Anda di halaman 1dari 29

nursing blog

Monday, April 7, 2014

Asuhan Keperawatan Alzheimer

ALZHEIMER

BAB I

KONSEP TEORI

1. Segi Medis

A. Pengertian

Penyakit Alzheimer adalah penyakit degeneratif otak yang progresif, yang mematikan sel otak sehingga
mengakibatkan menurunnya daya ingat, kemampuan berpikir, dan perubahan perilaku.

(Wahyudi Nugroho, 2002, hal 176)

Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang bersifat degeneratif dan progresif pada otak yang
menyebabkan cacat spesifik pada neuron, serta mengakibatkan gangguan memori, berpikir, dan tingkah
laku.

(Sylvia, A. Price, 2006, hal 1134)

Penyakit alzheimer adalah penyakit degenerasi neuron kolinergik yang merusak dan menimbulkan
kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun ke atas.

(Arif Muttaqin, 2008, hal 364)

Kesimpulannya, penyakit Alzheimer adalah penyakit degeneratif yang menyerang sel otak secara
progresif yang mengakibatkan penurunan daya ingat, gangguan memori, berpikir tingkah laku dan
kelumpuhan yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun ke atas.
B. Etiologi

Penyebab degenrasi neuron kolinergik pada penyakit Alzheimer tidak diketahui. Sampai sekarang belum
satupun penyebab penyakit ini diketahui, tetapi ada tiga teori utama mengenai penyebabnya, yaitu :

1. Virus lambat

Merupakan teori yang paling populer(meskipun belum terbukti) adalah yang berkaitan dengan virus
lambat. Virus-virus ini mempunyai masa inkubasi 2-30 tahun sehingga transmisinya sulit dibuktikan.
Beberapa jenis tertentu dari ensefalopati viral ditandai oleh perubahan patologis yang menyerupai plak
senilis pada penyakit Alzheimer.

2. Proses Autoimun

Teori autoimun berdasarkan pada adanya peningkatan kadar antibodi-antibodi reaktif terhadap otak
pada penderita penyakit Alzheimer. Ada dua tipe amigaloid(suatu kompleks protein dengan ciri seperti
pati yang diproduksi dan dideposit pada keadaan-keadaan patologis tertentu), yang satu kompos isinya
terdiri atas rantai-rantai IgG dan yang lainnya tidak diketahui. Teori ini menyatakan bahwa komplek
antigen-antibodi dikatabolisir oleh fagosit dan fragmen-fragmen imunoglobulin dihancurkan di dalam
lisosom.

3. Keracunan aluminium

Teori keracunan aluminium menyatakan bahwa karena aluminium bersifat neurotoksik, maka dapat
menyebabkan perubahan neuofibrilar pada otak. Deposit aluminium telah diidentifikasi pada beberapa
klien dengan penyakit Alzheimer, tetapi beberapa perubahan patologi yang menyertai penyakit ini
berbeda dengan yang terlihat pada keracunan aluminium.

(Arif Muttaqin, 2008, hal 364-365)

C. Patofisiologi

Proses penuaan yang terjadi pada otak dapat berupa penurunan berat otak, pelebaran sulci serebral,
penyempitan gyrus dan pembesaran ventrikel-ventrikel.

Terjadinya penyakit Alzheimer ini disebabkan karena adanya proses degeneratif dan hilangnya
kemampuan selektif sel-sel dalam korteks serebral. Hilangnya sel-sel otak baik di kortikal maupun
struktur subkortikal misalnya sel cholinergik mengakibatkan menurunnya produksi neurotransmiter
acethylcoline sampai dengan 75 %.

Hal ini yang kemudian menimbulkan gangguan kognitif. Neuro transmiter lain yang mengalami
penurunan adalah nerophinephrine, dopamin, serotinin.

Secara mikroskopik pasien alzheimer ditemukan adanya lesi pada jaringan otak yang berupa “Neuritic
Plague, Neurofibrillary tangles” serta adanya degenerasi granulo vaskuler. Neuritic Plague mengelilingi
sel-sel saraf terminal baik akson maupun dendrit yang mengandung amiloid protein. Penumpukan
Neuritic Plague pada frontal korteks dan hipokampus mengakibatkan penurunan fungsi. Neurofibrillary
Tangles merupakan massa fibrosa pada sel saraf. Disamping itu kemungkinan degeneratif sel otak juga
terjadi akibat proses metabolisme. Dimana pada pasien dengan alzheimer umumnya usia lanjut dan
terjadi penurunan metabolisme sekitar 25 %.

(Tarwoto, 2007, hal 181-182)

Patways

Faktor predisposisi : Virus Lambat, Proses Autoimun, dan Keracunan Aluminium

Penurunan metabolisme dan aliran darah di korteks parietalis superior

Degenerasi neuron Kolinergik


Kekusutan neurofibrilar yang difus

Hilangnya serat saraf kolinergik dikorteks cerebrum

Terjadi plak senilis

Kelainan neurotransmiter

Penurunan sel neuron kolinergik yang berproyeksi ke hipokampus dan amigdala

Asetilkolin pada otak

Demensia

Perubahan kemampuan merawat diri sendiri

Mengalami masalah dalam mengingat detail pekerjaan, disorientasi terhadap tempat dan waktu,
mengalami kesulitan dalam tes ingatan sederhana
Menjadi semakin keras kepala dan bersikap kasar secara verbal dan fisik terhadap orang lain ketika
merasa terganggu

Bicaranya tidak jelas dan penuh dengan frase yang tidak berarti

Defisit perawatan diri (berpakaian, higiene)

Gangguan komunikasi verbal

Resiko terhadap trauma

Gangguan persepsi sensori


D. Manifestasi Klinis

Gejala klasik penyakit demensia alzheimer adalah kehilangan daya ingat (memori) yang terjadi secara
bertahap, termasuk :

1. Kesulitan menemukan atau menyebutkan kata yang tepat

2. Tidak mampu mengenali objek

3. Lupa cara menggunakan benda biasa dan sederhana, seperti pensil

4. Lupa mematikan kompor, menutup jendela, atau menutup pintu

5. Suasana hati dan kepribadian dapat berubah

6. Agitasi, masalah dengan daya ingat, dan membuat keputusan yang buruk dapat menimbulkan
perilaku yang tidak biasa.

(Wahyudi Nugroho, 2002, hal 177)

E. Stadium Demensia Alzheimer

Penyakit demensia alzheimer dapat berlangsung dalam tiga stadium, yaitu :

1. Stadium awal(masa 1-3 tahun)

Gejala stadium awal yang sering diabaikan dan disalah artikan sebagai usia lanjut atau sebagai bagian
normal dari proses otak menua. Klien menunjukan gejala sebagai berikut :

a. Kesulitan dalam berbahasa

b. Mengalami kemunduran daya ingat secara bermakana

c. Disorientasi waktu dan tempat

d. Sering tersesat di tempat yang biasa dikenal

e. Kesulitan membuat keputusan


f. Kehilangan inisiatif dan motivasi

g. Menunjukan gejala depresi dan agitasi

h. Kehilangan minat dalam hobi dan aktifitas

2. Stadium menengah(masa 3-10 tahun)

Proses penyakit berlanjut dan masalah menjadi semakin nyata. Dan klien menunjukan gejala sebagai
berikut :

a. Sangat mudah lupa, terutama untuk peristiwa yang baru dan nama orang

b. Tidak dapat mengelola kehidupan sendiri tanpa timbul masalah

c. Tidak dapat memasak, membersihkan rumah, ataupun berbelanja

d. Sangat bergantung pada orang lain

e. Semakin sulit berbicara

f. Membutuhkan bantuan untuk membersihkan diri

g. Terjadi perubahan perilaku

h. Adanya gangguan kepribadian

3. Stadium lanjut(masa 8-12 tahun)

Pada stadium ini terjadi :

a. Ketidak mandirian dan inaktif yang total

b. Tidak mengenali anggota keluarga (disorientasi personal)

c. Sukar memahami dan menilai peristiwa

d. Tidak mampu menemukan jalan disekitar rumah sendiri

e. Kesulitan berjalan

f. Mengalami inkontinensia (berkemih atau defekasi)

g. Menunjukan perilaku yang tidak wajar di masyarakat

h. Akhirnya bergantung pada kursi roda / tempat tidur

(Wahyudi Nugriho, 2002, hal 177-179)


F. Pemeriksaan Diagnostik

1. Neuropatologi

Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara umum
didapatkan:

· atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal,
sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh

· berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).

2. Pemeriksaan neuropsikologik

Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia.

· Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi
kognitif umum danmengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi.

· Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak
yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian
berbahasa..

3. CT Scan

· Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti


multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel keduanya
merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini

· Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya gejala
klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental

4. MRI

· Peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn pada
ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan di
kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus,
amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii.

· MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan penyebab lain,
dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.

5. EEG

Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit alzheimer
didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik
6. PET (Positron Emission Tomography)

Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan:

· Penurunan aliran darah

· Metabolisme O2

· Dan glukosa didaerah serebral

· Up take I.123 sangat menurun pada regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan kelainan
fungsi kognisi danselalu dan sesuai dengan hasil observasi penelitian neuropatologi

7. SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)

Aktivitas I. 123 terendah pada refio parieral penderita alzheimer. Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat
kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara
rutin.

8. Laboratorium darah

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer. Pemeriksaan laboratorium
ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin,
B12, Calsium, Posfor, BSE, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skreening antibody
yang dilakukan secara selektif.

(http://yulianafransiska.wordpress.com/2009/03/15/alzheimer-dementia-pada-penyakit-alzheimer/)

G. Komplikasi

Komplikasi Alzheimer erat kaitannya dengan gangguan immobilisai seperti:

· Pneumonia

· Inkontinensia urine dan bowel

· Kontraktur

· Dekubitus

(Tarwoto, 2007, hal 183)

H. Penatalaksanaan
Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan patofisiologis masih
belum jelas.

a. Pengobatan Simptomatik

1. Inhibitor kolinesterase

Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan simptomatik
penyakit Alzheimer, dimana penderita Alzheimer didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Untuk
mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral
seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki
memori dan apraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa peneliti mengatakan bahwa obat-
obatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan intelektual pada organ normal dan penderita
Alzheimer.

2. Thiamin

Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan thiamin
pyrophosphatase dependent enzyme yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini
disebabkan kerusakan neuronal pada nucleus basalis. Pemberian thiamin hidrochloryda dengan dosis
3gr/hari selama tiga bulan peroral, menunjukan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi
dibandingkan placebo selama periode yang sama.

3. Nootropik

Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi kognisi dan proses
belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000mg pada penderita Alzheimer tidak
menunjukan perbaikan klinis yang bermakna.

4. Klonidin

Gangguan fungsi intelektual pada penderita Alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik
kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alpha 2 reseptor agonis dengan
dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 minggu, didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk
memperbaiki fungsi kognitif.

5. Haloperidol

Pada penderita Alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku.
Pemberian oral haloperidol 1-5 mg/hari selama 4 minggu akan memperbaiki gejala tersebut. Bila
penderita Alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depressant (aminitryptiline25-
100 mg/hari).

6. Acetyl L-Carnitine (ALC)


Merupakan suatu substrate endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan bantuan enzim ALC
transferace. Penelitian ini menunjukan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase,
kolin asetiltransferase. Pada pemberiaan dosis 1-2 gr /hari/oral selama 1 tahun dalam pengobatan,
disimpulakan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif.

(http://yulianafransiska.wordpress.com/2009/03/15/alzheimer-dementia-pada-penyakit-alzheimer/)

b. Terapi Nonfarmakologi

1. Support nutrisi dan cairan

2. Diet cair atau lunak

3. Fisioterapi

4. Istirahat yang cukup

5. Terapi musik

6. Terapi rekreasi

I. Upaya menunda kepikunan

Upaya menunda kepikunan dapat dilakukan dengan :

1. Menghindari faktor resiko yang dapat menimbulkan penyakit alzheimer

2. Hidup sehat fisik dan rohani ( olahraga teratur dengan makanan 4 sehat 5 sempurna)

3. Latihan mempertajam memori (kebugaran mental) :

a. Kerjakan aktifitas sehari-hari secara rutin

b. Gunakan daftar tugas tertulis, (seperti jenis barang yang akan dibeli)

(Wahyudi Nugroho, 2002, hal 199)

2. Segi Keperawatan

A. Pengkajian

1. Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa,
tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosa medis. Keluhan utama yang sering
menjadi alasan klien dan keluarga untuk meminta pertolongan kesehatan adalah penurunan daya ingat,
perubahan kognitif, dan kelumpuhan gerak ekstremitas.

2. Riwayat penyakit saat ini

Pada anamnesa, klien mengeluhkan sering lupa dan hilangnya ingatan yang baru. Pada beberapa kasus,
keluarga sering mengeluhkan bahwa klien sering mengalami tingkah laku aneh dan kacau serta sering
keluar rumah sendiri tanpa meminta izin pada anggota keluarga yang lain sehingga sangat meresahkan
anggota keluarga yang menjaga klien.

3. Riwayat Penyakit Dahulu

Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit
jantung, penggunaaan obat-obatan anti ansietas dalam jangka waktu yang lama. Dan riwayat Sindrom
down yang pada suatu saat kemudian menderita penyakit Alzheimer pada usia empat puluhan.

4. Riwayat Penyakit Keluarga

Penyebab penyakit Alzheimer ditemukan memiliki hubungan genetik yang jelas. Diperkirakan 10-30%
klien Alzheimer menunujukkan tipe yang diwariskan dan dinyatakan sebagai penyakit Alzheimer familiar
(FAD). Pengkajian adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan Diabetes mellitus
diperlukan untuk melihat adanya komplikasi penyakit lain yang dapat mempercepat progresifnya
penyakit.

5. Pengkajian Psiko Sosio Spiritual

Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons emosi klien terhadap
penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons
atau pengaruhnya dalam masyarakat. Adanya pperubahan hubungan dan peran kerana klien mengalami
kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri didapatkan klien
merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif.

6. Pemeriksaan fisik

Setelah melakukan anamnesis yang mengrah pada keluhan-keluhan klien, oemeriksaan fisik sangat
berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per
sistem dan terarah(B1-B6) dengan fokus pemeriksaan pada B3(Brain) dan dihubungkan dengan keluhan-
keluhan klien.

1. Keadaan Umum

Klien dengan penyakit Alzheimer umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai dengan degenerasi
neuron kolinergik dan proses senilisme. Adanya perubhan pada tanda vital meliputi bradikardi,
hipotensi, dan oenurunan frekuensi pernapasan.
a. B1 (BREATHING)

Gangguan fungsi pernapasan berkaitan dengan hipoventilasi, inaktivitas, aspirasi , makanan atau saliva,
dan berkurangnya fungsi pembersihan saluran napas.

1. Inspeksi, didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan
produksi sputum, sesak napas, dan penggunaan otot bantu napas.

2. Palpasi, taktil premitus seimbang kanan dan kiri.

3. Perkusi, adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru.

4. Auskultasi, bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, ronkhi pada klien dengan peningkatan
produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien dengan
inaktivitas.

b. B2 (BLOOD)

Hipotensi postural berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan juga gangguan pada pengaturan
tekanan darah oleh sistem saraf otonom.

c. B3 (BRAIN)

Pengkajian B3(brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada
sistem lainnya.

Inspeksi umum didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan status kognitif klien.

2. Pemeriksaan Fungsi Serebri

Status mental : biasanya status mental klien mengalami perubahan yang berhubungan dengan
penurunan status

3. Tingkat kesadaran

Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan juga bergantung pada perubahan status kognitif klien.

4. Pemeriksaan saraf cranial

a. Saraf I. Biasanya pada klien dengan penyakit Alzheimer tidak ada kelainan dan fungsi penciuman
tidak ada kelainan.

b. Saraf II. Hasil tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan sesuai tingkat usia. Klien dengan
penyakit Alzheimer mengalami penurunan ketajaman penglihatan.
c. Saraf III, IV, VI. Pada beberapa kasus penyakit Alzheimer biasanya tidak ditemukan adanya kelainan
pada nervus ini.

d. Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada nervus ini.

e. Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal.

f. Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses senilis dan penurunan aliran
darah regional.

g. Saraf IX dan X. Didapatkan kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan dengan
perubahan status kognitif.

h. Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.

i. Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan
normal.

5. Sistem Motorik

· Inspeksi umum, pada tahap lanjut, klien akan mengalami perubahan dan penurunan pada fungsi
motorik secara umum.

· Tonus otot didapatkan meningkat.

· Keseimbangan dan koordinasi, didapatkan mengalami gangguan karena adanya perubahan status
kognitif dan ketidakkooperatifan klien dengan metode pemeriksaan.

6. Pemeriksaan Refleks

Pada tahap lanjut penyakit Alzheimer, sering didapatkan bahwa klien kehilangan refleks postural ,
apabila klien mencoba untuk berdiri klien akan berdiri dengan kepala cenderung ke depan dan berjalan
dengan gaya berjalan seperti di dorong. Kesulitan dalam berputar dan hilangnya keseimbangan(salah
satunya ke depan atau ke belakang) dapat menimbulkan sering jatuh.

7. Sistem Sensorik

Sesuai berlanjutnya usia, klien dengan penyakit Alzheimer mengalami penurunan terhadap sensorik
secara progresif. Penurunan sensorik yang ada merupakan hasil dari neuropati yang dihubungkan
dengan disfungsi kognitif dan persepsi klien secara umum.

a. B4 (BLADDER)

Pada tahap lanjut, beberapa klien sering berkemih tidak pada tempatnya, biasanya yang berhubungan
dengan penurunan status kognitif pada klien Alzheimer. Penurunan refleks kandung kemih yang bersifat
progresif dan klien mungkin mengalami inkontinensia urin, ketidakmampuan mengkomunikasikan
kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan
postural.

b. B5 (BOWEL)

Pemenuhan nutrisi berkurang yang berhubungan dengan asupan nutrisi yang kurang karena kelemahan
fisik umum dan perubahan status kognitif. Karena penurunan aktifitas umum, klien sering mengalami
konstipasi

c. B6 (BONE)

Pada tahap lanjut biasanya didapatkan adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan umum
dan penurunan status kognitif menyebabkan masalah pada pola aktifitas dan pemenuhan aktivitas
sehari-hari. Adanya gangguan keseimbangan dan koordinasi dalam melakukan pergerakan disebabkan
karena perubahan pada gay berjalan dan kaku seluruh gerakan akan memberikan risiko pada trauma
fifik bila melakukan aktivitas

B. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan defisit kognitif, gangguan sensori

2. Defisit perawatan diri ( makan, minum, berpakaian, hiegiene) berhubungan dengan perubahan
proses pikir

3. Pemenuhan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat
dan perubahan proses pikir.

4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses pikir

5. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan perubahan proses pikir dan disfungsi karena
perkembangan penyakit

6. Resiko injuri berhubungan dengan kehilangan memori, kerusakan motorik dan kerusakan
komunikasi

7. Resiko terhadap trauma berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengenal bahaya dalam
lingkungan

C. Intervensi Keperawatan

1. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan defisit kognitif, gangguan sensori

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, terjadi peningkatan memori dengan
kriteria hasil :
· Pasien dapat menunjukkan kemampuan meningkatkan memori, orientasi dan berkurangnya
gelisah

Intervensi

Rasional

1. Perkenalkan namanya

membantu mengingat hal yang penting atau mendasar

2. Buat jadwal kegiatan

Pasien dapat mengingat kegiatan dan waktu

3. Pajang foto keluarga, teman, dan rumah

mengingat diri dan keluarga

4. Lakukan latihan memori yang sederhana

membantu meningkatkan memori pasien

5. Kaji orientasi pasien

mengidentifikasi kemampuan orientasi pasien

6. Panggil pasien dengan namanya

mengingat namanya sendiri

7. Pemberi perwatan sebaiknya orang yang sama

mudah mengingat dan lebih kooperatif

8. Lakukan pekerjaan yang mudah secara rutin

melatih orientasi pasien

2. Defisit perawatan diri ( makan, minum, berpakaian, hiegiene) berhubungan dengan perubahan
proses pikir

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama dalam waktu 2 x 24 jam, terdapat perilaku
peningkatan dalam pemenuhan perawatan diri dengan kriteria hasil :

· klien dapat menunjukan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri

· Mengidentifikasikan individu / keluarga yang dapat membantu


Intervensi

Rasional

1. Hindari aktifitas yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu

Klien dalam keadaan cemas dan tergantung. Hal ini dilakaukan untuk mencegah frustasi dan harga diri
klien

2. Ajarkan dan dukung klien selama aktifitas

Dukungan pada klien selama aktifitas dapat meningkatkan perawatan diri

3. Gunakan pagar disekeliling tempat tidur

Memberi bantuan dalam mendorong diri untuk bangun tanpa bentuan orang lain serta mencegah klien
mengalami trauma

4. Modifikasi lingkungan

Untuk mengkompensasi ketidakmampuan fungsi

5. Identifikasi kebiasaan BAB, anjurkan minum, dan meningkatkan aktifitas

Menigkatkan latihan dan menolong mencagah konstipasi

6. Kolaborasi

Pemberian supositoria dan pelumas feses atau pencahar

Pertolongan pertama terhadap fungsi bowell atau BAB

3. Pemenuhan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat
dan perubahan proses pikir.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, kebutuhan nutrisi klien terpenuhi
dengan kriteria hasil :

· Mengerti tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh

· Memperlihatkan kenaikan berat badan sesuai dengan hasil pemeriksaan laboratorium


Intervensi

Rasional

1. Evaluasi kemampuan makan klien

Klien mengalami kesulitan dalam mempertahankan berat badan mereka, mulut mereka kering akibat
obat-obatan dan mengalami kesulitan mengunyah dan menelan

2. Observasi / timbang berat badan jika memungkinkan

Tanda kehilangan berat badan dan kekurangn intake nutrisi menunjang terjadinya masalah katabolisme

3. Kaji fungsi sistem Gastrointestinal yang meliputi suara bising usus

Fungsi sistem gastrointestinal sangant penting untuk makanan

4. Anjurkan pemberian cairan 2500 cc / hari selama tidak terjadi gangguan jantung

Mencegah terjadinya dehidrasi akibat penggunaan ventilator selama tidak sadar dan mencegah
terjadinya konstipasi

5. Lanjutkan pemeriksaan laboratorium yang diindikasikan seperti serum, transferin, dan glukosa

Memberikan informasi yang tepat tentang keadaan nutrisi yang dibutuhkan klien

4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses pikir

Tujuan: dalam waktu 2 x 24 jam, terjadi peningkatan dalam perilaku komunikasi yang efektif dengan
kriteria hasil:

· membuat teknik/metode komunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan

· meningkatkan kemampuan berkomunikasi

Intervensi

Rasional

1. Kaji kemampuan klien untuk berkomunikasi

Gangguan bicara ada pada banyak klien yang mengalami penyakit Alzheimer

2. Menentukan cara-cara komunksi seperti mempertahankan kontak mata

Mempertahankan kontak mata akan membuat klien tertarik selama komunikasi


3. Letakkan bel/lampu panggilan ditempat yang mudah dijangkau dan berikan penjelasan cara
menggunakannya

Ketergantungan klien pada ventilator akan lebh baik, rileks, perasaan aman, dan mengerti bahwa selama
menggunakan ventilator perawat akan memenuhi segala kebutuhannya

4. Buatlah catatan dikantor perawatan tentang keadaan klien yang tak dapat berbicara

Mengingatkan staf perawat untuk berespons dengan klien selama memberikan perawatan

5. Anjurkan keluarga/orang lain yang dekat dengan klien untuk berbicara dengan klien memberikan
informasi tentang keluarganya

Keluarga dapat merasakan akrab dengan berada dekat klien selama berbicara

6. Kolaborasi dengan ahli wicara bahasa

Ahli terapi wicara bahasa dapat membantu dalam membentuk peningkatan latihan percakapan dan
membantu patugas kesehatan untuk mengembangkan metode komunikasi

5. Koping individu tidak efektif berhubungan dengan perubahan proses pikir dan disfungsi karena
perkembangan penyakit

Tujuan: dalam waktu 2 x 24 jam, koping menjadi efektif dengan kriteria hasil :

· mampu menyatakan komunikasi dengan orang terdekat tentang situasi yang terjadi

· Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi

Intervensi

Rasional

1. Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan

Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan

2. Dukung kemampuan koping

Kepatuhan terhadap program latihan dan berjalan membantu memperlambat kemajuan penyakit

3. Catat ketika klien menyatakan terpengaruh seperti sekarat

Mendukung penolakan terhadap perasaan negatif terhadap gambaran tubuh


4. Beri dukungan psikologis secara menyeluruh

Klien Alzheimer sering merasakan malu, sehingga klien dibantu dan didukung untuk mencapai tujuan
yang ditetapkan

5. Bentuk program aktivitas pada keseluruhan hari

Bentuk program aktivitas pada keseluruhan hari untuk mencegah waktu tidur yang terlalu banyak yang
dapat mengarah pada tidak adanya keinginan dan apatis.

6. Resiko injuri berhubungan dengan kehilangan memori, kerusakan motorik dan kerusakan
komunikasi

Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam, tidak terjadi injuri pada pasien dengan kriteria hasil :

· Injuri dapat dicegah

· Tidak terjadi injuri

Intervensi

Rasional

1. Monitor fungsi motorik dan keseimbangan berjalan

Menetapkan kemungkinan jatuh

2. Berikan alat bantu tongkat atau kursi roda

Membantu melakukan pergerakan dan mengurangi resiko jatuh

3. Jelaskan pada pasien setelah bangun tidur tidak langsung melakukan pergerakan

Postural hipotensi kemungkinan terjadi sehingga dapat mengakibatkan pasien jatuh

4. Penerangan yang cukup dan lantai tidak licin

Mengurangi resiko jatuh

5. Letakkan benda-benda berbahaya pada tempat yang aman

Menghindari terjadinya cedera

6. Letakkan benda-benda pada tempat semula dan hindari merubah-rubah tempat

Tidak membingungkan pasien dan meningkatkan daya ingat


7. Resiko terhadap trauma berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengenal bahaya dalam
lingkungan

Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam, tidak terjadi trauma dengan kriteria hasil:

· Tidak mengalami trauma

· Keluarga mengenali risiko potensial di lingkungan

Intervensi

Rasional

1. Kaji derajat gangguan kemampuan atau kompetensi, munculnya tingkah laku yang impulsif.

Mengidentifikasi resiko potensial dilingkungan dan mempertinggi kesadaran sehingga pemberi asuhan
lebih sadar akan bahaya

2. Hilangkan atau minimalkan sumber bahaya dalam lingkungan.

Seseorang dengan gangguan kognitif merupakan awal untuk mengalami trauma sebagai akibat
ketidakmampuan untuk bertanggung jawab terhadap keamanan

3. Alihkan perhatian pasien keitka berperilaku berbahaya

Mempertahankan keamanan dengan menghindari konfrontasi yang dapat meningkatkan resiko


terjadinya trauma

4. Kenakan pakaian sesuai lingkungan fisik atau kebutuhan individu

Perlambatan proses metabolisme secara umum mengakibatkan penurunan suhu tubuh

5. Lakukan pemantauan terhadap efek samping obat

Pasien mungkin tidak dapat melaporkan tanda atau gejala dan obat dapat dengan mudah menimbulkan
kadar toksisitas pada lansia.
BAB III

PEMBAHASAN KASUS

Kasus Alzheimer

Tn. Rudi (65 tahun) seorang juru gambar dirawat di rumah sakit karena keluarganya tidak mampu lagi
mengendalikan perilaku bermasalahnya. Menurut kelurganya, ia sering mengalami masalah dalam
mengingat detail pekerjaan. Selain itu masalah yang tampak di rumah yaitu dimana ia menjadi keras
kepala dan bahkan bersikap kasar secara verbal dan fisik terhadap orang lain ketika ia merasa terganggu.
Ia juga kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-harinya seperti mandi dan berpakaian. Pada
pemeriksaan neurologis menunjukkan bahwa ia mengalami disorientasi terhadap tempat dan waktu. Ia
mengalami kesulitan dalam tes ingat sederhana, gagal mengingat salah satu dari enam objek yang
diperlihatkan padanya sepuluh menit sebelumnya, tidak dapat mengingat nama orang tua atau saudara
kandungnya. Bicaranya tidak jelas dan penuh dengan frase yang tidak berarti. Dari hasil pemeriksaan
neurologis tersebut pasien didiagnosa menderita demensia tipe Alzheimer. Terapi yang diberikan adalah
obat-obat antipsikotik.

A. Pengelompokan data

DS :

· Menurut keluarganya, ia sering mengalami masalah dalam mengingat detail dalam pekerjaan

· Ia menjadi semakin keras kepala dan bahkan bersikap kasar secara verbal dan fisik terhadap orang
lain ketika ia merasa terganggu

· Ia juga kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-harinya seperti mandi dan berpakain

DO :

· Pada pemeriksaan neurologis menunjukkan bahwa ia mengalami disorientasi terhadap tempat dan
waktu
· Ia mengalami kesulitan dalam tes ingatan sederhana, gagal mengingat salah satu dari enam objek
yang diperlihatkan padanya sepuluh menit sebelumnya, tidak dapat mengingat nama orang tua atau
saudara kandungnya

· Bicaranya tidak jelas dan penuh dengan frase yang tidak berarti

· Dari hasil pemeriksaan neurologis tersebut pasien didiagnosa menderita demensia tipe Alzheimer

B. Analisa data

No

Tanda dan Gejala

Etiologi

Problem

1.

DS :

· Menurut keluarganya, ia sering mengalami masalah dalam mengingat detail dalam pekerjaan

DO :

· Pada pemeriksaan neurologis menunjukkanbahwa ia mengalami disorientasi terhadap tempat dan


waktu

· Ia mengalami kesulitan dalam tes ingatan sederhana, gagal mengingat salah satu dari enam objek
yang diperlihatkan padanya sepuluh menit sebelumnya, tidak dapat mengingat nama orang tua atau
saudara kandungnya

· Dari hasil pemeriksaan neurologis tersebut pasien didiagnosa menderita demensia tipe Alzheimer

Defisit kognitif, Gangguan Sensori

Gangguan persepsi sensori

2.

DS :
· Ia menjadi semakin keras kepala dan bahkan bersikap kasar secara verbal dan fisik terhadap orang
lain ketika ia merasa terganggu

DO:

· Dari hasil pemeriksaan neurologis tersebut pasien didiagnosa menderita demensia tipe Alzheimer

Ketidakmampuan untuk mengenal bahaya dalam lingkungan

Resiko terhadap trauma

3.

DS : -

DO :

· Bicaranya tidak jelas dan penuh dengan frase yang tidak berarti

Perubahan proses pikir

Gangguan komunikasi verbal

4.

DS :

· Ia juga kesulitan dalam pemenuhan kebutuhan sehari-harinya seperti mandi dan berpakain

DO :

· Dari hasil pemeriksaan neurologis tersebut pasien didiagnosa menderita demensia tipe Alzheimer

Kerusakan Kognitif

Defisit perawatan diri

C. Diagnosa keperawatan

1. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan defisit kognitif, gangguan sensori

2. Resiko terhadap trauma berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengenal bahaya dalam
lingkungan

3. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses pikir


4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan kognitif

D. Intervensi keperawatan

Diagnosa keperawatan 1

Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan defisit kognitif, gangguan sensori

v Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, terjadi peningkatan memori
dengan kriteria hasil :

· Pasien dapat menunjukkan kemampuan meningkatkan memori, orientasi dan berkurangnya


gelisah

v Intervensi

1. Perkenalkan namanya

R/ membantu mengingat hal yang penting atau mendasar

2. Buat jadwal kegiatan

R/ pasien dapat mengingat kegiatan dan waktu

3. Pajang foto keluarga, teman, dan rumah

R / mengingat diri dan keluarga

4. Lakukan latihan memori yang sederhana

R / membantu meningkatkan memori pasien

5. Kaji orientasi pasien

R / mengidentifikasi kemampuan orientasi pasien

6. Panggil pasien dengan namanya

R / mengingat namanya sendiri

7. Pemberi perwatan sebaiknya orang yang sama

R / mudah mengingat dan lebih kooperatif


8. Lakukan pekerjaan yang mudah secara rutin

R/ melatih orientasi pasien

Diagnosa keperawatan 2

Resiko terhadap trauma berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengenal bahaya dalam
lingkungan

v Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, tidak terjadi trauma dengan
kriteria hasil :

· Tidak mengalami trauma

· Keluarga mengenali risiko potensial di lingkungan

v Intervensi

1. Kaji derajat gangguan kemampuan atau kompetensi, munculnya tingkah laku yang impulsif.

R / mengidentifikasi resiko potensial dilingkungan dan mempertinggi kesadaran sehingga pemberi


asuhan lebih sadar akan bahaya

2. Hilangkan atau minimalkan sumber bahaya dalam lingkungan.

R / seseorang dengan gangguan kognitif merupakan awal untuk mengalami trauma sebagai akibat
ketidakmampuan untuk bertanggung jawab terhadap keamanan

3. Alihkan perhatian pasien keitka berperilaku berbahaya

R / mempertahankan keamanan dengan menghindari konfrontasi yang dapat meningkatkan resiko


terjadinya trauma

4. Kenakan pakaian sesuai lingkungan fisik atau kebutuhan individu

R / perlambatan proses metabolisme secara umum mengakibatkan penurunan suhu tubuh.

5. Lakukan pemantauan terhadap efek samping obat

R / pasien mungkin tidak dapat melaporkan tanda atau gejala dan obat dapat dengan mudah
menimbulkan kadar toksisitas pada lansia

Diagnosa keperawatan 3

Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses pikir


v Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, terjadi peningkatan dalam
perilaku komunikasi yang efektif dengan kriteria hasil:

· membuat teknik/metode komunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan

· meningkatkan kemampuan berkomunikasi

v Intervensi:

1. Kaji kemampuan klien untuk berkomunikasi

R/ Gangguan bicara ada pada banyak klien yang mengalami penyakit Alzheimer

2. Menentukan cara-cara komunksi seperti mempertahankan kontak mata

R/ Mempertahankan kontak mata akan membuat klien tertarik selama komunikasi

3. Letakkan bel/lampu panggilan ditempat yang mudah dijangkau dan berikan penjelasan cara
menggunakannya

R/ Ketergantungan klien pada ventilator akan lebh baik, rileks, perasaan aman, dan mengerti bahwa
selama menggunakan ventilator perawat akan memenuhi segala kebutuhannya

4. Buatlah catatan dikantor perawatan tentang keadaan klien yang tak dapat berbicara

R/ Mengingatkan staf perawat untuk berespons dengan klien selama memberikan perawatan

5. Anjurkan keluarga/orang lain yang dekat dengan klien untuk berbicara dengan klien memberikan
informasi tentang keluarganya

R/ Keluarga dapat merasakan akrab dengan berada dekat klien selama berbicara

6. Kolaborasi dengan ahli wicara bahasa

R/ ahli terapi wicara bahasa dapat membantu dalam membentuk peningkataan latihan percakapan

Diagnosa keperawatan 4

Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan kognitif

v Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama dalam waktu 2 x 24 jam, terdapat perilaku
peningkatan dalam pemenuhan perawatan diri dengan kriteria hasil :

· klien dapat menunjukan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri

· Mengidentifikasikan individu / keluarga yang dapat membantu

v Intervensi
1. Kaji kemampuan dan tingkat penurunan kemampuan melakukan ADL

R/ membantu dalam mengantisipasi dan merencanakan pertemuan kebutuhan individual

2. Hindari aktifitas yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu

R / klien dalam keadaan cemas dan tergantung. Hal ini dilakaukan untuk mencegah frustasi dan harga
diri klien

3. Ajarkan dan dukung klien selama aktifitas

R / dukungan pada klien selama aktifitas dapat meningkatkan perawatan diri

4. Gunakan pagar disekeliling tempat tidur

R / memberi bantuan dalam mendorong diri untuk bangun tanpa bentuan orang lain serta mencegah
klien mengalami trauma

5. Identifikasi kebiasaan BAB, anjurkan minum, dan meningkatkan aktifitas

R / menigkatkan latihan dan menolong mencagah konstipasi

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Muttaqin, Arif. 2002. Asuhan Keprawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba
Medika
Nugroho, Wahyudi. 2002. Keperawatan Gerontik & Geriatik. Jakarta : EGC

Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta : EGC

Tarwoto dan Wartonah, 2007. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta :
Sagung Seto

http://yulianafransiska.wordpress.com/2009/03/15/alzheimer-dementia-pada-penyakit-alzheimer/

Unknown at 3:40 AM

Share

No comments:

Post a Comment

Home

View web version

About Me

Unknown

View my complete profile

Powered by Blogger.

Anda mungkin juga menyukai