Anda di halaman 1dari 37

BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit gagal ginjal terbagi menjadi akut dan kronis. Acute kidney injury (AKI) adalah
suatu kondisi terjadinya penurunan fungsi ginjal secara mendadak yang mengakibatkan retensi
sisa metabolisme nitrogen dan zat-zat lain yang tidak dibutuhkan oleh tubuh. Penyakit ginjal
kronis / CKD adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan
penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Selanjutnya,
gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang
ireversibel, pada suatu derajat yang memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap, berupa
dialisis atau transplantasi ginjal. Di Amerika Serikat, data tahun 1995 – 1999 menyatakan
insiden penyakit ginjal kronik diperkirakan 100 kasus perjuta penduduk pertahun, dan angka ini
meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di Malaysia, dengan populasi 18 juta, diperkirakan
terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di negara – negara berkembang lainnya,
insiden ini diperkirakan sekitar 40 – 60 kasus perjuta penduduk pertahun. Konsekuensi utama
dari CKD tidak hanya mencakup progresi ke gagal ginjal stadium akhir, tetapi juga peningkatan
risiko penyakit kardiovaskular, sehingga dianjurkan untuk dilakukan deteksi dini dan terapi
untuk mencegah prognosis yang buruk

Dr. Arifi Page 1


BAB II
LAPORAN KASUS PASIEN

I. Identitas Pasien
Nama : Tn. Y No. Rekam Medis : 297618
Umur : 42 tahun Suku :
Jenis Kelamin : Laki-laki Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Trans SPB Agama : Islam
, Tanggal Masuk RS : 23 Januari 2017
Pekerjaan : Petani Jaminan : BPJS

II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan berupa autoanamnesis dan alloanamnesis(istri pasien) pada hari senin,
tanggal 23 Januari 2017 pukul 10.30 WIB di IGD, RSUD Depati Hamzah, Pangkal Pinang.

1. Keluhan Utama
Pasien datang dengan sesak nafas sejak satu minggu sebelum masuk rumah sakit

2. Keluhan Tambahan
Jari-jari tangan terasa kaku dan kesemutan, lemas (+), mual (+), muntah (+), pusing (-),
nyeri dada(+).

3. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien merupakan rujukan dari Rumah Sakit Umum Daerah Bangka Selatan dengan CKD
stage V , Ht Emergency dan Anemia berat. Seorang Laki-laki berusia 42 tahun datang ke
Rumah sakit Umum Daerah Depati Hamzah dengan keluhan sesak nafas. Pasien
mengeluhkan sesak nafas sejak 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sesak nafas
dirasakan tiba-tiba dan semakin memberat. Pasien juga sempat mengeluhkan nyeri dada
yang hilang timbul. Pasien mengeluhkan lemas sejak 2 minggu smrs, lemas dirasakan
seluruh badan sehingga menganggu aktivitas sehari-hari. Sakit kepala(+), nyeri ulu

Dr. Arifi Page 2


hati(+), jari jari tangan terasa kaku dan kesemutan. batuk berdarah (-), demam (-), buang
air kecil tidak ada keluhan, buang air besar berwarna kecoklatan, tidak ada darah dan
lendir jari-jari tangan terasa kaku dan kesemutan.

4. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami hal serupa sebelumnya. Pasien memliki riwayat darah
tinggi namun tidak pernah kontrol. Pasien menyangkal adanya riwayat diabetes, alergi
dan asma.

5. Riwayat Keluarga
Anggota keluarga pasien tidak ada yang mengalami hal sama dengan pasien.

6. Riwayat Kebiasaan
Merokok (+) sejak 25 tahun yang lalu, sehari dapat menghabiskan 1 bungkus rokok

7. Riwayat Pengobatan
pasien tidak ad riwayat pengobatan sebelumnya.

III. Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan fisik dilakukan pada hari Senin, tanggal 23 Januari 2017 pukul 10.30
WIB di IGD, RSUD Depati Hamzah

1. Tanda Vital
Tekanan Darah : 210 / 110 mmHg
Nadi : 92 kali permenit, regular, volume cukup, equal
Suhu : 36,5º C
Pernafasan : 30 kali permenit

2. Status Generalis
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Dr. Arifi Page 3
Kesadaran : compos mentis (E4V5M6)
Kesan gizi : BB: 65, TB: 168, gizi cukup
Kepala dan leher
 Kepala : ukuran normocephali, rambut hitam, lebat, tidak mudah dicabut
 Wajah : tidak pucat, tidak sianosis, tampak sesuai usia
 Mata : conjungtiva anemis + / + , sclera ikterik - / -, edema palpebral - / -
 Telinga : telinga sepasang normotia
 Hidung : liang hidung lapang,tidak hiperemis, chonca eutrofi +/+, sekret -/-
 Mulut dan tenggorokan : bibir warna merah muda, tidak pucat,
tidak kering, mukosa hiperemis (-), lidah kotor (-), uvula di
tengah, tonsil T1 / T1
 Leher : pembesaran KGB (-), tiroid tidak teraba membesar
Thorax
 Paru
Inspeksi : pergerakan nafas dinding dada simetris, retraksi (-)
Palpasi : vocal fremitus simetris kanan – kiri
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : suara napas vesikuler pada kedua lapang paru, Rh + / +, Wh - / -
 Jantung
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Palpasi :-
Perkusi :-
Auskultasi : Bunyi jantung I dan bunyi jantung II regular,murmur (-),gallop
(+)

Abdomen
Inspeksi : bentuk perut buncit
Auskultasi : bising usus (+) 2 kali permenit
Palpasi : supel, nyeri tekan epigastium(+)
Perkusi : timpani pada seluruh kuadran abdomen

Dr. Arifi Page 4


Extremitas
+ +
 Akral hangat
+ +

 Oedem
- -

- -

IV. Pemeriksaan Laboratorium


Tanggal 23 – 01 – 2017 di RS Bangka Selatan

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan Keterangan

Hematologi

Hb 5,5 g/dl 12 – 14 Menurun

Leukosit 8,30 Ribu / uL 5 – 10 Normal

Trombosit 174 10 3/µL 150 – 400 Normal

Hematokrit 14,0 % 37 – 47 Menurun

Eritrosit 1,7 Juta/uL 4–5 Menurun

MCV 80 mg / dl 80 - 100 Normal

MCH 32 mg / dl 26 – 34 Normal

MCHC 35 % 32 – 36% Normal

Kimia Klinik

Gula Darah Sewaktu 132 mg / dl 75 – 140 Normal

Kolesterol 115 mg/dL < 130 Normal

HDL 29 mg/dL 45 – 65 Menurun

LDL 62 mg/dL < 130 Normal

Trigliserid 148 mg/dL 50 – 150 Normal

Ureum 369 mg / dl 20 - 40 Meningkat

Creatinin 18,1 mg / dl 0,40 – 1,00 Meningkat

Bilirubin total 0,41 mg / dl 0,18 – 1,23 Normal

Dr. Arifi Page 5


SGOT 16 U/L < 37 Normal

SGPT 12 U/L < 41 Normal

Seroimunologi

HBsAg Non reaktif Non reaktif Normal

Anti HIV:
- Antibodi Non Reaktif Non Reaktif Normal
- Antigen Non Reaktif Non Reaktif Normal

Anti HCV Non Reaktif Non Reaktif Normal

Golongan darah A+

Tanggal 23 – 01 – 2017 di RSUD Depati Hamzah

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan Keterangan

Hematologi

Hb 4,8 g/dl 12 – 14 Menurun

Leukosit 10,5 Ribu / uL 5 – 10 Meingkat

Trombosit 220 10 3/µL 150 – 400 Normal

Hematokrit 15,0 % 37 – 47 Menurun

Eritrosit 1,68 Juta/uL 4–5 Menurun

MCV 90 mg / dl 80 - 100 Normal

MCH 29 mg / dl 26 – 34 Normal

RDW 6,40 g/dL 11,5 – 14,5 Meningkat

MCV 90 mg / dl 80 - 100 Normal

Dr. Arifi Page 6


V. Diagnosis

- CKD stage 5

- Ht Emergency

- Anemia

VI. Planning

Skrining HD

Oksigen 4 lpm nasal kanul

IVFD Asering + drip catapres 2 ampul -> tensi 170/90 -> maintenance dengan clonidin 2x1

Furosemid 2ampul extra -> bolus 3 x 1 di ruangan

Ranitidin 2x50mg IV

Ondansenron 3x 8gr IV

Amlodipin 1 x 10mg PO

Valsartan 1 x 80 mg PO

Asam folat 2 x 0,4mg PO

Bicnat 3 x 500mg PO

CaCo3 3x 500mg PO

Pro tranfusi darah PRC 3 x 250

Dr. Arifi Page 7


Konsul Penyakit dalam

Cek ureum dan kreatinin di ruangan

Observasi keaadaan umum dan tanda tanda vital

VII. Resume

Seorang Laki-laki berusia 42 tahun datang ke Rumah Sakit Umum Depati Hamzah dengan
keluhan sesak nafas 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh lemas ,
jari- jari tangan terasa kaku dan kesemutan, lutut kaki kanan terasa kaku dan nyeri, mual(+),
muntah (+), pusing (+). BAK banyak, BAB normal. Riwayat Ht (+), Riw DM (-), Riwayat
TB (+).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital; TD 210/110, Nadi 120x/menit, RR 30x/menit,
S 36,5C, didapatkan conjungtiva anemis. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
penurunan Hemoglobin, hematocrit dan eritrosit, didapatkan peningkatan kadar ureum dan
kreatinin darah.
Ureum : 369, Creatinin : 18,1

penghitungan LFG, yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockroft-Gault sebagai


berikut:

Diketahui usia 38 tahun, berat badan 65 kg, dengan kreatinin 22.64 mg/dL.

LFG (ml/mnt/1.73m2) = (140 – umur) x berat badan

72 x kreatinin plasma (mg/dl)

LFG (ml/mnt/1.73m2) = (140 – 42) x 65

72 x 18,1

= 4,88

Diagnosis CKD stage V

Penatalaksanaan : Pro HD

Dr. Arifi Page 8


VIII. Prognosis
Ad vitam : Ad Bonam
Ad fungsionam : Ad Malam
Ad sanationam : Dubia Ad Malam

Dr. Arifi Page 9


Follow Up
Nama :Tn. Y Usia : 42 th Tanggal : 24 Januari 2017 (09.00)

Subjective Objective Assesment Planning

Sesak(+), pusing KU: TSS, compos mentis E4V5M6 CKD stage V - IVFD RL 20 tpm
(+), Lemas (+)
TD : 180/130 mmHg Obs Dyspnoe - Ranitidin 2x50mg IV
N : 82x/menit kuat, isi cukup Anemia - Ondansenron 3x 8gr IV
S : 36.5oC - Clonidin 2 x 1 PO
RR : 28x/menit - Amlodipin 1 x 10mg PO
Mata : CA +/+, SI-/- - Valsartan 1 x 80 mg PO
Leher : JVP 5+1cm, KGB tidak ada pembesaran - Asam folat 2 x 0,4mg PO
Paru: suara napas vesikuler +/+, rhonki +/-+, wheezing - Bicnat 3 x 500mg PO
-/-
- CaCo3 3x 500mg PO
Jantung : BJ I II reguler, murmur -, gallop –
- Pro tranfusi darah PRC 3 x 250
Abdomen : cembung, BU +, supel, NT (-)
(Sudah masuk 1 kolf)
Ekstremitas : akral hangat, odem –
- Pemeriksaan Hb ulang dan
Laboratorium Urinalisa + kolesterol
Ureum : 294, Kreatinin 19,9 - Pro HD siang
Skrining HD: HbsAg - - Rencana USG urologi

Dr. Arifi Page 10


Follow Up
Nama :Tn. Y Usia : 42 th Tanggal : 25 Januari 2017 (09.00)

Subjective Objective Assesment Planning

Sesak(berkurang), KU: TSS, compos mentis E4V5M6 CKD stage V on - IVFD RL 20 tpm
pusing HD
(berkurang), TD : 140/90 mmHg - Ranitidin 2x50mg IV
Lemas (-) Obs Dyspnoe
N : 82x/menit kuat, isi cukup S : 36.5oC - Ondansenron 3x 8gr IV
Anemia
RR : 28x/menit - Amlodipin 1 x 10mg PO
Mata : CA +/+, SI-/- - Valsartan 1 x 80 mg PO
Leher : JVP 5+1cm, KGB tidak ada pembesaran - Asam folat 2 x 0,4mg PO
Paru: suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/- - Bicnat 3 x 500mg PO
Jantung : BJ I II reguler, murmur -, gallop – - CaCo3 3x 500mg PO
Abdomen : cembung, BU +, supel, NT (-) - Pro tranfusi darah PRC 3 x 250
Ekstremitas : akral hangat, odem – (Sudah masuk 2 kolf)
Laboratorium - Pemeriksaan Hb ulang
Hb : 5,6, Ureum : 230, Kreatinin 15,8
Kolesterol: 45, kolesterol total 78, Trigliserid 41
Urinalisa: protein +3
USG urologi: Chronic Kidney Disease Bilateral

Follow Up

Dr. Arifi Page 11


Nama :Tn. Y Usia : 42 th Tanggal : 26 Januari 2017 (09.00)

Subjective Objective Assesment Planning

Sesak(-), pusing KU: TSS, compos mentis E4V5M6 CKD stage V on - IVFD RL 20 tpm
(-), Lemas (-) HD
TD : 110/90 mmHg - Ranitidin 2x50mg IV
Obs Dyspnoe
N : 80x/menit kuat, isi cukup - Ondansenron 3x 8gr IV
Anemia
S : 36.7oC - Amlodipin 1 x 10mg PO
RR : 28x/menit - Valsartan 1 x 80 mg PO
Mata : CA +/+, SI-/- - Asam folat 2 x 0,4mg PO
Leher : JVP 5+1cm, KGB tidak ada pembesaran - Bicnat 3 x 500mg PO
Paru: suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/- - CaCo3 3x 500mg PO
Jantung : BJ I II reguler, murmur -, gallop – -
Abdomen : cembung, BU +, supel, NT (-)
Ekstremitas : akral hangat, odem –
Laboratorium:
Hb: 7,0

Follow Up

Dr. Arifi Page 12


Nama :Tn. Y Usia : 42 th Tanggal : 26 Januari 2017 (09.00)

Subjective Objective Assesment Planning

Sesak(-), pusing KU: TSS, compos mentis E4V5M6 CKD stage V on - Boleh Pulang
(-), Lemas (-) HD
TD : 110/90 mmHg - Amlodipin 1 x 10mg PO
Obs Dyspnoe
N : 80x/menit kuat, isi cukup - Valsartan 1 x 80 mg PO
Anemia
S : 36.7oC - Asam folat 2 x 0,4mg PO
RR : 28x/menit - Bicnat 3 x 500mg PO
Mata : CA +/+, SI-/- - CaCo3 3x 500mg PO
Leher : JVP 5+1cm, KGB tidak ada pembesaran - Kontrol Poli Penyakit Dalam 1
minggu kemudian
Paru: suara napas vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung : BJ I II reguler, murmur -, gallop –
Abdomen : cembung, BU +, supel, NT (-)
Ekstremitas : akral hangat, odem –

Dr. Arifi Page 13


BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Gagal ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama lebih dari 3 bulan, berdasarkan

kelainan patologis atau petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda

kerusakan ginjal diagnosis penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus

kurang dari 60 ml/menit/1,73m². Batasan penyakit ginjal kronik:1.2

1. Kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa

penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:

 Kelainan patologik

 Petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan

pencitraan radiologi

2. Laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m² selama > 3 bulan dengan atau tanpa

kerusakan ginjal.

Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium ditentukan oleh nilai laju

filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus

yang lebih rendah. Klasifikasi tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium.

Stadium 1 adalah kerusakan ginjal dengan fungsi ginjal yang masih normal, stadium 2 kerusakan

ginjal dengan penurunan fungsi ginjal yang ringan, stadium 3 kerusakan ginjal dengan

penurunan yang sedang fungsi ginjal, stadium 4 kerusakan ginjal dengan penurunan berat fungsi

ginjal, dan stadium 5 adalah gagal ginjal. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 dan Tabel 2 berikut:1

Dr. Arifi Page 14


Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar LFG, yang dihitung dengan
mempergunakan rumus Kockroft-Gault sebagai berikut:3-4
LGF (ml/mnt/1.73m2) = (140 – umur) x berat badan *)
72 x kreatinin plasma (mg/dl)
*) pada perempuan dikalikan 0.85

Tabel 1. Klasifikasi penyakit ginjal kronik berdasarkan laju filtrasi glomerolus.1


Klasifikasi penyakit ginjal kronik disusun berdasarkan rekomendasi KDIGO
yaitu klasifikasi berdasarkan penyebab, kategori GFR dan albuminuria. 9

2
Kategori GFR GFR (ml/menit/1,73 m ) Keterangan

G1 ≥ 90 Kerusakan ginjal dengan GFR


normal atau meningkat

G2 60 – 89 Kerusakan ginjal derajat ringan*

G3a 45 – 59 Kerusakan ginjal derajat ringan


hingga sedang

G3b 30 – 44 Kerusakan ginjal derajat sedang

G4 15 – 29 Kerusakan ginjal derajat berat

G5 < 15 Gagal ginjal

Keterangan : *relatif pada usia dewasa muda.


Kriteria Penyakit Ginjal Kronik Berdasarkan Tingkat Albuminuria

Kategori AER ACR Keterangan

Dr. Arifi Page 15


(mg/24 jam) (mg/mmol) (mg/g)

A1 < 30 <3 < 30 Normal atau derajat ringan

A2 30 – 300 3 – 30 30 – 300 Derajat sedang*

A3 > 300 > 30 > 300 Derajat berat**

Keterangan : AER = albumin excretion rate; ACR = albumin to creatinine ratio; *relatif
pada usia dewasa muda; **termasuk sindroma nefrotik (biasanya AER >2200 mg/24 jam,
ACR >220 mg/mmol atau ACR >2220 mg/g.

Klasifikasi atas dasar albuminuria, yang dihitung adalah AER dan ACR dengan rumus
sebagai berikut.

AER (mg/24 jam) = albumin (mg/dl) x volume urin 24 jam

ACR (mg/mmol) = albumin (mg/dl) x 10

ACR (mg/g) = (albumin (mg/dl) x 1000) ÷ creatinine (mg/dl)

Tabel 2. Klasifikasi penyakit ginjal kronik dengan atau tanpa kerusakan ginjal dan
atau dengan atau tanpa peningkatan tekanan darah / hipertensi (HT).3

Dr. Arifi Page 16


GFR Dengan Kerusakan Ginjal Tanpa Kerusakan Ginjal

Dengan HT Tanpa HT Dengan HT Tanpa HT


(ml/min/1,73 m2)

> 90 1 1 HT Normal

60 – 89 2 2 HT dengan Penurunan

penurunan GFR GFR

30 – 59 3 3 3 3

15 – 29 4 4 4 4

< 15 (atau dialisis) 5 5 5 5

II. Etiologi1,3,4

Dari data yang sampai saat ini dapat dikumpulkan oleh Indonesian Renal Registry (IRR)

pada tahun 2007-2008 didapatkan urutan etiologi terbanyak sebagai berikut glomerulonefritis

(25%), diabetes melitus (23%), hipertensi (20%) dan ginjal polikistik (10%).

a. Glomerulonefritis

Glomerulonefritis akut mengarah pada serangkaian tertentu penyakit ginjal di mana

mekanisme kekebalan tubuh memicu peradangan dan proliferasi jaringan glomerular yang dapat

mengakibatkan kerusakan pada membran basal, mesangium, atau endotelium kapiler.

Hippocrates awalnya menggambarkan manifestasi nyeri punggung dan hematuria, lalu juga

oliguria atau anuria. Dengan berkembangnya mikroskop, Langhans kemudian mampu

menggambarkan perubahan pathophysiologic glomerular ini. Sebagian besar penelitian asli

berfokus pada pasien pasca-streptococcus.. Glomerulonefritis akut didefinisikan sebagai

serangan yang tiba-tiba menunjukkan adanya hematuria, proteinuria, dan silinder sel darah

Dr. Arifi Page 17


merah. Gambaran klinis ini sering disertai dengan hipertensi, edema, dan fungsi ginjal

terganggu.2

Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, glomerulonefritis dibedakan primer dan

sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit dasarnya berasal dari ginjal sendiri

sedangkan glomerulonefritis sekunder apabila kelainan ginjal terjadi akibat penyakit sistemik

lain seperti diabetes melitus, lupus eritematosus sistemik (LES), mieloma multipel, atau

amiloidosis.2

Kebanyakan kasus terjadi pada pasien berusia 5-15 tahun. Hanya 10% terjadi pada pasien

yang lebih tua dari 40 tahun. Gejala glomerulonefritis akut yaitu dapat terjadi hematurim

oligouri, edema preorbital yang biasanya pada pagi hari, hipertensi, sesak napas, dan nyeri

pinggang karena peregangan kapsul ginjal.2

b. Diabetes melitus

Menurut American Diabetes Association (2003) diabetes melitus merupakan suatu

kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan

sekresi insulin, kerja insulin atau kedua duanya.2

Diabetes melitus sering disebut sebagai the great imitator, karena penyakit ini dapat

mengenai semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai macam keluhan. Gejalanya sangat

bervariasi. Diabetes melitus dapat timbul secara perlahan-lahan sehingga pasien tidak menyadari

akan adanya perubahan seperti minum yang menjadi lebih banyak, buang air kecil lebih sering

ataupun berat badan yang menurun.2

Dr. Arifi Page 18


Terjadinya diabetes ditandai dengan gangguan metabolisme dan hemodinamik yang

meningkatkan permeabilitas pembuluh darah, meningkatkan tekanan darah sistemik, dan

mengubah pengaturan tekanan intracapillary. Di ginjal, perubahan ini mungkin menyebabkan

munculnya protein dalam urin. Kehadiran protein urin tidak hanya tanda awal penyakit ginjal

diabetes, tetapi dapat menyebabkan kerusakan dan tubulointerstitial glomerular yang pada

akhirnya mengarah ke glomerulosclerosis diabetes. Hubungan yang kuat antara proteinuria dan

komplikasi diabetes lainnya mendukung pandangan bahwa peningkatan ekskresi protein urin

mencerminkan gangguan vaskular umum yang mempengaruhi banyak organ, termasuk mata,

jantung, dan sistem saraf .2,4

c. Hipertensi

Hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90

mmHg pada seseorang yang tidak makan obat anti hipertensi. Berdasarkan penyebabnya,

hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu hipertensi esensial atau hipertensi primer yang

tidak diketahui penyebabnya atau idiopatik, dan hipertensi sekunder atau disebut juga hipertensi

Tabel
renal. 5,6
3. Klasifikasi tekanan darah sistolik, diastolik, modifikasi gaya hidup, serta terapi
obat berdasarkan Joint National Committee (JNC) VII:5,6

Dr. Arifi Page 19


Klasifikasi Sistolik Diastolik Modifikasi Terapi

Tekanan (mmHg) Gaya


(mmHg)
Darah Hidup

Normal < 120 Dan < 80 edukasi tidak perlu obat

Prehipertensi 120 – 139 Atau 80 – 89 Ya antihipertensi

Stage 1 HT 140 – 159 Atau 90 – 99 Ya Thiazid tipe diuretik

Dapat juga ACEI, ARB,

BB, CCB, atau kombinasi

Stage 2 HT > 160 Ya Kombinasi 2 jenis obat

(biasanya thiazid tipe

diuretik dan ACEI atau

ARB atau BB atau CCB)

Target tekanan darah pada terapi pasien dengan CKD atau diabetes adah <130/80 mmHg.

d. Ginjal polikistik

Kista adalah suatu rongga yang berdinding epitel dan berisi cairan atau material yang

semisolid. Polikistik berarti banyak kista. Pada keadaan ini dapat ditemukan kista kista yang

tersebar di kedua ginjal, baik di korteks maupun di medula. Selain oleh karena kelainan genetik,

kista dapat disebabkan oleh berbagai keadaan atau penyakit. Jadi ginjal polikistik merupakan

kelainan genetik yang paling sering didapatkan. Nama lain yang lebih dahulu dipakai adalah

penyakit ginjal polikistik dewasa (adult polycystic kidney disease), oleh karena sebagian besar

baru bermanifestasi pada usia di atas 30 tahun. Ternyata kelainan ini dapat ditemukan pada fetus,

Dr. Arifi Page 20


bayi dan anak kecil, sehingga istilah dominan autosomal lebih tepat dipakai daripada istilah

penyakit ginjal polikistik dewasa.2

III. Epidemiologi

Di Amerika Serikat menyatakan insidens penyakit ginjal kronik diperkitakan 100 juta

kasus perjuta penduduk per tahun, dan angka ini meningkat sekitar 8% setiap tahunnya. Di

Malaysia diperkirakan terdapat 1800 kasus baru gagal ginjal pertahunnya. Di Negara

berkembang lainnya, insidens ini diperkirakan sekitar 40-60 kasis perjuta penduduk per tahun.1

Penyebab gagal ginjal yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun 2000:1,7

1. Glomerulonefritis (46,39%)

2. Diabetes Mellitus (18,65%)

3. Obstruksi dan infeksi (12,85%)

4. Hipertensi (8,46%)

5. Sebab lain (13,65%)

Penyakit gagal ginjal kronik lebih sering terjadi pada pria daripada wanita. Insidennya

pun lebih sering pada kulit berwarna daripada kulit putih.2

IV. Faktor risiko

Faktor risiko gagal ginjal kronik, yaitu pada pasien dengan diabetes melitus atau

hipertensi, penyakit autoimun, batu ginjal, sembuh dari gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih,

berat badan lahir rendah, dan faktor social dan lingkungan seperti obesitas atau perokok,

berumur lebih dari 50 tahun, dan individu dengan riwayat penyakit diabetes melitus, hipertensi,

Dr. Arifi Page 21


dan penyakit ginjal dalam keluarga, berpendidikan rendah, dan terekspos dengan bahan kimia

dan lingkungan tertentu.3

V. Patofisiologi

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang

mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama.

Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih

tersisa (surviving nefron) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif

seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan hiperfiltrasi, yang diikuti oleh

peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerolus. Proses adaptasi ini berlangsung

singkat, akhirnya diikuti oleh proses maladaptasi berupa skelrosis nefron yang masih tersisa.

Proses ini akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif, walaupun penyakit

dasarnya sudah tidak aktif lagi.1,2

Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut

memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis, dan progresifitas tersebut.

Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth

factor seperti transforming growth factor β (TGF-β). Beberapa hal yang juga dianggap berperan

terhadap terjadinya progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi,

hiperglikemia, dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual untuk terjadinya sklerosis dan

fibrosis glomerolus maupun interstitial.1

Perjalanan umum gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi empat stadium. Stadium

ringan dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar

BUN normal dan penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat

Dr. Arifi Page 22


diketahui dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut, seperti test pemekatan

kemih yang lama atau dengan mengadakan test LFG yang teliti.1

Stadium sedang perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75%

jaringan yang berfungsi telah rusak (LFG besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini kadar BUN

baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda,

tergantung dari kadar protein dalam diet. Pada stadium ini, kadar kreatinin serum juga mulai

meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan, kecuali bila penderita misalnya

mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung, atau dehidrasi. Pada stadium insufisiensi ginjal

ini pula gejala-gejala nokturia dan poliuria (diakibatkan oleh kegagalan pemekatan) mulai

timbul. Gejala-gejala ini timbul sebagai respons terhadap stress dan perubahan makanan atau

minuman yang tiba-tiba. Penderita biasanya tidak terlalu memperhatikan gejala-gejala ini,

sehingga gejala tersebut hanya akan terungkap dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang

teliti.1

Stadium berat dan stadium terminal gagal ginjal kronik disebut gagal ginjal stadium akhir

atau uremia. Gagal ginjal stadium akhir timbul apabila sekitar 90% dari massa nefron telah

hancur, atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh. Nilai LFG hanya 10% dari

keadaan normal, dan bersihan kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml per menit atau kurang. Pada

keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat menyolok sebagai

respons terhadap LFG yang mengalami sedikit penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal,

penderita mulai merasakan gejala-gejala yang cukup parah, karena ginjal tidak sanggup lagi

mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Kemih menjadi isoosmotis

dengan plasma pada berat jenis yang tetap sebesar 1,010. Penderita biasanya menjadi oligourik

Dr. Arifi Page 23


(pengeluaran kemih kurang dari 500 ml/hari) karena kegagalan glomerulus meskipun proses

penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal. Kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala

yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir

gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali kalau ia mendapat pengobatan dalam bentuk

transplantasi ginjal atau dialisis.1

Meskipun perjalanan klinis penyakit ginjal kronik dibagi menjadi empat stadium, tetapi

dalam prakteknya tidak ada batas-batas yang jelas antara stadium-stadium tersebut.

VI. Manifestasi Klinis

 perlu sering buang air kecil , terutama pada malam hari (nokturia);

 pembengkakan pada kaki dan bengkak di sekitar mata (retensi cairan);

 tekanan darah tinggi;

 kelelahan dan kelemahan (dari anemia atau akumulasi produk limbah dalam tubuh);

 kehilangan nafsu makan, mual dan muntah ;

 gatal kulit, memar, dan pucat mudah (anemia);

 sesak napas dari akumulasi cairan di paru-paru;

 sakit kepala , mati rasa pada kaki atau tangan (neuropati perifer), gangguan tidur ,
perubahan status mental ( ensefalopati dari akumulasi produk-produk limbah atau racun
uremik), dan restless leg syndrome ;

 nyeri dada karena perikarditis (radang di sekitar jantung);

 perdarahan (karena pembekuan darah yang buruk);

Dr. Arifi Page 24


 nyeri tulang dan patah tulang, dan

 penurunan minat seksual dan disfungsi ereksi

VII. Pendekatan Diagnosis

Pendekatan diagnosis gagal ginjal kronik (GGK) dilihat dari anamnesis, pemeriksaan

fisik, gambaran radiologis, dan apabila perlu gambaharan histopatologis.1,6

1. Memastikan adanya penurunan faal ginjal (LFG)

2. Mengejar etiologi GGK yang mungkin dapat dikoreksi

3. Mengidentifikasi semua faktor pemburuk faal ginjal (reversible factors)

4. Menentukan strategi terapi rasional

5. Meramalkan prognosis

Pendekatan diagnosis mencapai sasaran yang diharapkan bila dilakukan pemeriksaan

yang terarah dan kronologis, mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik diagnosis dan pemeriksaan

penunjang diagnosis rutin dan khusus.

a. Anamnesis dan pemeriksaan fisik

Anamnesis harus terarah dengan mengumpulkan semua keluhan yang berhubungan

dengan retensi atau akumulasi toksin azotemia, etiologi GGK, perjalanan penyakit termasuk

semua faktor yang dapat memperburuk faal ginjal (LFG). Gambaran klinik (keluhan subjektif

Dr. Arifi Page 25


dan objektif termasuk kelainan laboratorium) mempunyai spektrum klinik luas dan melibatkan

banyak organ dan tergantung dari derajat penurunan faal ginjal.

Gambaran klinis pasien penyakit ginjal kronik meliputi:

i) sesuai dengan penyakit yang mendasari;

ii) sindrom uremia yang terduru daru lemah, letargi, anoreksia, mual, muntah, nokturia,

kelebihan cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritusm uremic frost,

perikarditis, kejang-kejang sampai koma;

iii) gejala komplikasinya antara lain hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah

jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium,

chlorida).1

b. Pemeriksaan laboratorium

Gambaran laboratorium penyakit ginjal kronik meliputi sesuai dengan penyakit yang

mendasarinya, penurunan fungsi ginjal berupa peningkatan ureum dan kreatinin serum, dan

penurunan laju filtrasi glomerolus (LFG) yang dapat dihitung mempergunakan rumus Kockcroft-

Gault, serta kelainan biokimia darah lainnya, seperti penurunan kadar hemoglobin, hiper atau

hipokalemia, hiperfosfatemia, hipokalsemia. Kelainan urinanalisi meliputi proteinuria, hematuri,

leukosuria, dan silinder.1

c. Pemeriksaan penunjang diagnosis

Pemeriksaan radiologis penyakit ginjal kronik meliputi:1

1. foto polos abdomen: dapat terlihat batu radio opak

Dr. Arifi Page 26


2. pielografi intravena: sekarang jarang digunakan karena kontras seriing tidak bisa

melewati filter glomerolus, di samping kekhawatiran terjadinya pengaruh toksisk oleh

kontras terhadap ginjal yang sudah mengalami kerusakan

3. pielografi antergrad atau retrograde dilakukan sesuai indikasi

4. ultrasonografi ginjal dapat memperlihatkan ukuran ginjal yang mengecil, korteks yang

menipis, adanya hidronefrosis atau batu ginjal, kista, massa, klasifikasi

5. pemeriksaan pemindaan ginjal atau renografi dikerjakan bila ada indikasi.

VII. Penatalaksanaan
PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan pada CKD bersifat konservatif. Penatalaksanaan ini lebih bermanfaat bila
penurunan fungsi ginjal masih ringan. Pengobatan konservatif ini terdiri dari 3 strategi, yaitu :

1. Memperlambat laju penurunan fungsi ginjal


a. Pengobatan hipertensi. Target penurunan tekanan darah yang dianjurkan < 140/90
mmHg.
b. Pembatasan asupan protein, bertujuan untuk mengurangi hiperfiltrasi glomerulus
dengan demikian diharapkan progresifitas akan diperlambat.
c. Retriksi fosfor, untuk mencegah hiperparatirodisme sekunder
d. Mengurangi proteinuria. Terdapat korelasi antara proteinuria dan penurunan
fungsi ginjal terutama pada glomerulonefritis kronik dan diabetes. Dalam hal ini
ACE inhibitor biasanya digunakan.
e. Mengendalikan hiperlipidemia. Telah terbukti bahwa hiperlipidemia yang tidak
terkendali dapat memepercepat progresifitas gagal ginjal. Pengobatan meliputi
diet dan olahraga. Pada peningkatan yang berlebihan diberikan obat-obat penurun
lemak darah.

Dr. Arifi Page 27


2. Mencegah kerusakan ginjal lebih lanjut
a. Pencegahan kekurangan cairan
Dehidrasi dan kehilangan elektrolit dapat menyebabkan gangguan prerenal yang
masih dapat diperbaiki. Oleh sebab itu perlu ditanyakan mengenai
keseimbangnan cairan ( muntah, keringat, diare, asupan cairan sehari-hari),
penggunaanobat (diuretik, manitol, fenasetin), dan penyakit lain (DM, kelaian
gastrointestinal, ginjal polikistik)

b. Sepsis
Sepsis dapat disebabkan berbagai macam infeksi, terutama infeksi saluran kemih.
Penatalaksanaan ditujukan untuk mengkoreksi kelainan urologi dan antibiotik yg
telah terpilih untuk mengobati infeksi.

c. Hipertensi yang tidak terkendali


Tekanan darah umumnya meningkat sesuai dengan perburukan fungsi ginjal.
Kenaikan tekanan darah ini akan menurunkan fungsi ginjal. Akan tetapi
penurunan tekanan darah yang berlebihan juga aka menyebabkan perfusi ginjal
menurun. Obat yang dapat diberikan adalah furosemid, beta blocker, vasodilator,
calsium antagonis dan alfa blocker. Golongan tiazid kurang bermanfaat.
Spironolakton tidak dapat digunakan karena meningkatkan kalium.

d. Obat-obat nefrotoksik
Obat-obat aminoglikosida, OAINS, kontras radiologi, dan obat-obat yang dapat
menyebabkan nefritis interstitialis harus dihindari.

e. Kehamilan
Kehamilan dapat memperburuk fungsi ginjal, hipertensim meningkatkan
terjadinya eklamsia dan menyebabkan retardasi pertumbuhan intrauterine.

3. Pengelolaan uremia dan komplikasinya

Dr. Arifi Page 28


a. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit
Pasien dengan CKD sering mengalami peningkatan jumlah cairan ekstrasel
karenan retensi cairan dan natrium. Peningkatan cairan intravaskular
menyebabkan hipertensi, sementara ekspansi cairan ke interstitial menyebabkan
edema. Hiponatremia sering juga dijumpai. Penatalaksanaan yang tepat meliputi
retriksi asupan cairan dan natrium, dan pemberian terapi diuretik. Asupan cairan
dibatasi < 1 liter/hari, pada keadaan berat < 500ml/hari. Natrium diberikan <2-4
gr/hari, tergantung dari beratnya edema. Jenis diuretik yang menjadi pilihan
adalah furosemid. Karena efek furosemid tergantung dari sekresi aktifnya di
tubulus proksimal, pasien dengan CKD umumnya membutuhkan dosis yang
tinggi (300-500 mg), namun hati-hati terhadap efek sampinya. Apabila tindakan
ini tidak membantu harus dilakukan dialisis.

b. Asidosis metabolik
Penurunan kemampuan sekresi acid load pada CKD menyebabkan terjadinya
asidosis metabolik, umumnya bila GFR < 25 ml/mnt. Diet rendah protein 0.6
gr/hr dapat membantu mengurangi asidosis. Bila bikarbonat turun sampai < 15-17
mEq/L harus diberikan stubtitusi alkali.

c. Hiperkalemia
Hiperkalemia dapat menyebabkan aritmia kordis yang fatal. Untuk mengatasi ini,
dapat diberikan :

Kalsium glukonas 10% 10 ml dalam 10 menit IV

Bikarbonas natrikus 50-150 IV dalam 15-30 menit

Insulin dan glukosa 6U insulin dan glukosa 50g dalam waktu 1 jam

Kayexalate (resin pengikat kalium) 25-50 gr oral atau rektal

Bila hiperkalemia tidak dapat diatasi, maka sudah merupakan indikasi untuk
dialisis

d. Diet rendah protein

Dr. Arifi Page 29


Diet rendah protein dianggap akan mengurangi akumulasi hasil akhir
metabolisme protein yaitu ureum dan toksik uremik lainya. Selain itu telah
terbukti bahwa diet tinggi protein akan mempercepat timbulnya
glomerulosklerosis sebagai akibat meningkatnya beban kerja glomerulus dan
fibrosis interstitial.kebutuhan kalori harus dipenuhi supaya tidak terjadi
pemecahan protein dan merangsang pengeluaran insulin. Kalori yang diberikan
adalah sekitar 35 kal/kgBB, protein 0.6gr/ kgBB/ hari dengan nilai biologis tinggi
(40% as.amino esensial). Pasien non dialisis 0,6 -0,75 gram /kg BB/hr sesuai CCT
dan toleransi pasien, Pasien hemodialisis 1 -1 2 gram/kgBB ideal/hari, Pasien
peritoneal dialisis 1,3 gram/kgBB/hr

e. Anemia
Penyebab utama anemia pada CKD adalah terjadinya defisiensi eritropoeitin.
Penyebab lainya adalah perdarahan gastrointestinal, umur eritrosit yang pendek,
serta adanya fakotr yang menghambat eritropoiesis (toksin uremia), malnutrisi
dan defisiensi besi.

Transfusi darah hanya diberikan bila perlu dan apabila trasnfusi tersebut dapat
memperbaiki keadaan klinis secara nyata.Terapi terbaik apabila Hb <8 g% adalah
pemberian eritropoietin, tetapi pengobatan ini masih terbatas karena mahal.

f. Kalsium dan fosfor


Terdapat 3 mekanisme yang saling berhubngan yaitu hipokalsemia dengan
hipoparatiroid sekunder, retensi fosfor oleh ginjal, gangguan pembentukan

1,25 dihidroksikalsiferol metabolit aktif vitamin D. Pada keadaan ini dengan GFR
< 30 mL/mnt diperlukan pemberian fosfor seperti kalsium bikarbonat atau
kalsium asetat yang diberikan pada saat makan. Pemberian vitamin D juga perlu
diberikan untuk meningkatkan absorbsi calcium di usus.

g. Hiperurisemia
Alopurinol sebaiknya diberikan 100-300 mg, apabila kadar asam urat > 10 mg/dl
atau apabila terdapat riwayat gout.

Dr. Arifi Page 30


Inisiasi dialisis

Penatalaksanaan konservatif dihentikan bila pasien sudah memerlukan dialisi tetap atau
transplantasi. Pada tahap ini biasanya GFR sekitar 5-10 ml/mnt. Dialisis juga diiperlukan bila :

 Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan


 Hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat-obatan
 Overload cairan (edema paru)
 Ensefalopati uremic, penurunan kesadaran
 Efusi perikardial
 Sindrom uremia ( mual,muntah, anoreksia, neuropati) yang memburuk.

Dialisis

Ada dua jenis dialisis 1) hemodialisis dan 2) dialisis peritoneal.

Dialisis Akses

Sebuah akses vaskular diperlukan untuk hemodialisis sehingga darah dapat dipindahkan
meskipun filter dialisis pada kecepatan cepat untuk memungkinkan pembersihan limbah, racun,
dan kelebihan cairan. Ada tiga jenis akses vaskular: fistula arteriovenosa (aVF), graft
arteriovenosa, dan kateter vena sentral.

1. Fistula arteriovenosa (aVF): Akses yang lebih disukai untuk hemodialisis adalah aVF,
dimana arteri secara langsung bergabung ke pembuluh darah. Vena ini memakan waktu
dua sampai empat bulan untuk memperbesar dan matang sebelum dapat digunakan untuk
cuci darah. Setelah matang, dua jarum ditempatkan ke dalam vena untuk dialisis. Satu
jarum digunakan untuk menarik darah dan dijalankan melalui mesin dialisis. Jarum kedua
adalah untuk mengembalikan darah dibersihkan. AVFs cenderung tidak terinfeksi atau
mengembangkan gumpalan dari jenis lainnya akses dialisis.

Dr. Arifi Page 31


2. Graft arteriovenosa: Sebuah graft arteriovenosa ditempatkan pada mereka yang memiliki
pembuluh darah kecil atau dalam fistula yang telah gagal dibuat. Teknik ini terbuat dari
bahan buatan dan jarum dialisis dimasukkan ke dalam jalur secara langsung.

3. Kateter vena sentral: Sebuah kateter mungkin baik sementara atau permanen. Pipa ini
yang baik ditempatkan di leher atau pangkal paha ke dalam pembuluh darah besar.
Meskipun kateter memberikan akses langsung untuk cuci darah, mereka rentan terhadap
infeksi dan juga dapat menyebabkan pembuluh darah menggumpal atau sempit.

Peritoneal akses (untuk dialisis peritoneal): Sebuah kateter ditanamkan ke dalam rongga perut
(dibatasi oleh peritoneum) dengan prosedur bedah minor. Kateter ini adalah tabung tipis yang
terbuat dari bahan yang fleksibel lembut, biasanya silikon atau poliuretan. Kateter biasanya
memiliki satu atau dua manset yang membantu menahannya di tempat. Ujung kateter mungkin
lurus atau melingkar dan memiliki beberapa lubang untuk memungkinkan jalan keluar dan
kembali cairan. Meskipun kateter dapat digunakan segera setelah implantasi, biasanya
disarankan untuk menunda dialisis peritoneal selama minimal 2 minggu sehingga
memungkinkan penyembuhan dan mengurangi risiko kebocoran berkembang.

Hemodialisis

Hemodialisis melibatkan sirkulasi darah melalui filter atau dialyzer pada mesin dialisis.

 Dialyzer memiliki dua kompartemen cairan dan dikonfigurasi dengan kumpulan


berongga tabung kapiler serat.

 Darah di kompartemen pertama dipompa sepanjang satu sisi membran semipermeabel,


sedangkan dialisat (cairan yang digunakan untuk membersihkan darah) dipompa
sepanjang sisi lain, dalam kompartemen yang terpisah, dalam arah yang berlawanan.

 Konsentrasi gradien zat antara darah dan dialisat menyebabkan perubahan yang
diinginkan dalam komposisi darah, seperti pengurangan produk-produk limbah (urea
nitrogen dan kreatinin), sebuah koreksi kadar asam, dan equilibrium tingkat mineral
berbagai.

Dr. Arifi Page 32


 Pengeluaran kelebihan cairan.

 Darah kemudian kembali ke tubuh.

Transplantasi Ginjal

Transplantasi ginjal menawarkan hasil terbaik dan kualitas terbaik dari kehidupan.
Transplantasi ginjal Sukses terjadi setiap hari di Amerika Serikat. Transplantasi ginjal dapat
berasal dari donor hidup terkait, donor hidup tidak berhubungan, atau orang yang telah
meninggal karena sebab lain (donor kadaver). Pada penderita diabetes tipe I, transplantasi ginjal-
pankreas dikombinasikan sering merupakan pilihan yang lebih baik. Namun, tidak semua orang

Dr. Arifi Page 33


merupakan kandidat untuk transplantasi ginjal. Orang perlu menjalani pengujian ekstensif untuk
memastikan kesesuaian mereka untuk transplantasi. Juga, ada kekurangan organ untuk
transplantasi, membutuhkan waktu tunggu dari bulan sampai tahun sebelum mendapatkan
transplantasi.

Seseorang yang membutuhkan transplantasi ginjal mengalami beberapa tes untuk


mengidentifikasi karakteristik sistem kekebalan tubuh nya. Penerima dapat menerima hanya
ginjal yang berasal dari donor yang cocok tertentu karakteristik imunologi nya. Donor lebih
mirip berada dalam karakteristik ini, semakin besar kemungkinan kesuksesan jangka panjang
dari transplantasi. Transplantasi dari donor yang terkait hidup umumnya memiliki hasil terbaik.

Terapi antibodi Antilymphocyte induksi bervariasi dan termasuk antiserum poliklonal,


monoclonals mouse, dan apa yang disebut monoclonals manusiawi. Antiserum poliklonal,
seperti globulin antilymphocyte (ALG), antilymphocyte serum (ALS), dan antithymocyte
globulin (ATG), adalah kuda, kambing, atau antiserum kelinci ditujukan terhadap sel-sel limfoid
manusia. Efeknya adalah untuk secara signifikan lebih rendah dan hampir menghapuskan sel
limfoid beredar yang sangat penting untuk respon penolakan. Imunologi co-stimulasi blokade
dengan Belatacept (Nulojix) telah menjanjikan sebagai agen imunosupresif perawatan baru untuk
meningkatkan fungsi ginjal. Itu mungkin memainkan peran dalam menekan ketergantungan pada
kalsineurin inhibitor (tacrolimus dan siklosporin) untuk imunosupresi.

Dr. Arifi Page 34


8. Prognosis

Hasil penelitian menunjukkan bahwa GFR diperkirakan lebih rendah, lebih tinggi albuminuria,
usia muda, dan seks laki-laki menunjuk sebuah pengembangan yang lebih cepat dari gagal ginjal.
Juga, serum albumin rendah, kalsium, dan bikarbonat, dan fosfat serum yang lebih tinggi dapat
memprediksi peningkatan risiko gagal ginjal.

Di Amerika Serikat, hemodialisis dan peritoneal dialisis memiliki populasi umum penerimaan
rumah sakit 2 per pasien per tahun; pasien yang memiliki transplantasi ginjal memiliki rata-rata 1
masuk rumah sakit per tahun. Selain itu, pasien dengan ESRD yang menjalani transplantasi
ginjal bertahan hidup lebih lama daripada mereka pada dialisis kronis.

Angka kematian yang berhubungan dengan hemodialisis yang mencolok dan menunjukkan
bahwa harapan hidup pasien masuk ke hemodialisis nyata dipersingkat. Pada tahun 2003, lebih
dari 69.000 pasien dialisis terdaftar dalam program ESRD meninggal.

Dr. Arifi Page 35


BAB IV

KESIMPULAN

Seorang Laki-laki berusia 42 tahun datang ke Rumah Sakit Umum Depati Hamzah dengan
keluhan sesak nafas 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Pasien juga mengeluh lemas ,
jari- jari tangan terasa kaku dan kesemutan, lutut kaki kanan terasa kaku dan nyeri, mual(+),
muntah (+), pusing (+). BAK banyak, BAB normal. Riwayat Ht (+), Riw DM (-), Riwayat
TB (+).
Pada pemeriksaan fisik didapatkan tanda vital; TD 210/110, Nadi 120x/menit, RR 30x/menit,
S 36,5C, didapatkan conjungtiva anemis. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
penurunan Hemoglobin, hematocrit dan eritrosit, didapatkan peningkatan kadar ureum dan
kreatinin darah. Perhitungan GFR 4,88, pasien termasuk CKD stage 5. Pasien membutuhkan
HD

Dr. Arifi Page 36


DAFTAR PUSTAKA

1. Ketut Suwitra. Penyakit Ginjal Kronik. Aru WS, Bambang S, Idrus A, Marcellus SK, Siti

S, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed. 4 Jilid I. Jakarta: Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia; 2007. hlm 570-3.

2. Suwitra K. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam edisi kelima.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S, editors. Jakarta: Interna
Publishing. 2010. p. 1035-40.
3. Murray L, Wilkinson IB, Baldwin A, Wallin E. Chronic Kidney Disease. Oxford
Handbook of Clinical Medicine, Ed. 9. New York: Oxford University Press Inc. 2014. p.
294-7.

4. Davey, Patrick. At a Glance Medicine. 2005. Penerbit : Erlangga. Hal : 258, Gagal ginjal
Kronis dan pasien dialisis.

5. Silbernagl S. Gagal Ginjal kronis. Teks & Atlas Berwarna Patofisiologi. 2007. Jakarta :
EGC.
6. Stevens PE, Levin A. Evaluation and management of chronic kidney disease: synopsis of
the kidney disease: Improving global outcomes 2012 clinical practice guideline. Annals
of internal medicine. 2013; 158(11):825-30.

7. James I. McMillan, MD. December 2007. Chronic Kidney Disease (Chronic Renal
Failure).
http://www.merckmanuals.com/professional/genitourinary_disorders/renal_failure/chroni
c_kidney_disease.html

Dr. Arifi Page 37

Anda mungkin juga menyukai