Anda di halaman 1dari 10

Asian Management and Business Review, Volume 1 Issue 1, 2021: 57-67

Apakah indeks saham syariah terintegrasi dengan indeks


saham konvensional ?: Bukti dari Indonesia dan Malaysia
Sylva Alif Rusmita1, Putri Swastika2
Ekonomi Islam, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Airlangga, Indonesia 2Ekonomi
1

Islam, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro, Indonesia.

Sejarah Artikel pengganti maupun pelengkap dalam hal pengambilan


Diterima: 21 Desember 2020 Revisi: 2 Januari 2021 risiko merupakan informasi penting bagi investor
Diterima: 12 Januari 2021 apakah return portfolio dapat melakukan lindung
Diterbitkan: 1 Februari 2021 nilai risiko pasar kejutan. Pemahaman tentang
volatilitas dan korelasi antara pengembalian aset dari
Kata kunci: waktu ke waktu bervariasi sangat penting bagi
DCC GARCH, korelasi, Indonesia, Malaysia, volatilitas.
investor (baik domestik maupun internasional)
Penulis yang sesuai: dengan tujuan mendiversifikasi portofolionya untuk
sylvalifr@feb.unair.ac.id lindung nilai dari risiko yang tidak terduga. Metode
penelitian menggunakan pendekatan DCC
DOI: MGARCH untuk menguji korelasi antara dua negara
10.20885 / AMBR.vol1.iss1.art6 Pendahuluan
secara varian waktu untuk menunjukkan derajat
integrasi keuangan. Dengan data harian dari April
2012 hingga Desember 2017 dan menggunakan
indeks 3 kategori (komposit, Islam dan konvensional)
diperoleh hasil bahwa Malaysia dan Indonesia
memiliki korelasi yang kuat. Di antara indeks syariah,
komposit dan konvensional memiliki integrasi
keuangan, namun indeks konvensional di Malaysia
memiliki integrasi paling rendah dari indeks lain
sehingga cocok untuk diversifikasi. Sayangnya, indeks
konvensional yang mengandung produk non halal
kurang cocok untuk investor yang beritikad tajam
pada syariah. Guncangan di Indeks Malaysia akan
tampil berbeda dari pengembalian historis atau
sebelumnya. Bertentangan dengan indeks Indonesia,
pengembaliannya mungkin berdasarkan sejarah.
Implikasi dari penelitian ini adalah kami menemukan
Abstrak bahwa investor syariah tidak dapat memiliki
diversifikasi terbaik di pasar Malaysia dan Indonesia,
Kinerja portofolio yang dikembangkan baik sebagai karena indeks syariah berkorelasi kuat.

Dalam dunia modern, globalisasi telah menciptakan banyak hubungan global di seluruh dunia
yang menghasilkan pertumbuhan dan interaksi nyata antara pasar keuangan internasional Chang,
D. (2012). Tdia munculnya integrasi keuangan merupakan bentuk semakin berkembangnya
perdagangan dan investasi baik di tingkat global dan regional yang juga memiliki konsekuensi
yang kuat pada stabilitas keuangan. Integrasi keuangan dapat memberikan manfaat bagi negara-
negara anggota melalui alokasi modal yang efisien, diversifikasi risiko yang lebih baik, dan respons
pasar yang homogen terhadap guncangan eksternal (Kowalski, P., & Perepechay, K. 2015).
Padasaat yang sama, hubungan pasar keuangan dapat menghadirkan berbagai risiko, seperti efek
penularan dan gangguan terhadap aktivitas ekonomi. Terlihat bahwa jika terjadi krisis keuangan
maka contagion effect akan mempunyai konsekuensi yang sangat penting, karena integrasi
keuangan merupakan integrasi yang menitikberatkan pada kerjasama dan menjaga stabilitas
keuangan. Sehingga dapat menyebar ke negara lain dengan cepat (Ong dan Hbibullah, 2012).
Melalui perubahan indeks harga saham yang diperdagangkan di bursa efek secara
keseluruhan, dapat dilihat pada volatilitas apakah pasar dalam keadaan bullish (volatilitas tinggi)
atau bearish (volatilitas rendah), serta kondisi baik atau penurunan ekonomi secara keseluruhan
(De Nicoló, MG dan Ivaschenko, MIV 2009. Volatilitas yang terjadi pada harga saham dapat
direpresentasikan sebagai standar deviasi atau risiko. Semakin tinggi volatilitas atau standar
deviasi, semakin tinggi tingkat ketidakpastian pengembalian saham ke diperoleh
..Indonesia Stock Exchanges (BEI) Data menunjukkan bahwa sekitar 87 persen dari
penduduk Indonesia adalah Muslim Selain itu, Muslim Indonesia akrab dengan produk-produk
pasar modal syariah2021:.
58 Manajemen Asia dan Business Review, Volume 1 Edisi 1, 57-67

Indonesia termasuk yang rajin menerbitkan sukuk dan negara penerbit sukuk terbesar di dunia,
setelah Malaysia. Investor syariah yang membuka rekening efek syariah terus bertambah. Pada
2014 hanya ada 2.705 investor. Sedangkan e per September 2017, jumlahnya telah mencapai
19.265 orang, naik 57 persen dibanding tahun sebelumnya. Jumlah ini setara dengan 3,2 persen
dari total investor di Indonesia.
Dari sisi kinerja saham syariah, peningkatan pasar saham di Indonesia pada tahun 2017
juga berdampak pada kinerja saham syariah yang ditunjukkan oleh Indeks Saham Syariah
Indonesia (ISSI) dan Jakarta Islamic Index (JII). Berdasarkan Laporan Otoritas Jasa Keuangan
per 29 Desember 2017, Jakarta Islamic Index (JII) ditutup pada level 759,07 poin atau naik 9,36%
dibandingkan akhir Desember 2016 sebesar 694,13 poin. Sedangkan kapitalisasi pasar saham yang
tergabung dalam JII per 31 Desember 2017 sebesar Rp2.288,02 triliun atau 32,44% dari total
kapitalisasi pasar seluruh saham sebesar Rp7.052,39 triliun. Selanjutnya kapitalisasi pasar saham
yang tergabung dalam JII pada 31 Desember 2017 mengalami peningkatan sebesar 12,10%
dibandingkan kapitalisasi Saham JII pada akhir Desember 2016 sebesar Rp2.041,07 triliun.
Meskipun indeks saham syariah di BEI mengalami pertumbuhan baik dari sisi indeks maupun
kapitalisasi dibandingkan periode sebelumnya, namun lebih rendah dari Indeks Harga Saham
Gabungan (IHSG) dan LQ45. Hal ini disebabkan adanya perbedaan komponen pada indeks
komposit, dimana pada indeks IHSG dan indeks LQ45 terdapat sektor keuangan yaitu bank dan
emiten rokok yang merupakan sektor bermodal besar di BEI, keduanya tidak termasuk dalam
Jakarta Islamic Index atau Indeks Saham Syariah Indonesia
Dengan adanya syariah screening dan munculnya indeks syariah diharapkan dapat
memudahkan investor yang sangat peduli terhadap syariah dari suatu transaksi. Imbal hasil dan
kinerja merupakan dasar penilaian bagi investor untuk membeli atau menjual saham. Abduh et.al.
(2012) menyebutkan bahwa investor instrumen keuangan syariah masih didominasi oleh investor
rasional yang tujuannya mencari cara untuk mengamankan nilai asetnya agar tidak jatuh.
Kriteria pemilihan saham syariah akan membentuk portofolio yang menghasilkan return
portofolio dan kinerja portofolio, dari penilaian return dan kinerja maka investor akan memilih
saham yang ingin dibeli atau dijual. Abduh et.al. (2012) menyebutkan bahwa investor instrumen
keuangan syariah masih didominasi oleh investor rasional yang tujuannya mencari cara untuk
mengamankan nilai asetnya agar tidak jatuh. Dewandaru et al., (2014) menekankan terdapat ciri-
ciri khusus yang membedakan antara saham konvensional dan pasar saham syariah. Studi tersebut
menunjukkan bahwa Syariahperusahaan yang mematuhidianggap, memiliki pengembalian yang
lebih tidak stabil. Dengan kata lain, pasar berisiko syariah karena mengandung saham-saham yang
cenderung memiliki korelasi lebih tinggi dengan kinerja pasar secara keseluruhan dan siklus bisnis.
Penelitian ini mencoba mengisi gap literatur dengan mengkaji kinerja investasi saham
berbasis syariah, komposit dan konvensional di Indonesia dan Malaysia melalui indikator pasar
modal. Penelitian ini penting bagi investor untuk mengharapkan pengembalian berdasarkan risiko
yang dirasakan. Meskipun risiko tersebut dapat diproksikan dengan volatilitas, maka memahami
volatilitas indeks dan memberikan informasi indeks korelasi penting bagi setiap investor untuk
mengembangkan portofolio diversifikasi.
Analisis dalam studi ini juga menarik karena kemampuannya untuk mengembangkan
indeks konvensional tertentu yang tidak mengandung saham yang terdaftar dalam indeks syariah
(di Malaysia dan Pasar Modal Indonesia). Alasan peneliti membangun indeks baru karena
sebagian investor masih meyakini saham bank konvensional memiliki kinerja pasar yang baik.
Mereka meyakini saham non halal menguntungkan dan bisa menjadi substitusi terbaik untuk
melawan risiko, sehingga tidak meninggalkan saham non halal. Selain itu, penelitian ini juga ingin
membuktikan apakah indeks konvensional tertentu (saham non halal) akan memberikan
diversifikasi yang lebih baik dengan indeks lain.
Kebaruan dari penelitian ini adalah perluasan tubuh pengetahuan dengan memeriksa
volatilitas indeks di Indonesia dan Malaysia dari rentang waktu 2012 hingga 2017. Buat indeks
baru yang tidak pernah berkembang, juga menerapkan model DCC GARCH multivarian yang
andal untuk menangani pertanyaan penelitian. Terakhir, kajian ini akan memberikan masukan bagi
investor agar memiliki referensi baru sebelum memilih masuk ke pasar.
Apakah indeks saham syariah terintegrasi dengan konvensional… 59

Tinjauan Literatur dan Hipotesis Perkembangan


Volatilitas
Secara umum pasar modal merupakan lembaga yang melakukan perdagangan saham, namun
bukan berarti setiap transaksi yang terjadi di bursa akan mempertemukan para pengusaha yang
membutuhkan usaha. modal dan masyarakat yang ingin menanamkan modalnya (investor),
pertemuan kedua pihak hanya terjadi pada saat peluncuran awal. saham perusahaan atau
Penawaran Umum Perdana (IPO). Selanjutnya tergantung dari motif investor apakah motifnya
untuk investasi jangka panjang dengan mengharapkan dividen atau motif profit taking jangka
panjang dengan cara memperdagangkannya di bursa efek dengan harapan terdapat perbedaan
positif antara pembelian. harga dan harga jual saham (Hanif, 2012).
Instrumen keuangan yang diperdagangkan di pasar modal adalah saham, obligasi, waran,
rights, obligasi konversi, dan berbagai produk turunan seperti opsi dan lain-lain. Prinsip instrumen
pasar modal syariah berbeda dengan pasar modal konvensional. Saham yang diperdagangkan di
pasar modal syariah harus berasal dari emiten yang memenuhi kriteria syariah. Bahkan obligasi
yang diterbitkan harus menggunakan prinsip syariah, seperti mudharabah, musyarakah, ijarah,
istishna ', salam dan murabahah. Selain saham dan obligasi syariah yang diperdagangkan di pasar
modal syariah terdapat reksa dana syariah yang merupakan wahana investasi campuran yang
menggabungkan saham dan obligasi syariah dalam satu produk yang dikelola oleh seorang
manajer investasi (Faozan, 2010).
Untuk ukuran volatilitas biasanya digunakan dalam perhitungan keuangan; volatilitas
historis dan tersirat. Volatilitas historis dihitung dari nilai nilai tukar masa lalu. Dengan adanya
serangkaian nilai tukar harian yang lalu, kita dapat menghitung deviasi standar dari perubahan
harga harian dan kemudian volatilitas tahunan dari nilai tukar. Volatilitas historis memberikan
penilaian yang baik tentang kemungkinan perubahan di masa depan ketika pasar keuangan dan
ekonomi belum mengalami perubahan struktural. Volatilitas tersirat adalah ukuran ke depan
volatilitas dan dihitung dari pelaku pasar perkiraan apa yang mungkin terjadi difutureA,bdalla SZS
(2012).
Volatilitas data keuangan telah dijelaskan oleh Worthington, A., & Higgs, H. (2001)
sebagai berikut:
a. Leptokurtis: sifat data keuangan yang memiliki pola sebaran leptokurtik. Hal ini
ditunjukkan dengan kurtosis berlebih dan puncak tajam di plot data.
b. Pengelompokan Volatilitas: Perubahan indeks yang ekstrem menunjukkan variabilitas
tinggi yang disebabkan oleh leptokurtis. Perubahan indeks yang ekstrim diikuti oleh
perubahan indeks ekstrim lainnya. Peristiwa ini disebut pengelompokan volatilitas.
c. Persistensi Volatilitas: Karena pengelompokan volatilitas, guncangan volatilitas hari ini akan
memengaruhi volatilitas di periode mendatang. Volatilitas dikatakan kontinyu
(persistence) jika indeks hari ini memiliki pengaruh yang besar terhadap varians di masa
yang akan datang.
d. Efek Leverage: Efek leverage adalah efek pada kondisi buruk yang berbeda dengan efek
pada kondisi baik. Sehingga kejutan negatif akan lebih sering muncul daripada kejutan
positif di masa yang akan datang.

Menurut Mandelbrot (1963) stylized of volatility clustering yang berarti nilai besar dan kecil dalam
log-return cenderung terjadi di cluster. yaitu perubahan besar cenderung diikuti perubahan besar
dan perubahan kecil cenderung diikuti perubahan kecil. Ketika volatilitas tinggi, kemungkinan
akan tetap tinggi dan ketika rendah kemungkinan akan tetap rendah. Pengelompokan volatilitas
tidak lain adalah akumulasi atau pengelompokan informasi. Fitur ini mencerminkan fakta bahwa
berita terkumpul dari waktu ke waktu (Engle, 1993).

Retun dalam Investasi


Pengembalian merupakan salah satu faktor yang memotivasi investor untuk berinvestasi dan juga
merupakan imbalan atas keberanian investor menanggung resiko dalam menanamkan modalnya.
Pengembalian investasi dapat diperkirakan dengan estimasi. Pengembalian investasi masa depan
merupakan pengembalian yang diharapkan dan berbeda dengan pengembalian aktual yang
diterima (Tandelilin, 2010: 9). Ada dua jenis pengembalian:
60 Asian Management and Business Review, Volume 1 Issue 1, 2021: 57-67

1. Realisasi pengembalian (actul return)


Realisasi pengembalian adalah pengembalian yang telah terjadi. Aktual return yang digunakan
dalam menganalisis data merupakan hasil yang diperoleh dari investasi dengan menghitung
selisih antara harga saham individu periode berjalan dengan periode sebelumnya tanpa
memperhatikan deviden, dapat ditulis dengan rumus
������ = (��� ���, - ������ − 1),) / ������ −
1),....................... .................................................. ................................. (1) Keterangan:
������Return=saham pada saat i t
������,= harga saham I periode t
������ − 1), = Harga Saham periode I t-1
2. Return yang diharapkan (expected return)
Expected return adalah return yang diharapkan investor di masa depan. Perhitungan
Expected return menurut Brown dan Waren dalam (Jogiyanto, 2003) yaitu:
E (Rit) = Rmt
Keterangan:
E (Rit) = Tingkat ekspektasi pengembalian saham pada hari t
Rmt = Tingkat keuntungan pasar pada periode t

Studi Sebelumnya
Terdapat ciri khusus yang membedakan antara pasar modal konvensional dan syariah, khususnya
pada spesifikasi profil pengembalian risiko. Dalam hal ini, kriteria penyaringan yang dilakukan
oleh investasi Islam didasarkan pada Syariah prinsip-prinsipyang mengecualikan perusahaan yang
tidak patuh dari kumpulan ekuitas yang dapat diinvestasikan. Dengan demikian, hanya
Syariahperusahaan yang mematuhiyang dipertimbangkan, menghasilkan kumpulan ekuitas yang
dapat diinvestasikan yang lebih kecil dengan pengembalian yang lebih tidak stabil (Dewandaru et
al., 2014). Pengembalian yang lebih fluktuatif biasanya menggambarkan pasar yang lebih berisiko
karena mengandung saham yang cenderung memiliki korelasi lebih tinggi dengan kinerja pasar
dan siklus bisnis secara keseluruhan.
Karolyi (1995) dan Nastiti, KLA, & Suharsono, A. (2012) memberikan contoh penerapan
model MGARCH (multivariate GARCH) yang paling jelas dengan mempelajari hubungan antara
volatilitas dan volatilitas beberapa pasar. pengembalian dan volatilitas untuk saham yang
diperdagangkan di bursa saham New York dan Toronto dengan GARCH multivariat.
Bumi, (2013) penelitiannya mendeskripsikan pola volatilitas return di Indonesia dengan
menggunakan data Malaysia dan Singapura sebagai pembanding menggunakan model EGARCH
Student-t. Hasil penelitian menyebutkan, adanya efek asimetris shock terhadap return volatility
terlihat jelas, dimana volatilitas return saham di Indonesia lebih banyak dipengaruhi oleh bad
news (shock negatif) dibandingkan good news (positive shock).
Hung, NT (2019), De Almeida, D., Hotta, LK, & Ruiz, E. (2018), Aielli, GP, & Caporin,
M. (2014), Romli, N., Mohamad, AAS, & Yusof, MFM (2012) dan Tse, YK, & Tsui, AKC (2002),
Aielli, GP, & Caporin, M. (2014) , mereka menganalisis korelasi antara dua dan lebih banyak pasar
modal di beberapa negara untuk mencari fleksibilitas dan kelayakan pasar, dan memberikan
pilihan bagi investor untuk berinvestasi di negara tersebut. Dengan menggunakan DCC
MGARCH mereka bisa menemukan korelasi masing-masing pasar dan keluar dengan saran untuk
investor.
Purbasari, (2017) menyelidiki interdependensi volatilitas di lima pasar Asia Tenggara.
Pertama, dengan membuat model pengembalian dalam framework VAR-BEKK untuk
mendapatkan varian bersyarat, lalu menerapkan model vector-autoregressive (VAR) ke lima
varian pasar. Hasil estimasi VAR menunjukkan bahwa interdependensi conditional variance pasar
ekuitas tinggi. Pasar Singapura, meskipun paling eksogen dan paling tidak rentan terhadap
rangsangan volatilitas dari pasar lain, adalah yang paling berpengaruh dalam mentransmisikan
volatilitas ke pasar ASEAN lainnya.
Analisis Al-Khazali, O., Lean, HH, & Samet, A. (2014) untuk menguji apakah indeks
saham Islam mengungguli indeks saham konvensional dengan membandingkan sembilan indeks
Dow Jones Islamic dengan rekan konvensional Dow Jones mereka. Hasilnya menunjukkan
bahwa indeks Islam mengungguli indeks
saham Do Islamic terintegrasi dengan konvensional… 61

rekan konvensional mereka selama krisis keuangan global baru-baru ini. Dengan demikian,
investasi Islam berkinerja lebih baik daripada investasi konvensional selama ekonomi meltdown.
Studi sebelumnya dari Saiti, B., Bacha, OI, & Masih, M. (2014) klasifikasi negara Islam dan non-
Islam. Selanjutnya, perbandingan kinerja Islam adalah analisis oleh Al-Khazali et al (2014) tetapi
tentang CAPM kinerja menggunakan indeks Dow Jones Islamic. Model GARCH dalam
penelitian ini menggunakan DCC MGARCH yang mereplikasi dari Hung, NT (2019) dan Bala,
DA, & Takimoto, T. (2017), karena DCC MGRACH dapat menjelaskan korelasi pasar volatilitas.
Lean, HH, & Teng, KT (2013) adalah peneliti lain yang menggunakan DCC MGARCH hanya di
Pasar Malaysia.
Berdasarkan penelitian sebelumnya, kebaruan dari makalah ini lebih spesifik pada analisis
antara pasar ekuitas Indonesia dan Malaysia baik konvensional maupun syariah. Selanjutnya,
penelitian sebelumnya tidak memberikan ekuitas konvensional yang tidak pernah diklasifikasikan
syariah. Sebagian besar penelitian sebelumnya menjelaskan tentang indeks komposit yang disebut
sebagai konvensional. Faktanya, indeks komposit berisi dua jenis perusahaan yang memungkinkan
untuk diindeks di syariah dan indeks mustahil di syariah. Jadi, penelitian ini mencoba
mengumpulkan perusahaan yang memproduksi atau memiliki bisnis inti non halal seperti riba,
minuman keras, dll dan menggabungkannya untuk mengembangkan indeks baru. The saat ini
Fokus penelitian pada negara Islam di Indonesia dan Malaysia di Asia Tenggara yang kuat Pasar
modal syariah, dan menyediakan indeks klasifikasi baru yaitu NST7 dan NSTM.
Selanjutnya hipotesis dari penelitian ini adalah:
1. H01 = Jakarta Islamic Index (JII) lebih bergejolak dan berkorelasi dengan Non ShariaTop 7
(NST7) dan Jakarta Composit Index
2. H02 = FTSE Bursa Malaysia Hijrah Shariah Index (Hijrah) lebihvolatilitas dan berkorelasi Non
Syariah Top Malaysia (NSTM) dan FTSE Bursa Malaysia EMAS (FTSE) indeks 3.H0 3 = Pasar
Modal Indonesia dan Malaysia berkorelasi

Metodepenelitian
penelitian ini menggunakan data sekunder. Data yang diambil dalam penelitian ini adalah data
transaksi harian, JKSE, JII, NST7, Hijrah, FTSE, danNST7M. Sampel terdiri dari 1230 observasi
harian periode April 2012 hingga Desember 2017. Data tersebut merupakan harga penutupan
indeks yang digunakan di masing-masing Pasar Modal terpilih di Indonesia dan Malaysia periode
April 2012 –Desember 2017 yang menjadi sampel penelitian. Data dikumpulkan dari harga
historis Pasar Bursa Efek Indonesia dan Bursa Malaysia Stock. Data harian digunakan untuk
mendapatkan hasil yang kuat, sedangkan pemilihan periode dimaksudkan untuk memberikan
gambaran terkini tentang kondisi pasar Indonesia dan Malaysia. .
Enam indeks ekuitas digunakan dalam penelitian ini.
1. Return Jakarta Composite Index (IHSG) sebagai proxy market return di Bursa Efek Indonesia
2. Jakarta Islamic Index atau disingkat (JII) adalah indeks syariah yang seluruh sahamnya harus
direview secara berkala berdasarkan kinerja keuangan yang tidak boleh mengandung pendapatan
haram, suku bunga, juga ruang lingkup bisnisnya harus halal.
3. Non syariah top 7 (NST7) bersifat konvensional dimana semua emiten tidak pernah dan tidak
mungkin terindeks secara syariah. Peternakan yang memuat 7 saham yang memiliki
kapitalisasi terbesar di Indonesia yaitu BBCA, HMSP, BBRI, BMRI, BBNI, GGRM, dan
BDMN. 7 perusahaan non syariah teratas dipilih karena total kapitalisasi pasar perusahaan-
perusahaan tersebut sesuai dengan total kapitalisasi pasar semua perusahaan yang termasuk
dalam Jakarta Islamic Index.
4. FTSE Bursa Malaysia Hijrah Shariah Index (Hijrah) adalah produk investasi syariah yang
memenuhi persyaratan penyaringan investor Islam internasional. Indeks ini disaring oleh
Komisi Sekuritas Malaysia, Dewan Penasihat Syariah (SAC) (Lean, HH, & Parsva, P, 2012).
5. Indeks FTSE Bursa Malaysia EMAS (FTSE) mewakili semua sekuritas biasa yang terdaftar di
papan utama Bursa Malaysia yang memenuhi syarat untuk aturan kelayakan, mengambang
bebas serta likuiditas (Lean, HH, & Tan, VK M , 2010) dan Chang, D. (2012).
6. Non-Shariah Top 7 (NST7M) merupakan saham konvensional yang berisi 8 saham yang
memiliki kapitalisasi terbesar di Malaysia. Ketujuh perusahaan tersebut adalah AMMB, CIMB,
Hong Leong Bank, Hong Leong Financial Group, MayBank, Publick Bank, RHB.
62 Asian Management and Business Review, Volume 1 Issue 1, 2021: 57-67

Multivariate Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedastiscity


Generalized ARCH (GARCH) merupakan perpanjangan dari model ARCH. Saat memodelkan
menggunakan ARCH mungkin memerlukan nilai lag yang besar, oleh karena itu sejumlah besar
parameter Worthington, A., & Higgs, H. (2001). Model penelitian ini mengestimasi varians return
pada waktu t sebagai rata-rata tertimbang dari suatu konstanta, varians return periode sebelumnya,
dan sisa return kuadrat periode lalu. Untuk mengetahui hubungan waktu-bervariasi antar indeks
kami menggunakan model Dynamic Conditional Correlation Multivariate GACRCH yang
diterima secara luas, karena DCC MGARCH menggabungkan time-dependent conditional
Correlation, juga dapat mengamati perilaku data time-series (Rizvi & Arshad, 2014 ). Menurut
Cho dan Choi (2015), model DCC MGARCH memiliki sejumlah keunggulan seperti pelit, suara
secara teoritis, dan fleksibel secara komputasi. Ada dua langkah sebelum menggunakan metode
MGARCH (Multivariate Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity), yaitu uji
LM dan uji Wald. Keduanya perlu untuk memeriksa apakah efek MGARCH pada model residu.
LM adalah pendekatan standar untuk membangun statistik uji untuk hipotesis parametrik (Abduh,
2020).
Tes Lagrange Multiplier (LM) adalah salah satu alat utama untuk mendeteksi efek
GARCH dalam analisis data keuangan Gel, YR, & Chen, B. (2012). Salah satu langkah penting
sebelum menerapkan metodologi GARCH adalah menguji residual of risk and return untuk bukti
heteroskedastisitas Abdalla, SZS (2012). Pengujian ini didasarkan pada penguraian model
GARCH secara multiplikatif menjadi dua komponen, salah satunya merepresentasikan hipotesis
nol. , sedangkan yang lain menolak hipotesis nol Catani, P., Teräsvirta, T., & Yin, M. (2017):
H0= residu heteroskedastisitas (��2 = ꞷ), jika obs-R-square> 5% , maka hipotesis nol diterima
yang berarti residu homoscedastic
H1= residu heteroskedastisitas (��2= ꞷ), jika obs-R-square <5%, maka hipotesis nol ditolak,
artinya residu ada di kondisi heteroskedastis

Model GARCH memungkinkan adanya varian bersyarat pada jeda sebelumnya. GARCH
(1,1) dengan persamaan mean dapat dinyatakan sebagai
���� = �� + ����, ���� ∼ �� (0, ����2)
....... .................................................. .................................................. .... (2) 2 + ��
���� − 1
2 2
���� = ��0 + ��1���� − 1 ................................................. ...................................
............... ............ (3)
model dapat diperpanjang ke model GARCH (p, q) di mana varian kondisional saat ini
diparameterisasi untuk bergantung pada istilah p lag dari kesalahan kuadrat dan q istilah varian
bersyarat tertinggal.
2
+ ��1���� − 2+. . + �������� − �� + ��1���� − 1
2
+ ��2���� − 2
2 2
���� = ��0 + ��1���� − 1 ..................... (4)
2
+. . . + �������� − ��
Juga kendala ��0, ��1, ��2,. . . , ���� ≥ 0, dan ��1, ��2,. . . , ���� ≥ 0.
diterapkan sehingga varian σ_t ^ 2 menjadi positif. Secara umum, model GARCH (1,1) cukup
untuk menangkap volatilitas dalam data (Brook, 2008).
Untuk korelasi, kami berasumsi bahwa mereka berevolusi secara dinamis. Kami menggunakan
model DCC Engle (2002). Model dapat ditampilkan sebagai:
���� = ������������
0,5
,…, ℎ����, ��
0.5
���� = �������� (ℎ11, �� ),
���� = (1 - �� - ��) �� + αεt - 1ε 0 t - 1 + βQt - 1
Rt = (diagQt) - 0.5Qt (diagQt) - 0.5
Hasil dan Pembahasan
Kami ambil data dari enam pasar yang berbeda yaitu FTSE, JII, JKSE, NST7, NST7M, dan
Hijrah, dengan data panjang dari April 2012 hingga Desember 2017. Dengan menggunakan
MGARCHt-DCC, ditemukan bahwa FTSE paling volatile, diikuti oleh Jakarta Islamic Index ,
Hijrah, NST7, JKSE, dan NST7M sebagai indeks yang kurang volatil.
Apakah indeks saham Islam terintegrasi dengan konvensional… 63

Dari Perkiraan ML di atas dari model t-DCC pada indeks pasar saham, kami mengamati
bahwa sebagian besar perkiraan volatilitas pengembalian secara statistik signifikan dan mendekati
satu, kecuali NST7M. Temuan ini menyiratkan sebagian besar parameter model mengalami
penurunan bertahap dalam volatilitas di bawah model DCC t juga. Nilai kemungkinan log yang
dimaksimalkan (-636,6169) di bawah model t-DCC. Perkiraan derajat kebebasan adalah 5,8652,
jauh di bawah nilai 30. Kesimpulan ini kuat dengan cara pengembalian distandarisasi untuk
perhitungan korelasi pengembalian aset silang.

Tabel 1. Multivariate GARCH dengan multivariate t-distribution


Dikonvergensi setelah iterasi
Perkiraan Parameter Standard Error T-Ratio [Prob] Lambda_FTSE .97553 .017493 55.7686 [.000]
Lambda_JII .95832 .014534 65.9365 [.000] Lambda_HJR .95133 .044838 21.2170 [.000]
Lambda_JKSE .88663 .046738 18.9700 [.000] Lambda_NST7 .89480 .049032 18.2495 [.000]
Lambda_NST7M .57254 .068964 8.3020 [.000] Delta .86316 .011827 72.9843 [.000] Df 5.8652 [1.0708
5.4772 000] Dimaksimalkan Log-Likelihood = -636,6169
df adalah derajat kebebasan distribusi t multivariat

Pengamatan kinerja pasar juga harus mempertimbangkan korelasi antar indeks. Tabel
berikut menunjukkan matriks korelasi antar variabel dalam penelitian ini. Dari Tabel 1 terlihat
bahwa seluruh pasar modal Indonesia dan Malaysia memiliki korelasi dinamis yang positif satu
sama lain dan signifikan pada taraf 5%. Pasar Indonesia dan Malaysia semakin bertemu. Terdapat
indikasi bahwa anggota indeks saham syariah non syariah menunjukkan perkembangan pada
tingkat integrasi pasar, namun tanda tersebut terlihat jelas dalam hubungan antara Indonesia dan
Malaysia.

Tabel 2. Perkiraan Matriks Volatilitas tanpa syarat


FTSE JII HJR JKSE NST7 NST7M FTSE 12.5147 .79601 .99126 .8648 .65803 .13398 JII .79601 5.6311 .
79019 .95486 .77339 .059441 HJSE .99126 .79019. 12.561965 JK .84648 .95486 .84418 6.3263 .87620 .
080201 NST7 .65803 .77339 .65148 .87620 5.1286 .0057102 NST7M .13398 .059441 .12619 .080201 .
0057102 .28758 Untuk waktu –mvariasikan menu kondisi Volatilitas dan korelasi .

Dari hasil di atas, kita dapat melihat bahwa indeks estimasi spesifik dari parameter
volatilitas dan korelasi peluruhan. Di Indonesia, JKSE memiliki korelasi yang kuat dengan JII
yaitu 0,95486. Mengenai korelasi cross return, JKSE dan JII terlihat berkorelasi positif (0,95486)
yang menunjukkan kemungkinan arah pergerakan dan derajat asosiasi (+ 95%) antara JKSE dan
JII. Kasus serupa juga ditemukan di pasar Malaysia, dimana Indeks Hijrah berkorelasi tinggi
dengan FTSE Malaysia yang berasosiasi positif (0,99126 atau sekitar 99%). FTSE juga memiliki
korelasi terkuat dengan pasar saham Islam Malaysia 0,99126. Hal ini juga menjadi perhatian
investor karena setiap pergerakan return indeks syariah dan indeks komposit bergerak ke arah
yang sama.
Antara Islam dan konvensional murni memiliki angka korelasi yang cukup rendah di
Malaysia. HJR memiliki korelasi yang rendah dengan NSTM (0,12619) sehingga dapat dijadikan
komposisi yang menarik bagi investor terhadap risiko yang akan dihadapi nantinya. Namun,
tentunya investasi konvensional bukanlah pilihan bagi investor yang benar-benar fokus pada
syariah. Sayangnya, di Indonesia
64 Asian Management and Business Review, Volume 1 Issue 1, 2021: 57-67

korelasi antara Islam (JII) dan konvensional murni cukup tinggi 0,77339. Sepertinya investor di
Indonesia belum memiliki peluang untuk memiliki diversifikasi portofolio yang baik karena
indeks syariah berkorelasi kuat dengan pasar komposit juga dengan konvensional murni.
Sedangkan indeks NST7 non syariah (konvensional murni) juga memiliki korelasi dengan
pasar saham Indonesia (IHSG) 0.87620. Sedangkan untuk Malaysia, pasar konvensional murni
berkorelasi kecil dengan pasar modal Malaysia atau FTSE hanya 0.13398.
Dilihat dari indeks korelasi antara negara JKSE dan FTSE merupakan representasi dari
pasar modal negara tersebut (JKSE untuk Indonesia dan FTSE untuk Malaysia) sehingga sangat
mungkin berkorelasi dengan pasar syariah mereka sekitar 0,84648. JII dan Hijrah juga memiliki
korelasi volatilitas sebesar 0.79019, sehingga baik investor Indonesia maupun Malaysia tidak dapat
memiliki diversifikasi yang kuat. Hasil penelitian ini sesuai dengan Longin, F., & Solnik, B. (2001),
bahwa terdapat hubungan distribusi return yang kuat secara umum antara pasar AS dan Inggris.
Investor di pasar Malaysia dan Indonesia harus menyadari hal ini sebelum berinvestasi di kedua
pasar tersebut. Selain itu, return indeks NST7M terlihat lebih stabil dibandingkan dengan NST7
(0,0057). Artinya kedua saham tersebut memiliki korelasi yang paling kecil, hal ini dapat dikatakan
kepatuhan pendanaan terhadap portofolio yang manis, karena yang kurang berkorelasi tersebut
maka diversifikasinya paling baik (Theron, L., & van Vuuren, G. (2018).
Berdasarkan hasil tersebut, diversifikasi portofolio terbaik terkait dengan indeks
konvensional murni dari Malaysia. Sayangnya, sebagai investor yang mempertimbangkan syariah,
indeks konvensional bukanlah pilihan dan harus dihindari. Komposisi indeks konvensional murni
adalah bank konvensional yang pendapatannya tidak sesuai syariah karena adanya suku bunga
riba. Apalagi indeks syariah baik Malaysia maupun Indonesia memiliki korelasi, indeks komposit
juga sama, artinya investor tidak bisa memiliki diversifikasi terbaik dalam model cross country.
Hasil tersebut bertentangan denganHung, NT (2019), ia menyebutkan di pasar negara
berkembang korelasinya adalah lebih rendah dari pasar pengembangan. Table 3. depicts the mean
reversion based on the Wald test estimation.

Table 3. Mean Reversion


Wald test of restriction (s) imposed on parameters
List of restriction (s) for the Wald test: Wald Statistic
0=1- LAMBDA_FTSE CHSQ(1)= 1.9561 [ .162] Non-Mean Reverting 0=1- LAMBDA_HJR
CHSQ(1)= 1.1784 [ .278] Non-Mean Reverting 0=1- LAMBDA_JII CHSQ(1)= 8.2248 [ .004] Mean
Reverting 0=1- LAMBDA_JKSE CHSQ(1)= 5.8840 [ .015] Mean Reverting 0=1- LAMBDA_NST7
CHSQ(1)= 4.6032 [ .032] Mean Reverting 0=1- LAMBDA_NST7M CHSQ(1)= 38.4183 [ .000]
Mean Reverting

FTSE and Hijrah market return index shows non-mean reversion, which signifies that the
overall performance would be less likely to return to its long-run means. In other words, if
shocks occur in the Malaysian market, the market may have differed greatly from the past
average. This is also implies that investors in the Malaysian market do not take into account the
historical return on their investment decision.
In Indonesian market, JKSE and JII market index shows mean-reversion situation. It
means the market performance would be more likely to revert to its historical mean, thus
enabling investors to predict future return based on historical or average level. For non-sharian
compliant stocks, noth both NST7 and NST7M shows similar result of mean reversion. It
suggests the return will eventually revert to the long-run mean.
To check model validity, Lagrange Multiplier (LM) test is conducted. The result of the
LM test is shown in table 4. The table shows that the LM test stastic is equal to 15.4848 with p-
value of 0.216. Thismeans the LM test is not statistically significant andwe cannot reject our null
hypothesis. In other words, t-DCC model is correctlyspecified Bala, DA, & Takimoto, T. (2017).
Do Islamic stock indexes integrated with conventional … 65

Table 4. LM Test Result


Regressor Coefficient Standard Error T-Ratio [Prob] OLS RES (-1) .050348 .19229 .26184 [ .795] OLS
RES (-2) .36713 .19100 1.9222 [ .063] OLS RES (-3) -.031737 .20147 -.15753 [. 876] OLS RES (-4)
-.25961 .19912 -1.3038 [ . 201] OLS RES (-5) -.049470 .19849 -24923 [ . 805] OLS RES (-6) .043468 .
19889 .21855 [ . 828] OLS RES (-7) -.091262 .19901 -.45859 [ . 649] OLS RES (-8) .12662 .20085 .
63039 [ . 532] OLS RES (-9) .44814 .20073 2.2325 [ . 032] OLS RES (-10) .018223 .22034 .082705 [ .
935] OLS RES (-11) -.46026 .21365 -2,.1543 [ . 038] OLS RES (-12) .29384 .22118 1.3269 [ . 193]
Langrange Multiplier Statistic CHSQ(12)= 15.4848 [ .216] F Statistic F(12,35)= 1.3890 [ .217] U-Hat
denotes the probability integral transform.
Under the null hypothesis, U-Hat should not display any serial correlation.

Implication and Conclusion


The paper examines the dynamic link between conventional and Islamic stocks in the Indonesian
and Malaysian Islamic stock markets and determine whether the investors should invest in
composite, conventional or Islamic equity market to gain international portfolio diversification
benefits or not. This result has an important implication for the investors to choose better
portfolio against risks. The conclusion of the research, our research shows strong evidence that
conditional correlations between Islamic Index Indonesia and Malaysia. The FTSE Bursa
Malaysia Hijrah Shariah Index and JII has a quite high correlation for each index but still lower
100% and acceptable, regardless of being conventional or Islamic. The Indonesian and Malaysian
Islamic stock market investors who have allocated their investment globally may not to overly
enjoy portfolio diversification benefits. However, Indonesian and Malaysian Islamic stock market
investors may not savor the real benefit if they allocate their funds in local or international index,
for example JII with JCI or FTSE and HJR because they have strong correlation.
For the next research, several studies need to continues specially for analysis the
correlation of volatility market and economic development, also tries another tools such as VAR
or another tools that could prove the correlation among variable

References
Abdalla, SZS (2012). Modelling exchange rate volatility using GARCH models: Empirical
evidence from Arab countries. International Journal of Economics and Finance, 4(3),
216-229.
Abduh, M., Dahari, Z., and Omar, MA (2012). Bank Customer Classification in Indonesia:
Logistic Regression vis-à-vis Neural Networks. World Applied Science Journal, Vol. 18,
No. 7, pp.933-938.
Aielli, GP, & Caporin, M. (2014). Variance clustering improved dynamic conditional correlation
MGARCH estimators. Computational Statistics & Data Analysis, 76, 556–576.
doi:10.1016/j.csda.2013.01.029
Abduh, M. (2020). Volatility of Malaysian conventional and Islamic indices: does financial crisis
matter?. Journal of Islamic Accounting and Business Research.
Al-Khazali, O., Lean, HH, & Samet, A. (2014). Do Islamic stock indexes outperform
conventional stock indexes? A stochastic dominance approach. Pacific-Basin Finance
Journal, 28(S), 29-46, https://doi.org/10.1016/j.pacfin.2013.09.003
66 Asian Management and Business Review, Volume 1 Issue 1, 2021: 57-67

Catani, P., Teräsvirta, T., & Yin, M. (2017). A Lagrange multiplier test for testing the adequacy of
constant conditional correlation GARCH model. Econometric Reviews, 36(6-9), 599-621.
Chang, D. (2012). Testing some of Benjamin Graham's stock selection criteria: A case of the
FTSE Bursa Malaysia EMAS Index from Year 2000 to 2009. Jurnal Manajemen Dan
Kewirausahaan, 13(2), 99-106.Cho, D., & Choi, K. (2015). Time-varying co-movements
and contagion effects in Asian sovereign CDS markets. Journal of East Asian Economic
Integration, 19(4), 357- 379.
De Almeida, D., Hotta, LK, & Ruiz, E. (2018). MGARCH models: Trade-off between feasibility
and flexibility. International Journal of Forecasting, 34(1), 45–63.
doi:10.1016/j.ijforecast.2017.08.003
De Nicoló, MG and Ivaschenko, MIV (2009). Global liquidity, risk premiums and growth
opportunities (No. 9-52). Dana Moneter Internasional.
Dewandaru, G., Rizvi, SAR, Masih, R., Masih, M., & Alhabshi, SO (2014). Stock market co
movements: Islamic versus conventional equity indices with multi-timescales analysis.
Economic Systems, 38(4), 553-571.
Engle, RF, & Ng, VK (1993). Measuring and testing the impact of news on volatility. Journal of
Finance, 48, 1749–1801. http://dx.doi.org/10.2307/2329066
Engle, RF (2002). Dynamic conditional correlation, Journal of Business and Economic Statistics,
20(3), 339–350.
Gel, YR, & Chen, B. (2012). Robust Lagrange multiplier test for detecting ARCH/GARCH
effect using permutation and bootstrap. Canadian Journal of Statistics, 40(3), 405-426.
Karolyi, GA (1995). A multivariate GARCH model of international transmissions of stock
returns and volatility: The case of the United States and Canada. Journal of Business &
Economic Statistics, 13(1), 11-25.
Kowalski, P., & Perepechay, K. (2015). International trade and investment by state enterprises.
Lean, HH, & Parsva, P. (2012). Performance of Islamic indices in Malaysia FTSE market:
Empirical evidence from CAPM. Journal of applied Sciences, 12(12), 1274-1281.
Lean, HH, & Tan, VKM (2010). Existence of the Day-of-the-week Effect in FTSE Bursa
Malaysia. Jurnal Pengurusan (UKM Journal of Management), 31.
Lean, HH, & Teng, KT (2013). Integration of world leaders and emerging powers into the
Malaysian stock market: A DCC-MGARCH approach. Economic Modelling, 32, 333–
342. doi:10.1016/j.econmod.2013.02.013
Longin, F., & Solnik, B. (2001). Extreme correlation of international equity markets. The journal
of finance, 56(2), 649-676.
Nastiti, KLA, & Suharsono, A. (2012). Analisis Volatilitas Saham Perusahaan go public dengan
metode ARCH-GARCH. Jurnal Sains dan Seni ITS, 1(1), D259-D264.
Ong, HB, & Habibullah, MS (2012). Is China compatible with ASEAN‐5? A gradual
cointegration analysis. Jurnal Studi Ekonomi.
Saiti, B., Bacha, OI, & Masih, M. (2014). The diversification benefits from Islamic investment
during the financial turmoil: The case for the US-based equity investors. Borsa Istanbul
Review, 14(4), 196-211.
Rizvi, SAR, & Arshad, S. (2014). An empirical study of Islamic equity as a better alternative
during crisis using multivariate GARCH DCC. Islamic Economic Studies, 130(1155), 1-27.
Romli, N., Mohamad, AAS, & Yusof, MFM (2012). Volatility analysis of FTSE Bursa Malaysia:
Study of the problems of Islamic stock market speculation in the period 2007 to 2010.
African Journal of Business Management, 6(29), 8490-8495.
Do Islamic stock indexes integrated with conventional … 67

Tse, YK, & Tsui, AKC (2002). A multivariate generalized autoregressive conditional
heteroscedasticity model with time-varying correlations. Journal of Business & Economic
Statistics, 20(3), 351-362.
Tandelilin, E. (2010). Portofolio dan Investasi Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Kanisius, 8-9.
Theron, L., & van Vuuren, G. (2018). The maximum diversification investment strategy: A
portfolio performance comparison. Cogent Economics & Finance, 6(1), 1427533.
Worthington, A., & Higgs, H. (2001). A multivariate GARCH analysis of equity returns and
volatility in Asian equity markets. Queensland University of Technology, School of
Economics and Keuangan.

Anda mungkin juga menyukai