Anda di halaman 1dari 18

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..............................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR..................................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................................................3
A. Latar Belakang...............................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah.........................................................................................................................3
C. Tujuan Penulisan...........................................................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................................................4
A. Pengertian NKRI dan Hakikat Negara............................................................................................4
1. Pengertian NKRI.........................................................................................................................4
2. Hakikat Negara..........................................................................................................................4
B. Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI )................................................................................5
1. Hakikat Bentuk Negara..............................................................................................................6
2. NKRI adalah Negara Kebangsaan...............................................................................................6
C. Negara Kebangsaan Pancasila.......................................................................................................7
D. Hakikat Negara Integralistik..........................................................................................................8
1. Hubungan antara Individu dan Negara......................................................................................9
2. Hubungan antara Masyarakat dan Negara................................................................................9
E. Butiran-Butiran NKRI....................................................................................................................10
1. NKRI adalah Negara Kebangsaan Yang Berketuhanan Yang Maha Esa....................................10
2. NKRI adalah Negara Kebangsaan Yang Berkemanusiaan Yang Adil dan Beradab....................13
3. NKRI adalah Negara Kebangsaan yang Berpersatuan..............................................................13
4. NKRI adalah Negara Kebangsaan Yang Berkerakyatan............................................................13
5. NKRI adalah Negara Kebangsaan yang Berkeadilan Sosial.......................................................15
BAB III PENUTUP..................................................................................................................................17
A. Kesimpulan...............................................................................................................................17
B. Saran........................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................................18

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan
inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Pendidikan Pancasila tentang
“Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
    
    Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima
segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
  

Akhirnya, tidak ada manusia yang luput dari kesalahan dan kekurangan. Dengan segala
kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang sifatnya membangun sangat saya harapkan dari para
pembaca guna peningkatan kualitas makalah ini dan makalah-makalah lainnya pada waktu
mendatang. 

    
                                                                                      Bengkulu,  15 Oktober 2018

Penyusun

2
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) merupakan negara yang dilewati oleh garis
katulistiwa yang memiliki kekayaan alam sangat melimpah, beragam kebudayaan, adat istiadat,suku,
ras,bahasa dan lain-lain.

Indonesia merdeka pada tahun 1945 setelah melalui begitu banyak halangan dan rintangan. Setelah
merdeka, ada beberapa daerah yang ingin memisahkan diri dari negara indonesia. Namun indonesia
tidak begitu saja melepaskan daerah-daerah itu dengan mudah untuk mendirikan negara baru.

Keutuhan bangsa dan negara indonesia harus tetap dijaga secara utuh. Dengan adanya Pancasila,
seluruh rakyat indonesia yang berasal dari beragam latar belakang kebudayaan, adat istiadat, suku,
ras, dan bahasa dapat dipersatukan.

Dalam makalah ini kami membahas tentang NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) secara luas
untuk menambah wawasan dalam proses pembelajaran mata kuliah Pendidikan Pancasila. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita, walaupun masih terdapat banyak kekurangan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas penulis menarik sebuah rumusan masalah sebagai berikut

1. Apa pengertian NKRI dan Hakikat Negara ?

2. Bagaimana Negara Kesatuan Republik Indonesia ?

3. Bagaimana Negara Kebangsaan Pancasila ?

4. Bagaimana Hakikat Negara Integralistik ?

5. Apa Butiran-Butiran NKRI ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini ialah

1. Untuk mengetahui pengertian NKRI dan Hakikat Negara.

2. Untuk mengetahui Negara Kesatuan Republik Indonesia.

3. Untuk mengetahui Negara Kebangsaan Pancasila.

4. Untuk mengetahui Negara Integralistik.

5. Untuk mengetahui Butiran-Butiran NKRI.

3
BAB II

PEMBAHASAN
A. Pengertian NKRI dan Hakikat Negara

1. Pengertian NKRI

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) merupakan negara kesatuan berbentuk republik
dengan sistem desentralisasi (pasal 18 UUD 1945), di mana pemerintah daerah menjalankan
otonomi seluas-luasnya di luar bidang pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai
urusan pemerintah pusat Pasal 18 UUD 45 menyebutkan :

1) Negara Kesatuan Republik Indonesia bagi atas daerah profinsi dan daerah provinsi itu dibagi
atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintahan
daerah yang diatur dengan undang-undang

2) Pemerintahan Daerah Provinsi, daerah kabupaten dan kota mengatur dengan mengurus sendiri
urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.

3) Pemerintahan daerah provinsi, daerah kabupaten dan kota memiliki DPRD yang anggotanya
dipilih melalui pemilihan umum.

4) Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi,
kabupaten dan kota dipilih secara demokrasi.

5) Pemerintah daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan pemerintahan


yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah pusat.

6) Pemerintahan daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan-peraturan lain


untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.

7) Susunan dan tata cara penyelenggaran pemerintahan daerah diatur dalam undang-undang.

2. Hakikat Negara

Pengertian Negara. Manusia dalam merealiasisikan dan meningkatkan harkat dan


martabatnya tidaklah mungkin untuk dipenuhinya sendiri, oleh karena itu manusia sebagai makhluk
sosial senantiasa membutuhkan orang lain dalam hidupnya. Dalam pengertian inilah manusia
membentuk suatu persekutuan hidup yang disebut negara. Menurut Harold J. Laski, bahwa negara
adalah suatu masyarakat yang intregasikan karena memiliki wewenang yang bersifat Memaksa yang
secara sah lebih tinggi dari pada individu atau kelompok-kelompok yang ada dalam negara, jikalau
cara hidup yang harus ditaati baik oleh individu maupun oleh kelompok ditentukan oleh suatu
wewenang yang bersifat mengikat dan memaksa. Sementara menurut Robert Marclver
menambahkan bahwa negara adalah asosiasi yang menyelenggarakan ketertiban didalam suatu
masyarakat, dalam suatu wilayah berdasarkan suatu sistem hukum yang diselenggarakan oleh suatu
pemerintah dan untuk maksud tersebut diberi kekuasaan memaksa (Maclver, 1965:22).

4
Berdasarkan pengertian tersebut, maka unsur-unsur negara adalah: wilayah, rakyat
(penduduk), pemerintahan, dan kedaulatan (Budiraharjo, 1981: 42-44.

B. Negara Kesatuan Republik Indonesia ( NKRI )


Bangsa Indonesia dalam panggung sejarah berdirinya di dunia memiliki suatu cara khas yaitu
dengan mengangkat nilai-nilai yang telah dimilikinya sebelum membentuk suatu negara modern.
Nilai-nilai tersebut adalah berupa nilai-nilai adat-istiadat kebudayaan, serta nilai religius yang
beraneka ragam sebagai suatu unsur. Bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam suku, kelompok,
adat-istiadat, kebudayaan serta agama. Selain itu agama Indonesia juga tersusun atas unsur-unsur
wilayah negara yang terdiri atas beribu-ribu pulau, sehingga dalam membentuk negara Bangsa
Indonesia menentukan untuk mempersatukan berbagai unsur yang beraneka ragam tersebut dalam
suatu negara.

Berdasarkan ciri khas proses dalam rangka membentuk suatu negara, maka bangsa Indonesia
mendirikan suatu negara memiliki suatu karakteristik, ciri khas tertentu yang karena ditentukan oleh
keanekaragaman, sifat dan karakternya, maka bangsa ini mendirikan suatu negara berdasarkan
Filsafat Pancasila, yaitu suatu Negara Persatuan, suatu Negara Kebangsaan serta Negara yang
Bersifat Integralistik. Hal itu sebagaimana dirumuskan dalam bukaan Undang-Undang Dasar 1945
alinea IV. Dasar nilai filosofis negara dalam hubungannya dengan bentuk negara, sebagaimana
terkandung dalam Pasal (1) Undang-Undang Dasar 1945 berbunyi: “ Negara Indonesia ialah Negara
Kesatuan yang berbentuk Republik”. Sebagai suatu kajian hermeneutis, pandangan tentang paham
berbentuk negara yang dikemukakan tatkala bangsa Indonesia mendirikan negara, yaitu dalam
Sidang BPUPKI tanggal 31 Mei 1945. Sebagaimana dijelaskan di atas Soepomo mengemukakan
pandangannya dengan membahas tiga teori bentuk negara besar di dunia, yaitu (1) aliran negara
yang menyatakan bahwa negara terdiri atas teori perseorangan (individualisme), sebagaimana
diajarkan oleh Thomas Hobbes, John Locke, J.J. Rousscau, Herbert Spencer, dan Harold J. Laski (2)
Aliran lain adalah teori ‘golongan’ dari negara (class theory) sebagaimana diajarkan oleh Marx,
Engles, dan Lenin. (3) Aliran negara integralistik yang diajarkan oleh Spinoza, Adam Muller, dan
Hegel.

Pendapat Soepomo tersebut nampaknya senada dengan pandangan Soekarno, M. Hatta dan Yamin,
yang menekankan pentingnya integrasi baik individu maupun masyarakat. Para pendiri Republik ini
menyakini dan menyadari bahwa filsafat individualisme-liberalisme tidak sesuai dengan pandangan
hidup bangsa Indonesia.

Esensi negara kesatuan adalah terletak pada pandangan ontologis tentang hakikat manusia sebagai
subjek pendukung negara. Hakikat negara persatuan adalah masyarakat itu sendiri. Dalam hubungan
ini negara tidak memandang masyarakat sebagai suatu objek yang berada di luar negara, melainkan
sebagai sumber genetik dirinya, masyarakat sebagai suatu unsur dalam negara yang tumbuh
bersama dari berbagai golongan yang ada dalam masyarakat untuk terselenggaranya kesatuan hidup
dalam suatu interaksi saling memberi dan menerima antar warganya. Negara kesatuan bukan
dimaksudkan merupakan suatu kesatuan dari negara bagian (federasi), melainkan kesatuan dalam
arti keseluruhan unsur-unsur negara yang bersifat fundamental. Oleh karena itu sifat kodrat manusia
individu-makhluk sosial sebagai basis ontologi negara kesatuan itu adalah merupakan kodrat yang
diberikan oleh Tuhan YME. Negara mengatasi semua golongan yang ada dalam masyarakat, negara
tidak memihak pada salah satu golongan, negara bekerja bagi kepentingan seluruh rakyat.

5
Masyarakat adalah produk dari interaksi antara segenap golongan yang ada didalamnya. Dengan
demikian negara adalah produk dari interaksi antara golongan yang ada dalam masyarakat. Sebagai
produk yang demikian maka ‘logic in it self’ bahwa negara mengatasi setiap golongan yang ada
dalam setiap golongan yang ada dalam masyarakat (Besar, 1995: 84).

1. Hakikat Bentuk Negara

Bangsa dan negara Indonesia adalah terdiri atas berbagai macam usut yang membentuknya
yaitu suku bangsa, kepulauan, kebudayaan, golongan serta agama secara keseluruhan merupakan
suatu kesatuan. Oleh karena itu negara Indonesia adalah negara yang berdasarkan Pancasila sebagi
suatu negara kesatuan sebagaimana termuat dalam Pembukaan UUD 1945, Negara Republik
Indonesia yang Berkedaulatan Rakyat. Ditegaskan kembali Pokok Pikiran Pertama “....bahwa negara
Indonesia adalah negara persatuan yang melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah
Indonesia.” Hakikat negara kesatuan dalam pengertian ini adalah negara yang merupakan suatu
kesatuan dari unsur-unsur yang membentuknya, yaitu rakyat yang terdiri atas berbagai macam etnis,
suku bangsa, golongan, kebudayaan, serta agama.

Pengertian ‘Persatuan Indonesia’ lebih lanjut dijelaskan secara resmi dalam Pembukaan UUD 1945
yang termuat dalam berita Republik Indonesia Tahun II No. 7 , bahwa bangsa Indonesai mendirikan
negara Indonesia dipergunakan aliran ‘Negara Persatuan’ yaitu negara yang mengatasi segala paham
golongan dan paham perorangan. Jadi ‘Negara Persatuan’ bukanlah negara berdasarkan
indivualisme, sebagaimana diterapkan di negara liberal di mana negara hanya sebagai suatu iakatan
individu saja.

Bhinneka Tunggal Ika: sebagaimana diketahui bahwa walaupun bangsa Indonesia terdiri atas
berbagai macam suku bangsa yang memiliki karakter, kebudayaan serta adat-istiadat yang beraneka
ragam, namun keseluruhannya merupakan suatu kesatuan dan persatuan negara dan bangsa
Indonesia. Hakikat makna Bhinneka Tunggal Ika yang memberikan sesuatu pengertian bahwa
meskipun bangsa dan negara Indonesia terdiri atas bermacam-macam suku bangsa yang memiliki
adat-istiadat, kebudayaan serta karakter berbeda-beda, memiliki agama yang berbeda-beda dan
terdiri atas beribu-ribu kepulauan wilayah nusantara Indonesia, namun keseluruhannya adalah
merupakan suatu persatuan, yaitu persatuan bangsa dan negara Indonesia. Perbedaan itu adalah
merupakan suatu bawaan kodrat manusia sebagai makhluk Tuhan YME, namun perbedaan itu untuk
dipersatukan disintesiskan dalam suatu sintesis yang positif dalam suatu negara kebersamaan,
negara persatuan Indonesia (Notonegoro, 1975: 106)

2. NKRI adalah Negara Kebangsaan

Bangsa Indonesia sebagai bagian dari umat manusia di dunia adalah sebagai makhluk Tuhan
YME yang memiliki sifat kodrat sebagai makhluk individu yang memiliki kebebasan dan juga sebagai
makhluk sosial yang senantiasa membutuhkan orang lain. Sebagaimana dijelaskan di depan,
menurut Yamin, bangsa Indonesia dalam merintis terbentuknya suatu bangsa dalam panggung
politik internasional yaitu suatu bangsa yang modern yang memiliki kemerdekaan dan kebebasan,
berlangsung melalui tiga fase, yaitu zaman kebangsaan Sriwijaya, negara kebangsaan zaman
Majapahit. Kedua zaman negara kebangsaan tersebut adalah merupakan kebangsaan lama, dan
kemudian pada gilirannya masyarakat Indonesia membentuk suatu Nationals Staat, atau suatu Etat

6
Nationale, yaitu suatu negara kebangsaan Indonesia Modern menurut susunan kekeluargaan
berdasar atas Ketuhanan Yang Maha Esa serta kemanusiaan (sekarang Negara Proklamasi 17
Agustus 1945).

a. Hakikat Bangsa

Manusia sebagai makhluk Tuhan YME pada hakikatnya memiliki sifat kodrat sebagai makhluk
individu dan makhluk sosial. Suatu bangsa bukanlah suatu manifestasi kepentingan individu saja
yang diikat secara imperatif dengan suatu peraturan perundangan-undangan sebagaimana dilakukan
oleh negara liberal. Demikian juga suatu bangsa bukanlah suatu totalitas kelompok masyarakat yang
menenggelamkan hak-hak individu sebagaimana terjadi pada bangsa sosialis komunistis.

b. Teori Kebangsaan

Dalam tumbuh berkembangnya suatu bangsa atau juga disebut sebagai ‘Nation’, terdapat
berbagai macam teori besar yang merupakan bahan komporasi bagi proses pendirian negara
Indonesia, untuk mewujudkan suatu bangsa yang memiliki sifat dan karakter sendiri.

C. Negara Kebangsaan Pancasila


Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang, sejak zaman
kerajaan-kerajaan Sriwijaya, Majapahit serta dijajah oleh bangsa asing selama tiga setengah abad.
Unsur masyarakat yang membentuk bangsa Indonesia terdiri atas berbagai macam suku bangsa,
berbagai macam adat-istiadat kebudayaan dan agama, serta berdiam dalam suatu wilayah yang
terdiri dari beribu-ribu pulau. Oleh karena itu, keadaan yang beraneka ragam tersebut bukanlah
merupakan suatu perbedaan untuk dipertentangkan, melainkan perbedaan itu justru merupakan
suatu daya penarik ke arah suatu kerjasama persatuan dan kesatuan dalam suatu sintesis dan sinergi
yang positif, sehingga keanekaragaman itu justru terwujud dalam suatu kerjasama yang luhur.

Adapun unsur-unsur yang membentuk nasionalisme (bangsa) Indonesia adalah sebagai berikut:

a. Kesatuan Sejarah: bangsa Indonesia tumbuh dan berkembang dari suatu proses sejarah, yaitu
sejak zaman prasejarah, zaman Sriwijaya, Majapahit, kemudian datang penjajah, tercetus Sumpah
Pemuda 1928 dan akhirnya memproklamasikan sebagai bangsa yang merdeka pada tanggal 17
Agustus 1945, dalam suatu wilayah negara Republik Indonesia.

b. Kesatuan Nasib: yaitu bangsa Indonesia terbentuk karena memiliki kesamaan nasib yaitu
penderitaan penjajahan selama tiga setengah abad dan memperjuangkan demi kemerdekaan secara
bersama dan akhirnya mendapatkan kegembiraan bersama atas karunia Tuhan Yang Maha Esa
tentang kemerdekaan.

c. Kesatuan Kebudayaan: Walaupun bangsa Indonesia memiliki keanekaragaman kebudayaan,


namun keseluruhannya itu merupakan satu kebudayaan yaitu kebudayaan nasional Indonesia. Jadi,
kebudayaan nasional Indonesia tumbuh dan bekembang di atas akar-akar kebudayaan daerah yang
menyusunnya.

d. Kesatuan Wilayah: bangsa ini hidup dari mencapai penghidupan dalam wilayah Ibu Pertiwi, yaitu
satu tumpah darah Indonesia.

7
e. Kesatuan Asas Kerokhanian: bangsa ini sebagai satu bangsa memiliki kesamaan cita-cita,
kesamaan pandangan hidup dan filsafat hidup yang berakar dari pandangan hidup masyarakat
Indonesia sendiri yaitu pandangan hidup Pancasila (Notonegoro, 1975:106).

D. Hakikat Negara Integralistik


Pancasila sebagai asas kerokhanian bangsa dan negara pada hakikatnya merupakan suatu
asas kebersamaan, asas kekeluargaan serta religius. Dalam pengertian inilah maka bangsa Indonesia
dengan keanekaragamannya tersebut membentuk suatu kesatuan integral sebagai suatu bangsa
yang merdeka. Bangsa Indonesia yang membentuk suatu persekutuan hidup dengan
mempersatukan keanekaragaman yang dimilikinya dalam suatu kesatuan integral yang disebut
negara Indonesia, Soepomo pada sidang pertama BPUPKI tanggal 31 Maret 1945, mengusulkan
tentang paham integralistik yang dalam kenyataan objektivnya berakar pada budaya bangsa.
Pemikiran Soepomo tentang negara integralistiktersebut adalah sebagai berikut:

“Maka semangat kebatinan, struktur kerokhanian dari bangsa Indonesia bersifat dan cita-cita
persoalan hidup, yaitu persatuan antara dunia luar dan dunia bathin, antara makrokosmos dan
mikrokosmos, antara rakyat dan pemimpin-pemimpinnya. Segala manusia sebagai golongan
manusia itu tiap-tiap masyarakat dalam pergaulan hidup di dunia dianggap mempunyai tempat dan
kewajiban hidup (dharma) sendiri-sendiri menurut kodratnya dan segala-segalanya ditujukan kepada
keseimbangan lahir dan bathin. Manusia sebagai seseorang tidak terpisah dari seseorang yang lain
atau dunia luar, dari golongan manusia, maka segala sesuatu bercampur baur bersangkut paut,
segala sesuatu berpengaruh dan kehidupan mereka bersangkut paut” (Sekretariat Negara, 1995).

Kesatuan integral bangsa bangsa dan negara Indonesia dipertegas dalam pokok pikiran pertama,
“....Negara melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia”. Bangsa Indonesia
pada hakikatnya merupakan suatu penjelmaan dari sifat manusia sebagai makhluk individu dan
makhluk sosial. Dalam pengertian yang demikian ini maka manusia pada hakikatnya merupakan
makhluk yang saling tergantung, sehingga hakikat manusia itu bukanlah total individu dan juga
bukan total makhluk sosial. Relasi yang saling tergantung tersebut menunjukkan bahwa manusia
adalah merupakan suatu suatu totalitas makhluk individu dan makhluk sosial. Adapun penjelmaan
dalam wujud persekutuan hidup bersama adalah terwujud dalam suatu bangsa yang memiliki
kesatuan integralistik (Besar, 1995: 77, 78). Dalam pengertian ini paham integralistik memberikan
suatu prinsip bahwa negara adalah suatu kesatuan integral dari unsur-unsur yang menyusunnya,
negara mengatasi semua golongan bagian-bagian yang membentuk negara, negara tidak memihak
pada suatu golongan betapapun golongan tersebut sebagai golongan terbesar. Negara dan bangsa
adalah untuk semua unsur yang membentuk kesatuan tersebut.

Paham integralistik yang terkandung dalam Pancasila meletakkan azas kebersamaan hidup,
mendambakan keselarasan dalam hhubungan antar individu maupun masyarakat. Dalam pengertian
ini paham negara integralistik tidak memihak pada yang kuat, tidak mengenal dominasi mayoritas
dan juga tidak mengenal tirani minoritas. Maka di dalamnya terkandung nilai kebersamaan,
kekeluargaan, ke-“Bhinneka Tunggal Ikaan”,nilai religius, serta keserasian (Parieta, 1995:274).

Pemikiran negara integralistik yang telah berakar pada budaya bangsa Indonesia sejak zaman dahulu
kala pada hakikatnya terdiri atas bagian-bagian yang secara mutlak membentuk suatu kesatuan.
Bangsa Indonesia terdiri atas manusia-manusia sebagai individu, keluarga-keluarga, kelompok-

8
kelompok, golongan-golongan, suku bangsa-suku bangsa, adapun wilayah terdiri atas pulau-pulau
keseluruhannya itu merupakan suatu kesatuan baik lahir maupun bathin.

1. Hubungan antara Individu dan Negara

Manusia pada hakikatnya adalah makhluk jasmani rokhani, makhluk pribadi dan sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa, serta manusia adalah makhluk individu dan makhluk sosial.
Keseluruhan unsur hakikat manusia tersebut adalah merupakan suatu totalitas yang bersifat
‘majemuk tunggal’ atau ‘monopluralis’. Sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk
sosial yang merupakan sifat dasar dari totalitas manusia dalam negara. Dalam negara sebagai suatu
totalitas senantiasa terdapat sejumlah subjek yang senantiasa berelasi antara satu dengan lainnya.
Relasi yang memacu ke arah terbentuknya kebersamaan yang bersifat totalitas hanyalah relasi yang
ekuivalensi, yaitu di satu sisi mengandung kemiripan atau kesamaan. Kemiripan membuat subjek
saling membutuhkan dengan lain perkataan ‘saling tergantung’. Perpaduan antara ‘saling relevan’
dengan ‘saling tergantung’ inilah yang menggerakkan terjadinya interaksi antar subjek serta
tanggapan yang memadai terhadap kondisi saling tergantung adalah ‘saling memberi’ antar subjek,
bilamana mereka menghendaki terpeliharanya eksistensinya dalam negara. Hanya dengan perantara
interaksi antar subjek dengan saling memberi serta saling tergantung, maka dapat memelihara
eksistensinya dalam kebersamaan. Hal ini telah terekspresi dalam akar budaya Indonesia dalam
ungkapan-ungkapan, “bersatu kita teguh bercerai kita runtuh”, “Persatuan Indonesia”, “Wawasan
Nusantara”, serta “Bhinneka Tunggal Ika”.

Totalitas dalam kehidupan negara itu, secara alami memberikan karakteristik pada manusia (1)
manusia adalah makhluk yang saling tergantung antara satu dan lainnya maupun dengan
lingkungannya, (2) tugas hidup manusia secara kodrat adalah memberi kepada lingkungannya.
(Besar, 1995: 77, 78).

Jati diri integralistik Indonesia memang sebagai suatu paham tersendiri di samping paham-paham
besar dunia yaitu individualisme, liberalisme, dan sosialisme-komunisme.

2. Hubungan antara Masyarakat dan Negara

Negara adalah produk dari masyarakat, karena negara merupakan lembaga kemasyarakatan.
Dalam pengertian negara sebagai suatu totalitas, masyarakat itu dalam dirinya bersemayam hasrat
mengorganisasikan diri, sehingga ‘organisasi’ dan ‘ketaatan’ adalah dua hal yang tidak dapat
dipisahkan dalam masyarakat negara. Organisasi terjadi secara alami berkat dorongan batin, sedang
ketaatan sebagai konsekuensi logis dari organisasi negara. Hal ini dikarenakan dalam negara antara
individu senantiasa terdapat hubungan saling ketergantungan dan saling memberi. Negara pada
hakikatnya merupakan lembaga keterorganisasian diri masyarakat. Oleh karena itu, betapapun
masyarakat terdiri dari golongan-golongan, kelompok-kelompok, suku bangsa-suku bangsa, namun
secara keseluruhan mengungkapkan suatu totalitas yang di dalamnya terkandung roh persatuan,
yaitu perbedaan antara golongan tidak dilarutkan namun dikorelasikan oleh interaksi saling
memberi, serta oleh sintesis yang positif.

Negara pada hakikatnya adalah suatu lembaga kemasyarakatan sehingga negara adalah masyarakat
itu sendiri. Masyarakat mewakili diri dalam Negara, dengan kewibawaannya dan ia angkat untuk

9
menata dan mengatur dirinya dalam mencapai kesejahteraan bersama dalam hidupnya. Dalam
pengertian inilah maka negara memandang masyarakat bukan sebagai objek yang berada di luar
negara, melainkan sebagai sumber genetik dari dirinya. Masyarakat dipandang sebagai
pertumbuhan bersama dari berbagai golongan yang mencapai persatuannya. Maka kesatuan dalam
masyarakat bukanlah hanya masalah lahiriah saja melainkan juga batiniah.

Negara mengatasi semua golongan yang ada dalam masyarakat. Negara tidak memihak pada salah
satu golongan, negara bekerja demi kepentingan seluruh rakyat. Hal ini sebagai konsekuensi bahwa
negara pada hakikatnya adalah masyarakat itu sendiri, oleh karena itu negara untuk semua
golongan, semua bagian, dan semua rakyat.

Berdasarkan pengertian paham integralistik tersebut maka rincian pandangan tersebut adalah
sebagai berikut:

1) Negara merupakan suatu susunan masyarakat yang integral.

2) Semua golongan, bagian dan anggotanya berhubungan erat satu dengan lainnya.

3) Semua golongan, bagian dan anggotanya merupakan persatuan masyarakat yang organis.

4) Yang terpenting dalam kehidupan bersama adalah perhimpunan bangsa seluruhnya.

5) Negara tidak memihak kepada sesuatu golongan atau perseorangan.

6) Negara tidak menganggap kepentingan seseorang sebagai pusat.

7) Negara tidak hanya untuk menjamin kepentingan seseorang atau golongan saja.

8) Negara menjamin kepentingan manusia seluruhnya sebagai suatu kesatuan integral.

9) Negara menjamin keselamatan hidup bangsa seluruhnya sebagai suatu kesatuan yang tak
dapat dipisahkan (Yamin, 1959).

E. Butiran-Butiran NKRI

1. NKRI adalah Negara Kebangsaan Yang Berketuhanan Yang Maha Esa

Negara Pancasila pada hakikatnya adalah negara kebangsaan yang Ber-Ketuhanan Yang
Maha Esa. Landasan pokok sebagai pangkal tolak paham tersebut adalah Tuhan adalah sebagai Sang
Pencipta segala sesuatu.

Setiap individu yang hidup dalam suatu bangsa adalah sebagai makhluk Tuhan, maka bangsa dan
negara sebagai totalitas yang integral adalah Berketuhanan, demikian pula setiap warganya juga ber-
Ketuhanan Yang Maha Esa. Negara kebangsaan Indonesia adalah negara yang mengakui Tuhan Yang
Maha Esa menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab, yaitu negara kebangsaan yang
memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memgang teguh cita-cita kemanusiaan
sebagai makhluk Tuhan dengan segala hak dan kewajibannya.

Negara tidak memaksakan agama. Kebebasan beragama dan kebebasan agama adalah merupakan
hak asasi manusia yang paling mutlak karena langsung bersumber pada martabat manusia yang

10
berkedudukan kodrat sebagai pribadi dan sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Setiap
umat beragama memiliki kebebasan untuk menggali dan meningkatkan kehidupan spiritualnya
dalam masing-masing agama. Negara wajib memelihara budi pekerti yang luhur dari setiap warga
negara pada umumnya dan para penyelenggara negara khususnya berdasarkan nilai-nilai Pancasila.

Hakikat Ketuhanan Yang Maha Esa

Penyelenggaraan negara harus sesuai dengan hakikat nilai-nilai yang berasal dari Tuhan baik
material maupun spiritual. Hal ini ditegaskan oleh Moh. Hatta, bahwa sila “Ketuhanan Yang Maha
Esa” merupakan dasar yang memimpin cita-cita kenegaraan kita untuk menyelenggarakan yang baik
bagi masyarakat dan penyelenggara negara. Dengan dasar sila Ketuhanan Yang Maha Esa ini maka
politik negara mendapat dasar moral yang kuat, sila ini yang menjadi dasar yang memimpin
kerohanian rah jalan kebenaran, keadilan, kebaikan, kejujuran dan persaudaraan.

Hubungan Negara dengan Agama

Negara pada hakikatnya adalah merupakan suatu persekutuan hidup bersama sebagai
penjelmaan sifat kodrat manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Manusia sebagai
warga hidup bersama berkedudukan sebagai makhluk pribadi dan sebagai makhlukTuhan Yang
Maha Esa. Sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, ia memiliki hak dan kewajiban untuk memenuhi
harkat kemanusiaannya yaitu menyembah kepada Tuhan Ynang Maha Esa. Manifestasi hubungan
manusia dengan Tuhannya adalah terwujud dalam agam. Negara adalah produk manusia sehingga
merupakan hasil budaya manusia, sedangkan agama adalah bersumber pada wahyu Tuhan yang
bersifat mutlak. Dalam hidup keagamaan manusia memiliki hak-hak dan kwajiban yang didasarkan
atas keimanan dan ketaqwaannya terhadap Tuhannya, sedangkan dalam negara manusia memiliki
hak-hak dan kewajiban secara horizontal dalam hubungannya dengan manusia lain.

1) Hubungan Negara dengan Agama Menurut Pancasila

Negara Indonesia yang berdasarkan pancasila adalah bukan negara sekuler yang
memisahkan negara dengan agama, karena hal ini tercantum dalam pasal 29 ayat (1) yang intinya
bahwa negara sebagai persekutuan hidup adalah Berketuhanan Yang Maha Esa. Konsekuensinya
segala aspek dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan negara harus sesuai dengan hakikat nilai-nilai
yang berasal dari Tuhan.

Negara Pancasila pada hakikatnya megatasi segala agama dan menjamin kehidupan agama dan umat
beragama, karena beragama adalah hak asasi yang bersifat mutlak. Pasal 29 ayat (2) memberikan
kebebasan kepada seluruh warga negara untuk memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai
dengan keimanan dan ketaqwaan masing-masing.

2) Hubungan Negara dengan Agama Menurut Paham Theokrasi

Hubungan negara dengan agama menurut paham Theokrasi bahwa antara negara dengan
agama tidak dapat dipisahkan. Negara menyatu dengan agama, pemerintahan dijalankan
berdasarkan firman-firman Tuhan, segala tata kehidupan dalam masyarakat, bangsa dan negara
didasarkan atas firman-firman Tuhan.

11
3) Hubungan Negara dengan Agama Menurut Sekularisme

Paham sekularisme membedakan dan memisahkan antara agama dan negara. Sekularisme
berpandangan bahwa negara adalah masalah-masalah keduniawian hubungan manusia dengan
manusia, adapun agama adalah urusan akhirat yang menyangkut hubungan manusia dengan Tuhan.

Negara adalah urusan hubungan horizontal antara manusia dalam mencapai tujuannya, adapun
agama adalah menjadi urusan umat masing-masing agama. Walaupun dalam negaa sekuler
membedakan antara negara dengan agama, namun lazinya warga negara diberikan kebebasan
dalam memeluk agama masing-masing.

Paham Liberal

Manusia menurut paham liberalisme memandang bahwa manusia sebagai manusia pribadi
yang utuh dan lengkap dan terlepas dari manusia lainnya. Manusia sebagai individu memiliki potensi
dan senantiasa berjuang untuk dirinya sendiri. Dalam pengertian inilah maka dalam hidup
masyarakat bersama akan menyimpan potensi konflik, manusia akan menjadi ancaman bagi manusia
lainnya. Negara menurut liberalisme harus tetap menjamin kebebasan individu, dan untuk itu maka
manusia secara bersama-sama mengatur negara.

Atas dasar fundamental hakikat manusia tersebut maka dalam kehidupan masyarakat bersama yang
disebut negara, kebebasan individu sebagai basis demokrasi, bahkan hal ini merupakan unsur yang
fundamental. Liberalisme tetap pada suatu prinip bahwa rakyat adalah merupakan ikatan dari
individu-individu yang bebas, dan ikatan hukumlah yang mendasari kehidupan bersama dalam
negara.

4) Hubungan Negara dengan Agama Menurut Paham Liberalisme

Negara liberal hakikatnya mendasarkan pada kebebasan individu. Negara adalah merupakan
alat atau sarana individu, sehingga masalah agama dalam negara sangat ditentukan oleh kebebasan
individu. Negara memberi kebebasan kepada warganya untuk memeluk agama dan menjalankan
ibadah sesuai dengan agamanya masing-masing. Namun dalam negara liberal juga diberi kebebasan
untuk tidak percaya terhadap Tuhan atau atheis.

Nilai-nilai agama dalam negara dipisahkan dan dibedakan dengan negara, keputusan dan ketentuan
kenegaraan terutama peraturan perundang-undangan sangat ditentukan oleh kesepakatan individu-
individu sebagai warga negaranya. Dalam sistem negara liberal membedakan dan memisahkan
antara negara degan agama atau bersifat sekuler.

Paham Sosialisme Komunis

Komunisme yang dicetuskan melalui pemikiran Karl Marx memandang bahwa hakikat,
kebebasan dan hak individu itu tidak ada. Manusia pada hakikatnya adalah merupakan sekumpulan
relasi, sehingga yang mutlak adalah komunitas dan bukannya individualitas. Hak milik individualitas
diganti dengan hak milik kolektif, individualism diganti sosialisme komunis. Oleh karena tidak adanya
hak individu, maka dapat dipastikan bahwa menurut paham komunisme demokrasi individualis itu
tidak ada, yang ada adalah hak komunal.

12
Hak asasi dalam negara hanya berpusat pada hak kolektif, sehingga hak individual pada hakikatnya
adalah tidak ada. Atas dasar pengertian inilah maka sebenarnya komunisme adalah anti demokrasi
dan hak asasi manusia.

2. NKRI adalah Negara Kebangsaan Yang Berkemanusiaan Yang Adil dan


Beradab

Negara pada hakikatnya menurut pandangan filsafat Pancasila adalah merupakan suatu
persekutuan hidup manusia, yang merupakan suatu penjelmaan sita kodrat manusia sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial serta sebagai makhluk Tuhan YME. Negara adalah lembaga
kemanusiaan, lembaga kemasyarakatan yang bertujuan demi tercapainya harkat dan martabat
manusia serta kesejahteraan lahir maupun batin.

Konsekuensinya segala aspek dalam penyelenggaraan negara, asas kerokhanian, struktur dan
keadaan negara harus koheren dengan hakikat manusia yang adi dan beradab. Struktur dan keadaan
negara tersebut adalah meliputi (1) bentuk negara, (2) tujuan negara, (3) organisasi negara, (4)
kekuasaan negara, (5) penguasa negara, (6) warga negara, masyarakat, rakyat dan, bangsa
(bandingkan Notonagoro, 1975). Negara Pancasila sebagai negara Kebangsaan yang
berkemanusiaan yang Adil dan Beradab, mendasarkan nasionalisme (kebangsaan) berdasarkan
hakikat kodrat manusia yang adil dan beradab. Kebangsaan Indonesia adalah kebangsaan yang
berkemanusiaan, berkeadilan, berkeadaban, maka bukan suatu kebangsaan yang Chauvinistic.

Kebangsaan berdasarkan Pancasila mengakui dan mendasarkan kebangsaan pada berkemanusiaan.

3. NKRI adalah Negara Kebangsaan yang Berpersatuan

Negara Indonesia adalah Negara Persatuan, dalam arti bahwa negara adalah merupakan
suatu kesatuan dari unsur-unsur yang membentuk negara baik individu maupun masyarakat sebagai
penjelmaan sifat kodrat manusia. Hakikat negara persatuan bahwa negara adalah masyarakat itu
sendiri. Masyarakat pada hakikatnya mewakili diri pada penyelenggaraan negara, menata dan
mengatur dirinya dalam mencapai tujuan hidupnya. Negara kesatuan bukan dimaksudkan
merupakan suatu kesatuan dari negara bagian (federasi), melainkan kesatuan dalam arti
keseluruhan unsur-unsur negara yang bersifat fundamental. Oleh karena itu sifat kodrat manusia
individu-individu sosial sebagai basis ontologis negara kesatuan itu adalah merupakan kodrat yang
diberikan oleh Tuhan YME.

Nilai filosofis persatuan, dalam kehidupan kenegaraan dan kebangsaan menjadi kunci kemajuan
suatu bangsa.

4. NKRI adalah Negara Kebangsaan Yang Berkerakyatan

Negara menurut filsafat pancasilaadalah dari oleh dan untuk rakyat. Hakikat rakyat adalah
sekelompok manusia yang bersatu yang memiliki tujuan tertentu dan hidup dalam satu wilayah
negara. Di berbagai negara, sistem demokrasi diterapkan misalnya Perdana Menteri dipilih oleh
parlemen. Berdasarkan berbagai teori dan konsep pemikiran demokrasi dan praktis demokrasi, maka
demokrasi seyogyanya dipahami dan perspektif yang komprehensif, yaitu meliputi aspek filosofis,

13
normatif, dan praktis. Aspek filosofis menyangkut dasar filosofis demokrasi yang menjadi dasar
hakikat sesuai dengan landasan ontologis. Aspek normatif menyangkut bagaimana norma-norma
sebagai asa dan aturan dalam demokrasi dikembangkan berlandaskan dasar filosofis masyarakat,
bangsa, dan negara.

1) Bentuk- bentuk demokrasi

Dalam suatu negara misalnya diterapkan demokrasi dengan sistem presidensial dan sistem
parlementer. Sistem presidensial adalah sistem yang menekankan pentingnya pemilihan presiden
secara langsung, sehingga presiden mendapatkan mandat secara langsung dari rakyat. Dalam sistem
ini presiden merupakan kepala eksekutif sekaligus kepala negara. Yang menerapkan sitem ini adalah
negara Amerika dan negara Indonesia. Sedangkan sistem parlementer menerapkan model hubungan
yang menyatu antara kekuasaan eksekutif dan legislatif. Kepala eksekutif berada ditangan perdana
menteri, dan kepala negara beradaditangan ratu. Yang menerapkan sistem ini seperti Inggris, India,
dan lain-lain.

2) Demokrasi Perwakilan Liberal

Prinsip demokrasi ini didasarkan pada suatu filsafat kenegaaraan bahwa manusia adalah
sebagai makhluk individu yang bebas artinya kebebasan individu sebagai dasar fundamental dalam
pelaksanaan demokrasi. Menurut Held (1995:10), bahwa demokrasi perwakilan liberal merupakan
suatu pembaharuan kelembagaan pokok untuk mengatasi problema keseimbangan antara
kekuasaan memaksa dan kebebasan. Kebebasan yang dimaksudkan adalah jaminan kebebasan
secara individual, baik dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial, keagamaan bahkan kebebasan anti
agama. Konsekuensi dari implementasi sistem dan prinsip demokrasi adalah berkembang persaingan
bebas, terutama dalam kehidupan ekonomi sehingga akibatnya individu yang tidak mampu
menghadapi persaingan tersebut akan tenggelam.

3) Demokrasi Satu Partai dan Komunisme

Demokrasi ini dilaksanakan di negara-negar komunis seperti Rusia, China, Vietnam, dan
lainnya. Kebebasan formal berdasarkan demookrasi liberal akan menghasilkan kesenjangan kelas
yang semakin lebar dalam masyarakat, ddan akhirnay kapitalislah yang menguasai negara. Menurut
pandangan kaum Marxis-Leninis, sistem demokrasi delegatif harus dilengkapi, pada prinsipnya
denagn suatu sistem yang terpisah tetapi sama pada tingkat partai komunis. Transisi menuju
sosialisme dan komunisme memerlikan kepemimpinan yang profesional, dari kader-kader
revolusioner dan disiplin (Lenin, 1947, dalam Held, 1995). Berdasarkan teori tersebut, praktek
demokrasi merupakan kekuasaan berada ditangan rakyat. Yang di maksud dengan demokrasi
deliberatif secara istilah berarti “konsultasi”, “menimibang-nimbang”, atau yang sangat populer
dalam politik disebut dengan istilah musyawarah. Jadi, dalam pelaksanaan demokrasi tidak hanya
didasarkan atas prinsip kuantitas metematis belaka, melainkan dalam berbagai aspek ditentukan
dengan musyawarah, dengan berbagai pertimbangan akan tetapi paradigmanya demi kesejahteraan
rakyat.

Negara kebangsaan yang bekerdaulatan rakyat berdasarkan Pancasila, berarti bahwa


kekuasaan tertinggi adalah di tangan rakyat dan dalam sistem kenegaraan dilakukan menurut UUD.
Negar kebangsaan yang berkedaulatan rakyat adalah suatu negara demokrasi monodualis yang

14
berarti bahwa individu sebagai makhluk sosial bukanlah demokrasi liberal yang hanya mendasarkan
pada kodrat manusia sebagai individu saja, dan bukan pula demokrasi klass yang hanya mengakui
manusia sebagai makhluk sosial belaka. Demokrasi ini mengembangkan demokrasi kebersamaan,
berdasarkan asas kekeluargaan kebebasan individu dalam rangka kesejahteraan bersama.

4) Demokrasi Indonesia dan Tujuan Negara Kesejahteraan Rakyat

Tujuan negara dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945. Hal inilah yang merupakan cita-cita
ideal filosofis bagi negara Indonesia (Assiddiqie). Nampaknya pada reformasi ini lebh menekankan
pada aspek negara hukum formal, yaitu hasil reformasi lebih utama pada aspek politik hukum.
Menurut Darwin, dalam reformasi dewasa ini demokrasi dikatakan mengalami deficit yaitu
perolehan atau manfaat yang diterima masyarakat denagn hadirnya demokrasi, lebih rendah
dibandingkan dengan ongkos demokrasi baik dalam arti finansial yang dikeluarkan dan ditanggung
oleh rakyat, maupun negara untuk menggelar pesta demokrasi tersebut. Jadi, sistem demokrasi
Indonesia belum efektif, karena biaya yang dikeluarkan untuk mensejahterakan rakyat, dipaksa
dikeluarkan untuk membiayai demokrasi yang kenyataannya tidak menyentuh kedaulatan rakyat.
Seperti juga adanya korupsi yang dilakukan oleh para wakil rakyat, hal ini tidak sesuai dengan
demokrasi menurut Filsafat Pancasila, yang mendasarkan demokrasi pada kedaulatan rakyat.

5. NKRI adalah Negara Kebangsaan yang Berkeadilan Sosial

Negara Pancasila adalah negara kebangsaan yang berkeadilan sosial, yang berarti bahwa
negara sebagai penjelmaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa, sifat kodrat individu
dan makhluk sosial bertujuan untuk mewujudkan suatu keadilan dalam hidu bersama (Keadilan
Sosial). Dalam hidup bersama baik dalam masyarakat, bangsa, dan negara harus terwujud suatu
keadilan (Keadilan Sosial), yang meliputi tiga hal yaitu: (1)keadilan distributif (keadilan membagi),
yaitu negara terhadap warganya, (2) keadilan legal (keadilan bertaat), yaitu warga terhadap
negaranya untuk mentaati peraturan perundangan, dan (3) keadilan komutatif (keadilan antar
sesama warga negara), yaitu hubungan keadilan antara warga satu dengan lainnya secara timbal
balik (Notonegoro, 1975).

Sebagai suatu negara berkeadilan sosial maka negara Indonesia yang berdasarkan Pancasila sebagai
suatu negara kebangsaan, bertujuan untuk melindungi segenap warganya dan seluruh tumpah
darah, memajukan kesejahteraan umum, serta mencerdaskan warganya (tujuan khusus). Adapun
tujuan dalam pergaulan antar bangsa di masyarakat internasional bertujuan: “ikut menciptakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial”.

Realisasi dan perlindungan keadilan dalam hidup bersama dalam suatu negara kebangsaan,
mengharuskan negara untuk menciptakan suatu peraturan perundang-undangan. Dalam pengertian
inilah maka negara kebangsaan yang berkeadilan sosial harus merupakan suatu negara yang
berdasarkan atas hukum. Sehingga sebagai suatu negara hukum harus terpenuhi adanya tiga syarat
pokok yaitu: (1) pengakuan dan perlindugan atas hak-hak asasi manusia, (2) peradilan yang bebas,
dan (3) legalitas dalam arti hukum dalam segala bentuknya.

Dalam realisasinya Pembangunan Nasional adalah suatu upaya untuk mencapai tujuan negara,
sehingga Pembangunan Nasional harus senantiasa meletakkan asas keadilan sebagai dasar
operasional serta dalam penentuan berbagai macam kebijaksanaan dalam pemerintahan negara.

15
Dalam realisasinya pemerintah mengembangkan Otonomi Daerah No. 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 33 tahun 2004 tentang Pertimbangan Keuangan
antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Dalam Undang-Undang tersebut dijelaskan bahwa
Pemerintah Pusat memberikan otonomi yang seluas-luasnya dalam mengatur dan menjalankan roda
pemerintahan daerah masing-masing, dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan
umum, dan daya saing daerah.

Berdasarkan asas keadilan sebagaimana terkandung dalam sila kelima Pancasila, seharusnya tidak
meninggalkan hakikat negara persatuan ‘Bhinneka Tunggal Ika’, karena praktek otonomi daerah
yang tidak mendasarkan pada prinsip negara persatuan dewasa ini menimbukan disparitas di bidang
ekonomi, sosial, politik bahkan kebudayaan. Prinsipnya berdasarkan sila kelima Pancasila, prinsip
demokrasi melalui otonomi daerah harus tetap diarahkan pada tujuan pokok negara yaitu
kesejahteraan seluruh rakyat dan tetap meletakkan pada prinsip persatuan.

16
BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) lahir bersamaan dengan peristiwa proklamasi
kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan bersamaan dengan pengesahan UUD 1945 tanggal 18 Agustus
1945. Oleh karena itu, Proklamasi dan UUD 1945 sekaligus sebagai landasan NKRI.

Sebagai negara yang berdiri secara berdaulat NKRI memiliki kedaulatan akan wilayah yang jelas serta
pengaturan penyelenggaraan pemerintahan secara berdaulat tanpa pengaruh dari negara lain.

Dinamika NKRI, mengharuskan seluruh potensi bangsa untuk bertekad mempertahankan keutuhan
NKRI, dari berbagai ancaman dan gangguan yang membahayakan eksistensi NKRI sebagai negara
yang berdaulat.

B. Saran
Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis
senantiasa dengan lapang dada menerima bimbingan dan arahan serta saran dan kritik yang sifatnya
membangun demi perbaikan karya-karya berikutnya.

17
DAFTAR PUSTAKA

Kaelan. 2014. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma.

18

Anda mungkin juga menyukai