Anda di halaman 1dari 23

Study Club Hukum Perdata

INGET!!!

➢ Gunakan istilah PERKAWINAN bukan Pernikahan


➢ Sertakan Dasar Hukum yang jelas → Berdasarkan UU 1 No. 1974 Tentang
Perkawinan (harus ready UU Perkawinan)
➢ Pasal 7 UU 1 No. 1974 sudah tidak berlaku setelah diundangkannya UU No.
16 tahun 2019.
- Dulu : Cakap/Dewasa → Pria 19 Tahun, Wanita 16 Tahun
- Sekarang : Cakap/Dewasa → Pria & Wanita 19 Tahun
Keabsahan Perkawinan

● Pasal 2 UU No. 1 tahun 1974


● Perkawinan sah menurut UU 1/74 :
1) Sah menurut agama masing-masing
2) Perkawinan tersebut dicatatkan
- Islam → KUA
- Non Islam → Kantor Catatan Sipil (Dispendukcapil)
Perkawinan yang
Tidak Dicatatkan

● Perkawinan tersebut sah menurut agama, NAMUN..


● Tidak sah menurut UU No.1 Tahun 1974 sebab tidak memenuhi Pasal 2
ayat (2) terkait Pencatatan.
● Pasal 2 UU 1/74 → Keabsahan Perkawinan. Berlaku MUTLAK.

● Ratio Legis / Tujuan Pencatatan Perkawinan :


- Memberikan kepastian Hukum
- Memberikan perlindungan khususnya bagi pihak Wanita
Perkawinan yang
Tidak Dicatatkan

Akibat Perkawinan yang tidak dicatatkan :


- Disebut Perkawinan Siri,
- Perkawinannya tidak diakui dimata Hukum dan Negara,
- Perkawinan dianggap tidak pernah ada (tidak ada status),
- Tidak ada harta perkawinan,
- Anak dari perkawinan tersebut = Anak luar kawin.
➔ Anaknya gak berhak atas harta waris ayah.
Perkawinan Beda Agama

● UU No. 1 Tahun 1974 → Tidak mengatur dan tidak memberi peluang


perkawinan beda agama
● Tidak satupun Pasal tentang Perkawinan Beda Agama

● Tujuan Perkawinan → Pasal 1 UU 1/74


“...bentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa.”

● Perkawinan → Didasari oleh tuntunan AGAMA.


● Maka Perkawinan Beda Agama → Tidak sesuai dengan Tujuan
Perkawinan sebagaimana tertuang dalam Pasal 1 UU 1/74.
Lembaga Pencatatan
Perkawinan Beda Agama

● Tidak ada lembaga yang berwenang mencatat Perkawinan Beda Agama.


Sebab di UU 1/74 → Tidak ada satupun Pasal tentang Perkawinan Beda
Agama.
● Kewenangan pencatatan :
- KUA → untuk perkawinan sesama Muslim
- Kantor Catatan Sipil→ untuk perkawinan non-Muslim

● Sehingga → Tidak ada kejelasan terkait lembaga yang berwenang


mencatat Perkawinan antara Muslim dan Non-muslim
Celah Dalam
Perkawinan Beda Agama

● Pasal 21 UU No. 1 Tahun 1974


➔ Dapat mengajukan Permohonan kepada Pengadilan supaya diberi izin
melakukan perkawinan Beda Agama.
➔ PN akan memeriksa dan memberikan pertimbangan-pertimbangan
hukum terkait permohonan perkawinan.
Poligami

● Pasal 3 (2), 4 dan 5 UU No. 1 tahun 1974


- Harus mendapat izin dari pengadilan (Pasal 3 (2) UU 1/74)
- Diketahui dan diizinkan isteri-isteri sebelumya (sepengetahuan isteri)

● Gimana Prosedurnya? → Pasal 4 UU 1/74


- Wajib mengajukan permohonan ke Pengadilan
- Memenuhi kondisi di Pasal 4 (2) UU 1/74 → bersifat Alternatif

…syarat Permohonan Poligami


Poligami

● Syarat permohonan Poligami


- Pasal 5 (1) UU 1/74 → Bersifat Kumulatif

● Syarat tersebut harus dipenuhi, KECUALI


- Istri tidak mungkin dimintai persetujuan
- Tidak ada kabar dari Isteri selama 2 tahun
- Sebab lain yang dibenarkan Hakim
(Pasal 5 (2) UU /74)
Intinya, kalo mau POLIGAMI :

● Mengajukan permohonan izin ke Pengadilan


● Memenuhi setidaknya 1 kondisi pada Pasal 4 ayat (2), yakni :
- Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sbg isteri,
- Isteri mengalami cacat / penyakit seumur hidup,
- Isteri tidak dapat melahirkan.
● Memenuhi & menyanggupi seluruh syarat dalam Pasal 5 ayat (1), yakni :
- Persetujuan isteri,
- Mampu menjamin keperluan anak-anak dan isteri-isterinya,
- Dapat berlaku adil.
Pencegahan Perkawinan

Pencegahan Perkawinan:
● Dapat dilakukan, apabila terdapat pihak yang tidak memenuhi syarat perkawinan di Pasal 6
● Diajukan sebelum perkawinan itu berlangsung
● Akibat: Perkawinan menjadi batal
● Yang dapat mencegah:
○ a. Keluarga garis keturunan lurus ke atas dan kebawah, saudara, wali nikah, wali
pengampu dari salah seorang calon mempelai Pasal 14 ayat (1)
○ b. Pasangan yang sah juga bisa mencegah Pasal 15
○ c. Dalam hal tertentu, pejabat yang ditunjuk punya kewajiban untuk mencegah Pasal 16
ayat (1) dan (2)
Pembatalan Perkawinan

Pembatalan perkawinan:
● Dapat dilakukan, apabila:
- terdapat pihak yang tidak memenuhi syarat perkawinan di Pasal 6
- Perkawinan dilangsungkan dibawah ancaman yang melanggar hukum → Pasal 27 ayat (1)
- Terjadi salah sangka mengenai diri suami atau istri → Pasal 27 ayat (2)

● Diajukan saat perkawinan sudah dilangsungkan


● Akibat: perkawinan dianggap tidak pernah terjadi
● Yang dapat mengajukan pembatalan:
a. Keluarga dalam garis keturunan lurus ke atas dari suami atau istri
b. Suami atau istri
c. Pejabat yang berwenang (sepanjang perkawinan belum diputuskan)
d. Pasangan yang sah
Harta benda dalam UU No. 1 Tahun 1974 dan BW

Pengaturan harta benda dalam UU No. 1 Tahun 1974:


⇒ Pada prinsipnya, harta yang diperoleh selama perkawinan menjadi harta bersama
⇒ Harta yang diperoleh sebelum perkawinan yang berupa hadiah atau warisan, merupakan harta bawaan
(sepanjang para pihak tidak menentukan lain)

Kalau dalam BW:


⇒ Ada asas kesatuan harta: semua harta yang diperoleh suami atau istri sebelum ataupun saat
perkawinan berlangsung, menjadi harta bersama
Menyimpangi prinsip pengaturan harta benda UU
No. 1 Tahun 1974

Pandu dan Puspa dapat membuat perjanjian perkawinan sebelum atau saat perkawinan itu berlangsung. Perjanjian kawin itu
nantinya disahkan oleh Pegawai pencatat perkawinan → Pasal 29 ayat (1)

Syarat agar perjanjian perkawinan tersebut berlaku dan mengikat:

a. disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan → Pasal 29 ayat (1)


b. tidak melanggar batas hukum, agama, dan kesusilaan → Pasal 29 ayat (2)
c. substansi hanya terkait dengan perjanjian perkawinan
d. tidak boleh dirubah, kecuali ada persetujuan

Tujuan dibuatnya perjanjian kawin:

a. agar harta bawaan menjadi satu


b. agar tidak terbentuk harta bersama
Alasan untuk dapat melakukan perceraian

1. Cukup alasan bahwa antara suami istri tersebut tidak akan hidup rukun → Pasal 39 ayat (2)
2. Penjelasan Pasal 39 ayat (2):
● Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
● Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang
sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
● Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan
berlangsung;
● Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
● Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai
suami/istri;
● Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi
dalam rumah tangga
Jangka waktu tunggu

Berlaku bagi wanita yang putus perkawinannya → Pasal 11 ayat (1)


Soal 2019
Perkawinan Campuran

Pasal 57 → perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena
perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.

Perkawinan yang dilakukan oleh Gading dan Giselle bukan perkawinan campuran
karena keduanya merupakan warga negara Indonesia.

Perkawinan tersebut merupakan perkawinan yang dilakukan di luar Indonesia (Pasal


56)

Perkawinan internasional: ada unsur asing


Perjanjian Perkawinan

Upaya hukum yang dapat dilakukan adalah dengan membuat Perjanjian Perkawinan

Syarat agar perjanjian perkawinan tersebut berlaku dan mengikat:

a. disahkan oleh pegawai pencatat perkawinan → Pasal 29 ayat (1)


b. tidak melanggar batas hukum, agama, dan kesusilaan → Pasal 29 ayat (2)
c. substansi hanya terkait dengan perjanjian perkawinan
d. tidak boleh dirubah, kecuali ada persetujuan

Tujuan dibuatnya perjanjian kawin:

a. agar harta bawaan menjadi satu


b. agar tidak terbentuk harta bersama
Alasan perceraian

1. Cukup alasan bahwa antara suami istri tersebut tidak akan hidup rukun → Pasal 39 ayat (2)
2. Penjelasan Pasal 39 ayat (2):
● Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabok, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan;
● Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang
sah atau karena hal lain diluar kemampuannya;
● Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan
berlangsung;
● Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak yang lain;
● Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai
suami/istri;
● Antara suami dan istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi
dalam rumah tangga

Kesepakatan bukan merupakan alasan perceraian sehingga alasan tersebut tidak dapat diterima
Gugatan Perceraian

Diajukan ke Pengadilan

a. bagi yang beragama Islam ke Pengadilan Agama


b. bagi lainnya ke Pengadilan Negeri

(Pasal 63)
Akibat putusnya perkawinan karena perceraian

Hubungan hukum:

⇒ antara Gading dan Giselle selaku suami istri sudah putus

Terkait dengan anak

⇒ Baik ibu atau bapak tetap berkewajiban memelihara dan mendidik anak-anaknya

⇒ Bapak yang bertanggung-jawab atas semua biaya pemeliharaan dan pendidikan yang diperlukan anak itu; bilamana bapak
dalam kenyataan tidak dapat memenuhi kewajiban tersebut, Pengadilan dapat menentukan bahwa ibu ikut memikul biaya
tersebut

Terkait dengan Harta:

Anda mungkin juga menyukai