Kata Kunci:
# Pemisahan Kekuasaan/separation of power: Pemisahan kekuasaan pemerintahan ke dalam
institusi berbeda yang terdiri atas individu-individu terpisah yang dapat melakukan
pemeriksaan dan kontrol terhadap institusi lainnya—Max Planck Encyclopedia of
Comparative Constitutional Law.
# Checks and balances: Sistem yang memperbolehkan tiap cabang dalam pemerintahan
untuk memeriksa dan membatasi tindakan dari cabang lainnya demi menghindari satu
cabang memegang kekuasaan yang berlebihan—Merriam-Webster Dictionary.
# Pemerintahan campuran/mixed government: Bentuk pemerintahan yang tersusun atas
campuran dan interaksi antar unsur monarki, oligarki, dan demokrasi—History of Political
Thought, Vol.31 No.3.
# Pemerintahan terbatas/limited government: Pemerintahan yang diberikan wewenang dan
alat untuk menjaga hak-hak sipil, namun tidak sebegitu besar untuk membatalkan atau
merusak fungsi itu sendiri—Cato Handbook for Policymakers Ed. 8.
Lini masa:
1. Aristoteles, Politiká (Abad ke-4 SM): Menyatakan sebuah konsep pemerintahan yang
dibagi dalam tiga bagian: pejabat publik, majelis umum, dan pengadilan.
2. Polybius, Historíai VI (Abad ke-2 SM): menyatakan bahwa pemerintahan Republik
Romawi (509 SM-27 SM) merupakan bentuk yang tepat dari kombinasi demokrasi
(comitia: majelis, institusi tertinggi), aristokrasi (senatus: senat, penasihat hakim/konsul),
dan monarki (magistratus: hakim dan/atau konsul)→sebuah bentuk mixed government.
3. Pengukuhan Octavian sebagai Princeps (27 SM): Dimulainya Keprinsipalan Romawi
(awal dari Kekaisaran Romawi, sebuah monarki absolut), menggantikan republik secara
perlahan.
4. Magna Carta (1215), yang mengaspirasi Petition of Right (1628) dan kemudian Bill of
Rights (1689): menandakan adanya semangat pembatasan kekuasaan monarki, menuju
suatu limited governments demi menjaga kepentingan dan hak-hak sipil.
5. Abad ke-13, penginstitusian Parlemen Inggris yang sebelumnya hanya bersifat sebagai
penasihat→bikameral: House of Lords (bangsawan dan pendeta) dan House of Commons
(burgess dan knight).
6. Perang Sipil Inggris (1642-1651) dan kemudian Revolusi Agung (1688): menandakan
berakhirnya monarki absolut di Inggris: monarki memegang kekuasaan eksekutif,
sedangkan kekuasaan legislatif ditangan parlemen.
Constitutional Reform Act, 2005 c. 4: menegaskan pemisahan kekuasaan yudikatif
dari kekuasaan legislatif dan eksekutif demi memenuhi separation of powers.
7. Zaman Pencerahan (Abad ke-17—18): munculnya ide-ide pembaharuan diantaranya
terkait pemerintahan konstitusional, pemisahan agama dan negara, dan konsep-konsep
menuju demokrasi modern lainnya.
i. John Locke, Two Treatises of Civil Government (1689): Pada bagian kedua (Second
Treatise), membagi pemerintahan dalam tiga institusi:
Legislatif: sebagai kekuasaan tertinggi, berwewenang mengarahkan negara
dalam mencapai kepentingan negara. Memiliki kekuasaan untuk membuat
hukum, namun tetap merupakan subjek dari hukum itu sendiri.
Eksekutif: kekuasaan yang bertanggung jawab dalam menegakkan hukum
sehari-hari.
Federatif: kekuasaan yang berwewenang dalam tindakan-tindakan keluar
negara/hubungan internasional.
ii. Montesquieu, De l’Esprit des Loix (1728): Memodelkan pembagian pemerintahan
dari ide Locke serta konstitusi Republik Romawi dan Inggris:
Legislatif: memiliki kekuasaan membuat hukum yang bersifat sementara
ataupun tetap dan kekuasaan untuk mengubah dan menghapus hukum.
Eksekutif: menegakkan keamanan publik, melindungi dari invasi, mengirim
dan menerima duta, serta menetukan perang.
Yudikatif: berkuasa untuk menghukum kriminal, menyelesaikan sengketa,
dan melindungi hak individu.
8. Gelombang demokrasi/Waves of Democracy (Abad ke-19—20): Pergeseran pemerintahan-
pemerintahan dunia ke bentuk demokratis.
i. Gelombang pertama: dipicu perkembangan demokrasi Amerika dan kemudian
perkembangan politik pasca-Perang Dunia I.
ii. Gelombang kedua: sebagai dampak dari perkembangan politik dunia pasca-Perang
Dunia II.
iii. Gelombang ketiga: dipicu semangat dekolonialisasi dan kemudian keruntuhan
komunisme.
B. Definisi
Definisi berdasarkan para ahli
1. C. Van Vollenhoven: Mengatur masyarakat berdasarkan tingkatan yang
menentukan wilayah atau lingkungan rakyatnya, badan hukum yang
bersangkutan beserta fungsi di dalamnya, dan susunan kewenangan
badan yang sudah dibentuk.
2. Van der Pot: Peraturan untuk menentukan badan beserta
kewenangannya serta mengatur pula hubungannya satu sama lain dan
hubungan dengan masyarakat. Mencakup hak asasi manusia, kegiatan
negara, dan kegiatan warga negara.
3. Mac Iver: Hukum memiliki dua golongan. Pertama, constitutional law,
yaitu hukum yang mengatur negara. Kedua, ordinary law, yaitu hukum
yang digunakan negara untuk mengatur objek selain negara.
A.V. Dicey: Peraturan yang memengaruhi distribusi atau
pembagian dan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Mengatur
hubungan antarpemegang kekuasaan negara yang tertinggi satu
dengan yang lainnya.
4. A.W. Bradley dan K.D. Ewing: Mencakup bagian dari hukum nasional
yang mengatur administrasi negara dan hubungan antara individu
dengan negara. Aturan mendahului keberadaan negara yang didalamnya
mencakup struktur dan fungsi organ utama negara serta hubungan
antarorgan tersebut maupun antara organ tersebut dengan warga
perseorangan.
5. Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim: Sekumpulan peraturan yang
mengatur organisasi negara, hubungan antaralat perlengkapan negara
secara vertikal maupun horizontal, dan kedudukan warga negara serta
hak asasinya.
6. Jimly Asshiddiqie: Hukum dan kenyataan tentang nilai luhur dan cita-
cita kolektif rakyat, forrmat kelembagaan organisasi negara, mekanisme
hubungan antarlembaga negara, dan mekanisme hubungan antara
lembaga negara dan warganya.
Definisi secara keseluruhan
Cabang ilmu hukum publik.
Kajian mengenai organ negara dan fungsi serta mekanisme hubungan
antarorgan negara maupun antara organ dengan warga negaranya.
Tidak hanya sebagai Recht ataupun Wet, tetapi juga Lehre (teori).
Mencakup verfassungsrecht (hukum konstitusi) dan verfassunglehre (teori
konstitusi).
Secara luas mencakup negara dalam keadaan diam (staat in rust) dan
keadaan bergerak (staat in beweging).
Hakikat konstitusi
Konsensus antarrakyat untuk hidup bersama dalam suatu komunitas
bernegara dan kewarganegaraan.
Konsensus kolektif mengenai format kelembagaan organisasi negara.
Konsensus kolektif mengenai pola dan mekanisme hubungan
antarlembaga negara.
Konsensus kolektif mengenai prinsip dan mekanisme hubungan antara
lembaga negara dengan warganya.
C. Pengantar HTN
Perbedaan pengertian dan asas
1. V. Vollenhoven: Vorm (pengertian) en Inhoud (asas) van Het International
Law (hukum internasional).
2. Ter Haar: Beginselen (asas) en Stelsel (pengertian) van Het Adatrecht
(hukum adat).
3. Logemann: Formeele (pengertian) Stelselmatigheid dan Materieele (asas)
Stelselmatigheid.
Dua segi kehidupan dalam peraturan hukum yang saling memengaruhi dan
dapat dibedakan berdasarkan sumbernya.
1. Kerohanian: dari dalam diri.
Berasal dari pikiran (pengertian hukum yang bersifat tetap) dan
perasaan (asas hukum yang dapat berubah).
Merupakan unsur idiil yang tidak nyata dan abstrak.
2. Lingkungan: dari luar diri.
Berupa tradisi yang dibawa sejak lahir dan disesuaikan dengan
lingkungan maupun kebiasaan.
Merupakan unsur riil yang nyata dan konkrit.
Contoh: Demokrasi
Pengertian: Pemerintahan yang memiliki peran rakyat di dalamnya, baik
secara langsung, maupun tidak langsung.
Asas: Indonesia menganut asas kekeluargaan dan musyawarah untuk
mencapai mufakat sedangkan Amerika bersifat individualistis dan hanya
berdasar pada suara terbanyak.
D. Pendekatan HTN
1. Yuridis Formil: Mempertimbangkan bangunan-bangunan hukum.
2. Filosofis: Penerapan falsafah Pancasila melalui asas musyawarah dan
kekeluargaan.
3. Sosiologis: Sudut kemasyarakatan terutama dalam aspek politis; mengenai
kepentingan dan kekuataan.
4. Historis: Prisip UUD dan perbedaannya pada tiap masa.
Ruang Lingkup dan Sumber HTN
A. Penggolongan HTN
Berdasarkan ruang lingkupnya.
1. HTN Umum: Membahas asas dan prinsip yang berlaku secara umum.
2. HTN Positif: Membahas asas dan prinsip yang berlaku di suatu wilayah
pada waktu tertentu.
Berdasarkan sifatnya
1. Statis: Negara sebagai objeknya dalam keadaan diam (staat in rust); HTN
dalam arti sempit.
2. Dinamis: Negara sebagai objeknya dalam keadaan bergerak (staat in
beweging); HTN dalam arti luas atau disebut sebagai Hukum
Administrasi Negara.
B. Ruang Lingkup
1. Konstitusi sebagai hukum dasar, dilengkapi dengan berbagai aspek yang
mendukung sesuai perkembangannya dalam sejarah kenegaraan negara yang
bersangkutan.
2. Pola-pola dasar ketatanegaraan, sebagai acuan dari pengorganisasian
institusi.
3. Struktur kelembagaan negara dan mekanismenya, mengatur hubungan
antarorgan negara.
4. Prinsip kewarganegaraan dan hubungannya dengan negara, mengatur
hubungan antara negara dengan warganya beserta hak dan kewajiban asasi
manusia di dalamnya.
C. Sumber-sumber HTN
1. Sumber Materiil→ Pancasila sebagai dasar dan pandangan hidup bernegara;
menentukan isi kaidah hukum tata negara.
2. Sumber Formil
UUD 1945 dan perubahannya,
Peraturan Perundang-undangan: Ketetapan MPR (Tap MPR), Undang-
Undang (UU) dan/atau Perpu, Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan
Presiden (Perpres), Keputusan Presiden (Keppres), dan Peraturan Daerah
(Perda).
Nilai-nilai konstitusi yang tidak tertulis,
Pembuka beserta pasal-pasal yang terdapat dalam UUD,
Yurisprudensi peradilan,
Konvensi ketatanegaraan,
Doktrin ilmu hukum yang telah menjadi ius comminis opinion doctorum,
dan/atau
Hukum Internasional yang telah diratifikasi atau telah berlaku sebagai
hukum kebiasaan internasional.
PENDAHULUA N
Selamat Belajar!
z IPEM4323/MODUL 1 1.3
Kegiatan Belajar 1
yang melakukan pertemuan hanya jika dikehendaki oleh raja. Pada abad
keempat belas raja mengembangkan pertemuan tersebut sebagai media untuk
meminta nasihat atau informasi kepada para petinggi kerajaan tentang
persoalan-persoalan penting. Para petinggi kerajaan memainkan peran
sebagai penasihat dan pembantu raja. Meskipun nasihat mereka tidak selalu
menjadi pertimbangan raja dalam memutuskan sesuatu, komunikasi satu arah
ini menjadi cikal-bakal House of Lords, salah satu majelis parlemen di
Inggris yang masih bertahan hingga saat ini. (Cipto, 1995: 3).
Kekuasaan House of Lords yang semakin hari semakin besar mendorong
raja untuk mengurangi hak-hak lembaga tersebut, namun upaya ini
menimbulkan konflik di antara keduanya. Dengan dukungan rakyat dan kelas
menengah akhirnya para bangsawan ini justru dapat memaksa raja untuk
menerima pembatasan kekuasaan. Dasar-dasar monarki konstitusional di
Inggris pun mulai terbentuk. Dalam perkembangan berikutnya, rakyat dan
kalangan menengah yang merasa sebagai kelompok yang terkena dampak
langsung dari setiap kebijakan yang dibuat menuntut untuk dilibatkan dalam
pembicaraan menyangkut pajak dan rencana anggaran. Dari sinilah kemudian
lahir perwakilan rakyat biasa, yang dikenal dengan nama House of Commons.
(Boboy, 1994: 18).
Perkembangan parlemen di Inggris menunjukkan besarnya pengaruh
perkembangan sosio-ekonomi terhadap sistem politik. Pada abad ketujuh
belas parlemen tidak hanya terdiri dari kalangan bangsawan dan gereja, tetapi
juga kalangan pengusaha. Sementara itu, dampak revolusi industri yang
terjadi pada abad kesembilan belas mendorong diberikannya alokasi kursi
parlemen bagi daerah-daerah industri, seperti Manchester, Birmingham, dan
Sheffield. The Great Reform Act yang dibuat pada 1832 memperkuat
terakomodirnya berbagai kekuatan di dalam parlemen. (Cipto, 1995: 4).
Reform Act pada 1867 memperluas hak pilih kepada buruh dan petani.
Pada tahun 1918 hak pilih diberikan kepada semua warga negara yang telah
berusia 21 tahun untuk laki-laki dan tiga puluh tahun untuk perempuan. Baru
pada tahun 1970 batasan usia pemilih kemudian diturunkan menjadi
18 tahun, baik untuk laki-laki maupun perempuan. (Cipto, 1995: 4).
z IPEM4323/MODUL 1 1.5
1. Sistem Parlementer
Dalam sistem parlementer, fungsi eksekutif sebagai kepala pemerintahan
dan kepala negara dijalankan oleh dua lembaga yang berbeda. Kepala
pemerintahan dijalankan oleh perdana menteri yang memimpin kabinet dan
bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Ia biasanya
adalah pimpinan partai politik pemenang pemilihan umum. Sementara fungsi
kepala negara dijalankan oleh presiden atau di negara monarki oleh raja/ratu.
Kekuasaan kepala negara cenderung bersifat simbolis dan tidak menjalankan
kekuasaan yang nyata dalam kehidupan politik sehari-hari sehingga ia tidak
dapat dimintakan pertanggungjawaban atas penyelenggaraan pemerintahan.
(Lijphart, 1995: 37−38)
Prinsip dasar pemerintahan di Inggris, Jepang, India, negara-negara
Eropa Barat dan Skandinavia, negara-negara persemakmuran, dan negara-
negara lain yang menggunakan sistem pemerintahan parlementer adalah fusi
kekuasaan yang mengkonsentrasikan semua kekuasaan di tangan parlemen.
Prinsip tersebut diwujudkan, antara lain dengan adanya tumpang-tindih
personel, di mana dengan sedikit pengecualian, konstitusi di negara-negara
dengan sistem parlementer mengharuskan jabatan-jabatan puncak lembaga
eksekutif diisi oleh anggota parlemen. Selain itu, terdapat supremasi formal
parlemen, di mana kekuasaan para menteri untuk menjalankan pemerintahan
adalah kekuasaan yang diberikan oleh parlemen. Karena itu, para menteri
dalam sistem parlementer bertanggung jawab kepada parlemen. Parlemen
bisa mengganti menteri tertentu atau bahkan kabinet kapan saja dengan mosi
1.6 Legislatif Indonesia z
tidak percaya yang dilakukan melalui pemungutan suara. Jika mosi tidak
percaya didukung oleh mayoritas anggota parlemen maka perdana menteri
atau anggota kabinet harus berhenti. Dalam konflik dengan parlemen,
perdana menteri biasanya mempunyai kewenangan untuk membubarkan
parlemen. Pembubaran ini harus disertai penyelenggaraan pemilu untuk
memilih anggota parlemen yang baru yang akan memilih kabinet baru.
(Ranney, 1993: 241−242) Sistem ini merupakan sistem pemerintahan yang
paling banyak digunakan di negara-negara demokratis dewasa ini.
2. Sistem Presidensial
Pada saat menyusun draf Konstitusi, lima puluh lima founding fathers
AS menekankan pentingnya keserasian hubungan antara pemerintah dan hak
asasi manusia. Mereka percaya bahwa dalam menyusun pemerintahan yang
benar-benar adil dan bebas, rakyat berada di antara dua kecenderungan yang
sama-sama berbahaya. Di satu sisi, besarnya kekuasaan dan kemampuan
penggunaan paksaan yang dimiliki pemerintah adalah sebuah ancaman yang
permanen terhadap kebebasan sipil. Dalam kondisi ini rakyat dihadapkan
pada bahaya kecenderungan pemerintah yang tirani. Di sisi yang lain,
ketiadaan hukum dan anarki yang diakibatkan oleh terlalu lemahnya
pemerintah juga berbahaya bagi hak asasi manusia karena setiap individu
menjadi ancaman bagi individu yang lainnya.
Lalu bagaimana mendamaikan antara kebutuhan adanya pemerintahan
yang cukup kuat untuk menegakkan hukum dan ketertiban dengan kebutuhan
untuk mencegahnya menjadi pemerintahan yang tirani? James Madison dan
para penyusun Konstitusi lainnya sepakat bahwa pemisahan kekuasaan
adalah jawabannya. Maka, di AS kemudian dikenal pemisahan antara tiga
cabang kekuasaan yang sejajar, yaitu Kongres, Presiden, dan Mahkamah
Agung. (Ranney, 1993: 240) Secara filosofis, pemikiran para pendiri AS ini
sangat dipengaruhi pemikiran John Locke. Presiden menjalankan kekuasaan
eksekutif, baik sebagai kepala negara maupun sebagai kepala pemerintahan,
sedangkan Mahkamah Agung menjalankan kekuasaan yudikatif, yaitu
menjaga ketertiban hukum dan konstitusi. Adapun Kongres, yang terdiri dari
Senat dan DPR, menjalankan fungsi sebagai lembaga perwakilan.
Ada dua alat yang digunakan untuk menjalankan pemisahan kekuasaan
di AS, yaitu checks and balances dan pemisahan personel. Pemisahan
kekuasaan tidak dimaksudkan untuk mengisolasi satu cabang kekuasaan dari
cabang kekuasaan yang lain. Masing-masing cabang justru dilengkapi dengan
z IPEM4323/MODUL 1 1.7
L A TIH A N
RA NGK UMA N
mempunyai fungsi dan peran seperti parlemen dewasa ini karena lebih
sebagai media untuk meminta nasihat atau informasi kepada para
petinggi kerajaan tentang persoalan-persoalan penting.
Selanjutnya, kegiatan belajar ini membahas mengenai sistem
pemerintahan presidensil dan sistem pemerintahan parlementer.
Perbedaan antara keduanya terletak pada status dan kewenangan kepala
pemerintahan dan hubungannya dengan parlemen. Di dalam sistem
parlementer pusat kekuasaan berada di tangan parlementer, sedangkan
dalam sistem presidensil tersebar kepada cabang-cabang kekuasaan
melalui mekanisme checks and balances. Berbeda dengan sistem
parlementer yang memberikan kekuasaan menjalankan fungsi eksekutif
sebagai kepala pemerintahan dan fungsi kepala negara kepada dua
lembaga yang terpisah, dalam sistem presidensil presiden menjalankan
kedua fungsi tersebut.
TES FORMATIF 1
Kegiatan Belajar 2
Menurut Rod Hague, dkk, ada tiga aspek penting terkait dengan struktur
parlemen di dunia, yaitu ukuran lembaga atau jumlah anggotanya, jumlah
majelis di dalamnya, dan sistem komisinya. Pertama, dari segi ukurannya,
secara umum ada kecenderungan bahwa besarnya lembaga perwakilan
berkorelasi positif dengan jumlah penduduk. Negara kecil dengan jumlah
penduduk yang sedikit biasanya memiliki parlemen dengan jumlah anggota
sedikit pula, contohnya Tuvalu di Pasifik Selatan. Di negara yang jumlah
penduduknya berjumlah 8.624 jiwa ini jumlah anggota parlemen hanya
12 orang. Di Cina, yang jumlah penduduknya lebih dari 1 miliar jiwa,
anggota Kongres Rakyat Cina berjumlah 3.000 orang. (Hague: 185)
Kedua, sistem komisi di dalam parlemen. Secara umum, ada tiga tipe
komisi, yaitu standing committee, select committee, dan joint committee.
Standing coomittee adalah badan yang bersifat tetap untuk menangani fungsi
legislatif parlemen di bidang-bidang dianggap penting dan mendasar. Select
committee dibentuk untuk menjalankan fungsi pengawasan atau penyelidikan
terhadap pemerintah, sedangkan joint committee dibentuk pada sistem
bikameralisme untuk menengahi perbedaan antara kedua majelis dalam
pengambilan keputusan. Komisi-komisi ini mempunyai fungsi yang lebih
menonjol di negara-negara yang tidak mempunyai sistem dominasi partai,
seperti di AS. (Hague, 188−189)
Ketiga, dari segi jumlah majelisnya ada dua sistem yang digunakan
dewasa ini, yaitu sistem unikameral (unicameralism) dan sistem bikameral
(bicameralism). Dalam sistem unikameral kekuasaan terkonsentrasi pada satu
unit pusat, sedangkan dalam sistem bikameral kekuasaan lembaga perwakilan
dilakukan oleh dua majelis, yaitu biasa dikenal dengan sebutan majelis
rendah (lower house) dan majelis tinggi (upper house). Pilihan pada
unikameralisme didasarkan pada alasan, salah satunya bahwa model ini
meminimalkan terjadinya manuver-manuver politik yang menganggu
pengambilan keputusan sehingga dapat ‘menghambat’ pemerintahan. Para
z IPEM4323/MODUL 1 1.13
Tabel 1.1.
Struktur Legislatif di Negara Kesatuan dan Federal
Secara umum, masa jabatan majelis tinggi lebih lama dibandingkan masa
jabatan majelis rendah. Contohnya, AS, di mana pemilihan anggota Senat AS
dilakukan setiap enam tahun sekali, sedangkan anggota House of
Representative dipilih setiap dua tahun.
1.14 Legislatif Indonesia z
Tabel 1.2.
Beberapa Struktur Legislatif di Beberapa Negara
B. FUNGSI PARLEMEN
(backbenchers) juga membentuk karir dan reputasi mereka untuk bersiap jika
pemerintah yang ada jatuh. (Hague, dkk: 196)
Prof. Miriam Budiardjo berpendapat bahwa ada dua fungsi pokok dari
lembaga legislatif. Pertama, menentukan kebijakan dan membuat perundang-
undangan (fungsi legislasi). Untuk melaksanakan fungsi ini lembaga
legislatif diberi hak inisiatif, hak untuk mengamandemen rancangan undang-
undang yang diajukan pemerintah, terutama dalam soal budget atau
anggaran. Kedua, mengontrol lembaga eksekutif. Untuk menjalankan
kewenangannya ini lembaga legislatif dilengkapi dengan sejumlah hak,
antara lain hak bertanya, hak interpelasi atau hak untuk meminta keterangan,
hak angket atau hak untuk melakukan penyelidikan, dan hak mosi.
(Budiardjo, 2008: 322−323)
C. KEANGGOTAAN PARLEMEN
Tabel 1.3.
Cara Pemilihan Legislatif di Beberapa Negara
L A TIH A N
RA NGK UMA N
TES FORMATIF 2
C. Teori kebebasan
D. Teori perwakilan
10) Oleh karena kekuasan wakil merupakan mandat dari terwakil maka
tindakan yang ia ambil di dalam parlemen harus sesuai dengan keinginan
dari terwakil. Pernyataan ini merupakan asumsi dari ....
A. Teori mandat
B. Teori trias politica
C. Teori kebebasan
D. Teori perwakilan
Tes Formatif 1
1) C. Kabinet bukan sebutan lembaga perwakilan.
2) C. Legislature untuk menyebut lembaga perwakilan yang memiliki
fungsi membuat UU.
3) B. Inggris merupakan negara pertama yang memiliki lembaga
perwakilan di Eropa.
4) C. Sistem perwakilan menerapkan fusi kekuasaan.
5) A. Pemisahan kekuasaan merupakan salah satu ciri sistem presidensial.
6) A. Meksiko merupakan salah satu contoh negara yang menerapkan
sistem presidensial.
7) C. Thailand merupakan salah satu contoh yang menerapkan sistem
parlementer.
8) B. Dalam sistem parlementer, Menteri bertanggung jawab kepada
parlemen.
9) A. Perdana Menteri merupakan penanggung jawab penyelenggaraan
pemerintahan.
10) B. Mosi tidak percaya dapat menjatuhkan Perdana Menteri.
Tes Formatif 2
1) B. Bicameralisme.
2) C. Hardbicameralisme.
3) C. House of Representatives dan Senate.
4) B. Israel tidak menerapkan bikameralisme.
5) D. Fungsi diplomatik bukan merupakan fungsi-fungsi yang dijalankan
oleh parlemen.
6) C. Melakukan penyelidikan.
7) D. Pewarisan berdasarkan keturunan.
8) D. Masa keanggotaan Senat 6 tahun.
9) C. Teori kebebasan.
10) A. Teori mandat.
z IPEM4323/MODUL 1 1.25
Daftar Pustaka
Ball, Alan R. and B. Guy Peters. (2000). Modern Politics and Government.
Hampshire and London: MacMilan Press Ltd.
Abdul Ghoffar
Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara Mahkamah Konstitusi RI
Jl. Medan Merdeka Barat No.6 Jakarta Pusat
Email: abdulghoffarmk@gmail.com
Abstrak
Soal syarat minimal dukungan pencalonan presiden (presidential threshold) di
Indonesia terus diperdebatkan, terutama soal konstitusionalitas dari persyaratan
tersebut. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji Putusan MK terkait persoalan
presidential threshold sekaligus melihat apakah negara lain juga menerapkan
sistem tersebut. Kajian dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif.
Kajian ini menyimpulkan sebagai berikut. Pertama, MK telah dua kali memutuskan
konstitusionalitas ambang batas pencalonan presiden. Dalam putusan Nomor 51-
52-59/PUU-VI/2008, MK menyatakan bahwa pengaturan ambang batas adalah
open legal policy, yang kemudian dikuatkan kembali dalam Putusan Nomor 53/
PUU-XV/2017. Kedua, di negara-negara yang menganut sistem presidensil, seperti
Amerika, Brazil, Peru, Meksiko, Kolombia, dan Kyrgyzstan, ambang batas tidak
dikenal. Mereka menerapkan sistem terbuka pencalonan tanpa dipersyaratkan
dukungan. Meski demikian, sistem pemerintahan mereka juga tergolong stabil,
seperti yang dicontohkan oleh Amerika Serikat.
Kata kunci: Presidential Threshold, Putusan Mahkamah Konstitusi, Indonesia.
Abstract
Dispute on presidential threshold required for the Presidential election in
Indonesia remains intense, particularly in regard to the constitutionality of this
requirement. This study examines decisions given by the Constitutional Court on the
Presidential Threshold as well as analyses if other countries have applied a similar
system. The method used in this study is juridical normative. It can be concluded
that the Constitutional Court has made two decisions on the constitutionality of
the Presidential Threshold. Stated on Decision Number 51-52-59/PUU-VI/2008,
the Constitutional Court regarded the threshold requirement for the presidential
election as an open legal policy, strengthened by Decision Number 53/PUU-XV/2017.
Meanwhile, in other presidential countries such as United State of America (USA),
Brazil, Peru, Mexico, Columbia, and Kyrgyzstan, there is no place for presidential
threshold. They apply an open candidacy without setting any threshold of supports.
Nevertheless, USA for example, has successfully demonstrated a stable form of the
government under that system.
Keywords: Presidential Threshold, Decision of the Constitutional Court, Indonesia
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap lima tahun sekali, bangsa Indonesia menyelenggarakan pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden (untuk selanjutnya disebut Pilpres). Sejak tahun
2004, Indonesia memiliki sistem pemilihan yang baru. Bila sebelumnya presiden
dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), maka
sejak tahun itu, Presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat
melalui pemilihan umum. Artinya, rakyat secara langsung bebas memilih calon
pemimpinnya.
Sejak pemilihan presiden dilakukan secara langsung, persoalan ambang
batas syarat mengajukan calon presiden dan wakil presiden selalu mengemuka
tiap kali Pilpres akan diselenggarakan. Pada tahun 2004, misalnya, ambang batas
pencalonan presiden sebanyak 10 persen. Angka ini kemudian bertambah menjadi
20 persen pada tahun 2009, dan terus berlanjut hingga saat ini.
Oleh sebagian kalangan, pemberlakuan ambang batas dalam pencalonan
presiden ini sangat penting guna menciptakan sistem presidensil yang lebih kuat.
Adanya dukungan awal di parlemen melalui ambang batas akan memudahkan
calon terpilih dalam melaksanakan program-program kerjanya di kemudian hari.
Salah satu pihak yang mendukung diterapkannya ambang batas adalah Menteri
Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Menurutnya, ambang batas untuk pemilihan presiden
dinilai memperkuat partai. Presiden dan wakil yang terpilih, punya kekuatan
politik terutama di parlemen, sehingga presidential threshold memperkuat sistem
pemerintahan presidensil.1
Namun demikian, sebagian pihak lain berpandangan berbeda. Syarat ambang
batas dianggap mengurangi hak rakyat untuk memperoleh pemimpin yang
diinginkan. Sebab dengan adanya ambang batas tersebut, di atas kertas maksimal
ada 5 pasangan calon. Namun di lapangan, rasanya tidak mungkin ada 5 pasang.
Maksimal 4 pasangan calon. Mengapa? Sebab partai-partai itu harus berkoalisi
yang bisa dipastikan gabungan parpol tersebut akan menghasilkan dukungan 20
persen lebih, tidak bisa pas 20 persen. Bahkan dalam praktiknya, sejak ambang
batas 20 persen tersebut diberlakukan tahun 2009, maksimal hanya ada 3
pasangan calon.2
Dengan adanya pembatasan tersebut, menurut Benny K Harman, akan
membatasi munculnya tokoh alternatif dalam kontestasi Pilpres 2019. Pilihan
rakyat dibatasi sehingga rakyat jadi apatis. Hukum atau UU Pemilu sejatinya
harus memfasilitasi munculnya calon pemimpin alternatif supaya persaingan
elektoral semakin meningkat. Termasuk meningkatkan partisipasi dan kualitas
pemimpinnya.3
Pendapat hampir serupa juga disampaikan oleh Partai Islam Damai Aman
(IDAMAN). Partai besutan Rhoma Irama ini merasa hak konstitusionalnya dirugikan
atas diberlakukannya Pasal 222 UU Pemilu. Atas dasar itu, Partai Idaman kemudian
mengajukan permohonan pengujian UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Secara umum ada dua persoalan yang diajukan oleh Partai Idaman. Pertama,
persoalan verifikasi partai politik peserta Pemilu; Kedua, persoalan pemberlakuan
syarat ambang batas minimum perolehan suara partai politik atau gabungan partai
politik untuk dapat mengajukan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.
1
Alasan Pemerintah Pakai Ambang Batas Presiden 25 Persen. https://www.viva.co.id/berita/politik/926377-alasan-pemerintah-pakai-ambang-batas-
presiden-25-persen. diunduh 6 Juni 2018.
2
Menurut Fuqoha, Pasca amandemen UUD, mekanisme pengisian jabatan Presiden dan wakil Presiden diatur dalam Pasal 6A UUD 1945 yang
mengharuskan calon Presiden dan wakil Presiden diusulkan oleh partai politik. Akan tetapi menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 pencalonan
Presiden dan wakil Presiden oleh partai politik diharuskan memenuhi presidential threshold. Adanya ketentuan tersebut bertentangan dengan
prinsip demokrasi konstitusional, yakni Pasal 6A UUD 1945 yang mana setiap orang mempunyai hak konstitusional untuk mencalonkan diri
(the right to be candidate) sebagai Presiden dan/atau wakil Presiden. Fuqoha, “Pengisian Jabatan Presiden dan Presidential Threshold dalam
Demokrasi Konstitusional di Indonesia”, Jurnal AJUDIKASI, Vol. 1 No. 2 Desember 2017, h. 27.
3
Gibran Maulana Ibrahim, "Tolak Presidential Threshold, Demokrat: Membatasi Capres Alternatif", https://news.detik.com/berita/d-3567236/tolak-
presidential-threshold-demokrat-membatasi-capres-alternatif, diunduh 28 Mei 2018.
Namun karena keterbatasan waktu, tulisan ini hanya akan membahas dan
menganalisis terkait dengan pokok perkara yang kedua yaitu soal pemberlakuan
syarat ambang batas minimum perolehan suara partai politik atau gabungan partai
politik untuk dapat mengajukan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.4
Terhadap hal tersebut, setidaknya ada 6 alasan yang diajukan oleh Pemohon
dalam permohonannya. Pertama, meskipun Mahkamah Konstitusi dalam
putusannya Nomor 14/PUU-XI/2013 menyatakan bahwa soal persyaratan
perolehan suara partai politik untuk dapat mengajukan pasangan calon Presiden
dan Wakil Presiden adalah open legal policy pembentuk undang-undang, namun
Pasal 222 UU Pemilu tidak didukung secara bulat karena Partai Gerindra, Partai
Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Amanat Nasional menyatakan
menolak dan walk out. Pasal 222 UU Pemilu, menurut Pemohon, adalah manipulasi
dan tarik-menarik kepentingan politik partai-partai pendukung pemerintah, partai-
partai oposisi, dan pemerintah.5
Kedua, ketentuan presidential threshold dalam Pasal 222 UU Pemilu telah
digunakan dalam Pemilu 2014 sehingga tidak relevan dan kedaluwarsa ketika
diterapkan dalam Pemilu serentak 2019. Ketiga, ketentuan presidential threshold
dalam Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan logika keserentakan Pemilu
2019, yaitu bahwa Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD dilaksanakan serentak
bersamaan dengan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, sebagaimana dinyatakan
dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013.
Keempat, ketentuan presidential threshold dalam Pasal 222 UU Pemilu
bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) dan Pasal 22E ayat (2) UUD 1945.
Alasannya, istilah “sebelum pelaksanaan pemilihan umum” dalam Pasal 6A UUD
1945 merupakan satu tarikan nafas dengan Pasal 22E ayat (2) UUD 1945 yang
merujuk pada pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD yang dilaksanakan
secara serentak dalam satu kontestasi dengan pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden, sehingga dalam keadaan demikian maka seluruh partai politik berada
dalam posisi yang sama, yakni zero % kursi atau zero % suara sah.
4
Putusan Nomor 53/PUU-XV/2017 tentang Pengujian UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertanggal 11 Januari 2018, h. 106-107.
5
Menurut Lutfil Ansori, dalam perspektif konstitusi, menggunakan atau tidak menggunakan presidential threshold tidak bertentangan dengan
konstitusi. Menurutnya, presidential threshold adalah kebijakan hukum terbuka dari pembentuk Undang-Undang. Meski demikian, pembentuk
Undang-Undang perlu memikirkan kembali konsekuensi dari presidential threshold terutama dalam kaitannya dengan pemilu serentak, agar
tujuan untuk memperkuat sistem presidensial tercapai. Lutfil Ansori, “Telaah terhadap Presidential Threshold Dalam Pemilu Serentak 2019”,
Jurnal Yuridis, Vol. 4 No. 1, Juni 2017, h. 15.
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, ada dua hal yang ingin dijawab
oleh peneliti, yaitu: pertama, bagaimana pendapat Mahkamah Konstitusi dalam
persoalan ambang batas pencalonan presiden di Indonesia? Kedua, apakah negara
lain juga menerapkan aturan ambang batas dalam persyaratan calon Presidennya?
Metode Penelitian
Untuk menjawab dua rumusan masalah di atas, peneliti akan menggunakan
metode penelitian hukum normatif. Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,
penelitian model ini akan memusatkan pada perhatian pada persoalan-persoalan
asas-asas hukum, sistematik hukum, sinkronisasi hukum secara vertikal dan
horisontal, perbandingan hukum, dan sejarah hukum.7 Selain itu, penelitian
ini juga akan menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan perundang-
undangan(statute approach), pendekatan kasus (case approach), dan pendekatan
perbandingan (comparative approach).8
PEMBAHASAN
1. Pendapat MK Dalam Persoalan Presidential Threshold
Permohonan pengujian tentang ambang batas pencalonan presiden yang
diajukan oleh Partai Idaman, bukanlah pengujian yang pertama. Jauh sebelumnya,
tepatnya tahun 2008, MK juga telah mengeluarkan putusan terkait dengan hal
6
Ibid.
7
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif; Suatu Tinjauan Singkat, cet. ke-6, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003, h. 14.
Lihat pula Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986. Lihat juga Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum,
cet. ke-4, Jakarta: Rineka Cipta, 2004, h. 12.
8
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Pertama, Cetakan ke-4, Jakarta: Prenada Media Group, 2008, h. 93.
diatur dalam Pasal 20 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) UUD 1945. Fakta
tentang adanya sejumlah fraksi yang walk out dimaksud tidaklah menyebabkan
substansi atau materi muatan suatu UU menjadi inkonstitusional melainkan
hanya menunjukkan tingkat penerimaan materi muatan undang-undang yang
bersangkutan dalam pengertian bahwa persetujuan terhadap materi muatan
UU tersebut tidak diperoleh secara aklamasi.11
Kedua, terhadap dalil Pemohon bahwa ketentuan presidential threshold
dalam Pasal 222 UU Pemilu telah digunakan dalam Pemilu 2014 sehingga
tidak relevan dan kedaluwarsa ketika diterapkan dalam Pemilu serentak 2019,
MK berpendapat bahwa UU yang mengatur tentang Pemilu 2014 bukanlah UU
Nomor Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum melainkan UU 8/2012
yang tidak atau belum memberlakukan ketentuan tentang presidential threshold
dalam proses pengusulan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Lagi
pula, bagaimana mungkin undang-undang yang lahir belakangan dikatakan
kedaluwarsa terhadap suatu keadaan atau peristiwa yang terjadi sebelumnya
yang tunduk pada undang-undang yang berbeda.12
Ketiga, terhadap dalil Pemohon yang menyatakan ketentuan presidential
threshold dalam Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan logika keserentakan
Pemilu 2019, yaitu bahwa Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD dilaksanakan
serentak bersamaan dengan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, sebagaimana
dinyatakan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013,
Mahkamah berpendapat sebagai berikut: Mahkamah Konstitusi dalam putusan
sebelumnya, yaitu Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 51-52-59/PUU-
VI/2008, bertanggal 18 Februari 2009, dalam pengujian Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum (UU 42/2008), telah
menegaskan bahwa penentuan ambang batas minimum perolehan suara partai
politik (atau gabungan partai politik) untuk dapat mengusulkan calon Presiden
dan Wakil Presiden adalah kebijakan hukum pembentuk undang-undang.
Keempat, MK kembali mempertegas Putusan sebelumnya yaitu Putusan
Nomor 51-52-59/PUU-VI/2008 dengan penjelasan:13
1) pertimbangan hukum mengenai ambang batas minimum perolehan suara
partai politik (atau gabungan partai politik) untuk dapat mengusulkan
11
Ibid., h. 130.
12
Ibid., h. 131.
13
Ibid., h. 132.
calon Presiden dan Wakil Presiden (yang saat itu diatur dalam Pasal 9
UU 42/2008) sebagai kebijakan pembentuk undang-undang (legal policy)
sama sekali tidak dikaitkan dengan keberadaan norma Undang-Undang
yang mengatur tentang dipisahkannya penyelenggaraan Pemilu untuk
memilih Presiden dan Wakil Presiden dengan Pemilu untuk memilih
anggota DPR, DPD, dan DPRD [sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat
(5) UU 42/2008], yang juga dimohonkan pengujian konstitusionalitasnya
pada saat itu.
2) argumentasi teoretik konstitusionalitas persyaratan mengenai ambang
batas minimum perolehan suara partai politik (atau gabungan partai
politik) untuk dapat mengusulkan calon Presiden dan Wakil Presiden
bukanlah diturunkan dari logika disatukan atau dipisahkannya Pemilu
untuk memilih Presiden/Wakil Presiden dengan Pemilu untuk memilih
anggota DPR, DPD, dan DPRD melainkan dari argumentasi teoretik untuk
memperkuat sistem Presidensial dalam pengertian mewujudkan sistem
dan praktik pemerintahan yang makin mendekati ciri/syarat ideal sistem
pemerintahan Presidensial sehingga tercegahnya praktik yang justru
menunjukkan ciri-ciri sistem Parlementer.
3) sementara itu, argumentasi sosio-politik konstitusionalitas persyaratan
mengenai ambang batas minimum perolehan suara partai politik (atau
gabungan partai politik) untuk dapat mengusulkan calon Presiden dan
Wakil Presiden adalah memperkuat lembaga Kepresidenan sebagai
lembaga yang mencerminkan legitimasi sosio-politik representasi
masyarakat Indonesia yang berbhinneka.
4) Terhadap dalil Pemohon bahwa ketentuan presidential threshold dalam
Pasal 222 UU Pemilu merusak sistem Presidensial dan mengeliminasi
fungsi evaluasi penyelenggaraan Pemilu, pertimbangan Mahkamah
sebagaimana diuraikan pada angka 1 sampai dengan angka 5 di atas
telah menegaskan bahwa ketentuan yang termuat dalam Pasal 222 UU
Pemilu justru bersesuaian dengan gagasan penguatan sistem Presidensial
yang menjadi desain konstitusional UUD 1945. Sementara itu, jika yang
dimaksud dengan “mengeliminasi evaluasi penyelenggaraan Pemilu”
adalah anggapan Pemohon tentang adanya ketidakpuasan rakyat terhadap
kinerja DPR dan Presiden-Wakil Presiden yang terpilih dalam Pemilu
2014 dengan asumsi bahwa rakyat akan dihadapkan pada pasangan calon
Presiden dan Wakil Presiden yang sama yang akan berkompetisi dalam
Pemilu 2019 sebagaimana ditegaskan Pemohon dalam Permohonannya,
anggapan demikian terlalu prematur sebab belum tentu pasangan calon
Presiden dan Wakil Presiden yang akan berkompetisi dalam Pemilu 2019
adalah pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang sama dengan
mereka yang berkontestasi dalam Pemilu 2014. Anggapan demikian baru
akan terbukti secara post factum. Lagi pula, kalaupun anggapan demikian
benar, quod non, hal itu tidaklah serta-merta menjadikan norma yang
terkandung dalam Pasal 222 UU Pemilu menjadi tidak konstitusional.14
5) terhadap dalil Pemohon bahwa ketentuan presidential threshold dalam
Pasal 222 UU Pemilu bersifat diskriminatif karena memangkas hak
Pemohon sebagai partai politik peserta Pemilu untuk mengusulkan
ketuanya (in casu Rhoma Irama) sebagai calon Presiden, Mahkamah
berpendapat bahwa dalil diskriminasi tidak tepat digunakan dalam
hubungan ini karena tidak setiap perbedaan perlakuan serta-merta berarti
diskriminasi. Diskriminasi baru dikatakan ada atau terjadi manakala
terhadap hal yang sama diperlakukan secara berbeda dan pembedaan itu
semata-mata didasari oleh pembedaan manusia atas dasar agama, suku,
ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin,
bahasa, keyakinan politik yang berakibat pengurangan, penyimpangan
atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi
manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan, baik individual maupun
kolektif, dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan
aspek kehidupan lainnya, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 angka 3
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam
kasus tersebut, perbedaan perlakuan yang dialami Pemohon bukanlah
didasarkan pada alasan-alasan yang terkandung dalam pengertian
diskriminasi sebagaimana diuraikan di atas melainkan karena Pemohon
adalah partai politik baru yang baru akan berkontestasi dalam Pemilu
2019 sedangkan norma yang terkandung dalam Pasal 222 UU Pemilu
adalah diberlakukan terhadap partai-partai politik yang telah pernah
mengikuti Pemilu dan telah memperoleh dukungan suara tertentu. Bahkan,
andaikatapun terhadap partai-partai politik yang telah pernah mengikuti
Pemilu itu diberlakukan ketentuan yang berbeda, hal itu juga tidak serta-
14
Ibid., h. 133.
dan jika harus ada putaran kedua maka akan dilakukan pada hari minggu terakhir
bulan Oktober sebelum berakhirnya tahun masa jabatan Presiden yang sedang
menjabat saat itu.20
Setelah calon Presiden dan Wakil Presiden didaftarkan oleh partai politik,
calon yang mendapatkan suara mayoritas mutlak, akan dianggap sebagai Presiden
terpilih. Jika tidak ada calon yang mencapai mayoritas mutlak pada pemungutan
suara pertama, pemilihan putaran kedua akan diadakan dalam waktu dua puluh
hari setelah pengumuman hasil antara dua kandidat yang memperoleh jumlah
suara terbanyak. Selanjutnya salah satu dari dari pasangan yang memperoleh
suara sah mayoritas akan dianggap sebagai pasangan terpilih.21
Dalam Bab V yang mengatur khusus soal partai politik, juga tidak menyebut
sama sekali soal ambang batas pengajuan calon presiden. dalam bab tersebut
hanya mengatur soal pendirian, peleburan, penggabungan, pembubaran partai
politik adalah gratis dengan mendasarkan pada kedaulatan nasional, pemerintahan
demokratis, keberagaman politik dan hak asasi manusia. 22
Atas dasar itu, maka setiap partai memiliki kebebasan untuk mengajukan
calon presiden-nya. Pada Pilpres tahun 2014, misalnya, diikuti oleh 11 (sebelas)
pasang calon presiden dan wakil presiden. Bukan hanya tidak memberlakukan
ambang batas pencalonan presiden, Brazil membolehkan calon independen untuk
bertarung dalam pilpres.23
Bahkan pada Pilres yang akan digelar pada oktober 2018 ini, sedikitnya sudah
ada 16 kandidat yang mengumumkan pencalonannya. Para calon ini berasal dari
berbagai macam background, mulai dari senator, deputi, mantan menteri, mantan
Hakim Agung, bahkan mantan Presiden yang pernah diturunkan (impeachment).
Pada Oktober 2018 lebih dari 144 juta pemilih akan memilih calon presidennya.
Jika tidak ada satu pun calon yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen suara
sah, maka akan dilakukan putaran kedua pada akhir oktober dengan dua kandidat
yang mendapat suara terbanyak pertama dan kedua.24 Keharusan mendapat 50
persen lebih ini mirip dengan di Indonesia.
20
Pasal 77 Ayat (1) Konstitusi Brazil. Brazil’s Constitution of 1988 with Amendments through 2014. https://www.constituteproject.org/
constitution/Brazil_2014.pdf, diunduh 28 Mei 2018.
21
Pasal 77 Ayat 2, ayat 3, ayat 4, dan ayat 5 Konstitusi Brasil. Brazil’s Constitution of 1988 with Amendments through 2014. https://www.consti-
tuteproject.org/constitution/Brazil_2014.pdf, diunduh 28 Mei 2018.
22
Lihat Bab V Tentang Partai Politik Konstitusi Brazil. Brazil’s Constitution of 1988 with Amendments through 2014. https://www.constituteproject.org/
constitution/Brazil_2014.pdf. Lihat juga Dana de la Fontaine, Thomas Stehnken (Editors), The Political System of Brazil, Berlin: Springer-Verlag
Berlin Heidelberg, 2016, h. 27-35.
23
Brazilian general election, 2014. https://en.wikipedia.org/wiki/Brazilian_general_election,_2014.
24
Lise Alves, Brazil May Have Over 16 Candidates for President in 2018 http://riotimesonline.com/brazil-news/rio-politics/brazil-may-have-over-
16-candidates-for-president-in-2018/, diunduh 28 Mei 2018.
Peru
Berdasarkan Pasal 111 Konstitusi Peru, dikatakan bahwa Presiden Republik
dipilih melalui hak pilih langsung. Calon yang mendapat suara lebih dari separuh
suara pemilih dinyatakan sebagai calon terpilih. Suara yang tidak sah atau kosong
tidak dihitung.25
Dalam hal tidak ada calon yang mendapatkan suara mayoritas mutlak,
pemilihan dilakukan dengan putaran kedua dalam waktu tiga puluh sejak
pengumuman hasil pemilihan secara resmi. Putaran kedua diikuti oleh 2 calon
yang mendapatkan suara tertinggi pertama dan kedua. Sementara dua Wakil
Presiden dipilih bersama dengan pemilihan Presiden, dengan cara yang sama.26
Masa jabatan presiden selama 5 tahun. Presiden petahana bisa mencalonkan diri
lagi untuk satu kali masa jabatan.27
Pada tahun 2016, tepatnya pada tanggal 10 April, Peru menyelenggarakan
pemilihan presiden putaran pertama. dalam ajang demokrasi itu diikuti oleh 10
calon, yaitu Keiko Fujimori, Pedro Pablo Kuczynski, Veronika Mendoza, Alfredo
Barnechea, Alan Garcia, Gregorio Santos, Fernando Olivera, Alejandro Toledo,
Miguel Hilario, Antero Flores-Araoz.
Keluar pemenang pertama dan kedua adalah Keiko Fujimori (anak perempuan
dari mantan Presiden Peru Alberto Fujimori) dan Pedro Pablo Kuczynski. Keiko
mendapatkan 39.0 persen suara, sementara Pedro mendapatkan 21 persen suara.
Pemilihan kemudian dilanjutkan dalam putaran kedua yang dilangsungkan pada 5
Juni 2016. Dalam pemilihan yang kedua tersebut, Pedro menang tipis dari rivalnya.
Pedro mendapat 50.1 persen suara, sementara yaitu Keiko hanya mendapatkan
49.9 persen suara.28
Meksiko
Pemilihan presiden meksiko dilakukan secara langsung. Hal ini ditegaskan
dalam Pasal 81 Konstitusi Meksiko, yang menyatakan “The President of the United
Mexican States is directly elected by the people according to the electoral law.” Pasal
82 konstitusi mengatur tentang syarat untuk bisa menjadi presiden meksiko, yaitu
calon Presidensi harus menjadi warga negara yang lahir alami, dan mempunyai
25
Pasal 111 Konstitusi Peru. Peru’s Constitution of 1993 with Amendments through 2009. https://www.constituteproject.org/constitution/Peru_2009.
pdf?lang=en, diunduh 7 Juni 2018.
26
Ibid.
27
Pasal 112 Konstitusi Peru. Ibid.
28
Peru Reports: 2016 Presidential Elections. https://perureports.com/2016-elections-peru/, diunduh 6 Juni 2018.
hak hukum untuk melaksanakan haknya, lahir dari ayah atau ibu Meksiko dan
harus telah tinggal atau hidup di negara meksiko setidaknya selama 20 tahun.
Selain itu, masih berdasar pada pasal 81, calon Presidensi harus sudah berusia
35 tahun pada tanggal pemilihan; calon Presidensi harus hidup di negara meksiko
secara penuh setahun sebelumnya sebelum hari pemilihan. Absen hingga 30 hari
tidak mengganggu syarat tinggal tersebut; calon Presidensi tidak bisa menjadi
pimpinan agama apa pun; calon tidak sedang aktif bertugas di militer setidaknya
enam bulan sebelum hari pemilihan; Calon seharusnya tidak menjadi Menteri
Negara atau wakil menteri negara, jaksa agung federal, gubernur atau kepala
pemerintahan distrik federal, kecuali dia mengundurkan diri dari jabatannya
enam bulan sebelum tanggal pemilihan.
Tahun 2018 ini, tepatnya pada tanggal 1 Juli, Meksiko akan menyelenggarakan
pemilihan umum yang digambarkan sebagai pemilihan umum terbesar dalam
sejarah negara itu. Menurut National Electoral Institute (INE) atau Komisi
Penyelenggara Pemilu Meksiko, dari 88 juta pemilih terdaftar akan memilih
Presiden baru untuk 6 tahun masa jabatan, juga akan memilih 500 anggota the
Chamber of Deputies, dan 128 anggota Senat. Pada hari yang sama, 30 dari 32
negara bagian juga akan melangsungkan pemilihan lokal.29
Dalam pemilihan kali ini, setidaknya sudah ada 4 calon presiden yang sudah
resmi terdaftar, yaitu Andres Manuel Lopez Obrador, Ricardo Anaya, and Jose
Antonio Meade, dan Margarita Zavala.
Dari empat kandidat ini, terdapat satu calon yang maju lewat jalur independen
yaitu Margarita Zavala. Perempuan kelahiran 25 Juli 1967 ini bernama lengkap
Margarita Ester Zavala Gómez del Campo. Sehari-hari Margarita berprofesi sebagai
seorang ahli hukum (lawyer) and politisi. Dia adalah istri mantan Presiden
Meksiko, Felipe Calderón, dan menjadi Ibu negara selama suaminya menjabat
sebagai Presiden. Margarita sudah terdaftar sebagai calon independen untuk
calon presiden sejak tanggal 12 oktober 2017.30
Sedangkan calon yang lain, Andres Manuel Lopez Obrador diusung oleh
National Regeneration Movement (MORENA), sebuah partai politik sayap kiri
yang secara formal terdaftar sebagai partai politik pada tahun 2014. MORENA
didirikan oleh López Obrador sebagai organisasi lintas-partai yang mendukung
29
Mexico elections: Why are they important?. https://www.aljazeera.com/news/2018/03/mexico-elections-important-180330081303766.html, diunduh
7 Juni 2018.
30
Margarita Zavala. https://en.wikipedia.org/wiki/Margarita_Zavala, diunduh 7 Juni 2018.
Presiden dipilih secara langsung untuk masa jabatan 4 tahun dengan perolehan
suara mayoritas 50 persen plus satu suara dari surat suara yang sah. Pemilihan
dilakukan secara langsung dan rahasia dengan tanggal yang ditentukan menurut
hukum. Jika tidak ada kandidat yang mendapatkan suara mayoritas 50 persen
plus satu, maka akan dilangsungkan putaran kedua tiga minggu kemudian yang
diikuti oleh 2 calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua di
pemilihan putaran pertama. Kandidat dengan perolehan suara terbanyak akan
dinyatakan sebagai Presiden.
Dalam hal terjadi kematian atau ketidakmampuan fisik permanen dari salah
satu dari dua calon yang menerima suara mayoritas, partainya atau gerakan
politiknya memasukkan calon baru untuk maju dalam pemilihan putaran kedua
itu. Jika Partai atau gerakan politiknya gagal melakukannya atau jika lowongan
akibat alasan lain, calon itu akan digantikan oleh siapa pun yang memenangkan
tempat ketiga di babak pertama dan seterusnya secara berurutan ke bawah.
Jika kekosongan terjadi kurang dari dua (2) minggu sebelum putaran kedua
pemungutan suara, putaran kedua akan ditunda 15 hari.36 Untuk menjadi Presiden,
seorang individu harus warga negara Kolombia sejak lahir, warga negara yang
bereputasi baik, dan berusia lebih dari 30 tahun.37
Tahun 2018 ini, kolombia menyelenggarakan pemilihan presiden. putaran
pertama dilangsungkan pada tanggal 27 Mei 2018. Dalam pemilihan kali ini
Incumbent President Juan Manuel Santos tidak bisa mencalonkan diri lagi karena
sudah menjabat dua periode. Ada banyak calon yang berlaga dalam putaran
pertama ini. Mereka adalah van Duque Marquez yang diusung oleh partai atau
aliansi Grand Alliance for Colombia,38 Gustavo Petro dari List of Decency,39 Sergio
Fajardo diusung oleh Colombia Coalition,40 German Vargas Lleras dari Mejor
36
Pasal 190 Konstitusi Kolombia. Colombia’s Constitution of 1991 with Amendments through 2005. https://www.constituteproject.org/constitution/
Colombia_2005.pdf, diunduh 8 Juni 2018.
37
Pasal 191 Konstitusi Kolombia. Ibid.
38
Duque, masih berusia 41, berasal dari Uribe’s Democratic Center Party, menjabat sebagai seorang senator selama 4 tahun dan menjadi penas-
ehat menteri keuangan dan Bank Pembangunan Inter-American. Dia juga adalah seorang profesor dan penulis, turut menulis buku The Orange
Economy.. Eliott C. McLaughlin, Colombia’s presidential election heads to runoff, May 28, 2018. https://edition.cnn.com/2018/05/27/americas/
colombia-elections/index.html, diunduh 8 Juni 2018.
39
Petro, pria berusia 58 tahun ini adalah mantan gerilyawan dan ekonom yang mendirikan Gerakan Progresif (Progressive Movement) menjelang
pencalonan walikota Bogota, dan ia menang dalam pemilihan pada 2011 itu. Sebelumnya anggota M-19, kelompok gerilya lain yang menjadi
partai politik. Petro telah menjabat tiga periode sebagai anggota kongres dan satu periode sebagai senator. Ibid.
40
Fajardo, berusia 61 pada saat pencalonan. Ia adalah seorang matematikawan dan anggota partai Koalisi Kolonial konservatif (conservative
Colombia Coalition party). Mantan gubernur departemen Antioquia di barat laut Kolombia dan mantan walikota Medellin. Ibid.
Vargas Lleras,41 Humberto De la Calle dari PLC–ASI,42 Jorge Antonio Trujillo dari
We Are All Colombia.43
Karena tidak ada yang mendapatkan suara mayoritas mutlak, maka pada
tanggal 17 Juni 2018 akan diselenggarakan putaran kedua dengan peserta
pemilihan yang mendapat suara terbanyak pertama dan kedua. Dari delapan
peserta pemilihan tersebut yang mendapatkan suara terbanyak adalah Van
Duque Marquez dengan perolehan 7,569,693 suara (39.14 persen), dan Gustavo
Petro mendapat 4,851,254 atau 25.09 persen suara.44 Sampai tulisan ini dibuat,
putaran kedua belum diselenggarakan sehingga hasilnya pun belum diketahui.
3. Perlu-Tidaknya Ambang Batas
Menurut peneliti, ambang batas persyaratan calon presiden tidak diperlukan.
Sebab dengan diberlakukannya ambang batas seperti saat ini, maka akan
meminimalisir pilihan rakyat untuk menemukan pemimpinnya. Rakyat harus
diberikan pilihan sebanyak-banyaknya agar didapat pemimpin yang bagus.
Pengalaman Pilpres pertama kali tahun 2004, misalnya, pasangan Soesilo
Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla hanya didukung oleh partai-partai kecil yakni
Partai Demokrat (yang baru lahir), Partai Bulan Bintang, dan PKPI. Sementara
rivalnya saat itu didukung oleh partai-partai besar. Meski demikian, rakyat nyatanya
memilih pasangan SBY-Kalla.45
Dengan demikian, pengalaman seperti itu menandakan bahwa rakyat memilih
Presiden bukan karena partai pengusungnya, tetapi karena figur atau sosok
calon yang diusulkan oleh partai politik. Oleh karena itu, memperbanyak calon
akan memperbanyak pilihan bagi rakyat untuk menentukan pilihannya. Semakin
sedikit calon yang terterah dalam kertas suara akan semakin mengecilkan peluang
terpilihnya pemimpin yang baik.
Soal kekhawatiran akan banyak muncul jika tidak diterapkan ambang batas,
menurut Djayadi Hanan, hal demikian tidak benar. Belajar dari negara lain, meski
41
German Vargas Lleras, berusia 56 tahun. Ia adalah kandidat kanan-tengah yang didukung oleh Radical Change Party. Dia adalah Wakil Presiden
di bawah Santos, memenangkan empat kali sebagai senator, dan menjabat sebagai menteri dalam negeri dan menteri perumahan, kota dan
wilayah. Ibid.
42
Humberto de la Calle berusia 71 tahun, didukung oleh koalisi antara Partai Liberal dan Aliansi Sosial Pribumi (Liberal Party and Indigenous
Social Alliance). Mantan wakil presiden dan Menteri Dalam Negeri. Ibid.
43
Jorge Antonio Trujillo adalah kandidat dari We Are Colombia Party. Seorang pendeta Kristen dengan gelar doktor di bidang teologi, ia menjabat
sebagai senator antara tahun 2006 dan 2010. Ibid.
44
Eliott C. McLaughlin, "Colombia’s Presidential Election Heads To Runoff", 28 Mei 2018. https://edition.cnn.com/2018/05/27/americas/colombia-
elections/index.html, diunduh 8 Juni 2018.
45
"SBY-Kalla Deklarasikan Pencalonan.Tempo.co". Kamis, 7 Juni 2018. https://nasional.tempo.co/read/42410/sby-kalla-deklarasikan-pencalonan,
diunduh 7 Juni 2018.
tidak berlaku ambang batas pencalonan presiden, tidak mesti pasangan capres
dan cawapres akan selalu banyak. Di beberapa negara, misalnya, di Mexico pada
tahun 2012, Pilpres hanya diikuti oleh empat pasangan calon. Di Kolumbia pada
2014 juga hanya diikuti lima pasangan calon. Menurutnya, ada tidaknya ambang
batas pencalonan presiden tidak menjadi penentu pasti banyaknya jumlah kandidat,
tapi juga faktor lain seperti sistem pemilihan umum, popularitas petahana, dan
banyak faktor lain.46
Sistem yang ada di Indonesia, mirip dengan sistem pemilihan umum presiden
di kebanyakan negara Amerika Latin yakni sistem dua putaran (majority run-off):
pemenang harus memperoleh minimal lebih dari 50 persen suara atau diadakan
putaran kedua yang diikuti oleh peserta dengan perolehan suara terbanyak
pertama dan kedua. Umumnya pemilu legislatif dan eksekutif di Amerika Latin
juga berlangsung serentak dan tidak ada pemberlakuan ambang batas pencalonan
presiden.47
KESIMPULAN
Dari uraian di atas bisa disimpulkan sebagai berikut. Pertama, Mahkamah
Konstitusi sebagai lembaga pengawal konstitusi, telah memutuskan soal
konstitusionalitas dari ambang batas pencalonan presiden. Dalam putusan Nomor
51-52-59/PUU-VI/2008 tentang Pengujian UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang
Pemilihan Umum, bertanggal 18 Februari 2009, MK menegaskan bahwa persoalan
pengaturan ambang batas adalah open legal poliicy. Hal demikian dikuatkan
kembali dalam Putusan Nomor 53/PUU-XV/2017 tentang Pengujian UU Nomor
7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertanggal 11 Januari 2018.
Kedua, di negara-negara yang menganut sistem presidensil, seperti Amerika,
Brazil, Peru, Meksiko, Kolombia, dan Kyrgyzstan, ambang batas tidak dikenal.
Mereka menerapkan sistem terbuka pencalonan tanpa dipersyaratkan dukungan.
Meski demikian, sistem pemerintahan mereka juga tergolong stabil, seperti yang
dicontohkan oleh Amerika Serikat.
46
Ambang Batas Pencalonan Presiden (Naskah Keterangan Ahli oleh Djayadi Hanan). http://rumahpemilu.org/ambang-batas-pencalonan-presiden-
naskah-keterangan-ahli-oleh-djayadi-hanan/, diunduh 7 Juni 2018. Lihat juga Djayadi Hanan, Menakar Presidensialisme Multipartai di Indonesia:
Upaya Mencari Format Demokrasi yang Stabil dan Dinamis dalam Konteks Indonesia, Bandung: Al-Mizan, 2014, h. 17-35.
47
Ibid.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Hanan, Djayadi, 2014, Menakar Presidensialisme Multipartai di Indonesia: Upaya
Mencari Format Demokrasi Yang Stabil dan Dinamis dalam Konteks Indonesia,
Bandung: Al-Mizan.
Samuels, David J. Shugart, Matthew S., 2010, Presidents, Parties, and Prime Ministers:
How the Separation of Powers Affects Party Organization and Behavior, New
York: Cambridge University Press.
Dana de la Fontaine, Thomas Stehnken (Editors), 2016, The Political System of
Brazil Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg
Ken Kollman, 2012, The American Political System Second Core Edition, 2014
Election Update, New York: W. W. Norton & Company, Inc.
Jurnal
Fuqoha, 2017, “Pengisian Jabatan Presiden dan Presidential Threshold Dalam
Demokrasi Konstitusional di Indonesia”, Jurnal AJUDIKASI, Vol. 1 No. 2,
Desember, h. 27-37.
Lutfil Ansori, 2017, “Telaah Terhadap Presidential Threshold Dalam Pemilu
Serentak 2019”, , Vol. 4 No. 1, Juni, h. 15-27.
Peraturan Perundang-Undangan
Konstitusi Brazil. Brazil’s Constitution of 1988 with Amendments through 2014.
Konstitusi Peru. Peru’s Constitution of 1993 with Amendments through 2009.
Konstitusi Kolombia. Colombia’s Constitution of 1991 with Amendments through
2005.
Konstitusi Kyrgyzstan. Kyrgyzstan’s Constitution of 2010.
Putusan Pengadilan
Putusan Nomor 53/PUU-XV/2017 tentang Pengujian UU Nomor 7 Tahun 2017
tentang Pemilihan Umum bertanggal 11 Januari 2018
Putusan Nomor 51-52-59/PUU-VI/2008 Tentang Pengujian UU Nomor 42 Tahun
2008 tentang Pemilihan Umum, bertanggal 18 Februari 2009.
Internet
Alasan Pemerintah Pakai Ambang Batas Presiden 25 Persen. https://www.viva.
co.id/berita/politik/926377-alasan-pemerintah-pakai-ambang-batas-presiden-
25-persen, diunduh 6 Juni 2018.
Gibran Maulana Ibrahim, Tolak Presidential Threshold, Demokrat: Membatasi Capres
Alternatif, https://news.detik.com/berita/d-3567236/tolak-presidential-threshold-
demokrat-membatasi-capres-alternatif, diunduh 28 Mei 2018.
“An independent candidate is one who runs for office with no formal party affiliation”,
lihat lebih lanjut di United States third-party and independent presidential
candidates, 2016. https://en.wikipedia.org/wiki/United_States_third-party_
and_independent_presidential_candidates,_2016, diunduh 28 Mei 2018.
Presidential candidates, 2016, https://ballotpedia.org/Presidential_candidates,_2016,
diunduh 28 Mei 2018.
United States third-party and independent presidential candidates, 2016.
https://en.wikipedia.org/wiki/United_States_third-party_and_independent_
presidential_candidates,_2016, diunduh 28 Mei 2018.
Brazilian general election, 2014. https://en.wikipedia.org/wiki/Brazilian_general_
election,_2014, diunduh 28 Mei 2018.
Lise Alves, Brazil May Have Over 16 Candidates for President in 2018 http://
riotimesonline.com/brazil-news/rio-politics/brazil-may-have-over-16-
candidates-for-president-in-2018/, diunduh 28 Mei 2018.
Peru Reports: 2016 Presidential Elections. https://perureports.com/2016-
elections-peru/, diunduh 6 Juni 2018.
Mexico elections: Why are they important?. https://www.aljazeera.com/
news/2018/03/mexico-elections-important-180330081303766.html, diunduh
7 Juni 2018.
Margarita Zavala. https://en.wikipedia.org/wiki/Margarita_Zavala, diunduh 7
Juni 2018.
Clare Ribando Seelke, Mexico’s 2012 Elections, 4 September, 2012. Congressional
Research Service. https://fas.org/sgp/crs/row/R42548.pdf, diunduh 7 Juni
2012.
HTN: Cabang ilmu hukum yang khusus mengkaji persoalan hukum dalam konteks
kenegaraan.
Droit Constitutionnel (Prancis), Constitutional Law (Inggris), Staatsrecht (Belanda),
Staatsrecht / Verfassungrecht (Jerman).
Verfassungrecht
(HTN)
Staatsrecht in ruimere zin
(HTN dalam arti luas)
Staatsrecht (Hukum Verwaltungsrecht
Negara) (HAN)
Staatsrecht in engere zin
(HTN dalam arti sempit)
Hukum Tata Negara identik dengan Hukum Konstitusi, namun pengkajiannya tidak
hanya terbatas pada Undang-Undang Dasar. Hukum Tata Negara membahas: 1) Tatanan
struktur kenegaraan, 2) Mekanisme hubungan antara struktur kenegaraan, 3)Mekanisme
hubungan antara struktur negara dengan warga negara.
Klasifikasi HTN:
1. HTN Formal dan HTN Materiil
Logemann:
HTN Formal: formeele stelselmatigheid Hukum Tata Negara
HTN Materiil: materieele stelselmatigheid Asas-Asas Hukum Tata Negara
Perbedaan terletak pada bentuk dan isi (vorm en inhound) serta asas-asas dan
pelembagaannya (stelsel en beginsel)
2. HTN Umum dan HTN Positif
HTN Umum: membahas asas, prinsip yang berlaku umum
HTN Positif: membahas HTN yang berlaku pada suatu tempat dan waktu tertentu
(hukum positif)
3. HTN Statis dan HTN Dinamis
HTN Statis : membahas negara dalam keadaan statis atau diam HTN dalam arti
sempit menyangkut struktur hukum dan kehidupan bernegara
HTN Dinamis : membahas negara dalam keadaan bergerak HAN substansi sistem
pengambilan keputusan dalam kegiatan berpemerintahan
Teori Konstitusi
Konstitusi merupakan objek kajian HTN.
Politeia dalam bahasa Yunani Kuno dan constitutio dalam bahasa Latin.
Referensi paling awal mengenai penggunaan kata constitution dalam sejarah adalah
kitab-kitab Hukum Romawi dan Hukum Kanonik. masih bersifat materiil.
Pembedaan antara politeia (konstitusi) dengan nomoi (undang-undang) oleh Aristoteles.
Konstitusi: constitution (Inggris), constitutie (Belanda), droit constituionnelle (Prancis).
Pengertian konstitusi:
1. Menurut Oxford Dictionary of Law
- Konstitusi tidak hanya aturan tertulis, namun juga apa yang dipraktikkan
dalam kegiatan penyelenggaraan negara
- Konstitusi tidak hanya mengatur organ negara beserta komposisi dan
fungsinya, baik di tingkat pusat maupun pemerintahan daerah, tapi juga
mekanisme hubungan antara negara atau organ negara itu dengan warga
negara.
2. Djokosoetono
Konstitusi memiliki 3 pengertian, yaitu:
- Constitutie in materiele zin isinya misal: jaminan HAM, bentuk negara,
fungsi pemerintahan, dsb
- Constitutie in formele zin pembuatnya misal: oleh MPR
- Konstitusi yang didokumentasikan dalam lembaran negara
3. Leon Duguit
Hukum adalah penjelmaan de facto dari ikatan solidaritas sosial yang nyata.
Konstitusi bukan hanya berisi norma-norma tertulis tentang struktur negara.
Struktur negara yang diatur dalam konstitusi ada dalam kenyataan hidup
masyarakat.
4. Ferdinand Lasalle
Konstitusi ditinjau dari 2 pandangan:
- Sosiologis & politis : konstitusi adalah sintesis faktor-faktor kekuatan politik
dalam masyarakat
- Yuridis : naskah hukum tentang ketentuan dasar tentang negara
5. Herman Heller
Tiga pengertian konstitusi:
- Sosial Politik : konstitusi adalah kesepakatan politik, yang belum dituangkan
dalam bentuk hukum, namun ada dalam kehidupan kolektif masyarakat.
- Yuridis : kesatuan kaidah hukum yang berlaku dalam masyarakat.
Diberlakukan secara normatif dengan paksaan.
- Peraturan tertulis: kodifikasi untuk unifikasi hukum, kesederhanaan hukum,
kepastian hukum.
Nilai Konstitusi
Menganut pandangan Karl Loewenstein, yang menyatakan bahwa konstitusi terdiri dari
3 nilai, yaitu:
1. Nilai normatif norma-norma dalam konstitusi diterima, dipatuhi oleh subjek
hukum yang terikat padanya
2. Nilai nominal materi dalam UUD tidak dipakai sama sekali sebagai referensi
dalam pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan kegiatan bernegara.
3. Nilai semantik norma-norma hanya dihargai di atas kertas indah dan dijadikan
jargon.
Sifat-sifat Konstitusi
Sistem Pemerintahan
Di dunia dikenal 3 sistem pemerintahan negara:
1. Sistem Pemerintahan Presidensial
Ciri-ciri:
a. Kedudukan kepala negara tidak terpisah dari jabatan kepala pemerintahan
dipegang oleh satu orang.
b. Kepala negara tidak bertanggung jawab kepada parlemen, namun kepada
rakyat
c. Presiden tidak berwenang membubarkan parlemen
d. Kabinet bertanggung jawab kepada Presiden (administrator tertinggi)
e. Para menteri diangkat, diberhentikan oleh Presiden lebih menonjol
profesionalitasnya.
5. Semi-Presidensiil
Pasal 18 ayat (1) UUD 1945: Pembagian NKRI ke dalam daerah provinsi, yang dibagi lagi
ke daerah kota dan kabupaten pembagian kekuasaan bersifat vertikal
Masalah Kewarganegaraan
Warga Negara dan Penduduk
Warga Negara adalah rakyat yang menetap di wilayah tertentu, dalam hubungannya
dengan negara subjek-subjek hukum yang menyandang hak-hak dan kewajiban-
kewajiban dari dan terhadap negara.
Penduduk: warga negara dan orang asing kedudukan berbeda dalam hubungannya
dengan negara
Pengertian Penduduk
Setiap warga negara dan atau orang asing yang bertempat tinggal dan menetap di suatu
wilayah negara dalam waktu yang lama.
UUD 1945 Pasal 26 ayat (2): Penduduk adalah warganegara Indonesia dan orang Asing
yang bertempat tinggal di Indonesia.
Masalah kewarganegaraan diatur dalam UU No. 12 tahun 2006.
Pembahasan kewarganegaraan:
Perspektif HTN: Hanya membahas mengenai hubungan antara warga negara dengan
negara pada negara tertentu
UU No. 62 tahun 1958 sudah tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
ketatanegaraan RI
1. Alasan filosofis: UU mengandung ketentuan-ketentuan yang belum sejalan dengan
falsafah Pancasila diskriminatif, kurang menjamin pemenuhan hak asasi dan
persamaan warga negara, kurang memberi perlindungan terhadap perempuan
dan anak-anak
2. Alasan yuridis: landasan konstitusional pembentukan UU ini adalah UUDS 1950
yang sudah dinyatakan tidak berlaku sejak dekrit presiden 5 Juli 1959.
3. Alasan sosiologis: UU ini tidak sesuai dengan tuntutan masyarakat Indonesia &
global yang terus berkembang, yaitu persamaan perlakuan dan kedudukan warga
negara di hadapan hukum, serta adanya kesetaraan dan keadilan gender. Pasal
2 UU no. 12 tahun 2006.
Hukum Tata Negara adalah hukum mengnai susunan suatu Negara. Negara adalah suatu
organisasi yang mengatur keseluruhan hubungan natara manusia satu sama lain dalam
masyarakat, dan menegakkan aturan tersebut dengan kewajibanya. Negara adalah
organisasi kekuasaan/ kewibawaan dan kelompok manusia yang ada dibawah
pemerintahnya, merupakan masyarakat yang tunduk kepada kekuasaan/ kewibawaannya.
Disamping itu Negara mempergunakan kewibawaan tersebut untuk menjamin
danmengelola kepentingan-kepentingan materiil dan spiritual para anggotanya (Dedi
Sumardi: Pengantar Hukum Indonesia)
Tentang kekuasaan tertinggi dan legitimasi kekuasaan tertinggi terdapat banyak pendapat:
a. Teori Teokrasi, mendasarkan (melegitimasi) kekuasaan Negara pada kehendak
Tuhan, tidak mungkin diadakan pemisahan antara negara dan agama.
b. Negara sebagai Organisasi Kekuatan belaka, Negara mempertahankan dan
menjalankan kekuatan.
c. Teori Perjanjian, menitikberatkan kekuasaan Negara didasarkan atas suatu
perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat. Negara selayaknya
merupakan negara demokrasi langsung.
d. Diantara teori-teori Perjanjian, Teori Rousseau yang paling berpengaruh. Dian
berpendapat bahwa negara bersifat sebagai wakil rakyat, yang merupakan
kekuasaan tertinggi adalah rakyat. Negara selayaknya merupakan negara
demokrasi langsung.
e. Teori Kedaulatan Negara, memandang bahwa hukum ada karena negara
menghendakinya. Setiap tindakan pemerintah merupakan kehendak negara,
tindakannya tidak dapat dibatasi oleh hukum, karena hukum buatan negara. Tidak
mungkin negara harus tunduk kepada buatannya sendiri.
f. Teori kedaulatan negara mendaat tantangan dari berbagai sarjana hukum,
terutama Krabbe yang terkenal dengan teori kedaulatan hukum. Dalam teori
tersebut bukan hanya manusia dibawah perintah hukum, negarapun dibawah
perintah hukum. Hukum berdaulat, hukum berada diatas segala sesuatu, termasuk
negara. Apa yang dikemukakan oleh Krabbe adalah konsep negara hukum.
Kekuasaan Tertinggi negara dilakukan dalam suatu wilayah tertentu, yaitu wilayah
negara, tempat dimana kekuasaan tertinggi itu dapat dijalankan secara efektif, yang
meliputi tanah, laut dan udara. Lingkungan kekuasaan sesuatu negara biasanya teritur.
Batas-batas wilayah terotorial suatu negara biasanya ditentukan oleh masing-masing
negara dengan memperhatikan sebnayak-banyaknya asas hukum internasional. Jarak 3
mil laut menjadi batas tradisional lebarnya laun. Pada jaman sekarang bagian terbesar
negara telah memperluas lebarnya laut teritorial sampai 12 mil laut. Setelah itu diterima
asas, bahwa setiap negara berhak menggali kekayaan alam tang terkandung dalam
landasan laut sampai batas yang merupakan wilayah negara.
a. Seluruh daerah (tanah) bekas jajahan hindia Belanda, termasuk Irian Jaya/ Papua
yang administrasinya diserahkan kepad pemerintah RI oleh PBB pada tanggal 1
Mei 1963.
b. Batas perairan Indonesia adalah 12 mil laut dengan mempertahankan prinsip
wawasan nusantara, yaitu segala perairan disekitar, diantara, dan yang
menghubungkan pulau-pulau yang termasuk negara Indonesia merupakan bagian
dari wilayah Indonesia.
c. Ruang udara diatas tanah dan laut wilayah negara RI sesuai dengan traktat Paris
tahun 1919 yang menetapkan bahwa udara diatas teritur negara termasuk teritur
negara tersebut.
Warga Negara adalah mereka yang merupakan keanggotaan yuridis dari negara. Siapa
yang tidak termasuk warga negara adalah orang asing. Agar dapat menetukan siapa
warga negara dan siapa yang tidak, dapat digunakan dasar penentuan tersebut dengan 2
ukuran, yaitu Ius Sanguinis dan Ius Soli.
Ius Sanguinis, seseorang menjadi warga negara karena keturunan, misalnya anak warga
negara Indonesia yang lahir di manapun juga, dengan sendirinya menjadi warga negara
Indonesia.
Ius Soli, seseorang menjadi warga negara karena kelahiran diwilayah suatu negara
tertentu atau karena dia sudah beberapa waktu lamanya menjadi penduduk suatu negara
tertentu.
Dalam menetukan kewarganegaraan beberapa negara memakai asas Ius Soli sedangkan di
negara lain berlaku Isu Sanguinis. Hal ini dapat menimbulkan 2 kemungkinan:
a. Apatride (Stateless) adalah penduduk yang sama sekali tidak mempunyai
kewarganegaraan.
b. Bipatride, yaitu penduduk yang mempunyai 2 macam kewarganegaraan rangkap
atau dwi kewarganegaraan (Utrecht, Bab VII, hal 3)
Organisasi suatu negara disusun berdasarkan hukum tata negara positif dari negara yang
bersangkutan. Demikian juga organisasi negara Indonesia disusun berdasarkan hukum
tata negara Indonesia. Dalam Hukum Tata Negara Indonesia terdapat 2 hal yaitu:
1. Bagaimana organisasi negara Indonesia.
2. Bagaimana sistem hukum tata negara Indonesia.
Badan kenegaraan tersebut memperoleh kekuasaan atau wewenangnya dari UUD 1945,
yang disebut sebagai hukum tata negara, yang merupakan sebagaian dari hukum tata
negara Indonesia. Bagian lainnya adalah UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan UU no. 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa yang belum dirubah.
Sistem Hukum Tata Negara Indonesia. Bagaimana sistem hukum tata negara harus
diketahui, bagaimana asas-asas dan peraturan-peraturan hukum tata negara yang
merupakan elemen sistem.
Sebelum memahami apa yang dimaksud dengan Hukum Administrasi Negara, maka
perlu mengerti dahulu apa yang dimaksud dengan Adminstrasi Negara, menurut Dimock
dan Dimock:
Admministrasi Negara adalah aktifitas-aktifitas negara dalam melaksanakan kekuasaan-
kekuasaan politiknya. Dalam arti sempit: aktifitas badan-badan eksekutif dan kehakiman.
Dalam arti yang lebih khusus lagi: aktifitas badan-badan eksekutif saja dalam
melaksanakan pemerintahan.
Fungsi menentukan tugas adalah hukum tata negara sedangkan fungsi mewujudkan tugas
adalah tugas hukum administrasi negara. hukum tata negara mempunyai tugas politik,
hukum administrasi negara mempunyai tugas teknik.
Menurut Utrecht, Norma sebagai kaidah, petunjuk hidup yang harus ditaati oleh anggota-
anggota masyarakat yang diberi sanksi atas pelanggarannya. Sanksi adalah ancaman
hukuman atau hukuman yang dapat dikenakan kepada seseorang atau lebih yang telah
melakukan pelanggaran atas suatu norma. Misalnya asas monogami menjadi dasar dari
hukum perkawinan barat: seorang laki-laki dalam waktu yang saa hanya boleh
mengambil seorang wanita sebagai isterinya dan sebaliknya (norma, pasal 27 KUH
Perdata). Sanksi atas pelanggaran pasal 27 yang berfungsi sebagai norma tercantum
dalam pasal 284 KUHP, yaitu di hukum penjara selama-lamanya 9 bulan.
Jadi asas menjadi dasar dari norma, dan sanksi berfungsi melindungi norma, karena
memberikan ancaman hukuman terhadap si pelanggar norma.
Asas hukum administrasi negara Indonesia ada yang tertulis dan ada yang tidak tertulis.
a. Asas hukum tertulis
1. Asas Legalitas, setiap perbuatan administrasi negara berdasarkan hukum.
Asas ini sesuai dengan asas negara kita yang berdasarkan asas negara
hukum yang tercantum pada pasal 1 ayat 3 UUD 1945. namun untuk
mencapai negara hukum belum cukup dengan dianutnya asas legalitas
yang merupakan salah satu identitas dari suatu negara hukum, tapi harus
disertai “kenyataan hukum”, harus didukung oleh “kesadaran etis” dari
para pejabat administrasi negara, yaitu kesadaran bahwa perbuatan/
tindakannya harus didukung oleh perasaan kesusilaan, yaitu bahwa
dimana hak negara ada batasnya yang tentunta dibatasi oleh hak-hak asasi
manusia.
2. Asas Persamaan Hak, bahwa semua warga negara bersamaan
kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada
kecualinya (pasal 27 ayat 1 UUD 1945) pemerintah Indonesia tidak dapat
membedakan sesama WNI (warga negara asli maupun keturunan asing)
sebaliknya warga negara keturunan asing yang pada umumnya
mempunyai kedudukan sosial dan ekonomi lebih baik daripada warga
negara asli dituntut agar WNI keutrunan asing bersikap lebih luwes dan
loyal serta memiliki desikasi yang pantas terhadap bangsa dan negara
Indonesia.
3. Asas Kebebasan, Asas ini khusus diberikan kepada amninstrasi negara.
Arti asas ini hádala bahwa lepada administrasi negara diberikan kebebasan
untk atas inisiatif sendiri menyelesaikan masalah-masalah yang tikbul
dalam masyarakat secara cepat, tepat dan bermanfaat untuk kepentingan
umum, tanpa menunggu perintah terlebih dahulu dari UU yang disebabkan
UU nya Belem ada atau tidak jelas mengatur masalah tersebut.
Asas ini merupakan asas yang tertulis (pasal 22 ayat 1 UUD 1945) yang
isinya hádala: dalam kepentingan yang memaksa, Presiden berhak
menetapkan PP sebagai pengganti UU, pasal ini merupakan proses
pengerogotan, yaitu kekuasaan legislatif digerogoti oleh kekuasaan
eksekutif (presiden), sehingga supremasi badan legislatif beralih kepada
badan eksekutif.
Asas Nasionalisme
Asas nasinalisme dalam hukum agraria dipengaruhi oleh sebagian besar negara-
negara di dunia. Tanah hanya disediakan untuk warga negara dari negara-negara tersebut.
Asas ini di Indonesia tercakup dalam UUPA (No.5/1960)
Pasal 21 Ayat 1 : “Hanya WNI dapat mempunyai hak milik”
Hak milik merupakan hak turun temurun terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai oleh
oarang atas tanah. WNA dengan jalan apapun tidak dapat menguasai tanah Indonesia
dengan hak milik.
Asas Domein Negara (Domein Verklaring, Pasal 1 Agrarisch Besluit, STB 1870-118);
untuk semua tanah yang tidak dibuktikan hak Eigendom-nya oleh orang, adalah domein
negara atau kepunyaan negara.
Negara berfungsi sebagai pemilik tanah yang boleh menjual tanah kepada siapa saja yang
memerlukannya.setelah berlakunya UUPA (UU No.5/1960) tanggal 24 September 1960
asas domein negara telah diganti dengan asas dikuasai negara (pasal 33 Ayat 3 UUD’45)
Asas Perlekatan
Kedudukan hukum benda-benda (rumah, pohon) bersatu dengan tanah. Asas perlekatan
ini sudah tidak berlaku dan diganti dengan asas pemisahan horisontal yang menjadi dasar
hukum agraria nasional.
Perbuatan hukum tata usaha dapat bermacam-macam jenisnya yang dikenal antara lain:
putusan, ketetapan, surat perintah, izin (undian berhadiah, mengedarkan daftar derma,
menjual minuman keras) konsesi, perjanjian (ikatan dinas)
Perbuatan hukum tata usa asifatnya dapat sepihak, dapat juga 2 pihak (perjanjian) yang
banyak dijumpai dalam hukum tata usaha adalah perbuatan yang sifatnya sepihak
(Kusumadi Pudjosewojo, Bab VI dan VII)
Dalam arti luas: peradilan administrasi negara adalah peradilan yang menyangkut
pejabat-pejabat dan instansi administrasi negara, baik yang bersifat “perkara-
perkara pidana dan perdata” dan “perkara adminstrasi murni”.
ATURAN MELIPUTI:
1. Susunan, Kewenangan Dan Berfungsinya Lembaga-lembaga Negara
2. Hak Asasi STAATSRECHT Hukum Kewenangan - Hukum Tata Negara
RUANG LINGKUP
– HTN POSITIF
1. STAATS INRICHTING : Organisasi ; Kelembagaan
2. BEVOEGDHEDEN RECHT : Kewenangan Lembaga Negara
3. RECHTSPOSITIE VAN DE BURGERS (Posisi Hukum Warga Negara) :
Fundamental Rights; Grond Rechten (Hak-hak Dasar) – HTN TEORITIK
METODE
– Legal dogmatik
– Historis juridis
– Fungsional struktural
– Hermeneutik
– Perbandingan
KEDUDUKAN HTN
Hukum tata negara (hukum konstitusi) + hukum acara tata negara sebagai ilmu dasar
hukum (juridische basiswetenschap).
Peraturan Perundang-undangan
– UUD 1945 sebelum Amandemen
– KONSTITUSI RIS 1945
– UUDS 1950 – UUD NRI Tahun 1945 (Konstitusi Indonesia setelah amandemen)
– Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan materi pokok bahasan
TOPIC II: UUD NRI 1945
Periodesasi
I. UUD 1945 periode pertama (18 Agustus 1945 s/d 27 Desember 1949) bersama
dengan penjelasan resmi dimuat dalam Berita Republik Indonesia (BRI) Tahun II
(Tahun 1946) No.7.
II. UUD RIS 1949 dengan Keppres No.48 Tahun 1950 Tentang Mengumumkan
Piagam PenandatangananKonstitusi Republik Indonesia Serikat dan Konstitusi
Republik Indoneia Serikat dimuat dalam LN Tahun 1950 No.3.
III. UUDS 1950 dengan UU Federal No.7 Tahun 1950 dimuat dalam LN RIS Tahun
1950 No.56 dan Penjelasan Tambahan LN RIS No.37.
IV. UUD 1945 periode kedua (5 Juli 1959 s/d amandemen) dengan Dekrit Presiden
5 Juli 1959 berdasarkanKeppres No.150 Tahun 1959 dimuat dalam LN Tahun 1959
No.75 meliputi Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasannya bersama-sama
dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959
V. UUD NRI Tahun 1945.
UUD NRI 1945 Pengertian
Istilah: UUD, Grondwet, Constitution.
Kita pakai Constitution, yang dalam bahasa Inggris merupakan istilah yang
pertama kali digunakan pada abad pertengahan di Inggris yang berakar dari bahasa
latin constitut, yang bermakna “established, appointed” yang berasal dari kata kerja
constituere, con berarti “together” dan statuere bermakna “set up” (
http://oxforddictionaries.com/definition/english/constitution)
Dengan arti konstitusi sebagai pendirian (set up) atau penetapan (enactment),
maka hal yang harus di ’constitute’ (ditetapkan) adalah bersifatlasting, inclusive,
principled, and fundamental (Hanna Fenichel Pitkin, The Idea of a Constitution)
M. Laica Marzuki : “permakluman tertinggi yang menetapkan hal-hal
mengenai antara lain pemegang kedaulatan tertinggi, struktur negara, bentuk negara,
bentuk pemerintahan, kekuasaan legislatif, kekuasaan peradilan dan pelbagai
lembaga negara serta hak – hak rakyat. (M. Laica Marzuki, Konstitusionalisme dan
Hak Asasi Manusia).
Kedudukan
▷ Konteks Politik
▷ Konteks Hukum
UUD 1945
• Dekrit Presiden 5 Juli 1959
• Manifesto Politik
• Dictum Dekrit Presiden :
a. Menetapkan pembubaran Konstituante
b. Menetapkan UUD 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia
terhitung mulai tanggal penetapan dekrit itu
c. Tidak berlakunya lagi UUD Sementara
d. Pembentukan MPRS yang terdiri dari anggota-anggota DPR ditambah
dengan utusan-utusan dari daerah-2 dan golongan-2.
e. Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara
• Memorandum DPRGR mengenai “Sumber Tertib Hukum RI dan Tata Urutan
Peraturan Perundang-undangan RI” yang telah diterima MPRS melalui TAP
No. XX/MPRS/1966: “Hukum Darurat Negara” (Staatsnoodrecht)
Struktur UUD 1945 setelah pemberlakuan Kembali
Terdiri dari 3 bagian: (1) Pembukaan UUD/4 alinea; (2) Batang Tubuh UUD/16 bab
37 pasal, Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan; (3) Penjelasan
PENDAHULUAN
PROSES PERUBAHAN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN
1945
Tuntutan Reformasi
Antara lain:
• Amandemen UUD 1945
• Penghapusan doktrin Dwi Fungsi ABRI
• Penegakan hukum, HAM, dan pemberantasan KKN
• Otonomi Daerah
• Kebebasan Pers
• Mewujudkan kehidupan demokrasi
Sebelum Perubahan
• Pembukaan
• Batang Tubuh
- 16 bab
- 37 pasal
- 49 ayat
- 4 pasal Aturan Peralihan
- 2 ayat Aturan Tambahan
• Penjelasan
Tujuan Perubahan
Menyempurnakan aturan dasar, mengenai:
• Tatanan negara
• Kedaulatan Rakyat
• HAM
• Pembagian kekuasaan
• Kesejahteraan Sosial
• Eksistensi negara demokrasi dan negara hukum
• Hal-hal lain sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa
Hasil Perubahan
• Pembukaan
• Pasal-pasal:
- 21 bab
- 73 pasal
- 170 ayat
- 3 pasal Aturan Peralihan
- 2 pasal Aturan Tambahan
Sidang MPR
• Sidang Umum MPR 1999
Tanggal 14-21 Okt 1999
• Sidang Tahunan MPR 2000
Tanggal 7-18 Agt 2000
• Sidang Tahunan MPR 2001
Tanggal 1-9 Nov 2001
• Sidang Tahunan MPR 2002
Tanggal 1-11 Agt 2002
Kesepakatan Dasar
• Tidak mengubah Pembukaan UUD 1945
• Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia
• Mempertegas sistem presidensiil
• Penjelasan UUD 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukan ke
dalam pasal-pasal
• Perubahan dilakukan dengan cara “adendum”
Dasar Yuridis
• Pasal 3 UUD 1945
• Pasal 37 UUD 1945
• TAP MPR No.IX/MPR/1999
• TAP MPR No.IX/MPR/2000
• TAP MPR No.XI/MPR/2001
Kesepakatan Dasar:
1) Tidak merubah Pembukaan UUD 1945
2) Tetap mempertahankan NKRI
3) Mempertegas sistem Presidensiil
4) Penjelasan UUD 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukkan ke
dalam pasal-pasal
5) Melakukan perubahan dengan cara addendum
TOPIC IV: KONSTITUSI DAN KONSTITUSIONALISME
KONSTITUSI DAN KONSTITUSIONALISME
Konsep-Konsep
• Constitution dalam bahasa Inggris merupakan istilah yang pertama kali
digunakan pada abad pertengahan di Inggris yang berakar dari bahasa latin
constitut, yang bermakna “established, appointed” yang berasal dari kata
kerja constituere, con berarti “together” dan statuere bermakna “set up”
http://oxforddictionaries.com/definition/english/constitution
• Dengan arti konstitusi sebagai pendirian (set up) atau penetapan (enactment),
maka hal yang harus di ’constitute’ (ditetapkan) adalah bersifat lasting,
inclusive, principled, and fundamental (Hanna Fenichel Pitkin, The Idea
of a Constitution)
• M. Laica Marzuki : “permakluman tertinggi yang menetapkan hal-hal
mengenai antara lain pemegang kedaulatan tertinggi, struktur negara, bentuk
negara, bentuk pemerintahan, kekuasaan legislatif, kekuasaan peradilan dan
pelbagai lembaga negara serta hak – hak rakyat. (M. Laica Marzuki,
Konstitusionalisme dan Hak Asasi Manusia)
Definisi perkembangannya
• Heringa dan Kiiver menyatakan bahwa konstitusi memiliki arti yang sempit
atau formal dan arti yang luas atau substantif. Dalam arti sempit atau formal,
konstitusi adalah dokumen tertulis yang terkodifikasi yang berisi aturan-
aturan dasar yang mengatur Pemerintahan sebagai entitas sosio-politik pada
negara-negara tertentu, sedangkan sebagai dokumen yang berisi aturan dasar
• dalam arti yang luas atau substantif, adalah seluruh aturan- aturan dasar yang
mengatur entitas sosial-politik dimana bentuknya dapat terkodifikasi dalam
satu dokumen atau tersebar dalam beberapa dokumen, baik tertulis maupun
dalam bentuk kebiasaan-kebiasaan.
(Aalt Willem Heringa and Philipp Kiiver, Constitutions Compared– An
Introduction to Comparative Constitutional Law)
• Thomas Paine mendefinisikan konstitusi sebagai :
• “The body of elements …which contains the principle on which the
government shall be established, the manner in which it shall be organized,
the powers it shall have, the mode of elections, the duration of
parliaments, or by what other name such bodies may be called; the powers
which the executive part of the government shall have, and, in fine, everything
that relates to the compleat of organization of a civil government, and the
principles on which it shall act, and by which it shall be bound’.
(Thomas Paine, The Right Of The Man (1791) , The Writings Of Thomas Paine
Collected And Edited By Moncure Daniel Conway Volume II, 1779 –
1792)
Maka
• Mengapa Konstitusi isinya perihal :
power map, alokasi kekuasaan, prinsip-prinsip mengenai kekuasaan, norms,
regulate …, hubungan organ..
Sartori : …. for the purpose of restraining arbitrary power
Konstitusionalisme
• Charles Howard Mac.Iwan menyatakan esensi gagasan awal hingga
kontemporer dari konstitusionalisme adalah tetap, yaitu:
• ‘constitutionalism has one essential quality: It is a legal limitation of
government; it is the antithesis of arbitrary rule; it opposite is despotic
government; the government of will instead of law. …the most ancient, the
most persistent and the most lasting of the essentials of true constitutionalism
still remains what it has been almost from the beginning, the limitation of
government by law
Materi Muatan
• Pengakuan dan Jaminan Perlindungan HAM : Jerman, Belanda, Malaysia,
Indonesia
• Lembaga Negara dan Hubungan Lembaga Negara : Amerika Serikat,
Indonesia, Perancis.
• Identitas dan Prinsip Dasar : Amerika, Indonesia, Perancis
• Hukum – nya negara : Jerman, Indonesia
Fungsi Konstitusi
a. Fungsi penentu atau pembatas kekuasaan
b. Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara
c. Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antara organ negara dengan
warga negara
d. Fungsi pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasaan negara
ataupun kegiatan penyelenggaraan kekuasaan negara
e. Fungsi penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasaan
yang sah kepada organ negaraf.
f. Fungsi simbolik yaitu sebagai sarana pemersatu (symbol of unity),
sebagai rujukan identitas dan keagungan kebangsaan (identity of
nation) serta center of ceremony)
g. Fungsi sebagai sarana pengendalian masyarakat (social control), baik
dalam arti sempit yaitu bidang politik dan dalam arti luas mencakup
bidang sosial ekonomi.
h. Fungsi sebagai sarana perekayasa dan pembaharuan masyarakat
(social engineering atau social reform)
Konstitusi Institusional
• Materi muatan konstitusi (salah satunya) adalah tentang lembaga-lembaga
negara (institusi, staat organ, staat-inrichting)
• Pengaturan tentang lembaga-lembaga negara (institusi) adalah pengaturan
yang berdasar pada dua pertimbangan :
a. Prinsip dasar mengenai kekuasaan (pembatasan/konstitusionalisme)
b. Respon atas tujuan negara dan kompleksitasnya (Strategi kelembagaan
dalam mencapai tujuan negara)
Pembukaan Konstitusi
• Liav Orgad mengidentifikasi 5 karakter isi pembukaan atau pasal-pasal awal
dalam konstitusi dalam lima kategori, yakni berisi perihal: Prinsip
Kedaulatan, Sejarah Negara/Bangsa, Tujuan Utama, Identitas Nasional, dan
Ketuhanan atau Agama. Indonesia dalam konteks pengertian konstitusi
sebagai manifesto politik, jelas berisi sejarah negara yang memutus masa
kolonial ke masa kemerdekaan dan berisi pula tujuan negara. (Liav Orgad,
Preamble in Constitutional Interpretation, Oxford University Press and New
York University School of Law, 2010)
Kesepakatan Amandemen
• Tidak mengubah Pembukaan UUD 1945
• Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik
Indonesia
• Mempertegas sistem presidensiil
• Penjelasan UUD 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukan ke
dalam pasal-pasal
• Perubahan dilakukan dengan cara “adendum”
Apakah demokrasi?
1. Etimologis: “demokrasi “
demos = rakyat dan cratein /cratos = kekuasaan / kedaulatan
“demokrasi”= kedaulatan rakyat – kekuasaan tertinggi berada dlm
keputusan rakyat, dimana rakyat yang berkuasa, pemerintahan rakyat dan
kekuasaan oleh rakyat
DEMOKRASI
A. Rakyat sbg pemegang kekuasaan
B. Rakyat sbg pembuat dan penentu keputusan dan kebijakan tertinggi dlm
penyelenggaraan negara dan pemerintahan
C. Rakyat sbg pengontrol thd pelaksanaan kebijakannya baik yg dilakukan
scr langsung oleh rakyat atau mll perwakilan.
Prinsip demokrasi
Persamaan adalah semua rakyat mempunyai persamaan kesempatan dan
kesamaan kedudukan di depan hukum.
Kebebasan adalah Rakyat bebas utk berserikat, berkumpul, berbicara dan
berpendapat
Pluralisme adalah pengakuan bhw keragaman budaya, etnis, agama, pemikiran
dll mrpk hal yg tdk terelakan (toleransi utk meminimalkan konflik)
TOPIC VI: BADAN PERWAKILAN
Kehendak rakyat adalah unsur penentu
J.J. Rousseau Kedaulatan Rakyat = cara atau sistem pemecahan suatu masalah
menurut cara atau sistem tertentu yang memenuhi kehendak umum
Latar belakang lahirnya lembaga perwakilan
1. Bertambahnya penduduk;
2. Luasnya wilayah negara;
3. Bertambah rumitnya urusan kenegaraan
Nama-nama lembaga perwakilan
Parlemen, Parliament, Congress, Knesset, Diet, Cortes.
Fungsi lembaga perwakilan
1. Fungsi pengaturan/legislasi;
2. Fungsi ‘pengawasan’, penyeimbang cabang kekuasaan lain
3. Fungsi budgeting, terkait dengan pengelolaan ‘kekayaan’ bersama yg dimiliki
oleh Negara
Unsur keterwakilan
1. Based on population
2. Political representation
3. Based on territory
4. Representasi kelas tertentu (kelompok profesi, kelompok minoritas).
Pilihan Struktur Badan Perwakilan
1. Unikameral
2. Bikameral
3. Tricameral
Bikameral, Giovanni Sartori (1997)
a) Asymmetric bicameralism/ weak bicameralism/ soft bicameralism:
Kekuatan salah satu kamar lebih dominan terhadap kamar yang lainnya;
b) Symmetric bicameralism atau strong bicameralism: Apabila kekuatan
antara kamar nyaris sama kuat;
c) Perfect bicameralism: Apabila kekuatan antara kedua kamar betul-betul
seimbang.
Pengisian Jabatan
a) Melalui pemilihan umum oleh rakyat –US, Indonesia
b) Pemilihan secara tidak langsung (oleh local/provincial governments) – India,
Germany, Argentina, Austria
c) Lower house memilih upper house –Zimbabwe
d) Pengangkatan oleh kepala pemerintahan atau kepala negara – Thailand,
Canada
e) Pengangkatan berdasarkan keturunan (hereditary, inheritance) (cara
pemilihan menentukan legitimasi/akuntabilitasnya, kedudukan, fungsi dan
wewenang yang berbeda)
KEDUDUKAN dan SUSUNAN DAN KEANGGOTAAN MPR RI
SEBELUM PERUBAHAN UUD NRI 1945
a) MPR adalah PENJELMAAN seluruh rakyat dan merupakan LEMBAGA
TERTINGGI NEGARA, pemegang dan pelaksana kedaulatan rakyat
b) MPR terdiri atas anggotaanggota DPR, ditambah dengan utusan-utusan dari
daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan
dengan UU
SESUDAH PERUBAHAN UUD NRI 1945
a) MPR adalah Lembaga Permusyawaratan Rakyat yang berkedudukan sebagai
LEMBAGA NEGARA
b) MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui
pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan UU
Teori Konstitusi
Sumber: Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia oleh Moh. Kusnardi dan
Harmaily Ibrahim, Materi Perkuliahan Asas-asas Hukum Tata Negara FH UI
Semester Genap 2021, dan Sumber Perundangan Lainnya.
Korepondensi: Yasmin Hana Azizah*
*: Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia Angkatan 2020
Istilah Konstitusi
Yunani Kuno
Bersifat materiil karena belum dicatatkan ke dalam naskah tertulis.
Paham Aristoteles:
1. Politea: Konstitusi, mempunyai kekuasaan untuk membentuk.
2. Nomoi: Undang-Undang biasa, hanya berupa materi.
Respublica constituere→ Princep Legibus Solutus est, Salus Publica Supreme
Lex: Raja berhak menentukan struktur negara, pembuat UU.
Romawi Kuno
Meniru bangsa Yunani dan mencoba menyusun suatu pemerintahan dengan
Raja yang mutlak.
Terdapat perjanjian perpindahan kekuasaan dari tangan rakyat kepada Raja secara
mutlak (translatio empirii)→ diletakkan dalam Lex Regia→ paham
Caesarismus→ Princep Legibus Solutus est, Salus Publica Suprema Lex.
Abad Pertengahan
Aliran Monarchomachen: Membenci kekuasaan Raja yang Mutlak, golongan
Calvinis.
Perjanjian mengenai hak dan kewajiban Raja serta warga dituliskan dalam
Leges Fundamentalis. Rex sama dengan hak rakyat, Regnum sama dengan hak
Raja untuk memerintah.
Istilah Dalam Beberapa Bahasa
Konstitusi/Constitutio→ Ius: Hukum atau Prinsip
Inggris: Constitution
Belanda: Constitutie/Grondwet/Staatsregeling
Jerman: Verfassung /Gerundgesetz/Konstitution
Perancis: Droit Constitutionnel/Loi Constitutionnel
Indonesia: Konstitusi/Undang-Undang Dasar
Pengertian Konstitusi
K.C. Wheare
Konstitusi adalah resultan dari berbagai kekuatan; politik, ekonomi, dan sosial
yang berjalan pada waktu pembentukannya
Prof. Dr. G. J. Wolhoff
Undang-undang yang tertinggi dalam negara, memuat dasar-dasar seluruh
sistem hukum dalam negara tersebut.
Hans Kelsen (General Theory of Law and State)
Dasar dari tata hukum nasional dan dibedakan menurut tinjauan teori hukum
dan teori politik.
"The hierarchical structure of the legal order of a State is roughly as follows:
Presupposing the basic norm, the constitition is the highest level within National
Law. The constitution is here understood, not in a formal, but in material sense."
Hafiz Habibur Rahman (Political Science and Government)
"A body of fundamental, written or unwritten, which determines the organization or
structure of the government, distributes powers, and determine the relations among
the organs of the government."
Herbert John Spiro
"The body of doctrines and practices that form the fundamental organizing principle
of a political state."
1. Amerika Serikat→ A spesific written document
2. Inggris→ A collection of documents, statutes and traditional practices that are
generally accepted as governing political matters.
Carl J. Friedrich (Constitutional Government and Democracy Theory and
Practice in Europe and America)
Filosofis (philosophical)
Struktural (structural)
Legal (legal)
Dokumentarian (Documentarian)
Prosedural (Procedural)
Ferdinand Lasalle (Uber Verfassungwessen)
1. Pengertian Sosiologis dan Politis
2. Pengertian Juridis→ Dilihat sebagai satu naskah hukum yang memuat
ketentuan dasar mengenai bangunan negara dan sendi-sendi pemerintahan
negara.
Herman Heller (Staatrecht)
1. Politis dan sosiologis→ Cermin kehidupan sosial politik yang nyata dalam
masyarakat.
2. Juridis→ Suatu kesatuan kaedah hukum yang hidup dalam masyarakat.
3. Tertulis dalam satu naskah UUD→ Hukum yang tertinggi, belaku dalam suatu
negara.
Mustafa Fakhri
Dokumen hukum buatan manusia yang paling powerful saat ini; tidak hanya
dapat memberikan jaminan atas hak-hak paling hakiki bagi jutaan manusia,
melainkan juga dapat memangkas kekuasaan raja paling absolut, bahkan dapat
juga memberi kekuasaan pada orang biasa sekalipun.
The International Institute for Democracy and Electoral Assistance
A body of basic laws and principles that describes the general organization and
operation of the state and contains fundamental principles and norms that
underlie and guide all government action ...
A legal, political and social instrument ...
Pengertian Hukum
Konstitusi dalam pengertian material yang meliputi norma-norma yang
mengatur proses pembentukan UU.
Dalam teori politik, konsep konstitusi mencakup juga norma-norma yang
mengatur pembentukan dan kompetensi dari organ-organ eksekutif dan
judisial tertinggi.
Tujuan Konstitusi
CF Strong
Untuk membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah, menjamin hak-hak
rakyat yang iperintah dan menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat.
Jimly Asshiddiqie
Keadilan
Ketertiban
Perwujudan nilai-nilai ideal seperti kemerdekaan atau kebebasan dan
kesejahteraan atau kemakmuran bersama
Klasifikasi Konstitusi
1. Arti Luas→ Konstitusi tertulis dan tidak tertulis.
2. Arti Sempit→ Konstitusi tertulis atau UUD.
A Written Constitution
The fundamental principles concerning the legislature, the executive and the
judiciary, and their powers, the fundamental rights of their citizen and lastly
provisions regarding the amendment of the constitution itself are clearly written
down in a document.
An Unwritten Constitution
These are mainly found usages, customs, traditions and conventions of the
country.
The constitution of Britain and Israel is a striking example of this type of
constitution.
Habiburrahman
"Every written constitution has come unwritten element and every unwritten
constitution has some written element."
C.F. Strong
"Tidak ada konstitusi yang benar-benar tertulis dan tidak tertulis."
Konstitusi Inggris→ Tidak tertulis, tetapi ada beberapa UU yang
memodifikasi, misalnya The Bill of Right (1689) yang merupakan hukum
tertulis.
Konstitusi AS→ Tertulis, tetapi ada beberapa kebiasaan atau konvensi yang
tumbuh dan berkembang.
Phillips Hood and Jackson
Konstitusi Tertulis→ Aturan yang menentukan susunan dan kekuasaan
organ- organ negara yang mengatur hubungan antarorgan negara serta
hubungan organ-organ itu dengan warga negara.
Sifat Konstitusi
1. Flexible→ Konstitusi Kerajaan Inggris dan Italia
2. Rigid→ Konstitusi Perancis dan AS
Indikator
Mudah atau sulitnya prosedur perubahan suatu konstitusi.
Mudah atau sulitnya suatu konstitusi mengikuti perkembangan jaman.
Nilai Konstitusi
Berdasarkan Karl Lowenstein (Reflection of the Value of Constitutions):
1. Nilai Normatif (Normative Value)→ Konstitusi berlaku dalam negara dan
normanya dilaksanakan dalam kenyataan.
2. Nilai Nominal (Nominal Value)→ Konstitusi berlaku dalam negara, tetapi ada
pasal-pasal tertentu yang belum dilaksanakan.
3. Nilai Semantik (Semantical Value)→ Konstitusi berlaku dalam negara, tetapi
hanya dijadikan semboyan pembenaran semata.
Perubahan UUD
UUD lama diganti dengan rumusan UUD baru.
Terjadi loncatan konstitusi dari yang lama ke yang baru.
Perancis: Konstitusi baru Republik Perancis V
Indonesia: UUD 1945→ RIS 1949→ UUDS 1950→ ".. Piagam Jakarta 22 Juni
1945 menjiwai UUD 1945 .."—Dekrit Presiden 5 Juli 1959
Jepang: Showa Constitution of Japan→ The Constitution of Japan (McArthur
3/11/1946) yang terdiri dari Pembukaan, 11 Bab, dan 103 Pasal.
Perubahan Konstitusi
K.C. Wheare (Modern Constitution)
Formal Amendment,
Constitutional Convention,
Judicial Interpretation, or
Some Primary Forces.
C.F. Strong
1. Legislatif→ Dilakukan dengan pembatasan-pembatasan tertentu.
2. Rakyat→ Dilakukan melalui referendum.
3. Negara-negara Serikat→ Dilakukan pada negara berbentuk negara serikat.
4. Konvensi→ Dilakukan oleh suatu lembaga negara khusus yang dibentuk
untuk keperluan perubahan.
Sejarah Konstitusi di Indonesia
Indonesia pernah memberlakukan referendum untuk melakukan perubahan
UUD, yaitu dalam Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1983 dan diperjelas dalam
UU No. 5 Tahun 1985.
UU No. 5 Tahun 1985: Referendum dianggap sah apabila:
1. Diikuti oleh minimal 90% dari jumlah Pemberi Pendapat Rakyat yang
terdaftar telah menggunakan haknya.
2. Minimal 90% dari Pemberi Pendapat Rakyat yang menggunakan haknya,
menyatakan persetujuannya.
TAP MPR RI No. IV Tahun 1983 dicabut oleh TAP MPR No. 8 Tahun 1998.
UU No. 5 Tahun 1985 dicabut oleh UU No. 6 Tahun 1999 (23/03/1999).
Setelah TAP MPR dan UU tentang Referendum dicabut, MPR RI memiliki
legitimasi untuk melakukan perubahan konstitusi, sesuai dengan suara
mahasiswa yang menghendaki MPR RI untuk melakukan reformasi konstitusi.
The 2nd Framers of The Constitution bermufakat untuk:
1. Tidak mengubah pembukaan UUD 1945.
2. Tetap mempertahankan NKRI.
3. Mempertegas sistem pemerintahan presidensial.
4. Penjelasan UUD 1945 ditiadakan serta hal-hal normatif dalam penjelasan
dimasukan ke dalam pasal atau batang tubuh konstitusi.
5. Perubahan dilakukan dengan cara adendum.
Amandemen UUD 1945
1. Sidang Umum MPR (14—21/10/1999): Ps. 5, 7, 9, 13, 14, 15, 17, 20, dan 21.
Mengubah 9 Pasal dari total 37 Pasal.
2. Sidang Tahunan MPR (7—18/08/2000): Ketentuan konstitusi dalam 5 Bab dan
25 Pasal di diantaranya tentang Hak Asasi Manusia.
3. Sidang Tahunan MPR (1—9/11/2001): Ragam ketentuan mengenai Bentuk dan
Kedaulatan Negara, Kewenangan MPR, Kepresidenan, Impeachment,
Keungan Negara, Kekuasaan Kehakiman, dan lainnya.
4. Sidang Tahunan MPR (1—1/08/2002): Penyesuaian untuk perubahan-
perubahan sebelumnya termasuk melakukan pengahapusan atau
penambahan Pasal atau Bab.
Sebelum mengalami perubahan: 71 butir ketentuan ayat dan/atau Pasal
Setelah mengalami perubahan: 199 butir ketentuan ayat dan/atau Pasal
Hanya 25 butir ketentuan yang tidak mengalami perubahan sama sekali dan
mengalami penambahan 174 butir ketentuan di dalamnya.
Reformasi Konstitusi melahirkan berbagi lembaga negara sehingga
ketatanegaraan RI mengalami perubahan mendasar.
Konstitusi yang sudah mengalami amandemen disebut UUD NRI tahun 1945.
Pasal 37 UUD NRI tahun 1945
1. Usul perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR
apabila diajukan oleh minimal 1/3 dari jumlah anggota MPR.
2. Setiap usul perubahan pasal-pasal UUD diajukan secara tertulis dan
ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk dibuah beserta
alasannya.
3. Untuk mengubah pasal-pasal UUD, harus dihadiri oleh minimal 2/3 dari
jumlah anggota MPR.
4. Putusan untuk mengubah pasal-pasal UUD dilakukan dengan persetujuan
minimal 50%+1 dari seluruh anggota MPR.
5. Bentuk NKRI tidak dapat dilakukan perubahan.
Pasal 7B ayat (7) UUD NRI tahun 1945
Keputusan MPR atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden
harus diambil dalam rapat paripurna MPR yang dihadiri minimal 3/4 dari
jumlah anggota dan disetujui minimal 2/3 dari jumlah anggota yang hadir,
setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan
penjelasan dalam rapat paripurna MPR.