Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

UJIAN AKHIR SEMESTER GENAP TA 2019/2020

PENDIDIKAN ANTI KORUPSI

UPAYA PEMBERANTASAN KORUPSI DI INDONESIA

NAMA : ALBERT

NIM : 03051170070

PROGRAM STUDI : ILMU HUKUM

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena

hanya dengan rahmat-Nyalah kami akhirnya bisa menyelesaikan makalah yang

berjudul “Upaya Pemberantasan Korupsi di Indonesia” ini dengan baik tepat

pada waktunya.

Tidak lupa saya menyampaikan rasa terima kasih kepada bapak dosen,

Dr.Japansen Sinaga, S.H., M.Hum., yang telah memberikan banyak bimbingan

serta masukan yang bermanfaat dalam proses pembelajaran selama perkuliahan

sebagai landasan saya dalam menyusun makalah ini.

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii

DAFTAR ISI ......................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2

1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 4

2.1 Akibat dari Korupsi .................................................................................. 4

2.2 Peran serta Masyarakat dalam Upaya Pemberantasan Korupsi ............. 10

2.3 Peran Pemerintah dalam Memberantas Korupsi. ................................... 11

2.4 Upaya Memberantas Korupsi ................................................................. 12

BAB III KESIMPULAN ..................................................................................... 14

3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 14

3.2 Saran ....................................................................................................... 15

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 17

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Korupsi sudah menjadi fenomena yang biasa di dalam masyarakat,

Pelaku korupsi di Tanah Air dalam 10 tahun terakhir semakin meluas

sehingga tidak ada lagi tempat yang benar-benar steril dari tindakan korup.

Saat ini pelaku korupsi sudah beragam mulai dari artis, pengusaha, ustadz,

pendeta bahkan DPRD juga mulai ikut melakukan korupsi akhir-akhir ini.

Di Indonesia dapat dikatakan bahwa sepertinya korupsi sudah menjadi

budaya yang berkembang. Indonesia bagaikan surga bagi para pelaku dan

aktor tindak koruptor.

Korupsi mengakibatkan sebagian besar rakyat Indonesia menderita

dan hidup dalam kemiskinan, penanggulangan korupsi menjadi pr bersama

mengingat korupsi berkembang begitu pesat bagaikan jamur hingga

merambah ke instansi terbawah sekalipun.

Pemberantasan Tindak Pidana korupsi di atur dalam UU nomor 31

tahun 1999, UU nomor 20 tahun 2001 dan bentuk pelaksanaan dari pasal

43 UU nomor 31 tahun 1999 yaitu dibentuknya UU nomor 30 tahun 2002

tentang Komisi Pemberantasan Korupsi selanjutnya disingkat KPK.

Tindak pidana korupsi di Indonesia hingga saat ini masih menjadi

salah satu penyebab terpuruknya sistem perekonomian bangsa. Hal ini

disebabkan karena korupsi di Indonesia terjadi secara sistemik, terencana,


terarah dan meluas sehingga bukan saja merugikan kondisi keuangan

negara, tetapi juga telah melanggar hak-hak sosial dan ekonomi

masyarakat secara luas. Untuk itu pemberantasan tindak pidana korupsi

tersebut harus dilakukan dengan cara luar biasa dengan menggunakan

cara-cara khusus terlebih korupsi bukan lagi merupakan suatu pelanggaran

hukum yang dilakukan secara individu tetapi sudah berkelompok.

Perkembangan korupsi di Indonesia juga mendorong

pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun, hingga kini pemberantasan

korupsi di Indonesia belum menunjukkan titik terang. Hal ini dikarenakan

banyak kasus korupsi di Indonesia yang belum tuntas diungkap oleh

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kepolisian, LSM dan alat

perangkat negara lainnya.

Menjamurnya korupsi di Indonesia merupakan wajah keterpurukan

yang harus disehatkan.Untuk itu dalam pembahasan disini penulis

mencoba untuk mengetahui upaya-upaya apa saja dalam memberantas

korupsi.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas

maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apa dampak dari terjadinya korupsi?

2. Bagaimana peran serta masyarakat dalam upaya pemberantasan

korupsi?

2
3. Bagaimana peran pemerintah dalam memberantas korupsi?

4. Apa saja upaya yang dapat dilakukan dalam memberantas korupsi?

1.3 Tujuan Penelitian

Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang telah

dipaparkan diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui dampak dari terjadinya korupsi.

2. Mengetahui peran serta masyarakat dalam upaya pemberantasan

korupsi.

3. Mengetahui peran pemerintah dalam memberantas korupsi.

4. Mengetahui upaya yang dapat dilakukan dalam memberantas

korupsi.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Akibat dari Korupsi

Korupsi berakibat sangat berbahaya bagi kehidupan manusia, baik


aspek kehidupan sosial, politik, birokrasi, ekonomi, dan individu. Bahaya
korupsi bagi kehidupan diibaratkan bahwa korupsi adalah seperti kanker
dalam darah, sehingga si empunya badan harus selalu melakukan “cuci
darah” terus menerus jika ia menginginkan dapat hidup terus. Secara
umum akibat Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) adalah merugikan
negara dan merusak sendi-sendi kebersamaan serta memperlambat
tercapainya tujuan nasional seperti yang tercantum dalam Pembukaan
Undang-undang Dasar 1945.
Semangat dan upaya pemberantasan korupsi di era reformasi
ditandai dengan keluarnya berbagai produk perundangan-undangan dan
dibentuknya institusi khusus, yaitu Komisi Pemberantasan Korupsi, Kolusi
dan Nepotisme (KKN). Harapan terhadap produk-produk hukum diatas
adalah praktek sebelum reformasi dapat dibawa kemeja hijau dan uangnya
dikembalikan pada negara, sedangkan pada pasca reformasi dapat menjadi
suatu usaha preventif.
Namun apa yang terjadi dilapangan tidaklah sesuai yang
diharapkan. Beberapa kasus dimasa orde baru ada yang sampai kemeja
hijau. Walau ada yang sampai pada putusan hakim tapi lebih banyak yang
diputuskan atau bahkan hanya sampai pada penyidik dan Berita acara
perkaranya (BAP) mungkin disimpan dilemari sebagai koleksi pribadi
pengadilan. Kemudian timbul pertanyaan bagaimana hasilnya setelah
pasca reformasi? Jawabannya adalah sama saja walaupun sebenarnya
dimasa presiden Susilo Bambang Yudoyono genderang perang terhadap
korupsi sudah menunjukan beberapa hasilnya, kalau tidak mau disebut
jalan ditempat.
Beberapa kasus besar memang telah sampai pada putusan
pemidanaan dan berkekuatan hukum tetap. Tapi perkara korupsi, kolusi
dan Nepotisme (KKN) ini bukanlah monopoli dari kalangan elit tapi juga
oleh kalangan akar rumput walaupun kerugian yang ditimbulkan sedikit.
Pertanyaan selanjutnya? Bagaimana bila suatu saat mereka bisa
menduduki jabatan stategis dan basah. Jadi mereka tinggal meningkatkan
kreativitasnya untuk korupsi. Intinya adalah masalah kesempatan saja,
yang berarti produk undang-undang dan aplikasinya hanyalah tindakan
pemberantasan dan bukan pencegahan (preventif). Korupsi ternyata bukan
hanya masalah hukum tapi juga budaya, kebiasaan dan kesempatan, moral
dan agama.
Sehingga menjadi suatu kesalahan besar ketika kita mengatakan
bahwa korupsi bisa diberantas sampai keakar-akarnya bila yang dilakukan
hanyalah sebatas pemenuhan kebutuhan yuridis. Karena realitasnya
semakin banyak peraturan justru korupsi, kolusi dan Nepotisme (KKN) ini
akan semakin meningkat. Indonesia merupakan negara yang berprestasi
dalam hal korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) dan negara-negara lain
tertinggal jauh dalam hal ini. Bahkan yang lebih menggelikan lagi ada
kalimat yang sudah menjadi semacam slogan umum bahwa Indonesia
negara terkorup tapi koruptornya tidak ada. Sepertinya ini sesuatu yang
aneh yang hanya dapat terjadi di negeri antah barantah. Selain korupsi, dua
kata yang dikaitkan dengannya adalah kolusi dan nepotisme juga
merupakan tindak pidana. Tapi apakah selama ini ada perkara yang terkait
dengan hal itu. Secara aksiomatik, akibat korupsi dapat dijelaskan seperti
berikut:
a. Bahaya korupsi terhadap masyarakat dan individu.
Jika korupsi dalam suatu masyarakat telah merajalela dan
menjadi makanan masyarakat setiap hari, maka akibatnya akan
menjadikan masyarakat tersebut sebagai masyarakat yang

5
kacau, tidak ada sistem sosial yang dapat berlaku dengan baik.
Setiap individu dalam masyarakat hanya akan mementingkan
diri sendiri (self interest), bahkan selfishness. Tidak akan ada
kerjasama dan persaudaraan yang tulus.
Fakta empirik dari hasil penelitian di banyak negara dan
dukungan teoritik oleh para ilmuwan sosial menunjukkan bahwa
korupsi berpengaruh negatif terhadap rasa keadilan sosial dan
kesetaraan sosial. Korupsi menyebabkan perbedaan yang tajam
di antara kelompok sosial dan individu baik dalam hal
pendapatan, prestise, kekuasaan dan lain-lain.
Korupsi juga membahayakan terhadap standar moral dan
intelektual masyarakat. Ketika korupsi merajalela, maka tidak
ada nilai utama atau kemuliaan dalam masyarakat.

b. Bahaya korupsi terhadap generasi muda.


Salah satu efek negatif yang paling berbahaya dari korupsi
pada jangka panjang adalah rusaknya generasi muda. Dalam
masyarakat yang korupsi telah menjadi makanan sehari-harinya,
anak tumbuh dengan pribadi antisosial, selanjutnya generasi
muda akan menganggap bahwa korupsi sebagai hal biasa (atau
bahkan budayanya), sehingga perkembangan pribadinya
menjadi terbiasa dengan sifat tidak jujur dan tidak
bertanggungjawab. Jika generasi muda suatu bangsa keadaannya
seperti itu, bisa dibayangkan betapa suramnya masa depan
bangsa tersebut.

c. Bahaya korupsi terhadap politik.


Kekuasaan politik yang dicapai dengan korupsi akan
menghasilkan pemerintahan dan pemimpin masyarakat yang
tidak legitimate di mata publik. Jika demikian keadaannya,
maka masyarakat tidak akan percaya terhadap pemerintah dan

6
pemimipin tersebut, akibatnya mereka tidak akan akan patuh
dan tunduk pada otoritas mereka. Praktik korupsi yang meluas
dalam politik seperti pemilu yang curang.
Tampaknya money politics menjadi “biasa” dalam
kehidupan perpoltikan (sistem politik) kita dan terus
berlangsung hingga kini. Siapapun yang menjabat jabatan publik
akan terjerat pada permasalahan yang sama. Bila integritas
penjaba ublik itu rendah, maka dia akan menikmati jabatannya
itu.
Akibatnya, si pejabat busuk itu akan menggerogoti negara.
Dana yang seharusnya digunakan untuk menyejahterakan
masyarakat diakalai untuk kepentingan diri dan kelompoknya,
atau orang dapat memuluskan perbuatan korupsinya. Adapun
masyarakat harus puas dengan uang atau barang yang
diterimanya saat kampanye pemilihan berlangsung. Tragis
memang, tapi itulah kenyataan yang kita hadapi saat ini. Perlu
waktu untuk membenahi masalah ini,
Siapa yang salah? Tidak perlu mencari kambing
hitam, kita harus berani mengakui bahwa kita semua yang salah.
Kitalah membiarkan pembuatan sistem yang dapat memberi
peluang terjadinya korupsi politik sehingga memberi peluang
manusia busuk menjadi pejabat publik. Salah satu kasusyang
muncul adalah pemalsuan Daftar Pemilih tetap (dalam pilkada
Gubernur Provinsi Jawa Timur seperti yang pernah ditangani
polda Jawa Timur tapi tidak tuntas penangananya). Bahkan
dalam pemilu legislafif 2009 dan pemilihan presiden 2009, DPT
inipun masih bermasalah yang tampaknya mengunakan prinsip “
Menghalalkan segala cara” berlaku kental di bidang politik.
Kekerasan dalam pemilu, money politics dan lain-
lain juga dapat menyebabkan rusaknya demokrasi, karena untuk
mempertahankan kekuasaan, penguasa korup itu akan

7
menggunakan kekerasan (otoriter) atau menyebarkan korupsi
lebih luas lagi di masyarakat. Di samping itu, keadaan yang
demikian itu akan memicu terjadinya instabilitas sosial politik
dan integrasi sosial, karena terjadi pertentangan antara penguasa
dan rakyat. Bahkan dalam banyak kasus, hal ini menyebabkan
jatuhnya kekuasaan pemerintahan secara tidak terhormat, seperti
yang terjadi di Indonesia.
Kita harus memperbaiki sistem politik di negeri ini karena
dari sinilah semua aturan bidang atau sektor ditentukan. Semua
kegiatan bangsa ini diatur oleh politik, termasuk mengartikulasi
aspirasi masyarakat yang sering terjebak ke dalam kepentingan
pribadi atau kelompok. Seyogyanya kepentingan
umumdiutamakan bukan kepentingan kelompok atau golongan
atau pribadi, hal itu harus di tuangkan dalam aturan yang
disepakati bersama dan ditegakan secara benar, lugas dan
tuntas.

d. Bahaya korupsi terhadap ekonomi


Korupsi merusak perkembangan ekonomi suatu bangsa.
Jika suatu projek ekonomi dijalankan sarat dengan unsur-unsur
korupsi (penyuapan untuk kelulusan projek, nepotisme dalam
penunjukan pelaksana projek, penggelepan dalam
pelaksanaannya dan lain-lain bentuk korupsi dalam projek),
maka pertumbuhan ekonomi yang diharapkan dari projek
tersebut tidak akan tercapai.
Penelitian empirik oleh Transparency International
menunjukkan bahwa korupsi juga mengakibatkan berkurangnya
investasi dari modal dalam negeri maupun luar negeri, karena
para investor akan berfikir dua kali ganda untuk membayar
biaya yang lebih tinggi dari semestinya dalam berinvestasi
(seperti untuk penyuapan pejabat agar dapat izin, biaya

8
keamanan kepada pihak keamaanan agar investasinya aman dan
lain-lain biaya yang tidak perlu). Sejak tahun 1997, investor dari
negara-negera maju (Amerika, Inggris dan lain-lain) cenderung
lebih suka menginvestasikan dananya dalam bentuk Foreign
Direct Investment (FDI) kepada negara yang tingkat korupsinya
kecil.

e. Bahaya korupsi terhadap birokrasi


Korupsi juga menyebabkan tidak efisiennya birokrasi dan
meningkatnya biaya administrasi dalam birokrasi. Jika birokrasi
telah dikungkungi oleh korupsi dengan berbagai bentuknya,
maka prinsip dasar birokrasi yang rasional, efisien, dan
kualifikasi akan tidak pernah terlaksana. Kualitas layanan pasti
sangat jelek dan mengecewakan publik. Hanya orang yang
berpunya saja yang akan dapat layanan baik karena mampu
menyuap. Keadaan ini dapat menyebabkan meluasnya
keresahan sosial, ketidaksetaraan sosial dan selanjutnya
mungkin kemarahan sosial yang menyebabkan jatuhnya para
birokrat.

f. Bahaya korupsi pada penggunaan Aset Negara


Inventarisasi aset negara sudah dilakukan beberapa kali,
tapi datanya selalu terdapat selisih. Banyak kemungkinan yang di
rekayasa, contoh lain pada perumahan dinas, terdapat
kecenderungan karyawan atau anggota kesatuan yang terus
menempati rumah dinas walaupun sudah pensiun atau
purnawirawa. Penelitian pada 1988 di polrs Jakarta Pusat,
perumahan dinas waktu itu hanya 353 persen yang ditempati
petugas yang masih aktif, yang selebihnya masih ditempati
purnawirawan. Mereka merasa memiliki rumah dinas tersebut
karena pada saat masuk telah membayar kepada penghuni lama.

9
Karena itu, negara harus membuat rumah dinas setiap tahunnya,
akibatnya terjadi pemborosan yang tidak perlu dan penambahan
fasilitas dinas yang kurang diperlukan, sedangkan yang
seharusnya diperlukan tidak diadakan karena pola pendekatan
yang dilakukan penuh dengan aroma KKN. Pada level tertentu
masih terjadi pengaturan penyelesaian masalah hukum dengan
kebijakan yang dibuat oleh pemimpin penegak hukum sehingga
kasusnya tidak ditangani secara benar.

2.2 Peran serta Masyarakat dalam Upaya Pemberantasan Korupsi

Menurut Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, terdapat bentuk serta peran

masyarakat dalam pemberantasan korupsi, antara lain:

a. Masyarakat berhak untuk memperoleh, mencari, dan

memberikan informasi adanya dugaan tindak pidana korupsi

yang diketahui;

b. Masyarakat berhak untuk memperoleh layanan dalam

memperoleh, mencari, dan memberikan informasi adanya

dugaan tindak pidana korupsi yang diketahui;

c. Masyarakat berhak untuk menyampaikan pendapat maupun

saran secara bertanggung jawab kepada penegak hukum yang

menangani perkara tersebut;

d. Masyarakat berhak untuk memperoleh perlindungan hukum

10
e. Masyarakat berhak untuk memperoleh jawaban atas laporan

yang diberikan kepada penegak hukum paling lama 30 hari;

dan

f. Masyarakat berhak untuk menerima penghargaan dari

pemerintah.

2.3 Peran Pemerintah dalam Memberantas Korupsi.

Indonesia memiliki satu lembaga yang bertugas sebagai pecegah

dan pemberantasan korupsi, lembaga tersebut bernama Komis

Pemberanatsan Korupsi (KPK). Pembentukan KPK ini tidak lepas dari

banyaknya kasus korupsi di Indonesia.

KPK merupakan lembaga negara yang independen yang dalam

melaksanakan tugas dan wewenangnya bebas dari kekuasaan manapun,

dibentuk sebagai pendorong atau stimulus agar upaya pemberantasan

korupsi oleh lembaga yang telah ada lebih efektif.

KPK yang ditetapkan melalui Undang-undang Nomor 30 Tahun

2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, memiliki tugas dan

wewenang sebagai berikut:

a. Memacu aparat hukum lain untuk memberantas korupsi;

b. Mewujudkan keberhasilan penindakan terhadap pelaku korupsi;

c. Membangun kepercayaan masyarakat;

d. Mendorong pemerintah mewujudkan good governance;

11
e. Membangun kultur yang mendukung pemberantasan korupsi.

2.4 Upaya Memberantas Korupsi

Terdapat 4 (empat) upaya yang dapat dilakukan untuk

memberantas korupsi, yaitu:

a. Upaya Preventif/ Pencegahan

- Menerima karyawan berdasarkan prinsip keterampilan

teknis atau jujur

- Menciptakan aparatur pemerintahan yang jujur dan disiplin

kerja yang tinggi

- Sistem keuangan sebaiknya dikelola oleh pejabat yang

memiliki tanggung jawab etis tinggi

b. Upaya Kuratif/ Penindakan

Upaya ini dilakukan kepada orang yang terbukti melanggar

diberikan peringatan hingga pemecatan tidak terhormat sampai

dihukum pidana.

c. Upaya Edukasi Masyarakat/ Mahasiswa

Salah satu upaya yang efektif adalah diadakannya kelas

Pendidikan Anti Korupsi agar masyarakat/ mahasiswa sadar

akan bahayanya korupsi dan belajar cara mengupayakan tindak

pidana korupsi.

d. Upaya Edukasi Lembaga Swadaya Masyarakat

12
Contoh LSM yang telah dibentuk di Indonesia adalah ICW

atau Indonesia Corruption Watch, lahir di tengah gerakan

reformasi yang menghendaki pemerintahan pasca Soeharto

yang bebas korupsi.

13
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Korupsi merupakan tindakan melawan hukum untuk memperkaya

diri sendiri/orang lain (perseorangan atau sebuah korporasi), yang secara

langsung maupun tidak langsung merugikan keuangan atau prekonomian

negara, yang dari segi materiil perbuatan itu dipandang sebagai perbuatan

yang bertentangan dengan nilai-nilai keadilan masyarakat. Korupsi

berakibat sangat berbahaya bagi kehidupan manusia, baik dalam aspek

kehidupan sosial, politik, birokrasi, ekonomi, dan individu. Tindakan-

tindakan korupsi merupakan bentuk penyelewengan dari butir-butir

Pancasila. Beberapa upaya yang dapat ditempuh dalam memberantas

tindak korupsi di Indonesia, antara lain: upaya pencegahan (preventif),

upaya penindakan (kuratif), upaya edukasi masyarakat/mahasiswa, dan

upaya edukasi LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat).

Korupsi di indonesia telah merupakan kejahatan yang luar biasa

yang menjangkau semua lembaga negara, baik eksekutif, legislative dan

juga yudikatif, karena pelaku koruptif para oknum penjabatnya baik pusat

maupun didaerah yang cenderung tidak taat asas dan menyalahgunakan

kewenangan yang ada padanya. Untuk itu perunya sosialisasi dan

diseminasi yang meluas dan intensif kepada semua elemen bangsa untuk

senantiasa memahami dan mengamalkan secara nuata dan istiqomah.

14
Nilai-nilai pancasila baik melalui peningkatan kualitas, pengamalan ajaan

agama, dan kepercayaan yang di anutnya, memberikan contoh keteladan

hidup yang baik.

Pola hidup sederhana yang peduli tehadap sesama berdasarkan

nilai-nilai kemanusiaan yang univeral maka dapat dipastikan upaya

penanggulangan korupsi secara permanen dan berkelanjutan baik yang

bersifat pencegahan pemberantasan denga penuh optimis dapat

diwujudkan secara optimal.

3.2 Saran

Dukungan terhadap pencegahan dan pemberantasan korupsi tidak

cukup hanya mengandalkan satu instrumen hukum yaitu Undang-Undang

Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Berbagai peraturan perundang-

undangan atau instrumen hukum lain perlu dikembangkan. Perlu peraturan

perundang-undangan yang mendukung pemberantasan korupsi yaitu

Undang-Undang Tindak Pidana Money Laundering atau pencucian uang.

Untuk melindungi saksi dan korban tindak pidana korupsi, perlu instrumen

hukum berupa Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban. Untuk

memberdayakan pers, perlu UU yang mengatur pers yang bebas. Perlu

mekanisme untuk mengatur masyarakat yang akan melaporkan tindak

pidana korupsi dan penggunaan elektronic surveillance agar tidak

melanggar privacy seseorang. Hak warganegara untuk secara bebas

menyatakan pendapatnya juga perlu diatur. Selain itu, untuk mendukung

15
pemerintahan yang bersih, perlu instrumen kode etik yang ditujukan

kepada semua pejabat publik, baik pejabat eksekutif, legislatif, maupun

code of conduct bagi aparat lembaga peradilan (kepolisian, kejaksaan, dan

peradilan).

16
DAFTAR PUSTAKA

Bibit S. Rianto (BRS Wisnuwardhana) dan Nurlis E. Meuko, 2009. Koruptor Go


To Hell Mengupas Anatomi Korupsi di Indonesia. Jakarta. Hikmah (PT Mizan
Publika)

Buku Kompas, 2010. Rindu Pancasila. Jakarta. PT kompasMedia Nusantara

Dr. Mansyur Semma, 2008. Negara Dan Korupsi. Jakarta. Yayasan Obor
Indonesia

Klitgaard, Robert, 2005. Membasmi Korupsi. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia.

Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana


Korupsi

17

Anda mungkin juga menyukai