Anda di halaman 1dari 117

Teori Pemisahan Kekuasaan (Separation of Power)

Sumber: Max Planck Encyclopedia of Comparative Constitutional Law, History of Political


Thought Vol.31 No.3, Cato Handbook for Policymakers Ed.8, De l’Esprit des Loix (1728), dan
Materi Perkuliahan Asas-asas Hukum Tata Negara FH UI Semester Genap 2021.
Korespondensi: Lusi Putri Yuzarni*
*: Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia Angkatan 2020

Kata Kunci:
# Pemisahan Kekuasaan/separation of power: Pemisahan kekuasaan pemerintahan ke dalam
institusi berbeda yang terdiri atas individu-individu terpisah yang dapat melakukan
pemeriksaan dan kontrol terhadap institusi lainnya—Max Planck Encyclopedia of
Comparative Constitutional Law.
# Checks and balances: Sistem yang memperbolehkan tiap cabang dalam pemerintahan
untuk memeriksa dan membatasi tindakan dari cabang lainnya demi menghindari satu
cabang memegang kekuasaan yang berlebihan—Merriam-Webster Dictionary.
# Pemerintahan campuran/mixed government: Bentuk pemerintahan yang tersusun atas
campuran dan interaksi antar unsur monarki, oligarki, dan demokrasi—History of Political
Thought, Vol.31 No.3.
# Pemerintahan terbatas/limited government: Pemerintahan yang diberikan wewenang dan
alat untuk menjaga hak-hak sipil, namun tidak sebegitu besar untuk membatalkan atau
merusak fungsi itu sendiri—Cato Handbook for Policymakers Ed. 8.

Lini masa:
1. Aristoteles, Politiká (Abad ke-4 SM): Menyatakan sebuah konsep pemerintahan yang
dibagi dalam tiga bagian: pejabat publik, majelis umum, dan pengadilan.
2. Polybius, Historíai VI (Abad ke-2 SM): menyatakan bahwa pemerintahan Republik
Romawi (509 SM-27 SM) merupakan bentuk yang tepat dari kombinasi demokrasi
(comitia: majelis, institusi tertinggi), aristokrasi (senatus: senat, penasihat hakim/konsul),
dan monarki (magistratus: hakim dan/atau konsul)→sebuah bentuk mixed government.
3. Pengukuhan Octavian sebagai Princeps (27 SM): Dimulainya Keprinsipalan Romawi
(awal dari Kekaisaran Romawi, sebuah monarki absolut), menggantikan republik secara
perlahan.
4. Magna Carta (1215), yang mengaspirasi Petition of Right (1628) dan kemudian Bill of
Rights (1689): menandakan adanya semangat pembatasan kekuasaan monarki, menuju
suatu limited governments demi menjaga kepentingan dan hak-hak sipil.
5. Abad ke-13, penginstitusian Parlemen Inggris yang sebelumnya hanya bersifat sebagai
penasihat→bikameral: House of Lords (bangsawan dan pendeta) dan House of Commons
(burgess dan knight).
6. Perang Sipil Inggris (1642-1651) dan kemudian Revolusi Agung (1688): menandakan
berakhirnya monarki absolut di Inggris: monarki memegang kekuasaan eksekutif,
sedangkan kekuasaan legislatif ditangan parlemen.
 Constitutional Reform Act, 2005 c. 4: menegaskan pemisahan kekuasaan yudikatif
dari kekuasaan legislatif dan eksekutif demi memenuhi separation of powers.
7. Zaman Pencerahan (Abad ke-17—18): munculnya ide-ide pembaharuan diantaranya
terkait pemerintahan konstitusional, pemisahan agama dan negara, dan konsep-konsep
menuju demokrasi modern lainnya.
i. John Locke, Two Treatises of Civil Government (1689): Pada bagian kedua (Second
Treatise), membagi pemerintahan dalam tiga institusi:
 Legislatif: sebagai kekuasaan tertinggi, berwewenang mengarahkan negara
dalam mencapai kepentingan negara. Memiliki kekuasaan untuk membuat
hukum, namun tetap merupakan subjek dari hukum itu sendiri.
 Eksekutif: kekuasaan yang bertanggung jawab dalam menegakkan hukum
sehari-hari.
 Federatif: kekuasaan yang berwewenang dalam tindakan-tindakan keluar
negara/hubungan internasional.
ii. Montesquieu, De l’Esprit des Loix (1728): Memodelkan pembagian pemerintahan
dari ide Locke serta konstitusi Republik Romawi dan Inggris:
 Legislatif: memiliki kekuasaan membuat hukum yang bersifat sementara
ataupun tetap dan kekuasaan untuk mengubah dan menghapus hukum.
 Eksekutif: menegakkan keamanan publik, melindungi dari invasi, mengirim
dan menerima duta, serta menetukan perang.
 Yudikatif: berkuasa untuk menghukum kriminal, menyelesaikan sengketa,
dan melindungi hak individu.
8. Gelombang demokrasi/Waves of Democracy (Abad ke-19—20): Pergeseran pemerintahan-
pemerintahan dunia ke bentuk demokratis.
i. Gelombang pertama: dipicu perkembangan demokrasi Amerika dan kemudian
perkembangan politik pasca-Perang Dunia I.
ii. Gelombang kedua: sebagai dampak dari perkembangan politik dunia pasca-Perang
Dunia II.
iii. Gelombang ketiga: dipicu semangat dekolonialisasi dan kemudian keruntuhan
komunisme.

Pembagian Kekuasaan dalam Demokrasi Modern


I. Legislatif
 Dari Latin lex (hukum) + Latin latus (mengangkat).
 Berwenang membuat, mengubah, dan menghapus hukum.
 Berisikan wakil rakyat dan bangsawan— Montesquieu.
 Dilaksanakan oleh seluruh rakyat— Montesquieu dan Jean-Jacques Rousseau.
 Istilah:
1) Legislasi (kata benda): perundang-undangan.
2) Legislasi (kata kerja): membuat undang-undang.
3) Legislature/Lembaga Legislatif: lembaga pembuat undang-undang: parlemen,
kongres, dan majelis semacam lainnya—Kenneth Wheare.
4) Disebut kongres pada pemerintahan presidensial dan parlemen pada
pemerintahan parlementer—Arend Lijphart.
A. Fungsi parlemen
1. Carl J. Friedrich, Constitutional Government and Democracy:
a. Fungsi representative: perwakilan rakyat.
b. Fungsi deliberative: pemecahan masalah dan pengawasan.
2. Jimly Asshidiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara:
a. Representasi/perwakilan:
 Formal: kehadiran
 Substantif: aspirasi atau ide
b. Legislasi/pengaturan:
 Membuat undang-undang
 Membahas rancangan undang-undang
 Pengesahan rancangan undang-undang
 Ratifikasi dokumen-dokumen hukum.
c. Kontrol/pengawasan:
 Pengawasan atas penentuan kebijakan
 Pengawasan atas pelaksanaan kebijakan
 Pengawasan atas penganggaran dan belanja negara
 Pengawasan atas pelaksanaan anggaran dan belanja negara
 Pengawasan atas kinerja pemerintah
 Pengawasan, persetujuan, dan pertimbangan atas pengangkatan
pejabat publik.
d. Deliberatif dan resolusi konflik
B. Struktur parlemen
Terdiri atas satu atau lebih kamar (n-kameral). Dengan unikameral (satu kamar)
dan bikameral (dua kamar) sebagai bentuk paling umum.
1. Kriteria kamar
a. Memiliki kewenangan sesuai fungsi parlemen.
b. Memiliki anggota dari golongan rakyat tertentu.
c. Memilik mekanisme kelembagaan sendiri.
2. Faktor pemilihan bentuk parlemen
a. Geografi/luas wilayah.
b. Demografi/struktur dan jumlah populasi.
c. Bentuk negara itu sendiri.
3. Fungsi legislasi dalam berbagai sistem pemerintahan
a. Parlementer: eksekutif dan legislatif tidak terpisah jelas (fungsi dan
jabatannya).
b. Presidensial
 Eksekutif dan legislatif terpisah jelas.
 Eksekutif mempunyai hak veto dan dapat mengajukan rancangan
undang-undang.
c. Semi-presidensial: eksekutif memiliki peran dominan dan prioritas dalam
legislasi.
II. Eksekutif
 Dari latin ex- (keluar) dan sequor (mengikuti).
 Sebagai penegak berkelanjutan hukum yang telah dibentuk oleh legislatif—John
Locke.
A. Ruang lingkup
1. Sempit: pemimpin tertinggi eksekutif semisal presiden.
2. Luas: termasuk komponen pendukung eksekutif semisal kementerian dan
lembaga penegak hukum.
B. Fungsi eksekutif
 Setidaknya memiliki tiga fungsi (Jean Bondel):
a. Konsepsi: perancangan kebijakan dan pertimbangan realistis terhadap
rancangan tersebut.
b. Implementasi: Pelaksanaan kebijakan dan pengawasan terhadap
pelaksanaan tersebut.
c. Koordinasi: sinkronisasi antar pelaksana dan kebijakan dalam
implenetasinya.
 Sebagai perumus dan pelaksana kebijakan setalah kebijakan memperoleh
kekuatan hukum—C.F.Strong.
 Melaksanakan kebijakan dan memberikan, dengan instrumen formulasi dan
implementasi kebijakan-kebijakan—Duncan Watts.Melakukan formulasi dan
pengarahan kebijakan—Brian Duignan.
C. Kekuasaan Presiden:
1. Di bidang pemerintahan:
 Memegang kekuasaan pemerintah—Pasal 4 ayat 1 UUD.
 Memegang kekuasaan tertinggi militer—Pasal 10 UUD.
 Mengangkat dan memberhentikan menteri—Pasal 17 Ayat 2 UUD.
 Dan sebagainya.
2. Di bidang perundang-undangan:
 Mengajukan RUU kepada DPR—Pasal 5 ayat 1 UUD.
 Menetapkan PP untuk menjalankan undang-undang—Pasal 5 ayat 2
UUD.
 Menetapkan PERPU—Pasal 22 ayat 1 UUD.
 Dan sebagainya.
3. Di bidang kehakiman:
 Menetapkan hakim agung dari usul KY dan pertimbangan DPR—Pasal
23F ayat 1 UUD.
 Memberikan grasi dan rehabilitasi dengan persetujuan MA serta amnesti
dan abolisi dengan persetujuan DPR—Pasal 14 UUD.
 Mengajukan, dan kemudian menetapkan hakim konstitusi—Pasal 24C
ayat 3 UUD.
 Dan sebagainya.
 Jabatan eksekutif sebaiknya diisi oleh seseorang individu, dibanding banyak,
karena dibutuhkan untuk melakukan aksi segera. Sebaliknya terjadi pada
legislatif—Montesquieu.
D. Pengisian jabatan presiden:
1. Pemilihan.
2. Perwakilan.
3. Pergantian.
4. Pemangkuan sementara.
III. Yudikatif
 Berasal dari bahasa Latin iudex: ius (hukum) + dicere (menyatakan).
 Sebagai perwujudan separation of power dan rule of law.
 Dalam teori pemisahan kekuasaan oleh John Locke, kekuatan yudisial merupakan
prerogatif eksekutif: “the power of doing public good without a rule,” Second
Tratises.
 Sementara Montesquieu menyatakan fungsi yudisial harus berdiri sendiri: hakim
yang membuat hukum dapat mengakibatkan kesewenang-wenangan, sementara
hakim yang melaksanakan hukum dapat mengakibatkan penindasan.
A. Yudisial dalam perspektif islam:
1. Beberapa dalil: QS.Al-Anbiya:78—79, As-Sad:26, Al-Maidah:48—49
2. Abu Hasan Al-Mawardi, Al-Hakam Al-Sultaniyah (1072):
a. Al Qada (kehakiman): cabang pemerintahan yang penting
b. Keadilan adalah basis negara yang berhasil.
c. Dibutuhkan pihak yang kompeten untuk memberi keadilan yang ideal
B. Independence of Judiciary
 Kebebsan dalam urusan peradilan atau kebebesan menyelenggarakan fungsi
yustisial—Bagir Manan, Kekusaan Kehakiman.
 Tujuan:
a. Pemisahan kekuasaan yudisial melindungi kebebasan dan hak individu
b. Kebebasan kehakiman mencegah kesemena-menaan dan penindasan
c. Kebebasan kehakiman menjamin sistem pemerintahan berjalan dengan
baik sesuai hukum
 Oemar S. Adji, Peradilan Bebas Negara Hukum (1985): Rule of Law
mensyaratkan suatu pengadilan yang bebas; tetapi tidak pula semena-mena.
C. Limitasi Kehakiman:
1. Hanya memutus menurut hukum
2. Hanya memutus untuk memberi keadilan
3. Dalam pencarian keadilan berpegang pada asas hukum umum dan asas
keadilan umum
4. Hakim dapat ditindak atas kesemena-menaan
D. Bangalore Principles; Kode Etik dan Perilaku Hakim:
1. Independensi
2. Ketidakberpihakan
3. Integritas
4. Kepantasan
5. Kesetaraan
6. Kompetensi dan Ketekunan
E. Bentuk-bentuk independensi hakim:
1. Kemerdekaan substantif: memberi keadilan atas penalaran hukum sendiri,
bukan penalaran pihak lain.
2. Kemerdekaan personal: jaminan atas jabatan dan penunjukan tidak dari
eksekutif.
3. Kemerdekaan Peradilan sebagai organisasi: kewenangan administrasi
4. Kemerdekaan internal: tidak mendapat intervensi dari hakim dan pejabat
yudisial lainnya
F. Jaminan:
1. Universal Declaration of Human Right (1948)
2. International Covenant on Civil and Political Rights (1966)
3. Pasal 24 UUD 1945
4. UU No.48 Tahun 2009 tentang kekuasaan kehakiman
Pengertian-Pengertian Umum HTN
Sumber: Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara oleh Prof. Jimly Asshiddiqie, Pengantar
Hukum Tata Negara Indonesia oleh Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, serta Materi
Perkuliahan Asas Hukum Tata Negara FH UI Semester Genap 2021.
Korespondensi: Yasmin Hana A.*
*: Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia Angkatan 2020

Peristilahan dan Definisi HTN


A. Peristilahan
Perancis→ Droit Constitutionnel
Inggris→ Constitutional Law
Jerman→ Staatrecht; Verfassungsrecht, lawan dari verwaltungsrecht (HAN)
Belanda→ Staatsrecht/state law: arti luas (in ruimere zin) dan sempit (in
engere zin)

B. Definisi
Definisi berdasarkan para ahli
1. C. Van Vollenhoven: Mengatur masyarakat berdasarkan tingkatan yang
menentukan wilayah atau lingkungan rakyatnya, badan hukum yang
bersangkutan beserta fungsi di dalamnya, dan susunan kewenangan
badan yang sudah dibentuk.
2. Van der Pot: Peraturan untuk menentukan badan beserta
kewenangannya serta mengatur pula hubungannya satu sama lain dan
hubungan dengan masyarakat. Mencakup hak asasi manusia, kegiatan
negara, dan kegiatan warga negara.
3. Mac Iver: Hukum memiliki dua golongan. Pertama, constitutional law,
yaitu hukum yang mengatur negara. Kedua, ordinary law, yaitu hukum
yang digunakan negara untuk mengatur objek selain negara.
A.V. Dicey: Peraturan yang memengaruhi distribusi atau
pembagian dan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat. Mengatur
hubungan antarpemegang kekuasaan negara yang tertinggi satu
dengan yang lainnya.
4. A.W. Bradley dan K.D. Ewing: Mencakup bagian dari hukum nasional
yang mengatur administrasi negara dan hubungan antara individu
dengan negara. Aturan mendahului keberadaan negara yang didalamnya
mencakup struktur dan fungsi organ utama negara serta hubungan
antarorgan tersebut maupun antara organ tersebut dengan warga
perseorangan.
5. Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim: Sekumpulan peraturan yang
mengatur organisasi negara, hubungan antaralat perlengkapan negara
secara vertikal maupun horizontal, dan kedudukan warga negara serta
hak asasinya.
6. Jimly Asshiddiqie: Hukum dan kenyataan tentang nilai luhur dan cita-
cita kolektif rakyat, forrmat kelembagaan organisasi negara, mekanisme
hubungan antarlembaga negara, dan mekanisme hubungan antara
lembaga negara dan warganya.
Definisi secara keseluruhan
Cabang ilmu hukum publik.
Kajian mengenai organ negara dan fungsi serta mekanisme hubungan
antarorgan negara maupun antara organ dengan warga negaranya.
Tidak hanya sebagai Recht ataupun Wet, tetapi juga Lehre (teori).
Mencakup verfassungsrecht (hukum konstitusi) dan verfassunglehre (teori
konstitusi).
Secara luas mencakup negara dalam keadaan diam (staat in rust) dan
keadaan bergerak (staat in beweging).
Hakikat konstitusi
Konsensus antarrakyat untuk hidup bersama dalam suatu komunitas
bernegara dan kewarganegaraan.
Konsensus kolektif mengenai format kelembagaan organisasi negara.
Konsensus kolektif mengenai pola dan mekanisme hubungan
antarlembaga negara.
Konsensus kolektif mengenai prinsip dan mekanisme hubungan antara
lembaga negara dengan warganya.
C. Pengantar HTN
Perbedaan pengertian dan asas
1. V. Vollenhoven: Vorm (pengertian) en Inhoud (asas) van Het International
Law (hukum internasional).
2. Ter Haar: Beginselen (asas) en Stelsel (pengertian) van Het Adatrecht
(hukum adat).
3. Logemann: Formeele (pengertian) Stelselmatigheid dan Materieele (asas)
Stelselmatigheid.
Dua segi kehidupan dalam peraturan hukum yang saling memengaruhi dan
dapat dibedakan berdasarkan sumbernya.
1. Kerohanian: dari dalam diri.
Berasal dari pikiran (pengertian hukum yang bersifat tetap) dan
perasaan (asas hukum yang dapat berubah).
Merupakan unsur idiil yang tidak nyata dan abstrak.
2. Lingkungan: dari luar diri.
Berupa tradisi yang dibawa sejak lahir dan disesuaikan dengan
lingkungan maupun kebiasaan.
Merupakan unsur riil yang nyata dan konkrit.
Contoh: Demokrasi
Pengertian: Pemerintahan yang memiliki peran rakyat di dalamnya, baik
secara langsung, maupun tidak langsung.
Asas: Indonesia menganut asas kekeluargaan dan musyawarah untuk
mencapai mufakat sedangkan Amerika bersifat individualistis dan hanya
berdasar pada suara terbanyak.
D. Pendekatan HTN
1. Yuridis Formil: Mempertimbangkan bangunan-bangunan hukum.
2. Filosofis: Penerapan falsafah Pancasila melalui asas musyawarah dan
kekeluargaan.
3. Sosiologis: Sudut kemasyarakatan terutama dalam aspek politis; mengenai
kepentingan dan kekuataan.
4. Historis: Prisip UUD dan perbedaannya pada tiap masa.
Ruang Lingkup dan Sumber HTN
A. Penggolongan HTN
Berdasarkan ruang lingkupnya.
1. HTN Umum: Membahas asas dan prinsip yang berlaku secara umum.
2. HTN Positif: Membahas asas dan prinsip yang berlaku di suatu wilayah
pada waktu tertentu.
Berdasarkan sifatnya
1. Statis: Negara sebagai objeknya dalam keadaan diam (staat in rust); HTN
dalam arti sempit.
2. Dinamis: Negara sebagai objeknya dalam keadaan bergerak (staat in
beweging); HTN dalam arti luas atau disebut sebagai Hukum
Administrasi Negara.
B. Ruang Lingkup
1. Konstitusi sebagai hukum dasar, dilengkapi dengan berbagai aspek yang
mendukung sesuai perkembangannya dalam sejarah kenegaraan negara yang
bersangkutan.
2. Pola-pola dasar ketatanegaraan, sebagai acuan dari pengorganisasian
institusi.
3. Struktur kelembagaan negara dan mekanismenya, mengatur hubungan
antarorgan negara.
4. Prinsip kewarganegaraan dan hubungannya dengan negara, mengatur
hubungan antara negara dengan warganya beserta hak dan kewajiban asasi
manusia di dalamnya.
C. Sumber-sumber HTN
1. Sumber Materiil→ Pancasila sebagai dasar dan pandangan hidup bernegara;
menentukan isi kaidah hukum tata negara.
2. Sumber Formil
UUD 1945 dan perubahannya,
Peraturan Perundang-undangan: Ketetapan MPR (Tap MPR), Undang-
Undang (UU) dan/atau Perpu, Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan
Presiden (Perpres), Keputusan Presiden (Keppres), dan Peraturan Daerah
(Perda).
Nilai-nilai konstitusi yang tidak tertulis,
Pembuka beserta pasal-pasal yang terdapat dalam UUD,
Yurisprudensi peradilan,
Konvensi ketatanegaraan,
Doktrin ilmu hukum yang telah menjadi ius comminis opinion doctorum,
dan/atau
Hukum Internasional yang telah diratifikasi atau telah berlaku sebagai
hukum kebiasaan internasional.

Hubungan HTN dengan Ilmu Lainnya


A. Dengan Ilmu Negara
Ilmu Negara: Seinswissenschaft
HTN: Normativen wissenschaft
Rengerrs Hora Siccama dalam Natuurlijke Waarheid en Historische
Bepaaldheid. Ahli hukum:
1. Penyelidik atau penonton (de jurist als toeschouwer), mencari kebenaran
secara objektif dengan menganalisa kesalahan.
2. Pelaksana atau pemain (de jurist als medespeler), membuat keputusan
dalam UU (legislatif), vonis (yudikatif), dan beschikking (eksekutif).
Menimbulkan subjektivitas.
B. Dengan Ilmu Politik
HTN sebagai kerangka tulang sedangkan Ilmu Politik sebagai daging yang
melekat.
Kekuasaan dapat memengaruhi HTN dan pembuatan UU dalam rangka
menjaga kepentingan golongannya.

C. Dengan Hukum Administrasi Negara


1. Golongan Pertama, memisahkan secara prinsipil karena sistematika dan
isinya dapat dipisah secara tajam.
Van Vollenhoven dalam Thorbecke en het Administratiefrecht.
Menentukan badan, memberinya wewenang, dan membagi sesuai
tingkatan dari tertinggi hingga terendah.
HTN, Perdata, dan Pidana yang bersifat termasuk ke dalam HAN,
maka cakupannya luas.
Pembagian HAN:
1. Bestuursrecht→ Pemerintahan
2. Justitierecht→ Peradilan
3. Politierecht→ Kepolisian
4. Regelaarsrecht→ Perundang-undangan
Pengertian HAN:
1. Klasik→ Liberal (ajaran Kant)
Negara sebagai penjaga malam (nachtwachterstaat atau
l'etatgendarm).
Bersifat mengekang negara.
2. Modern→ Kepentingan Rakyat (welvaartstaat-gedachte)
Badan negara tanpa HTN, lumpuh tanpa sayap.
Negara memiliki kebebasan tanpa batas yang ditujukan demi
kepentingan umum walaupun mengorbankan hak rakyat
(ontergening ten algemene nutte).
Oppenheim
HTN→ Tidak bergerak
HAN→ Bergerak
Stellinga dalam Grondtrekken van het Nederlandsch Administratiefrecht.
Penyelidikan yang dilakukan secara terpisah (monographi) tidak
tepat. Seharusnya berusaha menghubungkan (waar de delen zijn
juiste plaats vindt).
Banyak hal yang dibahas dalam HTN selain wewenang dan kewajiban
negara karena HTN juga memberikan wewenang dan kewajiban pada
warga yang caranya diatur di dalam HAN.
2. Golongan Kedua, tidak memisahkan secara tajam.
Logemann dalam Over de Theorie van een Stelig Staatrecht.
HTN sempit
1. Status (persoonsleer)
Hak dan kewajiban
Personifikasi
Pertanggungjawaban
Lahir atau hilangnya hak dan kewajiban
Hak organisasi
Batas dan wewenang
2. Lingkungan (gebiedsleer)
Wilayah di mana hukum berlaku.
Meliputi waktu, tempat, manusia, dan benda.
HAN
HAN mempelajari jenis, bentuk, dan akibat hukum yang dilakukan
pejabat dalam melakukan tugasnya.
Gabungan Hukum (leer der rechtsbetrekkingen)
Susunan jabatan-jabatan,
Penunjukan pejabat-pejabat,
Tugas dan kewajiban yang melekat pada jabatan,
Kekuasaan dan wewenang yang melekat pada jabatan,
Batas wewenang dan tugas dari jabatan terhadap daeraj dan
orang yang dikuasainya,
Hubungan antarjabatan,
Penggantian jabatan, dan
Hubungan antara jabatan dan pejabat.
Kraneburg
Tidak dapat dipisahkan karena pengaruh ajaran organis (organische
staatstheorie) akibat pembagian ilmu di mana menggunakan
anatomie dan physologie yang tidak tepat.
Dipisahkan hanya untuk kebutuhan pembagian kerja akibat
perkembangan dari hukum teritorial menjadi hukum koorporatif.
HTN→ Susunan, tugas, wewenang, dan cara melakukan tugas.
HAN→ Pengaturan yang lebih rinci dari HTN.
Van der Pot
Jika dilakukan pemisahan secara prinsipil, tidak akan menimbulkan
akibat hukum padahal HAN juga mempelajari akibat hukum yang
dilakukan oleh pejabat dalam melaksanakan tugasnya.
Pemisahan dilakukan hanya untuk mempermudah ilmu pengetahuan
hukum dalam membuat gambaran sistem.
Vegtig dalam Plaats en Aard van het Administratiefrecht.
Peyelidikan antara HTN dan HAN sama, hanya berbeda pendekatan.
Perbedaan cara bertindaknya negara sudah termasuk pada
pembatasan wewenang sehingga tidak perlu dibedakan secara
prinsipil.
HTN→ Mengetahui organisasi negara dan badan lainnya. Objeknya
adalah hal pokok organisasi negara.
HAN→ Menghendaki bagaimana cara untuk melaksanakan tugasnya.
Objeknya adalah peraturan organisasi negara secara teknis.
D. Dengan Hukum Internasional Publik
HTN dan Hukum Internasional Publik merupakan cabang ilmu hukum
publik.
Hukum Internasional Publik: Mempelajari dan mengatur mengenai
hubungan eksternal dari negara.
HTN: Mengatur aspek hubungan internal dari negara
Modul 1

Konsep Perwakilan Politik


Wawan Ichwanuddin, S.IP., M.Si.

PENDAHULUA N

D alam sistem politik kekinian, perwakilan politik menjadi hal yang


penting untuk didiskusikan serta diimplementasikan. Satu hal yang
menjadi pertimbangan adalah menyangkut keluasan wilayah serta kepadatan
jumlah penduduk yang tidak memungkinkan terciptanya forum bersama
seluruh masyarakat dalam memutuskan tentang banyak hal secara langsung.
Untuk menunjang sistem tersebut, diperlukan perwakilan politik yang
memadai, adil serta memihak kepada masyarakat. Perwakilan politik
diperlukan agar segala aspirasi, kemauan serta keinginan masyarakat dapat
terakomodasi dalam bentuk kebijakan publik.
Lembaga legislatif yang menjadi cerminan perwakilan politik
kontemporer harus mampu merefleksikan diri dengan keberadaan lembaga
eksekutif. Sistem presidensial ataupun parlementer menjadi pilihan bagi
masing-masing negara untuk melihat mana yang lebih cocok dan adil bagi
semuanya. Namun, keberadaan lembaga legislatif juga harus mencerminkan
konteks perwakilan yang diinginkan, apakah berdasar kewilayahan, suku,
etnis, agama atau berdasar ikatan-ikatan kekeluargaan lainnya. Artinya,
konsep perwakilannya harus mencerminkan suara masyarakat yang
seutuhnya.
Sebagai lembaga politik yang modern, lembaga legislatif harus mampu
bekerja dengan dasar organisasi dengan fungsi yang jelas. Untuk itu, fungsi-
fungsi lembaga legislatif harus mampu menjawab tantangan serta kebutuhan
masyarakat secara luas. Oleh karenanya, relasi antara yang diwakili dengan
terwakili menjadi penting agar keputusan yang dihasilkan tepat guna.
Dalam perubahan politik yang terus terjadi, lembaga legislatif
sebenarnya dituntut untuk terus memperhatikan aspek hubungan dengan
konstituen. Terutama dalam melihat apakah wakil rakyat yang dipilihnya
mampu bekerja demi kepentingan rakyat.
1.2 Legislatif Indonesia z

Dalam konteks Indonesia, keberadaan lembaga legislatif menjadi sebuah


unit politik yang menarik dikaji. Hal ini dikarenakan keberadaannya mampu
mengikuti perubahan dan dinamika politik yang menyertai. Awalnya hanya
berbentuk sebuah komisi sementara bernama KNIP (Komite Nasional
Indonesia Pusat) hingga menjelma menjadi DPR (Dewan Perwakilan Rakyat)
dan MPR (Majelis Perwakilan Rakyat) yang mengalami berbagai periode
politik yang berbeda-beda. Artinya, lembaga legislatif di Indonesia
merupakan bagian tak terpisahkan dari politik Indonesia yang cenderung
berubah-ubah, baik hubungan kelembagaannya, internal lembaga, fungsi
yang dijalankan hingga cara pemilihan anggotanya.
Secara khusus, modul ini akan menguraikan dan mendiskusikan
mengenai konsep perwakilan politik. Konsep-konsep yang diungkapkan
dalam modul ini nantinya menjadi semacam panduan bagi kita dalam
memahami lembaga legislatif di banyak negara pada umumnya dan
khususnya di Indonesia. Harapannya dengan memahami konsep yang ada,
nantinya Anda akan semakin mengenal dan memahami berbagai corak dan
bentuk lembaga legislatif di Indonesia.
Modul ini ditujukan sebagai pengantar bagi Anda dalam mengetahui dan
memahami sejarah, konsep, dan teori dasar mengenai lembaga perwakilan.
Dengan pemahaman yang Anda peroleh dari modul ini diharapkan Anda
dapat menjelaskan konsep perwakilan yang ada di Indonesia, sejak masa
awal kemerdekaan hingga saat ini.
Kompetensi umum yang diharapkan setelah mempelajari Modul 1 adalah
Anda mampu menjelaskan konsep perwakilan politik. Sedangkan kompetensi
khusus yang diharapkan adalah Anda dapat menjelaskan:
1. sejarah terbentuknya parlemen di dunia;
2. perbedaan hubungan antara lembaga legislatif dan eksekutif dalam
sistem pemerintahan presidensial dan parlementer;
3. struktur kelembagaan parlemen, baik berdasarkan jumlah anggota,
jumlah majelis maupun jumlah komisinya;
4. fungsi-fungsi yang dijalankan parlemen;
5. cara pemilihan anggota parlemen;
6. teori hubungan antara anggota parlemen dengan konstituen;
7. masa depan parlemen di tengah perubahan politik yang terjadi di dunia
modern.

Selamat Belajar!
z IPEM4323/MODUL 1 1.3

Kegiatan Belajar 1

Sejarah Lembaga Parlemen dan


Hubungan Legislatif-Eksekutif

A. PENGERTIAN DAN SEJARAH TERBENTUKNYA LEMBAGA


PERWAKILAN

Gagasan tentang demokrasi langsung (direct democracy), sebuah sistem


politik yang melibatkan warga terlibat secara langsung dalam pembuatan
keputusan, menghadapi banyak kendala mendasar untuk dipraktikkan dalam
kehidupan politik modern. Wilayah yang luas, jumlah penduduk yang
semakin besar telah ‘memaksa’ warga menyalurkan pendapat dan
keinginannya melalui sebuah lembaga yang beranggotakan orang-orang yang
mereka pilih. Dalam konsep demokrasi perwakilan (indirect democracy) ini
warga dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok yang mewakili disebut
wakil dan kelompok yang diwakili disebut sebagai terwakil. Para wakil
merupakan kelompok orang yang mempunyai kemampuan/kewajiban untuk
berbicara dan bertindak atas nama terwakil yang jumlahnya lebih besar.
Ada beberapa istilah yang biasa digunakan dalam menyebut lembaga
perwakilan, antara lain legislature, assembly, dan parliament. Istilah lembaga
legislatif atau legislature mencerminkan salah satu fungsi utama dari
lembaga tersebut, yaitu pembuatan undang-undang (legislasi), sedangkan
istilah assembly menunjuk pada pengertian bahwa lembaga tersebut
merupakan wadah berkumpul untuk membicarakan masalah-masalah publik.
Istilah parliament mempunyai pengertian yang hampir sama dengan istilah
assembly. Dengan asal kata parler, yang berarti bicara, parlemen dianggap
sebagai tempat bicara atau merundingkan masalah-masalah kenegaraan.
(Budiardjo, 2008: 315) istilah-istilah tersebut menunjuk pada sejarah
perkembangan lembaga perwakilan di dunia, di mana istilah legislature biasa
digunakan di AS, sementara istilah parliament atau assembly lebih banyak
digunakan di negara-negara Eropa atau non-AS. (Cipto, 1995: 2).
Parlemen yang dibentuk di Inggris pada abad pertengahan merupakan
parlemen pertama di dunia. Sebenarnya awalnya lembaga ini mempunyai
fungsi dan peran yang jauh berbeda dengan parlemen dewasa ini. Parlemen
saat itu hanya terdiri dari raja, bangsawan, tuan tanah, serta petinggi agama
1.4 Legislatif Indonesia z

yang melakukan pertemuan hanya jika dikehendaki oleh raja. Pada abad
keempat belas raja mengembangkan pertemuan tersebut sebagai media untuk
meminta nasihat atau informasi kepada para petinggi kerajaan tentang
persoalan-persoalan penting. Para petinggi kerajaan memainkan peran
sebagai penasihat dan pembantu raja. Meskipun nasihat mereka tidak selalu
menjadi pertimbangan raja dalam memutuskan sesuatu, komunikasi satu arah
ini menjadi cikal-bakal House of Lords, salah satu majelis parlemen di
Inggris yang masih bertahan hingga saat ini. (Cipto, 1995: 3).
Kekuasaan House of Lords yang semakin hari semakin besar mendorong
raja untuk mengurangi hak-hak lembaga tersebut, namun upaya ini
menimbulkan konflik di antara keduanya. Dengan dukungan rakyat dan kelas
menengah akhirnya para bangsawan ini justru dapat memaksa raja untuk
menerima pembatasan kekuasaan. Dasar-dasar monarki konstitusional di
Inggris pun mulai terbentuk. Dalam perkembangan berikutnya, rakyat dan
kalangan menengah yang merasa sebagai kelompok yang terkena dampak
langsung dari setiap kebijakan yang dibuat menuntut untuk dilibatkan dalam
pembicaraan menyangkut pajak dan rencana anggaran. Dari sinilah kemudian
lahir perwakilan rakyat biasa, yang dikenal dengan nama House of Commons.
(Boboy, 1994: 18).
Perkembangan parlemen di Inggris menunjukkan besarnya pengaruh
perkembangan sosio-ekonomi terhadap sistem politik. Pada abad ketujuh
belas parlemen tidak hanya terdiri dari kalangan bangsawan dan gereja, tetapi
juga kalangan pengusaha. Sementara itu, dampak revolusi industri yang
terjadi pada abad kesembilan belas mendorong diberikannya alokasi kursi
parlemen bagi daerah-daerah industri, seperti Manchester, Birmingham, dan
Sheffield. The Great Reform Act yang dibuat pada 1832 memperkuat
terakomodirnya berbagai kekuatan di dalam parlemen. (Cipto, 1995: 4).
Reform Act pada 1867 memperluas hak pilih kepada buruh dan petani.
Pada tahun 1918 hak pilih diberikan kepada semua warga negara yang telah
berusia 21 tahun untuk laki-laki dan tiga puluh tahun untuk perempuan. Baru
pada tahun 1970 batasan usia pemilih kemudian diturunkan menjadi
18 tahun, baik untuk laki-laki maupun perempuan. (Cipto, 1995: 4).
z IPEM4323/MODUL 1 1.5

B. HUBUNGAN ANTARA LEMBAGA LEGISLATIF DAN


LEMBAGA EKSEKUTIF

Hubungan antara parlemen dan lembaga eksekutif di negara demokratis


dapat dibedakan menjadi sistem parlementer dan sistem presidensil. Di
samping keduanya, ada berbagai negara yang mencoba mengkombinasikan
keduanya, seperti sistem semi-presidensialis di Perancis. Sistem
pemerintahan Inggris dan AS biasanya dijadikan referensi mengenai
bagaimana kedua sistem tersebut dijalankan. Perbedaan mendasar antara
sistem parlementer dan sistem presidensil terletak pada status dan
kewenangan kepala pemerintahan dan hubungannya dengan parlemen.
(Budiardjo, 2008: 297). Di bawah ini akan diuraikan tentang sistem
parlementer dan sistem presidensial.

1. Sistem Parlementer
Dalam sistem parlementer, fungsi eksekutif sebagai kepala pemerintahan
dan kepala negara dijalankan oleh dua lembaga yang berbeda. Kepala
pemerintahan dijalankan oleh perdana menteri yang memimpin kabinet dan
bertanggung jawab terhadap penyelenggaraan pemerintahan. Ia biasanya
adalah pimpinan partai politik pemenang pemilihan umum. Sementara fungsi
kepala negara dijalankan oleh presiden atau di negara monarki oleh raja/ratu.
Kekuasaan kepala negara cenderung bersifat simbolis dan tidak menjalankan
kekuasaan yang nyata dalam kehidupan politik sehari-hari sehingga ia tidak
dapat dimintakan pertanggungjawaban atas penyelenggaraan pemerintahan.
(Lijphart, 1995: 37−38)
Prinsip dasar pemerintahan di Inggris, Jepang, India, negara-negara
Eropa Barat dan Skandinavia, negara-negara persemakmuran, dan negara-
negara lain yang menggunakan sistem pemerintahan parlementer adalah fusi
kekuasaan yang mengkonsentrasikan semua kekuasaan di tangan parlemen.
Prinsip tersebut diwujudkan, antara lain dengan adanya tumpang-tindih
personel, di mana dengan sedikit pengecualian, konstitusi di negara-negara
dengan sistem parlementer mengharuskan jabatan-jabatan puncak lembaga
eksekutif diisi oleh anggota parlemen. Selain itu, terdapat supremasi formal
parlemen, di mana kekuasaan para menteri untuk menjalankan pemerintahan
adalah kekuasaan yang diberikan oleh parlemen. Karena itu, para menteri
dalam sistem parlementer bertanggung jawab kepada parlemen. Parlemen
bisa mengganti menteri tertentu atau bahkan kabinet kapan saja dengan mosi
1.6 Legislatif Indonesia z

tidak percaya yang dilakukan melalui pemungutan suara. Jika mosi tidak
percaya didukung oleh mayoritas anggota parlemen maka perdana menteri
atau anggota kabinet harus berhenti. Dalam konflik dengan parlemen,
perdana menteri biasanya mempunyai kewenangan untuk membubarkan
parlemen. Pembubaran ini harus disertai penyelenggaraan pemilu untuk
memilih anggota parlemen yang baru yang akan memilih kabinet baru.
(Ranney, 1993: 241−242) Sistem ini merupakan sistem pemerintahan yang
paling banyak digunakan di negara-negara demokratis dewasa ini.

2. Sistem Presidensial
Pada saat menyusun draf Konstitusi, lima puluh lima founding fathers
AS menekankan pentingnya keserasian hubungan antara pemerintah dan hak
asasi manusia. Mereka percaya bahwa dalam menyusun pemerintahan yang
benar-benar adil dan bebas, rakyat berada di antara dua kecenderungan yang
sama-sama berbahaya. Di satu sisi, besarnya kekuasaan dan kemampuan
penggunaan paksaan yang dimiliki pemerintah adalah sebuah ancaman yang
permanen terhadap kebebasan sipil. Dalam kondisi ini rakyat dihadapkan
pada bahaya kecenderungan pemerintah yang tirani. Di sisi yang lain,
ketiadaan hukum dan anarki yang diakibatkan oleh terlalu lemahnya
pemerintah juga berbahaya bagi hak asasi manusia karena setiap individu
menjadi ancaman bagi individu yang lainnya.
Lalu bagaimana mendamaikan antara kebutuhan adanya pemerintahan
yang cukup kuat untuk menegakkan hukum dan ketertiban dengan kebutuhan
untuk mencegahnya menjadi pemerintahan yang tirani? James Madison dan
para penyusun Konstitusi lainnya sepakat bahwa pemisahan kekuasaan
adalah jawabannya. Maka, di AS kemudian dikenal pemisahan antara tiga
cabang kekuasaan yang sejajar, yaitu Kongres, Presiden, dan Mahkamah
Agung. (Ranney, 1993: 240) Secara filosofis, pemikiran para pendiri AS ini
sangat dipengaruhi pemikiran John Locke. Presiden menjalankan kekuasaan
eksekutif, baik sebagai kepala negara maupun sebagai kepala pemerintahan,
sedangkan Mahkamah Agung menjalankan kekuasaan yudikatif, yaitu
menjaga ketertiban hukum dan konstitusi. Adapun Kongres, yang terdiri dari
Senat dan DPR, menjalankan fungsi sebagai lembaga perwakilan.
Ada dua alat yang digunakan untuk menjalankan pemisahan kekuasaan
di AS, yaitu checks and balances dan pemisahan personel. Pemisahan
kekuasaan tidak dimaksudkan untuk mengisolasi satu cabang kekuasaan dari
cabang kekuasaan yang lain. Masing-masing cabang justru dilengkapi dengan
z IPEM4323/MODUL 1 1.7

sejumlah kewenangan untuk melakukan kontrol terhadap cabang yang lain


dalam rangka mewujudkan keseimbangan antara cabang yang satu dengan
yang lain. Dalam hal hubungan antara presiden dan Kongres, mekanisme
checks and balances dilakukan dengan memberikan kewenangan kepada
Kongres untuk melakukan pemakzulan (impeachment) terhadap presiden,
menerima atau menolak rencana anggaran yang diajukan presiden, dan
memberikan persetujuan terhadap pengisian berbagai jabatan penting di
pemerintahan. Sebaliknya, presiden mempunyai kewenangan untuk
mengontrol Kongres dengan mem-veto keputusan Kongres. Sementara dalam
hal pengisian jabatan, Konstitusi AS melarang adanya rangkap jabatan.
(Ranney, 1993: 241) Indonesia, Filipina, Meksiko, Kolombia, Kostarika, dan
negara-negara di kawasan Amerika Latin juga mempraktikkan sistem
pemerintahan presidensial.
Dalam sistem presidensil, fungsi eksekutif sebagai kepala pemerintahan
dan kepala negara dijalankan oleh presiden, yang dipilih oleh rakyat secara
langsung ataupun dipilih oleh lembaga tertentu dengan masa jabatan tertentu
(fixed term). Sebagai kepala pemerintahan, presiden mengangkat menteri-
menteri yang akan duduk dalam kabinet dan bertugas sebagai pembantu dan
bertanggung jawab kepada presiden. Sebagai kepala negara, presiden
memegang berbagai kekuasaan simbolis.
Dalam sistem presidensil, kedudukan presiden dan parlemen adalah
sama kuat karena keduanya memperoleh legitimasi melalui pemilu yang
terpisah. Presiden tidak bertanggung jawab kepada parlemen dan parlemen
tidak bisa memberhentikan presiden, kecuali karena alasan pelanggaran
hukum berat yang memerlukan proses panjang. (Lijphart, 1995: 44-47).
Setelah Anda mempelajari pengertian dan sejarah legislatif, buatlah
ringkasan materi tersebut sehingga Anda mudah mempelajarinya kembali!
1.8 Legislatif Indonesia z

L A TIH A N

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,


kerjakanlah latihan berikut!
1) Jelaskan pengertian dan latar belakang dari istilah-istilah yang biasa
digunakan untuk menyebut lembaga perwakilan!
2) Jelaskan perbedaan hubungan antara lembaga legislatif dan eksekutif
dalam sistem pemerintahan presidensial dan parlementer!
3) Jelaskan latar belakang prinsip pemisahan kekuasaan dalam sistem
politik AS!
4) Jelaskan prinsip dasar sistem pemerintahan parlementer!

Petunjuk Jawaban Latihan

1) Perhatikan kembali istilah legislature, assembly, dan parliament pada


uraian di atas. Kemudian bedakan istilah-istilah tersebut!
2) Untuk menjawab pertanyaan tersebut, Anda harus mengetahui
kedudukan kepala pemerintahan pada masing-masing sistem
pemerintahan. Kemudian kaitkan hubungan kerjanya dengan legislatif.
3) Kebutuhan adanya pemerintahan yang cukup kuat untuk menegakkan
hukum dan ketertiban dengan kebutuhan untuk mencegahnya menjadi
pemerintahan yang tirani, merupakan latar belakang pemisahan
kekuasaan di Amerika Serikat.
4) Dalam sistem parlementer, kepala negara dan kepala pemerintahan
dibedakan kedudukannya. Anda dapat menjelaskannya lebih lanjut
mengenai hal ini!

RA NGK UMA N

Kegiatan belajar ini menjelaskan teori dan konsep-konsep dasar


yang terkait dengan lembaga legislatif atau parlemen. Modul ini dimulai
dengan pembahasan sejarah terbentuknya parlemen di dunia, yaitu
kemunculan House of Lords dan House of Commons di Inggris. House of
Lords yang di pada abad pertengahan ini merupakan cikal bakal
parlemen pertama di dunia meskipun awalnya lembaga ini tidak
z IPEM4323/MODUL 1 1.9

mempunyai fungsi dan peran seperti parlemen dewasa ini karena lebih
sebagai media untuk meminta nasihat atau informasi kepada para
petinggi kerajaan tentang persoalan-persoalan penting.
Selanjutnya, kegiatan belajar ini membahas mengenai sistem
pemerintahan presidensil dan sistem pemerintahan parlementer.
Perbedaan antara keduanya terletak pada status dan kewenangan kepala
pemerintahan dan hubungannya dengan parlemen. Di dalam sistem
parlementer pusat kekuasaan berada di tangan parlementer, sedangkan
dalam sistem presidensil tersebar kepada cabang-cabang kekuasaan
melalui mekanisme checks and balances. Berbeda dengan sistem
parlementer yang memberikan kekuasaan menjalankan fungsi eksekutif
sebagai kepala pemerintahan dan fungsi kepala negara kepada dua
lembaga yang terpisah, dalam sistem presidensil presiden menjalankan
kedua fungsi tersebut.

TES FORMATIF 1

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

1) Berikut ini istilah yang digunakan untuk menyebut lembaga perwakilan,


kecuali ....
A. parlemen
B. assembly
C. kabinet
D. lembaga legislatif

2) Penggunaan istilah legislature untuk menyebut lembaga perwakilan


dilatarbelakangi oleh salah satu fungsi pokok yang dijalankan lembaga
ini, yaitu fungsi....
A. melakukan pengawasan
B. melakukan pemilihan
C. membuat UU
D. menjalankan pemerintahan

3) Parlemen yang pertama kali di dunia dibentuk di Eropa pada abad


pertengahan, yaitu di negara ....
A. AS
B. Inggris
C. Jerman
D. Norwegia
1.10 Legislatif Indonesia z

4) Prinsip dasar sistem pemerintahan parlementer dijalankan dengan


cara ....
A. melarang tumpang-tindih personel antarlembaga
B. memberlakukan checks and balences antarlembaga
C. menerapkan fusi kekuasaan
D. memberikan masa jabatan yang tetap bagi lembaga eksekutif

5) Pemisahan personel dan prinsip checks and balances antara cabang


kekuasaan yang berbeda merupakan ciri utama dari sistem
pemerintahan ....
A. presidensil
B. parlementer
C. monarki absolut
D. monarki konstitusional

6) Berikut ini negara yang menerapkan sistem pemerintahan presidensial


adalah ....
A. Meksiko
B. India
C. Australia
D. Malaysia

7) Berikut ini negara yang menerapkan sistem pemerintahan parlementer


adalah ....
A. AS
B. Brasil
C. Thailand
D. Filipina

8) Dalam sistem parlementer, para menteri bertanggung jawab kepada ....


A. Presiden
B. Parlemen
C. Partai
D. Kostituen

9) Dalam sistem parlementer, tanggung jawab penyelenggaraan


pemerintahan dijalankan oleh ....
A. para menteri
B. presiden
C. raja/ratu
D. parlemen
z IPEM4323/MODUL 1 1.11

10) Perdana menteri dalam sistem pemerintahan parlementer dapat


diberhentikan kapan saja oleh parlemen apabila ....
A. perdana menteri membuat kebijakan yang tidak populer
B. pemungutan suara di parlemen mayoritas mendukung mosi tidak
percaya
C. perdana menteri tidak lagi sejalan dengan presiden
D. rancangan UU yang diajukan perdana menteri tidak disetujui
parlemen

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 1 yang


terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar.
Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan
Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 1.

Jumlah Jawaban yang Benar


Tingkat penguasaan = × 100%
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali


80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat


meneruskan dengan Kegiatan Belajar 2. Bagus! Jika masih di bawah 80%,
Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 1, terutama bagian yang
belum dikuasai.
1.12 Legislatif Indonesia z

Kegiatan Belajar 2

Struktur, Fungsi, dan


Rekrutmen Anggota Parlemen

A. STRUKTUR KELEMBAGAAN PARLEMEN

Menurut Rod Hague, dkk, ada tiga aspek penting terkait dengan struktur
parlemen di dunia, yaitu ukuran lembaga atau jumlah anggotanya, jumlah
majelis di dalamnya, dan sistem komisinya. Pertama, dari segi ukurannya,
secara umum ada kecenderungan bahwa besarnya lembaga perwakilan
berkorelasi positif dengan jumlah penduduk. Negara kecil dengan jumlah
penduduk yang sedikit biasanya memiliki parlemen dengan jumlah anggota
sedikit pula, contohnya Tuvalu di Pasifik Selatan. Di negara yang jumlah
penduduknya berjumlah 8.624 jiwa ini jumlah anggota parlemen hanya
12 orang. Di Cina, yang jumlah penduduknya lebih dari 1 miliar jiwa,
anggota Kongres Rakyat Cina berjumlah 3.000 orang. (Hague: 185)
Kedua, sistem komisi di dalam parlemen. Secara umum, ada tiga tipe
komisi, yaitu standing committee, select committee, dan joint committee.
Standing coomittee adalah badan yang bersifat tetap untuk menangani fungsi
legislatif parlemen di bidang-bidang dianggap penting dan mendasar. Select
committee dibentuk untuk menjalankan fungsi pengawasan atau penyelidikan
terhadap pemerintah, sedangkan joint committee dibentuk pada sistem
bikameralisme untuk menengahi perbedaan antara kedua majelis dalam
pengambilan keputusan. Komisi-komisi ini mempunyai fungsi yang lebih
menonjol di negara-negara yang tidak mempunyai sistem dominasi partai,
seperti di AS. (Hague, 188−189)
Ketiga, dari segi jumlah majelisnya ada dua sistem yang digunakan
dewasa ini, yaitu sistem unikameral (unicameralism) dan sistem bikameral
(bicameralism). Dalam sistem unikameral kekuasaan terkonsentrasi pada satu
unit pusat, sedangkan dalam sistem bikameral kekuasaan lembaga perwakilan
dilakukan oleh dua majelis, yaitu biasa dikenal dengan sebutan majelis
rendah (lower house) dan majelis tinggi (upper house). Pilihan pada
unikameralisme didasarkan pada alasan, salah satunya bahwa model ini
meminimalkan terjadinya manuver-manuver politik yang menganggu
pengambilan keputusan sehingga dapat ‘menghambat’ pemerintahan. Para
z IPEM4323/MODUL 1 1.13

pendukung bikameralisme biasanya mengemukakan kebutuhan adanya


checks and balances internal di lembaga perwakilan. Majelis tinggi
diharapkan dapat mempertahankan kepentingan individual, kelompok atau
regional terhadap potensi pemaksaan kehendak atau kepentingan mayoritas di
majelis rendah. (Hague: 186−187)
Jumlah anggota majelis rendah biasanya bersifat proporsional, di mana
jumlah wakil berbanding dengan jumlah warga negara yang diwakilinya,
sedangkan majelis tinggi sebagian ada yang berdasarkan keturunan, seperti
Inggris dan ada juga yang merefleksikan pembagian wilayah, seperti di AS.
Dengan beberapa pengecualian, sistem unikameral biasanya diterapkan
di negara yang secara geografis kecil, penduduknya homogen dan tidak
besar, umumnya kurang dari 10 juta jiwa. Sementara itu, sistem bikameral
biasanya dipraktikkan di negara dengan sistem federal.

Tabel 1.1.
Struktur Legislatif di Negara Kesatuan dan Federal

Struktur legislatif Kesatuan Federal Jumlah


Unikameral 54 1 55
Bikameral 12 16 28
Jumlah 66 17 83
Sumber: NDI.

Secara umum, masa jabatan majelis tinggi lebih lama dibandingkan masa
jabatan majelis rendah. Contohnya, AS, di mana pemilihan anggota Senat AS
dilakukan setiap enam tahun sekali, sedangkan anggota House of
Representative dipilih setiap dua tahun.
1.14 Legislatif Indonesia z

Tabel 1.2.
Beberapa Struktur Legislatif di Beberapa Negara

No. Negara Majelis Rendah Majelis Tinggi


1. Amerika Serikat House of Representative Senate
(sekitar 435 orang, masa (100 orang, 6 tahun)
jabatan 2 tahun)
2. Australia House of Representative Senate
(150 orang, 3 tahun) (76 orang)
3. Filipina National Assembly Senate
(104 orang, 4 tahun) (24 orang, 6 tahun)
4. Inggris House of Commons House of Lords
(646 orang, 5 tahun) (847 orang, berdasarkan
keturunan dan sebagian
seumur hidup)
5. India Lok Sabha Rajya Sabha
(530−552 orang, 5 tahun) (sekitar 250 orang, 6 tahun)
Sumber: Budiardjo, (hlm. 320−322).

Dalam praktiknya, bikameralisme dapat dibedakan menjadi dua, yaitu


weak dan strong bicameralism. Pembagian ini didasarkan pada hubungan
antara kedua majelis di dalam parlemen. Jika kedua majelis memiliki
kekuasaan yang kurang-lebih setara maka ini disebut strong atau hard
bicameralism. Sebagai contoh, dalam hal-hal atau bidang tertentu ada
perbedaan kewenangan, berbagai kebijakan yang dihasilkan oleh Kongres AS
dalam prosesnya melibatkan Senat dan DPR; sedangkan weak atau soft
bicameralism dicirikan oleh adanya dominasi majelis rendah atas majelis
tinggi, seperti House of Commons atas House of Lords di Inggris.

B. FUNGSI PARLEMEN

Menurut Rod Hague, dkk. parlemen modern menjalankan beberapa


fungsi pokok, yaitu fungsi perwakilan, fungsi deliberasi, dan fungsi legislasi.
Selain itu, beberapa parlemen mempunyai fungsi yang lain, yaitu membentuk
pemerintahan, mengesahkan anggaran, melakukan pengawasan terhadap
eksekutif, dan menyediakan sarana bagi rekrutmen elit dan sosialisasi.
Pertama, fungsi perwakilan. Parlemen secara sederhana dipahami
sebagai sebuah mikrokosmos dari masyarakat. Ia dianggap mewakili
kepentingan yang berbeda-beda di dalam masyarakat. Akan tetapi, sering kali
z IPEM4323/MODUL 1 1.15

ilustrasi ini dianggap terlalu utopis. Kenyataannya anggota parlemen berada


di simpang jalan antara kepentingan partai, konstituen di daerah pemilihan,
dan kepentingan penduduk secara nasional. Dalam hal ini, sistem pemilihan
dan sistem kepartaian adalah dua hal penting yang banyak menentukan
kecenderungan loyalitas seorang wakil. (Hague, dkk: 190)
Kedua, fungsi deliberasi. Inti dari fungsi ini adalah penyebaran informasi
melalui diskusi publik menyangkut isu-isu nasional yang terjadi di dalam
parlemen. Fungsi ini tidak dapat dilepaskan dari fungsi perwakilan. (Hague,
dkk: 190) Akan tetapi, sebagian dari proses deliberasi ini lebih bersifat
teatrikal. Kalaupun masyarakat mempunyai akses dalam proses pembuatan
kebijakan di lembaga parlemen, sering kali ia tidak mempunyai pengaruh
terhadap keputusan atau kebijakan yang diambil oleh parlemen. Karena itu,
muncul tuntutan bagi perluasan dan pendalaman partisipasi masyarakat
dalam pembuatan berbagai kebijakan publik, berupa pengaturan yang
menjamin hak dan kewajiban masyarakat dalam pembuatan kebijakan publik
serta mekanisme dan prosedur yang harus ditempuh. Dalam hal ini beberapa
negara di Amerika Latin telah melangkah lebih maju dengan menerapkan
demokrasi deliberatif, khususnya dalam penyusunan anggaran di tingkat
lokal. Sejauh ini terobosan ini mempunyai dampak positif dalam
mewujudkan good governance di negara-negara tersebut.
Pentingnya partisipasi masyarakat setidaknya didasarkan ‘keterbatasan’
demokrasi perwakilan dewasa ini. Di hampir semua negara yang
menjalankan pemerintahan berdasarkan sistem demokrasi perwakilan ada
kecenderungan bahwa orang yang terpilih sebagai wakil adalah kelompok elit
yang sering kali tidak memiliki hubungan langsung dengan konstituennya.
Proses ini sering kali disebut sebagai proses pembajakan demokrasi oleh
kelompok elit. Selain itu, mekanisme demokrasi perwakilan juga memiliki
kelemahan-kelemahan antarwaktu di mana adanya jarak yang cukup lama
antara satu pemilihan dengan pemilihan berikutnya, yaitu rata-rata antara
4−5 tahun. Jarak yang lama ini memungkinkan para wakil rakyat melupakan
janji-janji yang telah dikemukakannya waktu kampanye. Instrumen
kelembagaan yang memungkinkan partisipasi masyarakat langsung bukan
merupakan pengganti dari demokrasi perwakilan melainkan instrumen untuk
memperdalam demokrasi (democratic depeening). (Suhirman: 21−22)
Ketiga, fungsi legislasi. Sebagian besar konstitusi di dunia secara
eksplisit menegaskan fungsi legislasi yang dimiliki oleh parlemen.
Demokrasi liberal yang menolak kekuasaan absolut lembaga eksekutif
1.16 Legislatif Indonesia z

memberikan kekuasaan untuk membentuk undang-undang. Di negara-negara


dengan sistem presidensial otonomi parlemen dalam pembuatan undang-
undang relatif lebih besar dibanding di negara-negara dengan sistem
parlementer. (Hague, dkk: 191) Namun, fungsi parlemen dalam hal legislasi
saat ini semakin mengecil karena dalam praktiknya proses legislasi
didominasi oleh lembaga eksekutif, terutama dalam hal penyusunan
rancangan undang-undang.
Keempat, fungsi budgeting. Fungsi anggaran merupakan salah satu
fungsi paling pertama yang dimiliki oleh parlemen, khususnya majelis
rendah. Seperti dibahas pada bagian awal tulisan ini, kehadiran parlemen di
Eropa bermula dari kebutuhan kerajaan terhadap dukungan dana dari
kalangan bangsawan. Mereka mengajukan tuntutan-tuntutan kepada raja
sebelum mereka memberikan apa yang diminta oleh raja. Akan tetapi, seperti
halnya fungsi legislasi, rancangan anggaran yang akan disahkan umumnya
juga datang dari lembaga eksekutif. (Hague, dkk: 193) Meskipun demikian,
biasanya rancangan anggaran mengharuskan adanya persetujuan parlemen
terhadap rancangan yang diajukan eksekutif.
Kelima, fungsi pengawasan. Fungsi ini merupakan salah satu fungsi yang
paling berguna dari parlemen modern. Fungsi ini memungkinkan parlemen
memantau aktivitas-aktivitas pemerintah dan mengawasi kualitas jalannya
pemerintahan. Fungsi pengawasan ini menegaskan pemisahan kekuasaan
bahwa lembaga eksekutiflah, bukan parlemen yang harus menjalankan
pemerintahan. Parlemen biasanya dilengkapi beberapa cara pokok untuk
menjalankan fungsi ini, antara lain mengajukan pertanyaan dan interpelasi,
menyelenggarakan debat, dan melakukan investigasi. (Hague, dkk: 194)
Keenam, fungsi membentuk pemerintahan. Di dalam sistem parlementer
terbentuknya atau jatuhnya pemerintah ditentukan melalui dinamika politik di
parlemen. Kekuasaan untuk membentuk kabinet diberikan kepada kelompok
mayoritas di parlemen, baik terdiri dari satu partai maupun koalisi dari
beberapa partai. Meskipun kabinet mempunyai masa jabatan normal tertentu,
ia bisa saja dibubarkan kapan saja jika tidak lagi mendapatkan dukungan
mayoritas di parlemen.
Ketujuh, fungsi rekrutmen elit dan sosialisasi. Parlemen merupakan
tempat di mana bakat-bakat calon pengambil keputusan dibentuk. Fungsi ini
terlihat jelas di negara dengan sistem pemerintahan parlementer, di mana
jabatan menteri dan kedudukan penting lain di lembaga eksekutif harus diisi
oleh anggota parlemen. Di parlemen anggota dari kelompok oposisi
z IPEM4323/MODUL 1 1.17

(backbenchers) juga membentuk karir dan reputasi mereka untuk bersiap jika
pemerintah yang ada jatuh. (Hague, dkk: 196)
Prof. Miriam Budiardjo berpendapat bahwa ada dua fungsi pokok dari
lembaga legislatif. Pertama, menentukan kebijakan dan membuat perundang-
undangan (fungsi legislasi). Untuk melaksanakan fungsi ini lembaga
legislatif diberi hak inisiatif, hak untuk mengamandemen rancangan undang-
undang yang diajukan pemerintah, terutama dalam soal budget atau
anggaran. Kedua, mengontrol lembaga eksekutif. Untuk menjalankan
kewenangannya ini lembaga legislatif dilengkapi dengan sejumlah hak,
antara lain hak bertanya, hak interpelasi atau hak untuk meminta keterangan,
hak angket atau hak untuk melakukan penyelidikan, dan hak mosi.
(Budiardjo, 2008: 322−323)

C. KEANGGOTAAN PARLEMEN

Anggota parlemen di dunia umumnya, terutama untuk majelis rendah di


negara dengan sistem bikameral menduduki jabatannya melalui proses
pemilihan umum. Sementara untuk pengisian kursi majelis tinggi, ada
beberapa cara yang digunakan, antara lain (1) pemilihan langsung oleh
rakyat; (2) penunjukan oleh pemerintah, yang kadang-kadang berlaku seumur
hidup; (3) pemilihan tidak langsung oleh pemerintah daerah atau tingkat
lokal; dan (4) pewarisan. Berikut ini cara pemilihan anggota majelis tinggi di
beberapa negara.

Tabel 1.3.
Cara Pemilihan Legislatif di Beberapa Negara

Negara Majelis Tinggi Jml Anggota Cara Pemilihan


AS Senate 100 orang Pemilihan langsung dengan suara
terbanyak sederhana (plurality
system), 2 anggota untuk masing-
masing negara bagian.
Australia Senate 76 orang Pemilihan langsung oleh lembaga
perwakilan di masing-masing
negara bagian.
India Rajya Sabha 245 orang Pemilihan tidak langsung melalui
(Council of parlemen negara bagian, kecuali
States) untuk 12 orang ditunjuk
berdasarkan keahlian.
1.18 Legislatif Indonesia z

Negara Majelis Tinggi Jml Anggota Cara Pemilihan


Inggris House of Lords 847 orang Campuran antara pewarisan dan
(tahun 2007) pemilihan oleh pemerintah
Jepang House of 252 orang Dipilih langsung dengan mixed
Councillors member system.
Jerman Bundesrat 69 orang Dipilih oleh pemerintah negara
bagian.
Kanada Senate 104 orang Dipilih oleh perdana menteri.

Perancis Senate 321 orang Pemilihan tidak langsung melalui


departemen-departemen.
Sumber: Diolah dari Hague, dkk, (hlm. 187) dan Budiardjo, (hlm. 320−321).

D. HUBUNGAN ANTARA ANGGOTA PARLEMEN DAN


KONSTITUEN

Tentang hubungan antara anggota parlemen sebagai wakil dan


pemilihnya sebagai terwakil, Ranney mengemukakan dua perspektif berbeda,
yaitu teori kebebasan dan teori mandat. (Ranney, 1993: 260−262) Pertama,
teori kebebasan melihat bahwa wakil dipilih karena diasumsikan ia adalah
orang yang memiliki kemampuan untuk mengenali dan merumuskan
kepentingan terwakil. Karena itu, wakil mendapatkan kepercayaan untuk
melakukan tindakan yang menurutnya terbaik dan tidak perlu
mengonsultasikan semua hal kepada terwakil. Wakil boleh bersikap dan
bertindak tanpa terikat secara ketat kepada terwakil karena terwakil sudah
memberikan kepercayaan kepada wakil.
Kedua, teori mandat menempatkan bahwa kekuasaan wakil ada karena
mandat dari terwakil. Karena itu, tindakan yang ia ambil di dalam parlemen
harus sesuai dengan keinginan dari terwakil. Dalam hal ini, konsultasi dengan
konstituen menjadi penting.

E. MASA DEPAN PARLEMEN

Parlemen tidak pernah benar-benar ‘memerintah’, bahkan di negara yang


menerapkan sistem presidensial, di mana tidak ada kaitan yang ‘dekat’ antara
legislatif dan eksekutif, sebagaimana terdapat pada sistem parlementer.
Bahkan, hal ini terjadi dalam fungsi legislasi yang gagasan awalnya menjadi
alasan bagi kehadiran lembaga parlemen. Dewasa ini usulan rancangan
z IPEM4323/MODUL 1 1.19

undang-undang secara keseluruhan lebih banyak berasal dari pihak eksekutif.


Hague, dkk. mencatat persentasenya mencapai angka 90%. Parlemen dilihat
lebih berperan sebagai pembahas usulan yang diajukan eksekutif. (Hague,
dkk.: 192)
Di satu sisi, dominasi eksekutif dalam menyusun rancangan peraturan
dapat dipahami dengan memperhatikan kedudukan serta peran yang
dijalankan lembaga eksekutif. Di mana pun lembaga eksekutif di dunia ini
mempunyai peran menangani kehidupan rakyat sehari-hari secara langsung.
Karena itu, ia dilengkapi struktur kelembagaan yang lebih kompleks dari
pusat hingga unit-unit terkecil di daerah dengan sejumlah staf yang memiliki
keahlian. Hal ini menyebabkan eksekutif memiliki lebih banyak informasi
yang memungkinkannya merumuskan rancangan peraturan atau kebijakan.
Akan tetapi, di sisi lain keadaan ini tetap memunculkan pertanyaan mengenai
masa depan dan relevansi keberadaan parlemen. Akankah keberadaan
lembaga parlemen menjadi tidak relevan lagi?
Alan Balls dan B. Guy Peters berpendapat bahwa parlemen akan tetap
relevan dalam politik modern. Seberapa pun besarnya peran yang dimainkan
pemerintah, lembaga ini membutuhkan dewan perwakilan untuk memberikan
legitimasi, terutama dalam pembuatan kebijakan-kebijakan yang sulit dan
mendasar. Pemotongan tunjangan sosial dan unifikasi ekonomi dan moneter
di negara-negara Eropa Barat adalah contoh kebijakan-kebijakan yang sangat
membutuhkan legitimasi dari dewan perwakilan. (Ball and Peters, 2000: 193)
Hague, dkk. juga sependapat bahwa parlemen akan tetap penting, terutama
karena fungsinya sebagai simbol dari adanya perwakilan rakyat dalam
struktur legal otoritas kenegaraan. Parlemen juga terus menjalankan beberapa
fungsi sebagai sarana rekrutmen. Jadi, peran parlemen bukan semakin
menghilang, melainkan berubah. (Hague, dkk.: 201)
Setelah Anda mempelajari materi tentang fungsi-fungsi badan legislatif,
sebaiknya Anda membuat ringkasan atau catatan kecil untuk memudahkan
Anda dalam memahami materi tersebut.
1.20 Legislatif Indonesia z

L A TIH A N

Untuk memperdalam pemahaman Anda mengenai materi di atas,


kerjakanlah latihan berikut!
1) Sebutkan dan jelaskan struktur kelembagaan parlemen berdasarkan
jumlah majelis! Jelaskan apa yang Anda pahami tentang soft
bicameralism dan hard bicameralism!
2) Sebutkan dan jelaskan fungsi-fungsi apa saja yang dijalankan parlemen!
3) Bagaimana cara pengisian jabatan anggota parlemen? Hendaknya
jawaban Anda disertai dengan contoh yang relevan dari negara-negara
yang mempraktikkannya!
4) Jelaskan apa yang menyebabkan parlemen akan tetap relevan di masa
yang akan datang!

Petunjuk Jawaban Latihan

1) Di dalam modul ini telah diuraikan bagaimana perbedaan antara


unicameralism dan bicameralism serta variannya sehingga dengan
memperhatikan uraian tersebut, Anda akan dengan mudah menjawab
latihan soal nomor ini.
2) Lembaga perwakilan menjalankan sejumlah fungsi, di antaranya
legislasi, deliberasi, dan budgeting. Identifikasilah fungsi-fungsi
tersebut!
3) Untuk lebih jelasnya, silakan Anda perhatikan kembali Tabel 1.3 pada
uraian yang membahas keanggotaan parlemen!
4) Dengan memperhatikan fungsi lembaga legislatif yang dibahas dalam
modul, Anda dapat menjelaskan dengan mudah.

RA NGK UMA N

Kegiatan belajar ini membahas struktur kelembagaan parlemen yang


ada di dunia berdasarkan jumlah anggota, jumlah majelis, dan jumlah
komisinya. Uraian Kegiatan Belajar 2 ini kemudian menjelaskan
beberapa fungsi pokok yang ditemukan di hampir semua parlemen di
dunia, yaitu fungsi perwakilan, deliberasi, dan legislasi dan beberapa
z IPEM4323/MODUL 1 1.21

fungsi lain yang dapat ditemukan di parlemen dalam sistem


pemerintahan tertentu.
Ada berbagai cara yang digunakan dalam memilih anggota
parlemen, baik untuk parlemen dengan sistem unikameral maupun
majelis rendah dan tinggi dalam sistem bikameral. Kegiatan belajar ini
menjelaskan beberapa contoh dari praktik pengisian jabatan anggota
parlemen yang ada di dunia. Kegiatan belajar ini juga menjelaskan
perdebatan antara teori mandat dan teori independen yang menjelaskan
bagaimana hubungan antara anggota parlemen dengan konstituen.
Akhirnya, kegiatan belajar ini mengetengahkan perdebatan para
ilmuwan mengenai masa depan parlemen, khususnya prediksi bahwa
parlemen dewasa ini telah kehilangan berbagai fungsinya. Kegiatan
belajar ini mengemukakan beberapa alasan yang menolak prediksi
tersebut.

TES FORMATIF 2

Pilihlah satu jawaban yang paling tepat!

1) Kekuasaan lembaga perwakilan yang dijalankan oleh dua majelis yang


biasa dikenal dengan sebutan majelis rendah dan majelis tinggi dapat
ditemukan dalam struktur parlemen ....
A. unikameralisme
B. bikameralisme
C. presidensialisme
D. parlementerisme

2) Jika kedua majelis di dalam parlemen memiliki kekuasaan yang kurang-


lebih setara maka sistem ini disebut ....
A. soft bicameralism
B. unicameralism
C. hard bicameralism
D. checks and balances

3) Di AS kekuasaan lembaga legislatif dijalankan oleh ....


A. House of Representatives
B. Senate
C. House of Representatives dan Senate
D. House of Commons dan House of Lords
1.22 Legislatif Indonesia z

4) Berikut ini adalah negara-negara yang menerapkan sistem


bikameralisme, kecuali ....
A. Indonesia
B. Israel
C. India
D. Australia

5) Di bawah ini yang tidak termasuk fungsi yang dijalankan lembaga


legislatif adalah ....
A. Fungsi pengawasan
B. Fungsi deliberasi
C. Fungsi membentuk pemerintahan
D. Fungsi diplomatik

6) Dalam menjalankan fungsi pengawasan terhadap lembaga eksekutif,


parlemen dilengkapi beberapa hak, salah satunya adalah hak angket,
yaitu ....
A. melakukan pemakzulan
B. meminta keterangan
C. melakukan penyelidikan
D. mengajukan pertanyaan

7) Sebagian keanggotaan majelis tinggi di Inggris (House of Lords) diisi


melalui mekanisme ....
A. pemilihan langsung oleh rakyat
B. pemilihan oleh parlemen lokal
C. pemilihan oleh majelis rendah (House of Commons)
D. pewarisan berdasarkan keturunan

8) Masa jabatan anggota Senat di AS adalah ....


A. 2 tahun
B. 4 tahun
C. 5 tahun
D. 6 tahun

9) Wakil dipilih karena dianggap memiliki kemampuan untuk mengenali


dan merumuskan kepentingan terwakil karena itu ia boleh mengambil
tindakan yang menurutnya terbaik tanpa harus mengonsultasikannya
terlebih dahulu kepada terwakil. Pernyataan ini merupakan asumsi dari
salah satu teori mengenai hubungan antara wakil dan terwakil, yaitu ....
A. Teori mandat
B. Teori trias politica
z IPEM4323/MODUL 1 1.23

C. Teori kebebasan
D. Teori perwakilan

10) Oleh karena kekuasan wakil merupakan mandat dari terwakil maka
tindakan yang ia ambil di dalam parlemen harus sesuai dengan keinginan
dari terwakil. Pernyataan ini merupakan asumsi dari ....
A. Teori mandat
B. Teori trias politica
C. Teori kebebasan
D. Teori perwakilan

Cocokkanlah jawaban Anda dengan Kunci Jawaban Tes Formatif 2 yang


terdapat di bagian akhir modul ini. Hitunglah jawaban yang benar.
Kemudian, gunakan rumus berikut untuk mengetahui tingkat penguasaan
Anda terhadap materi Kegiatan Belajar 2.

Jumlah Jawaban yang Benar


Tingkat penguasaan = × 100%
Jumlah Soal

Arti tingkat penguasaan: 90 - 100% = baik sekali


80 - 89% = baik
70 - 79% = cukup
< 70% = kurang

Apabila mencapai tingkat penguasaan 80% atau lebih, Anda dapat


meneruskan dengan modul selanjutnya. Bagus! Jika masih di bawah 80%,
Anda harus mengulangi materi Kegiatan Belajar 2, terutama bagian yang
belum dikuasai.
1.24 Legislatif Indonesia z

Kunci Jawaban Tes Formatif

Tes Formatif 1
1) C. Kabinet bukan sebutan lembaga perwakilan.
2) C. Legislature untuk menyebut lembaga perwakilan yang memiliki
fungsi membuat UU.
3) B. Inggris merupakan negara pertama yang memiliki lembaga
perwakilan di Eropa.
4) C. Sistem perwakilan menerapkan fusi kekuasaan.
5) A. Pemisahan kekuasaan merupakan salah satu ciri sistem presidensial.
6) A. Meksiko merupakan salah satu contoh negara yang menerapkan
sistem presidensial.
7) C. Thailand merupakan salah satu contoh yang menerapkan sistem
parlementer.
8) B. Dalam sistem parlementer, Menteri bertanggung jawab kepada
parlemen.
9) A. Perdana Menteri merupakan penanggung jawab penyelenggaraan
pemerintahan.
10) B. Mosi tidak percaya dapat menjatuhkan Perdana Menteri.

Tes Formatif 2
1) B. Bicameralisme.
2) C. Hardbicameralisme.
3) C. House of Representatives dan Senate.
4) B. Israel tidak menerapkan bikameralisme.
5) D. Fungsi diplomatik bukan merupakan fungsi-fungsi yang dijalankan
oleh parlemen.
6) C. Melakukan penyelidikan.
7) D. Pewarisan berdasarkan keturunan.
8) D. Masa keanggotaan Senat 6 tahun.
9) C. Teori kebebasan.
10) A. Teori mandat.
z IPEM4323/MODUL 1 1.25

Daftar Pustaka

Ball, Alan R. and B. Guy Peters. (2000). Modern Politics and Government.
Hampshire and London: MacMilan Press Ltd.

Boboy, Max. (1994). DPR RI dalam Perspektif Sejarah dan Tatanegara.


Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Cipto, Bambang. (1995). Dewan Perwakilan Rakyat dalam Era


Pemerintahan Modern-Industrial. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Hague, Rod Martin Harrop, and Shaun Breslin. Comparative Government


and Politics: An Introduction. Hampshire: MacMillan Press Ltd.

Lijphart, Arend. (1995). Sistem Pemerintahan Parlementer dan Presidensial.


Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Ranney, Austin. (1993). Governing: An Introduction to Political Science.


New Jersey: Prentice-Hall.

Suhelmi, Ahmad. (2001). Pemikiran Politik Barat. Jakarta: Gramedia


Pustaka Utama.

Suhirman. (tt). Makalah. Kerangka Hukum dan Kelembagaan untuk


Perencanaan dan Penganggaran Daerah di Indonesia: Peluang dan
Tantangan untuk Partisipasi Publik.
Problematika Presidential Threshold:
Putusan Mahkamah Konstitusi dan
Pengalaman di Negara Lain

Dispute on Presidential Threshold:


Decisions of the Constitutional Court
and Other Countries’ Experiences

Abdul Ghoffar
Pusat Penelitian dan Pengkajian Perkara Mahkamah Konstitusi RI
Jl. Medan Merdeka Barat No.6 Jakarta Pusat
Email: abdulghoffarmk@gmail.com

Naskah diterima: 04/07/2018 revisi: 01/08/2018 disetujui: 29/08/2018

Abstrak
Soal syarat minimal dukungan pencalonan presiden (presidential threshold) di
Indonesia terus diperdebatkan, terutama soal konstitusionalitas dari persyaratan
tersebut. Artikel ini bertujuan untuk mengkaji Putusan MK terkait persoalan
presidential threshold sekaligus melihat apakah negara lain juga menerapkan
sistem tersebut. Kajian dilakukan dengan menggunakan metode yuridis normatif.
Kajian ini menyimpulkan sebagai berikut. Pertama, MK telah dua kali memutuskan
konstitusionalitas ambang batas pencalonan presiden. Dalam putusan Nomor 51-
52-59/PUU-VI/2008, MK menyatakan bahwa pengaturan ambang batas adalah
open legal policy, yang kemudian dikuatkan kembali dalam Putusan Nomor 53/
PUU-XV/2017. Kedua, di negara-negara yang menganut sistem presidensil, seperti
Amerika, Brazil, Peru, Meksiko, Kolombia, dan Kyrgyzstan, ambang batas tidak
dikenal. Mereka menerapkan sistem terbuka pencalonan tanpa dipersyaratkan
dukungan. Meski demikian, sistem pemerintahan mereka juga tergolong stabil,
seperti yang dicontohkan oleh Amerika Serikat.
Kata kunci: Presidential Threshold, Putusan Mahkamah Konstitusi, Indonesia.

DOI: https://doi.org/10.31078/jk1532 Jurnal Konstitusi, Volume 15, Nomor 3, September 2018


Problematika Presidential Threshold: Putusan Mahkamah Konstitusi dan Pengalaman di Negara Lain
Dispute on Presidential Threshold: Decisions of the Constitutional Court and Other Countries’ Experiences

Abstract
Dispute on presidential threshold required for the Presidential election in
Indonesia remains intense, particularly in regard to the constitutionality of this
requirement. This study examines decisions given by the Constitutional Court on the
Presidential Threshold as well as analyses if other countries have applied a similar
system. The method used in this study is juridical normative. It can be concluded
that the Constitutional Court has made two decisions on the constitutionality of
the Presidential Threshold. Stated on Decision Number 51-52-59/PUU-VI/2008,
the Constitutional Court regarded the threshold requirement for the presidential
election as an open legal policy, strengthened by Decision Number 53/PUU-XV/2017.
Meanwhile, in other presidential countries such as United State of America (USA),
Brazil, Peru, Mexico, Columbia, and Kyrgyzstan, there is no place for presidential
threshold. They apply an open candidacy without setting any threshold of supports.
Nevertheless, USA for example, has successfully demonstrated a stable form of the
government under that system.
Keywords: Presidential Threshold, Decision of the Constitutional Court, Indonesia

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap lima tahun sekali, bangsa Indonesia menyelenggarakan pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden (untuk selanjutnya disebut Pilpres). Sejak tahun
2004, Indonesia memiliki sistem pemilihan yang baru. Bila sebelumnya presiden
dan wakil presiden dipilih oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR), maka
sejak tahun itu, Presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat
melalui pemilihan umum. Artinya, rakyat secara langsung bebas memilih calon
pemimpinnya.
Sejak pemilihan presiden dilakukan secara langsung, persoalan ambang
batas syarat mengajukan calon presiden dan wakil presiden selalu mengemuka
tiap kali Pilpres akan diselenggarakan. Pada tahun 2004, misalnya, ambang batas
pencalonan presiden sebanyak 10 persen. Angka ini kemudian bertambah menjadi
20 persen pada tahun 2009, dan terus berlanjut hingga saat ini.
Oleh sebagian kalangan, pemberlakuan ambang batas dalam pencalonan
presiden ini sangat penting guna menciptakan sistem presidensil yang lebih kuat.
Adanya dukungan awal di parlemen melalui ambang batas akan memudahkan
calon terpilih dalam melaksanakan program-program kerjanya di kemudian hari.

Jurnal Konstitusi, Volume 15, Nomor 3, September 2018 481


Problematika Presidential Threshold: Putusan Mahkamah Konstitusi dan Pengalaman di Negara Lain
Dispute on Presidential Threshold: Decisions of the Constitutional Court and Other Countries’ Experiences

Salah satu pihak yang mendukung diterapkannya ambang batas adalah Menteri
Dalam Negeri Tjahjo Kumolo. Menurutnya, ambang batas untuk pemilihan presiden
dinilai memperkuat partai. Presiden dan wakil yang terpilih, punya kekuatan
politik terutama di parlemen, sehingga presidential threshold memperkuat sistem
pemerintahan presidensil.1
Namun demikian, sebagian pihak lain berpandangan berbeda. Syarat ambang
batas dianggap mengurangi hak rakyat untuk memperoleh pemimpin yang
diinginkan. Sebab dengan adanya ambang batas tersebut, di atas kertas maksimal
ada 5 pasangan calon. Namun di lapangan, rasanya tidak mungkin ada 5 pasang.
Maksimal 4 pasangan calon. Mengapa? Sebab partai-partai itu harus berkoalisi
yang bisa dipastikan gabungan parpol tersebut akan menghasilkan dukungan 20
persen lebih, tidak bisa pas 20 persen. Bahkan dalam praktiknya, sejak ambang
batas 20 persen tersebut diberlakukan tahun 2009, maksimal hanya ada 3
pasangan calon.2
Dengan adanya pembatasan tersebut, menurut Benny K Harman, akan
membatasi munculnya tokoh alternatif dalam kontestasi Pilpres 2019. Pilihan
rakyat dibatasi sehingga rakyat jadi apatis. Hukum atau UU Pemilu sejatinya
harus memfasilitasi munculnya calon pemimpin alternatif supaya persaingan
elektoral semakin meningkat. Termasuk meningkatkan partisipasi dan kualitas
pemimpinnya.3
Pendapat hampir serupa juga disampaikan oleh Partai Islam Damai Aman
(IDAMAN). Partai besutan Rhoma Irama ini merasa hak konstitusionalnya dirugikan
atas diberlakukannya Pasal 222 UU Pemilu. Atas dasar itu, Partai Idaman kemudian
mengajukan permohonan pengujian UU Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Secara umum ada dua persoalan yang diajukan oleh Partai Idaman. Pertama,
persoalan verifikasi partai politik peserta Pemilu; Kedua, persoalan pemberlakuan
syarat ambang batas minimum perolehan suara partai politik atau gabungan partai
politik untuk dapat mengajukan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.
1
Alasan Pemerintah Pakai Ambang Batas Presiden 25 Persen. https://www.viva.co.id/berita/politik/926377-alasan-pemerintah-pakai-ambang-batas-
presiden-25-persen. diunduh 6 Juni 2018.
2
Menurut Fuqoha, Pasca amandemen UUD, mekanisme pengisian jabatan Presiden dan wakil Presiden diatur dalam Pasal 6A UUD 1945 yang
mengharuskan calon Presiden dan wakil Presiden diusulkan oleh partai politik. Akan tetapi menurut Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 pencalonan
Presiden dan wakil Presiden oleh partai politik diharuskan memenuhi presidential threshold. Adanya ketentuan tersebut bertentangan dengan
prinsip demokrasi konstitusional, yakni Pasal 6A UUD 1945 yang mana setiap orang mempunyai hak konstitusional untuk mencalonkan diri
(the right to be candidate) sebagai Presiden dan/atau wakil Presiden. Fuqoha, “Pengisian Jabatan Presiden dan Presidential Threshold dalam
Demokrasi Konstitusional di Indonesia”, Jurnal AJUDIKASI, Vol. 1 No. 2 Desember 2017, h. 27.
3
Gibran Maulana Ibrahim, "Tolak Presidential Threshold, Demokrat: Membatasi Capres Alternatif", https://news.detik.com/berita/d-3567236/tolak-
presidential-threshold-demokrat-membatasi-capres-alternatif, diunduh 28 Mei 2018.

482 Jurnal Konstitusi, Volume 15, Nomor 3, September 2018


Problematika Presidential Threshold: Putusan Mahkamah Konstitusi dan Pengalaman di Negara Lain
Dispute on Presidential Threshold: Decisions of the Constitutional Court and Other Countries’ Experiences

Namun karena keterbatasan waktu, tulisan ini hanya akan membahas dan
menganalisis terkait dengan pokok perkara yang kedua yaitu soal pemberlakuan
syarat ambang batas minimum perolehan suara partai politik atau gabungan partai
politik untuk dapat mengajukan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.4
Terhadap hal tersebut, setidaknya ada 6 alasan yang diajukan oleh Pemohon
dalam permohonannya. Pertama, meskipun Mahkamah Konstitusi dalam
putusannya Nomor 14/PUU-XI/2013 menyatakan bahwa soal persyaratan
perolehan suara partai politik untuk dapat mengajukan pasangan calon Presiden
dan Wakil Presiden adalah open legal policy pembentuk undang-undang, namun
Pasal 222 UU Pemilu tidak didukung secara bulat karena Partai Gerindra, Partai
Demokrat, Partai Keadilan Sejahtera, dan Partai Amanat Nasional menyatakan
menolak dan walk out. Pasal 222 UU Pemilu, menurut Pemohon, adalah manipulasi
dan tarik-menarik kepentingan politik partai-partai pendukung pemerintah, partai-
partai oposisi, dan pemerintah.5
Kedua, ketentuan presidential threshold dalam Pasal 222 UU Pemilu telah
digunakan dalam Pemilu 2014 sehingga tidak relevan dan kedaluwarsa ketika
diterapkan dalam Pemilu serentak 2019. Ketiga, ketentuan presidential threshold
dalam Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan logika keserentakan Pemilu
2019, yaitu bahwa Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD dilaksanakan serentak
bersamaan dengan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, sebagaimana dinyatakan
dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013.
Keempat, ketentuan presidential threshold dalam Pasal 222 UU Pemilu
bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) dan Pasal 22E ayat (2) UUD 1945.
Alasannya, istilah “sebelum pelaksanaan pemilihan umum” dalam Pasal 6A UUD
1945 merupakan satu tarikan nafas dengan Pasal 22E ayat (2) UUD 1945 yang
merujuk pada pemilihan umum anggota DPR, DPD, dan DPRD yang dilaksanakan
secara serentak dalam satu kontestasi dengan pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden, sehingga dalam keadaan demikian maka seluruh partai politik berada
dalam posisi yang sama, yakni zero % kursi atau zero % suara sah.

4
Putusan Nomor 53/PUU-XV/2017 tentang Pengujian UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertanggal 11 Januari 2018, h. 106-107.
5
Menurut Lutfil Ansori, dalam perspektif konstitusi, menggunakan atau tidak menggunakan presidential threshold tidak bertentangan dengan
konstitusi. Menurutnya, presidential threshold adalah kebijakan hukum terbuka dari pembentuk Undang-Undang. Meski demikian, pembentuk
Undang-Undang perlu memikirkan kembali konsekuensi dari presidential threshold terutama dalam kaitannya dengan pemilu serentak, agar
tujuan untuk memperkuat sistem presidensial tercapai. Lutfil Ansori, “Telaah terhadap Presidential Threshold Dalam Pemilu Serentak 2019”,
Jurnal Yuridis, Vol. 4 No. 1, Juni 2017, h. 15.

Jurnal Konstitusi, Volume 15, Nomor 3, September 2018 483


Problematika Presidential Threshold: Putusan Mahkamah Konstitusi dan Pengalaman di Negara Lain
Dispute on Presidential Threshold: Decisions of the Constitutional Court and Other Countries’ Experiences

Kelima, ketentuan presidential threshold dalam Pasal 222 UU Pemilu merusak


sistem presidensial dan mengeliminasi fungsi evaluasi penyelenggaraan Pemilu.
Keenam, ketentuan Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan prinsip One Person,
One Vote, One Value (OPOVOV) dari Pemilu 2014. Alasannya, konversi suara pemilih
menjadi kursi dalam Pemilu 2014 telah digunakan untuk mencalonkan Presiden
dan Wakil Presiden Tahun 2014.6
Berawal dari perbedaan pendapat tersebut, penulis tertarik untuk melakukan
penelitian lebih lanjut terkait dengan persoalan ambang batas dalam pemilihan
presiden dan wakil presiden di Indonesia. Penelitian ini akan menggunakan
metode yuridis normatif.

Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, ada dua hal yang ingin dijawab
oleh peneliti, yaitu: pertama, bagaimana pendapat Mahkamah Konstitusi dalam
persoalan ambang batas pencalonan presiden di Indonesia? Kedua, apakah negara
lain juga menerapkan aturan ambang batas dalam persyaratan calon Presidennya?

Metode Penelitian
Untuk menjawab dua rumusan masalah di atas, peneliti akan menggunakan
metode penelitian hukum normatif. Menurut Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji,
penelitian model ini akan memusatkan pada perhatian pada persoalan-persoalan
asas-asas hukum, sistematik hukum, sinkronisasi hukum secara vertikal dan
horisontal, perbandingan hukum, dan sejarah hukum.7 Selain itu, penelitian
ini juga akan menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan perundang-
undangan(statute approach), pendekatan kasus (case approach), dan pendekatan
perbandingan (comparative approach).8

PEMBAHASAN
1. Pendapat MK Dalam Persoalan Presidential Threshold
Permohonan pengujian tentang ambang batas pencalonan presiden yang
diajukan oleh Partai Idaman, bukanlah pengujian yang pertama. Jauh sebelumnya,
tepatnya tahun 2008, MK juga telah mengeluarkan putusan terkait dengan hal
6
Ibid.
7
Soerjono Soekanto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif; Suatu Tinjauan Singkat, cet. ke-6, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2003, h. 14.
Lihat pula Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI Press, 1986. Lihat juga Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum,
cet. ke-4, Jakarta: Rineka Cipta, 2004, h. 12.
8
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Edisi Pertama, Cetakan ke-4, Jakarta: Prenada Media Group, 2008, h. 93.

484 Jurnal Konstitusi, Volume 15, Nomor 3, September 2018


Problematika Presidential Threshold: Putusan Mahkamah Konstitusi dan Pengalaman di Negara Lain
Dispute on Presidential Threshold: Decisions of the Constitutional Court and Other Countries’ Experiences

tersebut. Untuk itu, agar memudahkan pemahaman dalam melihat bagaimana


pendapat MK dalam persoalan ini, penulis akan menyajikan dua putusan yang
terkait dengan persoalan ambang batas, yakni putusan Nomor 51-52-59/PUU-
VI/2008 tentang Pengujian UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum,
bertanggal 18 Februari 2009, dan Putusan Nomor 53/PUU-XV/2017 tentang
Pengujian UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertanggal 11
Januari 2018.
a. Putusan Nomor 51-52-59/PUU-VI/20089
Dalam Putusan ini, pada pokoknya MK berpendapat bahwa persoalan
ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden sebagai berikut.
Pertama, terhadap dalil Pemohon yang menyatakan bahwa aturan ambang
batas sangat diskriminatif dan mematikan kesempatan untuk diusulkan oleh
Partai Politik atau gabungan Partai Politik dan penerapannya menimbulkan
ketidakadilan, sehingga bertentangan dengan konstitusi, menurut MK adalah
tidak benar. Sebab untuk menentukan Pemohon dapat diusulkan oleh Partai
Politik atau gabungan Partai Politik dalam Pemilu Presiden dan Wakil Presiden
akan lebih dahulu ditentukan oleh rakyat dalam Pemilu legislatif yang akan
datang, yang berlaku secara sama bagi semua Pasangan Calon Presiden dan
Wakil Presiden;
Kedua, MK melihat bahwa pengaturan ambang batas (Pasal 9 UU 42/2008)
merupakan satu norma konkret yang merupakan penjabaran Pasal 6A ayat
(2) UUD 1945. Kebijakan syarat perolehan suara 20% (dua puluh perseratus)
dari kursi DPR atau 25% (dua puluh lima perseratus) perolehan suara sah
nasional dalam Pemilu DPR, sebagaimana telah menjadi pendapat Mahkamah
dalam putusan-putusan terdahulu, merupakan kebijakan hukum (legal policy)
yang terbuka yang didelegasikan oleh Pasal 6A ayat (5) UUD 1945 yang
menentukan, ”Tata cara pelaksanaan pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
lebih lanjut diatur dalam undang-undang”, dan Pasal 22E ayat (6) UUD 1945
yang menentukan, ”Ketentuan lebih lanjut tentang pemilihan umum diatur
dengan undang-undang”.
Ketiga, terhadap pendapat pemohon yang bahwa ambang batas
sebagaimana diatur dalam Pasal 9 UU 42/2008 berpotensi menyebabkan
9
Putusan Nomor 51-52-59/PUU-VI/2008 Tentang Pengujian UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum, bertanggal 18 Februari 2009.
http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/public/content/persidangan/putusan/putusan_sidang_PUTUSAN%2051-52-59%2018-2-092.pdf, diunduh 8
Juni 2018.

Jurnal Konstitusi, Volume 15, Nomor 3, September 2018 485


Problematika Presidential Threshold: Putusan Mahkamah Konstitusi dan Pengalaman di Negara Lain
Dispute on Presidential Threshold: Decisions of the Constitutional Court and Other Countries’ Experiences

tidak terselenggaranya Pemilu yang demokratis, langsung, umum, bebas,


rahasia, jujur, dan adil, menurut MK tidak ada korelasi yang logis antara
syarat dukungan 20% (dua puluh perseratus) kursi DPR atau 25% (dua puluh
lima perseratus) suara sah secara nasional yang harus diperoleh Partai untuk
mengusulkan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden dengan Pemilihan
umum yang demokratis, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil,
karena justru pencapaian partai atas syarat tersebut diperoleh melalui proses
demokrasi yang diserahkan pada rakyat pemilih yang berdaulat. Hal demikian
juga untuk membuktikan apakah partai yang mengusulkan Calon Presiden
dan Wakil Presiden mendapat dukungan yang luas dari rakyat pemilih;
Lagipula, lanjut MK, syarat dukungan partai politik atau gabungan partai
politik yang memperoleh 20% (dua puluh perseratus) kursi di DPR atau
25% (dua puluh lima perseratus) suara sah nasional sebelum pemilihan
umum Presiden, menurut Mahkamah, merupakan dukungan awal; sedangkan
dukungan yang sesungguhnya akan ditentukan oleh hasil Pemilu Presiden
dan Wakil Presiden, terhadap Calon Presiden dan Wakil Presiden yang kelak
akan menjadi Pemerintah sejak awal pencalonannya telah didukung oleh
rakyat melalui partai politik yang telah memperoleh dukungan tertentu
melalui Pemilu.
b. Putusan Nomor 53/PUU-XV/201710
Dalam putusan ini, MK berpendapat sebagai berikut. Pertama, terhadap
dalil Pemohon yang menyatakan bahwa ketentuan presidential threshold dalam
Pasal 222 UU Pemilu adalah manipulasi dan tarik-menarik kepentingan politik
partai-partai pendukung pemerintah, partai-partai oposisi, dan pemerintah
dengan merujuk pada adanya sejumlah fraksi di DPR yang walk out pada
saat disahkannya pengambilan putusan terkait UU Pemilu, MK berpendapat
bahwa pembentukan suatu UU adalah keputusan politik dari suatu proses
politik lembaga negara yang oleh Konstitusi diberi kewenangan membentuk
UU, dalam hal ini DPR bersama Presiden.
Oleh sebab itu, MK tidak berwenang menilai praktik dan dinamika politik
yang terjadi selama berlangsungnya proses pembentukan suatu UU selama
tata cara pembentukan UU dimaksud tidak bertentangan dengan tata cara
atau prosedur yang ditentukan dalam UUD 1945, khususnya sebagaimana
10
Putusan Nomor 53/PUU-XV/2017 tentang Pengujian UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertanggal 11 Januari 2018. http://www.
mahkamahkonstitusi.go.id/public/content/persidangan/putusan/53_PUU-XV_2017.pdf, diunduh 8 Juni 2018.

486 Jurnal Konstitusi, Volume 15, Nomor 3, September 2018


Problematika Presidential Threshold: Putusan Mahkamah Konstitusi dan Pengalaman di Negara Lain
Dispute on Presidential Threshold: Decisions of the Constitutional Court and Other Countries’ Experiences

diatur dalam Pasal 20 ayat (2), ayat (3), ayat (4) dan ayat (5) UUD 1945. Fakta
tentang adanya sejumlah fraksi yang walk out dimaksud tidaklah menyebabkan
substansi atau materi muatan suatu UU menjadi inkonstitusional melainkan
hanya menunjukkan tingkat penerimaan materi muatan undang-undang yang
bersangkutan dalam pengertian bahwa persetujuan terhadap materi muatan
UU tersebut tidak diperoleh secara aklamasi.11
Kedua, terhadap dalil Pemohon bahwa ketentuan presidential threshold
dalam Pasal 222 UU Pemilu telah digunakan dalam Pemilu 2014 sehingga
tidak relevan dan kedaluwarsa ketika diterapkan dalam Pemilu serentak 2019,
MK berpendapat bahwa UU yang mengatur tentang Pemilu 2014 bukanlah UU
Nomor Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum melainkan UU 8/2012
yang tidak atau belum memberlakukan ketentuan tentang presidential threshold
dalam proses pengusulan pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden. Lagi
pula, bagaimana mungkin undang-undang yang lahir belakangan dikatakan
kedaluwarsa terhadap suatu keadaan atau peristiwa yang terjadi sebelumnya
yang tunduk pada undang-undang yang berbeda.12
Ketiga, terhadap dalil Pemohon yang menyatakan ketentuan presidential
threshold dalam Pasal 222 UU Pemilu bertentangan dengan logika keserentakan
Pemilu 2019, yaitu bahwa Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD dilaksanakan
serentak bersamaan dengan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, sebagaimana
dinyatakan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XI/2013,
Mahkamah berpendapat sebagai berikut: Mahkamah Konstitusi dalam putusan
sebelumnya, yaitu Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 51-52-59/PUU-
VI/2008, bertanggal 18 Februari 2009, dalam pengujian Undang-Undang
Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum (UU 42/2008), telah
menegaskan bahwa penentuan ambang batas minimum perolehan suara partai
politik (atau gabungan partai politik) untuk dapat mengusulkan calon Presiden
dan Wakil Presiden adalah kebijakan hukum pembentuk undang-undang.
Keempat, MK kembali mempertegas Putusan sebelumnya yaitu Putusan
Nomor 51-52-59/PUU-VI/2008 dengan penjelasan:13
1) pertimbangan hukum mengenai ambang batas minimum perolehan suara
partai politik (atau gabungan partai politik) untuk dapat mengusulkan
11
Ibid., h. 130.
12
Ibid., h. 131.
13
Ibid., h. 132.

Jurnal Konstitusi, Volume 15, Nomor 3, September 2018 487


Problematika Presidential Threshold: Putusan Mahkamah Konstitusi dan Pengalaman di Negara Lain
Dispute on Presidential Threshold: Decisions of the Constitutional Court and Other Countries’ Experiences

calon Presiden dan Wakil Presiden (yang saat itu diatur dalam Pasal 9
UU 42/2008) sebagai kebijakan pembentuk undang-undang (legal policy)
sama sekali tidak dikaitkan dengan keberadaan norma Undang-Undang
yang mengatur tentang dipisahkannya penyelenggaraan Pemilu untuk
memilih Presiden dan Wakil Presiden dengan Pemilu untuk memilih
anggota DPR, DPD, dan DPRD [sebagaimana diatur dalam Pasal 3 ayat
(5) UU 42/2008], yang juga dimohonkan pengujian konstitusionalitasnya
pada saat itu.
2) argumentasi teoretik konstitusionalitas persyaratan mengenai ambang
batas minimum perolehan suara partai politik (atau gabungan partai
politik) untuk dapat mengusulkan calon Presiden dan Wakil Presiden
bukanlah diturunkan dari logika disatukan atau dipisahkannya Pemilu
untuk memilih Presiden/Wakil Presiden dengan Pemilu untuk memilih
anggota DPR, DPD, dan DPRD melainkan dari argumentasi teoretik untuk
memperkuat sistem Presidensial dalam pengertian mewujudkan sistem
dan praktik pemerintahan yang makin mendekati ciri/syarat ideal sistem
pemerintahan Presidensial sehingga tercegahnya praktik yang justru
menunjukkan ciri-ciri sistem Parlementer.
3) sementara itu, argumentasi sosio-politik konstitusionalitas persyaratan
mengenai ambang batas minimum perolehan suara partai politik (atau
gabungan partai politik) untuk dapat mengusulkan calon Presiden dan
Wakil Presiden adalah memperkuat lembaga Kepresidenan sebagai
lembaga yang mencerminkan legitimasi sosio-politik representasi
masyarakat Indonesia yang berbhinneka.
4) Terhadap dalil Pemohon bahwa ketentuan presidential threshold dalam
Pasal 222 UU Pemilu merusak sistem Presidensial dan mengeliminasi
fungsi evaluasi penyelenggaraan Pemilu, pertimbangan Mahkamah
sebagaimana diuraikan pada angka 1 sampai dengan angka 5 di atas
telah menegaskan bahwa ketentuan yang termuat dalam Pasal 222 UU
Pemilu justru bersesuaian dengan gagasan penguatan sistem Presidensial
yang menjadi desain konstitusional UUD 1945. Sementara itu, jika yang
dimaksud dengan “mengeliminasi evaluasi penyelenggaraan Pemilu”
adalah anggapan Pemohon tentang adanya ketidakpuasan rakyat terhadap
kinerja DPR dan Presiden-Wakil Presiden yang terpilih dalam Pemilu
2014 dengan asumsi bahwa rakyat akan dihadapkan pada pasangan calon

488 Jurnal Konstitusi, Volume 15, Nomor 3, September 2018


Problematika Presidential Threshold: Putusan Mahkamah Konstitusi dan Pengalaman di Negara Lain
Dispute on Presidential Threshold: Decisions of the Constitutional Court and Other Countries’ Experiences

Presiden dan Wakil Presiden yang sama yang akan berkompetisi dalam
Pemilu 2019 sebagaimana ditegaskan Pemohon dalam Permohonannya,
anggapan demikian terlalu prematur sebab belum tentu pasangan calon
Presiden dan Wakil Presiden yang akan berkompetisi dalam Pemilu 2019
adalah pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden yang sama dengan
mereka yang berkontestasi dalam Pemilu 2014. Anggapan demikian baru
akan terbukti secara post factum. Lagi pula, kalaupun anggapan demikian
benar, quod non, hal itu tidaklah serta-merta menjadikan norma yang
terkandung dalam Pasal 222 UU Pemilu menjadi tidak konstitusional.14
5) terhadap dalil Pemohon bahwa ketentuan presidential threshold dalam
Pasal 222 UU Pemilu bersifat diskriminatif karena memangkas hak
Pemohon sebagai partai politik peserta Pemilu untuk mengusulkan
ketuanya (in casu Rhoma Irama) sebagai calon Presiden, Mahkamah
berpendapat bahwa dalil diskriminasi tidak tepat digunakan dalam
hubungan ini karena tidak setiap perbedaan perlakuan serta-merta berarti
diskriminasi. Diskriminasi baru dikatakan ada atau terjadi manakala
terhadap hal yang sama diperlakukan secara berbeda dan pembedaan itu
semata-mata didasari oleh pembedaan manusia atas dasar agama, suku,
ras, etnik, kelompok, golongan, status sosial, status ekonomi, jenis kelamin,
bahasa, keyakinan politik yang berakibat pengurangan, penyimpangan
atau penghapusan, pengakuan, pelaksanaan atau penggunaan hak asasi
manusia dan kebebasan dasar dalam kehidupan, baik individual maupun
kolektif, dalam bidang politik, ekonomi, hukum, sosial, budaya, dan
aspek kehidupan lainnya, sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 1 angka 3
Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia. Dalam
kasus tersebut, perbedaan perlakuan yang dialami Pemohon bukanlah
didasarkan pada alasan-alasan yang terkandung dalam pengertian
diskriminasi sebagaimana diuraikan di atas melainkan karena Pemohon
adalah partai politik baru yang baru akan berkontestasi dalam Pemilu
2019 sedangkan norma yang terkandung dalam Pasal 222 UU Pemilu
adalah diberlakukan terhadap partai-partai politik yang telah pernah
mengikuti Pemilu dan telah memperoleh dukungan suara tertentu. Bahkan,
andaikatapun terhadap partai-partai politik yang telah pernah mengikuti
Pemilu itu diberlakukan ketentuan yang berbeda, hal itu juga tidak serta-
14
Ibid., h. 133.

Jurnal Konstitusi, Volume 15, Nomor 3, September 2018 489


Problematika Presidential Threshold: Putusan Mahkamah Konstitusi dan Pengalaman di Negara Lain
Dispute on Presidential Threshold: Decisions of the Constitutional Court and Other Countries’ Experiences

merta dapat dikatakan sebagai diskriminasi sepanjang pembedaan itu


tidak didasari semata-mata oleh alasan-alasan sebagaimana termaktub
dalam pengertian diskriminasi di atas.15

2. Ambang Batas Calon Presiden di Negara Lain


Dalam negara yang menganut sistem presidensil seperti Indonesia, tidak
gampang mencari contoh negara-negara yang menerapkan ambang batas dalam
persyaratan calon presiden-nya. Yang ada justru sebaliknya. Dari penelusuran
peneliti, jutsru yang muncul adalah negara-negara yang tidak menerapkan ambang
batas. Berikut ini akan disampaikan negara-negara yang tidak menerapkan
presidential threshold.
Amerika Serikat
Sebagai sebuah negara yang sangat besar dengan sistem presidensial yang
paling mapan, Amerika tidak menerapkan ambang batas.16 Pada Pilpres 2016,
misalnya, selain Hillary Clinton dan Tim Kaine dari Partai Demokrat, serta Donald
Trump dan Mike Pence dari Partai Republik. Selain itu juga terdapat banyak
pasangan dari Partai Ketiga (sebutan untuk partai-partai kecil dan independen)17.
Misalnya, pasangan Gary Johnson dan Bill Weld dari Partai Liberal (Libertarian
Party), pasangan Jill Stein dan Ajamu Baraka dari Partai Hijau (Green Party),
serta kandidat dari partai-partai lain dan independen18 yang total terdapat
sekitar 24 calon yang terdaftar di surat suara di beberapa negara bagian atau
menjadi calon tertulis. Meski demikian, tidak ada calon dari partai ketiga tersebut,
yang mendominasi sebuah negara bagian pada pemilihan presiden tahun 2016
maupun pemilihan presiden apapun sejak tahun 1968.19
Brazil
Tidak ada pengaturan mengenai ambang batas dalam sistem ketatanegaraan
brazil. Pasal 77 Konstitusi Brazil menjelaskan bagaimana mekanisme pemilihan
presiden dan wakil presiden. Disebutkan bahwa Presiden dan dan Wakil Presiden
Republik akan dipilih secara bersamaan pada hari Minggu pertama bulan Oktober,
15
Ibid., h. 135.
16
Ken Kollman, The American Political System Second Core Edition, 2014 Election Update (New York: W. W. Norton & Company, Inc., 2012),
h. 45 dan h. 444-446.
17
“An independent candidate is one who runs for office with no formal party affiliation”, lihat lebih lanjut di United States third-party and independent
presidential candidates, 2016. https://en.wikipedia.org/wiki/United_States_third-party_and_independent_presidential_candidates,_2016, diunduh 28
Mei 2018.
18
Presidential candidates, 2016, https://ballotpedia.org/Presidential_candidates,_2016. diunduh 28 Mei 2018.
19
United States third-party and independent presidential candidates, 2016. https://en.wikipedia.org/wiki/United_States_third-party_and_indepen-
dent_presidential_candidates,_2016. diunduh 28 Mei 2018.

490 Jurnal Konstitusi, Volume 15, Nomor 3, September 2018


Problematika Presidential Threshold: Putusan Mahkamah Konstitusi dan Pengalaman di Negara Lain
Dispute on Presidential Threshold: Decisions of the Constitutional Court and Other Countries’ Experiences

dan jika harus ada putaran kedua maka akan dilakukan pada hari minggu terakhir
bulan Oktober sebelum berakhirnya tahun masa jabatan Presiden yang sedang
menjabat saat itu.20
Setelah calon Presiden dan Wakil Presiden didaftarkan oleh partai politik,
calon yang mendapatkan suara mayoritas mutlak, akan dianggap sebagai Presiden
terpilih. Jika tidak ada calon yang mencapai mayoritas mutlak pada pemungutan
suara pertama, pemilihan putaran kedua akan diadakan dalam waktu dua puluh
hari setelah pengumuman hasil antara dua kandidat yang memperoleh jumlah
suara terbanyak. Selanjutnya salah satu dari dari pasangan yang memperoleh
suara sah mayoritas akan dianggap sebagai pasangan terpilih.21
Dalam Bab V yang mengatur khusus soal partai politik, juga tidak menyebut
sama sekali soal ambang batas pengajuan calon presiden. dalam bab tersebut
hanya mengatur soal pendirian, peleburan, penggabungan, pembubaran partai
politik adalah gratis dengan mendasarkan pada kedaulatan nasional, pemerintahan
demokratis, keberagaman politik dan hak asasi manusia. 22
Atas dasar itu, maka setiap partai memiliki kebebasan untuk mengajukan
calon presiden-nya. Pada Pilpres tahun 2014, misalnya, diikuti oleh 11 (sebelas)
pasang calon presiden dan wakil presiden. Bukan hanya tidak memberlakukan
ambang batas pencalonan presiden, Brazil membolehkan calon independen untuk
bertarung dalam pilpres.23
Bahkan pada Pilres yang akan digelar pada oktober 2018 ini, sedikitnya sudah
ada 16 kandidat yang mengumumkan pencalonannya. Para calon ini berasal dari
berbagai macam background, mulai dari senator, deputi, mantan menteri, mantan
Hakim Agung, bahkan mantan Presiden yang pernah diturunkan (impeachment).
Pada Oktober 2018 lebih dari 144 juta pemilih akan memilih calon presidennya.
Jika tidak ada satu pun calon yang mendapatkan suara lebih dari 50 persen suara
sah, maka akan dilakukan putaran kedua pada akhir oktober dengan dua kandidat
yang mendapat suara terbanyak pertama dan kedua.24 Keharusan mendapat 50
persen lebih ini mirip dengan di Indonesia.
20
Pasal 77 Ayat (1) Konstitusi Brazil. Brazil’s Constitution of 1988 with Amendments through 2014. https://www.constituteproject.org/
constitution/Brazil_2014.pdf, diunduh 28 Mei 2018.
21
Pasal 77 Ayat 2, ayat 3, ayat 4, dan ayat 5 Konstitusi Brasil. Brazil’s Constitution of 1988 with Amendments through 2014. https://www.consti-
tuteproject.org/constitution/Brazil_2014.pdf, diunduh 28 Mei 2018.
22
Lihat Bab V Tentang Partai Politik Konstitusi Brazil. Brazil’s Constitution of 1988 with Amendments through 2014. https://www.constituteproject.org/
constitution/Brazil_2014.pdf. Lihat juga Dana de la Fontaine, Thomas Stehnken (Editors), The Political System of Brazil, Berlin: Springer-Verlag
Berlin Heidelberg, 2016, h. 27-35.
23
Brazilian general election, 2014. https://en.wikipedia.org/wiki/Brazilian_general_election,_2014.
24
Lise Alves, Brazil May Have Over 16 Candidates for President in 2018 http://riotimesonline.com/brazil-news/rio-politics/brazil-may-have-over-
16-candidates-for-president-in-2018/, diunduh 28 Mei 2018.

Jurnal Konstitusi, Volume 15, Nomor 3, September 2018 491


Problematika Presidential Threshold: Putusan Mahkamah Konstitusi dan Pengalaman di Negara Lain
Dispute on Presidential Threshold: Decisions of the Constitutional Court and Other Countries’ Experiences

Peru
Berdasarkan Pasal 111 Konstitusi Peru, dikatakan bahwa Presiden Republik
dipilih melalui hak pilih langsung. Calon yang mendapat suara lebih dari separuh
suara pemilih dinyatakan sebagai calon terpilih. Suara yang tidak sah atau kosong
tidak dihitung.25
Dalam hal tidak ada calon yang mendapatkan suara mayoritas mutlak,
pemilihan dilakukan dengan putaran kedua dalam waktu tiga puluh sejak
pengumuman hasil pemilihan secara resmi. Putaran kedua diikuti oleh 2 calon
yang mendapatkan suara tertinggi pertama dan kedua. Sementara dua Wakil
Presiden dipilih bersama dengan pemilihan Presiden, dengan cara yang sama.26
Masa jabatan presiden selama 5 tahun. Presiden petahana bisa mencalonkan diri
lagi untuk satu kali masa jabatan.27
Pada tahun 2016, tepatnya pada tanggal 10 April, Peru menyelenggarakan
pemilihan presiden putaran pertama. dalam ajang demokrasi itu diikuti oleh 10
calon, yaitu Keiko Fujimori, Pedro Pablo Kuczynski, Veronika Mendoza, Alfredo
Barnechea, Alan Garcia, Gregorio Santos, Fernando Olivera, Alejandro Toledo,
Miguel Hilario, Antero Flores-Araoz.
Keluar pemenang pertama dan kedua adalah Keiko Fujimori (anak perempuan
dari mantan Presiden Peru Alberto Fujimori) dan Pedro Pablo Kuczynski. Keiko
mendapatkan 39.0 persen suara, sementara Pedro mendapatkan 21 persen suara.
Pemilihan kemudian dilanjutkan dalam putaran kedua yang dilangsungkan pada 5
Juni 2016. Dalam pemilihan yang kedua tersebut, Pedro menang tipis dari rivalnya.
Pedro mendapat 50.1 persen suara, sementara yaitu Keiko hanya mendapatkan
49.9 persen suara.28
Meksiko
Pemilihan presiden meksiko dilakukan secara langsung. Hal ini ditegaskan
dalam Pasal 81 Konstitusi Meksiko, yang menyatakan “The President of the United
Mexican States is directly elected by the people according to the electoral law.” Pasal
82 konstitusi mengatur tentang syarat untuk bisa menjadi presiden meksiko, yaitu
calon Presidensi harus menjadi warga negara yang lahir alami, dan mempunyai
25
Pasal 111 Konstitusi Peru. Peru’s Constitution of 1993 with Amendments through 2009. https://www.constituteproject.org/constitution/Peru_2009.
pdf?lang=en, diunduh 7 Juni 2018.
26
Ibid.
27
Pasal 112 Konstitusi Peru. Ibid.
28
Peru Reports: 2016 Presidential Elections. https://perureports.com/2016-elections-peru/, diunduh 6 Juni 2018.

492 Jurnal Konstitusi, Volume 15, Nomor 3, September 2018


Problematika Presidential Threshold: Putusan Mahkamah Konstitusi dan Pengalaman di Negara Lain
Dispute on Presidential Threshold: Decisions of the Constitutional Court and Other Countries’ Experiences

hak hukum untuk melaksanakan haknya, lahir dari ayah atau ibu Meksiko dan
harus telah tinggal atau hidup di negara meksiko setidaknya selama 20 tahun.
Selain itu, masih berdasar pada pasal 81, calon Presidensi harus sudah berusia
35 tahun pada tanggal pemilihan; calon Presidensi harus hidup di negara meksiko
secara penuh setahun sebelumnya sebelum hari pemilihan. Absen hingga 30 hari
tidak mengganggu syarat tinggal tersebut; calon Presidensi tidak bisa menjadi
pimpinan agama apa pun; calon tidak sedang aktif bertugas di militer setidaknya
enam bulan sebelum hari pemilihan; Calon seharusnya tidak menjadi Menteri
Negara atau wakil menteri negara, jaksa agung federal, gubernur atau kepala
pemerintahan distrik federal, kecuali dia mengundurkan diri dari jabatannya
enam bulan sebelum tanggal pemilihan.
Tahun 2018 ini, tepatnya pada tanggal 1 Juli, Meksiko akan menyelenggarakan
pemilihan umum yang digambarkan sebagai pemilihan umum terbesar dalam
sejarah negara itu. Menurut National Electoral Institute (INE) atau Komisi
Penyelenggara Pemilu Meksiko, dari 88 juta pemilih terdaftar akan memilih
Presiden baru untuk 6 tahun masa jabatan, juga akan memilih 500 anggota the
Chamber of Deputies, dan 128 anggota Senat. Pada hari yang sama, 30 dari 32
negara bagian juga akan melangsungkan pemilihan lokal.29
Dalam pemilihan kali ini, setidaknya sudah ada 4 calon presiden yang sudah
resmi terdaftar, yaitu Andres Manuel Lopez Obrador, Ricardo Anaya, and Jose
Antonio Meade, dan Margarita Zavala.
Dari empat kandidat ini, terdapat satu calon yang maju lewat jalur independen
yaitu Margarita Zavala. Perempuan kelahiran 25 Juli 1967 ini bernama lengkap
Margarita Ester Zavala Gómez del Campo. Sehari-hari Margarita berprofesi sebagai
seorang ahli hukum (lawyer) and politisi. Dia adalah istri mantan Presiden
Meksiko, Felipe Calderón, dan menjadi Ibu negara selama suaminya menjabat
sebagai Presiden. Margarita sudah terdaftar sebagai calon independen untuk
calon presiden sejak tanggal 12 oktober 2017.30
Sedangkan calon yang lain, Andres Manuel Lopez Obrador diusung oleh
National Regeneration Movement (MORENA), sebuah partai politik sayap kiri
yang secara formal terdaftar sebagai partai politik pada tahun 2014. MORENA
didirikan oleh López Obrador sebagai organisasi lintas-partai yang mendukung
29
Mexico elections: Why are they important?. https://www.aljazeera.com/news/2018/03/mexico-elections-important-180330081303766.html, diunduh
7 Juni 2018.
30
Margarita Zavala. https://en.wikipedia.org/wiki/Margarita_Zavala, diunduh 7 Juni 2018.

Jurnal Konstitusi, Volume 15, Nomor 3, September 2018 493


Problematika Presidential Threshold: Putusan Mahkamah Konstitusi dan Pengalaman di Negara Lain
Dispute on Presidential Threshold: Decisions of the Constitutional Court and Other Countries’ Experiences

pencalonannya untuk Kepresidenan dalam pemilihan umum 2012. Setelah


pemilihan, López Obrador meninggalkan bekas partainya yaitu Partai Revolusi
Demokratis (PRD). Selanjutnya MORENA berubah dari ‘gerakan’ tidak resmi
menjadi partai politik dengan López Obrador sebagai pemimpinnya
Ricardo Anaya adalah calon yang diusung oleh PAN (National Action Party),
salah satu dari tiga partai politik utama di Meksiko. Berdiri sejak tahun 1939,
partai ini sejak tahun 1980-an menjadi partai politik penting yang memenangkan
pemilihan lokal, negara bagian, dan nasional. Pada tahun 2000, kandidat PAN
Vicente Fox terpilih sebagai Presiden untuk masa jabatan enam tahun; pada
tahun 2006, kandidat PAN Felipe Calderón menggantikan Fox dalam kepresidenan.
Selama periode 2000-2012, kedua majelis legislatif memiliki keragaman PAN, tetapi
partai itu tidak memiliki mayoritas di salah satu kamar Kongres. Dalam pemilihan
legislatif 2006 partai memenangkan 207 dari 500 kursi di Kamar Deputi dan 52
dari 128 Senator. Dalam Pemilihan Legislatif 2012, PAN memenangkan 38 kursi
di Senat, dan 114 kursi di Kamar Deputi.31
Sementara Jose Antonio Meade adalah mantan menteri keuangan dan diusulkan
oleh sebuah koalisi yang disebut Todos por Mexico (Everyone for Mexico), dan
dia mewakili PRI (Institutional Revolutionary Party). Sebuah partai politik yang
didirikan pada tahun 1929 dan telah memegang kekuasaan tanpa terputus di
negara itu selama 71 tahun sejak 1929 hingga 2000.32
Kyrgyzstan
Kyrgyzstan adalah negara pecahan Uni Soviet. Negara ini dipimpin oleh
Presiden sebagai kepala negara yang dipilih melalui pemilihan umum dengan
masa jabatan 6 tahun dan hanya dapat memimpin untuk satu periode saja. Sejak
diadopsinya pemerintahan parlementer hasil referendum nasional pada 27 Juni
2010, sebagian wewenang Presiden diserahkan kepada Perdana Menteri dan
Parlemen untuk menciptakan checks and balances. Pemilu terakhir Presiden pada
30 Oktober 2017.33
Di negara modern yang baru berkembang ini, tidak dikenal istilah presidential
threshold. Sebab di negara bekas pecahan Uni Soviet itu, setiap warga negara,
dengan syarat tertentu, memiliki hak untuk mencalonkan diri sebagai Presiden.
31
Clare Ribando Seelke, Mexico’s 2012 Elections, 4 September, 2012. Congressional Research Service. https://fas.org/sgp/crs/row/R42548.pdf,
diunduh 7 Juni 2012.
32
Untuk lebih lengkap bisa dilihat di Samuels, David J. Shugart, Matthew S. Presidents, Parties, and Prime Ministers: How the Separation of
Powers Affects Party Organization and Behavior, New York: Cambridge University Press, 2010, h. 141
33
Republik Kyrgystan. https://www.kemlu.go.id/tashkent/id/Pages/REPUBLIK-KYRGYZSTAN.aspx, diunduh 28 Mei 2018.

494 Jurnal Konstitusi, Volume 15, Nomor 3, September 2018


Problematika Presidential Threshold: Putusan Mahkamah Konstitusi dan Pengalaman di Negara Lain
Dispute on Presidential Threshold: Decisions of the Constitutional Court and Other Countries’ Experiences

Berdasarkan Konstitusi Kyrgyzstan, tepatnya pasal 62 Ayat (1) dikatakan, “A citizen


of the Kyrgyz Republic, no younger than 35 years of age and not older than 70
years of age, who has a command of the state language and who has been resident
in the republic for no less than 15 years in total may be elected President.”
Lebih lanjut ayat (2) menyatakan, “There shall be no limit on the number
of candidates for the office of the President. A person who has collected not less
than 30,000 voters’ signatures may be registered as a presidential candidate. The
procedure for presidential elections shall be defined by the constitutional law.”34
Dalam praktiknya, setiap pemilihan presiden, banyak kandidat yang mendaftar.
Pada pemilihan tahun 2011, tepatnya pada tanggal 30 Oktober 2011, terpilih
Almazbek Atambaev sebagai Presiden dengan suara sebanyak 63.2% dalam satu
kali putaran. Selain Atambaev, ada 12 calon lain yang maju dalam perhelatan
tersebut, dengan rincian 4 calon diusung oleh masing-masing satu partai politik,
dan 8 lainnya maju lewat jalur independen.35
Di negara ini, masa jabatan seorang Presiden hanya 6 tahun untuk satu kali
masa jabatan. Tidak bisa dipilih kembali. Oleh sebab itu, pada pemilihan yang
diselenggarakan pada tanggal 15 Oktober 2017, Almazbek Atambaev, sudah tidak
bisa mencalonkan diri lagi.
Dalam pemilihan terbaru itu, sebenarnya ada 13 calon Presiden yang telah
tertulis di kertas suara. Namun ada 3 yang mengundurkan diri, atau bergabung
dengan calon lain. Sehingga total yang maju dan dipilih ada 10 calon, dengan
perincian 7 calon berasal dari jalur perseorangan, sementara sisanya dari partai
politik. Pemilihan tersebut akhirnya dimenangkan oleh Sooronbay Jeenbekov,
mantan Perdana Menteri, dari Social Democratic Party of Kyrgyzstan.
Kolombia
Berdasarkan Pasal 115 Konstitusi Kolombia, Presiden adalah Kepala Negara,
kepala pemerintahan, dan otoritas administrasi tertinggi. Pemerintah nasional
terdiri dari Presiden Republik, Menteri Kabinet, dan direktur departemen
administrasi. Presiden dan menteri atau direktur departemen dapat mewakili
pemerintah dalam bidangnya.
Para gubernur, walikota, perusahaan publik, dan perusahaan industri atau
komersial milik negara adalah bagian dari Cabang Eksekutif.
34
Kyrgyzstan’s Constitution of 2010 . https://www.constituteproject.org/constitution/Kyrgyz_Republic_2010.pdf?lang=en, diunduh 6 November 2017.
35
Election Guide: Democracy Assistance & Election News. http://www.electionguide.org/elections/id/3025/, diunduh 6 November 2017.

Jurnal Konstitusi, Volume 15, Nomor 3, September 2018 495


Problematika Presidential Threshold: Putusan Mahkamah Konstitusi dan Pengalaman di Negara Lain
Dispute on Presidential Threshold: Decisions of the Constitutional Court and Other Countries’ Experiences

Presiden dipilih secara langsung untuk masa jabatan 4 tahun dengan perolehan
suara mayoritas 50 persen plus satu suara dari surat suara yang sah. Pemilihan
dilakukan secara langsung dan rahasia dengan tanggal yang ditentukan menurut
hukum. Jika tidak ada kandidat yang mendapatkan suara mayoritas 50 persen
plus satu, maka akan dilangsungkan putaran kedua tiga minggu kemudian yang
diikuti oleh 2 calon yang memperoleh suara terbanyak pertama dan kedua di
pemilihan putaran pertama. Kandidat dengan perolehan suara terbanyak akan
dinyatakan sebagai Presiden.
Dalam hal terjadi kematian atau ketidakmampuan fisik permanen dari salah
satu dari dua calon yang menerima suara mayoritas, partainya atau gerakan
politiknya memasukkan calon baru untuk maju dalam pemilihan putaran kedua
itu. Jika Partai atau gerakan politiknya gagal melakukannya atau jika lowongan
akibat alasan lain, calon itu akan digantikan oleh siapa pun yang memenangkan
tempat ketiga di babak pertama dan seterusnya secara berurutan ke bawah.
Jika kekosongan terjadi kurang dari dua (2) minggu sebelum putaran kedua
pemungutan suara, putaran kedua akan ditunda 15 hari.36 Untuk menjadi Presiden,
seorang individu harus warga negara Kolombia sejak lahir, warga negara yang
bereputasi baik, dan berusia lebih dari 30 tahun.37
Tahun 2018 ini, kolombia menyelenggarakan pemilihan presiden. putaran
pertama dilangsungkan pada tanggal 27 Mei 2018. Dalam pemilihan kali ini
Incumbent President Juan Manuel Santos tidak bisa mencalonkan diri lagi karena
sudah menjabat dua periode. Ada banyak calon yang berlaga dalam putaran
pertama ini. Mereka adalah van Duque Marquez yang diusung oleh partai atau
aliansi Grand Alliance for Colombia,38 Gustavo Petro dari List of Decency,39 Sergio
Fajardo diusung oleh Colombia Coalition,40 German Vargas Lleras dari Mejor

36
Pasal 190 Konstitusi Kolombia. Colombia’s Constitution of 1991 with Amendments through 2005. https://www.constituteproject.org/constitution/
Colombia_2005.pdf, diunduh 8 Juni 2018.
37
Pasal 191 Konstitusi Kolombia. Ibid.
38
Duque, masih berusia 41, berasal dari Uribe’s Democratic Center Party, menjabat sebagai seorang senator selama 4 tahun dan menjadi penas-
ehat menteri keuangan dan Bank Pembangunan Inter-American. Dia juga adalah seorang profesor dan penulis, turut menulis buku The Orange
Economy.. Eliott C. McLaughlin, Colombia’s presidential election heads to runoff, May 28, 2018. https://edition.cnn.com/2018/05/27/americas/
colombia-elections/index.html, diunduh 8 Juni 2018.
39
Petro, pria berusia 58 tahun ini adalah mantan gerilyawan dan ekonom yang mendirikan Gerakan Progresif (Progressive Movement) menjelang
pencalonan walikota Bogota, dan ia menang dalam pemilihan pada 2011 itu. Sebelumnya anggota M-19, kelompok gerilya lain yang menjadi
partai politik. Petro telah menjabat tiga periode sebagai anggota kongres dan satu periode sebagai senator. Ibid.
40
Fajardo, berusia 61 pada saat pencalonan. Ia adalah seorang matematikawan dan anggota partai Koalisi Kolonial konservatif (conservative
Colombia Coalition party). Mantan gubernur departemen Antioquia di barat laut Kolombia dan mantan walikota Medellin. Ibid.

496 Jurnal Konstitusi, Volume 15, Nomor 3, September 2018


Problematika Presidential Threshold: Putusan Mahkamah Konstitusi dan Pengalaman di Negara Lain
Dispute on Presidential Threshold: Decisions of the Constitutional Court and Other Countries’ Experiences

Vargas Lleras,41 Humberto De la Calle dari PLC–ASI,42 Jorge Antonio Trujillo dari
We Are All Colombia.43
Karena tidak ada yang mendapatkan suara mayoritas mutlak, maka pada
tanggal 17 Juni 2018 akan diselenggarakan putaran kedua dengan peserta
pemilihan yang mendapat suara terbanyak pertama dan kedua. Dari delapan
peserta pemilihan tersebut yang mendapatkan suara terbanyak adalah Van
Duque Marquez dengan perolehan 7,569,693 suara (39.14 persen), dan Gustavo
Petro mendapat 4,851,254 atau 25.09 persen suara.44 Sampai tulisan ini dibuat,
putaran kedua belum diselenggarakan sehingga hasilnya pun belum diketahui.
3. Perlu-Tidaknya Ambang Batas
Menurut peneliti, ambang batas persyaratan calon presiden tidak diperlukan.
Sebab dengan diberlakukannya ambang batas seperti saat ini, maka akan
meminimalisir pilihan rakyat untuk menemukan pemimpinnya. Rakyat harus
diberikan pilihan sebanyak-banyaknya agar didapat pemimpin yang bagus.
Pengalaman Pilpres pertama kali tahun 2004, misalnya, pasangan Soesilo
Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla hanya didukung oleh partai-partai kecil yakni
Partai Demokrat (yang baru lahir), Partai Bulan Bintang, dan PKPI. Sementara
rivalnya saat itu didukung oleh partai-partai besar. Meski demikian, rakyat nyatanya
memilih pasangan SBY-Kalla.45
Dengan demikian, pengalaman seperti itu menandakan bahwa rakyat memilih
Presiden bukan karena partai pengusungnya, tetapi karena figur atau sosok
calon yang diusulkan oleh partai politik. Oleh karena itu, memperbanyak calon
akan memperbanyak pilihan bagi rakyat untuk menentukan pilihannya. Semakin
sedikit calon yang terterah dalam kertas suara akan semakin mengecilkan peluang
terpilihnya pemimpin yang baik.
Soal kekhawatiran akan banyak muncul jika tidak diterapkan ambang batas,
menurut Djayadi Hanan, hal demikian tidak benar. Belajar dari negara lain, meski
41
German Vargas Lleras, berusia 56 tahun. Ia adalah kandidat kanan-tengah yang didukung oleh Radical Change Party. Dia adalah Wakil Presiden
di bawah Santos, memenangkan empat kali sebagai senator, dan menjabat sebagai menteri dalam negeri dan menteri perumahan, kota dan
wilayah. Ibid.
42
Humberto de la Calle berusia 71 tahun, didukung oleh koalisi antara Partai Liberal dan Aliansi Sosial Pribumi (Liberal Party and Indigenous
Social Alliance). Mantan wakil presiden dan Menteri Dalam Negeri. Ibid.
43
Jorge Antonio Trujillo adalah kandidat dari We Are Colombia Party. Seorang pendeta Kristen dengan gelar doktor di bidang teologi, ia menjabat
sebagai senator antara tahun 2006 dan 2010. Ibid.
44
Eliott C. McLaughlin, "Colombia’s Presidential Election Heads To Runoff", 28 Mei 2018. https://edition.cnn.com/2018/05/27/americas/colombia-
elections/index.html, diunduh 8 Juni 2018.
45
"SBY-Kalla Deklarasikan Pencalonan.Tempo.co". Kamis, 7 Juni 2018. https://nasional.tempo.co/read/42410/sby-kalla-deklarasikan-pencalonan,
diunduh 7 Juni 2018.

Jurnal Konstitusi, Volume 15, Nomor 3, September 2018 497


Problematika Presidential Threshold: Putusan Mahkamah Konstitusi dan Pengalaman di Negara Lain
Dispute on Presidential Threshold: Decisions of the Constitutional Court and Other Countries’ Experiences

tidak berlaku ambang batas pencalonan presiden, tidak mesti pasangan capres
dan cawapres akan selalu banyak. Di beberapa negara, misalnya, di Mexico pada
tahun 2012, Pilpres hanya diikuti oleh empat pasangan calon. Di Kolumbia pada
2014 juga hanya diikuti lima pasangan calon. Menurutnya, ada tidaknya ambang
batas pencalonan presiden tidak menjadi penentu pasti banyaknya jumlah kandidat,
tapi juga faktor lain seperti sistem pemilihan umum, popularitas petahana, dan
banyak faktor lain.46
Sistem yang ada di Indonesia, mirip dengan sistem pemilihan umum presiden
di kebanyakan negara Amerika Latin yakni sistem dua putaran (majority run-off):
pemenang harus memperoleh minimal lebih dari 50 persen suara atau diadakan
putaran kedua yang diikuti oleh peserta dengan perolehan suara terbanyak
pertama dan kedua. Umumnya pemilu legislatif dan eksekutif di Amerika Latin
juga berlangsung serentak dan tidak ada pemberlakuan ambang batas pencalonan
presiden.47

KESIMPULAN
Dari uraian di atas bisa disimpulkan sebagai berikut. Pertama, Mahkamah
Konstitusi sebagai lembaga pengawal konstitusi, telah memutuskan soal
konstitusionalitas dari ambang batas pencalonan presiden. Dalam putusan Nomor
51-52-59/PUU-VI/2008 tentang Pengujian UU Nomor 42 Tahun 2008 tentang
Pemilihan Umum, bertanggal 18 Februari 2009, MK menegaskan bahwa persoalan
pengaturan ambang batas adalah open legal poliicy. Hal demikian dikuatkan
kembali dalam Putusan Nomor 53/PUU-XV/2017 tentang Pengujian UU Nomor
7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum bertanggal 11 Januari 2018.
Kedua, di negara-negara yang menganut sistem presidensil, seperti Amerika,
Brazil, Peru, Meksiko, Kolombia, dan Kyrgyzstan, ambang batas tidak dikenal.
Mereka menerapkan sistem terbuka pencalonan tanpa dipersyaratkan dukungan.
Meski demikian, sistem pemerintahan mereka juga tergolong stabil, seperti yang
dicontohkan oleh Amerika Serikat.

46
Ambang Batas Pencalonan Presiden (Naskah Keterangan Ahli oleh Djayadi Hanan). http://rumahpemilu.org/ambang-batas-pencalonan-presiden-
naskah-keterangan-ahli-oleh-djayadi-hanan/, diunduh 7 Juni 2018. Lihat juga Djayadi Hanan, Menakar Presidensialisme Multipartai di Indonesia:
Upaya Mencari Format Demokrasi yang Stabil dan Dinamis dalam Konteks Indonesia, Bandung: Al-Mizan, 2014, h. 17-35.
47
Ibid.

498 Jurnal Konstitusi, Volume 15, Nomor 3, September 2018


Problematika Presidential Threshold: Putusan Mahkamah Konstitusi dan Pengalaman di Negara Lain
Dispute on Presidential Threshold: Decisions of the Constitutional Court and Other Countries’ Experiences

DAFTAR PUSTAKA
Buku
Hanan, Djayadi, 2014, Menakar Presidensialisme Multipartai di Indonesia: Upaya
Mencari Format Demokrasi Yang Stabil dan Dinamis dalam Konteks Indonesia,
Bandung: Al-Mizan.
Samuels, David J. Shugart, Matthew S., 2010, Presidents, Parties, and Prime Ministers:
How the Separation of Powers Affects Party Organization and Behavior, New
York: Cambridge University Press.
Dana de la Fontaine, Thomas Stehnken (Editors), 2016, The Political System of
Brazil Berlin: Springer-Verlag Berlin Heidelberg
Ken Kollman, 2012, The American Political System Second Core Edition, 2014
Election Update, New York: W. W. Norton & Company, Inc.

Jurnal
Fuqoha, 2017, “Pengisian Jabatan Presiden dan Presidential Threshold Dalam
Demokrasi Konstitusional di Indonesia”, Jurnal AJUDIKASI, Vol. 1 No. 2,
Desember, h. 27-37.
Lutfil Ansori, 2017, “Telaah Terhadap Presidential Threshold Dalam Pemilu
Serentak 2019”, , Vol. 4 No. 1, Juni, h. 15-27.

Peraturan Perundang-Undangan
Konstitusi Brazil. Brazil’s Constitution of 1988 with Amendments through 2014.
Konstitusi Peru. Peru’s Constitution of 1993 with Amendments through 2009.
Konstitusi Kolombia. Colombia’s Constitution of 1991 with Amendments through
2005.
Konstitusi Kyrgyzstan. Kyrgyzstan’s Constitution of 2010.

Putusan Pengadilan
Putusan Nomor 53/PUU-XV/2017 tentang Pengujian UU Nomor 7 Tahun 2017
tentang Pemilihan Umum bertanggal 11 Januari 2018
Putusan Nomor 51-52-59/PUU-VI/2008 Tentang Pengujian UU Nomor 42 Tahun
2008 tentang Pemilihan Umum, bertanggal 18 Februari 2009.

Jurnal Konstitusi, Volume 15, Nomor 3, September 2018 499


Problematika Presidential Threshold: Putusan Mahkamah Konstitusi dan Pengalaman di Negara Lain
Dispute on Presidential Threshold: Decisions of the Constitutional Court and Other Countries’ Experiences

Internet
Alasan Pemerintah Pakai Ambang Batas Presiden 25 Persen. https://www.viva.
co.id/berita/politik/926377-alasan-pemerintah-pakai-ambang-batas-presiden-
25-persen, diunduh 6 Juni 2018.
Gibran Maulana Ibrahim, Tolak Presidential Threshold, Demokrat: Membatasi Capres
Alternatif, https://news.detik.com/berita/d-3567236/tolak-presidential-threshold-
demokrat-membatasi-capres-alternatif, diunduh 28 Mei 2018.
“An independent candidate is one who runs for office with no formal party affiliation”,
lihat lebih lanjut di United States third-party and independent presidential
candidates, 2016. https://en.wikipedia.org/wiki/United_States_third-party_
and_independent_presidential_candidates,_2016, diunduh 28 Mei 2018.
Presidential candidates, 2016, https://ballotpedia.org/Presidential_candidates,_2016,
diunduh 28 Mei 2018.
United States third-party and independent presidential candidates, 2016.
https://en.wikipedia.org/wiki/United_States_third-party_and_independent_
presidential_candidates,_2016, diunduh 28 Mei 2018.
Brazilian general election, 2014. https://en.wikipedia.org/wiki/Brazilian_general_
election,_2014, diunduh 28 Mei 2018.
Lise Alves, Brazil May Have Over 16 Candidates for President in 2018 http://
riotimesonline.com/brazil-news/rio-politics/brazil-may-have-over-16-
candidates-for-president-in-2018/, diunduh 28 Mei 2018.
Peru Reports: 2016 Presidential Elections. https://perureports.com/2016-
elections-peru/, diunduh 6 Juni 2018.
Mexico elections: Why are they important?. https://www.aljazeera.com/
news/2018/03/mexico-elections-important-180330081303766.html, diunduh
7 Juni 2018.
Margarita Zavala. https://en.wikipedia.org/wiki/Margarita_Zavala, diunduh 7
Juni 2018.
Clare Ribando Seelke, Mexico’s 2012 Elections, 4 September, 2012. Congressional
Research Service. https://fas.org/sgp/crs/row/R42548.pdf, diunduh 7 Juni
2012.

500 Jurnal Konstitusi, Volume 15, Nomor 3, September 2018


Problematika Presidential Threshold: Putusan Mahkamah Konstitusi dan Pengalaman di Negara Lain
Dispute on Presidential Threshold: Decisions of the Constitutional Court and Other Countries’ Experiences

Republik Kyrgystan. https://www.kemlu.go.id/tashkent/id/Pages/REPUBLIK-


KYRGYZSTAN.aspx, diunduh 28 Mei 2018.
https://www.constituteproject.org/constitution/Kyrgyz_Republic_2010.
pdf?lang=en, diunduh 6 November 2017.
http://www.electionguide.org/elections/id/3025/, diunduh 6 November 2017.
Eliott C. McLaughlin, Colombia’s Presidential Election Heads To Runoff, 28 Mei
2018. https://edition.cnn.com/2018/05/27/americas/colombia-elections/
index.html, diunduh 8 Juni 2018.
SBY-Kalla Deklarasikan Pencalonan.Tempo.co. Kamis, 7 Juni 2018. https://
nasional.tempo.co/read/42410/sby-kalla-deklarasikan-pencalonan, diunduh
7 Juni 2018.
Ambang Batas Pencalonan Presiden (Naskah Keterangan Ahli oleh Djayadi
Hanan). http://rumahpemilu.org/ambang-batas-pencalonan-presiden-naskah-
keterangan-ahli-oleh-djayadi-hanan/, diunduh 7 Juni 2018. Lihat juga Djayadi
Hanan, Menakar Presidensialisme Multipartai Di Indonesia: Upaya Mencari
Format Demokrasi Yang Stabil dan Dinamis Dalam Konteks Indonesia, Bandung:
Al-Mizan, 2014, h. 17-35.
https://www.constituteproject.org/constitution/Kyrgyz_Republic_2010.
pdf?lang=en, diunduh 6 November 2017.
Election Guide: Democracy Assistance & Election News. http://www.electionguide.
org/elections/id/3025/, diunduh 6 November 2017.

Jurnal Konstitusi, Volume 15, Nomor 3, September 2018 501


Disusun oleh Dominique Virgil

RANGKUMAN ASAS-ASAS HUKUM TATA NEGARA

Pengertian-Pengertian Umum HTN

HTN: Cabang ilmu hukum yang khusus mengkaji persoalan hukum dalam konteks
kenegaraan.
Droit Constitutionnel (Prancis), Constitutional Law (Inggris), Staatsrecht (Belanda),
Staatsrecht / Verfassungrecht (Jerman).

Verfassungrecht
(HTN)
Staatsrecht in ruimere zin
(HTN dalam arti luas)
Staatsrecht (Hukum Verwaltungsrecht
Negara) (HAN)
Staatsrecht in engere zin
(HTN dalam arti sempit)

Hukum Tata Negara identik dengan Hukum Konstitusi, namun pengkajiannya tidak
hanya terbatas pada Undang-Undang Dasar. Hukum Tata Negara membahas: 1) Tatanan
struktur kenegaraan, 2) Mekanisme hubungan antara struktur kenegaraan, 3)Mekanisme
hubungan antara struktur negara dengan warga negara.

Definisi HTN menurut para ahli:


1. Christian van Vollenhoven
HTN mengatur masyarakat hukum atasan dan masyarakat hukum bawahan
menurut tingkatan-tingkatannya yang masing-masing menentukan lingkungan
rakyatnya atau wilayahnya sendiri-sendiri, dan menentukan badan-badan dalam
lingkungan masyarakat hukum yang bersangkutan dan fungsinya masing-masing,
serta menentukan susunan dan kewenangan badan-badan yang dimaksud.
HTN : negara dalam keadaan diam
HAN : negara dalam keadaan bergerak
2. Paul Scholten
HTN adalah hukum yang mengatur mengenai tata organisasi negara.
3. Logemann
HTN adalah hukum yang mengatur organisasi negara (sebagai organisasi jabatan-
jabatan).
4. Van der Pot
HTN adalah peraturan-peraturan yang menentukan badan-badan yang
diperlukan beserta kewenangannya masing-masing, hubungannya satu sama lain,
serta hubungannya dengan individu warga negara dalam kegiatannya.
5. Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim

USAHA + DOA = HASIL.


Disusun oleh Dominique Virgil

HTN dapat dirumuskan sebagai sekumpulan peraturan hukum yang mengatur


organisasi daripada negara, hubungan antar alat perlengkapan negara dalam garis
vertikal dan horizontal, serta kedudukan warga negara dan hak asasinya.

Klasifikasi HTN:
1. HTN Formal dan HTN Materiil
Logemann:
HTN Formal: formeele stelselmatigheid  Hukum Tata Negara
HTN Materiil: materieele stelselmatigheid  Asas-Asas Hukum Tata Negara
Perbedaan terletak pada bentuk dan isi (vorm en inhound) serta asas-asas dan
pelembagaannya (stelsel en beginsel)
2. HTN Umum dan HTN Positif
HTN Umum: membahas asas, prinsip yang berlaku umum
HTN Positif: membahas HTN yang berlaku pada suatu tempat dan waktu tertentu
(hukum positif)
3. HTN Statis dan HTN Dinamis
HTN Statis : membahas negara dalam keadaan statis atau diam  HTN dalam arti
sempit  menyangkut struktur hukum dan kehidupan bernegara
HTN Dinamis : membahas negara dalam keadaan bergerak  HAN  substansi sistem
pengambilan keputusan dalam kegiatan berpemerintahan

Objek Kajian HTN:


a. Konstitusi sebagai hukum dasar, beserta perkembangannya, pembentukan dan
perubahannya, kekuatan mengikatnya, cakupan substansi / isinya
b. Pola-pola dasar ketatanegaraan  dijadikan acuan bagi organisasi negara dan
fungsinya dalam menjalankan pemerintahan
c. Struktur kelembagaan negara, mekanisme hubungan antar lembaga negara
d. Prinsip kewarganegaraan  hubungan antara negara dan warga negara, prosedur
pengambilan keputusan hukum, mekanisme perlawanan terhadap keputusan
hukum

Teori Konstitusi
Konstitusi merupakan objek kajian HTN.
Politeia dalam bahasa Yunani Kuno dan constitutio dalam bahasa Latin.
Referensi paling awal mengenai penggunaan kata constitution dalam sejarah adalah
kitab-kitab Hukum Romawi dan Hukum Kanonik.  masih bersifat materiil.
Pembedaan antara politeia (konstitusi) dengan nomoi (undang-undang) oleh Aristoteles.
Konstitusi: constitution (Inggris), constitutie (Belanda), droit constituionnelle (Prancis).

Pengertian konstitusi:
1. Menurut Oxford Dictionary of Law

USAHA + DOA = HASIL.


Disusun oleh Dominique Virgil

- Konstitusi tidak hanya aturan tertulis, namun juga apa yang dipraktikkan
dalam kegiatan penyelenggaraan negara
- Konstitusi tidak hanya mengatur organ negara beserta komposisi dan
fungsinya, baik di tingkat pusat maupun pemerintahan daerah, tapi juga
mekanisme hubungan antara negara atau organ negara itu dengan warga
negara.
2. Djokosoetono
Konstitusi memiliki 3 pengertian, yaitu:
- Constitutie in materiele zin  isinya  misal: jaminan HAM, bentuk negara,
fungsi pemerintahan, dsb
- Constitutie in formele zin  pembuatnya  misal: oleh MPR
- Konstitusi yang didokumentasikan  dalam lembaran negara
3. Leon Duguit
Hukum adalah penjelmaan de facto dari ikatan solidaritas sosial yang nyata.
Konstitusi bukan hanya berisi norma-norma tertulis tentang struktur negara.
Struktur negara yang diatur dalam konstitusi ada dalam kenyataan hidup
masyarakat.
4. Ferdinand Lasalle
Konstitusi ditinjau dari 2 pandangan:
- Sosiologis & politis : konstitusi adalah sintesis faktor-faktor kekuatan politik
dalam masyarakat
- Yuridis : naskah hukum tentang ketentuan dasar tentang negara
5. Herman Heller
Tiga pengertian konstitusi:
- Sosial Politik : konstitusi adalah kesepakatan politik, yang belum dituangkan
dalam bentuk hukum, namun ada dalam kehidupan kolektif masyarakat.
- Yuridis : kesatuan kaidah hukum yang berlaku dalam masyarakat.
Diberlakukan secara normatif dengan paksaan.
- Peraturan tertulis: kodifikasi untuk unifikasi hukum, kesederhanaan hukum,
kepastian hukum.

Nilai Konstitusi
Menganut pandangan Karl Loewenstein, yang menyatakan bahwa konstitusi terdiri dari
3 nilai, yaitu:
1. Nilai normatif  norma-norma dalam konstitusi diterima, dipatuhi oleh subjek
hukum yang terikat padanya
2. Nilai nominal  materi dalam UUD tidak dipakai sama sekali sebagai referensi
dalam pengambilan keputusan dalam penyelenggaraan kegiatan bernegara.
3. Nilai semantik  norma-norma hanya dihargai di atas kertas indah dan dijadikan
jargon.

Sifat-sifat Konstitusi

USAHA + DOA = HASIL.


Disusun oleh Dominique Virgil

1. Konstitusi Formal dan Materiil  Herman Heller: konstitusi adalah


rechtverfassung, di mana ada kesatuan kaidah hukum.
Dua syarat rechtverfassung: bentuk dan isi  bentuk: naskah tertulis sebagai UU
tertinggi yang berlaku dalam suatu negara (formal); isi: peraturan yang bersifat
fundamental, sehingga memuat hal-hal secara garis besar (materiil).
2. Luwes (flexible) atau kaku (rigid):
A. Kemungkinan berubah dan cara mengubahnya.
Konstitusi yang kaku: prosedur perubahan UUD yang berat dan rumit. Contoh:
AS, Australia, Kanada, Swiss.
Konstitusi yang luwes: tata cara perubahan tidak berat, memungkinkan
perubahan untuk relevansi dengan zaman. Misalnya mengubah UUD oleh
lembaga pembentuk UU biasa. Contoh: New Zealand dan Kerajaan Inggris 
tidak punya konstitusi tertulis.
B. Apakah UUD mudah mengikuti perkembangan zaman?
Luwes: konstitusi yang berisi hal-hal pokok  mudah mengikuti
perkembangan zaman  pelaksanaannya diserahkan kepada bentuk
perundang-undangan yang lebih rendah
Kaku: konstitusi yang memuat hal-hal yang penting dan terdiri atas banyak
pasal  sulit ikut perkembangan zaman, karena kepentingan yang berbeda
setiap waktu  harus sering diubah  Tidak stabil, kemerosotan kewibawaan
konstitusi.
3. Tertulis dan tidak tertulis
Tertulis : konstitusi ditulis dalam suatu naskah atau beberapa naskah
Tidak tertulis : tidak ditulis dalam naskah tertentu, melainkan diatur dalam
konvensi atau UU biasa.

Tujuan dan Hakikat Konstitusi


Konstitusi = hukum yang paling tinggi tingkatannya  tujuan: mewujudkan keadilan,
ketertiban, dan perwujudan nilai-nilai ideal seperti kemerdekaan dan kesejahteraan.

Sistem Pemerintahan
Di dunia dikenal 3 sistem pemerintahan negara:
1. Sistem Pemerintahan Presidensial
Ciri-ciri:
a. Kedudukan kepala negara tidak terpisah dari jabatan kepala pemerintahan 
dipegang oleh satu orang.
b. Kepala negara tidak bertanggung jawab kepada parlemen, namun kepada
rakyat
c. Presiden tidak berwenang membubarkan parlemen
d. Kabinet bertanggung jawab kepada Presiden (administrator tertinggi)
e. Para menteri diangkat, diberhentikan oleh Presiden  lebih menonjol
profesionalitasnya.

USAHA + DOA = HASIL.


Disusun oleh Dominique Virgil

f. Menteri adalah pemimpin yang tertinggi dalam kegiatan pemerintahan di


bidangnya masing-masing
Kelebihan: pemerintahan lebih stabil
Kekurangan: tujuan negara menurut eksekutif bisa berbeda dengan legislatif 
karena pemilu untuk memilih wakil rakyat dan Presiden dilakukan dalam masa
jabatan yang tidak sama.
2. Sistem Pemerintahan Parlementer / Kabinet  kelanjutan dari bentuk negara
monarki konstitusional.
Ciri-ciri:
a. Kepala negara dan kepala pemerintahan merupakan dua jabatan yang
terpisah. Kepala negara (Raja/Ratu) tidak bertanggung jawab atas segala
kebijakan yang diambil oleh Kabinet.
b. Eksekutif (kabinet) bertanggung jawab kepada legislatif (parlemen) 
kebijakan kabinet tidak boleh menyimpang dari kehendak parlemen.
c. Dalam sistem dwipartai, Perdana Menteri adalah ketua partai politik yang
memenangkan pemilu. Dalam sistem banyak partai, formatur kabinet harus
membentuk kabinet secara koalisi, karena kabinet harus mendapat dukungan
kepercayaan dari parlemen.
d. Kabinet dapat dibubarkan apabila tidak didukung oleh parlemen
e. Parlemen dapat dibubarkan oleh Kepala Negara, dan kabinet bertanggung
jawab untuk melaksanakan pemilu dalam tempo 30 hari setelah pembubaran
itu.
(Kabinet = Perdana Menteri & menteri-menterinya)
Kelebihan: penyesuaian antara eksekutif dan legislatif dapat dengan mudah
dicapai
Kekurangan: Pemerintahan kurang stabil, karena apabila ada pertentangan maka
sewaktu-waktu kabinet harus mengundurkan diri.

3. Sistem Pemerintahan Quasi / Semi  Perancis


Ciri-ciri:
a. Terdapat perbedaan antara kepala negara dan kepala pemerintahan
b. Kepala negara adalah Presiden yang dipilih dan bertanggung jawab langsung
kepada rakyat
c. Kepala pemerintahan adalah perdana menteri yang bertanggung jawab
kepada presiden, namun juga kepada parlemen

4. Sistem Pemerintahan Referendum  Swiss


Ciri-ciri:
a. Badan eksekutif merupakan bagian dari badan legislatif  Badan eksekutif
sebagai sub-badan legislatif untuk melaksanakan tugas pemerintahan
b. Kontrol terhadap badan legislatif oleh rakyat melalui referendum

5. Semi-Presidensiil

USAHA + DOA = HASIL.


Disusun oleh Dominique Virgil

a. Eksekutif harus mendapat kepercayaan mayoritas dari legislatif


b. Kepala negara dipilih melalui pemilu untuk periode yang ditentukan

Sistem Pemerintahan di Indonesia


Indonesia menganut sistem Presidensiil.
Indonesia menganut pemisahan kekuasaan secara nyata. Bukti:
a. Pergeseran kekuasaan membentuk UU dari Presiden kepada DPR (pasal 5 ayat (1)
UUD 1945)
b. Mahkamah Konstitusi mampu melakukan pengujian konstitusional atas UU
c. Semua lembaga negara merupakan penjelmaan kedaulatan rakyat, termasuk
Presiden, DPR, DPD.
d. MPR bukan lagi lembaga tertinggi, melainkan lembaga tinggi
e. Hubungan antar lembaga tinggi adalah check and balances

Pasal 18 ayat (1) UUD 1945: Pembagian NKRI ke dalam daerah provinsi, yang dibagi lagi
ke daerah kota dan kabupaten  pembagian kekuasaan bersifat vertikal

Pemegang kekuasaan menurut UUD 1945:


- DPR  Pasal 20 ayat (1)  kekuasaan membentuk UU
- Presiden  Pasal 4 ayat (1)  kekuasaan pemerintahan
- MK dan MA  Pasal 24 ayat (1)  kekuasaan kehakiman
MPR: MPR kehilangan kewenangannya untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden,
menetapkan garis-garis besar daripada haluan negara, meminta dan menilai
pertanggungjawaban Presiden serta memberhentikan Presiden dan/atau Wakil
Presiden.
Keanggotaan MPR: DPR dan DPD

Masalah Kewarganegaraan
Warga Negara dan Penduduk
Warga Negara adalah rakyat yang menetap di wilayah tertentu, dalam hubungannya
dengan negara  subjek-subjek hukum yang menyandang hak-hak dan kewajiban-
kewajiban dari dan terhadap negara.
Penduduk: warga negara dan orang asing  kedudukan berbeda dalam hubungannya
dengan negara

Pengertian Warga Negara


a. Wirjono Prodjodikoro : Anggota (kumpulan orang-orang) dari negara
b. GJ Wolhoff : Staatsherigen nationals (anggota organisasi negara nasional)
c. E. Utrecht : Mereka yang mempunyai keanggotaan yuridis dari negara
d. UUD Pasal 26 ayat (1): orang-orang Bangsa Indonesia Asli dan orang-orang
Bangsa lain yang disahkan dengan Undang-undang sebagai Warganegara

Pengertian Penduduk

USAHA + DOA = HASIL.


Disusun oleh Dominique Virgil

Setiap warga negara dan atau orang asing yang bertempat tinggal dan menetap di suatu
wilayah negara dalam waktu yang lama.
UUD 1945 Pasal 26 ayat (2): Penduduk adalah warganegara Indonesia dan orang Asing
yang bertempat tinggal di Indonesia.
Masalah kewarganegaraan diatur dalam UU No. 12 tahun 2006.

Hubungan Negara dengan Warga Negara


1. Aspek Hukum Publik: Hak dan kewajiban sebagai seorang warga negara, yang
diatur dalam UUD dan berbagai peraturan perundang-undangan
2. Aspek Hukum Perdata: status kewarganegaraan sewaktu dilahirkan.  di negara
mana ia dilahirkan; menimbang apakah ia dipandang sebagai warga negara atau
orang asing?
3. Aspek Hukum Perdata Internasional: Asas kewarganegaraan (nationaliteit
principe) di mana menurut asas ini maka hukum seseorang warga negara
mengenai hak, status dan kewenangannya tetap melekat padanya di mana pun ia
berada.
4. Aspek Pertahanan Negara: Kewajiban bagi warga negara untuk membela negara.
5. Aspek Ekonomi: kebebasan warga negara untuk bekerja dalam negara,
pembatasan khusus bagi orang asing untuk bekerja di negara tersebut.

Prinsip dasar kewarganegaraan:


1. Asas Ius Soli dan Ius Sanguinis
Ius Soli : asas daerah kelahiran; kewarganegaraan seseorang ditentukan
berdasarkan tempat kelahirannya.
Ius Sanguinis: asas keturunan
2. Bipatride dan Apatride
Bipatride: dua kewarganegaraan  dapat membawa kerugian bagi seseorang,
misalkan kewajibannya untuk membayar pajak kepada ke-dua negara.
Apatride: tanpa kewarganegaraan  seseorang tidak mendapatkan perlindungan
dari negara manapun.
3. Sistem Campuran dan Masalah Dwi-Kewarganegaraan
Contoh sistem campuran: India yang menerapkan asas ius soli dan ius sanguinis.
Masalah dwi-kewarganegaraan:
Negara-negara modern tidak memiliki masalah dengan hal tersebut, asalkan ia
tetap menjalankan kewajibannya sesuai perundang-undangan, namun diserahkan
kembali ke masing-masing negara.
Pasal 28D ayat (4) UUD 1945: Setiap orang berhak atas status kewarganegaraan
 bipatride tidak masalah, asal tidak apatride.

Pembahasan kewarganegaraan:
Perspektif HTN: Hanya membahas mengenai hubungan antara warga negara dengan
negara pada negara tertentu

USAHA + DOA = HASIL.


Disusun oleh Dominique Virgil

Perspektif HAN: Berkaitan dengan administrasi pemerintahan dalam mengatur warga


negara (keimigrasian)

UU Kewarganegaraan yang pernah berlaku di Indonesia:


1. Wet 1892
2. UU No. 3 tahun 1946  asas ius sanguinis
3. UU No. 6 tahun 1947  Perubahan UU No. 3 tahun 1946
4. UU No. 8 tahun 1947  Perpanjangan waktu untuk menyampaikan pernyataan
terkait kewargaan negara Indonesia
5. UU No. 11 tahun 1948  Perpanjangan waktu lagi
6. UU No. 62 tahun 1958  asas kewarganegaraan umum / universal & asas
kewarganegaraan khusus
7. UU no. 3 tahun 1976  Perubahan pasal 18 UU No. 62 tahun 1958
8. UU No. 12 tahun 2006  asas dwi kewarganegaraan terbatas.

UU No. 62 tahun 1958 sudah tidak sesuai dengan perkembangan masyarakat dan
ketatanegaraan RI
1. Alasan filosofis: UU mengandung ketentuan-ketentuan yang belum sejalan dengan
falsafah Pancasila  diskriminatif, kurang menjamin pemenuhan hak asasi dan
persamaan warga negara, kurang memberi perlindungan terhadap perempuan
dan anak-anak
2. Alasan yuridis: landasan konstitusional pembentukan UU ini adalah UUDS 1950
yang sudah dinyatakan tidak berlaku sejak dekrit presiden 5 Juli 1959.
3. Alasan sosiologis: UU ini tidak sesuai dengan tuntutan masyarakat Indonesia &
global yang terus berkembang, yaitu persamaan perlakuan dan kedudukan warga
negara di hadapan hukum, serta adanya kesetaraan dan keadilan gender.  Pasal
2 UU no. 12 tahun 2006.

Mendapatkan dan Melepaskan Kewarganegaraan RI:


1. Kelahiran
2. Perkawinan
3. Permohonan
4. Ikut orangtua

Kehilangan kewarganegaraan RI:


1. Permohonan sendiri
2. Ikut kewarganegaraan suami
3. Dinas tentara asing tanpa izin Presiden
4. Pemilihan ketatanegaraan di negara asing
5. Tidak melaporkan ke KBRI di luar negeri selama 5 tahun berturut-turut

Asas-Asas Kewarganegaraan RI menurut UU No. 12 tahun 2006:


a. Asas-asas Umum

USAHA + DOA = HASIL.


Disusun oleh Dominique Virgil

- Dasar menentukan kewarganegaraan


- Empat asas umum: ius sanguinis, ius soli, kewarganegaraan tunggal,
kewarganegaraan ganda
b. Asas-asas Khusus
- Asas Kepentingan Nasional  peraturan kewarganegaraan mengutamakan
kepentingan nasional Indonesia  berkaitan dengan kedaulatan, cita-cita, dan
tujuan negara.
- Asas Perlindungan Maksimum  pemerintah wajib memberikan
perlindungan penuh pada setiap Warga Negara Indonesia
- Asas Persamaan di Dalam Hukum dan Pemerintahan  perlakuan sama bagi
WNI
- Asas Kebenaran Substantif  prosedur pewarganegaraan seseorang yang
dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya
- Asas Nondiskriminatif  tidak membedakan perlakuan dalam segala hal
atas dasar suku, ras, agama, golongan, jenis kelamin dan gender.
- Asas Pengakuan dan Penghormatan Terhadap HAM
- Asas Keterbukaan  segala ikhwal yang berhubungan dengan negara
dilakukan secara terbuka
- Asas Publisitas  seseorang yang memperoleh atau kehilangan
Kewarganegaraan Republik Indonesia diumumkan dalam Berita Negara
Republik Indonesia agar masyarakat mengetahuinya.

Cara Orang Asing Memperoleh Kewarganegaraan RI:


1. Pewarganegaraan  diatur mulai pasal 8 sampai dengan pasal 18 UU No. 12 Tahun
2006.
2. Pernyataan menjadi WNI bagi WNA yang kawin secara sah dengan WNI  pasal 19 19
UU No. 12 Tahun 2006 “WNA yang melakukan perkawinan secara sah dengan WNI
dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia dengan menyampaikan pernyataan
menjadi warga Negara di hadapan pejabat.”
3. Pemberian oleh Negara kepada orang asing yang berjasa atau karena alasan
kepentingan Negara  Pasal 20 UU No. 12 tahun 2006.
4. Menjadi WNI dengan sendirinya karena ketentuan perundang-undangan  Pasal 21
UU No. 12 tahun 2006
5. Pendaftaran  Undang-undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI
diundangkan pada tanggal 1 Agustus 2006.
Dengan demikian ketentuan batasan waktu untuk tata cara memperoleh
kewarganegaraan RI melalui pendaftaran (Pasal 42) telah berakhir tanggal 31 Juli
2009.
Batasan waktu untuk tata cara memperoleh kewarganegaraan RI melalui pendaftaran
(Pasal 41) telah berakhir pada tanggal 31 Juli 2010.

Memperoleh kembali kewarganegaraan RI bagi WNI yang kehilangan kewarganegaraan


RI.

USAHA + DOA = HASIL.


Disusun oleh Dominique Virgil

1. Permohonan kepada Presiden RI melalui Menteri


2. Permohonan kepada Menteri

USAHA + DOA = HASIL.


Hukum Tata Negara

Hukum Tata Negara adalah hukum mengnai susunan suatu Negara. Negara adalah suatu
organisasi yang mengatur keseluruhan hubungan natara manusia satu sama lain dalam
masyarakat, dan menegakkan aturan tersebut dengan kewajibanya. Negara adalah
organisasi kekuasaan/ kewibawaan dan kelompok manusia yang ada dibawah
pemerintahnya, merupakan masyarakat yang tunduk kepada kekuasaan/ kewibawaannya.
Disamping itu Negara mempergunakan kewibawaan tersebut untuk menjamin
danmengelola kepentingan-kepentingan materiil dan spiritual para anggotanya (Dedi
Sumardi: Pengantar Hukum Indonesia)

Negara memperlihatkan 3 kenyataan:


1. Kekuasaan Tertinggi
2. Wilayah, yaitu lingkungan kekuasaan
3. Warga Negara

Tentang kekuasaan tertinggi dan legitimasi kekuasaan tertinggi terdapat banyak pendapat:
a. Teori Teokrasi, mendasarkan (melegitimasi) kekuasaan Negara pada kehendak
Tuhan, tidak mungkin diadakan pemisahan antara negara dan agama.
b. Negara sebagai Organisasi Kekuatan belaka, Negara mempertahankan dan
menjalankan kekuatan.
c. Teori Perjanjian, menitikberatkan kekuasaan Negara didasarkan atas suatu
perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat. Negara selayaknya
merupakan negara demokrasi langsung.
d. Diantara teori-teori Perjanjian, Teori Rousseau yang paling berpengaruh. Dian
berpendapat bahwa negara bersifat sebagai wakil rakyat, yang merupakan
kekuasaan tertinggi adalah rakyat. Negara selayaknya merupakan negara
demokrasi langsung.
e. Teori Kedaulatan Negara, memandang bahwa hukum ada karena negara
menghendakinya. Setiap tindakan pemerintah merupakan kehendak negara,
tindakannya tidak dapat dibatasi oleh hukum, karena hukum buatan negara. Tidak
mungkin negara harus tunduk kepada buatannya sendiri.
f. Teori kedaulatan negara mendaat tantangan dari berbagai sarjana hukum,
terutama Krabbe yang terkenal dengan teori kedaulatan hukum. Dalam teori
tersebut bukan hanya manusia dibawah perintah hukum, negarapun dibawah
perintah hukum. Hukum berdaulat, hukum berada diatas segala sesuatu, termasuk
negara. Apa yang dikemukakan oleh Krabbe adalah konsep negara hukum.

Negara hukum berdasarkan 2 asas pokok, yaitu:


1. Asas Legalitas, yaitu asas bahwa semua tindakan negara harus didasarkan atas dan
dibatasi oleh peraturan, yaitu Rule of Law. Badan-badan pemerintah tidak dapat
melakukan tindakan yang bertentangan dengan inti UUD atau bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan yang lain. Menurut pasal 1 ayat 3: negara Indonesia
adalah negara hukum (Rechtsstaat), tidak berdasarkan kekuasaan belaka
(Machtsstaat). Ini mengandung arti bahwa negara, dimana termasuk didalamnya
pemerintah dan lembaga-lembaga negara yang lain, dalam melaksanakan tindakan
apapun harus dilandasi oleh hukum atau harus dapat dipertanggungjawabkan secara
hukum.
Dalam pasal 1 ayat 1 KUHP juga tercermin asas negara hukum dimana ditetapkan
tiada suatu peristiwapun dapat dipidanakan nelainkan atas kekuatan ketentuan pidana
dalam UU, yang terdahulu dari peristiwa itu
2. Asas Perlindungan Kebebasan dan Hak Pokok Manusia, semua orang yang ada
diwilayah negara dalam hal kebebasan dan hak itu sesuai dengan kesejahteraan umum.

Kekuasaan Tertinggi negara dilakukan dalam suatu wilayah tertentu, yaitu wilayah
negara, tempat dimana kekuasaan tertinggi itu dapat dijalankan secara efektif, yang
meliputi tanah, laut dan udara. Lingkungan kekuasaan sesuatu negara biasanya teritur.
Batas-batas wilayah terotorial suatu negara biasanya ditentukan oleh masing-masing
negara dengan memperhatikan sebnayak-banyaknya asas hukum internasional. Jarak 3
mil laut menjadi batas tradisional lebarnya laun. Pada jaman sekarang bagian terbesar
negara telah memperluas lebarnya laut teritorial sampai 12 mil laut. Setelah itu diterima
asas, bahwa setiap negara berhak menggali kekayaan alam tang terkandung dalam
landasan laut sampai batas yang merupakan wilayah negara.
a. Seluruh daerah (tanah) bekas jajahan hindia Belanda, termasuk Irian Jaya/ Papua
yang administrasinya diserahkan kepad pemerintah RI oleh PBB pada tanggal 1
Mei 1963.
b. Batas perairan Indonesia adalah 12 mil laut dengan mempertahankan prinsip
wawasan nusantara, yaitu segala perairan disekitar, diantara, dan yang
menghubungkan pulau-pulau yang termasuk negara Indonesia merupakan bagian
dari wilayah Indonesia.
c. Ruang udara diatas tanah dan laut wilayah negara RI sesuai dengan traktat Paris
tahun 1919 yang menetapkan bahwa udara diatas teritur negara termasuk teritur
negara tersebut.

Warga Negara adalah mereka yang merupakan keanggotaan yuridis dari negara. Siapa
yang tidak termasuk warga negara adalah orang asing. Agar dapat menetukan siapa
warga negara dan siapa yang tidak, dapat digunakan dasar penentuan tersebut dengan 2
ukuran, yaitu Ius Sanguinis dan Ius Soli.

Ius Sanguinis, seseorang menjadi warga negara karena keturunan, misalnya anak warga
negara Indonesia yang lahir di manapun juga, dengan sendirinya menjadi warga negara
Indonesia.

Ius Soli, seseorang menjadi warga negara karena kelahiran diwilayah suatu negara
tertentu atau karena dia sudah beberapa waktu lamanya menjadi penduduk suatu negara
tertentu.

Selain 2 asas kewarganegaraan tersebut, dipergunakan 2 stelsel kewarganegaraan, yaitu


stelsel aktif dan stelsel pasif. Stelsel aktif, orang harus melakukan tindakan-tindakan
hukum tertentu secara aktif untuk menjadi warga negara. Sedangkan stelsel pasif, orang
dengan sendirinya diangap menjadi warga negara tanpa melakukan sesuatu tindakan
hukum tertentu. Sehubungan dengan kedua stelsel tersebut harus dibedakan:
a. Hak Opsi, yaitu hak untuk memilih kewarganegaraan (dalam stelsel aktif)
b. Hak Repudiasi, yaitu hak untuk menolak suatu kewarganegaraan (dalam stelsel
pasif)

Dalam menetukan kewarganegaraan beberapa negara memakai asas Ius Soli sedangkan di
negara lain berlaku Isu Sanguinis. Hal ini dapat menimbulkan 2 kemungkinan:
a. Apatride (Stateless) adalah penduduk yang sama sekali tidak mempunyai
kewarganegaraan.
b. Bipatride, yaitu penduduk yang mempunyai 2 macam kewarganegaraan rangkap
atau dwi kewarganegaraan (Utrecht, Bab VII, hal 3)

Organisasi suatu negara disusun berdasarkan hukum tata negara positif dari negara yang
bersangkutan. Demikian juga organisasi negara Indonesia disusun berdasarkan hukum
tata negara Indonesia. Dalam Hukum Tata Negara Indonesia terdapat 2 hal yaitu:
1. Bagaimana organisasi negara Indonesia.
2. Bagaimana sistem hukum tata negara Indonesia.

Organisasi Negara Indonesia tersusun berdasarkan UUD 1945. UUD menetukan


struktur wewenang organisasi negara Indonesia. Dengan perkataan lain baik struktur
organisasi dan pemberi wewenang dalam organisasi negara ditentukan oleh UUD 1945.
Dalam penjelasan UUD 1945 dijelaskan, UUD sebagaian dari hukum dasar. UUD ialah
hukum dasar yang tertulis disamping itu berlaku hukum dasar yang tidak tertulis, yaitu
aturan-aturan dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara,
meskipun tidak tertulis. Untuk menyelidiki hukum dasar suatu negara, tidak cukup hanya
menyelidiki pasal-pasal UUD, tapi harus menyelidiki pasal-pasal UUD sebagaimana
prakteknya dan bagaimana kebatinan dari UUD tersebut. Adapun pokok-pokok pikiran
dalam pembukaan UUD:
1. Negara melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan
berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial agi seluruh rakyat
Indonesia.
2. Negara hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
3. Negara yang berkedaulatan rakyat berdasarkan atas kerakyatan dan
permusyawaratan perwakilan.
4. Ketuhanan yang Maha Esa menjadi dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Mewujudkan pembangunan dan lain-lain penyelenggaraan negara, untuk
memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh cita-cita
rakyat yang luhur.

Berdasarkan UUD 1945 struktur organisasi negara adalah: Lembaga-lembaga Tinggi


Negara dalam susunan ketatanegaraan Indonesia adalah: DPR, Presiden, DPA, BPK, MA.
MPR semula merupakan lembaga tertiggi negara, yang kemudian dirubah menjadi
lembaga tinggi negara.

Badan kenegaraan tersebut memperoleh kekuasaan atau wewenangnya dari UUD 1945,
yang disebut sebagai hukum tata negara, yang merupakan sebagaian dari hukum tata
negara Indonesia. Bagian lainnya adalah UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah dan UU no. 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa yang belum dirubah.

Sistem Hukum Tata Negara Indonesia. Bagaimana sistem hukum tata negara harus
diketahui, bagaimana asas-asas dan peraturan-peraturan hukum tata negara yang
merupakan elemen sistem.

Adapun asas dan/ atau peraturan-peraturan UUD 1945 adalah:


a. Asas Negara Kesatuan, yang berbentuk republik sebagaimana yang tercantum
pada pasal 1 dan pembukaan UUD. Negara menghendaki persatuan segenap
bangsa Indonesia seluruhnya.
b. Sistem Pemerintahan Negara, adalah negara hukum (pasal 1 ayat 3) dan
penjelasan UUD: a) negara Indonesia berdasarkan atas hukum, tidak berdasarkan
kekuasaan. b) sistem konstitusional: pemerintahan berdasarkan atas sistem
konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak
terbatas).
c. Kekuasaan Negara Tertinggi, ditangan MPR (penjelasan UUD 1945). MPR
sebagai penjelmaan seluruh rakyat Indonesia. Presiden menjalankan haluan
negara menrut garis-garis besar yang ditetapkan oleh majelis, tunduk dan
bertanggung jawab kepada majelis.
d. Presiden, ialah penyelenggara pemerintah negara yang tertinggi dibawah majelis.
Dalam menjalankan pemerintahan negara, kekuasaan dan tanggung jawab adalah
ditangan presiden (concenration of power and responsibility upon the president)
e. Presiden tidak bertanggung jawab kepada DPR, disamping Presiden adalah DPR.
Presiden harus mendapat persetujuan DPR untuk membentuk UU dan
menetapkan anggaran pendapatan dan belanja negara. Oleh karena itu Presiden
harus bekerjasama dengan dewan, artinya kedudukan Presiden tidak tergantung
kepada dewan.
f. Kekuasaan Kepala Negara Tidak Tak Terbatas (Tidak Absolut) kepala negara
bertanggung jawab kepada MPR, selain itu harus memperhatikan sungguh-
sungguh suara DPR.
g. Kedudukan DPR adalah kuat, DPR tidak dapat dibubakan oleh Presiden, selain itu
anggota-anggota DPR semuanya merangkap menjadi anggota MPR. DPR dapat
mengawasi tndakan-tindakan presiden, kalau DPR mengangap bahwa Presiden
melanggar haluan negara yang ditetapkan oleh UUD atau MPR, majelis dapat
diundang untu persidangan istimewa agar supaya bisa minta pertanggungjawaban
kepada presiden.
h. Menteri Negara ialah pembantu presiden. Menteri negara tidak bertanggung
jawab kepada DPR. Kedudukannya tidak tergantung pada dewan, tapi pada
Presiden, menteri negara bukan pegawai tinggi biasa karena menteri-menterilah
yang terutama menjalankan kekuasaan negara dalam praktek. Sebagai pimpinan
departemen, menetri mengetahui seluk beluk tentang lingkungan pekerjaannya,
menteri mempunyai pengaruh besar terhadap presiden dalam menentukan politik
negara mengenai departemennya.
i. Asas Kedaulatan Rakyat (pasal 1 ayat 2). MPR penyelenggara negara yang
tertinggi, asas kedaulatan negara adalah asas negara demokrasi.
j. Asas Multi Tugas Presiden. Eksekutif (pasal 4 ayat 1) Presiden memegang
kekuasaan pemerintahan menurut UUD, Legislatif (pasal 5 ayat 1): RUU (pasal 5
ayat 2) menetapkan PP, (pasal 22 ayat 1), Peraturan perundang-undangan/
Yudikatif (pasal 14 ayat 1) Presiden memberikan grasi dan rehabilitasi, pasal 14
ayat 2 Presiden memberikan amnesti dan abolisi
k. Asas Kabinet Presidensial (Pasal 17) Kabinet memberikan pertanggungjawaban
pekerjaannya kepada presiden.
l. Asas Desentralisasi,Dekonsentrasi dan Asas Pembantuan dari sistem
pemerintahan di daerah (pasal 18 ayat 1-7; pasal 18a dan pasal 18b)
m. Asas Saling Mengawasi (Check and Balance) antara kekuasaan Ekseutif dan
Legislatif sama kekuatannya.
n. Asas Saling MEngawasi antara kekuasaan Eksekutif dengan Yudikatif: Tidak
seimbang. Pemerintah lebih kuat kekuasaannya dibanding Yudikatif (MA)
Presiden mempunyai hak/ wewenang mengawasi pekerjaan MA. Hak
memberikan Grasi, Rehabilitasi, Amnesti dan Abolisi merupakan hak prerogatif
presiden. Hak MA/ badan peradilan untuk mengawasi pemerintah dikatakan
sebagai asas yang tidak tertulis, tidak ditentukan dalam UUD, pemerintah dapat
menyatakan MA melakukan intervensi terhadap kekuasaan pemerintah. (Bachsan
Mustafa, Bab VII, Kansil Bab X, Utrecht Bab VII, Par 8-9, Kusumadi Pidjo
Sewojo, Bab V, UUD 1945 Amandemen 1999-2002)

Hukum Administrasi Negara

Sebelum memahami apa yang dimaksud dengan Hukum Administrasi Negara, maka
perlu mengerti dahulu apa yang dimaksud dengan Adminstrasi Negara, menurut Dimock
dan Dimock:
Admministrasi Negara adalah aktifitas-aktifitas negara dalam melaksanakan kekuasaan-
kekuasaan politiknya. Dalam arti sempit: aktifitas badan-badan eksekutif dan kehakiman.
Dalam arti yang lebih khusus lagi: aktifitas badan-badan eksekutif saja dalam
melaksanakan pemerintahan.

Utrecht menggambarkan Administrasi Negara sebagai kompleks van ambten (gabungan


jabatan-jabatan yang melaksanakan tugas pemerintahan) mempunyai pengertian yang
sempit yaitu: hukum yang mengatur aktifitas badan-badan pemerintahan dalam
melaksanakan tugas pemerintahannya.

Definisi Hukum Administrasi Negara


Utrecht : Hukum Adminsitrasi Negara/ Hukum Pemerintahan yang menguji hubungan
hukum istimewa yang diadakan akan memungkinkan para pejabat (Ambdragers)
Adminstrasi Negara melakukan tugas mereka yang khusus.

De La Bassecour Caan: yang dimaksud dengan Hukum Administrasi Negara adalah


himpunan peraturan-peraturan tertentu yang menjadi sebab maka negara berfungsi dan
beraksi, maka peraturan-peraturan itu mengatur hubungan-hubungan antara tiap-tiap
warga negara dengan pemerintahnya.
Oppehheim: Hukum tata negara menggambarkan negara dalam keadaan diam (Staats in
Rust), sedangkan Hukum Administrasi Negara menggambarkan Negara dalam keadan
bergerak

Kesimpulanya adalah badan-badan pemerintah setelah memperoleh kekuasaan dari


hukum tata negara, lalau mereka melakukan berbagai aksi atau aktifitas dalam rangka
menjalankan tugas pemerintahannya berdasarkan huku administrasi yang berlaku.

Fungsi Hukum Administrasi Negara


Van Vollenhoven: Hukum Administrasi negara merupakan perpanjangan (verlengstuk)
dari hukum tata negara.

Jadi Hukum Administrasi Negara merupakan peraturan-peraturan hukum yang


melaksanakan hukum tata negara, sesuai dengan pandangan Prof Donner, dalam
teori ”Dwipraja” membagi pekerjaan pemerintah dalam ”menentukan tugas”
dan ”mewujudkan tugas”.

Fungsi menentukan tugas adalah hukum tata negara sedangkan fungsi mewujudkan tugas
adalah tugas hukum administrasi negara. hukum tata negara mempunyai tugas politik,
hukum administrasi negara mempunyai tugas teknik.

Dasar-dasar Hukum Administrasi Negara.


Pengertan Asas, Norma dan Sanksi. Sanksi, dalam pengertian hukum adalah apa yang
menjadi dasar dari suatu norma atau kaidah. Asas adalah apa yang mengawali suatu
kaidah atau awal suatu kaidah. Norma adalah suatu peran hukum yang harus dituruti dan
dilindungi oleh sanksi (Hans Kelsen)

Menurut Utrecht, Norma sebagai kaidah, petunjuk hidup yang harus ditaati oleh anggota-
anggota masyarakat yang diberi sanksi atas pelanggarannya. Sanksi adalah ancaman
hukuman atau hukuman yang dapat dikenakan kepada seseorang atau lebih yang telah
melakukan pelanggaran atas suatu norma. Misalnya asas monogami menjadi dasar dari
hukum perkawinan barat: seorang laki-laki dalam waktu yang saa hanya boleh
mengambil seorang wanita sebagai isterinya dan sebaliknya (norma, pasal 27 KUH
Perdata). Sanksi atas pelanggaran pasal 27 yang berfungsi sebagai norma tercantum
dalam pasal 284 KUHP, yaitu di hukum penjara selama-lamanya 9 bulan.

Jadi asas menjadi dasar dari norma, dan sanksi berfungsi melindungi norma, karena
memberikan ancaman hukuman terhadap si pelanggar norma.

Asas hukum administrasi negara Indonesia ada yang tertulis dan ada yang tidak tertulis.
a. Asas hukum tertulis
1. Asas Legalitas, setiap perbuatan administrasi negara berdasarkan hukum.
Asas ini sesuai dengan asas negara kita yang berdasarkan asas negara
hukum yang tercantum pada pasal 1 ayat 3 UUD 1945. namun untuk
mencapai negara hukum belum cukup dengan dianutnya asas legalitas
yang merupakan salah satu identitas dari suatu negara hukum, tapi harus
disertai “kenyataan hukum”, harus didukung oleh “kesadaran etis” dari
para pejabat administrasi negara, yaitu kesadaran bahwa perbuatan/
tindakannya harus didukung oleh perasaan kesusilaan, yaitu bahwa
dimana hak negara ada batasnya yang tentunta dibatasi oleh hak-hak asasi
manusia.
2. Asas Persamaan Hak, bahwa semua warga negara bersamaan
kedudukannya didalam hukum dan pemerintahan dengan tidak ada
kecualinya (pasal 27 ayat 1 UUD 1945) pemerintah Indonesia tidak dapat
membedakan sesama WNI (warga negara asli maupun keturunan asing)
sebaliknya warga negara keturunan asing yang pada umumnya
mempunyai kedudukan sosial dan ekonomi lebih baik daripada warga
negara asli dituntut agar WNI keutrunan asing bersikap lebih luwes dan
loyal serta memiliki desikasi yang pantas terhadap bangsa dan negara
Indonesia.
3. Asas Kebebasan, Asas ini khusus diberikan kepada amninstrasi negara.
Arti asas ini hádala bahwa lepada administrasi negara diberikan kebebasan
untk atas inisiatif sendiri menyelesaikan masalah-masalah yang tikbul
dalam masyarakat secara cepat, tepat dan bermanfaat untuk kepentingan
umum, tanpa menunggu perintah terlebih dahulu dari UU yang disebabkan
UU nya Belem ada atau tidak jelas mengatur masalah tersebut.

Asas ini merupakan asas yang tertulis (pasal 22 ayat 1 UUD 1945) yang
isinya hádala: dalam kepentingan yang memaksa, Presiden berhak
menetapkan PP sebagai pengganti UU, pasal ini merupakan proses
pengerogotan, yaitu kekuasaan legislatif digerogoti oleh kekuasaan
eksekutif (presiden), sehingga supremasi badan legislatif beralih kepada
badan eksekutif.

Catatan: Indonesia tidak mengikuti sistem pemisahan kekuasaan trias politika.

b. Asas Hukum Tidak Tertulis


1. Asas tidak boleh menyalahgunakan wewenang atau kekuasaan atau
dengan istilah lain asas tidak boleh melakukan Deteurnement De Pouvoir.
Setelah badan-badan kenegaraan memperoleh kekuasaan dari UU, jangan
sampai terjadi kekuasaan itu digunakan secara tidak sesuai dengan
pemberian kekuasaan itu oleh UU tersebut.

Jadi jangan menggunakan kekuasaan atau wewenang tersebut melampaui


batas yang diberikan oleh UU, misalnya pencabutan hak atas tanah yang
diatur dalam pasal 18 UUPA (UU no 5/ 1960) pemberian ganti kerugian
yang layak kepada bekas pemilik tanah, kalau terjadipencabutan tanah.
Pencabutan hak atas tanah tanpa ganti kerugian, bukan pencabutan hak
tetapi perampasan hak, hal ini tidak dibenarkan oleh UU
2. Asas tidak boleh menyerobot wewenang badan administrasi negara yang
satu oleh yang lainnya, atau disebut asas Exes De Pouvoir. Arti asas ini
adalah: Bila sudah diadakan pembagian tugas diantara para pejabat
administrasi negara, hendaknya para pejabat melakukan tugas-tugasnya
dalam batas-batas tugas yang telah diberikan oleh UU. Asas ini diperlukan
agar tidak terjadi kesimpangsiuran dalam melaksanakan tugas
administrasinya. Fungsi administrasi negara adalah melayani umum,
public services atau abdi negara.
3. Asas upaya pemaksa atau asas bersanksi adalah sanksi merupakan jaminan
terhadap penaatan kepada hukum administrasi negara, sanksi administrasi,
baik yang tercantum dalam peraturan hukum administrasi maupun yang
ada di luar peraturan hukum administrasi, misalnya dalam KUHP.

Asas Nasionalisme
Asas nasinalisme dalam hukum agraria dipengaruhi oleh sebagian besar negara-
negara di dunia. Tanah hanya disediakan untuk warga negara dari negara-negara tersebut.
Asas ini di Indonesia tercakup dalam UUPA (No.5/1960)
Pasal 21 Ayat 1 : “Hanya WNI dapat mempunyai hak milik”
Hak milik merupakan hak turun temurun terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai oleh
oarang atas tanah. WNA dengan jalan apapun tidak dapat menguasai tanah Indonesia
dengan hak milik.

Asas Non Diskriminasi.


a. UUPA tidak membeda-bedakan.
b. UUD’45, Pasal 27 Ayat 1: Segala warga negara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan
itu dengan tidak ada kecualinya. Pasal 27 Ayat 2: Tiap-tiap warga negara berhak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Asas Fungsi Sosial dari Tanah


a. Pasal 33 Ayat 2, Ayat 3 UUD’45: Hak menguasai tanah oleh negara
b. Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial.
Pasal 18 UUPA (UU No.5/1960): Pencabutan hak-hak atas tanah untuk
kepentingan umum dengan memberikan ganti kerugian yang layak karena suatu
pencabutan hak tanpa ganti kerugian yang layak adalah perampasan.

Asas Domein Negara (Domein Verklaring, Pasal 1 Agrarisch Besluit, STB 1870-118);
untuk semua tanah yang tidak dibuktikan hak Eigendom-nya oleh orang, adalah domein
negara atau kepunyaan negara.
Negara berfungsi sebagai pemilik tanah yang boleh menjual tanah kepada siapa saja yang
memerlukannya.setelah berlakunya UUPA (UU No.5/1960) tanggal 24 September 1960
asas domein negara telah diganti dengan asas dikuasai negara (pasal 33 Ayat 3 UUD’45)

Asas Dikuasai Negara


Tercantum dalam pasal 33 Ayat 3 UUD’45 JO Pasal 2 Ayat 1 dan Ayat 2 UUPA yaitu
bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan
dipergunakan untuk sebesar-sebesarnya kemakmuran rakyat.
Pasal 2 Ayat 1 & 2 UUPA: Hak menguasai dari negara termaksud dalam pasal 1 ayat 1,
memberi wewenang untuk:
a. mengatur dan menyelenggarakan peruntukkan, penggunaan, persediaan, dan
pemeliharaan bumi, air, dan ruang angkasa tersebut.
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara orang-orang
dengan bumi, air, dan ruang angkasa.
c. Menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang-orang dan perbuatan-
perbuatan hukum yang mengenai bumi, air, dan ruang angkasa

Asas Perlekatan
Kedudukan hukum benda-benda (rumah, pohon) bersatu dengan tanah. Asas perlekatan
ini sudah tidak berlaku dan diganti dengan asas pemisahan horisontal yang menjadi dasar
hukum agraria nasional.

Asas Pemisahan Horisontal


Kedudukan hukum benda-benda (rumah, pohon) dipisahkan dengan tanahnya. Hukum
agraria yang berlaku atas bumi, air dan ruang angkasa adalah hkum yang telah
disempurnakan. Pembuat UU mengakui bahwa hukum agraria ini terdiri dari UU Agraria
yang tertulis (Hukum Agraria UU) dan hukum agraria yang tidak tertulis (Hukum Agraria
Adat), misalnya membeli pohon atau ngijon (Bahsan Mustafa: bab VIII).

Beberapa bagian Hukum Admistrasi Negara


1. Hkum Agraria
2. Hukum Administrasi Perbendaharaan (Hukum Admistrasi Keuangan, comptabele
administratie-recht
3. Hukum Administrasi Permodalan dan Korporasi Asing (Utrecht:Bab VIII)
Hukum administrasi negara dengan SK Menteri P&K No.148 tentang pedoman
kurikulum minimal negara maupun swasta disebut hukum tata pemerintahan.
HAN: Administratie recht atau administrative law. Hukum tata pemerintahan:
Bestuurecht, selain itu juga dikenal ilmu pemerintahan yaitu bestuurskunde.
Sejak 1950-1960 dipergunakan istilah hokum tata negar (administratierecht), kemudian
setelah tahun 1960 dipergunakan istilah AN untuk UI dan istilah hokum tata
pemerintahan untuk UGM.
Kemudian G.Pringgodigdo menjelaskan:
Oleh karena di Indonesia kekuasaan eksekutif dan kekuasaan adminstratif berada dalam
satu tangan yakni presiden. Maka pengertian HAN yang luas terdiri atas 3 unsur:
1. Hukum tata pemerintahan yaitu hukum eksekutif atau hukum tata pelaksanaan
undang-undang, dengan kata lain hukum tata pemerintahan adalah hukum
menggunakan aktivitas-aktivitas kekuasaan ( kekuasaan untuk melaksanakan
undang-undang)
2. hukum administrasi Negara dalam arti sempit, yaitu hukum tata pengurusan
rumah tangga negara (segala tugas-tugas yang ditetapkan dengan undang-undang
sebagai urusan Negara)
3. hukum tata usaha Negara, yaitu hukum menggunakan surat menyurat, rahasia
dinas dan jabatan, kearsipan dan dokumentasi, pelapoan dan statistic, tata cara
penyimpanan berita acara, penataan sipil, pencatatan nikah, talak dan rujuk,
publikasi dan penerbitan-penerbitan negara.
Arti dan peran HAN:
1. sebagai aparatur Negara, aparatue pemerintah atau sebagai institusi politik
(kenegaraan). Artinya yang meliputi organ yang di bawah pemerintah, mulai dari
presiden, menteri, termasuk sekjen, dirjen, inspektur jenderal, gubernur, bupati,
dan sebagainya
2. sebagai fungsi atau sebagai aktifitas, yaitu kegiata-kegiatan pemerinytahan
artinya sebagai kegiatan “mengurus kepentingan Negara”
3. sebagai proses teknik penyelenggaraan undang-undang, artinya meliputi segala
tindakan aparatur Negara dalam menyelenggarakan undang-undang.

Objek administrasi dapat digolongkan menjadi 3 golongan besar:


1. Administrasi berobyek kenegaraan
a. Administrasi pemerintahan yang dapat dibagi:
1). administrasi sipil, yaitu seluruh aktifitas yang dilakukan oleh
departemen, direktorat sampai aktifitas camat dan lurah
2). Administrasi militer (angakatan bersenjata)
- administrasi militer angkatan darat
- administrasi militer angkatan laut
- administrasi militer angkatan udara
3) Administrasi kepolisian negara
b. Administrasi perusahaan negara
Adalah seluruh aktifitas yang begerak di bidang perusahaan yang
hakekatnya dapat dibedakan berdasarkan gerak usaha untuk produksi,
distribusi, transportasi, banking, asuransi dan sebagainya
2. Administrasi berobjek privat
a. Administrasi perusahaan
Yang termasuk di dalamnya adalah aktifitas-aktifitas di bidang produksi,
transportasi, banking , dan sebagainya. Pada hakekatnya sama dengan
ruang gerak dari administrasi perusahaan negara
b. Administrasi bukan perusahaan (non business)
Yang termasuk di dalamnya adalah aktifitas yang cenderung ke arah usaha
sosial, seperti:
1). Adminstrasi perguruan swasta
2) Administrasi rumah sakit swasta
3) Administrasi hotel swasta
3. administrasi berobjek internasional
yang termasuk di dalamnya adalah seluruh aktifitas yang bergerak dalam bidang
internasional yang dilakukan oleh PBB serta cabang-cabangnya: UNICEF, ILO,
UNDP, dan sebagainya (Kansil: Bab XIX)

Perbuatan Hukum Tata Usaha

Perbuatan hukum tata usaha dapat bermacam-macam jenisnya yang dikenal antara lain:
putusan, ketetapan, surat perintah, izin (undian berhadiah, mengedarkan daftar derma,
menjual minuman keras) konsesi, perjanjian (ikatan dinas)
Perbuatan hukum tata usa asifatnya dapat sepihak, dapat juga 2 pihak (perjanjian) yang
banyak dijumpai dalam hukum tata usaha adalah perbuatan yang sifatnya sepihak
(Kusumadi Pudjosewojo, Bab VI dan VII)

Sistematika Hukum Administrasi Negara

Materi HAN (Heteronom) oleh Prajudi dibagi dalam:


1. Hukum tentan dasar-dasar dan prinsip-prinsip umum dari administrasi negara
2. Hukum tentang organisasi dari administrasi negara
3. Hukum tentang aktifitas-aktifitas adminstrasi negara, terutama yang bersifat
yuridis
4. Hukum tentang sarana-sarana dari admiistrasi negara, terutama tentang
kepegawaian negara dan keuangan negara.
5. Hukum peradilan administrasi negara.
Untuk membatasi kekuasaan administrasi negara dan untuk melindungi
masyarakat dari kemungkinan-kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan oleh
administrasi negara, terdapat beberapa jalan yang ditempuh antara lain dengan
pengembangan administrasi negara.

Dalam arti luas: peradilan administrasi negara adalah peradilan yang menyangkut
pejabat-pejabat dan instansi administrasi negara, baik yang bersifat “perkara-
perkara pidana dan perdata” dan “perkara adminstrasi murni”.

Dalam arti sempit: peradilan administrasi negara adalah peradilan yang


menyelesaikan perkara-perkara administrasi negara murni semata-mata. Suatau
perkara administrasi negara murni adalah suatu perkara yang tidak mengandung
pelanggaran hukum (pidana dan perdata), melainkan suatu konflik/ sengketa yang
berpangkal pada atau mengenai intepretasi dari suatu pasal atau ketentuan UU
(dalam arti luas) dikenal PTUN

Perkara-perkara administrasi internal yang terjadi antara peabat/ isntansi satu


sama lain, pada umumnya berpangkal pada konflik mengenai yuriidiksi atau
kopetensi, diselesaikan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
mengatur instansi yang bersangkutan dan pada instansi terakhir oleh Presiden.

Perkara-perkara administrasi negara eksternal yaitu antara pejabat/ instansi


dengan warga masyarakat, penyelesaiannya adalah sebagai berikut:
a. Perkara-perakra administrasi negara murni, diselesaikan melalui cara-cara:
- Pengaduan pada pejabat atasan/ instansi yang lebih tinggi
- Pengaduan kepada badan-badan lain misal panitia perumahan
- Pengaduan administrasi murni (majelis pertimbangan pajak)
b. Perkara-perkara administrasi negara yang mengandung unsur-unsur
pidana/ kejahatan jabatan, pelanggaran jabatan atau unsur peradilan
(perbuatan yang bertentangan dengan hukum) diselesaikan oleh
pengadilan umum (pidana atau perdata)
Peranan peradilan administrasi negara besar dalam usaha penyempurnaan aparatur
negara melalui:
Tindakan hukum terhadap praktek dan perbuatan para pejabat yang:
1. Melanggar Hukum
2. Melanggar UU
3. Melanggar kewajiban atau
4. Tidak efisien, melanggar kepentingan umum.
(Benny M Junus: Bab I – IV)
RANGKUMAN PPT
TOPIC 1: Pengantar HTN
Peristilahan
– Kontinental - Jerman: Verfassungsrecht
– Belanda: staatsrecht - Perancis: Droit Constitutionele
- Italy:Diritto Constitutionale
-Anglosaxon (Inggris,Amerika) “Constitutional Law”
Indonesia :
- Hukum Tata Negara
- Hukum Konstitusi
– Hukum Tata Negara berasal dari hukum, tata, negara
→ urusan penataan negara – berisi aspek hukum terkait dengan struktur kenegaraan,
substansi norma kenegaraan, mekanisme hubungan antar struktur organ, mekanisme
hubungan antara negara dengan warga negara
OBYEK HTN
A. Pandangan Tradisional
HTN ----------- STAATSRECHT
OBYEK: de staat ( negara)
ATURAN, NORMA, LEMBAGA

ATURAN MELIPUTI:
1. Susunan, Kewenangan Dan Berfungsinya Lembaga-lembaga Negara
2. Hak Asasi STAATSRECHT Hukum Kewenangan - Hukum Tata Negara

B. STAATSRECHT Dilihat Dari Sudut Pandang Antara Hukum (Recht)


Dan Negara (Staat)

STAATSRECHT Adalah hukum mengenai hubungan antara negara dan


hukum BAGIAN-BAGIAN STAATSRECHT:
1. Negara sebagaimana diatur dalam hukum;
2. Bekerjanya negara;
3. Dengan cara apa negara berhubungan dengan pembentukan hukum
dan penerapan hukum.

RUANG LINGKUP
– HTN POSITIF
1. STAATS INRICHTING : Organisasi ; Kelembagaan
2. BEVOEGDHEDEN RECHT : Kewenangan Lembaga Negara
3. RECHTSPOSITIE VAN DE BURGERS (Posisi Hukum Warga Negara) :
Fundamental Rights; Grond Rechten (Hak-hak Dasar) – HTN TEORITIK

METODE
– Legal dogmatik
– Historis juridis
– Fungsional struktural
– Hermeneutik
– Perbandingan

KEDUDUKAN HTN
Hukum tata negara (hukum konstitusi) + hukum acara tata negara sebagai ilmu dasar
hukum (juridische basiswetenschap).

Peraturan Perundang-undangan
– UUD 1945 sebelum Amandemen
– KONSTITUSI RIS 1945
– UUDS 1950 – UUD NRI Tahun 1945 (Konstitusi Indonesia setelah amandemen)
– Peraturan perundang-undangan yang terkait dengan materi pokok bahasan
TOPIC II: UUD NRI 1945
Periodesasi
I. UUD 1945 periode pertama (18 Agustus 1945 s/d 27 Desember 1949) bersama
dengan penjelasan resmi dimuat dalam Berita Republik Indonesia (BRI) Tahun II
(Tahun 1946) No.7.
II. UUD RIS 1949 dengan Keppres No.48 Tahun 1950 Tentang Mengumumkan
Piagam PenandatangananKonstitusi Republik Indonesia Serikat dan Konstitusi
Republik Indoneia Serikat dimuat dalam LN Tahun 1950 No.3.
III. UUDS 1950 dengan UU Federal No.7 Tahun 1950 dimuat dalam LN RIS Tahun
1950 No.56 dan Penjelasan Tambahan LN RIS No.37.
IV. UUD 1945 periode kedua (5 Juli 1959 s/d amandemen) dengan Dekrit Presiden
5 Juli 1959 berdasarkanKeppres No.150 Tahun 1959 dimuat dalam LN Tahun 1959
No.75 meliputi Pembukaan, Batang Tubuh dan Penjelasannya bersama-sama
dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959
V. UUD NRI Tahun 1945.
UUD NRI 1945 Pengertian
Istilah: UUD, Grondwet, Constitution.
Kita pakai Constitution, yang dalam bahasa Inggris merupakan istilah yang
pertama kali digunakan pada abad pertengahan di Inggris yang berakar dari bahasa
latin constitut, yang bermakna “established, appointed” yang berasal dari kata kerja
constituere, con berarti “together” dan statuere bermakna “set up” (
http://oxforddictionaries.com/definition/english/constitution)
Dengan arti konstitusi sebagai pendirian (set up) atau penetapan (enactment),
maka hal yang harus di ’constitute’ (ditetapkan) adalah bersifatlasting, inclusive,
principled, and fundamental (Hanna Fenichel Pitkin, The Idea of a Constitution)
M. Laica Marzuki : “permakluman tertinggi yang menetapkan hal-hal
mengenai antara lain pemegang kedaulatan tertinggi, struktur negara, bentuk negara,
bentuk pemerintahan, kekuasaan legislatif, kekuasaan peradilan dan pelbagai
lembaga negara serta hak – hak rakyat. (M. Laica Marzuki, Konstitusionalisme dan
Hak Asasi Manusia).
Kedudukan
▷ Konteks Politik
▷ Konteks Hukum

Pendekatan Politik atas Konstitusi


Duchacek menyebut konstitusi sebagai “..a political manifesto and
organizational chat or power map’. Ivo D. Duchacek,
Constitution/Constitutionalism, dalam Vernon Bogdanor, (ed.), The Blackwell
Encyclopedia of Political Science)
Giovani Sartori mendefinisikan konstitusi sebagai “frame of political society,
organized through and by the law, for the purpose of restraining arbitrary power” (
Giovani Sartori, Constitutionalism : A Preliminary Discussion)
Apakah pernyataan kemerdekaan dalam pembukaan UUD 1945 adalah
manifesto politik? Apakah pembukaan secara keseluruhan merupakan manifesto
politik? Apakah UUD manifesto pendirian negara?
Pendekatan Hukum atas Konstitusi
Hans Kelsen mengatakan “considering only a national legal order, the
constitution represent the highest level of positive law”
Hans Kelsen berpendapat bahwa konstitusi hanya berisi aturan-aturan hukum
dan dibedakan dalam dua bentuk yaitu secara formal dan material. Konstitusi dalam
arti formal, yakni dengan huruf awal kapital “K”adalah dokumen tunggal yang berisi
institusi-institusi negara dan kekuasaan serta hubungan antar institusi tersebut.
Sebaliknya, “constitution material” sebagai norma hukum positif yang
menjadi dasar bagi pembentukan norma-norma umum lainnya sehingga sebagai
hukum tertinggi, konstitusi merupakan sumber dan dasar semua keberlakuan norma-
norma dalam jenjang hierakhi peraturan . (Hans Kelsen, General Theroy of Law and
State, (Terjemahan A. Wedberg), Newyork Russel & Russel, 1961.
Apakah ada dalam isi UUD NRI 1945 menyebut dirinya hukum tertinggi?
Sebelum amandemen, penjelasan menyebut UUD adalah hukum dasar. Setelah
amandemen, prinsip negara hukum diatur dalam Pasal.
Materi Muatan Konstitusi
C.F. STRONG
1. How the various agencies are organized;
2. What power is entrusted to those agencies,
3. In what manner such power is to be exercised.

SRI SOEMANTRI (dalam Mangunsong h.3)


1. Adanya jaminan HAM dan hak WN.
2. Ditetapkannya susunan ketatanegaraan suatu negara yang bersifat
fundamental (mendasar)
3. Adanya pembagian dan pembatasan tugas serta wewenang ketatanegaraan
yang juga bersifat
fundamental (mendasar).
Miriam Budiardjo, konstitusi memuat:
1. Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan legislatif,
eksekutif dan yudikatif, dsb
2. Hak-hak asasi manusia
3. Prosedur mengubah UUD
4. Adakalanya memuatlarangan untuk mengubah sifattertentu dari UUD
Materi Muatan UUD 1945 (buktikan dalam UUD NRI 1945)
• Pengakuan dan Jaminan Perlindungan HAM : Pasal 27 ayat 1-1, pasal 28,
28A-J, PASAL 29 ayat 2 , pasal 30 ayat 1, 31 ayat 1, pasal 34 ayat 1-3
• Lembaga Negara dan Hubungan Lembaga Negara : Pasal 2-3 (MPR), Pasal
4,5,6,6A,7,7a,7b,7c,8,9,10,11,12,13,14,15,16(kekuasaan-
pemerintah/presiden) Pasal 17, (kementrian negara) Pasal 18, 18A, 18B,
(Pemerintah Daerah), Pasal 19, Pasal 20,20A, 21, 22, 22A,22B(DPR),
PASAL 22C,22D (DPD),23E, 23F, (BPK) PASAL 24, 24A, 24B, 24C,
25(Kekuasaan Kehakiman)
• Identitas dan Prinsip Dasar : Pembukaan, Pasal 1 ayat 1-3 (terdapat prinsip
demokrasi/bentuk kedaulatan) Pasal 35-36C ( Tentang identitas bendera,
Bahasa dan lambang negara serta lagu kebangsaan
• Hukum – nya negara : >> Pasal?pasal 1 ayat 3 “Negara Indonesia adalah
negara hukum

Prinsip Dasar Materi Muatan


1. Pembukaan Tidak Bisa diubah
2. Menganut Kedaulatan Rakyat
3. Bentuk negara kesatuan tidak bisa diubah
4. Menganut prinsip negara hukum
5. PemisahanKekuasaan
6. Jaminan Hak Asasi Manusia Prinsip ini yang tertulis dalam UUD.
Prinsip ini dalam kategori konstitusionalisme. Bagaimana kenyataannya?
Apakah konstitusionalisme hanya ilusi?

TOPIC III: Sejarah Perkembangan UUD NRI Tahun 1945


• Sejarah perkembangan dasar negara RI
– UUD 1945 (18 Agustus 1945)
– Konstitusi RIS 1949
– UUDS 1950
– UUD NRI 1945 (Amandemen 1999-2002)
• Implikasi pergantian UUD terhadap sistem ketatanegaraan
Definisi Konstitusi
Wade and Philips
A constitution is a document which sets out the frame work and principal
functions of the organs of government of a state and declares the principles
governing the operation of those organs

Materi Muatan Konstitusi


• Pembagian kekuasaan
• Susunan ketatanegaraan/kelembagaan/organ negara
• Jaminan perlindungan HAM
Cara Perubahan Konstitusi
Henc van Marseveen
• Renewal/pembaharuan scr. formal:
1. A new constitution
2. Amended constitution
• Change/penafsiran :
1. Change by legislation
2. Change by application
3. Change by adjudication
C. F. Strong
Dilihat dari segi Badan yang akan mengadakan perubahan) :
1. Diserahkan pada Badan Legislatif dengan tambahan beberapa syarat
2. Diserahkan langsung pada rakyat (Referendum)
3. Diserahkan pada keputusan mayoritas negara–negara bagian (khusus
dalam negara federal)
4. Diserahkan pada Badan khusus yang dibentuk untuk tugas itu
UUD 1945
• UUD 1945 menolak sistem demokrasi liberal dan diktator
• UUD 1945 adalah singkat dan supel, pokok-pokok saja tidak tergesa
memberikan kristalisasi
• UUD 1945 semula dimaksudkan bersifat sementara (bernama resmi UUD
sementara) pasal 3 ayat (2) AT
– Pembentuk UUD 1945 merasa belum merupakan badan yang
representatif untuk menetapkan UUD
– Perencanaan, penetapan dan pengesahannya dilakukan dengan tergesa-
gesa
System Ketatanegaraan
• Presiden adalah Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan
• Mandataris MPR
• Sistem presidential
Maklumat Wakil Presiden No. X tgl 16 Oktober 1945
Maklumat Pemerintah tgl 14 Nopember 1945
-Kabinet Sjahrir (Perdana Menteri Pertama)
Konstitusi RIS
• Berlaku 27 Desember 1949
• UUD 1945 (UUD negara bagian RI)
• Sifat sementara
Sistem Ketatanegaraan
• Bentuk negara federal
• Pertanggungjawaban menteri,
• kabinet parlementer
UUDS
• Berlaku melalui UU Federal No. 7 tahun 1950 tentang perubahan Konstitusi
RIS menjadi UUDS
• Secara formal ;
– Pasal I ‘Konstitusi RIS diubah menjadi UUDS RI…’
– Pasal 186, yang menetapkan UUD adalah konstituante
– Pasal 190, untuk megubah Konstitusi RIS harus dilakukan dgn UU
Federal
• Pasal 134 ‘Konstituante bersama-sama dengan Pemerintah selekas-lekasnya
menetapkan UUD RI yang akan menggantikan UUD ini’
Sistem ketatanegaraan
• Negara hukum yang demokratis dan berbentuk kesatuan
• Menegaskan susunan pemerintahan (autonom)
• Menganut sistem Kabinet Parlementer,
• Pemerintahan ada di tangan Dewan Menteri diketuai Perdana Menteri

UUD 1945
• Dekrit Presiden 5 Juli 1959
• Manifesto Politik
• Dictum Dekrit Presiden :
a. Menetapkan pembubaran Konstituante
b. Menetapkan UUD 1945 berlaku lagi bagi segenap bangsa Indonesia
terhitung mulai tanggal penetapan dekrit itu
c. Tidak berlakunya lagi UUD Sementara
d. Pembentukan MPRS yang terdiri dari anggota-anggota DPR ditambah
dengan utusan-utusan dari daerah-2 dan golongan-2.
e. Pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara
• Memorandum DPRGR mengenai “Sumber Tertib Hukum RI dan Tata Urutan
Peraturan Perundang-undangan RI” yang telah diterima MPRS melalui TAP
No. XX/MPRS/1966: “Hukum Darurat Negara” (Staatsnoodrecht)
Struktur UUD 1945 setelah pemberlakuan Kembali
Terdiri dari 3 bagian: (1) Pembukaan UUD/4 alinea; (2) Batang Tubuh UUD/16 bab
37 pasal, Aturan Peralihan dan Aturan Tambahan; (3) Penjelasan

LN 1959 No. 75, secara teoritik “penjelasan” berkedudukan sebagai penafsiran


otentik
Sedangkan sebelumnya yaitu pada masa 1945-1949
Terdiri dari 3 bagian: (1) Pembukaan UUD/4 alinea; (2) Batang Tubuh UUD/16 bab
37 pasal; (3) Penutup/Aturan Peralihan-4 pasal dan Aturan Tambahan-2 ayat
Sumber: M. Yamin, Naskah Persiapan UUD 1945 (1960: 77), dalam Joeniarto
(1966: 31-34).

PENDAHULUAN
PROSES PERUBAHAN UUD NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN
1945
Tuntutan Reformasi
Antara lain:
• Amandemen UUD 1945
• Penghapusan doktrin Dwi Fungsi ABRI
• Penegakan hukum, HAM, dan pemberantasan KKN
• Otonomi Daerah
• Kebebasan Pers
• Mewujudkan kehidupan demokrasi
Sebelum Perubahan
• Pembukaan
• Batang Tubuh
- 16 bab
- 37 pasal
- 49 ayat
- 4 pasal Aturan Peralihan
- 2 ayat Aturan Tambahan
• Penjelasan

Latar Belakang Perubahan


• Kekuasaan tertinggi di tangan MPR
• Kekuasaan yang sangat besar pada Presiden
• Pasal-pasal yang terlalu “luwes” sehingga dapat menimbulkan multitafsir
• Kewenangan pada Presiden untuk mengatur hal-hal penting dengan undang-
undang
• Rumusan UUD 1945 tentang semangat penyelenggara negara belum cukup
didukung ketentuan konstitusi

Tujuan Perubahan
Menyempurnakan aturan dasar, mengenai:
• Tatanan negara
• Kedaulatan Rakyat
• HAM
• Pembagian kekuasaan
• Kesejahteraan Sosial
• Eksistensi negara demokrasi dan negara hukum
• Hal-hal lain sesuai dengan perkembangan aspirasi dan kebutuhan bangsa

Hasil Perubahan
• Pembukaan
• Pasal-pasal:
- 21 bab
- 73 pasal
- 170 ayat
- 3 pasal Aturan Peralihan
- 2 pasal Aturan Tambahan

Sidang MPR
• Sidang Umum MPR 1999
Tanggal 14-21 Okt 1999
• Sidang Tahunan MPR 2000
Tanggal 7-18 Agt 2000
• Sidang Tahunan MPR 2001
Tanggal 1-9 Nov 2001
• Sidang Tahunan MPR 2002
Tanggal 1-11 Agt 2002
Kesepakatan Dasar
• Tidak mengubah Pembukaan UUD 1945
• Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia
• Mempertegas sistem presidensiil
• Penjelasan UUD 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukan ke
dalam pasal-pasal
• Perubahan dilakukan dengan cara “adendum”

Dasar Yuridis
• Pasal 3 UUD 1945
• Pasal 37 UUD 1945
• TAP MPR No.IX/MPR/1999
• TAP MPR No.IX/MPR/2000
• TAP MPR No.XI/MPR/2001

Kesepakatan Dasar:
1) Tidak merubah Pembukaan UUD 1945
2) Tetap mempertahankan NKRI
3) Mempertegas sistem Presidensiil
4) Penjelasan UUD 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukkan ke
dalam pasal-pasal
5) Melakukan perubahan dengan cara addendum
TOPIC IV: KONSTITUSI DAN KONSTITUSIONALISME
KONSTITUSI DAN KONSTITUSIONALISME
Konsep-Konsep
• Constitution dalam bahasa Inggris merupakan istilah yang pertama kali
digunakan pada abad pertengahan di Inggris yang berakar dari bahasa latin
constitut, yang bermakna “established, appointed” yang berasal dari kata
kerja constituere, con berarti “together” dan statuere bermakna “set up”

http://oxforddictionaries.com/definition/english/constitution
• Dengan arti konstitusi sebagai pendirian (set up) atau penetapan (enactment),
maka hal yang harus di ’constitute’ (ditetapkan) adalah bersifat lasting,
inclusive, principled, and fundamental (Hanna Fenichel Pitkin, The Idea
of a Constitution)
• M. Laica Marzuki : “permakluman tertinggi yang menetapkan hal-hal
mengenai antara lain pemegang kedaulatan tertinggi, struktur negara, bentuk
negara, bentuk pemerintahan, kekuasaan legislatif, kekuasaan peradilan dan
pelbagai lembaga negara serta hak – hak rakyat. (M. Laica Marzuki,
Konstitusionalisme dan Hak Asasi Manusia)

• Sebagai pemakluman tertinggi, menurut Giovani Sartori konstitusi berarti


“a collection of laws enacted by the Sovereign” (kumpulan aturan- aturan
hukum yang ditetapkan oleh pemegang kedaulatan) (Giovani Sartori,
Constitutionalism : A Preliminary Discussion)

Pendekatan Politik atas Konstitusi


• Duchacek menyebut konstitusi sebagai “..a political manifesto and
organizational chat or power map’.
Ivo D. Duchacek, Constitution/Constitutionalism, dalam Vernon Bogdanor,
(ed.), The Blackwell Encyclopedia of Political Science)
• Giovani Sartori mendefinisikan konstitusi sebagai “frame of political
society, organized through and by the law, for the purpose of restraining
arbitrary power” ( Giovani Sartori, Constitutionalism : A Preliminary
Discussion)
• Carl J. Friderich dan Zbigniew K. Brzezinki memberi pengertian
konstitusi sebagai manifesto politik. Mereka menyatakan “Every
constitutions contains strong ideological element. Not only bill of rights it
may contain, but also the organizational fixation it undertakes, are
ideologically oriented (Carl J. Friderich dan Zbigniew K Brzezinski,
Totalitarian, Dictatorship and Autocracy
Pendekatan Hukum atas Konstitusi
• Hans Kelsen mengatakan “considering only a national legal order, the
constitution reperesent the highest level of positive law”
• Hans Kelsen berpendapat bahwa konstitusi hanya berisi aturan-aturan hukum
dan dibedakan dalam dua bentuk yaitu secara formal dan material. Konstitusi
dalam arti formal, yakni dengan huruf awal kapital “K”adalah dokumen
tunggal yang berisi institusi-institusi negara dan kekuasaan serta hubungan
antar institusi tersebut. Sebaliknya, “constitution material” sebagai norma
hukum positif yang menjadi dasar bagi pembentukan norma-norma umum
lainnya sehingga sebagai hukum tertinggi, konstitusi merupakan sumber dan
dasar semua keberlakuan norma-norma dalam jenjang hierakhi peraturan .
(Hans Kelsen, General Theroy of Law and State, (Terjemahan Wedberg),
Newyork Russel & Russel, 1961.
A. S.E. Finer, Vernon Bogdanor dan Bernard mendefinisikan
konstitusi sebagai berikut :
“Constitutions are code of norms which aspire to regulate the allocation
powers, functions and duties among the various agencies and offices
government and to define the relationship between these and public”

Definisi perkembangannya
• Heringa dan Kiiver menyatakan bahwa konstitusi memiliki arti yang sempit
atau formal dan arti yang luas atau substantif. Dalam arti sempit atau formal,
konstitusi adalah dokumen tertulis yang terkodifikasi yang berisi aturan-
aturan dasar yang mengatur Pemerintahan sebagai entitas sosio-politik pada
negara-negara tertentu, sedangkan sebagai dokumen yang berisi aturan dasar

• dalam arti yang luas atau substantif, adalah seluruh aturan- aturan dasar yang
mengatur entitas sosial-politik dimana bentuknya dapat terkodifikasi dalam
satu dokumen atau tersebar dalam beberapa dokumen, baik tertulis maupun
dalam bentuk kebiasaan-kebiasaan.
(Aalt Willem Heringa and Philipp Kiiver, Constitutions Compared– An
Introduction to Comparative Constitutional Law)
• Thomas Paine mendefinisikan konstitusi sebagai :
• “The body of elements …which contains the principle on which the
government shall be established, the manner in which it shall be organized,
the powers it shall have, the mode of elections, the duration of
parliaments, or by what other name such bodies may be called; the powers
which the executive part of the government shall have, and, in fine, everything
that relates to the compleat of organization of a civil government, and the
principles on which it shall act, and by which it shall be bound’.
(Thomas Paine, The Right Of The Man (1791) , The Writings Of Thomas Paine
Collected And Edited By Moncure Daniel Conway Volume II, 1779 –
1792)
Maka
• Mengapa Konstitusi isinya perihal :
power map, alokasi kekuasaan, prinsip-prinsip mengenai kekuasaan, norms,
regulate …, hubungan organ..
Sartori : …. for the purpose of restraining arbitrary power

Konstitusionalisme
• Charles Howard Mac.Iwan menyatakan esensi gagasan awal hingga
kontemporer dari konstitusionalisme adalah tetap, yaitu:
• ‘constitutionalism has one essential quality: It is a legal limitation of
government; it is the antithesis of arbitrary rule; it opposite is despotic
government; the government of will instead of law. …the most ancient, the
most persistent and the most lasting of the essentials of true constitutionalism
still remains what it has been almost from the beginning, the limitation of
government by law

Thomas Paine menyatakan :


“A Constitution is not the act of a Government, but people constituting a
Government; and Government without a Constitution is power without right. A
Constitution is a thing antecedent to a government; and government is only the
creature of Constitution
1. Dalam pandangan Charles Howard McIlwan, pendapat
Thomas Paine tersebut menunjukkan konstitusi itu
mendahului (antecedent) kekuasaan pemerintahan,
maka konstitusi mengatur kekuasaaan dimana rakyat
akan berkomitmen atas pemerintahan dan dalam
pelaksanaan kekuasaan tersebut dibatasi oleh aturan yang telah ditetapkan
terlebih dahulu tersebut.
2. Makna mendahului (antecedent) dari konstitusi bukan
secara faktual karena proses, tetapi sifatnya yang
fundamental dan menjadi dasar dan sekaligus tidak
bisa diubah atau digantikan dengan cara-cara seperti pembuatan perundang-
undangan biasa.
3. Karena posisinya yang mendahului, maka makna
“constituting“ (menetapkan, mendirikan) membawa
konsekuensi “superior in character to the acts of any ‘government” it
creature

Konstitusionalisme dan Konstitusi


• Laica Marzuki menyatakan constitutionalism atau konstitusionalisme
membangun the limited state, agar penyelenggaraan negara dan pemerintahan
tidak sewenang- wenang dan hal tersebut dinyatakan serta diatur secara tegas
dalam pasal-pasal konstitusi.
• Martin Loughlin berpendapat bahwa konstitusionalisme merupakan teori
tentang pemerintahan yang dibatasi dan utamanya berkaitan dengan norma-
norma yang harus ada dalam konstitusi modern. (Martin Loughlin, What is
Constitutionalism?, dalam Petra Dobner dan Martin Loughlin (Eds).
The Twilight of Constitutionalism)

Konstitusionalisme Dalam Konstitusi


• Martin Loughlin menyebut elemen-elemen dari konstitusionalisme adalah
kekuasaan kehakiman yang merdeka, pemisahan kekuasaan, penghormatan
terhadap hak- hak individual, dan peran badan peradilan sebagai penjaga
norma-norma konstitusi.

• Dieter Grimm : karakter konstitusionalisme dalam konstitusi adalah sebagai


berikut :
– Konstitusi merupakan seperangkat norma – norma hukum.
– Norma-norma hukum tersebut adalah untuk mendirikan dan mengatur
kekuasaan.
– Norma-norma hukum tersebut adalah komprehensif dalam arti tidak
dimungkinkan adanya kekuasaan dan penggunaan kekuasaan yang
bertentangan dengan norma-norma konstitusi.
– Konstitusi adalah berasal dari rakyat sebagai sumber kekuasaan
(constituent powers)
– Konstitusi adalah hukum tertinggi

Sumber: Dieter Grimm, “The Achievement of Constitutionalism And Its


Prospect In A Changed World”, dalam Petra Dobner dan Martin Loughlin
(Eds)., The Twilight of Constitutionalism

• Louis Henkin menyebut 9 elemen dari konstitusionalisme :


(1). Pemerintahan berdasarkan konstitusi ;
(2) Pemisahan Kekuasaan;
(3) Kedaulatan rakyat dan pemerintah yang demokratis
(4) Uji konstitusionalitas (constitutional review)
(5) Kekuasaan kehakiman yang merdeka
(6) Pemerintahn yang dibatasi berkaitan dengan hak-hak dasar
(7) Kontrol atas Kepolisian
(8) Kontrol sipil atas militer
(9) Tiadanya kekuasaan yang dapat menghalangi pelaksanaan konstitusi baik
seluruhnya atau sebagian.
(Louis Henkin, “Elements of Constitutionalism,” Occasional Paper Series )

Materi Muatan
• Pengakuan dan Jaminan Perlindungan HAM : Jerman, Belanda, Malaysia,
Indonesia
• Lembaga Negara dan Hubungan Lembaga Negara : Amerika Serikat,
Indonesia, Perancis.
• Identitas dan Prinsip Dasar : Amerika, Indonesia, Perancis
• Hukum – nya negara : Jerman, Indonesia

Miriam Budiardjo, konstitusi memuat :


A. Organisasi negara, misalnya pembagian kekuasaan antara badan
legislatif, eksekutif dan yudikatif, dsb
B. Hak-hak asasi manusia
C. Prosedur mengubah UUD
D. Adakalanya memuat larangan untuk mengubah sifat tertentu dari UUD
E. Lanjutan : menurut Jimly As

Fungsi Konstitusi
a. Fungsi penentu atau pembatas kekuasaan
b. Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antar organ negara
c. Fungsi pengatur hubungan kekuasaan antara organ negara dengan
warga negara
d. Fungsi pemberi atau sumber legitimasi terhadap kekuasaan negara
ataupun kegiatan penyelenggaraan kekuasaan negara
e. Fungsi penyalur atau pengalih kewenangan dari sumber kekuasaan
yang sah kepada organ negaraf.
f. Fungsi simbolik yaitu sebagai sarana pemersatu (symbol of unity),
sebagai rujukan identitas dan keagungan kebangsaan (identity of
nation) serta center of ceremony)
g. Fungsi sebagai sarana pengendalian masyarakat (social control), baik

dalam arti sempit yaitu bidang politik dan dalam arti luas mencakup
bidang sosial ekonomi.
h. Fungsi sebagai sarana perekayasa dan pembaharuan masyarakat
(social engineering atau social reform)

(Menurut Henc Van Maarseveen fungsi konstitusi)


1. Transformasi
2. Informasi
3. Regulasi
4. Kanalisasi

Konstitusi Institusional
• Materi muatan konstitusi (salah satunya) adalah tentang lembaga-lembaga
negara (institusi, staat organ, staat-inrichting)
• Pengaturan tentang lembaga-lembaga negara (institusi) adalah pengaturan
yang berdasar pada dua pertimbangan :
a. Prinsip dasar mengenai kekuasaan (pembatasan/konstitusionalisme)
b. Respon atas tujuan negara dan kompleksitasnya (Strategi kelembagaan
dalam mencapai tujuan negara)

Pembukaan Konstitusi
• Liav Orgad mengidentifikasi 5 karakter isi pembukaan atau pasal-pasal awal
dalam konstitusi dalam lima kategori, yakni berisi perihal: Prinsip
Kedaulatan, Sejarah Negara/Bangsa, Tujuan Utama, Identitas Nasional, dan
Ketuhanan atau Agama. Indonesia dalam konteks pengertian konstitusi
sebagai manifesto politik, jelas berisi sejarah negara yang memutus masa
kolonial ke masa kemerdekaan dan berisi pula tujuan negara. (Liav Orgad,
Preamble in Constitutional Interpretation, Oxford University Press and New
York University School of Law, 2010)

Isi Pokok Pikiran UUD


• Deklarasi memutus kolonialisme untuk menjadi negara merdeka.
• Menetapkan tujuan negara (dibentuknya pemerintahan negara)
• Republik sebagai pilihan bentuk pemerintahan dan menegaskan rakyat
sebagai pemegang kedaulatan.
• Pancasila sebagai dasar negara
Perubahan UUD 1945
1. Sifat UUD 1945
2. Konteks Dinamika Perkembangan Masyarakat dan Ketatanegaraan

Sifat UUD 1945


• Soekarno : "UUD yang buat sekarang ini adalah UUD sementara. Kalau
boleh saya memakai perkataan: ini adalah UUD kilat. Nanti kalau kita telah
bernegara di dalam suasana yang lebih tenteram, kita tentu akan
mengumpulkan kembali MPR yang dapat membuat UUD yang lebih lengkap
dan lebih sempurna.“
• Itu sebabnya dirancang suatu UUD yang sangat singkat dan soepel (elastis),
tidak lebih dari 40 pasal. Alasannya, menurut Supomo (yang kemudian
dicantumkan dalam penjelasan UUD): "Kita harus menjaga supaya sistem
UUD dan undang-undang lainnya jangan sampai ketinggalan zaman. Jangan
sampai kita membuat undang-undang yang lekas verouderd, lekas usang."

Ke-sementara-an itu tercermin dalam


UUD 1945 ATURAN TAMBAHAN ayat (2)
Dalam enam bulan sesudah Majelis Permusyawaratan Rakyat dibentuk, Majelis itu
bersidang untuk menetapkan Undang- Undang Dasar.

Kesepakatan Amandemen
• Tidak mengubah Pembukaan UUD 1945
• Tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik
Indonesia
• Mempertegas sistem presidensiil
• Penjelasan UUD 1945 yang memuat hal-hal normatif akan dimasukan ke
dalam pasal-pasal
• Perubahan dilakukan dengan cara “adendum”

Dasar-Dasar Penyelenggaraan Negara


1. Mempertegas prinsip negara berdasarkan atas hukum [Pasal 1 ayat (3)] yang
sebelumnya merupakan prinsip yang disebut dalam Penjelasan UUD 1945.
2. Menegaskan prinsip kedaulatan rakyat dan pelaksanaan atas kedaulatan
rakyat. Termasuk didalamnya berkonsekuensi bahwa pengisian jabatan
publik, khususnya badan perwakilan dan presiden dilakukan seluruhnya
secara langsung.
3. Pelaksanaan kedaulatan rakyat berkonsekuensi pada kedudukan lembaga-
lembaga negara yang sejajar dan penataan kelembagaan negara
NEGARA HUKUM INDONESIA
• Pasal 1 ayat (2) dan (3) UUD 1945 : Negara hukum Indonesia juga sekaligus
sebagai negara demokrasi
• Karakter Negara Hukum Indonesia sebagaimana tercermin dalam pasal-pasal
UUD 1945 adalah sama dengan negara hukum pada umumnya

NEGARA HUKUM & KONSTITUSIONALISME


• Konstitusionalisme memiliki esensi isi tunggal: ini adalah pembatasan atas
pemerintahan secara hukum. Ini adalah anti-tesa terhadap kekuasaan yang
sewenang-wenang. Ini adalah lawan dari pemerintahan despotik;
pemerintahan berdasarkan kehendak daripada berdasar hukum…yang paling
kuno, tidak pernah berubah dan terus menerus dari esensi
konstitusionalisme sejak awal adalah pembatasan kekuasaan oleh hukum)
(Charles Howard Mac.Iwan)

BAB IX. KEKUASAAN KEHAKIMAN


Rekruitmen anggota hakim konstitusi [Pasal 24C (3)***]

TOPIC V: DEMOKRASI DAN HAM


DALAM UUD

Apakah demokrasi?
1. Etimologis: “demokrasi “
demos = rakyat dan cratein /cratos = kekuasaan / kedaulatan
“demokrasi”= kedaulatan rakyat – kekuasaan tertinggi berada dlm
keputusan rakyat, dimana rakyat yang berkuasa, pemerintahan rakyat dan
kekuasaan oleh rakyat

2. Terminologis - Sidney Hook: “demokrasi adalah bentuk pemerintahan


dimana keputusan-keputusan pemerintah yg penting scr langsung
maupun tdk langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yg
diberikan scr bebas dr rakyat dewasa”.

3. Mahfud MD: “ demokrasi adalah pengorganisasian negara yg dilakukan


oleh rakyat sendiri atau atas persetujuan rakyat krn kedaulatan berada di
tangan rakyat”

DEMOKRASI
A. Rakyat sbg pemegang kekuasaan
B. Rakyat sbg pembuat dan penentu keputusan dan kebijakan tertinggi dlm
penyelenggaraan negara dan pemerintahan
C. Rakyat sbg pengontrol thd pelaksanaan kebijakannya baik yg dilakukan
scr langsung oleh rakyat atau mll perwakilan.

Pemerintahan dari Rakyat?

• Pemerintahan yg memperoleh legitimasi dr rakyat (mdpt pengakuan dan


dukungan rakyat) pemerintah dpt mewujudkan program kerjanya dg
relatif lebih lancar.
• Pemerintah yg mmg kekuasaan dituntut kesadarannya bahwa
kekuasaannya berasal dr rakyat oleh krn itu hrs sll mendengar suara
rakyat.

Pemerintahan oleh rakyat


Pemerintahan atas nama rakyat dan pengawasannya oleh rakyat (social control)
bukan negara mengawasi rakyat (state control society)

Pemerintahan untuk rakyat?


Pemerintahan bertujuan untuk mewujudkan cita-cita rakyat dalam bernegara.

Unsur-Unsur Negara Demokratis


1. negara hukum
2. kontrol masyarakat thd pemerintah
3. pemilu yg bebas
4. prinsip mayoritas
5. ada jaminan atas hak-hak dasar

Prinsip demokrasi
Persamaan adalah semua rakyat mempunyai persamaan kesempatan dan
kesamaan kedudukan di depan hukum.
Kebebasan adalah Rakyat bebas utk berserikat, berkumpul, berbicara dan
berpendapat
Pluralisme adalah pengakuan bhw keragaman budaya, etnis, agama, pemikiran
dll mrpk hal yg tdk terelakan (toleransi utk meminimalkan konflik)
TOPIC VI: BADAN PERWAKILAN
Kehendak rakyat adalah unsur penentu
J.J. Rousseau Kedaulatan Rakyat = cara atau sistem pemecahan suatu masalah
menurut cara atau sistem tertentu yang memenuhi kehendak umum
Latar belakang lahirnya lembaga perwakilan
1. Bertambahnya penduduk;
2. Luasnya wilayah negara;
3. Bertambah rumitnya urusan kenegaraan
Nama-nama lembaga perwakilan
Parlemen, Parliament, Congress, Knesset, Diet, Cortes.
Fungsi lembaga perwakilan
1. Fungsi pengaturan/legislasi;
2. Fungsi ‘pengawasan’, penyeimbang cabang kekuasaan lain
3. Fungsi budgeting, terkait dengan pengelolaan ‘kekayaan’ bersama yg dimiliki
oleh Negara

Perkembangan Fungsi Lembaga Perwakilan


1. Fungsi perwakilan
2. Fungsi rekruitmen politik
3. Lembaga perwakilan dibekali atribut untuk menjalankan fungsinya: Hak
inisiatif, hak angket, hak interpelasi, hak mosi, hak amandemen

Unsur keterwakilan
1. Based on population
2. Political representation
3. Based on territory
4. Representasi kelas tertentu (kelompok profesi, kelompok minoritas).
Pilihan Struktur Badan Perwakilan
1. Unikameral
2. Bikameral
3. Tricameral
Bikameral, Giovanni Sartori (1997)
a) Asymmetric bicameralism/ weak bicameralism/ soft bicameralism:
Kekuatan salah satu kamar lebih dominan terhadap kamar yang lainnya;
b) Symmetric bicameralism atau strong bicameralism: Apabila kekuatan
antara kamar nyaris sama kuat;
c) Perfect bicameralism: Apabila kekuatan antara kedua kamar betul-betul
seimbang.

Pengisian Jabatan
a) Melalui pemilihan umum oleh rakyat –US, Indonesia
b) Pemilihan secara tidak langsung (oleh local/provincial governments) – India,
Germany, Argentina, Austria
c) Lower house memilih upper house –Zimbabwe
d) Pengangkatan oleh kepala pemerintahan atau kepala negara – Thailand,
Canada
e) Pengangkatan berdasarkan keturunan (hereditary, inheritance) (cara
pemilihan menentukan legitimasi/akuntabilitasnya, kedudukan, fungsi dan
wewenang yang berbeda)
KEDUDUKAN dan SUSUNAN DAN KEANGGOTAAN MPR RI
SEBELUM PERUBAHAN UUD NRI 1945
a) MPR adalah PENJELMAAN seluruh rakyat dan merupakan LEMBAGA
TERTINGGI NEGARA, pemegang dan pelaksana kedaulatan rakyat
b) MPR terdiri atas anggotaanggota DPR, ditambah dengan utusan-utusan dari
daerah-daerah dan golongan-golongan, menurut aturan yang ditetapkan
dengan UU
SESUDAH PERUBAHAN UUD NRI 1945
a) MPR adalah Lembaga Permusyawaratan Rakyat yang berkedudukan sebagai
LEMBAGA NEGARA
b) MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui
pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan UU
Teori Konstitusi
Sumber: Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia oleh Moh. Kusnardi dan
Harmaily Ibrahim, Materi Perkuliahan Asas-asas Hukum Tata Negara FH UI
Semester Genap 2021, dan Sumber Perundangan Lainnya.
Korepondensi: Yasmin Hana Azizah*
*: Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Indonesia Angkatan 2020

 Setiap negara di dunia menempatkan konstitusi sebagai dokumen hukum paling


penting, tidak hanya fungsinya sebagai sinyal independensi suatu negara,
melainkan juga untuk menunjukkan jati diri sebuah bangsa pada dunia luar.
 Sebagai sumber hukum yang fundamental, sebuah konstitusi harus memuat
kesepakatan sosio-politik antara pemerintah dan masyarakat berkaitan dengan
bagaimana mereka memandang masa depan bangsa dan kemudian mendesain
seideal mungkin relasi antara kedaulatan rakyat dengan kewenangan lembaga-
lembaga negara tanpa mengabaikan hak-hak rakyat.

Istilah Konstitusi
Yunani Kuno
 Bersifat materiil karena belum dicatatkan ke dalam naskah tertulis.
 Paham Aristoteles:
1. Politea: Konstitusi, mempunyai kekuasaan untuk membentuk.
2. Nomoi: Undang-Undang biasa, hanya berupa materi.
 Respublica constituere→ Princep Legibus Solutus est, Salus Publica Supreme
Lex: Raja berhak menentukan struktur negara, pembuat UU.

Romawi Kuno
 Meniru bangsa Yunani dan mencoba menyusun suatu pemerintahan dengan
Raja yang mutlak.
 Terdapat perjanjian perpindahan kekuasaan dari tangan rakyat kepada Raja secara
mutlak (translatio empirii)→ diletakkan dalam Lex Regia→ paham
Caesarismus→ Princep Legibus Solutus est, Salus Publica Suprema Lex.
Abad Pertengahan
 Aliran Monarchomachen: Membenci kekuasaan Raja yang Mutlak, golongan
Calvinis.
 Perjanjian mengenai hak dan kewajiban Raja serta warga dituliskan dalam
Leges Fundamentalis. Rex sama dengan hak rakyat, Regnum sama dengan hak
Raja untuk memerintah.
Istilah Dalam Beberapa Bahasa
 Konstitusi/Constitutio→ Ius: Hukum atau Prinsip
 Inggris: Constitution
 Belanda: Constitutie/Grondwet/Staatsregeling
 Jerman: Verfassung /Gerundgesetz/Konstitution
 Perancis: Droit Constitutionnel/Loi Constitutionnel
 Indonesia: Konstitusi/Undang-Undang Dasar

Pengertian Konstitusi
K.C. Wheare
Konstitusi adalah resultan dari berbagai kekuatan; politik, ekonomi, dan sosial
yang berjalan pada waktu pembentukannya
Prof. Dr. G. J. Wolhoff
Undang-undang yang tertinggi dalam negara, memuat dasar-dasar seluruh
sistem hukum dalam negara tersebut.
Hans Kelsen (General Theory of Law and State)
 Dasar dari tata hukum nasional dan dibedakan menurut tinjauan teori hukum
dan teori politik.
"The hierarchical structure of the legal order of a State is roughly as follows:
Presupposing the basic norm, the constitition is the highest level within National
Law. The constitution is here understood, not in a formal, but in material sense."
Hafiz Habibur Rahman (Political Science and Government)
"A body of fundamental, written or unwritten, which determines the organization or
structure of the government, distributes powers, and determine the relations among
the organs of the government."
Herbert John Spiro
"The body of doctrines and practices that form the fundamental organizing principle
of a political state."
1. Amerika Serikat→ A spesific written document
2. Inggris→ A collection of documents, statutes and traditional practices that are
generally accepted as governing political matters.
Carl J. Friedrich (Constitutional Government and Democracy Theory and
Practice in Europe and America)
 Filosofis (philosophical)
 Struktural (structural)
 Legal (legal)
 Dokumentarian (Documentarian)
 Prosedural (Procedural)
Ferdinand Lasalle (Uber Verfassungwessen)
1. Pengertian Sosiologis dan Politis
2. Pengertian Juridis→ Dilihat sebagai satu naskah hukum yang memuat
ketentuan dasar mengenai bangunan negara dan sendi-sendi pemerintahan
negara.
Herman Heller (Staatrecht)
1. Politis dan sosiologis→ Cermin kehidupan sosial politik yang nyata dalam
masyarakat.
2. Juridis→ Suatu kesatuan kaedah hukum yang hidup dalam masyarakat.
3. Tertulis dalam satu naskah UUD→ Hukum yang tertinggi, belaku dalam suatu
negara.
Mustafa Fakhri
Dokumen hukum buatan manusia yang paling powerful saat ini; tidak hanya
dapat memberikan jaminan atas hak-hak paling hakiki bagi jutaan manusia,
melainkan juga dapat memangkas kekuasaan raja paling absolut, bahkan dapat
juga memberi kekuasaan pada orang biasa sekalipun.
The International Institute for Democracy and Electoral Assistance
 A body of basic laws and principles that describes the general organization and
operation of the state and contains fundamental principles and norms that
underlie and guide all government action ...
 A legal, political and social instrument ...
Pengertian Hukum
 Konstitusi dalam pengertian material yang meliputi norma-norma yang
mengatur proses pembentukan UU.
 Dalam teori politik, konsep konstitusi mencakup juga norma-norma yang
mengatur pembentukan dan kompetensi dari organ-organ eksekutif dan
judisial tertinggi.

Tujuan Konstitusi
CF Strong
Untuk membatasi tindakan sewenang-wenang pemerintah, menjamin hak-hak
rakyat yang iperintah dan menetapkan pelaksanaan kekuasaan yang berdaulat.
Jimly Asshiddiqie
 Keadilan
 Ketertiban
 Perwujudan nilai-nilai ideal seperti kemerdekaan atau kebebasan dan
kesejahteraan atau kemakmuran bersama

Materi Muatan Konstitusi


J.G. Steenbeek
 Adanya jaminan terhadap hak-hak asasi manusia dan warga negara.
 Ditetapkannya susunan ketatanegaraan yang bersifat fundamental.
 Adanya pembagian dan pembatas tugas kenegaraan yang juga bersifat
fundamental.
K.C. Wheare
1. Struktur Umum Negara→ Pengaturan kekuasaan eksekutif, legislatif, dan
yudisial.
2. Hubungan Antarkekuasaan
3. Hubungan Antara Kekuasaan dan Warga Negara
 Modern Constitution: "A constitutition is used to describe the whole system of
government of a country, the collection of rules which establish and regulate the
government. Constitution contains the very minimun and that minimum to be
rules of law."
A.A.H. Struycken
 Hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau.
 Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa.
 Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan, baik untuk waktu
sekarang, maupun untuk masa yang akan datang.
 Suatu keinginan dengan mana perkembangan kehidupan ketatanegaraan
bangsa hendak dipimpin.

Klasifikasi Konstitusi
1. Arti Luas→ Konstitusi tertulis dan tidak tertulis.
2. Arti Sempit→ Konstitusi tertulis atau UUD.
A Written Constitution
The fundamental principles concerning the legislature, the executive and the
judiciary, and their powers, the fundamental rights of their citizen and lastly
provisions regarding the amendment of the constitution itself are clearly written
down in a document.
An Unwritten Constitution
 These are mainly found usages, customs, traditions and conventions of the
country.
 The constitution of Britain and Israel is a striking example of this type of
constitution.
Habiburrahman
"Every written constitution has come unwritten element and every unwritten
constitution has some written element."
C.F. Strong
"Tidak ada konstitusi yang benar-benar tertulis dan tidak tertulis."
 Konstitusi Inggris→ Tidak tertulis, tetapi ada beberapa UU yang
memodifikasi, misalnya The Bill of Right (1689) yang merupakan hukum
tertulis.
 Konstitusi AS→ Tertulis, tetapi ada beberapa kebiasaan atau konvensi yang
tumbuh dan berkembang.
Phillips Hood and Jackson
 Konstitusi Tertulis→ Aturan yang menentukan susunan dan kekuasaan
organ- organ negara yang mengatur hubungan antarorgan negara serta
hubungan organ-organ itu dengan warga negara.

Sifat Konstitusi
1. Flexible→ Konstitusi Kerajaan Inggris dan Italia
2. Rigid→ Konstitusi Perancis dan AS
Indikator
 Mudah atau sulitnya prosedur perubahan suatu konstitusi.
 Mudah atau sulitnya suatu konstitusi mengikuti perkembangan jaman.

Nilai Konstitusi
Berdasarkan Karl Lowenstein (Reflection of the Value of Constitutions):
1. Nilai Normatif (Normative Value)→ Konstitusi berlaku dalam negara dan
normanya dilaksanakan dalam kenyataan.
2. Nilai Nominal (Nominal Value)→ Konstitusi berlaku dalam negara, tetapi ada
pasal-pasal tertentu yang belum dilaksanakan.
3. Nilai Semantik (Semantical Value)→ Konstitusi berlaku dalam negara, tetapi
hanya dijadikan semboyan pembenaran semata.

Perubahan UUD
 UUD lama diganti dengan rumusan UUD baru.
 Terjadi loncatan konstitusi dari yang lama ke yang baru.
 Perancis: Konstitusi baru Republik Perancis V
 Indonesia: UUD 1945→ RIS 1949→ UUDS 1950→ ".. Piagam Jakarta 22 Juni
1945 menjiwai UUD 1945 .."—Dekrit Presiden 5 Juli 1959
 Jepang: Showa Constitution of Japan→ The Constitution of Japan (McArthur
3/11/1946) yang terdiri dari Pembukaan, 11 Bab, dan 103 Pasal.

Perubahan Konstitusi
K.C. Wheare (Modern Constitution)
 Formal Amendment,
 Constitutional Convention,
 Judicial Interpretation, or
 Some Primary Forces.
C.F. Strong
1. Legislatif→ Dilakukan dengan pembatasan-pembatasan tertentu.
2. Rakyat→ Dilakukan melalui referendum.
3. Negara-negara Serikat→ Dilakukan pada negara berbentuk negara serikat.
4. Konvensi→ Dilakukan oleh suatu lembaga negara khusus yang dibentuk
untuk keperluan perubahan.
Sejarah Konstitusi di Indonesia
 Indonesia pernah memberlakukan referendum untuk melakukan perubahan
UUD, yaitu dalam Ketetapan MPR RI No. IV/MPR/1983 dan diperjelas dalam
UU No. 5 Tahun 1985.
 UU No. 5 Tahun 1985: Referendum dianggap sah apabila:
1. Diikuti oleh minimal 90% dari jumlah Pemberi Pendapat Rakyat yang
terdaftar telah menggunakan haknya.
2. Minimal 90% dari Pemberi Pendapat Rakyat yang menggunakan haknya,
menyatakan persetujuannya.
 TAP MPR RI No. IV Tahun 1983 dicabut oleh TAP MPR No. 8 Tahun 1998.
 UU No. 5 Tahun 1985 dicabut oleh UU No. 6 Tahun 1999 (23/03/1999).
 Setelah TAP MPR dan UU tentang Referendum dicabut, MPR RI memiliki
legitimasi untuk melakukan perubahan konstitusi, sesuai dengan suara
mahasiswa yang menghendaki MPR RI untuk melakukan reformasi konstitusi.
 The 2nd Framers of The Constitution bermufakat untuk:
1. Tidak mengubah pembukaan UUD 1945.
2. Tetap mempertahankan NKRI.
3. Mempertegas sistem pemerintahan presidensial.
4. Penjelasan UUD 1945 ditiadakan serta hal-hal normatif dalam penjelasan
dimasukan ke dalam pasal atau batang tubuh konstitusi.
5. Perubahan dilakukan dengan cara adendum.
Amandemen UUD 1945
1. Sidang Umum MPR (14—21/10/1999): Ps. 5, 7, 9, 13, 14, 15, 17, 20, dan 21.
Mengubah 9 Pasal dari total 37 Pasal.
2. Sidang Tahunan MPR (7—18/08/2000): Ketentuan konstitusi dalam 5 Bab dan
25 Pasal di diantaranya tentang Hak Asasi Manusia.
3. Sidang Tahunan MPR (1—9/11/2001): Ragam ketentuan mengenai Bentuk dan
Kedaulatan Negara, Kewenangan MPR, Kepresidenan, Impeachment,
Keungan Negara, Kekuasaan Kehakiman, dan lainnya.
4. Sidang Tahunan MPR (1—1/08/2002): Penyesuaian untuk perubahan-
perubahan sebelumnya termasuk melakukan pengahapusan atau
penambahan Pasal atau Bab.
 Sebelum mengalami perubahan: 71 butir ketentuan ayat dan/atau Pasal
 Setelah mengalami perubahan: 199 butir ketentuan ayat dan/atau Pasal
 Hanya 25 butir ketentuan yang tidak mengalami perubahan sama sekali dan
mengalami penambahan 174 butir ketentuan di dalamnya.
 Reformasi Konstitusi melahirkan berbagi lembaga negara sehingga
ketatanegaraan RI mengalami perubahan mendasar.
 Konstitusi yang sudah mengalami amandemen disebut UUD NRI tahun 1945.
Pasal 37 UUD NRI tahun 1945
1. Usul perubahan pasal-pasal UUD dapat diagendakan dalam sidang MPR
apabila diajukan oleh minimal 1/3 dari jumlah anggota MPR.
2. Setiap usul perubahan pasal-pasal UUD diajukan secara tertulis dan
ditunjukkan dengan jelas bagian yang diusulkan untuk dibuah beserta
alasannya.
3. Untuk mengubah pasal-pasal UUD, harus dihadiri oleh minimal 2/3 dari
jumlah anggota MPR.
4. Putusan untuk mengubah pasal-pasal UUD dilakukan dengan persetujuan
minimal 50%+1 dari seluruh anggota MPR.
5. Bentuk NKRI tidak dapat dilakukan perubahan.
Pasal 7B ayat (7) UUD NRI tahun 1945
Keputusan MPR atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden
harus diambil dalam rapat paripurna MPR yang dihadiri minimal 3/4 dari
jumlah anggota dan disetujui minimal 2/3 dari jumlah anggota yang hadir,
setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan
penjelasan dalam rapat paripurna MPR.

Anda mungkin juga menyukai