Dua ribu tahun yang lalu di Roma, kontes itu tentu diselenggarakan di Circus
Neronis atau Colosseum di mana singa-singa yang rakus mendekati korbannya
di sebuah arena darah dan pasir, dengan penuh napsu untuk merobek-robeknya.
Tetapi kini adalah abad kedua puluh, dan pertunjukan itu diadakan di Gedung
Pengadilan Kriminal di pusat kota Manhattan, ruang sidang nomor enam belas.
Sejak pukul tujuh pagi mereka semua sudah antri di luar gedung pengadilan
untuk mendapatkan tempat duduk.
Yang menjadi mangsa, Michael Moretti, duduk di kursi terdakwa. Dia seorang
laki-laki yang tenang dan tampan, yang berumur tiga puluhan. Dia tinggi dan
langsing, wajahnya lancip dan tampak kasar serta jantan. Rambutnya berwarna
hitam dan bergaya baru, dagunya menarik serta berlesung pipit, sedang matanya
dalam dan berwarna hitam seperti buah zaitun. Dia mengenakan setelan
berwarna abu-abu yang berpotongan bagus, kemeja biru muda dengan dasi biru
tua, dan sepatunya yang dibuat khusus, bersemir mengkilat.
Michael Moretti duduk diam, hanya matanya saja yang selalu memandang ke
sekeliling ruang sidang.
Yang menjadi singa penyerangnya adalah Robert Di Silva, jaksa negeri yang
kejam untuk wilayah New York, yang mewakili rakyat. Bila Michael Moretti
memancarkan ketenangan, maka Robert Di Silva memancarkan gerak penuh
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dinamika; dia menjalani hidupnya seolah-olah dia telah terlambat lima menit
untuk suatu janji. Dia bergerak terus-menerus, seolah-olah sedang bertinju
dengan lawan-lawan yang tak tampak. Jaksa itu bertubuh pendek dan gemuk,
sedang rambutnya yang mulai beruban dipotong pendek tanpa mengikuti zaman.
Pada waktu mudanya, Di Silva adalah seorang petinju, pada hidung dan
wajahnya tampak bekas-bekas lukanya. Seseorang pernah terbunuh olehnya di
arena tinju, namun dia tak pernah merasa menyesal. Dalam tahun-tahun
berikutnya pun dia masih harus belajar merasa kasihan pada orang.
Robert Di Silva adalah seorang laki-laki yang sangat berambisi, dia telah
berjuang untuk menaikkan dirinya ke kedudukannya yang sekarang tanpa
bantuan uang atau koneksi. Dalam masa peningkatan dirinya, dia telah berhasil
berbuat seolah-olah dia adalah abdi masyarakat; padahal pada dasarnya dia
adalah seorang pejuang comberan, seseorang yang tak bisa memaafkan, apalagi
melupakan.
Dalam keadaan biasa, Jaksa Di Silva tidak akan berada dalam ruang sidang hari
ini. Dia punya banyak staf, dan salah seorang di antara para asistennya yang
senior tentu sanggup menjadi penuntut dalam perkara itu. Tetapi sejak semula Di
Silva sudah tahu bahwa dia sendirilah yang harus menangani perkara Moretti itu.
para pelaksana perintahnya. Di Silva sendiri telah menghabiskan tiga tahun yang
melelahkan dalam mencoba mendapatkan bukti kejahatan Michael. Kemudian
Di Silva tibatiba beruntung.
Camil o Stela, salah seorang soldati (anak buah) Michael, tertangkap basah
dalam suatu pembunuhan sehubungan dengan suatu perampokan. Dengan
jaminan tidak akan dihukum mati, Stela mau membuka mulut. Pengakuannya itu
bagaikan musik yang mahaindah yang pernah didengar Di Silva, nyanyian yang
akan membuat keluarga mafia yang terkuat di kawasan timur itu bertekuk lutut,
yang akan menyeret Michael Moretti ke kursi listrik, serta mengangkat Robert
Di Silva ke kedudukan gubernur di Albany. Para gubernur New York lainnya
telah berhasil mencapai kedudukan di Gedung Putih, seperti: Martin Van Buren,
Grover Cleveland, Teddy Roosevelt, dan Franklin Roosevelt. Di Silva ingin
menyusul.
Saatnya tepat benar. Pemilihan calon gubernur akan dilaksanakan tahun depan.
Di Silva telah didatangi seorang bos politik yang paling berkuasa dalam negeri.
"Dengan semua berita yang akan disiarkan tentang dirimu dalam hubungan
perkara ini, akan besarlah harapanmu untuk dicalonkan dan kemudian dipilih
menjadi gubernur, Bobby. Kalahkan Moretti dalam sidang itu dan kau akan
menjadi calon kami."
Memilih anggota-anggota juri pun telah memakan waktu dua minggu, dan jaksa
itu telah bersikeras untuk memilih enam 'ban cadangan' ?anggota-anggota juri
pengganti? untuk Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mematikan, yang tak terbukti. Di Silva sudah berusaha supaya para anggota juri
diamankan sejak semula, setiap malam dikunci di suatu tempat yang tak bisa
dimasuki siapa pun juga.
Camil o Stela adalah kunci dalam perkara melawan Michael Moretti itu, dan
saksi utama Di Silva itu mendapat perlindungan ketat. Jaksa itu ingat benar akan
suatu contoh yaitu Abe 'Kid Twist' Reles, saksi di pihak pemerintah, yang
'jatuh' dari jendela lantai keenam di Half Moon Hotel di Coney Island, sementara
dia dikawal oleh setengah lusin polisi. Di Silva telah memilih sendiri para
pengawal bagi Camil o Stela, dan sebelum sidang Camil o dipindah-pindahkan
setiap malam secara rahasia ke tempat-tempat rahasia. Kini sementara sidang
sedang berlangsung, Stela ditempatkan dalam sebuah sel yang terpencil, dikawal
oleh empat orang petugas bersenjata. Tak seorang pun di zinkan mendekatinya
karena kesediaan Stela untuk memberikan kesaksian hanyalah karena
kepercayaannya, bahwa Jaksa Di Silva sanggup melindunginya dari pembalasan
dendam Michael Moretti.
Pagi itu adalah hari kelima dari sidang tersebut.
Pagi itu adalah hari sidang yang pertama bagi Jennifer Parker. Dia duduk di meja
penuntut umum bersama lima orang muda lainnya yang menjadi asisten jaksa,
yang telah disumpah bersama-sama dia tadi pagi.
Jennifer Parker adalah seorang gadis langsing berambut hitam yang berumur dua
puluh empat tahun. Kulitnya putih, wajahnya hidup dan tampak cerdas, sedang
matanya hijau dan awas. Wajahnya cukup menarik meskipun tak bisa dikatakan
cantik, wajah yang mencerminkan rasa harga diri, keberanian dan kehalusan
perasaan, dan wajah itu tak mudah dilupakan. Dia duduk tegak lurus, seolah
berjaga-jaga untuk Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
***
Hari itu berawal sial bagi Jennifer Parker. Upacara penyumpahan di kantor
Kejaksaan Negeri sudah ditetapkan pukul delapan pagi. Jennifer telah
menyiapkan pakaiannya malam sebelumnya dan dia telah mengunci alarm
jamnya pada pukul enam supaya dia sempat mencuci rambutnya.
Alarm jam tak berbunyi. Pukul setengah delapan Jennifer baru terbangun dan dia
panik. Kaus kakinya robek waktu tumit sepatunya patah, dan dia terpaksa ganti
pakaian lagi. Waktu pintu apartemennya yang kecil itu dibanting, barulah dia
ingat bahwa kuncinya tertinggal di dalam. Dia sudah merencanakan untuk pergi
ke Gedung Pengadilan Kriminal naik bus, tetapi sekarang tak bisa lagi, dan dia
lalu berlari mencari taksi yang sebenarnya tak terjangkau kemampuannya, dan
mendapatkan taksi yang sopirnya sepanjang perjalanan menerangkan mengapa
dunia akan kiamat.
Dua puluh lima orang ahli hukum telah berkumpul di kantor Kejaksaan Negeri,
kebanyakan di antaranya baru saja tamat fakultas hukum, masih muda dan
bersemangat serta berdebar-debar karena baru pertama kalinya akan bekerja
untuk jaksa negeri dari wilayah New York.
Kantor itu anggun, berdinding lapis, dan dihias dengan selera tinggi dan tenang.
Ada sebuah meja kerja besar yang di depannya ada tiga buah kursi, dan di
belakangnya terdapat sebuah kursi kulit yang nyaman, sebuah meja rapat dengan
dua belas buah kursi di sekelilingnya, serta lemari-lemari dinding yang dipenuhi
buku undang-undang.
masing-masing.
Waktu Jennifer bergegas memasuki kantor itu sambil meminta maaf berulang
kali, Di Silva sedang mengucapkan pidatonya. Dia menghentikan pidatonya itu,
mengalihkan perhatiannya pada Jennifer dan berkata, "Kausangka pertemuan
apa ini... pesta minum-minum teh barangkali?"
terlambat lagi!"
Di Silva berpaling pada kumpulan ahli-ahli hukum tadi lagi dan membentak,
"Saya tahu mengapa Anda sekalian berada di sini. Anda sekalian akan tetap di
sini sampai kalian berhasil menjiplak otak saya dan mempelajari beberapa
rahasia ruang sidang, lalu bila kalian merasa sudah siap, kalian akan pergi dan
menjadi pengacara kriminal yang hebat. Tetapi mungkin ada salah seorang di
antara kalian ?barangkali? yang akan cukup pandai untuk menggantikan saya
kelak." Di Silva mengangguk memberi isyarat pada asistennya. "Ambil sumpah
mereka."
Kalian akan harus membenamkan diri kalian dalam riset yang sah, dan naskah-
naskah dokumen.... surat-surat panggilan ke pengadilan, surat-surat perintah
penggeledahan.... semua yang hebat-hebat yang telah kalian pelajari di fakultas
hukum Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dulu. Selama satu-dua tahun ini kalian tidak akan menangani perkara."
Di Silva berhenti untuk menyalakan sebatang cerutu pendek yang sudah bekas di
sap. "Sebentar lagi saya akan menjadi penuntut umum dalam suatu perkara.
Mungkin ada di antara kalian yang sudah membaca tentang hal itu." Suaranya
bernada ejekan. "Saya bisa memakai enam orang di antara kalian untuk saya
suruh-suruh."
Waktu mereka meninggalkan kamar itu, mereka diberi kartu tanda pengenal.
Jennifer tidak berkecil hati karena sikap jaksa tadi. Dia memang harus keras,
pikirnya. Pekerjaannya pun keras. Dia sedang bekerja untuk jaksa itu sekarang.
Dia adalah anggota staf jaksa negeri dari wilayah New York!
Jennifer telah mempelajari pekerjaan itu di rumah. Dia tahu bahwa Kejaksaan
Negeri membawahi empat biro ?pengadilan, perkara banding, pemerasan, dan
penipuan? dan dia ingin tahu akan ditugaskan di biro mana. Ada lebih dari dua
ratus orang asisten jaksa negeri di New York City dan lima orang Tiraikasih
Website http://kangzusi.com/
jaksa negeri, seorang di setiap wilayah. Tetapi wilayah yang terpenting tentulah
Manhattan: wilayah Robert Di Silva.
Dia duduk tanpa bergerak, hanya mata hitamnya yang dalam itu saja yang
memancarkan kekacauan batin yang sedang dirasakannya. Mata itu berputar
tanpa berhenti, meneliti setiap sudut ruangan itu, seolah-olah mencoba
memperhitungkan jalan untuk melarikan diri. Namun jalan itu tak ada. Di Silva
sudah mengatur semuanya.
Camil o Stela duduk di mimbar saksi. Jika diumpamakan binatang maka Camil o
Stela itu adalah seekor cerpelai.
Wajahnya sempit dan lancip, bibirnya tipis, dan giginya yang kuning menonjol
ke depan. Matanya bergerak terus dan memandang dengan mencuri-curi, dan
sebelum dia
membuka mulutnya, kita sudah tak percaya padanya. Robert Di Silva menyadari
kekurangan-kekurangan saksinya itu, tetapi itu tak dipedulikannya. Yang penting
baginya adalah apa yang akan dikatakan Stela. Yang akan diceritakannya itu
adalah hal-hal yang mengerikan, yang tak pernah diceritakan orang sebelumnya,
dan cerita-ceritanya itu mengandung kebenaran.
Jaksa berjalan ke arah tempat saksi di mana Camil o Stela baru saja diambil
sumpahnya.
"Tuan Stela, saya ingin agar para juri menyadari bahwa Anda adalah seorang
saksi yang enggan datang dan bahwa untuk membujuk agar Anda mau
memberikan kesaksian, negara telah bersedia mengizinkan Anda untuk
memohon agar Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dikenakan tuduhan yang lebih ringan, yaitu membunuh tanpa direncanakan, dan
bukan pembunuhan sebagaimana yang dituduhkan atas diri Anda. Benarkah
itu?'"
"Kenal, Pak." Dia tak mau memandang ke meja terdakwa, di mana Michael
Moretti duduk.
"Akan saya ubah pertanyaan saya. Dalam bentuk apa Anda bekerja untuk Tuan
Moretti?"
'Yah. Bila timbul suatu masalah .... seseorang menyeleweng umpamanya ....
Mike menyuruh saya memberesi orang itu."
Thomas Colfax bangkit. "Keberatan, Yang Mulia. Itu cara bertanya yang tak
masuk akal."
“Begini, Mike seorang lintah darat, bukan? Nah, beberapa tahun yang lalu,
Jimmy Serrano terlambat membayat, maka Mike mengirim saya untuk memberi
pelajaran pada Jimmy."
Dari sudut matanya, Robert Di Silva dapat melihat reaksi terkejut pada wajah
para anggota juri.
"Kecuali menjadi lintah darat, apakah Michael Moretti juga terlibat dalam usaha-
usaha lain?"
"Tuan Stela, Michael Moretti diadili karena pembunuhan atas diri Eddie dan
Albert Ramos. Kenalkah Anda pada mereka?"
membunuh dua bersaudara Ramos itu?" "Eddie dan Albert menangani buku
untuk...." "Apakah itu kegiatan taruhan?
Taruhan yang tak sah?" “Ya. Mike mendapati mereka mengambil untung sendiri.
Dia
harus memberi pelajaran pada mereka karena mereka adalah anak buahnya.
Pikirnya...” "Keberatan!" "Diterima. Harap Saksi tetap pada jalur fakta saja."
"Kenyataannya, Mike menyuruh saya mengundang kedua saudara itu....” "Eddie
dan Albert Ramos?"
"Ya. Ke sebuah pesta kecil di The Pelican. Itu sebuah rumah minum pribadi di
pantai." Lengannya mulai tegang lagi, dan Stela yang tiba-tiba menyadari hal itu,
menekan lengan itu dengan tangannya yang sebelah lagi.
Jennifer Parker menoleh pada Michael Moretti. Laki-laki itu sedang merenung
dengan pasif, wajah dan tubuhnya tak bergerak.
"Saya menjemput Eddie dan Albert dan mengantarnya dengan mobil sampai ke
tempat parkir. Mike menunggu di situ. Begitu kedua saudara itu keluar dari
mobil, saya menyingkir dan Mike mulai menembak."
"Ada, Pak."
Terdengar desah gelisah di ruang sidang itu. Di Silva menunggu sampai mereka
diam.
"Tuan Stela, sadarkah Anda bahwa kesaksian yang Anda berikan dalam ruang
sidang ini menuding diri Anda sendiri?"
"Ya, Pak."
"Dan bahwa Anda berkata-kata di bawah sumpah, dan bahwa hidup seseorang
menjadi taruhannya?"
"Ya, Pak."
"Diterima."
Jaksa Di Silva melihat ke wajah para anggota juri dan apa yang dilihatnya
memberinya keyakinan bahwa dia telah memenangkan perkara itu. Dia berpaling
pada Camil o Stela.
mengumpulkan seluruh keberanian Anda untuk datang ke ruang sidang ini dan
memberikan kesaksian. Atas nama rakyat negara ini, saya ingin menyampaikan
terima kasih pada Anda."
Di Silva berpaling pada Thomas Colfax. "Saya serahkan saksi untuk Anda
tanyai."
Dia menengok sebentar ke jam pada dinding, lalu berpaling ke meja hakim.
"Yang Mulia. Sekarang sudah hampir tengah hari. Bila diperkenankan, saya
ingin agar tanya-jawab saya nanti tak terganggu. Bolehkah saya mohon agar
sidang beristirahat untuk makan siang sekarang dan saya bisa melakukan tanya-
jawab saya nanti petang?"
Semua orang dalam ruang sidang itu bangkit waktu hakim berdiri dan berjalan
melalui pintu samping ke kamarnya. Para anggota juri mulai berjalan beriringan
ke luar ruangan. Empat orang petugas bersenjata mengelilingi Camil o Stela dan
menggiringnya melalui sebuah pintu di dekat pintu depan ruang sidang, yang
menuju ke ruang saksi.
bidang politik. Supaya pers tetap berada di pihaknya, maka dia pun bersopan-
sopan pada mereka.
perbincangkan.
Dia membawa sebuah amplop besar dari kertas manila. "Nona Parker?"
"Bapak Kepala minta agar Anda menyampaikan ini pada Stela. Katakan padanya
untuk mengingat-ingat kembali tentang tanggal ini. Colfax akan mencoba
mengacaukan kesaksiannya petang ini dan Bapak Kepala ingin
"Sebaiknya segera pergi. Pak Jaksa merasa bahwa Stela tak bisa cepat
mempelajarinya."
"Saya dari kantor Kejaksaan Negeri," kata Jennifer dengan tegas. Dikeluarkan
tanda pengenalnya lalu diperlihatkannya.
"Saya harus menyerahkan sebuah amplop untuk Tuan Stela dari Tuan Di Silva."
Pengawal itu memeriksa kartu tanda pengenal dengan teliti, lalu membuka pintu,
dan Jennifer masuk ke kamar saksi.
Kamar itu kecil dan tak nyaman; di sana terdapat sebuah bangku yang buruk,
sebuah sofa tua, dan kursi-kursi kayu.
Stela duduk di salah sebuah kursi itu, tangannya menegang dengan hebatnya.
Ada empat orang petugas bersenjata dalam kamar itu.
Waktu Jennifer memasuki kamar itu, salah seorang pengawal itu berkata, "Hei!
Tak seorang pun boleh masuk kemari."
Pengawal yang di luar berseru, "Tak apa-apa, Al. Dia dari kantor Kejaksaan
Negeri."
Jennifer menyerahkan amplop tadi pada Stela. "Tuan Di Silva minta agar Anda
mengingat-ingat kembali tentang kejadian pada tanggal-tanggal ini."
terdiri dari delapan buah kursi. Ini adalah sebuah ruang sidang
biasa, pikir Jennifer, sederhana .... bahkan buruk .... tapi inilah
diberi hak untuk diadili oleh badan juri, maka Amerika akan
Dari ujung ruangan terdengar dengung suara dari kejauhan yang makin lama
makin nyaring, dan akhirnya menjadi hiruk-pikuk. Lonceng-lonceng alarm mulai
berbunyi. Jennifer mendengar langkah-langkah kaki orang berlarian di lorong
dan melihat polisi-polisi dengan pistol siap tembak, berlarian ke arah pintu
masuk depan gedung pengadilan. Sesaat Jennifer menyangka bahwa Michael
Moretti mungkin telah melarikan diri, bahwa laki-laki itu telah berhasil
menerobos barisan pengawalnya. Dia bergegas ke luar, ke lorong. Di situ
keadaan kacau-balau. Orang-orang berlarian tak menentu, memekikkan perintah-
perintah mengatasi bunyi lonceng yang
Ada empat orang dalam kamar kerja Hakim Laurence Waldman: Hakim
Lawrence Waldman, Jaksa Robert Di Silva.
"Membayar saya? Tak seorang pun membayar saya!" Suara Jennifer bergetar
karena marahnya.
Di Silva mengambil sebuah amplop besar dari kertas manila yang sudah dikenal
Jennifer, dari meja Hakim Waldman. "Tak seorang pun membayarmu? Jadi kamu
berjalan begitu saja ke tempat saksi saya dan menyampaikan ini?"
Diguncangnya amplop itu dan bangkai seekor burung kenari kuning jatuh ke
meja. Lehernya telah
dipatahkan.
"Saya .... salah seorang anak buah Bapak.... memberikannya pada saya...."
"Tapi kau tahu bahwa dia adalah salah seorang anak buah saya?" Suaranya
mengandung nada tak percaya.
"Ya. Saya melihatnya bercakap-cakap dengan Anda, lalu dia berjalan ke arah
saya dan menyerahkan amplop itu dengan mengatakan bahwa Andalah yang
menyuruh saya memberikan amplop itu pada Tuan Stela. Dia.... dia bahkan tahu
nama saya."
Ini semua mimpi buruk, pikir Jennifer. Setiap saat aku akan terbangun dan hari
sudah pukul enam pagi, dan aku akan berpakaian lalu pergi untuk disumpah oleh
staf jaksa.
"Berapa?" Demikian hebatnya kemarahan jaksa itu hingga Jennifer merasa perlu
berdiri.
"Maafkan saya, Yang Mulia, tapi saya rasa dengan begini kita tidak akan
berkesudahan."
"Ditanyai? Dia sudah tak berguna lagi sekarang! Dia ketakutan setengah mati.
Dia tak mau lagi dihadapkan di sidang."
Dengan halus Thomas Colfax berkata, "Bila saya tak bisa menanyai saksi utama
dari penuntut umum, Yang Mulia, maka saya akan mohon pembatalan perkara."
Semua yang ada di kamar itu tahu apa artinya itu: Michael Moretti akan keluar
dari ruang sidang sebagai orang bebas.
"Sudah. Tapi Stela lebih takut pada mereka daripada pada kita."
lagi.
amarahnya.
sendiri."
Hakim Waldman melihat pada Jennifer dan berkata, "Apa pun alasan perbuatan
Anda, akibatnya luar biasa buruknya. Saya akan minta agar Bagian Banding
mengadakan penyelidikan dan bila badan itu berpendapat bahwa
Jennifer masih berdiri saja sejenak, menatap wajah-wajah mereka yang penuh
kebencian. Tak ada lagi yang bisa dikatakannya.
Jennifer merasa tak bisa percaya betapa luas tersebarnya berita mengerikan
tentang dirinya. Mereka menghantamnya terus dari segala pihak: reporter tv,
reporter radio, dan para wartawan. Ingin benar rasanya dia melarikan diri dari
mereka, namun rasa harga dirinya mencegah.
"Siapa yang memberikan burung kenari kuning itu pada Anda, Nona Parker?"
"Kata jaksa itu, dia akan meminta agar hak Anda sebagai
Pada siaran berita tv CBS malam itu, dia dicap 'Parker yang
lebih.
Ayah Jennifer adalah seorang ahli hukum, mula-mula khusus untuk suatu
perusahaan kayu terbesar di kota itu, kemudian untuk para buruh di pabrik-
pabrik penggergajian.
Jennifer belajar mendaki Gunung Rainier dan main ski di Timberline dengan
ayahnya. Ayahnya selalu menyediakan waktu baginya.
Sedang ibunya yang cantik tetapi selalu resah, selalu sibuk entah dengan apa dan
jarang berada di rumah. Jennifer memuja ayahnya. Abner Parker berdarah
campuran Inggris, Irlandia, dan Skotlandia. Tinggi badannya lumayan, berambut
hitam, dan matanya hijau kebiruan. Dia seorang yang penuh rasa belas kasihan
dengan rasa keadilan yang berakar berurat.
Dia tidak menaruh perhatian pada uang, dia lebih tertarik pada sesama manusia.
Dia mau duduk berjam-jam dengan Jennifer, menceritakan tentang perkara-
perkara yang sedang ditanganinya dan masalah-masalah orang-orang yang
datang ke kantornya yang kecil dan sederhana. Bertahun-tahun kemudian
barulah Jennifer menyadari bahwa ayahnya berbicara dengan dia, karena tak ada
kawan bicaranya, tempatnya mencurahkan isi hatinya.
Mereka tak pernah membicarakan tentang rencana dia akan kuliah di fakultas
hukum; hal itu dianggap dengan sendirinya.
Waktu Jennifer berumur lima belas tahun, dia mulai bekerja membantu ayahnya
dalam musim-musim panas. Pada saat gadis-gadis lain seusianya asyik kencan
dengan anak laki-laki atau pacaran, Jennifer sudah asyik dengan bermacam-
macam pengaduan dan surat-surat wasiat.
Anak laki-laki bukannya tak tertarik padanya, tetapi dia jarang mau keluar. Bila
ayahnya bertanya mengapa begitu, dia menjawab, "Mereka terlalu muda, Papa."
Dia yakin bahwa pada suatu hari kelak dia akan menikah dengan seorang ahli
hukum seperti ayahnya.
Pada hari ulang tahun Jennifer yang keenam belas, ibunya meninggalkan kota
mereka dengan putra tetangga mereka yang berumur delapan belas tahun, dan
hidup ayah Jennifer padam perlahan-lahan. Tujuh tahun kemudian jantungnya
baru berhenti berdetak, tetapi dia boleh dikatakan sudah meninggal pada saat dia
mendengar tentang perbuatan istrinya. Seluruh kota tahu hal itu dan merasa
kasihan, dan hal itu tentu memperburuk keadaan, karena Abner Parker adalah
pria yang mempunyai harga diri. Waktu itulah dia mulai minum-minum. Jennifer
melakukan segalanya untuk
menghibur ayahnya, namun sia-sia, dan keadaan pun tidak seperti semula lagi.
"Kita akan menjadi patner dalam suatu perusahaan pengacara, Jennie," kata
ayahnya. "Cepat-cepatlah kau mendapatkan gelar sarjana hukummu itu."
Jennifer amat menyukai Seattle. Pada hari-hari Minggu, dia dan seorang
mahasiswi Indian bernama Ammini Wil iams dan seorang gadis besar dari
Irlandia yang bernama Josephine Col ins, pergi berdayung ke Green Lake di
jantung kota, atau menghadiri perlombaan Gold Cup di Danau Washington, dan
melihat hydroplanes yang beraneka warna lewat.
Petang hari, Jennifer, Ammini, dan Josephine pergi ke restoran Hasty Tasty,
tempat mereka berkumpul, di mana mereka bisa makan kentang goreng yang
bukan main enaknya.
Musim kadang-kadang kering, lalu basah dan berangin, dan hari-hari agaknya
hujan selalu. Jennifer mengenakan jaket kasar yang berkotak-kotak berwarna
hijau kebiruan yang bisa menyerap air hujan dan matanya jadi berkilat dan
tampak seperti zamrud. Dia berjalan dalam hujan, tenggelam dalam pikirannya
sendiri, tanpa menyadari bahwa segala sesuatu yang dilewatinya sebenarnya bisa
menghapuskan
kenangannya.
Dalam musim semi, gadis-gadis itu tampak bermekaran dalam pakaian mereka
yang warnanya cerah. Ada enam buah asrama pria berjajar di universitas itu, dan
para mahasiswa penghuninya biasanya berkumpul di halaman berumput dan
memperhatikan gadis-gadis yang lewat, tetapi pada diri Jennifer ada sesuatu
yang membuat diri mereka malu. Ada sesuatu yang khusus pada diri gadis itu
yang sulit mereka pastikan, suatu perasaan bahwa Jennifer sudah mencapai
sesuatu yang masih harus mereka cari.
Dia yakin kalau dia tak bisa kembali ke Kelso dan membuka praktek pengacara
di sana, karena di sana dia akan selalu dipandang sebagai gadis kecil yang
ibunya telah pergi dengan seorang pemuda berumur belasan, tahun.
Warren Oakes, profesor yang mengajarnya hukum kriminal berkata, "Itu benar-
benar suatu kehormatan, Nona. Sulit sekali seorang wanita, diterima bekerja di
sebuah perusahaan pengacara yang baik-baik."
Kesulitan Jennifer adalah bahwa dia tak lagi punya rumah tempatnya berakar.
Dia tak tahu pasti di mana dia akan tinggal.
Dia terbang ke New York untuk menjalani ujian masuk, dan kembali ke Kelso
untuk menutup kantor pengacara ayahnya.
"Kantor itu adalah yang paling keras di negeri ini," kata Profesor Oakes
mengingatkannya. Tetapi Jennifer sudah tahu.
Dia menerima pemberitahuan bahwa dia lulus, dan pada hari itu juga dia
menerima tawaran kerja dari kantor Kejaksaan Negeri.
perjalanannya ke timur.
***
Dia menemukan sebuah apartemen kecil melalui sebuah iklan di surat kabar, di
bilangan Third Avenue. Kamarnya terletak di lantai empat yang bertangga
curam, dan di dalamnya terdapat sebuah perapian tiruan. Latihan turun-naik ini
akan baik bagiku, pikii Jennifer sendiri. Tak ada gunung yang dapat didakinya di
Manhattan itu, tak ada air terjun tempatnya meluncur. Apartemen itu terdiri dari
sebuah kamar tamu kecil, di mana ada sebuah sofa yang bisa diubah menjadi
tempat tidur yang berbenjol-benjol dan sebuah kamar mandi dengan sebuah
jendela yang kacanya sudah dicat hitam oleh seseorang, hingga seolah-olah
tertutup. Perabotnya kelihatannya seperti hasil pemberian dari balai keselamatan.
Ah, biarlah, aku tidak akan lama tinggal di tempat ini, pikir Jennifer. Ini hanya
untuk sementara, sampai aku bisa membuktikan diri sebagai seorang ahli hukum.
Inilah impiannya. Kenyataannya, baru berada di New York kurang dari tujuh
puluh dua jam, dia telah dilempar dari staf Kejaksaan Negeri dan sedang
menghadapi kemungkinan dibatalkan haknya sebagai pengacara.
Jennifer tak mau lagi membaca surat kabar dan majalah, dan dia berhenti nonton
tv, karena ke mana pun dia berpaling, dia selalu melihat dirinya sendiri. Dia
merasa bahwa orang-orang menatapnya dijalan, didalam bus, dan di pasar.
Dia mulai bersembunyi dalam apartemennya yang sempit, dia tak maui
menjawab telepon dan tak mau membukakan pintu bila ada orang yang menekan
bel. Terlintas niatnya untuk mengepak kopor-kopornya dan kembali ke
Washington. Ingin dia mendapatkan pekerjaan di bidang lain. Dia bahkan punya
niat untuk membunuh diri. Berjam-jam lamanya dia mengarang surat untuk
Jaksa Robert Di Silva. Setengah dari surat itu menuduh dengan tajam bahwa
laki-laki itu tak berperasaan dan kurang pengertian. Sedang setengahnya lagi
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Baru kali inilah selama hidupnya, Jennifer dilanda rasa putus asa. Dia tak punya
teman di New York, tak seorang pun yang bisa diajaknya berbicara. Sepanjang
hari dia mengunci dirinya dalam apartemennya, dan malam hari barulah dia
menyelinap ke luar untuk berjalan-jalan di kota yang sunyi sepi. Para
pengganggu keamanan yang biasanya menguasai malam hari, tak pernah
mengganggunya.
Ya.
Bapak Kepala meminta agar Anda menyampaikan ini pada Stela. Jennifer
memandangnya dengan dingin. Tolong kartu landa
pengenal Anda.
Nona Parker?
Ya.
tangannya.
berbicara, tak seorang pun ada di tempat, dan tak satu pun
pengacara. Dia seorang ahli hukum, dan demi Tuhan, selama tidak dilarang, dia
akan menemukan jalan untuk
Dia seharusnya pindah ke apartemen yang lebih murah, tetapi tempat yang lebih
murah itu tak ada. Dia mulai tak sarapan, dan makan siang serta makan malam di
sebuah warung makan di sudut jalan, di mana makanannya tak enak tetapi
harganya murah. Dia menemukan warung-warung makan, di mana dengan uang
sedikit dia bisa makan kenyang, bisa makan slada sekenyang-kenyangnya dan
minum bir sepuas-puasnya. Jennifer tak suka bir, tetapi minuman itu
mengenyangkan.
ribu dolar. Dia akan membutuhkan uang untuk menyewa tempat, telepon,
seorang sekretaris, buku undang-undang, sebuah meja tulis dengan kursi-
kursinya, alat-alat tulis...
padahal untuk membeli perangko pun dia tak mampu.
Jennifer membeli koran New York Times dan mulai mencari iklan berjudul 'yang
memerlukan'.
Di kaki halaman dia baru menemukan sebuah iklan yang berbunyi: Dicari
seorang profesional yang mau menggunakan suatu tempat bersama dua orang
profesional lain, atas dasar sewa.
Iklan itu dirobeknya, lalu dengan naik kereta api bawah tanah dia pergi ke
alamat yang tercantum pada iklan itu.
Didapatinya sebuah gedung tua yang tak terpelihara di suatu bagian dari
Broadway. Kantor itu terdapat di lantai sepuluh dan di pintunya terpasangi papan
nama kecil bertulisan:
KENNETH BAILEY
Detektif ulung
(huruf i dan huruf u pada tulisan itu sudah tak terbaca) Di bawahnya tertulis:
(di sini, huruf o dan huruf e yang sudah terhapus) Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/
meja yang tak beralas dan tiga buah kursi, dua di antara meja
dan kursi itu sudah ditempati orang.
telepon.
tak beres. Petang ini saya akan berada di daerah tempat Anda
yang kuat dan kekar. "Saya Kenneth Bailey. Apa yang dapat
saya lakukan untuk Anda pagi ini?"
Anda."
Kenneth Bailey berkata, "Ini Otto Wenzel. Dialah Agen Koleksi Rockefel er itu."
Sekali lagi Jennifer memandang seputar kantor yang suram itu dan
membayangkan dirinya duduk di meja kosong di antara kedua laki-laki itu.
"Dengan harga sembilan puluh dolar saya bisa membeli gedung ini," sahut
Jennifer. Dia berbalik dan akan pergi.
"Untuk Anda akan saya turunkan menjadi enam puluh. Bila usaha Anda maju
kita bisa berbicara tentang kenaikan."
Itu murah sekali. Jennifer tahu bahwa dia tidak akan pernah mendapatkan tempat
seperti itu di mana pun juga dengan harga sekian. Sebaliknya dia tidak akan bisa
menarik klien di tempat yang seburuk itu. Ada satu hal lagi yang harus
dipertimbangkannya! Dia tak punya uang enam puluh dolar.
JENNIFER PARKER
Penasihat Hukum
campur aduk. Dalam keadaan tertekan bagaimanapun juga, tak pernah dia
membayangkan namanya tertulis di bawah nama seorang detektif swasta dan
seorang pengumpul mata uang. Namun melihat papan nama yang agak miring
itu, mau tak mau timbul juga rasa bangganya. Dia adalah seorang penasihat
hukum. Papan nama di pintu itu buktinya.
Jennifer kini bahkan sudah tak mampu lagi makan di warung yang termurah itu.
Untuk sarapan dia hanya memanaskan roti dan kopi di atas piring yang
dipanaskannya di atas radiator dalam kamar mandinya yang kecil. Dia tak makan
siang dan dia makan malam di warung yang menjual sosis besar-besar, roti dan
slada, serta kentang.
Setiap pagi pukul sembilan tepat dia sudah berada di meja kantornya, tetapi tak
ada yang harus dikerjakannya kecuali mendengarkan Ken Bailey dan Otto
Wenzel berbicara di telepon.
menemukan kembali para suami atau anak-anak yang lari, dan mula-mula
Jennifer yakin bahwa dia adalah seorang penipu yang mengobral janji dan
memungut bayaran banyak. Tetapi Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dalam waktu singkat, Jennifer menyadari bahwa Ken Bailey bekerja keras dan
sering kali berhasil. Dia cerdas dan pandai.
"Pengembalian bagaimana?"
Dia memandang Jennifer dengan rasa ingin tahu. "Apakah Anda sudah ada
klien?"
"Ada beberapa hal yang harus saya urus," kata Jennifer mengelak.
Ken mengangguk. "Jangan sampai putus asa. Semua orang pernah berbuat
salah."
ternyata berisi roti berisi daging panggang. "Maukah Anda makan sedikit?"
Roti itu kelihatan enak sekali. "Tidak, terima kasih," kata Jennifer dengan tegas.
"Saya tak pernah makan siang."
"Baiklah."
Jennifer memandangi Ken menggigit roti yang kelihatan berlemak itu. Ken
melihat air mukanya dan berkata,
"Sungguh-sungguhkah Anda....?"
Ken Bailey memperhatikan Jennifer berjalan ke luar kantor dan wajahnya jadi
serius. Dia biasa membanggakan dirinya atas kemampuannya membaca wajah
orang, tetapi Jennifer Parker benar-benar teka-teki baginya. Berdasarkan berita-
berita tv dan surat-surat kabar, dia selama ini yakin bahwa seseorang telah
membayar gadis itu untuk menggagalkan perkara melawan Michael Moretti.
Setelah bertemu dengan Jennifer sendiri, Ken jadi kurang yakin. Dia pernah
menikah dan telah mengalami kegagalan dan dia lalu menilai rendah pada kaum
wanita. Tetapi ada sesuatu yang meyakinkan dirinya bahwa yang seorang ini,
istimewa. Dia cantik, cerdas, dan punya harga diri. Ya Tuhan! pikirnya sendiri.
Jangan tolol!
sentimental, pikir Jennifer. "Berilah tubuhmu yang letih, yang malang, dan yang
terhimpit itu kesempatan untuk menghirup udara segar.... Kirimkanlah mereka
yang tunawisma, yang terlempar oleh badai, kepadaku" Memang setiap orang
yang membual keset kaki di New York akan bisa bangkrut setiap saat. Di New
York tak ada yang peduli apakah kita hidup atau mati. Jangan mengasihani
dirimu sendiri, pikir Jennifer sendiri.
Tetapi hal itu sulit sekali. Simpanannya sudah tinggal delapan belas dolar, sewa
apartemennya sudah kedaluwarsa, sedang sewa tempat di kantornya dua hari lagi
harus dibayarnya. Uangnya tak cukup lagi untuk tinggal di New York lebih lama,
dan uang itu tak cukup pula untuk berangkat.
Dia harus kembali ke Kelso, dan bekerja sebagai seorang pembantu atau
sekretaris salah seorang Sahabat ayahnya.
Betapa akan benci ayahnya pada gagasan itu! Itu akan merupakan pukulan yang
getir, tapi dia tak ada pilihan lain.
Esok harinya Jennifer pergi ke kantornya untuk terakhir kali. Otto Wenzel
sedang keluar, tetapi Ken Bailey ada, sebagaimana biasa sedang menelepon. Dia
mengenakan blue jeans dan sweater dari bahan kashmir yang lehernya berbentuk
V.
Masalahnya, Sahabat, dia tak mau pulang.... Aku tahu wanita memang tak bisa
diperhitungkan.... Oke.... akan kukatakan di mana dia berada dan kau boleh
mencoba membujuknya untuk kembali." Lalu disebutkannya alamat sebuah
hotel di tengah-tengah kota. "Terima kasih kembali." Diletakkannya kembali
gagang telepon, lalu berputar dan menghadapi Jennifer. "Anda kesiangan hari
ini."
"Tuan Bailey, saya.... saya terpaksa pergi. Uang sewa tempat ini akan saya bayar
segera setelah saya mampu."
Jennifer mengangguk.
Ken Bailey berkata, "Sebelum Anda berangkat,! bisakah Anda membantu saya?
Saya punya teman seorang pengacara Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pengacara Peabody and Peabody, yang lantainya beralas bahan sejenis beledu.
Dalam kantor seperti inilah dia mengangan-angankan dirinya bekerja pada suatu
hari kelak, dengan patner kerja lengkap dan sebuah sofa yang bagus di sudut.
Dia diantar ke sebuah kamar kecil di bagian belakang, di mana seorang
sekretaris yang tampak lesu, memberikan setumpuk surat-surat panggilan
padanya.
"Baik."
apartemennya yang kecil, dalam keadaan letih dan kedinginan. Tapi dia akhirnya
berhasil mendapatkan uang, upahnya sang pertama sejak dia datang ke New
York. Dan Sekretaris itu telah mengatakan padanya bahwa masih banyak surat
panggilan yang harus disampaikannya. Pekerjaannya memang berat, menjalani
seluruh bagian kota, dan juga makan hati. Ada yang membanting pintu di depan
hidungnya, dia disumpah serapah orang, diancam, dan malah dua kali dilamar.
Mengingat harus menghadapi hari kerja seperti itu lagi rasanya lemah
semangatnya, namun, selama dia masih Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bisa tinggal di New York, masih ada harapan, betapa pun samarnya.
Jennifer membuka keran air panas lalu masuk ke dalamnya, sambil perlahan-
lahan membenamkan dirinya di dalam bak mandi, dan merasakan nikmatnya air
yang memukul-mukul tubuhnya. Tak disadarinya betapa letihnya dia tadi. Setiap
ototnya terasa sakit. Dia memutuskan bahwa makan malam yang enak akan bisa
menghidupkan semangatnya kembali. Dia akan bersenang-senang. Aku akan
memanjakan diriku makan di restoran yang sebenarnya, yang mejanya beralas
dan ada serbetnya, pikir jennifer. Mungkin mereka akan
memperdengarkan musik lembut dan aku akan minum anggur putih dan....
Aneh rasanya bunyi itu. Sejak dia pindah ke tempat itu dua bulan yang lalu, tak
seorang pun pernah mengunjunginya.
Itu tentu ibu penyewa kamar yang kesal karena sewa kamarnya yang belum
dibayar. Jennifer berbaring saja diam-diam dalam bak mandinya sambil berharap
ibu itu akan pergi. Dia merasa terlalu letih untuk bergerak.
Lonceng pintu berbunyi lagi. Dengan enggan Jennifer mengangkat dirinya dari
bak yang berair hangat itu. Dia mengenakan kimono dari bahan terry dan
berjalan ke arah pintu.
"Siapa?"
"Ya."
Dengan perasaan heran, Jennifer memasang rantai pada pintu lalu membuka
pintu itu sebesar celah saja. Pria yang berdiri di lorong rumah itu berumur tiga
puluh lebih sedikit....
dia jangkung, rambutnya pirang, dan berdada bidang, sedang matanya yang
terlindung oleh kaca mata yang berbingkai tanduk, berwarna abu-abu kebiruan.
Dia mengenakan setelan yang dibuat khusus, yang harganya pasti mahal.
Seorang penjahat tentu tidak mengenakan setelan yang dibuat khusus, sepatu
merek Gucci, dan dasi sutra. Dia juga tentu tidak mempunyai tangan yang berjari
panjang-panjang dan halus yang kukunya terpelihara.
"Sebentar."
Jennifer melepas rantainya lalu membuka pintu. Waktu Adam Warner masuk,
Jennifer memandang ke segenap bagian apartemennya yang berkamar satu itu,
seolah Adam Warner lah yang sedang memandanginya, dan dia bergidik. Pria itu
kelihatannya orang berada.
Sedang berbicara itu, Jennifer tiba-tiba sudah menduga mengapa orang itu
datang, dan dia merasa berdebar. Ini tentu mengenai salah satu pekerjaan yang
pernah dilamarnya! Dia menyesal mengapa dia tadi tidak mengenakan kimono
bagus berwarna biru tua yang dibuat khusus, mengapa lambutnya tadi tidak
disisir rapi, mengapa....
Adam Warner berkata, "Saya seorang anggota dari panitia pemelihara disiplin
dari Persatuan Ahli Hukum New York, Nona Parker. Jaksa Negeri Kobert Di
Silva dan Hakim Lawrence Waldman telah meminta Bagian Banding untuk
memulai proses pembatalan hak sebagai pengacara terhadap Anda."
4
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Adam Warner menikah dengan keponakan Needham, Mary Beth, dan Needham
menjadi pelindungnya. Ayah Adam adalah seorang senator yang dihormati.
Adam sendiri adalah seorang ahli hukum yang cerdas. Ketika dia tamat dari
Fakultas Hukum Universitas Harvard dengan predikat magna cum laude, dia
telah menerima tawaran bekerja dari perusahaan-perusahaan pengacara yang
punya nama di seluruh negeri. Dia memilih Needham, Finch, dan Pierce, dan
tujuh tahun kemudian menjadi partner mereka. Adam adalah seorang yang
menarik, dan kecerdasannya agaknya menambah tinggi penilaian orang tentang
dirinya. Dia percaya akan dirinya dan itu merupakan tantangan bagi kaum
wanita. Sejak lama Adam sudah punva cara untuk mencegah agar para klien
wanita jangan sampai Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terlalu tergila-gila padanya. Sudah empat belas tahun dia menikah dengan Mary
Beth dan dia tak mau ada main di luar perkawinannya.
"Tidak, terima kasih." Adam Warner sebenarnya tak suka teh. Namun setiap pagi
selama delapan tahun, dia minum teh karena dia tak mau menyakiti hati
partnernya itu. Cara menyedu teh itu adalah hasil pemikiran Needham sendiri
dan hasilnya sama sekali tak enak.
Ada dua hal vang akan disampaikan Needham, dan seperti biasanya, dia mulai
dengan berita yang menyenangkan.
"Pertanyaan yang penting sekarang tentulah, apakah kau merasa tertarik atau
tidak. Hal itu akan berarti membawa banyak perubahan dalam hidupmu."
Adam Warner menyadari hal itu. Bila dia memenangkan pemilihan itu, akan
berarti bahwa dia harus pindah ke Washington DC, menghentikan prakteknya
sebagai pengacara, dan memulai hidup yang benar-benar baru. Dia yakin bahwa
Mary Beth akan menyukai hal itu; Adam tak yakin akan dirinya sendiri. Namun
dia telah dididik untuk mau mengemban Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tanggung jawab. Dia juga harus mengakui sendiri bahwa memiliki kekuasaan itu
adalah menyenangkan.
Mereka tentu akan senang." Dia menuangkan lagi secangkir teh yang tak enak
itu dan sambil lalu mengemukakan soal yang satu lagi yang sedang
dipikirkannya. "Panitia pendisiplin persatuan ahli hukum meminta kau untuk
menyelesaikan suatu persoalan kecil, Adam. Paling-paling dalam satu atau dua
jam sudah bisa diselesaikan."
"Apa itu?"
"Sehubungan dengan perkara Michael Moretti itu. Agaknya ada seseorang yang
telah berhasil mendatangi salah seorang asisten Bobby Di Silva, dan
menyuapnya."
"Benar. Hakim Waldman dan Bobby ingin nama wanita itu dihapuskan dari
daftar nama jabatan kita yang terhormat ini.
Adam merasa heran. "Mengapa harus aku, Stewart? Kita punya beberapa belas
ahli hukum muda dalam perusahaan kita ini. Mereka itu tentu bisa menangani
hal itu."
"Pak Jaksa kita yang terhormat secara khusus meminta kau. Dia ingin agar
jangan sampai terjadi kesalahan. Kita pun tahu," sambungnya dengan datar,
"Bobby itu orang yang tak Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Siapa tahu kita kelak membutuhkan bantuan kejaksaan, Adam. Yah, mau
diapakan lagi. Hal itu sudah menjadi keputusan."
"Cindy, tolong carikan aku semua informasi tentang seorang ahli hukum yang
bernama Jennifer Parker."
Gadis itu tertawa kecil lalu berkata, "Si Burung Kenari Kuning."
Senja hari itu Adam Warner mempelajari salinan dari jalannya sidang dalam
perkara Rakyat New York melawan Michael Moretti. Robert Di Silva telan
menyampaikannya melalui seorang suruhan khusus. Sudah lewat tengah malam
Adam baru selesai. Mary Beth telah dimintanya untuk menghadiri suatu pesta
seorang diri, dan menyuruh orang membelikan roti untuk makan malamnya.
Setelah dia selesai membaca salinan itu, tak ada lagi keraguan dalam pikirannya
bahwa Michael Moretti pasti akan diputuskan bersalah oleh dewan juri,
seandainya tidak dihalangi oleh nasib buruk dalam bentuk Jennifer Parker. Di
Silva telah menuntut perkara itu tanpa salah sama sekali.
Adam beralih pada salinan keterangan saksi yang telah berlangsung di kamar
kerja Hakim Waldman setelah peristiwa itu.
Di Silva: Seseorang yang tak Anda kenal menyerahkan sebuah bungkusan pada
Anda, menyuruh Anda
Parker: Maksud saya, saya sangka dia bukan orang yang tak dikenal. Saya
sangka dia salah seorang staf Anda.
Parker: Sudah saya katakan. Saya melihat dia bercakapcakap dengan Anda, lalu
dia mendatangi saya dengan membawa amplop itu, dan dia menyebut nama
saya, apalagi dia berkata bahwa Anda yang menyuruh saya
Di Silva: Saya rasa tidak terlalu cepat terjadinya. Saya rasa orang masih sempat
merencanakannya. Orang masih sempat mengatur seseorang untuk membayar
Anda supaya Anda mau menyerahkannya.
Di Silva: Apa yang tak benar? Bahwa Anda tak tahu Anda menyerahkan amplop
itu?
Parker: Ya.
DiSilva: Ah, ayolah. Anda tentu tahu. Mungkin dia menerka saja dan ternyata
benar. Mungkin dia hanya melihat ke sekeliling ruang sidang itu dan berkata, 'Itu
ada orang yang kelihatannya bernama Jennifer Parker.' Begitukah menurut
Anda?
Parker: Sudah saya katakan, saya tak tahu.
Sudah lima jam Anda menanyai saya. Saya letih. Tak ada lagi yang bisa saya
tambahkan. Bolehkah saya pergi?
Di Silva: Kalau Anda beranjak dari kursi itu. Anda akan saya suruh kurung.
Anda sedang dalam kesulitan besar, Nona Parker. Hanya ada satu jalan ke
luarnya. Jangan berbohong lagi dan mulailah berkata benar.
Parker: Saya sudah mengatakan yang benar. Sudah saya ceritakan semua yang
saya tahu.
Di Silva: Kecuali nama orang yang telah menyampaikan amplop itu pada Anda.
Saya ingin tahu namanya dan saya ingin tahu berapa dia membayar Anda.
Masih ada tiga puluh halaman salinan lagi. Segalanya telah dilakukan oleh
Robert Di Silva, hanya memukul saja yang tidak dilakukannya. Namun Jennifer
tetap bertahan pada ceritanya.
Adam menutup salinan itu dan menggosok-gosok matanya dengan lesu. Hari
sudah pukul dua subuh.
Adam Warner merasa heran karena ternyata perkara Jennifer Parker itu tak bisa
diserahkannya kembali dengan mudah. Karena Adam biasa bekerja dengan
metode, maka dia menyelidiki latar belakang kehidupan Jennifer Parker lebih
dahulu. Sejauh itu, kesimpulan yang dapat ditariknya adalah bahwa gadis itu tak
pernah tersangkut dalam kejahatan, dan tak pernah ada hubungan dengan
Michael Moretti.
Tengah hari, Adam menerima telepon dari jaksa, "Apa kabar, Adam?"
"Baik, Robert.”
"Kudengar kau yang menjadi algojo dalam perkara Jennifer Parker itu."
panjang."
dendamnya.
Kata-kata yang dingin dan keras yang tercantum dalam dokumen itu sudah jelas
sekali, namun Adam ingin sekali Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mendengar nada suara Jennifer Parker waktu dia membantah tuduhan atas
dirinya.
Adam telah dibebani tanggung jawab, dan dia, berniat melaksanakannya dengan
sebaik-baiknya sebatas
kemampuannya. Dia tahu benar betapa lama dan sulitnya orang harus belajar dan
kerja keras yang dituntut dari seseorang untuk menjadi ahli hukum supaya lulus
ujian keahlian. Itu merupakan hadiah yang makan waktu bertahun-tahun untuk
memperolehnya, dan dia tak ingin merampasnya begitu saja dari orang, bila dia
tak yakin bahwa itu memang berdasarkan hukum.
Esok paginya Adam Warner sudah berada dalam pesawat, pergi ke Seattle,
Washington. Dia mengadakan pertemuan dengan para profesor hukum yang
mengajar Jennifer Parker, dengan pemimpin perusahaan pengacara di mana
Jennifer magang selama dua musim panas, dan dengan beberapa bekas teman
sekelas Jennifer.
"Beberapa pertanyaan telah timbul," kata Adam berhati-hati. "Satu atau dua hari
lagilah aku kembali, Stewart."
Mereka diam sebentar. "Baiklah. Tapi tak usahlah kita membuang lebih banyak
waktu daripada seperlunya."
Waktu Adam Warner meninggalkan Seattle, dia merasa hahwa dia telah
mengenal Jennifer Parker hampir sebaik gadis itu mengenal dirinya sendiri.
Dalam pikirannya telah terbentuk suatu gambaran tentang gadis itu, suatu potret
diri mentalnya, dengan bagian-bagian yang di si oleh para profesor yang telah
mengajarnya hukum, ibu kos-nya, anggota-anggota
Kini, dua minggu setelah dia bercakap-cakap dengan Stewart Needham pagi hari
itu, Adam Warner berhadapan dengan gadis yang masa lalunya telah di
jelajahinya. Adam telah melihat foto-foto Jennifer di surat-surat kabar, tetapi dia
dicengangkan oleh pesona diri gadis itu. Meski hanya mengenakan kimono tua
tanpa make-up. dan rambutnya yang berwarna coklat tua itu basah karena baru
habis mandi, gadis itu tetap mempesona.
"Saya ditugaskan untuk meneliti peran Anda dalam perkara Michael Moretti
dulu itu. Nona Parker," kata Adam.
Perasaan itu mulai bagai percikan api yang lalu menjadi nyala yang meluap
dalam dirinya. Rupanya mereka masih terus mengejarnya! Mereka rupanya ingin
menyuruhnya
Jennifer berkata dengan suara gemetar, "Tak ada yang dapat saya katakan pada
Anda! Pulanglah dan laporkanlah pada mereka apa saja yang Anda mau. Saya
memang telah berbuat bodoh, tapi sepanjang pengetahuan saya, tak ada undang-
undang yang mempermasalahkan kebodohan. Jaksa Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/
itu menuduh seseorang telah membayar saya." Diangkat tangannya dengan sikap
mencemooh. "Bila saya punya uang, menurut Anda. akan maukah saya tinggal
di tempat seperti ini?" Lehernya rasa tersekat. "Sa... saya tak peduli apa yang
Anda lakukan. Saya hanya ingin tak diganggu lagi. Nah, silakan pergi!"
Dia berdiri bersandar pada meja tempat mencuci muka, sambil menarik napas
panjang dan menyeka air matanya. Dia tahu bahwa tindakannya tadi bodoh. Itu
kebodohan yang kedua kalinya, pikirnya lesu. Seharusnya dia menghadapi
Adam Warner tadi dengan cara yang lain. Dia seharusnya mencoba memberikan
penjelasan tadi, bukan menyerangnya.
Mungkin dengan demikian dia tidak akan jadi ditindak. Tetapi dia tahu bahwa itu
hanya prasangka saja. Tindakan mengirim seseorang untuk menanyainya adalah
suatu teka-teki. Pada langkah berikutnya, akan datang seseorang yang akan
menunjukkan bukti, dan tindakan hukumnya pun dilakukanlah.
Maka akan diadakan sidang yang terdiri dari tiga orang ahli hukum, yang akan
membacakan tuduhannya pada suatu Badan Pendisiplin, yang kemudian akan
melapor pula pada Badan Staf Gubernur. Keputusan yang akan diusulkan sudah
ditentukan lebih dulu: pembatalan hak sebagai pengacara. Dia akan dilarang
menjalankan praktek sebagai pengacara di negara bagian New York. Ada satu
hal yang menyenangkan dalam hal ini, pikir Jennifer getir. Namaku akan
dicantumkan dalam Buku Guinness Book of Records, sebagai orang yang punya
karir di bidang hukum yang terpendek dalam sejarah.
Dia masuk ke dalam bak mandi lagi lalu duduk bersandar, membiarkan air yang
masih hangat meresapi tubuhnya, sambil melemaskan syaraf syarafnya yang
tegang. Pada saat itu dia merasa terlalu letih untuk mengacuhkan apa yang
terjadi atas dirinya. Ditutup matanya dan dibiarkannya pikirannya Tiraikasih
Website http://kangzusi.com/
melayang. Dia setengah tertidur dan baru terbangun oleh air yang sudah terasa
dingin. Dia tak tahu berapa lama dia terbaring dalam bak itu. Dengan enggan dia
melangkah ke luar sambil mengeringkan tubuhnya. Dia tak merasa lapar lagi.
"Tanya-jawabnya sudah selesai. Anda tadi sudah saya minta untuk pergi."
"Nona Parker, apakah menurut Anda hal ini tak bisa kita bahas dengan tenang
sebentar?"
"Tidak!" Semua kemarahan yang terpendam meluap lagi dalam diri Jennifer.
"Tak ada lagi yang dapat saya katakan pada Anda maupun pada panitia
pendisiplin terkutuk itu.
"Sudah saya katakan untuk apa saya kemari. Saya ditugaskan untuk menyelidiki
dan memberikan usul untuk membenarkan atau menggagalkan rencana
pembatalan hak Anda. Saya ingin mendengar kejadiannya dari pihak Anda."
' Oh begitu. Lalu harus saya bayar berapa Anda, supaya tanpa mendapat
keterangan dari saya Anda mau pergi?"
Wajah Adam menjadi tegang. "Maaf, Nona Parker." Adam bangkit lalu berjalan
ke arah pintu.
"Tunggu sebentar!"
Adam berbalik.
"Maafkan saya." kata Jennifer. "Saya... semua orang rasanya seperti memusuhi
saya. Maafkan saya."
“Permintaan maaf Anda saya terima."
"Bila Anda ingin menanyai saya, izinkan sayva mengganti pakaian saya dulu,
baru kita bisa bercakap-cakap."
"Saya tahu ada sebuah restoran Prancis kecil yang rasanya tepat sekali untuk
dijadikan tempat mengajukan pertanyaan-pertanyaan.'
Restoran itu kecil, tenang, dan menarik, terletak di 66th Street di daerah East
Side.
"Tidak terlalu banyak orang tahu tentang tempat ini," kata Adam Warner setelah
mereka duduk. "Ini milik suatu pasangan muda Prancis yang dulu bekerja di Les
Pyrenees.
Makanannya istimewa."
Jennifer harus membenarkan kata-kata Adam itu. Tetapi dia tak bisa menikmati
apa-apa. Seharian itu dia tak makan, tetapi dia demikian gugupnya hingga dia
tak sanggup Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dalam usahanya untuk membuat gadis itu santai Adam telah meninggalkan
kegiatannya sendiri. Dia baru saja kembali dari perjalanan ke Jepang, dimana dia
telah bertemu dengan pejabat-pejabat tinggi pemerintahan. Orang telah
menyiapkan suatu pesta malam khusus untuk menghormatinya.
"Belum."
Adam tertawa kecil. "Makanan itu lebih enak daripada jengkerik yang ditutupi
coklat."
Jennifer telah menguatkan hatinya untuk menghadapi saat Adam akan mulai
menanyainya, nanun ketika akhirnya Adam mulai bahan pembicaraan itu,
seluruh tubuhnya jadi kaku.
berkata dengan tenang. "Saya akan mengajukan beberapa pertanyaan, dan saya
tak mau Anda sampai merasa risau.
Oke?"
mengangguk.
yang terjadi di ruang sidang hari itu. Semua yang Anda ingat,
hari itu dan tak seorang pun diantara mereka saya kenal."
lain?"
“Kala Anda, Anda melihatnya bercakap-cakap sebentar dengan Jaksa, tak lama
sebelum dia mendatangi Anda untuk memberikan amplop itu, adakah Anda
melihat Jaksa memberikan amplop itu kepadanya?”.
"Saya... tidak."
"Tidak."
"Itu mudah saja. Mungkin dia langsung bisa melihat orang yang bodoh." Jennifer
menggeleng. "Tidak. Maaf. Tuan Warner, saya tak tahu."
Sebelum Anda terlibat, dia punya harapan besar untuk memenangkan perkara
ini. Jaksa tak senang terhadap Anda”.
Jennifer tiba-tiba ingin sekali menyendiri. Dia tak ingin siapa pun melihat
kesedihannya.
"Maafkan saya," katanya. "Sa... saya kurang sehat. Saya ingin pulang."
Adam memandanginya sebentar. "Apakah Anda akan merasa lebih baik bila saya
katakan bahwa saya akan mengusulkan agar rencana pembatalan atas hak Anda
dihapuskan?"
tanya Adam.
Jennifer terkenang akan ayahnya dengan kantornya yang kecil dan nyaman, akan
percakapan yang biasa mereka lakukan, dan masa kuliahnya di fakultas hukum
yang bertahun-tahun lamanya. juga harapan-harapan dan impian-impian mereka.
"Bila Anda bisa mengatasi awal yang sulit ini, saya rasa Anda akan menjadi
pengacara yang baik."
Jennifer tersemum dengan rasa terima kasih. "Terima kasih. Akan saya coba."
Kata-kata yang terakhir itu diulanginya lagi dalam angannya. Aku akan
memcoba Biarlah dia harus berbagi tempat di sebuah kantor kecil dan pengap,
dengan seorang detektif swasta yang tak berarti dan seorang yang menemukan
kembali mobil-mobil yang hilang. Bagaimanapun
Jennifer mencoba berbicara, tetapi yang keluar hanya suara Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/
yang merupakan campuran antara tawa dan isak, "Tuan Warner....”
"Setelah kita menjalani bersama begitu banyak, saya rasa sepantasnya kalau saya
dipanggil Adam saja."
"Adam....”
"Ya?"
"Saya harap ini tidak akan merusak hubungan kita, tapi....” kata Jennifer, "saya
lapar sekali!"
5
Beberapa minggu berikutnya berlalu dengan cepat. Jennifer sibuk sekali, dari
pagi-pagi sekali sampai larut malam, menyampaikan panggilan-panggilan —
yaitu perintah pengadilan supaya seseorang hadir dalam suatu sidang untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan— dan panggilan-panggilan pengadilan untuk
hadir sebagai saksi. Jennifer tahu bahwa kemungkinannya untuk mempunyai
sebuah perusahaan pengacara yang besar, tak ada, karena setelah keributan yang
besar itu di mana dia terlibat, tak seorang pun bermimpi untuk meminta
pembelaannya. Dia harus mencari jalan untuk mencari nama, dia harus mulai
dari awal.
Bailey tamat dari Brown University. Dia cerdas dan banyak membaca buku-buku
yang baik. Jennifer tak mengerti mengapa dia merasa puas menghabiskan
hidupnya bekerja dalam kantor yang pengap itu, dan hanya mencoba
Sejak saat itu, Jennifer diundang makan ke rumah keluarga Wenzel setiap malam
sabtu, dan Nyonya Wenzel selalu memasak makanan kegemaran Jennifer itu.
Pada suatu hari, pagi-pagi sekali, Jennifer menerima telepon dari sekretaris
pribadi Tuan Peabody Jr.
"Tuan Peabody ingin bertemu dengan Anda jam sebelas pagi ini. Harap datang
tepat pada waktunya.'
"Baik, Nyonya."
Mungkin dia telah melihat harapan baik dan ingin menawarinya pekerjaan
sebagai seorang pengacara dalam perusahaannya, akan memberinya kesempatan
untuk
Jennifer menghabiskan waktu yang tiga puluh menit di lorong gedung di luar
kantor itu, dan pukul sebelas tepat dia masuk ke ruang penerimaan tamu. Dia tak
mau kelihatan terlalu bersemangat. Dia disuruh menunggu dua jam lagi
sebelumnya, akhirnya dipersilakan masuk ke kamar kerja Tuan Peabody Jr. Pria
itu jangkung dan kurus, mengenakan setelan dengan vest dan sepatu yang dibuat
khusus baginya di London.
"Parker."
Pada saat itu tahulah Jennifer bahwa dia tidak akan menjadi anggota perusahaan
itu.
Tuan Peabody Jr. memberikan surat panggilan itu pada Jennifer dan berkata,
"Anda akan dibayar lima ratus dolar."
Jennifer yakin bahwa dia salah dengar. "Apakah kata Anda lima ratus dolar?"
"Yah, begitulah," Tuan Peabody Jr. mengakui. Sudah lebih dari setahun kami
mencoba memanggil orang ini. Namanya Wil iam Carlisle. Dia tinggal di tanah
miliknya di Long Island dan dia tak pernah meninggalkan rumahnya. Terus
terang saja, sudah dua belas orang mencoba untuk memanggilnya.
"Besar sekali jumlah uang yang dipertaruhkan dalam perkara ini. Tetapi saya tak
bisa membawa Carlisle ke pengadilan, kalau saya tak bisa menyampaikan surat
panggilan ini. Nona Potter." Jennifer tak lagi berusaha untuk memperbaikinya.
Jennifer memikirkan tentang apa yang bisa diperbuatnya dengan uang lima ratus
dolar. "'Saya akan mencari jalan."
Pukul dua siang itu, Jennifer berdiri di luar tanah milik Wil iam Carlisle yang
megah. Rumahnya sendiri bergaya Georgia, terletak di tengah-tengah tanah yang
luasnya sepuluh are, yang terpelihara dengan cermat dan tampak indah. Suatu
jalan masuk untuk mobil yang membelok, menuju ke depan rumah. Bagian
rumah itu dilingkari dengan penuh gaya oleh pohon-pohon cemara. Jennifer
memikirkan kesulitannya dalam-dalam. Karena tak mungkin memasuki
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
rumah itu, maka satu-satunya jalan ke luar adalah mencari akal untuk
memancing Tuan Wil iam Carlisle ke luar.
Setengah blok dari jalan tampak sebuah truk pengusaha kebun. Jennifer
memperhatikan truk itu sebentar, lalu berjalan mendatanginya, dan mencari
tukang-tukang kebunnya. Ada tiga orang dil antaranya sedang bekerja; mereka
adalah orang-orang Jepang.
Kepala tukang kebun berkata, "Anda mau membayar kami seratus dolar hanya
untuk bekerja selama lima menit?"
"Benar."
Lima menit kemudian, truk perusahaan kebun itu memasuki jalan masuk ke
tanah milik Wil iam Clarlisle dan Jennifer keluar dari mobil di kuti oleh ketiga
orang tukang kebun. Jennifer melihat ke sekelilingnya, memilih sebatang pohon
yang bagus di sisi pintu depan, lalu berkata pada tukang-tukang kebun itu,
Belum semenit mereka menggali, pintu depan terkuak lebar, dan seorang laki-
laki yang besar sekali, yang mengenakan seragam petugas rumah tangga, keluar
dengan terburu-buru.
"Kami dari Dinas Pemeliharaan Tanaman Long Island," kata Jennifer dengan
tegas. "Kami akan mencabut semua pohon-pohon ini."
Petugas itu memandang Jennifer dengan terbelalak. "Apa yang akan kalian
lakukan?"
"Tak mungkin! Tuan Carlisle bisa mendapat serangan jantung!" Dia berbalik
pada tukang-tukang kebun. "Hentikan itu!"
"Dengar, Saudara," kata Jennifer. "saya hanya menjalankan tugas saya." Jennifer
menoleh ke tukang-tukang kebun.
"Jangan!" teriak petugas rumah tangga. "Pasti ada kekeliruan! Tuan Carlisle tak
pernah memerintahkan untuk menggali pohon mana pun juga."
Jennifer mengangkat pundaknya. "Bos saya berkata bahwa ini perintah beliau."
Petugas itu membelalak pada Jennifer dengan marah sekali. "Tunggu sebentar!
Jangan lakukan apa-apa sampai saya kembali."
Petugas itu berbalik lalu bergegas masuk ke rumah, sambil menutup pintu
dengan membantingnya. Beberapa saat Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
kemudian pintu terbuka lagi dan petugas ilu kembali, di kuti oleh seorang pria
setengah bava yang kecil.
“Dengarkan apa urusanmu dengan saya," bentak laki-laki kecil itu. "Sayalah Wil
iam Carlisle dan ini adalah tanah milik saya."
"Kalau begitu, Tuan Carlisle," kata Jennifer, "ini ada sesuatu untuk Anda."
Dimasukkan tangannya ke dalam saku, lalu diletakkannya surat panggilan itu ke
dalam tangan Tuan Carlisle. Dia berbalik pada tukang-tukang kebun. "Sekarang
boleh berhenti menggali."
dalam hati. "Sa... saya tak bisa mengucapkan betapa besar rasa terima kasih saya
atas jasa Anda”.
"Kaubiarkan perempuan jahanam itu bebas? Tuhanku, dia itu mafia, Adam! Tak
bisakah kau mengerti? Kau telah dijebaknya!"
salah dan dia terjebak. Bagiku hal itu tidak berarti mafia."
pula.
itu lagi.
Malam hari lebih buruk lagi keadaannya daripada siang. Malam bagai tak
kunjung berakhir karena Jennifer tak bisa tidur, dan bila dia tertidur, dia
bermimpi tentang hantu. Hal itu bermula sejak malam hari ketika ibunya lari dari
Jennifer dan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
ayahnya, dan dia tak pernah bisa menemukan apa yang menyebabkan mimpi-
mimpi buruknya itu.
Dia dilanda kesepian. Sekali-sekali dia keluar juga, kencan dengan pengacara-
pengacara muda. Tetapi mau tak mau dia lalu membandingkan mereka dengan
Adam Warner, dan mereka semua banyak kekurangannya. Mereka makan malam
lalu nonton film atau sandiwara, yang disusul dengan usaha anak-anak muda itu
untuk ikut masuk ke apartemennya.
Jennifer tak tahu pasti, apakah keinginan mereka itu disebabkan karena mereka
telah merasa menjamunya makan malam, ataukah karena mereka letih,
berhubung untuk mengantar Jennifer sampai ke pintu kamarnya mereka harus
naik ke lantai empat. Ada kalanya Jennifer terdorong untuk membolehkan
mereka, hanya sekedar supaya ada yang menemaninya malam itu. Tetapi dia
tidak hanya
Semua laki-laki yang menarik yang mengajak Jennifer, sudah menikah, dan dia
tegas-tegas menolak untuk keluar dengan mereka. Dia ingat satu kalimat dari
film berjudul The Apartment, yang disutradarai oleh Bil y Wilder, yang
berbunyi:
Natal tiba dan disusul oleh malam Tahun Baru. Jennifer menghabiskan waktunya
seorang diri. Menjelang malam, salju turun dengan lebat dan kota kelihatan
seperti sehelai kartu Natal yang besar sekali. Jennifer berjalan saja di sepanjang
jalan memperhatikan para pejalan kaki yang bergerak untuk pulang mencari
kehangatan di rumah dan keluarga mereka, dan Jennifer merasa tersiksa oleh
rasa kekosongan. Dia Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
merasa sangat kehilang ayahnya. Dia senang setelah hari-hari libur berlalu,
Tahun seribu sembilan ratus tujuh puluh keadaan akan lebih baik, pikir Jennifer
menghibur dirinya.
Dalam bulan Maret, Otto Wenzel memutuskan untuk pindah ke Florida dengan
istrinya.
"Tulang-belulangku tak kuat lagi menahan udara musim salju di New York ini,"
katanya pada Jennifer.
"Saya akan merasa kehilangan Anda," kata Jennifer dengan setulusnya. Dia
benar-benar telah merasa dekat dengan pria tua itu.
"Menceritakan apa?"
Otto tampak ragu sebentar, lalu berkata, "Istrinya telah bunuh diri. Ken
mempersalahkan dirinya.”
"Dia menangkap basah Ken di tempat tidur bersama seorang laki-laki muda
berambut pirang”.
"Aduh, Tuhanku!"
'Ditembaknya dulu Ken, lalu mengacungkan pistol itu ke arah dirinya sendiri.
Ken selamat, tetapi istrinya tewas."
"Saya maklum. Dia memang tersenyum terus, tapi hatinya menanggung beban
berat."
Waktu Jennifer kembali ke kantor, Ken berkata, “Jadi Pak Tua Otto akan
meninggalkan kita."
"Ya."
Ken Bailey tertawa kecil. "Jadi sekarang tinggal kita berdua menghadapi
tantangan dunia."
"Kurasa begitulah."
Mereka makan siang dan makan malam bersama, tetapi Jennifer tetap tak bisa
melihat tanda-tanda homoseks pada diri laki-laki itu. Namun dia yakin bahwa
apa yang diceritakan Otto Wenzel padanya adalah benar: Ken Bailey hidup
dengan siksaan batin.
Setiap kali seorang klien datang untuk menemui Jennifer, Ken Bailey tahu diri
dan pergi. Dia tak ubahnya seorang ayah yang bangga, yang mendorong Jennifer
supaya berhasil.
kedokteran, yaitu hal sama-sama tak disukai. Kebanyakan ahli hukum yang
menangani perkara perceraian, punya nama yang kurang baik. Ada pemeo yang
berbunyi, bila penglihatan suatu pasangan suami-istri merah maka para penasihat
hukum melihatnya hijau. Seorang pengacara dengan bayaran tinggi, terkenal
dengan sebutan bomber, karena dia biasa memakai cara-cara keras untuk
memenangkan perkara bagi kliennya, dan dalam prosesnya sering
menghancurkan sang suami, istri, dan anak-anak mereka.
Beberapa di antara klien-klien yang datang kantor Jennifer, lain dari yang lain
hingga menimbulkan rasa heran Jennifer.
Jawab yang diterimanya selalu bersifat mengelak. “Dari seorang sahabat...." atau
"Saya membaca tentang Anda,"
"Tuan Warner yang menasihatkan supaya Anda datang pada saya, bukan?"
Jennifer memutuskan untuk menelepon Adam. Sudah jelas dia berhutang budi
pada laki-laki itu. Jennifer menetapkan hati untuk bersikap sopan, namun tetap
berjarak dalam pembicaraannya. Dia tentu tidak akan memberikan kesan pada
Adam, bahwa dia menelepon dengan alasan yang lain daripada untuk
mengucapkan terima kasih. Percakapan yang akan diucapkannya itu diulang-
ulangnya beberapa kali. Ketika akhirnya Jennifer sudah merasa cukup berani
untuk menelepon, seorang sekretaris memberitahukan padanya bahwa Adam
Warner sedang berada di Eropa dan beberapa minggu lagi baru akan kembali.
Keadaan yang berlawanan itu menimbulkan tekanan batin pada Jennifer.
Jennifer menunggu tiga minggu lagi sebelum menelepon Adam. Kali ini dia
berada di Amerika Selatan.
Dia mencoba menghilangkan Adam dari pikiran nya, tetapi itu tak mungkin. Dia
ingin tahu apakah laki-laki itu sudah menikah atau bertunangan. Ingin dia tahu
bagaimana rasanya menjadi Nyonya Adam Warner. Dia jadi penasaran dan
kuatir kalau kalau dia lelah gila.
Kadang-kadang Jennifer melihat nama Michael Moretti tercantum dalam surat
kabar atau majalah. Dalam majalah New Yorker, terdapat cerita yang mendalam
mengenai Antonio Granel i dan keluarga mafia di sebelah timur Amerika.
Dia akan dengan senang hati menekan tombol listrik untuk menghukum Michael
Moretti itu.
***
Kebanyakan klien Jennifer tak berarti, tetapi pelajaran yang didapatkannya tak
ternilai. Jennifer jadi tahu ruangan-ruangan dalam Gedung Pengadilan Kriminal
di Centre Street 100. juga orang-orang yang ada di dalamnya.
Bila ada kliennya yang ditangkap gara-gara mencuri di toko, memukul orang,
pelacuran, atau minuman keras.
Jennifer akan pergi ke pusat kota itu untuk mengatur uang tebusan, dan tawar-
menawar di pengadilan sudah menjadi kebiasaan hidupnya.
"Yang Mulia, Terdakwa tidak mempunyai uang sebanyak itu. Bila Pengadilan
bersedia menurunkan uang tebusan menjadi dua ratus dolar, dia akan bisa
bekerja kembali dan membiayai keluarganya terus."
"Baik. Dua ratus dolar."
Jennifer jadi kenal pada pengawas dari bagian pengaduan, di mana dokumen
laporan penangkapan dikirimkan.
"Halo, Letnan. Seorang klien saya telah ditangkap atas tuduhan menjadi
gelandangan. Bolehkah saya melihat laporan penangkapannya? Namanya
Connery. Clarence Connery."
"Coba katakan, Anak manis. Untuk apa Anda mau datang kemari jam tiga subuh
untuk membela seorang gelandangan?"
Dia jadi terbiasa akan pengadilan malam, yang diadakan di kamar nomor dua
ratus delapan belas di Gedung Pengadilan Centre Street. Tempat itu merupakan
dunia yang penuh sesak dan berbau busuk, dengan bahasa prokemnya tersendiri.
Mengerti?"
"Mengerti."
"Ya, Tuhan!"
"Dapatkah Anda katakan atas tuduhan apa?"
"Tunggu. Saya carikan kartu Luna Tarner. Dialah orang hebat... nah, ini dia. Dia
penipu besar ditangkap oleh Sahko.
di daerah hitam."
"Anda orang baru di daerah ini. ya? Sahko itu singkatan dari Satuan Anti huru-
hara Kota. Daerah hitam di sini adalah 42nd Street. Jelas?"
"Jelas."
Setiap malam, lebih dari seratus lima puluh perkara vang didengar. Ada pelacur,
ada pencopet, pemabuk yang berbau dan babak-belur, dan orang yang ketagihan
obat bius. Ada orang Puerto Rico dan orang Meksiko, ada orang Yahudi dan
orang Irlandia, ada pula orang Yunani dan orang Itali, dan mereka ditangkap atas
tuduhan perkosaan, pencurian, memiliki senjata gelap, pemakaian obat bius,
menyerang orang, atau pelacuran. Dan ada satu persamaan pada mereka itu:
mereka miskin. Mereka miskin, mereka sesat, dan mereka ditolak oleh
masyarakat. Mereka orang-orang yang hina-dina, yang tak pada tempatnya
berada di tengah-tengah
masyarakat dan tak pula mendapat perhatian masyarakat ramai. Sebagian besar
dari mereka berasal dari Harlem Pusat, dan karena dalam penjara sudah tak ada
tempat lagi, hanya tertuduh yang bersalah berat saja yang ditahan, yang lain
dibebaskan atau didenda saja. Mereka itu lalu kembali ke St.
Sebagian besar dari klien yang datang ke kantor Jennifer adalah orang-orang
yang telah digilas oleh kemiskinan, oleh susunan masyarakat, dan oleh dirinya
sendiri. Ada orang-orang yang sudah lama menyerah. Jennifer merasa bahwa
rasa takut mereka inilah yang menimbulkan
kepercayaan pada dirinya sendiri. Dia tidak merasa dirinya lebih tinggi daripada
mereka. Dia sama sekali tak bisa menjadikan dirinya contoh keberhasilan yang
gemilang, namun dia pun tahu adanya satu perbedaan besar antara dirinya dan
para kliennya: dia tak pernah mau menyerah.
Ken Bailev memperkenalkan Jennifer pada Pastor Louis Joseph Ryan. Pastor
Ryan berumur hampir enam puluh tahun, seorang pria penuh semangat yang
selalu berseri-seri, berambut berwarna hitam yang sudah bercampur uban,
namun selalu rapi dan mengikal di sekitar telinganya.
suami, istri, anak-anak, baik laki-laki atau perempuan, yang hilang itu. Ken tak
pernah menagih bayaran.
"Bayarannya nanti saja di surga,*' kata Ken selalu bila Pater Ryan menanyakan
berapa bayarannya.
Pada suatu petang waktu Jennifer sedang seorang diri, Pater Ryan mampir ke
kantor mereka.
"Ken sedang keluar, Pater Ryan. Dan dia tidak akan kembali hari ini."
"Kamulah yang ingin saya jumpai, Jennifer," kata Pater Rvan. Dia duduk di
kursi kayu yang tak nyaman di depan meja tulis Jennifer. "Ada seorang teman
saya yang sedang menghadapi suatu masalah."
Begitulah selalu cara dia mulai berbicara dengan Ken.
"Ya, Pater?"
"Dia adalah seorang jemaat wanita yang sudah berumur, dan wanita malang itu
telah mengalami kesulitan dalam mendapatkan bayaran jaminan sosialnya. Dia
pindah ke
daerah saya beberapa bulan yang lalu, dan suatu komputer terkutuk tidak
mencatat tentang dirinya lagi."
"Saya mengerti."
“Saya rasa kamu mau menolongnya," kata Pater Ryan, sambil bangkit. "Tapi
terus terang, tidak akan ada bayarannya."
Pada sangkanya, pekerjaan itu akan sederhana, tetapi ternyata makan waktu tiga
hari dia baru berhasil membuat komputer itu mencatat lagi.
Pada suatu pagi, sebulan kemudian, Pater Ryan masuk ke kantor Jennifer dan
bekata, "Sebenarnya aku tak suka mengganggumu, Anak manis, tapi ada seorang
temanku yang mengalami kesulitan. Tapi dia tak punya...." Pater itu terdiam
ragu.
"Yah! Begitulah. Tepat sekali. Tapi orang malang itu sangat membutuhkan
bantuan."
"Namanya Abraham. Abraham Wilson. Dia putra dari salah seorang jemaatku.
Abraham sedang menjalani hukuman seumur hidup di penjara Sing Sing karena
telah membunuh seorang pemilik toko minuman keras dalam suatu
perampokan."
"Bila dia telah terbukti bersalah dan sedang menjalani hukumannya, maka saya
tak melihat jalan untuk
membantunya, Pater."
"Bukan?"
Jennifer telah membaca berita tentang perkara itu. "Kalau saya tak salah ingat,
dia telah menghantam orang itu sampai mati."
"Ada."
"Berapa orang?"
"Yah. Kira-kira seratus orang. Karena hal itu terjadi di halaman penjara."
"Luar biasa. Lalu apa yang harus saya lakukan?” Pater Ryan hanya berkata,
"Bantulah Abraham."
Jennifer meletakkan penanya. "Pater, saya rasa hanya Tuhanlah yang bisa
membantunya."
Dia. duduk bersandar di kursinya. "Dia menghadapi tigaj pukulan. Dia berkulit
hitam, dia sudah diadili karena pembunuhan, dan dia membunuh seseorang lagi
di hadapan seratus orang saksi. Kalau dia memang melakukannya, maka sama
sekali tak ada dasar pembelaan terhadap dirinya. Bila seorang narapidana lain
mengancamnya, bukankah ada para pengawal yang bisa dimintainya bantuan.
Dia malah main hakim sendiri. Tak akan ada seorang pun juri di dunia ini yang
tidak akan mendakwanya."
"Bagaimanapun juga, dia adalah sesama manusia. Maukah kau sekedar berbicara
saja dengannya?"
Jennifer mendesah. "Yah, kalau Pater memang ingin saya berbicara dengan dia,
tapi saya tidak akan memberikan pembelaan apa-apa."
Pater Ryan mengangguk. "Aku mengerti. Hal itu mungkin akan tersiar luas."
Penjara Sing Sing terletak di kota Ossining, tiga puluh mil di sebelah utara
Manhattan, di tebing sebelah timur Sungai Hudson. Dari sana orang dapat
melihat ke Tappan Zee dan Teluk Haverstraw.
Jennifer pergi ke sana naik bus. Dia telah terlebih dahulu menelepon wakil
kepala penjara, dan pria itu telah mengatur pertemuan antara Jennifer dan
Abraham Wilson yang sedang dikurung di tempat yang terpisah.
Selama dalam perjalanan, Jennifer dilanda suatu perasaan yang telah lama tak
dirasakannya. Dia sedang dalam perjalanan ke Sing Sing untuk menemui
seseorang yang mungkin akan menjadi kliennya, klien yang telah didakwa
melakukan pembunuhan. Perkara semacam inilah yang telah dipelajarinya, untuk
perkara macam inilah dia telah mempersiapkan dirinya. Setelah setahun baru
sekaranglah dia merasa sebagai seorang pengacara sesungguhnya, namun dia
pun insaf bahwa dia tak realistis. Dia bukan sedang dalam perjalanan untuk
menjumpai seorang calon klien. Dia sedang dalam perjalanan untuk mengatakan
pada seseorang bahwa ia tak dapat membelanya. Dia tak bisa melibatkan diri
dalam suatu perkara yang sudah tersebar begitu luas dan yang tidak akan
mungkin dimenangkannya.
mulai berbicara.
"Lupakan saja kemungkinan itu. Wilson sendiri orang yang pertama-tama akan
mengakuinya, tapi biar dia
Abraham Wilson adalah seorang manusia yang paling jelek yang pernah dilihat
Jennifer. Kulitnya hitam legam, hidungnya patah-patah di beberapa tempat, gigi
depannya sudah tak ada, matanya liar, dan di wajahnya ada bekas luka pisau.
Tingginya kira-kira satu meter sembilan puluh sentimeter dan tubuhnya besar.
Kakinya besar sekali dan bertapak datar hingga waktu dia berjalan, hantaman
kakinya hebat sekali. Bila Jennifer ingin menggunakan satu perkataan untuk
melukiskan Abraham Wilson, maka perkataan itu adalah mengerikan. Bisa
dibayangkannya pengaruh manusia ini pada para anggota juri.
Abraham Wilson dan Jennifer duduk dalam sebuah kamar berkunjung yang
pengamanannya sempurna, di antara keduanya terdapat sekat dari kawat tebal,
dan seorang pengawal berdiri di pintu. Wilson baru saja dikeluarkan dari
kurungannya yang terpisah, dan matanya yang menonjol berkedip-kedip terus
karena silau. Bila Jennifer datang ke pertemuan ini dengan perasaan bahwa dia
mungkin tidak akan mau menangani perkara orang ini, maka setelah melihat
Abraham Wilson sendiri, dia menjadi yakin. Baru duduk saja di hadapan laki-
laki itu, dia sudah bisa merasakan kebencian yang terpancar dari manusia itu.
“Nama saya Jennifer Parker. Saya seorang pengacara. Pater Ryan telah meminta
saya untuk menemui anda."
Abraham meludah melalui sekat, hingga Jennifer terperciki air ludahnya. "Laki-
laki sial brengsek itu”.
Sungguh suatu awal yang hebat, pikir Jennifer. Dia menahan dirinya supaya
tidak menyeka air ludah itu dari mukanya. "Adakah sesuatu yang Anda butuhkan
di sini, Saudara Wilson?"
Laki-laki itu tersenyum hingga gusinya yang tak bergigi itu kelihatan. "Aku
butuh perempuan, Anak manis. Mengerti?"
"Hei, kalau mau mengorek riwayat hidupku, kau harus membayarnya. Aku akan
menjual riwayat hidupku itu pada perusahaan film. Mungkin aku sendiri yang
akan menjadi bintang utamanya."
"Kurasa benar-benar tak ada yang bisa kulakukan untuk membantumu, jika
Anda tak mau membantuku, Saudara Wilson. Aku sudah berjanji pada Pater
Ryan untuk sekurang-kurangnya datang dan berbicara denganmu."
Abraham Wilson tertawa dan memperlihatkan giginya yang ompong lagi. "Kau
benar-benar baik, Sayang. Yakin benarkah kau tidak akan mengubah pikiranmu
tentang perempuan yang kuminta itu?"
"Dengar, Gadis cantik, mari sini supaya kau kudekap, lalu baru kita bahas
tentang kebencian."
sambil mencernakan apa yang dikatakan laki-laki itu, kemudian dia duduk
perlahan-lahan. "Maukah kau menceritakan apa sebenarnya yang telah terjadi.
Abraham?"
Keduanya duduk saja berdiam diri. Akhirnya, Abraham Wilson berkata, "Aku
telah membunuh jahanam itu."
Wajah Wilson menegang lalu berkata, "Keluar dari sini. Aku tidak memintamu
datang." Dia bangkit. "Dan jangan datang-datang lagi mengganggu aku, dengar?
Aku sibuk."
Dia berbalik lalu berjalan ke arah pengawal. Sesaat kemudian, kedua laki-laki itu
telah pergi. Apa boleh buat.
Paling tidak, Jennifer bisa mengatakan pada Pater Ryan bahwa dia sudah
berbicara dengan laki-laki itu. Selanjutnya tak ada lagi yang bisa dilakukannya.
bangunan itu. Dia menyeberangi halaman penjara, berjalan ke arah pintu masuk
utama sambil memikirkan tentang Abraham Wilson dan perasaannya sendiri
terhadap laki-laki itu. Dia tak suka pada laki-laki itu dan oleh karenanya, dia
telah melakukan apa yang sebenarnya tak boleh dilakukannya. Dia sudah
berprasangka terhadap laki-laki itu. Dia telah mencap laki-laki itu bersalah,
padahal dia belum lagi diadili. Mungkin memang ada seseorang yang
menyerangnya, bukan dengan pisau tentu, melainkan dengan batu besar atau
batu bata.
"Perkara Abraham Wilson itu memang berat”, kata Howard Patterson. "Bila
mungkin, kami mencoba memberikan rehabilitasi dan bukan hukuman, tapi
perbuatan Abraham sudah terlalu jauh. Satu-satunya jalan untuk
menenangkannya adalah mengirimnya ke kursi listrik."
Mengerikan benar logika itu, pikir Jennifer. "Dia berkata pada saya bahwa laki-
laki yang dibunuhnya itu telah menyerangnya dengan pisau jagal."
"Saya rasa itu mungkin saja." Jawaban itu mengejutkan Jennifer. "Apa maksud
Anda bahwa itu mungkin? Apakah Anda ingin berkata bahwa seorang
narapidana dalam penjara ini bisa memiliki pisau? Pisau jagal?"
Howard Patterson mengangkat bahunya. "Nona Parker, di sini ada seribu dua
ratus empat puluh orang narapidana, dan beberapa di antaranya benar-benar
cerdik. Mari saya tunjukkan sesuatu pada Anda."
Patterson mengantarkan Jennifer berjalan melalui sebuah lorong panjang, ke
sebuah kamar yang terkunci. Dipilihnya sebuah kunci dari suatu kumpulan,
dibukanya pintu kamar itu, lalu dinyalakannya lampu. Jennifer mengikutinya
memasuki sebuah kamar tanpa perabot. Pada dinding kamar itu terdapat rak-rak.
"Di sinilah kami menyimpan kotak tetek-bengek kotak bengek narapidana." Dia
berjalan ke sebuah kotak besar, lalu mengangkat tutupnya.
Jennifer terbelalak memandangi isi kotak itu dengan rasa tak percaya.
Dia mengangkat mukanya melihat Howard Pettterson dan berkata, "Saya ingin
bertemu lagi dengan klien saya."
Kalau sebelum itu Jennifer masih ada waktu untuk hidup pribadinya, maka kini
dia sama sekali tak punya waktu lagi.
Bila dia tidak berada bersama Abraham Wilson, dia berada di kantornya, tujuh
hari dalam seminggu, mulai pagi-pagi sekali sampai lewat tengah malam,
membaca apa saja yang ditemukannya yang berhubungan dengan pembunuhan,
baik dengan sengaja maupun tidak. Dipelajarinya beratus-ratus keputusan
pengadilan banding, ikhtisar-ikhtisar acara persidangan, surat-surat sumpah,
barang-barang bukti, mosi-mosi, dokumen-dokumen. Dipelajarinya secara
mendalam dokumen-dokumen tentang maksud dan perencanaan,
tentang pembelaan diri, bahaya ganda, serta kehilangan akal untuk sementara.
Tetapi apakah dewan juri akan percaya hal itu? Apalagi dewan juri setempat.
Orang-orang kota benci adanya narapidana di tengah-tengah mereka. Jennifer
meminta perubahan daerah persidangan, lalu permintaan itu dikabulkan.
Sidangnya akan diadakan di Manhattan.
Jennifer ingin tahu, asisten jaksa mana yang akan ditugaskan oleh Di Silva untuk
melawannya. Ada enam orang yang pandai-pandai yang sudah biasa mengadili
sidang-sidang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Raymond Thorpe telah menyerang Abraham Wilson dengan sebuah pisau," kata
Jennifer. "Sebuah pisau jagal yang besar. Anda tentu melihatnya."
"Saya? Saya tidak melihat pisau."
Kadang-kadang Jennifer perlu untuk pergi makan seperti biasa, tetapi biasanya
dia hanya sempat makan roti dengan terburu-buru di kedai kopi, di lantai utama
gedung pengadilan.
Berat badannya mulai menurun dan dia sering mendapat serangan pusing kepala.
tanya Ken.
"Tidak."
Ken memandanginya lalu berkata, "Kalau kau mau memakai otakmu, kaulepas
saja perkara ini."
"Mengapa?"
Jennifer melihat kekuatiran di wajah Ken Bailey. "Jangan kuatir. Perkara ini
tidak akan tersebar seluas yang kausangka."
"Oh, tidak ya? Tahukah kau siapa yang akan menjadi penuntut umum?"
"Tidak."
"Robert Di Silva."
Jennifer berjalan ke arah meja informasi yang bulat, di mana tak pernah
ditempatkan seorang petugas, lalu dia pergi ke lantai enam naik lift. Dia akan
menemui Pak Jaksa. Hampir setahun yang lalu terakhir Jennifer bertemu dengan
Robert Di Silva, dan Jennifer tak ingin bertemu sekarang ini. Dia akan
memberitahukan pada jaksa bahwa dia akan menarik diri dari pembelaan
Abraham Wilson.
Tiga malam Jennifer tak bisa tidur untuk mengambil keputusan itu. Akhirnya dia
memutuskan bahwa yang menjadi pertimbangannya yang utama itu adalah
kepentingan klien.
Perkara Wilson itu sebenarnya tak cukup penting bagi Di Silva Tiraikasih
Website http://kangzusi.com/
Dia mengalami suatu perasaan aneh seolah-olah dia menghayati lagi masa
lalunya, waktu dia keluar dari lantai enam dan berjalan ke arah pintu yang
dikenalnya sejak dulu dengan tulisan Jaksa Negeri Wilayah New York yang
dicantumkan pada pintunya. Di dalamnya, sekretaris yang dulu juga yang duduk
di meja yang sama.
"Masuk saja segera," kata sekretaris itu. "Pak Jaksa sudah menunggu Anda."
Robert Di Silva sedang berdiri di balik meja tulisnya, mengunyah cerutu yang
basah, sambil memberikan perintah-perintah pada dua orang asisten. Dia
berhenti waktu Jennifer masuk.
"Saya sangka Anda sudah lari terbirit-birit ke luar kota sekarang ini. Mau apa
Anda?"
Di seberang meja Robert Di Silva ada dua bua meja, tetapi laki-laki itu tidak
mempersilakan Jennifer duduk.
Terdakwa."
"Saya datang untuk menarik diri dari perkara ini. Anda bisa
mengurangi tuduhan menjadi percobaan pembunuhan biasa.
Bailey.
ketakutan."
"Kapan sidangnya?"
"Sebulan lagi."
''
Mobil-mobil pribadi tak di zinkan dibawa ke pulau itu. jadi Jennifer diantar naik
bus hijau yang kecil, ke gedung pemeriksaan dari batu bata yang berwarna abu-
abu. Dia memperlihatkan tanda pengenalnya. Di sebelah kiri bangunan itu,
dalam sebuah rumah monyet berwarna hijau, ada dua orang pengawal yang
bersenjata, dan lebih jauh lagi ada sebuah pintu gerbang di mana semua tamu
yang tak bersurat izin ditahan. Dari gedung pemeriksaan, Jennifer dibawa
dengan mobil yang sama melalui Hazen Street, jalan kecil yang memotong lahan
penjara itu, ke arah Gedung Pusat Anna M. Kross. Abraham Wilson dibawa ke
situ untuk menemuinya di dalam sebuah ruang bicara yang terdiri dari delapan
buah kamar-kamar kecil bersekat-sekat, yang khusus disediakan untuk
pertemuan antara pembela dengan kliennya.
Sambil berjalan di lorong yang panjang untuk pergi menemui Abraham Wilson,
Jennifer berpikir tempat ini tak ubahnya seperti ruang tunggu untuk ke neraka.
Di sana Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
terdengar suara-suara aneh sekali. Penjara itu terbuat dari batu bata, besi baja,
batu, dan genting. Pintu-pintu yang dari besi baja itu terus-menerus terbuka dan
tertutup terhantam lagi. Ada lebih dari seratus orang dalam setiap sel yang
berblok-blok. Mereka berbicara dengan berteriak-teriak, sedang dua buah
pesawat tv distel pada saluran-saluran yang berlainan, lalu ada pula pesawat tape
yang
"Masyarakat dalam penjara adalah masyarakat yang paling sopan di dunia. Bila
seorang narapidana bersenggolan dengan yang lain, segera berkata, 'Maaf.' Para
narapidana pun paling banyak beban pikiran, tetapi paling sedikit barang...."
Jennifer duduk berhadapan dengan Abraham Wilson dan dia berpikir: Hidup-
mati laki-laki ini ada dalam tanganku. Bila dia sampai mati, maka itu adalah
karena aku gagal membelanya. Jennifer memandang mata laki-laki itu dan
melihat keputus-asaannya.
Tiga hari sebelum sidang perkara Abraham Wilson dimulai, Jennifer mendengar
bahwa yang akan menjadi hakim ketua adalah Yang Mulia Laurence Waldman,
yang dulu mengetuai sidang perkara Michael Moretti, yang telah mencoba untuk
mencabut izin praktek Jennifer.
Pukul empat subuh hari Senin, di akhir bulan Desember seribu sembilan ratus
tujuh puluh, pada hari akan dimulainya sidang Abraham Wilson.
Sedang dia mandi dan berpakaian, dia merasakan firasat kegagalan. Dia ingin
mengenakan baju hitam, tetapi dia memilih baju tiruan dari Chanel yang
berwarna hijau, yang dibelinya pada waktu Toko Lochmann mengadakan
penjualan obral.
Seorang wartawan berkata, "Nona Parker, inilah sidang Anda yang pertama kali
sejak Anda menggagalkan
Peringatan Ken Bailey ternyata benar. Dialah daya tarik yang terbesar, bukan
kliennya. Para wartawan itu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berdatangan, bukan sebagai peninjau yang obyektif; mereka adalah burung elang
pencari mangsa dan Jennifer-lah bangkainya.
pernyataan itu?"
"Tahun yang lalu Hakim Waldman berusaha untuk mencabut hak Anda sebagai
pengacara. Apakah Anda akan memintanya untuk membatalkan...?"
Direncanakan sidang akan diadakan di Ruang Tiga Puluh Tujuh. Lorong di luar
dipenuhi orang-orang banyak yang mencoba masuk, tetapi ruang sidang sudah
penuh. Bunyi suara terdengar mendengung dan terasa adanya suasana
keramaian. Ada sederetan bangku-bangku khusus yang disediakan untuk para
wartawan. Di Silva yang mengatur semuanya, pikir Jennifer.
Abraham Wilson duduk di meja terdakwa, dia menjulang lebih tinggi daripada
semua orang di sekelilingnya, serupa benar dengan gunung yang mengerikan.
Dia mengenakan setelan biru tua yang kekecilan, dan kemeja putih serta dasi
biru yang dibelikan Jennifer untuknya. Pakaian itu tidak mengubah keadaannya.
Abraham Wilson tetap kelihatan seperti seorang pembunuh jelek yang
mengenakan setelan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
biru tua. Akan sama saja halnya bila dia mengenakan pakaian penjaranya, pikir
Jennifer dengan semangat lemah.
Tak ada sedikit pun dalam kepribadian Wilson yang bisa menimbulkan rasa
suka. Tak sedikit punl pada penampilannya yang bisa menimbulkan simpati.
Yang tampak adalah wajah cacat yang jelek-itu, dengan hidung yang patah dan
gigi ompong, serta tubuh besar yang menimbulkan ketakutan orang.
Jennifer berjalan ke arah meja tertuduh di mana Abraham Wilson duduk, lalu
duduk di samping laki-laki itu. "Selamat pagi, Abraham."
Jennifer teringat akan mimpinya. Dia memandang ke mata Abraham yang kecil
dan sipit. "Kau tahu betul aku pasti datang."
Pria itu melihat ke arah Jennifer, lalu tersenyum. Jennifer makin merasa panik.
"Perhatian. Perhatian. Semua orang yang berurusan dengan Bagian Tiga Puluh
Tujuh dari pengadilan ini, mendekatlah, berikan perhatian Anda dan Anda pun
akan mendapat perhatian. Ketua sidang Yang Mulia Hakim Lawrence
Waldman."
"Jangan pedulikan mereka itu. Mereka harus datang dan mencoba menarikku
untuk berdiri."
Mengapa aku sampai lupa betapa pandainya Di Silva berperan sebagai aktor?
tanya Jennifer pada dirinya sendiri.
Dia tersenyum menarik. "Saya maklum bahwa duduk sebagai anggota juri ini
bisa sangat membuang waktu.
Anda punya pekerjaan utama serta keluarga yang
Seolah-olah dia sendiri juga salah seorang anggota, pikir Jennifer, anggota juri
yang ketiga belas.
Ini sebenarnya suatu perkara yang sangat sederhana. Itulah tertuduhnya, yang
duduk di sana itu.... Abraham Wilson.
Jaksa berbalik untuk melihat ke tubuh besar Abraham Wilson, dan secara
otomatis mata para juri pun mengikutinya pula. Jennifer dapat melihat reaksi
pada wajah-wajah mereka. Dia memaksa dirinya untuk memusatkan
"Beberapa tahun yang lalu, dua belas orang warga negara yang saya yakin sama
benar dengan Anda sekalian, telah memberikan suara mereka untuk
memasukkannya ke penjara.
mati. Tindakan itu memang tidak akan mengembalikan nyawa Raymond Thorpe,
tapi bisa menyelamatkan hidup orang-orang lain yang akan terhindar menjadi
korban berikutnya dari tertuduh."
Di Silva berjalan di sepanjang meja para juri, sambil menatap mata para juri itu
satu demi satu. "Sudah saya katakan bahwa perkara ini tidak akan mengambil
banyak waktu Anda. Akan saya katakan mengapa saya berkata begitu.
nyawa Anda sendiri, lalu Anda membunuhnya.... yah, saya pikir kita semua bisa
mengerti mengapa hal itu sampai terjadi.
Dan hal itu tidak akan menjadikan kita penjahat yang berputus asa atau orang
jahat, bukan? Hal itu adalah sesuatu yang kita lakukan dalam keadaan
mendesak." Suara Di Silva menjadi keras. "Tetapi pembunuhan dengan darah
dingin itu lain lagi.
Mencabut nyawa seseorang manusia lain, tanpa ada alasan Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/
Dia jelas-jelas menanamkan dugaan pada para juri, tetapi tidak melewati batas,
hingga tak mungkin bisa mengatakan bahwa pernyataannya salah, untuk
membatalkan sidang atau untuk pengembalian hak terdakwa.
Jennifer memperhatikan wajah para juri; tak meragukan lagi, mereka semua
sudah berada dalam tangan Robert Di Silva. Mereka sependapat dengan setiap
perkataan yang diucapkan jaksa itu. Mereka menggeleng dan mengangguk serta
mengernyitkan dahi mereka. Semuanya mereka lakukan, hanya bertepuk tangan
saja yang tidak. Di Silva tak ubahnya pemimpin suatu orkes, sedang para juri itu
adalah pemain-pemain orkes tersebut. Tak pernah Jennifer melihat hal serupa itu.
Setiap kali jaksa menyebut nama Abraham Wilson, para anggota juri otomatis
menoleh pada tertuduh, padahal Di Silva menyebutkan nama itu hampir dalam
setiap kalimat. Jennifer telah mengingatkan Wilson agar tidak melihat pada para
juri.
Ditekankannya berulang kali supaya dia melihat ke mana saja dia mau dalam
ruang sidang itu, asal tidak ke tempat duduk para juri, karena air mukanya yang
menantang itu akan menimbulkan rasa geram hati orang. Kini dengan rasa ngeri
Jennifer melihat bahwa mata Wilson melekat ke meja para juri, berpandangan
lekat dengan para juri. Sikap menyerang bagai tertumpah dari dirinya.
Yang dikehendakinya adalah keadilan. Keadilan bagi laki-laki malang yang telah
dibunuh oleh Abraham Wilson dengan darah dingin.... dengan darah dingin.
Terima kasih."
Waktu Jennifer bangkit untuk berbicara pada para juri, dia melanjutkan rasa
benci dan tak sabar pada orang-orang itu. Dia telah membaca buku-buku yang
menuliskan bagaimana pengacara mampu membaca pikiran para juri, dan waktu
membaca itu dia tak percaya. Tetapi sekarang dia percaya. Apa yang terkandung
dalam hati para juri itu jelas benar tampak olehnya. Mereka sudah mengambil
keputusan: kliennya bersalah, dan mereka tak sabar karena Jennifer membuang-
buang waktu mereka saja, menahan mereka dalam gedung pengadilan ini.
Itu tak benar. Hakim Waldman akan mengatakan pada Anda, bahwa tak seorang
tertuduh pun bersalah sebelum dia dinyatakan bersalah oleh Bapak Hakim atau
oleh juri. Itulah gunanya kita berada di sini, yaitu untuk mendapatkan jawabnya.
Abraham Wilson didakwa telah membunuh
Bapak Jaksa dan saya sependirian dalam satu hal bahwa setiap orang punya hak
untuk melindungi dirinya sendiri. Bila Abraham Wilson tidak bertindak
sebagaimana yang telah dilakukannya, dia pasti sudah mati." Suara Jennifer
lantang mengandung ketulusan hati. Lupa dia akan kegugupannya karena
semangatnya yang berapi-api dalam pembelaannya
"Saya minta agar Anda masing-masing mengingat satu hal: di bawah undang-
undang negara ini tuduhan harus terbukti bebas dari segala keraguan bahwa
pembunuhan itu benar-benar tidak dilakukan karena membela diri. Dan sebelum
sidang ini usai kami akan mengemukakan bukti yang kuat, yang akan
menunjukkan pada Anda semua bahwa Raymond Thorpe telah dibunuh untuk
mencegah agar dia tidak membunuh klien saya. Terima kasih”
Setiap kali jaksa selesai menanyai seorang saksi, dia menoleh pada Jennifer dan
berkata, "Silakan menanyai Saksi."
Robert Di Silva mengingatkan hal itu terus, dan para juri dibuatnya supaya tidak
melupakan hal itu. Dilukiskannya dengan sebuah gambar bagaimana Abraham
Wilson
Jaksa sedang berkata, "Kita mungkin tidak akan pernah tahu apa yang
menyebabkan Abraham Wilson menyerang lakilaki kecil yang tak berdaya dan
tak pernah mengganggu orang itu....."
dibutuhkannya.
berdiri?"
Pembela berkeberatan?"
Mulia."
samping tertuduh."
"Pembelaan diri?"
Sidang itu telah berjalan lebih buruk lagi daripada yang pernah di mpikan
Jennifer dalam mimpinya yang terburuk sekalipun. Dirasakannya betapa para
juri itu ingin agar sidang cepat berakhir supaya mereka bisa menyampaikan
keputusan bersalah.
Ken Bailey duduk di antara para penonton, dan dalam waktu jeda, Jennifer
sempat bercakap-cakap sebentar dengan dia.
"Perkaranya memang tak mudah," kata Ken penuh pengertian. "Sebenarnya aku
berharap bukan si King Kong itu yang menjadi klienmu. Demi Tuhan, baru
melihatnya saja, semua orang sudah akan ketakutan."
"Sebenarnya dia jangan membuat ulah. Bagaimana kau dengan Pak Jaksa yang
terhormat itu?"
Jennifer tersenyum kecut. "Tuan Di Silva tadi pagi sudah memberikan pesannya.
Dia berniat untuk melemparkan aku dari usaha pengacara ini."
Wakil Kepala Penjara Sirig Sing bangkit dengan enggan, lalu berjalan ke arah
mimbar saksi, semua mata terarah padanya. Robert Di Silva menatap dengan
penuh perhatian waktu Patterson mengucapkan sumpahnya. Di Silva memutar
otaknya, dia membayangkan semua kemungkinan. Dia tahu bahwa dia telah
memenangkan perkara itu. Dia telah menyiapkan baik-baik pidato
kemenangannya.
Jennifer sedang berbicara pada saksi. "Tolong ceritakan masa lalu Anda pada
juri, Saudara Patterson."
Jaksa Di Silva bangkit. "Negara tidak memerlukan masa lalu itu untuk
menghemat waktu. Yang penting kita ketahui adalah bahwa Saudara Patterson
adalah Wakil Kepala Penjara Sing Sing."
"Terima kasih," kata Jennifer. "Saya rasa, para juri perlu diberi tahu bahwa
Saudara Patterson perlu diberi surat perintah pengadilan untuk datang kemari
hari ini. Dia berada di sini sebagai saksi yang enggan." Jennifer berpaling pada
Patterson. "Waktu saya meminta Anda untuk datang kemari secara sukarela dan
memberikan kesaksian Anda untuk meringankan klien saya, Anda menolak.
Benarkah itu?"
"Ya."
"Tolong katakan pada juri mengapa Anda harus diberi surat perintah pengadilan
untuk datang kemari."
"Dengan senang hati. Sepanjang hidup saya, saya sudah berurusan dengan
orang-orang seperti Abraham Wilson. Mereka itu benar-benar pengacau."
“Lihat pembela itu menggantung dirinya sendiri”. bisiknya pada salah seorang
asistennya.
Jennifer berkala. "Saudara Patterson. Abraham Wilson sedang diadili di sini hari
ini, bukan sebagai seorang pengacau. Dia diadili demi hidupnya. Tak maukah
Anda menolong sesama manusia yang telah dituduh secara tak adil telah
melakukan tindak kriminal utama?"
Tekanan pada kata-kata tak adil menyebabkan air muka para anggota juri
berubah.
"Sebelum kejadian ini, memang sudah sering terjadi pembunuhan dalam penjara,
bukan?"
"Ya."
"Ya."
"Yah, kadang-kadang...." Dia melihat air muka Jennifer, lalu menjawab, "Ya."
"Jadi berdasarkan pengalaman Anda yang luas itu, sangatlah mungkin bahwa
Abraham Wilson sebenarnya sedang membela dirinya sendiri waktu dia
membunuh Raymond Thorpe, bukan?"
Tetapi juri sudah melihat dari sikapnya bahwa sebenarnya ia ingin mengatakan
tidak.
Jennifer berkata lagi, "Dengan izin pengadilan, saya telah memerintahkan pada
Saksi untuk membawa beberapa barang untuk diperlihatkan sebagai bukti."
"Terima kasih, Yang Mulia." Jennifer berpaling pada Howard Patterson lagi.
"Adakah Anda bawa barang-barang itu?" tanyanya.
Laki-laki itu mengangguk dengan bibir terkatup rapat. "Ya, tapi saya lakukan ini
dengan protes."
"Saya rasa Anda sudah cukup menjelaskan hal itu, Saudara Patterson. Boleh
kami melihatnya?"
perlahan-lahan, "Kotak tetek bengek kata Anda? Apa isi kotak itu, Nona
Parker?"
"Saya bersedia bertenggang rasa terhadap rekan saya yang tak berpengalaman
ini, Yang Mulia, tapi kalau dia berniat membuka praktek yang berhubungan
dengan hukum kriminal, maka saya anjurkan agar dia mempelajari lagi
peraturan-peraturan dasar dari pembuktian. Tak ada pembuktian yang
menghubungkan antara apa yang disebut kotak tetek-bengek ini dengan perkara
yang sedang diadili di pengadilan ini."
"Kotak ini tidak membuktikan apa-apa." Suara Jaksa melemah. Dia berpaling
pada Hakim Waldman. "Negara keberatan diajukannya barang-barang bukti ini
karena niskala dan tak ada hubungannya!”.
"Keberatan diterima."
"Nona Parker," Hakim Waldman menyela, "pengadilan ini tak punya waktu atau
niat untuk memberi Anda kuliah mengenai hukum, tapi Jaksa memang benar.
Sebelum memasuki ruang sidang ini, Anda sebenarnya sudah harus tahu benar
akan peraturan-peraturan dasar dari pembuktian.
Peraturan pertama adalah bahwa Anda tak dapat mengajukan bukti-bukti yang
belum dipersiapkan. Sama sekali belum ada pernyataan apa-apa apakah korban
bersenjata atau tidak.
Oleh karenanya, soal senjata-senjata ini tak ada hubungannya dengan perkara
ini. Anda ditolak."
Jennifer berdiri dengan muka merah. "Maaf," katanya berkeras, "tapi barang-
barang ini bukannya tak ada hubungannya...."
"Nona Parker, bila Anda teruskan, Anda akan saya tahan karena menghina
pengadilan."
"Saya tak peduli apa yang akan Anda perbuat atas diri saya," kata Jennifer.
"Dasarnya sudah dipersiapkan untuk mengajukan pembuktian ini. Jaksa sendiri
yang
menyiapkannya."
“Mungkin kita tidak akan pernah tahu apa yang menyebabkan Abraham Wilson
menyerang...."
Jaksa melihat pada Hakim Waldman, "Apakah akan Anda izinkan, Yang Mulia?"
"Cukup," potong Jennifer. "Terima kasih." Dia menoleh pada Robert Di Silva
dan berkata lambat-lambat, "Itu adalah kata-kata Anda sendiri, Tuan Di Silva.
Mungkin kita tidak akan pernah tahu apa yang menyebabkan Abraham Wilson
menyerang laki-laki kecil yang tak berdaya dan tak pernah mengganggu orang
itu..."
Dia berpaling pada Hakim Waldman. “Perkataan yang merupakan kunci di sini,
Yang Mulia, adalah tak berdaya.
Karena Jaksa sendiri yang menyatakan bahwa korban tak berdaya, beliau
membukakan peluang bagi kami untuk mengejar kenyataan bahwa korban
bukannya tak berdaya, bahwa dia sebenarnya mungkin mempunyai senjata. Apa
pun yang diajukan sebagai petunjuk, dapat diajukan dalam tanya-jawab."
Robert Di Silva melihat padanya dengan pandangan tak percaya, "Tapi saya
hanya....”
"Waktu saya mula-mula melihat ke dalam kotak ini, saya merasa tak percaya
akan penglihatan saya. Anda pun mungkin akan merasa sulit untuk percaya —
tapi
saya minta supaya Anda tak lupa bahwa barang-barang ini dibawa kemari
dengan protes Wakil Kepala Penjara Sing Sing. Ini, Tuan-tuan dan Nyonya-
nyonya, adalah kumpulan senjatasenjata yang dibuat secara sembunyi-sembunyi
oleh para narapidana di Sing Sing, dan yang telah disita.” Waktu Jennifer
berjalan ke arah meja tempat para juri, dia seolah-olah tersandung dan
kehilangan keseimbangannya.
Kotak itu terlepas dari tangannya tutupnya terbuka, dan isinya tumpah di lantai
ruang sidang. Terdengar desah orang banyak. Para juri berdiri satu demi satu
supaya bisa melihat lebih baik. Mereka menatap memandangi kumpulan senjata
yang mengerikan, yang tertumpah dari kotak itu. Hampir seratus buah
banyaknya, dengan berbagai ukuran, bentuk, dan rupa. Kapak-kapak kecil dan
pisau jagal, keris-keris kecil dan gunting yang tampak mengerikan dengan ujung
yang diasah runcing pistol-pistol berpeluru kait, parang yang mengerikan yang
semuanya hasil buatan sendiri. Ada pula kawat-kawat halus yang bergagang
kayu, yang dipakai untuk mencekik, alat pemukul dari kuli penjepit es yang
ditajamkan, parang lebar.
Kini para penonton dan wartawan ikut berdiri mengulurkan leher mereka supaya
bisa melihat lebih baik ke alat pembunuh Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/
mengembalikan ketertiban.
Hakim Waldman melihat pada Jennifer dengan pandangan yang tak dapat
ditafsirkan. Seorang juru sita cepat-cepat maju untuk memungut isi kotak yang
tumpah. Jennifer
Dengan diperhatikan oleh para juri dan penonton Jennifer berlutut dan mulai
memunguti senjata-senjata itu lalu mengembalikannya ke dalam kotak.
Kini sudah terlambat untuk memperbaiki kesalahan yang telah dibuatnya. "Tak
ada pertanyaan," kata jaksa.
"Abraham Wilson."
"Ya."
"Raymond Thorpe jauh lebih kecil daripada Anda. Apakah Anda percaya bahwa
dia akan bisa membunuh Anda?"
"Dia menyerang saya dengan pisau besar terhunus hingga dia kelihatan tinggi
sekali."
Jennifer telah meninggalkan dua buah benda luar kotak tetek-bengek tadi. Yang
sebuah adalah pisau jagal yang ujungnya diasah tajam, dan sebuah lagi tang
logam yang besar. Jennifer mengangkat tangannya sambil mengangkat pisau itu.
"Apakah dengan pisau ini Raymond Thorpe menganca Anda?"
"Pertanyaan akan saya ubah. Apakah pisau ini serupa dengan pisau yang dipakai
Raymond Thorpe untuk
mengancam Anda?"
"Ya."
"Ya."
"Pernah."
"Dan waktu dia mendatangi Anda denga bersenjatakan kedua benda itu, Anda
terpaksa membunuhnya untuk menyelamatkan jiwa Anda?'
saksi.
"Ya."
"Apakah melakukan dua kali pembunuhan itu Anda sebut menghargai nyawa
manusia? berapa orang akan Anda bunuh bila nyawa manusia tidak Anda
hargai? Lima? Sepuluh? Dua puluh.'"
Hati-hati.
Anda merasa diri Anda seperti Tuhan. Kapan saja Anda mau Anda bisa
membunuh di mana pun juga....”
"Duduk!" bentak Di Silva. "Dalam keadaan naik darah seperti itukah Anda
waktu Anda membunuh Raymond
Thorpe?"
"Itu dipakai untuk menghantam kemaluan," kata Abraham Wilson dengan suara
halus.
Jennifer tetap duduk di ruang sidang, dia takut bergerak, dan hanya samar-samar
saja dia menyadari orang-orang di sekelilingnya. Semuanya berlalu sudah. Dia
telah cukup berusaha. Ditutupnya matanya dan mencoba berdoa, tetapi rasa
takutnya terlalu kuat. Dia merasa seolah-olah dia sendiri Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/
Para juri beriring-iringan masuk kembali ke ruangan, wajah mereka serius dan
tak dapat dibaca. Hati Jennifer mulai berdebar kencang. Dari wajah mereka,
Jennifer dapat melihat bahwa mereka akan menjatuhkan hukuman. Akan pingsan
rasanya dia. Gara-gara dia, seseorang akan dihukum mati.
Sebenarnya sejak semula dia harus menolak membela perkara itu. Apa haknya
untuk mempertaruhkan nyawa orang dalam tangannya? Sungguh gila dia dulu
menyangka bahwa dia akan bisa menang melawan seseorang seperti Robert Di
Silva yang telah begitu berpengalaman. Ingin dia rasanya berlari mendapatkan
para juri, sebelum mereka sempat mengatakan keputusan mereka dan berkata.
‘Tunggu! Sidang perkara Abraham Wilson ini tak adil. Tolong carikan seorang
pengacara lain untuk membelanya. Seseorang yang lebih pandai daripada saya’.
Tetapi itu sudah terlambat. Jennifer mencuri pandang ke wajah Abraham Wilson.
Dia duduk saja tanpa bergerak, sama benar dengan patung. Kini dia tidak lagi
merasakan kebencian dari laki-laki itu, hanya putus asa. Ingin Jennifer
mengatakan sesuatu untuk menghiburnya, tetapi dia tak punya kata-kata.
Abraham Wilson.
yang dituduhkan."
matanya.
pertanyaan.
Jaksa?"
menang?"
"Apa yang akan Anda lakukan bila mereka mengirim Wilson ke kursi listrik?"
untuk berbicara dengan mereka. Mereka telah datang kemari untuk menonton
suatu pertunjukan, melihat seseorang yang dikejar-kejar ke arah kematiannya.
Seandainya keputusan tadi berbunyi sebaliknya... tak tahan dia membayangkan
hal itu.
penghinaan pengadilan, yang masih menunggu, tapi hal itu tak penting. Satu-
satunya hal yang berarti sekarang adalah bahwa dia telah berhasil
menyelamatkan nyawa Abraham Wilson.
Hakim Waldman sedang duduk di meja kerjanya waktu Jennifer masuk. "Silakan
duduk, Nona Parker," katanya singkat.
Jennifer mengambil tempat. "Saya tidak akan membiarkan Anda atau siapa pun
juga, menjadikan ruang sidang saya menjadi tempat tontonan."
"Ada satu hal lagi yang saya tak mau terjadi dalam ruang sidang saya, yaitu
kekurang ajaran."
melanjutkan, "Hampir selamanya, bila sidang suatu perkara usai, saya bisa
menilai apakah keadilan sudah dilaksanakan atau tidak. Pada saat ini, terus
terang, saya tak yakin."
melanjutkan.
Malam itu, baik dalam surat-surat kabar, maupun dalam berita tv malam,
kembali Jennifer Parker menjadi berita pokok, tetapi kali ini dialah
pahlawannya. Dialah yang disamakan dengan tokoh David yang berhasil
mengalahkan Goliath. Foto-foto dia, Abraham Wilson dan Jaksa Di Silva
terpampang di semua halaman depan. Jennifer dengan bernapsu melahap setiap
perkataan dari cerita-cerita itu dan menikmatinya.
Luchow, merayakan hal itu dan Jennifer dikenali oleh kepala pelayan dan
beberapa pengunjung yang lain. Orang-orang yang tak dikenalnya memanggil
namanya dan
mengucapkan selamat padanya. Sungguh suatu
"Aku merasa tak perlu minum apa-apa," kala Jennifer. "Aku sudah merasa
mabuk."
Tetapi dia haus dan dia minum tiga gelas anggur sambil bercakap-cakap tentang
sidang itu kembali dengan Ken.
"Aku ketakutan sekali saat itu. Tahukah kau bagaimana rasanya menggenggam
nyawa manusia dalam tangan kita?
Maksudku, aku ini hanya berasal dari Kelso... bisakah kita memesan sebotol
anggur lagi, Ken?"
Ken memesan makanan lengkap untuk mereka berdua, tetapi perasaan Jennifer
terlalu kacau untuk makan.
"Tahukah kau apa kata Abraham Wilson padaku waktu aku menemuinya
pertama kali? Katanya, ‘Mari sini kupeluk kau, baru kita mendendangkan
tentang kebencian bersama-sama.'
Ken, aku benar-benar merasa menyatu dengan dia saat itu, dan tahukah kau?
Aku merasa seolah-olah juri akan menjatuhkan hukuman atas diriku. Aku
merasa seolah-olah akulah yang akan dihukum mati. Aku suka pada Abraham
Wilson. Bisakah aku minta anggur lagi?"
"Aku haus."
"Kau sahabatku yang terbaik. Tahukah kau siapa temanku yang paling tak baik?
Robert Di Silva yang Agung.
Ya, Di Silva."
"Di Silva."
"Dia pun begitu pula. Dia benci setengah mati padaku. Kau
— lihatkan wajahnya tadi itu? Aduh, betapa marahnya dia padaku! Katanya dia
ingin melemparkan aku ke luar dari ruang sidang. Tapi dia tak berhasil, kan?"
"Tidak. Dia....”
"Tahukah kau apa yang sedang kupikirkan. Tahukah kau apa sebenarnya yang
kupikirkan?"
"Aku....”
pemburunya pincang."
sekali! Dia itu gunung es. Tapi dia bukan orang jahat.
putih?"
"Sudah."
Wilson masih hidup. Ya, dia masih hidup. Mari kita buka
jangan minum."
Dengan berhati-hati dia menjangkau gagang telepon, dan dengan gerakan yang
seringan itu saja pun, setiap urat ototnya serasa akan putus. “Halo...."
"Halo, Ken."
Jennifer berpikir sebentar. "Aku memang merasa tidak sehat. Jam berapa
sekarang ya?"
"Sudah hampir tengah hari. Sebaiknya kau kemari. Kacau sekali di sini."
— minum dua butir aspirin dan siramlah badanmu dengan air dingin, kemudian
minumlah secangkir kopi pahit, maka kau barangkali masih bisa hidup lagi."
Waktu Jennifer tiba di kantornya sejam kemudian, dia merasa lebih baik. Tidak
baik benar, pikir Jennifer, tapi lebih baik. Kedua buah telepon sedang berdering
waktu dia memasuki kantor.
"Telepon itu semua untukmu," kata Ken sambil tertawa kecil. "Tak henti-
hentinya sejak tadi pagi! Barangkali kau memerlukan papan penghubung
sendiri."
Di kantornya, di pusat kota, Robert Di Silva berteriak pada asisten satunya. "Kau
harus mengumpulkan semua berita-berita rahasia mengenai Jennifer Parker. Aku
mau tahu semua klien yang ditanganinya. Mengerti?"
"Mengerti, Pak."
"Jalankan!"
“Aku berani sumpah dia bukan orang penting lagi. Seumur hidupnya dia selalu
main senjata."
"Si tolol itu mendatangi aku, minta bantuanku untuk membicarakan tentang dia
pada Mike. Kataku, 'Hei, Kawan, aku ini hanya serdadunya tahu?' Kalau Mike
memang memerlukan seorang penembak baru, dia tak perlu mencari ke lorong-
lorong gelap."
"Ya, tapi kusikut saja dia. Dia tak punya hubungan apa-apa dalam urusan ini,
kalau tak punya hubungan apa-apa, tidak akan ada artinya."
Mereka bertiga dalam ruangan itu: Nick Vito, Joseph Colel a, dan Salvatore
Fiore si 'Bunga Mungil'.
Nick Vito adalah seorang laki-laki berwajah seperti mayat, yang berbibir tipis
hingga hampir tak kelihatan, dan bermata cekung, berwarna hijau, dan tak
bercahaya. Dia mengenakan sepatu yang berharga dua ratus dolar dan kaus kaki
putih.
Josept Colel a 'si Joe Besar' seorang laki-laki yang tinggi besar, seperti tiang
besar dari batu granit, dan bila dia berjalan, tak ubahnya seperti sebuah
bangunan yang bergerak. Seseorang pernah menamakannya kebun sayuran.
'Colel a punya hidung seperti kentang, telinga seperti bunga kol, dan otak seperti
kacang polong.'
Istri Joe, Carmelina, adalah seorang Katolik yang taat, dan pada hari-hai minggu
bila Colel a tidak sedang bekerja, dia selalu membawa keluarganya ke gereja.
Orang yang ketiga, Salvatore Fiore, hampir hampir seperti orang katai.
Tingginya hanya satu meter lima puluh tujuh sentimeter, dan berat badannya
enam puluh dua setengah kilogram. Wajahnya polos bagai seorang putra altar,
namun cekatan pula dengan pistol maupun pisau. Kaum wanita merasa tertarik
pada laki-laki kecil itu, dan dia Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Ketiga laki-laki itu adalah laskar dalam keluarga Antonio Granel i, tetapi
Michael Moretti-lah yang telah menerima mereka bekerja dan mereka menjadl
milik Michael Moretti lahir batin.
Meskipun sudah berumur tujuh puluh dua tahun, dia masih kelihatan kuat,
berbahu lebar, dan dada bidang seperti seorang buruh dan rambutnya tebal
beruban. Antonio Granel i yang lahir di Palermo, Sisilia, datang di Amerika
waktu dia berumur lima belas tahun dan bekerja di pelabuhan di sebelah barat
daerah Manhattan. Menjelang umur dua puluh satu, dia menjadi tangan kanan
kepala dok. Kedua orang itu bertengkar, dan waktu bos-nya hilang secara
misterius, Antonio Granel i menggantikannya. Siapapun yang ingin bekerja di
dok harus membayarnya. Uangnya dipakainya untuk memanjat mencapai
kekuasaan, dan dia telah memperluas kekuasaannya dengan cepat, meluas ke
bidang membungakan uang dan tipu daya lainnya, pelacuran dan perjudian, juga
obat-obat terlarang, sampai pada pembunuhan. Selama tahun-tahun kegiatannya,
tiga puluh dua kali dia tertangkap, tetapi hanya satu kali dia dijatuhi hukuman,
itu pun atas tuduhan serangan kecil. Granel i adalah orang yang tak kenal belas
kasihan, cerdik dalam permainan kotor yang rendah, dan benar-benar tak kenal
moral.
Di sebelah kiri Granel i duduk Thomas Colfax, pengacara keluarga besar itu.
Dua puluh lima tahun lalu lalu, Colfax adalah seorang pengacara perusahaan
yang punya masa depan yang gemilang. Tapi pada suatu hari dia membela
perkara sebuah perusahaan kecil minyak zaitun yang kemudian ternyata
dikendalikan oleh mafia, dan dengan demikian, selangkah demi selangkah, dia
pun terjebak untuk menangani perkara-perkara lain untuk mafia, sampai
akhirnya dalam beberapa tahun keluarga besar Granel i menjadi klien
tunggalnya. Mereka itu merupakan klien yang sangat menguntungkan dan
Thomas Colfax lalu menjadi orang kaya, yang menanamkan sahamnya dalam
Anak Giovanni, Michael, lain sekali. Dia bisa menamatkan sekolahnya di Yale
dan Sekolah Ekonomi Wharton School.
seperti ayahnya yang bodoh itu. Tapi pertemuan ini benar-benar merupakan
suatu kejutan.
Antonio Granel i memandang anak muda yang lancang itu dengan terkejut, dan
tersenyum dengan pengertian. "Aku sudah kaya."
Senyum orang tua itu terhapus. "Bicara tentang apa. kau ini, Anak kecil?"
keluarga.
Dengan semua keberhasilannya itu, Michael Moretti tetap menyadari bahwa dia
punya masalah. Bila dia sudah menunjukkan pada Antonio Granel i, jalan untuk
mencapai suatu perusahaan yang sah dan aman dan sangat
Penghasilannya besar, karena sejak semula dia sudah minta pada Granel i untuk
memberinya suatu persentase dari semua penghasilan perusahaan, yang pada
sangka orang, kecil jumlahnya. Tetapi setelah gagasan-gagasan Michael mulai
memberikan hasil dan keuntungan-keuntungan mulai mengalir, Granel i mulai
berpikir lagi. Secara kebetulan, Michael mendengar bahwa Granel i telah
mengadakan rapat untuk membahas apa yang harus dilakukan keluarga besar
terhadap dirinya.
"Aku tak suka semua uang itu mengalir pada anak itu,"
Michael lalu membatalkan rencana itu dengan mengawini salah seorang anggota
keluarga itu. Rosa, putri tunggal Antonio Granel i berumur sembilan belas tahun.
Ibunya telah meninggal waktu melahirkan dia. Rosa dibesarkan dalam biara, dan
hanya dalam masa libur dia di zinkan pulang.
Ayahnya memujanya, dan ayahnya itu berusaha supaya dia selalu dilindungi.
Pada suatu libur sekolah waktu Paskah, Rosa bertemu dengan Michael Moretti.
Dan dia kembali ke biara dalam keadaan tergila-gila pada Michael. Bila dia
sedang seorang diri, dia selalu terbayang akan ketampanan laki-laki yang
berambut dan bermata hitam itu.
Antonio Granel i tetap menyangka bahwa putrinya itu berpikir dia hanya seorang
pengusaha biasa yang berhasil.
Dan setiap kali pemerintah mencoba untuk menangkap dan menghukum salah
seorang anggota keluarga Granel i, Rosa selalu tahu. Dia tak pernah
membahasnya dengan ayahnya, dan oleh karenanya orang tua itu selalu senang
karena menyangka bahwa putrinya tak tahu apa-apa, dan bahwa dia tidak akan
tahu yang sebenarnya.
Bila saja orang tua itu mengetahui yang sebenarnya, dia pasti akan amat terkejut,
karena Rosa menganggap perusahaan-perusahaan ayahnya itu amat menarik dan
mendebarkan. Gadis itu membenci disiplin yang diterapkan para biarawati dalam
biara, dan kebencian itu membuatnya jadi membenci semua yang berkuasa. Dia
melamunkan ayahnya sebagai seorang Robin Hood, yang melawan kekuasaan
dan menantang pemerintah. Dan karena Michael Moretti adalah seseorang yang
penting dalam organisasi ayahnya, maka orang muda itu jadi bertambah
menarik.
menghadapi Rosa. Bila dia berhasil berduaan saja dengan gadis itu, mereka
berciuman dan bermesraan dengan hangat, tetapi Michael tak pernah mau
berbuat lebih jauh dari itu.
"Aku terlalu menaruh hormat padamu, Rosa, jadi aku tak mau menidurimu
sebelum kita menikah."
Maka pada saat Antonio Granel i sedang membahas cara yang terbaik untuk
menyingkirkan Michael Moretti, Michael dan Rosa datang padanya dan
memberitahukan bahwa mereka saling mencintai dan ingin menikah. Laki-laki
tua itu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berteriak dan mengamuk serta memberikan seribu satu alasan bahwa hal itu tak
mungkin dilakukan. Namun akhirnya, cinta sejati jugalah yang menang dan
Michael dan Rosa dinikahkan dengan upacara besar-besaran.
Setelah pesta perkawinan, orang tua itu memanggil Michael. "Rosa adalah
milikku satu-satunya, Mike. Jagalah dia baik-baik."
"Kau akan kuawasi benar-benar. Sebaiknya kaubahagiakan dia. Kau tahu apa
maksudku bukan, Mike?"
Rosa suka memasak. Jadi usahakan supaya kau pulang makan setiap malam.
Kau harus menjadi menantu yang dapat dibanggakan."
"Oh, omong-omong, Mike," kata Granel i lagi, "karena kau sekarang sudah
menjadi seorang anggota keluarga, perjanjian komisi yang selama ini kuberikan
tentu harus kita ubah."
Michael menepuk lengan orang tua itu. "Terima kasih, Papa, tapi itu sudah
cukup untuk kami. Aku akan bisa membelikan Rosa apa saja yang di ngininya."
Itu terjadi tujuh tahun yang lalu, dan tahun-tahun berikutnya amat
menyenangkan Michael. Rosa adalah teman hidup yang menyenangkan dan tak
rewel, dan wanita itu memujanya — namun Michael tahu bahwa bila istrinya itu
meninggal atau pergi meninggalkannya, dia akan bisa hidup terus tanpa wanita
itu. Dengan mudah dia akan menemukan orang lain untuk melakukan apa-apa
yang dilakukan Rosa untuknya. Cintanya pada Rosa tidak mendalam. Michael
juga Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Dia tak punya perasaan terhadap manusia, yang ada hanya terhadap binatang.
Pada ulang tahunnya yang kesepuluh, Michael diberi seekor anak anjing. Mereka
berdua jadi tak terpisahkan. Enam minggu setelah itu, anjing itu mati dalam
suatu kecelakaan tabrak lari, dan waktu ayahnya menawarkan untuk
membelikannya seekor anjing lagi, anak itu menolak.
Sejak pertama kali dia mendengar orang berkata tentang Antonio Granel i,
saudara sepupu jauh ayahnya yang terkenal itu, dia sudah tahu apa yang di
ngininya. Di Amerika Serikat ada dua puluh enam keluarga mafia, lima
diantaranya di New York City, dan keluarga yang dipimpin oleh Antonio
saudaranya itu, adalah yang terkuat. Sejak masa kecilnya, Michael suka sekali
mengikuti kisah-kisah tentang mafia.
Michael adalah dari generasi baru. Dia telah menghapuskan pikiran-pikiran tua
dan telah membawakan gagasan-gagasan baru. Suatu badan yang terdiri dari
sembilan orang mengendalikan keluarga itu sekarang, dan Michael yakin bahwa
pada suatu hari dialah yang akan memimpin badan itu.
Dengan bertambahnya pengaruh Michael atas diri orang tua itu, pengaruh Colfax
makin berkurang.
Waktu Michael tertangkap karena pembunuhan atas diri Ramos bersaudara, dan
Camilo Stel a bersedia menjadi saksi yang memberatkannya dalam sidang
pengadilan, pengacara itu berharap supaya akhirnya dia akan bisa
menyingkirkan Michael, karena jaksa telah mempersiapkan perlawanan yang
hebat sekali.
Michael mencari jalan ke luar tengah malam. Pukul empat subuh dia keluar ke
tempat telepon umum dan menelepon Joseph Colel a.
"Minggu depan ada beberapa pengacara baru yang akan disumpah menjadi staf
Jaksa. Bisakah kau mencarikan nama-nama mereka?"
dari satu wajah ke wajah yang lain, mencari dan menilai. Apa yang
direncanakannya memang berbahaya, tetapi amat berani dan bisa membawa
hasil. Dia berurusan dengan pemula-pemula muda yang masih akan terlalu
gugup hingga tidak akan bertanya banyak. Mereka tentu ingin sekali membantu
dan ingin sekali menonjolkan diri. Yah, pokoknya seorang di antaranya akan
menonjol.
Itu terjadi setahun yang lalu. Sejak itu surat-surat kabar telah menyalib gadis itu,
tetapi itu adalah masalah gadis itu sendiri. Michael tidak lagi menaruh perhatian
pada Jennifer Parker, sampai baru-baru ini surat-surat kabar mulai lagi
memberitakan tentang sidang Abraham Wilson. Surat-surat kabar itu telah
mengungkit-ungkit kembali sidang perkara Michael Moretti dulu itu, dan peran
Jennifer Parker dalam perkara itu. Mereka memuat foto gadis itu. Gadis itu
menarik, namun ada sesuatu yang lebih penting — tampak suatu kesadaran
kebebasan pada dirinya dan hal itu menggelitik hati Michael. Lama dia
mengamat-amati foto itu.
Michael mulai mengikuti sidang Abraham Wilson dengan perhatian yang makin
besar. Waktu anak buahnya merayakan pesta kemenangan setelah sidang perkara
Michael dinyatakan batal, Salvatore Fiore mengangkat gelasnya dan berkata,
Tetapi ternyata dunia tidak lagi menyingkirkan gadis ini, pikir Michael. Jennifer
telah bangkit kembali dan masih tetap ada serta berjuang. Michael suka akan hal
itu.
Waktu menonton itu, Antonio Granel i bertanya, "Bukankah dia yang kauperalat
dulu itu, Mike?"
10
Sehari setelah keputusan terhadap Abraham Wilson, Adam Warner menelepon.
"Aku menelepon hanya akan mengucapkan selamat."
Jennifer langsung mengenali suaranya; dia tak menyangka bahwa hatinya akan
bisa begitu tergetar.
"Di sini....”
"Aku sudah tahu." Ya Tuhan, pikir Jennifer, Mengapa kukatakan? Adam tak
perlu tahu betapa
Padahal Adam Warner berkata lagi, "Apakah kau kira-kira mau makan malam
denganku kapan-kapan?"
"Bagaimana kalau malam ini?" Ah, laki-laki tak suka gadisgadis yang terlalu
berhasrat begitu, tegurnya pada dirinya sendiri.
Jennifer mendengar nada senyum dalam suara Adam waktu dia berkata, "Sayang
sekali, tapi Jumat malam nanti aku baru akan bebas. Apakah kau akan sibuk?"
Jennifer ingat akan apartemennya yang kecil dan suram, dengan sofa yang
pernya berbenjol-benjol dan meja seterika di sudut kamar. "Akan lebih mudah
bila kita bertemu di suatu tempat."
"Apakah kau suka makanan di Lutece?"
Ken Bailey memasuki kantor. "Bagaimana pembela top kita?" Dia melihat ke
Jennifer dengan lebih teliti lagi. "Kau kelihatan seolah-olah baru saja menelan
seorang klien."
Jennifer ragu sebentar, lalu berkata, "Ken, maukah kau menolongku menyelidiki
seseorang?"
Ken berjalan ke meja tulis Jennifer, mengambil sebuah buku notes dan pensil.
"Katakan siapa dia?"
"Ken...."
"Ya?"
Dia adalah patner dalam perusahaan pengacara Needham, Finch, dan Warner;
tamatan fakultas hukum di Harvard; berasal dari keluarga kaya dan banyak
dikenal masyarakat; berumur pertengahan tiga puluhan —"
Ken mengedipkan matanya. "Aku punya banyak teman di kalangan tinggi. Ada
desas-desus orang akan menyuruhnya mencalonkan diri untuk keanggotaan
Senat Amerika Serikat.
Jelas punya, pikir Jennifer. Dia mencoba berkata dengan nada ringan.
"Bagaimana dengan kehidupan pribadinya?"
Lama setelah Ken Bailey pergi, Jennifer masih saja duduk, memikirkan Adam
Warner. Dia mengajakku makan malam sekedar basa-basi dalam satu profesi.
Dia hanya ingin memberi selamat padaku. Tapi dia sudah mengucapkan
selamatnya melalui telepon tadi. Masa bodoh. Pokoknya aku akan bertemu lagi
dengan dia. Apakah dia akan ingat mengatakan bahwa dia punya istri. Tentu saja
tidak. Yah, aku akan makan malam bersama Adam malam Sabtu nanti, dan itu
akan merupakan akhir dari segala-galanya.
Senja hari itu Jennifer menerima telepon dari Peabody and Peabody. Tuan
Peabody Senior sendiri yang berbicara.
Jennifer tahu bahwa orang tua itu punya maksud tertentu, meskipun bicaranya
santai. Jennifer yakin pula bahwa keinginannya untuk makan siang bersamanya
itu baru timbul setelah dia membaca tentang hasil perkara Abraham Wilson.
Orang tua itu ingin bertemu dengannya, pasti bukan untuk membicarakan
tentang tugas menyampaikan surat-surat panggilan ke pengadilan lagi.
Besok harinya mereka bertemu untuk makan siang. Pak Tua Peabody adalah
seorang laki-laki kurus yang pucat, serupa benar dengan putranya. Vest-nya tak
berhasil menyembunyikan perutnya yang agak gendut. Jennifer tak suka pada
laki-laki itu, seperti juga dia tidak menyukai putranya.
"Di kantor kami ada lowongan untuk seorang pengacara muda yang cerdas,
Nona Parker. Kami bisa menawarkan lima belas ribu dolar setahun sebagai
permulaan."
Jennifer mendengarkan orang tua itu, sambil berpikir betapa besarnya arti
tawaran itu baginya setahun yang lalu, waktu dia mati-matian membutuhkan
mata pencaharian, memerlukan seseorang yang mempercayainya.
"Saya yakin bahwa beberapa tahun lagi Anda bahkan akan bisa menjadi partner
dalam perusahaan kami."
Lima belas ribu dolar dan kemungkinan untuk menjadi patner. Jennifer
membayangkan kantor kecil yang
yang usang, yang terlalu tinggi di tingkat empat, dengan alat pemanas tiruan.
Karena Jennifer diam, Tuan Peabody menyangka bahwa itu adalah pertanda dia
setuju. "Bagus. Kami ingin Anda mulai secepat mungkin. Saya rasa Anda bisa
mulai hari Senin.
Saya....”
"Tidak."
"Maksud saya, tidak, saya tidak bisa menerima tawaran Anda, Tuan Peabody,"
kata Jennifer, dan dia merasa heran sendiri.
"Saya mengerti." Orang tua itu berhenti sebentar. "Mungkin kami bisa mulai
dengan memberi Anda dua puluh ribu dolar setahun." Dia melihat air muka
Jennifer. "Atau dua puluh lima ribu. Sebaiknya Anda pikirkan dulu."
Klien-klien mulai berdatangan. Tidak banyak benar dan tidak lancar sekali,
namun ada klien. Kantor itu sudah mulai terasa terlalu kecil untuk Jennifer.
Pada suatu pagi, setelah Jennifer terpaksa membiarkan dua orang klien
menunggu di luar dalam gang, karena dia sedang berbicara dengan seorang klien
lain, Ken berkata, "Tak bisa terus-menerus begini. Kau harus keluar dari sini dan
mencari kantor sendiri di tengah kota."
"Bicara tentang apa kau itu? Kau tentu harus ikut aku."
"Ikut kau?" Lalu dia memandang ke seluruh pelosok kamar sempit yang tak
berjendela itu. "Meninggalkan ini semua?"
Minggu berikutnya, Jennifer dan Ken Bailey pindah ke sebuah kantor yang lebih
besar di blok lima ratus, Fifth Avenue. Tempat itu berperabot sederhana, dan
terdiri dari tiga kamar kecil: sebuah untuk Jennifer, sebuah untuk Ken, dan
sebuah lagi untuk seorang sekretaris.
Sekretaris yang mereka terima adalah seorang gadis remaja, bernama Cynthia El
man, baru saja tamat dari New York University.
untukmu," kata Jennifer meminta pengertiannya, "tapi kita akan maju perlahan-
lahan."
"Oh, saya yakin, Nona Parker." Suaranya mengandung nada pemujaan terhadap
seorang
pahlawan.
Dia ingin seperti aku, pikir Jennifer. Dijauhkan Tuhan hendaknya hal itu!
Ken Bailey masuk dan berkata, "Hei, aku jadi kesepian dalam kamar kerja
sebesar itu seorang diri. Mari kita makan malam dan nonton nanti malam."
"Aku rasanya...." Jennifer merasa letih dan dia masih harus membaca beberapa
catatan, tetapi Ken adalah sahabatnya yang terbaik dan dia tak dapat
menolaknya.
"Senang sekali."
Setelah mereka memesan makanan, Ken berkata, "Aku punya dua karcis untuk
pertunjukan balet malam Sabtu nanti."
Pada pagi hari Jumat yang dirasanya hari ajaib itu, pukul sepuluh, Jennifer
membuat janji dengan sebuah toko penata rambut baru dari Italia, yang menurut
kata Cynthia selalu didatangi oleh para foto model. Pukul setengah sebelas
Jennifer membatalkannya. Pukul sebelas dia membaharui janji itu.
Ken Bailey mengajak Jennifer makan siang, tetapi dia terlalu gugup hingga tak
bisa makan apa-apa. Dia lalu pergi berbelanja di Toko Bendel, di mana dia
membeli baju sifon pendek berwarna hijau tua, sewarna dengan matanya,
sepasang sepatu coklat, dan dompet yang warnanya senada.
Dia tahu bahwa dia telah berbelanja terlalu banyak, jauh melebihi
kemampuannya, tetapi dia rasanya tak dapat mengekang dirinya.
Dia melewati bagian yang menjual parfum waktu dia akan keluar, dan dengan
keinginan yang gila-gilaan, yang tiba-tiba datangnya, dibelinya sebotol parfum
Joy. Benar-benar gila, karena laki-laki itu sudah menikah.
Pukul lima Jennifer pulang untuk berganti pakaian. Dia menghabiskan waktu
dua jam untuk mandi dan berdandan untuk Adam, dan setelah selesai
diperhatikannya dirinya baik-baik di cermin. Kemudian dia merusak rambutnya
yang sudah ditata begitu rapi, lalu di katnya saja ke belakang dengan pita hijau.
Begini lebih baik, pikirnya. Aku seorang ahli hukum yang akan pergi makan
malam bersama seorang ahli hukum lain.
Tetapi waktu pintu rumahnya ditutupnya, dalam ruangan itu masih tertinggal bau
harum mawar dan melati.
dan alas meja berkotak-kotak. Jennifer disambut di pintu oleh pemiliknya, Andre
Soltner.
Laki-laki itu menunjuk ke bar kecil. "Barangkali Anda ingin minum sementara
menunggu, Nona Parker?"
Laki-laki itu tersenyum lalu duduk. "Saya bukan akan menyerobot, Nona
Parker."
Kantor itu adalah salah satu perusahaan pengacara yang punya nama baik di
New York. "Saya hanya akan mengucapkan selamat pada Anda atas keberhasilan
Anda pada sidang Wilson."
"Anda benar-benar berani mengadu untung. Perkara itu sebenarnya tak punya
harapan menang." Laki-laki itu memperhatikan Jennifer sebentar. "Biasanya, bila
kita berada di pihak yang bersalah dalam suatu perkara yang tak bisa dibela lagi,
kita harus berusaha supaya tidak disebarluaskan.
Rahasia pers adalah: menyanjung yang menang, sedang yang kalah ditendang.
Anda telah mengecoh kami semua. Sudahkah Anda memesan minuman?"
"Belum."
Laki-laki itu tertawa terbahak. "Saya akan berusaha untuk menawari Anda
pekerjaan. Saya rasa Anda sudah banyak mendapat tawaran, ya?"
"Ada beberapa."
"Terima kasih, Tuan Browning. Saya merasa mendapat kehormatan, tapi saya
baru saja pindah ke kantor saya yang baru. Saya berharap kantor saya itu akan
maju."
Jennifer mendongak melihat Adam Warner, yang sedang bersalaman dengan Lee
Browning. Jantung Jennifer mulai berdebar keras dan dia merasa wajahnya
memanas. ‘Gila, aku jadi seperti gadis ingusan'.
Adam Warner melihat pada Jennifer dan Browning lalu berkata, "Sudah saling
mengenal rupanya kalian berdua?"
"Kami baru saja akan saling lebih mengenali," kata Lee Browning seenaknya.
"Kau tiba agak terlalu cepat."
Kepala pelayan mendatangi mereka. "Apakah Anda akan menempati meja Anda
sekarang, Tuan Warner, atau apakah Anda ingin minum di bar dulu?"
Setelah mereka duduk, Jennifer melihat ke sekeliling ruangan itu dan mengenali
beberapa orang yang terkenal.
"Tempat ini rasanya seperti ruang Apa dan Siapa dalam sebuah majalah saja,"
katanya.
Dia membayangkan berapa banyak gadis yang telah diajak Adam Warner
kemari, sedang istrinya duduk menunggunya di rumah. Dia berpikir apakah
mereka itu tahu bahwa laki-laki itu sudah menikah, atau apakah laki-laki itu
selalu berhasil merahasiakannya dari mereka. Yah, Jennifer merasa dirinya lebih
beruntung. Kau akan terkejut, Tuan Warner, pikir Jennifer.
melepaskannya.
dan dia merasa dirinya bodoh. Dia ingin tahu apa gerangan
yang akan dikatakan Adam bila dia tahu apa yang dipikirkan
tapi...."
Nah, kata-kata itu sudah diucapkan. Adam telah membuatnya terkejut, dia telah
menjebak laki-laki itu dalam keadaan lengah, namun maksud kata-kata itu sudah
jelas. Jennifer tahu apa yang akan dikatakannya selanjutnya. Dan Jennifer tak
ingin Adam mengucapkannya. Jennifer tak ingin Adam seperti laki-laki yang
lain, laki-laki yang sudah beristri Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang berpura-pura mengaku masih bujangan. Jennifer sangat benci pada laki-laki
yang begitu, dan dia tak mau membenci laki-laki ini.
"Jennifer," kata Adam dengan tenang, "aku ingin kau tahu aku sudah beristri."
Adam tiba-tiba kelihatan malu dan hati Jennifer jadi tergetar "Adam, a.... aku...."
"Aku menikah dengan Mary Beth lima belas tahun yang lalu. Kami tak punya
anak."
"Oh."
"Dia.... kami sendiri yang memutuskan untuk tidak mendapatkan anak. Kami
berdua masih muda sekali waktu kami menikah. Aku sudah lama sekali kenal
padanya. Orang tua kami bertetangga di suatu tempat peristirahatan musim
panas yang kami miliki di Maine. Waktu dia berumur delapan belas tahun, orang
tuanya tewas dalam suatu kecelakaan pesawat terbang. Mary Beth hampir gila
karena sedih. Dia tinggal sebatang kara. Aku.... kami lalu menikah."
Adam mengawininya karena belas kasihan, tapi dia terlalu ksatria untuk
mengakuinya, pikir Jennifer.
"Dia wanita yang baik sekali. Hubungan kami selalu sangat baik."
Adam menceritakan lebih banyak daripada yang ingin diketahui Jennifer, lebih
banyak daripada yang dapat dicernakannya. Nalurinya mengingatkannya supaya
melarikan diri. Dahulu, dengan mudah dia bisa menangani laki-laki yang sudah
beristri, yang ingin main-main dengan dia, tetapi nalurinya pula mengatakan
bahwa yang seorang ini lain dari yang lain. Bila dia membiarkan dirinya jatuh
cinta pada lakilaki ini, tidak akan ada jalan ke luar lagi. Gila sekali dia kalau dia
mau mulai macam-macam dengan laki-laki ini.
"Adam," kata Jennifer dengan berhati-hati, "aku suka sekali padamu. Tapi aku
tak mau berhubungan dengan laki-laki yang sudah beristri."
mengandung kejujuran dan kehangatan. "Aku tidak mau mencari hubungan jalan
belakang. Aku senang bersamamu.
Aku ikut bangga sekali padamu. Aku ingin kita sekali-sekali bertemu lagi."
Jadi kita akan makan siang bersama satu kali sebulan, pikir Jennifer. Itu tidak
akan merugikan siapa-siapa.
"Bagaimana keadaannya?"
"Baik. Dia ditempatkan bekerja di toko mesin dalam penjara. Dia minta
sampaikan salamnya padamu."
"Saya ingin mengunjunginya sendiri dalam beberapa hari ini."
Pater Ryan duduk di kursi sambil menatap Jennifer terus, hingga Jennifer
bertanya, "Adakah sesuatu yang bisa saya perbuat untuk Anda, Pater?"
Wajah Pastor itu menjadi cerah. "Yah, aku tahu kau tentu sibuk, karena kau
sekarang sudah maju. Tapi seorang temanku menghadapi kesulitan. Dia
mengalami kecelakaan.
Otomatis Jennifer menjawab, "Suruh dia kemari berbicara dengan saya, Pater."
Connie Garret tinggal dalam sebuah apartemen kecil yang rapi di Houston
Street. Yang membukakan pintu untuk Jennifer adalah seorang wanita yang
sudah berumur dan beruban, yang mengenakan celemek.
"Saya Martha Steele, bibi si Connie. Saya tinggal dengan Connie di sini. Silakan
masuk. Dia menunggu Anda."
Jennifer masuk ke sebuah ruang duduk yang perabotnya hanya sedikit. Connie
Garret duduk di sebuah kursi besar, dikelilingi bantal. Jennifer terkejut betapa
masih mudanya wanita itu. Entah mengapa, Jennifer menyangka akan
menemukan seorang wanita yang lebih tua. Connie Garret berumur kira-kira dua
puluh empat tahun, seumur dengan Jennifer. Wajahnya bercahaya, dan Jennifer
merasa dirinya cabul, melihat hanya batang tubuh saja tanpa ada lengan dan
kaki. Ditahannya dirinya supaya tak tampak gemetar.
Pater Ryan sudah bercerita banyak tentang dirimu. Dan aku juga sudah
melihatmu di layar tv. Aku senang sekali kau bisa datang."
Jennifer ingin menjawab, 'Aku senang bisa datang,' tetapi dia menyadari betapa
akan hampa kedengarannya jawaban itu. Dia lalu duduk saja di sebuah kursi
yang lembut di seberang wanita muda itu.
"Pater. Ryan bercerita bahwa kau mengalami kecelakaan beberapa tahun yang
lalu. Bisakah kau menceritakan apa yang telah terjadi?"
"Bulan Desember yang lalu, tiga tahun. Aku sedang dalam perjalanan ke Toko
Bloomingdale, akan berbelanja untuk keperluan Natal."
"Menceritakan apa?"
"Pater Ryan seharusnya menceritakan itu padaku. Bila pengadilan banding sudah
menolakmu, aku kuatir, aku tak bisa berbuat apa-apa lagi."
Jennifer merasa marah pada Pater Ryan, karena telah memberikan harapan
kosong pada Connie Garret. Dengan kesal Jennifer memutuskan bahwa dia harus
berbicara dengan Pater itu.
Jennifer tiba-tiba sadar bahwa dia lapar, karena dia tadi tak punya waktu untuk
makan siang. Tetapi membayangkan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dirinya duduk berhadapan dengan Connie Garret dan makan dengan tangannya,
dan dia merasa tak tahan.
"Tidak terima kasih. Saya baru saja makan," kata Jennifer, berbohong.
Jennifer hanya ingin keluar dari tempat itu secepat mungkin. Dia mencpba
memikirkan kata-kata gembira yang bisa diucapkannya sebagai peninggalan di
rumah itu, tetapi dia tak bisa menemukannya. Sialan Pater Ryan.
"Maaf— sebesar-besarnya. Aku ingin aku — " Connie Garret tersenyum dan
berkata, "Tak usah pikirkan lagi."
Senyum itulah yang membuat Jennifer bertahan. Jennifer yakin bahwa bila dia
berada di tempat Connie Garret, dia tidak akan bisa tersenyum lagi.
"Tidak, tapi aku akan mencarinya," katanya lagi, tanpa berniat berbuat demikian,
"aku akan berbicara dengannya."
"Kau baik sekali." Suara Connie Garret mengandung rasa terima kasih yang
tulus.
Jennifer membayangkan bagaimana kehidupan gadis itu, duduk saja di situ tanpa
daya sama sekali, berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun, tanpa bisa
berbuat apa-apa sendiri.
"Tentu saja tidak. Tapi tahukah kau, Jennifer? Aku sudah merasa lebih baik
hanya karena kau datang."
Jennifer bangkit. Itu sebenarnya saat untuk bersalaman, tetapi tak ada tangan
yang akan disalami.
"Aku senang bertemu denganmu, Connie. Aku akan memberi kabar pada
kalian," katanya kaku.
Tetapi dia akan memenuhi janjinya. Dia akan berbicara dengan Melvin
Hutcherson.
12
"Anda mengatakan melalui telepon tadi bahwa Anda ingin membicarakan soal
Connie Garret."
"Ya, betul."
Laki-laki itu mengangkat bahunya. "Tak banyak yang bisa dibicarakan. Kami
menuntut dan kami kalah. Percayalah, saya telah berusaha mati-matian
untuknya."
"Ya, dan kami kalah juga. Saya rasa usaha Anda akan sia-sia." Diamat-amatinya
Jennifer sejenak. "Mengapa Anda mau membuang-buang waktu Anda untuk
urusan seperti ini?
Bukankah Anda sudah hebat? Anda bisa bekerja untuk perkara yang
menghasilkan banyak uang."
Dinas Kebersihan telah berusaha keras mengatasi akibat badai salju yang
melanda kota dalam bulan Desember itu; semua peralatan pembersihnya telah
digunakan. Pihak Kota membantah dengan mengatakan bahwa badai adalah
kehendak Tuhan, dan kalaupun ada kelalaian, maka itu ada pada pihak Connie
Garret.
Pukul tiga subuh, Jennifer baru selesai membaca salinan-salinan itu. Lampu
dipadamkannya, namun dia masih belum bisa tidur. Di atas kertas, hukum
memang telah diberlakukan.
Namun pikirannya tetap dibayangi oleh keadaan Connie Garret. Seorang gadis
yang berumur dua puluhan, tanpa kaki dan tangan. Dibayangkannya truk yang
telah menabrak gadis muda itu, rasa sakit yang telah dideritanya, rangkaian
pembedahan yang telah dijalaninya, setiap kali memotong sebagian dari anggota
tubuhnya. Jennifer menyalakan lampu lagi, lalu duduk di tempat tidur.
Diputarnya nomor telepon Melvin Hutcherson.
"Ya Tuhan! Tak tahukah Anda bahwa sekarang ini.... pukul empat subuh?
Apakah Anda tak punya jam?"
"Ini penting sekali. Nama rumah sakitnya pun tidak disebut-sebut dalam salinan
tuntutan itu. Bagaimana dengan pembedahan-pembedahan yang telah dilakukan
atas diri Connie Garret? Sudahkah Anda periksa?"
Keadaan sepi sebentar sementara Melvin Hutcherson mengumpulkan
ingatannya. "Saya telah berbicara dengan para kepala bagian neorologi dan
orthopedi di rumah sakit yang menanganinya. Pembedahan-pembedahan itu
memang harus dilakukan untuk menyelamatkan nyawanya. Lagi pula
pembedahan-pembedahan itu dilakukan oleh para ahli kenamaan di sana dengan
sempurna. Sebab itulah rumah sakit itu tidak disebut-sebut dalam tuntutan."
Jennifer merasakan suatu frustrasi yang mendalam. "Sudah saya katakan pada
Anda, Anda membuang-buang waktu saja dalam perkara ini. Sebaiknya kita
tidur saja sekarang."
Tetapi dia makin tak bisa tidur. Beberapa waktu kemudian, Jennifer
menghentikan percobaannya untuk tidur, dia bangun lalu membuat kopi. Dia
duduk di sofa meminumnya, sambil melihat matahari yang baru terbit, mewarnai
langit Manhattan, warna dadu pucat yang perlahan-lahan berubah menjadi warna
merah cerah yang cemerlang.
"Adakah Anda selidiki pengalaman kerja pengemudi truk itu?" tanya Jennifer.
"Ya, Tuhan!" seru suara yang masih juga terdengar mengantuk. "Sudah gilakah
Anda? Kapan Anda tidur?"
"Nona Parker," kata Hutcherson, "tolong benarlah saya. Bila Anda masih ada
pertanyaan-pertanyaan lagi, teleponlah saya pada jam-jam kantor."
13
Tiga minggu telah berlalu sejak Jennifer makan malam bersama Adam di Lutece.
Dia mencoba melupakannya, tetapi segala-galanya mengingatkannya kembali
pada Adam; kalimat-kalimat tertentu, bagian belakang dari kepala orang
Ahli-ahli hukum mengundangnya untuk apa yang mereka sebut 'makan siang
sambil bersenang-senang', namun dia tidak pernah tertarik. Dia memberikan
kesan kebebasan yang membuat laki-laki merasa ditantang.
Ken Bailey selalu ada di dekatnya, tetapi kenyataan itu pun tidak pula mampu
untuk mengusir rasa sunyi yang dialami Jennifer. Hanya satu orang yang dapat
mengusirnya, sialan benar!
Adam meneleponnya pada pagi hari Senin. "Kupikir, aku ingin coba-coba saja,
kalau-kalau kau kebetulan bebas hari ini dan bisa makan siang bersamaku."
Jennifer sebenarnya tak bebas. Tapi dia berkata, "Tentu aku bebas."
Pada saat dia mendengar suara Adam, dia lupa semua yang
punya hak untuk itu, pikir Jennifer. Kalau bukan karena dia,
"Apakah Adam Warner akan menjadi seorang klien?" Nada suaranya terdengar
terlalu santai. "Tidak, Ken. Kami hanya bersahabat."
Adam dan Jennifer makan di ruang makan yang dindingnya berlapis kayu.
Makanan di situ ditangani oleh seorang juru masak dan seorang pelayan.
Jennifer ingin tahu apakah Adam menyindirnya. Dia merasa sulit untuk
memusatkan perhatiannya pada makanannya.
Dia tahu bahwa dia harus melupakannya, harus berhenti menemuinya. Adam
adalah milik wanita lain.
Malam itu Jennifer pergi dengan Ken Bailey, nonton Two by Two, karya Richard
Rodgers yang terbaru.
dengung suara orang banyak, dan Jennifer menoleh untuk melihat apa yang
terjadi. Sebuah sedan mewah panjang yang berwarna hitam, berhenti di tepi, lalu
seorang pria dan seorang wanita keluar dari mobil itu.
Michael. Dia seakan-akan seorang pahlawan rakyat, yang cukup tampan untuk
menjadi seorang bintang film, dan cukup berani hingga memukau angan setiap
orang.
Jennifer melihat betapa hitamnya mata itu hingga orang Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/
Jennifer tak dapat menikmati pertunjukan itu. Melihat Michael dia teringat akan
kenangan yang benar-benar telah menekan harga dirinya. Jennifer meminta Ken
membawanya pulang setelah pertunjukan yang pertama.
mengajaknya pergi. Dia akan berkata, Terima kasih Adam, tapi aku sibuk sekali.
Tetapi Adam hanya berkata, "Aku harus pergi ke luar negeri untuk beberapa
lamanya."
Jennifer merasa seolah-olah perutnya ditinju. "Ber... berapa lama kau akan
pergi?"
perintah Jennifer pada dirinya sendiri. Dia tadi seharusnya bertanya ke mana
Adam akan pergi. Mungkin saja dia bepergian untuk keperluan bisnis ke suatu
tempat yang gersang, di mana dia tak punya waktu untuk wanita, mungkin di
tengah-tengah padang pasir di mana dia harus bekerja dua puluh empat jam
lamanya.
Dia tentu harus menyinggung soal itu secara santai saja. Apakah kau akan
bepergian jauh? Bisakah kau berbahasa asing? Bila kau ke Paris, tolong bawakan
teh Vervaine
Ken masuk ke kamar kerjanya dan menatapnya. "Kau berbicara sendiri, Jennifer.
Tak apa-apakah kau?"
Tidak. Ingin rasanya Jennifer berteriak. Aku memerlukan dokter. Aku harus
mandi, bersiram air dingin. Aku membutuhkan Adam Warner.
"Sebaiknya kau pergi tidur lebih awal." Dia ingin tahu apakah Adam pergi tidur
lebih awal.
Pater Ryan menelepon. "Aku pergi menjenguk Connie Garret. Katanya kau
mampir beberapa kali."
"Ya." Dia mengunjungi gadis itu untuk mengimbangi rasa bersalahnya karena
dia tak sanggup membantunya. Dia merasa frustrasi.
Jennifer membenamkan dirinya dalam pekerjaan, namun waktu masih juga terus
berjalan lamban. Hampir setiap hari dia berada di ruang sidang dan hampir
setiap malam dia mempelajari ikhtisar-ikhtisar perkara.
Dia tak mau punya waktu untuk berpikir. Tolol aku ini, pikirnya. Seorang yang
benar-benar goblok.
Empat minggu kemudian, Adam baru menelepon. "Aku baru saja kembali,"
katanya. Suaranya membuat hati Jennifer berdebar. "Bagaimana kalau kita
makan siang bersama, di suatu tempat?"
"Baiklah, aku akan senang sekali, Adam." Menurut Jennifer, dia sudah
membawakan kata-kata itu dengan baik. Dia hanya berkata, Baiklah, aku akan
senang sekali, Adam.
"Baiklah."
Lama tempat itu merupakan benteng bagi kaum pria melulu, dan baru-baru ini
saja pintunya terbuka bagi wanita.
Jennifer tiba awal dan diberi tempat duduk. Beberapa menit kemudian Adam
tiba. Jennifer memperhatikan tubuhnya yang jangkung dan langsing itu berjalan
menuju ke tempatnya duduk dan mulutnya tiba-tiba kering. Kulit Adam
kelihatan coklat bekas sengatan matahari, dan Jennifer berpikir apakah angan-
angannya mengenai Adam yang berada di pantai yang penuh dengan gadis-gadis
itu, memang benar. Adam tersenyum pada Jennifer, lalu menggenggam
tangannya, dan Jennifer menyadari bahwa pada saat itu semua pikirannya
mengenai Adam Warner dan laki-laki yang sudah beristri, tidak berlaku lagi. Dia
tak dapat menguasai dirinya lagi. Dia merasa seolah-olah ada orang lain yang
menuntunnya, yang mengatakan padanya apa-apa yang harus dilakukannya. Tak
dapat dia menjelaskan apa yang sedang terjadi atas dirinya, karena dia tak
pernah mengalami hal seperti itu. Mungkin ini bisa disebut ilmu kimia, pikirnya.
Atau sebutlah karma, mungkin pula surga. Yang disadari Jennifer hanyalah
bahwa dia ingin berada dalam pelukan Adam, tak ada yang lain yang pernah di
ngininya lebih daripada itu, selama hidupnya. Sambil memandanginya, Jennifer
membayangkan Adam bercintaan dengannya, mendekapnya, menumpahkan
cintanya pada dirinya, dan Jennifer merasa wajahnya menjadi merah.
kata Adam meminta maaf. "Seorang klien membatalkan janji makan siang."
Diam-diam Jennifer berterima kasih pada klien itu. "Aku membawakan sesuatu
untukmu," kata Adam. Oleh-oleh itu berupa sehelai tutup kepala dari sutra cantik
yang berwarna hijau bercampur keemasan. "Ini dari Milan."
Jadi ke sana dia rupanya. Gadis Itali. "Cantik sekali, Adam, terima kasih."
Indah sekali."
"Aku kurang suka melihat-lihat kota. Teoriku, gereja di suatu tempat sama saja
dengan yang di tempat lain."
Suatu saat Jennifer berpikir, Aku tahu apa yang harus kulakukan. Aku akan
bermain cinta dengan dia. Satu kali saja. Tentu tidak akan senikmat yang
kubayangkan. Dengan begitu aku akan bisa bebas dari dia.
berdekapan dalam suatu pelukan yang tak tampak, sambil saling membelai
dengan penuh napsu. Keduanya tak sadar apa yang mereka makan atau apa yang
mereka katakan.
Napsu yang ada dalam diri mereka adalah napsu yang lain, yang lebih kuat, dan
makin lama makin kuat, hingga keduanya tak dapat lagi menahannya.
"Jennifer...."
Kalau mengenai makan siang itu Jennifer tak bisa mengingat apa pun juga, maka
mengenai kamar yang mereka tempati itu, segalanya bisa di ngatnya. Sampai
bertahun-tahun kemudian pun dia bisa mengingat pemandangan dari situ, warna
tirai jendelanya, alas lantainya, juga setiap gambar serta perabotnya. Dia ingat
suara-suara dari kota, jauh di bawah mereka, yang dibawa angin masuk ke
kamar. Citra tentang petang itu melekat pada dirinya selama sisa hidupnya.
Bayangan itu bagaikan ledakan ajaib dalam gerak lambat yang beraneka warna.
Segala keindahan dan kenikmatan dalam kebersamaannya dengan Adam:
dimulai sejak Adam
menenangkan diri, Adam berkata, "Rasanya baru kali inilah aku benar-benar
hidup."
tertawa nyaring.
"Tahukah kau apa yang telah kukatakan pada diriku sendiri? Bahwa bila aku
sudah merasakan
kebersamaan
denganmu satu kali saja, aku akan bisa melepaskan diri darimu."
memandanginya. "Lalu.....?"
"Aku keliru. Aku merasa seolah-olah kau merupakan sebagian dari diriku. Atau
sekurang-kurangnya," — Dia ragu-ragu sebentar — "sebagian dari dirimu
merupakan sebagian dari diriku."
"Kita akan mencari jalan ke luar," kata Adam. "Hari Senin, Mary Beth akan
berangkat ke Eropa dengan bibinya selama sebulan."
14
Hampir setiap malam Jennifer bersama Adam.
Jennifer yang kecil dan tak nyaman itu, dan pagi harinya dia berkata, "Kita tak
usah bekerja hari ini untuk mencari tempat tinggal yang lebih pantas bagimu."
Mereka berdua pergi mencari apartemen, dan senja harinya Jennifer sudah
menandatangani surat perjanjian sewa-menyewa di sebuah bangunan baru di luar
Sutton Place, yang bernama The Belmont Towers. Di depan gedung itu
terpasang papan pemberitahuan Penuh.
"Lihat saja."
bertingkat dua yang bagus, yang berkamar lima buah dan diperaboti dengan
bagus pula. Itulah apartemen yang termewah yang pernah dilihat Jennifer. Di
lantai atas ada sebuah kamar tidur
besar, lengkap dengan kamar mandi sedang di lantai bawah ada kamar tidur
tamu dengan kamar mandi
tersendiri, dan sebuah ruang tamu, dari mana orang bisa melihat pemandangan
indah dari East River dan dari kota.
"Bukan sekedar suka, aku tergila-gila," seru Jennifer, "tapi ada dua masalahnya,
Sayang. Pertama-tama, aku tidak akan mampu membayarnya. Dan kedua,
kalaupun aku mampu, ini sudah kepunyaan orang lain."
"Ini milik perusahaan kami. Kami menyewakannya pada tamu-tamu VIP kami
yang berkunjung. Mereka akan kusuruh cari tempat yang lain."
"Lalu bagaimana dengan sewanya?"
"Tidak."
Jennifer menggeleng. "Kau tak mengerti, Adam. Aku tak bisa memberimu apa-
apa kecuali diriku sendiri. Dan itu ingin kuberikan dengan cuma-cuma."
membelikan Jennifer sehelai baju tidur yang cantik, lengkap dengan kimononya
di Toko Bonwit Tel er, dan Jennifer membelikan Adam sehelai kemeja merek
Turnbul and Asser.
Mereka membeli perangkat permainan catur di Toko Gimbel dan sebuah lukisan
wanita di Toko Junior dekat Abraham and Straus. Mereka membeli puding plum
di Toko Altman, serta Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Setiap malam setelah pulang kantor, mereka bertemu di apartemen itu dan
membicarakan kejadian-kejadian sehari itu.
"Aku ini tak tahu malu," kata Jennifer pada Adam. "Aku mau melakukan apa
pun juga untukmu."
Adam mendekapnya erat. "Jangan merasa malu."
Tetapi setelah mereka kini mengadakan hubungan suami-istri, mereka tak berani
muncul bersama di hadapan umum, maka mereka pergi ke tempat-tempat di
mana mereka tidak akan bertemu dengan teman-teman mereka: di restoran-
restoran keluarga yang kecil di pusat kota, atau nonton konser musik ruangan di
sekolah musik di Third Street. Mereka pergi nonton sandiwara baru di Omni
Theatre Club di 18th Street, dan mereka makan begitu banyak hingga mereka
memantangkan makanan Italia selama sebulan. Sayangnya waktu kita tak sampai
sebulan lagi, pikir Jennifer. Empat belas hari lagi Mary Beth sudah akan
kembali.
mendengarkan jazz malam hari di daerah Vil age, dan mengintip ke etalase toko-
toko seni.
Adam suka olahraga. Jennifer diajaknya nonton regu Knicks main, dan Jennifer
jadi demikian terbawa oleh permainan itu, hingga dia menyoraki pemain sampai
serak.
Pada hari Minggu mereka bermalas-malasan, mereka makan pagi dengan masih
mengenakan kimono, membaca berita perdagangan dari surat kabar Times,
mendengarkan lonceng gereja berdentangan di seberang Manhattan, setiap
dentangnya bagaikan memanjatkan doa.
Jennifer melihat pada Adam yang sedang asyik mengisi teka-teki silang, dan
berpikir: Panjatkanlah doa bagiku. Dia tahu bahwa apa yang sedang
dilakukannya itu salah. Dia tahu bahwa itu tidak akan bertahan terus. Namun,
dia tak pernah mengecap kebahagiaan dan kenikmatan hidup demikian besarnya.
Orang-orang yang sedang bercinta hidup dalam dunia tersendiri, di mana setiap
rasa diagungkan, dan kesenangan yang sedang dirasakan Jennifer dengan Adam
sekarang ini, sama nilainya dengan apa pun juga yang harus dibayarnya
kemudian hari. Dan Jennifer menyadari bahwa dia harus membayar.
Waktu menunjukkan segi kehidupan yang lain. Selama ini, hidup Jennifer diukur
dengan jam dan
Adam menyimpan beberapa setel pakaian di apartemen itu, dan malam hari dia
lebih banyak menghabiskan waktunya bersama Jennifer. Jennifer berbaring di
sampingnya, memperhatikan Adam sampai laki-laki itu tertidur, dan dia sendiri
menahan kantuknya selama mungkin, karena dia takut akan kehilangan satu saat
saja dari kebersamaan mereka.
Akhirnya, bila Jennifer tak dapat lagi menahan matanya, dia akan menyandarkan
dirinya ke lengan Adam dan tidur dengan perasaan puas dan aman. Penyakit tak
bisa tidur yang begitu lama di dap Jennifer, kini sudah hilang. Setan malam apa
pun yang menyiksanya dulu, kini telah lenyap. Bila dia menggolekkan dirinya
dalam pelukan Adam, dia langsung merasa aman.
Kalau sedang berada dalam apartemen mereka, dia senang sekali memakai
kemeja Adam, dan malam hari dia memakai piyama Adam. Bila dia masih
berada di tempat tidur pagi hari, sedang Adam sudah pergi, Jennifer akan
berguling ke sisi tempat Adam tidur. Dia suka mencium bekas bau tubuh Adam
yang hangat.
Rasanya semua lagu-lagu cinta populer yang didengarnya, ditulis khusus untuk
Adam dan dirinya, dan Jennifer berpikir, Seniman Noel Coward memang benar.
Sungguh
Sungguh suatu keajaiban. Lalu ada lagi satu keajaiban yang mereka nikmati
bersama: mereka bisa tertawa.
Jennifer makin lama makin cinta pada Adam, suatu hal yang rasanya tak
mungkin terjadi. Dia ingin agar apa yang mereka miliki bersama, tidak akan
berakhir. Tetapi dia tahu bahwa itu akan berakhir juga. Baru kali inilah selama
hidupnya dia percaya akan takhyul. Adam suka minum semacam kopi Kenya
dengan rasa tertentu. Beberapa hari sekali Jennifer membeli sedikit.
Salah satu hal yang ditakuti Jennifer adalah kalau-kalau sesuatu akan terjadi atas
diri Adam, kalau dia sedang bepergian, dan bahwa dia baru akan tahu setelah
membaca tentang kejadian itu, atau mendengarnya dari acara pembacaan berita.
Dia tak pernah menceritakan ketakutannya itu pada Adam.
Bila Adam akan datang kemalaman, dia akan meninggalkan surat-surat pendek
di mana-mana dalam apartemen itu, yang akan ditemukan Jennifer tanpa
disangkanya. Mungkin dia menemukannya dalam kotak tempat roti, atau di
lemari es, atau dalam sepatunya. Surat-surat itu amat menyenangkan Jennifer
dan dia menyimpannya semua.
Sisa-sisa hari yang masih memungkinkan mereka bersama berlalu cepat dengan
segala kegiatan mereka yang penuh dengan kegembiraan. Akhirnya tibalah
malam hari menjelang pulangnya Mary Beth. Jennifer dan Adam makan malam
di apartemennya, mendengarkan musik dan bermain cinta.
Sepanjang malam itu Jennifer terbaring saja tanpa bisa tidur sambil memeluk
Adam terus. Dia terus mengingat-ingat kebahagiaan yang mereka nikmati
bersama.
Waktu mereka sedang sarapan, Adam berkata, "Apa pun yang terjadi, aku ingin
kau tahu satu hal ..... kaulah satusatunya wanita yang kucintai dengan
setulusnya."
15
Obat penghilang rasa sakit itu adalah kerja, dan Jennifer membenamkan diri
sepenuhnya dalam pekerjaan, hingga dia tak punya waktu untuk berpikir.
Dia menjadi sasaran empuk pers, dan keberhasilannya dalam ruang sidang selalu
disebarluaskan. Klien-klien berdatangan padanya, demikian banyaknya hingga
tak tertangani, dan walaupun perhatian khusus Jennifer adalah pada bidang
hukum kriminal, atas anjuran Ken dia juga mulai menerima perkara-perkara lain.
Jennifer dan Ken pindah lagi, kali ini ke sebuah gedung perkantoran yang luas di
Park Avenue. Jennifer
mempekerjakan dua orang ahli hukum muda yang cerdas-cerdas, Dan Martin
dan Ted Harris, keduanya bekas staf Robert Di Silva, dan dua orang sekretaris
lagi.
Ted Harris adalah seorang anak muda yang kurus kecil dan pemalu. Dia
memakai kaca mata yang kacanya setebal botol dan sangat pintar.
"Dia sebenarnya seorang suami dan ayah yang baik, tapi lakilaki malang itu
mendapat tekanan begitu hebat, hingga dia kadang-kadang minum terlalu
banyak."
Jennifer hanya bisa tersenyum. Kalau menurut Pater Ryan, tak seorang pun dari
warga parokinya yang bersalah, dan satu-satunya keinginannya adalah
membebaskan mereka dari kesulitan yang mereka timbulkan sendiri, gara-gara
kecerobohan mereka. Jennifer bisa memahami imam itu, karena pada dasarnya
dia pun berperasaan demikian pula.
kepolisian, tak satu alat penyelidik elektronik pun yang di zinkan oleh pihak
penguasa, tetapi sekali-sekali seorang alat negara atau seorang detektif muda
yang terlalu bersemangat, memasang alat penyadap secara tak sah, dengan
harapan untuk mendapatkan informasi. Michael adalah orang yang waspada.
Kantor dan rumahnya setiap pagi dan malam selalu disapu dengan cara begitu.
Dia menyadari bahwa dia adalah sasaran utama bagi beberapa badan hukum,
namun dia tidak merasa kuatir. Dia tahu apa yang mereka lakukan, tetapi mereka
tak tahu apa yang dia lakukan, dan kalaupun mereka tahu, mereka tak dapat
membuktikannya.
Pada suatu malam Nick Vito berkata, "Ya Tuhan, Bos, bagaimana kalau keparat-
keparat itu sampai berhasil menggali sesuatu?"
Sekali seminggu Adam dan Jennifer bertemu untuk makan siang, dan hal itu
merupakan siksaan bagi mereka berdua, karena mereka tak bisa tetap berduaan
saja, tak bisa mendapatkan ketenangan berduaan saja. Mereka berbicara
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Aku juga benci." Tetapi pikiran akan kehilangan Adam membuat Jennifer takut.
Ruang sidang merupakan sekolahnya dan dia belajar dengan baik. Suatu sidang
adalah suatu permainan yang dimainkan dalam batas-batas peraturan yang kaku,
di mana pemain yang lebih baiklah yang menang, dan Jennifer bertekad untuk
menjadi pemain yang terbaik itu.
Jennifer mencari anggota juri yang mengenakan sepatu yang enak dipakai,
karena orang itu lebih cenderung mempunyai sifat yang mudah diajak
bermusyawarah.
Jennifer mempelajari tentang siasat, rencana keseluruhan dari suatu sidang, dan
mengenai taktik, gerak-gerik pertempuran dari hari ke hari. Dia jadi ahli dalam
mengambil hati hakim.
ingatannya, hingga dia bisa mengingat nama-nama para juri, umpamanya: Smith
— seorang laki-laki berotot yang sanggup menangani kapak besar; Helm —
laki-laki yang mengemudikan kapal; Newman — seorang bayi yang baru lahir.
Sidang biasanya di stirahatkan pukul empat sore, dan bila Jennifer sedang
bertanya-jawab dengan seorang saksi sebelum waktu istirahat itu, dia akan
memperlambat jalannya tanya-jawab sampai beberapa menit sebelum pukul
empat, untuk kemudian menghantam saksi itu dengan pukulan kata-katanya,
hingga bisa meninggalkan kesan kuat dan tangguh atas diri juri.
Dia jadi pandai membaca bagian tubuh seseorang, bila seorang saksi di mimbar
sedang berbohong, akan tampaklah beberapa gerak tubuh tertentu: menggosok-
gosok dagu, mengatupkan bibir erat-erat, menutupi mulut dengan tangan,
menarik-narik daun telinga, atau melicinkan rambut. Jennifer jadi ahli dalam
membaca gerak-gerik itu, dan dia pun lalu mengambil langkah yang mematikan.
Jennifer tahu bahwa bagi seorang wanita adalah tidak menguntungkan menjadi
seorang pembela dalam perkara kriminal. Dia bekerja dalam wilayah khusus
untuk laki-laki.
Baru sedikit sekali pembela wanita dalam bidang kriminal, dan beberapa orang
pembela laki-laki membenci Jennifer.
Pada suatu hari Jennifer menemukan secarik kertas tertempel pada tas kerjanya,
bertulisan: Ahli-ahli hukum wanita merupakan obat pencahar yang terbaik.
Sebagai balasannya, Cynthia memasang kertas di meja tulisnya dengan tulisan:
Tempat bagi seorang wanita adalah di rumah... dan dalam senat.
lakian, tetapi dia tak mau. Namun dia juga menjaga agar caranya berpakaian
tidak sampai menimbulkan rasa iri pada anggota juri yang wanita, meskipun dia
tetap menampilkan kewanitaannya, untuk tidak memberikan kesan pada kaum
laki-laki bahwa dia seorang lesbian. Suatu saat, Jennifer mungkin akan
menertawakan pertimbangan semacam itu.
Tetapi dalam ruang sidang hal itu merupakan kenyataan paling keras. Karena dia
sudah memasuki dunia laki-laki, maka dia harus bekerja dua kali lebih berat dan
dua kali lebih baik daripada saingan-saingannya. Jennifer jadi tahu bahwa dia
tidak hanya harus mempersiapkan perkaranya sendiri dengan sebaik-baiknya,
tetapi dia juga harus mempelajari perkara lawannnya dengan baik. Dia berbaring
di tempat tidurnya malam hari, atau duduk di meja tulisnya di kantor dan
membayangkan siasat lawannya. Apa yang akan dilakukannya seandainya dia
berada di pihak lawan? Kejutan apa yang akan dibuatnya? Dia adalah seorang
jenderal, yang merencanakan pertempuran yang mematikan di kedua belah
pihak.
Cynthia berbicara melalui intercom. "Ada seorang laki-laki di saluran tiga yang
ingin berbicara dengan Anda. Tapi dia tak mau memberitahukan namanya atau
mengatakan pada saya mengenai hal apa."
Enam bulan yang lalu, Cynthia pasti sudah menolak laki-laki itu. Tetapi Jennifer
mengajarnya supaya tak pernah menolak siapa pun juga.
"Benar."
"Saya mengerti."
"Keluarga teman saya itu mengurungnya di rumah sakit jiwa. Padahal dia waras.
Itu merupakan komplotan. Para penguasa pun ikut campur tangan."
Laki-laki itu berkata lagi, "Wanita itu kaya dan keluarganya mengejar uangnya."
"Mereka mungkin akan mengurung saya juga, bila mereka tahu bahwa saya
membantu teman saya itu. Itu bisa membahayakan saya, Nona Parker."
"Saya rasa saya tak bisa berbuat apa-apa, tapi bisa saya sarankan supaya Anda
mencari seorang dokter ahli penyakit jiwa untuk membantu teman Anda itu”
"Anda tak mengerti. Semua orang sudah campur tangan dalam hal itu."
"Tak ada yang dapat saya — atau begini saja. Coba beri saya nama dan alamat
teman Anda itu dan bila ada kesempatan, akan saya lihat."
Lama keadaan sepi. Akhirnya laki-laki itu berkata, “tapi ingat ini harus
dirahasiakan."
Jennifer ingin laki-laki itu berhenti berbicara. Kliennya yang pertama sudah
menunggu di ruang tunggu. "Akan saya ingat."
"Cooper. Helen Cooper. Dia mempunyai sebidang tanah milik di Long Island,
tapi mereka telah
merampasnya."
Terdengar bunyi gagang telepon diletakkan dan hubungan pun terputus. Jennifer
melemparkan catatan tadi ke keranjang sampah.
Dia berpandangan dengan Cynthia. "Keras benar dunia di luar sana," kata
Cynthia. "Nona Marshal menunggu, dia ingin berbicara dengan Anda."
Jennifer sudah pula berbicara dengan Ken Bailey tentang hal itu. "Kita
memerlukan informasi tentang Curtis Randal III.
Dia tinggal di New York, tapi kudengar dia sering berada di Palm Beach. Aku
ingin tahu latar belakangnya, dan apakah dia pernah meniduri seorang gadis
bernama Lorretta Marshal ."
Sudah diberikannya pada Ken nama hotel-hotel di Palm Beach yang diberikan
wanita itu padanya. Dua hari kemudian Ken Bailey melapor kembali.
"Kurasa tidak."
"Apa masalahnya?"
"Masalahnya klien kita itu. Dia suka tidur dengan siapa saja tanpa pilih bulu."
"Maksudnya, ayah bayi itu bisa siapa saja di antara jumlah yang banyak itu?"
"Maksudku bisa saja salah seorang dari sepat uli dunia ini."
"Apakah ada di antara yang lain-lain itu yang cukup kaya untuk mampu
menanggung biaya seorang bayi?"
"Yah, banyak di antaranya cukup kaya, tapi yang terkaya memang Curtis Randal
III."
"Tentu saja saya tak punya bukti bahwa Curtis adalah ayah Melanie," katanya
sambil tersenyum malu. "Curtis bukan satusatunya laki-laki yang meniduri
saya."
"Lalu apa yang membuat Anda berpikir bahwa dialah ayah anak Anda itu, Nona
Marshall?"
Memang sulit menjelaskannya, tetapi saya bahkan tahu saat Melanie menjadi
janin. Seorang wanita kadang-kadang bisa merasakannya."
Mungkin, sifatnya yang itulah yang merupakan daya tarik khusus bagi laki-laki.
"Apakah Anda mencintai Curtis Randal ?"
"Oh ya. Dan Curtis mengatakan bahwa dia juga mencintai saya. Sekarang saya
tentu tak yakin lagi, apakah dia masih mencintai saya, setelah semua kejadian
ini."
Bila kau mencintainya, pikir Jennifer keheranan, bagaimana kau bisa tidur
dengan semua laki-laki yang lain itu? Jawabnya mungkin terletak pada wajah
murung yang biasa-biasa saja itu, serta potongan badan yang tak istimewa.
"Bisakah Anda membantu saya, Nona Parker?" "Perkara menuntut orang sebagai
ayah selalu sulit," kata Jennifer dengan berhati-hati. "Pada saya ada daftar
panjang nama lakilaki yang jumlahnya belasan orang, yang pernah menjadi
teman tidur Anda dalam tahun lalu. Mungkin masih ada yang lain lagi. Kalau
saya saja mempunyai daftar seperti itu, pasti pembela Curtis Randal pun punya
juga."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Tes darah itu hanya boleh diajukan sebagai barang bukti, untuk membuktikan
bahwa si terdakwa bukan ayahnya. Tes semacam itu tidak bisa menjadi dasar
yang sah."
Perkara tuntutan sebagai ayah memang sulit. Bahkan kadang-kadang kacau dan
menjengkelkan. Pembela terdakwa pasti akan berusaha untuk
menghancurkannya bila perempuan ini disuruh mengambil tempat di mimbar.
Mereka akan
Sebaliknya, dia merasa percaya pada Lorretta Marshal . Dia bukan bangsanya
wanita pencari keuntungan yang ingin memeras bekas pacarnya, Gadis itu yakin
benar bahwa Curtis Randall adalah ayah anaknya. Jennifer lalu mengambil
keputusan.
Jennifer mengatur suatu pertemuan dengan Roger Davis, ahli hukum yang
membela Curtis Randall. Davis adalah seorang partner dalam suatu perusahaan
pengacara besar di Wal Street, dan betapa penting kedudukannya dalam
perusahaan itu dilihat dari luas dan bagusnya ruangan yang ditempatinya. Dia
sombong dan angkuh, dan Jennifer membencinya pada pandangan pertama itu.
"Apa yang dapat saya bantu?" tanya Roger Davis.
"Sebagaimana yang sudah saya jelaskan melalui telepon, saya datang untuk
kepentingan Lorretta Marshal ."
"Jadi?"
"Dia telah meminta bantuan saya untuk mengajukan tuntutan terhadap Tuan
Curtis Randal III, sebagai ayah. Saya lebih suka untuk tidak melakukannya."
Jennifer menahan rasa marahnya. "Kami tak ingin menyeret nama klien Anda ke
pengadilan. Karena saya yakin Anda pun tahu bahwa perkara semacam ini bisa
menodai nama. Oleh karenanya, kami bersedia mengadakan sesuatu perjanjian
yang adil di luar pengadilan."
Roger Davis tersenyum mengejek pada Jennifer. "Saya tahu Anda tentu mau
mengusulkannya. Karena Anda tak punya dasar hukumnya. Sama sekali tidak."
Klien Anda adalah seorang pelacur. Dia mau tidur dengan semua makhluk yang
bergerak. Saya punya daftar nama lakilaki yang menidurinya. Daftar itu
sepanjang lengan saya ini.
Apakah Anda pikir bahwa klien saya yang akan menjadi korban? Klien Andalah
yang akan hancur. Kalau tak salah dia seorang guru. Kelak, bila saya sudah
selesai menanganinya, dia tidak akan bisa mengajar lagi di mana pun juga
seumur hidupnya. Dan akan saya katakan satu hal lagi. Randall juga percaya
bahwa dialah ayah bayi itu. Tapi Anda tidak akan pernah bisa membuktikannya
sampai kapan pun."
"Kami berpendapat bahwa klien Anda bisa saja dihamili oleh siapa pun juga,
termasuk oleh orang yang serendah-rendahnya sekalipun. Anda ingin membuat
perjanjian? Baiklah.
Tapi baik saya katakan apa yang akan kami lakukan. Kami akan membelikan
Anda pil antihamil, supaya hal itu tidak terjadi lagi."
katanya, "pidato singkat Anda itu akan membuat klien Anda harus membayar
setengah juta dolar."
Ken Bailey yang dibantu oleh tiga orang asisten pun tak mampu menggali apa-
apa untuk menjatuhkan Curtis Randal III. Dia seorang duda, seorang tokoh yang
berdiri tegak bagaikan tonggak bersih dalam masyarakat, dan dia jarang sekali
terlibat dalam peristiwa seks.
"Si Keparat itu sesuci orang yang dilahirkan kembali," keluh Ken Bailey.
Mereka duduk di ruang pertemuan tengah malam, yailu malam menjelang sidang
yang akan menentukan supaya seorang ayah membiayai anaknya. "Aku telah
berbicara dengan salah seorang pengacara di kantor Davis,
“Mengapa kau mau begitu bersusah payah untuk kasus itu?" tanya Dan Martin.
"Aku tidak akan menilai kehidupan seks-nya, Dan. Dia yakin bahwa Curtis
Randall adalah ayah bayinya. Maksudku, dia betul-betul yakin. Yang di ngininya
adalah uang untuk bayinya
— tak satu sen pun untuk dirinya sendiri. Kurasa dia pantas dibela di
pengadilan."
"Kami bukannya memikirkan dia," sahut Ken. "Kami memikirkan kau. Kau
sudah terkenal. Semua orang
memperhatikan kau. Kurasa perkara ini tak mungkin dimenangkan. Maka itu
akan menodai namamu."
Jalannya sidang bahkan lebih buruk daripada yang diramalkan Ken Bailey.
Jennifer telah menyuruh Lorretta Marshal membawa bayinya ke ruang sidang,
tapi kini Jennifer bertanya sendiri apakah dia tidak membuat kesalahan taktik.
Jennifer duduk saja tanpa bisa berbuat apa-apa, sementara Roger Davis
mengajukan saksi-saksi secara bergantian ke mimbar, dan memaksa mereka satu
demi satu untuk mengakui bahwa mereka sudah pernah tidur dengan Lorretta
Marshal . Jennifer tak berani menanyai mereka. Mereka adalah korban, dan
mereka memberikan kesaksian di muka umum hanya karena dipaksa. Jennifer
tak dapat berbuat apaapa, kecuali duduk saja, sementara nama kliennya dikotori
habis-habisan. Diperhatikannya wajah para juri dan dilihatnya bahwa rasa
kebencian mereka makin lama makin bertambah. Roger Davis pandai sekali, dia
tak mau menuding Lorretta Marshal sebagai pelacur. Dia tak perlu berbuat
demikian. Orang-orang yang di mimbar itu yang melakukan untuknya.
Curtis Randal III duduk di meja tertuduh. Dia seolah-olah merupakan orang
pilihan dari seorang sutradara. Dia seorang Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/
laki-laki yang masih kelihatan bergaya dalam umurnya yang sudah mendekati
enam puluh tahun, dengan rambut yang sudah banyak beruban, raut muka yang
teratur, dan kulitnya berwarna coklat karena sengatan matahari. Dia keturunan
keluarga yang berlatar belakang orang-orang terkenal dalam masyarakat,
menjadi anggota perkumpulan-perkumpulan yang baik, kaya dan berhasil.
Jennifer bisa merasakan seolah-olah anggota-anggota juri yang wanita membuka
pakaian laki laki itu dalam hati mereka.
Pasti, pikir Jennifer. Mereka berpikir bahwa merekalah yang pantas tidur
bersama pangeran menarik itu, dan bukan wanita jelek yang duduk dalam ruang
sidang dengan memangku bayi berumur sepuluh bulan itu.
samasekali tidak ada kesamaan dengan ayahnya. Bahkan sebenarnya tidak pula
dengan ibunya. Bisa saja dia bayi orang lain.
Seolah-olah membaca pikiran Jennifer itu, Roger Davis berkata pada juri, "Itu
mereka duduk, Tuan-tuan dan Nyonya-nyonya, ibu dan anak. Ya. Tapi anak
siapa? Anda telah melihat Tertuduh. Saya mau menantang siapa saja dalam
ruang sidang inil yang bisa menunjukkan satu saja kesamaan antara Tertuduh
dengan bayi ini. Bila klien saya adalah ayah anak ini, pasti ada suatu tanda
sekecil apa pun sesuatu di mata mereka, atau di hidung, atau dagu. Mana
persamaan itu? Tak ada bukan? Dan alasannya sederhana sekali. Tertuduh bukan
ayah anak ini. Tidak, saya kuatir sekali bahwa yang sedang kita hadapi sekarang
adalah suatu contoh klasik dari seorang perempuan liar yang ceroboh, yang
menjadi hamil, lalu melihat-lihat pacarnya yang mana yang kira-kira bisa
membiayai hidupnya."
Suaranya menjadi halus. "Yah, tak seorang pun di antara kita di sini boleh
menudingnya. Apa yang ingin dilakukan Loretta Marshal dalam kehidupan
pribadinya adalah urusannya sendiri. Kenyataan bahwa dia adalah seorang guru,
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dan dengan demikian bisa mempengaruhi pikiran anak-anak kecil, yah, itu pun
bukan hak saya untuk memutuskannya.
Saya berdiri di sini bukan hendak berceramah tentang moral; saya di sini sekedar
melindungi kepentingan-kepentingan seorang pria yang tak bersalah”.
Jennifer memperhatikan para anggota juri, dan hatinya luruh melihat bahwa
semuanya berada di pihak Curtis Randal .
Jennifer tetap percaya pada Lorretta Marshall. Kalau saja bayi itu serupa dengan
ayahnya! Roger Davis memang benar.
Sama sekali tak ada persamaannya. Dan Davis telah berusaha agar juri
menyadari hal itu.
Jennifer menunjuk pada bayi itu. "Kalau begitu apakah Melanie satu-satunya....”
"Keberatan!"
"Anda adalah ketua dewan direksi dalam perusahaan Anda sendiri bukan, Tuan
Randal ?"
"Benar."
"Tak pernahkah Anda berharap untuk mempunyai seorang anak laki-laki yang
akan melanjutkan nama Anda?"
"Maaf, Yang Mulia." Jennifer berbalik kembali pada Curtis Randall. "Tuan
Randall, apakah Anda biasa mengambil wanita-wanita yang tidak Anda kenal,
lalu membawanya ke hotel?"
"Tidakkah Anda mula-mula bertemu dengan Lorretta Marshal di sebuah bar, lalu
membawanya ke sebuah kamar di hotel?"
Lidah laki-laki itu menjilat bibirnya lagi. "Benar.... tapi itu hanya.... kebutuhan
seks saja."
Jennifer memperhatikan gerak itu, dia terpesona melihat lidah itu bergerak-gerak
menjilati bibirnya Tiba-tiba pikirannya dipenuhi oleh suatu harapan yang masih
samar. Kini dia tahu apa yang harus dilakukannya. Dia harus menanyai orang itu
terus-menerus. Namun dia harus berhati-hati supaya juri tidak sampai bersikap
memusuhinya.
"Berapa banyak wanita yang pernah Anda ajak pergi dari bar?"
Roger Davis melompat bangkit. "Tak ada hubungannya, Yang Mulia. Dan saya
berkeberatan dengan pertanyaan-pertanyaan semacam itu. Hanya Lorretta
Marshal -lah satusatunya wanita yang terlibat dalam perkara ini. Kita sudah tahu
bahwa Tertuduh memang sudah mengadakan hubungan suami-istri dengan
wanita itu. Kecuali itu, kehidupan pribadinya tak ada hubungannya dalam ruang
sidang ini."
"Saya tidak sependapat, Yang Mulia. Bila Tertuduh adalah semacam laki-laki
yang....”
Jennifer mengangkat bahunya. "Baik, Yang Mulia." Dia berpaling lagi pada
Curtis Randal . “Mari kita ingat kembali malam hari Anda mengajak Lorretta
Marshal pergi dari bar.
"Saya.... saya tak ingat. Saya belum pernah ke sana sebelum itu."
"Bar itu adalah bar yang biasanya didatangi oleh orang-orang seorang diri,
bukan?"
"Nah, supaya Anda tahu, Bar The Play Pen itu sejak dulu adalah bar untuk
orang-orang seorang diri. Tempat itu terkenal menjadi tempat jemputan wanita-
wanita, suatu tempat pertemuan antara laki-laki dan wanita untuk kemudian
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pergi tidur bersama. Bukankah untuk itu Anda pergi ke sana, Tuan Randall?"
"Ingatkah Anda tanggal pertemuan Anda yang pertama dengan Lorretta Marshal
di bar itu?"
Jennifer berjalan kembali ke meja saksi. "Waktu itu tanggal sepuluh Januari,
Tuan Randal ."
Selama lima belas menit berikutnya, Jennifer terus menanyai Curtis Randal .
Tanya-jawab itu berjalan lancar, namun tak gencar, dan Roger Davis tidak
menyela karena dia melihat bahwa Jennifer tidak mendapatkan perhatian para
juri, yang mulai tampak bosan.
Jennifer bercakap terus sambil mengawasi Ken Bailey dari sudut matanya. Di
tengah-tengah suatu pertanyaan, Jennifer melihat Ken bergegas masuk ke ruang
sidang dengan membawa sebuah bungkusan kecil.
Hakim melihat pada jam di dinding. "Karena sekarang sudah hampir waktu
makan siang, sidang ditunda sampai jam setengah dua."
Pukul setengah dua sidang mulai berjalan lagi Jenntfer menyuruh Lorretta
Marshal pindah duduk ke tempat yang lebih dekat dengan tempat juri dengan
bayi di pangkuannya.
Hakim berkata, "Tuan Randall, Anda masih dalam keadaan di bawah sumpah.
Anda tidak akan disumpah lagi. Silakan mengambil tempat di mimbar."
Jennifer memperhatikan Curtis Randal yang duduk di mimbar saksi. Dia berjalan
mendekatinya dan bertanya,
"Maaf, Yang Mulia," kata Jennifer dengan kesal. Ia memandang pada Curtis
Randall, dan melihat bahwa dia telah berhasil mendapatkan apa yang di
ngininya. Dia sedang menjilat-jilat bibirnya dengan gugup. Jennifer menoleh ke
Lorretta Marshal dan bayinya. Bayi itu sedang menjilati bibirnya pula. Jennifer
berjalan perlahan-lahan ke arah bayi itu, lalu berdiri lama-lama di depannya
untuk memusatkan perhatian juri ke arah itu.
Dua belas pasang mata terpusat pada Curtis Randal . Lakilaki itu duduk sambil
menjilati bibir bawahnya, dan tiba-tiba Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tak ada lagi yang dapat menyangkal persamaan antara keduanya. Terlupakanlah
kenyataan bahwa Lorretta Marshal telah ditiduri oleh belasan laki-laki lain.
Orang lupa akan kenyataan bahwa Curtis Randal itu bagaikan tonggak lambang
kesempurnaan dalam masyarakat.
"Soal bibir itu. Itulah yang membuat juri memihak Anda, cara bayi itu menjilat-
jilat bibirnya itu. Bisakah Anda menjelaskannya?"
"Sebenarnya," kata Jennifer dengan anggun, "bisa saja. Itulah yang disebut sifat
keturunan." Dan dia pergi.
Jennifer dan Ken Bailey membuang botol bekas sirup dalam perjalanan mereka
pulang ke kantor
Boleh dikatakan sejak semula Adam Warner sudah tahu bahwa perkawinannya
dengan Mary Beth merupakan suatu kekeliruan. Dia telah bertindak tanpa
pertimbangan dan bercita-cita terlalu muluk mencoba melindungi seorang gadis
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
yang kelihatannya sangat menderita dan sangat peka terhadap segala kejahatan
di dunia.
Adam mau mengorbankan apa saja asalkan tidak menyakiti Mary Beth, tetapi
cintanya pada Jennifer sangat mendalam.
Dia membutuhkan seseorang yang dapat diajak berbicara, dan pilihannya jatuh
pada Stewart Needham. Stewart selalu bersikap penuh perhatian padanya. Dia
akan mengerti kedudukan Adam.
Ternyata bahwa pertemuan dengan Stewart sangat lain sifatnya daripada yang
direncanakan Adam. Waktu Adam memasuki kantor Stewart Needham, pria itu
berkata, "Tepat sekali saatnya. Aku baru saja selesai berbicara melalui telepon
dengan panitia pemilihan. Mereka akan meminta dengan resmi padamu supaya
bersedia berkampanye untuk keanggotaan Senat Amerika Serikat. Kau akan
mendapat dukungan penuh dari partai."
suatu panitia pengumpulan dana. Kurasa kita harus mulai dari situ...."
Setelah mereka selesai, Adam berkata, "Stewart, ada sesuatu yang bersifat
pribadi yang ingin kubicarakan denganmu."
Needham sudah tahu sejak semula apa yang ada dalam pikiran Adam.
Dan Jennifer yakin bahwa itu benar. Adam cerdas dan penuh
selesai membereskannya.
"Mereka minta agar aku segera mengumumkan bahwa aku akan mencalonkan
diri. Aku harus mendapatkan dukungan penuh dari partai."
"Bagus sekali."
Ada sesuatu yang tidak bagus yang mengganggu pikiran Jennifer. Sesuatu yang
tak mau dia mengucapkannya, tapi dia tahu bahwa cepat atau lambat dia akan
harus
Malam itu pertama kalinya sejak dia jatuh cinta pada Adam, Jennifer tak bisa
tidur. Dia tak tidur sampai subuh, berjuang melawan hantu-hantu malam.
Cynthia berkata, "Ada telepon menunggu Anda. Dari makhluk penghuni Mars
dulu itu lagi."
"Maksud saya, orang yang bercerita tentang rumah sakit gila itu."
Jennifer sudah lupa sama sekali pada laki-laki itu. Agaknya dia benar-benar
memerlukan bantuan seorang dokter ahli penyakit jiwa.
Suara yang sudah dikenalnya, berkata, "Adakah Anda selidiki tentang informasi
yang saya berikan dulu?"
"Saya belum sempat." Dia ingat bahwa catatan yang telah dibuatnya dulu sudah
dibuangnya. "Saya ingin membantu Anda. Dapatkah Anda menyebutkan nama
Anda?"
"Tak bisa," bisik laki-laki itu. "Orang-orang itu akan mengejar saya juga. Tolong
selidiki saja. Helen Cooper. Long Island."
"Saya bisa memberi tahu Anda seorang dokter yang....” Hubungan terputus.
Jennifer masih tetap duduk sebentar, berpikir, lalu meminta Ken Bailey datang
ke kamar kerjanya.
"Kurasa... tak apa-apa. Aku beberapa kali menerima telepon aneh dari seseorang
yang tak mau menyebutkan namanya. Maukah kau menolong mencari tahu
tentang seorang wanita yang bernamai Helen Cooper? Katanya dia memiliki
sebidang tanah yang luas di Long Island."
Ken adalah seorang detektif paling ulung yang pernah dikenalnya. Dia tak
pernah mengatakan sesuatu bila dia belum meyakininya, dan dia tidak pernah
salah dalam menyatakan pendapatnya.
Helen Cooper adalah janda seorang bangsawan yang telah diwarisi kekayaan
besar senilai empat juta dolar oleh almarhum suaminya. Putrinya menikah
dengan pengawas bangunan tempat mereka tinggal, dan enam bulan setelah
pernikahan itu, kedua mempelai itu pergi ke pengadilan untuk meminta agar ibu
itu dinyatakan tak waras, dan supaya tanah miliknya dinyatakan berada di bawah
pengawasan mereka.
Mereka telah mendapatkan tiga orang dokter ahli penyakit jiwa yang
membuktikan ketidakwarasan Helen Cooper, dan pengadilan lalu
memerintahkan agar dia dimasukkan ke rumah sakit jiwa.
Itu suatu pertanyaan yang sulit. Jennifer tak tahu siapa yang akan menjadi
kliennya. Bila keluarga Nyonya Cooper sudah mengusahakan supaya dia
dikurung, mereka pasti tidak akan menyambut baik campur tangan Jennifer, dan
karena wanita itu sendiri telah dinyatakan tak waras, dia tentu tak berhak
meminta bantuan hukum dari Jennifer. Sungguh menarik persoalan itu. Satu hal
yang sudah diketahui Jennifer dengan pasti: ada atau tak ada klien, dia tidak
akan tinggal Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diam dan melihat seseorang dimasukkan ke rumah sakit jiwa dengan paksa.
Pemimpin rumah sakit itu, Nyonya Franklin, adalah seorang wanita yang berhati
keras dan berwajah keras pula, yang mengingatkan Jennifer akan Nyonya
Danvers, tokoh dalam cerita Rebecca.
"Kalau menurut aturan sebenarnya," dengus Nyonya Franklin, "saya tak boleh
mengizinkan Anda berbicara dengan Nyonya Cooper. Tapi kita anggap saja ini
suatu kunjungan tak resmi. Ini tidak akan dilaporkan."
"Terima kasih."
Helen Cooper adalah seorang wanita yang berparas menarik, yang berumur
hampir tujuh puluh tahun. Matanya yang biru dan hidup memancarkan
kecerdasan, dan dia anggun sekali, seolah-olah dia sedang menerima Jennifer di
rumahnya sendiri.
"Anda baik sekali mau mengunjungi saya," kata Nyonya Cooper, "tapi saya tak
tahu maksud kedatangan Anda."
"Saya seorang pengacara, Nyonya Cooper. Dua kali saya menerima telepon dari
orang yang tak mau menyebutkan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
namanya, yang mengatakan bahwa Anda berada di sini, dan bahwa sebenarnya
Anda tak pantas berada di sini."
"Albert?"
"Dia adalah pelayan kepala di rumah kami selama dua puluh lima tahun. Waktu
anak saya, Dorothy, menikah, dia dipecat." Wanita itu mendesah. "Kasihan
Albert. Dia benar-benar seseorang dari masa lalu, di dunia yang lain. Saya rasa,
saya pun demikian pula. Anda masih sangat muda, Nona manis, Anda mungkin
tidak melihat betapa besarnya perubahan yang telah terjadi. Tahukah Anda apa
yang tak ada lagi sekarang ini? Keanggunan. Saya kuatir hal itu kini sudah
digantikan oleh keserakahan."
"Oh ya, menantu saya itu berterus terang dalam hal itu.
Menurut dia, seharusnya saya memberikan tanah milik itu pada anak saya pada
waktu itu juga, dan jangan
menyuruhnya menunggu sampai saya mati. Sebenarnya saya mau, tapi saya tak
percaya pada menantu saya itu. Saya tahu apa yang akan terjadi bila dia berhasil
menguasai semua uang itu."
Jennifer merasa bahwa dia tak pernah berbicara dengan orang yang lebih waras
daripada wanita itu, selama hidupnya.
"Tahukah Anda bahwa tiga orang dokter yang telah membuktikan bahwa Anda
tak waras?"
"Tanah milik Cooper itu bernilai empat juta dolar, Nona Parker. Orang bisa saja
mempengaruhi banyak dokter dengan uang sebanyak itu. Tapi saya kuatir Anda
hanya membuangbuang waktu saja. Menantu saya yang mengawasi tanahtanah
milik itu sekarang. Dia tidak akan pernah membiarkan saya keluar dari sini."
"Saya ingin bertemu dengan menantu Anda itu."
Plaza Towers terletak di East 72nd Street, di salah satu daerah pemukiman yang
terbagus di New York. Helen Cooper memiliki rumah tinggal sendiri di bagian
atas bangunan itu.
Kini papan nama pada pintu rumah itu bertulisan Mr and Mrs Herbert
Hawthorne.
Jennifer telah menelepon lebih dahulu pada putri Nyonya Cooper, Dorothy. Dan
waktu Jennifer tiba di apartemen itu, Dorothy bersama suaminya sudah
menunggu. Helen Cooper tak salah mengenai putrinya. Dia tidak menarik. Dia
kurus dan raut mukanya seperti tikus, tak berdagu dan mata kanannya agak
juling. Suaminya, Herbert, rupanya seperti salah seorang badut dari Archie
Bunker. Umurnya sekurang-kurangnya dua puluh tahun lebih tua daripada
Dorothy.
Dari lorong tempat penerimaan tamu itu, Jennifer diajak masuk ke dalam sebuah
ruang tamu yang besar sekali.
"Dia....”
"Maksud saya, laporan-laporan itu menyatakan bahwa mereka itu bekerja dalam
keadaan yang meragukan. Dalam laporan itu tidak terdapat penjelasan-
penjelasan nyata untuk memastikan apa yang disebut waras dalam masyarakat.
Sebagian dari keputusan mereka didasarkan atas apa yang Anda dan istri Anda
katakan mengenai tingkah laku Nyonya Cooper."
Tiga orang dokter lain mungkin akan memberikan keputusan yang sangat lain."
"Hei, dengar," kata Herbert Hawthorne. "Saya tak tahu apa mau Anda
sebenarnya. Tapi orang tua itu gila. Para dokter berkata begitu dan pengadilan
pun sudah memutuskan begitu."
ibu Anda sebelum ini. Tidak pernah ada yang tak beres
Beliau....”
Dia....”
benar normal."
"Saya tak peduli apa kata Anda atau siapa pun juga.
Baiklah, saya mengerti. Bagaimana kalau saya beri Anda cek Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/
sebesar seribu dol ar sekarang juga atas jasa-jasa yang Anda berikan, lalu
lepaskan semuanya ini?"
"Apakah Anda sangka Anda akan menerima lebih banyak dari orang tua itu?"
"Tidak," kata Jennifer. Ditatapnya mata laki-laki itu. "Hanya salah seorang di
antara kita yang menginginkan uang dalam urusan ini."
Jennifer membawa ahli-ahli penyakit jiwa sendiri, dan setelah mereka selesai
mengadakan pemeriksaan, serta Jennifer sudah pula menyampaikan semua hasil
penyelidikannya, hakim membatalkan keputusannya yang terdahulu dan Helen
Cooper dibebaskan sedang pengawasan atas tanah miliknya dikembalikan
padanya.
Jennifer melihat jadwal kerjanya. Acaranya untuk pagi itu padat sekali, dia ada
pula janji lain untuk makan siang, dan petangnya akan sibuk di pengadilan,
tetapi dia maklum betapa besarnya arti undangan itu bagi wanita tua itu. "Saya
akan datang," kata Jennifer.
Makan siang itu berjalan dengan baik sekali. Nyonya Cooper adalah nyonya
rumah yang penuh perhatian, dan jelas kelihatan bahwa dia dikenal baik di
restoran itu.
Jerry Berns mengantar mereka ke sebuah meja lantai atas, di mana mereka
dikelilingi oleh barang-barang antik yang cantik dan alat-alat makannya dari
perak pada masa Georgia.
sebagai penutup. Lalu dia berkata pada Jennifer, "Saya amat berterima kasih
padamu, Anakku. Saya tak tahu akan kaukenakan bayaran berapa pada saya, tapi
saya ingin memberikan lebih dari itu."
17
Halaman depan dari surat kabar New York Times memuat dua buah berita
menarik, berdampingan. Yang satu adalah berita bahwa Jennifer Parker telah
berhasil membebaskan seorang wanita yang telah dituduh membunuh suaminya.
Yang sebuah lagi adalah berita tentang Adam Warner yang mencalonkan dirinya
untuk keanggotaan Senat Amerika serikat.
Pada akhir berita itu di syaratkan bahwa bila Adam berhasil dalam
kampanyenya, maka hal itu akan merupakan batu Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/
loncatan yang mudah baginya untuk mencalonkan diri sebagai presiden Amerika
Serikat.
Antonio Granel i sedang menyendok telur dadar, "Siapa yang telah berhasil
melakukan apa?"
"Ahli hukum itu. Jennifer Parker. Dia luar biasa.” Antonio Granel i menggeram.
"Aku tetap tak suka seorang ahli hukum wanita bekerja untuk kita Perempuan
lemah. Kita tak pernah bisa tahu apa yang akan mereka lakukan."
Tidak akan ada untungnya melawan mertuanya Selama Antonio Granel i masih
hidup, dia berbahaya. Tetapi dengan memperhatikannya sekarang Michael yakin
bahwa dia tak perlu menunggu terlalu lama. Orang tua itu sudah mengalami
serangan jantung beberapa kali dan tangannya gemetar.
Berbicara pun sudah sulit dan dia berjalan dengai bertopang pada tongkat.
Kulitnya sudah seperti kertas kulit yang kering dan kuning. Cairan tubuhnya
sudah habis. Laki-laki yang namanya tercantum pada kepala daftar kejahatan
dalam negara itu, kini tak lebih dari harimau yang tak bergigi.
Namanya telah menimbulkan rasa ketakutan besar dalam hati para musuh mafia
yang tak terhitung banyaknya dan kebencian dalam hati para janda mereka. Kini,
sedikit sekali orang yang bisa melihat Antonio Granel i. Dia bersembunyi di
balik punggung Michael Moretti, Thomas Colfax, dan beberapa orang lain yang
dipercayainya. Michael belum diangkat —
dijadikan kepala keluarga — itu hanya tinggal soal waktu saja lagi. Brown 'si
Jari Tiga' Lucchese, pernah menjadi pemimpin mafia yang terkuat di wilayah
bagian timur, kemudian Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
menyusul Antonio Granel i, dan sebentar lagi... Michael akan sabar menanti. Dia
telah menempuh jalan yang teramat panjang, sejak sebagai seorang pemuda yang
berwajah segar dan sok pemberani, dia berdiri di hadapan para pemimpin
organisasi kriminal di New York, dan sambil memegang sehelai kertas yang
menyala dia bersumpah, "Akan terbakar seperti inilah saya bila saya
membocorkan rahasia-rahasia Cosa Nostra."
Kini dia duduk semeja dengan orang tua itu. Michael berkata, "Barangkali kita
bisa memakai perempuan Parker itu untuk perkara-perkara kecil. Sekedar untuk
melihat dulu bagaimana dia."
Granel i mengangkat bahunya. "Hati-hati sajalah, Mike. Aku tak suka ada orang
asing dalam soal-soal rahasia keluarga."
“Biar aku yang menanganinya." Michael menelepon petang itu juga. Waktu
Cynthia memberitahukan bahwa Muliael Morreti menelepon, Jennifer merasa
bagaikan dilanda air bah penuh kenangan yang semuanya tidak menyenangkan.
Karena ingin tahu, diangkatnya juga gagang! telepon. "Mau apa, Saudara?
Michael Moretti terkejut mendengar tajamnya nada bicara Jennifer. "Saya ingin
bertemu dengan Anda. Saya rasa ada sesuatu yang sebaiknya kita bicarakan
berdua."
"Itu tak dapat dikatakan melalui telepon. Satu hal bisa saya katakan, Nona
Parker.... ini adalah sesuat yang akan sangat berarti bagi Anda."
"Saya hanya bisa mengatakan ini, Tuan Moretti," kata Jennifer datar. "Bahwa tak
satu pun yang akari Anda katakan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
atau lakukan akan ada artinya sedikit pun bagi saya." Lalu gagang telepon
dibantingnya!
Michael Moretti terduduk di meja kerjanya sambil menatap gagang telepon yang
sudah terputus hubungannya, di tangannya. Dia merasa hatinya tergelitik, tetapi
rasa itu bukanlah rasa marah. Dia tak tahu benar apa itu, dan dia tak yakin
apakah dia menyukainya atau tidak. Sepanjang hidupnya dia sudah biasa
memakai perempuan, dan
penampilannya yang tampan dengan rambut dan mata yang berwarna hitam,
serta kebengisannya yang tak dapal disangkal, telah memudahkannya untuk
mendapatkan teman tidur hingga dia tak ingat lagi sudah berapa banyaknya.
Mereka terlalu lembut. Mereka tak punya semangat. Rosa umpamanya. Dia
sama saja dengan seekor anjing kesayangan yang melakukan apa saja yang
diperintahkan padanya, pikir Michael. Dia mengurus rumahku, memasak
untukku,
memarahiku bila aku ingin dimarahi, menutup mulutnya bila kusuruh diam.
Michael tak pernah mengenal perempuan yang punya semangat, yang berani
melawannya. Tapi Jennifer telah berani memutuskan pembicaraannya dengan
telepon. Apa katanya tadi? Tak satu pun yang akan Anda katakan atau lakukan,
akan ada artinya sedikit pun bagi saya. Michael Moretti mengingat kata-kata itu
lalu tersenyum sendiri. Jennifer keliru.
"Ya Tuhan, Nona!" teriak sopir itu. "Mengapa tak melihatlihat waktu berjalan?"
"Aku belum tahu, Ken. Ini baru naluriku saja. Kalau sudah ada sesuatu nanti,
baru akan kukatakan padamu."
Jennifer telah melupakan sesuatu waktu meneliti perkara Connie Garret, gadis
cantik yang tak berkaki tangan yang harus menghabiskan sisa hidupnya sebagai
makhluk aneh itu.
Esok paginya, Ken Bailey menyerahkan laporannya pada Jennifer. "Apa pun
rencanamu, kelihatannya kau seperti menang judi. Nationwide Motor
Corporation telah menjadi penyebab lima belas kecelakaan dalam lima tahun
terakhir ini, dan beberapa dari truk mereka telah ditarik dari peredaran."
"Kesalahan pada cara kerja remnya yang menyebabkan bagian belakang dari
truk terbelok bila remnya ditekan kuat-kuat."
Yang menggilas Connie Garret adalah bagian belakang dari sebuah truk.
Jennifer mengadakan rapat staf dengan Dan Martin, Ted Harris, dan Ken Bailey.
"Kita akan maju ke pengadilan membawa perkara Connie Garret," Jennifer
memberitahukan.
Ted Harris menatapnya melalui kaca matanya yang setebal botol susu. "Tunggu
sebentar, Jennifer, aku sudah menyelidiki hal itu. Dia sudah kalah dalam perkara
banding. Kita akan dikenakan res judicata."
Jennifer menjelaskan, "Dalam perkara sipil, hal itu sama artinya dengan bahaya
ganda dalam perkara kriminal. Suatu gugatan ada batas akhirnya."
Ted Harris menambahkan, "Bila suatu keputusan mengenai suatu perkara sudah
diambil, maka perkara itu baru akan dibuka lagi dalam keadaan yang sangat
istimewa. Kita tak punya dasar untuk membukanya kembali."
"Tergugat yang sudah lama dilupakan adalah Nationwide Motors. Mereka telah
merahasiakan informasi dari pengacara Connie Garret. Ada kesalahan pada cara
kerja rem truk-truk perusahaan i u, tapi mereka merahasiakannya."
"Aku ingin maju ke pengadilan lagi. Kurasa ada gugatan yang bisa kita ajukan."
"Connie...."
"Pandangilah aku ini, Jennifer. Aku ini makhluk aneh. Setiap kali aku melihat ke
cermin, aku ingin membunuh diriku.
Jennifer duduk diam, dia terharu. Mengapa dia bisa begitu kurang menenggang
rasa?
daerah Fifth Avenue di sebuah bangunan modern dari kaca dan chrome, lengkap
dengan air mancur yang gemercik di depannya. Jennifer melapor di meja
penerimaan tamu.
"Kopi saja."
Patrick Maguire menekan bel dan seorang sekretaris membawakan dua cangkir
kopi di nampan dari perak murni.
"Oh ya, seingat saya dia kalah dalam perkara itu, lalu kalah juga dalam perkara
bandingnya."
"Saya akan minta sidang dibuka kembali atas dasar, tak adanya dasar penutupan
sidang dahulu."
Dokumen itu didorongnya ke arah Jennifer. "Tak ada perkara yang bisa Anda
gugat."
Kalau saja klien Anda itu rajin, dia akan tahu bahwa rem itu tak beres."
"Klien saya adalah seorang gadis yang berumur dua puluhan yang harus tetap
duduk dalam kamarnya selama hidupnya karena dia tak punya kaki dan tangan.
Saya ingin penyelesaian yang akan bisa mengimbangi sedikit siksaan batin yang
sedang dialaminya."
"Bila saya maju ke pengadilan, Tuan Maguire, saya pastikan bahwa saya akan
punya dasar perkara. Dan saya akan memenangkan jauh lebih banyak daripada
itu. Bila Anda memaksa kami untuk menuntut, maka kami akan menuntut lima
juta dolar."
Maguire tersenyum lagi. "Anda membuat saya benar-benar takut. Mau kopi
lagi?"
"Dua juta dolar itu bukan jumlah uang yang sedikit, Nona Parker."
"Yah, kalau kita menyebutkan jumlah yang agak kurang, saya mungkin bisa...."
Dia tidak meneruskan kalimatnya itu, melainkan mengangkat tangannya sebagai
isyarat memberi tekanan.
Mudah sekali!
"Saya ingin soal ini segera selesai. Saya akan berterima kasih sekali bila Anda
berbicara dengan klien Anda secepat mungkin. Saya ingin memberikan cek pada
klien saya minggu depan."
Malam itu dalam perjalanannya pulang, Jennifer berhenti di sebuah toko penjual
obat. Waktu dia keluar dan akan menyeberangi jalan, dilihatnya Ken Bailey
sedang berjalan dengan seorang anak muda tampan yang berambut pirang.
Jennifer ragu-ragu, lalu membelok ke sebuah lorong supaya dia tidak kelihatan.
Kehidupan pribadi Ken adalah urusannya sendiri.
Pada hari yang sudah dijanjikan pada Jennifer untuk bertemu dengan Patrick
Maguire, dia menerima telepon dari sekretaris laki-laki itu.
"Tuan Maguire minta supaya dimaafkan, Nona Parker. Dia akan terikat terus
sepanjang hari ini. Dia akan senang bertemu dengan Anda besok kalau Anda
bersedia."
Telepon itu telah menggugah tanda bahaya dalam pikiran Jennifer. Nalurinya
memang benar. Patrick Maguire memang punya rencana!
hampir tanpa memerlukan bujukan, dia bersedia membayar Connie Garret dua
juta dolar. Jennifer ingat bahwa sejak itu pun dia sudah merasa risau. Dan sejak
itu pun, Patrick Maguire tak pernah bisa ditemui. Mula-mula dia pergi ke
London — kalau itu memang benar — kemudian
"Tolong periksa tanggal kejadian kecelakaan Connie Garret, Dan. Aku ingin tahu
kapan batas waktu hukumnya habis."
Dua puluh menit kemudian, Dan Martin masuk ke kantor Jennifer, mukanya
pucat.
"Tidak ada. Maaf, Jennifer. Seharusnya salah seorang di antara kami memeriksa
sebelumnya. Aku — aku sama sekali tidak menyangka."
"Aku pun tidak." Jennifer lalu mengangkat gagang telepon lalu memutar suatu
nomor. "Tolong Patrick Maguire. Jennifer Parker di sini."
Rasanya seumur hidup Jennifer harus menunggu, lalu kemudian dia berkata
dengan ceria. "Halo, Tuan Maguire.
"Tidak, saya tak pernah ke sana.... Oh ya, nantilah.... Saya menelepon ini,"
katanya dengan ringan, "untuk mengatakan bahwa saya baru saja berbicara
dengan Connie Garret.
Sebagaimana saya katakan waktu itu, dia sebenarnya tak mau ke pengadilan
kalau tak terpaksa. Jadi kalau bisa kita selesaikan hari ini....."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Anda memang pandai, Nona manis, tapi saya sudah jauh lebih lama makan
garam dalam soal beginian daripada Anda.
Katakan pada klien Anda, ucapan saya semoga dia lebih berhasil dalam
percobaannya lain kali."
Jennifer terduduk saja sambil terus memegang gagang telepon. Dia teringat akan
Connie Garret yang duduk di rumahnya, menunggu berita. Kepala Jennifer mulai
berdenyut dan peluh mulai berbintik-bintik di dahinya. Dia mengambil aspirin
dari dalam laci meja kerjanya lalu melihat jam di dinding. Pukul empat. Mereka
masih punya waktu sampai pukul lima untuk memasukkan surat tuntutannya
pada petugas Pengadilan Tinggi.
Anak muda itu melihat jam juga. "Sekurang-kurangnya tiga jam. Bahkan
mungkin empat jam. Tak ada lagi jalan lain."
Harus ada jalan, pikir Jennifer. "Bukankah Nationwide punya cabang yang
tersebar di seluruh Amerika Serikat ini?"
"Ada."
"Di San Francisco sekarang baru jam satu. Kita akan menuntut mereka di sana
dan kemudian baru minta
perubahan tempat."
Dan Martin menggeleng. "Jennifer, semua surat-suratnya ada di sini. Bila kita
punya cabang perusahaan di San Francisco, dan memberitahukan pada mereka
apa yang kita perlukan dan mereka mengurus surat-surat baru, mereka masih
tetap tak sempat mengejar batas waktu jam lima itu."
Pusing kepala Jennifer lenyap seakan-akan oleh suatu keajaiban, dia melompat
dari kursinya dengan bersemangat.
Mereka tentu punya, entah pabrik, entah kantor penyalur, bengkel, apa saja —
Kalau ada, kita menuntut di sana."
Tiga puluh menit kemudian interkom Jennifer berbunyi dan Dan Martin berkata
dengan berapi-api. "Nationwide Motors membuat gagang kemudi di Pulau
Oahu."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Itu dia! Hubungi sebuah perusahaan pengacara di sana dan minta supaya
mereka segera mengajukan surat-surat di sana."
"Berdoalah."
"Saya sendiri."
"Di sini Nona Sung dari perusahaan pengacara Gregg and Hoy di Oahu. Kami
ingin memberi tahu Anda bahwa lima menit yang lalu kami sudah menyerahkan
surat-surat yang Anda minta kepada kejaksaan terhadap Nationwide Motors
Corporation."
Jennifer belum pernah melihat laki-laki itu. Dia telah menelepon lebih dahulu,
meminta Jennifer untuk membelanya dalam perkara kekerasan. Laki-laki itu
bertubuh pendek, gempal, dan mengenakan setelai mahal yang kelihatannya
dijahit dengan cermat untuk orang lain. Dia memakai cincin berlian yang besar
sekali di kelingkingnya.
La Guardia tersenyum menampakkan gigi-gigi kuning dan berkata, "Saya datang
pada Anda karena saya butuh bantuan.
Setiap orang pernah berbuat salah bukan, Nona Parker? Polisi menangkap saya
karena saya telah menyakiti beberapa orang, tapi saya pikir mereka itu memang
mau mencelakakan saya —
yah, daerah di sana itu memang rawan. Saya menyerang mereka sebelum mereka
bisa mencelakakan saya."
Ada sesuatu dalam sikap laki-laki itu yang dinilai Jennifer palsu dan
menjijikkan. Dia berusaha terlalu keras untuk dibenarkan.
Dia mengeluarkan uang seikat besar. "Nih, seribu dolar tunai, dan seribu lagi
nanti kalau kita ke pengadilan. Bisa kan?"
"Jadwal kerja saya sudah penuh untuk beberapa bulan berikut ini. Dengan
senang hati akan saya berikan nama beberapa orang pengacara lain."
Laki-laki itu lalu bersikap bersikeras. "Tidak. Saya tidak mau yang lain. Andalah
yang terbaik."
'Hei, dengarkan," kata laki-laki itu, "akan saya berikan uang lebih banyak lagi."
Suaranya mengandung nada putus asa.
"Daftar kejahatannya satu mil panjangnya," kata Ken pada Jennifer. "Sejak
berumur enam belas tahun dia sudah keluar-masuk penjara."
Jennifer jadi marah sekali. "Bisakah kau memberiku nomor telepon Michael
Moretti?"
"Wah, ini suatu kesenangan yang tak disangka-sangka, Nona Parker. Saya....”
"Silakan."
"Maukah Anda makan siang dengan saya?"
Jennifer ingat percakapan mereka melalui telepon. Bukan soal bagaimana cara
kita memainkan permainan itu, melainkan apakah kita akan menang atau tidak,
bukan? Anda memang pandai, Nona manis, tapi saya sudah jauh lebih lama
makan garam dalam soal beginian daripada Anda.
Katakan pada klien Anda, ucapan saya, semoga berhasil lebih baik lain kali.
Cynthia.
Dia sudah kalah siasat, dan dia marah, dan tidak pula dia menyembunyikan rasa
marahnya itu.
Dia langsung berjalan ke arah meja kerja Jennifer dan membentak, "Anda benar-
benar menyulitkan saya, Kawan."
"Begitukah, Kawan?"
Laki-laki itu duduk tanpa dipersilakan lagi. "Tak usahlah kita berpura-pura lagi.
Saya telah menerima telepon dari kantor pusat Nationwide Motors. Saya kurang
perhitungan terhadap Anda. Klien saya bersedia mengadakan penyelesaian." Dia
memasukkan tangannya ke dalam saku, mengeluarkan sebuah amplop, lalu
menyampaikannya pada Jennifer.
Jennifer membuka amplop itu. Di dalamnya terdapat sehelai cek yang sudah
ditandatangani, yang dibayarkan kepada Connie Garret. Besarnya seratus ribu
dolar.
Maguire tertawa kecil. "Tidak akan bisa. Karena klien Anda tidak akan pergi ke
pengadilan. Saya baru saja
mengunjunginya. Tak ada jalan bagi Anda untuk bisa membawa gadis itu ke
pengadilan. Dia! amat ketakutan, dan tanpa dia, Anda tak punya kesempatan
apa-apa."
"Anda tak punya hak berbicara dengan Connie Garret tanpa kehadiran saya,"
kata Jennifer marah.
"Saya hanya berusaha untuk berbuat baik pada semua orang. Terima uang itu
dan bersenang-senanglah, Kawan."
Patrick Maguire berdiri, "Saya tak tahu bahwa. Anda bisa merasa mual."
Sambil memperhatikan laki-laki itu pergi, Jennifer berpikir apakah dia tadi tidak
membuat kesalahan besar. Dia memikirkan apa arti seratus ribu dolar itu bagi
Connie Garret.
Tetapi itu tak cukup. Tak cukup kalau dibanding dengan apa yang harus diderita
oleh gadis itu setiap hari selama sisa hidupnya.
Namun Jennifer menyadari bahwa Maguire benar dalam satu hal. Tanpa
kehadiran Connie Garret diruang pengadilan, tidak akan ada pula
kemungkinannya juri akan memutuskan pembayaran sebanyak lima juta dolar
itu. Jennifer memerlukan pengaruh dari kehadiran Connie Garret dalam ruang
sidang. Setelah juri melihat keadaannya; tapi Jennifer tak bisa lagi membujuk
gadis itu untuk pergi ke ruang sidang.
Adam menelepon.
"Maaf aku selama ini tak meneleponmu," katanya meminta maaf. "Aku harus
menghadiri banyak rapat sehubungan dengan kampanye keanggotaan senat,
dan....”
"Aku juga rindu padamu, Adam." Kau tidak akan pernah tahu betapa rindunya
aku.
Adam melanjutkan. "Aku harus pergi ke Albany petang ini. Aku akan
meneleponmu setelah aku kembali."
"Baiklah." Tak ada lagi yang dapat dikatakannya, tak ada pula yang dapat
dilakukannya.
Pukul empat subuh Jennifer terbangun dari mimpi yang mengerikan, dan dia
tiba-tiba tahu dengan cara bagaimana dia akan memenangkan lima juta dolar
milik Connie Garret.
18
laki-laki lain dalam ruang pertemuan itu — mereka itu adalah ahli-ahli media
massa, kata Needham meyakinkan — dan Adam berkata, "Ya, tentu, Stewart."
Padahal dia sedang memikirkan sesuatu yang sama sekali lain. Jennifer. Adam
menginginkan Jennifer berada di sini, di Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sisinya, ikut merasakan saat yang mendebarkan dari kampanye ini, ikut serta
pada saat ini, berbagi hidup dengannya.
Sudah beberapa kali Adam mencoba membahas soal itu dengan Stewart
Needham, tetapi setiap kali patnernya itu berhasil mengalihkan pokok
pembicaraan.
Adam memang duduk di situ, tapi dia memikirkan Jennifer dan Mary Beth. Dia
tahu dia tak adil membanding-bandingkan mereka berdua, tapi dia tak bisa
mengelak.
Aku dan Jennifer punya seribu satu persamaan. Aku dan Mary Beth tak punya
persamaan apa-apa, kecuali ikatan perkawinan kami....
Jennifer membuatku merasa muda. Mary Beth seakan-akan lebih tua daripada
umurnya yang sebenarnya....
Jennifer bisa mandiri. Mary Beth bergantung padaku dan harus kuberi tahu apa
yang harus dilakukannya.
Lima alasan mengapa aku tak mungkin bisa meninggalkan Mary Beth.
19
tenaganya.
berwarna abu-abu.
tetapi kini tidak akan ada gadis dan tidak akan ada
penggugah.
dirinya sendiri.
bersalah.
menangani klien-klien yang punya uang, tetapi ingin saya ceritakan bahwa
selama bertahun-tahun saya membuka praktek pengacara, tak pernah saya
melihat uang satu juta dolar — atau bahkan setengah juta dolar."
Maguire melihat pada air muka para juri bahwa mereka pun tak pernah.
"Kami akan mengemukakan saksi-saksi mata yang akan menceritakan pada
Anda bagaimana kecelakaan itu terjadi.
Sebelum kami selesai, kami sudah akan bisa memperlihatkan pada Anda bahwa
Nationwide Motors tidak bersalah dalam hal ini. Anda tentu melihat bahwa
orang yang mengajukan tuntutan, Connie Garret, tidak hadir dalam ruang sidang
hari ini. Pembelanya telah memberi tahu Hakim Silverman bahwa gadis itu sama
sekali tidak akan muncul. Connie Garret tak ada dalam ruang sidang hari ini di
mana dia seharusnya berada, tapi saya bisa menceritakan pada Anda di mana dia
sedang berada. Pada saat ini, sementara saya berdiri di sini berbicara dengan
Anda, Connie Garret sedang duduk di rumahnya menghitung-hitung uang yang
pada sangkanya akan Anda berikan padanya. Dia sedang menunggu teleponnya
berdering dan menunggu pembelanya mengatakan padanya, berapa juta dolar
dapat diperasnya dari Anda.
Kita sama-sama tahu bahwa setiap kali terjadi suatu kecelakaan yang melibatkan
suatu perusahaan besar —
meski secara tak langsung sekalipun — ada orang yang akan langsung berkata,
"Ah, perusahaan itu kaya. Mereka tentu banyak uang. Mari kita ambil
kesempatan sebisanya."
"Connie Garret tak hadir di ruang sidang hari ini karena dia tak tahan
menghadapi Anda. Dia tahu bahwa apa yang dilakukannya itu tak bermoral.
Nah, kita akan menyuruhnya pergi dengan tangan hampa, sebagai pelajaran bagi
orang-orang lain yang akan tergoda pula untuk berbuat yang sama
Terima kasih."
Dia berpaling dan mengangguk pada Jennifer. lalu berjalan ke meja terdakwa
dan duduk.
"Rekan saya yang terhormat telah mengatakan pada Anda bahwa Connie Garret
tidak akan berada di ruang sidang ini selama sidang ini berlangsung. Itu memang
benar!"
penggugat. "Di situlah Connie Garret akan duduk bila dia hadir. Bukan di kursi.
Melainkan di kursi roda khusus. Kursi roda tempatnya duduk. Connie Garret
tidak akan hadir dalam ruang sidang ini, tapi sebelum sidang ini selesai Anda
akan mendapatkan kesempatan bertemu dengan dia dan
"Kaya, yah, tapi untuk apa? Untuk membeli berlian, untuk tangan yang tak ada
lagi? Membeli sepatu dansa untuk kaki yang akan membawanya ke pesta-pesta
ke mana dia tidak akan diundang? Coba Anda pikirkan semua kesenangan yang
akan dinikmatinya dengan uang itu."
Jennifer berbicara dengan tulus dan tenang, sambil matanya bergerak lambat-
lambat ke wajah para juri. "Tuan Maguire tak pernah melihat uang sebanyak
lima juta dolar sekaligus. Saya pun tak pernah. Tapi saya akan mengatakan ini.
Bila saya menawarkan pada salah seorang di antara Anda uang tunai sebanyak
lima juta dolar sekarang juga, dan sebagai penukarnya saya hanya minta agar
kedua belah kaki dan kedua belah tangan Anda dipotong, maka saya rasa uang
lima juta dolar tidak lagi kelihatan banyak.... Dalam hal ini hukum jelas sekali,"
Jennifer menerangkan. "Dalam sidang yang terdahulu di mana Penggugat kalah,
para tergugat menyadari kekurangan pada cara kerja rem truk-truk buatan
mereka, dan mereka merahasiakan hal itu dari Penggugat dan dari persidangan.
Dengan berbuat demikian mereka telah melanggar hukum. Itulah dasar dari
sidang baru ini.
Patrick Maguire memperhatikan serta menilai para juri, dan dia ahli dalam hal
itu. Sedang Jennifer terus-menerus berbicara tentang statistik, Maguire melihat
bahwa para juri merasa bosan dalam sidang itu. Itu semua terlalu bersifat teknis.
Sidang bukan lagi mengenai gadis yang buntung, melainkan tentang truk dan
jarak mengerem serta bagian alat rem yang tak beres. Hilang perhatian para juri.
Maguire memandang Jennifer dan berpikir, Dia tidak sepintar sebagaimana yang
disebarluaskan. Maguire tahu Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bahwa seandainya dia yang berada di pihak lain dan membela Connie Garret, dia
akan mengabaikan statistik dan masalah permesinan itu, dia akan
mempermainkan emosi para juri.
Jennifer mendekati meja hakim. "Yang Mulia dengan izin pengadilan, saya ingin
memperlihatkan suatu barang bukti."
"Saya tidak melihat keberatan dalam hal itu," kata Hakim Silverman. Dia
berpaling pada Patrick Maguire. "Apakah Pembela Terdakwa berkeberatan?"
"Terima kasih."
Jennifer berpaling pada Dan Martin dan mengangguk. Dua orang laki-laki di
deretan belakang maju ke depan dengan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
sebuah layar yang bisa dibawa dan sebuah proyektor film, lalu mereka mulai
memasangnya.
Patrick Maguire tetap saja berdiri dengan hati yang mendidih. Jennifer tidak
mengatakan apa-apa tentang gambar hidup. Tetapi sudah terlambat untuk
menyatakan
Hakim memberi aba-aba pada seorang petugas, yang lalu menurunkan kerai.
Jennifer berjalan ke proyektor, yang berukuran enam belas milimeter, lalu
menghidupkannya, dan layar pun hidup.
Selama tiga puluh menit berikutnya tak terdengar bunyi di dalam ruang sidang
itu. Sebelum itu, Jennifer telah menyewa seorang kameraman profesional dan
seorang direktur periklanan yang masih muda untuk membuat film itu. Mereka
membuat film mengenai kehidupan Connie Garret dalam sehari, dan itu
merupakan sebuah kisah yang polos, nyata, dani mengerikan. Tak ada lagi yang
ketinggalan untuk diangankan. Film itu menunjukkan gadis muda yand buntung,
diangkat waktu bangun pagi, dibawa kalau ingin ke wc, dibersihkan seperti
seorang bayi yang tak! berdaya...
kesan yang sama pula atas diri hakim dan juri sertai penonton sidang di ruangan
itu.
Lebih dari sepuluh jam juri keluar, dan dengan berlalunya setiap jam, semangat
Jennifer pun makin lemah. Semula dia yakin akan mendapatkan keputusan
segera. Bila mereka terkesan oleh film itu sebagaimana dia sendiri, pengambilan
keputusan itu seharusnya hanya memerlukan tak lebih dari satu atau dua jam.
Waktu juri keluar beriring-iringan, Patrick Maguire bingung sekali karena dia
merasa yakin bahwa dia pasti kalah, bahwa dia sekali lagi telah menilai Jennifer
terlalu rendah. Tetapi setelah berjam-jam berlalu dan para juri masih belum juga
kembali, harapan Maguire mulai timbul. Para juri tidak akan memerlukan waktu
begitu lama untuk mengambil keputusan yang berdasarkan emosi. "Kita akan
menang. Makin lama mereka di dalam bertengkar, makin banyak emosi mereka
yangi berkurang."
Dia berpaling untuk melihat Patrick Maguire. Wajah laki-laki itu pucat-pasi.
"bahwa adalah hak mereka untuk menentukan jumlah berapa pun juga yang
menurut mereka adil."
Jumlah itu merupakan ganti rugi cedera perorangan yang terbesar dalam sejarah
Negara Bagian New York.
20
mengiriminya bunga.
menelepon."
"Aku beruntung."
"Klienmu yang beruntung. Beruntung karena kau pembelanya. Kau tentu merasa
senang sekali."
sahutnya.
"Ada sesuatu yang penting yang akan kuceritakan padamu," kata Adam.
"Bisakah kau menjumpai aku untuk minum teh petang ini?"
Lemah semangat Jennifer. Hanya ada satu hal yang mungkin akan diceritakan
Adam: Adam tidak akan pernah bisa bertemu dengannya lagi.
Dari wajah yang kurus dan letih, Jennifer tahu apa yang
tangannya.
"Mary Beth akan minta cerai dari aku," kata Adam, dan
kata Adam.
"Ya, Adam."
Mary Beth memandanginya dan berkata, "Mengenai kau dan Jennifer Parker."
Adam bimbang sebentar, dia tak yakin apakah akan menyangkalnya, ataukah....
menghalanghalangimu."
"Tak perlu kau mengatakan apa-apa. Aku yang mengatakannya untuk kita
berdua. Bila aku terus bertahan dengan kau dan membuatmu risau saja,
pengaruhnya akan buruk bagi kita berdua juga, bukan? Aku yakin si Jennifer itu
cantik, karena kalau tidak, perasaanmu terhadapnya tentu tidak akan seperti yang
sedang kaualami sekarang." Mary Beth berjalan ke arah Adam, lalu
merangkulnya. "Jangan memandang seperti ketakutan begitu, Adam. Apa yang
akan kulakukan ini adalah yang terbaik untuk semua pihak."
Adam hampir-hampir tak dapat mendengar suaranya waktu dia berkata, "Sudah
lama sekali kau tidak memelukku, Adam.
Kau tak perlu mengatakan bahwa kau cinta padaku, tapi maukah kau — maukah
kau — memelukku lagi sekali lagi dan bercintaan denganku? Untuk terakhir kali
bersamaku?"
Kini Adam teringat akan peristiwa itu lagi, waktu itu berkata pada Jennifer,
"Mary Beth yang punya gagasan untuk bercerai."
Adam berbicara terus, tetapi Jennifer sudah tidak mendengarkan lagi; dia hanya
mendengar suara musik. Dia merasa dirinya bagai mengambang, melambung.
Dia tadi telah menguatkan hatinya untuk mendengar Adam mengatakan bahwa
mereka tidak akan bisa bertemu lagi — dan sekarang ternyata begini! Semuanya
ini terlalu banyak untuk diresapi.
Dia tahu betapa pedihnya peristiwa dengan Mary Beth itu bagi Adam, dan
Jennifer makin bertambah cinta pada Adam.
Dia merasa seolah-olah ada beban yang selama ini menindih, terangkat dari
rongga dadanya, seolah-olah dia bisa bernafas lagi.
"Mary Beth baik sekali dalam hal ini," kata Adam. "Dia wanita yang luar biasa.
Dia ikut berbahagia setulusnya dengan kita."
"Kau tak mengerti. Sudah berapa lama ini kami hidup sebagai... adik-kakak saja.
Aku tak pernah membicarakan denganmu, tapi...." Adam ragu, lalu berkata
dengan berhati-hati, "Mary Beth tidak punya... gairah yang kuat."
"Oh."
"Dia ingin bertemu denganmu." Hal itu membuat Jennifer bingung. "Kurasa tak
bisa, Adam. Aku akan merasa.... tak enak."
"Percayalah padaku."
"Bagus, Sayang. Kita akan bertemu untuk minum teh. Aku akan mengantarmu."
Jennifer berpikir sebentar. "Apakah.... apakah tidak akan lebih baik kalau aku
pergi sendiri?"
Esok paginya, Jennifer keluar dari Saw Mil River Parkway menuju ke arah kota.
Pagi itu udara kering dan cerah, hari yang bagus untuk bepergian. Jennifer
menghidupkan radio dalam mobil dan mencoba menghilangkan rasa gugupnya
dalam menghadapi pertemuan mendatang.
Rumah keluarga Warner adalah sebuah rumah yang besar dan kokoh, bergaya
rumah Belanda asli yang menghadap ke sungai di daerah Croton-on Hudson,
dibangun di atas tanah Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Istri Adam itu mengenakan rok dari wol yang berwarna coklat muda, yang agak
lebar ke bawah, dan blus sutra yang terbuka cukup rendah hingga kelihatan buah
dada yang cukup matang tetapi masih indah. Rambutnya yang berwarna pirang
agak kecoklatan, dibiarkan terurai panjang dan agak mengikal di sekeliling
wajahnya, menambah bagus matanya yang biru.
Mutiara yang melingkar di lehernya tidak akan mungkin disangka tiruan. Mary
Beth Warner berpembawaan anggun sekali.
Bagian dalam rumah itu, indah, kamar-kamarnya luas dan lapang, penuh dengan
barang-barang antik serta lukisan-lukisan indah.
Georgia.
Selelah pelayan meninggalkan ruangan itu, Mary Beth berkata, "Aku yakin kau
cinta sekali pada Adam."
Jennifer menjawab dengan kaku, "Saya ingin Anda tahu, Nyonya Warner, tak
seorang pun diantara kami yang punya rencana....”
Jennifer. "Tak perlu kauceritakan hal itu padaku. Aku tak tahu apakah Adam
sudah menceritakannya padamu, tapi
perkawinan kami sudah menjadi suatu perkawinan yang hanya berisi sopan
santun. Kami berkenalan sudah sejak kanak Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/
kanak. Kurasa sudah sejak pertama kali bertemu dengan Adam, aku sudah jatuh
cinta padanya. Kami selalu pergi ke pesta bersama-sama, berteman dengan
orang-orang yang sama, dan kurasa memang sudak tak terelakkan lagi bahwa
kami lalu menikah. Jangan salah paham, aku masih tetap memuja Adam, dan
aku yakin dia pun memujaku. Tapi manusia berubah, bukan?"
"Ya."
Jennifer memandangi Mary Beth, dan hatinya dipenuhi rasa syukur. Apa yang
sebenarnya mungkin merupakan peristiwa buruk dan mengerikan, ternyata
merupakan sesuatu yang penuh keramahan dan keindahan. Adam memang
benar. Mary Beth memang seorang wanita yang luar biasa.
"Dan aku pun berterima kasih padamu," Mary Beth berkata terus terang. Dia
tersenyum malu dan berkata lagi,
"Ketahuilah, aku pun sedang benar-benar jatuh cinta. Semula aku ingin segera
bercerai, tapi kupikir, demi Adam sebaiknya kami menunggu sampai selesai
pemilihan."
"Agaknya semua orang yakin bahwa Adam akan menjadi senator kita," Mary
Beth melanjutkan, "dan bila kami bercerai sekarang, akan sangat mengganggu
kesempatannya. Hanya enam bulan saja lagi, jadi kuputuskan akan lebih baik
baginya bila kutunda." Dia melihat pada Jennifer. "Tapi maaf.... apakah kau
setuju begitu?
Mary Beth mengangkat kepalanya dan tersenyum. "Bukan hanya itu, pada suatu
hari kelak Adam akan menjadi seorang presiden yang hebat."
"Kita pernah membaca tentang daya tarik dari daerah selatan masa lalu, tapi kita
tidak sering melihatnya. Mary Beth punya daya tarik itu. Dia benar-benar
seorang wanita yang hebat."
'Menunggu apa?"
“Sampai selesai masa pemilihan. Karirmu penting. Sekarang ini suatu perceraian
akan merupakan pukulan bagimu."
“Hidup Prbadiku....”
".... akan merupakan hidup bagi masyarakat ramai. Kita tak boleh berbuat
sesuatu yang akan merusak kesempatanmu.
Kita bisa menunggu enam bulan lagi."
"Aku pun tidak, Sayang." Jennifer tersenyum. "Sebenarnya kita tidak menunggu,
bukan?"
21
pers.
Dia berhenti sebentar untuk menuang teh lagi. "Percayalah, ini baru merupakan
permulaannya. Mula-mula senat dulu, kemudian sasaran nomor satu. Tak ada
satu pun lagi halangan bagimu." Dia berhenti untuk menghirup tehnya. "Tapi itu
pun kalau kau tidak berbuat yang tak senonoh."
"Lawanmu adalah seorang yang tak segan berjuang dengan cara rendah. Aku
berani bertaruh bahwa saat ini dia sedang meneliti hidupmu dengan mikroskop.
Dia tidak akan menemukan cacat, bukan?"
Jennifer dan Adam sedang bermalas-malasan pada akhir pekan itu di sebuah
rumah pedesaan di Vermont yang telah disewa Adam dari seorang sahabatnya.
Udara kering dan segar, membelikan tanda-tanda musim salju yang mendatang.
Siang hari mereka berjalan jauh dan malam hari memainkan permainan-
permainan dalam rumah sambil ngobrol di depan perapian yang menyala.
Dengan teliti mereka mengikuti berita di semua surat kabar hari Minggu. Adam
melaju terus dalam semua pengumpulan suara. Hampir semua media massa
memihak pada Adam.
"Tidak. Aku ingin kau memenangkannya, tak lain karena kau menginginkannya,
Sayang."
Jennifer tersenyum. "Berita yang terakhir kudengar, di Washington juga ada ahli-
ahli hukum."
"Bagaimana kalau kuminta kau menghentikannya?"
"Aku tak ingin kau berhenti. Kau terlalu pandai dalam hal itu."
Cinta sekali."
Setiap hari Jennifer selalu penuh kesibukan. Kalau sebelumnya dia sudah merasa
sibuk, sekarang dia seperti terperangkap. Dia membela perusahaan-perusahaan
Uang mengalir terus, tapi itu tak penting bagi Jennifer. Dia
menghambur-hamburkan hadiah-hadiah.
Salah satu teknik yang menurut Jennifer sangat efektif bagi juri adalah dengan
mengatakan, "Saya tahu bahwa kata-kata Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/
membicarakan apa yang telah terjadi atas diri terdakwa yang malang ini, sesama
manusia ini."
Maka, dalam bayangan mereka, para juri itu memang sedang duduk-duduk di
ruang tamu Jennifer, terbawa oleh pesonanya. Cara ini berhasil dengan baik bagi
Jennifer, sampai pada suatu hari waktu dia sedang membela seorang klien
melawan Robert Di Silva. Jaksa itu berdiri lalu mengucapkan pidato
pembukaannya yang ditujukan pada juri.
Waktu Jennifer bangkit untuk berbicara pada juri, dia berkata, "Tuan-tuan dan
Nyonya-nyonya, saya tak pernah mendengar sesuatu yang lebih melampaui batas
daripada kata-kata jaksa tadi itu." Suaranva lantang mengandung kemarahan.
"Sejenak, saya rasanya tak percaya akan pendengaran saya. Berani benar dia
menyuruh Anda melupakan bahwa Anda sedang berada dalam suatu sidang
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pengadilan hukum. Ruang sidang ini adalah salah satu milik yang paling
berharga yang ada pada bangsa kita! Tempat ini merupakan dasar dari
kemerdekaan kita. Kemerdekaan Anda, kemerdekaan saya, dan kemerdekaan
terdakwa. Dan seorang jaksa meminta Anda untuk melupakan di mana Anda
berada, untuk melupakan tugas Anda atas dasar sumpah. Saya rasa itu sangat
mengejutkan dan rendah sekali. Saya minta supaya Anda ingat, Tuan-tuan dan
Nyonya-nyonya, di mana Anda sedang berada, ingat bahwa kita semua berada di
sini untuk mengusahakan agar keadilan ditegakkan dan agar terdakwa diadili
dengan benar."
Setiap kali setelah memenangkan suatu perkara selalu ada empat lusin bunga
mawar merah di meja kerja Jennifer, dengan kartu dari Michael Moretti! Setiap
kali kartu itu disobek Jennifer dan ia memerintahkan Cynthia untuk membawa
pergi bunga mawar itu. Bagaimanapun juga Jennifer merasa bahwa bunga itu
kotor karena berasal dari laki-laki itu. Akhirnya Jennifer menulis surat pendek
pada Michael Moretti, meminta untuk berhenti mengiriminya bunga.
22
Perkara Perampok Berjas Hujan telah membuat nama Jennifer tercantum pada
tajuk rencana surat-surat kabar lagi.
"Seorang sahabatku sedang dalam kesulitan...." dia mulai, dan mereka berdua
pun lalu tertawa terbahak.
Sahabat itu ternyata adalah Paul Richards, seorang pengelana yang dituduh telah
merampok bank. melarikan seratus lima puluh ribu dolar. Si orang perampok
memasuki bank itu dengan mengenakan jas hujan hitam yang panjang, yang di
dalamnya disembunyikan sebuah senapan berlaras pendek. Leher baju hujan itu
dinaikkan supaya mukanya tersembunyi sebagian. Begitu dia berada di dalam,
dia menodongkan senapan itu dan memaksa seorang kasir untuk menyerahkan
semua uang tunai yang ada. Kemudian
perampok itu melarikan diri dengan mobil yang memang sedang menunggu.
Beberapa orang saksi telah melihat mobil yang melarikan diri itu, sebuah sedan
hijau, tetapi nomor kendaraannya ditutupi dengan lumpur.
"Saya berani bersumpah, demi Tuhan, saya tidak melakukan perampokan itu,"
kata Paul Richards. Laki-laki itu berumur lima puluhan, dia berwajah merah
dengan mata biru yang kekanak-kanakan, dia terlalu tua untuk berkeliaran dan
melakukan perampokan bank.
"Saya tak peduli apakah Anda bersalah atau tidak," Jennifer menjelaskan, "tapi
ada satu syarat saya. Saya tak mau membela klien yang berbohong pada saya."
Tanpa ragu Paul Richards menjawab, "Karena kira-kira sepuluh tahun yang lalu
saya pernah merampok bank dan terlalu goblok hingga tertangkap."
yang melakukannya?"
"Bukan. Ada seorang keparat yang cerdik dan menirukan cara saya."
Jaksa penuntut federal adalah seorang ahli yang bernama Carter Gifford.
"Bagaimana Anda akan membela dia?" tanya Gifford.
Jaksa itu tertawa getir. "Hakim Stevens akan mengalahkan Anda dengan mudah
sekali. Saya rasa ada baiknya Anda minta sidang dengan juri."
“Tidak."
“Benar."
Gifford tertawa kecil. "Saya yakin Anda akan menderita kekalahan juga suatu
hari, Jennifer. Saya tak sabar menunggu saat itu."
Hakim Stevens berpaling pada Jennifer dan berkata dengan singkat, "Saya sudah
banyak mendengar tentang Anda, Nona Parker. Jadi akan saya katakan sekarang
juga bahwa saya tak mau membuang-buang waktu pengadilan ini. Saya tidak
akan mengizinkan penundaan dalam perkara ini. Saya akan Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/
Hakim Stevens melihat padanya dengan terkejut. "Anda tidak akan minta
diadakan sidang dengan juri?"
"Menurut pendapat saya, Anda tak punya cukup bukti untuk menghadapkan
klien saya ke sidang.”
Carter Gifford membentak. "Anda harus mengubah pendapat itu!" Dia berpaling
pada Hakim Stevens. "Yang Mulia, pemerintah punya dasar yang kuat untuk
mengajukan suatu perkara. Terdakwa pernah ditangkap karena melakukan
kejahatan yang sama benar dengan cara yang sama pula.
Komputer kita telah menunjuk dia di antara lebih dari dua ribu iurang yang
dicurigai. Orang yang bersalah ada di antara kita dalam ruang sidang ini, dan
Penuntut tak punya niat untuk membatalkan perkara melawan dia."
"Ada, Yang Mulia. Tak ada seorang saksi pun yang secara positif bisa mengenali
Paul Richards. UU pun tak bisa menemukan uang yang telah dicuri. Sebenarnya,
satu-satunya yang menghubungkan terdakwa dengan kejahatan ini adalah angan-
angan Jaksa saja."
Hakim menatap Jennifer dan berkata dengan suara yang halus sekali,
"Bagaimana dengan komputer yang telah menunjuk dia?"
"Saya rasa memang begitu," kata Hakim Stevens dengan tegas. "Lebih mudah
untuk tidak mempercayai saksi hidup, tapi sulit untuk tidak mempercayai
komputer."
Carter Gifford mengangguk dengan rasa puas. “Tepat, Yang Mulia."
"Sebaliknya, Yang Mulia. Ke dalam pengadilan ini saya telah membawa seorang
ahli komputer yang bekerja untuk perusahaan yang telah membuat alat yang
berkode 370/168
itu. Dialah yang menyusun informasi yang kemudian memunculkan nama klien
saya."
"Mana dia?"
Jennifer berbalik dan melambai memanggil seorang laki-laki kurus tinggi yang
duduk di bangku. Dia maju dengan gugup.
"Bila Anda menyuap saksi saya," kata Jaksa dengan amarah yang meledak,
"saya akan....”
"Saya hanya akan bertanya pada Tuan Monroe untuk bertanya pada
komputernya, apakah mungkin ada orang lain yang dicurigai. Saya pilih sepuluh
orang yang mempunyai sifat-sifat khas umum yang sama dengan klien saya.
Tuan Monroe menyusun statistik mengenai umur, tinggi badan, berat badan
warna mata, tempat lahir — pokoknya data-data yang sama yang menghasilkan
nama klien saya”.
"Apakah maksudnya semua ini, Nona Parker?" hanya Hakim Stevens tak
sabaran.
"Maksud saya, komputer telah mengenali seorang di antara sepuluh orang yang
merupakan orang yang paling dicurigai dalam perampokan bank itu."
"Betulkah begitu?"
komputer.
Juru sita mengambilnya dari Monroe lalu menyerahkannya pada hakim. Hakim
Stevens melihat catatan itu, lalu wajahnya menjadi merah.
"Benar, Pak."
Anda berdua sama-sama pula mengendarai sedan berwarna hijau, dan Anda
berdua berasal dari negara bagian yang sama.
Waktu Paul Richards melakukan perampokan bank itu sepuluh tahun yang lalu,
berjuta-juta orang membacanya. Siapa pun diantaranya bisa saja menirukan cara
kerjanya itu. Dan ternyata memang ada seseorang yang melakukannya."
"Yang Mulia....” kata Carter Gifford tergagap, lalu terdiam lagi. Dia tak tahu apa
yang harus dikatakannya.
"Maka komputer itu menunjukkan pada saya, sepuluh orang lain yang dicurigai,"
kata Jennifer "Dan pilihan saya yang berikutnya adalah jaksa negeri dari Negara
Bagian New York yaitu Robert Di Silva."
mengenakan jas hujan hitam dan membawa sebuah kotak permen yang di kat
dengan pita merah, "Saya hanya mau mengucapkan terima kasih.”
"Saya akan ke luar kota. Saya rasa saya perlu berlibur." Dia memberikan kotak
permen itu. "Suatu tanda kecil dari rasa terima kasih saya."
Jennifer melihat ke kotak gula-gula di atas meja kerjanya, lalu tersenyum. Dalam
menangani perkara dari teman-teman Pater Ryan, biasanya kurang dari sekotak
permen yang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
diterima Jennifer sebagai imbalan. Bila dia menjadi gemuk gara-gara makan,
permen itu, itu adalah kesalahan Pater Ryan.
Dipandang dari dekat, ada gairah hidup bagaikan arus listrik yang hampir
melumpuhkan pada laki-laki itu.
"Jangan halangi saya," kata Jennifer. Wajahnya memerah dan marah, dan bahkan
jadi lebih cantik daripada yang di ngat Michael Moretti.
"Waduh," kata Michael sambil tertawa, "tenanglah. Saya hanya mau berbicara
dengan Anda. Saya hanya meminta Anda untuk mendengarkan. Saya akan
membayar waktu yang Anda pakai untuk itu."
Dia beranjak akan melewati Michael. Laki-laki itu memegang lengannya dengan
sikap membujuk. Baru
Michael memanfaatkan seluruh daya tariknya. "Pakailah akal sehat Anda. Anda
tidak akan tahu apa yang Anda tolak kalau Anda tidak mendengarkan dulu apa
yang akan saya katakan. Sepuluh menit saja. Hanya itu saja yang saya minta.
Anda akan saya antar ke kantor Anda. Kita bisa berbicara dalam perjalanan."
Jennifer memperhatikannya sejenak, lalu berkata, "Saya mau ikut Anda dengan
satu syarat. Saya minta jawaban atas satu pertanyaan."
Jadi, sekarang Jennifer tahu. Mau dia rasanyal membunuh laki-laki itu. Dengan
wajah bersunguth-sungut dia melangkah masuk ke mobil itu dan Michael
Moretti duduk di sampingnya.
Waktu mobil bergerak, Michael Moretti berkata, "Saya senang melihat semua
yang hebat-hebat yang Anda alami."
"Terima kasih. Saya sudah cukup kaya," suaranya mengandung kebencian yang
mendalam yang dirasakannya terhadap laki-laki itu.
Wajah Michael Moretti memerah. "Saya mencoba berbuat baik pada Anda, tapi
Anda melawan saya terus."
Jennifer berpaling melihat padanya. "Saya tak perlu jasa-jasa baik Anda."
Mungkin saya mencoba untuk mengimbangi sedikit apa yang telah saya lakukan
terhadap Anda. Yah, saya bisa mengirim banyak klien pada Anda. Klien-klien
yang penting. Dengan bayaran mahal. Anda tak dapat membayangkan....”
"Tuan Moretti," Jennifer menyela, "demi kebaikan kita berdua, saya harap Anda
berhenti berbicara."
"Tapi saya bisa....”
"Saya tak mau menjadi kuasa Anda atau siapa pun teman Anda."
"Kenapa tidak?"
"Karena kalau saya menjadi kuasa salah seorang dari kalian, maka mulai saat itu
Anda akan memiliki saya."
"Sebutlah apa saja sesuka Anda. Saya bukan milik siapa siapa, saya milik diri
saya sendiri. Saya ingin tetap begitu."
Tuhanku, pikirnya, itu baru perempuan. Dia merasa birahinya timbul, dan dia
tersenyum karena dia yakin bahwa bagaimana pun juga, dia akan berhasil
mendapatkannya.
Waktu itu akhir bulan Oktober, dua minggu menjelang pemilihan, dan
perjuangan pengumpulan suara sedang giat-giatnya. Adam bertarung melawan
Senator John Trowbridge yang sudah sering terpilih, seorang politikus kawakan,
dan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
para ahli berpendapat bahwa itu akan merupakan pertarungan yang seru.
mengadakan perdebatan dengan lawannya di tv. Mary Beth memang benar, suatu
perceraian pada saat ini akan dengan mudah menghancurkan kemungkinan-
kemungkinan Adam yang makin besar untuk mencapai kemenangannya.
Waktu Jennifer memasuki kantornya setelah keluar lama untuk makan siang
sambil menyelesaikan suatu urusan, didapatinya suatu pesan yang mendesak
untuk menelepon seseorang yang bernama Rick Arlen.
"Tiga kali dia menelepon selama setengah jam ini," kata Cynthia.
Rick Arlen adalah seorang bintang penyanyi rock yang boleh dikatakan dalam
satu malam saja telah menjadi seorang penyanyi yang paling top di dunia
Jennifer pernah mendengar tentang besarnya penghasilan bintang-bintang
penyanyi rock, tetapi sebelum dia terlibat dalam persoalan Rick Arlen, dia tak
punya bayangan tentang artinya. Dari rekaman-rekaman, pemunculan-
pemunculan di pentas, penjualan, dan sekarang film-film, penghasilan Rick
Arlen lebih dari lima belas juta dolar setahun. Rick berumur dua puluh lima
tahun, seorang pemuda petani dari Alabama yang lahir dengan tenggorokan yang
merupakan tambang emas baginya.
"Saya tak mungkin bisa," protes Jennifer. "Meja tulis saya penuh...."
"Saya membutuhkan Anda, Manis. Anda harus naik pesawat terbang petang ini."
katanya pada Cynthia. "Katakan sekalian bahwa aku akan membutuhkan sebuah
mobil untuk menjemputku dan
Dua puluh menit kemudian dia sudah mendapat tempat di pesawat terbang jam
tujuh malam itu. Ada pelayanan helikopter dari Nice langsung ke Monte Carlo,"
kata Cynthia.
"Dia yang tahu siapa dia, Ken. Dia adalah seorang klien kita yang terbesar."
Selama berada di udara, dia menganggap dirinya bebas dari segala tekanan,
suatu pelarian sementara dari semua masalah yang menyesakkan selama dia
berada di bumi, suatu oasis yang sepi di angkasa, jauh dari klien-kliennya yang
tak sudah-sudahnya menuntut. Namun, penerbangan menyeberangi Atlantik ini
tidak menyenangkan. Rasanya terempas-empas luar biasa, dan perut Jennifer
terasa mual dan terbalik.
Waktu pesawat terbang akan mendarat di Nice esok paginya, barulah dia merasa
agak baik. Sebuah helikopter sudah siap menunggu untuk menerbangkannya ke
Monte Carlo. Jennifer belum pernah menumpang helikopter dan dia ingin
merasakannya. Tetapi kenaikan pesawat yang mendadak dan geraknya yang
menukik membuatnya mabuk lagi. Dia tak dapat menikmati pemandangan
Pegunungan Alpen yang sangat indah di bawah, juga Grand Corniche dengan
mobil-mobil yang tampak seperti mainan, yang sedang mendaki sisi gunung
yang curam dengan jalan yang melingkar.
Cynthia telah menelepon sebelumnya, dan Rick Arlen sudah ada di tempat itu
untuk menjemputnya.
"Kau kelihatannya tidak begitu sehat. Mari ke tempat istirahatku supaya kau bisa
beristirahat sebelum peristiwa besar nanti malam."
"Apa?"
"Ya. Putri Grace memintaku untuk mengundang siapa saja yang kusukai. Aku
suka padamu."
"Aduh, Rick!"
Ingin sekali rasanya Jennifer mencekik laki-laki itu. Rick tak sadar betapa
hebatnya kehancuran yang telah disebabkannya dalam hidupnya. Dia berada tiga
ribu mil terpisah dari Adam, klien-kliennya itu membutuhkannya, belum lagi
perkara pengadilan yang harus disidangkan — dan dia telah membiarkan dirinya
tergoda untuk datang ke Monte Carlo hanya untuk menghadiri suatu pesta!
Terlihat olehnya wajah Rick yang berseri-seri, dan dia lalu tertawa.
Ah sudahlah, dia sudah berada di sini. Apalagi pesta itu mungkin ternyata
menyenangkan.
Pesta itu hebat dan gemerlapan. Pesta itu merupakan pesta musik untuk
mengumpulkan dana untuk anak-anak yatim-piatu, yang disponsori oleh Yang
Mulia Putri Grace dan Pangeran Rainier Grimaldi. Pesta itu diadakan di alam
terbuka di kasino musim panas. Sungguh malam yang indah. Udara malam itu
segar dan harum, dan angin sepol yang bertiup dari Laut Tengah, meniup pohon-
pohon palma yang tinggi.
Jennifer membayangkan betapa dia akan senang bila Adam ada di sini ikut
menikmatinya bersama. Disediakan seribu lima Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/
ratus tempat duduk yang ditempati oleh para penonton yang bersorak-sorai.
Setelah pesta musik itu, menyusul pesta khusus di restoran ikan di bawah Hotel
de Paris. Aneka makanan dan minuman disuguhkan dengan bebas di sekeliling
kolam besar, di mana belasan lilin yang menyala, terapung-apung di atas
kepingan-kepingan berbentuk bunga lili.
Jennifer tidak membawa pakaian pesta, dia melihat para wanita yang berpakaian
bagus-bagus sekali, Jennifer jadi merasa dirinya sebagai gadis kecil penjaja
rokok. Rick memperkenalkannya pada para bangsawan sampai pada putri-putri
kerajaan. Kelihatannya separuh dari bangsawan-bangsawan dari seluruh Eropa
hadir di situ. Dia bertemu dengan para ketua organisasi perusahaan-perusahaan
dan penyanyi-penyanyi opera yang terkenal. Ada pula perancang-perancang
busana dan ahli-ahli waris kaya, serta pemain bola terkenal, Pele. Sedang
Jennifer asyik bercakap-cakap dengan seorang pemilik bank dari Swiss, dia tiba-
tiba merasa pusing sekali.
"Rick, aku....”
Haru melihat sebentar saja, Rick langsung berkata, “Kau pucat sekali, Manis.
Mari kita menyingkir."
Tiga puluh menit kemudian, Jennifer sudah terbaring di tempat tidur, di vila
yang disewa Rick Arlen.
"Aku tidak butuh dokter. Aku hanya terserang virus atau semacamnya."
"Benar, 'yang semacamnya' itulah yang akan diperiksanya."
Dr Andre Monteaux adalah seorang laki-laki tua yang kecil kurus, yang berumur
delapan puluhan. Dia berjanggut yang digunting rapi dan membawa tas alatalat
kedokteran berwarna hitam.
"Kalau saya tahu ada apa dengan saya," kata Jennifer lemah, "Sayalah yang
diminta datang kemari dan Anda yang terbaring di sini."
Setelah selesai, Jennifer bertanya, "Ada apa saya, menurut Anda, Dokter?"
"Bisa salah satu dari beberapa kemungkinan. Bila besok Anda cukup kuat, saya
minta Anda pergi ke tempat praktek saya, di mana saya bisa memeriksa dengan
lebih
menyeluruh."
Esok paginya, Rick Arlen mengantar Jennifer ke Monte Carlo, di mana Dr.
Monteaux memeriksanya secara
menyeluruh.
"Kalau Anda menginginkan suatu ramalan, sahut dokter tua itu, "akan saya
datangkan seorang peramal. Kalau Anda ingin tahu penyakit Anda, kini harus
bersabar sampai kita menerima kembali laporan laboratorium."
"Kapan?"
Jennifer tahu bahwa dia tak mungkin tinggal dua atau tiga hari lagi. Mungkin
Adam membutuhkan dia. Dia sendiri pun membutuhkan Adam.
"Sementara itu, saya minta Anda tinggal di tempat tidur dan beristirahat."
"Terima kasih." Jennifer menuliskan sesuatu pada secarik kertas. "Anda bisa
menghubungi saya di sini."
Setelah Jennifer pergi barulah Dr. Monteux melihat ke kertas itu. Di situ tertulis
sebuah nomor telepon di New York.
“Baik. Kapan aku bisa menemui kau? Aku harus pergi ke Washington, tapi itu
bisa ditunda....”
"Jangan tunda, pergi sajalah," kata Jennifer. Dia tak mau Adam melihatnya
dalam keadaan begini "Aku akan sibuk lagi.
"Baiklah." Nadanya terdengar enggan. "Bila kau tak ada kegiatan jam sebelas,
aku akan muncul dalam berita tv stasiun CBS."
Lima menit setelah gagang telepon diletakkan. Jennifer sudah tidur lagi.
Pagi harinya, Jennifer menelepon Cynthia mengatakan bahwa dia tidak akan
datang ke kantor. Jennifer tidur gelisah, dan waktu bangun, dia merasa belum
baik. Dia mencoba sarapan, tapi semua dimuntahkannya kembali. Dia merasa
lemah, dan kemudian baru menyadari bahwa hampir tiga hari dia tak makan apa-
apa.
Jam sebelas pagi itu. Dr. Andre Monteux menelepon dari Monte Carlo.
Terdengar suara petugas, "Sebentar, saya hubungkan dengan dokter itu."
Yang 'sebentar' itu terasa seperti seratus tahun, dan Jennifer menggenggam
gagang telepon kuat-kuat, dia tak tahan menunggu.
"Masih sama saja," jawab Jennifer gugup. "Sudahkah Anda menerima hasil
pemeriksaannya?"
Jennifer tak sabar lagi. "Lalu apa? Ada apa dengan saya?"
Jennifer terduduk, dia tak bisa bergerak dan hanya menatap telepon. Waktu dia
bisa berbicara lagi, dia tanya,
"Ya."
"Saya anjurkan supaya Anda menghubungi seorang ahli kandungan secepat
mungkin. Melihat betapa beratnya tanda-tanda awal pada diri Anda, Anda
mungkin akan mengalami kesulitan."
"Baiklah," sahut Jennifer. "Terima kasih Anda sudah menelepon, Dr. Monteux."
Jennifer meletakkan kembali gagang telepon dan duduk dengan pikiran kacau-
balau. Dia tak yakin kapan pembuahan itu terjadi, atau bagaimana persaannya.
Dia tak bisa berpikir sehat.
Ia akan mendapatkan anak dari Adam. Dan tiba-tiba dia tahu bagaimana
perasaannya. Dia merasa bahagia sekali; dia merasa seolah-olah dia telah diberi
hadiah yang tak terhingga nilainya.
"Maaf, aku mengganggumu," kata Jennifer. "Ada sesuatu yang ingin saya
bicarakan dengan Adam. Ini Jennifer Parker."
pertemuan, tapi dia akan kembali nanti malam. Datang saja ke rumah. Kita
makan malam bersama. Jam tujuh bisa?"
Waktu berjalan di jalan raya, dia mengangankan suatu gerakan halus dalam
rahimnya, tapi dikatakannya sendiri bahwa itu omong kosong. Masih terlalu
awal. Tapi tidak akan lama lagi. Bayi Adam ada dalam rahimnya. Bayi itu hidup
dan sebentar lagi akan menendang-nendang. Rasanya hebat, rasanya
membingungkan. Dia....
maaf, lalu meneruskan perjalanannya. Tak satu pun yang bisa merusak suasana
hari ini.
Hari sudah senja waktu Jennifer berhenti di depan rumah keluarga Warner. Salju
halus sudah mulai Utuh, seolah-olah membedaki pepohonan tipis-tipis. Mary
Beth yang
Mary Beth tampak bahagia dan berseri. Dia banyak berbicara tentang tetek-
bengek, membuat tamunya
"Mungkin dia tertahan. Sementara itu kita berdua bisa mengobrol panjang.
Kudengar kau bersemangat waktu di telepon tadi."
Mary Beth membungkuk seolah-olah mengajak
kau sampaikan?"
Jennifer melihat pada wanita ramah di hadapannya dan tercetuslah kata-kata itu,
"Aku sedang mengandung bayi Adam."
"Tapi.... tapi bukankah kau dan Adam akan bercerai?" kata Jennifer lambat-
lambat.
Aku memujanya."
Percakapan jadi tak menentu. "Kau.... kau mencintai orang lain. Katamu kau...."
"Aku berkata bahwa aku mencintai seseorang. Itu memang benar. Aku mencintai
Adam. Sudah kukatakan padamu, bahwa aku mencintai Adam sejak pertama kali
aku bertemu dengan dia."
"Hentikanlah!" kata Jennifer. "Kalian berdua seperti kakak-adik saja. Adam tak
bermain cinta lagi dengan...."
Suara Mary Beth mengandung tawa. "Kasihan sekali kau, Sayang! Aku heran
bahwa orang sepintar kau bisa...." Dia membungkuk lagi dan kini berkata
bersungguh-sungguh. "Kau percaya padanya! Kasihan. Tapi aku mengandung.
Sungguh."
Jennifer berjuang untuk menenangkan dirinya. "Adam mencintai aku. Kami akan
menikah."
Mary Beth menggeleng. Matanya yang biru menatap mata Jennifer dan di situ
tampak jelas kebencian, membuat jantung Jennifer terasa berhenti sejenak.
Aku tidak akan minta cerai dari dia. Dan bila kubiarkan Adam menceraikan aku
untuk kawin dengan kau, dia akan kalah dalam pemilihan. Padahal sekarang, dia
akan
memenangkannya. Kemudian kami akan ke Gedung Putih, Adam dan aku. Tidak
ada tempat dalam hidupnya bagi seseorang seperti kau. Selama ini pun tidak. Dia
hanya mengira bahwa dia cinta padamu. Tapi itu akan berlalu bila didengarnya
bahwa aku sedang mengandung bayinya. Adam memang sudah lama
menginginkan anak."
Jennifer membuka matanya. "Sudah kaukatakan pada Adam bahwa kau hamil?"
"Belum," kata Mary Beth tersenyum. "Kurasa nanti malam saja akan kukatakan
padanya setelah dia pulang dan setelah kami pergi tidur."
Jennifer bangkit dengan kepala pusing. Sakit kepalanya makin hebat, dia merasa
tak tahan karena seperti dipalu.
Telinganya berdengung keras dan dia takut kalau-kalau dia pingsan. Dia berjalan
ke arah pintu masuk dengan terhuyunghuyung.
Jennifer berhenti di pintu, dan menekankan dirinya pada pintu itu. Dia mencoba
berpikir. Adam berkata bahwa dia mencintainya, tapi dia meniduri wanita ini, dia
menghamilinya pula.
Jennifer berbalik lalu berjalan ke luar menempuh udara malam yang dingin.
24
Bila Adam terpilih menjadi senator, Jennifer akan kehilangan dia. Adam akan
pergi ke Washington dengan Mary Beth. Tidak akan ada lagi jalan untuk
bercerai. Skandal tentang seorang anggota senat baru yang menceraikan istrinya
yang sedang hamil untuk mengawini kekasih peliharaannya yang sedang hamil
pula, akan sangat mengancam kehidupannya. Tapi bila Adam kalah dalam
perebutan suara itu, maka dia akan bebas. Bebas untuk kembali menjalankan
praktek pengacaranya, bebas untuk mengawini Jennifer, dan tak perlu kuatir atau
peduli apa yang dipikirkan orang. Mereka akan bisa hidup bersama selama sisa
hidup mereka. Menimang anak-anak mereka.
Hari pemilihan tiba, ditandai dengan hujan sejak subuh. Karena besarnya
perhatian pada perebutan suara untuk keanggotaan senat, bisa diharapkan akan
banyak sekali pemilih yang akan datang ke tempat-tempat pemungutan suara,
meskipun cuaca buruk.
Pagi hari, Ken Bailey bertanya, "Apakah kau akan pergi memberikan suaramu
hari ini?"
"Ya."
"Kecil sekali."
pemungutan suara, dan sambil memasuki bilik pemilihan dia berpikir dengan
murung, satu suara bagi Adam Warner berarti satu suara melawan Jennifer
Parker. Dia memberikan suara untuk Adam, lalu keluar dari bilik itu. Dia merasa
tak sanggup kembali ke kantornya. Dia berjalan saja di sepanjang jalan
sepanjang petang itu, mencoba untuk tidak berpikir, mencoba untuk tidak
merasa; berpikir dan merasa, menyadari bahwa dalam beberapa jam lagi sisa
hidupnya akan ditentukan.
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
25
tv.
puluh satu ribu tiga ratus tujuh puluh lima suara, sedang
persen”
Sejak semula, jumlah suara boleh dikatakan terbagi sama kuat dalam perebutan
kursi ini. Menurut hasil pemungutan yang terakhir, dengan enam puluh dua
persen dari suara yang dihitung, Senator Trowbridge mulai mengumpulkan suara
lebih banyak. Waktu kami membaca hasil pemungutan yang terakhir sejam yang
lalu, Senator Trowbridge mengumpulkan dua persen lebih banyak. Hasil
pemungutan sekarang menunjukkan bahwa dia maju dengan kelebihan dua
setengah persen. Bila kecenderungan ini berjalan terus, maka komputer NBC
akan meramalkan Senator Trowbridge yang akan menjadi pemenang dalam
perebutan kursi senat untuk Amerika Serikat ini. Sambil bergerak terus dalam
perebutan suara antara..."
Jam dua subuh, setelah tujuh puluh satu persen dari suara yang terkumpul
dihitung, Senator Trowbridge unggul tiga setengah persen. Komputer
mengatakan bahwa Senator John Trowbridge akan memenangkan pemilihan itu.
Jennifer masih saja menatap pesawat tv tanpa emosi, tanpa perasaan apa-apa.
Adam kalah. Jennifer menang. Dia telah memenangkan Adam dan putra mereka
berdua. Kini dia bebas untuk menceritakan pada Adam, menceritakan padanya
tentang bayi mereka, merencanakan masa depan mereka bersama.
Jennifer merasa kasihan pada Adam, karena dia tahu betapa besarnya arti
pemilihan itu bagi Adam. Tapi lama-lama tentu Adam akan lupa juga. Dia akan
mencoba lagi kelak, dan Jennifer akan bisa membantunya. Adam masih muda.
Dunia terbentang di hadapan mereka berdua. Di hadapan mereka bertiga.
Jennifer tertidur di sofa, bermimpi tentang Adam, tentang pemilihan dan Gedung
Putih. Dia, Adam, dan putra mereka, berada di ruang Oval. Adam sedang
mengucapkan pidato pelantikannya. Mary Beth masuk dan mengganggu. Adam
membentaknya dan suaranya makin lama makin nyaring.
"Dan inilah hasil terakhir dari pemilihan senator untuk Negara Bagian New
York. Adam Warner telah mengalahkan pemegang kedudukan yang lama,
Senator John Trowbridge, dengan kemenangan tipis kurang dari setengah
persen."
26
masing.
menjelaskannya."
"Aku merasa diriku goblok sekali," kata Adam. Mereka berdiaman dengan rasa
tak enak, lalu Adam berkata lagi,
"Masalahnya, dengan kehamilan Mary Beth, waktunya jadi tak tepat untuk
mendapatkan perceraian. Aku jadi tak tahu apa yang harus kulakukan. Sudah
tiga malam ini aku tak tidur." Dia memandang Jennifer dan berkata, "Aku
sebenarnya tak mau meminta ini darimu, tapi.... bisakah kita menunggu dulu
sebentar sampai semuanya "beres?"
Jennifer melihat pada Adam di seberang meja dan hatinya terasa pedih sekali,
dia merasa kehilangan yang tak terkirakan hingga dia merasa tak tahan.
"Jalan itu tak ada. Istri dan anakmu tidak akan bisa hilang begitu saja. Hubungan
kita yang harus kita putuskan. Aku tetap mencintaimu. Setiap detik dari
kebersamaan denganmu."
Jennifer bangkit dari tempat duduknya, karena dia tahu bahwa bila dia tidak
keluar dari restoran itu, dia akan menjerit-jerit. "Kita tak boleh bertemu lagi."
membayangkan kepedihan.
Kita...."
27
mati.
Dia tak tahu bahwa ada rasa sakit yang sehebat itu. Dia
dia bisa saja pergi ke sebuah rumah sakit dan meminta supaya
diketahui orang.
sesak.
Ken mencoba menutupi rasa terkejutnya, tapi Jennifer bisa melihat bermacam-
macam perasaan yang berbaur yang terbayang di air mukanya.
"Di suatu tempat di luar kota, Ken. Di suatu tempat di mana orang tak kenal
padaku."
"Aku serius."
"Maaf. Aku.... kau membuatku terkejut sekali." Berita itu benar-benar telah
membuatnya terperanjat. Dia memuja Jennifer. Ada kalanya dia merasa
mencintainya, tapi tak yakin, dan hal itu merupakan siksaan. Terhadap Jennifer
dia tidak akan bisa berbuat sebagaimana dia telah memperlakukan istrinya.
Tuhanku, pikir Ken, mengapa Kau tak mau memastikan mengenai diriku?
Dia menyusupkan jari-jarinya ke rambutnya yang merah dan berkata, "Kalau kau
tak mau melakukannya di New York, kuanjurkan di North Carolina saja. Tempat
itu tidak terlalu jauh."
"Ya?"
Selama tiga hari berikutnya Ken Bailey menghilang. Waktu dia masuk ke kamar
kerja Jennifer pada hari yang ketiga, kelihatannya dia tak bercukur dan matanya
merah serta cekung.
Kekasihku.
Diserahkannya pada Jennifer secarik kertas yang bertulisan, Dokter Eric Linden,
Memorial Hospital, Charlotte, North Carolina.
"Terima kasih."
Ken masih saja berdiri, dia ragu. "Sebenarnya bukan urusanku, tapi apakah kau
yakin akan niatmu itu?"
"Aku yakin."
Jennifer merasa tak punya pilihan lain. Tak ada yang lebih
"Ya," kata Jennifer. "Saya Nyonya Parker. Saya ada janji dengan Dokter Linden
untuk.... untuk...." Jennifer tak sampai hati untuk mengucapkannya.
Jennifer mengangkat mukanya dan melihat seorang lakilaki yang gemuk pendek,
berkepala botak, dan memakai kaca mata berbingkai tanduk yang membuatnya
jadi kelihatan seperti burung hantu.
"Saya Dokter Linden." Dia melihat kartu yang ada dalam tangannya.
Dokter itu memegang lengan Jennifer lalu berkata dengan nada membujuk,
"Duduklah." Dia pergi ke wastafel lalu mengisi sebuah gelas dari kertas dengan
air. "Minum ini."
"Ya."
"Tidak."
Dokter Linden menyalakan pipa itu dan berkata, "Ini kebiasaan buruk." Dia
bersandar lalu menghembuskan segumpal asap.
Sarafnya demikian tegang hingga rasanya akan putus. Dia merasa sewaktu-
waktu dia bisa berteriak.
Dengan usaha yang besar sekali, Jennifer berhasil menguasai niatnya untuk
melawan. "Baiklah."
"sifatnya final. Anda masih bisa mengubah pikiran Anda sekarang, tapi Anda
tidak bisa lagi mengubahnya setelah bayinya dibuang."
Bau tembakau yang manis membuat Jennifer merasa mual lagi. Dia ingin dokter
itu menyingkirkan pipanya. "Dokter Linden....."
"Anda bisa berpakaian sekarang, Nyonya, Parker. Anda boleh menginap di sini
satu malam, kalau Anda mau, dan pembedahannya akan kita lakukan besok
pagi."
"Tidak!" Suara Jennifer terdengar lebih tajam daripada yang dimaksudnya. "Saya
ingin itu dilakukan sekarang saja."
"Ada dua orang pasien yang sudah datang lebih dulu dari Anda. Akan saya suruh
seorang jururawat kemari untuk Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Mau begitu?"
Jennifer tak berhasil menghapuskan gambaran bayi itu dari pikirannya. Pada saat
itu, bayi itu ada dalam tubuh ibunya, nyaman, hangat, dan hidup, terlindung dari
dunia luar dalam rahim yang amniotic. Jennifer bertanya sendiri, apakah janin
bayi itu sudah punya perasaan pendahuluan mengenai apa yang akan terjadi atas
dirinya. Dia ingin tahu apakah bayi itu akan merasa sakit bila pisau
membunuhnya. Jennifer menutup telinga dengan tangannya supaya tidak
mendengar bunyi detik jam. Dirasakannya napasnya mulai menyesak, dan
tubuhnya bersimbah peluh. Dia mendengar bunyi, lalu membuka matanya.
Dokter Linden mengangguk. "Itulah yang akan kita lakukan sekarang." Dia
mengambil sebuah alat suntik dari meja di samping tempat tidur, lalu mendekati
Jennifer.
Dia
menyuntik Jennifer. "Rupanya ini untuk pertama kali Anda menggugurkan, ya?"
"Ya."
"Kalau begitu, baik saya jelaskan jalannya. Pembedahan itu tidak akan terasa
sakit dan boleh dikatakan sederhana. Di kamar bedah Anda akan diberi suntikan
nitrous oxide untuk pembiusan keseluruhan, dan oksigen melalui kedok. Bila
Anda sudah tak sadar kami akan memasukkan semacam cermin kecil ke dalam
vagina Anda, supaya kami bisa melihat apa yang kami lakukan. Lalu kami akan
membesarkan leher rahim dengan alat-alat dari logam, mula-mula dengan yang
berukuran kecil, makin lama makin besar, dan bagian dalam dari rahim Anda
akan dikeruk dengan alat kuret. Ada pertanyaan sebegitu jauh?"
"Tidak."
Dia merasa dirinya mengambang dalam keadaan indah bagai dalam mimpi... dia
sadar ada orang-orang yang masuk ke ruang itu. mereka mengangkatnya ke
sebuah meja logam beroda... dia bisa merasakan rasa dingin di punggungnya
menembusi baju rumah sakitnya yang tipis. Dia didorong melalui lorong rumah
sakit itu dan dia lalu menghitung lampu-lampu yang bergantungan. Rasanya
penting untuk
Dia didorong memasuki sebuah kamar bedah putih yang bebas hama dan
Jennifer berpikir, Di sinilah bayiku akan mati.
Jangan kuatir, Adam kecil. Aku tidak akan membiarkan mereka menyakitimu.
Dan di luar kehendaknya, dia pun menangis.
Kematian tanpa rasa sakit, pikir Jennifer. Bagus sekali. Dia sayang pada bayinya.
Dia tak mau bayi itu disakiti.
Sekarang akan terjadi. Hal itu akan terjadi sekarang. Adam kecil. Adam kecil.
Adam kecil.
Dirasakannya suatu alat baja yang dingin mulai bergerak di antara kedua
pahanya dan perlahan-lahan dimasukkan. Alat pembunuh asing itulah yang akan
membunuh bayi Adam.
Waktu Jennifer sadar, dia terbaring di tempat tidur dalam kamarnya di rumah
sakit. Melalui jendela dia bisa melihat bahwa di luar hari sudah gelap. Tubuhnya
terasa sakit seolah Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
olah bekas dipukuli, dan dia ingin tahu berapa lama dia tak sadar. Dia masih
hidup, tapi bayinya....
Dijangkaunya bel yang terpasang di tempat tidurnya, lalu ditekannya. Bel itu
ditekannya terus, serasa tak bisa berhenti.
Dia kebingungan.
Seseorang jururawat muncul di pintu lalu cepat-cepat pergi lagi. Beberapa saat
kemudian Dokter Linden masuk bergegas.
Dia mendekat ke sisi tempat tidur, lalu dengan halus melepaskan jari-jari
Jennifer dari bel itu.
Jennifer mencengkam lengan dokter itu kuat-kuat dan berkata dengan suara
serak, "Bayi saya.... dia mati!"
"Tidak, Nyonya Parker," kata Dokter Linden. "Dia masih hidup. Saya harap dia
laki-laki. Anda terus-menerus menyebutnya Adam."
28
Hari Natal berlalu, dan tahun baru pun tiba, tahun seribu sembilan ratus tujuh
puluh tiga. Salju yang turun dalam bulan Februari digantikan oleh angin keras
dalam bulan Maret, dan Jennifer tahu bahwa sudah tiba waktunya dia berhenti
bekerja.
Setelah semuanya pergi, Ken Bailey bertanya, "Apakah semuanya ini sudah
kaupikirkan matang-matang?"
"Aku tak punya pilihan lain, Ken."
Ken memandanginya. "Aku tak tahu siapa laki-laki keparat itu, tapi aku benci
padanya."
"Baiklah kalau begitu." Dengan nada yang berubah lembut dia menambahkan,
"Bila ada sesuatu yang bisa kulakukan —
Jennifer tinggal lama di kantornya setelah semua orang pergi, duduk seorang diri
dalam gelap, dan dia berpikir. Dia akan selalu mencintai Adam. Tak satu pun
bisa mengubah hal itu, dan dia yakin bahwa Adam pun masih mencintainya.
Sebenarnya akan lebih mudah bila Adam tidak mencintaiku, pikir Jennifer.
Sungguh suatu ironi yang tak tertanggungkan: mereka saling mencintai tapi tak
bisa berkumpul, bahwa hidup mereka akan terpisah makin lama makin jauh.
Adam kini berada di Washington bersama Mary Beth dan anak mereka.
Jennifer membayangkan anaknya sendiri, yang akan tumbuh, yang ingin tahu
siapa ayahnya. Dia tidak akan bisa memberitahukannya, Adam pun tidak akan
pernah boleh tahu bahwa dia mengandung anaknya, karena hal itu akan
menghancurkan Adam.
Dan bila ada orang lain yang tahu, maka Adam akan binasa dengan cara yang
lain pula.
Pada suatu hari dia sedang dalam perjalanan untuk menemui seorang klien di
Long Island. Dia membelok dijalan Ekspres Long Island pada pembelokan tiga
puluh enam, tetapi dia salah belok dan mendapatkan dirinya berada di Sands
Point.
Jalan-jalan di situ sunyi dan diteduhi pohon-pohon yang tinggi, anggun. Rumah-
rumah dibangun jauh dari jalan, masing-masing rumah terpisah di tanah milik
tersendiri. Di depan sebuah rumah model kolonial di Jalan Sands Point,
tergantung pengumuman Dijual. Pekarangannya dikelilingi pagar, dan ada
sebuah pintu gerbang indah dari besi tempa yang menuju ke jalan yang licin
tempat mobil masuk, diterangi oleh lampu-lampu bertiang di kiri-kanannya.
Halaman depannya luas dan ditumbuhi sederetan pohon-pohon untuk
melindungi rumah.
Dari luar, rumah itu tampak menggiurkan. Jennifer mencatat nama makelarnya,
kemudian membuat janji untuk melihatlihat rumah itu esok petangnya.
akan membeli pribadi laki-laki itu, dia akan membeli sebuah rumah.
"Rumah itu cantik sekali," kata laki-laki itu. "Ya, benar-benar cantik. Umurnya
sudah kira-kira seratus tahun. Masih dalam keadaan sempurna. Benar-benar
sempurna."
Di lantai atas, di seberang kamar tidur utama, ada sebuah kamar yang bisa
diubah menjadi sebuah kamar bayi. Dia akan mewarnainya biru dan....
Jennifer sudah memastikan bahwa ini akan merupakan dunia yang akan menjadi
miliknya dan anaknya saja.
Kimono dan piama Adam masih ada di situ, demikian pula sandal dan alat-alat
cukurnya. Setiap kamar punya beratus-ratus kenangan tentang Adam, kenangan
tentang masa lalu yang indah, namun sudah mati. Jennifer mengumpulkan
barang-barangnya secepatnya lalu keluar dari situ.
Dia berkeliling ke toko-toko antik untuk membeli lampu-lampu dan meja, serta
barang-barang seni. Dia membeli air mancur dan patung untuk kebun, juga
barang-barang hiasan buatan Lipschitz, Nogu-chi, dan Miro.
Perut Jennifer makin membesar, dan dia pergi ke desa untuk membeli pakaian
hamil. Dia menyuruh memasang telepon yang nomornya tidak didaftarkan.
Telepon itu dipasangnya hanya untuk keadaan darurat, tak seorang pun diberinya
nomor telepon itu, dan dia pun tidak
merahasiakannya.
"Sungguh cantik, Jennifer. Cantik sekali. Hebat benar hasil karyamu." Ken
melihat ke perut Jennifer. "Berapa lama lagi?"
"Dua bulan lagi." Jennifer meletakkan tangan Ken di perutnya, lalu berkata,
"Coba rasakan."
"Makin hari makin kuat saja dia," kata Jennifer dengan bangga.
"Baiklah. Maafkan aku. Kantor sangat kehilangan kau. Ada klien baru yang....”
Mereka bercakap-cakap sampai tiba waktunya Ken harus pulang, dan Jennifer
tak senang melihatnya pergi. Dia seorang laki-laki dan seorang sahabat yang
baik.
Dia berhenti membaca surat-surat kabar, dan tak mau lagi nonton tv atau
mendengarkan radio. Dunianya adalah di sini, di antara empat dinding ini. Inilah
sarangnya, rahimnya, tempat dia akan melahirkan putranya ke dunia ini.
Setelah Jennifer selesai menata kamar bayi, kamar itu di sinya dengan
bermacam-macam mainan. Didatanginya toko olahraga, dan melihat bola kaki,
alat pemukul basebal , dan sarung tangan penangkap bola. Dan dia
menertawakan dirinya. Gila-gilaan aku ini. Dia lahir pun belum. Namun alat
pemukul basebal dan sarung tangan penangkap bola itu dibelinya juga. Dia
tergoda ingin membeli bola kaki, tapi pikirnya, Itu nanti saja.
Para pekerja sudah selesai dan rumah itu menjadi sepi dan lengang. Dua kali
seminggu Jennifer pergi ke desa untuk berbelanja di supermarket, dan dua
minggu sekali dia mengunjungi Dokter Harvey, dokter ahli kandungan yang
menanganinya. Dengan patuh Jennifer minum susu lebih banyak daripada yang
disukainya, vitamin-vitamin diminumnya, dan semua makanan yang sehat dan
bergizi dimakannya. Sekarang dia menjadi besar dan merasa kaku, dan dia mulai
merasa sulit bergerak.
Dia selalu aktif, dan pikirnya dia akan benci sekali kalau dia sampai menjadi
berat dan kaku, dan harus bergerak lambat.
Tapi entah mengapa, kini dia tak peduli. Tak ada lagi alasan untuk bergegas.
Hari-hari terasa lamban dan dipenuhi mimpi serta kedamaian. Suatu jam harian
dalam dirinya telah memperlambat jalannya sendiri. Jennifer seolah-olah sedang
mengumpulkan tenaga, dan menumpahkannya pada tubuh lain yang hidup di
dalam tubuhnya.
Pada suatu pagi Dokter Harvey memeriksa Jennifer, lalu berkata, "Dua minggu
lagi, Nyonya Parker."
Sudah dekat sekali sekarang. Mula-mula dia menyangka bahwa dia mungkin
akan takut. Dia sudah mendengar ocehan Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/
Kini Ken Bailey hampir setiap hari datang ke rumah itu, membawakannya
bermacam-macam buku untuk anak-anak, dan selusin buku-buku Dokter Seuss.
Sedang Ken memandangi Jennifer dengan berpikir: Dialah wanita tercantik yang
pernah kulihat.
Rasa sakit yang pertama datang pukul tiga subuh. Rasa sakit itu demikian
hebatnya hingga Jennifer merasa tak bisa bernapas. Beberapa saat kemudian rasa
sakit itu berulang lagi, dan dengan gembira Jennifer berpikir, Sudah hampir
waktunya.
Dia mulai menghitung waktu di antara rasa sakit itu, dan waktu rasa sakit itu
masing-masing berjarak sepuluh menit, dia menelepon dokter ahli
kandungannya. Jennifer pergi ke rumah sakit dengan mengemudikan mobilnya
sendiri, dia berhenti sebentar di pinggir jalan setiap kali sakitnya terasa lagi.
Seorang petugas sudah siap menantinya di luar waktu dia tiba. Dan beberapa
menit kemudian, Dokter Harvey memeriksanya.
"Nah, ini pasti akan merupakan persalinan yang mudah, Nyonya Parker. Santai
saja dan kita biarkan alam menjalankan tugasnya."
Ternyata persalinan itu tak mudah, tapi tidak pula terlalu sulit. Jennifer sanggup
menanggung rasa sakit itu, karena dari rasa sakit itu akan terjadi sesuatu yang
indah. Hampir delapan jam lamanya dia menderita, dan pada akhirnya, setelah
tubuhnya serasa hancur dan bengkok karena kejangan-kejangan, dia berpikir
bahwa derita itu tidak akan berakhir.
Tiba-tiba dia merasa sakitnya hilang dan disusul oleh rasa kosong, lalu tiba-tiba
rasa damai.
Dia mendengar tangis melengking, dan Dokter Harvey mengangkat bayinya
sambil berkata, "Inginkah Anda melihat putra Anda, Nyonya Parker?"
29
Bayi itu diberinya nama Joshua Adam Parker, beratnya empat kilogram enam
ons. Dia bertubuh sempurna. Jennifer tahu bahwa bayi selalu jelek waktu
dilahirkan, kulitnya kisut dan merah, mirip monyet kecil. Tapi Joshua Adam
tidak. Dia cantik. Para jururawat di rumah sakit itu berulang kali mengatakan
betapa tampannya Joshua, dan Jennifer tak bosan-bosannya mendengar pujian
itu. Persamaannya dengan Adam nyata sekali. Joshua Adam bermata abu-abu
kebiru-biruan seperti ayahnya dan bentuk kepalanya sempurna. Bila Jennifer
memandangnya dia serasa melihat Adam.
Waktu Joshua berumur dua hari dia melihat pada Jennifer sambil tersenyum, dan
Jennifer buru-buru menekan bel memanggil jururawat.
"Bayi-bayi lain mungkin bersendawa," kata Jennifer berkeras. "Anak saya ini
tersenyum."
Dulu Jennifer ingin tahu bagaimana perasaannya kelak terhadap bayinya, dia tak
yakin apakah dia akan menjadi ibu yang baik. Bayi-bayi biasanya
membosankan. Mereka mengotori popok mereka, selalu menuntut diberi makan,
menangis, dan tidur. Tak ada komunikasi dengan mereka.
Aku pasti tidak akan punya perasaan apa-apa terhadapnya sampai dia berumur
empat atau lima tahun, pikir Jennifer dulu. Betapa kelirunya. Sejak Joshua
dilahirkan, Jennifer sudah mencintainya dengan rasa cinta yang tak disadarinya
ada dalam dirinya. Rasa cinta itu adalah cinta yang sangat melindungi. Joshua
masih begitu kecil, sedang dunia begitu luas.
Waktu Jennifer membawa Joshua pulang dari rumah sakit, dia dibekali suatu
daftar panjang instruksi-instruksi, tapi itu semuanya hanya membuatnya panik
saja. Selama dua minggu yang pertama, seorang jururawat yang berpraktek
bebas, tinggal di rumahnya. Setelah itu Jennifer berdiri sendiri, dan dia sangat
ketakutan kalau-kalau dia berbuat salah dan mungkin mengakibatkan kematian
bayinya. Dia takut anak itu tiba-tiba berhenti bernapas setiap saat.
Waktu Jennifer pertama kali membuatkan susu Joshua, dia menyadari bahwa dia
lupa membebas-hamakan dotnya.
Setelah dia selesai, dia baru ingat bahwa sekarang botolnyalah yang lupa
dibebashamakannya. Jennifer mulai lagi. Baru saja minuman Joshua itu siap,
bayi itu sudah menjerit marah.
Ada kalanya Jennifer merasa dirinya tak mampu menangani bayinya. Pada saat-
saat yang tak disangka-sangka dia dilanda perasaan tertekan. Dikatakannya pada
dirinya sendiri bahwa itu adalah perasaan masygul yang normal sesudah
melahirkan, tetapi penjelasan itu tidak membuatnya senang. Dia selalu merasa
letih sekali. Rasanya dia tak tidur-tidur sepanjang malam karena harus memberi
Joshua minum, tapi akhirnya dia bisa juga tertidur. Dia terbangun oleh tangis
Joshua dan dia terhuyung-huyung kembali ke kamar bayi.
Dia terus-menerus menelepon dokter, tanpa peduli pukul berapa, siang atau
malam.
"Napas Joshua terlalu cepat.... Dia bernapas terlalu lambat.... Joshua batuk.... Dia
tidak mau makan malam ini....
Joshua muntah."
"Nyonya Parker, saya tak pernah melihat bayi yang lebih sehat dari putra Anda.
Mungkin dia kelihatan rapuh, tapi tubuhnya sekuat sapi. Jangan kuatir terus
mengenai dia, tapi nikmatilah dia. Ingat saja satu hal — kita berdua akan lebih
dulu mati daripada dia!"
Maka Jennifer mulai merasa tenang. Kamar tidur Joshua ditatanya dengan
gorden-gorden dari bahan halus dan alas tempat tidurnya dari bahan yang
berlatar belakang biru dihiasi bunga-bunga putih dan kupu-kupu kuning. Ada
tempat tidur kecil, sebuah boks untuk tempat bermain, sebuah rak kecil yang
berlaci-laci yang sewarna, sebuah meja kecil dan kursi kecil, seekor kuda-
kudaan, dan lacinya penuh mainan.
Jennifer bercakap-cakap terus dengan bayi itu, dan waktu Joshua berumur empat
minggu, Jennifer mendapat hadiah Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
senyuman dari anaknya itu. Bukan sendawa, pikir Jennifer dengan rasa bahagia.
Suatu senyuman!
Waktu Ken Bailey untuk pertama kalinya melihat bayi itu, lama dia menatapnya.
Jennifer tiba-tiba merasa panik, dan berpikir, Dia akan mengenalinya. Dia akan
tahu bahwa itu adalah bayi Adam.
Tapi Ken hanya berkata, "Dia cantik sekali. Dia seperti ibunya."
Enam minggu sudah berlalu dan sudah tiba pula waktunya untuk bekerja
kembali. Jennifer tidak suka memikirkan dia harus berpisah dari anaknya,
biarpun hanya untuk beberapa jam sehari. Tapi pikiran untuk kembali ke
kantornya membuatnya merasa berdebar. Sudah begitu lama dia benar-benar
memisahkan dirinya dari segala-galanya. Sudah tiba waktunya untuk memasuki
kembali dunianya yang lain.
Dia melihat ke dalam cermin dan memutuskan bahwa yang pertama-tama harus
dilakukannya adalah mengembalikan tubuhnya ke bentuk semula. Dia sudah
menjalani diet dan melakukan senam segera setelah kelahiran Joshua, tapi kini
dia menjalankannya dengan lebih giat lagi, dan dia segera kelihatan seperti
semula lagi.
Jennifer mulai mencari pembantu rumah tangga. Ditelitinya mereka itu seolah-
olah mereka adalah anggota juri, mencari kelemahan-kelemahan mereka,
ketakjujuran mereka, dan ketakmampuan mereka. Setelah lebih dari dua puluh
orang calon yang punya kemampuan diwawancarainya, barulah ditemukannya
seorang yang berkenan di hatinya dan yang dipercayainya. Dia adalah seorang
wanita Skotlandia, setengah baya, bernama Nyonya Mackey, yang sudah pernah
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bekerja untuk suatu keluarga selama lima belas tahun, dan baru berhenti setelah
anak-anak dalam keluarga itu besar dan bersekolah.
Jennifer meminta bantuan Ken untuk menyelidiki wanita itu, dan setelah Ken
meyakinkan bahwa Nyonya Mackey tak bercacat, Jennifer menerimanya
bekerja.
30
Setelah dalam kalangan itu tersiar kabar bahwa Jennifer sudah kembali,
perhatian orang bukan main besarnya. Tamu-tamu yang diterima Jennifer makin
lama makin banyak. Para ahli hukum dari kantor-kantor pengacara lain mampir
untuk menjenguk.
Cynthia, Dan, dan Ted telah memasang hiasan-hiasan kertas di seluruh ruangan,
disertai kata-kata Selamat Datang Kembali. Mereka menyuguhkan sampanye
dan kue-kue.
Jennifer melihat padanya lalu berkata, "Tidak, aku tidak punya rencana untuk
melakukannya lagi."
mereka ingin meyakinkan diri bahwa Jennifer baik-baik saja dan mendoakan
keselamatannya.
Waktu Ken Bailey berada di kamar kerja Jennifer berduaan saja, dia berkata,
"Tahukah kau siapa yang membuat kami gila karena usahanya untuk
menghubungimu?"
"Michael Moretti."
"Oh."
"Aneh sekali dia itu. Waktu kami menolak mengatakan padanya di mana kau
berada, kami disuruhnya
Dipelajarinya pesan-pesan lain melalui telepon. Ada belasan pesan telepon dari
Tuan Adam. Barangkali dia seharusnya memberi tahu Adam bahwa dia baik-
baik saja, bahwa tak ada apa-apa terjadi atas dirinya. Tapi dia tahu bahwa dia
tidak akan tahan mendengar suara Adam, mengetahui bahwa dia dekat padanya,
tapi tak dapat bertemu dengannya, tak dapat menyentuhnya, tak dapat
memeluknya. Tak dapat
Setiap pagi hari sebelum Jennifer berangkat ke kantor, dia menyiapkan sendiri
sarapan untuk Joshua, dan dia menghabiskan waktunya sebanyak mungkin untuk
bermain-main dengan Joshua sebelum berangkat ke kantor.
Nyonya Mackey menegurnya. "Dia masih bayi, Nyonya Parker. Dia tak mengerti
sepatah pun yang Anda
katakan."
Hari-hari Jennifer di kantor selalu penuh. Pada suatu pagi dia menerima telepon
dari Philip Redding, presiden suatu perusahaan minyak yang besar.
Jennifer tak perlu menanyakan apa masalahnya. Presiden itu telah dituduh
membayar suap untuk mengadakan usaha di Timur Tengah. Dia bersedia
memberikan bayaran tinggi untuk menangani perkara itu, tapi Jennifer benar-
benar-tak ada waktu.
"Maaf," katanya, "saya tak bisa membantu, tapi saya bisa menunjukkan
seseorang yang pandai sekali."
"Ada yang memberi tahu saya, supaya saya tak mau menerima penolakan dari
Anda," sahut Philip Redding.
"Kata beliau Andalah yang terbaik. Tapi saya pun sudah tahu."
"Sudah lama sekali saya tak berbicara dengan Anda, Nona manis."
"Saya ingin mengucapkan terima kasih, karena Anda telah menganjurkan Philip
Redding supaya dia menelepon saya."
"Saya ingin yakin bahwa dia dibela oleh orang yang pandai."
Jennifer terkejut sekali. "Saya akan suka sekali makan malam dengan Anda."
"Bagus. Kau akan kubawa ke klubku. Itu tempat berkumpul orang-orang kolot
dan mereka tidak terbiasa dengan wanita muda. Kedatanganmu di sana akan
menggemparkan mereka."
Century Association di West 43rd Street, dan waktu dia dan Jennifer bertemu di
sana untuk makan malam, Jennifer melihat bahwa hakim itu telah memperolok-
olokkannya waktu mengatakan tentang orang-orang kolot di tempat itu. Ruang
makannya penuh dengan penulis-penulis, seniman-seniman, ahli-ahli hukum,
dan para bintang film.
"Telah menjadi kebiasaaan untuk tidak memperkenalkan siapa pun juga di sini,"
Hakim Waldman menjelaskan pada Jennifer. "Orang menganggap bahwa setiap
orang yang datang kemari tentu bisa dikenali."
Jennifer mengenali antara lain Louis Auchincloss, George Plimpton, dan John
Lindsay, yang duduk di meja terpisah-pisah.
Agaknya pergaulan sosial Lawrence Waldman sama sekali berbeda dari apa yang
disangka Jennifer. Sambil minum cocktail laki-laki itu berkata pada Jennifer,
"Dulu aku ingin agar izin usaha pengacaramu dicabut karena kupikir kau
memberi malu profesi kita."
Jennifer merasa senang. Dia telah bertemu dengan hakim-hakim yang mudah
disuap, bodoh, atau tak mampu. Dia menaruh hormat pada Lawrence Waldman.
Orang ini adalah seorang ahli hukum yang sangat pandai dan juga laki-laki yang
tulus.
"Di luar ruang sidang, tidakkah lebih baik kalau kita saling menyebut Lawrence
dan Jennie?"
menyebutnya Jennie.
Makanannya enak sekali, dan makan malam itu menjadi awal dari kebiasaan
yang mereka lakukan setiap bulan.
31
Waktu itu adalah musim panas dalam tahun seribu
sembilan ratus tujuh puluh empat. Tanpa disadari, satu tahun telah berlalu sejak
Joshua Adam Parker dilahirkan. Dia mulai melangkah setapak-setapak dan dia
sudah mengerti kata-kata hidung, mulut, dan kepala.
olah itu akan diadakan di Gedung Putih. Pada hari Sabtu dia
buku, dan mainan, serta sebuah sepeda roda tiga yang dua
tahun lagi baru bisa dikendarai anak itu. Dia membeli hadiah-
Jennifer.
percaya diri.
Malam itu setelah semua tamu pulang, dan Joshua sudah ditidurkan, Jennifer
duduk di sisi tempat tidurnya mengawasi anaknya yang tidur itu, sambil
mengagumi makhluk istimewa yang telah keluar dari dalam tubuhnya, hasil
cintanya dengan Adam Warner itu. Adam pasti akan bangga melihat bagaimana
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Berhent!l Jennifer memarahi dirinya sendiri. Kau merasa kasihan pada dirimu
sendiri. Malam itu dia berbaring di tempat tidurnya, tanpa tidur, menghayati
kembali setiap kejadian terperinci dari pesta tadi, dan mengenang segala-
galanya.
32
Dalam bulan-bulan berikutnya, Senator Adam Warner menjadi buah bibir orang
ramai. Latar belakangnya, kemampuannya, dan kharismanya, telah membuatnya
diterima baik di senat sejak semula. Dia berhasil menduduki beberapa tempat
dalam beberapa panitia penting dan dia mensponsori suatu peraturan perburuhan
yang penting yang berjalan dengan lancar dan mulus. Adam Warner punya
sahabat-sahabat yang berkuasa dalam kongres. Banyak orang yang mengenal
dan menghormati ayahnya. Sudah menjadi pengertian umum bahwa Adam akan
memperebutkan
menertawakan dirinya sendiri, tapi di balik kedok kegembiraan itu, Jennifer tahu
bahwa dia adalah laki-laki yang perasa dan tersiksa. Kadang-kadang dia datang
ke rumah Jennifer pada akhir minggu untuk makan siang atau makan malam,
dan dia bermain-main dengan Joshua berjam-jam lamanya. Mereka berdua
saling menyayangi.
Pada suatu kali setelah Joshua ditidurkan, dan Jennifer sedang makan malam
bersama Ken di dapur, Ken menatap Jennifer terus hingga Jennifer bertanya,
"Adakah sesuatu yang tak beres, Ken?"
"Ya, Tuhan, ada," erang Ken. "Maafkan aku, alangkah kerasnya dunia ini."
Dia lalu tak berkata apa-apa lagi. Kini sudah hampir sembilan bulan Adam tidak
mencoba menghubungi Jennifer lagi, tapi Jennifer tetap rajin membaca tulisan-
tulisan tentang Adam dalam surat-surat kabar atau majalah, dan
menontonnya setiap kali dia muncul di tv. Jennifer mengingatnya terus. Betapa
tidak? Anaknya merupakan manusia hidup yang selalu mengingatkan akan
adanya Adam.
Joshua sekarang sudah berumur dua tahun dan serupa benar dengan ayahnya.
Matanya yang biru sama seriusnya dengan mata ayahnya, dan gerak-geriknya
pun sama benar. Joshua adalah jiplakan kecil dari Adam. Dia hangat, penuh rasa
sayang, dan suka bertanya.
Kini dia sudah bisa berbicara dengan kalimat-kalimat, dan dia tak pernah lupa
mengucapkan tolong dan terima kasih.
Pada suatu kali, waktu Jennifer mencoba menyuapinya di kursi tingginya, Joshua
berkata dengan tak sabar, "Mama, pergilah main dengan mainan Mama sana."
berkata, "Jangan. Bukankah itu bisa hilang dicuci? Joshua sedang menyatakan
keinginannya."
"Hanya itu pulalah yang akan saya lakukan," dengus Nyonya Mackey. "Akan
menyatakan keinginan diri saya. Anda akan membuat anak itu manja dan rusak."
Tetapi Joshua tidak manja. Dia banyak akal dan tuntutan, tapi itu normal untuk
anak berumur dua tahun. Dia takut pada alat penghisap debu, binatang-binatang
buas, kereta api, dan dia takut kegelapan.
Joshua suka akan segala macam olahraga. Suatu peristiwa, waktu mereka sedang
memperhatikan dia berlarian bersama beberapa orang temannya, Jennifer
berpaling pada Nyonya Mackey dan berkata, "Meskipun aku ibu Joshua sendiri,
aku bisa melihatnya secara objektif, Nyonya Mackey. Kurasa dia akan menjadi
seorang olahragawan ulung."
Jennifer telah mengatur kebijaksanaan untuk menghindari setiap perkara yang
mungkin membuatnya meninggalkan kota dan pergi dari Joshua. Tetapi pada
suatu pagi dia menerima telepon yang mendesak dari Peter Fenton, seorang klien
yang memiliki sebuah perusahaan pembuatan barang-barang.
"Aku ingin membeli sebuah pabrik di Las Vegas. Bisakah kau terbang ke sana
untuk menemui pengacara-pengacara mereka?"
"Aku akan mengutus Dan Martin," usul Jennifer. "Kau kan tahu aku tak suka
pergi ke luar kota, Peter?"
"Jennifer, kau akan bisa menyelesaikan segala-galanya dalam dua puluh empat
jam. Kau akan diantar dengan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
pesawat terbang perusahaan dan esok harinya kau sudah akan kembali."
Dia sudah pernah pergi ke Las Vegas dan dia merasa tak acuh. Dia tak bisa
menyukai Las Vegas, tetapi juga tidak membencinya. Orang harus melihatnya
sebagai sesuatu yang luar biasa, suatu kebudayaan tersendiri dengan gaya
bahasanya sendiri, undang-undang serta moral tersendiri pula.
Tak ada kota di dunia ini yang sama dengan kota itu. Lampu-lampu neon yang
besar-besar menyala sepanjang malam, akan memamerkan keanggunan istana-
istananya yang hebat, yang khusus dibangun untuk menguras dompet para turis
yang datang berbondong-bondong bagaikan tikus-tikus ladang, dan berbaris-
baris menunggu orang mengambil alih tabungan mereka yang telah mereka
penuhi dengan seksama.
"Aduhai!"
Esok harinya, pagi-pagi benar pesawat jet Lear milik Peter Fenton sudah
menjemput Jennifer dan menerbangkannya ke Las Vegas. Sepanjang petang dan
malam harinya dihabiskan Jennifer untuk membicarakan kontrak itu secara
terperinci.
"Terima kasih, Peter, tapi kurasa aku akan tinggal dalam kamarku saja dan cepat-
cepat pergi tidur. Aku akan kembali ke New York besok pagi."
Hari itu telah tiga kali Jennifer berbicara dengan Nyonya Mackey, dan setiap kali
Nyonya Mackey meyakinkannya bahwa Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Joshua baik-baik saja. Dia mau makan, dia tak demam, dan dia kelihatan senang.
bodoh, tapi dia tak peduli. "Katakan padanya aku akan kembali besok."
Jennifer berniat untuk makan malam seorang diri di kamarnya, tapi entah
mengapa, kamar itu tiba-tiba terasa menekan, rasanya dinding-dindingnya
menjepitnya. Dia tak bisa berhenti memikirkan Adam.
Bagaimana dia sampai bisa bercinta dengan Mary Beth dan membuatnya hamil,
padahal...
Dia harus keluar ke suatu tempat di mana banyak orang berkumpul. Barangkali
sebaiknya aku nonton suatu pertunjukan. Dia mandi cepat-cepat, berpakaian, lalu
pergi.
Di ruang pertunjukan utama, Marty Al en akan mengadakan pertunjukan. Di
depan pintu masuk untuk pertunjukan akhir, terlihat antrian yang panjang sekali.
Jennifer menyesal mengapa dia tidak meminta pada Peter Fenton untuk
memesankan tempat di situ.
Wajah petugas itu berseri-seri dan berkata, "Tentu, Tuan Moretti. Mari silakan."
Jennifer menoleh dan terlihat olehnya mala Michael Moretti yang hitam dan
dalam itu..
"Anda harus makan." Michael Moretti memegang lengan Jennifer, dan Jennifer
terpaksa berjalan di sebelah laki-laki itu, mengikuti petugas tadi ke meja
istimewa di tengah-tengah suatu ruangan yang luas. Jennifer merasa jijik
membayangkan dia harus makan bersama Michael Moretti, tapi dia tak tahu
bagaimana dia bisa keluar dari situ sekarang tanpa menimbulkan kekacauan.
Kini menyesal benar dia tak mau makan bersama Peter Fenton.
Mereka duduk di meja menghadap pentas, lalu petugas berkata, "Selamat makan,
Tuan Moretti, Nona."
Jennifer merasakan mata Michael Moretti lekat pada dirinya dan dia merasa tak
enak. Laki-laki itu duduk saja diam-diam, tanpa berkata apa-apa. Michael
Moretti memang seorang lakilaki yang banyak berdiam diri, laki-laki yang tak
percaya pada kata-kata, seolah-olah kata-kata hanya merupakan jebakan, bukan
suatu alat komunikasi. Kediamannya itu mencekam.
"Saya tak suka anjing," kata Michael Moretti. "Karena anjing bisa mati."
Dan kata-katanya itu seolah-olah membukakan suatu bagian dari dirinya yang
pribadi sifatnya, yang berasal dari suatu sumber yang dalam sekali. Jennifer tak
tahu bagaimana dia harus menjawabnya.
Dia memikirkan tentang kata-kata yang diucapkan laki-laki itu tadi: Saya tak
suka anjing. Karena anjing bisa mati. Dia ingin tahu bagaimana agaknya masa
kanak-kanak Michael Moretti. Tanpa disadarinya Jennifer lalu memperhatikan
lakilaki itu. Dia menarik; daya tariknya bisa membahayakan dan mengacaukan.
Dia memancarkan kekerasan, yang sewaktu-waktu bisa meledak.
Jennifer tak dapat mengatakan mengapa, tapi berada di dekat laki-laki ini, dia
jadi merasa sebagai seorang wanita sesungguhnya. Mungkin itu disebabkan oleh
cara matanya yang hitam kelam itu memandanginya, yang kemudian diarahkan
ke tempat lain, seolah-olah takut membukakan isi hatinya terlalu banyak.
Jennifer menyadari bahwa sudah lama dia tidak lagi memikirkan dirinya sebagai
seorang wanita. Sejak hari dia kehilangan Adam. Hanya laki-lakilah yang bisa
membuat orang merasa dirinya sebagai wanita, pikir Jennifer, membuat dirinya
merasa cantik, membuatnya merasa digandrungi.
berkuasa, dan Jennifer mulai merasa betapa besarnya pengaruh laki-laki itu.
"Saya akan memesan makanan khusus untuk kita," kata Michael Moretti. "Sebab
di sini makanannya mereka siapkan untuk delapan ratus orang tamu. Rasanya
seperti makan di pesawat terbang saja."
Dia mengangkat tangannya dan petugas tadi segera berada di sisinya. "Ya, Tuan
Moretti. Apa yang Anda inginkan malam ini?"
dihanguskan."
Sebotol sampanye dibawa ke meja itu, kiriman dari pemilik tempat itu.
Jennifer biasa mengenal dan membela belasan laki-laki yang telah melakukan
kejahatan yang mengerikan, tapi menurut perasaannya tak seorang pun di antara
mereka itu yang sama berbahayanya dengan laki-laki ini. Dia telah menanjak
mencapai puncak sindikat, dan untuk mencapai hal itu tidaklah cukup hanya
dengan mengawini putri Antonio Granel i saja.
"Selama Anda tak di tempat, saya menelepon satu, dua kali," kata Michael.
Menurut Ken Bailey, hampir setiap hari dia Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/
menelepon. "Ke mana Anda waktu itu?" Pertanyaan itu diucapkan dengan nada
santai.
"Pergi."
Lama mereka diam. "Ingatkah Anda akan tawaran yang pernah saya ajukan pada
Anda?"
"Sudah saya katakan saya tidak tertarik. Tak ada tawaran yang tak bisa ditolak.
Itu hanya ada dalam buku-buku, Tuan Moretti. Saya menolak."
Michael Moretti teringat akan peristiwa yang terjadi di rumah ayah mertuanya
beberapa minggu yang lalu. Waktu itu ada rapat keluarga, dan rapat itu tak lancar
jalannya. Thomas Colfax membantah semua yang diusulkan Michael.
"Si Tommy itu orang baik. Selama bertahun-tahun ini dia telah menyelamatkan
kita dari banyak kesulitan."
"Jennifer Parker."
"Yang ini bukan perempuan biasa. Dia adalah seorang ahli hukum yang terbaik
di sini."
"Nantilah kita lihat," kata Antonio Granel i. "Kita lihat dulu."
Michael Moretti tersenyum ringan dan lamban pada Jennifer, dan Jennifer
menyesal bertanya begitu. Sudah tiba waktunya untuk pulang.
"Terima kasih atas makan malamnya yang enak sekali, Tuan Moretti. Saya harus
bangun pagi-pagi, jadi...."
"Anda tak bisa pulang sekarang. Pertunjukannya akan dimulai. Anda akan
menyukai Marty Al en."
Pertunjukan itu merupakan semacam hiburan yang hanya Las Vegas bisa
menyelenggarakannya, Jennifer benar-benar menyukainya. Segera setelah
pertunjukan selesai, dia akan pulang, pikirnya. Tetapi setelah pertunjukan usai
dan Michael Moretti mengajaknya dansa, dia menganggap tak pantas untuk
menolak. Apalagi, harus diakuinya sendiri, bahwa dia merasa senang. Michael
Moretti mahir sekali dansa, dan Jennifer merasa santai dalam rangkulannya.
Suatu kali waktu suatu pasangan lain menabrak mereka, Michael terhimpit pada
Jennifer, dan sesaat Jennifer merasakan kejantanan laki-laki itu. Tetapi Michael
segera menjauh, dan dengan berhati-hati menjaga jarak yang pantas.
Sesudah itu, mereka masuk ke kasino. Tempat itu luas, dengan lampu-lampu
yang terang-benderang, dan ribut.
Dengan memakai kepingan pasangan Michael, Jennifer menang tiga ratus dolar,
yang dengan paksaan diberikannya pada Michael. Dia tak mau berhutang dalam
bentuk apa pun padanya.
Pada awal malam itu, Jennifer merasa letih dan masygul, tapi Michael Moretti
telah memancarkan semangat hidup yang demikian besarnya, hingga seolah-olah
tertumpah memenuhi udara dan menyelubungi Jennifer.
33
Dia makin sering menjadi bahan berita dalam surat-surat kabar dan majalah-
majalah. Adam mulai mengadakan penyelidikan mengenai sekolah anak-anak
Yahudi, dan mengetuai suatu panitia senat yang pergi ke Moskow untuk
menjumpai orang-orang yang berbeda pendapat dengan mereka. Di surat kabar
ada foto-foto tentang kedatangannya di lapangan Terbang Sheremetyevo, sedang
disalami perwira-perwira Rusia yang tak tersenyum. Waktu Adam kembali
sepuluh hari kemudian, surat-surat kabar memberikan pujian-pujian hangat
mengenai hasil perjalanannya.
Pemberitaan tentang dia makin meluas. Rakyat ingin membaca tentang Adam
Warner dan media massa memenuhi selera mereka. Adam menjadi ujung tombak
dalam
menyelidiki keadaan dalam wisma negara untuk anak-anak terlantar, dan dia
mengunjungi penjara-penjara di seluruh negara. Dia berbicara dengan orang-
orang tahanan, dengan para pengawal maupun kepala penjara, dan setelah dia
menyerahkan laporan hasil penyelidikan panitianya, dimulailah perombakan
besar-besaran.
Jennifer mencoba membaca pancaran matanya, dan dia jadi ingin tahu apakah
Adam pernah ingat padanya.
Adam Warner duduk di kepala meja makannya, menjamu Stewart Needham dan
enam orang tamu lainnya. Mary Beth duduk di ujung, di seberang meja,
mengobrol dengan seorang senator lain dari Oklahoma yang istrinya bertaburan
perhiasan.
Washington rupanya telah menghidupkan gairah Mary Beth. Di sini dia penuh
semangat. Dengan meningkatnya kedudukan Adam, Mary Beth telah menjadi
salah seorang
nyonya rumah yang top di Washington dan dia senang sekali dengan
kedudukannya itu. Kedudukan sosial di Washington membosankan Adam, dan
dia senang bisa menyerahkan hal itu pada Mary Beth. Istrinya pandai
menjalankan tugas itu dan Adam bersyukur.
Adam memandang berkeliling meja itu, dan dia ingin malam ini cepat berlalu.
Dari luar, segala sesuatu tampak sempurna. Di dalam segala-galanya salah. Dia
menikah dengan seorang wanita tapi dia mencintai wanita lain. Dia terperangkap
dalam suatu perkawinan dari mana dia tak bisa membebaskan dirinya. Bila Mary
Beth dulu tidak hamil, Adam yakin dia akan melangsungkan perceraiannya. Kini
sudah terlambat, nasibnya sudah ditentukan. Mary Beth telah memberikan
seorang gadis cilik yang cantik, dan Adam mencintai anak itu. Tapi Adam tetap
tak bisa menghapuskan Jennifer dari ingatannya.
Istri gubernur sedang berbicara dengan dia, "Kau beruntung sekali, Adam. Kau
memiliki segala-galanya dalam dunia ini, yang kauingini, bukan?"
34
Musim-musim datang dan pergi, dan semuanya itu berkisar di seputar Joshua.
Dialah yang merupakan pusat dari dunia Jennifer. Dia memperhatikan anaknya
itu tumbuh dan berkembang, dari hari ke hari, dan rasanya tak terhingga ajaibnya
waktu anak itu mulai berjalan, berbicara, dan mengeluarkan pendapatnya.
Suasana hati anak itu terus-menerus berubah, kadang-kadang dia liar dan agresif
dan ada kalanya dia malu dan penuh kasih sayang. Dia menjadi risau Tiraikasih
Website http://kangzusi.com/
bila Jennifer harus meninggalkannya malam hari, dan dia masih takut akan
kegelapan, karenanya Jennifer selalu membiarkan lampu kecil menyala di kamar
tidurnya malam hari.
Waktu Joshua berumur dua tahun, dia amat menyulitkan, benar-benar suatu
penampilan 'puber Dua Tahun'. Dia perusak, keras kepala, dan suka mengamuk.
Dia suka sekali
Dalam tahun itu, mau rasanya Jennifer memberikan Joshua dengan segala
senang hati pada orang asing mana pun juga yang sedang lewat.
Waktu berumur tiga tahun, Joshua tiba-tiba menjadi bidadari, yang lembut dan
penuh kasih sayang. Potongan tubuhnya seperti ayahnya, dan dia suka bekerja
dengan tangan. Dia tidak lagi merusak barang-barang. Dia senang sekali bermain
di luar, memanjat dan berlari, dan mengendarai sepeda roda tiganya.
Joshua menjadi seorang teman. Sebagai hadiah hari Ibu, Joshua mempelajari
lagu kesayangan ayah Jennifer — Shine Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Saat itu merupakan saat yang paling mengharukan dalam hidup Jennifer.
Benar kata orang, pikir Jennifer, bahwa kita tidak mewarisi dunia dari orang tua
kita, kita meminjamnya dari anak-anak kita.
Malam hari setelah Jennifer pulang, mereka duduk-duduk di depan perapian dan
membaca bersama-sama. Jennifer membaca majalah Trial Magazine dan The
Barrister, sedang Joshua membaca buku-buku bergambarnya. Jennifer
Apa yang sedang dilakukan Adam dan Mary Beth serta Samantha?
Jennifer berusaha untuk tetap memisahkan kehidupan pribadinya dari kehidupan
profesionalnya, dan satu-satunya mata rantai antara kedua dunia itu adalah Ken
Bailey.
Pada suatu hari Minggu petang, Jennifer dan Ken berdiri di dekat pondok di
pohon, memperhatikan Joshua memanjatnya.
"Apa?"
“Seorang ayah." Dia menoleh pada Jennifer. Ayah kandungnya pasti brengsek
sekali."
"Maaf. Itu memang bukan urusanku. Itu masa lalu. Masa depan yang menjadi
pikiranku. Tak wajar dirimu hidup seorang diri seperti....”
Michael Moretti berbelas kali menelepon Jennifer. Jennifer tak pernah mau
menerima telepon-telepon itu. Suatu kali Jennifer berpikir rasanya dia melihat
laki-laki itu sekilas, duduk di bagian belakang suatu ruang sidang di mana dia
sedang membela suatu perkara, tapi waktu dia melihat lagi, Michael sudah tak
ada lagi.
35
Pada suatu siang, sudah agak malam, waktu Jennifer sedang bersiap-siap untuk
meninggalkan kantor, Cynthia berkata, "Ada seorang yang bernama Clark
Holman di telepon."
"Maaf, aku mengganggumu, Jennifer," katanya, "tapi kami ada perkara, yang tak
seorang pun mau menanganinya, dan aku akan berterima kasih sekali kalau kau
bisa membantu kami. Aku tahu betapa sibuknya kau, tapi....”
"Siapa terdakwanya?"
"Jack Scanlon."
Jennifer melihat ke jam pada dinding. Dia akan terlambat pulang. "Di mana dia
sekarang?"
Jennifer mengambil keputusan cepat. "Aku akan pergi dan berbicara dengan dia.
Atur saja, ya?"
Jennifer menelepon Nyonya Mackey. "Aku akan pulang agak terlambat. Beri
saja Joshua makan, dan suruh dia menunggu aku."
Sepuluh menit kemudian, Jennifer sudah berada dalam perjalanan ke kota.
Bagi Jennifer, penculikan adalah suatu kejahatan sang paling kejam, terutama
penculikan anak kecil, yang tak berdaya. Tetapi setiap orang yang dituduh,
berhak untuk disidang betapapun mengerikannya kejahatan itu. Itulah dasar
hukum: keadilan bagi yang paling rendah sampai yang paling tinggi.
katanya. Suaranya halus dan lembut. "Terima kasih atas perhatian Anda."
"Silakan duduk."
"Ya. Meskipun saya rasa hanya Tuhanlah yang bisa menolong saya. Saya telah
melakukan suatu kesalahan yang bodoh."
Jennifer melihat pada laki-laki itu dengan jijik. "Menculik seorang gadis kecil
yang tak berdaya untuk mendapatkan uang tebusan itu, Anda namakan
'kesalahan yang bodoh'?"
Jack Scanlon lama berdiam diri sebelum dia berbicara. "Istri saya, Evelyn,
meninggal waktu melahirkan anak kami. Saya mencintainya lebih dari apa pun
juga di dunia ini. Bila di muka bumi ini ada orang suci, wanita itulah orangnya.
Evelyn orang yang tak kuat. Dokter kami menasihatkan supaya dia jangan
sampai punya anak, tapi dia tak mau mendengarkan." Dia menekuni lantai
karena malu. "Mung... mungkin sulit bagi Anda untuk memahaminya, tapi dia
berkata bagaimanapun juga dia ingin anak, sebab dengan demikian dia akan
mempunyai sesuatu yang merupakan sebagian dari diri saya."
saya pikir saya akan... saya tak mau hidup tanpa dia. Saya terus merasa
penasaran bagaimana gerangan rupa anak kami itu. Saya memimpikan terus
bagaimana jadinya sekiranya mereka berdua tetap hidup. Saya terus-menerus
mencoba memutar-balik jam ke saat sebelum Evelyn...."
"Saya berpaling pada Injil, dan kitab itu menyelamatkan pikiran saya.
'Perhatikan, telah kutempatkan di hadapanmu sebuah pintu terbuka yang tak bisa
ditutup oleh siapa pun juga’. Kemudian, beberapa hari yang lalu saya lihat
seorang anak perempuan kecil bermain-main dijalan, dan rasanya seolah-olah
Evelyn telah dilahirkan kembali. Warna mata dan rambutnya sama dengan
Evelyn. Anak itu mengangkat mukanya, melihat saya lalu tersenyum, dan
saya.... saya tahu kedengarannya tak masuk akal.... tapi rasanya Evelyn yang
tersenyum pada saya. Saya pasti sedang kehilangan akal saya.
Saya pikir, Inilah anak perempuan yang sebenarnya dilahirkan Evelyn. Inilah
anak kami."
tanya Jennifer.
Uanglah barang terakhir yang saya ingini di dunia ini. Yang saya inginkan
hanyalah si Kecil Tammy."
"Seseorang telah mengirim surat tuntutan uang tebusan pada keluarga itu. Polisi
terus mengatakan bahwa sayalah yang mengirimnya, padahal bukan saya."
"Sebelumnya. Saya ingat keinginan saya agar mereka berhenti menulis tentang
hal itu. Saya ingin pergi dengan Tammy dan saya takut orang akan menghalangi
kami."
"Jadi ada orang yang membaca tentang penculikan itu dan mencoba menerima
uang tebusan itu?"
Jack Scanlon menjalin-jalinkan jarinya dengan lemah. "Saya tak tahu. Saya
hanya tahu bahwa saya ingin mati saja."
Kepedihan hatinya nyata sekali, hingga Jennifer merasa amat terkesan olehnya.
Bila dia tidak berbohong — dan hal itu jelas terbaca di wajahnya— maka dia tak
pantas mati untuk apa yang telah dilakukannya. Dia memang harus dihukum,
tapi tidak dihukum mati.
Jennifer pun lalu mengambil keputusan. "Saya akan mencoba menolong Anda."
"Terima kasih," kata laki-laki itu dengan tenang, "Saya sebenarnya tak peduli
lagi apa yang akan terjadi atas diri saya."
"Saya peduli."
"Saya kuatir," kata Jack Scanlon lagi, "sa.... saya tak punya uang untuk
membayar Anda."
"Tak usah kuatirkan itu. Tolong ceritakan saja tentang diri Anda sendiri."
"Di North Dakota, tiga puluh lima tahun yang lalu. Saya dilahirkan di suatu
tanah pertanian. Yah, sebut sajalah begitu, meskipun tempat itu hanya
merupakan sebidang tanah kecil di mana tak banyak tanaman mau tumbuh.
Kami orang miskin.
Waktu saya berumur lima belas tahun, saya meninggalkan rumah. Saya
mencintai ibu saya, tapi saya benci pada ayah.
Saya tahu, Injil mengatakan bahwa kita berdosa kalau kita menjelek-jelekkan
orang tua kita. lapi dia orang jahat. Dia senang melecut saya."
"Maksud saya, dia benar-benar suka melakukannya. Bila saya melakukan yang
sekecil-kecilnya yang dianggapnya salah, dia lalu melecut saya dengan sebuah
ikat pinggang kulit yang memakai gesper tembaga yang besar. Kemudian saya
disuruhnya berlutut, dan mohon ampun pada Tuhan. Lama juga saya membenci
Tuhan, sehebat saya membenci ayah saya." Dia berhenti, tak bisa berbicara,
agaknya karena terlalu dipenuhi kenangan itu.
Dia seorang perawat." Dia tersenyum kepada Jennifer. "Dia wanita tercantik
yang pernah saya lihat. Dua minggu tangan saya baru sembuh, dan setiap hari
saya pergi menemuinya untuk diobati. Setelah itu kami mulai bergaul. Kami
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Satu-satunya hal yang tak kami sukai adalah bahwa kami terpisah, kadang-
kadang sampai seminggu lamanya. Di luar itu, kami benar-benar bahagia.
Kemudian Evelyn hamil."
"Evelyn dan putri kami meninggal." Air matanya mengalir di pipinya. "Saya tak
mengerti mengapa Tuhan berbuat begitu.
Dia tentu punya alasan, tapi saya tak tahu apa alasan itu."
' Aku akan menuntunmu dan mengajarimu bagaimana cara menjalani hidup; aku
akan menasihatimu.
"Saya akan kembali untuk menemui Anda besok” Jennifer berjanji padanya.
Uang tebusan tahanan diputuskan dua ratus ribu dolar.
Jack Scanlon tak punya uang, jadi Jenniffer yang membayar untuknya. Scanlon
dilepas dari rumah tahanan pusat, dan Jennifer menemukan sebuah penginapan
kecil di West Side ke mana dia bisa pindah. Jennifer memberinya pula seratus
dolar untuk biaya permulaan hidupnya.
"tapi setiap sen akan saya kembalikan pada Anda. Saya akan mulai mencari
pekerjaan. Saya tak peduli apa itu. Saya mau mengerjakan apa saja."
Penuntut umum federal, Earl Osborne, adalah seorang lakilaki yang besar dan
tegap, dengan muka bulat yang halus dan tingkah laku ramah-tamah yang bisa
menyesatkan. Jennifer terkejut melihat Robert Di Silva ada di kantor Osborne.
"Kudengar kau yang akan menangani perkara ini," kata Di Silva. "Rupanya tak
ada yang terlalu kotor bagimu, ya?"
Jennifer menoleh pada Earl Osborne. "Apa perlunya dia di sini? Bukankah ini
perkara federal?"
"Jack Scanlon mengambil anak itu dari mobil orang tuanya," sahut Osborne.
Jennifer berpikir, apakah Di Silva akan berada di situ, sekiranya dia tak terlibat.
Dia berpaling kembali pada Earl Osborne.
Earl Osborne mengangkat tangannya. "Tidak ada kesempatan. Yang satu ini akan
kami adili sampai tuntas."
memberikan pertimbangan agar kau dituduh bersalah dengan tuduhan yang lebih
ringan. Kau tetap masih harus menjalani hukuman, Jack, tapi aku akan berusaha
supaya hukumannya menjadi seringan mungkin."
Bayangan rasa terima kasih di wajah laki-laki itu rasanya sudah cukup
merupakan imbalan.
Atas anjuran Jennifer, Jack Scanlon telah membeli setelan yang pantas untuk
dipakai pada sidang pendahuluan.
Mereka melalui tata cara pengadilan. Jaksa Negeri Di Silva hadir. Setelah Earl
Osborne mengajukan kesaksiannya dan mengajukan tuntutan, Hakim Barnard
berpaling pada Jennifer.
“Ada, Yang Mulia. Saya ingin membebaskan pemerintah dari biaya sidang.
Dalam perkara ini ada keadaan-keadaan yang meringankan yang belum
dikemukakan. Saya
mengajukan permohonan agar klien saya didakwa atas kesalahan yang lebih
ringan."
"Boleh. Tanggal sidang akan saya tentukan setelah saya mendengar apa yang
akan dikatakan pembela."
dilakukannya."
"Benar." Jennifer berpaling pada Hakim Barnard. "Yang Mulia, saya rasa dia
bukanlah orang yang pantas dihukum mati."
katanya. "Bagaimana perasaanmu kalau orang yang begini yang dihukum mati?"
Dia mulai membaca sebuah dokumen.
"Frank Jackson, umur tiga puluh delapan tahun. Lahir di Nob Hil , San
Francisco. Ayahnya seorang dokter, ibunya seorang tokoh terkemuka dalam
masyarakat. Waktu berumur empat belas tahun, Jackson mulai menggunakan
obat-obat bius, lari dari rumah, tertangkap di Height Ashbury, dan dikembalikan
pada orang tuanya. Tiga bulan kemudian Jackson
Jennifer merasa perutnya tegang. "Apa hubungannya itu semua dengan Jack
Scanlon?"
Earl Osborne tersenyum masam padanya. "Jack Scanlon adalah Frank Jackson."
Di Silva berkata, "Lembaran kuning ini datang dari FBI satu jam yang lalu.
Jackson adalah seorang artis jempolan dan pembohong, hal mana merupakan
kelainan jiwanya. Selama sepuluh tahun terakhir ini dia telah ditangkap atas
tuduhan-tuduhan, mulai dari menikam, membakar dengan sengaja, sampai
merampok bersenjata. Dia telah menjalani hukuman di Penjara Joliet. Dia tak
pernah punya pekerjaan tetap dan dia tak pernah kawin. Lima tahun yang lain
ditangkap oleh FBI dengan tuduhan penculikan. Dia menculik seorang anak
perempuan berumur tiga tahun dan mengirim surat tuntutan uang tebusan.
Jenazah anak perempuan itu ditemukan di Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/
perkataannya. Laki-laki itu begitu meyakinkan hingga Jennifer sudah tak mau
lagi bersusah payah meminta Ken Bailey untuk menyelidikinya.
Jennifer menyerahkan dokumen itu padanya. Hakim itu melihatnya sepintas, lalu
memandang Jennifer, "Bagaimana?"
"Anda membuat saya terkejut sekali, Nona Parker. Anda selalu berkata bahwa
semua orang berhak dibela oleh seorang ahli hukum."
"Memang semua orang," sahut Jennifer datar. "Tapi saya punya peraturan tetap
yang keras: saya tak mau membela Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
orang yang berbohong pada saya. Tuan Jackson harus mencari seorang pembela
lain."
pembebasannya segera ditarik kembali, Yang Mulia. Saya rasa dia terlalu
berbahaya untuk bebas berkeliaran."
Hakim Barnard berpaling pada Jennifer. "Pada saat ini Anda masih pembelanya
yang resmi, Nona Parker. Apakah Anda berkeberatan?"
Jennifer merasa gersang setelah semua kejadian petang itu dan sebenarnya lebih
suka pulang dan menghabiskan malam itu dengan tenang bersama Joshua, tapi
dia tak mau mengecewakan hakim itu. Dia mengganti pakaiannya di kantor, dan
pergi menemui Hakim Waldman di Waldorf-Astoria di mana perjamuan itu
diselenggarakan.
Jennifer memaksa dirinya untuk tersenyum. "Tidak, hanya suatu masalah bisnis,
Lawrence."
Dalam bisnis apa aku ini sebenarnya, pikir Jennifer, berurusan dengan penjahat-
penjahat kemanusiaan,
Seorang petugas mendatangi meja mereka dan berbisik di dekat telinga Jennifer.
"Maaf, Nona Parker, ada telepon untuk Anda."
Jennifer seketika merasakan ada bahaya. Satu-satunya orang yang tahu ke mana
bisa menghubunginya adalah Nyonya Mackey. Dia hanya mungkin menelepon
kalau ada sesuatu yang tak beres.
"Maafkan aku," kata Jennifer.
Dia mengikuti petugas itu menuju ke sebuah kantor kecil di luar ruangan pesta
itu.
"Tunggu du....”
Hubungan diputuskan. Jennifer menggigil. Ada sesuatu yang sama sekali tak
beres. Frank Jackson alias Jack Scanlon telah berhasil lolos dan dia menyalahkan
Jennifer atas usaha penangkapan itu. Bagaimana dia tahu di mana dia berada?
"Aku tak apa-apa, Lawrence. Tolong antar saja aku sampai ke mobilku, aku bisa
sendiri."
Diam-diam mereka menyelinap ke luar dari ruang pesta yang besar itu, dan
Hakim Waldman menunggui Jennifer sampai petugas membawakan mobilnya.
"Terima kasih. Aku yakin polisi akan berhasil menangkapnya sebelum pagi hari.
Tak banyak orang serupa dia berkeliaran. Selamat malam."
Kakinya tersandung sesuatu yang sangat dan lembut, dan napasnya jadi tersekat.
Dinyalakannya lampu. Max terbaring di permadani yang berlumuran darah.
Leher anjing itu telah disembelih dari telinga ke telinga sebelahnya. "Joshua!"
teriaknya. "Nyonya Mackey!" Jennifer berlari dari kamar ke kamar sambil
menyalakan lampu-lampu dan memanggil-manggil nama mereka, jantungnya
berdebar demikian kuatnya hingga dia merasa sulit bernapas. Dia berlari menaiki
tangga ke kamar Joshua. Tempat tidur anak itu bekas ditiduri, tapi kini kosong.
Jennifer mencari ke semua kamar di rumah itu, lalu berlari turun lagi, pikirannya
buntu. Frank Jackson pasti sudah lama tahu di mana dia tinggal. Dia pasti
mengikutinya pulang pada suatu malam, atau setelah dia mendatanginya di
bengkel servis itu. Dia telah mengambil Joshua dan akan membunuhnya untuk
menghukum Jennifer, ibunya.
Waktu dia melewati kamar cuci, dia mendengar bunyi halus menggaruk-garuk
dari arah kamar pakaian. Perlahan-lahan Jennifer berjalan ke arah pintu kamar
kecil itu lalu menarik pintunya. Di dalamnya gelap gulita.
Wanita tua itu mengangkat mukanya memandang Jennifer dan matanya mulai
bisa melihat. "Dia mengambil Joshua,"
katanya terisak.
Dering telepon membelah ruangan itu. Kedua orang wanita itu terdiam. Telepon
berdering terus, dan bunyinya terasa jahat. Jennifer berjalan ke arah telepon itu
lalu mengangkat gagangnya.
"Aku ingin tahu apakah kau sudah tiba di rumah," kata suara itu.
"Tolonglah! Akan kulakukan apa saja. Apa saja yang kau mau!"
"Kau akan menemukan anakmu kembali, Nona Parker. Baca saja surat-surat
kabar besok."
Dia mencoba berpikir. Frank Jackson telah mengatakan, Kau akan menemukan
anakmu kembali, Nona Parker. Itu berarti bahwa Joshua masih hidup. Kalau
tidak, dia tentu tidak mengatakan demikian. Jennifer menyadari bahwa dia hanya
menduga-duga berdasarkan kata-kata yang digunakan, Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/
Pilihan kedua adalah FBI. Mereka sudah terlatih untuk menangani suatu
penculikan. Masalahnya, ini tidak sama dengan penculikan yang lain. Tak ada
surat tuntutan uang tebusan yang bisa mereka telusuri, tak ada kesempatan untuk
mencoba memperangkap Frank Jackson dan menyelamatkan jiwa Joshua. FBI
selalu bergerak menurut salurannya yang biasa dan teguh pada garisnya. Pada
saat seperti ini tidak akan menolong. Dia harus mengambil keputusan cepat...
selagi Joshua masih hidup. Robert Di Silva atau FBI? Aduh, alangkah sulitnya
memikirkannya.
36
"Maaf, Nyonya. Ini Restoran Tony. Kami tak kenal Michael Moretti."
Dia kembali pada salah satu dari pilihannya semula. Atau kedua-duanya. Tak ada
alasan mengapa Robert Di Silva dan FBI tak bisa menyatukan kekuatan mereka
untuk menemukan Joshua. Yang membuatnya merasa akan gila adalah
Baca saja surat-surat kabar besok. Kata-katanya yang terakhir itu yang bersifat
memutuskan, yang membuat Jennifer yakin bahwa dia tidak akan meneleponnya
lagi, tidak akan memberi kesempatan pada siapa pun untuk menelusuri dan
mencarinya. Tapi dia harus berbuat sesuatu. Dia akan mencoba Di Silva. Dia
menjangkaukan tangannya ke pesawat telepon lagi. Telepon itu berdering waktu
tangannya sampai ke situ, hingga dia terperanjat.
"Michael! Aduh, Michael, tolong aku, tolonglah! Aku...." Dia lalu terisak tanpa
bisa menguasai dirinya. Gagang telepon terlepas dari tangannya, lalu diambilnya
lagi cepat-cepat, takut kalau-kalau Michael memutuskan hubungannya.
"Michael?"
"Aku di sini." Suaranya tenang. "Tenangkan dirimu, dan ceritakan ada apa."
"A.... aku...." Dia menghirup napas cepat-cepat dan dalam, berusaha untuk
menghentikan gemetarnya. "Anakku, Joshua.
"Ceritakan apa yang terjadi." Suaranya tenang dan penuh percaya diri.
"Ya. Tidak." Jennifer tak ingat. Dibenamkan kukunya ke dahi sampai berdarah,
memaksa dirinya untuk mengingat-ingat. Michael menunggu dengan sabar.
Letaknya di 10th Avenue. Tapi aku yakin dia tak ada lagi di sana."
tahu mengapa.
Aneh, dia merasa agak tenang, seolah-olah sesuatu telah berhasil dilaksanakan.
Sebenarnya tak ada alasan dia bisa begitu yakin pada Michael Moretti. Ditinjau
dari sudut logika, perbuatannya itu sembrono dan tak masuk akal; tapi hal ini tak
ada hubungannya dengan logika. Nyawa anaknya dalam bahaya. Dengan sengaja
dia telah menyuruh seorang pembunuh menangkap seorang pembunuh lain. Bila
tak berhasil... Jennifer teringat akan gadis kecil yang telah diperkosa dan
diperlakukannya dengan kekerasan.
Michael Moretti duduk di meja kerjanya, menghadapi tujuh orang yang sudah
disuruhnya datang. Dia sudah memberikan perintah-perintahnya pada tiga orang
yang pertama.
Dia berpaling pada Thomas Colfax. "Tom, tolong gunakan pengaruh koneksimu.
Pergi datangi Kapten Notaras dan mintalah semua keterangan mengenai Frank
Jackson. Aku memerlukan semua yang ada pada mereka tentang orang itu."
Kurasa...."
Michael menoleh pada Nick Vito. "Selidiki bengkel servis tempat Jackson
bekerja. Cari tahu apakah dia memasang tukang pukul di sana, kalau-kalau dia
punya teman."
Michael berseru lagi pada mereka, "Aku tak mau sampai terjadi sesuatu atas diri
anak itu. Lapor terus. Aku menunggu."
Kamar itu tak besar, tapi rapi sekali. Frank Jackson suka akan kerapian. Dia
merasa bahwa itu merupakan bagian dari hidupnya. Kerai-kerai dil jendela sudah
diturunkan dan kepingan-kepingan
kerai itu dipasang tegak supaya tak seorang pun bisa melihat ke dalam kamar.
Pintu terkunci dan dipasang rantai, lalu ditindihnya pula dengan kursi. Dia
berjalan ke tempat tidur di mana Joshua terbaring. Frank Jackson telah
memasukkan dengan paksa tiga butir pil tidur ke dalam kerongkongan anak itu,
dan dia masih tidur nyenyak. Jackson Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
adalah laki-laki yang tak mau untung-untungan dalam segala sesuatu, maka kaki
dan tangan Joshua di katnya dengan kawat yang sama dengan yang dipakainya
untuk mengikat Nyonya Mackey. Jackson memandangi anak yang sedang tidur
itu, dan dia dilanda oleh rasa sedih.
Sulitnya, semua orang selalu menilainya rendah. Mereka tak menyadari bahwa
dia lebih pintar dari mereka semua, sampai semuanya terlambat.
Setengah jam sebelum polisi tiba, dia sudah tahu bahwa mereka akan
menangkapnya. Waktu itu dia sedang mengisi bensin sebuah mobil Chevrolet
Camaro, dan dilihatnya majikannya masuk ke dalam kantor untuk menerima
telepon.
Beberapa saat kemudian dia sudah dalam perjalanan menuju ke rumah Jennifer
Parker.
Jennifer dan terkejut melihat Jennifer disambut oleh seorang anak laki-laki kecil
di pintu pagar rumah itu. Diperhatikannya kedua beranak itu, dan sudah pada
saat itulah dia merasakan bahwa anak itu mungkin bisa dimanfaatkannya bila
perlu.
Anak itu merupakan berkat yang tak disangka, bolehlah disebut jaminan nasib
baiknya.
Itu dilakukannya karena perlu sekali. Pelayan itu menyangka bahwa dia akan
memperkosanya. Perempuan itu membuatnya jijik. Sebenarnya semua
perempuan menjijikkan, kecuali ibunya yang bagaikan orang suci itu. Semua
perempuan kotor, tak suci, bahkan kakaknya sendiri yang pelacur itu. Hanya
anak-anak yang murni. Dia ingat akan gadis cilik yang diculiknya terakhir. Anak
itu cantik, rambutnya keriting, panjang, dan berwarna pirang, sayangnya dia
harus merupakan balasan atas dosa-dosa ibunya. Ibu anak itu membuat Jackson
sampai dipecat dari pekerjaannya.
Orang-orang suka membuat kita sampai tak bisa mencari nafkah dengan halal,
lalu bila kita melanggar hukum mereka yang bodoh itu, kita dihukumnya. Yang
laki-laki pun jahat juga, tapi perempuanlah yang paling jahat. Mereka itu seperti
babi-babi yang mengotori tempat suci dari tubuh kita. Lihat saja Clara, pelayan
rumah makan yang akan dibawanya ke Kanada itu. Gadis itu cinta padanya.
Gadis itu menyangka betapa terhormatnya dia, karena dia tak pernah
menyentuhnya. Kalau saja dia tahu! Bayangan bercintaan dengan dia saja telah
membuat Jackson muak. Tapi dia terpaksa harus membawa gadis itu ke luar
negeri, karena polisi mencari laki-laki yang seorang diri. Dia akan mencukur
jenggotnya dan memotong rambutnya, dan begitu dia berhasil melewati
perbatasan, Clara akan disingkirkannya. Itu tentu akan menyenangkan sekali.
Frank Jackson berjalan ke tempat sebuah kopor karton yang sudah rusak, di atas
rak barang-barang. Dibukanya kopor itu lalu dikeluarkannya sebuah kotak
perkakas dari situ.
Berita itu sudah tersebar di seluruh New York dan ke seluruh negeri. Bermula di
bar-bar dan rumah-rumah hiburan.
Pukul dua lewat seperempat subuh. Joshua Adam Parker mulai bergerak dalam
tidurnya dan Frank Jackson
mendekatinya. Dia belum membuka piama anak itu. Jackson Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/
memeriksa apakah paku-paku dan tukul masih ada di tempat dan siap pakai.
Penting sekali untuk bertindak cermat dalam hal ini. Dia akan memaku tangan
dan kaki anak itu sebelum kamar dibakarnya. Ia bisa saja melakukan hal itu
ketika anak itu tidur tadi, tapi itu salah. Anak itu perlu bangun dulu untuk
melihat apa yang sedang terjadi, untuk mengetahui bahwa dia dihukum karena
dosa-dosa ibunya. Frank Jackson melihat arlojinya. Pukul setengah delapan,
Clara akan menjemputnya di penginapan itu. Masih ada lima jam dan lima belas
menit.
Frank Jackson duduk dan memperhatikan Joshua, dan satu kali dia bahkan
mengelus dengan lembut rambut anak kecil itu.
Ada dua buah pesawat di meja Michael Moretti, dan bila yang sebuah
diangkatnya, yang sebuah berdering pula.
Beberapa tahun yang lalu dia melakukan perampokan di Kansas City bersama
Bigjoe Ziegler dan Mei Cohen."
"Aku tak perlu tahu apa yang dilakukannya beberapa tahun yang lalu. Di mana
dia sekarang?"
Bigjoe mengatakan sudah enam bulan dia tak mendengar tentang laki-laki itu
lagi. Aku akan mencoba menghubungi Mei Cohen."
"Lakukan!"
Dia membawa sebuah kopor berwarna coklat dan sebuah jerigen memuat dua
galon yang mungkin berisi bensin.
“Salah seorang penjaga bar mengenali lukisan dirinya, tapi katanya orang itu tak
sering ke situ. Hanya dua atau tiga kali dia ke situ sehabis bekerja."
“Seorang diri?"
"Menurut penjaga bar itu, ya. Agaknya dia tak tertarik pada gadis-gadis di situ."
Baru saja Michael meletakkan gagang telepon, telepon itu sudah berdering lagi.
Kali ini dari Salvatore Fiore.
tempatnya menggadaikan. Toko itu dimiliki oleh seorang Yunani, Gus Stavros,
yang menadah barang-barang curian."
"Besok pagi baru bisa kami selidiki, Mike. Toko itu tutup.
Aku...."
Michael Moretti marah sekali. "Kita tak bisa menunggu sampai pagi! Berangkat
segera ke sana!"
Ada telepon dari Joliet. Michael sulit mengikuti pembicaraannya karena orang
yang menelepon baru saja mengalami pembedahan jakun, dan suaranya seolah-
olah berasal dari dasar sebuah kotak.
"Teman satu sel Jackson bernama Mickey Nicola. Mereka bersahabat karib."
"Ya, terakhir saya dengar dia berada di suatu tempat di bagian timur. Dia teman
kakak si Jackson. Kami tak punya alamat perempuan itu."
Toko pegadaian itu terletak di Spanish Harlem di Second Avenue dan 124th
Street. Toko itu merupakan bangunan bertingkat dua yang tak menarik; tokonya
di bawah dan tempat tinggal di tingkat atas.
Gus Stavros terbangun oleh cahaya lampu senter yang disorotkan ke mukanya.
Secara otomatis dia menjangkau tombol alarm di sisi tempat tidurnya.
Cahaya lampu senter itu dialihkan dan Gus Stavros duduk di tempat tidurnya.
Dia melihat kedua laki-laki yang berdiri di kiri-kanannya dan tahu bahwa
peringatan tadi memang benar.
"Pergilah ke lantai bawah dan ambil apa saja yang kalian mau," katanya dengan
napas sesak. "Aku tidak akan bergerak."
"Baik."
laki tadi. Baru enam bulan yang lalu Stavros menyuruh pasang
bahwa dia sudah akan mati sebelum siapa pun sempat datang
semua berjalan ke arah pintu depan. Gus Stavros tak tahu apa
membersihkan isi toko itu tadi dan sudah pergi sekarang. Tapi
"Ini dia," kata Gus Stavros. "Saya memberinya lima ratus dolar untuk itu."
Cincin itu bernilai paling kurang dua puluh ribu dolar.
"Kau memberikan lima ratus dolar pada siapa." tanya Salvatore Fiore.
Entah dari mana, Fiore tiba-tiba mengeluarkan sepotong pipa timah, lalu
menghantamkannya dengan bengis ke hidung Gus Stavros. Laki-laki itu jatuh ke
lantai sambil menjerit kesakitan, menimpa darahnya sendiri.
Gus Stavros terengah mencari napas, berkata, "Saya tak tahu namanya. Dia tak
menyebutkan namanya. Sumpah mati."
"Bagaimana, rupanya?"
"Ra... rasanya dia pirang dan kurus kering...." Dia tersedak karena darahnya.
"Bantu saya berdiri."
Dalam puncak kesakitannya pun, Gus Stavros masih bimbang. Bila dia
berbicara, dia akan mati kelak. Kalau tidak, dia akan mati saat ini. Dia
memutuskan untuk menunda kematiannya selama mungkin.
"Saya tak tahu. Di.... dia sudah lari dengan seorang gadis di Brooklyn."
Rumah itu terletak jauh menjorok ke dalam, dikelilingi sebuah pagar kayu kecil
berwana putih dengan sebuah kebun yang terpelihara baik-baik di depannya.
Salvatore Fiore dan Joseph Colel a menginjak-injak bunga-bunga itu dan
berjalan terus ke pintu belakang. Tak sampai lima detik, mereka sudah berhasil
membukanya. Mereka masuk lalu berjalan ke arah tangga ke lantai atas. Dari
sebuah tempat tidur di atas, mereka mendengar bunyi tempat tidur berderak-
derak dan suara seorang laki-laki dan seorang perempuan. Kedua lakilaki itu
mengeluarkan pistol mereka, lalu perlahan-lahan menaiki tangga.
Terdengar suara perempuan berkata, "Aduhai! Kau hebat sekali, Mickey! Lebih
kuat lagi, Sayang."
"Baiklah," katanya. "Dompetku ada dalam saku celanaku di kursi itu. Ambil ah,
lalu angkat kaki cepat-cepat. Aku sedang sibuk."
Kemarahan di wajah Mickey Nicola berubah menjadi sesuatu yang lain. Dia
duduk di tempat tidur i u, bergerak dengan berhati-hati sambil mencoba
memperhitungkan kemungkinan. Yang perempuan menarik selimut sampai
menutupi dadanya, wajahnya membayangkan kemarahan bercampur ketakutan.
Joseph Colel a menoleh pada temannya. "Tembak saja bolanya yang dua buah
itu."
"Tunggu!" teriak Mickey Nicola. "Gila kalian ini!" Dia melihat ke mata laki-laki
kecil itu lalu cepat-cepat berkata, "Ya, aku bekerja sama dengan Jackson."
Laki-laki itu menoleh dengan kasar. "Tutup mulutmu! Apa kausangka aku akan
mau jadi jembel tak bertenaga?"
tempat tidur. "Kalian kuberi waktu dua detik untuk berbicara, kalau tidak, kalian
akan hancur di dinding itu."
Ada sesuatu dalam suara itu yang membuat perempuan itu beku ketakutan. Fiore
mengangkat pistolnya lagi dan wajah perempuan itu jadi pucat-pasi.
perempuan itu.
"Aku tak tahu. Aku tak bertemu dengan dia. Demi Tuhan aku tak tahu! Aku...."
Tangan Fiore menekan picu pistol.
"Clara!" pekik
Kali ini tak ada yang ragu. Kata-kata itu keluar dengan mudahnya. "Dia bekerja
di sebuah bar yang bernama The Shakers di Queens." Perempuan itu lalu
menggigil.
Salvatore memandang kedua insan itu, lalu berkata dengan sopan, "Kalian bisa
meneruskan permainan cinta kalian sekarang. Selamat menikmati."
Dan kedua laki-laki itu pun pergilah. Pukul setengah enam pagi.
Clara Thomas, yang berasal dari Thomachevsky, sudah hampir bisa memenuhi
apa yang di mpikan seumur hidupnya.
Selama hidupnya, tapi dia sudah tahu bahwa dia mencintai laki-laki itu. Sejak
semula dia sudah tahu bahwa laki-laki itu pun tertarik padanya, karena dia selalu
duduk dalam ruang kecilnya. Dan setelah kedatangannya yang kedua kali, laki-
laki itu mengantarnya pulang, setelah bar tutup.
Aku harus mendapatkannya, pikir Clara dengan puas, kalaupun aku masih bisa
mendapatkan seorang laki-laki muda setampan itu.
masih kelihatan bagus, katanya sendiri. Dia tahu bahwa Frank Jackson ingin
menidurinya, meskipun laki-laki itu tak pernah menyentuhnya. Pria itu memang
benar-benar luar biasa. Ada semacam — Clara mengerutkan dahinya mencari
perkataan yang tepat — semangat yang bermutu pada dirinya. Clara dibesarkan
dalam keluarga Katolik yang baik, dan dia tahu bahwa dia mencemarkan agama
bila dia berpikiran demikian, tapi bagaimanapun Frank Jackson
mengingatkannya pada Jesus. Dia ingin tahu bagaimana kiranya Frank di tempat
tidur.
Yah, bila Frank pemalu, dialah yang akan mengajarkan caranya. Frank telah
membicarakan rencana mereka akan menikah, begitu mereka tiba di Kanada.
Impiannya telah menjadi kenyataan. Clara melihat ke arlojinya dan insaf bahwa
dia harus bergegas. Dia sudah berjanji akan menjemput Frank di penginapannya
pukul setengah delapan.
Clara melihat kedua laki-laki itu melalui cermin waktu mereka memasuki kamar
tidurnya. Entah darimana mereka muncul. Seorang raksasa dan seorang kerdil.
Clara melihat terus waktu keduanya berjalan ke arahnya.
Laki-laki yang kecil melihat ke kopornya. "Akan pergi ke mana kau, Clara?"
"Itu bukan urusanmu. Ambil saja apa yang kauingini, dan pergi dari sini.
Penggal leherku bila dalam kamar ini ada barang yang berharga lebih dari
sepuluh dolar."
"Aku tahu sesuatu yang bisa membuat lehermu terpenggal," si Raksasa berkata.
"Ambil saja, Bangsat!" bentak Clara. "Kalau ini akan merupakan soal
pemerkosaan, baiknya kuberi tahu saja kalian bahwa aku sedang dalam
perawatan dokter karena penyakit kelamin."
"Kami tidak akan menyakitimu," kata Salvatore Fiore. "Kami hanya ingin tahu
di mana Frank Jackson."
Mereka melihat perubahan pada wanita itu. Tubuhnya tibatiba mengejang dan di
wajahnya seolah-olah terpasang kedok.
"Frank Jackson?" Suaranya mengandung teka-teki. "Aku tak kenal orang yang
bernama Frank Jackson."
Salvatore Fiore mengeluarkan sebatang pipa timah dari sakunya dan maju
selangkah mendekatinya.
"Aku tak takut," kata Clara. "Aku....” Lengan Fiore melesat ke wajah Clara, dan
disertai rasa sakit yang hebat Clara merasakan beberapa buah giginya patah-
patah dan terkumpul dalam mulutnya bagai kerikil halus. Dibukanya mulutnya
akan berbicara dan darah pun mengalir ke luar. Kini orang yang besar yang
mengangkat pipanya.
"Jangan! Jangan!" katanya dengan mulut bagai tersumbat.
"Di mana kami bisa menemukan Frank Jackson?" tanya Joseph Colel a dengan
sopan.
Clara membayangkan pacarnya yang manis dan lembut itu berada dalam tangan
kedua binatang buas ini. Mereka akan menyakitinya dan nalurinya mengatakan
bahwa Frank tidak akan bisa menanggung rasa sakit itu. Dia terlalu perasa.
Kalau saja dia menemukan jalan untuk menyelamatkannya, tentu pacarnya itu
akan berterima kasih padanya seumur hidup.
Salvatore Fiore maju lagi dan Clara mendengar bunyi kakinya berderak patah,
bersamaan dengan rasa sakit yang tak terperikan. Dia jatuh ke lantai, tak mampu
berteriak karena mulutnya penuh darah.
Joseph Colel a berdiri di atasnya dan berkata dengan senang, "Kau barangkali
tak mengerti. Kami tidak akan membunuhmu. Kami hanya akan terus
mematahkan tulang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
belulangmu. Bila kami sudah selesai, kau akan tinggal seperti tahi kucing saja
nanti. Percaya atau tidak?"
Clara percaya. Frank Jackson tidak akan mau melihatnya lagi. Dia akan
kehilangan pacarnya itu gara-gara kedua bangsat ini. Tidak akan ada lagi impian
yang menjadi kenyataan, tidak akan ada perkawinan. Sekarang si Kecil yang
maju dengan pipa timahnya.
Dia pingsan.
"Jangan. Aku akan menemui kalian di sana. Jaga supaya dia tak pergi."
Anak itu mulai bergerak lagi. Laki-laki itu memperhatikan anak itu membuka
matanya. Anak itu melihat kawat di pergelangan dan di kakinya, lalu
menengadah ke Frank Jackson, dan dia lalu teringat kembali.
Joshua sudah bertekad untuk tidak menunjukkan rasa takutnya, karena dia ingin
menceritakan pada ibunya betapa beraninya dia.
"Ibu saya akan datang membawa uang itu," Joshua meyakinkan laki-laki itu,
"jadi Anda tak perlu menyakiti saya."
Frank Jackson mendekati tempat tidur itu, lalu tersenyum pada anak itu. Benar-
benar cantik anak ini. Dia akan lebih suka membawa anak ini ke Kanada
daripada membawa Clara.
berbicara. Nyata bahwa dia anak yang punya aturan. Padahal anak-anak zaman
sekarang sama sekali tak tahu sopan santun. Mereka berlari saja berkeliaran di
jalan-jalan seperti binatang liar.
Frank Jackson masuk ke kamar mandi di mana dia telah meletakkan kembali
jerigen bensin supaya tidak mengotori permadani di ruang tamu. Dia bisa
membanggakan diri dalam memperhatikan soal-soal terperinci seperti itu.
Dibawanya jerigen itu ke kamar tidur lalu diletakkannya. Dia pergi ke sisi anak
itu, diangkatnya tubuh yang terikat itu lalu dibaringkannya di lantai. Kemudian
diambilnya tukul dan dua buah paku besar, lalu berlutut di sisi anak itu.
Joshua Parker memperhatikannya dengan mata lebar. "Apa yang akan Anda
lakukan dengan benda-benda itu?"
"Disalib."
sangat.
pulang."
Mobil mewah Michael Moretti yang berwarna hitam, tertahan di Jalan Ekspres
Brooklyn Queens, oleh sebuah truk pembawa sayuran yang telah menumpahkan
muatannya
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
“Pergi datangi mobil itu dan katakan pada siapa saja yang sedang bertugas
bahwa aku akan berbicara dengannya."
"Baik, Bos."
Nick Vito keluar dari mobil lalu berjalan bergegas ke mobil patroli jalan itu.
Beberapa saat kemudian dia kembali dengan seorang sersan polisi. Michael
Morreti menurunkan kaca pintu mobil itu lalu mengulurkan tangannya. Tangan
itu berisi lima lembar uang bernilai seratus dolar.
Dua menit kemudian, mobil polisi itu, dengan lampu merah yang menyala,
menuntun mobil mewah itu melewati
kekacauan di jalan. Setelah mereka bebas dari kemacetan lalu lintas, sersan tadi
keluar dari mobil polisi dan berjalan ke arah mobil Michael Moretti.
"Tidak, terima kasih," kata Michael. "Jumpai saya hari Senin." Pada Nick Vito
dia berkata, "Jalan terus!"
PENGINAPAN BROOKSIDE
SINGLE -DOUBLE
SEWA HARIAN ATAU MINGGUAN
PELAYANAN MEMUASKAN
Joseph Colel a dan Salvatore Fiore duduk dalam mobil mereka yang diparkir di
seberang bungalow nomor tujuh.
Beberapa menit sebelumnya, mereka telah mendengar bunyi tukul dari dalam,
jadi mereka tahu bahwa Frank Jackson masih ada di situ.
Seharusnya kita melompat saja dan membunuhnya secara mendadak, pikir Fiore.
Tapi instruksi Michael Moretti berbunyi lain.
Dia merogoh sakunya, mengeluarkan kotak korek api lalu diletakkannya dengan
rapi di sebelah jerigen bensin, tukul, dan paku-paku. Orang-orang selalu tidak
memikirkan betapa pentingnya kerapian.
Frank Jackson melihat ke arlojinya lagi dan berpikir apa gerangan yang
menghambat Clara.
Di luar bungalow nomor tujuh, mobil hitam mewah berhenti mendadak hingga
tergelincir, dan Michael Moretti melompat Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/
Joseph Colel a menunjuk ke bungalow nomor tujuh. "Dia ada di dalam situ."
"Tinggal di sini."
Kedua laki-laki itu melihat padanya dengan terkejut. Dia adalah pemimpin
tertinggi. Dia punya anak buah yang bisa mengambil langkah-langkah untuknya
sementara dia duduk bersandar dengan aman. Tapi sekarang dia masuk sendiri.
Itu salah.
Tapi Michael Moretti sudah berjalan menuju ke pintu bungalow nomor tujuh,
sambil memegang sebuah pistol yang dipasang alat peredam. Dia berhenti
sebentar untuk mendengarkan, lalu mundur dan menendang dengan suatu
tendangan yang kuat sekali hingga pintu terbuka.
Dalam satu detik yang menegangkan, Moretti melihat suasana di dalam: laki-laki
berjenggot itu sedang berlutut di dekat anak kecil itu — tangan anak itu terpaku
di lantai, sedang kamar itu berbau bensin. Laki-laki berjenggot itu menoleh ke
pintu dan menatap Moretti. Kata-kata terakhir yang terucapkan olehnya adalah,
"Rupanya bukan Cla...."
jantungnya. Tapi waktu itu dia sudah tidak merasakan apaapa lagi.
Michael Moretti pergi ke pintu lalu melambai kedua laki-laki yang masih
menunggu di luar. Mereka bergegas masuk ke pondok itu. Michael berlutut di
dekat anak itu dan memegang nadinya. Nadi itu terasa lemah dan tak teratur, tapi
anak itu masih hidup. Michael menoleh pada Joseph Colel a. "Telepon Dokter
Prone. Katakan kita sedangi dalam perjalanan ke rumahnya."
Pukul setengah sepuluh pagi. Pada saat telepon berdering, Jennifer cepat-cepat
mengangkat gagangnya dan
Waktu Jennifer melihat tubuh Joshua yang tak sadar, pergelangan dan mata
kakinya dibalut tebal, dan tubuhnya terbungkus kain kasa, Jennifer hampir-
hampir akan gila.
"Hanya akan tinggal bekas luka yang kecil saja, untungnya tak ada syaraf atau
serat-serat yang rusak. Luka-luka bekas bensinnya hanya merupakan lecet saja.
Tubuhnya sudah saya mandikan dengan air mineral. Dalam beberapa hari ini
saya akan datang untuk memeriksanya terus. Percayalah, dia tidak akan apa-
apa."
Waktu dia melihat ibunya, dia berkata dengan letih, "Aku sudah yakin Mama
akan datang. Sudahkah Mama memberi laki-laki itu uang tebusannya?"
"Lucu sekali, Sayang," bisik Jennifer. "Tahukah kau apa yang akan kita lakukan
berdua minggu depan? Aku akan membawamu ke....."
Mau tak mau dia teringat akan pertemuannya yang pertama dengan Adam
Warner waktu laki-laki itu juga menunggunya di apartemen Jennifer yang kecil
dulu.
"Michael...." Kata-kata rasanya tak mau keluar. "A.... aku tak bisa mengatakan
be.... betapa besar rasa terima kasihku."
Jadi semuanya sudah berlalu. Joshua sudah selamat. Tak ada satu pun lagi yang
ada artinya.
membalasnya?
BAGIAN II
37
Dalam keadaan tanpa busana, Jennifer berdiri menatap ke luar jendela yang
besar, dari mana dia dapat melihat Teluk Tangier. Hari itu hari yang indah dalam
musim gugur, udaranya dingin, dan di teluk itu tampak banyak sekali layar-layar
putih, bagaikan burung air, dan kapal-kapal motor yang menderu-deru bunyinya.
Lima atau enam buah kapal pesiar sedang berlabuh di pelabuhan. Jennifer
merasakan kehadiran Michael, lalu berbalik.
"Suka."
Jennifer menggigil oleh sentuhannya. Michael menuntut sesuatu yang tak pernah
diminta oleh laki-laki lain mana pun juga, dan Michael melakukan apa-apa yang
tak pernah diperbuat orang atas dirinya sebelumnya.
"Ya, Michael."
Mereka berjalan kembali ke kamar tidur, dan di sana, sesaat lamanya, Jennifer
terkenang akan Adam Warner. Tapi kemudian dia lupa segala-galanya, kecuali
apa yang sedang terjadi atas dirinya.
Jennifer tak pernah mengenal laki-laki seperti Michael Moretti. Laki-laki itu tak
pernah puas. Tubuhnya tegap, langsing, dan keras, dan tubuh itu menyatu
dengan tubuh Jennifer, membawanya ke dalam hasratnya yang berapi-api,
membawa serta ke puncak gelombang napsu yang memukul berulang-ulang kali
hingga ingin rasanya dia menjerit karena kesenangan yang meluap-luap. Bila
mereka sudah selesai bermain cinta, dan Jennifer terbaring keletihan, Michael
memulai lagi permainannya. Dan Jennifer terbawa lagi olehnya ke dalam gairah
yang rasanya tak tertanggungkan.
"Ya."
Ada terkandung rasa malu dalam jawaban itu, malu karena dia amat
membutuhkannya, membutuhkan permainan cintanya.
Waktu itu adalah pagi hari waktu Michael Moretti membawa Joshua pulang
dengan selamat. Jennifer sudah tahu bahwa Frank Jackson sudah mati, dan
bahwa Michael Moretti-lah yang membunuhnya. Laki-laki yang berdiri di
hadapannya ini telah menyelamatkan anaknya untuknya, telah membunuh orang
demi dia. Hal itulah yang membuat Jennifer pertama kalinya mempunyai
perasaan yang mendalam.
Adam Warner sudah bermain cinta juga dengannya, tapi Michael Moretti
memilikinya seluruhnya. Setiap jengkal dari tubuhnya dipenuhi Michael dengan
sensasi yang sempurna.
Jennifer menjerit kesenangan. Dia bukan lagi wanita yang membalas budi. Dia
telah menjadi budak terhadap sesuatu yang tak dikenal sebelumnya. Empat jam
lamanya Michael menggaulinya, dan waktu laki-laki itu pergi, Jennifer tahu
bahwa hidupnya sudah berubah.
Bagaimana dia bisa begitu mencintai Adam dan masih juga begitu terpesona
oleh Michael Moretti? Thomas Aquinas telah mengatakan bahwa kalau kita
memasuki jantung kejahatan,
Rasa terima kasih, ya. Tapi itu hanya sebagian kecil saja. Ada yang lebih dari itu.
Yang jauh lebih besar. Dia tahu apa dan siapa Michael Moretti itu. Michael telah
membunuh demi dia, itu memang benar, tapi dia pun telah membunuh untuk
orang dan kepentingan-kepentingan lain pula. Dia telah membunuh orang-orang,
demi uang, kekuasaan, demi rasa dendam.
Mengapa dia sampai bisa mempunyai perasaan seperti ini terhadap laki-laki
seperti itu? Mengapa dia sampai bisa membiarkan laki-laki itu bermain cinta
dengan dirinya dan mempunyai hasrat berapi-api pula terhadapnya? Dia dilanda
rasa malu dan dia berpikir, Orang macam apa aku ini?
Makanan yang dibawakannya itu tak masuk akal, merupakan campuran dari
bermacam makanan kesukaan Joshua: roti Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/
dengan sosis, sandwich dengan mentega kacang, dan bir dari akar-akaran.
"Seharusnya Mama melihat orang itu," kisah Joshua sambil makan. "Dia gila!"
Diangkatnya tangannya yang berbalut.
"Menurut Mama, apakah dia benar-benar menyangka aku ini Jesus Kristus?"
entahlah, Sayang."
Dia tak tahu tekanan-tekanan mengerikan apa yang mendasari hidup orang itu,
yang telah menjadikan dia sebagaimana adanya sekarang. Dia harus tahu lebih
banyak tentang laki-laki itu, mencari tahu dan memahaminya.
Jennifer mendekap anaknya itu. "Tak usah, Sayang. Kita berdua akan tinggal di
rumah dan membolos sepanjang minggu. Kita...."
Telepon berdering.
Michael tertawa kecil. "Bagus. Aku akan menemuimu untuk makan siang besok.
Di Restoran Donato Mulberry Street. Pukul setengah satu."
Jennifer mengulangi kata-kata itu dan dia tak bisa melangkah surut.
Pelayan kepala Restoran Donato kenal pada Michael, dan mereka menyiapkan
meja yang terbaik untuknya. Banyak orang yang mampir ke meja mereka untuk
memberi salam, dan Jennifer lagi-lagi terheran-heran melihat bagaimana orang-
orang menghormatinya. Aneh sekali, karena Michael Moretti mengingatkannya
pada Adam Warner, kedua laki-laki itu adalah orang-orang yang punya
kekuasaan, masing-masing dalam bidangnya sendiri.
Jennifer bertanya pada Michael tentang latar belakangnya, karena ingin, tahu
bagaimana dan mengapa dia sampai terperangkap dalam kehidupan yang
dijalaninya sekarang.
Aku suka uangnya. Aku suka kekuasaannya. Aku ini raja, Sayang, dan aku suka
menjadi raja."
"Dengarkan!" Dia yang semula banyak berdiam diri, kini mencurahkan kata-
katanya, mencurahkan kalimat-kalimat dan rahasia hatinya, mencurahkan
segala-galanya, seolah-olah semuanya itu sudah tersimpan dalam dirinya selama
bertahun-tahun, menunggu sampai seseorang datang untuk mendengarkannya.
"Ayahku bolehlah disebut botol Coca-Cola."
"Botol Coca-Cola?"
"Benar. Ada bermilyar-milyar orang seperti dia di dunia ini, dan kita tak dapat
membedakan yang seorang dari yang lain.
Dia seorang tukang sepatu. Dia bekerja membanting tulang Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/
— apa saja asal bisa hidup terus. Lalu pada suatu musim panas, aku pergi ke
Mexico City. Aku tak punya uang, tak punya apa-apa. Celanaku robek. Pada
suatu malam seorang gadis mengajakku menghadiri suatu perjamuan makan
besar di sebuah restoran besar. Sebagai makanan penutup disuguhkan semacam
kue khusus Meksiko dengan sebuah boneka keramik di tengah-tengahnya.
Seseorang dalam perjamuan itu menjelaskan bahwa menurut kebiasaannya,
barang siapa mendapatkan boneka keramik itu, dialah yang harus membayar
biaya perjamuan itu. Aku yang mendapatkan boneka itu." Dia berhenti sebentar.
"Boneka itu kutelan."
"Jangan bandingkan aku dengan orang lain." Nada bicaranya keras dan tak kenal
kompromi. "Aku adalah aku.
Aku tahu siapa diriku, Manis. Aku ingin tahu apakah kau tahu siapa dirimu itu."
"Michael, aku...."
"Aku tak perlu membeli perempuan. Tidak dengan uang, tidak pula dengan rasa
terima kasih."
Jennifer harus mengakui sendiri bahwa Michael memang benar. Dia memang
menginginkan Michael, sebagaimana Michael mengingini dirinya. Tapi, pikir
Jennifer, laki-laki ini pernah mencoba dengan sengaja menghancurkan diriku.
Jennifer merasa tak berdaya. Apa pun yang terjadi di antara mereka berdua,
menghapuskan masa lalu itu.
membelanya."
"Maaf, Michael," katanya datar. "Sudah kukatakan sebelumnya. Aku tak mau
terlibat dengan.... dengan....
teman-temanmu."
penuh ketakutan dan berkata, 'Tahukah, Mama.... belantara di luar sana itu benar-
benar kejam!."
Lama mereka diam. Dunia memang merupakan belantara yang kejam, pikir
Jennifer, tapi selama ini dia selalu berdiri di tepinya, di luar belantara itu, bebas
melepaskan dirinya bila di ngininya. Dia telah membuat peraturan-peraturan,
dan klien-kliennya menyesuaikan diri dengan peraturan-peraturan itu.
Tapi kini Michael Moretti telah mengubah semuanya itu. Ini merupakan
belantara Michael. Jennifer merasa takut, takut terperangkap ke dalamnya.
Namun, bila di ngatnya apa yang telah dilakukan Michael bagi dirinya, dia
memutuskan bahwa apa yang dimintanya itu hanya soal yang kecil.
Dia bersedia membantu Michael sekali ini saja. "Kita akan menangani perkara
Vasco Gambutti," kata Jennifer memberi tahu Ken Bailey.
Ken melihat pada Jennifer dengan rasa tak percaya. "Dia seorang mafia! Salah
seorang tukang pukul Michael Moretti.
"Gambutti berhak diadili dalam sidang yang adil, seperti semua orang." Kata-
kata itu terdengar hampa, bahkan bagi telinganya sendiri.
menjelaskan. Tapi bagaimana mungkin? Dia tak yakin apakah dia bisa
menjelaskannya pada dirinya sendiri.
Waktu Jennifer pertama kali bertemu dengan Vasco Gambutti, dia mencoba
menganggap laki-laki itu sebagai seorang klien biasa. Dia sudah biasa
menangani klien yang telah dituduh karena pembunuhan, tapi bagaimanapun
juga, yang ini lain. Laki-laki ini adalah seorang anggota dari suatu jaringan yang
luas suatu organisasi kejahatan, suatu komplotan yang menghisap entah berapa
milyar dolar dari negara, suatu komplotan kejam yang tak segan membunuh bila
perlu, untuk melindungi diri sendiri.
"Begitukah? Berhati-hatilah."
Ken tidak mengatakan apa-apa, tapi Jennifer merasakan keengganannya dan dia
merasa sedih. Jennifer berjanji pada dirinya sendiri bahwa sekali ini sajalah dia
mau bekerja untuk Michael.
Jennifer duduk diam-diam selama pembacaan tuduhan itu, jarang dia berdiri
untuk menyatakan keberatannya.
Pada hari terakhir sidang itu, dia mengambil langkah. Ada peraturan dalam
hukum bahwa bila pembelaan terhadap seseorang lemah, maka pembela harus
mengajukan lawannya ke sidang. Karena Jennifer tak ada bahan pembelaan
untuk Vasco Gambutti, maka dia memutuskan untuk mengajukan Scott Norman,
anggota polisi yang terbunuh, ke sidang. Ken Bailey telah menggali segala
sesuatu yang perlu diketahui tentang Scott Norman. Tingkah lakunya kurang
baik, tapi sebelum Jennifer selesai, dia telah membuatnya sepuluh kali lebih
buruk daripada yang sebenarnya. Norman sudah dua puluh tahun dalam
angkatan kepolisian, dan selama masa itu tiga kali dia diskors atas tuduhan
melakukan kekerasan yang tak perlu. Dia telah menembak dan hampir
membunuh seorang terdakwa yang tak bersenjata, dia telah memukul seorang
pemabuk di sebuah bar dan seseorang sampai perlu diangkut ke rumah sakit
gara-gara dia, hanya karena orang itu terlibat dalam perkelahian dalam rumah
tangganya sendiri.
Meskipun kejadian-kejadian itu telah terjadi dalam masa dua puluh tahun itu,
Jennifer telah membuatnya seolah-olah almarhum telah melakukan serangkaian
perbuatan yang menjijikkan tanpa-henti-hentinya. Jennifer telah mengajukan
sejumlah saksi di mimbar untuk memberikan kesaksian yang memberatkan
perwira polisi yang meninggal itu, dan Robert Di Silva sama sekali tak dapat
berbuat apa-apa.
Tapi Jaksa Di Silva menyadari sejak semula bahwa kata-katanya itu tak ada
gunanya. Jennifer telah membuat Perwira Scott Norman jadi manusia yang sama
jahatnya dengan Vasco Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Gambutti. Dia bukan lagi anggota polisi yang agung, yang mengorbankan
hidupnya dalam mencegah kejahatan. Jennifer Parker telah merusak citra diri
polisi itu hingga si korban menjadi tidak lebih baik daripada si pembunuh yang
dituduh.
Juri kembali dengan keputusan tidak bersalah atas tuduhan pembunuhan tingkat
pertama, melainkan menuduh Vasco Gambutti dengan pembunuhan biasa. Itu
merupakan
kekalahan besar bagi Di Silva, dan media massa cepat memberitakan satu lagi
kemenangan bagi Jennifer Parker.
"Pakai bajumu yang sifon. Ini harus kita rayakan," kata Michael pada Jennifer.
Mereka makan malam di restoran seafood di Vil age.
penghargaan besar.
Michael meletakkan sebuah kotak kecil yang di bungkus dengan kertas berwarna
merah putih ke tangan Jennifer.
"Bukalah."
Dan dalam hatinya ia berkata: Aduh, Jennifer, apa yang harus kuperbuat dengan
dirimu sendiri?
Michael tertawa. "Perayaan yang sebenarnya belum lagi dimulai. Ini baru
permainan pendahuluannya."
pengemudinya.
Kami terkunci, terpisah dalam dunia kecil kami sendiri, pikir Jennifer. Adanya
Michael di dekatnya membuat hasratnya berkobar.
Jennifer menoleh melihat mata Michael yang hitam. Michael pun mendekatinya
dan mulai meraba paha Jennifer, dan tubuh Jennifer langsung terbakar.
Bibir Michael mencari bibir Jennifer dan tubuh mereka berhimpitan. Jennifer
merasakan kejantanan yang keras, dan dia lalu meluncur turun ke lantai mobil.
Dia mulai bermain cinta dengan Michael, membelai-belai Michael dan
mengecupinya hingga Michael mulai mengerang, dan Jennifer pun ikut
mengerang bersamanya, sambil mempercepat gerakan-gerakannya, hingga
dirasakannya Michael mencapai puncak kepuasannya. Perayaannya sudah
dimulai.
Kini Jennifer memikirkan masa lalu itu sambil berbaring di kamar hotel di
Tangier, dan mendengarkan Michael mandi. Dia telah merasa puas dan senang.
Satu-satunya yang
hidupnya terdiri dari serangkaian kotak-kotak: ada Adam, ada anaknya, ada pula
Michael Moretti. Dan masing-masing harus terpisah dari yang lain.
Michael keluar dari kamar mandi dengan hanya berkainkan handuk. Bulu-bulu
tubuhnya berkilat karena basah kena air.
Dia adalah binatang liar yang membangunkan hasrat.
39
Michael menelepon Jennifer dan berkata, "Aku butuh bantuanmu, Manis. Salah
seorang anak buahku menghadapi kesulitan."
Jennifer membujuk dirinya sendiri dengan berkata bahwa apa yang dilakukannya
sekarang sama saja dengan yang dilakukannya selama ini. Sebenarnya perbedaan
itu ada —
Pada sebuah meja besar dalam dapur kuno itu ada Nick Vito, Arthur Scotto yang
diberi gelar Fat Artie, Salvatore Fiore, dan Joseph Colel a.
"Buat apa tahu? Dia minta supaya lampu dinyalakan. Dia mencoba memelukku."
"Memelukmu?"
Michael tertawa melihat reaksi Jennifer mendengar percakapan itu, lalu berkata,
"Mari kuperkenalkan pada Papa."
Antonio Graneli merupakan suatu kejutan besar bagi Jennifer. Dia duduk di kursi
roda, seorang laki-laki yang lemah Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
berperawakan sintal memasuki ruangan itu, Michael berkata pada Jennifer, "Ini
Rosa, istriku."
Selama ini, Jennifer takut menghadapi saat itu. Beberapa malam setelah Michael
meninggalkannya dengan rasa sangat puas, Jennifer berjuang melawan rasa
bersalah yang seakan-akan mempengaruhi dirinya. Aku tak mau menyakiti
seorang wanita lain. Aku mencuri. Aku harus menghentikan ini. Harus!
Mula-mula terasa kekakuan, lalu kemudian Rosa berkata perlahan, "Saya senang
bertemu Anda, Nyonya Parker.
"Saya menganggap Nyonya Parker sebagai seorang lakilaki, Papa," kata Michael
dengan wajah polos.
Tak kelihatan pembantu di rumah itu, dan Rosa tak henti-hentinya berdiri,
duduk, dan melapangkan meja untuk kemudian membawa lauk baru lagi dari
dapur.
"Anakku, Rosa ini, pandai sekali memasak," kata Antonio Granel i pada
Jennifer. "Hampir sama pandainya dengan ibunya, kan Mike?"
"Rosa juga seorang istri yang baik sekali," Antonio Granel i melanjutkan, dan
Jennifer ingin tahu apakah itu suatu pernyataan sepintas saja, ataukah suatu
peringatan.
bantah Jennifer.
Jennifer tak habis pikir bagaimana Michael bisa menjaga berat badannya.
Percakapannya ringan dan menyenangkan, dan bisa saja terjadi di rumah mana
pun di antara seribu keluarga Italia, dan Jennifer merasa sulit percaya bahwa
keluarga itu lain dari keluarga-keluarga lain.
Sampai Antonio Granel i bertanya, "Adakah sesuatu yang Anda ketahui tentang
Unione Sicil iana?"
"Itu bukan nama Itali, Mike. Terlalu sulit bagiku untuk mengingatnya. Kau
kupanggil Nyonya saja, ya? Boleh?"
"Boleh," sahut Jennifer.
"Unione Sicil iana itu dimulai di Sicilia untuk melindungi orang-orang miskin
terhadap ketidakadilan. Kau tahu, orang-orang yang berkuasa merampok orang-
orang yang miskin. Orang-orang miskin tak punya apa-apa — tak punya uang,
tak ada pekerjaan, tidak mendapatkan keadilan. Maka dibentuklah Unione itu.
Bila terjadi ketidakadilan, orang mendatangi anggota-anggota persekutuan
rahasia itu dan dendam mereka pun terbalas. Unione segera menjadi lebih kuat
daripada hukum, karena dia merupakan hukum rakyat.
Kami percaya apa yang tercantum dalam Injil, Nyonya." Dia menatap mata
Jennifer. "Bila ada yang mengkhianati, kami membalas dendam."
Secara naluriah Jennifer sudah lama tahu bahwa bila dia bekerja untuk organisasi
itu, berarti dia mengambil langkah besar. Tapi sebagaimana kebanyakan orang
luar, dia mempunyai pengertian yang salah tentang organisasi itu.
Secara umum, mafia itu dilukiskan sebagai sekumpulan gerombolan yang hanya
duduk-duduk saja sambil memerintah orang untuk membunuh dan hanya
menghitung uang dari praktek lintah darat dan rumah-rumah pelacur. Itu hanya
sebagian dari keadaan yang sebenarnya. Dari rapat-rapat yang dihadiri Jennifer,
dia jadi tahu selebihnya: mereka adalah pengusaha-pengusaha yang bekerja
dalam ukuran yang bukan main besarnya. Mereka memiliki hotel-hotel, bank-
bank, restoran-restoran, kasino, perusahaan-perusahaan asuransi dan pabrik-
pabrik, perusahaan-perusahaan pembangunan, dan serangkaian rumah sakit.
Mereka mengawasi persatuan-persatuan buruh dan perkapalan. Mereka bergerak
dalam usaha rekaman dan menjual mesin-mesin pengecer rokok dan permen.
Mereka memiliki perusahaan-perusahaan
Robert Di Silva telah menuntut tiga orang anak buah Michael Moretti karena
telah membuat sekelompok gerobak penjual makanan siang, terbalik. Mereka
dituntut telah berkomplot mengacaukan perdagangan dengan kekerasan.
"Perempuan itu akan menghancurkan kita," kata Michael pada Jennifer. "Dia
harus ditangani."
menawarkan sejumlah besar uang kalau saksi itu mau memuat kisah
kesaksiannya itu. Wanita itu menerima tawaran tersebut. Dalam sidang, Jennifer
memanfaatkannya untuk mengaibkan alasan kesediaan wanita itu, dan tuduhan
pun ditarik kembali.
Waktu kantor itu mulai menerima serangkaian perkara mafia berturut-turut, Ken
Bailey masuk ke kamar kerja Jennifer dan berkata, "Bagaimana ini? Kau tak bisa
membela bajingan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Masa kau begitu picik, Jennifer. Kaulah yang kelak harus membayar. Mereka
akan mencengkeram dirimu."
Justru karena dia tahu bahwa Ken memang benar, maka dia lalu berkata dengan
marah, "Hentikan, Ken."'
Ken menatapnya lama, lalu berkata, "Kau benar. Kau yang bos."
Pengadilan kriminal hanya merupakan dunia yang sempit, dan berita-berita
tersebar dengan cepat. Waktu tersiar berita bahwa Jennifer Parker akan membela
perkara organisasi, sahabat-sahabatnya yang berniat baik mendatanginya, dan
mengemukakan keberatan-keberatan yang sama dengan yang telah dikatakan
Hakim Lawrence Waldman dan Ken Bailey padanya.
"Bila kau melibatkan dirimu dengan bajingan-bajingan itu, kau akan disamakan
dengan mereka."
"Semua orang berhak untuk dibela," jawab Jennifer pada mereka semua.
Pater Ryan datang mengunjunginya. Kali ini bukan untuk meminta bantuannya
membela seorang teman.
"Aku kuatir mendengar tentang kau, Jennifer. Aku mendengar laporan bahwa
kau menangani.... anu....
"Siapa orang-orang yang tak benar itu? Apakah Pater menilai dulu orang-orang
yang datang pada Pater untuk meminta bantuan? Apakah Pater menyuruh orang-
orang pergi menjauhi Tuhan karena mereka telah membuat dosa?"
Pater Ryan menggeleng. "Tentu tidak. Tapi kalau orang secara pribadi membuat
kekeliruan, itu lain. Lain lagi halnya bila korupsi dijalankan dalam bentuk
organisasi. Bila kau membantu orang-orang itu, berarti kau membenarkan
perbuatan mereka. Kau menjadi bagiannya."
"Bukan. Saya seorang ahli hukum, Pater. Saya menolong orang-orang yang
dalam kesulitan."
Jennifer sudah mengenal Michael Moretti lebih baik daripada siapa pun juga.
Michael menyatakan perasaannya pada Jennifer, perasaan yang tak pernah
dibukakannya pada siapa pun juga. Pada dasarnya dia adalah laki-laki yang
kesepian dan suka menyendiri, dan Jennifer adalah orang pertama yang telah
berhasil menembusi bentengnya.
Michael mengaku pada Jennifer bahwa dia tidak mencintai Rosa, tapi nyata
benar bahwa Rosa memuja Michael. Wanita itu selalu siap melayaninya,
mengurus semua kebutuhannya.
Jennifer juga bertemu dengan para istri anggota-anggota mafia lainnya, dan
Jennifer menilai hidup mereka itu sangat menarik. Suami-suami mereka keluar-
masuk restoran, bar, dan pacuan kuda dengan kekasih-kekasih simpanan mereka,
sedang istri-istri mereka tinggal di rumah menunggu mereka.
Seorang istri mafia selalu mendapat uang saku yang besar jumlahnya, tapi
mereka harus berhati-hati cara
Tata caranya sama ketatnya dengan tata cara dalam perusahaan baja Amerika
Serikat, atau di perusahaan-perusaan besar lainnya.
Mafia merupakan badan penghasil uang yang mahabesar, tapi Jennifer sudah
tahu bahwa ada satu unsur yang tak kalah pentingnya: kekuasaan.
"Ada bedanya," kata Jennifer. "Mereka itu bekerja dengan sah, dan...."
Belasan perusahaan di negeri ini sudah pernah dituduh melanggar satu atau dua
undang-undang. Jangan menipu dirimu, Jennifer. Rata-rata orang Amerika
zaman ini tak bisa menyebutkan nama dua orang antariksawan yang sudah
pernah terbang ke angkasa luar, tapi mereka kenal nama-nama Al Capone dan
Lucky Luciano."
Dalam perusahaan, Michael sama sekali tak kenal keragu-raguan. Itulah titik
kekuatannya. Keputusan-keputusan yang diambilnya semata-mata yang tepat
untuk organisasi.
Di masa lampau, Michael mengabdi penuh untuk memenuhi ambisinya. Waktu
dalam hidupnya tak ada tempat yang berdasarkan emosi terhadap seorang
wanita. Baik Rosa maupun pacar-pacarnya yang lain tak pernah merupakan
bagian dari kebutuhannya yang sebenarnya.
Michael menyadari bahwa dia tidak akan pernah mau melepaskan Jennifer.
Dia naik sepeda beroda dua dan mempunyai satu armada mobil balap mainan;
dia suka bercakap-cakap dengan bersungguh-sungguh pada Jennifer dan Nyonya
Mackey.
Karena Jennifer ingin supaya Joshua tumbuh menjadi kuat dan mandiri, maka
dia selalu menjaga dengan cermat keseimbangan dalam segala tindakannya,
supaya Joshua tahu betapa dia mencintai anaknya itu, membuat anak itu
menyadari bahwa ibunya selalu siap sedia bila dia membutuhkannya, namun
juga memberinya pengertian supaya mandiri.
Jennifer mengajar anaknya supaya suka membaca buku-buku yang baik dan
menyukai musik. Diajaknya anaknya menonton sandiwara, tapi tidak pada
malam pembukaan, karena akan terlalu banyak orang yang akan mengenalinya
dan akan bertanya. Pada akhir pekan, mereka berdua menonton film dan
bersenang-senang. Pada hari Sabtu mereka nonton film pertunjukan sore, lalu
pergi makan di restoran dan kemudian nonton film lain lagi. Pada hari Minggu
mereka pergi berlayar atau bersepeda berdua. Jennifer memberikan seluruh
perbendaharaan cintanya pada anak itu, namun dia berhati-hati supaya anak itu
tidak menjadi manja.
tidak jatuh ke dalam perangkap kebiasaan suatu keluarga yang hanya ada satu
orang tuanya.
Jennifer merasa terpukul. Tidak akan lama lagi anak itu akan meninggalkannya
untuk menuntut ilmu, untuk mencari hidupnya, kawin, dan membina rumah
tangga dengan keluarganya sendiri. Bukankah itu yang di nginkannya bagi
anaknya itu? Tentu saja benar. Bila Joshua sudah siap, dia akan melepas anak itu
dengan tangan terbuka, namun dia menyadari betapa akan sulitnya hal itu.
Dia membuka lemari es.... dan terpana. Di dalam lemari es didapatinya selembar
lipatan kertas kecil terselip di antara dua buah botol susu. Adam biasa
meninggalkan surat-surat kecil begitu untuknya. Jennifer menatap surat itu,
bagai tersihir, tak berani menyentuhnya. Perlahan-lahan diambilnya lipatan
kertas itu lalu dibukanya. Surat kecil itu berbunyi, Kejutan!.
"Tak ada, Sayang. Kami... kami belum lama menikah waktu beliau meninggal."
Dia benci harus berbohong, tapi dia tak punya pilihan lain.
Michael Moretti hanya satu kali bertanya tentang ayah Joshua. "Aku tak peduli
apa yang telah terjadi sebelum kau menjadi milikku....aku hanya ingin tahu."
Jennifer berpikir, betapa akan besar tekanan Michael atas diri Senator Adam
Warner bila dia tahu keadaan sebenarnya.
40
Di Washington DC, suatu panitia penyelidikan senat yang diketuai oleh Adam
Warner, telah mencapai hari terakhir dari suatu pemeriksaan intensif mengenai
pesawat pembom XK-1, yang sedang diminta persetujuannya dari senat oleh
angkatan udara. Berminggu-minggu lamanya saksisaksi mata
memberikan keterangan bahwa pesawat pembom yang baru itu akan merupakan
pesawat yang terlalu mahal yang akan menghabiskan keuangan pertahanan dan
menghancurkan negara, sedang sebagian yang lain lagi menyatakan bahwa bila
angkatan udara tidak mendapatkan persetujuan untuk memiliki pesawat itu,
maka pertahanan Amerika akan demikian lemahnya hingga Rusia mungkin akan
menyerang Amerika Serikat dalam waktu yang singkat sekali.
penerbangan uji coba dari sebuah contoh pesawat pembom baru itu, dan rekan-
rekannya dengan senang hati menerima tawarannya itu. Adam adalah teman
sejawat mereka, seorang anggota klub mereka, dia tentu mau mengatakan yang
sebenarnya.
Pada suatu hari Minggu pagi Adam menerbangkan pesawat pembom itu dengan
awak seperlunya, dan dia telah mencoba pesawat itu dengan penerbangan yang
keras. Penerbangan itu ternyata berhasil baik dan dia melaporkan kembali
kepada panitia senat bahwa pesawat pembom baru XK-1 itu adalah suatu
kemajuan dalam penerbangan. Dinasihatkannya supaya pesawat itu diproduksi
segera. Senat kemudian menyetujui dana untuk itu.
Baik Newsweek maupun Time memuat kisah tentang Adam sebagai tajuk
rencana, dan berita dalam Newsweek berakhir sebagai berikut: Senat telah
menemukan seorang pelindung baru yang jujur dan mampu untuk menyelidiki
beberapa Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
masalah vital yang sering merupakan sampah bagi negara ini, dan menjadikan
masalah itu jelas, bukan menjadikannya bahan sengketa. Di antara orang-orang
yang berwenang terdapat kepercayaan yang makin mendalam bahwa Adam
Warner mempunyai kemampuan-kemampuan yang akan
Jennifer membaca berita tentang Adam itu dengan penuh perhatian dan merasa
bangga sekali. Tapi juga dengan rasa sakit. Dia masih mencintai Adam, dan dia
juga cinta pada Michael Moretti. Dia tak mengerti bagaimana hal itu mungkin.
Telah menjadi perempuan macam apa dia itu. Adam telah menciptakan kesepian
dalam hidupnya. Michael lelah menghapuskan kesepian itu.
meningkat, dan sudah jelas bahwa satu organisasi kejahatan ada di belakang
kegiatan itu. Adam diminta untuk mengetuai suatu panitia penyelidik.
Dikumpulkannya tenaga dari lima atau enam perusahaan pengacara yang besar-
besar di Amerika Serikat, lalu terbang ke Meksiko, dan mendapatkan kesediaan
kerja sama dari pemerintah Meksiko. Dalam waktu tiga bulan, lalu lintas
obatobat terlarang itu telah jauh berkurang.
Mereka sedang duduk di ruang kerja yang besar dan nyaman. Dalam ruang itu
ada Jennifer, Antonio Granel i, dan Thomas Colfax. Antonio Granel i baru saja
sembuh dari suatu serangan jantung, dan dalam satu malam umurnya seolah-olah
telah bertambah dua puluh tahun. Dia merupakan karikatur dari seseorang yang
sudah menciut. Mukanya yang sebelah kanan sudah lumpuh, hingga bila dia
berbicara, air liurnya berleleran dari sudut mulutnya. Dia sudah tua dan
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
hampir tak bisa berpikir dengan waras lagi. Dia makin banyak bergantung pada
pertimbangan Michael. Meskipun dengan enggan, dia bahkan sudah mau
menerima Jennifer.
Tidak demikian halnya dengan Thomas Colfax. Perselisihan antara Michael dan
Colfax telah makin meruncing. Colfax menyadari bahwa Michael dengan
sengaja menggantikan dia dengan perempuan itu. Colfax mengakui sendiri
bahwa Jennifer memang seorang ahli hukum yang pintar, tapi apa yang bisa
diketahui perempuan itu tentang kebiasaan borgata itu? Tentang apa yang telah
membuat persekutuan itu bisa bekerja begitu lancarnya selama betahun-tahun
ini? Mengapa Michael sampai bisa memasukkan seorang asing — seorang
wanita pula lagi! — dan mempercayakan pada wanita itu rahasia mati-hidup
mereka. Keadaan itu tak dapat dipertahankan. Colfax telah berbicara dengan
pemimpin tertinggi organisasi, para perwira organisasi, dan para prajuritnya,
seorang demi seorang, menyatakan rasa kuatirnya, mencoba menarik mereka ke
pihaknya, tapi mereka semua takut melawan Michael. Bila Michael
mempercayai perempuan itu, maka mereka tahu bahwa mereka pun wajib
mempercayainya juga.
Thomas Colfax menyadari bahwa dia akan harus menunggu saatnya. Tapi dia
pasti mencari jalan untuk menyingkirkan perempuan itu.
Jennifer menyadari benar perasaan Colfax itu. Dia telah menggantikan laki-laki
itu, dan harga diri Colfax tentulah tidak akan mau memaafkannya. Kesetiaannya
pada sindikat itu akan membuatnya tetap bertahan dan melindungi Jennifer, tapi
bila rasa bencinya menjadi lebih hebat daripada kesetiaannya itu...
Jantung Jennifer berhenti berdetak sesaat. Tiba-tiba dia merasa sulit bernapas.
Michael memperhatikannya karena dia mengharapkan jawaban.
"Dengar, Michael. Kalau dia kausingkirkan, mereka akan mencari sepuluh orang
untuk menggantikannya. Bahkan seratus orang. Semua surat kabar di negeri ini
akan menentangmu. Penyelidikan yang sedang berlangsung sekarang tak berarti
apa-apa bila dibandingkan dengan apa yang akan terjadi bila Senator Warner
kaucelakakan."
"Tidak ada yang meminta pendapatmu," kata Michael Moretti dengan geram.
Jennifer menyadari bahwa dia menahan napasnya. Kini dia menghirup udara
perlahan-lahan. "Ada lagi yang lain?"
"Ada." Michael mengambil sebuah korek api emas yang berat, lalu menyalakan
sebatang rokok. "Teman kita Marco Lorenzo dituduh melakukan pemerasan dan
perampokan."
berpembawaan jahat sejak lahir, yang sering sekali harus mendekam dalam
penjara karena kejahatan-kejahatan kekerasan.
Jennifer bimbang sebentar. "Bila kita berada di daerah hukum yang lain,
mungkin aku bisa mengusahakannya. Tapi ini daerah Di Silva, dia tidak akan
mau menerima permohonan pertimbangan dari aku."
Michael Moretti dan Nick Vito memperhatikan dari jendela waktu Thomas
Colfax memasuki mobilnya, lalu pergi.
"Aku ingin kau menyingkirkan dia, Nick," kata Michael. "Aku tak bisa lagi
mempercayainya. Dia seperti masih hidup di masa lampau, seperti pak tua."
Mereka sedang menunggu Robert Di Silva, dan mereka duduk berdiaman saja
dengan perasaan tak enak, masing-masing tidak berusaha untuk memulai
percakapan. Setelah jaksa itu masuk, dimulailah rapat.
Hakim Waldman berkata pada Jennifer, "Kata Bobby kau ingin membahas suatu
permohonan pertimbangan sebelum aku menjatuhkan vonis atas diri Lorenzo."
"Benar." Jennifer menoleh pada Jaksa Di Silva. "Saya rasa akan salah bila kita
memasukkan Lorenzo ke Penjara Sing Sing. Itu bukan tempat yang baik
baginya. Dia orang asing yang tak sah. Saya rasa dia harus dikirim kembali ke
tempat asalnya, Sicilia."
Di Silva melihat pada Jennifer dengan terkejut. Dia telah merencanakan untuk
mengusulkan pemulangan kembali penjahat itu, tapi kalau itu pula yang di ngini
Jennifer Parker, maka dia harus mengubah keputusannya.
"Karena beberapa alasan. Pertama-tama hal itu akan mencegah dia untuk
melakukan kejahatan lagi di sini, dan...."
"Sama saja kalau dia ada dalam sel di Penjara Sing Sing."
Dia akan jadi gila bila dimasukkan ke dalam penjara. Semua sahabatnya ada di
Sicilia. Di sana dia bisa hidup tenang di bawah sinar matahari dan bisa mati
dengan tenang dalam lingkungan keluarganya."
Mulut Di Silva terkatup rapat karena marah. "Yang sedang kita bicarakan ini
adalah seorang penjahat yang telah menghabiskan hidupnya dengan merampok,
memperkosa, dan membunuh, dan kau menginginkan agar dia berada di tengah-
tengah sahabat-sahabatnya di bawah sinar matahari?"
tak bersungguh-sungguh."
Di Silva menghantamkan tinjunya ke meja. "Dia sama sekali tak punya hak apa-
apa! Dia telah dituduh berbuat kekerasan dan perampokan bersenjata."
"Dia tidak berada di Sicilia, persetan!" teriak Di Silva. "Dia ada di sini! Dia telah
berbuat kejahatan-kejahatan di sini dan dia akan dihukum di sini. Yang Mulia,
kita membuang waktu Anda saja. Negara menolak semua permohonan
pertimbangan dalam perkara ini. Kami akan minta supaya Marco Lorenzo
dijatuhi hukuman masuk Sing Sing."
Hakim Waldman berpaling pada Jennifer. "Adakah lagi yang ingin kaukatakan?"
dipersilakan pergi."
Di luar, di lorong gedung, jaksa menoleh pada Jennifer dan tersenyum. "Kau
sudah kehilangan semangat, Saudara Pembela."
Jennifer mengangkat bahunya. "Kita tak bisa selalu menang."
Lima menit kemudian, Jennifer memasuki kamar telepon untuk berbicara dengan
Michael Moretti. "Tak usah kuatir lagi. Marco Lorenzo akan dimasukkan ke
Sing Sing."
41
Waktu berlalu bagaikan sebuah sungai yang tak bertepi, tak berbatas. Musim-
musimnya tidak lagi ditandai oleh musim salju, semi, gugur, atau musim panas,
melainkan oleh harihari ulang tahun, kesenangan, kesulitan, dan penderitaan.
Ada pertempuran-pertempuran pengadilan yang dimenangkan, dan ada perkara
yang kalah, kenyataan mengenai Michael serta kenangan tentang Adam. Tapi
terutama Joshua-lah yang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Rasanya seolah-olah dalam semalam saja, dia telah beralih dari permainan
dengan pensil berwarna ke model-model pesawat terbang dan olahraga. Joshua
telah menjadi tinggi dan makin hari makin mirip ayahnya, bukan saja dalam
penampilan lahiriahnya. Dia perasa dan sopan, dan dia punya citra kuat tentang
kejujuran. Bila Jennifer menghukumnya atas suatu perbuatannya, Joshua berkata
melawan, "Tinggi badanku memang baru satu meter dua puluh senti, tapi aku
punya hak."
"Di mana saja Mama selama ini? Mereka itulah yang membentuk kelompok
olahraga Little League."
Pada suatu hari Joshua pulang dari main bola, dengan air muka kusut, lalu
berkata, "Ma, bisakah kita berbicara dari hati ke hati?"
"Tentu, Joshua."
Mereka duduk di meja dapur dan Jennifer menyiapkan roti berlapis mentega
kacang dan menuang segelas susu untuk Joshua.
"Apa masalahnya?"
Jennifer membeli sebuah kapal layar Newport yang kecil, dan pada hari-hari
akhir pekan, Jennifer dan Joshua pergi ke
semuanya adalah hal-hal yang telah dilakukannya pula dengan ayah anak itu.
Jennifer meyakinkan dirinya bahwa dia melakukan itu semua karena Joshua suka
melakukannya, tapi dia tak yakin apakah dia benar-benar jujur. Diperhatikannya
Joshua mengurus layar kapalnya, wajahnya berseri-seri, pipinya kecoklatan oleh
matahari dan angin, dan Jennifer menyadari bahwa apa pun alasannya tidaklah
penting. Yang penting adalah bahwa anaknya berbahagia hidup bersamanya.
Anak itu bukan menjadi pengganti ayahnya. Dia adalah dirinya sendiri dan
Jennifer mencintainya lebih dari siapa pun juga di muka bumi ini.
42
keluarga.
gagangnya.
berpakaian?"
"Eddie Santini baru saja ditangkap dengan tuduhan perampokan bersenjata. Dia
sudah dua kali masuk penjara.
Bila dia sampai dipenjarakan lagi, dia tidak akan dilepaskan lagi."
Jennifer mengenakan kimono dan turun ke dapur lalu membuat sepoci kopi
untuk dirinya. Dia duduk di ruang makan sarapan, meminum kopi panasnya
sambil menatap ke kegelapan malam dan berpikir. Tiga orang saksi dan mereka
semua melihat dengan jelas.
Jennifer berbicara cepat-cepat. "Saya ada informasi untuk Anda. Seorang laki-
laki bernama Eddie Santini baru saja ditangkap atas tuduhan perampokan
bersenjata. Pembelanya adalah Jennifer Parker. Dia akan mencoba
membebaskannya."
pembicaraan itu dengan dua buah surat kabar dan dua buah stasiun tv. Setelah
dia selesai menelepon, dia melihat ke arlojinya, lalu dia minum secangkir kopi
lagi dengan santai.
Dia ingin memberi waktu pada para fotografer untuk pergi ke daerah 51st Street.
Dia naik ke lantai atas dan berpakaian.
Tidurlah lagi."
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Joshua tertawa geli. "Sebagai seorang wanita, Mama bekerja pada jam yang
aneh."
Jennifer mendekati tempat tidur anaknya lagi. "Dan sebagai seorang laki-laki
kau tidur pada jam-jam yang aneh."
Waktu Jennifer tiba, seorang fotografer dari surat kabar Daily News sedang
menunggu. Dia menatap
Jennifer masuk, lalu mengurus jaminan pembebasan bagi Eddie Santini, dia
mengulur-ulur pelaksanaan itu sampai dia merasa yakin bahwa kameraman tv,
seorang wartawan, serta seorang fotografer dari New York Times tiba di tempat
itu.
Diperkirakan dia tak bisa lagi menunggu wartawan dari surat kabar Post.
Kapten polisi yang bertugas berkata, "Ada beberapa orang wartawan dan petugas
tv di luar, Nona Parker. Anda bisa keluar lewat belakang kalau Anda mau."
Eddie Santini diajaknya keluar lewat lorong depan di mana para fotografer dan
wartawan sedang menunggu.
memotret.
Tengah hari Jennifer menerima telepon dari Michael Moretti. Suaranya bernada
marah. "Sudahkah kau membaca surat-surat kabar?"
"Tidak."
Lama tak ada yang berbicara, lalu Michael berkata dengan nada kagum,
"Bajingan goblok aku ini!"
Jennifer tertawa.
Ken Bailey sedang menunggu di kamar kerjanya petang itu waktu Jennifer
masuk, dan dia segera tahu bahwa ada sesuatu yang tak beres.
"Mengatakan apa?"
Secara tak langsung, itu urusannya juga. Jennifer terkenang semuanya, kantor
kecil yang mereka tempati bersama, bagaimana Ken membantunya. Ada seorang
sahabatku, ahli hukum, yang telah berulang kali meminta bantuanku untuk
menyampaikan surat-surat panggilan menghadap ke
pengadilan. Aku tak punya waktu. Dia membayar dua belas setengah dolar untuk
setiap surat panggilan ditambah uang jalan. Bisakah kau membantuku?
"Hidup pribadiku...."
"Dia hidup dalam selokan dan kau membawa air selokan itu ke dalam kantor ini.
Kau mengajak kami semua bekerja untuk Moretti dan penjahat-penjahat itu."
"Berhenti!"
Kata-kata Ken itu sangat mengejutkan. "Kau tak bisa berhenti. Dugaanmu
mengenai Michael Moretti itu keliru.
menyadari...."
Jennifer merasa air matanya mulai memenuhi pelupuk matanya, dan lehernya
jadi tersekat demikian eratnya hingga dia merasa sulit bernapas. Diletakkan
kepalanya ke meja, lalu menutup matanya. Dia mencoba menghilangkan rasa
sakit itu.
Kantor sudah gelap, yang tampak hanya nyala merah yang mengerikan dari
lampu-lampu jalanan. Dia pergi ke jendela lalu menatap kota di bawahnya.
Malam hari, kota itu tampak seperti hutan belantara dengan hanya satu api
unggun yang hampir padam, untuk mencegah datangnya kengerian yang
mengintai.
Itulah hutan belantara milik Michael. Dan jalan ke luar dari situ sudah tak ada
lagi.
43
Keadaan kacau sekali di The Cow Palace, San Francisco, tempat yang penuh
dengan delegasi dari seluruh negara.
Mereka itu ribut dan berbicara nyaring. Ada tiga orang yang bersaing untuk
menjadi calon presiden, dan masing-masing Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/
"Hanya bila kau berbuat yang tak senonoh yang disiarkan oleh surat-surat kabar
dalam terbitan jam enam nanti sore, kau baru akan kehilangan kesempatan untuk
menjadi presiden berikutnya dari Amerika Serikat," kata Stewart Needham
meyakinkan Adam.
Setelah terpilih menjadi calon itu, Adam terbang ke New York untuk suatu
pertemuan di Hotel Regency dengan Needham dan beberapa anggota partai yang
terkemuka. Turut hadir dalam ruangan itu, Blair Roman, kepala dari suatu
perusahaan periklanan yang nomor dua terbesar di negeri itu.
"Saya senang sekali di kutsertakan," kata Blair Roman sambil tersenyum. "Anda
akan merupakan presiden ketiga yang saya tangani."
"Tuan Roman."
"Ya?"
Blair Roman tertawa, "Maaf. Terselip lidah, A.W. Dalam pikiran saya, Anda
sudah berada di Gedung Putih. Percayalah, saya yakin Andalah orangnya untuk
kedudukan itu, kalau tidak, saya tidak akan mau menangani kampanye ini. Saya
terlalu kaya untuk bekerja dengan mengharapkan uang."
"Kami sudah tahu bahwa Andalah orang untuk kedudukan itu.... Sekarang kita
ingin memberitahu rakyat mengenai hal itu. Lihat saja kertas-kertas yang sudah
saya siapkan ini, beberapa bagian dari negara ini sudah saya bagi-bagi menjadi
beberapa kelompok etnis. Kami akan mengirim Anda ke tempat-tempat penting
di mana kita bisa memberikan kesan yang mendalam."
Adam mulai merasa tak senang. "Lalu bagaimana rencana Anda untuk
melakukannya?"
"Mudah saja. Anda adalah suatu barang produksi, A.W.
Kami akan berusaha untuk menjadikan Anda laku, seperti juga kami berusaha
membuat barang-barang produksi lainnya laku terjual. Kami...."
Adam menoleh pada Stewart Needham. "Stewart, bisakah aku berbicara empat
mata denganmu?"
"Mari kita beristirahat dulu untuk makan, dan bertemu lagi di sini jam sembilan.
Kita akan melanjutkan pembicaran ini lagi."
"Ya, Tuhan, Stewart.... Orang itu berencana untuk menjadikan soal ini suatu
show. 'Kau hanyalah suatu barang produksi, A.W. Kami akan berusaha
membuatmu laku, seperti juga kami berusaha untuk membuat barang-barang
produksi lain laku terjual.' Dia menjijikkan!"
"Aku benci."
Tapi kau juga harus memainkan perananmu. Bila diharuskan menjadi binatang
gelanggang dalam suatu sirkus, turuti saja."
"Kita memerlukan seseorang seperti itu. Blair termasuk yang terbaik. Biar aku
yang menanganinya. Aku akan berusaha supaya dia tidak terlalu banyak
menyusahkanmu."
"Terima kasih."
Adam merekam pidato singkatnya selama satu menit di tv, pidato singkat tiga
menit, dan pidato singkat lima menit, yang ditujukan untuk bagian-bagian
tertentu di negeri itu. Pidato-pidato singkat yang akan disiarkan di Virginia Barat
membahas pengangguran dan penyediaan besar batu arang yang bisa membuat
daerah itu makmur; bagian tv di Detroit
membicarakan tentang kebobrokan dalam kota; di New York City, pokok pidato
adalah meningkatnya angka kejahatan.
"Yang harus Anda lakukan hanyalah, mengenai sasaran soal yang penting di
suatu tempat, A.W." Blair Roman memberi tahu Adam. "Bahan pidato utama tak
perlu dibahas secara mendalam. Kami akan mempromosikan bahan
"Tuan Roman," kata Adam, "saya tak peduli bagaimana statistik Anda. Saya
bukan barang makanan dan saya tak ingin dijual seperti barang makanan. Saya
tetap akan membahas bahan pidato saya secara mendalam, karena saya pikir
rakyat Amerika cukup cerdas dan ingin tahu sedalam-dalamnya tentang itu."
"Saya hanya...."
"Saya minta Anda mengatur suatu perdebatan antara saya dan Presiden untuk
membahas soal-soal yang mendasar."
"Baiklah," kata Blair Roman. "Saya akan segera menemui petugas kepresidenan,
A.W."
"Kuterima undangan itu," katanya pada Cynthia. "Tolong pesankan tiga tempat."
Dia akan mengajak Nyonya Mackey juga. Pada waktu makan malam itu,
Jennifer menyampaikan berita itu pada Joshua. "Bagaimana kalau kita pergi ke
Acapulco?"
"Betul."
"Bisakah kita pergi ke pantai di mana kaum wanita berenang tanpa bh?"
"Joshua!"
"Pokoknya kan ada yang begituan di sana. Orang telanjang itu wajar."
"Akan kupikirkan dulu."
Jennifer membayangkan Joshua mencoba menarik seekor ikan besar dan dia
tersenyum. "Akan kita coba. Ada ikan yang besar sekali."
"Itu yang menarik," kata Joshua serius. "Kalau gampang-gampangan saja tak
menarik. Tak ada seninya lagi."
"Aku setuju."
"Kita jangan pergi melihat-lihat gereja, ya? Gereja itu di mana-mana serupa
saja."
Kata-kata Adam lagi, Bila kita sudah melihat sebuah gereja, berarti semua gereja
sudah kita lihat.
Pertemuan akan dimulai hari Senin. Jennifer, Joshua, dan Nyonya Mackey
terbang ke Acapulco pada hari Jumat pagi dengan menumpang jet Brainiff.
Joshua sudah sering terbang, tapi dia masih berdebar-debar karena senangnya
bila ingat akan naik pesawat terbang. Nyonya Mackey tak bergerak karena
ketakutan.
Pesawat mendarat di Lapangan Terbang Benito Juarez pukul empat petang, dan
sejam kemudian mereka bertiga tiba di Las Brisas. Hotel tempat mereka
menginap terletak delapan mil di luar kota Acapulco dan terdiri dari serangkaian
bungalow berwarna merah muda yang cantik, yang dibangun di atas bukit.
Masing-masing ada pekarangan pribadi yang kecil.
Sebagaimana juga beberapa bungalow yang lain, bungalow Jennifer ada kolam
renangnya tersendiri. Mereka
sulit mendapatkan tempat, karena ada pertemuan lain, dan Acapulco sudah
penuh sesak. Tapi Jennifer menelepon salah seorang pemilik perusahaan yang
menjadi kliennya, dan sejam kemudian dia mendapat informasi bahwa dia
ditunggu di Las Brisas dengan senang hati.
"Bisakah kita pergi ke kota untuk mendengarkan mereka berbicara? Saya tak
pernah pergi ke suatu negara di mana tak seorang pun pandai berbahasa Inggris."
Dia berpikir sebentar lalu menambahkan, "Negara Inggris jangan dihitung
tentu."
Mereka pergi ke kota dan berjalan di sepanjang Zocalo, pusat kota yang paling
ramai. Tapi Joshua kecewa karena satu-satunya bahasa yang terdengar adalah
bahasa Inggris.
Senja harinya mereka menumpang sebuah calan-dria, yaitu sebuah kereta yang
ditarik kuda. Mereka pergi ke Pie de la Cuesta, pantai senja, lalu kembali ke
kota.
Mereka berjalan melewati gedung fronton di dekat Plaza Caleta, dan Joshua
melihat papan-papan reklame yang mereklamekan permainan jai alai di
dalamnya.
Anak itu berhenti memandangi reklame itu dengan mata terbuka lebar, dan
Jennifer bertanya, "Inginkah kau melihat permainan jai alai itu?"
Joshua mengangguk. "Kalau tidak terlalu mahal. Kalau kita sampai kehabisan
uang, kita nanti tak bisa pulang."
Mereka masuk, lalu menonton permainan keras antara dua regu. Jennifer
memasang taruhan untuk Joshua dan regu yang dipertaruhkannya, menang.
Tadi pagi dia mendengar manajer hotel bercerita tentang penyelaman itu.
"Oh, kalau Mama terlalu letih, baiklah.... Saya selalu lupa umur Mama."
Jennifer jadi terharu. "Jangan pikirkan umurku." Lalu dia menoleh pada Nyonya
Mackey. "Kau masih kuat?"
"Tentu," erang Nyonya Mackey.
Joshua berdiri di tepi pelataran, menonton para pemain ski air yang lewat.
"Tahukah Mama bahwa olahraga ski air diciptakan di Acapulco ini, Ma?"
itu."
"Apakah itu berarti bahwa saya tidak akan boleh pergi main ski air?"
"Speedboat itu laju sekali. Apakah kau tak takut?"
Jennifer berlutut lalu mendekap anaknya itu. "Mengapa kau ingat itu, Joshua?"
Anak itu mengangkat bahunya. "Entah, ya. Barangkali karena Jesus bisa berjalan
di atas air dan semua orang itu seperti berjalan di atas air saja." Dia melihat
wajah ibunya yang ketakutan. "Maafkan saya, Ma. Saya tak sering ingat kejadian
itu. Sungguh."
Tentu kau boleh main ski nanti. Mari kita makan siang dulu."
"Restoran yang baik sekali," kata anak itu. "Saya tak peduli makanan apa itu."
Dia bangkit. "Saya pergi melihat-lihat permainan ski dulu."
Nyonya Mackey makan sedikit sekali. "Tak apa-apakah kau?" tanya Jennifer.
"Kau tak makan apa-apa sejak kita tiba."
"Kurasa kau tak perlu kuatir tentang hal itu di tempat seperti ini."
"Saya tak bisa makan makanan luar negeri," dengus Nyonya Mackey.
Joshua datang kembali ke meja dengan berlari-lari dan berkata, "Saya sudah
mendapatkan motor airnya, bolehkah saya pergi sekarang, Ma?"
"Untuk apa?"
Sementara Nyonya Mackey nonton di darat, Jennifer dan Joshua naik speedboat,
dan Joshua mulai belajar main ski air.
Selama lima menit yang pertama dia jatuh terus, tapi setelah itu demikian
pandainya dia main sehingga seolah-olah sudah sejak lahir dia main ski.
Sebelum petang itu berakhir, Joshua sudah pandai memainkan berbagai gerakan
dengan ski, dan akhirnya main di atas tumitnya tanpa ski.
Dalam perjalanan pulang ke Las Brisas di dalam jip, Joshua bersandar pada
Jennifer dan berkata, "Tahukah, Mama? Saya rasa mungkin inilah hari yang
paling hebat seumur hidup saya."
Kata-kata Michael terkilas dalam pikiran Jennifer: Aku hanya ingin kau tahu
bahwa malam inilah aku paling berbahagia selama hidupku.
Pada hari Senin pagi-pagi benar, Jennifer bangun lalu berpakaian untuk
menghadiri pertemuan besar itu. Dia mengenakan rok berwana hijau tua yang
mengembang sekali, dan blus tanpa bahu yang bersulam bunga mawar merah
yang besar sekali. Model blus yang terbuka itu menampakkan kulitnya yang
berwarna merah perunggu karena sinar matahari. Jennifer memperhatikan
dirinya di cermin dan dia merasa puas. Meskipun anaknya menganggapnya
sudah tua sekali, Jennifer menyadari bahwa penampilannya masih seperti kakak
Joshua yang cantik, yang berumur tiga puluh empat tahun. Dia tertawa sendiri
dan berpikir bahwa liburan ini merupakan salah satu gagasannya yang terbaik.
Jangan biarkan dia terlau banyak kena sinar matahari," pesan Jennifer pada
Nyonya Mackey.
merupakan suatu kelompok yang terdiri dari lima buah bangunan yang
dihubung-hubungkan oleh teras-teras beratap. Bangunanbangunan itu terhampar
di tanah seluas lebih dari tiga puluh lima hektar dengan tumbuh-tumbuhan hijau
yang subur. Pekarangannya berumput, terpelihara dengan baik, di sanasini
dipasangi patung-patung model pra-Columbia.
orang.
Kelihatannya seolah-olah semua orang sedang berlibur. Ada atasan yang baik,
pikir Jennifer, mengapa orang mengadakan pertemuan di tempat seperti
Acapulco ini dan bukan Chicago atau Detroit. Mereka jadi bisa menanggalkan
kerah baju Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
mereka yang kaku dengan dasi yang suram dan bersenang-senang di bawah sinar
matahari.
Jennifer telah diberi lembar acara waktu di pintu, tapi karena asyik bercakap-
cakap dengan beberapa orang teman, dia tidak memperhatikannya.
orang-orang mulai mencari tempat duduk. Jennifer melihat enam orang naik ke
mimbar.
Terakhir dia bertemu dengan Adam adalah waktu mereka makan siang bersama
di restoran kecil Itali; pada hari itu Adam mengatakan bahwa Mary Beth hamil.
Ingin benar Jennifer segera melarikan diri. Dia tak menyangka Adam akan
berada di tempat itu dan dia tak tahan menghadapinya. Dia jadi panik
memikirkan bahwa Adam dan anaknya berada di satu kota. Jennifer menyadari
bahwa dia harus keluar dari gedung itu secepat mungkin.
Baru saja dia berbalik untuk pergi, terdengar ketua mengumumkan melalui
pengeras suara, "Saudara-saudara, segera setelah semua hadirin duduk, kita akan
mulai."
Ketua berkata, "Pagi ini kita mendapat kehormatan dengan hadirnya seseorang
yang telah dicalonkan untuk menjadi Presiden Amerika Serikat, sebagai
pembicara tamu. Beliau Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
adalah anggota Persatuan Ahli Hukum Amerika Serikat cabang New York dan
salah seorang anggota Senat Amerika Serikat yang paling terkemuka. Dengan
penuh rasa bangga saya perkenalkan: Senator Adam Warner."
Jennifer memperhatikan Adam bangkit menyambut tepuk tangan yang hangat.
Dia mendekati pengeras suara, lalu memandang ke ruangan. "Terima kasih,
Saudara Ketua, Saudara-saudara sekalian."
Suara Adam terdengar penuh dan bergema, dan. sikapnya penuh wibawa dan
pesona. Ruangan menjadi benar-benar sepi.
"Banyak alasan mengapa kita berkumpul di sini." Dia berhenti sebentar. "Ada di
antara kita yang suka berenang dan ada pula yang suka menyelam...." Grrr —
orang tertawa membenarkan. "Tetapi alasan utama kehadiran kita di sini adalah
untuk bertukar pikiran dan pengetahuan, dan membahas konsep-konsep baru.
Pada zaman ini, ahli hukum lebih banyak disorot daripada kapan pun juga
sepanjang masa. Bahkan hakim agung dari mahkamah agung pun memberikan
penilaian yang tajam pada profesi kita."
Suara Adam menjadi lebih kuat, lebih mantap. "Beberapa di antara Saudara-
saudara di sini ada ahli hukum di bidang kriminal. Saya harus mengakui bahwa
cabang itu adalah Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
cabang yang paling menarik dalam profesi kita. Ahli-ahli hukum kriminal sering
kali berurusan dengan hidup atau mati.
Itu suatu profesi yang sangat terhormat dan salah satu yang bisa kita banggakan.
Namun —" Suaranya menjadi keras —
'mereka' — "yang memberi malu pada sumpah yang mereka ucapkan. Sistem
hukum Amerika didasarkan atas hak pada setiap warga negara tanpa pilih, untuk
disidang secara adil.
Tapi bila undang-undang lalu dijadikan bahan olok-olok, bila para ahli hukum
menghabiskan waktu dan tenaganya, angan dan keahliannya, untuk mencari
jalan melanggar undang-undang itu, mencari jalan untuk merobohkan keadilan,
maka saya rasa sudahlah waktunya untuk melakukan sesuatu."
Semua mata dalam ruangan itu tertuju pada Adam yang berdiri dengan mata
berapi-api. "Saudara-saudara, saya berbicara berdasarkan pengalaman pribadi
dan rasa marah yang mendalam karena melihat beberapa kejadian. Baru-baru ini
saya mengetuai suatu panitia senat untuk melakukan penyelidikan tentang
kejahatan yang terorganisir di Amerika Serikat ini. Panitia saya sering merasa
dihalang-halangi dan dipermalukan oleh orang-orang yang menganggap dirinya
lebih berkuasa daripada badan pelaksana tertinggi bangsa kita. Saya telah
melihat hakim disuap, keluarga dari para saksi diancam, dan saksi-saksi utama
menghilang. Kejahatan terorganisir di negara kita ini tak ||bahnya seperti ular
pithon yang mematikan, yang memeras perekonomian kita, menelan habis
pengadilan-pengadilan kita, bahkan mengancam kehidupan kita. Sebagian
terbesar dari ahli-ahli hukum kita adalah pria dan wanita yang terhormat, yang
melakukan pekerjaan yang terhormat, tapi saya ingin memberikan peringatan
pada segolongan kecil yang berpikir bahwa undang-undang mereka berada di
atas undang-undang kita: Anda telah membuat kekeliruan besar dan Anda akan
dihukum karenanya. Terima kasih."
Adam duduk sedang hadirin bertepuk tangan riuh dan meriah sambil berdiri.
Jennifer jadi ikut-ikutan bangkit dan bertepuk tangan bersama yang lain, tapi
pikirannya tertuju pada kata-kata Adam yang terakhir. Rasanya seolah-olah
Adam telah berbicara langsung pada dirinya. Jennifer berbalik lalu berjalan
menuju pintu keluar, sambil menguak jalan di antara orang banyak.
Waktu Jennifer tiba di dekat pintu, dia dicegat oleh seorang ahli hukum Meksiko
yang tahun lalu bekerja sama dengan dia.
Laki-laki itu mencium tangan Jennifer dengan sopan lalu berkata, "Suatu
kehormatan besar kau berada di negeri kami lagi, Jennifer. Aku minta dengan
sangat supaya kau makan bersamaku nanti malam."
Jennifer dan Joshua telah merencanakan untuk pergi ke Maria Elena malam itu
untuk menonton penari-penari setempat. "Maaf, Luis. Aku sudah ada janji."
Sebelum Jennifer sempat menjawab, seorang asisten jaksa dari New York sudah
berada di sampingnya.
"Halo," katanya. "Untuk apa kau kemari berkumpul dengan rakyat jelata?
Bagaimana kalau kita makan bersama malam ini? Ada sebuah disko Meksiko
bernama Napentha, lantainya dibuat dari kaca yang disorot lampu dari bawah
dan ada cermin di atasnya."
lobi, dan sedang dia berjalan ke arah pintu keluar, Adam berjalan ke arahnya,
dikerumuni oleh para wartawan dan petugas-petugas keamanan. Jennifer
berusaha untuk menarik diri, tapi terlambat. Adam sudah melihatnya.
"Jennifer!"
"Aku meneleponmu dan menulis surat padamu," kata Adam. "Kau tak pernah
menerima teleponku, dan surat-suratku dikembalikan."
Adam menatapnya dengan pandangan bertanya. "Tak ada sehari pun berlalu
tanpa aku ingat padamu. Mengapa kau menghilang begitu saja?"
Seorang pelayan datang untuk bertanya apa yang ingin mereka pesan. Adam
menoleh pada Jennifer. "Ingin apa kau?"
"Kau tak bisa pergi sekarang. Ini suatu perayaan. Hari jadinya revolusi."
"Aku selalu membaca tentang dirimu," kata Jennifer. "Aku bangga sekali,
Adam."
Jennifer memberi jawaban yang sesuai dengan nada bicara Adam. "Tapi kau
tidak bangga padaku, bukan?"
Jennifer melihat ke sekeliling bar yang dipenuhi para ahli hukum itu. "Demi
Tuhan, Adam, tak pantas kita membahas soal ini, terutama di sini."
"Lalu di mana?"
"Tak di mana-mana. Michael Moretti adalah klienku. Aku tak bisa membahas
tentang dia denganmu."
Adam menahan lenganjennifer. "Janganlah pergi. Aku tak bisa membiarkan kau
pergi. Sekarang belum."
Adam memandang lekat pada wajah Jennifer. "Pernah kau mengingat aku?"
jennifer memandang Adam dan dia tak tahu apakah dia harus tertawa atau
menangis. Pernahkah dia mengingat Adam. Adam hidup di rumah Jennifer.
Jennifer memberinya ciuman selamat pagi setiap hari, menyiapkan sarapannya,
pergi berlayar bersamanya, mencintainya. "Ya," kata Jennifer akhirnya, "aku
ingat padamu."
Sebab itu diubahnya suaranya jadi seenaknya. "Praktekku berhasil. Dalam hal
keuangan aku berkecukupan, aku sering bepergian, aku bertemu dengan banyak
pria menarik.
Bagaimana istrimu?"
bangga waktu berkata. "Samantha baik sekali. Rasanya dia tumbuh terlalu
cepat."
"Tidak."
Lama mereka diam, lalu Jennifer mencoba berkata lagi, tapi dia ragu terlalu
lama. Sudah* terlambat. Adam telah melihat matanya dan dia segera maklum.
Jennifer merasa darahnya mengalir ke wajahnya. Dia sudah lama tahu bahwa ini
akan merupakan kesalahan besar.
"Aku harus pergi, Adam. Aku ada janji." "Batalkan janji itu,"
desaknya. "Maaf. Tak bisa." Jennifer hanya ingin keluar dari tempat itu dan
pulang melarikan diri.
"Tidak! Tidak!"
"Jennifer, aku tak bisa membiarkan kau pergi lagi. Jangan dengan cara ini. Kita
harus berbicara. Mari kita makan malam saja," kata Adam.
"Tolonglah, Adam," pintanya. "Orang tak boleh melihat kita berduaan. Bila kau
sedang mengejar Michael Moretti —"
"Ini tak ada hubungannya dengan Moretti. Seorang sahabatku telah menawari
aku untuk menggunakan
kapalnya. Kapal itu bernama Paloma Blanca. Berlabuh di Klub Kapal Pesiar.
Jam delapan."
"Aku mau. Aku akan menunggumu di sana." Di seberang ruangan itu, di bar
yang penuh sesak, Nick Vito sedang duduk dengan dua orang gadis Meksiko
yang diberikan seorang sahabat padanya. Keduanya cantik, polos, dan masih di
bawah umur, persyaratan-persyaratan yang memenuhi selera Nick.
Sahabatnya telah menjanjikan keistimewaan kedua gadis itu, dan dia benar.
Gadis-gadis itu sedang menyandarkan diri pada Nick sambil membisikkan janji-
janji yang mendebarkan ke telinganya, tapi Nick Vito tak mendengarkan. Dia
sedang menatap ke seberang tempat itu, ke ruang kecil di mana Jennifer Parker
sedang duduk dengan Adam Warner.
"Mari kita naik ke kamarmu sekarang, Sayang," usul salah seorang gadis itu
pada Nick.
Nick Vito ingin sekali berjalan ke tempat Jennifer dan orang asing temannya itu
untuk menyapanya, lapi kedua gadis itu telah berhasil menyelipkan tangan
mereka ke celah paha Nick dan membelai-belainya. Dia jadi terangsang.
Paloma blanca adalah sebuah kapal motor yang memancar dengan bangga dan
putih serta berkilauan di bawah sinar bulan. Jennifer mendekati kapal itu
perlahan-lahan, sambil melihat berkeliling untuk meyakinkan diri bahwa tak ada
seorang pun melihatnya. Adam telah mengatakan padanya bahwa dia akan
menghindari petugas-petugas, keamanan rahasia dan kelihatannya dia telah
berhasil. Setelah Jennifer mendapatkan tempat duduk untuk Joshua dan Nyonya
Mackey di Maria Elena, dia lalu naik taksi dan menyuruh sopirnya
menurunkannya dua blok sebelum dermaga.
membawa akibat baik, bahkan akan membawa bencana yang sangat besar. Karir
Adam akan terancam bahaya. Dia sedang berada di puncak popularitas umum,
seorang yang penuh cita-cita dalam masa penuh cemooh, harapan negara untuk
masa depan. Dia adalah kesayangan media massa, tapi pers yang telah
membantu menciptakan citra dirinya itu pulalah yang akan siap sedia
mendorongnya ,ke dalam jurang yang teramat dalam, bila saja Adam
mengkhianati citra dirinya itu.
Dan Jennifer pun langsung berada dalam pelukan laki-laki itu dan mereka lalu
berciuman.
"Bagaimana dengan awak kapal ini, Adam?" tanya Jennifer akhirnya.
"Masih."
Mereka mengembangkan layar, lalu menarik talinya ke sisi kapal sebelah kanan,
dan sepuluh menit kemudian kapal Paloma Blanca menuju ke pelabuhan terus ke
laut terbuka.
Selama setengah jam yang pertama, mereka sibuk mengatur pelayaran, tapi tak
sesaat pun mereka lupa bahwa mereka hanya berduaan saja. Ketegangan mereka
makin memuncak, dan keduanya menyadari bahwa apa yang telah terjadi tak
dapat dielakkan.
Mereka main cinta di dek kapal di bawah bintang, sedang angin yang harum
yang bertiup sepoi-sepoi lembut, menyejukkan tubuh mereka.
Masa lalu dan masa depan tersapu habis, yang ada hanya saat ini, yang
merangkul mereka berdua dalam saat yang pendek itu. Jennifer tahu bahwa
berada dalam pelukan Adam malam ini, bukanlah suatu awal; sebaliknya itu
adalah merupakan yang terakhir. Tak ada jalan untuk menjembatani dunia yang
memisahkan mereka. Mereka telah berjalan terlalu jauh ke arah yang
berlawanan, dan tak ada lagi jalan kembali.
Jennifer selalu menyimpan suatu bagian jdari Adam, yaitu Joshua, dan itu cukup
sudah baginya, harus cukup baginya.
Kenangan tentang malam itu harus disimpannya selalu selama sisa hidupnya.
"Oh Tuhan, Jennifer," bisik Adam, dan mulutnya mulai menciumi tubuh
Jennifer.
"Bajingan itu memberi aku malocchio terus," keluh Salvatore Fiore, si Kecil,
"jadi aku harus membakarnya."
Nick Vito tertawa, karena siapa pun yang begitu bodoh dan mau main-main
dengan si Bunga Kecil, harus mau keluar untuk makan siang. Nick Vito sedang
bersenang-senang di dapur rumah pertanian bersama Salvatore Fiore dan Joseph
Colel a, mereka membicarakan masa lalu sambil menunggu Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/
rapat di ruang tamu usai. Si Kerdil dan si Raksasa itu adalah sahabat-sahabat
karibnya. Mereka selalu menempuh bahaya bersama-sama. Nick Vito melihat
pada kedua sahabatnya itu dan berpikir, Mereka ini seperti saudara-saudara
kandungku.
"Bagaimana Pete, saudara sepupumu itu?" tanya Nick pada si raksasa Colel a.
"Dia sakit kanker dan harus dibedah, tapi dia akan sembuh."
"Dia baik."
"Ya, Pete memang orang baik, hanya dia agak kurang beruntung. Pada suatu
perampokan bank, dia bertugas mengawasi polisi, tapi sialnya dia yang
ditangkap polisi dan dipenjarakan. Dia dipenjarakan dan menderita sekali.
Pembela mencoba membebaskannya, tapi mereka gagal."
Dia suka segala-galanya yang besar, uang besar, perempuan yang besar, dan
mobil besar."
Dari ruang tamu terdengar suara yang makin meninggi dan marah. Mereka diam,
mendengarkan sebentar.
Thomas Colfax dan Michael Moretti sedang berdua saja di kamar itu, membahas
suatu kegiatan perjudian besar yang akan dimulai oleh keluarga itu di Kepulauan
Bahama. Michael telah menugaskan Jennifer untuk mengatur segi
perdagangannya.
"Aku kenal semua orang di sana. Jennifer tidak tahu. Biar aku saja yang
menanganinya." Dia sadar bahwa dia berbicara terlalu lantang, tapi dia tak dapat
menguasai dirinya lagi.
"Tony sudah tak ada lagi di antara kita." Snara Michael terdengar halus, suatu
pertanda bahaya.
Thomas Colfax menyadari bahwa inilah saat yang tepat untuk membela diri.
"Sungguh, Mike, aku hanya berkata bahwa menurutku masuknya gadis itu
adalah suatu
"Suruh dia pergi sebentar," kata Thomas Colfax. "Hanya sampai penyelidikan itu
mereda saja. Dia seorang wanita. Bila mereka menekannya, dia akan buka
mulut."
Mungkin Jennifer tidak berbahaya, tapi sebaliknya, bila dia tidak berada di pihak
kita seratus persen, untuk apa kita harus mengambil sikap untung-untungan?"
"Itulah yang kusarankan." Thomas Colfax bangkit dari kursinya dengan rasa
lega. "Kau mengambil langkah yang bijak."
"Nick!"
"Baik, Bos."
"Oh ya. Sambil lalu, tolong mampir dan sampaikan suatu bungkusan." Dia
menoleh pada Thomas Colfax. "Kau tidak keberatan, kan?"
"Mari ikut. Barangnya ada di lantai atas," kata Michael Moretti pada Nick Vito.
"Baik, bos."
"Kau harus menurunkan sampah." Nick Vito tampak kebingungan tak mengerti.
"Pengacara itu," Michael menjelaskan.
"Oh, baiklah."
"Bawa dia ke tempat tumpukan sampah. Tidak akan ada seorang pun malam hari
begini."
Lima belas menit kemudian mobil mewah mereka meluncur ke arah New York.
Nick Vito mengemudikan, sedang Thomas Colfax duduk di sebelahnya.
Nick mengerling ke arah ahli hukum di sebelahnya yang tidak menaruh curiga
itu. "He-eh."
Thomas Colfax melihat ke arloji emasnya yang bermerek Baume and Mercier.
Waktu itu pukul tiga subuh; waktu tidurnya sudah lama lewat. Dia bekerja terus
seharian itu dan dia letih. Aku sudah terlalu tua untuk melakukan semua
pertempuran ini, pikirnya.
gumam Nick.
Pikiran Nick Vito kacau-balau. Membunuh adalah bagian dari pekerjaannya, dan
dia menyukai pekerjaan itu, karena dengan membunuh dia merasa mendapatkan
kekuatan. Nick merasa dirinya sebagai dewa bila dia membunuh; dia merasa
berkekuasaan besar. Tapi malam ini dia bingung. Dia tak mengerti mengapa dia
diperintah untuk menembak Thomas Colfax. Colfax adalah pengacara mereka,
orang yang dicari oleh semua anggota sindikat bila dalam kesulitan. Di samping
Godfather, pengacaralah orang yang paling penting dalam organisasi itu. Colfax
sudah sering kali menghindarkan Nick dari penjara.
Setani pikir Nick. Colfax memang benar. Mike sebenarnya tak pernah boleh
membawa masuk perempuan ke dalam organisasi mereka. Laki-laki berpikir
dengan otak. Perempuan dengan pantatnya. Oh, ingin benar dia menangani
Jennifer Parker itu. Akan disakitinya perempuan itu habis-habisan, kemudian —
Tempat tumpukan sampah itu tinggal dekat lagi. Nick merasa peluhnya keluar di
ketiaknya. Dia mengerling pada Thomas Colfax lagi.
Membunuh orang ini adalah soal yang mudah sekali. Sama saja dengan
membawa bayi tidur, tapi sialan. Bayinya bukan yang ini\ Ada orangyang
menghasut Mike. Ini dosa. Rasanya seperti harus membunuh ayah sendiri.
Dia ingin dapat membicarakannya dengan Salvatore atau Joe. Mereka pasti bisa
memberi tahu apa yang harus diperbuatnya.
Tumpukan sampah itu sudah tampak oleh Nick di depan, di sebelah kanan jalan
raya. Syarafnya mulai menegang, sebagaimana yang selalu terjadi sebelum dia
memukul.
Ditekankannya lengan kiri ke sisi tubuhnya yang sebelah kiri, dan dirasakannya
tonjolan pistol berlaras pendek berukuran 38
buatan Smith dan Wesson. Pistol yang tersembunyi itu memberikan ketenangan
padanya.
Mobil sudah mendekati tumpukan sampah sekarang. Nick melihat ke kaca spion
dan memperhatikan jalan di hadapannya. Tak sebuah mobil pun kelihatan.
Dia tiba-tiba menekan rem lalu berkata, "Sialan, kelihatannya ban kita kempis."
Pertanyaan itulah yang telah memenul|i benak Nick sepanjang malam itu. Ada
orang yang mempermainkan Mike.
Colfax ada di pihak mereka, dia adalah salah seorang dari mereka. Waktu adik
laki-laki Nick mendapat kesulitan dengan polisi federal, Colfax-lah yang
bertindak dan menyelamatkan anak itu. Orang tua itu bahkan memberinya
pekerjaan. Aku berhutang budi pada orang tua ini, sialan, pikir Nick.
"Demi Tuhan, aku tak tahu, Tuan Colfax. Ini tak beres."
Nick tahu bahwa yang dikatakan Colfax itu benar. Michael Moretti bukanlah
orang yang mau menerima ketidakpatuhan.
Nick teringat akan Tommy Angelo. Angelo bertugas sebagai sopir pada suatu
penyelundupan bulu binata'ng. Michael memerintahkannya untuk mengambil
mobil yang bekas mereka pakai untuk itu, dan memusnahkannya di sebuah
mesin pemusnah di bengkel besi tua di New Jersey milik keluarga. Waktu itu
Tommy Angelo terburu-buru karena harus memenuhi janji kencan, maka mobil
itu dibuangnya saja di East Side Street, di mana para detektif pemerintah
menemukannya. Esok harinya Angelo lenyap, dan diberitakan bahwa tubuhnya
dimasukkan ke dalam sebuah mobil
Chevrolet tua dan dimusnahkan bersama. Tak seorang pun yang melawan
Michael Moretti tetap hidup. Tapi ada suatu jalan, pikir Nick.
"Mike tak perlu tahu," kata Nick. Otaknya yang biasanya lamban kini bekerja
dengan cepat, bahkan hebat. "Dengar,"
katanya, "Anda hanya harus keluar dari negeri ini. Akan kuceritakan pada Mike
bahwa Anda sudah kukuburkan di bawah sampah, maka mereka tidak akan
menemukan Anda.
hanya minta supaya Anda juga melindungi aku. Bisakah Anda menumpang
pesawat yang terpagi ke Amerika Selatan?"
"Tak ada kesulitannya, Nick," kata Thomas Colfax. "Tolong antar saja aku ke
rumahku. Pasporku ada di sana."
dalam pesawat jet Eastern Airlines. Pesawat itu menuju ke Washington DC.
Hari itu adalah hari mereka yang terakhir di Acapulco, suatu pagi yang
sempurna, dengan angin sepoi yang hangat dan lembut, yang meniupkan lagu-
lagu di daun-daun pohon palma.
Kapal motor itu menderum waktu dihidupkan mesinnya, dan Jennifer melihat
Joshua yang bangkit dengan alat ski yang sudah terpasang.
Pada saat itu Joshua berpaling akan melambai pada Jennifer, dia kehilangan
keseimbangannya, lalu jatuh kena tiang. Jennifer melompat, lalu berlari ke
dermaga. Sesaat kemudian dilihatnya kepala Joshua muncul di atas permukaan
air, dan melihat padanya dengan tertawa.
"Syukurlah tidak."
Satu jam lamanya Joshua berada di air. Waktu motor mendekat ke pantai
kembali, Joshua melepaskan tali penariknya, dan dengan anggun meluncur
sendiri ke arah pasir di pantai.
Dia berlari ke arah Jennifer penuh kegirangan. "Kalau Mama melihat kecelakaan
di sana tadi! Mengerikan sekali!
Sebuah kapal layar terbalik, dan kami berhenti, lalu menyelamatkan para
penumpangnya."
"Enam orang."
Joshua ragu. "Yah, kami bukan menarik mereka ke luar dari air. Mereka itu
duduk di sisi kapal mereka. Tapi mereka mungkin mati kelaparan kalau kami tak
datang."
"Jelas."
"Coba kuraba."
"Tak bisa lagi. Kita harus berbenah. Kau tentu tak mau sampai kehilangan
pertandingan bolamu pada hari Sabtu?"
Dia seorang Meksiko yang Kemuk dan tegap, sudah setengah baya, dengan
berpakaian setelan putih model tua. Jennifer mempersilakannya masuk ke
bungalow mereka.
"Anak saya tadi pagi jatuh. Di kepalanya ada benjolan besar. Saya ingin yakin
bahwa dia tak apa-apa."
"Tak ada siapa-siapa yang sakit, Sayang. Mama hanya meminta dokter
memeriksa kepalamu."
"Tidak apa-apa. Mama hanya akan lebih tenang bila Dokter Mendoza
memeriksanya. Kau mau kan menyenangkan hati Mama?"
"Perempuan!" keluh Joshua. Dia melihat pada dokter itu dengan curiga. "Anda
tidak akan menusukkan satu jarum pun ke badan saya, bukan?"
"Silakan duduk."
Joshua duduk di tepi tempat tidurnya, dan Dokter Mendoza meraba-raba bagian
belakang dari kepala Joshua. Joshua menyeringai kesakitan tapi dia tidak
berteriak. Dokter membuka tas alat-alatnya lalu mengeluarkan sebuah kaca
pemeriksa mata. "Coba buka matamu lebar-lebar."
"Joshua!"
"Kau sehat walafiat. Begitu ungkapannya, bukan?" Dokter itu bangkit lalu
menutup tas alat-alatnya. "Sebaiknya benjolan itu dikompres dengan es,"
katanya pada Jennifer. "Besok anak itu akan sehat."
Jennifer merasa seolah-olah suatu beban berat telah diangkat dari hatinya.
"Terima kasih," katanya.
"Saya akan mengurus pembayaran dengan kasir hotel, Nyonya. Selamat tinggal,
Anak muda."
Mereka menumpang pesawat terbang yang pukul enam ke New York, dan tiba
kembali di Sands Point, rumah mereka, larut malam. Joshua tidur terus
sepanjang perjalanan pulang.
Ruangan itu rasanya penuh hantu. Adam Warner ada di ruang kerjanya,
menyiapkan suatu pidato besar-besaran yang akan disiarkan tv, tapi dia tak bisa
memusatkan pikirannya.
Pikirannya dipenuhi oleh Jennifer. Sejak dia kembali dari Acapulco, dia tak bisa
memikirkan apa pun juga yang lain.
Pertemuan dengan Jennifer hanya lebih meyakinkan Adam pada apa yang
memang telah diketahuinya sejak awal. Dia telah menjatuhkan pilihan yang
salah. Dia sebenarnya tak pernah boleh melepaskan Jennifer. Kebersamaan
dengan Jennifer lagi mengingatkannya akan semua yang telah dimilikinya, tapi
kemudian dibuangnya, dan dia tak tahan mengingat hal itu.
Dia berada dalam keadaan yang buruk sekali. Blair Roman pasti akan
menyebutnya, situasi yang tak akan memenangkan.
Pintu diketuk orang, dan Chuck Morrison, asisten kepala Adam, masuk dengan
membawa sebuah kaset. "Bisakah aku berbicara sebentar denganmu, Adam?"
Chuck Morrison lebih mendekati meja kerja Adam. "Aku baru saja menerima
telepon. Mungkin dari orang gila, tapi kalau bukan, entahlah, aku tak tahu. Coba
dengarkan ini."
Itu tak penting. Saya tak mau berbicara kecuali dengan Senator Adam Warner.
Senator sedang sibuk sekarang. Coba tulis saja surat pada beliau dan saya akan
—
Tidakl Dengarkan. Ini penting sekali. Katakan pada Senator Adam Warner,
bahwa saya bisa menyerahkan Michael Moretti padanya. Saya mempertaruhkan
hidup saya dengan menelepon ini. Tolong sampaikan pesan itu pada Senator
Adam Warner.
Saya tahu Anda pasti merekam percakapan ini. Bila Anda memutar pita ini
untuk orang lain kecuali Senator itu, matilah saya.
Adam mengerutkan dahinya. "Kota ini penuh dengan orang bejat. Tapi
sebaliknya, orang itu tahu umpan apa yang harus dipakainya bukan? Michael —
Tuhanku — Moretti!"
Pukul sepuluh malam itu, Adam Warner dengan di kuti oleh empat orang
pasukan keamanan rahasia, dengan berhati-hati mengetuk pintu kamar empat
belas di penginapan Capitol. Pintu dibuka selebar celah saja.
Begitu Adam melihat wajah laki-laki yang di dalam itu, dia berbalik pada orang-
orang yang menyertainya dan berkata,
"Tinggal di luar saja. Jangan biarkan siapa pun juga mendekati tempat ini.”
Thomas Colfax kelihatan lebih tua daripada waktu Adam melihatnya terakhir
kali, tapi ada suatu perbedaan lain yang hampir tak dapat dikatakan. Kemudian
Adam baru tahu. Rasa ketakutan. Thomas Colfax dalam keadaan takut. Selama
ini dia adalah orang yang punya rasa percaya diri, boleh dikatakan angkuh, dan
kini rasa percaya diri itu telah lenyap.
"Seandainya saya mau bekerja sama dengan Anda, apa yang Anda harapkan
sebagai imbalannya?"
hampir-hampir tak bisa percaya akan nasib baiknya. Inilah kesempatan terbaik
yang mungkin diperolehnya.
"Bila saya memberi Anda kekebalan," kata Adam, "— saya belum bisa
menjanjikan apa-apa — Anda tentu mengerti bahwa saya akan minta supaya
Anda mau dibawa ke
"Sangkanya saya sudah mati." Thomas Colfax tersenyum gugup. "Bila dia
menemukan saya, saya akan mati."
"Dia tidak akan menemukan Anda, bila kita membuat suatu perjanjian."
"Terus terang," kata Adam, "saya sama sekali tidak peduli Anda, Moretti-lah
yang saya ingini. Mari kita bicarakan syarat-syarat dasarnya. Bila kita sudah
mencapai persetujuan, Anda akan mendapatkan perlindungan sepenuhnya yang
bisa diberikan pemerintah. Bila saya merasa puas dengan kesaksian Anda, kami
akan memberi Anda sejumlah uang yang cukup untuk hidup di negara mana pun
yang Anda pilih, dengan bukti diri yang Anda kehendaki. Sebagai imbalannya,
Anda harus menyetujui yang berikut ini: saya memerlukan kesaksian penuh dari
Anda mengenai kegiatan-kegiatan Moretti. Anda harus memberikan kesaksian di
hadapan dewan juri yang besar, dan bila Moretti dihadapkan ke sidang, saya
harap Anda mau menjadi saksi di pihak pemerintah. Setuju?"
berkata, "Tony Granel i tentu berbalik dalam kuburnya. Apa yang telah terjadi
dengan manusia? Bagaimana nasib kehormatan?"
Adam tidak mendapatkan jawaban. Inilah orang yang sudah beratus kali
mempermainkan undang-undang, yang telah menebus pembunuh-pembunuh
sampai bebas lepas, yang telah membantu menjadi otak kegiatan-kegiatan dari
organisasi kejahatan yang paling kejam yang pernah dikenal dunia beradab. Dan
dia bertanya bagaimana nasib
kehormatan.
agung."
mana."
sebuah truk militer dan dua buah jip yang dikendarai oleh dua
yang terdiri dari tiga mobil itu melaju dengan kecepatan tinggi,
lagi pula merupakan pusat utama untuk latihan para perwira Korps Marinir
Amerika Serikat. Selama ini mereka tak pernah dimintai kesediaannya untuk
menempatkan seorang tawanan sipil. Ini betul-betul merupakan suatu
pengecualian.
Dua jam sebelumnya, dia telah menerima telepon dari komandan korps marinir
sendiri. "Ada seorang laki-laki yang sedang dalam perjalanan ke pangkalanmu,
Roy. Kuminta supaya kau mengosongkan tempat tahanan yang tertutup, dan
menempatkannya di sana sampai ada perintah-perintah selanjutnya."
Tak ada seorang pun boleh mendekati dia. Pengawalan di tempat itu harap
dilipatgandakan. Mengerti?"
"Mengerti, Jenderal."
"Satu hal lagi, Roy. Bila terjadi sesuatu atas diri orang itu, selama dia berada di
bawah pengawasanmu, kau akan mendapat hukuman."
Jenderal Wal ace memperhatikan truk itu menuju ke tempat tahanan tertutup, dan
kembali ke kantornya, lalu menelepon pembantunya Kapten Alvin Giles.
"Mengenai orang yang ditempatkan dalam tahanan yang tertutup itu —" kata
Jenderal Wallace.
"Ya, Jenderal."
"Tujuan kita yang utama adalah keselamatannya. Kuminta supaya kau sendiri
yang memilih pengawal-pengawalnya. Tak ada orang lain yang boleh
mendekatinya. Tak boleh ada pengunjung, tak boleh ada surat-surat atau
kiriman-kiriman.
Mengerti?"
"Ya, Pak."
"Ya, Jenderal."
"Bila ada seseorang yang menaruh perhatian yang tak wajar tentang dia, segera
laporkan padaku. Ada pertanyaan?"
"Tidak, Pak."
"Bagus, Al. Lakukan semua dengan baik. Bila terjadi
Parker."
"Dia kelihatan begitu letih hingga saya pikir, biarkan saja dia tidur lebih lama.
Besok dia harus ke sekolah."
Dia sarapan seorang diri, lalu naik ke lantai atas untuk pamit pada Joshua. Anak
itu masih tergolek di tempat tidurnya, tidur nyenyak.
Anak itu membuka matanya sebelah perlahan-lahan. "Ya, Sobat, bye." Suaranya
terdengar berat karena kantuknya.
"Apakah saya harus bangun?"
"Tidak. Coba dengar. Hari ini kau boleh bermalas-malasan seharian. Kau boleh
tinggal di rumah dan bersenang-senang.
Sepanjang petang itu Jennifer berada di pengadilan, dan waktu dia selesai dan
tiba di rumah, hari sudah pukul tujuh lewat. Hujan yang seharian tadi rintik-
rintik saja, kini menjadi lebat, dan waktu Jennifer memasuki jalan mobil ke arah
garasi, rumahnya kelihatan seperti sebuah puri yang terkepung dikelilingi oleh
parit yang meluap, yang airnya berwarna abu-abu.
"Mana Joshua?"
"Tidur."
"Tentu saja tidak. Tadi dia bangun dan macam-macam yang dikerjakannya. Saya
menyiapkan makan malamnya, tapi waktu saya naik ke lantai atas untuk
memanggilnya, dia sudah tertidur lagi, jadi saya pikir, biar sajalah."
"Begitukah?"
Jennifer masuk ke kamar Joshua lalu masuk perlahan-lahan. Joshua sedang tidur.
Jennifer membungkuk dan meraba dahinya. Badannya tak panas; warna
mukanya Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
normal. Jennifer memegang nadinya. Tak ada apa-apa, kecuali angan-angannya
sendiri. Dia telah membiarkan angannya itu terbang mengawang. Padahal Joshua
mungkin main terlalu giat sepanjang hari tadi, jadi wajarlah bila dia letih.
Jennifer menyelinap ke luar dari kamar itu lalu turun lagi.
Esok paginya waktu Jennifer turun untuk sarapan, Joshua sudah ada di sana,
sudah berpakaian dan siap untuk pergi ke sekolah.
"Pagi, Ma."
"Mungkin."
"Acapulco memang benar-benar hebat. Bisakah kita ke sana lagi pada libur saya
yang akan datang?"
Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Maaf, saya mengganggu, tapi ini ada seseorang yang bernama Nyonya Stout
menelepon —"
"Ah, tidak, semuanya baik-baik saja, Nyonya Parker. Saya tak bermaksud
mengejutkan Anda. Saya hanya berpikir, sebaiknya saya sarankan pada Anda
bahwa akan lebih baik bila Joshua bisa tidur lebih banyak."
"Hari ini dia tidur terus dalam hampir semua mata pelajaran. Baik Nona Wil
iams maupun Nyonya Toboco mengatakan begitu. Mungkin Anda bisa
mengusahakan supaya dia pergi tidur lebih awal."
Perlahan-lahan dia meletakkan kembali gagang telepon itu lalu berpaling pada
orang-orang yang ada dalam kamar itu dan memperhatikannya.
Dia bergegas keluar ke ruang penerimaan tamu. "Cynthia, cari Dan. Minta
supaya dia meneruskan mendengarkan keterangan saksi itu. Ada sesuatu yang
terjadi."
Anak itu ada dalam kamar belajarnya, nonton pertandingan basebal di tv.
"Hai, Ma. Mama pulang awal. Mama dipecat?" Jennifer berdiri di ambang pintu
menatap anaknya, tubuhnya rasa mengambang karena lega. Dia merasa dirinya
sebagai orang yang tolol.
"Coba Mama tadi melihat pengumpulan angka yang terakhir. Craig Swan benar-
benar luar biasa!"
"Hebat."
Joshua mengerang. "Dengar, Regu Met kalah lima lawan enam. Tahukah Mama
apa yang terjadi pada putaran pertama?"
kesukaan Joshua.
"Ya."
Maka menyusul ah suatu kaleidoskop yang kabur, yang terdiri dari bunyi cahaya
dan gerak. Jennifer melihat Joshua didorong melalui lorong rumah sakit yang
panjang dan putih ke kamar foto.
Jennifer ingin ikut, tapi petugas berkata, "Anda harus mendaftarkan putra Anda
dulu."
Seorang wanita yang kurus di meja depan bertanya pada Jennifer, "Bagaimana
cara Anda membayar? Apakah Anda seorang pemegang asuransi Blue Cross
atau asuransi lain?"
Ingin rasanya Jennifer berteriak pada perempuan itu dan kembali ke sisi Joshua,
tapi dipaksanya dirinya untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu. Setelah
pertanyaan-pertanyaan terjawab dan Jennifer sudah mengisi beberapa formulir,
barulah wanita itu mengizinkan Jennifer pergi.
Dia bergegas ke kamar foto, lalu masuk. Kamar itu kosong, Joshua sudah tak ada
di situ. Jennifer berlari ke luar, ke lorong, sambil melihat ke sekelilingnya
dengan gugup.
"Dia — dia tadi sedang difoto — dia —"Jennifer mulai kacau. "Apa yang
diperbuat orang atas diri anakku? Katakan!"
Beberapa menit kemudian jururawat itu kembali. "Dokter Morris ingin bertemu
dengan Anda. Mari ikut saya."
"Saya ingin melihat anak saya." Mulutnya terasa kering karena ketakutan.
Mereka masuk ke sebuah kamar yang penuh dengan alatalat yang aneh. "Tunggu
di sini."
Beberapa saat kemudian Dokter Morris masuk. Dokter itu gemuk, mukanya
merah dan jari-jarinya coklat bekas rokok.
"Nyonya Parker?"
"Silakan duduk."
Dalam pikiran Jennifer terkilas bayangan Joshua vang berpaling untuk melambai
lalu kehilangan keseimbangannya dan jatuh kena tiang. "Dia — dia mengalami
kecelakaan waktu sedang main ski air. Kepalanya terbentur."
"Saya — beberapa — hari yang lalu. Di Acapulco." Sulit rasanya untuk berpikir
tenang.
"Ya. Hanya ada benjolan di bagian belakang kepalanya, tapi selebihnya dia —
dia kelihatannya tak apa-apa."
"Tidak."
"Tidak."
"Tidak."
Dokter berhenti menulis lalu memandangjennifer. "Saya baru saja membuat foto-
fotonya, tapi itu tidak cukup. Saya masih — akan mengadakan pemeriksaan
CAT."
"Pemeriksaan —?"
"Itu nama sebuah alat berkomputer dari Inggris yang bisa mengambil foto dari
bagian dalam otak. Sesudah itu mungkin saya masih harus mengadakan
beberapa tes. Anda setuju, bukan?"
"Bi — bi — bila —" Dia jadi gagap — "itu perlu. Tapi itu tidak sakit, bukan?"
pertanyaan, "Menurut Anda, apa penyakit anak saya itu? Ada apa dengan dia?"
Dia tak bisa mengenali suaranya sendiri.
"Lebih baik saya tidak menduga-duga dulu, Nyonya Parker. Satu atau dua jam
lagi kita akan tahu. Dia sudah bangun. Anda ingin bertemu dengan dia?"
"Ingin sekali."
Dia sedang berbaring di tempat tidur, kecil dan pucat kelihatannya. Dia
mengangkat mukanya waktu Jennifer masuk.
"Hai, Ma."
"Bagaimana perasaanmu?"
Jennifer menggapai lalu mengambil tangan Joshua. "Kau ada di sini, Sayang.
Dan Mama di sini juga bersamamu."
"Semuanya kelihatan seperti dua."
"Sudah. Dia pun kelihatan dua. Mudah-mudahan saja Mama tidak disuruhnya
membayar dua kali." Dengan lembut Jennifer merangkulkan tangannya ke
"Ma."
"Ya, Sayang."
Mata Jennifer tiba-tiba terasa ditusuk-tusuk. "Tidak Joshua, Mama tidak akan
membiarkan kau mati. Para dokter akan menyembuhkanmu, lalu Mama akan
membawamu pulang."
"Oke. Dan Mama sudah berjanji kita akan pergi ke Acapulco lagi, kapan-kapan."
Dokter Morris masuk ke kamar itu dengan dua orang lakilaki yang memakai jas
putih.
Dia tetap duduk di tempat tidur, dan merasa seolah-olah tubuhnya baru saja
dipukuli. Semua energinya habis terkuras.
Dia duduk saja sambil menatap terus ke dinding yang berwarna putih, «seolah-
olah sedang kemasukan.
Sesaat kemudian suatu suara berkata, "Nyonya Parker —"
Jennifer melihat pada jam yang ada di dinding. Rupanya sudah dua jam dia
duduk di situ. Kapan waktu itu berlalu? Dia memandang wajah dokter, mencoba
membacanya, mencari tanda-tanda yang kecil, yang akan memberitahukan
padanya apakah berita itu baik atau buruk. Betapa seringnya sudah dia
melakukan hal serupa itu, membaca wajah para anggota juri, dan dengan
demikian tahu dari air muka mereka, bagaimana keputusan mereka kelak.
Seratus kali? Lima ratus? Kini karena panik yang melanda dirinya, Jennifer lalu
tak bisa membaca apa-apa. Tubuhnya lalu menggigil tanpa bisa dikuasainya.
"A —" Dia menelan lalu mencoba lagi, "A — pa itu -—?" Dia tak sanggup
melanjutkan kalimatnya.
Kasar benar senda-gurau laki-laki ini terhadapnya. Sebentar lagi dia pasti akan
tersenyum dan berkata bahwa Joshua tak apa-apa. Saya hanya menghukum Anda
saja, Nyonya Parker, karena telah membuang-buang waktu saya. Tak ada apa-
apa dengan putra Anda, dia hanya butuh tidur. Dia sedang tumbuh. Anda jangan
mengambil waktu kami yang
sebenarnya bisa kami manfaatkan untuk merawat pasien lain yang benar-benar
sakit. Dia akan tersenyum padanya dan berkata, "Anda bisa membawa pulang
putra Anda sekarang."
Dokter Morris melanjutkan. "Putra Anda masih muda dan tubuhnya
kelihatannya kuat. Kita bisa berharap
"Saya —" Pikirannya begitu kacau, dia tak bisa berpikir. "A
Dokter Morris menjawab apa adanya, "Putra Anda akan meninggal. Apakah
ayah anak itu ada di sini?"
Adam! Aduhai, betapa inginnya dia Adam ada di sini, betapa inginnya dia
merasakan lengan Adam merangkul Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Saya tak bisa tahu, sebelum saya buka —" Dokter itu melihat air muka Jennifer.
"Sebelum saya mulai membedah.
Dia tak bisa bernapas. "Adakah tempat di mana saya bisa berdoa?"
Tempat berdoanya itu sebuah kapel tua dengan lukisan Jesus di atas altar. Ruang
itu kosong, Jennifer seorang diri di situ. Dia berlutut, tapi dia tak bisa berdoa.
Dia memang bukan orang yang kuat pada agama — untuk apa Tuhan
Kalau saja aku tak percaya pada dokter Meksiko itu... Kalau saja. Kalau. Bila.
Dia mulai tawar-menawar dengan Tuhan.
Dia membantah adanya Tuhan. Sekiranya ada Tuhan, maukah dia berbuat begini
terhadap seorang anak yang tak pernah menyakiti seorang pun? Tuhan macam
apayang mau
Akhirnya, karena keletihan yang amat sangat, pikiran Jennifer jadi lebih lamban
dan dia ingat apa yang dikatakan Dokter Morris, Dia masih muda, dan tubuhnya
kelihatannya kuat. Kita bisa berharap pembedahan ini akan berhasil.
Segala-galanya akan beres. Pasti. Bila semua ini sudah berlalu, dia akan
membawa Joshua ke suatu tempat di mana dia bisa beristirahat. Kalau dia suka,
Acapulco pun boleh.
Waktu akhirnya Jennifer sudah terlalu letih untuk berpikir, dia terduduk saja di
sebuah bangku, pikirannya kosong dan hampa, kosong. Seseorang menyentuh
lengannya dan dia menengadah. Dokter Morris berdiri di sampingnya. Jennifer
melihat air mukanya, dan dia tak perlu bertanya lagi.
Joshua terbaring di atas sebuah meja sempit dari logam, tubuhnya diam untuk
selamanya. Kelihatannya seolah-olah dia tidur dengan tenang,. wajah mudanya
yang tampan
Jennifer telah beribu kali melihat air muka anak itu seperti itu, kalau dia tidur
dengan nyaman di tempat tidurnya yang hangat, sementara Jennifer duduk di sisi
tempat tidurnya, mengamati wajah anaknya itu dengan hati penuh rasa cinta
hingga dia merasa tercekik. Dan, entah sudah berapa kali dia memperbaiki letak
selimutnya dengan lembut untuk melindungi anak itu dari dinginnya malam?
Kini dingin itu berada jauh dalam tubuh Joshua sendiri. Dia tidak akan hangat
lagi. Mata yang cemerlang itu tidak akan pernah terbuka lagi untuk melihat
padanya, dan dia tidak akan pernah lagi melihat senyum di wajah itu, atau
mendengar suaranya, atau merasakan lengan-lengan mungilnya yang kuat,
merangkulnya. Tubuhnya telanjang di bawah kain itu.
Jennifer berkata pada dokter, "Tolong beri dia selimut. Dia kedinginan."
"Dia tak bisa —" Dokter Morris melihat mata Jennifer, dan dia lalu berkata, "Ya,
baiklah, Nyonya Parker," Dia lalu berpaling pada jururawat dan berkata, "Ambil
selimut."
antaranya berseragam putih dan rasanya mereka semua berbicara pada Jennifer,
tapi Jennifer tak mendengar apa-apa yang mereka katakan. Dia merasa dirinya
berada dalam sebuah tabung gelembung, terpisah dari mereka semua. Dia bisa
melihat bibir mereka bergerak, tapi dia tidak mendengar bunyi. Dia ingin
berteriak menyuruh mereka pergi, tapi dia takut akan membuat Joshua terkejut.
Seseorang
mengguncang lengannya dan terputuslah kesepian itu —
kamar itu tiba-tiba dipenuhi suara-suara meraung, dan semua orang seakan-akan
berbicara sekaligus.
Dengan tenang Jennifer berkata, "Kalau Anda sentuh lagi anakku, akan kubunuh
Anda."
Dia lalu tersenyum pada semua orang di sekelilingnya karena dia tak mau orang-
orang itu marah pada Joshua.
Seorang jururawat membujuk Jennifer supaya keluar dari ruangan itu, tapi
Jennifer menggeleng. "Saya tak bisa meninggalkannya seorang diri. Mungkin
nanti ada orang yang memadamkan lampu. Joshua takut akan kegelapan."
Sudah sore benar Jennifer baru terbangun. Dia berada dalam sebuah kamar kecil
di rumah sakit. Dia cepat-cepat Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
bangkit, berpakaian, lalu mencari Dokter Morris. Dia merasa tenang sekali.
"Baiklah." Dpkter itu ragu dan salah tingkah. "Mengenai pembedahan mayat itu,
saya yakin Anda tidak bersungguh-sungguh waktu menolaknya tadi pagi. Saya
—"
Rasanya seseorang telah mengambil alih tubuh dan pikirannya, dan bertindak
atas nama dirinya. Dia dalam keadaan schok yang hebat, berlindung di balik
dinding supaya tidak menjadi gila.
"Tentu, kalau itu yang Anda inginkan, tapi —" Orang itu melihat Jennifer pergi,
dan berpikir, apakah Jennifer tahu betapa sulitnya mengenakan pakaian m^yat.
Jennifer tidak melihat atau mendengarnya. Dia berjalan saja melewati Nyonya
Mackey, langsung naik ke lantai atas, ke kamar Joshua. Kamar itu tetap sama
seperti biasa. Tak ada satu pun yang berubah, kecuali bahwa kamar itu kosong.
Kecuali setelan biru itu, ada beberapa celana blue jeans, celana biasa, dan baju-
baju kaus, satu di antaranya memakai nama regu basebal Joshua. Jennifer
membelai-belai pakaian itu tanpa sadar, tanpa tahu waktu berlalu.
"Tidak, terima kasih. Aku akan mengenakan pakaian Joshua. Baju mana kira-
kira yang suka dipakainya menurutmu?" Suaranya cerah dan ceria, tapi matanya
mati.
Nyonya Mackey melihat mata itu dan ketakutan. "Cobalah Anda berbaring
sebentar, Nyonya.^Saya akan memanggil dokter."
Tanpa bisa berbuat apa-apa, Nyonya Mackey melihat Jennifer berjalan ke bufet
anaknya, lalu mengeluarkan pakaian dalam, kaus kaki, dan kemeja. Joshua akan
memerlukan barang-barang ini karena dia akan pergi berlibur. Berlibur panjang.
"Apakah menurutmu dia akan cukup hangat memakai ini?"
pengurus pemakaman itu mencoba sekali lagi. "Saya sudah berbicara dengan
Dokter Morris. Kami berdua sepakat, Nyonya Parker, bahwa akan jauh lebih
baik bila Anda biarkan kami yang menangani ini semua. Kami sudah biasa dan
—"
Orang itu meneguk air liurnya dan berkata, "Baiklah, Nyonya Parker."
Kain penutup tubuh itu disingkapkannya dan terlihatlah tubuh telanjang yang
layu, lalu mulailah dia mengenakan pakaian itu. Dia mulai dengan memasang
celana dalamnya —
dia merasa ngeri waktu teraba olehnya tubuh anaknya yang sedingin es. Rasanya
sekeras dan sekaku batu pualam.
Jennifer memaksa mengatakan pada dirinya bahwa tubuh tak bernyawa yang
dingin kaku ini bukanlah anaknya, bahwa Joshua sedang berada di suatu tempat
lain, hangat dan senang. Tapi dia tak dapat memaksa dirinya untuk percaya.
Joshua-lah yang terbaring di meja ini. Tubuh Jennifer mulai menggigil. Rasanya
seolah-olah kedinginan dalam tubuh Joshua telah merasuk dirinya sendiri,
membuatnya merasa kedinginan sampai ke sumsum. "Hentikan!" katanya pada
dirinya sendiri dengan garang. "Hentikan! Hentikan!
HentikanP'
Dia menghirup napas dalam-dalam sambil geme-' tar, dan setelah dia akhirnya
menjadi lebih tenang, dia mulai lagi mengenakan pakaian anaknya, sambil terus
bercakap-cakap dengannya. Dipakaikannya celana dalamnya, lalu celana
panjangnya, dan waktu dia mengangkat anak itu akan memakaikan kemejanya,
kepalanya terkulai, lalu jatuh kena meja. Jennifer terpekik, "Aduh, maafkan
Mama, Joshua, ampuni Mama!" Dan dia lalu menangis.
Hampir tiga jam diperlukan Jennifer untuk memasang pakaian Joshua. Anak itu
memakai seragam baseball dan baju kaus kesukaannya, kaus kaki putih, dan
sepatu olahraga. Topi basebal -nya. menutupi wajahnya, maka Jennifer akhirnya
meletakkan topi itu di dada anak itu. "Kaubawa saja topi ini, Sayangku."
Anda pulang."
atas segala-galanya."
suatu lorong abadi yang hanya cukup dijalani oleh satu orang.
Rumahnya sepi dan damai. Dia naik ke kamar Joshua dan menutup pintunya,
lalu berbaring di tempat tidur anaknya itu.
Dipandanginya semua barang milik , anak itu, semua barang yang dicintainya.
Seluruh dunia Jennifer ada dalam kamar itu.
Tak ada lagi yang harus dikerjakannya sekarang, tak perlu pergi ke mana-mana.
Yang ada hanya Joshua. Jennifer Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Joshua yang mulai berjalan tertatih-tatih... Joshua yang mengatakan car-car dan
Mama, pergilah main dengan mainan Mama sendiri... Joshua yang untuk
pertama kalinya pergi ke sekolah seorang diri, seperti tokoh kecil yang berani...
Joshua yang terbaring di tempat tidur karena sakit campak, tubuhnya tersiksa
karena kesakitan... Joshua yang dalam pertandingan basebal membuat regunya
menang... Joshua berlayar...
Joshua mengatakan car-car, dan Mama, pergilah main dengan mainan Mama
sendiri...
Hari itu sudah hari kelima. Jennifer mendengar bel pintu depan berbunyi lagi,
dan bunyi seseorang menggedor pintu itu, tapi dia tak peduli. Siapa pun dia, dia
pasti akan pergi lagi.
Satu kali sudah cukup bagi Michael untuk melihat tubuh dan wajah yang kurus
kering, dengan mata cekung yang menatapnya saja, dan dia pun berseru, "Ya,
Tuhan!"
Waktu Jennifer terbangun, dia berada dalam sebuah kamar yang cerah dan
bersih. Dari jendela kamar itu dia bisa melihat pemandangan gunung dan danau
biru di kejauhan. Seorang perawat yang berseragam sedang duduk di sebuah
kursi di sisi tempat tidur, sambil membaca majalah. Dia mengangkat mukanya
waktu Jennifer membuka matanya.
Tuan Moretti yang membawa Anda kemari. Dia sangat kuaur tentang diri Anda.
Dia akan senang sekali kalau mendengar bahwa Anda sudah bangun."
Perawat 'itu bergegas keluar dari kamar itu. Jennifer terbaring saja di situ,
pikirannya hampa, tak mau dibawa berpikir. Tapi kenang-kenangan mulai
bertimbulan lagi, tanpa bisa dicegah, dan tak ada tempat untuk bersembunyi
menghindarinya, tiada tempat untuk melarikan diri. Jennifer menyadari bahwa
dia sudah mencoba membunuh dirinya Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
tanpa sebenarnya punya keberanian untuk melakukannya. Dia hanya ingin mati
dan ingin hal itu terjadi. Michael telah menyelamatkannya. Ironis sekali. Bukan
Adam, melainkan Michael. Dia sadar bahwa dia tak adil bila dia menyalahkan
Adam. Dia tidak menceritakan yang sebenarnya pada Adam, telah
merahasiakannya hingga Adam tak tahu mengenai anak mereka yang sudah
dilahirkannya, yang kini sudah meninggal.
Joshua sudah tiada. Sekarang Jennifer bisa menghadapi kenyataan itu. Rasa sakit
itu dalam dan menyiksa, dan dia tahu bahwa rasa sakit itu akan dibawanya
sepanjang hidupnya. Tapi dia bisa menanggungnya. Dia harus bisa.
"Mengapa tak kaukatakan padaku?" Michael duduk di tepi tempat tidur. "Aku
turut berdukacita."
"Sedikit."
Jennifer mengangguk, gerak sekecil itu pun memerlukan usaha yang besar
sekali. Dia merasa letih luar biasa.
"Aku tak lapar. Kurasa aku tak akan pernah mau makan lagi."
"Kau harus makan."
Dan Jennifer heran karena ternyata Michael benar. Waktu perawat datang
membawakan telur setengah matang dengan roti panggang dan teh di nampan,
dia menyadari bahwa dia lapar sekali.
Michael tetap saja di situ dan memperhatikannya, dan setelah Jennifer selesai,
Michael berkata, "Aku harus kembali ke New York untuk menyelesaikan
beberapa urusan. Beberapa hari lagi aku akan kembali."
Ruang pertemuan yang besar di markas Korps Marinir Amerika Serikat penuh
orang hingga melimpah. Di luar ruangan, satu skuadron pengawal bersenjata
siap siaga. Di dalam berkumpul orang-orang istimewa. Suatu dewan juri khusus
duduk di kursi, di sepanjang dinding. Di suatu sisi sebuah meja panjang, duduk
Adam Warner, Robert Di Silva, dan Asisten direktur dari FBI. Di hadapan
mereka duduk Thomas Colfax.
Dewan juri khusus menyetujui usul Adam, dan sekarang sidang rahasia itu akan
dimulai.
Adam berkata pada Thomas Colfax, "Harap Anda mengenalkan diri Anda."
"Selama hampir tiga puluh lima tahun, Antonio Granel i, yang sekarang sudah
meninggal. Dia digantikan oleh Michael Moretti. Saya menjadi kuasa Michael
Moretti dan
organisasinya."
"Betul, Pak."
"Sehubungan dengan kedudukan yang Anda pegang selama itu, apakah boleh
kami simpulkan bahwa kedudukan Anda memungkinkan Anda untuk
mengetahui kegiatan-kegiatan di dalam, dari apa yang disebut organisasi itu?"
"Benar, Senator."
bencana itu.
"Itu terjadi dua tahun yang lalu. Michael menyingkirkan saya dari beberapa
kegiatan terakhir. Jmnifer Parker yang menangani hal itu."
Adam membeku.
pembungaan uang..."
"...pembunuhan."
Adam memecahkan kesunyian itu, "Kita — kita harus tetap berpegang pada
fakta, Tuan Colfax! Apakah Anda ingin mengatakan pada kami bahwa Jennifer
Parker terlibat dalam pembunuhan?"
"Itulah yang ingin saya katakan. Dia memerintahkan untuk membunuh orang
yang telah menculik anaknya. Nama laki-laki itu Frankjackson. Disuruhnya
Moretti-membunuh orang itu dan Moretti melakukannya."
Terdengar gumam suara kacau.
Dia berkata dengan menggagap, "Saya rasa — saya rasa sudah cukup bukti yang
kita dengar, yang bukan sekedar didengar dari orang lain. Kami —"
"Itu tidak saya dengar dari orang lain," Thomasl Colfax memberikan keyakinan.
"Saya ada di kaman bersama Moretti waktu dia menelepon."
Adam mengepalkan kedua belah tangannya yang1 ada di bawah meja demikian
kuatnya, hingga seolah-olah tak berdarah lagi. "Saksi kelihatan sudah letih. Saya
rasa sudah cukup untuk sidang ini."
Robert Di Silva berkata pada juri khusus, "Saya ingin mengusulkan sesuatu
tentang prosedur..."
Adam sudah tidak mendengarkan lagi. Dia ingin tahu di mana dia sekarang
berada. Dia sudah menghilang lagi. Sudah berulang kali Adam mencoba
menemukannya. Tapi sekarang dia putus asa. Dia harus menemukan Jennifer
secepatnya.
Thomas Colfax telah memberi mereka kunci peti rahasia dari kejahatan dan
korupsi, yang akan membantu
menghapuskan sebagian besar dari ? i vanisasi kejahatan.
Keluarga Michael Moretti yang akan dipukul paling hebat, tapi juga bukti-bukti
yang mengenai keluarga-keluarga lain di seluruh negara.
Dia seharusnya merasa bahagia. Tapi dia risaui menghadapi krisis moral yang
terbesar dalam hidupnya. Jennifer Parker benar-benar telah terlibat,; dan dia
harus memberinya peringatan, menyuruh^ nya melarikan diri selagi masih ada
kesempatanJ Namun dia ada tanggungjawab lain:
tanggung jawab terhadap senat Amerika Serikal sendiri. Dialah yang akan
menuntut Jennifer Parker,
Bagaimana dia bisa menjadi pelindungnya? Bila dia memberi peringatan pada
Jennifer dan hal itu ketahuan, maka ia akan menghancurkan nama baik panitia
penyelidikan itu dan menghancurkan semua yang sudah berhasil dilaksanakan.
Hal itu akan menghancurkan masa depan dan keluarganya.
"Ini — ini penting sekali. Tahukah Anda di mana saya bisa menghubunginya?"
Suatu hari Adam sedang berada di kamar kerjanya, dan akan menelepon Jennifer
untuk ketiga kalinya, tiba-tiba Mary Beth masuk ke kamar itu. Adam seenaknya
mengembalikan gagang telepon. Mary Beth mendekatnya lalu membelai
rambutnya. "Kau kelihatan letih, Sayang."
Mery Beth berjalan ke sebuah kursi dari kulit halus \<ing ada di seberang meja
kerja Adam. lalu duduk. "Semuanya menumpuk-numpuk bukan, Adam?"
"Kelihatannya begitulah."
"Tapi aku merasa kuatir. Nama Jennifer Parker ada dalam daftar itu, ya?"
Adam memandangnya dengan tajam. "Dari mana kau tahu itu?"
Mary Beth tahu apa yang terbaik untuk suaminya. Segala-galanya yang
diperbuatnya adalah demi kebaikan Adam. Bila semuanya itu sudah berlalu, dia
akan mengajak Adam pergi.
Mary Beth melihat ke luar jendela dan melihat dua orang petugas dinas rahasia
sedang bercakap-cakap. Mary Beth punya perasaan campur-aduk tentang
kehadiran orang-orang itu. Dia tak suka karena merasa kebebasan pribadinya
terganggu, namun sebaliknya, kehadiran mereka di situ mengingatkannya bahwa
suaminya adalah seorang calon untuk kedudukan kepresidenan Amerika Serikat.
Ah, tidak, bodoh benar dia. Suaminya benar-benar akan menjadi presiden
Amerika Serikat. Semua orang berkata begitu.
Bayangan akan tinggal di Gedung Putih rasanya sudah hampir benar terwujud,
hingga baru mengingatnya saja, Mary Beth sudah merasa hangat. Kegiatan yang
paling disukainya yang
Dia sudah pernah melihat ruangan-ruangan yang tak boleh dimasuki oleh umum:
perpustakaan Gedung Putih yang berisi hampir tiga ribu buah buku, Ruangan
Cina dan Ruang Penerimaan Diplomatik, kamar-kamar keluarga, juga tujuh buah
kamar tamu di lantai dua.
Dia akan tinggal di gedung itu bersama Adam dan menjadi bagian dari
sejarahnya. Mary Beth merinding teringat betapa Adam nyaris melemparkan
semua kesempatan itu gara-gara perempuan Parker itu. Tapi syukurlah semua itu
sudah berlalu.
"Bagaimana kalau kau kubuatkan kopi, Sayang?" Adam ingm menolak, tapi
mengubah pikirannya. "Enak sekali, tentu aku mau." "Sebentar, ya?"
mengangkat telepon lagi dan memutar nomor. Hari sudah malam, dan dia tahu
kantor Jennifer pasti sudah tutup, tapi tentu ada yang dinas menjaga telepon.
Setelah Adam menunggu seolah-olah seabad lamanya, barulah seorang petugas
menjawab.
"Ada soal yang mendesak," kata Adam. "Sudah beberapa hari ini saya mencoba
menghubungi Jennifer Parker. Di sini Tuan Adams."
"Tunggu sebentar." Kemudian suara itu terdengar lagi,
"Maaf, Tuan Adams, saya tidak mendapatkan berita di mana Nona Parker
berada. Maukah Anda meninggalkan pesan?"
"Tidak." Adam membanting gagang teleponnya dengan rasa frustrasi, karena dia
tahu bahwa kalaupun dia mau meninggalkan pesan, Jennifer tetap tidak akan
mau menghubunginya.
Michael berkata, "Aku akan memintamu berbuat sesuatu untukku." "Apa itu?"
"Baiklah."
Jennifer."
Tidak akan ada lagi Adam dan tidak akan ada lagi Michael. Dia
harus pergi ke suatu tempat seorang diri, dan mulai lagi dari
Raksasa.
"Jimmy lalu begitu gugup hingga dia lalu mau buang air kecil. Waktu celananya
dibuka, kawat sialan itu keluar."
"Celaka!"
"Mike menyerahkannya pada Gino. Gino memakai kawat Jimmy sendiri untuk
mencekiknya. Anak itu mati perlahan-lahan."
Pintu terbuka dan keempat laki-laki itu menoleh ke arah pintu. Seorang laki-laki
penjaja surat kabar masuk dengan membawa New York Post edisi petang.
Joseph Colel a berseru, "Mari sini, Koran." Dia berpaling pada kawan-
kawannya. "Aku kepingin tahu keadaan di Hialeah. Aku bertaruh pada pacuan
kuda hari ini."
Penjaja-koran itu sudah berumur tujuh puluhan dan berkulit kasar karena
sengatan matahari. Dia menyerahkan selembar surat kabar pada Joseph Colel a
yang memberinya satu dolar.
"Ambil saja sisanya."
Colel a mulai membuka surat kabar itu, lalu mata Nick Vito menangkap sebuah
foto di halaman depan.
Tony Santo ikut mengintip melalui bahu Vito. "Tentu, Goblok. Itu kan Adam
Warner. Dia sedang memperebutkan kursi presiden."
"Aku ingat! Dialah laki-laki yang kulihat dalam bar di Acapulco bersama
Jennifer Parker."
"Ingatkah kalian waktu aku berada di sana bulan yang lalu untuk menyerahkan
suatu bungkusan? Aku melihat laki-laki ini bersama Jennifer Parker. Mereka
sedang minum-minum."
Mengapa?"
Michael Moretti memandangi Nick Vito, dan berkata, "Kau sudah gila. Mau apa
Jennifer Parker dengan Senator Warner?"
"Mana aku tahu, Bos. Aku hanya tahu bahwa mereka sedang duduk minum-
minum di bar itu."
Itulah yang ingin diketahui Michael. Jennifer memang pernah berbicara tentang
Acapulco dan pertemuan besar itu, dan dia menyebutkan pula nama beberapa
orang yang ditemuinya di sana. Tapi dia tidak berkata sepatah pun tentang Adam
Warner.
Dia berpaling pada Tony Santo. "Siapa pengurus dari persatuan penjaga pintu
sekarang?"
Lima menit kemudian, Mike sudah berbicara dengan Charlie Corel i melalui
telepon.
"Hei, Bangsat-bangsat, tak ada kerjakah kalian? Keluar dari sini." Keempat laki-
laki itu cepat-cepat pergi.
kantornya itu.
Tiga jam kemudian, Tony Santo mengantar seorang lakilaki pemalu berumur
enam puluhan
"Tidak, tidak, terima kasih, Tuan Moretti. Saya baik-baik saja. Terima kasih
banyak." Dia mem-bungkuk-bungkuk terus.
Apa saja."
"Saya? Tidak, Tuan. Sudah lima tahun yang lalu s.iya berhenti. Ibu mertua saya
sakit encok berat
155an —
"Ya. Saya rasa saya ingat kebanyakan di antaranya. Mereka sudah seperti —"
Wajah Wal y Kawolsky berseri. "Oh, tentu. Dia «-orang wanita yang baik sekali.
Saya bahkan ingat nomor apartemennya. Seribu sembilan ratus dua puluh
sembilan, seperti angka tahun waktu pasaran ilunia hancur, bukan? Saya suka
padanya."
"Apakah banyak orang yang mengunjungi Nona l'.uker, Wal y?"
Jadi semuanya ini isapan jempol belaka. Michael merasa lega sekali. Dia
memang tahu bahwa Jennifer tidak akan pernah —
Kata-kata itu bagaikan pukulan keras dengan palu di perut Michael. Dia lalu tak
dapat mengendalikan dirinya.
Diterkamnya leher baju Wal y Kawolsky lalu ditariknya sampai orang itu berdiri.
"Goblok! Aku kan tadi sudah tanya apakah —
Kawolsky melihat foto Adam Warner dan berkata dengan bersemangat, "Itulah
dia! Itulah teman prianya."
Dan Moretti merasa seolah-olah dunia hancur lalu menghimpitnya. Jennifer telah
membohonginya selama ini; Jennifer telah mengkhianatinya dengan Adam
Warner! Mereka berdua telah main d belakangnya, berkomplot melawannya,
mempermainkannya. Jennifer telah menjadikannya bahan olok-olok.
Rasa dendam lama mulai bergelora dengan keras dalam diri Michael Moretti,
dan dia memutuskan akan membunuh mereka berdua.
54
Jennifer terbang dari New York ke London, terus ke Singapura, dengan berhenti
selama dua jam di Bahrain.
Lapangan terbang yang boleh dikatakan masih baru di emirat penghasil minyak
itu sudah penuh sesak dengan laki-laki, perempuan, dan anak-anak. Mereka
semua mengenakan pakaian khas setempat. Mereka itu tidur di lantai atau di
bangku. Di depan toko minuman keras di lapangan terbang ilu, terdapat
peringatan tercetak bahwa barang siapa minum di tempat umum akan diancam
dengan hukuman penjara.
Lapangan terbang itu masih baru benar, empat belas mil jauhnya dari pusat kota.
lapangan terbang baru itu menggantikan lapangan yang lama yang bernama
Bangunan bea cukainya besar, lapang, dan modern. Di sana tersedia kereta-
kereta bagasi untuk kemudahan para penumpang. Para petugas bea cukainya
bekerja dengan efisien dan sopan dan dalam 15 menit Jennifer sudah selesai, lalu
pergi menuju kumpulan taksi.
Di luar jalan masuk, seorang laki-laki Cina setengah baya mendatanginya. "Nona
Jennifer Parker?"
"Ya."
"Ya, terima kasih." Pikiran Jennifer sudah melayang pada Stefano Bjork.
Jennifer menoleh untuk melihat. Penjara Changi adalah sebuah bangunan besar,
jauh dari jalan raya, dikelilingi pagar hijau dan kawat berduri yang dialiri listrik.
Di setiap sudut ada menara pengawas, yang dijaga oleh pengawal bersenjata, dan
jalan masuknya dihalangi oleh kawat berduri lagi, lalu lebih jauh ke dalam ada
lagi pengawal di pintu gerbang.
"Selama perang," Chou Ling berkisah, "semua karyawan Inggris di pulau ini
ditawan di situ."
Chou Ling menjawab dengan berhati-hati sekali. "Ini suatu persoalan yang
sangat peka. Pemerintah sangat tegas Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
"Ada seorang inspektur polisi, David Touh — seorang yang punya rasa
pertimbangan."
Jennifer berpikir, berapa nilai 'punya rasa penimbangan' itu, tapi dia tak
bertanya. Masih ada cukup waktu. Dia duduk bersandar dan melihat-lihat
pemandangan. Mereka sedang melewati daerah pinggiran Singapura, dan kesan
yang tak terhingga besarnya adalah betapa banyaknya tanaman hijau dan bunga
bermekaran di mana-mana. Di kiri-kanan Mac Pherson Road terdapat kompleks
pertokoan yang modern, yang berdampingan dengan kuil-kuil dan pagoda-
pagoda kuno. Orang-orang yang berjalan di sepanjang jalan pun, ada yang
memakai pakaian kuno dengan serban, ada pula yang berpakaian bagus dengan
gaya Barat mutakhir. Kota itu kelihatannya merupakan suatu campuran yang
beraneka warna dari kebudayaan kuno dan kota dunia yang modern.
Chou Ling tersenyum. "Untuk itu ada penjelasannya yang sederhana. Barang
siapa membuang sampah sembarangan, didenda lima ratus dolar, dan hal itu
dilaksanakan dengan ketat."
Mobil membelok, lalu terus ke Stevens Road, dan di atas mereka, di sebuah
bukit, Jennifer melihat sebuah bangunan Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Lobinya besar sekali, putih, dan bersih tanpa cacat, dengan pilar batu pualam
dan kaca di mana-mana.
Angin sepoi-sepoi bertiup. Hari seperti inilah yang disukai Joshua. Bisakah kita
pergi berenang petang ini, Ma? Hentikan!
Dia berjalan ke arah telepon. "Saya ingin berbicara dengan Amerika Serikat,
New York City. Dengan Tuan Michael Moretti." Jennifer menyebutkan
nomornya.
Operator berkata, "Maaf. Semua sedang bicara. Silakan mencoba lagi nanti."
"Terima kasih."
Di lantai bawah, operator itu melihat pada seseorang di sisi papan pusat nomor
telepon hotel itu, seolah meminta pendapatnya.
Satu jam setelah Jennifer tiba di hotel itu, datang telepon dari Inspektur Touh.
"Di sini Inspektur David Touh." Suaranya lembut tanpa logat tertentu.
"Ya, Inspektur. Saya memang sedang menunggu telepon dari Anda. Saya ingin
cepat-cepat mengurus —"
"Senang sekali."
The Great Shanghai adalah sebuah restoran yang teramat besar dan ribut sekali,
sebagian besar pengunjungnya adalah orang-orang setempat yang sedang makan
dan bercakapcakap nyaring. Di sebuah pelataran ada sebuah band yang terdiri
dari tiga alat musik, dan seorang gadis cantik yang mengenakan cheongsam
sedang menyanyikan lagu-lagu Amerika populer.
Petugas itu tersenyum lebar. "Pak Inspektur sedang menunggu Anda. Mari saya
antar." Diantarkannya Jennifer ke sebuah meja di bagian depan ruangan itu, di
dekat tempat band.
Inspektur David Touh adalah seorang laki-laki menarik yang jangkung, kurus,
yang berumur empat puluhan, berair muka Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/
halus, dan matanya hitam berair-air. Pakaiannya setelan hitam yang bagus dan
hampir resmi.
yang memekakkan.
"Apa itu?"
"Minuman yang dibuat dari santan, gula kelapa, dan agar-agar kecil-kecil. Anda
pasti menyukainya."
"Saya harap Anda tak keberatan kalau saya memesan makanan untuk Anda?"
"Saya dengar di negeri Anda kaum wanita terbiasa memegang kendali. Di sini
laki-laki yang masih memegang tugas itu."
Orang ini mengutamakan jenis kelamin, pikir Jennifer, tapi dia tak ingin
bertengkar. Dia membutuhkan orang ini. Karena ributnya dan suara musik,
mereka hampir-hampir tak bisa bercakap-cakap. Jennifer duduk saja bersandar
dan melihat ke sekelilingnya dalam ruangan itu. Jennifer sudah pernah pergi ke
negeri Timur lainnya, tapi orang-orang di Singapura menurut dia luar biasa
cantiknya, baik perempuan maupun laki-laki.
dicicipinya.
Makanannya enak.
Jennifer.
telinga.
Setelah mereka selesai makan dan keluar, Inspektur Touh berkata, "Mobil saya
ada di sini." Dijentikkannya jarinya, dan sebuah mobil Mercedes berwarna hitam
yang terparkir bergerak, lalu berhenti di dekat mereka. Inspektur itu membuka
pintu belakang untuk Jennifer. Seorang polisi bertubuh besar yang berseragam
duduk di belakang kemudi.
Ada sesuatu yang tak beres. Bila Inspektur Touh ingin membicarakan soal-soal
rahasia denganku, pikir Jennifer, dia tentu mengatur supaya kami berduaan saja.
Jennifer masuk ke dalam mobil bagian belakang, dan inspektur itu lalu duduk di
sampingnya. "Ini kunjungan Anda yang pertama di Singapura, bukan?"
"Ya.".
Inspektur Touh mendesah. "Kalian yang berdarah Kaukasia ini selalu terburu-
buru. Sudahkah Anda mendengar tentang Jalan Bugis?"
"Belum."
Mobil berhenti karena ada jigsaw, yaitu sebangsa becak yang ditarik oleh
manusia. Inspektur Touh memperhatikan Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/
jigsaw yang ditumpangi oleh dua orang wisatawan asing itu lewat dengan penuh
rasa benci.
"Suatu hari kelak kami akan melarang kendaraan itu berdasarkan hukum."
Satu blok dari Jalan Bugis, Jennifer dan Inspektur Touh keluar dari mobil.
Laki-laki itu memegang lengan Jennifer, lalu berjalan di sepanjang trotoar yang
ramai itu. Beberapa menit kemudian orang jadi demikian banyaknya hingga
hampir tak bisa bergerak. Jalan Bugis itu sempit dengan banyaknya warung-
warung di kiri-kanannya, tempat menjual buah-buahan, sayur, ikan, dan daging.
Ada pula restoran alam terbuka dengan kursi-kursi yang mengelilingi meja-meja
kecil. Jennifer berdiri saja menyerapi pemandangan itu dengan segala bunyinya,
baunya, serta warnanya yang bercampur-baur. Inspektur Touh memegang lengan
Jennifer lagi, lalu menyikut-nyikut membuka jalan untuk mereka. Mereka tiba ke
sebuah restoran yang di depannya ada tiga buah meja, semuanya ada orangnya.
Inspektur mencekam lengan seorang pelayan laki-laki yang sedang lewat, dan
sebentar kemudian pemilik restoran itu mendatangi mereka. Inspektur
mengatakan sesuatu padanya dalam bahasa Cina. Pemilik itu mendatangi salah
satu meja, berbicara dengan tamu-tamu itu. Tamu-tamu itu memandang
Inspektur, lalu cepat-cepat bangkit dan pergi. Inspektur dan Jennifer duduk di
meja itu.
mempesona, sebuah kota yang bisa dinikmati bersama seorang yang kita cintai.
Terdengar suara dengung dari kumpulan orang banyak di ujung jalan, dan orang-
orang mulai bergerak ke arah trotoar, hingga dengan demikian tinggal ah suatu
ruangan kosong di tengah jalan.
Seorang gadis Cina yang mengenakan gaun malam panjang yang ketat sedang
berjalan di tengah-tengah jalan. Gadis itu adalah yang tercantik yang pernah
dilihat Jennifer. Gadis itu berjalan dengan anggun dan langkah lambat, sambil
sebentar-sebentar berhenti untuk menyapa orang yang duduk di beberapa meja,
kemudian berjalan terus lagi.
Waktu gadis itu mendekati meja tempat Jennifer dan inspektur duduk, Jennifer
bisa melihatnya lebih baik dari dekat, dan dia ternyata lebih cantik lagi. Raut
mukanya halus dan lembut, sedang potongan badannya mempesona. Gaun
sutranya yang putih, dibelah di kedua belah sisi di bawah hingga kita bisa
melihat pahanya yang melengkung lembut, dan dapat pula melihat payudaranya
yang kecil, tapi sempurna bentuknya.
Waktu Jennifer menoleh akan berbicara dengan inspektur, muncul pula seorang
gadis lain. Yang ini bahkan mungkin lebih cantik daripada yang pertama. Dua
orang lagi berjalan di Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
belakangnya, dan dalam sekejap Jalan Bugis dipenuhi oleh gadis-gadis remaja
yang cantik-cantik itu. Mereka itu campuran, ada yang Melayu, India, dan Cina.
"Ya, waria."
Jennifer terbelalak memandangnya. Itu tak mungkin. Dia berpaling dan melihat
lagi ke gadis-gadis itu. Dia sama sekali tak bisa melihat sifat kelaki-lakian
barang sedikit pun pada mereka.
"Anda bercanda."
"Mereka itu semua sudah menjalani operasi. Mereka menganggap diri mereka
wanita." Inspektur itu mengangkat pundaknya.
Anda harus tahu," dia menambahkan, “bahwa di sini pelacuran dilarang. Tapi Bil
y Boys ini daya tarik yang baik bagi turis dan selama mereka tidak mengganggu,
polisi menutup mata saja."
berkelainan dijalan itu. Mereka berhenti di beberapa buah meja dan membuat
janji dengan para langganan.
"Mereka hidup lumayan. Mereka menuntut bayaran sampai dua ratus dolar. Bila
mereka sudah terlalu tua untuk bekerja, mereka menjadi Mama-sans."
Kini kebanyakan gadis itu duduk di meja dengan kaum pria, menawarkan jasa
mereka. Satu demi satu, mereka itu mulai berdiri dan pergi dengan langganan
mereka.
Jalan Bugis ini pada tengah malam, dan mereka harus keluar menjelang jam
enam pagi, supaya warung-warung bisa dibuka lagi untuk dagang. Bila Anda
sudah siap, kita bisa pergi."
Sedang berjalan itu, mau tak mau bayangan Ken Bailey terkilas di pikiran
Jennifer, dan dia berpikir, Kuharap kau bahagia.
bahwa, ada sopir atau tidak, dia akan menyebutkan nama Bjork.
Waktu mobil membelok ke Orchard Road, Jennifer berkata dengan tegas,
"Mengenai Stefan Bjork —"
"Oh ya. Sudah saya atur, Anda bisa menemuinya jam sepuluh besok pagi."
55
Di Washington d.c. Adam Warner yang sedang menghadiri suatu rapat dipanggil
untuk menerima telepon yang mendesak dari New York.
"Kita harus bisa mulai mengepung dalam waktu dua puluh empat jam. Bila Anda
bisa terbang ke New York, saya rasa kita harus mengadakan rapat terakhir besok
pagi dengan semua badan-badan, supaya kita bisa mengatur langkah-langkah
kita.
"Saya akan datang." Adam meletakkan kembali gagang telepon. Juri besar
khusus baru saja mengembalikan tuduhan yang kita minta atas semua penjahat
itu.
Adam mengangkat gagang telepon lagi, lalu mulai memutar nomor lagi.
56
Ruang pengunjung di Penjara Changi adalah sebuah ruangan kecil yang kosong,
dengan dinding yang dikapur putih.
Ruang itu hanya berisi sebuah meja panjang dengan kursi-kursi kayu yang keras,
yang ditempatkan di kedua belah sisinya. Jennifer menunggu sambil duduk di
salah sebuah kursi itu. Dia mengangkat mukanya waktu pintu terbuka, dan
Stefan Bjork masuk digiring oleh seorang pengawal yang berseragam.
Bjork berumur tiga puluhan. Dia seorang laki-laki jangkung yang berwajah
suram dan matanya menonjol. Dia menderita kelainan kelenjar gondok, pikir
Jennifer. Tampak jelas memar pada dahi dan pipinya. Laki-laki itu duduk di
seberang Jennifer.
"Saya Jennifer Parker, pembela Anda. Saya akan mencoba mengeluarkan Anda
dari sini."
Laki-laki itu mencuri pandang pada penjaga yang sedang berdiri di dekat pintu.
"Ya, lumayan."
"Saya rasa cukup baik. Paling lama dua atau tiga hari lagi."
Waktu Jennifer kembali ke hotelnya, ada pesan tertulis bahwa Inspektur Touh
tadi meneleponnya. Sedang dia membaca pesan itu, telepon berdering. Inspektur
Touh berbicara.
"Sementara Anda menunggu, Nona Parker, saya pikir mungkin Anda akan bisa
bersenang-senang mengelilingi kota kami."
Mula-mula Jennifer ingin menolak, tapi dia menyadari bahwa tak ada satu pun
yang bisa dilakukannya sampai dia berhasil menempatkan Bjork di pesawat
terbang untuk keluar dari tempat ini. Sebelum itu berhasil, dia perlu menjaga
hubungan baik dengan Inspektur Touh.
Mereka berhenti untuk makan siang di Kampachi, lalu terus menuju ke pinggiran
kota, terus ke utara ke Bukit Timah Road ke Malaysia, melewati serangkaian
desa-desa kecil yang penuh warna, di mana terdapat berbagai macam warung
dan toko makanan. Penduduknya kelihatannya berpakaian baik, dan mereka
kelihatannya cukup berada. Jennifer dan Inspektur Touh berhenti di Pemakaman
Kranji dan Tugu Pahlawan Peperangan. Mereka berjalan menaiki tangga dan
memasuki gerbang biru yang terbuka. Di depan gerbang terdapat sebuah salib
besar dari pualam, dan di latar belakang ada sebuah pilar yang besar sekali.
Pekuburan itu merupakan lautan dari salib-salib putih.
"Peperangan buruk sekali akibatnya bagi kami," kata Inspektur Touh. "Kami
semua kehilangan banyak sahabat dan anggota keluarga."
Jennifer diam saja. Dalam angannya dia melihat sebuah makam di Sands Point.
Tapi dia tak mau membiarkan dirinya mengingat apa yang terbaring di bawah
onggokan tanah yang kecil itu.
Kesaksian dari bekas pembela tetap sindikat, Thomas Colfax, ada dalam tangan
mereka, dan tak seorang pun yang akan bisa menggoyahkan-nya. Selama lebih
dari dua puluh lima tahun laki-laki itu telah merupakan poros dari sindikat itu.
Dia akan tampil di pengadilan dan akan menyebutkan nama-nama, tanggal,
fakta-fakta, dan angka-angka. Dan kini badan hukum itu sudah diberi aba-aba
untuk bergerak.
Adam-lah yang telah bekerja paling keras dari siapa punjuga dalam ruangan itu,
untuk menjadikan saat itu tercipta. Peristiwa itu akan merupakan pendorong
kemenangan yang akan membawanya ke Gedung Putih. Kini setelah saatnya
tiba, semuanya hancur. Di hadapan Adam terdapat daftar nama orang-orang yang
akan dituntut oleh juri besar khusus. Nama yang keempat pada daftar itu adalah
nama Jennifer Parker, sedang tuduhan-tuduhan yang tercantum di belakang
namanya adalah pembunuhan dan berkomplot untuk menjalankan beberapa
kejahatan besar.
Adam Warner melihat ke sekeliling ruangan itu, dan memaksa dirinya berbicara.
"Anda — saya harus mengucapkan selamat pada Anda semua."
Dia mencoba untuk berbicara lagi, tapi tak ada kata-kata yang terucapkan. Dia
dilanda rasa benci pada dirinya sendiri, hingga dia merasa tersiksa.
Tepat benar apa yang dikatakan orang Spanyol, pikir Michael Moretti. Dendam
itu umpama makanan yang
Robert Di Silva yang sedang berada di markas besarnya dalam kota sedang
melihat surat perintah penangkapan yang baru saja disampaikan padanya. Surat
perintah itu atas nama Jennifer Parker.
Akhirnya berhasil juga aku menangkapnya, pikirnya. Dan dia mengecap rasa
puas yang hebat.
Petugas telepon memberitahukan, "Inspektur Touh ada di lobi. Dia ingin bertemu
dengan Anda."
"Kita bisa berbicara dalam mobil. Saya ingin memperlihatkan sesuatu pada
Anda."
"Sama sekali tak ada. Pembebasan atas jaminan itu akan diputuskan lusa."
Inspektur Touh berpaling pada Jennifer. "Saya yakin ini akan menarik bagi
Anda."
Bagian dalam dari gedung itu, tua dan tak terpelihara, tapi kesan yang paling
menonjol adalah baunya, yang memberikan kesan buas, primitif, dan busuk. Tak
pernah Jennifer mencium bau seperti itu sebelumnya.
Tangki itu penuh dengan buaya, besar dan kecil, ada beberapa puluh ekor,
semuanya bergerak terus, bergeseran timpa-menimpa.
Mereka berjalan terus ke sebuah tangki yang berisi dua ekor buaya yang besar
sekali.
"Yang ini sudah berumur lima belas tahun. Mereka dipelihara hanya dengan
maksud untuk pembiakan."
Jennifer menggigil. "Mereka jelek sekali. Saya tak mengerti mengapa mereka
tahan hidup berdua."
Inspektur Touh berkata, "Mereka tak suka. Sebenarnya mereka tak sering
kawin."
"Tepat. Mereka membawa kita kembali ke masa jutaan tahun yang lalu, dengan
cara hidup yang primitif yang sama seperti di awal zaman."
Jennifer ingin tahu mengapa laki-laki itu membawanya kemari. Bila Inspektur
itu menyangka bahwa dengan melihat binatang-binatang yang mengerikan itu,
Jennifer akan tertarik, dia keliru. "Bisakah kita pergi sekarang?" tanya Jennifer.
"Sebentar lagi." Inspektur mengangkat mukanya melihat gadis yang menemui
mereka di dalam tadi. Gadis itu sedang membawa sebuah nampan ke arah tangki
nomor satu.
"Perhatikan."
Dia mengajak Jennifer ke tangki pertama itu. "Buaya-buaya itu diberi makan
ikan dan paru-paru babi setiap tiga hari sekali."
mata salah satu buaya itu terkorek ke luar, tapi giginya masih
dari sini."
lagi."
pemerintah ditangkap.
dihentikan.
kejahatan ditahan.
pergi ke kantornya.
Harapan Adam timbul lagi. Dia bisa menelepon Jennifer dan melarangnya
kembali.
Baru saja Jennifer keluar dari kamar mandi, pengurus rumah tangga hotel
masuk.
"Maaf. Jam berapa Anda akan keluar dari hotel hari ini?"
"Saya tidak akan keluar hari ini. Besok saya baru berangkat."
Pengurus rumah tangga itu tampak keheranan. "Saya disuruh menyiapkan kamar
ini untuk sualu rombongan yang akan datang larut malam ini."
"Manajer."
Di lantai bawah, datang telepon dari luar negeri. Yang bertugas pada papan
penghubung telepon adalah orang lain, dan yang berdiri sampingnya pun orang
lain pula.
Petugas berbicara pada alat penerima. "New York City memanggil Jennifer
Parker?"
Petugas itu melihat pada laki-laki yang berdiri di sampingnya. Laki-laki itu
menggeleng.
Di New York, Robert Di Silva mengikuti dengan cermat semua kegiatan yang
sedang dilakukan itu. Jantungnya berdebar makin kuat bila dia memikirkan
tentang jaringan yang makin mendekati Jennifer Parker dan Michael Moretti itu.
Michael Moretti lolos dari jaringan penangkapan secara kebetulan sekali. Waktu
itu adalah hari peringatan kematian ayah mertuanya, dan Michael pergi berziarah
ke kuburan orang tua itu bersama Rosa.
Lima menit setelah mereka berangkat, satu mobil penuh agen FBI tiba di rumah
Michael dan satu mobil lagi di kantornya. Waktu mereka mendengar bahwa
Michael tak ada di kedua tempat itu, agen-agen itu menunggu.
Jennifer baru sadar bahwa dia lalai memesan tempat di pesawat terbang untuk
Stefan Bjork kembali ke Amerika Serikat. Dia menelepon perusahaan Singapore
Airlines.
"Di sini Jennifer Parker. Saya sudah terdaftar pada perusahaan Anda pada
Penerbangan One Twelve yang akan berangkat besok sore ke London. Saya
ingin mendaftarkan satu tempat tambahan."
"Benar."
"Saya tak tahu. Nama Anda sudah dicoret dari daftar penumpang kami."
"Pasti ada kekeliruan. Tolong cantumkan lagi nama saya di daftar Anda."
sesuatunya, pikir Jennifer. Dia tadi sudah menyatakan kesediaannya untuk diajak
makan malam bersama Inspektur itu. Waktu itu dia akan mendengar apa yang
terjadi. Inspektur menjemputnya awal.
Laki-laki itu hanya mengangkat bahunya. "Inilah akibat cara kerja kami yang
sudah sangat terkenal tak efisien itu. Nanti saya selidiki."
Inspektur Touh mengatakan sesuatu dalam bahasa Cina kepada sopirnya, dan
mobil lalu berputar balik.
"Anda belum melihat Kallang Road. Anda akan suka sekali melihatnya."
Jalan mobil mulai diperlambat. Di kedua sisi jalan hanya ada pengusaha-
pengusaha penguburan orang. Toko-toko itu berderetan: Tan Kee Seng, Clin
Noh, Ang Yung Long, Goh Soon. Di depan mereka tampak orang sedang
567
Jennifer menoleh pada Inspektur. "Apa ini?"
Jennifer melihat betapa dingin mata inspektur itu, dan dia tiba-tiba merasa takut.
"Inspektur Touh, apakah Anda punya alasan tertentu mengapa Anda membawa
saya ke tempat pemeliharaan buaya, dan ke rumah-rumah kematian tadi itu?"
Terutama karena Anda datang kemari untuk membebaskan klien Anda, Tuan
Bjork. Kebanyakan bangsa kami yang muda-muda mati karena obat bius yang
dimasukkan ke negeri kami ini, Nona Parker. Sebenarnya saya bisa membawa
Anda ke rumah sakit di mana kami mencoba menyembuhkannya, tapi saya rasa
akan lebih mengesankan, bila Anda melihat di mana mereka akan berakhir."
"Itu hanya soal pendapat." Sirna sudah semua keramahan dari suaranya.
Jennifer berkata, "Inspektur Touh, saya rasa Anda dibayar mahal untuk —"
"Tidak akan cukup uang di dunia ini bagi siapa pun juga untuk membayar saya."
Dia bangkit lalu mengangguk pada seseorang, dan Jennifer menoleh. Dua orang
laki-laki yang mengenakan setelan abu-abu mendekati meja mereka.
Tak perlu lagi mereka mengeluarkan surat-surat tanda pengenal mereka sebagai
petugas FBI. Jennifer sudah tahu sebelum mereka berbicara. "FBI. Kami ada
surat-surat ekstradisi dan surat perintah untuk menangkap Anda. Kami akan
membawa Anda kembali ke New York naik pesawat terbang tengah malam."
57
mertuanya, dia sudah terlambat untuk pergi memenuhi suatu janji. Dia
memutuskan untuk menelepon kantornya dan membatalkannya. Dia berhenti di
sebuah tempat telepon umum di tepi jalan raya dan memutar nomor kantornya.
"Restoran Tony."
"Tidak akan."
disita. Semua kejadian itu seperti mimpi buruk saja. Polisi pasti
dengar dia adalah salah seorang anak buahmu. Kami beri kau
menghabisinya."
Seseorang yang penting yang telah membuka mulut. Kami dengar dia adalah
salah seorang anak buahmu.
Mereka pasti benar. Keluarga Moretti selalu yang paling sulit terpukul dan
sekarang polisi mencarinya. Pasti ada seseorang yang memberinya informasi
yang meyakinkan, karena kalau tidak, polisi tidak akan mengadakan
penggerebekan sebesar ini. Tapi siapa orang itu? Michael bersandar dan berpikir.
Siapa pun yang memberi tahu penguasa-penguasa itu, pasti mengetahui soal-soal
di dalam yang hanya diketahui olehnya sendiri dan dua kaki tangannya yang
terpenting, yaitu Salvatore Fiore dan Joseph Colel a. Hanya mereka bertigalah
yang tahu di mana arsip-arsip disembunyikan. Satu-satunya orang lain yang juga
tahu adalah Thomas Colfax, tapi Colfax sudah terkubur di bawah tumpukan
sampah di New Jersey.
Michael duduk memikirkan Salvatore Fiore dan Joseph Colel a. Rasanya tak bisa
dipercaya bahwa salah seorang di antara mereka itu telah melanggar sumpah
omerta dan membuka rahasia. Sejak awal mereka itu sudah ikut dia; dia
sendirilah yang telah memilih mereka. Dia telah
Mereka menginginkan kursinya ini. Segera setelah dia keluar, mereka akan
masuk dan mengambil alih. Mereka itu merupakan suatu tim; mereka pasti
bekerja sama.
Michael menelepon dan menunggu lagi, dan lima belas menit kemudian Nick
Vito bergegas masuk ke kantornya.
"Ti — tidak," kata Nick Vito tergagap. "Aku hanya — Sal dan Joe adalah kaki
tanganmu yang top"
Kapan?"
"Sekarang. Langsung. Aku tak mau mereka sempat melihat bulan nanti malam.
Mengerti?"
Tangan Michael terkepal erat. "Kalau aku sempat, aku sendiri yang akan
mengurus mereka. Aku ingin supaya mereka menderita, Nick. Buat supaya
mereka menderita perlahan-lahan, dengar? Perlahan-lahan sekali."
"Baik. Baiklah."
kelabu. "Ada dua orang petugas FBI di luar, dengan surat perintah untuk
menangkapmu. Demi Tuhan, aku tak tahu bagaimana mereka sampai tahu bahwa
kau ada di sini.
Mereka —"
"Katakan pada mereka aku sedang di wc. Sebentar lagi aku menemui mereka."
Michael mengangkat gagang telepon lalu memutar
suatu nomor. Sebentar kemudian dia berbicara dengan seorang hakim dari
mahkamah agung di New York.
"Entahlah, dan aku tak peduli. Kau kutelepon untuk menyelesaikan persoalannya
nanti supaya aku bisa dibebaskan dengan jaminan. Aku tak bisa diam-diam
dalam kurungan. Aku banyak urusan."
"Dengarkan, Keparat, dengarkan baik-baik. Bila aku sampai satu jam saja berada
dalam penjara, aku akan berusaha supaya kau juga berada di balik terali penjara
selama sisa hidupmu. Aku sudah mengurusmu dengan baik begitu lama.
Apakah kau mau aku menceritakan pada jaksa, berapa perkara yang
kauselesaikan untukku? Apa kau mau aku memberitahu panitia penyelidik
kejahatan, berapa jumlah simpananmu di Swis? Apakah kau mau —"
Pada sidang pendahuluan, seorang pembela yang dipilih oleh Hakim Waldman
memohon pembebasan dengan jaminan, dan jumlahnya diputuskan lima ratus
ribu dolar.
Di Silva marah dan frustasi waktu Michael Moretti keluar dari ruang sidang.
58
berhadapan dengan pistol dan pisau, tapi dia tak pernah mengenal takut. Namun
kini dia takut. Sesuatu yang tak dapat ditangkapnya dengan daya pikirnya telah
terjadi, dan dia merasa bahwa bagaimanapun juga, dia ikut bertanggung jawab
atas kejadian itu.
Kedua mereka itu sudah seperti saudaranya sendiri, dan keduanya sama fanatik
kesetiaannya dengan dia sendiri, pada Michael Moretti. Tapi dia tidak akan bisa
menjelaskan itu pada Michael kalau dia tak ingin dicincang halus, karena yang
mungkin berkhianat adalah Thomas Colfax, padahal Colfax disangka sudah
mati.
Nick Vito bingung apa yang harus diperbuatnya. Dia sayang pada si Kembang
Kecil dan si Raksasa. Fiore dan Colel a sudah banyak sekali menolongnya di
masa lalu, seperti juga Thomas Colfax. Tapi dia telah meloloskan Thomas
Colfax, dan sekarang lihat apa yang terjadi. Maka Nick Vito memutuskan bahwa
dia tidak akan bermurah hati lagi. Kini nyawanya sendiri yang harus
dilindunginya. Bila Fiore dan Col ela sudah dibunuhnya, selamatlah dia. Tapi
karena mereka itu seperti saudara-saudaranya sendiri, dia akan berusaha supaya
mereka mati cepat.
Nick Vito mudah saja menentukan di mana mereka berada, karena mereka harus
selalu siap siaga kapan pun Michael memerlukan mereka. Si Kecil Salvatore
Fiore sedang Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Nick Vito memarkir mobilnya di sudut jalan dekat apartemen itu, lalu berjalan
kaki ke gedung itu. Dengan menggunakan sepotong cel uloid, dia membuka
pintu depan, lalu masuk. Dia tidak menggunakan lift melainkan naik tangga ke
lantai tiga. Dia berjalan ke arah pintu yang di ujung gang, dan setiba di situ pintu
itu digedornya.
"Nick!" seru perempuan itu. "Gila kau. Kau menakuti aku setengah mati."
Si Kecil Salvatore Fiore keluar dari kamar tidur, juga tanpa busana, "Hei, Nicky!
Mengapa kau kemari?"
Nick Vito mengacungkan sebuah pistol kaliber 22 yang memakai alat peredam
suara dan menekan pelatuknya. Jarum penembaknya menghantam ke petrum,
dan pelurunya
terdorong ke luar dari moncongnya dengan kecepatan tiga ribu meter sedetik.
Peluru yang pertama menghancurkan batang hidung Salvatore Fiore. Peluru
yang kedua mengeluarkan mata kirinya. Waktu Marina membuka mulutnya akan
berteriak, Nick Vito berbalik dan mengirim sebuah peluru ke kepalanya. Waktu
perempuan itu roboh ke lantai, Nick menembakkan sebuah peluru lagi ke
dadanya, untuk meyakinkan. Sayang, perempuan ini terbuang-buang, pikir Nick,
tapi Mike tentu tak suka kalau kubiarkan seorang saksi hidup, barang seorang
saja.
Si Besar Joseph Colel a memiliki seekor kuda yang sedang turut dalam pacuan
kuda yang kedelapan di Belmont Park di Long Island. Belmont adalah sebuah
tempat pacuan yang panjangnya satu setengah mil, suatu ukuran panjang yang
tepat benar untuk kuda yang sedang di kut-sertakan si Raksasa itu. Dia telah
menganjurkan pada Nick untuk bertaruh atas kuda itu. Di masa lalu, Nick telah
banyak menang taruhan berkat petunjuk dari Colel a. Colel a selalu
mempertaruhkan uang sedikit atas nama Nick, bila kudanya ikut pacuan.
Sedang Nick berjalan ke tempat duduk Colel a, dia merasa menyesal bahwa di
masa yang akan datang tidak akan ada lagi yang memberinya petunjuk. Pacuan
yang kedelapan baru saja dimulai. Colel a sedang berdiri di tempat duduknya,
menyoraki kudanya. PacuaTi itu adalah pacuan dengan taruhan besar, dan orang-
orang berteriak-teriak dan bersorak-sorak sedang kudanya mengitari putaran
yang pertama.
Nick Vito masuk dari belakang ke tempat khusus Colel a, dan bertanya,
"Bagaimana keadaannya, Sobat?"
"Bagus, Joe."
kali menembusi jasnya. Bunyi yang teredam tak terdengar berkat sorak-sorai
orang banyak. Nick melihat Joseph Colel a roboh ke tanah. Dipertimbangkannya
apakah akan diambilnya kartu taruhan yang ada dalam saku Colel a. Tapi dia
mengurungkan niatnya itu. Kuda itu bisa saja kalah.
Nick Vito berbalik, lalu berjalan tanpa tergesa ke jalan keluar, seorang manusia
yang tak dikenal dalam
"Saya baru saja mendapatkan informasi yang saya rasa akan menarik bagi
Anda."
"Ceritakan."
"Kau tak tahu apa yang kaukatakan itu. Colfax sudah mati."
Kini giliran Kapten Tanner yang kebingungan. "Apa kata Anda? Thomas Colfax
sedang duduk di Markas Besar Marinir di Quantico saat ini, sedang
membukakan semua rahasia pada siapa saja yang mau mendengarnya."
Tentang apa dia tahu betul? Dia memang sudah menyuruh Nick Vito untuk
membunuh Thomas Colfax, dan Vito mengatakan bahwa hal itu sudah
dilaksanakannya. Michael lalu berpikir. "Yakin benarkah kau, Tanner?"
"Tuan Moretti. Apakah saya mau menelepon kalau saya tak yakin?"
Kapten Tanner meletakkan gagang telepon dengan rasa puas pada dirinya
sendiri. Dari pengalaman masa lampau dia tahu bahwa Michael Moretti adalah
orang yang tahu membalas budi. Inilah kesempatan yang besar itu, kesempatan
yang memungkinkannya untuk pensiun. Dia melangkah ke luar dari tempat
telepon umum itu, menempuh udara dingin dalam bulan Oktober.
Ada dua orang berdiri di tempat telepon itu, dan waktu kapten itu akan melewati
mereka, salah seorang di antaranya menghadangnya. Dia memperlihatkan kartu
tanda
pengenalnya.
"Kapten Tanner? Saya Letnan West dari Dinas Keamanan Dalam Negeri.
Komisaris polisi ingin berbicara dengan Anda."
Dia memutar sebuah nomor lalu berbicara singkat di telepon itu. Setelah
menelepon untuk kedua kalinya, dia duduk menunggu.
"Bagaimana jalannya?"
"Nick, kuminta kau membantuku untuk yang terakhir kalinya. Salah seorang
anak buah meninggalkan sebuah mobil di sudut antara York dan 95th Street.
Mobil itu mobil Camaro berwarna coklat. Kuncinya ada di belakang klep
pelindung matahari. "Kita akan menggunakannya untuk suatu pekerjaan malam
ini. Tolong bawa kemari, ya?"
Jennifer Parker segera akan dalam perjalanannya pulang, dan dia ingin
menyiapkan segala-galanya untuknya.
59
bintangnya.
Colfax. Dia akan dibawa masuk pada saat terakhir, bila segala-
"Coba saya jelaskan sedikit dulu mengenai acara pengamanan saksi oleh
Pemerintah Federal," kata Terry. "Bila sidang sudah selesai, kami akan mengirim
Anda ke negara mana pun juga yang Anda pilih. Perabot rumah tangga dan
semua milik Anda yang lain akan dikirim dengan kapal oleh suatu perusahaan
ekspedisi di Washington, dengan nomor kode. Nomor itu nanti akan kami
serahkan pada Anda. Tidak akan ada jalan lain bagi siapa pun juga untuk
menelusuri Anda. Kami akan memberi Anda tanda bukti diri dan latar belakang
baru, dan bila Anda suka, bahkan juga wajah baru."
"Saya akan mengurus itu sendiri." Tak seorang pun dipercayainya untuk
mengetahui apa yang akan dilakukannya dengan wajahnya.
"Biasanya, bila kami memberi tanda bukti diri baru kepada seseorang, kami juga
mencarikannya pekerjaan di bidang apa pun yang cocok baginya, dan kami
memberinya uang.
Mengenai diri Anda, Tuan Colfax, saya dengar bahwa keuangan bukan
masalah."
Thomas Colfax ingin tahu apa yang akan dikatakan David Terry, kalau dia tahu
berapa banyak uangnya yang sudah diamankannya di bank-bank di Jerman,
Swis, dan Hongkong.
Dia sendiri pun sudah tak tahu lagi, tapi menurut perkiraan kasarnya, sembilan
atau sepuluh juta dolar.
"Ya," kata Colfax, "saya rasa soal uang memang bukan masalah."
Pertanyaannya sederhana sekali, namun besar sekali artinya di balik itu. Yang
sebenarnya akan dikatakan orang itu adalah, Di mana kau akan menghabiskan
sisa hidupmu?
Karena Colfax tahu bahwa, begitu dia tiba di suatu tempat mana pun yang di
ngininya, dia tidak akan meninggalkannya lagi. Tempat itu akan merupakan
tempat tinggal abadinya, tempatnya berlindung, dan dia tidak aman di bagian
mana pun dari dunia ini.
"Brasilia."
Itu merupakan tempat yang paling masuk akal. Di sana dia sudah memiliki
sebidang perkebunan seluas dua ratus ribu are, atas nama suatu perusahaan
Panama, hingga tidak akan bisa ditelusuri sampai pada dirinya. Perkebunan itu
sendiri sudah merupakan sebuah benteng. Dia akan mampu
kalaupun Michael Moretti akhirnya tahu di mana dia berada, tak seorang pun
bisa mendekatinya. Dia akan bisa membeli apa saja, termasuk semua perempuan
yang di ngininya.
Thomas Colfax suka wanita Amerika Selatan. Orang menyangka bahwa bila
laki-laki mencapai umur enam puluh lima tahun, kekuatan seksnya akan hilang,
bahwa dia tidak punya hasrat lagi, tapi Colfax mengalami bahwa semakin dia
tua, makin besar pula seleranya pada wanita. Dia bahkan suka sekali kalau bisa
mengajak tidur dua atau tiga perempuan muda sekaligus, yang semuanya
melayaninya. Makin muda makin baik.
"Itu tak perlu." Colfax hampir saja tertawa terbahak membayangkan dirinya
harus tinggal di sebuah rumah yang kecil. "Yang saya minta dari Anda hanya
memberi saya tanda bukti diri baru dan perjalanan dengan selamat. Yang lain
semua saya urus sendiri."
"Semau Andalah, Tuan Colfax." David Terry bangkit. "Saya rasa semuanya
sudah kita bicarakan." Dia tersenyum meyakinkan. "Urusan ini akan mudah
sekali. Saya akan segera mulai mengatur langkah-langkah. Segera setelah Anda
selesai memberikan kesaksian, Anda akan sudah berada dalam pesawat yang
menuju ke Amerika Selatan.'"
"Terima kasih." Thomas Colfax memperhatikan tamunya pulang, dan dia senang
sekali. Dia telah berhasil! Michael Moretti telah membuat kesalahan karena telah
Dan kesaksian yang diberikannya akan difilmkan. Itu akan menarik. Dia ingin
tahu apa dia akan diberi make-up. Dia melihat dirinya di cermin. Tidak buruk,
pikirnya, untuk laki-laki Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
seumurku. Aku masih tampan. Gadis-gadis Amerika Selatan lebih suka pria
yang agak tua yang sudah beruban.
Pada hari pertama, Thomas Colfax mengeluh tentang makanan yang disuguhkan
padanya, dan sejak saat itu Jenderal Wal ace mengatur supaya semua makanan
Colfax dipesan. Selama Colfax ditahan di benteng itu, usulnya yang sekecil-
kecilnya pun dianggap perintah. Mereka ingin melakukan segala sesuatu untuk
menyenangkannya, dan Colfax memanfaatkannya sepenuhnya. Dimintanya
perabot rumah tangga, sebuah pesawat tv, dan setiap hari dia diberi surat kabar
dan majalah terbaru.
Sersan itu meletakkan makanan ke atas meja yang sudah disiapkan untuk dua
orang, dan seperti setiap hari, dia pun berkata,
Colfax tersenyum dengan sopan lalu duduk. Panggang daging sapi yang
setengah matang, yang disukainya, kentang yang dihancurkan, dan puding
Yorkshire. Dia menunggu sampai marinir itu menarik kursi dan duduk di
seberangnya.
Sersan itu mengambil pisau dan garpu, memotong daging sedikit dan
memakannya. Satu lagi gagasan Jenderal Wal ace.
Harus ada pencicip khusus untuk makanan Colfax. Seperti raja-raja zaman
dahulu saja, pikirnya. Diperhatikannya marinir itu mencoba daging panggang,
kentang, dan puding Yorkshire.
"Bagaimana rasanya?"
Colfax mengambil pisau dan garpunya sendiri, dan mulai makan. Sersan itu
keliru. Daging itu tepat benar masaknya, kentangnya cukup berlemak dan panas,
dan puding Yorkshire-nya enak.
Pada gigitan kedua Colfax menyadari bahwa ada sesuatu yang sama sekali tak
beres. Mulutnya terasa terbakar dan rasa itu menjalar ke seluruh tubuhnya. Dia
merasa terbakar.
Kerongkongannya tercekik, kejang, dan dia mulai sulit mencari udara. Sersan
marinir yang duduk di seberangnya
mencengkam lehernya, dan mencoba mengatakan pada sersan itu apa yang
terjadi, tapi tak sepatah kata pun terucapkan. Api dalam tubuhnya serasa
menjalar dengan lebih cepat, dan dia amat tersiksa. Tubuhnya menjadi kaku dan
kejang, lalu terbalik ke belakang, ke lantai.
60
mengetahui apa yang sedang terjadi di negerinya, tapi kedua pengiringnya yang
diam terus-menerus menolak
departemen perbendaharaan.
"Bagaimana hal itu sampai bisa terjadi?" tanya Robert Di Silva dengan suara
bergetar karena marahnya. Dia berpaling pada jenderal itu. "Anda sudah diberi
tahu betapa pentingnya Thomas Colfax itu bagi kami."
Jenderal itu mengangkat tangannya tak berdaya. "Kami sudah mengambil semua
langkah pengamanan sebisa-bisanya, Tuan. Kini kami sedang menyelidiki
bagaimana orang sampai bisa menyelundupkan racun asam biru itu ke —"
"Saya sama sekali tak peduli bagaimana orang melakukannya! Colfax sudah
mati!"
"Banyak sekali," sahut Di Silva. "Mencari saksi saja sulitnya bukan main. Apa
lagi sampai bisa memperlihatkan arsip-arsip dan pembukuan keuangannya. Saya
berani bertaruh bahwa akan ada saja pembela yang mengatakan semua catatan
dan buku itu palsu."
"Jadi apa yang akan kita lakukan sekarang?" tanya seorang dari departemen
perbendaharaan.
Jennifer Parker sedang dalam perjalanan pulang dari Singapura. Kita punya
cukup bukti untuk menyingkirkannya selama-lamanya. Sementara dia kita tahan,
akan kita suruh dia menarik Michael Moretti pula. "Dia berpaling pada Adam.
61
Terdengar dengung suara protes orang. Sesaat kemudian pintu dibuka. Kedua
orang petugas FBI yang duduk dengan Jennifer di bagian depan pesawat bangkit.
"Maaf, kami tak bisa menahan Anda di sini. Kami mendapat perintah untuk
membawa Anda ke Penjara Riker's Island."
Jennifer duduk di tempat duduk belakang, diapit oleh kedua petugas FBI itu. Dia
tidak berkata apa-apa, tapi otaknya sibuk bekerja. Kedua laki-laki itu tak mau
berbicara selama perjalanan menyeberangi samudra, maka Jennifer tak bisa
menduga betapa besar kesulitan yang dihadapinya. Dia tahu bahwa keadaannya
serius, karena tidaklah mudah untuk mendapatkan ekstradisi.
Dia tak bisa berbuat apa-apa untuk membela dirinya, sementara dia berada
dalam penjara. Usahanya yang pertama haruslah supaya dia bisa bebas dengan
jaminan.
Tapi tidak akan lama, pikir Jennifer. Michael akan membebaskan aku.
"Jennifer Parker."
Pengawal melihat surat perintah itu. "Kami memang menunggu Anda, Nona
Parker. Anda mendapat tempat di kamar tahanan nomor tiga."
Jennifer mengangkat gagangnya sambil berdoa semoga Michael Moretti ada. Dia
mulai memutar nomor.
Michael Moretti memang sudah menunggu telepon dari Jennifer. Selama dua
puluh empat jam, dia tidak berpikir tentang yang lain. Dia sudah menerima
informasi waktu Jennifer mendarat di London, waktu pesawatnya
meninggalkan Heathrow, dan waktu dia tiba kembali di New York. Dia duduk di
meja kerjanya sambil mengikuti dalam angannya, perjalanan Jennifer ke Riker's
Island.
Dibayangkannya Jennifer masuk ke penjara itu. Dia pasti akan minta izin untuk
menelepon sebelum dia dimasukkan ke sel.
Jennifer pasti akan meneleponnya. Hanya itu yang diharapkannya. Satu jam lagi
dia akan minta agar Jennifer dibebaskan dari situ; dan perempuan itu kemudian
akan mendatanginya. Michael Moretti membayangkan saat Jennifer Parker
berjalan melewati pintu.
Adam Warner adalah ayah dari anak Jennifer. Michael kini yakin Jennifer telah
membohonginya sejak awal, mengatakan padanya bahwa ayah Joshua telah
meninggal. Yah, itu memang suatu ramalan yang akan segera menjadi
kenyataan, kata Michael sendiri. Dia terlanda konflik yang ironis. Di satu pihak,
dia punya senjata yang ampuh yang bisa menghina dan menghancurkan Adam
Warner. Dia bisa memeras Adam Warner dengan ancaman akan menyiarkan
hubungannya dengan Jennifer; tapi bila itu dilakukannya, dia akan membeberkan
pula tentang dirinya sendiri. Bila keluarga-keluarga lain sampai mendengar —
dan mereka pasti akan mendengarnya — bahwa peliharaan Michael adalah
kekasih simpanan dari ketua Panitia Penyelidikan Senat, maka Michael akan
menjadi bahan tertawaan. Dia tidak akan bisa lagi Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/
Seorang suami yang bisa dipermainkan perempuan tak pantas menjadi seorang
kepala. Maka, bagaimanapun
Michael melihat ke peta kecil yang digambarkan secara kasar di atas meja
kerjanya di depannya. Peta itu adalah peta jalan yang akan dilalui Adam Warner
dalam perjalanannya untuk menghadiri suatu perjamuan makan malam pribadi
dalam rangka pengumpulan dana malam itu. Peta itu telah dibeli Michael
Moretti dengan harga lima ribu dolar. Peta itu akan berarti kematian Adam
Warner.
Telepon di meja kerja Michael berdering, dan dia terkejut.
Diangkatnya gagangnya dan terdengar suara Jennifer di ujung lain. Suara yang
telah membisikkan cinta kasih ke telinganya, yang telah memintanya untuk main
cinta dengannya, yang —
Beberapa saat kemudian, Michael menjangkau telepon lagi, dan memutar suatu
nomor. Dia berbicara di telepon selama beberapa menit.
"Aku tak peduli berapapun tingginya uang tebusannya. Aku mau dia keluar
sekarang juga."
"Jennifer Parker ada di Riker's Island. Satu atau dua jam lagi dia akan
dibebaskan. Jemput dia dan bawa kemari."
"Baik, Bos."
Michael bersandar di kursinya. "Katakan padanya bahwa kita tak perlu kuatir
tentang Adam Warner lagi setelah hari ini."
Jaksa Di Silva menentang pembebasan dengan jaminan atas diri Jennifer, dengan
seluruh kemampuan yang ada padanya. Mereka sedang menghadap Wil iam
Bennet, seorang hakim dari Mahkamah Agung New York.
"Yang Mulia," kata Robert Di Silva, "terdakwa telah dituduh dengan bermacam-
macam kejahatan besar. Kita telah mengekstradisikannya dari Singapura. Bila
dia boleh dibebaskan dengan tebusan, dia akan melarikan diri ke suatu tempat, di
mana kita tak bisa mengusahakan ekstradisi. Saya mohon supaya Yang Mulia
menolak permintaan pembebasan itu."
John Lester, seorang bekas hakim yang mewakili Jennifer, berkata, "Jaksa
bersalah telah memutarbalikkan dengan cara yang kotor, Yang Mulia. Klien saya
tak pernah melarikan diri ke mana-mana. Dia ke Singapura karena suatu urusan.
Bila pemerintah menyuruhnya kembali, dia akan melakukannya dengan senang
hati. Dia seorang pengacara yang terhormat Tiraikasih Website
http://kangzusi.com/
dengan praktek yang maju di sini. Tidaklah masuk akal kalau dia harus
melarikan diri."
"Terima kasih, Yang Mulia," kata kuasa Jennifer. "Kami akan membayar
jaminan itu."
Lima belas menit kemudian, Gino Gal o membantu Jennifer memasuki bagian
belakang mobil Mercedes.
"Cepat sekali," kata laki-laki itu. Jennifer tak menjawab. Dia sedang memikirkan
apa yang terjadi. Di Singapura dia benar-benar terasing. Dia sama sekali tak tahu
apa yang sedang terjadi di Amerika Serikat, tapi dia yakin bahwa penangkapan
atas dirinya bukanlah suatu kejadian yang tak punya kaitan.
Mereka bukan ingin menangkap dia sendiri. Dia perlu benar berbicara dengan
Michael dan mencari tahu apa yang sedang terjadi. Di Silva pasti sudah yakin,
maka dia memerintahkan supaya dia dibawa kembali atas tuduhan pembunuhan.
Dia —
Gino Gal o mengucapkan dua patah kata yang menarik perhatian Jennifer.
"...Adam Warner..."
"Apa katamu?"
Gino Gal o melepaskan sebelah tangannya dari kemudi, akan melihat arlojinya.
"Kira-kira lima belas menit lagi.
Mulut Jennifer tiba-tiba terasa kering. "Di mana —?" Dia tak dapat
mengucapkan kata-kata itu. "Di ma — di mana itu akan terjadi?"
"Gino, bisakah kau berhenti di toko obat itu? Aku harus membeli sesuatu."
"Tentu." Dengan cekatan dia memutar kemudi dan membelok memasuki jalan
masuk ke pusat perbelanjaan.
"Perlukah kubantu?"
"Tidak, tidak, aku — aku hanya sebentar." Jennifer keluar dari mobil lalu masuk
bergegas. Di bagian belakang toko itu ada sebuah tempat telepon. Jennifer
membuka dompetnya.
Dia tak punya uang kecil, hanya mata uang Singapura saja.
"Bisa saya minta tukaran dengan uang kecil?" Kasir yang sedang merasa bosan
mengambil uang Jennifer dan
terus memutar.
Hari ini aku sial sekali! Ingatkah kau sepatu yang ingin kubeli di Toko Delman?
Percayakah kau, sudah mereka jual sepatu satu-satunya yang pas untukku itu."
"Pakai teleponmu sendiri," desis wanita itu. Dia kembali ke corong telepon.
"Ingatkah kau sepatu dari kulit suede yang kita lihat dulu? Habis! Jadi tahukah
kau apa yang kulakukan?
menyelamatkannya.
"Maaf," kata sekretarisnya, "Senator Warner tak ada di kantor. Apakah Anda
mau meninggalkan pesan?"
"Tidak, maaf. Kalau Anda mau —" Jennifer memutuskan hubungan. Dia
berpikir lagi, lalu cepat-cepat memutar nomor lain. "Robert Di Silva."
"
"Tolong panggil dia. Ini keadaan darurat. Cepat!" Suara Jennifer bergetar.
Jennifer memutuskan hubungan. Tak ada lagi yang bisa diperbuatnya. Sekilas
terbayang tubuh Adam yang hancur, dan dia menggigil. Dia melihat ke arlojinya
dan diam-diam berdoa semoga Di Silva masih sempat menyiapkan bantuan ke
sana.
Robert Di Silva meletakkan kembali gagang telepon, lalu menoleh pada enam
orang yang ada dalam kamar kerjanya.
"Siapa itu?"
Jennifer memasuki pintu kantor, dan mau tak mau, hati Michael tergetar melihat
kecantikannya. Begitulah selalu hatinya setiap kali dia melihat Jennifer. Di luar
dia adalah wanita tercantik yang pernah dilihatnya. Tapi di dalam, dia
pengkhianat berbahaya. Diperhatikannya bibir yang telah mengecup Adam
Warner, dan tubuh yang telah terbaring dalam pelukan Adam Warner.
Sambil berjalan, Jennifer berkata, "Michael, aku senang sekali bertemu kau.
Terima kasih karena kau sudah mengatur segalanya begitu cepat."
kerajaannya, dan dengan polos dia masih bertanya, apa yang sedang terjadi.
Tentu, pikir Michael. Supaya kau bisa berbicara lebih banyak lagi. Dia teringat
akan burung kenari kecil yang kuning, dengan leher yang sudah patah. Sebentar
lagi Jennifer akan seperti itu.
Jennifer memandang mata Michael yang hitam itu. "Kau tak apa-apa?"
"Aku lebih baik daripada biasanya." Dia bersandar di kursinya. "Beberapa menit
lagi semua kesulitan kita akan berlalu."
"Apa maksudmu?"
Ada sesuatu yang aneh dalam sikap Michael, sesuatu yang menakutkan. Tiba-
tiba Jennifer punya firasat akan adanya bahaya. Dia tahu bahwa dia harus keluar
dari sini.
Dia berdiri. "Aku belum sempat membongkar kopor-koporku. Aku akan pergi
—"
"Duduk." Nada rendah dalam suara Michael membuat bulu kuduknya berdiri.
"Michael —"
"Duduk."
Dia mengerling ke pintu. Gino Gal o sedang berdiri bersandar pada daun pintu
itu, memperhatikan Jennifer dengan air muka polos.
Mereka duduk menunggu, saling menatap, dan satusatunya bunyi dalam kamar
itu hanyalah bunyi detik jam pada dinding yang terasa nyaring. Jennifer
mencoba membaca mata Michael, namun mata itu hampa, tak ada bayangan
apaapa.
Pergi dari situ." Dikembalikannya gagang telepon, lalu melihat pada Jennifer.
"Jembatan New Canaan penuh dengan polisi."
Dia merasa senang sekali. Michael sedang memperhatikannya, dan dia berusaha
untuk menyembunyikan perasaan itu.
"Tak apa-apa," sahut Michael, "tak apa-apa. Karena bukan di situ Adam Warner
akan mati."
62
Jembatan kembar di Garden State Parkway tidak tercantum pada peta. Garden
State Parkway melintasi Sungai Raritan di antara kedua cabang Amboy yang
membelah jembatan menjadi dua, sebuah ke arah utara yang sebuah lagi ke
selatan.
duduk di depan.
sepanjang hari ini, dia aneh, diam, dan berjarak. Dia sedang
dan dia puas serta yakin bahwa tidak akan ada kesalahan.
menjadi calon presiden itu, dan ingin tahu apa yang sedang
dipikirkannya.
Pak Presiden. Sebutan itu lagi. Berdasarkan semua pengumpulan suara yang
terakhir, dia berada jauh di atas. Dia merupakan pahlawan bagi negara, dan
Adam tahu bahwa Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
Adam melihat ke depan dan tampak bahwa mereka sedang mendekati jembatan
kembar. Tetapi di depan jembatan itu ada sebuah jalan simpang, dan sebuah truk
yang besar sedang berhenti di jalan masuk di seberang jalan itu. Waktu sedan
mereka mendekati jembatan, truk itu mulai bergerak, hingga kedua kendaraan itu
tiba bersamaan di jembatan.
Sopir dinas rahasia itu menginjak rem dan memperlambat jalannya. "Lihat si
Goblok itu."
Sasaran Satu!"
Kini truk itu bersisian dengan sedan dan bersama-sama mulai memasuki badan
jembatan.
Tanpa memberi tanda, truk itu mengambil jalan kanan, mengenai sisi sedan,
memaksanya menyerempet pagar jembatan. Serentak ketiga orang dinas rahasia
mengeluarkan pistol mereka.
"Jatuhkan diri!"
menurunkan kaca pintu mobil yang di sebelah kiri, lalu mengacungkan pistol.
Tapi tak ada sasaran yang akan ditembak. Sisi badan truk menghalangi
segalanya. Sopir truk itu jauh di depan, tak kelihatan. Terasa lagi suatu
dorongan, kemudian terdengar bunyi derak waktu mobil sedan itu menabrak
pagar jembatan lagi. Sopir membanting kemudi ke kiri, berjuang supaya mobil
tetap berada di jembatan, tapi truk itu tetap mendesaknya kembali. Sungai
Raritan yang dingin gelap, mengalir deras enam puluh meter di bawah mereka.
Tetapi semua orang didalam sedan itu yakin bahwa sudah terlambat
mengharapkan bantuan untuk menyelamatkan mereka. Sopir mencoba
menghentikan mobil, tapi bemper truk yang besar itu sudah memautnya, dan
menyeret mobil kecil itu. Tinggal beberapa detik lagi truk besar itu akan berhasil
menggulingkannya dari tepi jembatan. Pengemudi sedan itu mencoba memakai
siasat mengelak, dengan secara bergantian menggunakan rem dan gas, untuk
memperlambat dan
menambah kecepatan, tapi truk itu menekannya terus ke pagar jembatan dengan
kejam. Mobil sedan itu tak punya ruangan untuk bergerak. Truk itu menutup
semua jalan untuk lewat ke sebelah kiri, sedang di sebelah kanan didesak terus
ke pagar besi jembatan. Sopir mati-matian mempertahankan kemudi, waktu truk
sekali lagi menekan sedan dengan keras, dan semua orang mendengar pagar
jembatan mulai berderak akan lepas.
Kini truk menekan makin kuat, memaksakan sedan itu ke tepi. Semua yang
berada dalam mobil merasakan mobil yang tiba-tiba miring, waktu roda depan
melanggar pagar jembatan dan jatuh ke tepi jembatan itu. Mobil itu tergantung-
gantung di tepi jembatan dan para penumpangnya mempersiapkan diri untuk
mati dengan caranya sendiri-sendiri.
Adam tidak merasa takut, dia hanya merasa sedih yang amat mendalam
mengingat kekalahan dan hidupnya yang sia-sia. Seharusnya dengan Jennifer dia
membagi hidupnya, punya anak — dan tiba-tiba sesuatu dalam dirinya seolah-
olah memberi tahu padanya, bahwa mereka punya anak.
Sedan melonjak sekali lagi dan Adam berteriak satu kali, menyesali
ketidakadilan yang telah dan yang sedang terjadi.
Di atas kepala mereka terdengar derum helikopter polisi yang sedang merendah,
dan sesaat kemudian terdengar tembakan senapan mesin. Truk itu terlonjak dan
tiba-tiba semua gerak berhenti. Adam dan yang lain-lain mendengar helikopter
itu berputar-putar di atas mereka. Mereka semua tetap tak bergerak, karena
mereka tahu bahwa gerak yang sekecil-kecilnya pun akan membuat mobil
terlempar melewati jembatan, tercebur ke air.
Terdengar lengking sirene mobil polisi yang mendekat, dan beberapa menit
kemudian terdengar suara-suara yang memekikkan perintah-perintah. Mesin
mobil truk menderum hidup kembali. Lambat dan cermat truk itu bergerak
sedikit demi sedikit, menjauhi mobil yang terjepit, membebaskan mobil itu dari
tekanannya. Mobil sedan terangkat sebentar dengan cara yang mengerikan, lalu
berhenti. Sebentar kemudian truk sudah dimundurkan supaya tidak menjadi
penghalang, Adam dan yang lain-lain bisa melihat lagi melalui kaca pintu
sebelah kiri.
Ada enam buah mobil satuan, dan polisi berseragam dengan pistol teracung
memenuhi jembatan itu.
Setelah semua orang dikeluarkan dari mobil, kapten polisi menoleh pada Adam
dan bertanya, "Apakah Anda tak apaapa, Pak?"
Dia berpaling pada Gino Gal o. "Apakah tadi kaukatakan bahwa Adam Warner
akan diledakkan di New Canaan?"
"Bangun! Kita akan bepergian." Jennifer tetap berbaring, dia pusing karena
tamparan-tamparan itu, dia mencoba menghilangkan rasa pusing itu. Michael
menariknya dengan kasar sampai berdiri.
"Mengapa?" tanya Michael. "Dulu dunia ada dalam tangan kita, tapi itu kausia-
siakan. Mengapa?" Jennifer tak menjawab.
"Apakah kau mau kuhantam lagi demi masa lalu?" Michael mendekatinya dan
mencengkam lengan Jennifer. "Mau?"
Jennifer tak bereaksi. "Kau tidak akan menyakiti siapa-siapa lagi, kau dengar
itu? Aku akan melemparkanmu ke dalam sungai menemani kekasihmu! Kalian
bisa berduaan di sana."
Ada —"
Diangkat pistolnya, dia berbalik, lalu ditembakkanya pada Jennifer. Dia masih
sempat melihat pelurunya memasuki tubuh Jennifer, sesaat sebelum polisi mulai
menembak. Masih dilihatnya darah tersembur dari dada Jennifer, lalu dia merasa
sebuah peluru menghantam dirinya, kemudian sebuah lagi.
Dilihatnya Jennifer terbaring di lantai. Michael tak tahu, mana yang lebih
menyiksa, kematian Jennifer atau kematiannya sendiri. Dirasakannya sebuah
peluru menghantamnya lagi, lalu dia tidak merasakan apa-apa lagi.
63
Seorang laki-laki berjalan ke meja penerimaan tamu dan berkata, "Saya ingin
melihat Jennifer Parker."
"Mungkin lama."
Sebuah pintu samping terbuka, dan Adam yang diapit oleh suatu tim petugas
dinas rahasia masuk. Wajahnya kurus dan cekung.
"Bagaimana dia?"
buah peluru."
Sementara itu saya mendengar rute perjalanan Anda, dan kami cepat-cepat
mengirim perlindungan. Saya rasa si Parker itu yang berencana menghancurkan
Anda."
"Kemungkinannya tipis."
Jaksa memandang Adam dengan lebih tajam lagi. "Anda sendiri tak sehat
kelihatannya. Mengapa Anda tak pulang saja dan beristirahat?"
Dokter berkata, "Dia dalam keadaan koma. Mungkin dia tidak akan sadar."
Dokter itu berjalan di depan, ke luar dari kamar, disusul oleh Di Silva, kemudian
Adam. Mereka berjalan di lorong sejauh beberapa meter, ke arah ruangan yang
bertanda ICU
"Dia ada di kamar yang pertama." Di depan pintunya ada seorang polisi yang
mengawal. Dia mengambil sikap siap waktu melihat jaksa. "Tak seorang pun
boleh mendekati kamar ini tanpa izin tertulis dari saya. Mengerti?" kata Di Silva.
"Siap, Pak."
Adam dan Di Silva memasuki kamar itu. Ada tiga buah tempat tidur di situ, yang
dua buah kosong. Jennifer terbaring di tempat tidur yang ketiga, dengan selang-
selang yang terpasang di lubang hidung dan pergelangan tangannya.
Adam mendekati tempat tidur itu dan menatapnya. Wajah Jennifer pucat sekali,
dan matanya tertutup. Dalam keadaan tenang begitu, dia kelihatan lebih muda.
Adam serasa melihat wajah gadis yang masih polos beberapa tahun yang lalu,
gadis yang berkata dengan marah padanya, Bila ada orang yang menyuap saya,
apakah Anda pikir saya akan mau tinggal di tempat seperti ini? Saya tak peduli
Anda mau apa. Pokoknya saya mau supaya saya tidak diganggu. Adam
terkenang akan keberaniannya, cita-citanya, dan sifatnya yang mudah
tersinggung. Dia seperti malaikat, yang percaya pada keadilan dan mau berjuang
untuk itu. Kemudian apa yang salah? Dia pernah dan masih mencintai gadis ini.
Tapi dia telah menentukan pilihan yang salah yang telah meracuni hidup mereka
semua, dan dia tahu bahwa dia tidak akan pernah merasa bebas dari rasa bersalah
selama hidupnya.
Dia menoleh pada dokter. "Beri tahu saya kalau dia—" Dia tak bisa
mengucapkan perkataan itu. "— kalau terjadi sesuatu."
mengucapkan selamat berpisah dalam hatinya. Lalu dia berbalik dan keluar
untuk menghadapi para wartawan yang siap menunggu.
Antara sadar dan tidak, Jennifer mendengar orang-orang itu pergi. Dia tak tahu
apa yang mereka katakan, karena katakata mereka dikacaukan oleh rasa sakit
yang mencekamnya.
Rasanya dia mendengar suara Adam, tapi dia tahu bahwa itu tak mungkin. Adam
sudah meninggal. Dia mencoba membuka matanya, tapi dia tak mampu.
Dia tinggal seorang diri. Akhirnya semua orang memang tinggal seorang diri.
Setiap orang mati dengan caranya masing-masing. Kini akan lebih mudah mati.
Dia diresapi perasaan damai yang berkah. Segera tidak akan ada lagi rasa sakit.
64
Pada suatu hari yang dingin dalam bulan Januari di Gedung Capitol, Adam-
Warner sedang disumpah sebagai presiden Amerika Serikat yang keempat puluh.
Istrinya memakai topi Tiraikasih Website http://kangzusi.com/
dari bulu musang dan sehelai mantel dari bulu musang berwarna lebih gelap,
yang meningkatkan keindahan warna kulitnya yang pucat, dari mantel itu hampir
bisa menyembunyikan kehamilannya. Dia berdiri di sebelah putrinya, dengan
bangga mereka berdua memperhatikan waktu Adam mengucapkan sumpah
jabatannya. Dan seluruh negara ikut bersenang bersama mereka bertiga. Mereka
adalah yang terbaik di Amerika: sopan, jujur, dan baik, dan mereka memang
pantas tinggal di Gedung Putih. Di sebuah kantor pengacara yang kecil di Kelso,
Washington, Jennifer Parker duduk seorang diri melihat pelantikan itu di tv. Dia
nonton terus sampai acara terakhir dari upacara selesai, Adam, Mary Beth, dan
Samantha meninggalkan pentas, dikelilingi oleh petugas-petugas dinas rahasia.
Kemudian Jennifer memadamkan pesawat tv dan melihat gambar-gambar di
layar itu hilang. Sama benar halnya dengan mematikan masa lalu: menutup
semua yang sudah terjadi atas dirinya — cinta, kematian, kesenangan, serta rasa
sakit.
Tak satu pun yang bisa menghancurkan dirinya. Dia adalah orang yang selamat
dalam perjuangannya.
Dikenakannya topi dan mantelnya lalu berjalan ke luar, berhenti sebentar untuk
melihat papan nama yang bertulisan: Jennifer Parker, Penasihat Hukum. Sesaat
dia terkenang akan dewan juri yang telah membebaskannya. Dia masih tetap
seorang pengacara, sebagaimana ayahnya dulu. Dan dia akan terus mencari
sesuatu yang sulit didapatkan, yang disebut keadilan. Dia berbalik menuju
gedung pengadilan.
Jennifer berjalan lambat-lambat di sepanjang jalan sepi yang bekas tersapu
angin. Salju turun dengan halus, seolah-olah menyelimutkan selendang sifon ke
bumi. Dari sebuah apartemen tak jauh dari situ, tiba-tiba terdengar suara orang
bergembira-ria, yang rasanya begitu asing, hingga Jennifer berhenti sebentar
untuk mendengarkan. Mantelnya
mengintip ke tirai salju yang ada di hadapannya, seolah-olah dia ingin melihat ke
masa depannya.
Namun masa lalunyalah yang tampak olehnya, dan dia mencoba mengingat-
ingat kapan masa bahagianya berakhir.
0ooo0