43219210038
PEREKONOMIAN INDONESIA
ACC Perek 8
Dari sisi permintaan agregat, faktor yang sangat dominan adalah peningkatan tingkat
pendapatan masyarakat rata-rata yang perubahannya mengakibatkan perubahan dalam selera
dan komposisi barang-barang yang dikonsumsi. Hal ini menggairahkan pertumbuhan industri
baru.
Dari sisi penawaran agregat, faktor utamanya adalah perubahan teknologi dan penemuan
bahan baku atau material baru untuk berproduksi, yang semua ini memungkinkan untuk
membuat barang-barang baru dan akibat realokasi dana investasi serta resources utama
lainnya dari satu sektor ke sektor yang lain. Realokasi ini disebabkan oleh kebijakan,
terutama industrialisasi dan perdagangan, dari pemerintah yang memang mengutamakan
pertumbuhan output di sektor-sektor tertentu, misalnya industri (Tulus Tambunan, 1996).
Profil Perekonomian Indonesia Akhir Pelita V
Profil ekonomi memberikan gambaran luar atau pola garis bentuknya (countour), sedangkan
strktur ekonomi menggambarkan bagian dalamnya (anatomi) suatu perekonomian.
Profil perekonomian Indonesia menjelang akhir Pelita V ditunjukkan oleh empat segi yang
kait mengkait dalam perkembangan keadaan, yaitu : pertumbuhan ekonomi, lapangan kerj
aproduktif, neraca perdangan dan pembayaran luar negeri, perkembangan harga dalam negeri
(infalsi). Empat segi permasalahan itu sekaligus dijadikan serangkaian tolok ukur dalam
penilaian kita tentang jalannya perekonomian dalam perjalanan waktu.
(Soemitro Djojohadikusumo, 1993).
a. Pertumbuhan Ekonomi
Kebijaksanaan deregulasi sejak tahun 1983 mendorong terjadinya ekspansi ekonomi dan
ekspansi moneter. Serangkaian deregulasi mendorong kegitan swasta untuk melakukan
ekspansi ekonomi. Sementara meningkatnya permintaan domestik, baik permintaan untuk
konsumsi maupun untuk investasi, mendorong terjadinya ekspansi moneter.
- Laju pertumbuhan ekspor rata-rata 15% (1989-1991) dengan nilai US$19 miliar (1988)
meningkat hampir US$30 miliar (1991), jenisnya : 52% barang manufaktur, 37% migas dan
non-migas 11% (ada diversifikasi ekspor).
-Laju pertumbuhan impor rata-rata 25% (1988 – 1991), jenisnya: sebagian besar berupa
peralatan barang modal dan bahan baku.
-Meskipun laju pertumbuhan impor lebih besar dari pada laju pertumbuhan ekspor, namun
total nilai ekspor masih lebih besar dibandingkan impor, sehingga masih menghasilkan saldo
surplus (positif). Akan tetapi neraca jasa, terutama karena bearnya beban pembayaran jasa
pemakaian modal (bunga hutang luar negeri) selalu menghasilkan saldo defisit (negatif).
Akibatnya transkasi berjalan selalu mengalami defisit, yang cenderung makin besar: US$1,6
miliar (1989), membengkak menjadi US$4,5 miliar (1992).
2) Neraca Modal dan Cadangan Devisa
- Neraca Modal mencatat perhitungan transaksi lalu lintas modal (pemasukan dan pengeluaran
modal atau devisa). Oleh pemerintah selalu diusahakan agar neraca modal ini menghasilkan
saldo surplus (positif) untuk menutup defisit transaksi berjalan.
- Selama periode yang sama (1992) defisit transaksi berjalan dapat diimbangi oleh pemasukan
modal (pinjamanluar negeri pulsu investasi langsung) sebesar US$5,6 miliar setahun. Hal itu
juga menambah cadangan devisa.
- Jumlah cadangan devisa yang langsung dikuasai oleh Bank Indonesia meningkat dari US$ 6,6
miliar (1989) menjadi US$11,5 miliar. Bila ikut diperhitungkan jumlah devisa yang berada di
bank-bank di luar bank Sentral, dan ditambah dengtan stand-by loans, maka kekuatan
cadangan devisa secara nasional adalah sekitar US$15 miliar (cukup untuk pembiayaan
selama enam bulan).
d. Perkembangan Harga
· Laju Inflasi 9,5% (1990,1991) turun sampai 6-7% (1992). Kebijaksanaan pengendalian
inflasi perlu diteruskan sehingga dapat dicapai rata-rata 5% pada Pelita VI.
· Pengendalian Inflasi Penting untuk :
1) Menjaga stabilitas ekonomi internal dan eksternal (tekanan neraca pembayaran luar negeri)
2) Memperkuat daya saing produk ekspor di luar negeri
3) Mendorong hasrat masyarakat untuk menabung
2. Perkembangan ekonomi Indonesia selama masa 25 tahun berselang diteroping dari sudut
pandang tentang pembangunan ekonomi sebagai proses transisi yang dalam perjalanan waktu
ditandai oleh transformasi multidimensional dan menyangkut perubahan pada struktur
ekonomi. Akan ditinjau beberapa pokok dalam perubahan struktur selama lima tahap Pelita
(Pembangunan Jangka Panjang Tahap I).
3) Adanya Perbedaan laju pertumbuhan sektor pertanian dan laju pertumbuhan sektor industri
Secara menyeluruh laju pertumbuhan ekonomi selama Pelita V mencapai 6,8 per tahun,
dimana laju pertumbuhan sektor pertanian hanya 2,7% per tahun, sedangkan laju
pertumbuhan sektor industri mencapai 11% per tahun.
· Sumber daya produksi khususnya investasi sangat penting bagi pembangunan baik secara
kuantitatif (menyangkut jumlahnya) maupun secara kualitatif (menyangkut alokasinya).
· Alokasi sumber dayaproduksi dalam proses pembangunan menyangkut pola penggunaan
sumber daya produksi antar sektor, antar daerah dan antar lingkungan kota dan daerah
pedesaan. Selama PJPT I telah terjadi perubahan struktural di bidang produksi dan
perdagangan, namun mengenai k esempatan kerja tetap statis.
a. Struktur Produksi : Pelita I (1969-1973) sektor pertanian menyumbang 44%, sektor industri
9%. Menjelang akhir Pelita V (1989-1993) sektor pertanian menyumbang 19%, sedang sektor
industri sudah 20%. Dari sudut peranan industri, Indonesia memasuki kategori negara semi
industri.
b. Struktur Perdagangan, dilihat dari jenis komoditi dan sumbangannya terhadap nilai ekspor :
Akhir Pelita I (1973) sumbangan minak dan gas bumi (Migas) sebesar 75%, sumbangan
sektor di luar migas (non migas) sebesar 25%. Pada akhir Pelita V (1993) terjadi perubahan
perimbangan, yaitu dari sektor migas 34%, sedang dari sektor non migas meningkat 66%.
- Terjadi proses diversifikasi di bidang produksi dan perdaganagn : Akhir Pelita V
sumbangan sektor non-migas (66%) terdiri dari : 71% produk industri, 15% produk pertanian
dan 4% hasil pertambangan.
c. Perkembangan Kesempatan Kerja : selama 25 tahun struktur dan sifat kesempatan kerja
masih tetap statis :
- Jadi struktur lapangan kerja tidak banyak mengalami perubahan (relatif statis), yakni masih
tertumppu pada sektor pertanian. Sebab sumbangan produksi yang mengalami penurunan
26%, hanya diikuti penurunan kesempatan kerja 9%. Sebaliknya sumbanga produksi sektor
industri yang meningkat 10%, hanya diikuti pertambahan kesempatan kerja 3%.
- Ketidakserasian antara perubahan struktur produksi dan struktur Lapangan kerja itu ada
kaitannya dengan sifat khas yang melekat pada perekonomian Indonesia (negara
berkembang), yaitu :
1) Permintaan tenaga meningkat lebih cepat dikawasan perkotaan
2) Mobilitas tenaga kerja antar sektor kurang lancar
3) Tidak akses yang sama untuk mendapatkann modal berupa dana atau tanah yang baik
4) Investasi dan penerapan teknologi diutamakan di bidang modern pada masing-masing
sektor
5) Laju pertambahan penduduk melampaui tingkat permintaan tenaga kerja.