DISUSUN OLEH
IVA NOVIYANTI
24.20.1437
2. Jenis-jenis Nyeri
a. Nyeri Akut
Nyeri akut biasanya awitannya tiba-tiba dan umumnya berkaitan dengan
cidera spesifik. Nyeri akut mengindikasikan bahwa kerusakan atau cidera
telah terjadi. Nyeri akut umumnya terjadi kurang dari enam bulan dan
biasanya kurang dari satu bulan. Cidera atau penyakit yang menyebabkan
nyeri akut dapat sembuh secara spontan atau dapat memerlukan pengobatan
(Smeltzer & Bare, 2002).
b. Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah nyeri konstan atau intermiten yang menetap
sepanjang suatu periode waktu. Nyeri ini berlangsung diluar waktu
penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat dikaitkan dengan
penyebab atau cidera spesifik. Nyeri kronis tidak mempunyai awitan yang
dapat ditetapkan dengan tepat dan sering sulit untuk diobati karena biasanya
nyeri ini tidak memberikan respons terhadap pengobatan yang diarahkan pada
penyebabnya. Nyeri kronis sering didefinisikan sebagai nyeri yang
berlangsung selama enam bulan atau lebih (Smeltzer & Bare, 2002). Nyeri
kronis yang terjadi setelah suatu cidera atau proses penyakit diduga terjadi
karena ujung-ujung saraf yang normalnya hanya mentransmisikan stimulus
yang sangat nyeri, mentransmisikan stimulus yang sebelumnya tidak nyeri
sebagai stimulus yang sangat nyeri.
4. Fisiologi Nyeri
a. Masuknya aktivitas saraf aferen dimodulasi oleh mekanisme pembukaan /
penutupan gerbang (gating mechanism) di dalam tanduk dorsal korda spinalis
dan batang otak. Gerbang ini merupakan inhibitor atau fasilitator bagi
aktivitas sel Transmisi (T) yang membawa aktivitas lebih jauh sepanjang jalur
saraf.
b. Gerbang dipengaruhi oleh derajat relatif dari aktivitas serabut beta A dengan
diameter besar, serabut delta A diameter kecil serta serabut C. Serabut beta A
diameter besar diaktifkan oleh stimuli tidak berbahaya dan pada aktifitas
serabut aferen besar cenderung menutup gerbang sedangkan aktifitas serabut
kecil cenderung membukanya.
c. Mekanisme kontrol serabut saraf desendens dari tingkatan yang lebih tinggi di
susunan saraf pusat dipengaruhi oleh proses kognitif, motivasional dan afektif
Derajat mekanisme yang lebih tinggi ini juga memodulasi gerbang. Aktivitas di
dalam serabut aferen besar tidak hanya cenderung menutup gerbang secara
langsung tetapi juga mengaktifkan mekanisme kontrol pusat yang menutup
gerbang.
d. Saat gerbang terbuka dan aktivitas di dalam aferen yang baru masuk cukup
untuk mengaktifkan sistem transmisi, dua jalur asendens utama diaktifkan.
Yang pertama adalah jalur sensoris-diskriminatif, yang bersambung dengan
korteks somatosensoris serebri melalui thalamus ventroposterior. Jalur ini
memungkinkan penentuan tempat nyeri. Kedua, jalur asendens yang
melibatkan informasi retikuler melalui sistem thalamus dan limbus medial.
Jalur ini berurusan dengan rasa tidak enak, penolakan (aversif) dan aspek
emosional dari nyeri. Jalur desendens, selain berpengaruh pada gerbang
tanduk dorsal, dapat juga berinteraksi dengan kedua sistem asendens ini.
5. Penilaian Nyeri
Penilaian nyeri merupakan elemen yang penting untuk menentukan terapi
nyeri paska pembedahan yang efektif. Skala penilaian nyeri dan keterangan
pasien digunakan untuk menilai derajat nyeri. Intensitas nyeri harus dinilai sedini
mungkin selama pasien dapat berkomunikasi dan menunjukkan ekspresi nyeri
yang dirasakan. Ada beberapa skala penilaian nyeri pada pasien sekarang:
a. Wong-Baker Faces Pain Rating Scale
Skala dengan enam gambar wajah dengan ekspresi yang berbeda, dimulai
dari senyuman sampai menangis karena kesakitan. Skala ini berguna pada
pasien dengan gangguan komunikasi, seperti anak-anak, orang tua, pasien
yang kebingungan atau pada pasien yang tidak mengerti dengan bahasa lokal
setempat.
6. Penatalaksanaan Nyeri
a. Terapi non-Farmakologis
Ada beberapa metode metode non-farmakologi yang digunakan untuk
membantu penanganan nyeri paska pembedahan, seperti menggunakan terapi
fisik (dingin, panas) yang dapat mengurangi spasme otot, akupunktur untuk
nyeri kronik (gangguan muskuloskletal, nyeri kepala), terapi psikologis
(musik, hipnosis, terapi kognitif, terapi tingkah laku) dan rangsangan elektrik
pada sistem saraf (TENS, Spinal Cord Stimulation, Intracerebral Stimulation)
b. Terapi Farmakologis
Modalitas analgetik paska pembedahan termasuk didalamnya analgesik
oral parenteral, blok saraf perifer, blok neuroaksial dengan anestesi lokal dan
opioid intraspinal. Pemilihan teknik analgesia secara umum berdasarkan tiga
hal yaitu pasien, prosedur dan pelaksanaannya. Ada empat grup utama dari
obat-obatan analgetik yang digunakan untuk penanganan nyeri paska
pembedahan.
Obat farmakologis untuk penanganan nyeri
7. Asuhan Keperawatan
Guyton, A.C., & Hall, J.E. (2007). Buku ajar fisiologi kedokteran (11th ed.). Jakarta:
EGC.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/24986/3/Chapter%20II.pdf
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/31992/4/Chapter%20II.pdf
Johnson, M., Maas, M., & Moorhead, S. (2004). Nursing outcomes classification
(2nd ed.). Missouri: Mosby.
Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.I., & Setiowulan, W. (Eds.).
(2009). Kapita selekta kedokteran (3rd ed. 1st vol). Jakarta: Media Aesculapius.
Potter, P.A., & Perry, A.G. (2006). Buku ajar fundamental keperawatan konsep,
proses, dan praktik. (4th ed. 2nd vol). Jakarta: EGC
Smeltzer, S., & Bare, B. (2002). Buku ajar keperawatan medikal bedah brunner &
suddarth (8th ed. 2nd vol). Jakarta: EGC.