….………. 16

Gambar 2. Struktur Organisasi Redaksi Harian Kompas …………………….. 62

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

PT. Freeport adalah perusahaan tambang tertua di Indonesia. PT. Freeport

Indonesia adalah perusahaan pertambangan yang mayoritas sahamnya dimiliki


11

Freeport McMoRan Copper & Gold Inc. perusahaan ini disebut-sebut sebagai

pembayar pajak terbesar kepada Indonesia dan merupakan salah satu perusahaan

penghasil emas terbesar di dunia melalui tambang Grasberg. Freeport telah

melakukan eskplorasi di dua tempat di Papua, masing-masing tambang Erstberg

dan Grasberg (sejak 1988) di kawasan Tembaga Pura, Kabupaten Mimika,

Provinsi Papua.

Akhir-akhir ini kontroversi Freeport Indonesia gencar terjadi, salah satu

penyebabnya adalah aksi mogok kerja karyawan PT. Freeport Indonesia di Papua.

Terhitung sejak Kamis (15/9/2011) dini hari, sekitar 8000 pekerja non-staf di

bagian produksi, distribusi dan pertambangan di Grasberg akan melakukan aksi

tersebut (dikutip dari kompas.com).

Para pekerja Freeport McMoRan Copper & Gold Inc (FCX) di

pertambangan Grasberg berencana melakukan mogok kerja selama satu bulan.

Permasalahan utama pemogokan kerja adalah pemenuhan kesejahteraan para

buruh dengan mengubah Perjanjian Kerja Bersama yang di dalamnya termasuk

persoalan bagaimana meningkatkan upah bagi para pekerja di PT. Freeport yang

dianggap tidak sesuai.

Padahal faktanya, PT Freeport Indonesia yang dulunya perusahaan

tambang kecil, sekarang berhasil mengantongi perolehan bersih 60 juta AS dari

tembaga, di luar hasil emas dan perak. Laba yang besar itu juga belum termasuk

penemuan lokasi tambang baru pada 1988 di Pegunungan Grasberg yang


12

mempunyai timbunan emas, perak, dan tembaga senilai 60 juta miliar dolar AS.

Bahkan, dalam kurun 1992 hingga 2002, Freeport berhasil melambungkan

produksinya hingga 5,5 juta ton tembaga, 828 ton perak dan 533 ton emas. Pada

1998, perusahaan ini bahkan berhasil menghasilkan agregat penjualan sebesar

1,71 miliar pon tembaga dan 2,77 juta ons emas. ( Majalah Tambang On Line

2009. Edisi II).

Bisa dibayangkan, dengan penghasilan itu, Freeport berhasil meraup

keuntungan triliunan rupiah sepanjang tahun. Ironisnya, dengan kekayaan sebesar

itu, kesejahteraan masyarakat Papua hingga kini belum ada peningkatan yang

signifikan.

Selain kisruh demonstrasi karyawan, Perusahaan asal Paman Sam itu juga

dilanda masalah kasus penembakan yang terjadi di wilayah tambang tersebut.

Sebanyak 40 kasus penembakan oleh orang tak dikenal atau kelompok orang

bersenjata terjadi di area Freeport dalam kurun waktu Oktober 2009 hingga

Oktober 2011. Dalam kasus sebanyak itu, tidak ada satupun tersangka yang

ditangkap lalu diadili (dikutip dari kompas.com).

Sementara itu, Anggota Komisi IX DPR Gandung Pardiman menduga

bahwa aparat ikut bermain, berdasarkan fakta-fakta yang ada terlihat dengan jelas

titik lokasi dan waktu penembakan diketahui pada wilayah yang sama. Gandung

mengatakan aparat ikut bermain di Papua ini, karena mengapa aparat tidak pernah

bisa menangkapnya (dikutip dari matanews.com).


13

Banyak sekali hal yang telah di lakukan oleh Freeport dalam rangka

mempertahankan kekuasaannya di tanah Papua milik Indonesia. Keberadaan

Freeport tentunya banyak menimbulkan polemik. Freeport terlihat memberikan

keuntungan hanya pada tingkatan pemerintah atas, tetapi warga di bawah atau

khususnya rakyat papua tidak sama sekali mendapat keuntungan. Rakyat Papua

mencari sisa-sisa serpihan emas dari saluran pembuangan PT. Freeport tetapi tetap

pihak Freeport tidak menyukai dan banyak melakukan tindakan represif. Betapa

tragisnya, ketika rakyat Indonesia di tanahnya sendiri ingin memiliki sumber daya

miliknya tetapi di hadang oleh pihak asing yang hanya mencari keuntungan.

Selain itu cerita rusaknya lingkungan akibat ulah Freeport, sebetulnya tak

kalah dahsyat dengan ketidakadilan pembagian keuntungan perusahaan itu dengan

pihak Indonesia. Bahkan, lembaga penjamin resiko politik milik pemerintah

Amerika Serikat, Overseas Private Investement Corporation (OPIC) pernah

menghentikan asuransi pada Freeport untuk enam bulan, karena alasan perusakan

lingkungan. OPIC menyatakan bahwa Freeport mencemari sungai melalui

pembuangan limbah, juga merusak ekosistem yang ada disekitarnya.

Penambangan Freeport telah menghasilkan galian berupa potential acid

drainase (air asam tambang) dan limbah tailling (butiran pasir alami hasil

pengolahan konsentrat). Setiap hari Freeport memproduksi tidak kurang dari

250.000 metrik ton bahan tambang. Material bahan yang diambil hanya 3 persen.

Inilah yang diolah menjadi konsentrat kemudian diangkut ke luar negeri melalui
14

pipa yang dipasang ke kapal pengangkut di Laut Arafuru. Sisanya, sebanyak 97

persen berbentuk tailing. Alhasil, aktivitas ini menimbulkan fenetasi hutan daratan

rendah seperti Dusun Sagu masyarakat Kamoro di Koprapoka, dan beberapa

dataran rendah di wilayah Timika menjadi hancur. Freeport perusak lingkungan

alam Papua terbesar. Limbah merkuri menggenangi sungai dan merusak

ekosistem sekitar.

Berkaitan dengan peristiwa ini, pemberitaan media massa, baik media

cetak maupun media elektronik juga berperan aktif dalam menyampaikan

perkembangan dari peristiwa tersebut. Penggunaan media massa untuk

penyampaian pesan dipengaruhi oleh perkembangan teknologi komunikasi yang

ada, sehingga timbul komunikasi melalui media massa.

Komunikasi massa adalah komunikasi yang sangat mengandalkan pada

ketepatan jumlah pesan yang disampaikan dalam waktu yang singkat. Pada masa

sekarang ini, komunikasi massa memberikan informasi, gagasan dan sikap pada

khalayak yang beragam dan besar jumlahnya dengan menggunakan media. Dari

definisi tersebut dapat diketahui bahwa “komunikasi massa itu harus

menggunakan media massa” (Ardianto & Erdinaya, 2005:3).

Media massa adalah media yang digunakan sebagai sarana komunikasi

yang melibatkan penerima pesan yang tersebar di mana-mana tanpa diketahui

keberadaannya. Media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian

pesan dari sumber kepada khalayak (penerima) dengan menggunakan alat-alat


15

komunikasi mekanis, seperti surat kabar, film, radio dan televisi. Media massa

mempunyai beberapa peranan penting yang dimainkan dalam masyarakat.

Salah satu jenis media massa yang sifatnya statis dan mengutamakan

pesan-pesan visual adalah media cetak, Media cetak terdiri dari dua macam yaitu

surat kabar dan majalah. Surat kabar dinilai lebih up to date dalam menyajikan

berita yang akan disampaikan kepada khalayak jika dibandingkan dengan majalah.

Surat kabar adalah penerbitan yang berupa lembaran-lembaran yang berisi berita-

berita, karangan-karangan dan iklan yang dicetak dan terbit secara tetap dan

periodik serta dijual untuk umum.

Media ini mempunyai beberapa kelebihan dibanding yang lain yaitu dapat

dibaca berulang kali dan menjangkau khalayak luas karena harganya yang relatif

murah. Diantara sekian banyak Koran lokal yang ada di Makassar yang rutin

mengikuti perkembangan dan intens memberitakan kepada khalayak adalah koran

Kompas Makassar. Kompas adalah surat kabar berskala nasional terbesar dan

memiliki beberapa biro, salah satunya di Makassar. Kompas merupakan media

yang kritis dan obyektif dalam memberitakan suatu peristiwa, termasuk dalam

memberitakan kontroversi Freeport yang cukup banyak menyita perhatian publik.

Media berperan mendefinisikan bagaimana realitas seharusnya dipahami

dan dijelaskan secara tertentu kepada khalayak. Berita adalah produk dari

profesionalisme yang menentukan bagaimana peristiwa setiap hari dibentuk dan

dikonstruksi (Eriyanto, 2009: 80). Dalam pemberitaan Freeport tersebut tentu ada
16

proses dimana media mengkonstruksi realitas yang ada. Salah satu metode untuk

mengetahui proses konstruksi adalah analisis framing. Akhir-akhir ini, konsep

framing telah digunakan secara luas dalam literature ilmu komunikasi untuk

menggambarkan proses penyeleksian dan penyorotan aspek-aspek khusus sebuah

realita oleh media (Sobur, 2009: 162). Framing memberi tekanan lebih pada

bagaimana teks komunikasi ditampilkan dan bagian mana yang ditonjolkan atau

dianggap penting agar informasi dapat terlihat lebih jelas, lebih bermakna, atau

lebih mudah diingat, untuk menuntun interpretasi khalayak sesuai dengan

perspektifnya.

Berdasarkan aspek – aspek tersebut penulis mencoba untuk melakukan

penelitian ke dalam bentuk skripsi dengan judul :

“Analisis Framing Berita Headline Freeport di Harian Kompas”

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan apa yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah

diatas, maka terdapat beberapa masalah penelitian yang dituangkan dalam bentuk

rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana frame harian Kompas terhadap pemberitaan Freeport ?

2. Bagaimana kecenderungan sikap harian Kompas terhadap kasus

Freeport?
17

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui frame harian Kompas terhadap pemberitaan Freeport

2. Untuk mengetahui kecenderungan sikap harian Kompas terhadap kasus

Freeport

2. Kegunaan Penelitian

a. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan dan bahan

referensi berguna dalam pengembangan penelitian Ilmu Komunikasi

khususnya bagi pengembangan penelitian yang berbasis kualitatif yang

berkaitan dengan media massa khususnya dalam hal ini Framing.

b. Secara Praktis

1. Memberikan gambaran kepada pembaca yang ingin mengetahui Harian

Kompas dalam membingkai berita tentang Freeport.

2. Memberikan sebuah wahana pemahaman kepada masyarakat umum

berkenaan dengan konsepsi framing yang dilakukan oleh wartawan

Kompas dalam melihat dan menyederhanakan realitas mengenai

peristiwa Freeport. Baik buruknya frame di Freeport dilihat dari setting

Kompas.
18

3. Untuk pembuatan skripsi sebagai salah satu syarat guna meraih gelar

sarjana pada Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Hasanuddin.

D. Kerangka Konseptual

Harian kompas aktif memuat pemberitaan tentang kontroversi Freeport

dan bahkan sering menjadi headline dalam setiap edisinya. Bila media menaruh

sebuah kasus sebagai headline diasumsikan kasus itu pasti memperoleh perhatian

yang besar oleh khalayak (Sobur, 2009: 167). Berkaitan dengan hal tersebut,

sangat menarik mengamati isi pemberitaan media massa untuk mengetahui

bagaimana Kompas mengemas pemberitaan Freeport.

Kompas merupakan satu-satunya media nasional Indonesia yang

mempunyai editorial yang bersifat internasional. Harian Kompas juga terkenal

dengan idealisme dan semangat untuk memberikan informasi yang objektif

kepada masyarakat. Menurut A.M. Resenthal dalam (Pardede, 2001: 17), seorang

kolumis pada New York Times, objektivitas adalah bagian penting dari karakter

surat kabar. Karakter surat kabarlah yang membuat para pembaca

mempercayainya, dan oleh karena itu membuatnya berarti serta berharga.

Sekalipun objektivitas total mungkin mustahil, karena setiap berita ditulis oleh

manusia yang memiliki muatan emosi, kewajiban setiap reporter dan redaktur

adalah mengupayakan objektivitas yang semanusiawi mungkin.


19

Pada dasarnya, pekerjaan media adalah mengkonstruksikan realitas. Isi

media adalah hasil para pekerja mengkonstruksikan realitas yang dipilihnya.

Konstruksi sosial atas realitas (social construction of reality), menjadi terkenal

sejak diperkenalkan oleh Peter L.Berger dan Thomas Luckmann melalui bukunya

yang berjudul “The Social Construction of Reality, a Teatise in the Sociological of

Knowledge” (1966). Ia menggambarkan proses sosial melalui tindakan dan

interaksinya, yang mana individu menciptakan secara terus – menerus suatu

realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif. (Bungin, 2006: 202)

Dalam perspektif komunikasi, analisis framing dipakai untuk membedah cara-cara

atau ideologi media saat mengkonstruksi fakta.

Analisis framing adalah salah satu metode analisis teks yang berada dalam

kategori penelitian konstruksionis. Analisis framing termasuk ke dalam paradigma

konstruksionis. Paradigma ini mempunyai posisi dan pandangan tersendiri

terhadap media dan teks berita yang dihasilkannya. Pertanyaan utama dalam

pandangan konstruksionis adalah, fakta berupa kenyataan itu sendiri bukan

sesuatu yang terberi, melainkan ada dalam benak kita, yang melihat fakta tersebut.

Kitalah yang memberi definisi dan menentukan fakta tersebut sebagai kenyataan

(Eriyanto, 2009: 23).

Analisis framing dipahami dan banyak digunakan dalam penelitian sebagai

salah satu teknik analisis isi. Tetapi pada perkembangan berikutnya, analisis

framing telah berubah menjadi seperangkat teori yang oleh sejumlah pakar
20

komunikasi dipahami sebagai salah satu pendekatan untuk melihat bagaimana

domain di balik teks media mengkonstruksi pesan.

Framing adalah sebuah cara bagaimana peristiwa disajikan oleh media.

Penyajian tersebut dilakukan dengan menekankan bagian tertentu, menonjolkan

aspek tertentu dan membesarkan cara bercerita tertentu dari suatu realitas. Media

menghubungkan dan menonjolkan peristiwa sehingga makna dari peristiwa

tersebut lebih mudah diingat oleh khalayak. Karenanya, seperti yang dikatakan

Frank D. Durham, framing membuat dunia lebih diketahui dan lebih dimengerti .

Realitas yang kompleks dipahami dan disederhanakan dalam kategori tertentu.

Menurut pandangan subjektif, realitas sosial adalah suatu kondisi yang cair dan

mudah berubah melalui interaksi manusia dalam kehidupan sehari–hari (Mulyana,

2006: 34).

Menurut Berger dan Luckmann, realitas sosial adalah pengetahuan yang

bersifat keseharian yang hidup dan terus berkembang di masyarakat seperti

konsep, kesadaran umum, wacana publik sebagai hasil dari konstruksi sosial.

Realitas itu tidak dibentuk secara ilmiah, tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh

Tuhan. Tetapi sebaliknya, ia dibentuk dan dikonstruksi. Dengan pemahaman

semacam ini. Realitas berwajah ganda/plural. Setiap orang bisa mempunyai

konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas.

Analisis framing secara sederhana dapat digambarkan sebagai analisis

untuk mengetahui bagaimana realitas (peristiwa, aktor, kelompok atau apa saja)
21

dibingkai oleh media. Pembingkaian tersebut tentu saja melalui proses konstruksi.

Di analisis Framing realitas dimakai dan dikonstruksi dengan makna tertentu.

Menurut Erving Goffman secara sosiologis konsep frame analysis

memelihara kelangsungan kebiasaan kita mengklasifikasi, mengorganisasi dan

menginterpretasi secara aktif pengalaman-pengalaman hidup kita untuk dapat

memahaminya. Schemata interpretasi itu disebut frames, yang memungkinkan

individu dapat melokalisasi, merasakan, mengidentifikasi dan memberi label

terhadap peristiwa – peristiwa serta informasi (Sobur, 2009:163).

Secara metodologi analisis framing memiliki perbedaan yang sangat

menonjol dengan analisis isi (content analysis). Analisis isi dalam studi

komunikasi lebih menitikberatkan pada metode penguraian fakta secara kuantitatif

dengan mengkategorisasikan isi pesan teks media. Pada analisis isi, pertanyaan

yang selalu muncul seperti apa saja yang diberitakan oleh media dalam sebuah

peristiwa? Tetapi, dalam analisis framing yang ditekankan adalah bagaimana

peristiwa itu dibingkai. Analisis framing yang menjadi pusat perhatian adalah

pembentukan pesan dari teks. Framing, terutama, melihat bagaimana pesan/

peristiwa dikonstruksi oleh media. Bagaimana wartawan mengkonstruksi

peristiwa dan menyajikannya kepada masyarakat (Eriyanto, 2009:3).

Metode analisis framing yang kita lihat adalah bagaimana cara media

memaknai, memahami dan membingkai kasus/peristiwa yang diberitakan. Metode

semacam ini tentu saja berusaha mengerti dan menafsirkan makna dari suatu teks
22

dengan jalan menguraikan bagaimana media membingkai isu. Peristiwa yang

sama bisa jadi dibingkai berbeda oleh media.

Ada beberapa model pendekatan analisis framing yang dapat digunakan

untuk menganalisa teks media , salah satunya model analisis Robert N. Entman

yang digunakan dalam penelitian ini. Menurut Robert N. Entman apa yang kita

ketahui tentang realitas atau tentang dunia tergantung pada bagaimana kita

membingkai dan menafsirkan realitas tersebut.

Entman melihat framing dalam dua dimensi besar: seleksi isu dan

penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas/isu. Framing

dijalankan oleh media dengan menseleksi isu tertentu dan mengabaikan isu yang

lain. Framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau

cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menseleksi isu dan menulis

berita.

Seleksi isu Aspek ini berhubungan dengan pemilihan fakta.


Dari realitas yang kompleks dan beragam itu,
aspek mana yang diseleksi untuk ditampilkan?
Dari proses ini selalu terkandung di dalamnya ada
bagian berita yang dimasukkan (included), tetapi
ada juga berita yang dikeluarkan (excluded).
Tidak semua aspek atau bagian dari isu
ditampilkan, wartawan memilih aspek tertentu
dari suatu dari suatu isu.
Penonjolan aspek Aspek ini berhubungan dengan penulisan fakta.
tertentu dari suatu isu Ketika aspek tertentu dari suatu peristiwa/isu
tersebut dipilih, bagaimana aspek tersebut ditulis?
Hal ini sangat berkaitan dengan pemakaian kata,
kalimat, gambar dan citra tertentu untuk
ditampilkan kepada khalayak.
23

Tabel 1.1. Dua Unsur Framing Media Versi Entman (Eriyanto, 2011: 222)

Penonjolan seperti yang disinggung di atas, merupakan proses membuat

informasi menjadi lebih bermakna. Realitas yang disajikan secara menonjol atau

mencolok tentu mempunyai peluang besar untuk diperhatikan dan mempengaruhi

khalayak dalam memahami realitas. Karena itu dalam praktiknya, framing

dijalankan oleh media dengan menyeleksi isu tertentu dan mengabaikan isu lain,

serta menonjolkan aspek isu tertentu dan menggunakan pelbagai strategi wacana

serta penempatan yang mencolok (menempatkan di headline, di halaman depan,

atau bagian belakang), pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan

memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu ketika menggambarkan orang

atau peristiwa yang diberitakan. Kata penonjolan (salience) didefinisikan sebagai

membuat sebuah informasi lebih diperhatikan, bermakna, dan berkesan (Sobur,

2009: 164).

Framing pada akhirnya menentukan bagaimana realitas hadir di hadapan

khalayak. Seperti yang dikatakan Edelman, apa yang kita tahu tentang realitas

sosial pada dasarnya tergantung bagaimana kita melakukan frame atas peristiwa

itu yang memberikan pemahaman tertentu atas suatu peristiwa.

Konsep framing, dalam pandangan Entman, secara konsisten menawarkan

sebuah cara untuk mengungkap the power of a communication text. Framing pada

dasarnya merujuk pada pemberitaan definisi, penjelasan, evaluasi, dan


24

rekomendasi dalam suatu wacana untuk menekankan kerangka berpikir tertentu

terhadap peristiwa yang diwacanakan.

Untuk mengetahui bagaimana pembingkaian yang dilakukan media,

terdapat sebuah perangkat framing yang dikemukakan Entman yang dapat

menggambarkan bagaimana sebuah peristiwa dimaknai dan ditandakan oleh

wartawan. Entman membagi perangkat framing ke dalam empat elemen sebagai

berikut :

a. Define Problems (pendefinisian masalah)

Elemen pertama ini merupakan bingkai utama/master frame yang

menekankan bagaimana peristiwa dimaknai secara berbeda oleh wartawan, maka

realitas yang terbentuk akan berbeda

b. Diagnose causes (memperkirakan penyebab masalah)

Elemen kedua ini merupakan elemen framing yang digunakan untuk

membingkai siapa yang dianggap sebagai aktor dari suatu peristiwa. Penyebab

disini bisa berarti apa (what), tetapi bisa juga berarti siapa (who). Bagaimana

peristiwa dipahami, tentu saja menentukan apa dan siapa yang dianggap sebagai

sumber masalah. Oleh sebab itu, masalah yang dipahami secara berbeda, maka

penyebab masalahnya akan dipahami secara berbeda pula. Dengan kata lain,

pendefinisian sumber masalah ini menjelaskan siapa yang dianggap sebagai

pelaku dan siapa yang menjadi korban dalam kasus tersebut.

c. Make moral judgement (membuat pilihan moral)


25

Elemen framing yang dipakai untuk membenarkan/memberi argumentasi

pada pendefinisian masalah yang sudah dibuat. Setelah masalah didefinisikan

dan penyebab masalah sudah ditentukan, dibutuhkan argumentasi yang kuat

untuk mendukung gagasan tersebut. Gagasan yang dikutip berhubungan denga

sesuatu yang familiar dan dikenal oleh khalayak.

d. Treatment recommendation (menekankan penyelesaian)

Elemen keempat ini dipakai untuk menilai apa yang dikehendaki oleh

wartawan. Jalan apa yang dipilih untuk menyelesaikan masalah. Penyelesaian

itu tentu saja sangat tergantung pada bagaimana peristiwa itu dilihat dan siapa

yang dipandang sebagai penyebab masalah.

Kerangka Konseptual Penelitian


26

E. Definisi Operasional

a. Analisis framing merupakan salah satu cara menganalisis teks media untuk

melihat bagaimana perspektif yang digunakan oleh Harian Kompas

Makassar dalam mengangkat isu tentang Freeport dan aspek apa yang ingin

diangkat.
27

b. Pemberitaan Freeport maksudnya pemberitaan Harian Kompas Makassar

yang berkaitan dengan aksi mogok pekerja Freeport dan penembakan yang

terjadi di sekitar kawasan Freeport.

c. Headline maksudnya berita mengenai aksi mogok dan peristiwa

penembakan yang ada pada halaman satu harian Kompas.

d. Harian Kompas adalah harian nasional di Makassar yang intens memuat

berita mengenai kasus Freeport.

e. Define Problems (pendefinisian masalah) adalah suatu peristiwa dilihat

sebagai apa dalam sebuah berita.

f. Diagnose causes (memperkirakan masalah atau sumber masalah) adalah

elemen framing untuk membingkai siapa yang dianggap sebagai aktor atau

penyebab dari peristiwa freeport.

g. Make moral judgement (membuat keputusan moral) adalah nilai moral yang

disajikan untuk menjelaskan masalah.

h. Treatment recommendation (menekankan masalah) adalah jalan yang dipilih

untuk menyelesaikan masalah dari peristiwa Freeport.

F. Metode Penelitian

1. Objek dan Waktu Penelitian

Objek penelitian ini adalah berita-berita headline mengenai

kontroversi Freeport di harian Kompas pada pertengahan September 2011


28

hingga awal November 2011. Penelitian ini berlangsung dari bulan Februari

hingga Mei 2011 dengan jumlah berita sebanyak 15 berita.

2. Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini ialah deskriptif dengan menggunakan pendekatan

Kualitatif. Penelitian ini digunakan untuk menggambarkan aspek tertentu dari

sebuah realitas yang dibingkai oleh Harian Kompas menjadi sebuah berita

yang kemudian menjadi realitas media dalam hal ini pemberitaan mengenai

Freeport. Format deskriptif kualitatif bertujuan untuk menggambarkan,

meringkas berbagai kondisi, situasi, atau fenomena realitas sosial dalam

masyarakat yang menjadi objek penelitian dan berupaya menarik realitas itu

ke permukaan sebagai suatu ciri, karakter, sifat, model, tanda, atau gambaran

tentang kondisi, situasi, ataupun fenomena tertentu (Bungin, 2006: 68).

Penelitian ini menggunakan metode analisis framing dengan

paradigma atau pendekatan konstruksionis. Paradigma konstruksionis

memandang bahwa tidak ada realitas yang obyektif, karena realitas tercipta

melalui proses konstruksi dan pandangan tertentu.

3. Populasi dan Sampel

a. Populasi
29

Populasi penelitian adalah berita – berita mengenai kasus Freeport

selama pertengahan bulan September hingga pertengahan bulan November

2011 di Harian Kompas Makassar.

b. Sampel Penelitian

Sampel penelitian adalah berita headline di Harian Kompas Makassar

edisi 16 September 2011, 17 September 2011, 22 September 2011, 11

Oktober 2011, 16 Oktober 2011, 20 Oktober 2011, 21 Oktober 2011, 23

Oktober 2011, 25 Oktober 2011, 27 Oktober 2011, 29 Oktober 2011, 28

Oktober 2011, 30 Oktober 2011, 7 November 2011, dan 9 November 2011.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan penulis

berdasarkan kebutuhan analisis dan pengkajian. Pengumpulan data tersebut

sudah dilakukan sejak penulis menentukan permasalahan apa yang sedang

dikaji. Pengumpulan data yang dilakukan adalah :

a. Pengkajian berita–berita headline yang terkait dengan Freeport dalam

rentang waktu pertengahan September sampai pertengahan November

2011.

b. Kajian pustaka dengan mempelajari dan mengkaji buku-buku, artikel serta

situs internet dengan permasalahan yang diteliti untuk mendukung asumsi

sebagai landasan teori permasalahan yang dibahas.

5. Teknik Analisis Data


30

Teknik analisis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini

adalah analisis framing. Dalam hal ini, analisis framing dirasa mampu untuk

mencari tahu bagaimana Kompas melakukan proses pembingkaian kasus

Freeport. Pasalnya, analisis framing merupakan sebuah pendekatan yang

digunakan untuk mengetahui bagaimana perspektif atau cara pandang yang

digunakan wartawan dalam melakukan seleksi isu dan menuliskan berita.

Dalam hal ini memakai analisa yang dikembangkan oleh Robert N.

Entman. Peneliti memilih perangkat framing Entman dalam penelitian ini

dengan argumen perangkat frame Entman mampu membantu peneliti dalam

mendefinisikan masalah Freeport yang diungkap oleh media dan

memperkirakan penyebab dari masalah itu. Selanjutnya, perangkat ini akan

membantu peneliti dalam mencari tahu keputusan moral yang diangkat oleh

media. Kemudian pada tahap akhir, perangkat framing Entman ini akan

membantu peneliti dalam mencari tahu rekomendasi seperti apa yang

dikemukakan oleh media dalam upaya penyelesaian masalah Freeport.

Dalam pandangan Entman, framing dipandang sebagai penempatan

informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga isu tertentu mendapat

alokasi penempatan yang lebih besar daripada isu lainnya.

Define Problems Bagaimana suatu peristiwa / isu dilihat? Sebagai


(pendefinisian masalah) apa? Atau sebagai masalah apa?
31

Diagnose causes Peristiwa itu dilihat disebabkan oleh apa? Apa


(memperkirakan masalah yang dianggap sebagai penyebab dari suatu
atau sumber masalah) masalah? Siapa (aktor) yang dianggap sebagai
penyebab masalah?
Make moral judgement Nilai moral apa yang disajikan untuk
(membuat keputusan moral) menjelaskan msalah? nilai moral apa yang
dipakai untuk melegitimasi atau mendegitimasi
suatu tindakan?
Treatment Recommendation Penyelesaian apa yang ditawarkan untuk
(menekankan penyelesaian) mengatasi masalah / isu? Jalan apa yang
ditawarkan dan harus ditempuh untuk mengatasi
masalah?
Tabel 1.2. Perangkat Framing Entman (Eriyanto, 2011: 223)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konstruksi Realitas Sosial


32

Manusia dalam banyak hal memiliki kebebasan untuk bertindak di luar

batas kontrol struktur dan pranata sosialnya di mana individu berasal. Manusia

secara aktif dan kreatif mengembangkan dirinya melalui respons-respons terhadap

stimulus dalam dunia kognitifnya. Karena itu, paradigma definisi sosial lebih

tertarik terhadap apa yang ada dalam pemikiran manusia tentang proses sosial,

terutama para pengikut interaksi simbolis. Dalam proses sosial, individu manusia

dipandang sebagai pencipta realitas sosial yang relatif bebas di dalam dunia

sosialnya.

Dalam penjelasan ontologi paradigma konstruktivis, realitas merupakan

konstruksi sosial yang diciptakan oleh individu. Namun demikian kebenaran suatu

realitas sosial bersifat nisbi, yang berlaku sesuai konteks spesifik yang dinilai

relevan oleh pelaku sosial.

Istilah konstruksi sosial atas realitas (social construction of reality)

menjadi terkenal sejak diperkenalkan oleh Peter L. Berger dan Thomas Luckmann

melalui bukunya yang berjudul “The Social Construction of Reality, a Teatise in

the Sociological of Knowledge” (1966). Ia menggambarkan proses sosial melalui

tindakan dan interaksinya, yang mana individu menciptakan secara terus-menerus

suatu realitas yang dimiliki dan dialami bersama secara subjektif (Bungin, 2006:

202).

Dalam pandangan paradigma definisi sosial, realitas adalah hasil ciptaan

manusia kreatif melalui kekuatan konstruksi sosial di sekelilingnya. Dunia sosial


33

itu dimaksud sebagai yang disebut oleh George Simmel dalam Bungin (2006:

201), bahwa realitas dunia sosial itu berdiri sendiri di luar individu, yang menurut

kesan kita bahwa realitas itu “ada” dalam diri sendiri dan hukum yang

menguasainya.

Peter L.Berger berpendapat bahwa realitas tidak terjadi begitu saja tetapi

dibentuk dan dikonstruksikan. Hasil akhir yang diperoleh adalah realitas yang

sama dapat dipahami secara berbeda oleh setiap orang tergantung dari konstruksi

yang dilakukan dalam realitas tersebut (Eriyanto, 2009:15).

Berger dan Luckman dalam Bungin (2008: 14) mulai menjelaskan realitas

sosial dengan memisahkan pemahaman „kenyataan dan pengetahuan‟. Realitas

diartikan sebagai kualitas yang terdapat di dalam realitas-realitas yang diakui

sebagai memiliki keberadaan (being) yang tidak tergantung kepada kehendak kita

sendiri. Pengetahuan didefinisikan sebagai kepastian bahwa realitas-realitas itu

nyata (real) dan memiliki karakteristik yang spesifik.

Berger dan Luckman dalam Bungin (2008: 15) mengatakan terjadi

dialektika antara individu menciptakan masyarakat dan masyarakat menciptakan

individu. Proses dialektika ini terjadi melalui eksternalisasi, objektivasi, dan

internalisasi.

Pertama, eksternalisasi, yaitu usaha pencurahan atau ekspresi diri manusia

ke dalam dunia, baik dalam kegiatan mental maupun fisik. Proses ini merupakan

sifat dasar manusia. Manusia akan selalu mencari dan mencurahkan dirinya
34

dimana dia berada. Manusia tidak dapat kita mengerti sebagai ketertutupan yang

lepas dari dunia luarnya. Manusia berusaha menangkap dirinya, dalam proses

inilah dihasilkan suatu dunia dengan kata lain, manusia menemukan dirinya

sendiri dalam suatu dunia.

Kedua, objektivasi yaitu hasil yang didapatkan baik mental maupun fisik

dari kegiatan eksternalisasi manusia. Hasil itu menghasilkan realitas objektif yang

bisa jadi akan menghadapi si penghasil itu sendiri sebagai suatu faktisitas yang

berada di luar dan berlainan dari manusia yang menghasilkannya. Lewat proses

objektivasi ini, masyarakat menjadi suatu realitas suigeneris. Hasil dari

ekternalisasi kebudayaan itu misalnya, manusia menciptakan alat demi

kemudahan hidupnnya atau kebudayaan non-materiil dalam bentuk bahasa. Baik

alat tadi maupun bahasa adalah kegiatan eksternalisasi manusia ketika

berhadapandengan dunia, ia adalah hasil dari kegiatan manusia.

Setelah dihasilkan, baik benda atau bahasa sebagai produk ekternalisasi

tersebut menjadi realitas yang objektif. Bahkan ia dapat menghadapi manusia

sebagai penghasil dari produk kebudayaan. Kebudayaan yang telah berstatus

sebagai realitas objektif, ada diluar kesadaran manusia, ada “di sana” bagi setiap

orang. Realitas objektif itu berbeda dengan kenyataan subjektif perorangan. Ia

menjadi kenyataan empiris yang bisa dialami oleh setiap orang.

Ketiga, internalisasi, penyerapan kembali dunia objektif ke dalam

kesadaran sedemikian rupa hingga subjektifitas individu dipengaruhi oleh


35

struktur dunia sosial. Dalam peoses ini, wartawan akan berhadapan dengan

realitas. Realitas diamati oleh wartawan dan diserap ke dalam kesadaran

wartawan. Secara tidak langsung wartawan akan menceburkan dirinya ke dalam

realitas tersebut untuk kemudian dimaknainya.

Oleh karena itu, konstruksi realitas sosial yang dilakukan wartawan

sangat berpotensi untuk menggiring kita pada pemaknaan wartawan terhadap

suatu peristiwa, ditambah ideologi media massa tempat wartawan bekerja

dibangun sesuai visi dan kepentingan perusahaan yang bersangkutan.

B. Media dan Berita Dalam Paradigma Konstruksionis

Pandangan konstruksionis melihat media, wartawan dan berita dengan cara

pandang tersendiri. Pada dasarnya studi media massa merupakan proses pencarian

pesan dan makna. Media massa semakin banyak dijadikan sebagai objek studi

disebabkan semakin meningkatkanya peran media massa itu sendiri sebagai

intitusi yang tergolong penting dalam masyarakat saat ini. Media massa

memproduksi pesan yang merupakan hasil konstruksi realitas (Eriyanto, 2009:

25).

Paradigma konstruksionis ini diperkenalkan oleh Peter L. Berger yang

menyatakan bahwa sebuah realitas hadir di hadapan pembaca setelah melalui

sebuah proses konstruksi (Eriyanto, 2011: 15). Hal ini menyebabkan setiap orang

memiliki konstruksi yang berbeda terhadap realitas yang muncul di hadapannya.


36

Menurut Eriyanto (2011: 18), berita yang muncul merupakan sebuah proses

konstruksi dengan suatu peristiwa, karena adanya interaksi antara wartawan

dengan fakta yang muncul di lapangan.

Bagi kaum konstruksionis, realitas adalah sesuatu yang subjektif. Fakta

dan realitas bukanlah sesuatu yang sudah ada, tersedia dan tinggal diambil untuk

menjadi bahan sebuah berita. Realitas yang tertuang dalam berita adalah sesuatu

yang dikostruksi dan dibentuk oleh pandangan tertentu. Fakta atau realitas pada

dasarnya dikonstruksi. Sebuah fakta berupa kenyataan bukanlah sesuatu yang

sudah ada seperti itu, melainkan apa yang ada di benak dan pikiran kita. Kita

sendirilah yang memberikan definisi dan makna atas fakta tersebut sebagai sebuah

kenyataan. Fakta yang ada dalam sebuah berita bukanlah sebuah peristiwa yang

memang begitu adanya, wartawanlah yang secara aktif memproduksi dan

mendefinisikan berita tersebut.

Fakta yang dikumpulkan dan disusun selanjutnya akan disebarkan. Media

sebagai sarana penyalur pesan tidak hanya berfungsi sebagai saluran pesan dari

komunikator kepada penerima (khalayak). Media tidak bertindak sebagai suatu

institusi yang netral dalam menyampaikan pesan. Media bukanlah saluran yang

bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksi realitas, lengkap dengan pandangan,

bias, dan pemihakannya (Eriyanto, 2011: 26). Sebagai contoh media juga

menentukan dari sekian banyak peristiwa yang terjadi, peristiwa mana yang harus

diliput oleh wartawannya kemudian dari sisi mana si wartawan harus melihat
37

peristiwa tersebut. Pemilihan realitas oleh media dikarenakan media memiliki

kepentingan antara lain kepentingan ekonomi, politik ataupun ideologi. Media

tentunya akan membentuk reaitas yang dapat mendukung kepentingan-

kepentingannya. Oleh karena itu media turut berperan dalam mengkonstruksi

realitas. Konstruksi realitas terbentuk bukan hanya dari cara wartawan

memandang realitas tetapi kehidupan politik tempat media itu berada. Sistem

politik yang diterapkan sebuah negara ikut menentukan mekanisme kerja media

massa negara itu mempengaruhi cara media massa tersebut mengkonstruksi

realitas (Hamad, 1999: 55).

Media bisa memperjelas sekaligus mempertajam konflik atau sebaliknya:

mengaburkan dan mengelimirnya. Media bisa mengkonstruksi realitas, namun

juga bisa menghadirkan hiperrealitas. Hiperrealitas menggiring orang

mempercayai sebuah citra sebagai kebenaran, meski kenyataannya hanya

dramatisasi realitas dan pemalsuan kebenaran, yang “melampaui realitas” (Sobur,

2009: 170). Dalam memberitakan konflik, media seharusnya tidak melakukan

dramatisasi terhadap fakta. Karena hal itu langsung ataupun tidak langsung akan

memicu konflik lanjutan dan menjadi provokasi bagi pihak-pihak yang bertikai.

Menjadi suatu hal yang menarik ketika kebanyakan orang awam melihat

media atau berita yang disuguhkan oleh media massa adalah sesuatu yang benar-

benar apa adanya tanpa adanya konstruksi realitas di dalamnya. Mereka kemudian

menjadi sepenuhnya percaya akan apa yang disampaikan oleh media massa.
38

Dengan melihat realitas, berita dan media massa atau dengan kata lain tidak

mudah mempercayai apa yang disampaikan oleh media karena begitu banyak

muatan-muatan kepentingan di dalamnya.

Setiap media tentunya memiliki kebijakan masing-masing dalam

mekanisme kerja untuk mengkonstruksi dan menghasilkan berita yang

“diinginkan”. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa berita adalah hasil

mekanisme kerja individu-individu yang ada dalam media (redaksional)

berdasarkan kebijakan, pertimbangan serta ideologi.

Fakta atau realitas yang diliput kemudian ditampilkan dalam media lewat

pemberitaan. Pada dasarnya berita adalah laporan dari suatu peristiwa atau

realitas. Namun gambaran realitas atas peristiwa dalam media bukanlah realitas

yang sebagaimana adanya, yang diambil oleh sang wartawan dan dituangkan.

Berita adalah hasil dari konstruksi yang selalu melibatkan pandangan ataupun

nilai-nilai dari wartawan dan media yang bersangkutan. Bagaimana sebuah realita

dijadikan berita sangat tergantung pada bagaimana ia dimaknai dan dipahami oleh

wartawan. Proses pemahaman selalu melibatkan nilai-nilai tertentu sehingga

mustahil berita merupakan pencerminan dari realitas (Eriyanto, 2011: 28). Proses

pemaknaan realitas oleh wartawan sebagai aktor atau agen pembentuk realitas.

Wartawan bukanlah pemulung yang mengambil fakta begitu saja. Dia tidak hanya

melaporkan sebuah peristiwa namun mendefinisikan dan secara aktif membentuk

peristiwa dalam pemahaman mereka. Realitas bukanlah sesuatu yang “berada di


39

luar”, objektif, benar dan seakan-akan ada sebelum wartawan meliputnya. Ada

proses konstruksi makna dalam peristiwa yang diliput sehingga menghasilkan

suatu realitas baru. Laporan-laporan jurnalistik yang ada di media pada dasarnya

tidak lebih dari hasil penyusunan realitas-realitas dalam bentuk cerita (Barata

dalam Birowo, 2004: 168).

Seperti yang dikatakan Judith Lichtenberg dalam Eriyanto (2011: 35),

realitas hasil konstruksi itu selalu terbentuk melalui konsep dan kategori, tanpa

kita buat, kita tidak bisa melihat dunia tanpa kategori, tanpa konsep. Artinya,

kalau seorang wartawan menulis berita,ia sebetulnya membuat dan membentuk

dunia, membentuk realitas.

Dalam konsepsi konstruksionis, wartawan tidak mungkin membuat jarak

dengan objek yang hendak dia liput. Karena ketika ia meliput suatu peristiwa dan

menuliskannya, ia secara sengaja atau tidak menggunakan dimensi perseptuilnya

ketika memahami masalah. Dengan begitu, realistas yang kompleks dan tidak

beraturan ditulis dan dipahami, untuk semua proses itu melibatkan konsepsi,

pemahaman yang mau tidak mau sukar dilepaskan dari unsur subjektif.

Dalam pandangan konstruksionis, berita itu ibarat sebuah drama. Ia bukan

menggambarkan realitas, melainkan potret dari arena pertarungan antara berbagai

pihak yang berkaitan dengan peristiwa. Berita bukan representasi dari realitas.

Berita yang kita baca pada dasarnya adalah hasil dari konstruksi kerja jurnalistik,

bukan kaidah baku jurnalistik. Semua proses konstruksi (mulai dari memilih fakta,
40

sumber, pemakaian kata, gambar, sampai penyuntingan) memberi andil

bagaimana realitas tersebut hadir di hadapan khalayak (Eriyanto, 2011: 30).

C. Headline Sebagai Bentuk Penonjolan dan Penekanan Isu

Bila satu media, apalagi sejumlah media, menaruh sebuah kasus sebagai

headline, diasumsikan kasus itu memperoleh perhatian yang besar dari khalayak.

Ini tentu berbeda jika, misalnya kasus tersebut dimuat di halaman dalam, bahkan

pojok bawah pula. Faktanya konsumen media jarang memperbincangkan kasus

yang tidak dimuat oleh media, yang boleh jadi kasus itu justru sangat penting

untuk masyarakat.

Memang, setiap peristiwa yang dianggap dapat menarik minat pembaca,

selalu dijadikan headline atau diletakkan pada halaman muka surat kabar.

Pandangan ini didasarkan pada anggapan bahwa umumnya pembaca ketika akan

membaca atau membeli sebuah surat kabar, yang pertama dilihatnya adalah

headline berita pada hari itu atau berita-berita yang ada di halaman mukanya. Hal

ini didukung oleh pendapat Rivers dan Mathews dalam Sobur (2009: 167) yang

menyatakan bahwa sekitar 98% dari semua pembaca surat kabar membaca berita

yang terdapat di halaman muka.

Pembaca media saat ini terkena dengan apa yang disebut headline

syndrome, yaitu dengan semakin tingginya mobilitas serta aktivitas khalayak

terhadap headline. Pembaca seperti ini lebih suka menelusuri judul-judul berita

ketimbang membaca berita secara keseluruhan. Menurut Assegaf pembaca surat


41

kabar Amerika sering disebut sebagai “headline reader”, pembaca judul atau

pembaca kepala berita. Hal ini tidak menjadi masalah jika judul-judul berita

tersebut mencerminkan isi berita. Persoalannya bisa muncul jika judul berita yang

ditampilkan secara sensasional (Sobur, 2009: 168).

Apabila dikaitkan dengan framing, yang dilakukan oleh suatu media,

headline merupakan aspek seintaksis atau cara wartawan menyusun fakta dari

wacana berita dengan tingkat kemenonjolan yang tinggi yang menunjukkan

kecenderungan berita. Pembaca cenderung lebih mengingat headline yang dipakai

dibandingkan bagian berita. Headline mempunyai fungsi framing yang kuat.

Headline memengaruhi bagaimana kisah dimengerti untuk kemudian digunakan

dalam membuat pengertian isu dan peristiwa sebagaimana dibeberkan oleh media.

Headline dapat menunjukkan bagaimana wartawan mengkonstruksi isu.

Headline sebagai berita utama, merupakan hasil konstruksi wartawan atau

media, sebab bagaimana realitas itu dijadikan sebagai headline (berita utama)

sangat bergantung pada bagaimana fakta itu dipahami dan dimaknai pada

wartawan yang meliputnya. Proses pemaknaan oleh wartawan selalu melibatkan

nilai-nilai tertentu sehingga mustahil berita yang dijadikan sebagai headline

merupakan pencerminan realitas. Buktinya realitas yang sama bisa jadi

menghasilkan berita yang berbeda, dengan porsi pemberitaan yang berbeda dan

diproduksi menjadi jenis berita yang berbeda.


42

Dalam tradisi jurnalistik di Indonesia, headline biasanya ditentukan lewat

rapat redaksi yang melibatkan pemimpin redaksi, redaktur pelaksana, redaktur,

serta beberapa wartawan. Dalam rapat ini dikumpulkan semua berita yang masuk

dan kemudian dibahas, berita mana saja yang layak dan harus dimuat. Dari rapat

itu, diputuskanlah berita yang akan menjadi headline. Pada umumnya, ukuran dan

pertimbangan semua media dalam memilih headline sama. Ukuran tersebut pada

umumnya adalah berita yang dinilai actual, besar dan sangat penting bagi banyak

orang, juga cocok untuk karakter medianya.

Pemilihan judul berita memang merupakan hak prerogatif dari surat kabar

yang bersangkutan. Juga terkadang merupakan gaya (style) atau ciri khas dari

masing-masing surat kabar. Namun sesuai dengan prinsip jurnalistik, judul berita

jangan sampai menghilangkan atau meengaburkan fakta yang sebenarnya. Dengan

kata lain, jurnalis atau editor sebaiknya tidak membuat judul yang provokatif

tetapi mengelabui pembaca atau cenderung mereduksi fakta demi menarik

perhatian pembaca (Sobur, 2009: 168).

Konsep framing Entman digunakan untuk menggambarkan proses seleksi

dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas oleh media. Framing dapat dipandang

sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas sehingga isu

tertentu mendapat alokasi lebih besar dari pada isu lain. Framing memberi tekanan

lebih pada bagaimana teks komunikasi ditampilkan dan bagian mana yang

ditonjolkan/dianggap oleh pembuat teks. Kata penonjolan itu sendiri dapat


43

didefinisikan membuat informasi lebih terlihat jelas, lebih bermakna, atau lebih

mudah diingat oleh khalayak. Informasi yang menonjol kemungkinan lebih

diterima oleh khalayak, lebih terasa dan tersimpan dalam memori dibandingkan

dengan yang disajikan secara biasa.

Bentuk penonjolan tersebut bisa beragam; menempatkan satu aspek

informasi lebih menonjol dibandingkan yang lain, lebih mencolok, melakukan

pengulangan informasi yang dipandang penting atau dihubungkan dengan aspek

budaya yang akrab dibenak khalayak. Dengan bentuk seperti itu, sebuah

ide/gagasan/informasi lebih mudah terlihat, lebih mudah diperhatikan, diingat, dan

ditafsirkan karena berhubungan dengan skema pandangan khalayak. Karena

kemenonjolan adalah produk interaksi antara teks dan penerima, kehadiran frame

dalam teks bisa jadi tidak seperti yang dideteksi oleh peneliti, khalayak sangat

mungkin mempunyai pandangan apa yang dia pikirkan atas suatu teks dan

bagaimana teks tersebut dikonstruksi dalam pikiran khalayak (Eriyanto 2011: 220)

D. Konsep Framing

Analisis framing merupakan strategi konstruksi dalam memproses berita,

perangkat kognisi yang dipergunakan dalam memperoleh informasi, menafsirkan

peristiwa, dan dihubungkan dalam rutinitas dan konvensi pembentukan berita.

Gagasan mengenai framing, pertama kali dilontarkan oleh Beterson tahun 1955.

Mulanya, frame dimaknai sebagai struktur konseptual atau perangkat kepercayaan


44

yang mengorganisir pandangan politik, kebijakan, dan wacana, serta yang

menyediakan kategori-kategori standar untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini

kemudian dikembangkan lebih jauh oleh Goffman pada 1974, yang mengandaikan

frame sebagai kepingan-kepingan perilaku (strips of behavior) yang membimbing

individu dalam membaca realitas. Menurut Gitlin, frame adalah bagian yang pasti

hadir dalam praktik jurnalistik. Dengan frame, jurnalis memproses berbagai

informasi yang tersedia dengan jalan yang mengemasnya sedemikian rupa dalam

kategori kognitif tertentu dan disampaikan kepada khalayak. Secara luas,

pendefinisian masalah ini menyertakan di dalamnya konsepsi dan skema

interpretasi wartawan. Pesan, secara simbolik menyertakan sikap dan nilai. Ia

hidup, membentuk, dan menginterpretasikan makna di dalamnya.

Akhir-akhir ini, konsep framing telah digunakan secara luas dalam

literature ilmu komunikasi untuk menggambarkan proses penseleksian dan

penyorotan aspek-aspek khusus sebuah realita oleh media.

Disiplin ilmu ini bekerja dengan didasarkan pada fakta bahwa

konsep ini bisa ditemui di berbagai literature lintas ilmu sosial dan ilmu perilaku.

Secara sederhana analisis bingkai mencoba untuk membangun sebuah komunikasi

bahasa, visual, pelaku dan menyampaikanya kepada pihak lain atau

menginterpretasikan dan mengklasifikasikan informasi baru. Melalui analisis

bingkai, kita mengetahui bagaimanakah pesan diartikan sehingga dapat

diinterpretasikan secara efisien dalam hubungannya dengan ide penulis.


45

Dalam ranah komunikasi, analisis framing mewakili tradisi yang

mengedepankan pendekatan atau perspektif multidisipliner untuk menganalisis

fenomena atau aktivitas komunikasi. Dalam perspektif komunikasi, analisis

framing dipakai untuk membedah cara-cara atau ideologi media saat

mengkonstruksi fakta. Analisis ini mencermati strategi seleksi, penonjolan, dan

pertautan fakta ke dalam berita agar lebih bermakna, lebih menarik, lebih berarti

atau lebih diingat, untuk menggiring interpretasi khalayak sesuai perspektifnya.

Dengan kata lain, framing adalah pendekatan untuk mengetahui bagaimana

perspektif atau cara pandang yang digunakan oleh wartawan ketika menseleksi isu

dan menulis berita. Cara pandang atau fakta apa yang diambil, bagian mana yang

ditonjolkan dan dihilangkan, serta hendak dibawa ke mana berita tersebut (Sobur,

2009: 162)

Gamson dan Modigliani menyebut cara pandang itu sebagai kemasan

(package) yang mengandung konstruksi makna atas peristiwa yang akan

diberitakan. Menurut mereka, frame adalah cara bercerita atau gugusan ide-ide

yang terorganisir sedemikian rupa dan menghadirkan konstruksi makna dan

peristiwa-peristiwa yang berkaitan dengan objek suatu wacana.

Kemasan (package) adalah gugusan ide-ide yang mengindikasikan

tentangisu yang dibicarakan dan peristiwa mana yang relevan dengan wacana

yang terbentuk. Package adalah semacam skema atau struktur pemahaman yang

digunakan individu untuk mengkonstruksi makna pesan-pesan diterima.


46

Package diibaratkan sebagai sebuah wadah atau strukturdata yang

mengorganisir sejumlah informasi yang dapat menunjukkan posisi atau

kecenderungan politik dan yang membantu komunikator untuk menjelaskan

muatan-muatan dibalik suatu isu atau peristiwa.

Ada dua aspek dalam framing, Pertama, memilih fakta/realitas. Proses

memilih fakta ini ditujukan pada asumsi, wartawan tidak mungkin melihat

peristiwa tanpa perspektif. Dalam memilih fakta ini selalu terkandung dua

kemungkinan: apa yang dipilih (included) dan apa yang dibuang (excluded).

Bagian mana yang ditekankan dalam realitas, bagian mana dari realitas yang

diberitakan dan bagian mana yang tidak diberitakan. Penekanan aspek tertentu itu

dilakukan dengan memilih angel tertentu, memilih fakta tertentu, dan melupakan

fakta yang lain, memberitakan aspek tertentu dan melupakan aspek lainnya.

Intinya, peristiwa dilihat dari sisi tertentu. Akibatnya, pemahaman dan konstruksi

atas suatu peristiwa bisa jadi berbeda antara satu media dengan media lain. Media

yang menekankan aspek tertentu, memilih fakta tertentu akan menghasilkan berita

yang bisa jadi berbeda kalau media menekankan aspek atau peristiwa yang lain.

Kedua, menuliskan fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana fakta

yang dipilih itu disajikan kepada khalayak. Gagasan itu diungkapkan dengan kata,

kalimat dan proposisi apa, dengan bantuan aksentuasi foto dan gambar apa, dan

sebagainya. Bagaimana fakta yang sudah dipilih tersebut ditekankan dengan

pemakaian perangkat tertentu dan penempatan yang mencolok (menempatkan di


47

headline depan, atau bagian belakang), pengulangan, pemakaian grafis untuk

mendukung dan memperkuat penonjolan, pemakaian label tertentu ketika

menggambarkan orang/peristiwa yang diberitakan, asosiasi terhadap simbol

budaya, generalisasi, simplifikasi, dan pemakaian kata yang berhubungan dengan

penonjolan realitas. Pemakaian kata, kalimat atau foto itu merupakan implikasi

dari memilih aspek tertentu dari realitas. Akibatnya, aspek tertentu yang

ditonjolkan menjadi menonjol, lebih mendapatkan alokasi dan perhatian yang

besar dibandingkan aspek lain. Semua aspek itu dipakai untuk membuat dimensi

tertentu dari konstruksi berita menjadi bermakna dan diingat oleh khalayak.

Realitas yang disajikan secara menonjol atau mencolok, mempunyai kemungkinan

lebih besar untuk diperhatikan dan mempengaruhi khalayak dalam memahami

suatu realitas.

Konsep framing dapat dilihat dari dua tradisi, yaitu psikologi dan

sosiologi. Hal ini disebabkan karena framing banyak mendapat pengaruh dari

konsep psikologi dan sosiologi. Framing dalam konsep psikologi melihat

bagaimana pengaruh kognisi seseorang dalam membentuk skema tentang diri,

sesuatu, dan gagasan tertentu. Selain itu framing dalam kondisi ini dilihat sebagai

bentuk penempatan informasi dalam konteks yang unik, hingga elemen tertentu

suatu ilmu membentuk alokasi sumber kognitif individu yang lebih besar (Sobur,

2009: 163).
48

Dalam dimensi psikologi, framing adalah upaya atau strategi yang

dilakukan wartawan dalam menekankan dan membuat pesan menjadi bermakna,

mencolok dan mendapat perhatian oleh publik. Upaya membuat pesan (dalam hal

ini teks berita) lebih menonjol dan mencolok ini, pada taraf awal tidak dapat

dilepaskan dari aspek psikologi. Secara psikologi, orang cenderung melakukan

penyederhanaan realitas dan dunia yang kompleks dalam perspektif/dimensi

tertentu.

Selain psikologi, konsep framing juga banyak mendapat pengaruh dari

lapangan sosiologi. Garis sosiologi ini terutama ditarik dari Alfred Schutz, Erving

Goffman hingga Peter L. Berger. Pada level sosiologis, frame dilihat terutama

untuk menjelaskan bagaimana organisasi dari ruang berita dan pembuat berita

membentuk berita secara bersama-sama. Menurut Erving Goffman secara

sosiologis konsep frame analysis memelihara kelangsungan kebiasaan kita

mengklasifikasi, mengorganisasi, dan menginterpretasi secara aktif pengalaman-

pengalaman hidup kita untuk memahaminya. Dengan konsep yang sama Gitlin

mendefinisikan frame sebagai seleksi, penegasan dan ekslusi yang ketat. Ia

menghubungkan konsep tersebut dengan proses memproduksi wacana berita

dengan mengatakan, “Frames memungkinkan para jurnalis memproses sejumlah

besar informasi secara cepat dan rutin, sekaligus mengemas informasi demi

penyiaran yang efisien kepada khalayak.” (Sobur, 2009: 163).


49

Frame adalah sebuah prinsip dimana pengalaman dan realitas yang

kompleks tersebut diorganisasi secara subjektif. Lewat frame itu, orang melihat

realitas dengan pandangan tertentu dan melihat sebagai sesuatu yang bermakna

dan beraturan. Frame media mengorganisasikan realitas kehidupan sehari-hari dan

akan ditransformasikan ke dalam sebuah cerita. Analisis framing karenanya,

meneliti cara-cara individu mengorganisasikan pengalamannya sehingga

memungkinkan seseorang mengidentifikasi dan memahami peristiwa-peristiwa,

memaknai aktivitas-aktifitas kehidupan yang tengah berjalan (Eriyanto, 2011:96)

Menurut Entman, framing memiliki implikasi penting bagi komunikasi

politik. Frames, menurutnya, menuntut perhatian terhadap beberapa aspek dari

realitas dengan mengabaikan elemen-elemen lainnya yang memungkinkan

khalayak memiliki reaksi berbeda. Dalam konteks ini, lanjut Entman, framing

memainkan peran utama dalam mendesakkan kekuasaan politik, dan frame dalam

teks berita sungguh merupakan kekuasaan yang tercetak, ia menunjukkan identitas

para aktor atau interest yang berkompetisi untuk mendominasi teks.

Konsep framing, dalam pandangan Entman, secara konsisten menawarkan

sebuah cara untuk mengungkapkan the power of a communication text. Analisis

framing dapat menjelaskan dengan cara yang tepat pengaruh atas kesadaran

manusia yang didesak oleh transfer (atau komunikasi) informasi dari sebuah

lokasi, seperti pidato, ucapan/ungakapan, news report, atau novel. Framing kata

Entman, secara esensial meliputi penseleksian dan penonjolan. Membuat frame


50

adalah menseleksi beberapa aspek dari suatu pemahaman atas realitas, dan

membuatnya lebih menonjol di dalam suatu teks yang dikomunikasikan

sedemikian rupa sehingga mempromosikan sebuah definisi permasalahan yang

khusus, interpretasi kausal, evaluasi moral, dan atau merekomendasikan

penanganannya (Siahaan, 2001: 81).

Framing pada akhirnya menentukan bagaimana realitas itu hadir di

hadapan pembaca. Apa yang kita tahu tentang realitas sosial pada dasarnya

tergantung pada bagaimana kita melakukan frame atas peristiwa itu yang

memberikan pemahaman dan pemaknaan tertentu atas suatu peristiwa. Framing

dapat mengakibatkan suatu peristiwa yang sama dapat menghasilkan berita yang

secara radikal berbeda apabila wartawan mempunyai frame yang berbeda ketika

melihat peristiwa tersebut dan menuliskan pandangannya dalam berita.

E. Framing dan Ideologi

Produksi berita berhubungan dengan bagaimana rutinitas terjadi dalam

ruang pemberitaan, yang menentukan bagaimana wartawan didikte/dikontrol

untuk memberitakan peristiwa dalam perspektif tertentu. Selain praktik

organisasidan ideologi profesional tersebut, ada satu aspek lain yang sangat

penting yang berhubungan dengan bagaimana peristiwa ditempatkan dalam


51

keseluruhan produksi teks, yakni bagaimana berita itu bisa bermakna dan berarti

bagi khalayak. Stuart Hall dalam Eriyanto (2011: 141) menyebut aspek ini sebagai

konstruksi berita. Aspek ini berhubungan dengan bagaimana wartawan/media

menampilkan peristiwa tersebut sehingga relevan bagi khalayak.

Media berperan mendefinisikan bagaimana realitas seharusnya dipahami

bagaimana realitas itu dijelaskan dengan cara tertentu kepada khalayak. Diantara

berbagai fungsi dari media dalam mendefinisikan realitas, fungsi pertama dalam

ideologi adalah media sebagai mekanisme integrasi sosial. Media berfungsi

menjaga nilai-nilai kelompok, dan mengontrol bagaimana nilai-nilai kelompok itu

dijalankan.

Sebuah teks, kata Aart van Zoest (Sobur, 2011: 60), tak pernah lepas dari

ideologi dan memiliki kemampuan untuk memanipulasi pembaca ke arah suatu

ideologi, sedangkan Eriyanto menempatkan ideologi sebagai konsep sentral dalam

analisis wacana karena teks, percakapan, dan lainnya adalah bentuk dari praktik

ideologi atau pencerminan dari ideologi tertentu.

Istilah Ideologi menurut Jorge Larrain (1996) dalam Sobur (2011: 61)

mempunyai dua pengertian yang bertolak belakang. Secara positif, ideologi

dipersepsi sebagai suatu pandangan dunia (worldview) yang menyatakan nilai-

nilai kelompok sosial tertentu untuk membela dan memajukan kepentingan-

kepentingan mereka. Sedangkan secara negatif, ideologi dilihat sebagai suatu


52

kesadaran palsu, yaitu suatu kebutuhan untuk melakukan penipuan dengan cara

memutarbalikkan pemahaman orang mengenai realitas sosial.

Raymond Williams dalam Sobur (2011: 64) menamakan ideologi

“himpunan ide-ide yang muncul dari seperangkat kepentingan material tertentu

atau, secara lebih luas, dari sebuah kelas atau kelompok tertentu”. Sedangkan John

B. Thomson dalam Sobur (2011: 64) menyatakan bahwa ideologi hanya dapat

dipahami dengan tepat sebagai “ideologi dominan” di mana bentuk-beentuk

simbolis dipakai oleh mereka yang memiliki kekuasaan untuk “membangun dan

melestarikan hubungan dominasi (masyarakat yang timpang).”

Begitulah, meskipun istilah ideologi dipergunakan dalam banyak arti,

namun pada hakikatnya semua arti itu, menurut Magnis-Suseno dalam Sobur

(2011: 66) dapat dikembalikan pada salah satu (atau kombinasi) dari tiga arti,

yakni:

1) Ideologi sebagai kesadaran palsu

Secara spontan bagi kebanyakan orang, kata ideologi mempunyai konotasi

negatif, sebagai claim yang tidak wajar atau sebagai teori yang tidak berorientasi

pada kebenaran, melainkan pada kepentingan pihak yang mempropagandakannya.

Biasanya ideologi sekaligus dilihat sebagai sarana kelas ataupun kelompok yang

berkuasa untuk melegitimasikan kekuasaannya secara tidak wajar.

2) Ideologi dalam arti netral


53

Ideologi ini kebanyakan ditemukan di negara-negara yang sangat

mementingkan sebuah “ideologi negara”, misalnya negara-negara komunis. Arti

dari ideologi netral ialah keseluruhan sistem pikir, nilai-nilai, dan sikap dasar

rohani sebuah gerakan, kelompok sosial atau kebudayaan. Nilai ideologi

tergantung isinya: kalau isinya baik, ideologi itu baik, kalau isinya buruk

(misalnya, membenarkan kebencian), dia buruk.

3) Ideologi: keyakinan yang tidak ilmiah

Segala penilaian etis dan moral, anggapan-anggapan normatif, begitu pula

teori-teori dan paham-paham metafisik dan keaagamaan atau filsafat sejarah,

termasuk ideologi. Arti ketiga ini maunya netral, tetapi dalam penilaian Magnis

Suseno, sebenarnya bernada negatif juga karena memuat sindiran bahwa

“ideologi-ideologi” itu tidak rasional, di luar hal nalar, jadi merupakan

kepercayaan dan keyakinan subjektif semata-mata, tanpa kemungkinan untuk

mempertanggungjawabkannya scara objektif.

Daniel Hallin membagi dunia jurnalistik ke dalam tiga bidang/peta

ideologi, yaitu bidang penyimpangan (sphere of deviance), bidang kontroversi

(sphere of legitimate controversy), dan bidang konsensus (sphere of consensus).

Bidang-bidang ini menjelaskan bagaimana peristiwa-peristiwa dipahami dan

ditempatkan oleh wartawan dalam keseluruhan peta ideologis.

Apakah peristiwa dibingkai dan dimaknai sebagai wilayah penyimpangan,

kontroversi, ataukah konsensus? Dalam wilayah penyimpangan, suatu peristiwa,


54

gagasan, atau prilaku tertentu dikucilkan dan dipandang menyimpang. Ini

semacam nilai yang dipahami bersama bagaimana peristiwa secara umum

dipahami secara sama antara berbagai anggota komunitas. Peristiwa PKI masuk

dalam wilayah penyimpangan karena dipandang sebagai sesuatu yang buruk dan

tidak sesuai dengan nilai-nilai komunitas. Bidang kedua adalah wilayah

kontroversi. Kalau pada bidang yang paling luar ada kesepakatan umum bahwa

realitas (peristiwa, prilaku, atau gagasan) dipandang menyimpang dan buruk,

dalam area ini realitas masih diperdebatkan/dipandang kontroversial. Kegiatan

seksual misalnya masih diperdebatkan. Ia tidak serta merta dipandang sebagai

perbuatan yang menyimpang, tetapi diperdebatkan. Sedangkan wilayah yang

paling dalam adalah konsensus; menunjukkan bagaimana realitas tertentu

dipahami dan disepakati secara bersama-sama sebagai realitas yang sesuai dengan

nilai-nilai ideologi kelompok.

Sebagai area ideologis, peta semacam ini dapat dipakai untuk menjelaskan

bagaimana prilaku dan realitas yang sama bisa dijelaskan secara berbeda karena

memakai kerangka yang berbeda. Masyarakat atau komunitas dengan ideologi

yang berbeda akan menjelaskan dan meletakkan peristiwa yang sama tersebut ke

dalam peta yang berbeda, karena ideologi yang menempatkan bagaimana nilainilai

bersama yang dipahami dan diyakini secara bersama-sama dipakai untuk

menjelaskan berbagai realitas yang hadir setiap hari.


55

Peta ideologi menggambarkan bagaimana peristiwa dilihat dan diletakkan

dalam tempat-tempat tertentu. Seperti yang dikatakan Mattew Kieran dalam

Eriyanto (2011: 154), berita tidaklah dibentuk dalam ruang hampa. Berita

diproduksi dari ideologi dominan dalam suatu wilayah kompetensi tertentu.

Ideologi yang dimaksud disini tidaklah selalu harus dikaitkan dengan ide-ide

besar. Ideologi juga bisa bermakna politik penandaan atau pemaknaan.

F. Efek Framing

Framing berkaitan dengan bagaimana realitas dibingkai dan disajikan

kepada khalayak. Dari definisi yang sederhana ini saja sudah tergambar apa efek

framing. Salah atu efek framing yang paling mendasar adalah realitas sosial yang

kompleks, penuh dimensi dan tidak beraturan disajikan dalam berita sebagai

sesuatu yang sederhana, beraturan, dan memenuhi logika tertentu.

Framing menyediakan alat bagaimana peristiwa dibentuk dan dikemas

dalam kategori yang dikenal khalayak. Karena itu, framing menolong khalayak

untuk memproses informasi ke dalam kategori yang dikena, kata-kata kunci dan

citra tertentu. Kahalyak tidak disediakan atau disajikan informasi yang rumit,

melainkan informasi yang tinggal diambil, konstektual, berarti baginya, dan

dikenal dalam benaknya. Teori framing memperlihatkan seperti apa jurnalis

membuat simplikasi, prioritas, dan struktur tertentu dari peristiwa. Untuk itu,

framing pada fungsinya sebagai penyedia kunci untuk melihat peristiwa


56

bagaimana dipahami oleh media dan hasilnya yang berupa konstruksi media yang

telah mengalami pembingkaian.

Proses pembingkaian itu dapat dicontohkan sebagai berikut:

Mendefinisikan realitas tertentu Melupakan definisi lain atas realitas

Penonjolan aspek tertentu Pengaburan aspek lain

Penyajian sisi tertentu Penghilangan sisi lain

Pemilihan fakta tertentu Pengabaian fakta lain

Tabel 2.1. Efek Framing (Eriyanto, 2011: 167)

Menonjolkan aspek tertentu dan mengaburkan aspek lain. Framing

umumnya ditandai dengan menonjolkan aspek tertentu dari realitas. Dalam

penulisan sering disebut sebagai fokus. Berita secara sadar atau tidak diarahkan

pada aspek tertentu. Akibatnya, ada aspek lain yang tidak mendapatkan perhatian

yang memadai. Pemberitaan suatu peristiwa dari perspektif politik misalnya,

mengabaikan aspek lain: ekonomi, sosial, dan sebagainya.

Menampilkan Sisi Tertentu dan Melupakan Sisi Lain. Sebut misalnya

pemberitaan media meengenai aksi mahasiswa. Berita misalnya, banyak

menampilkan bagaimana demonstrasi akhirnya diwarnai dengan bentrokan. Berita

secara panjang lebar menggambarkan proses bentrokan, mahasiswa yang nekat

menembus barikade, dan akhirnya diwarnai dengan puluhan mahasiswa yang

luka-luka. Dengan menampilkan sisi ini dalam berita, ada sisi lain yang dilupakan.

Seolah dengan menggambarkan berita seperti itu, demonstrasi tersebut tidak ada
57

gunanya. Mahasiswa hanya bermaksud mencari sensasi dan berusaha membuat

keributan saja di tengah masyarakat.

Menampilkan Aktor Tertentu dan Menyembunyikan Aktor Lainnya.

Berita seringkali juga memfokuskan pemberitaan pada aktor tertentu. Ini tentu

tidak salah. Tetapi efek yang segera terlihat adalah memfokuskan pada satu pihak

atau aktor tertentu menyebabkan aktor lain yang mungkin relevan dan penting

dalam pemberitaan menjadi tersembunyi.

1) Mobilisasi Massa

Framing berkaitan dengan opini publik. Karena isu tertentu ketika dikemas

dengan bingkai tertentu bisa mengakibatkan pemahaman khalayak yang berbeda

atas suatu isu. Misalnya, mengirim pasukan ke Timor Timur adalah upaya

mempertahankan nasionalisme Indonesia. Timor Timur adalah wilayah yang sah

dari Indonesia, karena itu, meski pasukan internasional telah datang tetap harus

dikirim pasukan ke daerah tersebut. Terbukti kemasan tersebut berhasil menarik

dukungan masyarakat dan mobilisasi massa. Framing atas isu umumnya banyak

dipakai dalam literature gerakan sosial, ada strategi bagaimana supaya khalayak

mempunyai pandangan yang sama atas suatu isu. Itu sering ditandai dengan

menciptakan masalah masalah bersama, musuh bersama dan pahlawan bersama.

2) Menggiring Khalayak Pada Ingatan Tertentu


58

Individu mengetahui peristiwa sosial dari pemberitaan media. Karenanya,

perhatian khalayak, bagaimana orang mengkonstruksi realitas sebagian besar

berasal dari apa yang diberitakan oleh media. Misalnya, khalayak menilai sosok

Gus Dur, apakah Gus Dur terlibat dalam skandal Bulog dan Brunei ataukah tidak,

sebagian besar di antaranya berasal dan bersumber dari media. Media adalah

tempat di mana khalayak memperoleh informasi mengenai realitas politik dan

sosial yang terjadi di sekitar mereka. Karena itu, bagaimana media membingkai

realitas tertentu berpengaruh pada bagaimana individu menafsirkan peristiwa

tersebut. Dengan kata lain, frame yang disajikan oleh media ketika memaknai

realitas mempengaruhi bagaimana khalayak menafsirkan peristiwa.

Apa yang menyebabkan suatu berita lebih mudah diingat orang?

Pristiwa-peristiwa tertentu yang dramatis dan diabadikan, ternyata mempunyai

pengaruh pada bagaimana seeorang melihat peristiwa.W. Lance Bennet dan

Regina G. Lawrence (Eriyanto 2011:178) menyebut sebagai ikon berita (news

icon). Apa yang khalayak tahu tentang sedikit banyak tergantung pada

bagaimana dia menggambarkannya. Peristiwa dramatis dan digambarkan media

dramatis pula, bahkan mempengaruhi pandangan khalayak tentang realitas.

G. Strategi Framing Model Robert N. Entman


59

Robert N. Entman adalah salah satu seorang ahli yang meletakkan dasar-

dasar bagi analisis framing untuk studi isi media. Konsep mengenai framing

ditulis dalam sebuah artikel untuk Journal of Political Communication dan tulisan

lain yang mempraktikan konsep itu dalam suatu studi kasus pemberitaan media.

Konsep framing, oleh Entman, digunakan untuk menggambarkan proses seleksi

dan menonjiolkan aspek tertentu dari realitas oleh media (Eriyanto 2011: 220).

Entman melihat framing dalam dua dimensi besar: seleksi isu dan

penekanan atau penonjolan aspek-aspek tertentu dari realitas/isu. Framing

dijalankan oleh media dengan menseleksi isu tertentu dan mengabaikan isu yang

lain dan menonjolkan aspek dari isu tersebut dengan menggunakan berbagai

strategi wacana, salah satunya penempatan yang mencolok (menempatkan di

headline depan atau bagian belakang).

Framing menurut Entman dapat muncul dalam dua level. Pertama,

konsepsi mental yang digunakan untuk memproses informasi sebagai

karakteristik dari teks berita. Misalnya, frame anti-militer yang dipakai untuk

melihat dan meproses informasi demonstrasi atau kerusuhan. Kedua, perangkat

spesifik dari narasi berita yang dipakai untuk membangun pengertian mengenai

peristiwa. Frame berita dilihat dari kata kunci, metafora, konsep, simbol, citra

yang ada dalam narasi berita.


60

Dalam konsepsi Entman, framing pada dasarnya merujuk pada pemberian

definisi, penjelasan, evaluasi, dan rekomendasi dalam suatu wacana untuk

menekankan kerangka berpikir tertentu terhadap peristiwa yang diwacanakan.

Menurut Entman (Eriyanto 2011: 225) framing dalam berita dilakukan

dengan empat cara, yaitu :

Define Problems (pendefinisian masalah). Elemen ini merupakan master

frame/bingkai yang paling utama. Ia menekankan bagaimana peristiwa dipahami

oleh wartawan. Ketika ada masalah atau peristiwa, bagaimana peristiwa atau isu

tersebut dipahami. Peristiwa yang sama dapat dipahami secara berbeda. Ketika

ada demonstrasi mahasiswa dan diakhiri dengan bentrokan, bagaimana peristiwa

ini dipahami. Peristiwa ini bisa dipahami sebagai anarkisme gerakan mahasiswa,

bisa juga dipahami sebagai pengorbanan mahasiswa.

Diagnose causes (memperkirakan penyebab masalah). Elemen kedua ini

merupakan elemen framing yang digunakan untuk membingkai siapa yang

dianggap sebagai aktor dari suatu peristiwa. Penyebab disini bisa berarti apa

(what), tetapi bisa juga berarti siapa (who). Bagaimana peristiwa dipahami, tentu

saja menentukan apa dan siapa yang dianggap sebagai sumber masalah. Oleh

sebab itu, masalah yang dipahami secara berbeda, maka penyebab masalahnya

akan dipahami secara berbeda pula. Dengan kata lain, pendefinisian sumber

masalah ini menjelaskan siapa yang dianggap sebagai pelaku dan siapa yang

menjadi korban dalam kasus tersebut.


61

Make moral judgement (membuat pilihan moral) Elemen framing yang

dipakai untuk membenarkan/memberi argumentasi pada pendefinisian masalah

yang sudah dibuat. Setelah masalah didefinisikan dan penyebab masalah sudah

ditentukan, dibutuhkan argumentasi yang kuat untuk mendukung gagasan

tersebut. Gagasan yang dikutip berhubungan dengan sesuatu yang familiar dan

dikenal oleh khalayak.

Treatment recommendation (menekankan penyelesaian) Elemen framing

yang dipakai untuk membenarkan/member argumentasi pada pendefinisian

masalah yang sudah dibuat. Ketika masalah sudah didefinisikan, penyebab

masalah sudah ditentukan, dibutuhkan sebuah argumentasi yang kuat untuk

mendukung gagasan tersebut. Gagasan yang dikutip berhubungan dengan sesuatu

yang familiar dan dikenal oleh khalayak.


62

BAB III

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Kompas

Menurut ST. Sularto dalam bukunya yang berjudul Kompas Menulis Dari

Dalam, ide menerbitkan surat kabar harian Kompas berawal pada awal tahun

1965, dimana pada saat itu Letjen Ahmad Yani selaku Menteri atau Panglima

TNI-AD menelpon rekannya sekabinet, Drs. Frans Seda. Yani mengusulkan agar

kalangan Katolik mendirikan harian untuk mengimbangi PKI (Partai Komunis

Indonesia). Frans Seda menanggapi ide itu, membicarakan dengan Ignatius Josef

Kasimo (1900-1986) sesama rekannya di Partai Katolik. Frans Seda

menyampaikan tawaran itu kepada dua orang professional di bidang media massa.

Beliau adalah Auwjong Peng Koen atau biasa dikenal dengan nama PK Ojong dan

Jakob Oetama. Pengalaman Jakob Oetama sebagai editor Mingguan Penabur dan

PK Ojong sebagai pemimpin redaksi Majalah Star, termasuk pengalaman kedua

tokoh ini dalam menerbitkan majalah Intisari, membuat mereka dapat melihat

tantangan besar yang menghadang di depan. Kedua pendiri Harian Kompas ini

menerima penawaran menerbitkan Harian Kompas dengan syarat Kompas yang

diterbitkan bersifat umum, independen terhadap kepentingan politik dan partai

politik.
63

PK Ojong dan Jakob Oetama kemudian menggarap ide tersebut dan

mempersiapkan penerbitan Koran. Semula nama yang dipilih adalah “Bentara

Rakyat”, karena nama Bentara sesuai dengan orang Flores dan majalah Bentara

sangat popular di sana. Sedangkan pemilihan nama Rakyat bertujuan untuk

mengimbangi Harian Rakyat milik PKI, sementara rakyat bukan monopoli PKI.

Penggunaan nama itu juga dimaksudkan untuk menunjukkan kepada masyarakat

bahwa pembela rakyat yang sebenarnya bukanlah PKI. Dalam keperluan dinas

Frans Seda sebagai Menteri Perkebunan (1964-1966) menghadap Presiden di

Istana Merdeka. Soekarno telah mendengar bahwa Seda akan menerbitkan sebuah

koran lalu menyarankan nama “Kompas” pemberi arah dan jalan dalam

mengarungi lautan atau hutan rimba. Maka jadilah nama harian Kompas hingga

saat ini, sementara nama Yayasan Bentara Rakyat sebagai penerbit harian

Kompas.

Para pendiri yayasan Bentara Rakyat adalah para pemimpin organisasi

Katolik seperti : Partai Katolik, Wanita Katolik, Pemuda Katolik, dan

Perhimpunan Mahasiswa Katolik Indonesia (PMKRI), dan PK Ojong, pengurus

yayasan terdiri dari ketua : I.J. Kasimo, Wakil Ketua : Drs. Frans Seda , Peneliti I

: F.C. Palaunsuka, Peneliti II : Jakob Oetama, dan Bendahara : PK Ojong.

Dukungan dari Presiden Soekarno, bantuan pimpinan Angkatan Darat,dan

berdirinya yayasan Bentara Rakyat tidak membuat Kompas terbit dengan lancar.

Persyaratan terakhir untuk dapat terbit harus ada bukti 3.000 orang pelanggan
64

yang dikeluarkan oleh Kodam Jaya, dianggap sebagai salah satu upaya

menghambat terbitnya Kompas. Frans Seda, salah satu perintis Kompas,

kebingungan harus mencari dimana tanda tangan sebanyak itu, sedangkan surat

kabar mereka saja belum terbit. Untunglah tokoh-tokoh Katolik punya akal,

mereka lari ke pulau Flores, yang mayoritas penduduknya beragama Katolik. Di

Flores mereka mengumpulkan tanda tangan anggota-anggota partai, guru-guru

sekolah, dan anggota Koperasi Kopra di Kabupaten Ende Lio, Sikka, dan Flores

Timur. Dalam waktu singkat, mereka berhasil mengumpulkan 3000 pelanggan

lengkap dengan alamat dan tanda tangan yang dikirim ke Jakarta dengan

menggunakan karung. Bagian perijinan Puskodam V Jaya menyerah dan akhirnya

mengeluarkan ijin terbit.

Harian Kompas resmi terbit pada tanggal 28 Juni 1965 dengan motto

“Amanat Hati Nurani Rakyat”. Harian Kompas pertama terbit empat halaman.

Kompas edisi pertama memasang sebelas berita luar negeri dan tujuh berita dalam

negeri di halaman pertama. Berita utama di halaman satu ketika itu berjudul

“KAA Ditunda Empat Bulan”. Pojok Kompas di halaman bawah mulai

memperkenalkan diri “Mari ikat hati, mulai hari ini dengan …. Mang Usil” di

halaman pertama, pojok kiri atas tertulis nama : Pemimpin Redaksi Drs. Jakob

Oetama, Staf Redaksi : Drs. J Adisubrata, Lie Hwat Nio SH Marcel Beding, TH

Susulaastuti, Tai Soe Sing, J. Lambangdjaja, Tan Tik Hong, Th Ponis Purba,

Tinon Prabawa, Edward Liem.


65

Sementara istilah tajuk rencana ketika itu belum ada, namun halaman II

ada lahirnya Kompas, tajuk surat kabar ini. Di halaman II pula terdapat berita

antara lain berita luar negeri dan dua berita dalam negeri. Ditambah tiga artikel,

satu diantaranya menyangkut luar negeri. Di halaman ini ada kolom hiburan

Senyum Simpul. Halaman III ketika itu antara lain berisi tiga artikel, satu

diantaranya mengenai luar negeri. Ada pula alasan mengenai penyakit ayan dari

dr.Kompas. sedangkan halaman IV antara lain berita dan artikel luar negeri dua

dan satu dalam negeri. Di halaman ini hanya tercatat dua berita olahraga, satu

diantaranya mengenai “Persiapan Team PSSI ke Pyongyang”

Kantor redaksi Kompas pertama masih menumpang di kantor redaksi

majalah Intisari yang menempati salah satu ruang di kantor percetakan PT. Kinta,

jalan Pintu Besar Selatan 86-88, Jakarta Kota. Kompas memang tak memiliki

modal saat terbit. Malah, semua peralatan yang digunakan sepertik mesin ketik,

kertas, semuanya adalah milik majalah Intisari. Karena percetakan jauh dari

tempat ini jika malam redaksi beralamat di kantor redaksi majalah Penabur, jalan

Keramat 45 agar dekat dengan percetakan Eka Grafika. Harga langganan Rp.

500,- per bulan termasuk ongkos kirim, sementara harga eceran Rp. 25,-

/eksemplar. Tarif iklan Rp. 15,- per mm/kolom.

Sejak awal terbit Harian Kompas sering mengalami keterlambatan beredar

di masyarakat. Bahkan di beberapa kota, edisi hari ini baru dapat diterima

keesokan harinya. Banyaknya kendala dalam hal cetak-mencetak ini, sub-judul


66

Kompas “Harian Pagi Untuk Umum” diubah menjadi “Harian Untuk Umum”.

Keterlambatan Harian Kompas mulai berkurang sejak 6 Oktober 1965, setelah

Kompas dicetak di PT. Kinta dan lebih pagi setelah dicetak di percetakan milik

sendiri di Palmerah Selatan tahun 1972.

Kedua perintis Kompas setiap saat terjun langsung ke bawah. Mereka

berusaha agar dari hari ke hari mutu Kompas mengalami kemajuan. Karena itu,

setelah sebulan di cetak di Eka Grafika, harian ini kemudian di cetak di percetakan

Masa Merdeka, Jalan Sangaji, Jakarta. Percetakan ini memang lebih baik.

Meskipun sistem settingnya masih cetak timbul, namun percetakannya sendiri

sudah menggunakan mesin rotasi. Karena itu, daya cetaknya lebih cepat. Dan

memang, semenjak itu oplah Kompas naik dari semula 4.800 di masa Eka

Grafika, menjadi 8.003 eksemplar. Pada tanggal 26 Juni 1969 oplah Kompas telah

meningkat menjadi 63.747 eksemplar.

Meningkatnya jumlah oplah, berarti kepercayaan masyarakat terhadap

Kompas semakin besar. Dan itu sangat penting bagi kemajuan sebuah perusahaan

pers. Pelonjakan oplah itu juga sangat mempengaruhi penghasilan (keuntungan

perusahaan). Tapi adanya pningkatan oplah itu ternyata tak sepenuhnya membuat

pengelola harian ini menjadi lega karena masih menumpang cetak pada

percetakan perusahaan lain. Selama belum memiliki percetakannya sendiri, koran

akan tetap tergantung dari orang lain. Percetakan sangat vital bagi kelangsungan

hidup koran.
67

Kompas pun akhirnya menyadari hal itu,dan karena itu berkeinginan

memiliki percetakan sendiri. Barulah pada 1972, Kompas akhirnya memiliki

percetakan sendiri yang diberi nama PT. Gramedia. Sejak memiliki percetakan

sendiri, kualitas cetak Kompas terus meningkat. Jumlah oplah pun terus

meningkat karena semakin banyak pembaca yang member kepercayaan kepada

penyajian berita Kompas.

Peningkatan lain dialami Kompas adalah pada 1966 saat P. Swantoro

memperkuat barisan redaksi. Sejak itu, barisan redaksi makin diperbesar dengan

banyaknya wartawan baru yang bergabung. Isi harian ini makin bervariasi dan

mantap. Untuk lebih memantapkan penyebaran data audit ini di luar negeri, sejak

Desember 1978, Kompas masuk menjadi anggota Audit Bureau of Circulation,

Sydney, Australia, suatu badan internasional yang dibentuk bersama oleh para

penerbit, pemasang iklan, dan biri-biro iklan.fungsi badan ini adalah mencatat dan

menyiarkan angka-angka sirkulasi yang benar dan terpercaya dari para

anggotanya.

Kompas juga telah membentuk biro-biro liputan daerah yang tersebar di 22

kota besar di Indonesia dan satu di luar negeri, yaitu : Banda Aceh, Medan,

Batam, Bandar Lampung, Bekasi, Bogor, Bandung, Yogyakarta, Cirebon,

Semarang, Solo, Purwokerto, Surabaya, Jember, Kudus, Pontianak, Pekanbaru,

Banjarmasin, Makassar, Kendari, Jayapura dan Australia.


68

B. Visi dan Misi Kompas

Berdasarkan buku Kompas Menulis Dari Dalam, Sularto menyebutkan

visi, misi dan motto dari Harian Kompas. Motto yang dianut adalah “Amanat Hati

Nurani Rakyat” dibawah logo Kompas, menggambarkan visi dan misi bagi

disuarakannya hati nurani rakyat. Kompas ingin berkembang sebagai institusi pers

yang mengedepankan keterbukaan, meninggalkan pengotakan latar belakang,

suku, agama, ras dan golongan. Kompas ingin berkembang menjadi “Indonesia

Mini”, karena Harian Kompas sendiri adalah lembaga yang terbuka, kolektif ingin

ikut serta dalam upaya mencerdaskan bangsa. Kompas ingin menempatkan

kemanusiaan sebagai nilai tertinggi, mengarahkan fokus perhatian dan tujuan pada

tujuan dan nilai-nilai yang traseden atau mengatasi kepentingan kelompok.

Rumusan bakunya adalah “humanisme transcendental”. “Kata Hati, Mata Hati”,

pepatah yang ditemukan, menegaskan semangat empathy dan compassion

Kompas.

1) Visi Kompas

“Menjadi Institusi Yang Memberikan Pencerahan Bagi Pengembangan

Mayarakat Indonesia Yang Demokratis Dan Bermartabat Serta Menjunjung

Tinggi Asas Dan Nilai Kemanusiaan”. Dalam kiprahnya di industri pers “Visi

Kompas” berpartisipasi membangun masyarakat Indonesia baru berdasarkan

Pancasila melalui prinsip humanisme transcendental (persatuan dalam

perbedaan) dengan menghormati individu dan masyarakat adil dan makmur.


69

2) Misi Kompas

Mengantisipasi Dan Merespon Dinamika Masyarakat Secara

Profesional, Sekaligus Memberi Arah Perubahan (Trend Setter) Dengan

Menyediakan Dan Menyebarluaskan Informasi Terpercaya”. Menurut Sularto,

visi dan misi yang dirumuskanpada tahun 2000 tersebut disatukan pada akhir

tahun 2006. Dimana kemudian visi dan misi yang dianut Kompas adalah

sebagai berikut : “Menjadi Agen Perubahan Dalam Membangun Komunitas

Indonesia Yang Lebih Harmonis, Toleran, Aman dan Sejahtera Dengan

Mempertahankan Kompas Sebagai Market Leader Secara Nasional Melalui

Optimalisasi Sumber Daya Serta Sinergi Bersama Mitra Strategis”

Kompas berperan serta ikut mencerdaskan bangsa, menjadi nomor satu

dalam semua usaha diantara usaha-usaha lain yang sejenis dalam kelas yang

sama. Hal tersebut dicapai melalui etika usaha bersih dengan melakukan

kerjasama dengan perusahaan-perusahaan lain. Hal ini dijabarkan dalam lima

sasaran operasional :

a. Kompas memberikan informasi yang berkualitas dengan ciri : cepat, cermat,

utuh, dan selalu mengandung makna.

b. Kompas memiliki bobot jurnalistik yang tinggi dan terus dikembangkan

untuk mewujudkan aspirasi dan selera terhormat yang dicerminkan dalam

gaya kompak komunikatif dan kaya nuansa kehidupan dan kemanusiaan.


70

c. Kualitas informasi dan bobot jurnalistik dicapai melalui upaya intelektual

yang penuh empati dengan pendekatan rasional, memahami jalan pikiran

dan argumentasi pihak lain, selalu berusaha mendudukan persoalan dengan

penuh pertimbangan tetapi kritis dan teguh pada prinsip.

d. Berusaha menyebarkan informasi seluas-luasnya dengan meningkatkan

tiras.

e. Untuk dapat merealisasikan visi dan misi Kompas harus emmperoloeh

keuntungan dari usaha. Namun keuntungan yang dicari bukan sekedar demi

keuntungan itu sendiri tetapi menunjang kehidupan layak bagi karyawan

dan pengembangan usaha sehingga mampu melaksanakan tanggung jawab

sosialnya sebagai perusahaan.

Nilai-nilai Dasar Kompas

Seluruh kegiatan dan keputusan harus berdasarkan dan mengikuti nilai-nilai

sebagai berikut :

1. Menghargai manusia dan nilai-nilai kemanusiaan sesuai dengan harkat dan

martabatnya.

2. Mengutamakan watak baik.

3. Profesionalisme

4. Semangat kerja tim

5. Berorientasi pada keputusan konsumen (pembaca, mitra iklan, mitra kerja-

penerima proses selanjutnya)


71

6. Tanggung jawab sosial

7. Selanjutnya bertingkah laku mengikuti nilai-nilai tersebut, dengan begitu

akan memberikan jasa memuaskan bagi pelanggan.

C. Struktur Organisasi Kompas

PT. Kompas Media Nusantara adalah lembaga media massa yang

pemimpin tertingginya dijabat oleh seorang Pemimpin Umum: Jakob Oetama.

Pemimpin Umum dibantu oleh Wakil Pemimpin Umum bidang Non bisnis: ST.

Sularto dan Wakil Pemimpin Umum bidang bisnis: Agung Adiprasetyo Lalu ada

Pemimpin Redaksi yang bertanggungjawab terhadap bidang bisnis: Rikard Bagun.

Wakil Pimpinan Redaksi: Trias Kuncahyono, Taufik H, Mihardja, Redaktur

Senior: Ninok Leksono. Redaktur Pelaksana: Budiman Tanuredjo. Wakil

Redaktur Pelaksana: Andi Suruji, James Luhulima. Sekretaris: Retno Bintarti, M.

Natsir.
72

Gambar 2. Struktur Organisasi Redaksi Harian Kompas

Pemimpin Umum
Wakil

Badan Penelitian & Pemimpin


Pengembangan
Sirkulasi
Pemimpin Redaksi
Perpustakaan & Wakil Pemimpin Redaksi Iklan
Dokumentasi

Sek. Redaksi Pemimpin


Tim Penulis
Sirkulasi
Hal Opini Redaksi Pelaksana

Hal Opini
Sekretaris

Waredpel I Bid. Polkam Waredpel II Waredpel III

Metropolitan Red. Feature Luar Negeri Pendidikan &


Kebudayaan
Hukum & Red. Daerah Ekonomi
Kriminalitas IPTEK
Red. Fotografi
Olahraga
Red. Kompas Penyutingan
Minggu Red/ Wakil
Bid. Produksi
Tata Wajah
73

Profil Harian Kompas

Nama Surat Kabar : Kompas

Sejak Tanggal : 28 Juni 1965

Alamat Redaksi : Jl. Palmerah Selatan 26-28, Jakarta 10270

Telepon : Redaksi (021) 5347710

Iklan (021) 53679909

Sirkulasi (021) 53679599

Fax : (021) 5486085/5483581

Email : kompas@kompas.com

Website : www.kompas.com

Format : Koran

Periode terbit : Harian

Penerbit : PT. Kompas Media Nusantara

Percetakan : PT. Gramedia


74

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Pembentukan suatu berita dalam media massa pada dasarnya adalah

penyusunan realitas-realitas terhadap suatu peristiwa sehingga membentuk sebuah

cerita atau wacana yang bermakna. Dengan demikian, seluruh isi media adalah

realitas yang dikonstruksikan (constructed reality) dalam bentuk wacana yang

bermakna (Hamad, 2004:10). Salah satu peristiwa yang dikonstruksikan melalui

pemberitaan di media massa adalah kasus Freeport.

Aksi mogok dan peristiwa penembakan yang terjadi di areal PT Freeport

Indonesia merupakan salah satu peristiwa yang sempat meresahkan masyarakat

Papua. Dalam penelitian ini, peneliti bermaksud melihat bagaimana media dalam

hal ini Kompas membingkai pemberitaan mengenai peristiwa Freeport.

Edisi : Jumat, 16 September 2011


Judul : Pekerja Freeport Mogok Kerja

Define Problem. Pada berita ini Kompas mengangkat masalah mengenai

mogok kerja oleh pekerja Freeport yang dilakukan yang memulai aksi tersebut

sejak pukul 00.00 Kamis (15/9).

“Sebanyak 7.612 karyawan PT Freeport Indonesia mulai Kamis


(15/9) pukul 00.00 melakukan mogok kerja”
75

Diagnose causes. Pekerja menganggap manajemen PT. Freeport sebagai

penyebab masalah karena tidak memenuhi tuntutan perbaikan kesejahteraan

seperti upah pokok, nilai persentase asuransi dan tabungan hari tua. Padahal

tawaran yang diajukan oleh pekerja kepada manajemen tidak sebesar upah pekerja

Freeport di Amerika.

“Langkah tersebut dilakukan karena berbagai tuntutan perbaikan


kesejahteraan, seperti penyeseuaian upah pokok dan nilai persentase
program asuransi dan tabungan hari tua, tak dipenuhi manajemen”

“Menurut Juru Bicara SPSI PT. Freeport Indonesia Juli Parorongan,


mogok itu terjadi karena manajemen tidak merespons ruang yang
diberikan pekerja untuk mengubah tawaran mereka. “ Mogok kerja
yang dimulai sejak pukul 00.00 Kamis itu tidak perlu terjadi jika
perusahaan mau menerima konsep pengupahan yang ditawarkan
pekerja. Soal nilai itu relative, bisa dirundingkan,” kata Juli

Make moral judgement. Kompas memberi penilaian moral dengan

menekankan fakta bahwa upah pekerja Freeport Indonesia 10 kali lipat jauh lebih

rendah dibandingkan dengan pekerja Freeport di Amerika. Manajemen Freeport

Indonesia dianggap tidak adil karena upah tersebut tidak sesuai dengan kinerja

dan kontribusi yang mereka berikan kepada PT. Freeport Indonesia. Berikut

kutipan teks beritanya:

“Pekerja Freeport yang beroperasi di Amerika Utara diberi upah 30


dollar AS – 230 dollar AS per jam. “Kami tidak meminta disamakan,
tapi dibuat seimbang dengan kontribusi PT. Freeport Indonesia. Yang
paling besar pun di sini, toh, masih ada pada level terkecil di
Amerika” kata Juli.”
76

Treatment recommendation. Kompas merekomendasikan agar

pemogokan kerja tersebut tidak terjadi berlarut-larut dan berharap masalah

tersebut dapat segera ditemukan solusinya. Hal ini bisa dilihat dari pernyataan

Menko Perekonomian Hatta Rajasa seperti kutipan di bawah ini :

“Pemerintah berharap masalah itu akan segera ditemukan solusinya.


Tanpa ada solusi, maka itu akan terganggu semua, ujar Hatta”

Edisi : Sabtu, 17 September 2011


Judul : Pekerja Freeport Keluhkan Intimidasi

Define Problem. Aksi mogok yang dilakukan pekerja Freeport sejak Kamis

lalu berbuah intimidasi dari pihak Freeport. Para pekerja Freeport menerima

beberapa laporan terkait intimidasi. Berikut kutipan teks beritanya :

“Juru Bicara Serikat Pekerja Seluruh Indonesia PT Freeport


Indonesia Juli Parorongan mengeluhkan berbagai bentuk intimidasi
yang dilakukan pihak manajemen PT FI kepada pekerja”

Diagnose causes. Akibat aksi mogok yang dilakukan pekerja sejak Kamis

lalu, pihak pekerja menerima beberapa laporan terkait intimidasi. Hal tersebut

dapat dilihat pada kutipan berita sebagai berikut :

“Salah satunya berupa pemeriksaan anggota Komisaris Serikat


Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) di Tembagapura. Namun upaya itu
gagal karena ditolak pekerja”
77

“Di Jayapura, PT. Freeport Indonesia (FI) melalui media lokal


memberitahukan kepada pekerja non-staf bahwa pemogokan pekerja
saat ini tidak sah”

“PT. FI memberlakukan program Tidak Bekerja, Tidak Dibayar “

Make moral judgement. Kompas memberi penilaian moral bahwa

pemogokan yang dilakukan pekerja sah dan didukung oleh Undang-Undang.

Kutipan teks beritanya sebagai berikut :

“Pemogokan itu sah dan dijamin oleh Undang-Undang Nomor 13


Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan”

Treatment Recommendation. Kompas memberi rekomendasi dengan

menengahi kekisruhan yang terjadi antara pekerja Freeport dengan manajemen PT

Freeport Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya

Mineral Darwin Zahedy Saleh, seperti kutipan di bawah ini :

“Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Darwin Zahedy Saleh, di


Jakarta, Jumat, menyatakan telah menugaskan stafnya untuk
berangkat ke Papua untuk menengahi kekisruhan di perusahaan
tambang emas itu.”

Edisi : Kamis, 22 September 2011


Judul : Produksi Freeport Stop

Define Problem. Memasuki hari ketujuh pekerja tetap melakukan mogok

kerja. Belum terjadi kesepakatan antara dua belah pihak. Kedua pihak masih

kukuh pada konsep masing-masing sehingga produksi PT. Freeport Indonesia

terhenti. Berikut kutipan teks beritanya :


78

“Pemogokan pekerja PT Freeport Indonesia sampai Rabu (21/9)


telah memasuki hari ketujuh karena hingga saat ini belum ada
kesepakatan baru antara pekerja dan manajemen perusahaan
tersebut. Kedua pihak masih kukuh pada konsep masing-masing
sehingga produksi PT Freeport Indonesia terhenti.”

Diagnose causes. Kedua belah pihak masih kukuh pada konsep masing-

masing. Manajemen Freeport dianggap tidak mau bersikap terbuka terhadap

penawaran yang diberikan oleh pekerja, padahal mereka tidak menuntut harga

mati atas nilai upah pokok yang mereka ajukan. Upah pekerja Freeport tidak

memadai dengan kontribusi yang diberikan oleh PT. Freeport Indonesia. Berikut

ini kutipan teks beritanya :

“Pekerja masih menunggu sikap terbuka dari manajemen untuk


menanggapi tawaran kalangan pekerja”

Make moral judgement. Kompas memberi penilaian moral bahwa pekerja

Freeport ingin kehidupan yang lebih memadai. Meskipun bekerja di tambang

emas terbesar di dunia, tingkat kesejahteraan mereka masih tergolong minim.

“Orang menduga gaji kami besar dan hidup dalam kelimpahan.


Namun, kenyataannya tidak demikian. Banyak yang harus mengambil
lembur agar mendapatkan tambahan untuk mencukupi kebutuhan
keluarga, apalagi jika anak-anak sudah mulai kuliah, tutur Juli”

Mereka menuntut peningkatan kesejahteraan dan upah yang sebanding dengan

risiko kerja yang sangat tinggi.

Treatment Recommendation. Kompas memberi rekomendasi agar

sebaiknya pekerja dan manajemen Freeport dapat melanjutkan perundingan dan

dialog sehingga pemogokan pekerja dapat terhenti dan produksi Freeport dapat
79

berjalan kembali. Hal ini disampaikan oleh juru bicara PT Freeport Indonesia,

Ramdani Sirait, sebagaimana kutipan teks berita berikut ini :

“Pihak manajemen menginginkan perundingan dan dialog dapat


dilanjutkan kembali, selain itu mereka juga berharap pemogokan
segera dihentikan.”

Edisi : Selasa, 11 Oktober 2011


Judul : Satu Tewas di Freeport

Define problem. Satu orang tewas dan beberapa lainnya terluka, termasuk

aparat keamanan dalam bentrok yang terjadi di Freeport. Petrus Ayamiseba (36)

seorang karyawan PT Pangan Sari-perusahaan privatisasi PT Freeport yang tewas

tertembus peluru polisi. Selain itu, Briptu Jamil yang ditemukan terluka parah

terkapar di Mil 26-27 masih dirawat di RSUD Mimika dalam kondisi sangat kritis.

Berikut kutipan teks beritanya :

“Hingga saat berita ini diturunkan, jumlah korban tewas akibat


bentrok antara polisi dan pekerja di Terminal Gorong-Gorong,
Timika, sebanyak satu orang, yaitu Petrus Ayamiseba (36). Sementara
itu, Briptu Jamil saat ini masih dirawat di RSUD Mimika dalam
kondisi sangat kritis”
Diagnose causes. Serikat Pekerja Seluruh Indonesia dan PT Freeport

Indonesia beda pendapat. Menurut Juru Bicara SPSI, bentrok yang terjadi antara

pekerja Freeport dan polisi adalah dampak dari akumulasi kekecewaan pekerja

atas sikap manajemen PT FI yang dinilai arogan seperti kutipan teks berita

dibawah ini:
80

“Juru Bicara Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) PT FI Juli


Parorongan mengatakan , peristiwa itu merupakan dampak dari
akumulasi kekecewaan pekerja atas sikap manajemen PT FI yang
dinilai arogan.”
Sedangkan Juru bicara PT Freeport Indonesia Ramdani Sirait mengganggap

pekerja telah melakukan berbagai pelanggaran. Berikut ini kutipan teks beritanya :

“Para pekerja dianggap hendak mengganggu pekerja lain yang


hendak pergi bekerja. Menurut Sirait, sebelum itu telah terjadi
berbagai pelanggaran berupa pemblokiran jalan, intimidasi kepada
sesame karyawan dan penggunaan kendaraan perusahaan tanpa
izin.”

Make moral judgement. Pekerja menilai sikap manajemen PT FI arogan

karena telah melakukan tindakan yang bertentangan dengan Undang-Undang

Ketenagakerjaan, seperti melakukan intimidasi dan merumahkan pekerja yang

ikut mogok bahkan merekrut tenaga kerja baru. Berikut kutipan teks beritanya :

“PT FI tak hanya mengintimidasi dan merumahkan pekerja yang ikut


mogok, tetapi juga merekrut dan mengontrak tenaga kerja baru.
Padahal, itu bertentangan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan,
kata Juli.”
Treatment Recommendation. Kompas secara tidak langsung

merekomendasikan agar sebaiknya bentrokan ini dilaporkan kepada Presiden SBY

agar segera ditangani. Hal ini dikatakan oleh Menteri Energi dan Sumber Daya

Mineral Darwin Zahedy Saleh sebagaimana kutipan teks berita dibawah ini :

“Pihaknya sudah melaporkan bentrokan itu kepada Presiden Susilo


Bambang Yudhoyono. Saat ini, dari waktu ke waktu, Menko Polhukam
dan jajarannya karena itu termasuk wewenangnya karena
menyangkut keamanan telah mengambil langkah-langkah, kata
Darwin”
81

Edisi : Minggu, 16 Oktober 2011

Judul : Freeport Desak Polisi Usut Tuntas Kasus Penembakan

Define Problem. Manajemen PT Freeport mendesak polisi untuk mengusut

tuntas rentetan kasus penembakan yang terjadi di kawasan PT Freeport Indonesia

yang kerap terjadi sejak Juli 2009. Tiga karyawan PT Puri Fajar Mandiri yang

bertanggungjawab untuk pemeliharaan tanggul penahan tailing tewas ditembak

oleh orang yang tidak dikenal. Berikut kutipan teks beritanya :

“Manajemen PT Freeport Indonesia mendesak aparat kepolisian


mengusut tuntas rentetan kasus penembakan di kawasan PT Freeport
Indonesia yang kerap terjadi dia tahun belakangan.”

Diagnose causes. Kasus penembakan di areal PT Freeport sejak Juli 2009

telah menewaskan delapan orang dan mencederai 40 orang. Pihak berwenang

belum mengetahui siapa orang yang bertanggungjawab dalam rentetan kasus

penembakan ini.

“Kantor berita Antara melaporkan, melalui video jarak jauh dari


Tembagapura, Mimika, Armando berharap dalang berbagai kasus di
areal Freeport harus dicari dan dibongkar hingga tuntas.”

Make moral judgement. Karyawan, masyarakat, anak-anak dan ibu-ibu

pasti akan tertekan dan takut jika dalang dari rentetan kasus penembakan ini tidak

diusut tuntas. Hal itu itu disampaikan oleh Presiden Direktur dan CEO PT

Freeport Indonesia Armando Mahler sebagaimana kutipan pernyataannya seperti

dibawah ini :
82

“Kalau pelakunya tidak diseret ke meja hijau atau lembaga


peradilan, perasaan karyawan, masyarakat, anak-anak dan ibu-ibu
pasti akan tertekan dan takut. Kami, karyawan Freeport, adalah
rakyat Indonesia yang punya hak asasi untuk hidup aman dan
tenteram serta dilindungi oleh Negara.”

Treatment recommendation. Kompas memberi rekomendasi agar aparat

keamanan dapat segera mengungkap dalang dibalik kasus penembakan yang

terjadi di areal PT Freeport Indonesia. Berikut kutipan pernyataan Armando

Mahler selaku CEO PT Freeport Indonesia :

“Mohon aparat berwenang dapat mengusut siapa dalang dan pelaku


teror selama ini, tutur Armando.”

Edisi : Kamis, 20 Oktober 2011

Judul : Freeport Tak Beritikad Baik

Define problem. Ribuan pekerja Freeport menilai tidak ada itikad baik dari

manajemen Freeport untuk menemui karyawan dan membahas tuntutan mereka.

Berikut kutipan teks beritanya :

“Ribuan karyawan PT Freeport Indonesia menilai, tidak ada itikad


baik dari manajemen Freeport untuk membahas tuntutan mereka.
Sebaliknya, pekerja sudah beritikad baik dengan terus merevisi
tuntutan sekaligus tetap membuka pintu negosiasi dengan Freeport.”

Diagnose causes. Ketiadaan itikad baik dari manajemen Freeport ialah

dibatalkannya pertemuan pekerja Freeport dengan manajemen Freeport. Padahal,

pihak karyawan sudah tujuh kali menurunkan tuntutan besaran upah. Hal ini bisa

dilihat dari pernyataan Ketua Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja Seluruh

Indonesia PT Freeport Indonesia, Sudiro di Timika, seperti kutipan di bawah ini :


83

“Sejak pertemuan terakhir dengan manajemen pada 30 September


lalu, tidak ada itikad baik lagi dari manajemen untuk menemui
karyawan. Hari ini (kemarin) saja rencananya akan ada pertemuan
dengan pihak manajemen, tetapi kemudian batal lagi, kata Sudiro”

“Ketiadaan itikad baik itu, menurut mereka, tampak pula dari


kenaikan besaran upah yang diajukan manajemen, dari semula
sebesar 22 persen dari gaji pokok menjadi 25 persen. Selama ini
pekerja diberi upah 2,1-11 dollar AS per jam. Dengan kenaikan 25
persen upah pekerja menjadi 2,6-13,75 dollar AS per jam.”

Make moral judgement. Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia

Ridha Saleh mengatakan buruh bukan mesin, melainkan manusia sehingga

penentuan upahnya juga harus mempertimbangkan sisi kemanusiaan. Berikut

pernyataannya :

“Buruh bukan mesin, melainkan manusia sehingga dalam penentuan


upah seharusnya tidak hanya melihat faktor ekonomi, tetapi juga
mempertimbangkan sisi kemanusiaan. Pekerja Freeport bekerja
dengan risiko besar dan medan kerja yang berat, ujarnya”

Treatment recommendation. Kompas merekomendasikan agar kedua

pihak ikut berpartisipasi dalam mediasi yang dilakukan oleh Komnas HAM, pihak

pekerja juga diminta untuk tidak bertindak anarkistis. Berikut kutipan teks

beritanya :

“Selama upaya mediasi ini dilakukan oleh Komnas HAM, Ridha


meminta agar pekerja tidak bertindak anarkistis. Pihak aparat pun
kami minta tidak memobilisasi aparat untuk menekan mogok kerja
karyawan dan tidak membuat operasi apa pun selama karyawan
memperjuangkan haknya, katanya. Upaya mediasi oleh Komnas HAM
ini disambut baik karyawan.”
84

Edisi : Jumat, 21 Oktober 2011


Judul : Titik Temu Terus Dicari

Define problem. Pertemuan antara pekerja yang mogok dan manajemen

Freeport kembali di upayakan. Bupati Mimika kembali mengupayakan pertemuan

pekerja dan manajemen Jumat (21/10) ini. Berikut kutipan teks beritanya :

“Pertemuan antara pekerja PT Freeport Indonesia yang mogok kerja


sejak 15 September lalu dan manajemen PT Freeport Indonesia
kembali diupayakan.”

Diagnose causes. Pertemuan antara kedua belah pihak terus dilakukan

untuk mencari kesepakatan agar masalah yang ada tidak sampai masuk ke

pengadilan hubungan industrial. Berikut ini kutipan teks beritanya :

“Pertemuan dilakukan untuk mencoba kembali mencari titik temu


agar masalah yang ada tidak sampai masuk ke pengadilan hubungan
industrial.”

Fakta tersebut kembali diperjelas oleh Bupati Mimika Klemen Tinal, sebagaimana

pernyataannya berikut ini :

“Sesuai dengan aturan, jika perundingan tripartit tidak menemui


hasil, pengadilan hubungan industrial yang menyelesaikannya.
Namun, kami upayakan agar kedua belah pihak berunding lagi
sehingga tidak perlu sampai ke pengadilan, ujar Klemen Tinal”

Make moral judgement. Kompas memberi penilaian moral bahwa kedua

belah pihak bersedia untuk berunding, namun keduanya masih bersikukuh dengan

sikap masing-masing. Berikut kutipan beritanya :

“Ditemui terpisah, Ketua Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja


Seluruh Indonesia (SPSI) PT Freeport Indonesia, Sudiro, dan Chief
85

Administration Officer PT Freeport Indonesia Sinta Sirait


menyatakan kesediaannya untuk bertemu kembali, Namun, kedua
belah pihak masih bersikukuh dengan sikapnya.”

Treatment recommendation. Kompas merekomendasikan agar kedua

belah pihak dapat mengubah sikap untuk mendapatkan titik temu yang disepakati

bersama sehingga permasalahan ini tidak sampai ke meja hijau. Berikut kutipan

teks beritanya :

“Ketua Komisi IX DPR Azis Suseno mengatakan, Komisi IX berupaya


mendorong kedua belah pihak mengubah sikap mereka agar titik temu
bisa dicapai sehingga tidak perlu diselesaikan di pengadilan.”

Edisi : Minggu, 23 Oktober 2011


Judul : Pengejar Belum Menemukan Pelaku

Define problem. Seperti halnya perundingan antara pekerja dan manajemen

PT Freeport yang buntu, aparat juga masih belum menemukan titik terang

mengenai kasus penembakan yang menewaskan tiga orang di Mil 38-40 areal

Freeport Indonesia. Dua korban, Albertus Laitawono (29) dan Yunus (25), bekerja

sebagai penjaga toko di Mil 40. Satu korban lainnya, Aloysius Margono,

karyawan PT Kuala Pelabuhan Indonesia. Pengejaran terhadap pelaku

penembakan dilakukan sejak penembakan terjadi Jumat pagi hingga Sabtu pagi,

tetapi belum membuahkan hasil. Berikut kutipan beritanya :

“Pengejaran terhadap pelaku penembakan yang menewaskan tiga


orang di Mil 38-40 areal PT Freeport Indonesia, Timika, Papua
belum membuahkan hasil”
86

Diagnose causes. Pelaku tidak hanya melakukan penembakan tetapi juga

perampokan dengan mengambil telepon genggam, uang dan emas di tempat

korban bekerja. Pelaku merupakan orang yang terlatih dan tidak ada saksi yang

melihat pelaku dengan jelas. Polisi belum bisa menyimpulkan pelaku penembakan

ini sama dengan pelaku penembakan di Mil 37 yang terjadi 14 Oktober lalu,

walaupun polisi menemukan selongsong peluru dengan kaliber yang sama.

Berikut ini kutipan beritanya :

“Dari pemeriksaan saksi, tidak ada yang melihat pelaku secara jelas”

“Dari hasil olah tempat kejadian perkara, polisi menemukan


selongsong peluru caliber 5,56 milimeter. Ini sama yang ditemukan
seusai penembakan di Mil 37 pada 14 Oktober lalu, yang juga
menewaskan tiga orang, namun kami belum bisa menyimpulkan
pelakunya sama, ujar Toni Sarjaka.

Make moral judgement. Kompas memberi penilaian moral bahwa petugas

keamanan Freeport tidak melakukan tugasnya dengan benar karena sebenarnya

tempat penembakan merupakan lokasi yang tertutup dan aman. Hal ini

diungkapkan oleh Anggota Komisi I DPR yang juga keponakan korban, Roy

Suryo, sebagimana kutipan berikut ini :

“Roy mengungkapkan, Mil 38 dan Mil 40 sebenarnya merupakan


lokasi yang sangat tertutup serta relative aman dan dekat dengan pos
penjagaan. Oleh karena itu, menurut Roy, jika petugas keamanan
melaksanakan tugas dengan benar, seharusnya peristiwa penembakan
tidak perlu terjadi.”
87

Treatment Recommendation. Kompas merekomendasikan agar aparat

dapat duduk bersama dan berdialog dengan warga Papua dan menyelesaikan

konflik yang terjadi. Berikut ini kutipan teks beritanya :

“Cukup sampai disini, harus diselesaikan. Jangan terjadi konflik


berkepanjangan. Panglima TNI dan Kapolri harus duduk bersama
melihat permasalahan secara makro, papar Roy Suryo.

“Komisi I DPR pada Senin besok akan berdialog dengan warga


Papua yang menjadi korban konflik serta kekerasan. Komisi I akan
membuat rekomendasi dan langkah penyelesaian konflik Papua yang
kemudian diusulkan kepada pemerintah untuk dijalankan.”

Edisi : Selasa, 25 Oktober 2011


Judul : Situasi di Papua Memanas

Define problem. Rentetan kasus penembakan terjadi di areal PT Freeport

Indonesia, kali ini Kapolsek Mulia Dominggus Otto Awes tewas ditembak. Situasi

di Papua kian memanas, kerusuhan massa, kontak senjata antara aparat keamanan

dan kelompok bersenjata, bentrok antara polisi dan pekerja di PT Freeport

Indonesia, dan sejumlah penembakan yang kerap terjadi. Berikut ini kutipan

beritanya :

“Situasi politik dam keamanan di Papua memanas. Setelah


penembakan dan aksi massa di PT Freeport Indonesia dan
pambubaran Kongres Rakyat Papua III, Senin (24/10), Kapolsek Kota
Mulia Ajun Komisaris Dominggus Otto Awes diserang dan
ditembak.”

Diagnose causes. Situasi di Papua semakin memanas, menyusul

penembakan yang terjadi pada Kapolsek Mulia Dominggus Otto Awes. Selain
88

penembakan misterius, situasi di Papua juga memanas akibat pembubaran paksa

Kongres Rakyat Papua III. Berikut kutipan teks beritanya :

“Tanggal 19 Oktober lalu, sekitar 200 peserta Kongres Rakyat Papua


III ditangkap. Kongres yang telah berlangsung tiga hari di lapangan
sepak bola Zakheus, Abepura, itu juga dibubarkan karena nilai
makar. Indikasi makar, ujar Kapolres Kota Jayapura Ajun Komisaris
Besar Iman Setiawan saat itu, adanya deklarasi Negara Federasi
Papua Barat dan strukturnya. Dua hari kemudian, Jumat lalu, tiga
orang ditemukan tewas ditembak di Timika, Kabupaten Mimika, oleh
kelompok orang tidak dikenal di lokasi pendulang emas.”

Make moral judgement. Kondisi keadaan di papua tidak aman. Warga dan

karyawan Freeport selalu dihantui rasa cemas dan takut karena banyak ancaman

kekerasan bahkan pembunuhan. Aparat keamanan juga terkesan lamban dalam

mengusut kasus-kasus pembunuhan di Papua. Hal ini diperkuat dengan pernyataan

Lily Wahid sebagaimana kutipan teks berita berikut :

“Seharusnya kasus-kasus penembakan itu, ujar anggota Komisi I dari


Partai Kebangkitan Bangsa, Lily Wahid, bisa diungkap dengan cepat.
Lily menduga, ada sesuatu yang sengaja disembunyikan sehingga
penanganan kasus penembakan tak pernah terselesaikan dengan
baik.”

Treatment recommendation. Kompas merekomendasikan agar

melakukan strategi baru dalam memutus kekerasan yang terjadi di Papua. Hal ini

dilihat dari pernyataan Elisabeth yang menjadi salah satu penyusun buku Papua

Road Map seperti kutipan berikut ini :

“Harus ada strategi baru memutus kekerasan itu. Tidak lagi dengan
pendekatan selama ini, seperti penempatan pasukan yang
berlebihan.”
89

Edisi : Kamis, 27 Oktober 2011


Judul : Hentikan Kekerasan di Papua

Define problem. Kekerasan di tanah Papua kembali terjadi. Sebuah mobil

patroli Route Patrol 15 dihujani tembakan oleh orang tak dikenal di areal PT

Freeport. lima orang yang ada di mobil RP 15 tidak terluka. Ini merupakan

peristiwa ketiga dalam dua pekan terakhir yang terjadi di areal PT Freeport. Dua

penembakan sebelumnya telah menewaskan enam orang, terdiri dari empat

karyawan Freeport dan dua penjaga kios di Mil 40. Berikut kutipan teks beritanya:

“Kekerasan di Papua terus terjadi. Mobil patrol Route Patrol 15


ditembaki orang tak dikenal saat melewati Mil 35 (Kilometer 56) di
areal PT Freeport Indonesia, Timika, Kabupaten Mimika, Rabu
(26/10). Pemerintah diminta menghentikan aksi kekerasan tersebut.”

Diagnose causes. Warga dan karyawan Freeport menjadi korban

kekerasan yang dilakukan oleh kelompok bersenjata. Keamanan di PT Freeport

diperketat dengan penambahan keamanan yang biasanya 635 personel TNI dan

polisi, ditambah menjadi 100 polisi. Berikut kutipan teks beritanya :

“Dalam tiga hari berturut-turut terjadi penembakan di Papua.


Setelah penembakan di Mulia, Kabupaten Puncak Jaya, yang
menewaskan Kepala Polsek Ajun Komisaris Dominggus Awes dan
serangan ke posko Brimob, penembakan terjadi di Timika ketika
mobil patrol ditembaki saat melintas di Mil 35, areal PT Freeport
Indonesia, Rabu pukul 00.15.”

“Di areal PT Freeport saja penembakan kemarin merupakan


peristiwa ketiga dalam dua pecan terakhir ini. Dua penembakan
sebelumnya menewaskan enam karyawan PT Freeport dan dua
penjaga kios di Mil 40.”
90

Treatment recommendation. Kompas memberi penilaian moral bahwa

tindakan pemerintah yang menambah aparat keamanan dalam mengatasi

kekerasan di papua merupakan tindakan represif. Melawan kekerasan dengan

kekerasan seperti menambah aparat keamanan dinilai dapat berpotensi

menimbulkan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Hal ini bisa dilihat dari

pernyataan Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq sebagaimana kutipan berita

berikut :

“Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq mengingatkan pemerintah


untuk mengurangi pendekatan represif keamanan di Papua.
Pemerintah jangan tergesa-gesa menerjunkan tentara dalam jumlah
lebih banyak ke Papua karena dikhawatirkan akan dimanfaatkan
untuk memunculkan isu-isu pelanggaran hak asasi manusia (HAM)”

Treatment recommendation. Kompas merekomendasikan agar

pemerintah melakukan dialog bersama masyarakat papua dan pemimpin politik di

Papua dan menghentikan pendekatan kekerasan. Berkut kutipan teks beritanya :

“Ketua Tim Kajian Papua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia


Muridan Widjojo juga mengatakan, pemerintah harus melakukan
pendekatan politik dengan melakukan dialog bersama para pemimpin
politik di Papua”

Selain itu hal ini juga diperjelas oleh Sekertaris Eksekutif Komisi

Hubungan Antaragama Romo Benny Susetyo sebagaimana kutipan pernyataannya

seperti di bawah ini :

“Pendekatan kekerasan tidak akan menyelesaikan masalah, katanya”


91

Edisi : Sabtu, 29 Oktober 2011


Judul : Tak Terkait Separatisme

Define problem. Pemogokan pekerja Freeport selalu dikaitkan dengan

gerakan separatis di Papua. Hal tersebut tentu saja dibantah oleh Serikat Pekerja

Seluruh Indonesia PT Freeport Indonesia. Berikut kutipan teks beritanya :

“Serikat Pekerja Seluruh Indonesia PT Freeport Indonesia


menegaskan, aksi mogok selama sebulan terakhir murni demi
menuntut perbaikan kesejahteraan. Aksi itu tak terkait dengan
gerakan separatis di sejumlah daerah di Papua ataupun teror
penembakan di daerah itu.”

Diagnose causes. Karyawan Freeport menegaskan mogok kerja tidak

terkait perjuangan kemerdekaan Papua karena aksi mogok karyawan dalam

menuntut hak-haknya dipandang sebagai tindakan separatis oleh beberapa pihak.

Berikut kutipan teks beritanya :

“Sejak awal mogok, kami selalu dikaitkan dengan gerakan separatis


di Papua, tetapi sebenarnya tidak. Karyawan Freeport itu berasal
dari Sabang sampai Merauke. Kami mogok kerja juga untuk
memperjuangkan harkat dan martabat bangsa, kata Virgo H Sallosa”

Make moral Judgement. Penilaian moral menekankan bahwa aksi mogok

karyawan Freeport bukan perlawanan terhadap Negara melainkan demi

memperjuangkan harkat dan martabat bangsa. Berikut kutipan teks beritanya :

“Kami mogok kerja juga untuk memperjuangkan harkat dan martabat


bangsa, kataVirgo H Sallosa.”
92

Treatment Recommendation. Kompas merekomendasikan agar

pemerintah memfasilitasi negosiasi antara pekerja dan manajemen PT Freeport.

Berikut ini kutipan teks beritanya :

“Pemerintah akan berupaya memfasilitasi negosiasi antara karyawan


PT Freeport Indonesia dan manajemen serta renegosiasi kontrak.
Pemerintah akan melihat apakah tuntutan karyawan soal kenaikan
gaji itu berlebihan atau tidak.”

Edisi : Jumat, 28 Oktober 2011


Judul : SBY: Tak Ada Operasi Militer

Define Problem. Bumi Papua terus memanas dalam sebulan terakhir.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono akhirnya angkat bicara soal kerusuhan yang

terus terjadi. Presiden Bambang Susilo Yudhoyono memerintahkan agar hukum

ditegakkan dalam menghadapi kekerasan di Papua. Presiden meminta untuk

menghentikan operasi militer secara masif dan tidak lagi melakukan pendekatan

keamanan, walaupun masih terjadi gerakan politik dan gangguan keamanan di

Papua. Berikut ini kutipan teks beritanya :

“Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memerintahkan agar hukum


ditegakkan dalam menghadapi kekerasan yang terjadi di sejumlah
daerah di Papua akhir-akhir ini. Kebijakan pemerintah saat ini teteap
mengedepankan pendekatan kesejahteraan. Tak ada lagi pendekatan
keamanan yang mengandalkan operasi militer secara masif.”

Diagnose causes. Presiden mendesak aparat kepolisian dan penegak hukum

untuk fokus pada upaya penegakan hukum. Aparat keamanan juga dinilai

berlebihan dalam melakukan operasi militer, seperti penambahan personel untuk


93

memperketat pengamanan. Hal ini dapat dilihat dari pernyataan Ketua Tim Kajian

Papua Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Muridan Widjojo berikut ini :

“Pemerintah harus menata kembali penyebaran (deployment) TNI di


Papua yang dinilai terlalu banyak. Ia memperkirakan jumlahnya
mencapai 16.000 personel. Ini sangat eksesif dan pasti akan sulit
mengontrolnya. Penataan kembali deployment ini perlu dilakukan
untuk mencegah terjadi kekerasan yang tidak terkontrol, tutur
Mudiran Widjojo.”

Pemerintah yang dulunya melakukan pendekatan yang bersifat keamanan, kini

diubah menjadi pendekatan kesejahteraan dengan menjalankan otonomi khusus

Papua. Hal itu disampaikan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono

sebagaimana kutipan pernyataannya seperti berikut :

“Kebijakan dasar untuk Papua adalah menjalankan otonomi khusus


sebesar-besarnya demi kesejahteraan saudara-saudara kita di Papua.
Dulu pendekatannya bersifat keamanan, lalu kita ubah menjadi
pendekatan kesejahteraan, ujar Presiden”

Make moral judgement. Kompas memberi penilaian moral bahwa

pendekatan keamanan tidak efektif, perlakuan aparat TNI/Polri terkait

pembubaran Kongres Rakyat Papua III pun dinilai tidak manusiawi. Rakyat yang

tidak bersenjata dikejar dan dipukuli bahkan beberapa dari mereka mengalami

memar dan luka-luka akibat dipukuli.Berikut kutipan teks beritanya :

“Pendekatan keamanan di Papua memang harus dihentikan


karena tidak efektif dan mendapatkan resistensi tinggi dari
masyarakat.”

“Terkait Pembubaran Kongres Rakyat Papua III di Abepura,


pendekatan keamanan dinilai berlebihan. Seusai dibubarkan, ujar
94

Phil Erari, peserta ditangkap dan dibawa ke Polda Papua. Selama


semalam mereka diinapkan di lapangan tenis kantor itu. Meskipun
pada hari berikutnya mereka dipulangkan, perlakuan tersebut dinilai
tidak panta. Banyak dari mereka yang memar dan luka-luka akibat
dipukuli.”

Treatment recommendation. Kompas memberi rekomendasi agar

pemerintah pusat membuka dialog dengan masyarakat Papua dan menindak tegas

kelompok yang mengacaukan keamanan di Papua. Hal ini disampaikan oleh

Tokoh masyarakat Papua, Pendeta Phil Erari dan Ketua Tim Kajian Papua

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Muridan Widjojo sebagaimana kutipan teks

berikut ini:

“Untuk itu ia menyarankan agar Jakarta harus segera membuka


dialog dengan Papua”

“Menurut Mudiran Widjojo, Presiden harus mengambil langkah tegas


terhadap kelompok yang bermain dan mengacaukan situasi keamanan
di Papu. Tanpa bisa menindak kelompok-kelompok tersebut, siklus
kekerasan di Papua tidak akan terputus.”

Edisi : Minggu, 30 Oktober 2011


Judul : Polisi Ultimatum Pekerja Freeport

Define problem. Polisi memberikan ultimatum kepada pekerja Freeport,

dalam surat bernomor B/174/X/2011/Ras Mimika, tertanggal 30 Oktober 2011.

Berikut kutipan teks beritanya :

“Kepolisian Resor Mimika mengancam akan membubarkan blockade


karyawan ke areal PT Freeport Indonesia di Timika, Papua, jika
blokade tersebut tidak dibuka hingga Selasa besok.”
95

Dalam surat tersebut disebutkan bahwa mogok kerja dan blokade ke areal

PT Freeport Indonesia telah melanggar

Diagnose causes. Polisi memberi ultimatum kepada pekerja Freeport dan

mengancam akan membubarkan blokade karyawan jika tidak dibuka. Polisi

menilai aksi mogok telah berubah menjadi unjuk rasa yang mengusik dan

mengganggu kelancaran pasukan avtur di Bandar Udara Timika dan mengganggu

aktivitas masyarakat lain. Berikut ini kutipan teks beritanya :

“Dalam surat bernomor B/174/X/2011/Ras Mimika, tertanggal 30


Oktober 2011, yang ditandatangani Deny Edward Siregar,
disebutkan, mogok kerja dan blokade ke areal PT Freeport Indonesia
telah melanggar Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yaitu UU
Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat
di Muka Umum serta UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.”

“Polisi menilai aksi mogok telah berubah menjadi unjuk rasa tanpa
pemberitahuan kepada polisi, memblokade akses jalan ke obyek vital
nasional. Karyawan dinilai merusak fasilitas yang ada pada obyek
vital nasional, dalam hal ini fasilitas umum dan barang milik PT
Freeport Indonesia.”

Make moral judgement. Kompas memberi penilaian moral bahwa ultimatum

yang diberikan polisi menunjukkan keberpihakan polisi kepada PT Freeport

makin menguatkan dugaan sejumlah pihak mengenai kucuran dana yang diterima

aparat keamanan dari PT Freeport. Hal ini disampaikan oleh Komisioner Komnas

HAM Ridha Saleh sebagaimana kutipan pernyataannya di bawah ini:


96

“Itu memberikan kesan polisi berpihak kepada perusahaan tambang


emas”

“Kami akan berkomunikasi dengan pimpinan kepolisian untuk


meninjau pernyataan itu. Ini juga kian menguatkan dugaan sejumlah
pihak mengenai aliran dana dari Freeport yang memperngaruhi
keberpihakan polisi, tuturnya”

Treatment recommendation. Kompas memberi rekomendasi kepada

aparat untuk mengedepankan perundingan dan menghindari kekerasan dalam

penyelesaian konflik. Hal ini disampaikan oleh anggota DPRD Kabupaten

Mimika, Atanasius Allo Rafra, sebagaimana kutipan teks berita berikut ini :

“Atanasius Allo Rafra mengimbau semua pihak mengedepankan


perundingan. Aparat diimbau menghindari cara kekerasan.”

Edisi : Senin, 7 November 2011


Judul : Upaya Pemerintah Tak Menjawab Kebutuhan

Define problem. Dengan adanya otonomi khusus Papua, diharapkan akar

persoalan yang terjadi di tanah Papua ini tidak berlarut-larut. Namun upaya

pemerintah tersebut tidak hanya gagal menyelesaikan masalah, tetapi justru

menimbulkan masalah baru. Penambahan pasukan keamanan pun menambah

masalah baru. Berikut ini kutipan teks beritanya :

“Konflik yang berlarut-larut di Papua tidak disebabkan oleh


perebutan uang atau kekuasaan. Akibatnya, upaya pemerintah pusat
untuk menyelesaikannya, seperti dengan pemberian dana otonomi
khusus atau pemekaran wilayah, tidak hanya gagal menyelesaikan
masalah, tetapi jutru menambah masalah baru.”
97

Diagnose causes. Upaya pemerintah tidak menjawab kebutuhan karena

konflik yang terjadi tidak disebabkan oleh perebutan uang atau kekuasaan.

Masalah baru pun muncul, aparat keamanan melakukan kekerasan terhadap

warga, mereka dipukul, ditikam, diseret dan dicaci oleh oknum TNI karena

dituding sebagai kelompok separatis yang sedang berkumpul. Hal ini dapat dilihat

dari pernyataan anggota Komite Nasional Papua Barat (KNPB) Oktavianus Pogou

sebagai berikut :

“Orang Papua, menurut Pogo, membutuhkan keadilan dan perlakuan


yang manusiawi.”

“Kekerasan oleh aparat, kata Pogou, seperti menimpa warga


Kampung Umpagalo, Distrik Kurulu, Kabupaten Jayawijaya, dan tiga
anggota KNPB Hubula atau Wamena. Selasa malam hingga Rabu
pagi, mereka dipukul, ditikam, diseret, dan dicaci oleh oknum anggota
TNI karena dituding sebagai kelompok separatis yang sedang
berkumpul.”

Make moral judgement. Kompas memberi penilaian moral bahwa Papua

ibarat tanah jajahan karena jika ada orang yang berkumpul langsung diberi label

separatis. Hal ini diungkapkan oleh Koordinator Komunitas Mayarakat Adat

Papua Antikorupsi Dorus Wakum sebagaimana pernyataannya berikut ini :

“Papua seperti wilayah jajahan. Jadi, jika ada orang berkumpul,


langsung diberi label separatis dan kemudian terjadi kekerasan oleh
aparat.”

Treatment recommendation. Kompas memberi rekomendasi agar

pendekatan kekerasan segera dihentikan. Hukum harus ditegakkan bagi siapapun


98

yang terlibat dalam konflik ini. Hal ini dituturkan oleh aktivis Komisi untuk

Orang Hilang dan Korban Kekerasan (Kontras) Usman Hamid sebagai berikut :

“Jalan terbaik menyelesaikan konflik di Papua dengan menghentikan


kekerasan oleh Negara di daerah itu dan menghukum semua orang
yang terlibat.”

Edisi : Rabu, 9 November 2011


Judul : Karyawan akan perpanjang mogok

Define problem. Ribuan karyawan Freeport akan memperpanjang aksi

mogok kerja yang mereka lakukan sampai 15 November 2011, jika tuntutan

kenaikan upah mereka tidak dikabulkan oleh manajemen Freeport.Berikut ini

kutipan teks beritanya :

“Ribuan karyawan PT Freeport Indonesia akan memperpanjang


mogok kerja yang mereka lakukan jika sampai 15 November 2011
tuntutan kenaikan upah mereka tidak dikabulkan pihak manajemen.”

Diagnose causes. Aksi mogok kerja karyawan akan diperpanjang akibat

belum adanya titik temu soal kenaikan upah dalam perjanjian kerja. Selain aksi

mogok, pekerja juga akan menutup akses ke areal PT Freeport seperti yang sudah

dilakukan dua bulan terakhir. Hal ini disampaikan oleh Ketua Bidang Organisasi

SPSI PT Freeport Indonesia Virgo H. Salossa sebagaimana pernyataannya berikut

ini :

“Jika sampai 15 November 2011 manajemen tak mengabulkan


tuntutan kami, mogok kerja diperpanjang, ujarnya. Mogok kerja akan
dibarengi dengan penutupan akses ke areal PT Freeport, seperti yang
sudah dilakukan karyawan selama dua bulan terakhir.”
99

Make moral judgement. Kompas memberi penilaian moral bahwa

perpanjangan mogok kerja merupakan hak karyawan. Hal ini disampaikan oleh

Juru bicara PT Freeport Indonesia Ramdani Sirait berikut ini :

“Perpanjangan mogok kerja adalah hak karyawan. Namun,


manajemen berharap karyawan yang mogok kerja tidak melarang
karyawan yang ingin kembali bekerja.”

Treatment recommendation. Kompas secara tidak langsung

merekomendasikan agar pekerja dan manajemen Freeport saling membuka diri

untuk berdialog agar dicapai kesepakatan upah yang adil dan wajar bagi kedua

belah pihak. Berikut ini kutipan teks beritanya :

“Perusahaan tetap membuka dialog diri berdialog dengan karyawan


untuk mencapai kesepakatan yang wajar, ujar Ramdani Sirait.”
100

Framing Model Robert N Entman

Treatment
Judul Berita Define Problem Diagnose Causes Make Moral
Recommendation
Judgement
Pekerja Freeport Ribuan pekerja Manajemen Freeport tidak Manajemen PT Freeport Pemogokan kerja tidak
Mogok Kerja Freeport melakukan merespon tuntutan tidak adil dalam terjadi berlarut-larut
aksi mogok kerja penyesuaian upah pemberian upah kepada dan dapat segera
pekerja ditemukan solusinya
Pekerja Freeport Aksi mogok pekerja Freeport melakukan Pemogokan pekerja sah Menengahi kekisruhan
Keluhkan Intimidasi Freeport berbuah berbagai tindakan yang dan didukung oleh yang terjadi antara
intimidasi dari pihak dinilai sebagai bentuk Undang-Undang pekerja dan manajemen
intimidasi
Freeport PT Freeport
Produksi Freeport Produksi PT Freeport Belum ada kesepakatan, Pekerja Freeport ingin Pekerja dan menajemen
Stop terhenti kedua belah pihak masih kehidupan yang lebih Freeport melanjutkan
kukuh pada konsep memadai perundingan
masing-masing
Satu Tewas di Satu tewas tertembus Bentrok merupakan PT Freeport dinilai Melaporkan bentrokan
Freeport peluru polisi dan akumulasi dari arogan dan melakukan kepada Presiden SBY
beberapa lainnya kekecewaan dari kedua tindakan yang agar segera ditangani.
terluka saat bentrok belah pihak bertentangan dengan
dengan aparat Undang-Undang
keamanan Ketenagakerjaan
Freeport Desak Polisi Freeport mendesak Pihak berwenang belum Karyawan Freeport dan Aparat keamanan
Usut Tuntas Kasus polisi mengusut tuntas mengetahui pelaku masyarakat mengalami segera menangkap
101

Penembakan kasus penembakan penembakan di areal tekanan dan ketakutan. dalang di balik kasus
yang terjadi di Freeport penembakan
kawasan PT Freeport
dua tahun belakangan
ini
Freeport Tak Freeport tak memiliki Manajemen Freeport Pekerja bukan mesin Kedua belah pihak
Beritikad Baik itikad baik membatalkan pertemuan harus ikut
dengan pekerja Freeport berpartisipasi dalam
mediasi yang dilakukan
oleh Komnas HAM
Titik Temu Terus Pertemuan untuk Jika tak ada kesepakatan, Kedua belah pihak Kedua belah pihak
Dicari mencari titik temu masalah akan masuk ke berikukuh dengan sikap harus mengubah sikap
terus diupayakan pengadilan hubungan masing-masing agar titik temu bisa
dicapai
industrial

Pengejar Belum Aparat belum Tidak ada yang melihat Petugas keamanan Aparat dapat duduk
Menemukan Pelaku menemukan pelaku pelaku secara jelas Freeport tidak bersama dan berdialog
kasus penembakan melakukan tugas dengan dengan warga Papua
yang menewaskan tiga baik dan menyelesaikan
orang di areal Freeport konflik yang terjadi
Indonesia
Situasi di Papua Situasi di Papua kian Rentetan kasus Papua tidak aman Melakukan strategi
Memanas memanas penembakan, kerusuhan baru dalam memutus
massa, kontak senjata kekerasan yang terjadi
antara aparat keamanan di Papua
dengan pekerja dan
pembubaran Kongres
102

Rakyat Papua III

Hentikan Kekerasan Masyarakat meminta Warga dan karyawan Pemerintah melakukan Membuka dialog
di Papua pemerintah untuk Freeport menjadi korban tindakan represif dengan masyarakat dan
menghentikan aksi kekerasan yang dilakukan pemimpin politik di
kekerasan di Papua oleh kelompok bersenjata. Papua
Tak Terkait Aksi mogok karyawan Aksi mogok murni demi Aksi mogok untuk Pemerintah
Separatisme tak terkait tindakan kesejahteraan memperjuangkan harkat memfasilitasi negosiasi
separatis dan martabat bangsa antara pekerja dan
manajemen PT
Freeport
SBY : Tak Ada Presiden meminta Aparat keamanan Pendekatan keamanan Pemerintah pusat
Operasi Militer untuk menghentikan melakukan operasi militer tidak efektif dan dinilai membuka dialog
operasi militer yang berlebihan. tidak manusiawi dengan masyarakat
Pendekatan keamanan Papua dan menindak
diubah menjadi tegas kelompok yang
pendekatan kesejahteraan mengacaukan
dengan menjalankan keamanan di Papua
otonomi khusus Papua.
Polisi Ultimatum Polisi memberikan Polisi menilai aksi mogok Ultimatum yang Aparat sebaiknya
Pekerja Freeport ultimatum kepada telah berubah menjadi diberikan polisi mengedepankan
pekerja Freeport unjuk rasa yang menunjukkan perundingan dan
mengganggu dan merusak keberpihakan polisi menghindari kekerasan
obyek vital nasional kepada PT Freeport dalam penyelesaian
konflik
Upaya Pemerintah Otonomi khusus tidak Masalah baru muncul, Papua ibarat tanah Hentikan pendekatan
Tak Menjawab menjawab kebutuhan aparat keamanan jajahan kekerasan danhukum
Kebutuhan bahkan menimbulkan melakukan kekerasan harus ditegakkan
masalah baru terhadap warga, mereka
103

dipukul, ditikam, diseret


dan dicaci
Karyawan Akan Ribuan karyawan Belum ada kesepakatan Perpanjangan mogok Kedua pihak harus
Perpanjang Mogok Freeport akan soal kenaikan upah kerja merupakan hak membuka diri untuk
memperpanjang aksi karyawan mencapai kesepakatan
mogok kerja yang adil dan wajar
Tabel 4.1. Hasil Analisis Framing Entman Berita Headline Freeport di Kompas
104

B. Pembahasan

1. Frame Kompas Terhadap Pemberitaan Freeport

a. Frame Kompas mengenai pemberitaan Freeport terkait aksi mogok

pekerja Freeport

Karyawan Freeport melakukan aksi mogok untuk kedua kalinya setelah

Juli 2011 lalu tuntutan kenaikan upah yang mereka ajukan tidak dipenuhi oleh

manajemen Freeport. Pada berita Kompas edisi 16 September 2011 dengan judul

“Pekerja Freeport Mogok Kerja” dapat dilihat bahwa upah pekerja Freeport

Indonesia 10 kali lebih rendah dibandingkan upah pekerja Freeport yang

beroperasi di Amerika yang mencapai 230 dollar AS per jam. Para karyawan

merasa tidak puas dengan gaji yang sekarang karena tidak masuk standar. Mereka

menginginkan kenaikan gaji yang masuk standar perusahaan. Pada pemberitaan ini

harian Kompas dengan jelas menonjolkan ketidakpuasan karyawan terhadap

perusahaan yaitu dengan membandingkan upah pekerja Freeport Indonesia dengan

pekerja Freeport di Amerika. Selama ini pekerja Freeport Indonesia hanya diberi

upah 2,1 dollar AS - 11 dollar AS per jam. Persoalan ini berkaitan masalah

ekonomi perihal upah atau gaji yang diterima. Tuntutan kerja terhadap kinerja

karyawan dirasa tidak cukup sebanding dengan upah atau gaji yang diberikan

perusahaan. Upah pekerja Indonesia jauh dari memadai juga tidak sesuai dengan

kinerja dan kontribusi yang telah mereka berikan kepada PT Freeport Indonesia.
105

Tindakan pekerja Freeport yang melakukan aksi mogok berbuah intimidasi

dari Manajemen Freeport. Kompas menurunkan berita edisi 17 September 2011

dengan judul “Pekerja Freeport Keluhkan Intimidasi”. Dari berita ini PT Freeport

Indonesia melalui media lokal memberitahukan bahwa pemogokan yang

dilakukan pekerja non-staf tidak sah. Selain itu, dalam PT Freeport

memberlakukan program “Tidak Bekerja Tidak Dibayar”. Hal tersebut dianggap

sebagai intimidasi untuk melemahkan mental pekerja.

Kompas kembali mengangkat fakta bagaimana PT Freeport melakukan

intimidasi terhadap pekerja yang melakukan pemogokan. Ini dapat dilihat pada

berita edisi 30 Oktober 2011 dengan judul “Polisi Ultimatum Pekerja Freeport”.

Polisi mengancam akan membubarkan blokade karyawan jika blokade tersebut

tidak segera dibuka. PT Freeport dan polisi menganggap mogok kerja dan blokade

ke areal PT Freeport Indonesia telah melanggar Undang-Undang Hukum Pidana

yakni UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan pendapat

di muka umum serta UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Mereka

menilai aksi mogok itu tidak sah karena telah berubah menjadi unjuk rasa tanpa

adanya pemberitahuan ke polisi.

Dari pemberitaan ini terlihat jelas bagaimana upaya PT Freeport untuk

membujuk pekerja untuk menghentikan aksi mogoknya. PT Freeport melakukan

berbagai intimidasi dengan tujuan untuk melemahkan mental pekerja. Proses

penanganan pemogok langsung dari aparat kepolisian dengan bantuan anggota


106

TNI. Terkesan penanganan yang dilakukan lebih berpihak kepada kepentingan

perusahaan. Terbukti pekerja selalu mengalami intimidasi dan tekanan psikis

supaya kembali bekerja seperti biasa. Aksi mogok yang dilakukan oleh pekerja

Freeport dengan menutup gerbang keluar masuk pekerja dari dan ke areal

produksi, dinyatakan sebagai tindakan anarkis. Penggunaan Undang-Undang pada

ultimatum yang diberikan polisi menekankan bahwa polisi seolah-olah

menempatkan pekerja Freeport sebagai penjahat besar yang perlu mendapat

tindakan keras. Terkait pemberitaaan ini Kompas menonjolkan keberpihakan

polisi kepada PT Freeport menguatkan dugaan sejumlah pihak mengenai aliran

dana dari PT Freeport.

Tidak hanya menyoroti aksi mogok para pekerja Freeport, Kompas juga

menunjukkan bahwa produksi PT Freeport Indonesia pun terganggu. Hal in dapat

dilihat pada berita edisi 22 September 2011 dengan judul “Produksi Freeport

Stop”dapat dilihat bagaimana akibat dari pemogokan pekerja Freeport kepada

perusahaan. Pada pemberitaan ini Kompas menekankan kesejahteraan pekerja

Freeport yang tergolong minim dan tidak memadai. Kompas kembali menuliskan

bahwa pekerja hanya ingin menuntut penyesuaian upah mereka sesuai dengan

kontribusi yang mereka berikan kepada PT Freeport. Pada berita ini Kompas

memberi sub judul “Freeport minta berunding”, di sini terlihat bahwa PT Freeport

menderita kerugian akibat pemogokan sehingga mereka meminta perundingan dan


107

dialog agar pekerja dapat kembali aktif bekerja. Terhentinya produksi Freeport

diperkuat dengan peryataan harian Kompas sebagai berikut :

“Hingga Rabu sore, pekerja dari sejumlah divisi hanya duduk-duduk


dan mengobrol di halaman kantor SPSI dan di depan pintu gerbang
Kuala Kencana. Beberapa dari mereka ahli pengeboran dan
peledakan”

Pernyataan Kompas ini semakin mempertegas bahwa pekerja Freeport terutama

pada bagian produksi tidak berjalan sama sekali.

Permintaan PT Freeport yang minta perundingan ditanggapi dengan tangan

terbuka oleh pekerja Freeport, namun PT Freeport kembali membuat pekerja

kecewa. Hal ini dapat dilihat pada berita harian Kompas edisi 20 Oktober 2011

dengan judul “Freeport Tak Beritikad Baik”. Ketiadaan itikad baik itu ditunjukkan

Kompas bahwa manajemen Freeport tidak membahas tuntutan pekerja dan

manajemen tidak datang pada perundingan antara pekerja dan manajemen

Freeport. Kompas beberapa kali menggunakan kata “beritikad baik” dan “tak

beritikad baik”. Kata beritikad baik ditujukan Kompas untuk pekerja Freeport

yang terus merevisi tuntutan sekaligus membuka pintu negosiasi dengan pihak

Freeport. sedangkan kata tak beritikad baik ditujukan kepada manajemen PT

Freeport. Dalam isi pemberitaannya Kompas menunjukkan betapa pekerja

Freeport tersebut telah melakukan banyak hal untuk menuntut hak mereka. Efek

yang dimunculkan adalah pembentukan makna dimana pekerja Freeport yang

menjadi korban ketidakadilan perusahaan.


108

Kompas kembali menyoroti jalan keluar untuk mengatasi pemogokan

pekerja Freeport dengan menulis berita “Titik Temu Terus Dicari” pada edisi 21

Oktober 2011. Disini Kompas memperlihatkan peran pemerintah daerah dan pusat

untuk membantu mengatasi masalah aksi mogok pekerja Freeport. pemerintah

mengupayakan pertemuan antara pekerja Freeport dengan manajemen Freeport

untuk mencari kesepakatan agar masalah ini tidak sampai ke pengadilan. Kompas

seakan memperlihatkan image bagus kepada campur tangan pemerintah setelah

sebulan permasalahan aksi mogok ini ditengarai oleh pemerintah dengan respon

ala kadarnya yang bersifat abstrak tanpa memberi solusi yang jelas.

Kemudian Kompas memuat foto yang menggambarkan dampak dari

belum ditemukannya kesepakatan kedua belah pihak. Foto ini dapat dipahami

dengan mengaitkan judul dan keterangan foto dimana terlihat pekerja Freeport

memblokir akses masuk ke areal pertambangan PT Freeport Indonesia. Pekerja

menggunakan alat berat yaitu eskavator dalam mendukung aksinya. Mereka

melakukan pemblokiran jalan dengan tujuan agar perusahaan segera menaikkan

upah.

Berdasarkan analisis terhadap foto pada edisi 21 Oktober 2011 tersebut

semakin menguatkan frame Kompas bahwa aksi mogok pekerja serta pemblokiran

jalan yang dilakukan di areal PT Freeport membuat produksi PT Freeport

Indonesia mati suri. Hal ini tidak akan terjadi jika PT Freeport Indonesia mau
109

membahas dan mengabulkan tuntutan pekerja soal perbaikan kesejahteraan yang

adil dan wajar.

Dari keseluruhan pemberitaan diatas Kompas menonjolkan adanya

perbedaan pendapat antara pekerja dan manajemen PT Freeport mengenai

kenaikan upah. Kedua belah pihak masih bersikukuh dengan sikapnya sehingga

belum terjadi kesepakatan yang adil dan wajar. Beberapa hal berusaha

ditampilkan Kompas untuk menggambarkan nasib pekerja. Pekerja Freeport

ditempatkan sebagai manusia biasa yang bisa saja tidak terkontrol emosinya bila

terlalu “ditindas” oleh orang lain. Jadi sangat wajar bila kemudian pekerja

Freeport melakukan aksi mogok untuk menuntut hak mereka kepada PT Freeport

Indonesia.

Secara garis besar dalam pemberitaannya, Kompas mendelegitimasi PT

Freeport Indonesia sebagai penyebab masalah. Polemik yang terjadi tidak lain

disebabkan oleh PT Freeport sendiri yang tidak mau membahas tuntutan pekerja.

Dapat kita lihat pada edisi 20 Oktober 2011 PT Freeport Indonesia tetap kukuh

pada sikapnya dengan besaran upah dari semula 22 persen dari gaji pokok menjadi

25 persen. Frame Kompas ini diperkuat dengan kalimat yang dipilih Kompas

bahwa pekerja Freeport sudah tujuh kali menurunkan tuntutan besaran upah, Hal

itu juga dipertegas oleh pernyataan Ketua DPC SPSI Mimika Virgo H Salossa :

“Jika manajemen Freeport mau menemui karyawan dan membahas


tuntutan kami, kondisi ini tidak akan berlangsung lama”
110

Dari kutipan tersebut sudah jelas penggambaran Kompas tentang masalah yang

ditimbulkan oleh pekerja Freeport disebabkan oleh PT Freeport itu sendiri.

Dari segi moral, berbagai upaya yang dilakukan PT Freeport untuk

„membujuk‟ pekerja Freeport dianggap sebagai sebuah tindakan tidak terpuji.

Aksi ribuan buruh dijawab oleh arogansi PT Freeport yang menggunakan aparat

kepolisian sebagai tameng dalam menghadapi tuntutan buruh. Kompas

menampakkan keberpihakan polisi kepada perusahaan tambang tersebut. Salah

satunya nampak dari berita Kompas edisi 11 Oktober 2011 dengan judul “Satu

Tewas di Freeport”. Aparat kepolisian dianggap terus menghalang-halangi dan

berusaha membubarkan aksi ribuan buruh ini sehingga terjadi bentrokan dan juga

penembakan buruh yang mengakibatkan meninggalnya Petrus Ayami Seba (36).

Tidak hanya itu, aksi mogok karyawan juga dipandang sebagai tindakan

separatis dan perlawanan terhadap negara. Pandangan ini datang dari aparat

keamanan dan manajemen PT Freeport Indonesia. Namun Kompas menentang

pandangan itu. Pandangan Kompas ini dapat dilihat pada berita berjudul “Tak

Terkait Separatisme” yang dimuat pada 29 Oktober 2011. Dalam pandangan

Kompas aksi mogok pekerja Freeport murni demi menuntut perbaikan

kesejahteraan. Aksi mogok mereka tak terkait tindakan separatisme apalagi teror

penembakan di areal Freeport. Dari beberapa pemberitaan Kompas tersebut

tampak bahwa pemerintah cenderung melakukan tindakan represif dalam

meredam aksi pekerja Freeport.


111

Kompas memberi rekomendasi agar manajemen mau melakukan dialog

dan membahas tuntutan pekerja Freeport dalam rangka mencapai kesepakatan

yang adil dan wajar dalam mencapai Perjanjian Kerja Bersama.

Define Problem Perbedaan pendapat antara pekerja


dan manajemen PT Freeport Indonesia
mengenai kenaikan upah
Diagnose causes PT Freeport Indonesia sebagai
penyebab masalah
Make moral judgement PT Freeport Indonesia dinilai tidak
adil dan arogan
Treatment recommendation Membahas tuntutan pekerja sesuai
kesepakatan yang adil dan wajar
Tabel 4.2. Frame Kompas Terhadap Pemberitaan Freeport Terkait Aksi Mogok

b. Frame Harian Kompas mengenai pemberitaan Freeport terkait

peristiwa penembakan

Rentetan kasus penembakan di areal PT Freeport kerap terjadi dua tahun

belakangan ini. Pada edisi 16 Oktober 2011 dengan judul Freeport Desak Polisi

Usut Tuntas Kasus Penembakan. Kompas memuat berita mengenai penembakan

yang kembali terjadi di kawasan PT Freeport Indonesia dan menewaskan tiga

karyawan. Kompas mengkonstruksi pemberitaan ini sebagai teror dan PT Freeport

Indonesia sebagai pihak yang sedang berusaha untuk mendesak polisi dalam

mengungkap kasus penembakan yang terjadi di kawasannya.

Salah satu kalimat dalam teks berita merupakan penekanan yang sangat

tegas, dimana Kompas membuat sebuah kalimat yang dibuat lebih menonjol.

Yaitu “Sejak Juli 2009 rentetan penembakan di areal Freeport telah menewaskan
112

delapan orang dan mencederai 40 lainnya”. Upaya yang dilakukan Kompas

menempatkan suatu peristiwa dalam melakukan penegasan bahwa peristiwa

tersebut penting dan perlu diketahui.

Kompas juga menggunakan pengulangan kata „rentetan‟. Pemaknaan

„rentetan‟ lalu pemakaian kata „penembakan‟ dalam analisis wacananya,

mengandung makna pembenaran, apa yang terjadi merupakan sebuah bukti dari

banyaknya kasus penembakan yang terjadi di areal PT Freeport Indonesia.

Kompas cenderung mengarahkan kasus ini ke latar politik. Peristiwa

penembakan yang terjadi di Freeport pun meluas ke beberapa wilayah Papua.

Pada edisi 25 Oktober 2011 Kompas menurunkan berita dengan judul Situasi di

Papua Memanas. Pada berita ini pun Kompas menggunakan kata „memanas‟

secara berulang-ulang, ini menunjukkan fakta bahwa kondisi Papua yang tidak

aman. Disini kata-kata tersebut adalah tafsir yang dilakukan oleh Kompas

terhadap situasi politik dan keamanan di Papua pasca insiden penembakan dan

aksi massa di PT Freeport Indonesia. Pada pemberitaan ini pun Kompas membuat

kronologis kejadian yang belakangan ini terjadi di Papua dengan menampilkan

sosok orang asli Papua yang sedang memegang senjata tradisional dengan berlatar

belakang peta pulau Papua. Hal ini memperjelas bahwa keadaan di Papua memang

sedang bermasalah.

Pemberitaan Kompas pada bagian ini lebih banyak menekankan pada

kronologis kejadian secara mendetail. Kompas banyak mengambil kutipan sebagai


113

acuan beritanya dan memaparkan dengan menggunakan paraphrase. Dalam

analisis ini pengutipan dengan memasukkan label sumber secara jelas

mengandung makna validitas berita.

Dalam penulisan teks berita Kompas sebagaimana telah disebutkan

sebelumnya, banyak mengandung kutipan sebagai sumber dengan label sumber

secara jelas sehingga membuat sebuah berita lebih detail.

Teknik penyusunan fakta yang dibangun Kompas mempunyai akibat pada

makna berita yang ingin ditampilkan. Dengan memaparkan berita sebelumnya

secara detail. Kronologis kejadian dan jumlah korban yang disertai dengan

penekanan bahasa akan memberikan fokus pada tampilan khalayak. Penyusunan

teks sebelumnya akan mempengaruhi perhatian pembaca pada berita selanjutnya.

Masih terkait dengan pemberitaan ini, Kompas juga menyertakan foto para

aparat keamanan bersenjata lengkap yang tengah bersiap-siap melakukan tugasnya

mengejar pelaku penembakan. Foto tersebut diberi judul dengan caption foto

“Aparat gabungan TNI/Polri di Mulia, ibu kota Kabupaten Puncak Jaya Papua,

Senin (24/10), mengejar kelompok pengacau keamanan yang menewaskan Kepala

Kepolisian Sektor Kota Mulia Ajun Komisaris Dominggus Otto Awe di Bandara

Mulia”. Foto ini dapat dipahami dengan mengaitkan judul dan keterangan foto

serta teks-teks berita lainnya yang menunjukkan kondisi di Papua tidak aman

akibat konflik, kerusuhan massa, bentrok polisi dengan pekerja Freeport, kontak
114

senjata antara aparat keamanan dan kelompok bersenjata, aksi-aksi penyerangan,

dan sejumlah penembakan yang kerap terjadi.

Gambar dan narasi adalah kesatuan yang diharapkan dapat menampilkan

realitas dari sebuah peristiwa. Kedua-duanya tidak dapat dipisahkan dalam

pemberitaan, walaupun dalam pendekatan kontemporer, gambar dapat berbicara

lebih efektif daripada narasi yang berkepanjangan.

Fakta bahwa masalah ini sebagai masalah politik ditampilkan Kompas

dengan mengangkat judul Hentikan Kekerasan di Papua. Frame Kompas dalam

penulisan teks judul ingin memaparkan bahwa masih banyak konflik dan

kekerasan yang terjadi di Papua. Pada pemberitaan ini aparat keamanan

menganggap kekerasan yang terjadi di Freeport dan Papua dilakukan oleh

kelompok separatis bersenjata sehingga dalam mengatasinya pun harus dilawan

dengan senjata. Bagi aparat gabungan TNI dan Polisi kehadiran kaum separatis ini

dianggap telah mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

(NKRI).

Selain itu dimensi politik nampak dari disiapkannya aparat keamanan yang

cukup besar. Saat ini ada Satgas Brimob di Freeport sebanyak 635 anggota, serta

100 anggota dari Mabes Polri dan 114 anggota dari Kepolisian Daerah Papua.

Kompas menekankan pemerintah tergesa-gesa dalam menerjunkan tentara dalam

jumlah besar. Aparat pun cenderung melakukan pendekatan secara militer dalam

menghadapi pelaku penembakan sehingga warga sipil yang menjadi korban. Di


115

era demokrasi saat ini pemerintah dituntut mampu mengembangkan strategi dalam

mengatasi kelompok-kelompok separatis ini tanpa harus melanggar hak-hak asasi

manusia.

Paragraf selanjutnya, Kompas memasukkan subtema untuk mendukung

judul, yaitu „penyerbuan‟. Pemakaian subtema ini memperjelas frame Kompas

bahwa kekerasan masih terjadi di Papua dengan penambahan aparat keamanan

dan dilakukannya penyerbuan oleh aparat di Kampus, seminari dan biara yang

mengakibatkan masyarakat menjadi korban dan semakin takut.

Kompas menggambarkan bahwa pemerintah menganggap peristiwa

penembakan ini sebagai gerakan politik. Dapat kita lihat Pada edisi 28 Oktober

2011 dengan judul SBY: Tak Ada Operasi Militer. Penempatan opini Presiden

SBY dalam judul menunjukkan kesepakatan Kompas dengan opini Presiden.

Kesepakatan itu semakin ditekankan Kompas dalam sub judulnya „Pemerintah

Pusat Jangan Bosan Bangun Papua sampai Pelosok‟. Kompas merekomendasikan

agar pemerintah tidak lagi melakukan pendekatan keamananan dengan

mengandalkan operasi militer. Tidak dengan melawan kekerasan dengan

kekerasan sehingga menimbulkan isu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM).

Masyarakat membutuhkan keadilan dan perlakuan manusiawi.

Kompas kembali mengangkat fakta yang memperkuat argumen bahwa

masalah ini memang diarahkan ke wilayah politik yaitu kebijakan pemerintah

dengan mejalankan otonomi khusus Papua. Presiden mengakui bahwa masih ada
116

gerakan politik dan gangguan keamanan yang terjadi. Namun pendekatan

keamanan yang dulu dilakukan kini telah diubah menjadi pendekatan

kesejahteraan.

Kompas berusaha mendukung pernyataan Presiden Susilo Bambang

Yudhoyono bahwa kebijakan otonomi khusus Papua dalam mengatasi masalah ini

sudah tepat. Kompas mengutip penjelasan J Kristiadi, pengamat politik Center for

Strategic and International Studies (CSIS) sebagai berikut :

“Undang-Undang Otonomi Khusus merupakan titik puncak proses


dialog dengan masyarakat. Namun pelaksanaan UU tersebut tidak
berjalan sebagaimana mestinya.”

Dipilihnya J Kristiadi sebagai narasumber sangat jelas alasannya, yaitu

kompetensinya sebagai pengamat politik senior. Kompas menganggap bahwa

pernyataan J Kristiadi ini dapat dijadikan sebagai penjustivikasi upaya

penyelesaian masalah yang dilakukan pemerintah.

Untuk mendukung berita ini Kompas memuat indeks yang „meneropong‟

kesejahteraan di Papua serta grafik yang menggambarkan upaya pemerintah sejak

tahun 2008 mengenai kucuran dana otonomi khusus. Penggunaan grafis dilakukan

Kompas dengan tujuan mempertegas probabilitas dan sebagai pendukung berita.

Grafis dibuat untuk mempermudah pembaca memahami dan melihat dengan cepat

masalah yang sedang dibahas atau diberitakan.

Dimensi politik di Freeport dapat dilihat dari mata para politikus, Freeport

dipandang sebagai simbol kedaulatan Indonesia di Papua. Karena itu, Freeport


117

menjadi sasaran antara untuk mempersoalkan keabsahan Indonesia di Papua.

Pandangan itu tidak keliru, karena sikap pemerintah pusat selalu menunjukkan hal

itu. Buktinya adalah, gejolak apa pun yang terjadi di Freeport, respons pemerintah

sangat cepat. Tidak hanya pejabat pemda saja, tapi juga Presiden Susilo Bambang

Yudhoyon, serta jajaran pejabat tinggi Negara untuk menyikapinya. Berbagai

upaya seperti pemerintah pada pemberitaan sebelumnya dalam menyelesaikan

persoalan Freeport mulai dari pendekatan keamanan sampai menjalankan otonomi

khusus juga ditekankan Kompas tidak berhasil. Hal itu dapat dilihat pada berita

edisi 07 November 2011 dengan judul Upaya Pemerintah Tak Menjawab

Kebutuhan. Konflik yang terjadi tidak disebabkan oleh perebutan uang atau

kekuasaan sehingga upaya pemerintah dalam pemberian otonomi khusus bukan

hanya gagal tapi juga menimbulkan masalah baru.

Penambahan aparat keamanan juga menimbulkan masalah. Aparat kembali

melakukan kekerasan kepada warga yang berkumpul, mereka dituding sebagai

kelompok separatis. Dalam pemberitaannya Kompas menekankan Papua ibarat

tanah jajahan, jika ada yang berkumpul langsung diberi label separatis dan terjadi

kekerasan oleh aparat keamanan.

Pada pemberitaan mengenai peristiwa penembakan, Kompas melakukan

pengaburan terhadap PT Freeport Indonesia. Pada peristiwa ini Kompas lebih

menitikberatkan pada penyelesaian masalah yang ditangani oleh aparat keamanan

dan pemerintah. Kompas mengkonstruksi „ketidakbecusan‟ pemerintah dan aparat


118

keamanan dalam mengatasi masalah. Aparat keamanan kerap melakukan

pendekatan keamanan dan operasi militer dalam mengejar pelaku penembakan.

Upaya pengejaran disertai dengan peningkatan keamanan di areal PT Freeport

yang dilakukan guna mencegah penembakan berulang. Berita tersebut dapat

dilihat pada Kompas edisi 23 Oktober 2011 dengan judul Pengejar Belum

Menemukan Pelaku. Upaya pengejaran yang dilakukan aparat gabungan TNI dan

polisi belum membuahkan hasil.

Dalam banyak berita yang dimuatnya, Kompas menjelaskan bahwa

peningkatan keamanan dinilai berlebihan karena dikhawatirkan memunculkan

isu-isu pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM). Kompas menganggap

pendekatan keamanan tidak menyelesaikan masalah. Kekerasan yang dilakukan

aparat untuk menangkap dalang di balik aksi penembakan misterius membuat

masyarakat menjadi korban. Warga yang berkumpul dan bersenjata di cap sebagai

kelompok separatis. Banyak dari mereka yang memar dan luka-luka karena

dipukuli. Perlakuan aparat dinilai tidak pantas.

Dari berbagai pemberitaan yang diturunkan, Kompas merekomendasikan

agar pemerintah membuka dialog dengan masyarakat. Menghentikan pendekatan

keamanan dan menegakkan hukum bagi siapapun yang terlibat. Pendekatan

keamanan di Papua harus dihentikan karena tidak efektif dan membuat konflik

kian berlarut-larut
119

Kompas cenderung mendekati masyarakat. Masyarakat yang bukan saja

bergerak dan berkembang, tetapi masyarakat yang pergerakan dan

perkembangannya memang disengaja dan diarahkan.

Di dalam masyarakat demikian, apalagi bila masyarakat itu bersifat

majemuk seperti masyarakat Indonesia diperlukan adanya suatu pemerintahan

kuat, efektif, bersih, terbuka. Kriterium pertama bukan ada tidaknya

keseimbangan dalam alokasi kekuasaan. Kriterium itu menjadi ada tidaknya

korespondensi antara pemerintah dan masyarakat, ada tidaknya dialog terus

menerus antara yang memerintah dan yang diperintah. Dengan korespondensi

yang dimaksudkan Kompas adalah ada tidaknya saling pengertian dan saling

percaya antara pemerintah dan masyarakat. Bahwa masyarakat memahami,

mengerti, dan percaya pemerintah yang melaksanakan program dan menempuh

kebijaksanaan yang melayani kepentingan mereka. Bahwa pemerintah memahami

dan menyalurkan pendapat dan perasaan masyarakat (Oetama, 1987: 82).

Define Problem Masalah politik. Peristiwa penembakan


dan kekerasan di Papua dianggap
pemerintah sebagai gerakan politik.
Diagnose causes Aparat keamanan belum mampu
mengungkap kasus penembakan dan
cenderung melakukan pendekatan
keamanan sehingga masyarakat turut
menjadi korban kekerasan aparat.
Make moral judgement Pendekatan keamanan dinilai berlebihan,
tidak pantas dan tidak manusiawi
Treatment Recommendation Sebaiknya membuka dialog dengan
120

masyarakat, hentikan pendekatan


keamanan dan hukum semua yang
terlibat karena masyarakat butuh
keadilan dan perlakuan manusiawi.
Tabel 4.3. Frame Kompas Terhadap Pemberitaan Freeport Terkait Peristiwa
Penembakan

2. Kecenderungan Kompas terhadap pemberitaan Freeport

Kompas dalam melakukan framing berita cenderung mengindikasi sikap

dari perusahaan pers bersangkutan. Hal ini dapat dilihat dari proses pemilihan

judul, lead, visual image, serta penempatan sebagai headline maupun paging.

Dalam dunia jurnalistik, berita dan framing adalah dua hal yang tidak dapat

dipisahkan bahkan satu sama lain tidak bisa berdiri sendiri. Sebab setiap peristiwa

yang kemudian akan ditulis atau dibuat dalam suatu laporan kejadian, keberadaan

sang penulislah yang paling berperan. Siapa yang akan dijadikan pahlawan dan

siapa yang akan jadi penjahat dibentuk dari sudut pandang pers (framing).

Kompas konsisten dengan ideologinya sebagai surat kabar nasionalis dan

menjunjung tinggi asas serta nilai kemanusiaan. Kompas yang mengusung slogan

“Amanat Hati Nurani Rakyat” berusaha meyakinkan pembacanya dalam

mengedepankan sisi kemanusiaan keterbukaan, meninggalkan pengkotakan latar

belakang suku, agama, ras dan golongan serta tidak berada di bawah pengaruh

kepentingan pihak tertentu dalam memunculkan berbagai wacana terkait dengan

kasus Freeport.
121

Pada dasarnya Kompas sangat berhati-hati dalam merepresentasikan PT

Freeport pada setiap pemberitaannya. Namun, bila kita mengamati secara garis

besar pemberitaan Kompas mengenai aksi mogok maka dapat dikatakan

cenderung memposisikan PT Freeport ke hal-hal yang negatif. Dalam beberapa

pemberitaan yang diturunkan Kompas terlihat berbagai upaya yang dilakukan PT

Freeport untuk „membujuk‟ pekerja agar kembali bekerja. Pada berita edisi 17

September 2011 dengan judul “Pekerja Freeport keluhkan intimidasi”. Berbagai

bentuk intimidasi dilakukan oleh pihak manajemen PT FI kepada pekerja. Hal ini

dapat dilihat pada paragraf kedua, tiga dan empat sebagai berikut :

“Salah satunya berupa pemeriksaan anggota Komisaris Serikat


Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) di Tembagapura. Namun, upaya itu
gagal karena pekerja menolak.”

“Di Jayapura, PT. Freeport Indonesia (FI) melalui media lokal


memberitahukan kepada pekerja non-staf bahwa pemogokan pekerja
saat ini tidak sah”

“PT. FI memberlakukan program Tidak Bekerja, Tidak Dibayar”

Hal ini dianggap sebagai bentuk intimidasi oleh pekerja Freeport untuk

melemahkan mental pekerja agar mau kembali bekerja.

Pada edisi 11 Oktober 2011 dengan judul “Satu Tewas di Freeport”

Kompas memberi citra negatif kepada PT Freeport Indonesia karena tindakannya

yang mengintimidasi pekerja dinilai arogan. Berikut ini kutipan teks beritanya :

“Peristiwa itu merupakan dampak dari akumulasi kekecewaan


pekerja atas sikap manajemen PT Freeport yang dinilai arogan.”
122

“PT Freeport tak hanya mengintimidasi dan merumahkan pekerja


yang ikut mogok, tetapi juga merekrut dan mengontrak tenaga kerja
baru. Padahal itu bertentangan dengan Undang-Undang
Ketenagakerjaan.”
Kompas kembali memberi kesan negatif kepada PT Freeport Indonesia

dalam pemberitaan Kompas dengan judul “Freeport Tak Beritikad Baik”, dari

judul berita ini Kompas ingin membentuk citra negatif kepada PT Freeport.

Dengan judul berita yang diturunkan tersebut Kompas menyebut PT Freeport

tidak memiliki itikad baik dalam menyelesaikan masalah dengan pekerja Freeport.

Berikut ini kutipan teks beritanya :

“Ribuan karyawan menilai, tidak ada itikad baik dari manajemen


Freeport untuk membahas tuntutan mereka. Sebaliknya, pekerja
sudah beritikad baik dengan terus merivisi tuntutan sekaligus tetap
membuka pintu negosiasi dengan Freeport”

“Tidak adanya itikad baik dari manajemen itu pula yang mendasari
7.612 karyawan Freeport masih mogok kerja dan memblokir akses
masuk ke areal pertambangan.

Hal ini semakin mempertegas bahwa aksi pekerja ini disebabkan oleh PT

Freeport Indonesia itu sendiri. Pemberitaan seperti ini tentunya membuat citra PT

Freeport di mata publik negatif.

Tak hanya sampai disitu, Kompas kembali mengangkat citra yang kurang

baik melalui berita yang berjudul “Polisi Ultimatum Pekerja Freeport”. PT

Freeport menggunakan polisi sebagi tameng untuk menghadapi pekerja Freeport.

Polisi memberi ultimatum dengan pasal-pasal yang dilayangkan kepada pekerja


123

Freeport yang dianggap telah mengganggu aktivitas masyarakat dan merusak

fasilitas.

Kutipan teks beritanya sebagai berikut :

“Itu memberi kesan polisi berpihak kepada perusahaan tambang


emas.”

“Ridha Saleh, yang dihubungi dari Timika, sudah mengetahui adanya


surat itu “ Kami akan berkomunikasi dengan pimpinan kepolisian
untuk meninjau peringatan itu. Ini juga semakin menguatkan dugaan
sejumlah pihak mengenai aliran dana dari Freeport yang
memengaruhi keberpihakan polisi,” tuturnya.”

Hal ini secara tidak langsung menjelaskan isu yang muncul mengenai

aliran dana dari Freeport yang membuat posisi aparat keamanan lebih cenderung

menguntungkan pihak perusahaan ketimbang pekerja yang seharusnya dilindungi.

Kompas seolah-olah menekankan aliran dana setoran itu yang membuat aparat

keamanan menjadi centeng Freeport sehingga melahirkan keberpihakan dari

aparat kepada Freeport. Sedangkan keberpihakan kepada masyarakat sangat

kurang, padahal aparat keamanan dalam hal ini polisi adalah pelayan masyarakat,

bukan pelayan perusahaan asing.

Independen dan objektif, merupakan dua kata kunci yang menjadi kiblat

dan klaim setiap jurnalis di seluruh dunia. Seorang jurnalis selalu emnyatakan

dirinya telah bertindak objektif, seimbang, dan tidak berpihak

Kompas yang menganut patron journalism humanisme yang digunakan

untuk membangun sebuah konfigurasi wacana yang mempresentasikan sisi-sisi

kemanusiaan. Memang ada kriteria jurnalistik untuk memilih suatu kejadian atau
124

suatu masalah menjadi berita. Namun pemilihan dan presentasinya sebagai berita,

tidak akan terlepas dari visi dasar serta kerangka referensinya. Dalam makna

itulah media massa senantiasa aktif, kejadian dan permasalah dipilih dan disusun

menjadi berita.

Netralitas Kompas pun seperti sesuatu kamuflase, ini terlihat dari adanya

wacana yang berusaha memblow up terjadinya upaya-upaya PT Freeport dalam

‟membujuk‟ karyawan untuk kembali bekerja serta menyoroti keterlibatan

institusi terkait. Seperti halnya media dalam paradigma konstruksionis, media

tidak bertindak sebagai suatu institusi yang netral dalam menyampaikan pesan.

Media bukanlah saluran yang bebas, ia juga subjek yang mengkonstruksi realitas,

lengkap dengan pandangan, bias, dan pemihakannya (Eriyanto, 2011: 26).

Peristiwa mana yang harus diliput oleh wartawan kemudian dari sisi mana

si wartawan harus melihat peristiwa tersebut. Sebuah peristiwa diproyeksi oleh

wartawan menurut pandangan pribadi atau pandangan titipan dari media. Disini,

ideologi dipahami sebagai konstruksi personal dan institusional. Keduanya bisa

sejalan dan bisa pula saling berseberangan. Lalu penentuan publikasi akan

bertarung dengan daya himpit waktu dan tuntutan media.

Media bisa memperjelas sekaligus mempertajam konflik atau sebaliknya,

mengaburkan dan mengelimirnya. Hal itu terjadi pada peristiwa penembakan dan

kekerasan yang terjadi di areal PT Freeport Indonesia dan meluas ke beberapa

wilayah Papua lainnya. Dalam pemberitaannya Kompas cenderung melakukan


125

pengaburan terhadap PT Freeport. Pemerintah dan aparat keamanan yang berperan

utama dalam mengatasi masalah kekerasan yang terjadi di areal PT Freeport dan

Papua.

Freeport ditampilkan Kompas hanya untuk mendesak aparat mengusut

kasus penembakan yang kerap terjadi di kawasannya dan menyebabkan karyawan

Freeport menjadi korban. Selebihnya, dalam pemberitaan Kompas menekankan

pada penyelesaian masalah yang menjadi tanggung jawab pemerintah dan aparat

keamanan. Pemberitaan yang gencar dilakukan Kompas yaitu agar pemerintah

segera menemukan solusi terbaik dalam menyelesaikan masalah di Papua bukan

malah menambah masalah baru. Dan aparat keamanan diharapkan dapat segera

menemukan pelaku penembakan yang selama ini membuat masyarakat cemas dan

takut.

Hal ini mengingat kebijakan pemerintah yang selama ini kita lihat dalam

upaya penyelesaian peristiwa penembakan dan kekerasan sebenarnya tidak

ditangani dengan cermat oleh pemerintah. Faktanya persoalan ini malah terkesan

berlarut-larut dan penuh kontroversi.

Dalam pemberitaannya, Kompas selalu berusaha mematuhi kode etik

jurnalistik. Ini terlihat bagaimana Kompas selalu memposisikan diri sebagai media

yang mengakomodasi kepentingan-kepentingan kelompok yang terkait konflik

dalam peristiwa aksi mogok dan penembakan.


126

Cara „marah‟ Kompas berbeda dengan harian, mingguan, atau stasiun

televisi swasta. Koran besutan Jakob Oetama dan mendiang P. K. Ojong ini sering

memilih jalur hati-hati ketika berhadapan dengan sebuah isu yang sarat

kontroversi. Maka, sebutan jurnalisme kura-kura disematkan pada koran ini.

Kompas memang sering memilih aman, namun inilah yang menjadi kekuatan dan

menguntungkan bagi Kompas untuk meretas jalannya untuk mengaktualisasikan

falsafah ataupun ideologi yang diembannya hingga dapat bertahan empat

dasawarsa lebih.

Untuk lebih mendukung aktualitas beritanya Kompas banyak

menggunakan kutipan sebagai dasar atau acuan berita. Sebagaimana dipahami,

pemakaian kutipan dengan label lengkap, menyangkut kapasitas sumber,

mempunyai nilai atau grid dan pengaruh tinggi.

Independen dan objektif merupakan dua kata kunci yang menjadi kiblat

dan klaim setiap jurnalis di seluruh dunia. Dalam melaporkan sebuah peristiwa

atau berita seirang jurnalis harus objektif dan laporan beritanya juga harus

berdasarkan fakta, ini umumnya dilakukan dengan memberi pemisahan yang tegas

antara fakta disatu sisi dengan opini di sisi lain.

Dalam pemberitaan dan pemaparan masalahnya Kompas menerapkan

konsep cover both sides. Walaupun pada beberapa berita Kompas terkesan

menyudutkan PT Freeport, namun Kompas tetap melibatkan pihak PT Freeport

sebagai narasumber yang berperan dalam membela diri. Bagi Kompas cover both
127

sides sesuai dengan arus masyarakat karena mereka ingin memperoleh informasi

dan interpretasi tentang peristiwa serta arah kejadian yang lengkap tidak apriori

memihak, dan karena itu memberikan hormat pada penilaian masyarakat sendiri

(Oetama, 1987: 27)

Seperti yang dikemukakan Wright (Saripudin dan Hasan, 2003: 11),

sebagai lembaga sosial, pers dikenal ampuh menjadi jembatan komunikasi antara

masyarakat, pemerintah, aktivis sosial, pihak media sendiri, pengusaha, serta

pihak-pihak kepentingan lainnya (interst group). Pada posisi ini pers berperan

sebagai sarana penjalin hubungan publi (agent of public relations) dengan

melakukan interaksi sosial dan mengartikulasikan berbagai kepentingan masing-

masing kelompok.
128

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut :

1. Kontruksi peristiwa Freeport dalam Kompas dilihat berdasarkan dua isu yang

ditonjolkan Kompas yaitu aksi mogok pekerja dan peristiwa penembakan, yaitu

sebagai berikut :

 Kompas dalam pemberitaannya mengenai peristiwa aksi mogok pekerja

Freeport mengkonstruksi adanya perbedaan pendapat soal kenaikan upah

diantara pekerja Freeport dengan manajemen PT Freeport. PT Freeport

diposisikan sebagai aktor yang menyebabkan masalah. PT Freeport

menggunakan aparat sebagai tameng dalam menghadapi aksi demo pekerja

untuk menuntut haknya dinilai sebagai tindakan yang arogan. Kompas

merekomendasikan agar manajemen PT Freeport membahas tuntutan pekerja

sesuai kesepakatan yang adil dan wajar.

 Kompas membingkai peristiwa penembakan sebagai masalah politik.

Pemerintah menganggap bahwa penembakan tersebut merupakan gerakan

politik untuk melakukan perlawanan terhadap Negara. Pemerintah dan aparat

keamanan yang dianggap bertanggung jawab terhadap peristiwa ini belum

mampu mengungkap pelaku penembakan. Aparat keamanan melakukan


129

pendekatan keamanan yang dinilai berlebihan dan tidak manusiawi karena

masyarakat turut menjadi korban kekerasan aparat. Agar konflik tidak

berlarut-larut sebaiknya pemerintah membuka dialog dengan masyarakat,

menghentikan pendekatan kemanan dan tegas dalam menegakkan hukum.

2. Kompas dalam pemberitaannya cenderung melihat PT Freeport ke arah yang

negatif. Namun pada peristiwa penembakan yang terjadi di kawasan PT

Freeport, Kompas dalam pemberitaannya cenderung melakukan pengaburan

terhadap PT Freeport.

B. Saran

1. Limitasi atau keterbatasan penelitian ini adalah penelitian ini hanya terbatas pada

analisis teks media saja, tanpa meneliti faktor lain terkait di dalam media yang

mempengaruhi agenda pemberitaan media. Peneliti mengharapkan pada penelitian

selanjutnya lebih menitikberatkan pada seluruh komponen framing, bukan hanya

pada teks saja. Hal ini bertujuan memberikan temuan-temuan baru terkait

penggunaan subjek dan objek penelitian

2. Berita pada dasarnya dibentuk lewat proses aktif dari pembuat berita. Khalayak

diharapkan lebih kritis dalam melihat, memahami dan menyikapi sebuah berita

yang dhadirkan media massa. Jadi hendaknya sebuah teks berita tidak ditelan

mentah-mentah dan mengakibatkan reaksi spontan yang hanya berdasarkan

pemahaman dangkal. Oleh karena itu, khalayak pembaca sebaiknya lebih selektif

dalam memilih media sesuai dengan fakta atau kejadian yang sebenarnya.
130

3. Kompas diharapkan dapat meningatkan kualitas pemberitaan yang

menitikberatkan pada asas jurnalistik, objektif, dan pembentukan opini terhadap

masyarakat yang sesuai dengan realitas. Alasannya karena Kompas merupakan

harian umum nasional yang paling berpengaruh dan memiliki pembaca yang

dominan serta sering dijadikan referensi oleh masyarakat untuk mengetahui

perkembangan informasi.
131

DAFTAR PUSTAKA

Birowo, M. Antonius. 2004. Metode Penelitian Komunikasi, Teori dan Aplikasi.


Yogyakarta : Gitanyali.

Bulaeng, Andi. 2004. “Metode Penelitian Komunikasi Kontemporer”. Yogyakarta:


Andi

Bungin, Burhan. 2008. “Konstruksi Sosial Media Massa”. Jakarta: Kencana Prenada
Media Group.

______________ . 2006. “Metodologi Penelitian Kualitatif”. Jakarta: PT Raja


Grafindo

______________ . 2006. “Sosiologi Komunikasi”. Jakarta: Kencana Prenada Media


Group

Effendi, Onong Uchjana 2003. “Ilmu, Teori, dan Filsafat Komunikasi”. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.

Eriyanto. 2011. “Analisis Framing”: Konstruksi Ideologi, dan Politik Media.


Yogyakarta: Lkis

Hamad, Ibnu. 1999. “Media Massa dan Konstruksi Realitas”, dalam Jurnal Pantau.
ISAI, 6 Oktober-November 1999.

Kriyantono, Rachmat. 2009. “Teknik Praktis Riset Komunikasi”. Jakarta: Kencana


Prenada Media Group

Littlejohn, Stephen W. & Karen A. Foss. 2009. Teori Komunikasi: Theories of Human
Communication”. Edisi Kesembilan. Terjemahan oleh Mohammad Yusuf
Hamdan. Jakarta: Salemba Humanika

Mulyana, Deddy. 2006. “Metodologi Penelitian Kualitatif”. Bandung : PT Remaja


Rosdakarya
132

Nurudin, 2007. “Pengantar Komunikasi Massa”. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Oetama, Jacob. 1987. “Perspektif Pers Indonesia”. Jakarta: LP3ES

Perdede, Pemmiliana. 2001. “Dramatisasi Cukup Dominan”. Jurnal Media Watch


Kupas. Vol.3 No.2

Pareno, Sam Abede. 2005. “Media Massa Antara Realitas dan Mimpi”. Surabaya:
Papyrus

Saripudin & Quisyaini Hasan. 2003. “Tomy Winata Dalam Citra Media: Analisis
Berita Pers Indonesia”. Jakarta: JARI.

Siahaan, Hotman M, dkk. 2001. “Pers yang Gamang Studi Pemberitaan Jajak
Pendapat Timor Timur”. Surabaya: Lembaga Studi Perubahan Sosial dan
Jakarta Institut Studi Arus Informasi.

Severin, Werner J dan James W Tankard. 2008. “Teori Komunikasi : Sejarah, Teori
dan Terapan di Dalam Media Massa”

Sobur, Alex. 2009. “Analisis Teks Media : Suatu Pengantar analisis wacana, analisis
semiotika, dan analisis framing”. Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Vivian, John. 2008. “Teori Komunikasi Massa”. Jakarta : Kencana Prenada Media
Group.

http://regional.kompas.com/read/2011/09/15/09025427/Mulai.Hari.Ini.Karyawan.Freep
ort.Mogok.Kerja diakses pada tanggal 19 November 2011

http://nasional.kompas.com/read/2011/11/13/17521224/Dua.Tahun.40.Kali.Penembaka
n.di.Freeport diakses pada tanggal 22 November 2011 pukul 19.45 WITA

http://matanews.com/2011/10/28/kasus-freeport-aparat-bermain/ diakses pada tanggal


22 November 2011 pukul 20.55 WITA

Anda mungkin juga menyukai