Anda di halaman 1dari 17

TERAPI BERMAIN PADA ANAK USIA PRA SEKOLAH “MEWARNAI ”

PADA An. I Dan An. W DI RUMAH Ny. M DUSUN BLADO

Disusun Guna Memenuhi Tugas Stase Keperawatan Anak

Disusun Oleh :
I Nyoman Artana 24201434
Wa Ode Siti Hardiyanti 24201435
Wiwik Widia Astuti 24201436
Iva Noviyanti 24201437
Maghfirotul Hasanah 24201438

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SURYA GLOBAL
YOGYAKARTA
2021
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latarbelakang
Adanya pandemi covid-19 yang merebak di Indonesia sejak awal tahun 2020,
menjadi salah satu masalah dan memberikan dampak yang sangat signifikan terhadap
semua aspek dalam kehidupan manusia. Sehingga pemerintah berupaya untuk mengurangi
terjadinya penyebaran covid-19 dengan melakukan banyak pembatasan kegiatan dalam
segala aspek. Oleh sebab itu, selama masa pandemi mengharuskan semua orang termasuk
anak-anak untuk berada di rumah saja, hal ini tentu akan menimbulkan rasa bosan dan
stress pada orang tua dan terlebih pada anak-anak (Rohayani, 2020).
Sebagai anak-anak, mereka masih memiliki banyak waktu luang, yang dapat
mereka gunakan dengan berbagai kegiatan yang bermanfaat serta positif, diantaranya
adalah bermain. Bermain adalah kegiatan sukarela yang menyenangkan yang dapat
dilakukan oleh siapapun, termasuk anak-anak. Di masa perkembangan anak-anak dikenal
dengan istilah ”dunia anak adalah bermain”. Sebab kegiatan utama seorang anak adalah
bermain. Salah satu akibat dari masa pandemi covid-19 pada anak yakni dapat
menimbulkan kecemasan serta munculnya rasa bosan pada setiap individu terutama anak-
anak. Dengan bermain, bisa menjadi salah satu solusi yang ampuh yang kemudian dapat
diterapkan untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut (Dariyo, 2020).
Bermain dapat membebaskan anak dari tekanan dan stress akibat situasi
lingkungan seperti pandemi covid-19. Sebelum masa pandemi covid-19 datang, bermain
umumnya dapat dilakukan di runag terbuka dan dapat dilakukan secara bersama-sama
atau berkelompok dengan teman-teman. Bahkan proses bermain dapat dilakukan dengan
jarak dekat, secara bebas serta tanpa adanya pembatasan dalam proses berlangsungnya
sebuah permainan. Namun setelah adanya pandemi covid-19 semua berubah, proses
bermain tidak dapat dilakukan secara bebas dan leluasa seperti sebelumnya. Sehingga
proses bermain hanya dpat dilakukan secara sendiri dengan adanya batasan atau bersama
keluarga di rumah (Sari, et al, 2020).
Bagi seorang anak terutama masa prasekolah memiliki masa keemasan (the golden
age), pada masa ini merupakan waktu yang tepat untuk mengembangkan berbagai potensi
dan kemampuan. Dalam perkembangannya peran bermain sangat penting pada
kehidupannya, selain selain dari sebuah kebiasaan dari anak tersebut. Bermain memiliki
peran sebagai sarana untuk mengembangkan potensi serta kecerdasan seorang anak.
Sebab melalui kegiatan bermain anak akan terlibat aktif baik secara langsung maupun
tidak langsung mampu mengembangkan kemampuan yang dimiliki oleh anak tersebut
(Priyanto, 2014).
Dengan adanya terapi bermain yang diberikan kepada anak akan menunjang
proses tumbuh kembang pada anak dengan baik. Namun, dalam kehidupan nyata proses
tumbuh kembang yang dilewati oleh masing-masing anak akan berbeda, dimana dapat
berjalan dengan sesuai tahapan atau akan mengalami hambatan dalam setiap prosesnya.
Dengan demikian, kami tertarik untuk memberikan sebuah terapi bermain pada anak usia
prasekolah berupa terapi bermain mewarnai. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk
mengurangi efek dari sebuah kecemasan serta kebosanan dan kejenuhan yang dirasakan
anak selama di rumah di masa pandemi covid-19.

B. Tujuan
1. Tujuan umum
Mampu melakukan terapi bermain untuk mengurangi kecemasan pada anak di rumah
2. Tujuan khusus
a. Mengembangkan minat dan kreativitas anak dirumah
b. Melanjutkan fase tumbuh kembang anak
c. Mengembangkan imajinasi pada anak
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Bermain
Bermain (play) merupakan istilah yang digunakan secara bebas sehingga arti utamanya
mungkin hilang. Arti yang paling tepat adalah setiap kegiatan yang dilakukan untuk
kesenangan yang ditimbulkannya, tanpa mempertimbangkan hasil akhir. Bermain dilakukan
secara sukarela dan tidak ada paksaan atau tekanan dari luar atau kewajiban. Piaget
menjelaskan bahwa bermain “terdiri atas tanggapan yang diulang sekedar untuk kesenangan
fungsional”. Menurut bettelheim kegiatan bermain adalah kegiatan yang “tidak mempunyai
peraturan lain kecuali yang ditetapkan pemain sendiri dan tidak ada hasil akhir yang
dimaksudkan dalam realitas luar (Hurlock, 2013).
Bermain merupakan cerminan kemampuan fisik, intelektual, emosional, dan sosial.
Bermain merupakan media yang baik untuk belajar karena dengan bermain anak-anak akan
bekata-kata (berkomunikasi), belajar menyesuaikan diri dengan lingkungan, melakukan apa
yang dapat dilakukannya, dan mengenal waktu, jarak, serta suara (Adriana, 2013).
Bermain adalah unsur yang penting untuk perkembangan anak, baik fisik, emosi, mental,
intelektual, kreativitas dan sosial. Bermain tid ak sekedar mengisi waktu, tetapi merupakan
kebutuhan anak seperti halnya makan, perawatan, cinta kasih, dan sebagainya. Anak akan
mendapat kesempatan cukup untuk bermain akan menjadi orang dewasa yang mudah
berteman, kreatifdan cerdas, bila dibandingkan dengan mereka yang masa kecilnya kurang
mendapat kesempatan bermain (Soetjiningsih, 2013).

B. Klasifikasi Bermain

1. Berdasarkan isinya
a. Bermain afektif sosial (social affective play)
Permainan ini adalah adanya hubungan interpersonal yang menyenangkan antara
anak dan orang lain. Misalnya, bayi akan mendapat kesenangan dan kepuasan dari
hubungan yang menyenangkan dengan orangtua dan orang lain. Permainan yang biasa
dilakukan adalah “cilukba”, berbicara sambil tersenyum/tertawa atau sekedar
memberikan tangan pada bayi untuk menggenggamnya tetapi dengan diiringi berbicara
sambil tersenyum dan tertawa.
b. Bermain untuk senang-senang (sense of pleasure play)
Permainan ini menggunakan alat yang bisa menimbulkan rasa senang pada anak
dan biasanya mengasyikkan. Misalnya dengan menggunakan pasir, anak akan membuat
gunung-gunung atau benda benda apa saja yang dapat dibentuk dengan pasir. Bisa juga
dengan menggunakan air anak akan melakukan bermacam-macam permainan seperti
memindahkan air ke botol, bak atau tempat lain.
c. Permainan Ketrampilan (skill play)
Permainan ini akan menimbulkan keterampilan anak, khususnya motorik kasar
dan halus. Misalnya, bayi akan terampil akan memegang benda-benda kecil,
memindahkan benda dari satu tempat ke tempat lain dan anak akan terampil naik sepeda.
Jadi keterampilan tersebut diperoleh melalui pengulangan kegiatan permainan yang
dilakukan.
d. Permainan simbolik atau pura-pura (dramatic play role)
Permainan anak ini yang memainkan peran orang lain melalui permainannya.
Anak berceloteh sambil berpakaian meniru orang dewasa. Misalnya ibu guru, ibunya,
ayahnya, kakaknya sebagai yang ingin ia tiru. Apabila anak bermain dengan temannya,
akan terjadi percakapan di antara mereka tentang peran orang yang mereka tiru.
Permainan ini penting untuk memproses/mengindentifikasi anak terhadap peran tertentu.
2. Berdasarkan jenis permainan
a. Permainan (Games)
Permainan adalah jenis permainan dengan alat tertentu yang menggunakan
perhitungan atau skor. Permainan ini bisa dilakukan oleh anak sendiri atau dengan
temannya. Banyak sekali jenis permainan ini yang dimulai dari sifat tradisional maupun
modern seperti ular tangga, congklak, puzzle dan lain-lain.
b. Permainan yang hanya memperhatikan saja (unoccupied behaviour)
Pada saat tertentu anak sering terlihat mondar-mandir, tersenyum, tertawa, jinjit-
jinjit, bungkuk-bungkuk, memainkan kursi, meja, atau apa saja yang ada di
sekelilingnya. Anak melamun, sibuk dengan bajunya atau benda lain. Jadi sebenernya
anak tidak memainkan alat permainan tertentu dan situasi atau objek yang ada di
sekelilingnya yang digunakan sebagai alat permainan. Anak memusatkan perhatian pada
segala sesuatu yang menarik perhatiannya. Peran ini berbeda dengan onlooker, dimana
anak aktif mengamati aktivitas anak lain.
3. Berdasarkan karakteristik sosial
a. Solitary play.
Dimulai dari bayi (toddler) dan merupakan jenis permainan sendiri atau
independen walaupun ada orang lain disekitarnya. Hal ini karena keterbatasan sosial,
ketrampilan fisik dan kognitif.
b. Paralel play.
Dilakukan oleh suatu kelompok anak balita atau prasekolah yang masing-masing
mempunyai permainan yang sama tetapi satu sama lainnya tidak ada interaksi dan tidak
saling tergantung. Dan karakteristik khusus pada usia toddler.
c. Associative play.
Permainan kelompok dengan tanpa tujuan kelompok yang mulai dari usia toddler
dan dilanjutkan sampai usia prasekolah dan merupakan permainan dimana anak dalam
kelompok dengan aktivitas yang sama tetapi belum teroganisir secara formal.
d. Cooperative play.
Suatu permainan yang teroganisir dalam kelompok, ada tujuan kelompok dan ada
memimpin yang di mulai dari usia pra sekolah. Permainan ini dilakukan pada usia
sekolah dan remaja.
e. Onlooker play.
Anak melihat atau mengobservasi permainan orang lain tetapi tidak ikut bermain,
walaupun anak dapat menanyakan permainan itu dan biasanya dimulai pada usia toddler.
f. Therapeutic play.
Merupakan pedoman bagi tenaga tim kesehatan, khususnya untuk memenuhi
kebutuhan fisik dan psikologis anak selama hospitalisasi. Dapat membantu mengurangi
stress, memberikan instruksi dan perbaikan kemampuan fisiologis (Vessey & Mohan,
1990 dikutip oleh Saputro, Heri dan Fazrin, Intan, 2017). Permainan dengan
menggunakan alat alat medik dapat menurunkan kecemasan dan untuk pengajaran
perawatan diri. Pengajaran dengan melalui permainan dan harus diawasi seperti:
menggunakan boneka sebagai alat peraga untuk melakukan kegiatan bermain seperti
memperagakan dan melakukan gambar-gambar seperti pasang gips, injeksi, memasang
infus dan sebagainya.

C. Fungsi Bermain
Bermain merupakan salah satu cara untuk merangsang perkembangan sensorimotor,
perkembangan intelektual, sosialisasi, kreativitas, kesdaran diri, nilai moral, dan manfaat
terapeutik (Adriana, 2011).
1. Perkembangan Sensorimotor
Aktivitas sensorimotor adalah komponen utama bermain pada semua usia. Permainan
aktif paling pentinga untuk perkembangan otot dan bermanfaat untuk melepas kelebihan
energi. Melalui stimulasi taktil, auditorius, visual dan kinestik, bayi memperoleh kesan.
Toddler dan prasekolah sangat menyukai gerakan tubuh dan mengeksplorasi segala
sesuatu di ruangan.
2. Perkembangan Intelektual
Melalui eksplorasi dan manipulasi, anak-anak belajar mengenal warna, bentuk, ukuran,
tekstur dan fungsi objek-objek. Ketersediaan materi permainan dan kualitas keterlibatan
orang tua adalah dua variable terpenting yang terkait dengsn perkembangan kognitif
selama masa bayi dan prasekolah.
3. Sosialisasi
Perkembangan social ditandai dari kemampuan berinteraksi dengan lingkungannya.
Melalui bermain, anak belajar membentuk hubungan social dan menyelesaikan masalah,
belajar saling memberi dan menerima, menerima kritikan, serta belajar pola perilaku dan
sikap yang diterima masyarakat. Mereka belajar yang benar dan salah, standar masyarakat
dan bertanggung jawab atas tindakan mereka.
4. Kreativitas
Anak-anak bereksperimen dan mencoba ide mereka dalam bermain. Kreativitas terutama
merupakan hasil aktivitas tunggal, meskipun berpikir kreatif seringkali ditingkatkan dalam
kelompok. Anak merasa puas ketika menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda.
5. Kesadaran Diri
Melalui bermain, anak akan mengembangkan kemampuannya dalam mengatur tingkah
laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuan diri dan membandingkannya dengan
orang lain, kemudian menguji kemampuannya dengan mencoba berbagai peran serta
mempelajari dampak dari perilaku mereka pada orang lain.
6. Nilai Moral
Anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya, terutama dari orang tua dan
guru. Melalui aktivitas bermain, anak memperoleh kesempatan untuk menerapkan nilai-
nilai tersebut sehingga dapat diterima dilingkungannya dan dapat menyesuaikan diri
dengan aturan-aturan kelompok yang ada dalam lingkungannya. Selain itu, anak juga akan
belajar nilai moral dan etika, belajar membedakan mana yang benar dan mana yang salah,
serta belajar bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukannya.
7. Manfaat Terapeutik
Bermain bersifat terapeutik pada berbagai usia. Bermain memberikan saran untuk
melepaskan diri dari ketegangan dan stress yang dihadapi di lingkungan. Dalam bermain,
anak dapat mengekspresikan emosi dan melepaskan impuls yang tidak dapat diterima
sehingga dapat diterima oleh masyarakat. Melalui bermain anak-anak mampu
mengkomunikasikan kebutuhan, rasa takut dan keinginan mereka kepada pengamat yang
tidak dapat mereka ekspresikan karena keterbatasan keterampilan bahasa mereka. Selama
bermain anak perlu peneriamaan dan perlu didampingi oleh orang dewasa untuk
membantu mereka mengontrol agresi dan menyalurkan kecenderungan destruktif mereka.

Menurut Sunardi dkk (2017), manfaat bermain meliputi seluruh aspek perkembangan
anak seperti berikut:
1. Perkembangan Bahasa
Aktivitas bermain adalah ibarat laboratorium bahasa anak, yaitu memperkaya
pembendaharaan kata anak dan melatih kemampuan berkomunikasi anak.
2. Perkembangan Moral
Bermain membantu anak untuk belajar bersikap jujur, menerima kekalahan, menjadi
pemimpin baik yang bertanggung jawab dan sebagainya.
3. Perkembangan Sosial
Bermain bersama teman melatih anak untuk belajar membina hubungan dengan
sesamanya. Anak belajar memberi, menerima, tolong menolong dan berlatih sikap social
lainnya.
4. Perkembangan Emosi
Bermain merupakan ajang yang baik bagi anak untuk menyalurkan perasaan/emosinya,
dan anak belajar untuk mengendalikan diri dan keinginannya sekaligus sarana untuk
relaksasi. Pada beberapa jenis kegiatan bermain dapat menyalurkan ekspresi diri anak,
dapat digunakan sebagai cara terapi bagi anak yang mengalami gangguan emosi.
5. Perkembangan Kognitif
Melalui egiatan bermain anak belajar berbagai konsep bentuk, warna, ukuran dan jumlah
yang meningkatkan stimulasi bagi perkembangan intelektualnya. Anak juga dapat belajar
untuk memiliki kemampuan “Problem Solving” sehingga dapat mengenal dan menguasai
lingkungannya.
6. Perkembangan Fisik
Bermain memungkinkan anak untuk menggerakkan dan melatih seluruh otot tubuhnya,
sehingga anak memiliki kecakapan motorik dan kepekaan pengindraan.

D. Jenis Permainan
Menurut Seireft dan Hoffnung dalam samsiah 2018 membagi permainan anak menjadi 4
jenis yang dibagi berdasarkan pada tahap-tahap perkembangan kognitif yaitu sebagai berikut
1. Permainan Fungsional (Functional Play)
Permainan ini terjadi selama periode sensorimotorik. Bentuk permainan ini adalah
adanya gerakan yang diulang-ulang, seperti gerakan kaki dan tangan bayi. Bagi anak
Prasekolah bentuk permainan fungsional yang umumnya mereka lakukan adalah
berlari-lari di lapangan atau tempat bermain tanpa ada alasan yang jelas, kecuali
hanya untuk kesenangan. Tahapan permainan fungsional ini sangat penting karena
anak diajarkan untuk mengenal dunia fisik dan efek yang ditimbulkannya. Jadi dapat
disimpulkan bahwa permainan fungsional adalah permainan selama periode
sensorimotorik dengan bentuk permainan yang bersifat fisik dan berulang.
2. Permainan konstruktif (contructive play)
Permainan konstruktif adalah bentuk per-mainan yang menggunakan bentuk-bentuk
fisik untuk membangun atau membuat sesuatu. Bentuk permainan ini adalah
permainan yang paling umum dilakukan oleh anak prasekolah atau anak sekolah dasar.
3. Permainan dramatik (dramatic play)
Permainan dramatik adalah suatu bentuk permainan yang dilakukan secara berpura-
pura, yang dimulai ketika anak sudah dapat menyimbolisasikan atau membayangkan
objek memiliki peran tertentu. Contohnya adalah seorang anak membayangkan
sebuah batu sebagai mobil dan tanah sebagai jalan raya.
4. Permainan dengan aturan (games with play)
Permainan dengan aturan adalah suatu bentuk permainan yang dilakukan oleh anak
dengan memiliki aturan-aturan tertentu yang harus dipatuhi oleh anak yang
memainkannya.
E. Tahapan Bermain
Tahapan bermain menurut Hurlock dalam Pupung & Anik (2018:9-10) sebagai berikut :
1. Tahapan Penjelajahan (Exploratoru Stage)
Berupa kegiatan mengenal objek atau orang lain, mencoba menjangkau atau meraih benda
disekelilingnya lalu mengamatinya. Penjelajahan semakin luas saat anak sudah dapat
merangkak dan berjalan sehingga anak akan mengamati setiap benda yang diraihnya.
2. Tahapan Mainan (Toy Stage)
Tahap ini mencapai puncaknya pada usia 5-6 tahun. Antara 2-3 tahun anak biasanya
hanya mengamati alat permainannya. Biasanya terjadinya bermain dengan boneka dan
mengajaknya bercakap atau bermain seperti layaknya teman bermainnya
3. Tahapan Bermain (Play stage)
Biasanya terjadi bersamaan dengan mulai masuk ke sekolah dasar. Pada masa ini jenis
permainan anak semakin bertambah banyak dan bermain dengan alat permainan yang
lama kelamaan berkembang menjadi games, olahraga dan bentuk permainan yang lain
yang dilakukan oleh orang dewasa.
4. Tahapan Melamun (Daydream Stage)
Tahap ini diawali ketika anak mendekati masa pubertas, dimana anak mulai kurang
berminat terhadap kegiatan bermain yang tadinya mereka sukai dan mulai menghabiskan
waktu untuk melamun dan berkhayal. Biasanya khayalannya kurang dipahami oleh orang
lain.
F. Terapi Bermain di Rumah
1. Tujuan
a. Mengembangkan kreativitas anak terhadap stress akibat kejenuhan dirumah
b. Melanjutkan fase tumbuh kembang anak
c. Mengembangkan imajinasi pada anak
2. Prinsip
a. Tidak banyak energi, singkat dan sederhana
b. Mempertimbangkan kenyamanan pada anak
c. Kelompok umur sesuai dengan klasifikasi terapi bermain
3. Pelaksanaan Bermain di Rumah
a. Faktor pendukung
Pengetahuan orangtua, fasilitas yang terssedia, kerjasama tim dan keluarga
b. Faktor penghambat.
Kondisi anak yang tidak memungkinkan, fasilitas yang kurang
4. Penerapan protokol kesehatan terapi bermain saat pandemic
a. Perawat dan anak menggunakan masker
b. Perawat dan anak mencuci tangan sebelum melakukan terapi bermain
c. Perawat menggunakan Handscoon ( jika permainan memerlukan kontak langsung)
d. Mengusahakan tetap menjaga jarak (KemenKes, 2020)
BAB III
LAPORAN TERAPI BERMAIN

A. Pelaksanaan Terapi Bermain


1. Bentuk terapi bermain : Terapi mewarnai
2. Tujuan :
a. Tujuan umum
Mampu melakukan terapi bermain untuk mengurangi kecemasan pada anak di rumah
b. Tujuan khusus
1) Mengembangkan minat dan kreativitas anak dirumah
2) Melanjutkan fase tumbuh kembang anak
3) Mengembangkan imajinasi pada anak
3. Prosedur bermain :
a. Tahap persiapan
1) Menanyakan kepada orangtua anak untuk kesediaan anak dilakukan terapi bermain
dan menjelaskan tujuannya
2) Pengkajian kemampuan dan perkembangan anak dengan Denver II
3) Melakukan kontrak waktu pelaksanaan terapi bermain
b. Tahap pelaksanaan
1) Persiapan
1. Menyiapkan ruangan
2. Menyiapkan alat
3. Menyiapkan anak dan orangtua
2) Proses
a) Membuka proses terapi bermain dengan mengucapkan salam, memanggil
panggilan kesukaan anak dan memperkenalkan diri
b) Menjelaskan kepada anak tentang permainan yang akan dilakukan pada hari
ini
c) Memulai permainan mewarnai dengan memilih gambar yang disukai
d) Melibatkan orangtua dalam setiap proses terapi bermain
e) Mewarnai gambar bersama dengan anak
f) Kemudian meminta anak bercerita tentang gambar yang diwarnai.
3) Penutup
a) Mengevaluasi respon anak dan orangtua
b) Memberikan reinforcement positif kepada anak dan orangtua
c) Berpamitan dan mengucapkan salam
c. Tahap evaluasi
1) Evaluasi proses
No Aspek yang dinilai Keadaan anak
1. Mengikuti kegiatan dari awal An. I dan An. W, mampu mengikuti
sampai akhir mewarnai gambar dengan baik dari
awal sampai akhir meskipun An. I dan
An. W awalnya sedikit malu dan diam
tetapi ia mampu menyelesaikan
kegiatan dengan baik dan dibantu oleh
orangtuanya
2 Mewarnai gambar sesuai dengan An. I mampu mewarnai gambar yang
warna yang tersedia di sketsa diberikan dengan rapi, sedangkan An.
gambar W masih mencoba menyelesaikan
mewarnai gambar dengan berbagai
warna
3. Menceritakan gambar yang telah An. I mampu menceritakan kembali
diwarnai gambar yang telah diwarnai,
sedangkan An. W masih malu-malu
untuk menceritakan hasil
mewarnainya dan harus dibantu oleh
orangtuanya

2) Evaluasi hasil
No Aspek yang dinilai Keadaan klien
1. Mengikuti kegiatan dari awal An. I dan An. W, mampu mengikuti
sampai akhir proses terapi bermain mewarnai dari
awal hingga akhir.
2. Mewarnai gambar yang tersedia An. I dan An. W, mampu mewarnai
sketsa gambar yang disediakan
dengan baik
3. Menceritkan gambar yang ada di An. I dan An. W mampu bercerita
sketsa gambar secara perlahan tentang gambarnya
dan perasaannya meskipun perlu
distimulus oleh orangtuanya

B. Media dan Alat


1. Sketsa bergambar
2. Pensil warna
C. Profil Peserta
Peserta terdiri dari 2 orang anak yaitu sebagai berikut :
Nama : An.I
Tanggal Lahir : 27 Februari 2016
Usia : 5 tahun

Nama : An. W
Tanggal Lahir : 29 Maret 2016
Usia : 5 tahun

D. Waktu dan Tempat Pelaksanaan


Hari, Tanggal : Selasa, 23 Maret 2021
Waktu : 10.00-11.00 WIB
Tempat : Rumah Ny. M

E. Pengorganisasian
1. Leader : I Nyoman Artana
2. Co Leader : Wiwik Widia Astuti
3. Observer : Iva Noviyanti
4. Fasilitator : Wa Ode Siti Hardianti
Maghfirotul Hasanah
F. Pembagian Tugas
1. Leader
a. Membuka acara
b. Membaca aturan bermain
c. Memimpin jalannya permainan
d. Memberi semangat kepada peserta
e. Menciptakan suasana menjadi meriah
f. Mengambil keputusan
g. Memberi reward
2. Co Leader
a. Mengingatkan leader apabila terdapat hal yang terlewatkan
b. Membantu leader dalam mengatur jalannya permainan
3. Observer
a. Mendokumentasi kegiatan (foto)
b. Mencatat proses terapi bermain dan respon anak
c. Mencatat respon anak selama bermain sebagai bentuk evaluasi
4. Fasilitator
a. Membantu mempersiapkan peralatan yang dibutuhkan saat terapi bermain
mewarnai
b. Membantu menjaga suasana terapi bermain agar tetap kondusif, nyaman dan
menyenangkan bagi anak

G. Setting Tempat
Setting tempat (gambar/denah ruangan)

M
E
J
A

Keterangan:

: Leader

: Co leader

: Peserta

: Fasilitator

: Observer

: Orang tua

H. Hambatan
1. Terapi bermain mewarnai di rumah hanya melibatkan 2 orang anak dikarenakan masa
pandemi.
2. Anak merasa sedikit tidak nyaman karena jumlah mahasiswa terlalu banyak yakni 5
orang, jika dibandingkan dengan jumlah anak yang hanya 2 orang saja.
3. Anak masih sedikit malu dalam proses terapi bermain mewarnai, karena waktu yang
sangat singkat sehingga kurangnya proses pendekatan terhadap anak.

I. Evaluasi
1. Sebaiknya sebelum melakukan terapi bermain pada anak, seluruh anggota kelompok
melakukan pendekatan untuk membentuk keakraban dengan anak.
2. Menjalin hubungan saling percaya dengan anak, sehingga anak dapat mengurangi rasa
malu yang timbul pada saat proses terapi bermain berlangsung.
Daftar Pustaka

Adriana, Dian. 2011. Tumbuh Kembang dan Terapi Bermain pada Anak. Jakarta : Salemba
Medika.
Dariyo, Agoes. 2020. Bermain Bagi Anak di Rumah di Masa Pandemic Covid-19. Sumber:
http://lifestyle.kompas.com/read/2020/05/23/174802620/bermain-bagi-anak-di-rumah-
pada-masa-pandemi-covid-19?page=all. Diakses pada tanggal 23 Maret 2021pukul 11.05
WIB.
Hurloc, Elizabeth. 2013. Perkembangan Anak Jilid 1. Jakarta : Erlangga
Hurlock 2013 dalam Andini Puspa Pupung & Anik Lestariningrum, 2018. Bermain dan
Permainan Anak usia Dini. Yogyakarta : CV Adjie Media Nusantara
KemenKes. 2020. Panduan Pelayanan Kesehatan Balita pada masa tanggap darurat COVID-19
bagi tenaga kesehatan
Priyanto, A. 2014. Pengembangan Kreativitas Pada Anak Usia Dini Melalui Aktivitas Bermain.
Jurnal Ilmiah. Guru Caraka Olah Pikir Edukatif, 2.
Rohayani, Farida. 2020. Menjawab Problematika Yang Dihadapi Anak Usia Dini di Masa
Pandemi Covid-19. QAWWAM: Journal For Gender Mainstreaming. Vol.14, No. 1. Hal,
29-50. Sumber: http://journal.uinmataram.ac.id/indeks.php/qawwam. Diakses pada
tanggal 23 Maret 2021 pukul 10.45 WIB.
Samsiah. 2018. Permainan “CATCH ME” Menstimulasi Perkembangan Anak. Early Chilldhood
Education Journal Of Indonesia.
Sari, D. A., Mutmainah, R. N., Yulianingsih, I., Tarihoran, T. A., & Bahfen, M. 2020. Kesiapan
Ibu Bermain Bersama Anak Selama Pandemi Covid19,“Dirumah Saja.” Jurnal Obsesi:
Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini.
Soetjiningsih. 2013. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta : EGC
Sunardi & Sujadi, I. 2017. Sumber Belajar Penunjang PLPG 2017 Materi Pedagogik Guru Kelas
PAUD/TK. Jakarta: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Direktoral Jendral Guru dan
Tenaga Kependidikan
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai