Anda di halaman 1dari 98

PENGARUH KOMPRES HANGAT TERHADAP NYERI SENDI

PADA LANSIA (60-74 TAHUN) DI WISMA LANSIA

HARAPAN ASRI DAN PENGAYOMAN

KOTA SEMARANG

SKRIPSI

“Untuk memenuhi Persyaratan Mencapai Sarjana Keperawatan

Oleh

HENRICHA EVALINA SINAGA

22020110120039

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG, JUNI 2014

i
Halaman Persembahan
Terkadang aku hampir menyerah ketika lelah dan jenuh menghampiri

Serasa tenaga dan pikiran ini telah menemukan titik buntu dipenghujung
perjalanan

Namun secercah cahaya harapan seakan mengajakku,

untuk terus berlari lebih cepat dan lebih cepat

Hingga sampai garis finish dengan waktu dan keadaan yang sungguh indah.

Terimaksih untuk semua penyertaan dan berkatMu

Tiada kata lain yang mampu aku ungkapkan selain “Ucapan Syukur” atas semua
ini

“Thankyou Jesus”

This research is especially dedicated to :

My beloved Parents, Mom and Dad,

My wonderful family, The Sinagas,

And all of my best friend

So do not fear, for I am with you; do not be dismayed, for I am your God. I will
strengthen you and help you; I will uphold you with My righteous right hand

Isaiah 41:10

“Those who sow in tears shall reap in joy.”

Psalm 126:5

ii
SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa penelitian yang saya lakukan adalah hasil karya

sendiri. Tidak ada karya ilmiah atau sejenisnya yang diajukan untuk memperoleh gelar

kesarjanaan atau sejenisnya di Perguruan Tinggi manapun seperti karya ilmiah yang saya

susun.

Sepengetahuan saya juga, tidak ada karya ilmiah atau pendapat yang pernah ditulis

atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah karya

ilmiah yang saya susun ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Apabila pernyataan tersebut terbukti tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi

sesuai dengan ketentuan akademik yang berlaku.

Semarang, 9 Juni 2014

Henricha Evalina Sinaga

iii
Lembar Persetujuan

Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa laporan Skripsi

Keperawatan yang berjudul :

PENGARUH KOMPRES HANGAT TERHADAP NYERI SENDI


PADA LANSIA (60-74 Tahun) DI WISMA LANSIA

HARAPAN ASRI DAN PENGAYOMAN,

KOTA SEMARANG

Dipersiapkan dan disusun oleh :

Nama : Henricha Evalina Sinaga

NIM : 22020110120039

Telah disetujui untuk dapat dipertahankan di hadapan Tim Penguji

Pembimbing,

Chandra Bagus Ropyanto S.Kp M.Kep.Sp. KMB

NIP. 197905212007101001

iv
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa Laporan Skripsi Keperawatan yang

berjudul :

PENGARUH KOMPRES HANGAT TERHADAP NYERI SENDI PADA LANSIA


(60-74 TAHUN) DI WISMA LANSIA HARAPAN ASRI, BANYUMANIK DAN
PENGAYOMAN, PETERONGAN, KOTA SEMARANG

Dipersiapkan dan disusun oleh :

Nama : Henricha Evalina Sinaga

NIM : 22020110120039

Telah diuji pada tanggal, 12 Juni 2014 dan dinyatakan telah memenuhi syarat untuk
mendapatkan gelar Sarjana Keperawatan.

Penguji I

Ns. Niken Safitri D.K, S.Kep., M.si.Med

NIP. 198107272008122001

Penguji II

Sarah Ulliya.S.Kp., M.Kes

NIP. 197701262001122001

Penguji III

Chandra Bagus Ropyanto S.Kp M.Kep.Sp.KMB

NIP. 197905212007101001

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan

karunia-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Pengaruh

Kompres Hangat terhadap nyeri sendi pada lansia di Wisma Lansia Harapan Asri

Banyumanik dan Pengayoman, Peterongan, Kota Semarang” dalam rangka untuk

memenuhi persyaratan mencapai Sarjana Keperawatan di Jurusan Ilmu Keperawatan,

Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Dalam penyusunan skripsi ini, peneliti mendapat bimbingan dan dukungan dari

berbagai pihak. Oleh karena itu peneliti menyampaikan terima kasih kepada:

1. Ibu Wahyu Hidayati, S.Kp.,M.Kep.,Sp.KMB selaku Ketua Progam Studi Ilmu

Keperawatan Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

2. Bapak Chandra Bagus Ropyanto S.kep M.kep selaku dosen pembimbing yang telah

memberikan arahan dan dorongan, waktu dan kesabaran dalam penyusunan proposal

penelitian ini.

3. Ibu Ns. Niken Safitri D.K, S.Kep., M.si.Med dan Ibu Sarah Ulliya. S.Kp., M.Kes

selaku dosen penguji proposal penelitian atas ketelitian, masukan, dan arahan dalam

perbaikan penelitian.

4. Ibu Fitria Handayani. S.Kp., M.Kep., Sp.KMB selaku dosen wali yang senantiasa

memberikan dorongan dan nasihatnya

5. Kepada Pengelola Panti Lansia Harapan Asri dan Pengayoman, Kota Semarang.

6. Kepada responden penelitian yang telah berpartisipasi dalam penelitian ini.

vi
7. Keluarga terkasih, Papa, Mama, Jufry, Ganda Tua, Vian, Pipin dan seluruh keluarga

besar Sinaga atas segala doa, dukungan dan kepercayaan yang selalu diberikan

hingga saat ini.

8. Kakakku tersayang, Sri Sinaga, Eva Sinaga dan Evi Sinaga atas semua semangat dan

dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.

9. Sahabat-sahabatku, Hayu, Rara, Dea, Arin dan juga sahabat bimbingan Ratna, Riska,

Bella dan Wiwik atas kesetiaannya selalu memberi semangat dan dukungan dalam

menyelesaikan skripsi ini.

10. Semua pihak yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu yang telah memberikan

dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

11. Keluarga besar Progam Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran yang

memberikan bekal pengalaman dan pendidikan yang tak tegantikan oleh apapun.

Peneliti menyadari, skripsi ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, peneliti

mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan penelitian ini. Harapan peneliti,

semoga penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya Ilmu

Keperawatan.

Semarang, Juni 2014

Henricha Evalina Sinaga

vii
DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL .................................................................................................. i

HALAMAN PERSEMBAHAN ................................................................................ ii

SURAT PERNYATAAN................................................................................... iii

LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................................................... iv

LEMBAR PENGESAHAN................................................................................ v

KATA PENGANTAR ................................................................................................ vi

DAFTAR ISI ............................................................................................................... viii

DAFTAR TABEL ...................................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................... xi

DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................................. xii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1


B. Rumusan Masalah .............................................................................. 5
C. Tujuan ................................................................................................ 6
1. Tujuan Umum ............................................................................. 6
2. Tujuan Khusus ............................................................................. 6
D. Manfaat Penelitian ............................................................................. 7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori .................................................................................... 9


1. Konsep Dasar Nyeri Pada Lansia ................................................. 9
2. Kompres Hangat .......................................................................... 21
3. Lansia ........................................................................................... 27
4. Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Nyeri Sendi Lansia .......... 30
B. Kerangka Teori .................................................................................. 33

viii
C. Kerangka Konsep ................................................................................ 34
D. Hipotesis ............................................................................................ 34
BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis Rancangan Penelitian ................................................................ 35


B. Tempat Penelitian ............................................................................. 36
C. Waktu Penelitian ............................................................................... 36
D. Populasi dan Sampel .......................................................................... 36
1. Populasi ....................................................................................... 36
2. Sampel ......................................................................................... 37
E. Variabel Penelitian ............................................................................. 38
F. Definisi Operasional .......................................................................... 39
G. Instrumen Penelitian .......................................................................... 40
H. Validitas dan Reliabilitas ................................................................... 41
I. Teknik Pengumpulan Data.................................................................. 41
1. Cara Pengambilan Data ............................................................... 41
2. Cara Pengolahan Data ................................................................. 45
3. Penyajian Data ............................................................................. 46
J. Etika Penelitian .................................................................................. 50
BAB IV HASIL PENELITIAN

A. Pelaksanaan Penelitian ....................................................................... 52


B. Analisis Univariat .............................................................................. 52
C. Analisis Bivariat ................................................................................. 54
BAB V PEMBAHASAN

A. Interpretasi Hasil Penelitian ................................................................ 58


B. Keterbatasan Penelitian ...................................................................... 65
BAB VI PENUTUP

A. Kesimpulan ........................................................................................ 66
B. Saran .................................................................................................. 67
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

ix
DAFTAR TABEL

Nomor
Tabel Judul Tabel Halaman

2.1 Rekomendasi Suhu Untuk Kompres Hangat .................................................... 26

3.1 Bentuk Rancangan Penelitian ........................................................................... 35


3.2 Definisi Operasional Penelitian ........................................................................ 39

4.1 Distribusi Responden Berdasarkan Usia .......................................................... 53

4.2 Distribusi Jenis Kelamin dan Waktu Penelitian ............................................... 54

4.3 Skala Nyeri Sendi Lansia (60-74 Tahun) sebelum Intervensi .......................... 55

4.4 Skala Nyeri Sendi Lansia (60-74 Tahun) setelah intervensi ............................. 56

4.5 Skala Nyeri Sendi Setelah Intervensi pada Kelompok

Kontrol dan Intervensi ..................................................................................... 57

x
DAFTAR GAMBAR

Nomor
Gambar Daftar Gambar Halaman

2.1 Skala Intensitas Nyeri Numerik ............................................................... 16

2.2 Skala Analog Visual ................................................................................. 17

2.3 Skala Nyeri Wajah Wong-Bacher ........................................................... 18

2.4 Kerangka Teori ....................................................................................... 33

2.5 Kerangka Konsep .................................................................................... 30

3.1. Instrumen Penelitian Skala Nyeri Wajah Wong Bacher .......................... 31

xi
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor
Judul Lampiran
Lampiran

1. Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian

2. Informed Consent Penelitian

3. Data Demografi

4. Pengukuran Skala Nyeri Sendi Responden

5. Surat Ijin Permohonan Melakukan Pengkajian Data Awal


Proposal Penelitian Ke Wisma Lansia Harapan Asri,
Banyumanik Kota Semarang

6. Surat Ijin Permohonan Melakukan Pengkajian Data Awal


Proposal Penelitian Ke Panti Werdha Pengayoman, Peterongan

7. Surat Permohonan Ijin Melakukan Penelitian Ke Wisma Lansia


Harapan Asri, Banyumanik Kota Semarang

8 Surat Permohonan Ijin Melakukan Penelitian Ke Panti Werdha


Pengayoman, Peterongan

9 Surat Pemberitahuan Permohonan Ijin Pengkajian data Awal dari


Wisma Lansia Harapan Asri, Banyumanik Kota Semarang

10 Surat Pemberitahuan Permohonan Ijin Pengkajian data Awal dari


Panti Werdha Pengayoman, Peterongan, Kota Semarang

11 Surat Persetujuan Melakukan Penelitian dari Wisma Lansia


Harapan Asri, Banyumanik Kota Semarang

xii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Proses perkembangan daur kehidupan manusia usia lanjut merupakan fase

akhir dari perkembangan kehidupan.1 Serangkaian proses tumbuh kembang

yang sudah dilalui hingga pada akhirnya fase lanjut usia menjadi fase akhir

dari serangkain tumbuh kembang tersebut.

Menurut Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1

ayat 2 lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas”.1,2

Harus dipahami bahwa usia berapa pun yang dianggap sebagai permulaan usia

tua, usia secara luas dan berbeda didefinisikan oleh masyarakat.2 Badan

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan usia lanjut dibagi dalam

Empat kategori yaitu usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut

usia (elderly) ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia

sangat tua (very old) ialah di atas 90 tahun.2,3

Pertambahan usia ini mengakibatkan kondisi fisik seorang lanjut usia

mengalami penurunan. Masalah ini timbul diakibatkan karena berkurangnya

daya tahan tubuh dalam menghadapi pengaruh dari luar atau sering disebut

dengan penyakit degeneratif.4 Permasalahan fisik yang dialami lansia salah

satunya gangguan muskuloskeletal seperti nyeri sendi yang mengakibatkan

ketidaknyamanan, dan kesemutan pada anggota badan.2,3

1
2

L
ansia menunjukkan kecenderungan prevalensi yang mencolok dalam kaitan

gangguan-gangguan yang bersifat kronis.1,2 Penelitian sebelumnya yang

dilakukan oleh Rachmawati MR. 2006 ditemukan lima kasus muskuloskeletal

terbanyak yang ditemukan pada lansia dan osteoarthritis lutut menduduki

urutan pertama dari kelima kasus muskuloskletal tersebut.5

Nyeri sendi merupakan penyakit tulang degeneratif yang ditandai oleh

pengeroposan kartilago articular (sendi).6 Badan Kesehatan Internasional

(WHO) mengatakan nyeri sendi paling banyak diderita oleh individu yang

berusia diatas 60 tahun. Kasus nyeri sendi pada lansia di dunia diperkirakan

mencapai 9,6% pada pria dan 18 % pada wanita. Kasus tersebut akan terus

meningkat akibat bertambahnya usia harapan.

Nyeri sendi umumnya menyerang penderita berusia lanjut pada sendi-

sendi penopang berat badan, terutama sendi lutut, panggul, lumbal dan

servikal.7 Nyeri sendi bukan hanya berakibat mengurangi kualitas hidup lansia

namun juga dapat menimbulkan berbagai kerugian besar dalam bidang

ekonomi, psikologi dan sosial serta tidak hanya untuk penderita, tetapi juga

keluarga dan lingkungan.8 Di Australia pada tahun 2002, diperkirakan biaya

nasional untuk OA sebesar 1% dari GNP, yaitu mencapai $Aus

2.700/orang/tahun.8 Dapat dibayangkan begitu besarnya dampak negatif yang

ditimbulkan oleh penyakit tulang dan sendi.8

Gejala nyeri sendi di Inggris dan Wales, sekitar 1,3 hingga 1,75 juta orang.

Di Amerika, 1 dari 7 penduduk menderita nyeri sendi. Secara keseluruhan,

sekitar 10-15% orang dewasa lebih dari 60 tahun menderita nyeri sendi.8
3

Prevalensi nyeri sendi total di Indonesia 34,3 juta orang pada tahun 2002 dan

mencapai 36,5 juta orang pada tahun 2007. Diperkirakan 40% dari populasi

usia di atas 65 tahun menderita nyeri sendi, dan 80 % pasien nyeri sendi

mempunyai keterbatasan gerak dalam berbagai derajat dari ringan sampai

berat. Keterbatasan pergerakan serta penurunan kemampuan muskuloskeletal

dapat menurunkan aktivitas fisik dan latihan sehingga akan mempengaruhi

lansia dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari (activity daily Living/

ADL) yang akan berpengaruh terhadap Quality of Life lansia yang sifatnya

kronik-progresif.9

Mengingat besarnya kerugian yang ditimbulkan nyeri sendi maka perlu

dilakukan upaya untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan. Terdapat

dua intervensi yang digunakan dalam meminimalkan dampak nyeri sendi yaitu

intervensi non farmakologi dan intervensi farmakologi.10

Menurut penelitian Chandra kompres hangat merupakan salah satu

pengobatan non farmakologi yang dapat membantu meredakan rasa nyeri,

kaku dan spasme otot.11 Hal ini disebabkan karena efek fisiologis terapi panas

terhadap hemodinamik mampu meningkatkan aliran darah, vasodilatasi

meningkatkan penyerapan nutrisi, leukosit dan anti bodi dan meningkatkan

pembuangan sisa metabolik dan sisa jaringan sehingga membantu resolusi

kondisi inflamasi.11

Penggunaan terapi panas permukaan pada tubuh dapat memperbaiki

fleksibilitas tendon dan ligament, mengurangi spasme otot, meredakan nyeri,

meningktakan aliran darah dan meningkatkan metabolisme.12,13


4

Mekanismenya dalam mengurangi nyeri tidak diketahui dengan pasti

walaupun para peneliti yakin bahwa panas dapat menonaktifkan serabut saraf,

melepaskan endorphin, opium yang sangat kuat yang dapat memblok

transmisi nyeri.13 Penelitian lain mengenai pengaruh kompres hangat terhadap

pengurangan nyeri sendi telah dilakukan oleh Fanada dengan memberikan

kompres hangat selama 20-30 menit terhadap 20 sampel penelitian didapatkan

ada perbedaan yang signifikan antara pengukuran tingkat nyeri sebelum

dilakukan kompres hangat dengan pengukuran nyeri setelah kompres hangat

hingga dapat disimpulkam bahwa tindakan kompres hangat dapat menurunkan

tingkat nyeri yang mengalami nyeri rematik.14

Penelitian tersebut menjadi bahan pembanding dalam penelitian yang akan

dilakukan. Terapi panas yang akan diberikan yaitu dengan menggunakan hot

pack gel pada suhu 37- 400C karena secara umum peningkatan aliran darah

dapat terjadi pada bagian tubuh yang dihangatkan, kompres diberikan 2 kali

dengan masing-masing durasi 10-15 menit dengan jeda 5 menit hal ini

dilakukan untuk menghindari kekakuan pada sendi yang sedang

dikompres. Aplikasi panas pada persendian dapat diberikan dengan

menggunakan alat yang disebut dengan hot pack gel.15

Penelitian yang dilakukan oleh Stricland, 2007 yaitu tentang kegunaan hot

pack gel dalam aplikasi panas terhadap tubuh cukup efektif.15 Hal ini

disebabkan karena hot pack gel mampu menahan suhu panas lebih lama

sehingga dapat meningkatkan vasodilatasi pembuluh darah ke daerah

persendian yang terinjuri sehingga mampu meredakan nyeri.


5

Banyumanik dan Pengayoman, Peterongan, Kota Semarang berbagai

permasalahan di atas ditemukan pada lansia tersebut khususnya nyeri sendi

pada area lutut yang hampir semua lansia mengeluh dengan kondisi nyeri

sendi tersebut. Dari survei yang telah dilakukan pada 15 orang lansia terdapat

10 orang lansia mengeluh nyeri sendi khususnya pada area lutut dan tungkai.

Lansia mengatakan nyeri sering terjadi pada pagi hari ketika bangun tidur dan

ketika selesai melakukan aktivitas. Lansia juga mengatakan jika nyeri sendi

muncul mereka hanya memberikan obat gosok (balsam) namun mereka juga

mengeluh balsam yang digunakan memberikan efek terlalu panas pada kulit

dan terkadang lansia tidak mampu menahan efek panas yang ditimbulkan

selain itu juga mengakibatkan kemerahan pada kulit oleh karena itu

kebanyakan lansia menghentikan penggunan obat gosok dan lebih memilih

untuk menahan rasa nyeri tersebut.

Hasil wawancara diketahui bahwa tidak ada pengobatan khusus untuk

mengatasi nyeri sendi tersebut. Ketika nyeri muncul pola penanganan nyeri

yang dilakukan lansia hanya mengkonsumsi obat meloxicam, mengkonsumsi

obat warung serta obat gosok dan sebagian lansia lebih memilih menahan rasa

nyeri dibanding harus mengkonsumsi obat. Kondisi tersebut tentu sangat

berpengaruh terhadap aktivitas fisik dan latihan lansia. Jika tidak mendapat

penanganan secara tepat akan berdampak terhadap kualitas hidup dari lansia.

B. Rumusan Masalah

Nyeri sendi menduduki peringkat pertama penyakit degeneratif yang

diderita lansia.2,8,16 Nyeri sendi yang akan mengakibatkan ketidaknyamanan


6

bahkan hingga mengakibatkan kecacatan menjadi penyebab utama

menurunnya kualitas hidup lansia karena sangat mengganggu aktivitas sehari-

hari.2

Pengobatan non farmakologi untuk mengurangi nyeri sendi yaitu dengan

aplikasi panas pada persendian yang sakit.13,15 Aplikasi panas pada persendian

dapat diberikan dengan kompres hangat. Menurut penelitian Fanada kompres

hangat efektif dalam mengurangi nyeri sendi.14 Berdasarkan uraian dapat

dirumuskan masalah penelitian mengenai pengaruh kompres hangat terhadap

nyeri sendi pada lansia di Wisma Lansia Harapan Asri, Banyumanik, dan

Pengayoman, Peterongan, Kota Semarang.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kompres hangat

terhadap nyeri sendi pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi pada

lansia di Wisma Lansia Harapan Asri, Banyumanik dan Pengayoman,

Peterongan, Kota Semarang.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi tingkat nyeri pada kelompok kontrol dan kelompok

intervensi sebelum mendapat intervensi kompres hangat pada lansia di

Wisma Lansia Harapan Asri, Banyumanik dan Pengayoman,

Peterongan, Kota Semarang.

b. Mengidentifikasi tingkat nyeri sendi pada kelompok kontrol dan

kelompok intervensi pada lansia setelah mendapat intervensi kompres


7

hangat di Wisma Lansia Harapan Asri, Banyumanik, dan Pengayoman,

Peterongan, Kota Semarang.

c. Mengidentifikasi perbedaan tingkat nyeri sendi pada kelompok kontrol

dan kelompok intervensi sebelum dan setelah mendapat intervensi

kompres hangat pada lansia di Wisma Lansia Harapan Asri,

Banyumanik dan Pengayoman, Peterongan, Kota Semarang.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi masyarakat

Bagi usia lanjut dan keluarga kompres hangat dapat dijadikan sebagai

salah satu alternatif pengobatan non farmakologis dalam mengurangi nyeri

sendi.

2. Bagi profesi keperawatan

Dapat dijadikan sebagai salah satu referensi alternatif pengobatan secara

non farmakologis dalam mengurangi nyeri sendi khususnya bagi profesi

keperawatan lansia (geriatric)

3. Bagi Panti Lansia Harapan Asri, Banyumanik dan Pengayoman,

Peterongan, Kota Semarang.

Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan sumbangan

pemikiran yang diharapkan dapat membantu mutu pelayanan kesehatan

terkait dengan penatalaksanaan nyeri sendi.


8

4. Bagi peneliti

Untuk menambah wawasan dan pengetahuan terhadap pengobatan

alternatif secara non farmakologis khususnya dalam dunia keperawatan

yaitu dengan memberikan kompres hangat untuk mengurangi nyeri sendi

pada lansia.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Konsep Dasar Nyeri Pada Lansia

a. Pengertian nyeri

Nyeri adalah keadaan subjektif di mana seseorang memperlihatkan

rasa tidak nyaman baik verbal maupun non verbal atau keduanya.

Nyeri diartikan berbeda-beda antara individu, bergantung pada

persepsi masing-masing.4

b. Fisiologis Nyeri

Pada lansia perlu diperhatikan teknik perlindungan pada sendi,

mengingat pada kelompok ini banyak dijumpai gangguan pada

persendian. Gangguan persendia pada lansia antara lain kelainan sendi

degeneratif. Secara garis besar usaha perlindungan sendi dapat

dilakukan dengan menghindari pemakaian sendi secara berlebihan,

menghindari trauma, mengurangi pembebanan, berusaha menggunakan

sendi yang lebih kuat atau yang lebih besar dan istirahat sejenak di

sela-sela kativitas.17

Respon seseorang terhadap nyeri dipengaruhi oleh emosi, tingkat

kesadaran, latar belakang budaya, pengalaman masa lalu tentang nyeri

dan pengertian nyeri.18 Nyeri mengganggu kemampuan seseorang

9
10

untuk beristirahat, konsentrasi dan kegiatan-kegiatan yang biasa

dilakukan.

Awalnya Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui

serabut saraf perifer. Serabut saraf memasuki medulla spinalis dan

menjalani salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di

dalam massa berwarna abu-abu di medulla spinalis.19 Terdapat pesan

nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah

stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa

hambatan ke korteks serebral. Sekali stimulus mencapai korteks

serebral, maka otak menginterpretasikan kualitas nyeri dan memproses

informasi dalam upaya mempersepsikan nyeri.4,19

c. Klasifikasi Nyeri Pada Lansia

Secara kronologi, nyeri pada dapat dibagi kedalam 2 golongan

yaitu akut dan kronik.20,21

1) Nyeri akut

Nyeri akut adalah adalah nyeri yang berlangsung dari satu

detik sampai biasanya kurang dari 3 bulan.21 Nyeri akut memiliki

penyebab yang dapat diidentifikasi, yaitu awitan kejadian yang

berlangsung dalam waktu yang pendek, tiba-tiba, terbatas dan

menurun seiring dengan pertumbuhan. Nyeri jenis ini merupakan

suatu rangsangan yang sering mengakibatkan gerakan tak

terkendali (refleks) segera dari respon korteks serebri. Refleks yang

dihasilkan merupakan usaha untuk mempertahankan homeostatis


11

yang meyebabkan kontraksi otot-otot badan. Gerakan ini

merangsang kelenjar-kelenjar dan vasomotor yang seterusnya

menyebabkan perubahan sistem kardiovaskular, pernafasan,

perubahan dalam sistem pencernaan dan pengaruhnya menyebar ke

seluruh sistem endokrin tubuh.20,21

2) Nyeri Kronik

Nyeri kronik sering terjadi pada lansia. Diperkirakan sekitar

80% lansia mengalami setidaknya satu kondisi kronis yang

dihubungkan dengan nyeri.21 Nyeri kronis adalah nyeri yang

berlangsung lebih dari 3 bulan namun beberapa ahli memberi

batasan 6 bulan atau lebih.20,21 Penyebabnya mungkin diketahui

persisten atau progresif, misalnya penyakit nyeri sendi

osteoarthritis yang paling umum diderita oleh lansia yang

penyebabnya masih sulit untuk diketahui penyebabnya .

Klien yang mengalami nyeri kronik seringkali mengalami

periode remisi (gejala hilang sebagian atau keseluruhan) dan

eksaserbasi (keparahan meningkat). Sifat nyeri kronik yang tidak

dapat diprediksi ini membuat klien frustasi dan seringkali

mengarah pada depresi psikologi.20 Nyeri kronik merupakan

penyebab ketidakmampun fisik dan psikologis sehingga muncul

masalah-masalah seperti kehilangan pekerjaan, ketidakmampuan

untuk melakukan aktivits sehari-hari, disfungsi seksual dan isolasi

sosial dari keluarga dan teman.


12

Nyeri kronik yang paling umum diderita oleh lansia yaitu nyeri

sendi yang sifatnya degeneratif yang sering disebut dengan nyeri

sendi osteoarthritis. Nyeri sendi ini merupakan penyakit

degeneratif dengan etiologi dan pathogenesis yang belum jelas

serta mengenai populasi yang luas.3,7 Gambaran mendasar pada

nyeri sendi ini adalah degenerasi tulang rawan sendi yaitu

perubahan struktural selanjutnya yang terjadi di tulang bersifat

sekunder.21 Pada sebagian besar kasus, penyakit ini muncul tanpa

faktor predisposisi yang jelas sehingga disebut primer. Sebaliknya,

nyeri sendi sekunder adalah perubahan degeneratif yang terjadi

pada sendi yang sudah mengalami deformitas, atau degenerasi

sendi yang terjadi dalam konteks penyakit metabolik tertentu,

seperti hemokromatis atau diabetes melitus.

a) Patogenesis nyeri sendi.22,23

Mekanisme pertahanan sendi diperankan oleh pelindung

sendi yaitu, kapsula dan ligamen sendi, otot-otot, saraf sensori

aferen dan tulang di dasarnya. Kapsula dan ligamen-ligamen

sendi memberikan batasan pada rentang gerak (range of

motion) sendi.23 Cairan sendi (sinovial) mengurangi gesekan

antar kartilago pada permukaan sendi sehingga mencegah

terjadinya keletihan kartilago akibat gesekan. Protein yang

disebut dengan lubricin merupakan protein pada cairan sendi

yang berfungsi sebagai pelumas. Protein ini akan berhenti


13

disekresikan apabila terjadi cedera dan peradangan pada

sendi.23,24

Otot-otot dan tendon yang menghubungkan sendi adalah inti

dari pelindung sendi. Kontraksi otot yang terjadi ketika

pergerakan sendi memberikan tenaga dan akselerasi yang

cukup pada anggota gerak untuk menyelesaikan tugasnya.

Kontraksi otot tersebut cukup meringankan stres yang terjadi

pada sendi dengan cara melakukan deselerasi sebelum terjadi

tumbukan (impact).

Tumbukan yang diterima akan didistribusikan ke seluruh

permukaan sendi sehingga meringankan dampak yang diterima.

Tulang di balik kartilago memiliki fungsi untuk menyerap

goncangan yang diterima. Kartilago berfungsi sebagai

pelindung sendi. Kartilago dilumasi oleh cairan sendi sehingga

mampu menghilangkan gesekan antar tulang yang terjadi ketika

bergerak.

Tulang rawan sendi merupakan sasaran utama perubahan

degeneratif pada nyeri sendi.2,25 Tulang rawan sendi memiliki

letak strategis, yaitu di ujung-ujung tulang untuk melaksanakan

dua fungsi yaitu, menjamin gerakan yang hampir tanpa

gesekan di dalam sendi, berkat adanya cairan sinovium dan

serta sendi sebagai penerima beban, menebarkan beban ke

seluruh permukaan sendi sedemikian sehingga tulang di


14

bawahnya dapat menerima benturan dan berat tanpa mengalami

kerusakan.

Seperti pada tulang orang dewasa, tulang rawan sendi tidak

statis; tulang ini mengalami pertukaran komponen matriks

tulang tersebut yang “aus” diuraikan dan diganti.

Keseimbangan ini dipertahankan oleh kondrosit, yang tidak

saja mensintesis matriks, tetapi juga mengeluarkan enzim yang

menguraikan matriks. Oleh karena itu, kesehatan kondrosit dan

kemampuan sel ini memelihara sifat esensial matriks tulang

rawan menentukan integritas sendi.

Efek penuaan dan efek mekanis menjadi salah satu

penyebab utama nyeri sendi pada lansia. Meskipun nyeri sendi

bukan suatu proses wear-and-tear (aus karena sering

digunakan), tidak diragukan lagi bahwa stres mekanis pada

sendi berperan penting dalam pembentukannya. Bukti yang

mendukung antara lain meningkat frekuensi nyeri sendi seiring

dengan pertambahan usia; timbulnya di sendi penahan beban

dan meningkatnya frekuensi penyakit pada kondisi yang

menimbulkan stres mekanis abnormal, seperti obesitas dan

riwayat deformitas sendi. Faktor genetik juga berperan dalam

kerentanan terhadap nyeri sendi, terutama pada kasus yang

mengenai tangan dan panggul.25 Gen spesifik yang

bertanggung jawab untuk ini belum teridentifikasi dengan jelas.


15

b) Gejala dan Tanda Klinis Nyeri Sendi pada Lansia

 Hambatan gerak sendi

Gangguan ini biasanya semakin bertambah berat secara

perlahan sejalan dengan bertambahnya rasa nyeri.24

 Kaku pagi

Rasa kaku pada sendi dapat timbul setelah pasien

berdiam diri atau tidak melakukan banyak gerakan, seperti

duduk di kursi atau mobil dalam waktu yang cukup lama,

bahkan setelah bangun tidur di pagi hari.24

 Krepitasi

Krepitasi atau rasa gemertak yang timbul pada sendi

yang sakit. Awalnya hanya berupa perasaan akan adanya

sesuatu yang patah atau remuk oleh pasien atau dokter yang

memeriksa. Seiring dengan perkembangan penyakit,

krepitasi dapat terdengar hingga jarak tertentu.24

 Pembengkakan sendi yang asimetris

Pembengkakan sendi dapat timbul dikarenakan terjadi

efusi pada sendi yang biasanya tidak banyak (<100 cc) atau

karena adanya osteofit, sehingga bentuk permukaan sendi

berubah.24

 Tanda-tanda peradangan
16

Tanda-tanda adanya peradangan pada sendi (nyeri

tekan, gangguan gerak, rasa hangat yang merata, dan warna

kemerahan) dapat dijumpai pada nyeri sendi karena adanya

sinovitis. Biasanya tanda-tanda ini tidak menonjol dan

timbul pada perkembangan penyakit yang lebih jauh.24

 Perubahan gaya berjalan

Gejala ini merupakan gejala yang menyusahkan pasien

dan merupakan ancaman yang besar untuk kemandirian

pasien nyeri sendi degeneratif. Keadaan ini selalu

berhubungan dengan nyeri karena menjadi tumpuan berat

badan terutama pada nyeri sendi lutut.24

c) Skala pengukuran nyeri

Pengukuran skala nyeri pada lansia dapat dilakukan

dengan 3 cara yaitu, 13,26

 Skala intensitas nyeri numerik

Gambar 2.1 Skala Intensitas Nyeri Numerik

Keterangan :
0 = tidak nyeri, 1-9= nyeri sedang yang kriterianya

dapat ditentukan, 10=nyeri hebat tak tertahankan.


17

Skala penilaian numeric (Numerical rating Scale,

NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat

pendeskripsi kata. Dalam hal ini klien menilai nyeri

dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif

digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan

setelah teraupetik. Apabila digunakan skala untuk

menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10

cm.

 Skala analog verbal

Gambar 2.2 Skala Analog Visual

Keterangan : 0 = tidak nyeri, 10 = nyeri sangat hebat

Skala analog visual (Visual Analog scale, VAS) tidak

melebel subdivisi. VAS adalah suatu garis lurus, yang

mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan

pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini

memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi

keparahan nyeri. VAS merupakan pengukuran keparahan

nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat


18

mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada

dipaksa memilih satu kata atau satu angka.

 Skala Nyeri Wajah Wong Bacher

Gambar 2.3 Skala Nyeri Wajah Wong Baker

Keterangan

Skala wajah memiliki skala nomor pada setiap ekspresi

sehingga intensitas nyeri dapat diukur dengan akurat.

d) Penatalaksanaan Nyeri sendi

The American College of Rheumatology Guidelines untuk

penatalaksanaan OA menganjurkan memulai terapi dengan

modalitas nonfarmakologi dahulu, ditambah asetaminofen

(sampai 1 gram empat kali sehari) dan dilanjutkan dengan obat

anti inflamasi nonsteroid dosis rendah kemudian dosis tinggi

bila gejala tetap sulit dihilangkan.27,28 Pasien yang lebih tua

mungkin memiliki peningkatan sensitifitas terhadap efek

farmakologi analgesik, sehingga memungkinkan dalam

pemberian dosis yang lebih rendah.27


19

Penatalaksanaan nyeri sendi secara farmakologi

merupakan terapi yang diberikan untuk mengatasi nyeri baik

serangan sub akut dan kronis pada usia lanjut. Terapi

farmakalogi terdiri dari golongan analgesik dan antiinflamasi

seperti Non Steroid Anti Inflamatory Drugs (NSAIDs), seperti

ibu profen dan Disesae Modifiying Antirheumatoid Drugs

(DMARDs)28,29,30 Semua NSAIDs merupakan iritan terhadap

mukosa lambung, walaupun ada perbedaan gradasi diantara

obat-obat ini. Akhir-akhir ini, efek toksik terhadap ginjal lebih

banyak dilaporkan sehingga fungsi ginjal perlu diperhatikan

pada pemberian obat-obat ini.30,31,32

 Ibuprofen

Ibu profen merupakan asam propionat. Obat ini bersifat

analgesik dengan efek antiinflamasi yang tidak terlalu kuat.

Efek analgesiknya sama dengan aspirin. Efek

antiinflamasinya terlihat pada dosis 1200-1400mg sehari.32

Absorbsinya berlangsung cepat melalui lambung dan kadar

maksimum dalam plasma dicapai setelah 1-2 jam.

Waktu parunya sekitar 2 jam, sebanyak 90% ibu profen

terikat dengan protein plasma.31 Ekskresinya berlangsung

begitu cepat dan lengkap. Kira-kira 90% dari dosis yang

diabsorbsi akan diekskresikan melalui urin sebagai

metabolit atau konjugatnya.


20

 Capsaicin sebagai analgesik topikal (suatu neurotransmitter

yang berpengaruh pada nyeri artritis).31

 Asetaminofen telah terbukti dalam banyak studi efektif

dalam mengurangi nyeri OA ringan sampai moderat

sebagai obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID).31

Resiko efek samping (ulserasi dan perdarahan

gastrointestinal atas) merupakan resiko tertentu pada lansia.

Ada bukti bahwa NSAID dapat menghambat sintesis dan

perbaikan kartilago dan bahkan dihubungkan dengan

percepatan progresif penyakit.31,33 Kekurangan terapi

farmakologi dari golongan analgesik dan antiinflamasi seperti

NSAID dan DMARD dapat memperberat kondisi nyeri sendi

karena konsumsi dalam jangka waktu lama yang merupakan

faktor penyebab morbiditas dan mortalitas utama.31 Terapi

NSAID pada sistem organ yang lain dapat menyebabkan erosi

mukosa lambung, ruam dan erupsi kulit, menimbulkan nekrosis

papilar ginjal, gangguan fungsi trombosit, dan meningkatkan

tekanan darah.10,13,32,33

Penatalaksanaan nyeri sendi secara nonfarmakologi

seperti,34,35,36,37

 Olah raga mengurangi gejala dan meningkatkan kualitas

hidup pasien yang mengalami nyeri ringan sampai sedang


21

 Terapi fisik, meliputi rentang pergerakan pasif dan latihan

air, dapat memperbaiki fungsi.

 Terapi okupasional dapat membantu aktivitas hidup sehari-

hari dengan alat bantu.

 Aplikasi panas, stimulasi saraf elektrik transkutan (TENS),

dan akupuntur dapat dipertimbangkan.

 Diet untuk menurunkan berat badan bila diperlukan

 Peningkatan asupan vitamin C berhubungan dengan

pengurangan progresif terhadap nyeri sendi.

 Ultrasound (diatermi) memfasilitasi ekstensibilitas tendon,

melemaskan otot dan mengurangi nyeri.

 Kompres, baik itu kompres dingin dan kompres hangat.

Kompres dingin dan kompres hangat dapat menghilangkan

nyeri.

2. Kompres Hangat

a. Pengertian kompres hangat

Kompres hangat adalah salah satu tindakan non farmakologi

dengan metode penggunaan suhu hangat setempat yang dapat

menimbulkan beberapa efek fisiologis dan dapat memberikan rasa

aman pada paien dengan menimbulkan hangat pada bagian tubuh yang

memerlukan. Kompres hangat dapat digunakan pada pengobatan

demam, nyeri, dan merelaksasi otot-otot yang tegang.36


22

Kompres hangat sebagai metode yang sangat efektif untuk

mengurangi nyeri atau kejang otot. Panas dapat disalurkan melalui

konduksi (botol air panas). Panas dapat melebarkan pembuluh darah

dan dapat meningkatkan aliran darah.13,36

b. Tujuan kompres hangat.35

1) Memperlancaar sirkulasi darah

2) Mengurangi rasa sakit

3) Merangsang peristaltik usus

4) Memperlancar pengeluaran getah radang (cairan eksudat)

5) Memberikan rasa hangat dan nyaman

c. Mekanisme kerja panas

Energi panas yang hilang atau masuk ke dalam tubuh melalui kulit

dengan empat cara yaitu secara konduksi, konveksi, radiasi, dan

evaporasi. Prinsip kerja kompres hangat dengan mempergunakan buli-

buli panas yang dibungkus kain yaitu secara konduksi sehingga terjadi

perpindahan panas dari buli-buli atau alat yang digunakan ke dalam

sendi yang nyeri dan akan melancarkan sirkulasi darah, menurunkan

ketegangan otot sehingga akan menurunkan nyeri sendi pada klien.13

Kompres hangat dilakukan dengan menempelkan kantong karet

yang diisi air hangat atau dengan buli-buli panas atau handuk yang

telah direndam di dalam air hangat ke bagian tubuh yang nyeri dengan

suhu air sekitar 37-400C karena pada suhu tersebut kulit dapat
23

mentoleransi sehingga tidak terjadi iritasi dan kemerahan pada kulit

yang dikompres.13

Sebaiknya diikuti dengan pergerakan atau pemijatan. Dampak

fisiologis dari kompres hangat adalah pelunakan jaringan fibrosa,

membuat otot tubuh rileks, menurunkan atau menghilangkan rasa nyeri

dan memperlancar pasokan aliran darah.29

d. Manfaat efek panas

Panas digunakan secara luas dalam pengobatan karena memiliki

efek dan manfaat yang besar. Adapun manfaat efek panas adalah.13

1) Efek fisik

Panas dapat menyebabkan zat cair, padat, gas mengalami pemuaian

2) Efek kimia

Sesuai dengan pernyataan Van Hoff bahwa rata-rata kecepatan

reaksi kimia di dalam tubuh tergantung pada temperatur.

Menurunnya reaksi kimia tubuh, permeabilitas membran sel akan

meningkat sesuai dengan peningkatan suhu, pada jaringan akan

terjadi peningkatan metabolism seiring dengan peningkatan

pertukaran antara zat kimia tubuh dengan cairan tubuh.

3) Efek biologis

Pemberian kompres hangat pada daerah tubuh akan

memberikan sinyal ke hipotalamus melalui sumsum tulang

belakang. Ketika reseptor yang peka terhadap panas di hipotalamus


24

dirangsang, sistem efektor mengeluarkan sinyal yang memulai

berkeringat dan vasodilatasi perifer.

Perubahan ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat

vasomotor pada medulla oblongata dari tangkai otak, di bawah

pengaruh hipotalamik bagian anterior sehingga terjadi

vasodilatasi.10 Terjadinya vasodilatasi ini menyebabkan aliran

darah ke setiap jaringan khususnya yang mengalami radang dan

nyeri bertambah dan diharapkan akan terjadi penurunan nyeri sendi

pada jaringan yang meradang.35

Panas dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah yang

mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah. Secara fisiologis

respon tubuh terhadap panas yaitu menyebabkan pelebaran

pembuluh darah, menurunkan kekentalan darah, menurunkan

ketegangan otot, meningkatkan metabolism jaringan dan

meningkatkan permeabilitas kapiler. Respon dari panas inilah yang

digunakan untuk keperluan terapi pada berbagai kondisi dan

keadaan yang terjadi dalam tubuh.15

Pemberian kompres hangat yang berkelanjutan berbahaya

terhadap sel epitel dapat menyebabkan kemerahan, kelemahan

lokal dan dapat mengakibatkan kelepuhan bila kompres hangat

diberikan satu jam atau lebih.13

e. Indikasi dan kontraindikasi kompres hangat.13

1) Bagian tubuh
25

Bagian punggung tangan dan kaki adalah bagian yang tidak

terlalu tidak sensitif terhadap suhu, sebaliknya bagian dalam dari

pergelangan tangan dan lengan bawah, leher dan area perineum

adalah bagian yang sensitif terhadap suhu.

2) Ukuran bagian tubuh yang terpajan

Semakin besar area yang terpajan oleh panas semakin rendah

toleransinya.

3) Toleransi perorangan

Individu yang sangat tua umumya memiliki toleransi yang

paling rendah. Individu yang memiliki kerusakan neurosensory

mungkin memiliki toleransi yang tinggi, tapi resiko cederanya juga

lebih besar.

4) Lama pajanan

Lama pajanan individu paling merasakan kompres hangat saat

awal kompres diberikan. Setelah jangka waktu tertentu, toleransi

akan meningkat.38 Pada umumnya untuk kompres hangat toleransi

setiap individu dalam rentang waktu sekitar ± 30 menit. Kompres

melebihi 30-45 menit akan mengakibatkan kongesti jaringan dan

pembuluh darah kemudian berkontriksi dengan alasan yang tidak

diketahui.13 Apabila kompres hangat terus dilakukan klien beresiko

mengalami luka bakar karena pembuluh darah yang berkonstriksi

tidak mampu membuang panas secara adekuat melalui sirkulasi

darah.13
26

5) Keutuhan kulit

Keutuhan kulit yang cedera lebih sensitif terhadap variasi

suhu. Kondisi tertentu merupakan kontraindikasi penggunaan

kompres panas. Beberapa kondisi memerlukan tindakan

kewaspadaan ketika memberikan terapi kompres hangat. 13

Adapun kontraindikasi kompres hangat sebagai berikut:

1. Pada 24 jam pertama setelah cedera traumatik. Panas akan

meningkatkan perdarahan dan pembengkakan

2. Perdarahan aktif. Panas akan menyebabkan vasodilatasi dan

meningkatkan perdarahan

3. Edema non inflamasi. Panas meningkatkan permeabilitas

kapiler dan edema.

4. Tumor ganas terlokalisasi. Karena panas mempercepat

metabolisme sel, pertumbuhan sel dan meningkatkan sirkulasi,

panas dapat mempercepat metastase (tumor sekunder)

5. Gangguan kulit yang menyebabkan kemerahan atau lepuh.

Panas dapat membakar atau menyebabkan kerusakan lebih

jauh.

f. Suhu yang direkomendasikan untuk kompres hangat

Tabel 2.1 Rekomendasi suhu untuk kompres.13,15

Deskripsi Suhu Aplikasi


Sangat dingin Dibawah 150C Kantong es
Dingin 15-180C Kemasan dingin
Sejuk 18-270C Kompres dingin
Hangat kuku 27-370C Mandi spons alcohol
27

Hangat 37-400C Mandi dengan air hangat,


bantalan, akuatemia
Panas 40-460C Berendam dalam air panas,
irigasi, kompres panas
Sangat panas Di atas 460C Kantong air panas untuk
orang dewasa

3. Lansia

a. Pengertian lansia

Lanjut Usia merupakan suatu proses menghilangnya secara

perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan

mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat

bertahan terhadap jejas (termasuk infeksi) dan memperbaiki kerusakan

yang diderita.2,3

Berdasarkan definisi secara umum seseorang dikatakan lanjut usia

(lansia) apabila usianya 65 tahun ke atas.2 Namun bukan berarti lansia

merupakan suatu penyakit melainkan salah satu tahap lanjut dari suatu

proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh

untuk beradaptasi dengan stres lingkungan.2

b. Perubahan-perubahan yang terjadi pada Lansia.

1) Perubahan fisik

Meliputi perubahan dari tingkat sel sampai semua sistem

organ tubuh, di antaranya sistem pernafasan, pendengaran,

penglihatan, kardiovaskuler, sistem pengaturan tubuh,

muskuloskletal, gastrointestinal, genito urinaria, endokrin dan

integument.3
28

2) Sistem perasaan

Sistem persarafan pada lansia diantaranya otot pernafasan kaku dan

kehilangan kekuatan, penurunan aktivitas silia jumlah udara yang

masuk ke paru mengalami penurunan, alveoli semakin melebar dan

jumlahnya berkurang, kemampuan batuk berkurang sehingga

pengeluaran sekret berkurang dan mengalami sumbatan atau

obstruksi.3

3) Sistem pendengaran

Sistem pendengaran pada lansia adalah hilangnya kemampuan

(daya) pendengaran pada telinga dalam, membran timpani menjadi

atropi, terjadinya pengumpulan seruman, dapat mengeras karena

meningkatnya keratin.3

4) Sistem penglihatan

Sistem penglihatan pada lansia meliputi kornea lebih

berbentuk skeris, lensa lebih suram (kekeruhan pada lensa),

meningkatnya ambang pengamatan sinar (daya adaptasi terhadap

kegelapan lebih lambat, susah melihat dalam cahaya gelap).

5) Sistem kardiovaskuler

Sistem kardiovaskuler pada lansia : katub jantung menebal dan

menjadi kaku, kemampuan jantung memompa darah menurun1 %

per tahun sesudah berumur 20 tahun, kehilangan elastisitas

pembuluh darah, tekanan darah meningkat akibat meningkatnya

resistensi pembuluh darah perifer.2,3


29

6) Sistem genito urinaria

Sistem genito urinaria meliputi ginjal mengecil dan nefron

menjadi atropi, vesika urinaria, otot-ototnya menjadi lemah,

kapasitsnya menurun sampai 200 ml atau menyebabkan frekuensi

BAK meningkat.3

7) Sistem endokrin

Sistem endokrin pada lansia meliputi produksi hampir semua

hormon menurun, menurunnya produksi aldosteron, menurunnya

sekresi hormon gonad (progesteron, estrogen, testosteron),

defisiensi hormonal dapat menyebabkan hipotirodism, depresi dari

sumsum tulang serta kurang mampu dalam mengatasi tekanan jiwa

(stres).2.3

8) Sistem pencernaan

Sistem pencernaan pada lansia ; kehilangan gigi, indera

pengecap menurun, esophagus melebar, peristaltic lemah dan

biasanya timbul konstipasi.

9) Sistem muskuloskeletal

Sistem muskuloskeletal pada lansia meliputi tulang kehilangan

kepadatannya sehingga mudah rapuh, kiphosis tubuh

membungkuk, radang persendian yang mengakibatkan persendian

besar dan menjadi kaku.


30

10) Sistem integument

Sistem integumen pada lansia meliputi kulit keriput akibat

kehilangan jaringan lemak, kulit kering dan kurang elastis karena

menurunnya cairan dan hilangnya jaringan adipose, kelenjar

keringat mulai tak bekerja dengan baik, kulit pucat dan terdapat

bintik-bintik hitam akibat menurunnya aliran darah dan

menurunnya sel-sel yang memproduksi pigmen.

4. Pengaruh Kompres Hangat terhadap nyeri sendi pada lansia

Intervensi Keperawatan untuk mengurangi nyeri sendi salah

satunya dengan menggunakan kompres hangat.32 Kompres hangat pada

penderita nyeri sendi berfungsi untuk mengatasi atau mengurangi

nyeri, sehingga panas dapat meredakan iskemia dengan menurunkan

kontraksi otot dan melancarkan pembuluh darah sehingga dapat

meredakan nyeri dengan mengurangi ketegangan serta meningkatkan

aliran darah di daerah persendian dengan menurunkan viskositas cairan

sinovial dan meningkatkan distensibilitas jaringan.13,30

Panas dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah yang

mengakibatkan peningkatan sirkulasi darah. Secara fisiologis respon

tubuh terhadap panas yaitu menyebabkan pelebaran pembuluh darah,

menurunkan kekentalan darah, menurunkan ketegangan otot,

meningkatkan metabolisme jaringan dan meningkatkan permeabilitas

kapiler.13
31

Terapi panas juga dapat meningkatkan pengiriman oksigen ke

jaringan Peningkatan oksigen berarti perbaikan jaringan yang lebih

baik. Hal ini dapat menghilangkan karbondioksida serta menurunkan

tingkat asam dalam jaringan. Hal ini disebabkan karena aplikasi panas

dapat meningkatkan serat kolagen sehingga dapat meningkatkan

elastisitas otot sehingga jaringan tendon dapat dikembalikan seperti

keadaan semula.13,15,30

Kompres hangat yang disalurkan melalui konduksi (bantalan

panas) dapat melebarkan pembuluh darah dan dapat meningkatkan

aliran darah.13,15,36 Hal ini akan memberikan sinyal ke hipotalamus

melalui sum-sum tulang belakang. Ketika reseptor di hipotalamus

dirangsang sistem efe ktor mengeluarkan sinyal yang mengakibatkan

vasodilatasi perifer sehingga terjadi peningkatan sirkulasi darah ke

daerah yang terinjuri dan diharapkan akan terjadi penurunan nyeri

sendi pada jaringan yang meradang. Respon dari panas inilah yang

digunakan untuk keperluan terapi pada berbagai kondisi dan keadaan

yang terjadi dalam tubuh.13

Aplikasi panas menggunakan alat yang dikenal dengan Hot pack

Gel atau lebih umum disebut dengan Hydrocollator atau

Thermollator.15 Hot Pack Gel merupakan salah satu penerapan aplikasi

panas paling popular untuk mengaplikasikan terapi panas pada tubuh.

Hot pack gel menyebabkan elevasi suhu dalam kulit dan jaringan,

sendi, tangan, dan kaki. Hot pack gel dapat ditempelkan langsung pada
32

tubuh sesuai dengan derajat suhu yang telah ditentukan. Dibutuhkan

waktu 20 - 30 menit untuk mendapatkan efek ralaksasi yang

diharapkan.13,15 Kompres hangat yang melebihi waktu 30 menit akan

mengakibatkan kongesti jaringan dan pembuluh darah sehingga klien

beresiko mengalami luka bakar. Kemerahan pada kulit diakibatkan

karena pembuluh darah yang berkontriksi tidak mampu membuang

panas secara adekuat melalui sirkulasi darah.13


33

B. Kerangka Teori

Lansia

 Pembengkakan sendi yang


asimetris
Faktor demografi  Hambatan gerak sendi Faktor gaya hidup
 Pembesaran sendi
Faktor genetik  Tanda-tanda peradangan
 Kaku pagi Faktor metabolik
 Krepitasi
 Perubahan gaya berjalan

Nyeri sendi

Farmakologis Non Farmakogis Gangguan


aktivitas fisik
a. Analgesik dan latihan
b. Anti inflamasi Kompres hangat
 Non Steroid Anti Inflamatory menggunakan hot pack,
Drugs (NSAIDs) handuk basah dan ultrasound
 Disease Modifiying
Antirheumatoid Drugs
(DMARDs)
Skala Nyeri
berkurang

Quality of life

Gambar 2.4 Kerangka teori.1,16,25,26,29,31


34

C. Kerangka Konsep

Kerangka konsep penelitian adalah suatu hubungan atau kaitan antara

konsep satu terhadap konsep yang lain dari masalah yang akan diteliti.

Variabel independen merupakan variabel yang menjadi sebab timbulnya pada

variabel lain atau dengan kata lain variabel yang mempengaruhi sedangkan

variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi

akibat karena adanya variabel independen.

Variabel independent dalam penelitian ini yaitu kompres hangat dan

variabel dependen berupa nyeri sendi


Perlakuan

Pre test kompres hangat 2x15


menit dengan 5 menit
waktu istirahat Post Test
Skala nyeri sendi
Kelompok
Eksperimen Skala nyeri sendi
sebelum diberikan
setelah diberikan
intervensi
intervensi

Pre test
Kelompok Post Test
Kontrol Skala nyeri
sebelum Skala nyeri setelah

Setelah 30
menit

Gambar 2.5 Kerangka Konsep

D. Hipotesis

Ada perbedaan signifikan kompres hangat terhadap penurunan nyeri sendi

pada lansia (60-74 Tahun) di Wisma Lansia Harapan Asri, Banyumanik dan

Pengayoman, Peterongan, Kota Semarang


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan bentuk rancangan eksperimen sungguhan

(True Eksperiment) dengan desain penelitian randomized control group pre

test post test design artinya pengelompokan anggota-anggota kelompok

kontrol dan kelompok eksperimen dilakukan berdasarkan acak atau random.

Kemudian dilakukan pre test (01) pada kedua kelompok tersebut, dan diikuti

intervensi (X) dengan memeberikan kompres hangat selama 15 menit

sebanyak 2 kali dengan jeda istirahat 5 menit pada kelompok eksperimen dan

dilanjutkan dengan pengukuran post test (02) pada kelompok tersebut.

Bentuk rancangan ini sebagai berikut

Pretest Perlakuan Postetst


R (kel eksperimen) 01 X 02
R ( kel kontrol) 01 02

Keterangan :
R : Randomisasi (Randomizations)
01 : Pengukuran pertama (pretest)
X : Perlakuan atau eksperimen
02 : Pengukuran kedua (post test)
Dengan randomisasi (R) maka kedua kelompok mempunyai sifat yang

sama sebelum dilakukan intervensi atau perlakuan dan kelompok tanpa

35
36

perlakuan. Karena kedua kelompok sama pada awalnya, maka perbedaan hasil

post test (02) dapat disebut sebagai hasil dari kelompok intervensi dan

kelompok kontrol.

B. Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilaksanakan pada dua Panti Lansia yaitu Wisma

Lansia Harapan Asri, Banyumanik dan Pengayoman, Peterongan, Kota

Semarang. Tempat penelitian ini didasarkan pada hasil survei yaitu jumlah

populasi lansia yang menderita nyeri sendi pada kedua panti lansia tersebut

paling banyak.

C. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada 13 Mei 2014- 28 Mei 2014 yang bertempat

di dua Panti Lansia yaitu Wisma Lansia Harapan Asri, dan Pengayoman, Kota

Semarang.

D. Populasi Dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang

diteliti.39 Populasi dalam penelitian ini sebanyak 111 lansia yang terdiri

atas lansia yang berada di Wisma Lansia Harapan Asri, Kecamatan

Banyumanik, Kota Semarang dan Panti Werda Pengayoman, Peterongan,

Kota Semarang. Pemilihan tempat tersebut diambil dengan pertimbangan

yang pertama yaitu untuk memudahkan peneliti dalam melakukan

penelitian karena lansia telah berada dalam satu komunitas yang nyaman

yaitu berada di Wisma Lansia. Kedua, dari hasil survei diketahui jumlah

populasi lansia yang menderita nyeri sendi pada kedua Wisma Lansia
37

tersebut lebih banyak sehingga mencukupi untuk dijadikan sampel

penelitian.

2. Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti

dan dianggap mewakili seluruh populasi. Sedangkan sampling adalah

proses menyeleksi porsi dari populasi yang dapat mewakili populasi yang

ada.40 Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik

consecutive sampling yaitu semua sampel yang ada dan memenuhi kriteria

penelitian dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah yang diperlukan

terpenuhi.

Sampel penelitian ini adalah lansia yang memenuhi kriteria inklusi

dan eksklusi. Penelitian eksperimental telah menetapkan jumlah sampel

minimal yaitu berjumlah 15 responden untuk tiap kelompok baik

kelompok intervensi maupun kelompok kontrol.41 Oleh karena itu sampel

dalam penelitian ini berjumlah 30 responden yang masing-masing 15

responden dari tiap panti kemudian dari ke 15 responden tersebut diambil

secara acak dengan menggunakan teknik systematic random yaitu

penarikan sampel berdasarkan nomor urut untuk dibagi kedalam kelompok

kontrol dan kelompok intervensi dengan cara pada saat penelitian

dilakukan lansia yang datang dengan keluhan nyeri sendi diberikan nomor

urut responden setelah itu lansia yang mendapat nomor urut ganjil

dijadikan kelompok kontrol dan lansia dengan nomor urut genap dijadikan

kelompok intervensi.
38

a. Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi adalah karakteristik umum subjek penelitian dari

suatu populasi target yang terjangkau dan akan diteliti.42

1) Lansia dengan rentang umur 60-74 tahun

2) Lansia dengan nyeri sendi

3) Belum mendapat analgetik

b. Kriteria Eksklusi

Kriteria Eksklusi adalah menghilangkan atau mengeluarkan subjek

yang memenuhi kriteria inklusi dari studi karena berbagai sebab.40

Kriteria Eksklusi dalam penelitian ini antara lain,

1) Lansia alergi terhadap terapi panas

2) Lansia dengan bed rest total

3) Penderita tidak kooperatif

E. Variabel Penelitian

Variabel-variabel dalam penelitian ini antara lain :

1. Variabel bebas (Independent)

Variabel bebas adalah variabel yang nilainya menentukan variabel

lain.43 Variabel bebas dari penelitian ini adalah terapi kompres hangat

dengan menggunakan hot pack gel.

2. Variabel terikat (dependent)

Variabel terikat merupakan faktor yang diamati dan diukur untuk

menentukan ada tidaknya hubungan atau pengaruh dari variabel


39

independen.39,45 Variabel dependen dalam penelitian ini adalah tingkat

nyeri sendi pada lansia.

3. Variabel kontrol (control)

Variabel kontrol adalah variabel yang nilainya dikendalikan dalam

penelitian (baik seluruhnya ataupun sebagian saja).45 Variabel kontrol

dalam penelitian ini adalah faktor lingkungan.

F. Definisi Operasional

Definisi operasional adalah unsur penelitian yang menjelaskan bagaimana

caranya menentukan variabel dan mengukur suatu variabel, sehingga

mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian.39,40

Tabel 3.2 Definisi Operasional Penelitian

No Varia Definisi Variabel Cara ukur Hasil Ukur Skala


bel Data
1. Terapi Kompres hangat - - -
kompr menggunakan hot pack gel
es dengan kisaran suhu 37-400C
hangat selama 10-15 menit sebanyak
2 kali dengan jeda 5 menit.
Kompres hangat dilakukan
pada lutut lansia yang
mengalami nyeri sendi
dengan posisi duduk atau
berbaring.
2. Nyeri Nyeri sendi yaitu lansia Diukur dengan cara Skala nyeri wajah Rasio
sendi yang mengeluh rasa sakit responden Wong-Bacher, dengan
pada persendian baik nyeri melaporkan nyeri nilai minimal 0 dan
pada pagi hari maupun sore yang dirasakan maksimal 10. Dengan
hari setelah melakukan sebelum dan cara analisis univariat
sesudah diberikan :
aktivitas.
kompres hangat a. Ukuran Tengah
dengan menunjuk  Mean
rentang skala nyeri  Median
wajah Wong-  Modus
Bacher b. Variabilitas
 Range
 Standard Deviasi
40

3. Umur Rentang hidup seseorang Form pengisian Ketentuan umur dalam Rasio
sejak lahir sampai dengan penelitian ini adalah
tahun terakhir saat 60-74 tahun
pengambilan data
4. Jenis Jenis Kelamin responden Observasi saat 1. Perempuan Nominal
Kelam wawancara dengan 2. Laki-laki
in responden

G. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan peneliti

dalam mengumpulkan data agar penelitian lebih mudah dan hasilnya lebih

baik sehingga data yang didapat lebih mudah diolah.43 Instrumen penelitian ini

menggunakan lembar observasi yang berisi data pribadi yaitu (inisial), umur,

jenis kelamin. Untuk mengukur gambaran nyeri sendi digunakan skala ukur

Facial Pain Scale yang tercantum dalam penelitian Ellen Flaherly dengan

judul Pain Assesment For Older Adults.26 Facial Pain Scale ini

memperlihatkan gambaran raut wajah klien diikuti dengan skala penilaian

numerik agar mempermudah peneliti mengobservasi skala nyeri yang

dirasakan responden.

0 1-2 3-4 5-6 7-8 9-10

Tidak Sedikit Agak Mengganggu Sangat Tak


sakit sakit mengganggu aktivitas mengganggu
tertahankan
Gambar 3.1 Skala nyeri Wong-Bacher
41

Penelitian ini juga dilengkapi dengan skala pre dan post intervensi untuk

mengetahui perubahan skala nyeri sebelum dan setelah diberikan intervensi

kompres hangat.

a. Validitas Dan Realibilitas

Validitas adalah alat ukur atau instrumen penelitian yang dapat diterima

sesuai standar. Validitas merupakan suatu indeks yang menunjukkan alat ukur

itu benar-benar mengukur apa yang diukur. Reliabilitas merupakan indeks

yang menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat dipercaya atau

diandalkan.43

Apabila instrumen pengumpul data sudah ada yang terstandar, maka bisa

digunakan oleh peneliti.43 Pada penelitian ini, peneliti tidak melakukan uji

validitas dan reliabilits karena peneliti menggunakan alat ukur Facial Pain

Scale Wong-Bacher yang telah terstandar.26

Facial Pain Scale oleh Wong-Bacher merupakan salah satu alat ukur yang

digunakan dalam mengukur tingkat nyeri dan telah menjadi alat standar

penelitian nyeri dalam praktek klinis.26 Konsistensi internal Facial Pain Scale

menunjukkan reliabiltas croncbach α antara 0,85-0,89 dan juga pada uji

validitasnya menunjukkan r = 0,44-0,94.26

b. Teknik Pengumpulan Data

1. Cara Pengambilan data

a. Tahap pengambilan data

1) Mempersiapkan materi yang mendukung penelitian yang akan

dilakukan
42

2) Menyusun proposal penelitian yang kemudian dikonsultasikan ke

pembimbing

3) Mendapatkan ijin dari pihak Universitas Diponegoro untuk

melakukan studi pendahuluan, peneliti juga meminta ijin kepada

Wisma Lansia Harapan Asri, Kecamatan Banyumanik dan Panti

Werda Pengayoman, Peterongan, Kota Semarang untuk melakukan

studi pendahuluan

4) Melakukan studi pendahuluan di Wisma Lansia Harapan Asri,

Banyumanik dan Pengayoman, Peterongan, Kota Semarang

5) Melaksanakan ujian proposal penelitian

6) Melakukan revisi proposal penelitian yang dikonsultasikan terlebih

dahulu kepada pembimbing sebelum memulai penelitian

7) Mengurus perijinan dari pihak Universitas Diponegoro dan Wisma

Lansia Harapan Asri, Banyumanik dan Pengayoman, Peterongan,

Kota Semarang guna mendapatkan ijin melaksanakan penelitian.

8) Membuat Ethical Clearance kepada pihak Fakultas Kedokteran

Universitas Diponegoro dengan kaji etik kelayakan proposal riset.

b. Tahap pelaksanaan

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2014 yaitu pada pagi

dan sore hari setelah lansia selesai melakukan aktivitas. Sampel dipilih

berdasarkan kriteria penelitian yang telah ditetapkan. Apabila klien

memenuhi kriteria penelitian, peneliti menjelaskan maksud dan tujuan


43

penelitian sebelum meminta persetujuan (informed consent) pasien

untuk berpartisipasi.

Setelah pasien setuju, peneliti menjelaskan prosedur penelitian

yang harus dilakukan oleh responden, hak-hak responden dan hak-hak

peneliti. Selanjutnya peneliti melakukan pre-test dengan mengamati

dan memberikan lembar pengukuran skala nyeri terhadap responden.

Lembar observasi digunakan untuk mengamati perubahan skala

nyeri. Setelah lembar skala nyeri sendi selesai diisi maka dilanjutkan

dengan pemberian intervensi kompres hangat pada daerah lutut

dengan menggunakan hot pack gel pada suhu 37-400C sebanyak dua

kali dengan masing-masing waktu intervensi 15 menit dengan jeda

selama 5 menit. Setelah intervensi diberikan peneliti meminta

responden mengisi kembali lembar observasi dengan kriteria

perubahan tingkat nyeri sendi yang dirasakan dengan prosedur

tindakan. Sementara pada kelompok kontrol peneliti hanya melakukan

pengukuran pertama tingkat nyeri kemudian setelah 30 menit peneliti

kembali mengukur skla nyeri lansia.

Prosedur Pelaksanaan kompres hangat.13

i. Alat

Air, temomemeter air, satu atau dua buah kemasan pemanas

disposabel yang telah dipersiapkan secara komersil.


44

ii. Pelaksanaan

1) Menjelaskan kepada klien apa yang akan anda lakukan,

mengapa hal tesebut diperlukan, dan bagaimana klien dapat

bekerja sama. Diskusikan bagaimana hasilnya akan digunakan

untuk merencanakan tindakan perawatan atau terapi

selanjutnya.

2) Melakukan pengukuran pre test. Ukur skala nyeri sendi klien

sebelum intervensi kompres hangat diberikan dengan cara

menanyakan skala nyeri yang sedang dirasakan lalu melingkari

pada lembar skala ukur yang telah disediakan.

3) Mencuci tangan dan mengobservasi prosedur pengendalian

infeksi yang tepat

4) Memberikan privasi klien

5) Mengatur suhu pada alat yang digunakan 37-400C

6) Memberikan kompres hangat I, tunggu hingga 15 menit

7) Mengoleskan desinfektan (alkohol 70%) terhadap alat yang

telah digunakan

8) Memberikan jeda istirahat 5 menit

9) Dengan suhu yang sama memberikan kompres hangat ke II,

tunggu 15 menit

10) Mengoleskan desinfektan (alkohol 70%) terhadap alat yang

telah digunakan
45

11) Melakukan pengukuran post tes dengan menanyakan skala

nyeri setelah intervensi kompres hangat diberikan.

Melakukan pemeriksaan lanjutan pada klien untuk mengkaji

efektivitas terapi dan mengkaji adanya komplikasi.

Menghubungkan hasil yang didapat dengan data pengkajian

sebelumnya jika tersedia.

2. Pengolahan Data (Data Processing)

Pengolahan data dilakukan untuk memberikan kemudahan dalam

menginterpretasikan hasil penelitian. Data diolah terlebih dahulu

dengan tujuan mengubah data menjadi informasi. Data yang telah

terkumpul diolah dengan proses pengolahan data sebagai berikut:

a. Editing

Editing adalah upaya yang dilakukan peneliti untuk memeriksa

kembali kebenaran data yang diperoleh.

b. Coding

Coding adalah pengklasifikasian hasil observasi/ pemeriksaan

yang sudah ada menurut jenisnya, dengan cara memberi tanda pada

masing-masing kolom dengan kode berupa angka/ huruf/ simbol


43,44
lainnya. Penelitian ini mengkoding jenis kelamin, kelompok

kontrol dan kelompok intervensi.

1) Entry data

Jawaban-jawaban yang sudah diberi kode kategori kemudian

dimasukkan dalam tabel dengan cara menghitung frekuensi data.


46

Memasukkan data boleh dengan cara manual atau melalui

pengolahan komputer.45

2) Tabulating

Tabulating yaitu kegiatan meneglompokkan data sesuai

dengan variabel yang akan diteliti untuk dianalisis. Tabulating

adalah pekerjaan membuat tabel. Jawaban-jawaban yang telah

diberi kode kemudian dimasukkan ke dalam tabel. 45

3. Penyajian Data

Data satatistik perlu disajikan dalam bentuk yang mudah dibaca dan

dimengerti. Tujuannya adalah memberikan informasi dan memudahkan

interpretasi hasil analisis. Penyajian data dilakukan melalui dua cara yaitu

tulisan dan tabel41,42

a. Analisis dan interpretasi

Data yang terkumpul dianalisis dan diinterpretasikan lebih lanjut

guna menguji hipotesis dengan bantuan program komputer secara

univariat dan bivariat.

Analisis deskriptif (univariat) bertujuan untuk mendeskripsikan

semua variabel yang diteliti. Analisis univariat menghasilkan distribusi

dan presentase dari tiap variabel. Analisis ini dilakukan untuk

mendeskripsikan variabel penelitian dengan membuat tabel distribusi

frekuensi atau untuk mendeskripsikan data ditampilkan dalam proporsi

atau presentase dan tabel.44


47

Data yang ditampilkan dalam analisis univariat meliputi skala nyeri

sendi sebelum intervensi pada masing- masing kelompok dan skala

nyeri setelah intervensi pada masing-masing kelompok. Nilai tertentu

yang dianggap sebagai pusat kumpulan data di dalam lingkup ilmu

statistik dibahas dalam ukuran nilai sentral (measure of central value).

Beberapa macam ukuran yang dapat dikelompokkan dalam ukuran

nilai sentral adalah rata-rata hitung atau rata-rata aritmetik (arithmetic

mean), median, modus (mode) dan standar deviasi.

1) Mean atau rata-rata hitung (arithmetic mean)

Nilai mean dapat memberikan gambaran kasar menegenai di

sekitar mana nilai-nilai pengamatan lainnya tersebar. Mean bisa

merupakan nilai rata-rata dari suatu jumlah populasi. Formula

untuk keempatnya yakni

 Mean atau rata-rata populasi (µ)

Nilai mean merupakan ukuran rata- rata hasil dari jumlah

semua nilai pengukuran dibagi oleh banyaknya pengukuran.

Mean dalam penelitian ini digunakan untuk mengukur nilai

rata-rata tingkat nyeri sendi sebelum dan sesudah dilakukannya

perlakuan.

 Nilai median

Nilai median merupakan nilai di mana setengah banyaknya

pengamatan mempunyai nilai di bawahnya dari setengah lagi

mempunyai nilai di atasnya, nilai median pada penelitian ini


48

digunakan untuk mengukur karakteristik nyeri lansia dan umur

lansia.

 Nilai modus

Nilai modus merupakan nilai pengamatan yang

mempunyai frekuensi/ jumlah terbanyak, pada penelitian ini

nilai modus digunakan untuk mengukur karakteristik nilai

responden.

2) Variabilitas

Variabilitas lazim juga disebut dengan dispersi. Variabilitas

didefinisikan sebagai derajat penyebaran nilai-nilai variabel dari

suatu tendensi sentral dalam suatu distribusi. Selanjutnya untuk

mencari variabilitas dari suatu distribusi dapat dilakukan dengan

beberapa cara, yakni: range, mean deviasi, dan standard deviasi.

 Range

Range atau jangkauan adalah merupakan pengukuran yang

paling sederhana, dan didefinisikan sebagai jarak antara nilai

yang tertinggi dengan nilai yang terendah. Dengan kata lain

bahwa range adalah merupakan beda antara skor data terbesar

dan skor data terkecil.

 Standar deviasi (SD)

Standar deviasi disimbolkan dengan SD, adalah suatu

statistik yang digunakan untuk menggambarkan variabilitas

dalam suatu distribusi maupun variabilitas beberapa distribusi.


49

Analisis Analitik (bivariate) Analisis bivariat dapat dilakukan

setelah diketahui karakteristik masing-masing variabel. Data yang

diperoleh di uji normalitasnya dengan Kolmogorov Smirnov dari hasil

uji statistik yang telah dilakukan diketahui nilai pre pada kelompok

kontrol p=0.302, nilai post pada kelompok kontrol p=0.269, nilai pre

pada kelompok intervensi p=0.383, dan nilai post pada kelompok

intervensi p=0.168 yang artinya bahwa semua nilai p>0.05 yang

artinya distribusi data penelitian normal. Selanjutnya untuk

mengetahui tingkat nyeri sendi sebelum dan sesudah intervensi pada

masing-masing kelompok dilakukan uji independent sampel test dan

untuk mengetahui pengaruh kompres hangat pada kelompok kontrol

dan intervensi dilakukan uji dependent paired sampel t test.45

Pengujian dilakukan dengan signifikansi α=0,05 dan tingkat

kepercayaan 95%.

Penolakan terhadap hipotesis apabila P < α maka H0 ditolak atau

ada pengaruh atau ada perbedaan bermakna, sedangkan gagal

penolakan terhadap hipotesa apabila P > α maka H0 diterima berarti

tidak ada pengaruh atau tidak ada hubungan yang bermakna antara

keduanya.
50

Rumus :

Uji Beda Dua Mean dependen (Paired T- Test)

Keterangan

d = Rata-rata deviasi atau selisih sampel pre dengan


sample post
SD-d = Standar deviasi dari deviasi atau selisih sampel
pre dan post
N = Jumlah sampel

b. Etika Penelitian

Pada pelaksanaan penelitian ini, peneliti mendapat surat ijin survei

penelitian dari institusi pendidikan Universitas Diponegoro, Semarang,

kemudian peneliti memberikan surat ijin penelitian tersebut kepada Wisma

Lansia Harapan Asri dan Pengayoman, Kota Semarang untuk meminta ijin

melakukan penelitian. Setelah mendapatkan ijin penelitian, kemudian peneliti

melakukan penelitian dengan menekankan masalah etika meliputi:

1. Informed Concent

Informed concent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dan

partsipan dengan memberikan lembar persetujuan yang diberikan sebelum

penelitian dilakukan. Peneliti mengadakan pendekatan kemudian

menjelaskan lebih dahulu tujuan penelitian, tindakan yang dilakukan, serta

menjelaskan akibat atau manfaat yang akan diperoleh dan hal-hal lain
51

yang terkait dengan proses penelitian. Jika responden bersedia maka

responden akan menandatangani lembar persetujuan tersebut, dan jika

menolak maka peneliti tetap menghormati hak mereka.44

2. Anonymity (tanpa nama)

Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan

jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan cara tidak

memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur

dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil

penelitian yang akan disajikan.45

3. Confidentiality

Masalah ini masalah etika dengan memberikan jaminan kerahasiaan

hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah lainnya. Semua

informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti.45


BAB IV

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan sampel untuk setiap kelompok masing-

masing adalah 15 responden dan selama pengumpulan data, peneliti

mendapatkan responden sesuai dengan jumlah yang ditetapkan. Selama

penelitian peneliti memberikan perlakuan berupa kompres hangat terhadap

kelompok intervensi dan tidak memberikan pelakuan kepada kelompok

kontrol. Kedua kelompok dilakukan pengukuran pre dan post dan

dibandingkan hasilnya. Hasil penelitian ini disajikan dalam bentuk tabel

didasarkan pada analisa univariat dan bivariat. Hasil penelitian ini disajikan

dengan melihat deskripsi responden menggunakan analisis univariat dan

selanjutnya hubungan antara variabel dilihat dengan menggunakan analisis

bivariat.

A. Analisis Univariat

Analisis univariat dari penelitian ini menggambarkan frekuensi usia, jenis

kelamin, waktu penelitian, skala nyeri sebelum dan setelah pada masing-

masing kelompok.

1. Karakteristik Responden

Karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin dan waktu

penelitian pada masing-masing kelompok disampaikan pada tabel 4.1

52
53

a. Umur, Jenis Kelamin dan Waktu Penelitian

Tabel 4.1 Frekuensi umur, jenis kelamin dan waktu penelitian kedua
kelompok responden adalah berikut ini (n=30), Mei 2014
Kelompok
Variabel Kontrol Intervensi
Frekuensi % Frekuensi %
Umur (Tahun)
60 - - - -
61 - - - -
62 - - - -
63 - - - -
64 1 6,7 - -
65 1 6,7 1 6,7
66 2 13,3 1 6,7
67 1 6,7 0 -
68 0 - 2 13,3
69 3 20,0 2 6,7
70 2 13,3 1 6,7
71 1 6,7 2 13,3
72 1 6,7 2 13,3
73 1 6,7 1 6,7
74 2 13,3 4 26,7

Jenis Kelamin
Laki-laki 4 26,7 5 33,3
Perempuan 11 73,3 10 66,7

Waktu Penelitian
Pagi hari 8 53,3 8 53,3
Sore Hari 7 46,7 7 46,7

Berdasarkan tabel 4.1 diperoleh umur responden pada kelompok

kontrol paling banyak berada pada umur 69 tahun yaitu sebanyak 20%

sedangkan umur responden pada kelompok intervensi paling banyak pada

umur 74 tahun sebanyak 26,7%. Jika dilihat dari frekuensi jenis kelamin

responden pada kelompok kontrol terbanyak adalah perempuan yaitu

sebanyak 73,3% dan juga pada kelompok intervensi terbanyak adalah

perempuan 66,7%. Sementara jika dilihat dari waktu penelitian antara


54

kelompok kontrol dan kelompok intervensi adalah sama yaitu 53,3%

responden pada pagi hari dan 46,7% responden pada sore hari.

2. Skala Nyeri Sebelum Diberikan Kompres Hangat Pada Kelompok

Kontrol dan Kelompok Intervensi

Tabel 4.2 Skala nyeri sendi lansia (60-74 tahun) sebelum diberikan
kompres hangat pada kelompok kontrol dan kelompok
intervensi di Wisma Lansia Harapan Asri dan Pengayoman,
Kota Semarang (n=30), Mei 2014

Skala % 95% P
Variabel Kelomok Mean Median SD
Nyeri CI value
1 26,6
Kontrol 2 33,3 2,13 2,00 0,834 1,67-2,60
3 40,0
Nyeri
2 40,0 0,774
Sendi 3 33,3
Intervensi 4 20,0
2,93 2,0 0,961 2,40-3,47
5 6,7

Tabel 4.2 menunjukkan skala nyeri sendi saat pengukuran pertama

pada kelompok kontrol yaitu antara skala 1 sampai 3 yang artinya tingkat

nyeri sendi paling tinggi sebelum perlakuan pada kelompok kontrol berada

pada skala 3 dengan kriteria nyeri “agak mengganggu” dan paling rendah

pada skala 1 dengan kategori nyeri “sedikit sakit. Sedangkan pada

kelompok intervensi skala nyeri sendi berada antara skala 2 sampai 5 yang

artinya tingkat skala nyeri sendi saat pengukuran pertama pada kelompok

intervensi berada pada skala nyeri 5 dengan kriteria nyeri “mengganggu

aktivitas” dan paling rendah berada pada skala 2 dengan kategori “sedikit

sakit”. Hasil uji juga menunjukkan nilai mean pada kelompok intervensi

lebih tinggi yang artinya bahwa tingkat skala nyeri sendi sebelum

perlakuan paling tinggi berada pada kelompok intervensi.


55

3. Skala Nyeri Sendi Setelah Diberikan Kompres Hangat Pada

Kelompok Kontrol Dan Kelompok Intervensi.

Tabel 4.3 Skala nyeri sendi lansia (60-74 tahun) setelah diberikan
kompres hangat pada kelompok kontrol dan kelompok
intervensi di Wisma Lansia Harapan Asri dan
PengayomanKota Semarang (n =30), Mei 2014

Skala % P
Variabel Kelompok Mean Median SD 95% CI
Nyeri value
0 6,7
1 33,3
Kontrol 1,66 2,00 0,816 1,21-2,12
2 56,7
Nyeri
3 13,3 0,905
Sendi
0 46,7
Intervensi 1 33,3 0,73 1,00 0,799 0,29-1,18
2 20,0

Tabel 4.3 menunjukkan skala nyeri sendi saat pengukuran kedua pada

kelompok kontrol yaitu berada pada skala 0 sampai 3 dengan jumlah nyeri

paling banyak terdapat pada skala 2 dengan kriteria nyeri “ sedikit sakit”

yaitu sebanyak 56,7% dan skala nyeri paling tinggi berada di skala 3

dengan kriteria nyeri yaitu “agak mengganggu” sedangkan pada kelompok

intervensi skala nyeri mengalami penurunan yaitu berada antara skala 0

sampai 2 dengan jumlah nyeri paling banyak terdapat pada skala 0 dengan

kriteria “tidak sakit” yaitu sebanyak 46,7% dan skala nyeri paling tinggi

pada kelompok intervensi berada pada skala 2 dengan kriteria nyeri

“sedikit sakit”. Hasil uji juga menunjukkan nilai mean pada kelompok

kontrol lebih tinggi dibanding pada kelompok intervensi yang artinya

tingkat skala nyeri sendi setelah perlakuan berada pada kelompok kontrol.
56

B. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui apakah ada hubungan yang

signifikan antara dua variabel atau untuk mengetahui apakah ada perbedaan

rata-rata nyeri pre test pada kelompok yang diberikan perlakuan berupa

kompres hangat dengan nyeri pre test pada kelompok kontrol.

1. Perbedaan Tingkat Nyeri Sendi Pada Lansia (60-74 Tahun) Pada

Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi Sebelum Dan Setelah

Mendapat Intervensi Kompres Hangat

Tabel 4.4 Perbedaan tingkat nyeri sendi lansia (60-74 tahun) pada
kelompok kontrol dan kelompok intervensi sebelum dan
setelah kompres hangat di Wisma Lansia Harapan Asri,
Banyumanik dan Pengayoman, Peterongan, Kota Semarang
(n=30), Mei 2014
Selisih Standar Standar Min-
Kelompok p-Value
Mean Deviasi Eror Mean maks
Kontrol 0,466 0,516 0,133 0-3 0,004

Intervensi 2,200 0,560 0,144 0-5 0,001

Tabel 4.4 membandingkan selisih nilai rata-rata nyeri sendi lansia

setelah perlakuan pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi. Untuk

melihat rata-rata selisih penurunan nyeri sendi lansia dan p value pada

kelompok kontrol dan kelompok intervensi digunakan uji dependent

paired sampel test. Hasil uji menunjukkan selisih mean pada kelompok

intervensi lebih tinggi yaitu sebesar 2,200 dibanding dengan kelompok

kontrol dengan selisish mean 0,466 yang artinya penurunan skala nyeri

sendi lansia pada kelompok intervensi jauh lebih tinggi dibanding

kelompok kontrol. Hasil uji juga menunjukkan p value pada masing-


57

masing kelompok. Nilai p pada kelompok kontrol dan kelompok intervensi

masing-masingberada pada nilai p<0,05. Hasil tersebut menunjukkan saat

pengukuran kedua ada perbedaan skala nyeri dalam kelompok kontrol dan

kelompok intervensi.
BAB V

PEMBAHASAN

A. Intepretasi Hasil Penelitian

Pada bab ini akan diuraikan pembahasan tentang hasil penelitian yang

meliputi intepretasi dan diskusi tentang pengaruh kompres hangat terhadap

nyeri sendi pada lansia (60-74 tahun). Pembahasan akan diuraikan sesuai

dengan tujuan penelitian yang ada di bab I.

1. Analisis Tingkat Nyeri Sendi Sebelum Diberikan Kompres Hangat

Pada Kelompok Kontrol dan Kelompok Intervensi

Hasil penelitian menunjukkan skala nyeri sendi lansia saat pengukuran

pertama pada kelompok kontrol yaitu antara skala 1 sampai 3 dengan

kategori “tidak sakit” sampai “agak mengganggu” sedangkan pada

kelompok intervensi skala nyeri sendi lansia lebih tinggi dibanding dengan

kelompok kontrol yaitu antara skala 2 sampai 5 dengan kategori nyeri

sendi “sedikt sakit” sampai “mengganggu aktivitas”. Hasil uji penelitian

juga menunjukkan nilai mean pada kelompok intervensi yaitu 2,93 lebih

tinggi dibanding dengan nilai mean pada kelompok kontrol yaitu 2,13

artinya bahwa tingkat nyeri pre pada kelompok intervensi lebih tinggi

dibanding pada kelompok kontrol. Tingkat skala nyeri sendi paling tinggi

pada saat pengukuran pertama terdapat pada kelompok intervensi dengan

58
59

skala 5. Tabel tersebut juga menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan

signifikan diantara kedua kelompok hal ini disebabkan sampel yang

digunakan tidak representatif karena variansi data yang terlalu minim dan

sampel yang diambil terlalu sedikit sehingga tidak dapat

menggeneralisasikan populasi penelitian.43

Efek penuaan dan efek mekanis menjadi salah satu penyebab utama

nyeri sendi pada lansia. Nyeri merupakan keadaan subjektif dimana

seseorang memperlihatkan rasa tidak nyaman baik verbal maupun non

verbal atau bahkan keduanya. Karena pengalaman nyeri seorang bersifat

alami dan unik, lansia dapat merasa sendirian dan cemas. Mereka merasa

takut kalau nyeri tersebut tidak akan pernah pergi, jika hal itu terjadi nyeri

akan kembali lagi. Ansietas mereka mungkin dikombinasikan dengan

depresi karenanya akan menggangu kendali nyeri lebih lanjut.9 Jika

kondisi ini berkelanjutan tentu mengganggu kemampuan seseorang untuk

beristirahat, konsentrasi dan kegitan-kegiatan lain yang biasa dilakukan.

Nyeri sendi yang paling umum dialami lansia yaitu nyeri kronik.21 Lansia

yang mengalami nyeri kronik seringkali mengalami periode remisi (gejala

hilang sebagian atau keseluruhan) dan eksaserbasi (keparahan meningkat).

Sifat nyeri kronik yang tidak dapat diprediksi ini membuat klien frustasi

dan seringkali mengarah pada depresi psikologi. Penyebabnya mungkin

diketahui progresif atau persisten atau tidak diketahui bahkan sulit untuk

ditemukan. Lansia tersebut cenderung mengalami ketidakmampuan akibat

nyeri yang sedang dirasakan.


60

Cedera pada sel atau jaringan menstimulus nosiseptor untuk

melepaskan berbagai zat kimia yang memulai impuls nyeri dan

menimbulkan respon-respon nyeri. Zat-zat ini terjadi secara alami dan

termasuk histamin, substansi P, kolinestrase, bradikinin dan prostaglandin.

Ketika dilepaskan zat-zat ini merangsang ujung saraf dan mentransmisikan

impuls nyeri pada tingkat yang lebih tinggi. Otak mempersiapkan bahwa

ada cedera jaringan atau nyeri. Selanjutnya otak menganalisis karakteristik

nyeri yang meliputi lokasi, intensitas dan kualitas, membandingkan

kejadian ini dengan pengalaman sebelumnya. Otak menginterpretasikan

arti dan kepentingan kejadian nyeri ini, merekamnya dalam memori dan

memutuskan responnya.

2. Analisis Tingkat Nyeri Sendi Setelah Diberikan Kompres Hangat

Pada Kelompok Kontrol Dan Kelompok Intervensi

Hasil penelitian menunjukkan pada saat pengukuran kedua skala nyeri

sendi lansia pada kelompok kontrol masih tetap dalam rentang skala nyeri

1 sampai 3 dengan kategori nyeri “sedikit sakit” sampai “agak

menggganggu”. Hal ini berbeda dengan pengukuran kedua pada kelompok

intervensi dimana terdapat penurunan skala nyeri sendi dari yang semula

berada pada skala 1 sampai 5 menjadi skala 0 sampai 2 dengan kategori

“tidak sakit” sampai “sedikit sakit”. Hasil uji juga menunjukkan nilai mean

pada kelompok kontrol yaitu 1.666, lebih tinggi dibanding pada kelompok

intervensi yaitu 0.73, artinya bahwa skala nyeri pada kelompok kontrol
61

setelah perlakuan lebih tinggi dibanding pada kelompok intervensi. Selain

itu nilai p value menunjukkan p>0.5 sehingga dapat disimpulkan bahwa

tidak terdapat perbedaan signifikan pada kedua kelompok setelah

diberikan kompres hangat kelompok hal ini disebabkan karena pengaruh

eksternal variabel. Variabel eksternal akan memengaruhi data yang

diperoleh.43

Setelah intervensi diberikan selama 30 menit jika dilihat dari nilai

mean kedua kelompok yaitu nilai mean pada kelompok intervensi jauh

lebih rendah dibanding dengan kelompok kontrol yang artinya penurunan

skala nyeri sendi lansia lebih tinggi pada kelompok intervensi dibanding

dengan kelompok kontrol.

Stimulasi kulit mengaktifkan transmisi serabut saraf sensori A-beta

yang lebih besar dan lebih cepat. Proses ini menurunkan transmisi nyeri

melalui serabut C delta-A berdiameter kecil. Gerbang sinap menutup

transmisi impuls nyeri. Kompres menggunakan air hangat akan

meningkatkan aliran darah, dan meredakan nyeri dengan menyingkirkan

produk-produk inflamasi, seperti bradikinin, histamin dan prostaglandin

yang menimbulkan nyeri lokal. Panas akan merangsang serat saraf yang

menutup gerbang sehingga transmisi nyeri ke medulla spinalis dan ke otak

dihambat.35 Hal tersebut disebabkan karena setelah 30 menit pemberian

kompres hangat pada daerah tubuh akan memberikan sinyal ke

hipotalamus melalui sumsum tulang belakang. Ketika reseptor yang peka

terhadap panas di hipotalamus dirangsang, sistem efektor mengeluarkan


62

sinyal yang memulai berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan

ukuran pembuluh darah diatur oleh pusat vasomotor pada medulla

oblongata dari tungkai otak, di bawah pengaruh hipotalamik bagian

anterior sehingga terjadi vasodilatasi. Terjadinya vasodilatasi ini

menyebabkan aliran darah ke setiap jaringan khususnya yang mengalami

radang dan nyeri bertambah sehingga mengalami penurunan skala nyeri

pada jaringan yang meradang.

Menurut penelitian yang dilakukan Wahida 2012 penurunan nyeri

sendi pada lansia baik kelompok kontrol maupun intervensi disebabkan

oleh koping individu dalam merepon stimulus. Penggunaan mekanisme

koping yang maksimal akan bberdampak baik terhadap tingkatan adaptasi

individu dan meningkatkan tingkat rangsanga dimana individu dapat

merspon secara positif. Pada saat individu berpersepsi positif akan terjadi

kondisi relaksasi dan perubahan kimia, saraf atau endokrin pada tubuh

sehingga akan lebih mudah menerima suggesti penyembuhan yang

diberikan.

3. Analisis Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Tingkat Nyeri Sendi

Sebelum dan Setelah Intervensi Pada Kelompok Kontrol dan

Kelompok Intervensi.

Hasil uji dependent paired t tes bertujuan untuk melihat signifikansi

pengaruh kompres hangat sebelum dan sesudah diberi perlakuan pada

kelompok kontrol dan intervensi. Pada tabel tersebut dapat dilihat selisih
63

mean paling tinggi berada pada kelompok intervensi yaitu sebesar 2.200

yang artinya penurunan skala nyeri sendi paling tinggi berada pada

kelompok intervensi dibanding kelompok kontrol. Nilai p value pada

masing-masing kelompok yaitu p value<0,05 yang artinya terdapat

perbedaan signifikan kompres hangat terhadap nyeri sendi lansia (60-74

tahun).

Pada neuromuscular terapi panas meningkatkan ambang nyeri dan

meningkatkan kecepatan konduksi saraf. Pada sendi dan jaringan ikat

dapat meningkatkan ekstensibilitas tendon dan menurunkan kekauan

sendi. Hasil penelitian tersebut membuktikan kompres hangat dapat

mengurangi nyeri sendi dalam menurunkan skala nyeri sendi pada lansia.

Kompres hangat pada penderita nyeri sendi berfungsi untuk mengatasi

atau mengurangi nyeri yang menyebabkan dilatasi pembuluh darah

sehingga panas dapat meredakan iskemia dengan menurunkan kontraksi

otot dan melancarkan pembuluh darah sehingga dapat meredakan nyeri

dengan mengurangi ketegangan serta meningkatkan aliran darah di daerah

persendian dengan menurunkan viskositas cairan sinovial dan

meningkatkan distensibilitas jaringan.13,30 Secara fisiologis respon tubuh

terhadap panas yaitu menyebabkan pelebaran pembuluh darah,

menurunkan kekentalan darah, menurunkan ketegangan otot,

meningkatkan metabolisme jaringan dan meningkatkan permeabilitas

kapiler.13
64

Penelitian ini semendukung penelitian Fanada pada tahun 2012

dengan judul Pengaruh Kompres Hangat Dalam Menurunkan Skala Nyeri

Pada Lansia Yang Mengalami Nyeri Rematik Di Panti Sosial Tresna

Werdha Teratai Palembang, yang menggunakan 20 responden dengan alat

ukur FPRS. Hasi penelitian tersebut menunjukkan nilai p<0,05 yang

artinya bahwa ada pebedaan yang signifikan, artinya bahwa kompres

hangat yang dilakukan sesuai dengan aturan dapat menurunkan tingkat

nyeri pada lansia yang mengalami rematik.14

Penelitian ini juga sesuai dengan hasil penelitian Soedibyo Chandra

dengan judul Perbandingan Efek Terapi Panas Dengan Terapi Dingin

Terhadap Pengurangan Nyeri pada Penderita Osteoarthtritis Lutut Di

Instalasi Rehabilitasi Medik, RSUP DR. Kariadi, Semarang. Penelitian

tersebut menggunakan alat Packheater 451 pada kelompok intervensi

selama 20 menit, sekali sehari sebanyak 4 kali berturut-turut dan kelompok

terapi dingin mendapat terapi dengan Criojet Air “C 50 E” pada daerah

lutut selama 7 menit sekali sehari sebanyak 4 kali berturut-turut selama 4

hari dengan menggunakan alat ukur VAS. Penelitian tersebut

menyimpulkan baik terapi panas maupun terapi dingin mampu

mengurangi nyeri dengan perbedaan yang tidak bermakna.11

Menurut Stricland 2007, berkaitan dengan kegunaan hot pack gel

dalam aplikasi panas terhadap tubuh cukup efektif. Hal ini disebabkan

karena Hot Pack Gel mampu menahan suhu panas lebih lama sehingga

dapat meningkatkan vasodilatasi pembuluh darah ke daerah persendian


65

yang terinjuri sehingga mampu meredakan nyeri sendi. Hal ini disebabkan

karena kompres hangat yang disalurkan melalui konduksi atau bantalan

panas berupa hot pack gel dapat melebarkan pembuluh darah dan dapat

meningkatkan aliran darah. Hal ini disebabkan karena hot pack gel

menyebabkan elevasi suhu dalam kulit jaringan, sendi tangan dan kaki.15

Penelitian ini juga mendukung teori bahwa kompres hangat

merupakan salah satu metode efektif untuk mengurangi nyeri sendi.4,13

Kompres hangat yang disalurkan melalui konduksi seperti kantong karet

yang diisi air hangat atau dengan buli-buli panas atau handuk yang telah

direndam dengan air hangat ke bagian tubuh yang nyeri dengan suhu air

sekitar 37-400C karena pada suhu tersebut kulit dapat mentoleransi

sehingga tidak terjadi iritasi dan kemerahan pada kulit yang dikompres.13

B. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini memiliki keterbatasan dalam hal mengontrol suhu pada alat

kompres yang digunakan saat penelitian. Peneliti kurang mampu untuk

mengontrol suhu akhir pada alat kompres yang digunakan kepada responden.
BAB VI

PENUTUP

A. Kesimpulan

Hasil penelitian yang dilakukan di Wisma Lansia Harapan Asri,

Banyumanik dan Pengayoman, Peterongan, Kota Semarang pada tanggal 13–

28 Mei 2014 dengan jumlah sampel 30 responden dapat disimpulkan sebagai

berikut :

1. Nilai mean pada kedua kelompok sebelum intervensi yaitu mean pada

kelompok kontrol adalah 2,13 dan mean pada kelompok intervensi adalah

2,93 artinya bahwa tingkat skala nyeri sendi paling tinggi pada saat

pengukuran pertama berada pada kelompok intervensi.

2. Nilai mean pada kedua kelompok setelah intervensi yaitu nilai mean pada

kelompok kontrol adalah 1,666 dan mean pada kelompok intervensi adalah

0,73 artinya bahwa tingkat skala nyeri sendi paling tinggi pada saat

pengukuran kedua berada pada kelompok kontrol.

3. Nilai p pada kelompok kontrol p=0,004 dan kelompok intervensi p=0.001

yang artinya p<0.05 ada perbedaan signifikan kompres hangat terhadap

nyeri sendi lansia (60-74 tahun) pada kelompok kontrol dan kelompok

intervensi namun jika dilihat dari selisih mean, selisih mean pada

kelompok intervensi lebih tinggi dibanding kelompok kontrol yang artinya

penurunan skala nyeri paling tinggi terdapat pada kelompok intervensi.

66
67

B. Saran

1. Bagi masyarakat

Bagi usia lanjut diharapkan kompres hangat dapat dijadikan pengobatan

non farmakologi untuk mengurangi nyeri sendi.

2. Bagi profesi keperawatan

Diharapkan penelitian dapat menambah informasi maupun referensi

alternatif pengobatan non farmakologi khususnya kompres hangat dalam

penanganan nyeri sendi pada lansia ini serta memberikan masukan tentang

perlunya memberikan pertolongan pertama berupa kompres hangat pada

lansia yang mengalami nyeri sendi.

3. Bagi Panti lansia Harapan Asri dan Pengayoman, Kota Semarang

Penelitian ini dapat diaplikasikan terhadap lansia yang mengalami nyeri

sendi dengan memberikan intervensi kompres hangat sehingga dapat

membantu mutu pelayanan kesehatan terkait dengan penatalaksanaan nyeri

sendi pada lansia.

4. Bagi peneliti

Memberi pengalaman baru dalam penulisan dan pelaksanaan penelitian

sehingga mampu meningkatkan kecermatan, sistematis, kejelasan,

ketelitian dan kejujuran. Selain itu dapat menambah wawasan dan

pengetahuan terhadap pengobatan alternatif secara non farmakologi dalam

menangani nyeri sendi pada lansia.


68

5. Bagi Peneliti selanjutnya

Bagi peneliti selanjutnya diperlukan kontrol terhadap suhu hot pack yang

akan digunakan sehingga suhu yang akan diaplikasikan kepada pasien

selama intervensi kompresd hangat tetap berada dalam suhu yang telah

ditentukan.
69

DAFTAR PUSTAKA

1. Maryam RS. Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya. Jakarta: Salemba

Medika.2008

2. Effendi, FM. Keperawatan kesehatan Komunitas : teori dan Praktik dalam

Keperawan. Jakarta : Salemba Medika. 2009

3. Nugroho, WH. Keperawatan gerontik dan Geriatrik, Ed.3.Jakarta:

EGC.2008

4. Potter, Patricia AP, Anne G. Buku ajar fundamental keperawatan: konsep,

proses, dan praktek. alih bahasa: Yasmin Asih et all, editor edisi Bahasa

Indonesia: Devi Yulianti dan Monica Ester. Ed. 4. Jakarta: EGC. 2005.

5. Rachmawati MR, Diana S. Purnamawati T, Magdalena W. Vol. 25. No 24.

Nyeri muskuloskeletal dan hubungannya dengan kemampuan fungsional

fisik pada lanjut usia. Bagian anatomi Fakultas Kedokteran Universitas

Trisakti. Universe Medicine. Oktober-desember 2006.

6. Corwin EJ. Buku Saku Patofisiologi Ed 3 hal 346. Jakarta: Buku

Kedokteran EGC.2009

7. Joern M, Klaus SB, Peer,E. The Epidemiology, Etiology, Diagnosis, and

Treatment of Osteoarthritis of the Knee. Dtsch Arztebl International. 2010

Diakses dari :

http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2841860/pdf/Dtsch_Arzte

bl.

. Int-107-0152.pdf diakses pada tanggal 1April 2010


70

8. Tangtrakulwanich B, Geater AF, Chongsuvivatwong V. Prevalence,

Patterns and Risk Factors Of Knee OA In Thai Monks. J Orth Sc. 11(5) :

439 - 445. 2006

9. Stanley M, Beare PG. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Jakarta : EGC.

2007

10. Cavalieri TA. Pain management in the elderly. J Am Osteo Ass . 102; 481-

5.7. 2002

11. Chandra AS. Perbandingan Efek Terapi Panas Dengan Terapi Dingin

Terhadap Pengurangan Nyeri Pada Penderita Osteoartritis Lutut Di

Instalasi Rehabilitasi Medik RSUP DR.Kariadi Semarang. Program Studi

Rehabilitasi Medik, Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro,

Semarang. 2002

12. Wachjudi RG, Dewi S, Hamijaya L, Pramudiyo R. Diagnosis dan Terapi

Penyakit Reumatik. Jakarta:CV. Sagung Seto;2006.

13. Kozier and Erb’s. Buku Ajar Praktik Keperawatan klinis. Edisi 5.Jakarta :

EGC. 2009

14. Fanada M, Journ Pengaruh Kompres Hangat Dalam Menurunkan Skala

Nyeri Pada Lansia yang Mengalami Nyeri Rematik Di Panti Sosial Tresna

Werdha Teratai Palembang. Badan Diklat Provinsi Sumatera Selatan.

2012

15. Strickland A. Hot Packs, Fomentation, Compresses, and other Local Heat

Applications. Page 89. England. 2007


71

16. Reginster JY. The Prevalence and Burden of Osteoarthritis. Journ

Rheumatology, 41 (suppl 1) : 3 – 6. 2002

17. Pudjiastuti SS. Fisioterapi Pada Lansia. Jakarta.EGC. 2003

18. Davey P. At a glance medicine. Hal.374. Jakarta : Erlangga. 2005

19. Brashers, valentina L. Clinical Aplicationns of Pathophysiology :

assessment, Diagnostic reasoning, and Management, 2nd, Ed.2. Mosby.

2008

20. Mutaqqin A. Buku ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan

Sistem Persarafan. Hal : 502. Jakarta : Salemba Medika. 2008

21. Martono HH, Pranaka K. Geriatry (Ilmu kesehatan usia Lanjut). Ed 4.

Jakarta: FKUI. 2009

22. Felson DT. Osteoarthritis. Dalam : Fauci, A., Hauser, L.S., Jameson, J.L.,

Ed. Harrison's Principles of Internal Medicine Seventeenth Edition. New

York, United States of America. McGraw-Hill Companies Inc. : 2158-

2165. 2008.

23. Helmtrud I, Roach ST. The Pathogenesis of Osteoarthritis. In: Bronner F,

Carson MCF, editors. Bone and Osteoarthritis Volume 4. USA:Springers;

p.4. 2007

24. Creamer P. Hochberg M. Osteoarthritis. Lancet ; 350 : 503 – 508. 1997

25. Soeroso J, Isbagio H, Kalim H, Broto R., Pramudiyo R. Osteoartrits.

Dalam : Alwi, I., Sudoyo, A.W., dan Setiati, S., ed. Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam, Jilid II Edisi IV. Jakarta, Indonesia : Penerbit FKUI

Pusat, 1195-1201. 2006


72

26. Flaherly E. Pain Assesment For Older Adults. The Hart Ford Institute For

geriatric Nursing. New York. College of Nursing.2012

27. Konggres Nasional Ikatan Reumatologi Indonesia VI. http://pemda-

diy.go.id/berita, 10:21:40. 2005

28. Michel JN. Medical Pharmacologi at a Glance fifth edition. Jakarta:

Erlangga hal 71. 2006

29. Andrew L. Miners. Bougie Tracy L. Chronic Achilles tendinopaty : a case

study of treatment incorporating active and passive tissue warm-up,

Graston Technique, ART, eccentric exercise, and cryotherapy. J Cana

Chirop Ass. US National Library of Medicine, National Institutes of

Health. 2011. Diakses dari : www.ncbi.nlm.nih.gov

30. Myrnawati. Waspadai Efek Samping Obat Rematik. 2002.

www.suaramerdeka.co.id. Tanggal 30-05-2007

31. Staf Pengajar Departemen Farmakologi. Kumpulan Kuliah Farmakologi

Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya. Ed. 2. 508. Jakarta. EGC.2008

32. Seminar Nasional Teknologi (SNT 2007) ISSN : 1978-9777 Yogyakarta,

24 November 2007

33. Setyohadi B. Reumatologi Untuk Dokter Umum. In: Setiyohadi B, Yoga

IK, editors. Kumpulan Makalah Temu Ilmiah Reumatologi 2010. Jakarta:

Perhimpunan Reumatologi Indonesia;2010

34. Brooker C. Ensiklopedia Keperawatan, Ed 1. Jakarta. EGC. 2005

35. Asmadi. Teknik Prosedural Keperawatan 145 : Konsep dan Aplikasi

kebutuhan Dasar Klien. Jakarta: Salemba Medika.2008


73

36. Tamsuri A. Konsep dan Penatalaksanaan Nyeri. Jakarta : EGC.2007

37. Morhead S, Johnson M, Maas M. Nursing Intervention Classification

(NIC) and Nursing Outcomes Classification (NOC) fifth edition. Mosby.

2008

38. Price AS. Patofisiologi : Konsep Klinis, Proses-proses Penyakit. Jakarta :

EGC. 2005

39. Hastono SP. Basic Data Analisis For Health Researcht Training. FKM-

UI. 2007

40. Nursalam. Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu

Keperawatan, Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian

Keperawatan Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.2008

41. Umar H. Metode Riset Bisnis. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. 2003.

42. Sekaran U. Metodologi Penelitian Bisnis. Jakarta : Salemba Empat. 2006

43. Wasis. Pedoman Riset Praktis Untuk Profesi keperawatan. Jakarta: EGC.

2008

44. Saryono. Metodologi Penelitian Kesehatan: Penuntun Praktis Bagi

Pemula. Yogyakarta: Mitra Cendikia Press. 2011

45. Setiadi. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta: Graha

Ilmu. 2007

46. Wahida N, Khusniyah Z. Journ, Pengaruh Hipnoterapi Terhadap Nyeri

Sendi Pada Lansia. 2012


74

LAMPIRAN

Lampiran 1

Lembar Persetujuan Menjadi Responden Penelitian


Judul : Pengaruh Kompres Hangat Terhadap Nyeri Sendi Pada Lansia (60-74
Tahun) di Wisma Lansia Harapan Asri dan Pengayoman, Kota
Semarang.

Nama : Henricha Evalina Sinaga

NIM : 22020110120039

Alamat : Jurusan Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran, Universitas


Diponegoro

Saya adalah mahasiswa Jurusan Ilmu Keperawatan Universitas Diponegoro


Semarang, akan melakukan penelitian tentang “Pengaruh Kompres Hangat terhadap
Nyeri Sendi Pada Lansia (60-74 Tahun) Di Wisma Lansia Harapan Asri dan
Pengayoman, Kota Semarang”. Penelitian ini merupakan salah satu kegiatan dalam
menyelesaikan tugas akhir di Jurusan Ilmu Keperawatan Universitas Diponegoro,
Semarang.

Partisipasi saudara dalam penelitian ini bersifat sukarela. Saudara mempunyai


hak bebas untuk berpartisipasi atau menolak menjadi responden dan jika saudara tidak
bersedia menjadi responden maka saya akan tetap menghargai dan tidak aakn
mempengaruhi terhadap proses penelitian ini. Dan jika ibu bersedia, mohon untuk
menandatangani lebaran persetujuan ini.

Saya akan menjamin kerahasiaan identitas dan jawaban yang ibu berikan. Jika
ibu mempunyai pertanyaan mengenai penelitian ini, amka saya dengan senang hati akan
memebrikan penjelasan.

Demikian permohonan ini disampaikan atas bantuan dan partisipasinya saya


ucapkan terima kasih.

Semarang, Mei 2014

Peneliti

( )
75

Lampiran 2

Informed Consent Penelitian

JUDUL PENELITIAN : PENGARUH KOMPRES HANGAT TERHADAP NYERI SENDI PADA


LANSIA (60-74 TAHUN) DI WISMA LANSIA HARAPAN ASRI DAN PENGAYOMAN, KOTA
SEMARANG.

INSTANSI PELAKSANAAN : UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

Berikut ini naskah yang aan dibacakan kepada responden penelitian :

Bapak/Ibu Yang Terhormat : …………………………….

Bapak atau ibu yang terpilih sebagai subjek penelitian dengan judul Pengaruh Kompres
Hangat Terhadap Nyeri Sendi Pada Lansia (60-74 Tahun) Di Wisma Lansia Harapan Asri
Dan Pengayoman, Kota Semarang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh kompres hangat terhadap nyeri sendi pada lansia (60-74 tahun) di wisma
lansia harapan asri dan peterongan, kota Semarang.

Jika bapak dan ibu setuju untuk berpartisipasi dalam penelitian ini saya akan melakukan
tindakan kompres hangat selama 2 kali 15 menit dengan jeda 5 menit untuk istirahat
dengan suhu 37-400C kemudian mengukur tingkat nyeri sendi sebelum dan sesudah
dilakukan tindakan kompres hangat.

Tidak ada efek komplikasi yang mungkin terjadi dari pemberian kompres hangat yang
saya berikan.

Data-data responden selama penelitian akan dijamin kerahasiaannya dan tidak akan
dipublikasikan tanpa persetujuan dari responden

Terimakasih atas kerjasamanya Bapak/Ibu

Setelah mendengar dan memahami penjelasan penelitian, dengan ini saya menyatakan

SETUJU/TIDAK

Untuk ikut sebagai responden/sampel penelitian

Semarang, Mei 2014

Mengetahui

Peneliti Peserta

Henricha Evalina Sinaga

……………………………………………
76

Lampiran 3

Data Demografi

1. Inisial Responden :

2. No responden :

3. Jenis Kelamin :

4. Usia Responden :
77

Lampiran 4

B. Pengukuran Tingkat Nyeri Pasien


1. Nyeri Pre Test

Faces Pain Scale

Oleh : Wong and Bacher 1988

Mohon Bapak/Ibu menunjuk angka di bawah ini sesuai dengan rasa nyeri yang
dirasakan saat ini :

0 1-2 3-4 5-6 7-8 9-10


Tidak sakit Sedikit sakit Agak Mengganggu Sangat Tak
mengganggu aktivitas mengganggu tertahankan
78

2. Nyeri Post Test


Faces Pain Scale

Oleh : Wong and Bacher 1988

Mohon Bapak/Ibu menunjuk angka di bawah ini sesuai dengan rasa nyeri yang
dirasakan saat ini :

0 1-2 3-4 5-6 7-8 9-10

Tidak Sedikit Agak Mengganggu Sangat Tak


sakit sakit mengganggu aktivitas mengganggu tertahankan
79

Lampiran 5
80

Lampiran 6
81

Lampiran 7
82

Lampiran 8
83

Lampiran 9
84

Lampiran 10
85

Lampiran 11
86

Lampiran 12

Anda mungkin juga menyukai