Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

TRAUMA CERVICAL

Disusun oleh:

MUKHAMMAD NAUFAL RIZALDI

P17221173020

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN

PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN MALANG

2021
1. DEFINISI TRAUMA SERVIKAL

Trauma servikal adalah cedera tulang belakang yang paling sering dapat menimbulkan
kecacatan dan kematian, dari beberapa penelitian ternyata terdapat korelasi tingkat cedera
servikal dengan morbiditas dan mortalitas, artinya semakin tinggi tingkat cedera servikal
maka semakin tinggi pula morbiditas dan mortalitasnya(Lewis, 2000).
Trauma servikal adalah suatu keadaan cedera pada tulang belakang servikal dan medulla
spinalis yang disebabkan oleh dislokasi, subluksasi, atau fraktur vertebra servikalis dan
ditandai dengan kompresi pada medula spinalis daerh servikal, Dislokasi servikal adalah
lepasnya salah satu struktur dari tulang servikal. Subluksasi servikal merupakan kondisi
sebagian dari tulang servikal lepas. Fraktur servikal adalah terputusnya hubungan dari badan
tulang vertebra servikalis (Muttaqin, 2011)
2. PATOFISOLOGI

Trauma yang diakibatkan kecelakaan lalu lintas, jatuh dari tempat yang tinggi serta
pada aktivitas olahraga yang berbahaya boleh menyebabkan cedera pada beberapa bagian
ini. Antara kemungkinan kecederaan yang bisa timbul adalah seperti berikut
(Sastrodiningrat, 2012):

a. Dislokasi atlanto-oksipital (atlanto-occipital dislocation) Kebanyakan penderita


meninggal karena kerusakan batang otak dan apnea atau kerusakan neurologis yang
menetap (kuadriplegia serta ventilator dependent)
b. Fraktur atlas (C1) Merupakan kurang lebih 5% dari kasus fraktur servikal. Mekanisme
terjadinya cedera adalah axial loading, seperti kepala tertimpa secara vertikal oleh
benda berat atau penderita terjatuh dengan puncak kepala terlebih dahulu.
c. Rotary subluxation dari C1. Cedera ini banyak ditemukan pada anak-anak, terjadi
spontan setelah terjadinya cedera berat/ringan, infeksi saluran nafas atas, atau
penderita dengan rheumatoid artritis.
d. Fraktur Axis (C2) Merupakan 18% dari seluruh fraktur tulang servikal. Merupakan
tulang vertebra terbesar sehingga mudah mengalami berbagai jenis fraktur, tergantung
arah dan kekuatan trauma.
e. Fraktur dislokasi ( C3-C7 ) Pada orang dewasa level C5 merupakan level tersering
tulang servikal mengalami fraktur, sedangkan antara C5-C6 merupakan level tersering
mengalami dislokasi.
f. Fraktur vertebra thorakalis ( T1-T10 ) Terbagi 4 :
1. Fraktur baji karena kompresi korpus anterior, terjadi akibat axial loading disertai
dengan fleksi.
2. Fraktur burst disebabkan oleh kompresi vertikal-aksial
3. Fraktur chance, merupakan fraktur transversal pada korpus vertebra, disebabkan
oleh fleksi dengan aksis anterior dari kolumna vertebralis dan sering dijumpai
setelah kecelakaan dimana penderita hanya menggunakan lap belt saja tanpa
shoulder belt. Biasanya berhubungan dengan cedera retroperitoneal dan cedera
organ abdomen.
4. Fraktur dislokasi, relatif jarang pada daerah thorakal dan lumbal.
g. Fraktur thorako lumbal (T11-L1) Biasanya disebabkan oleh kombinasi dari
hiperfleksi akut dan rotasi, dan sebagai konsekuensinya fraktur ini biasanya tidak
stabil. Sering terjadi pada penderita yang jatuh dari ketinggian atau pengemudi mobil
yang memakai sabuk pengaman tetapi dalam kecepatan tinggi. Cedera pada daerah ini
menyebabkan disfungsi dari kandung kencing dan usus serta penurunan sensasi dan
motorik pada daerah ekstremitas bawah.
h. Fraktur lumbal Kemungkinan terjadinya defisit neurologis komplit jarang dijumpai
pada cedera ini.

2.1 ETIOLOGI
Lewis (2000) berpendapat bahwa tulang bersifat relatif rapuh namun mempunyai
cukup kekuatan dan gaya pegas untuk menahan tekanan. Fraktur dapat diakibatkan oleh
beberapa hal yaitu:
a. Fraktur akibat trauma
Sebagian fraktur disebabkan oleh kekuatan yang tiba-tiba berlebihan yang
dapat berupa pemukulan, penghancuran, perubahan pemuntiran atau penarikan.
Bila tekanan kekuatan langsung tulang dapat patah pada tempat yang terkena dan
jaringan lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur lunak juga pasti akan ikut rusak. Pemukulan biasanya menyebabkan
fraktur melintang dan kerusakan pada kulit diatasnya. Penghancuran kemungkinan
akan menyebabkan fraktur komunitif disertai kerusakan jaringan lunak yang luas.

b. Fraktur akibat kelelahan atau tekanan


Retak dapat terjadi pada tulang seperti halnya pada logam dan bendalain
akibat tekanan berulang-ulang. Keadaan ini paling sering dikemukakan pada tibia,
fibula atau matatarsal terutama pada atlet, penari atau calon tentarayang berjalan
baris-berbaris dalam jarak jauh.

c. Fraktur patologik karena kelemahan pada tulang


Dalam hal ini kerusakan tulang terjadi akibat proses penyakit sehingga tulang
menjadi lemah dan mudah patah hanya dengan adanya sedikit tekanan. Dapat
terjadi pada berbagai keadaan berikut (Rasjad, C, 2007):
1. Tumor tulang (terbagi menjadi jinak dan ganas)
2. Infeksi seperti Osteomielitis
3. Scurvy (penyakit gusi berdarah)
4. Osteomalasia
5. Rakhitis
6. Osteoporosis
2.3 PATHWAY
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Menurut Doenges, (2000) ada pun pemeriksaan penunjang trauma servikal yaitu:
1. Sinar X spinal
Menentukan loksi dan jenis cedera ulang (fraktur, disloksi) untuk kesejajaran, reduksi
setelah dilakukan traksi atau operasi.
2. CT scan
Menentukan tempat luka/jejas, mengevaluasi gangguan struktural.
3. MRI
Mengidentifikasi adanya kerusakan saraf spinal, edema dan kompresi.
4. Mielografi
Untuk memperlihatkan kolumna spinalis (kanal vertebral) jika faktor patologisnya
tidak jelas atau di curigai adanya oklusi pada ruang subarakhnoid medulla
spinalis.
5. Foto rontgen torak
Memperlihatkan keadaan paru (contohnya: perubahan pada diagfragma,
anterlektasis.
6. GDA
Menunjukkan keefektifan pertukaran gas atau upaya ventilasi.

3.1 PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN


Menurut ENA, (2000) penatalaksanaan pada pasien truama servikal yaitu:

1) Mempertahankan ABC (Airway, Breathing, Circulation)

2) Mengatur posisi kepala dan leher untuk mendukung airway: headtil, chin lip. jaw
thrust Jangan memutar atau menarik leher ke belakang (hiperekstensi).
mempertimbangkan pemasangan intubasi nasofaring.

3) Stabilisasi tulang servikal dengan manual support, gunakan servikal collar,


imobilisasi lateral kepala, meletakkan papan di bawah tulang belakang.

4) Stabililisasi tulang servikal sampai ada hasil pemeriksaan rontgen (C1 C7) dengan
menggunakan collar (mencegah hiperekstensi, fleksi dan rotasi), member lipatan
selimut di bawah pelvis kemudian mengikatnya

5) Menyediakan oksigen tambahan.

6) Memonitor tanda-tanda vital meliputi RR, AGD (PaCO2), dan pulse oksimetri.

7) Menyediakan ventilasi mekanik jika diperlukan.


8) Memonitor tingkat kesadaran dan output urin untuk menentukan pengaruh dari
hipotensi dan bradikardi.

9) Meningkatkan aliran balik vena ke jantung.

10) Berikan antiemboli

11) Tinggikan ekstremitas bawah

12) Gunakan baju antisyok.

13) Meningkatkan tekanan darah

14) Monitor volume infus

15) Berikan terapi farmakologi (vasokontriksi)

16) Berikan atropine sebagai indikasi untuk meningkatkan denyut nadi jika terjadi

17) Mengetur suhu ruangan untuk menurunkan keparahan dari poikilothermy.

4. ASUHAN KEPERAAWATAN

4.1 PENGKAJIAN FOKUS


a. Airway
Membuka jalan napas menggunakan teknik ‘head tilt chin lift’ atau
menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang
dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas, muntahan, makanan, darah atau
benda asing lainnya.
b. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan menggunakan
cara ‘lihat – dengar – rasakan’ tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah
ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban
(kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan).
c. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan
tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda
sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan
napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas
Periksa juga hb pasien untuk mengetahui pasien membutuhkan transfuse atau
tidak.
d. Disability
Bagaimana tingkat kesadaran pasien. Ppenurunan kesadaran dapat terjadi pada
kasus ini dikaena pendarahan hebat yang menyebabkan syok hemoragik.
e. Eksposure
Bagaimana keadaa tubuh pasien, apakah ada deformitas, contousio, abrasi,
penetrasi dan bagaian mana yang terdapat luka tersebut.

4.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN


1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan
ketidakmampuan untuk membersihkan sekret yang menumpuk.
2.  Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (desakan
fragmen cedera pada jaringan lunak) ditandai dengan pasien
tampak meringis, laporan secara verbal terasa nyeri, perubahan
posisi untuk menghindari nyeri.
3. Hipertermi berhubungan dengan respon inflamasi sistemik
ditandai dengan peningkatan suhu tubuh > 37,5° C, akral teraba
hangat.

4. RENCANA KEPERAWATAN

1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan


ketidakmampuan untuk membersihkan sekret yang menumpuk.

a.  Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi


 b.  Lakukan fisioterapi dada bila perlu

c.   Keluarkan secret dengan batuk dan suctioning


d.   Auskultasi suara napas, catat adanya suara napas tambahan
e.   Berikan bronkodilator bila perlu
f. Atur intake dan ouput untuk mengoptimalkan keseimbangan
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (desakan
fragmen cedera pada jaringan lunak) ditandai dengan pasien
tampak meringis, laporan secara verbal terasa nyeri, perubahan
posisi untuk menghindari nyeri.
Pain Management
a)   Kaji faktor-faktor yangdapat memperburuk nyeri pasien
b)   Monitor status TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik
c)   Memastikan pasien mendapat terapi analgesik yang tepat
d)   Eliminasi faktor-faktor pencetus nyeri

e)   Ajarkan teknik nonfarmakologi (misalnya teknik relaksasi, guided


imagery, terapi musik, dan distraksi) yang dapat digunakan saat
nyeri timbul.
f)   Berikan dukungan selama pengobatan nyeri berlangsung
g)   Kolaborasi pemberian analgetik

3. Hipertermi berhubungan dengan respon inflamasi sistemik


ditandai dengan peningkatan suhu tubuh > 37,5° C, akral teraba
hangat.
a) Monitor Suhu tubuh, tekanan darah,denyut nadi, dan respirasi rate
secara berkala.
b)   Berikan kompres hangat.
c)   Anjurkan pasien untuk mempertahankan asupan cairan adekuat.
d)   Kolaborasi pemberian obat antipiretik sesuai indikasi.

DAFTAR PUSTAKA
Bulecheck, G. M., Butcher, H. K., Dochterman, J. M., & Wagner, C. M.
(2016).Nursing Interventions Classification (NIC) Edisi Bahasa
Indonesia Edisi Keenam. Singapore: Elsevier.
Carpenito, Lynda Juall. 1999.  Rencana Asuhan dan Dokumentasi
Keperawatan. Jakarta : EGC.

Herdman, T. H., & Kamitsuru, S. (2015).  NANDA International INc.


Diagnosis Keperawatan : Definisi & Klasifikasi 2015-2017. Jakarta:
EGC. Long, Barbara C. 1996. Perawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Medika
Aesculapius.
Muttaqin, A. 2008.  Buku Ajar Asuhan Keperawatan Pasien
Gangguan SistemMuskuloskletal. Jakarta : EGC 

Moorhead, S., Johnson, M., Mass, M. L., & Swanson, E. (2016).


Nursing Outcomes Classification (NOC) Pengukuran Outcomes
Kesehatan Edisi Bahasa Indonesia Edisi Keenam. Singapore: Elsevier.

ASUHAN KEPERAWATAN
Di RUANG IRD

Tanggal pengkajian: 17 Maret 2021 Pukul: 08.58


Identitas Pasien
Nama : Tn.I
Umur : 37 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat / No. Telp: Malang/ 081234*******
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam

1. Keluhan utama:
Pasien mengatakan nyeri pada daerah leher
2. Riwayat penyakit sekarang:
Pasien datang diantar keluarganya dengan mobil karena terjatuh dari motor akibat
menabrak trotoar dan terjatuh di aspal. Pasien mengalami kecelakaan lalu lintas pada
tanggal 17-03-2021 jam 08..40 pasien mengaku menabrak trotoar jalan. Mual (+),
muntah (-), Kejang (-), Hilang Kesadaran (+),

3. Riwayat penyakit dahulu


⎕ Hipertensi
⎕ DM
⎕ CVA
⎕ IMA
⎕ Dll

4. Usaha pengobatan yang telah dilakukan (pre hospital):


Pasien langsung dibawa ke rumah sakit
5. Alergi obat:
Tidak ada

6. Pengkajian ABCD dan data fokus


a) Airway (jalan nafas)
Jalan Nafas : tidak ada sumbatan pada jalan nafas
Obstruksi :-
Suara nafas : normal
Keluhan lain : tidak ada keluhan untuk jalan nafas
⎕ Sekret/muntahan ⎕ Darah ⎕ Gurgling ⎕ Snoring ⎕Stridor
⎕ Dll

b) Breathing (pernafasan)
Gerakan dada : simetris
Irama Nafas : Reguler
Sesak Nafas :-
RR : 20 x/ menit
Keluhan lain : nafas pasien spontan namun mengalami penurunan rata-rata dalam
semeniit
⎕ Cyanosis ⎕ Penetrating injury ⎕ Flail chest ⎕ Sucking chest wounds
⎕ Pergeseran trakea ⎕ Suara abnormal pada dada
⎕ Penggunaan otot bantu napas
⎕ Dll

c) Circulation (sirkulasi)
Nadi : Frenkuensi nadi 120 x/ menit, terasa lemah
Sianosis : tidak
CRT : >3 detik
TD : 130/50 mmHg
Membrane mukosa : Kering
Turgor kulit : menurun
Perdarahan : terdapat pendarahan yang terus mengalir yang berasal dari luka
tusukan di daerah perut kiri
Keluhan lain : terdapat tanda-tanda perfusi perifer
 Takikardia ⎕ Takipnea ⎕ Hipotermia ⎕ Ekstremitas dingin
 Pucat  Penurunan capillary refill ⎕ Penurunan produksi urin
⎕ Dll

d) Disability (Tingkat Kesadaran)


Respon : Verbal
Kesadaran : Apatis
GCS : E: 3, V:4 , M: 4
Pupil : isokor
Keluhan lain : -

e) Exposure
Deformitas :-
Contusio :-
Abrasi :-
Penetrasi :-
Laserasi :-
Edema :-
Keluhan lain : -

f) Data fokus
Kepala
Bentuk : Bulat lonjong
Ukuran : Adanya benjolan di bagian samping kiri
Posisi : Adanya benjolan di bagian samping kiri
Keadaan rambut/ warna : Hitam, distribusi baik, dan tidak rontok.
Kebersihan : Kulit kepala dan rambut bersih

Leher
Kelenjar Getah Bening : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening.
Kelenjar tyroid : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid
Vena Jugularis : Normal
Kekakuan : Tidak ada kekakuan
Keluhan lain : Adanya nyeri tekan di daerah samping

Thoraks
Inspeksi thorax : Simetris.
Auskultasi : Bunyi napas normal
Palpasi : Normal
Perkusi : Hiperesonan
Nyeri Dada :-
Produksi sputum : Tidak ada produksi sputum.
Irama Pernapasan : Reguler

Abdomen
Inspeksi : Simetris
Auskultasi : Bising usus 11x menit
Perkusi : Timpani
Palpasi Tanda- tanda nyeri tekan : Tidak ada nyeri tekan
Benjolan/ massa : Tidak ada benjolan

Pelvic:
Normal, tidak ada pergeseran pelvic

Ekstremitas atas dan bawah:


Tidak ada kelainan pada ekstermitas bawah dan atas

A. ASSESSMENT (MASALAH)
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik (desakan
fragmen cedera pada jaringan lunak) ditandai dengan pasien
tampak meringis, laporan secara verbal terasa nyeri, perubahan
posisi untuk menghindari nyeri.
2. PERENCANAAN DAN IMPLEMENTASI
1. Prioritas : P1 P2:  P3 P4

2. Tindakan keperawatan

1. Melakukan observasi TTV


 TD: 130/50 mmHg
 Nadi: 120x menit
 RR : 20x menit
 Suhu: 36,5 C

2. Melakukan pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik,


durasi, frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi
3. Menjelaskan karakteristik skala nyeri
4. Menjelaskan penyebab, periode, pemicu nyeri
5. Menganjurkan memonitor nyeri secara mandiri
6. Menganjurkan teknik nonframakologi seperti distraksi dan relaksasi
7. Berkolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
8. Berkolaborasi dalam perisapan pemeriksaan penunjang lain, CT-Scan, dll
3. Pemeriksaan Penunjang
a) Laboratorium
1. Pemeriksaan darah lengkap
2. Pemeriksaan urin
3. IVP (Intra Venous Pyelography)
b) Radiologi
1. CT-Scan
2. Rontgen
3. Uretrografi
EVALUASI

a) Airway
Jalan nafas normal, tidak ada hambatan
b) Breathing
Pernafasan normal, nafas spontan dan tidak ada penurunan nafas
c) Circulation
- Setelah di lakukan lab, hb darah pasien kurang dari 10 g/dL maka dilakukan
transfuse darah
- Membran mukosa kembali normal
- Frekuensi nadi: 120 x/ menit
d) Disability
Kesadaran pasien membaik, pasien mulai sadar
e) Exposure
Tidak ada luka yang lain selain luka pada perut bagian kiri, dan tidak ditemukkanya
kerusakan pada organ dalam seperti ginjal dan pelvis

Lawang, 17 Maret 2021

(MUKHAMMAD NAUFAL RIZALDI)

Anda mungkin juga menyukai