Pesawat Atwood
Pesawat atwood adalah alat yang digunakan untuk yang menjelaskan hubungan
antara tegangan, energi pontensial dan energi kinetik dengan menggunakan 2 pemberat
(massa berbeda) dihubungkan dengan tali pada sebuah katrol. Benda yang yang lebih berat
diletakan lebih tinggi posisinya dibanding yang lebih ringan. Jadi benda yang berat akan
turun karena gravitasi dan menarik benda yang lebih ringan karena ada tali dan katrol.
∑F = 0
Keterangan :
Hukum di atas menyatakan bahwa jika suatu benda mula-mula diam maka benda
selamanya akan diam. Benda hanya akan bergerak jika pada suatu benda itu diberi gaya luar.
Sebaliknya, jika benda sedang bergerak maka benda selamanya akan bergerak, kecuali bila
ada gaya yang menghentikannya. Konsep Gaya dan Massa yang dijelaskan oleh Hukum
Newton yaitu Hukum I Newton mengungkap tentang sifat benda yang cenderung
mempertahankan keadaannya atau dengan kata lain sifat kemalasan benda untuk mengubah
keadaannya. Sifat ini kita ini kita sebutkelembaman atau inersia. Oleh karena itu, Hukum I
Newton disebut juga Hukum Kelembaman.
Hukum II Newton
“Setiap benda yang dikenai gaya maka akan mengalami percepatanyang besarnya
berbanding lurus dengan besarnya gaya dan berbanding tebalik dengan besarnya massa
benda.”
a= , ∑F = m a
Keterangan :
Kesimpulan dari persamaan diatas yaitu arah percepatan benda sama dengan arah
gaya yang bekerja pada benda tersebut. Besarnya percepatan sebanding dengan gayanya. Jadi
bila gayanya konstan, maka percepatan yang timbul juga akan konstan Bila pada benda
bekerja gaya, maka benda akan mengalami percepatan, sebaliknya bila kenyataan dari
pengamatan benda mengalami percepatan maka tentu akan ada gaya yang menyebabkannya.
Persamaan gerak untuk percepatan yang tetap yaitu :
Vt = V0 + at
Xt = X0 + V0t +
½ at2 V2 = V02
+ 2a(Xt – X0)
Keterangan :
Vt = kecepatan akhir (m/s)
V0 = kecepatan awal (m/s)
V = kecepatan (m/s)
a = percepatan (m/s2) t
= waktu (s)
Jika sebuah benda dapat bergerak melingkar melalui porosnya, makapada gerak
melingkar ini akan berlaku persamaan gerak yang ekivalen dengan persamaan gerak linear.
Dalam hal ini ada besaran fisis momen inersia (momen kelembaman) I yang ekivalen dengan
besaran fisis massa (m) pada gerak linear. Momen inersia (I) suatu benda pada poros tertentu
harganya sebanding dengan massa benda terhadap porosnya.
I~m
I ~ r2
Hukum III Newton menyatakan bahwa “Apabila benda pertama mengerjakan gaya
pada benda kedua (disebut aksi) maka benda kedua akan mengerjakan gaya pada benda
pertama sama besar dan berlawanan arah dengan gaya pada benda pertama (reaksi).”
Secara matematis dinyatakan dengan persamaan :
Faksi = - Freaksi
Keterangan :
F = gaya (N)
Suatu pasangan gaya disebut aksi-reaksi apabila memenuhi syarat sebagai berikut :
1. sama besar
2. berlawanan arah
3. bekerja pada satu garis kerja gaya yang sama
4. tidak saling meniadakan
5. bekerja pada benda yang berbeda
Gerak lurus adalah gerak suatu obyek yang lintasannya berupa garis lurus. Dapat pula
jenis gerak ini disebut sebagai suatu translasi beraturan. Pada rentang waktu yang sama
terjadi perpindahan yang besarnya sama. Gerak lurus dapat dikelompokkan menjadi gerak
lurus beraturan dan gerak lurus berubah beraturan yang dibedakan dengan ada dan tidaknya
percepatan.
Gerak lurus beraturan (GLB) adalah gerak lurus suatu obyek, dimana dalam gerak ini
kecepatannya tetap atau tanpa percepatan, sehingga jarak yang ditempuh dalam gerak lurus
beraturan adalah kelajuan kali waktu.
s=vt
Keterangan :
Gerak lurus berubah beraturan (GLBB) adalah gerak lurus suatu obyek, di mana
kecepatannya berubah terhadap waktu akibat adanya percepatan yang tetap. Akibat adanya
percepatan rumus jarak yang ditempuh tidak lagi linier melainkan kuadratik. Dengan kata
lain benda yang melakukan gerak dari keadaan diam atau mulai dengan kecepatan awal akan
berubah kecepatannya karena ada percepatan (a = + ) atau perlambatan ( a = - ) Pada
umumnya GLBB didasari oleh Hukum Newton II ( Σ F = m a)
Vt = V0 + at
Vt2 = V02 +
2aS
S = V0t + a t2
Keterangan:
GLBB dipercepat adalah GLBB yang kecepatannya makin lama makin cepat, contoh
GLBB dipercepat adalah gerak buah dari pohonnya.
b. GLBB diperlambat
GLBB diperlambat adalah GLBB yang kecepatannya makin lama makin kecil (lambat).
Contoh GLBB diperlambat adalah gerak benda dilempar keatas.
v = v0 +/- at
Keterangan :
V = kecepatan (m/s)
V0 = kecepatan awal (m/s) a
= percepatan (m/s2)
t = waktu (s)
Untuk menentukan jarak yang ditempuh setelah t detik adalah sebagai berikut:
2. Neraca Analisis
Berfungsi sebagai alat untuk menimbang berat benda yang digunakan dalam percobaan.
3. Anak Timbangan
Berfungsi sebagai medium dalam percobaan.
4. Stopwatch
Berfungsi untuk menentukan waktu yang diperlukan selama benda menempuh jarak tertentu.
V. Dasar Teori
Dalam percobaan pesawat atwood ini, gerak pada benda yang melibatkan gaya-gaya
yang dialami oleh benda tersebut, pada dasarnya menggunakan perinsip yang dikemukakan
oleh Sir Issac Newton (1942-727) seorang ilmuan inggris, hokum ini digunakan sebagai asas
hokum tentang gerak.
Yang menjadi pertanyaan semula sebelum hukum Newton ini adalah mengapa benda
yang mula-mula diam menjadi bergerak, atau sebaliknya, benda yang mula-mula bergerak
dapat menjadi diam. Apa yang menyebabkan itu semua? Jawabanya tidak lain karena gaya.
Seperti kita ketahui, pengertian gaya adalah gerak dan penyebab perubahan gerak. Cabang
fisika yang mempelajari gerak dan perubahan gerak suatu benda dengan memperlihatkan
sebab-sebab dari gerak tersebut dinamakan dinamika.
Adapun hukum Newton tersebut adalah :
1. Hukum Newton I
Bunyi hokum Newton I :
“Jika benda dibiarkan pada keadaan dirinya sendiri (tidak ada gaya-gaya yang bekerja atau
resultan gaya-gaya yang bekerja pada benda itu adalah nol) maka benda tersebut tetap dalam
keadaan diam atau bergerak lurus beraturan.”
Dengan kata lain pernyataan di atas dapat pula berbunyi :
“Setiap benda yang berada dalam keadaan diam akan tetap diam, dan setiap benda yang
bergerak akan tetap bergerak lurus beraturan kecuali ada gaya yang tidak seimbang bekerja
pada benda tersebut.”
Jika resultan yang bekerja adalah nol, vector kecepatan benda tidak akan berubah.
Benda yang berada dalam keadaan diam, dan benda yang bergerak dengan kecepatan
konstan.
Pernyataan-pernyataan di atas atau hokum Newton I disebut juga hokum kelembaman
atau hokum inersia. Dengan ketentuan makin besar massa benda makin besar kelembaman
benda. Lembam atau inert artinya sifat benda dalam mempertahankan keadaannya. Misalnya
pada saat kita naik mobil dan tiba-tiba mobil direm maka kita akan cenderung
mempertahankan keadaan kita.
2. Hukum Newton II
Bunyi hukum Newton II :
“Percepatan yang dihasilkan resultan gaya yang bekerja pada suatu benda besarnya
berbanding lurus dan searah dengan resultan gaya dan berbanding terbalik dengan masa
benda.”
Persamaannya :
F=m.a
Keterangan :
F = gaya yang bekrja pada benda (N atau kgm/s 2) m = massa
benda (kg)
a = percepatan pada benda (m/s2)
Jika resultan gaya (Σ F) yang bekerja pada suatu benda bermasa m tidak nol, benda
dipercepat searah dengan gaya yang bekerja. Massa suatu benda berkaitan langsung dengan
sifat benda yang disebut dengan
inersia. Sifat lain dari massa ditunjukkan dengan mengukur massa dua benda, dengan m1
dan m2 adalah massa masing-masing benda, maka massa kedua benda digabungkan selalu
m1 + m2. hal ini menyatakan bahwa massa adalah besaran yang aditif, dan berhubungan
langsung dengan materi.
Dimana konsep massa adalah salah satu cara untuk mengungkapkan “kuantitas
materi” dalam arti yang tepat.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemakaian hokum Newton adalah pengertian F,
dimana didefinisikan sebagai resultan gaya yang bekerja pada suatu benda atau suatu system.
Dari rumus di atas dapat kita ketahui bahwa :
- arah dari sebuah percepatan benda adalah sama arah gaya yang bekerja pada benda tersebut.
- besarnya percepatan benda adalah sebanding dengan gaya yang bekerja padanya.
- jika gaya tersebut konstan, maka akan didapat percepatan yang konstan seperti yang terdapat
pada persamaan
V = V0 + a . t
S = V0 . t + . a . t2
1 N = 105 dyne
Faksi = Freaksi
Hokum Newton III ini disebut juga sebagai hokum aksi reaksi. Dua hal yang perlu
diperhatikan dalam pemakaian hokum Newton III ini adalah
- pasangan aksi reaksi selalu melibatkan dua benda dan bekerja pada dua benda yang
berlainan.
- Besar gaya aksi adalah sama besarnya dengan gaya reaksi. Namun yang membedakan disini
adalah hanya arahnya saja yang berlawanan.
Pemahaman hokum Newton III pada gerak dua benda yang dihubungkan dengan
katrol yang licin memiliki percepatan, dimanan dapat dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan :
a = percepatan tiap-tiap balok
m1 = massa balok yang terletak pada bidang datar licin m2 =
massa balok yang tergantung pada tali
g = gravitasi
T = tegangan tali
Untuk tegangan tali benda yang teretak pada bidang datar licin dan tegangan tali
benda yang tergantung apabila dihubungkan dengan katrol maka nilainya adalah sama.
Gaya-gaya yang bekerja pada suatu benda yang tidak melalui pusat poros benda itu
menyebabkan benda melakukan gerak rotasi atau gerak putar. Dalam hal ini dipengaruhi apa
yang dikatakan sebagai keseimbangan benda tegar. Dimana benda tegar merupakan benda
benda yang dianggap tidak mengalami perubahan bentuk. Jika pada
sebuah benda tegar bekerja beberapa gaya atau sebuah gaya maka akibat yang mungkin dapat
terjadi pada benda itu adalah :
- benda dapat mengalami perubahan bentuk atau volume bahan keduanya.
- Benda dapat mengalami translasi atau rotasi bahkan keduanya.
Penyebab gerak translasi suatu benda adalah gaya, sedangkan gerak rotasi disebabkan
oleh momen gaya. Kecenderungan suatu gaya menyebabkan putaran tergantung pada garis
serta besar gaya tersebut.
Dari gambar di atas, lengan momen gaya dapat didefenisikan sebagai panjang garis
yang ditarik dari titik poros sampai memotong tegak lurus garis kerja gaya. Dari pernyataan
tersebut dapat dikatakan bahwa penyebab gerak gerak rotasi (berputar) adalah hasil dari cross
product atau silang antara vector lengan yang disebut dengan vector momen gaya (∂).
∂=I.F
keterangan :
∂ = torsi , momen gaya (Nm) I =
lengan gaya (m)
F = gaya (N)
Apabila garis kerja gaya melalui sumbu putar (poros) besar lengan momen gaya
adalah nol, sehingga besar momen gaya juga nol. Jadi, gaya-gaya yang garis kerjanya melalui
poros benda tidak menimbulkan efek rotasi (putaran).
Momen gaya merupakan besaran vector dan bukan salah satu bentuk energi sehingga
satuannya tidak boleh dalam joule ataupun erg.
Momen gaya yang searah gerak jarum jam diberi tanda positif (+), sedangkan momen
gaya yang berlawanan gerak jarum jam diberi tanda negative (-).
Hasil kali antara salah satu gaya dengan jarak pisah antara gaya tersebut disebut
momen kopel. Kopel adalah pasangan gaya-gaya sejajar dan sama berlawanan arah,
menyebabkan benda berotasi.
Persamaan :
M=F.d
Keterangan :
M = momen kopel (Nm atau dn.cm)
F = gaya (N)
d = jarak antara kedua gaya (m)
Jumlah momen gaya-gaya yang bereaksi pada benda dihitung terhadap suatu sumbu,
haruslah nol. Dimana pada benda tegar mencapai keseimbangan rotasi bila memenuhi
persamaan F = 0. Dengan demikian, sebuah benda tegar dikatakan seimbang apabila :
∑ F = 0 dan ∑ ∂ = 0
- Resultan beberapa kopel yang terletak sebidang yang masing-masing momen kopelnya M1,
M2, M3, …, Mn adalah sebuah kopel yang besar momen kopelnya sama dengan jumlah
aljabar momen-momen kopel tersebut.
MR = M1 + M2 + M3 + …+ Mn
Atau
MR = Mn
I = M . R2
Keterangan :
I = momen inersia (kg m2) M =
massa partikel (kg)
R = jari-jari lintasan (m)
Momen inersia digunakan untuk mencari ataupun menyatakan besarnya
kecenderungan mempertahankan posisi atau keadaan dimana benda dalam keadaan bergerak
rotasi.
Adapun momen inersia memperhatikan media tertentu yang mempengaruhi
perumusan terhadap momen inersia itu. Dalam hal ini perhitungkan percobaan menggunakan
momen inersia dengan media silinder, sehingga untuk mencari momen inersia pada media
silinder pejal menggunakan perumusan sebagai berikut :
I = ½ M . R2
t (detik)
No ΔΧ (cm) M1 (gr) M3 (gr)
1 buah M3 2 buah M3
1 40 200 10 3.73 1.57
2 40 200 10 3.40 1.52
3 40 200 10 3.30 1.45
4 40 200 10 3.68 1.54
5 40 200 10 3.32 1.48
6 60 150 10 3.59 1.77
7 60 150 10 3.58 1.82
8 60 150 10 3.44 1.65
9 60 150 10 3.45 1.70
10 60 150 10 3.45 1.72
11 80 100 10 3.29 1.52
12 80 100 10 3.18 1.86
13 80 100 10 3.23 1.92
14 80 100 10 3.25 1.59
15 80 100 10 3.29 1.48
m1 = 3,67 gram
tA tB ∑ ∑
No SAB SBC
B T tA tB
B C
T1 t2 t3 t1 t2 t3
I 30 30 1.66 1.66 1.66 1.00 1.00 1.00 1.66 1.00
35 1.53 1.88 1.97 1.15 1.12 1.09 1.79 1.72
40 1.81 1.90 1.94 1.41 1.44 1.50 1.88 1.45
II 30 30 1.82 1.69 1.34 1.18 1.43 1.29 1.61 1.30
25 1.72 1.78 1.56 1.31 1.19 1.35 1.68 1.28
20 1.35 1.12 1.34 1.47 1.54 1.63 1.27 1.54
No T │t- │
1 1.66 0
2 1.66 0
3 1.66 0
∑ 1.66
AB = ∑ /n = 1.66 / 3 = 0,55
∆t =
NT = ± ∆ t = 1.66 ± 0
KA = ±∆t=±0
KR = 0/1.66 x 100 % = 0
untuk t2
No T │t- │
1 1.53 0.26
2 1.88 0.09
3 1.97 0.18
∑ 1.79 0.17
AB = ∑ /n = 1.79 / 3 = 0,59
∆t
NT = ± ∆ t = 0.59 ± 0.05
KA = ± 0.05
KR = 0.05/0.59 x 100 % = 8.471
untuk t3
No T │t- │
1 1.81 0.07
2 1.90 0.02
3 1.94 0.06
∑ 1.88 0.05
AB = ∑ /n = 1.88 / 3 = 0,62
=
∆t
NT = ± ∆ t = 0.62 ± 0.01
KA = ± 0.01
KR = 0.01/0.62 x 100 % = 1.61 %
b. BC untuk
t1
No T │t- │
1 1.00 0
2 1.00 0
3 1.00 0
∑ 1.00 0
BC = ∑ /n = 1.00 / 3 = 0,33
∆t =
NT = ± ∆ t = 0.33 ± 0
KA = ±0
KR = 0/0.33 x 100 % = 0 %
untuk t2
No T │t- │
1 1.15 0.78
2 1.12 0.75
3 1.09 0.72
∑ 0.37 0.75
BC = ∑ /n = 0.37 / 3 = 0,12
∆t
NT = ± ∆ t = 0.12 ± 0.25
KA = ± 0.25
KR = 0.25/0.12 x 100 % = 2.08 %
untuk t3
No T │t- │
1 1.41 0.04
2 1.44 0.01
3 1.50 0.05
∑ 1.45 0.03
AB = ∑ /n = 1.45 / 3 = 0,48
∆t =
NT = ± ∆ t = 0.48 ± 0.01
KA = ± 0.01
KR = 0.01/0.48 x 100 % = 2.08 %
II. a. AB
untuk t1
No T │t- │
1 1.82 0.21
2 1.69 0.08
3 1.34 0.27
∑ 1.61 0.18
AB = ∑ /n = 1.61 / 3 = 0,53
∆t =
NT = ± ∆ t = 0.53 ± 0.06
KA = ± ∆ t = ± 0.06
KR = 0.06/0.53 x 100 % = 11.32 %
untuk t2
No T │t- │
1 1.72 0.04
2 1.78 0.10
3 1.56 0.12
∑ 1.68 0.08
AB = ∑ /n = 1.68 / 3 = 0,56
∆t =
NT = ± ∆ t = 0.56 ± 0.02
KA = ± 0.02
KR = 0.02/0.56 x 100 % = 3.57 %
untuk t3
No T │t- │
1 1.35 0.08
2 1.12 0.15
3 1.34 0.07
∑ 1.88 0.1
AB = ∑ /n = 1.27/ 3 = 0,42
∆t
NT = ± ∆ t = 0.62 ± 0.01
KA = ± 0.03
KR = 0.03/0.42 x 100 % = 7.14 %
b. BC
untuk t1
No T │t- │
1 1.18 0.12
2 1.43 0.13
3 1.29 0.01
∑ 1.30 0.08
BC = ∑ /n = 1.3 / 3 = 0,43
∆t
NT = ± ∆ t = 0.43 ± 0.02
KA = ± ∆ t = ± 0.02
KR = 0.02/0.43 x 100 % = 4.65 %
untuk t2
No T │t- │
1 1.31 0.03
2 1.19 0.09
3 1.35 0.07
∑ 1.28 0.06
AB = ∑ /n = 1.28 / 3 = 0,42
∆t =
NT = ± ∆ t = 0.43 ± 0.02
KA = ± 0.02
KR = 0.02/0.42 x 100 % = 4.76 %
untuk t3
No T │t- │
1 1.47 0.07
2 1.54 0
3 1.63 0.09
∑ 1.54 0.05
BC = ∑ /n = 1.54/ 3 = 0,51
∆t =
NT = ± ∆ t = 0.51 ± 0.01
KA = ± 0.01
KR = 0.01/0.51 x 100 % = 1.96 %
m2 = 8,46 gram
I. a. AB
untuk t1
No T │t- │
1 0.94 0.06
2 1.22 0.22
3 0.85 0.15
∑ 1.00 0.14
AB = ∑ /n = 1.00 / 3 = 0,33
∆t =
NT = ± ∆ t = 0.33 ± 0.04
KA = ± ∆ t = ± 0.04
KR = 0.04/0.33 x 100 % = 12.12 %
untuk t2
No T │t- │
1 1.04 0.01
2 0.97 0.08
3 1.16 0.11
∑ 1.05 0.66
AB = ∑ /n = 1.05 / 3 = 0,35
∆t
NT = ± ∆ t = 0.35 ± 0.22
KA = ± 0.22
KR = 0.22/0.35 x 100 % = 5.71 %
untuk t3
No T │t- │
1 1.00 0.09
2 1.16 0.07
3 1.12 0.03
∑ 1.09 0.06
AB = ∑ /n = 1.09 / 3 = 0,36
∆t
NT = ± ∆ t = 0.36 ± 0.02
KA = ± 0.02
KR = 0.02/0.36 x 100 % = 5.55 %
b. BC
untuk t1
No T │t- │
1 0.53 0.11
2 0.31 0.11
3 0.43 0.11
∑ 0.42 0.77
BC = ∑ /n = 0.42 / 3 = 0,14
∆t =
NT = ± ∆ t = 0.14 ± 0.02
KA = ± 0.02
KR = 0.02 / 0.14 x 100 % = 14.28 %
untuk t2
No T │t- │
1 0.62 0.02
2 0.59 0.01
3 0.59 0.01
∑ 0.6 0.01
BC = ∑ /n = 0.6 / 3 = 0,2
∆t =
NT = ± ∆ t = 0.2 ± 0.003
KA = ± 0.003
KR = 0.003/0.2 x 100 % = 1.5 %
untuk t3
No T │t- │
1 0.78 0.02
2 0.84 0.04
3 0.79 0.01
∑ 0.80 0.02
AB = ∑ /n = 0.80 / 3 = 0,26
∆t =
NT = ± ∆ t = 0.26 ± 0.006
KA = ± 0.006
KR = 0.006/0.26 x 100 % = 2.30 %
II. a. AB
untuk t1
No T │t- │
1 1.15 0.01
2 1.12 0.02
3 1.16 0.04
∑ 1.14 0.02
AB = ∑ /n = 1.14 / 3 = 0,38
∆t
NT = ± ∆ t = 0.38 ± 0.006
KA = ± ∆ t = ± 0.006
KR = 0.006/0.38 x 100 % = 15.78 %
untuk t2
No T │t- │
1 0.94 0.04
2 0.97 0.01
3 1.04 0.06
∑ 0.94 0.03
BC = ∑ /n = 1.98 / 3 = 0,32
∆t
NT = ± ∆ t = 0.32 ± 0.01
KA = ± 0.01
KR = 0.01/0.32 x 100 % = 3.12 %
untuk t3
No T │t- │
1 0.90 0.04
2 075 0.11
3 093 0.07
∑ 0.86 0.07
BC = ∑ /n = 0.86/ 3 = 0,28
∆t =
NT = ± ∆ t = 0.28 ± 0.02
KA = ± 0.02
KR = 0.02/0.28 x 100 % = 7.14 %
b. BC
untuk t1
No T │t- │
1 0.63 0.51
2 0.44 0.7
3 0.43 0.71
∑ 1.14 0.64
BC = ∑ /n = 1.14 / 3 = 0,38
∆t
NT = ± ∆ t = 0.38 ± 0.21
KA = ± ∆ t = ± 0.21
KR = 0.21/0.38 x 100 % = 55.26 %
untuk t2
No T │t- │
1 0.65 0.01
2 0.59 0.07
3 0.74 0.08
∑ 0.66 0.05
AB = ∑ /n = 0.66 / 3 = 0,22
∆t
NT = ± ∆ t = 0.22 ± 0.016
KA = ± 0.016
KR = 0.016/0.22 x 100 % = 7.27 %
untuk t3
No T │t- │
1 0.63 0.11
2 0.81 0.07
3 0.79 0.05
∑ 0.74 0.07
BC = ∑ /n = 0.74/ 3 = 0,24
∆t =
NT = ± ∆ t = 0.24 ± 0.02
KA = ± 0.02
KR = 0.02/0.24 x 100 % = 8.33 %
sehingga → a = atau a =
dengan memasukkan nilai 1 = ½ m R2 didapat :
2.
X. Analisa Percobaan
Pada percobaan kali ini, kami membahas tentang pesawat atwood. Pada percobaan
pesawat atwood ini dilakukan agar kita dapat memahami kebenaran hokum-hukum Newton
dan dapat memahami besaran momen inersia pada gerak rotasi benda tegar.
Sebelum kita melakukan percobaan, pesawat atwood yang kita gunakan kita atur
dahulu jarak antara A ke B dan B ke C agar tidak ada kesalahan waktu dalam perhitungan.
Setelah itu letakkan massa benda yang ditentukan dan kita letakkan di atas penahan yang
pertama. Agar hasilnya tepat maka apbila ada kipas angina disekitar daerah tersebut, maka
dimatikan. Karena berpengaruh terhadap hasilnya. Setelah kita letakkan di atas penahan
pertama kita atur posisi penahan tersebut agar posisinya tepat, lalu kita tarik penahan kedua
agar penahan pertama tertarik ke atas. Setelah itu kita lepaskan penahan kedua, kemudian
hitung waktu yang diperlukan untuk beban tersebut sampai ke kedudukan B dan sampai ke C
dan catat hasilnya. Disarankan setiap mengubah jarak menggunakan mistar agar jarak tepat.
XI. Kesimpulan
System di suatu lingkungan akan berubah sesuai dengan lingkungan tersebut. Apbila benda
tersebut diam dan dia akan cenderung diam, apabila benda tersebut bergerak akan cenderung
bergerak.
Kecepatan perubahan suatu gerak sama dengan resultan yang bergerak pada gerak tersebut.