Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Respon Dinamis Interaksi Tanah-Struktur


Respon suatu struktur ketika menerima beban gempa dipengaruhi oleh
interaksi antara struktur bangunan atas, sistem pondasi yang dipilih serta tanah
tempat struktur itu berdiri. Terminologi interaksi tanah-struktur (Soil Structure
Interaction atau SSI) mengacu kepada respon ketiga variabel di atas dimana
pondasi dianggap sebagai bagian dari struktur.
Pada perencanaan struktur yang konvensional, struktur dianggap terjepit pada
pondasi. Ketika struktur menerima pergerakan tanah akibat gaya gempa
menyebabkan terjadinya gaya inersia berupa gaya geser dasar dan momen lentur
(bending moment) pada pertemuan antara struktur dan pondasi. Apabila sistem
pondasi dan tanah pendukungnya tidak kaku maka gaya internal ini akan
menimbulkan perpindahan dan rotasi pada pondasi. Untuk bangunan yang sangat
fleksibel seperti tower yang langsing, perpindahan dan rotasi pondasi ini sangat
kecil pengaruhnya terhadap struktur di atasnya. Sebaliknya untuk struktur yang
kaku perpindahan pondasi memberikan kontribusi yang sangat signifikan terhadap
keseluruhan sistem. Pengabaian efek ini dapat menimbulkan kesalahan dalam
menilai respon bangunan dibawah pengaruh gaya gempa.
Uraian di atas adalah contoh kasus dimana interaksi antara tanah dan struktur
bangunan harus diperhitungkan atau tidak. Interaksi tanah-struktur adalah suatu
proses analisa struktur yang mengevaluasi respon struktur bagian atas, sistem
pondasi, serta tanah pendukung dibawahnya secara bersama sama akibat gerakan
tanah. Pada analisa SSI, tanah diperhitungkan sebagai bagian yang tidak
terpisahkan dengan struktur bagian atas.
Putra (2017) yang melakukan pemodelan pondasi telapak pada struktur
gedung dengan dan tanpa interaksi tanah-struktur. Pemodelan SSI dilakukan
dengan menggunakan program SAP2000. Putra membuat 2 buah model SSI yaitu
Model Spring dan Model Solid sebagai perwujudan metode langsung (direct
method) dan metode sub-struktur (sub-structure method). Kedua model ini

3
4

dibandingkan dengan model tanpa SSI (pondasi kaku / fix base) yang menggunakan
perletakan jepit dan sendi. Dari penelitiannya didapatkan simpangan pada model
SSI lebih besar dibandingkan dengan model tanpa SSI, gaya-gaya dalam yang lebih
kecil pada model SSI serta waktu getar alami struktur yang lebih panjang pada
model SSI.
Penelitian serupa dilakukan oleh Widyanata (2017). Berbeda dengan Putra
(2017), Widyanata melakukan pemodelan pondasi tiang pancang pada struktur
gedung dengan dan tanpa interaksi tanah-struktur. Hasilnya pun tidak jauh berbeda
dengan penelitian Putra (2017). Simpangan pada model SSI (model spring dan
solid) lebih besar dibandingkan dengan model pondasi kaku (perletakan jepit dan
sendi). Secara umum gaya-gaya dalam yang dihasilkan pada model pondasi kaku
lebih besar dibandingkan pada model pondasi fleksibel (flexible base).
Namun tidaklah dapat dikatakan bahwa pengaruh SSI selalu menguntungkan
terhadap respon dinamis struktur. Untuk mengetahui pengaruh SSI pada kinerja
inelastik tiang jembatan, Mylonakis dan Gazetas (2000) melakukan analisa
inelastic non liniar pada modelnya. Hasil analisa sistem pondasi kaku dibandingkan
dengan sistem pondasi fleksibel. Disimpulkan kemudian bahwa pada tipe tanah dan
pergerakan tanah (ground motion) tertentu perpanjangan waktu getar alami akibat
SSI dapat merugikan struktur itu sendiri. Dinyatakan pula bahwa dengan
membandingkan aturan konvensional mengenai desain spektra dengan respon
spektra aktual terlihat bahwa peningkatan periode natural fundamental akibat SSI
tidak berarti respon yang lebih kecil dan anggapan bahwa SSI selalu
menguntungkan adalah penyederhanaan yang terlalu berlebihan dan dapat
mengarah pada desain yang tidak aman.
Manafpour dan Moradi (2012) melakukan penelitian mengenai efek dari
beberapa parameter analisa pemodelan terpenting seperti tipe struktur, aspek rasio,
massa tanah, dimensi model tanah dan tipe kondisi batas (boundary condition) pada
respon dinamik struktur akibat gerakan tanah horisontal dan vertikal yang terjadi
bersamaan. Model sistem struktur yang diteliti meliputi struktur rangka baja
pemikul momen (moment frame) dan rangka baja dengan bresing (braced frame)
dengan ketinggian 5, 10, dan 20 lantai dengan tiga buah rasio tinggi struktur
5

terhadap lebar pondasi yang berbeda. Analisa SSI menggunakan bantuan software
SAP2000 dimana tanah diasumsikan satu lapis dengan kedalaman 80 meter.
Ditemukan bahwa respon struktur untuk berbagai model struktur dipengaruhi oleh
tipe pemodelan kondisi batas-nya dimana model dengan kondisi batas terkekang
(tied boundary) memberikan kinerja yang terbaik dibandingkan model lainnya.
Hasil penelitiannya juga menunjukkan pengaruh dinamik SSI dapat meningkatkan
atau mengurangi respon gempa tergantung dari karakteristik tanah dan tipe struktur.
Analisa SSI juga meningkatkan nilai simpangan antar lantai terutama ada struktur
yang tinggi.
Raheem dkk. (2014) melakukan penelitian tentang pengaruh SSI terhadap
respon gempa bangunan berlantai banyak di atas pondasi rakit. Model struktur
rangka penahan momen (moment resisting frame) dengan ketinggian 6 dan 12 lantai
dianalisa pada model pondasi kaku dan model SSI menggunakan pondasi rakit.
Sembilan buah gerakan tanah (ground motion) gempa dari tujuh buah gempa yag
berbeda diterapkan dalam analisa. Analisa dilakukan dengan bantuan program
ETABS 9.7. Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisa SSI memberikan efek
yang signifikan terhadap gaya geser dasar dan perpindahan lantai atap bila
dibandingkan dengan model tanpa SSI. Disebutkan juga bahwa pada kondisi tanah
kaku pengaruh ini dapat diabaikan dan struktur dapat dianalisa dengan kondisi
perletakan jepit. Namun pada kondisi tanah fleksibel, respon dinamis struktur akan
berbeda dengan model perletakan jepit. Pengabaian efek SSI dapat menyebabkan
desain yang tidak aman untuk bangunan yang berada pada tanah lunak.
Ada berbagai cara untuk memodelkan SSI pada bangunan. Finn (2010)
menganalisa beberapa model dan membandingkannya dengan solusi “model
terbaik” pada struktur 54 lantai dengan beberapa basemen.
Dengan membandingkan rasio simpangan semua model terhadap model (a)
yang dianggap paling mewakili kondisi SSI didapatkan hasil bahwa model (b)
memberikan hasil yang mendekati model (a) walaupun pada besemen terlalu tinggi
(overestimated) dan pada atap terlalu rendah (underestimated). Model (c)
memberikan hasil yang terlalu jauh dibandingkan model (a) sedangkan model (d)
memberikan hasil terlalu tinggi pada basemen dan terlalu rendah dekat atap.
6

Gambar 2.1 Model penelitian Finn (2010). (a) Model paling akurat; (b) Model #3c
tanpa interaksi pondasi; (c) Model #3b; (d) Model #3d

Banyak penelitian telah dilakukan sejak tiga puluh tahun yang lalu untuk
mengetahui respon dari pondasi tiang tunggal terhadap gaya lateral baik statik
maupun dinamik. Salah satu yang terbaru adalah dilakukan oleh Sa’don (2012).
Pada penelitiannya, dilakukan tes skala penuh terhadap pondasi tiang yang tertanam
dalam tanah di Auckland. Pondasi tiang yang digunakan adalah tiang pipa baja
dengan diameter luar 273 mm dan ketebalan 9,3 mm. Gaya lateral statik dikerjakan
dengan menggunakan jack hidrolik sedangkan beban dinamis menggunakan
eccentric mass shaker. Selain itu juga dilakukan pengujian getaran bebas (free
vibration) dan snap-back test dengan menggunakan instrumen sledgehamer dan
snap shackle yang memiliki mekanisme release yang cepat.
Hasil uji lapangan dibandingkan dengan hasil analisa menggunakan metode
elastic continuum model (ECM) serta model numerik dengan menggunakan
7

program OpenSeesPL dan Ruaumoko. Hasilnya, Ruaumoko memberikan prediksi


yang akurat terhadap hasil uji pondasi tiang tunggal pada skala penuh yang
dilakukan. Kurva beban dan simpangan penelitian Sa’don (2012) akan digunakan
untuk memvalidasi model finite element yang digunakan pada penelitian ini.

Gambar 2.2 Kurva beban-simpangan untuk pondasi tiang tunggal.


Sumber: Sa’don (2012)

Materi mengenai SSI untuk desain bangunan tahan gempa telah dimasukkan
kedalam Pasal 13 SNI 1726:2012. Sedangkan di Amerika Serikat yang menjadi
acuan SNI ini telah mengadopsinya sejak beberapa tahun yang lalu terutama setelah
dikeluarkannya FEMA 440, Improvement of Inelastic Seismic Analysis Procedure.
Namun kurangnya pengetahuan mengenai SSI ini serta ketiadaan pedoman praktis
dalam perencanaan desain SSI membuat analisa ini kurang populer.
Ada dua hal utama terkait efek SSI terhadap struktur bangunan yaitu efek
interaksi inersia serta efek interaksi kinematik. Efek-efek ini terkait dengan
kekakuan dan redaman pondasi, variasi antara input gerakan pondasi serta
deformasi pondasi. Metode perhitungan untuk mengetahui efek-efek tersebut dapat
dibedakan menjadi analisa langsung dan pendekatan sub-struktur.
8

2.1.1 Interaksi Inersia (Inertial Interaction)


Interaksi inersia (inertial interaction) mengacu kepada gerakan tanah pondasi
baik itu perpindahan maupun rotasi yang disebabkab oleh gaya inersia struktur.
NIST GCR 12-917-21 menjelaskan interaksi ini dalam bentuk rumusan (2.1) hingga
(2.6). Jika ditinjau suatu sistem struktur SDOF dengan kekakuan dan massa
terjepit pada tumpuannya. Sebuah gaya bekerja menimbulkan perpindahan ∆
dinyatakan dalam hubungan:
∆ 2.1

Dari analisa dinamis struktur tanpa redaman didapatkan hubungan antara


frekuensi natural dan periode getar :

, 2 2.2

sehingga:

T 2π ⁄∆
2π 2.3

Gambar 2.3 Lendutan pada struktur terjepit


Selanjutnya untuk tumpuan fleksibel yang mempunyai kekakuan pegas
vertikal dalam arah z dinamakan , kekakuan pegas horisontal dalam arah x adalah
serta rotasi pegas terhadap bidang y-y dinamakan . Apabila gaya pada
massa struktur dalam arah x didapatkan nilai periode getar :

2 2.4
9

Gambar 2.4 Lendutan pada struktur dengan fleksibelitas vertikal, horisontal, dan
rotasi pada tumpuannya

Dengan membandingkan periode getar tumpuan jepit dan tumpuan fleksibel


didapatkan periode perpanjangan (lenghtening period):

1 2.5

Selain periode perpanjangan di atas, perilaku sistem struktur juga dipengaruhi oleh
redaman pondasi . Redaman ini tersusun dari hysteretic damping serta radiation
damping. Redaman pondasi memberikan kontribusi langsung kepada redaman
tumpuan fleksibel :


2.6

dimana:
adalah redaman struktur bagian atas dengan asumsi tumpuan jepit, umumnya
diambil 5% untuk sistem struktur tupikal.

2.1.2 Interaksi Kinematik (Kinematic Interaction)


Interaksi kinematik (kinematic interaction) berhubungan dengan pengaruh
berat bangunan terhadap percepatan tanah. FEMA memasukkan dua efek utama
dari interaksi kinematik ini yaitu base slab averaging yaitu pengaruh kinematik SSI
pada pondasi dangkal yang tidak tertanam karena ketidaksesuaian gelombang di
atas area dasar yang kaku serta embedment effect yang merupakan efek yang timbul
10

akibat bangunan yang tertanam di bawah permukaan tanah. Namun efek dari
interaksi kinematik ini tidak diijinkan penggunaanya apabila analisa gaya lateral
ekivalen dan modal respons spektrum digunakan karena adanya kemungkinan
desain yang berlebihan.

2.1.3 Metode Analisa SSI


Secara umum analisa SSI dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung
atau pendekatan sub-struktur. Pada pendekatan langsung, tanah dan struktur
dimodelkan secara bersama-sama dan dianalisa dalam satu langkah dengan
menggunakan beberapa teknik diskretisasi numerik (seperti metode elemen hingga,
metode elemen spektral, metode finite difference dan lainnya). Gambar berikut
adalah contoh pemodelan dengan pendekatan langsung.

Gambar 2.5 Contoh pendekatan langsung dalam analisa SSI untuk pier jembatan
pada pile cap di atas dua lapisan tanah
Sumber : Lai dan Martinelli (2013)

Pada metode pendekatan tidak langsung atau pendekatan sub-struktur,


problem SSI diselesaikan dengan cara menguraikan sistem bangunan atas-pondasi-
tanah kedalam dua sistem dimana responnya ditentukan secara independen,
memisahkan efek yang disebabkan interaksi kinetis dari interaksi inersia. Respon
11

keseluruhan sistem didapat dengan penerapan dalil superposisi. Gambar berikut


menunjukkan cara pendekatan tidak langsung ini.

Gambar 2.6 Pendekatan sub-struktur dalam SSI. (a) geometri problem SSI; (b)
dekomposisi problem menjadi respon kinematik dan respon inersia; (c) analisa
dua langkah interaksi inersia.
Sumber : Mylonakis (2006)

2.2 Interaksi Tanah-Struktur pada Pondasi


Pada kondisi normal, pondasi berperan menahan beban hidup dan beban mati
bangunan diatasnya serta meneruskannya ke tanah di bawah pondasi. Pada saat
terjadi gempa, pondasi berperan meneruskan gerakan tanah ke bangunan diatasnya,
menahan getaran bangunan serta meneruskannya kembali ke tanah di bawahnya.
Jadi tanah dan struktur saling mempengaruhi melalui perantaraan pondasi.
12

Pengaruh SSI terhadap respon struktur tergantung pada kekakuan tanah,


karakteristik dinamis struktur atas (periode natural, faktor redaman), serta tipe
pondasi. Secara umum ada empat tipe pondasi seperti terlihat pada gambar di bawah
ini.

Gambar 2.7 Tipe pondasi, (a) Pondasi telapak; (b) Pondasi tiang; (c) Basemen
tanpa pondasi tiang; (d) Basemen dengan pondasi tiang.

Pada pondasi telapak, SSI terjadi pada permukaan bawah pondasi sedangkan
pada pondasi tiang SSI terjadi pada permukaan tiang dan dasar pondasi. Pada
basemen, interaksi tanah-struktur terjadi pada permukaan basemen baik bawah
maupun dinding samping basemen. Demikian pula pada sistem pondasi dengan
basemen dan pondasi tiang, interaksi terjadi pada permukaan basemen dan pondasi
tiang. Pengaruh SSI menjadi semakin berarti dan rumit seiring dengan
bertambahnya bidang kontak antara tanah dan pondasi berturut-turut dari pondasi
tipe (a) sampai (d).
13

2.3 Klasifikasi Situs Berdasarkan SNI 1726:2012


Prosedur untuk klasifikasi situs pada SNI 1726:2012 diuraikan pada Pasal 5.
Profil tanah situs harus diklasifikasikan sesuai dengan Tabel 3 SNI 1726:2012
berdasarkan profil tanah lapisan teratas sejauh 30 m. Apabila tidak tersedia data
tanah sampai kedalaman 30 m, maka sifat tanah harus diestimasi oleh ahli geoteknik
yang tersertifikasi.
Tabel 2.1 Klasifikasi Situs SC, SD, dan SE

Kelas Situs (m/detik) atau (kPa)


SC (tanah keras,
sangat padat dan 350 sampai 750 > 50 ³ 100
batua lunak)
SD (tanah
175 sampai 350 15 sampai 50 50 sampai 100
sedang)
SE (tanah lunak) < 175 < 15 < 50
Atau setiap profil tanah yang mengandung lebih dari 3 m
tanah dengan karakteristik sebagai berikut:
1. Indeks plastisitas, PI > 20,
2. Kadar air, w ³ 40%,

3. Kuat geser nir alir ̅ < 25 kPa

Penetapan kelas situs SC, SD, dan SE harus dilakukan dengan menggunakan
paling sedikit dua dari tiga parameter yaitu kecepatan rata-rata gelombang geser ̅ ,
tahanan penetrasi standar lapangan rata-rata , dan kuat geser niralir rata-rata ̅ .

̅ 2.7

dimana :
= tebal setiap lapisan antara kedalaman 0 sampai 30 m.
= kecepatan gelombang geser lapisan (m/dt)
∑ = 30 m.
Untuk tanah non-kohesif, tanah kohesif, dan lapisan batuan nilai dihitung
dengan rumus :
14


2.8

Sedangkan untuk lapisan tanah non-kohesif saja digunakan rumus :

2.9

dimana :


= ketebalan total dari lapisan tanah non-kohesif di 3o m lapisan teratas
= tahanan penetrasi standar 60% energi ( ) dengan nilai < 305 pukulan/m
Jika ditemukan perlawanan lapisan batuan, tidak boleh diambil > 305 pukulan/m.
̅ 2.10

dimana :
∑ = ketebalan total dari lapisan-lapisan tanah kohesif di dalam lapisan
30 m teratas.
= kuat geser niralir (kPa) dengan nilai tidak lebih dari 250 kPa

2.4 Penentuan Nilai Modulus Reaksi Tanah Dasar


Modulus reaksi tanah dasar (modulus of subgrade reaction) adalah suatu
konsep yang menjelaskan hubungan antara tekanan tanah dan lendutan yang terjadi.
Hubungan ini banyak digunakan pada analisa struktur pondasi seperti pada pondasi
telapak menerus, pondasi rakit maupun tiang pancang.
Nilai modulus reaksi tanah dasar dapat dicari dengan beberapa cara seperti
uji plat beban, tabel nilai tipikal atau korelasi serta perhitungan penurunan pondasi.
Terzaghi (1955) mengusulkan beberapa nilai seperti:
⁄ untuk tanah lempung 2.11

untuk tanah pasir 2.12

Sedangkan untuk plat segi empat siku-siku berdimensi di atas pasir:


,
2.13
15

dimana:
= modulus reaksi tanah dasar untuk pondasi plat penuh
= modulus reaksi tanah dasar hasil uji plat beban.
Broms (1998) juga mengusulkan nilai seperti:
,
. untuk tanah lempung 2.14
,
, untuk tanah pasir 2.15

dimana:
, = nilai modulus reaksi tanah dasar hasil uji plat beban lebar 0,3 m
= lebar footing dalam meter
Berdasarkan nilai daya dukung tanah Bowles (1983) memberikan nilai
pendekatan:
40 ⁄ 2.16
Dimana adalah faktor keamanan (safety factor) dengan lendutan yang terjadi
sebesar 2,5 cm. Umumnya nilai sebesar 3 sehingga persamaan di atas menjadi:
120 ⁄ 2.17
Beberapa peneliti memberikan pendekatan untuk menentukan nilai
berdasarkan nilai modulus elastisitas tanah , modulus geser tanah , serta angka
Poisson tanah diantaranya:
Biot (1937)
,
,
/ 2.18

Vesic (1961)
,
/ 2.19

Randolph (1981)

,
1 / 2.20

Xin Zhou (2013)


,
,
/ 2.21
16

Berdasarkan nilai SPT pada tanah kerikil (gravely soil) Moayed (2006)
memberikan pendekatan nilai :
,
3,143 2.22
dimana:
= nilai SPT yang dikoreksi terhadap pengaruh efisiensi tenaga 60%.
Disamping itu, Das (1998) memberikan nilai reaksi tanah dasar tipikal
berdasarkan jenis tanahnya sedangkan Bowles (1983) memberikan nilai yang
dapat digunakan sebagai panduan dan perbandingan apabila menggunakan
persamaan pendekatan.
Tabel 2.2 Nilai reaksi tanah dasar tipikal

Tipe tanah (soil type) , ⁄


Pasir kering ke lembab (dry to moist sand):
Lepas (loose) 8 - 25
Medium 25 - 125
Padat (dense) 125 - 375
Pasir jenuh (saturated sand):
Lepas (loose) 10 - 15
Medium 35 - 40
Padat (dense) 130 - 150
Lempung (clay):
Kaku (stiff) 10 - 25
Sangat kaku (very stiff) 25 - 50
Keras (hard) > 50
Sumber : Das (2011) Principles of Foundation Engineering, SI Seventh Edition

Tabel 2.3 Jangkauan Nilai-nilai Modulus Reaksi Tanah Dasar

Tanah ⁄
Parir lepas 4800 - 16000
Pasir padat sedang 9600 - 80000
Pasir padat 64000 - 128000
Pasir padat sedang berlempung 32000 - 80000
Pasir padat sedang berlanau 24000 - 48000
Tanah berlempung
qu  200 kPa 12000 - 24000
200 < qu  400 kPa 24000 - 48000
qu  800 kPa > 48000
Sumber : Bowles (1988) Analisa dan Desain Pondasi (terjemahan)
17

Gazetas (1991) memberikan rumusan untuk mengestimasi nilai kekakuan


pegas untuk pondasi yang berada di atas tanah sebagai berikut:
Arah vertikal (z),
,
0,73 1,54 2.23

Arah horisontal (y) atau arah lateral,


,
2 2,50 2.24

Arah horisontal (x) atau arah longitudinal,


,
1 2.25
,

Sedangkan untuk pondasi yang tertanam persamaan di atas menjadi:


Arah vertikal (z),

, 1 1 1,3 1 0,2 2.26

dimana:
= , pada persamaan (2.20)
= Luas bidang kontak samping aktual untuk tinggi
= Luas pondasi
Untuk arah horisontal (y) dan (x),
,
, 1 0,15 1 0,52 2.27

,
, 2.28

Untuk pondasi dangkal yang kaku dibandingkan tanah pendukungnya,


FEMA 356 memberikan nilai konstanta pegas sebagai berikut:
Translasi sepanjang sumbu-x,
,
, 3,4 1,2 2.29

Translasi sepanjang sumbu-y,


,
, 3,4 0,4 0,8 2.30

Translasi sepanjang sumbu-z,


18

,
, 1,55 0,8 2.31

Untuk pondasi yang tertanam diberikan koreksi faktor sebagai berikut:


Translasi sepanjang sumbu-x,
,
1 0,21 . 1 1,6 2.32

Translasi sepanjang sumbu-y,


Translasi sepanjang sumbu-z,

1 2 2,6 . 1 0,32 2.33

Gambar 2.8 Ilustrasi penggunaan ketentuan FEMA 356

2.5 Hubungan antara Nilai SPT dan Modulus Elastisitas Tanah


SNI 4153:2008 mendefinisikan uji penetrasi standar (Standard Penetration
Test atau SPT) sebagai suatu metode uji yang dilaksanakan untuk mengetahui, baik
perlawanan dinamik tanah maupun pengambilan contoh terganggu dengan teknik
penumbukan. Pengujian dilaksanakan bersamaan dengan pengeboran. SPT ini
merupakan salah satu pengujian yang paling populer dan ekonomis untuk
mendapatkan informasi lapisan tanah bawah permukaan.
Salah satu parameter penting dalam analisa pondasi adalah nilai modulus
elastisitas tanah . Nilai SPT dapat digunakan untuk mendekati besaran nilai
modulus elastisitas tanah seperti yang diberikan oleh beberapa peneliti seperti yang
terangkum pada Tabel 2.4.
19

Tabel 2.4 Hubungan antara nilai , , dan menggunakan formula Vesic


(1961)

Referensi Tipe tanah Hubungan N - Es Hubungan N - ks


Bowles (1996) Pasir berlempung
0,32 4,8 1,17 17,6
(clayey sand)
Lanau, lanau
berpasir, atau 0,3 1,8 1,1 6,6
lanau berlempung
(Silt, sandy silts,
or clayey silt)
Webb (1969) Pasir berlempung
0,33 1,66 1,2 6,07
(clayey sand)
Naeini (2014) Lempung (clay) 0,264 0,96
Sumber: Naeini (2014)

Nilai N terukur harus dikoreksi terhadap efisiensi sebesar 60% dengan


memperhatikan pengaruh prosedur pengujian, diameter lubang bor, serta panjang
batang bor. Skempton (1986) menyarankan persamaan:
2.34
,

dimana:
= efisiensi 60%
= efisiensi pemukul
= koreksi diameter lubang bor
= koreksi tipe tabung sampler SPT
= koreksi panjang batang bor
= Nilai hasil uji di lapangan
Untuk menyatakan nilai tenaga terkoreksi terhadap pengaruh tegangan
efektif vertikal dinyatakan dengan nilai . Nilai ini menggambarkan evaluasi
pasir murni untuk interpretasi kepadatan relatif, sudut geser, dan potensi likuifaksi.
SNI 4153:2008 menyatakannya dengan persamaan:
2.35
dimana:
= nilai SPT yang dikoreksi terhadap pengaruh efisiensi tenaga 60%
20

= hasil uji SPT di lapangan


= faktor koreksi terhadap tegangan vertikal efektif (nilainya  1,70)
= faktor koreksi terhadap rasio tenaga palu
= faktor koreksi terhadap diameter bor
= faktor koreksi untuk panjang batang SPT
= koreksi terhadap tabung contoh (samplers) dengan atau tanpa pelapis

2.6 Pemodelan Tanah untuk Pondasi Tiang


Pengaruh tanah disekitar pondasi tiang dalam arah horisontal dapat
dimodelkan sebagai elemen dengan kekakuan aksial saja. Elemen ini diletakkan
pada salah satu sisi pondasi tiang dengan kekakuan aksial yang sama baik tekan
maupun lentur. Silva (2008) memberikan pendekatan nilai kekakuan pegas pada
setiap kedalaman tiang dihitung dengan persamaan:
∆ 2.36
dimana adalah kekakuan pegas ekivalen, adalah koefisien reaksi tanah dasar
(kN/m3), dan ∆ adalah jarak antara dua pegas pada kedalaman .
Kekakuan pegas pada pile cap dihitung dengan persamaan:

∗ 2.37

dimana dan berturut-turut adalah tinggi dan lebar pile cap.


Kekakuan pegas vertikal ujung tiang (hanya untuk tiang tekan) dihitung dengan
persamaan:

∗ 2.38

dimana adalah acuan diameter tiang untuk mendapatka nilai .
Kekakuan vertikal terhadap geser permukaan tiang diberikan oleh Pender (1978)
dan Poulos (1971) melalui persamaan:
,
1,8 2.39
Dimana adalah nilai modulus young tanah pada ujung tiang, adalah rasio
pondasi tiang, dan rasio kekakuan tiang-tanah yang dinyataka dengan persamaan:
2.40
21

2.41

digunakan untuk mendistribusikan efek kekakuan tanah vertikal sepanjang


pondasi tiang. Apabila satu buah pegas vertikal diletakkan pada dasar pondasi tiang
maka nilai 1,00. Namun apabila pegas vertikal diletakkan disepanjang pondasi
tiang maka nilai diberikan melalui persaman:

2.42

Gambar 2.9 Model Finite Elemen untuk Pondasi Tiang Tunggal


Sumber: Silva (2008)

Gambar 2.10 Model Finite Elemen untuk Pondasi Tiang Grup


Sumber: Silva (2008)
22

Sosrodarsono dan Nakazawa (2000) memberikan pendekatan empiris untuk


menentukan nilai konstanta pegas yang umum di pakai di Jepang:
.
. 2.43

Untuk tiang yang terbuat dari pipa baja,


0,027 ⁄ 0,2 2.44
Untuk tiang beton pratekan,
0,04 ⁄ 0,27 2.45
Untuk tiang dicor di tempat,
0,022 ⁄ 0,05 2.46
dimana:
= Luas penampang netto tiang (cm2)
= Modulus elastisitas tiang (kg/cm2)
= Panjang tiang (cm)
= Diameter tiang (cm)
⁄  10
Sedangkan perkiraan koefisien pegas dalam arah mendatar diperkirakan
berdasarkan persamaan berikut.

. 2.47

0,2 . 2.48
dimana:
= harga (kg/cm2) bila pergeseran pada permukaan dibuat 1 cm.
= Besarnya pergeseran yang akan dicari (cm)
= Modulus deformasi tanah pondasi, 28
= Nilai Standard Penetration Test (SPT)
= Diameter tiang (cm)

2.7 Interaksi Tanah-Struktur dalam Perencanaan Bangunan Tahan Gempa


SNI 1726:2012 tidak mewajibkan penggunaan analisa SSI dalam
perencanaan bangunan tahan gempa. Pasal 13 SNI 1726:2012 hanya mengatur
ketentuan-ketentuan yang wajib diikuti apabila pengaruh SSI diperhitungkan dalam
23

analisa, itupun terbatas bila model yang digunakan dalam analisa respons struktur
tidak secara langsung menggabungkan efek fleksibilitas pondasi.
Penggunaan ketentuan mengenai SSI dalam SNI 1726:2012 akan
menurunkan nilai beban geser dasar, beban lateral, serta momen guling. Namun
sebaliknya, perpindahan lateral yang terjadi akan semakin besar serta meningkatnya
beban sekunder yang terkait dengan efek P-delta.

2.8 Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia 2017


Setelah terakhir terbit sebagai Peta Hazard Gempa Indonesia tahun 2010
maka pada tahun 2017 dilakukan pemutakhiran data dengan mempertimbangkan
adanya penemuan, penambahan serta identifikasi sumber gempa yang baru,
teridentifikasinya sesar-sesar aktif baru dengan jumlah yang cukup signifikan serta
ketersediaan data dasar topografi yang lebih baik maka melalui Pusat Studi Gempa
Nasional disusunlah buku Peta sumber dan bahaya gempa Indonesia tahun 2017.
Peta sumber dan bahaya gempa 2017 ini belum diadopsi dalam standar
perencanaan ketahanan gempa namun dapat digunakan sebagai rujukan terbaru
dalam perencanaan bangunan tahan gempa di Indonesia. Pada penelitian ini
digunakan Peta percepatan puncak di batuan dasar (SB) untuk probabilitas
terlampaui 2% dalam 100 tahun dengan pertimbangan mempunyai nilai PGA yang
mendekati PGA daerah Berkeley USA sebagai tempat berdirinya Berkeley Building
yang ditinjau dalam penelitian ini. Dari Gambar 2.11 terlihat wilayah Bali memiliki
PGA berkisar antara 0.5 – 0,6 g. Untuk penelitian ini dipakai PGA sebesar 5.5 g.
Untuk mengkonversi nilai PGA menjadi nilai dan digunakan persamaan
yang disarankan Lubkowski (2012) dimana :
⁄ 0,3386 2,1696 2.49
⁄ 0,5776 0,5967 2.50
Dengan memasukkan nilai PGA sebesar 0,55 g maka didapat nilai = 1,296 dan
= 0,503 dan kurva spektrum respon ragamnya terlihat pada Gambar 5.12.
24

Gambar 2.11 Peta percepatan puncak di batuan dasar (SB) untuk probabilitas
terlampaui 2% dalam 100 tahun.
Sumber: Peta sumber dan bahaya gempa Indonesia tahun 2017

Spektrum respon ragam gempa rencana


1
0,9
0,8
0,7
Akselerasi (g)

0,6
0,5 SC
0,4 SD
0,3 SE
0,2
0,1
0
0 2 4 6 8 10
Periode (detik)

Gambar 2.12 Kurva spektrum respon ragam gempa rencana

Anda mungkin juga menyukai