Musyawarah Masyarakat Desa (MMD)
Musyawarah Masyarakat Desa (MMD)
MMD adalah pertemuan seluruh warga desa/kelurahan atau warga masyarakat yang mewakili semua komponen masyarakat di desa/kelurahan untuk membahas
hasil survei mawas diri dan merencanakan upaya penanggulangan masalah kesehatan, lingkungan dan perilaku yang diperoleh dari hasil survei mawas diri.
1. Tujuan MMD :
a. Masyarakat mengenal masalah kesehatan di wilayahnya.
b. Masyarakat bersepakat untuk menanggulangi masalah kesehatan melalui penggerakan dan pemberdayaan masyarakat di Desa Siaga.
c. Masyarakat membentuk forum Desa/Kelurahan Siaga dan menetapkan Poskesdes sebagai koordinator pelaksanaan upaya
kesehatan bersumber daya masyarakat.
d. Masyarakat menyusun rencana kerja untuk menanggulangi masalah kesehatan di wilayahnya.
e. Mempersiapkan pelatihan kader dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kader dalam mengembangkan Desa
Siaga dan operasional Poskesdes.
2. Tempat pertemuan
Tempat pertemuan sebaiknya di desa, dengan memilih balai desa atau tempat lain yang bisa menampung kurang lebih 20 - 30 orang peserta.
3. Peserta pertemuan
a. Peserta tingkat kecamatan
• Camat
• TP-PKK kecamatan
• Kepala Puskesmas
• Staf Puskesmas
• Diknas
• Departemen Agama
Lintas sektor terkait
b. Peserta tingkat desa
• Kepala Desa
• TP-PKK Desa
• Sekdes
• BPD
• Tokoh Agama
• Tokoh masyarakat/Guru
4. Waktu
Waktu pertemuan segera setelah SMD atau disesuaikan dengan kesediaan dan kondisi desa/kelurahan yang bersangkutan, agar memungkinkan semua yang
diundang dapat hadir serta cukup memberikan ksesempatan untuk tercapainya tujuan musyawarah masyarakat desa.
5. Pelaksanaan
a. Kepala Desa/Kelurahan yang mengundang para peserta MMD.
b. MMD dibuka oleh kepala Desa/Kelurahan dengan menguraikan maksud dan tujuan musyawarah.
c. Pengenalan masalah kesehatan oleh masyarakat sendiri melalui curah pendapat dengan menggunakan alat peraga, poster dan lain-lain
dipimpin oleh petugas Puskesmas atau bidan di desa.
d. Penyajian hasil SMD oleh tokoh masyarakat/kader/kelompok SMD.
e. Perumusan dan penentuan perioritas masalah kesehatan atas dasar pengenalan masalah (butir c) dan hasil SMD dilanjutkan dengan
rekomendasi tehnis dari petugas Puskesmas/bidan di Desa.
f. Penyusunan Rencana Kerja Masyarakat (RKM) dalam rangka penanggulangan masalah kesehatan, dipimpin oleh kepala Desa/Kelurahan, dilanjutkan dengan
pembentukan forum Desa Siaga dan penetapan Poskesdes sebagai koordinator UKBM.
g. Penutup.
Musyawarah Masyarakat Desa (MMD)adalah musyawah yang dihadiri oleh perwakilan masyarakat (FMD) untuk membahas masalah-masalah
(terutama yang erat kaitannya dengan kemungkinan KLB, Kegawatdaruratan & Bencana) yang ada di desa serta merencanakan
penanggulanggannya.
Topik yang dibahas fokus kepada hasil SMDyang telah diperoleh.
2. Tujuan MMD :
Agar masyarakat mengenal masalah kesehatan yang dihadapi dan dirasakan diwilayahnya
Agar masyarakat sepakat untuk bersama-sama menanggulanginya
Tersusunnya rencana kerja untuk Penanggulangan yang disepakati bersama
3. Peserta MMD :
Para kader pelaksana SMD
Kepala Desa & perangkat Desa
Tokoh Masyarakat setempat (formal & non-Formal)
PKK
LPM / KPM
Karang Taruna, Saka bakti Husadha
PMR
Beberapa KK yg di SMD
Pimpinan Puskesmas & staf
Sektor Kecamatan(Sosial, BKKBN, KUA, dll)
Ketua Organisasi Masyarakat (NU, Muhammadiyah, Perempuan, Pemuda, Partai)
6. Suasana MMD :
Ciptakan suasana kekeluargaan yang akrab
Jangan cipatakan suasana formal dengan meja yang ditata seperti dimeja persidangan.
7. Waktu MMD :
Mulailah tepat waktu, sesuai dengan rencana & jadwal , jangan sampai peserta menunggu
Yang mengundang hadir terlebih dahulu, jangan terlambat!
a. Persiapan :
Kader menyiapkan hasil analisis yang ditulis dalam lembar balik
Kader membantu Kepala Desa menyimpulkan acara, tata ruangan & perlengkapan,
Kader memotivasi/mengajak para TOMA, TOGA, pimpinan Ormas yang ada didesa itu untuk hadir dalam MMD, agar dapat membantu
memecahkan masalah bersama-sama
Mengajak kader-kader di desa tersebut yang lainnya untuk ikut hadir,
b. Proses :
Pembukaan dengan menguraikan maksud & tujuan MMD
Dipimpin oleh Kades
Pengenalan masalah kesehatan dipimpin bidan
Penyajian hasil SMD oleh kelompok SMD
Perumusan & penentuan prioritas masalah kesehatan atas dasar pengenalan masalah & hasil SMD
Rekomendasi teknis dari bidan
Penyusunan rencana pelaksana kegiatan dipimpin Kades
Penutup
c. Tindak lanjut :
Kader membantu kades menyebarkan hasil Musyawarah tentang Rencana Kerja Penanggulangan masalah dan membantu menindak-lanjuti
untuk kegiatan-kegiatan.
Selanjutnya, mencari calon kader baru, pelatihan kader & pelaksanaan kegiatan
Penyuluhan gizi
a). Demo memasak makanan bergizi
b). Diskusi Kelompok Terarah bagi kelompok ibu-ibu, ayah, remaja tentang gizi terkait 5 perilaku sadar gizi
c). Penyebarluasan informasi melalui institusi keagamaan, sekolah, tempat-tempat umum, warung, dll.
4). Tindak lanjut pemantauan pertumbuhan
a). Anak yang berat badan tidak naik 1 kali perlu di berikan penyuluhan yang intensif.
b). Anak yang berat badannya tidak naik 2 kali, BGM atau sakit perlu dirujuk ke petugas kesehatan (Poskesdes, Puskesmas)
5). Pendampingan Keluarga
Pendampingan keluarga adalah proses mendorong, menyemangati, membimbing dan memberikan kemudahan keluarga oleh kader pendamping guna
mengatasi masalah gizi yang dialami.
Prioritas keluarga yang perlu didampingi adalah:
a). Keluarga dengan balita BGM, berat badannya 2 kali tidak naik setelah dikonfirmasi oleh petugas kesehatan
(poskesdes/puskesmas)
b). Keluarga dengan anak gizi buruk yang dinyatakan sembuh oleh petugas kesehatan tetapi perlu perawatan di rumah perlu didampingi.
c). Keluarga dengan bayi usia 0-6 bulan
d). Keluarga dengan ibu hamil sangat kurus dan pucat setelah dikonfirmasi oleh petugas kesehatan.
HASIL DISKUSI LAPANGAN TINGKAT DESA/KELURAHAN
Masalah Utama :
1. ..........................................................................................................
2. ..........................................................................................................
3. ..........................................................................................................
4. ..........................................................................................................
5. ..........................................................................................................
Alternatif Pemecahan :
1 ..........................................................................................................
2 ..........................................................................................................
3 ..........................................................................................................
4 ..........................................................................................................
5 ..........................................................................................................
Menetapkan prioritas dari sekian banyak masalah kesehatan di masyarakat saat ini merupakan tugas yang penting dan semakin
sulit. Manager kesehatan masyarakat sering dihadapkan pada masalah yang semakin menekan dengan sumber daya yang semakin terbatas. Metode
untuk menetapkan prioritas secara adil, masuk akal, dan mudah dihitung merupakan perangkat manajemen yang penting.
Metode yang dijelaskan di sini memberikan cara untuk membandingkan berbagai masalah kesehatan dengan cara yang relatif, tidak absolut/mutlak,
memiliki kerangka, sebisa mungkin sama/sederajat, dan objektif.
Metode ini, yang disebut dengan Metode Hanlon maupun Sistem Dasar Penilaian Prioritas (BPRS), dijelaskan dalam buku Public Health: Administration
and Practice (Hanlon and Pickett, Times Mirror/Mosby College Publishing) dan Basic Health Planning (Spiegel and Hyman, Aspen Publishers).
* Memungkinkan para pengambil keputusan untuk mengidentifikasi faktor-faktor eksplisit yang harus diperhatikan dalam menentukan prioritas
* Untuk mengorganisasi faktor-faktor ke dalam kelompok yang memiliki bobot relatif satu sama lain
* Memungkinkan faktor-faktor agar dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan dan dinilai secara individual.
Berdasarkan tinjauan atas percobaan berulang yang dilakukan dalam mengidentifikasi masalah-masalah kesehatan, pola kriteria yang konsisten
menjadi kelihatan jelas. Pola tersebut tercermin pada komponen-komponen dalam sistem ini.
Komponen D = PEARL faktor ((propriety, economic feasibility, acceptability, resource availability, legality--Kepatutan, kelayakan ekonomi, dapat
diterima, ketersediaan sumber daya, dan legalitas)
Semua komponen tersebut diterjemahkan ke dalam dua rumus yang merupakan nilai numerik yang memberikan prioritas utama kepada mereka
penyakit / kondisi dengan skor tertinggi.
Perbedaan dalam dua rumus akan menjadi semakin nyata ketika Komponen D (PEARL) dijelaskan.
Penting untuk mengenal dan menerima hal-hal tersebut, karena dengan berbagai proses seperti itu, akan terdapat sejumlah besar subyektivitas.
Pilihan, definisi, dan bobot relatif yang ditetapkan pada komponen merupakan keputusan kelompok dan bersifat fleksibel. Lebih jauh lagi, nilai tersebut
merupakan penetapan dari masing-masing individu pemberi nilai. Namun demikian, beberapa kontrol ilmiah dapat dicapai dengan menggunakan
definisi istilah secara tepat, dan sesuai dengan data statistik dan akurat.
Komponen
Komponen ini adalah salah satu yang faktornya memiliki angka yang kecil. Pilihan biasanya terbatas pada persentase dari populasi yang secara
langsung terkena dampak dari masalah tersebut, yakni insiden, prevalensi, atau tingkat kematian dan angka.
Ukuran/besarnya masalah juga dapat dipertimbangkan dari lebih dari satu cara. Baik keseluruhan populasi penduduk maupun populasi yang
berpotensi/berisiko dapat menjadi pertimbangan. Selain itu, penyakit –penyakit dengan faktor risiko pada umumnya, yang mengarah pada solusi
bersama/yang sama dapat dipertimbangkan secara bersama-sama. Misalnya, jika kanker yang berhubungan dengan tembakau dijadikan
pertimbangan, maka kanker paru-paru, kerongkongan, dan kanker mulut dapat dianggap sebagai satu. Jika akan dibuat lebih banyak penyakit yang
juga dipertimbangkan, penyakit cardiovascular mungkin juga dapat dipertimbangkan. Nilai maksimal dari komponen ini adalah 10. Keputusan untuk
menentukan berapa ukuran/besarnya masalah biasanya merupakan konsensus kelompok.
Kelompok harus mempertimbangkan faktor-faktor yang mungkin dan menentukan tingkat keseriusan dari masalah. Sekalipun demikian, angka dari
faktor yang harus dijaga agar tetap pada nilai yang pantas. Kelompok harus berhati-hati untuk tidak membawa masalah ukuran atau dapat dicegahnya
suatu masalah ke dalam diskusi, karena kedua hal tersebut sesuai untuk dipersamakan di tempat yang lain.
Maksimum skor pada komponen ini adalah 20. Faktor-faktor harus dipertimbangkan bobotnya dan ditetapkan secara hati-hati. Dengan
menggunakan nomor ini (20), keseriusan dianggap dua kali lebih pentingnya dengan ukuran/besarnya masalah.
* Urgensi: sifat alami dari kedaruratan masalah; tren insidensi, tingkat kematian, atau faktor risiko; kepentingan relatif terhadap
masayarakat; akses terkini kepada pelayanan yang diperlukan.
* Tingkat keparahan: tingkat daya tahan hidup, rata-rata usia kematian, kecacatan/disabilitas, angka kematian prematur relatif.
* Kerugian ekonomi: untuk masyarakat (kota / daerah / Negara), dan untuk masing-masing individu.
Masing-masing faktor harus mendapatkan bobot. Sebagai contoh, bila menggunakan empat faktor, bobot yang mungkin adalah 0-5 atau
kombinasi manapun yang nilai maksimumnya sama dengan 20. Menentukan apa yang akan dipertimbangkan sebagai minimum dan
maksimum dalam setiap faktor biasanya akan menjadi sangat membantu. Hal ini akan membantu untuk menentukan batas-batas untuk
menjaga beberapa perspektif dalam menetapkan sebuah nilai numerik. Salah satu cara untuk mempertimbangkan hal ini adalah dengan
menggunakannya sebagai skala seperti:
0 = tidak ada
1 = beberapa
2 = lebih (lebih parah, lebih gawat, lebih banyak, dll)
3 = paling
Misalnya, jika kematian prematur sedang digunakan untuk menentukan keparahan, kemudian kematian bayi mungkin akan menjadi 5 dan
gonorea akan menjadi 0.
Komponen ini harus dianggap sebagai "Seberapa baikkan masalah ini dapat diselesaikan?" Faktor tersebut mendapatkan skor dengan angka dari 0 -
10. Komponen ini mungkin merupakan komponen formula yang paling subyektif. Terdapat sejumlah besar data yang tersedia dari penelitian-penelitian
yang mendokumentasikan sejauh mana tingkat keberhasilan sebuah intervensi selama ini.
Efektivitas penilaian, yang dibuat berdasarkan tingkat keberhasilan yang diketahui dari literatur, dikalikan dengan persen dari target populasi yang
diharapkan dapat tercapai.
Contoh: Imunisasi
Sebuah keuntungan dengan mempertimbangkan populasi target dan jumlah yang diharapkan adalah akan didapatkannya perhitungan yang realistis
mengenai sumber daya yang dibutuhkan dan kemampuan yang diharapkan untuk memenuhi tujuan yang ditetapkan.
Komponen D - PEARL
PEARL yang merupakan kelompok faktor itu, walaupun tidak secara langsung berkaitan dengan masalah kesehatan, memiliki pengaruh yang tinggi
dalam menentukan apakah suatu masalah dapat diatasi.
P – Propierity/Kewajaran. Apakah masalah tersebut berada pada lingkup keseluruhan misi kita?
E – Economic Feasibility/Kelayakan Ekonomis. Apakah dengan menangani masalah tersebut akan bermakna dan memberi arti secara ekonomis?
Apakah ada konsekuensi ekonomi jika masalah tersebut tidak diatasi?
A – Acceptability. Apakah dapat diterima oleh masyarakat dan / atau target populasi?
L – Legalitas. Apakah hukum yang ada sekarang memungkinkan masalah untuk diatasi?
Masing-masing faktor kualifikasi dipertimbangkan, dan angka untuk setiap faktor PEARL adalah 1 jika jawabannya adalah "ya" dan 0 jika jawabannya
adalah "tidak." Bila penilaian skor telah lengkap/selesai, semua angka-angka dikalikan untuk mendapatkan jawaban akhir terbaik. Karena bersama-
sama, faktor-faktor ini merupakan suatu produk dan bukan merupakan jumlah. Singkatnya, jika salah satu dari lima faktor yang "tidak", maka D akan
sama dengan 0. Karena D adalah pengali akhir dalam rumus , maka jika D = 0, masalah kesehatan tidak akan diatasi dibenahi dalam OPR, terlepas
dari seberapa tingginya peringkat masalah di BPR. Sekalipun demikian, bagian dari upaya perencanaan total mungkin termasuk melakukan langkah-
langkah lanjut yang diperlukan untuk mengatasi PEARL secara positif di masa mendatang. Misalnya, jika intervensi tersebut hanya tidak dapat diterima
penduduk, dapat diambil langkah-langkah bertahap untuk mendidik masyarakat mengenai manfaat potensial dari intervensi, sehingga dapat
dipertimbangkan di masa mendatang.
Basic Priority System last revised April 19, 2004 (epowell)