TINJAUAN PUSTAKA
3
4
dibandingkan dengan model tanpa SSI (pondasi kaku / fix base) yang menggunakan
perletakan jepit dan sendi. Dari penelitiannya didapatkan simpangan pada model
SSI lebih besar dibandingkan dengan model tanpa SSI, gaya-gaya dalam yang lebih
kecil pada model SSI serta waktu getar alami struktur yang lebih panjang pada
model SSI.
Penelitian serupa dilakukan oleh Widyanata (2017). Berbeda dengan Putra
(2017), Widyanata melakukan pemodelan pondasi tiang pancang pada struktur
gedung dengan dan tanpa interaksi tanah-struktur. Hasilnya pun tidak jauh berbeda
dengan penelitian Putra (2017). Simpangan pada model SSI (model spring dan
solid) lebih besar dibandingkan dengan model pondasi kaku (perletakan jepit dan
sendi). Secara umum gaya-gaya dalam yang dihasilkan pada model pondasi kaku
lebih besar dibandingkan pada model pondasi fleksibel (flexible base).
Namun tidaklah dapat dikatakan bahwa pengaruh SSI selalu menguntungkan
terhadap respon dinamis struktur. Untuk mengetahui pengaruh SSI pada kinerja
inelastik tiang jembatan, Mylonakis dan Gazetas (2000) melakukan analisa
inelastic non liniar pada modelnya. Hasil analisa sistem pondasi kaku dibandingkan
dengan sistem pondasi fleksibel. Disimpulkan kemudian bahwa pada tipe tanah dan
pergerakan tanah (ground motion) tertentu perpanjangan waktu getar alami akibat
SSI dapat merugikan struktur itu sendiri. Dinyatakan pula bahwa dengan
membandingkan aturan konvensional mengenai desain spektra dengan respon
spektra aktual terlihat bahwa peningkatan periode natural fundamental akibat SSI
tidak berarti respon yang lebih kecil dan anggapan bahwa SSI selalu
menguntungkan adalah penyederhanaan yang terlalu berlebihan dan dapat
mengarah pada desain yang tidak aman.
Manafpour dan Moradi (2012) melakukan penelitian mengenai efek dari
beberapa parameter analisa pemodelan terpenting seperti tipe struktur, aspek rasio,
massa tanah, dimensi model tanah dan tipe kondisi batas (boundary condition) pada
respon dinamik struktur akibat gerakan tanah horisontal dan vertikal yang terjadi
bersamaan. Model sistem struktur yang diteliti meliputi struktur rangka baja
pemikul momen (moment frame) dan rangka baja dengan bresing (braced frame)
dengan ketinggian 5, 10, dan 20 lantai dengan tiga buah rasio tinggi struktur
5
terhadap lebar pondasi yang berbeda. Analisa SSI menggunakan bantuan software
SAP2000 dimana tanah diasumsikan satu lapis dengan kedalaman 80 meter.
Ditemukan bahwa respon struktur untuk berbagai model struktur dipengaruhi oleh
tipe pemodelan kondisi batas-nya dimana model dengan kondisi batas terkekang
(tied boundary) memberikan kinerja yang terbaik dibandingkan model lainnya.
Hasil penelitiannya juga menunjukkan pengaruh dinamik SSI dapat meningkatkan
atau mengurangi respon gempa tergantung dari karakteristik tanah dan tipe struktur.
Analisa SSI juga meningkatkan nilai simpangan antar lantai terutama ada struktur
yang tinggi.
Raheem dkk. (2014) melakukan penelitian tentang pengaruh SSI terhadap
respon gempa bangunan berlantai banyak di atas pondasi rakit. Model struktur
rangka penahan momen (moment resisting frame) dengan ketinggian 6 dan 12 lantai
dianalisa pada model pondasi kaku dan model SSI menggunakan pondasi rakit.
Sembilan buah gerakan tanah (ground motion) gempa dari tujuh buah gempa yag
berbeda diterapkan dalam analisa. Analisa dilakukan dengan bantuan program
ETABS 9.7. Hasil penelitian menunjukkan bahwa analisa SSI memberikan efek
yang signifikan terhadap gaya geser dasar dan perpindahan lantai atap bila
dibandingkan dengan model tanpa SSI. Disebutkan juga bahwa pada kondisi tanah
kaku pengaruh ini dapat diabaikan dan struktur dapat dianalisa dengan kondisi
perletakan jepit. Namun pada kondisi tanah fleksibel, respon dinamis struktur akan
berbeda dengan model perletakan jepit. Pengabaian efek SSI dapat menyebabkan
desain yang tidak aman untuk bangunan yang berada pada tanah lunak.
Ada berbagai cara untuk memodelkan SSI pada bangunan. Finn (2010)
menganalisa beberapa model dan membandingkannya dengan solusi “model
terbaik” pada struktur 54 lantai dengan beberapa basemen.
Dengan membandingkan rasio simpangan semua model terhadap model (a)
yang dianggap paling mewakili kondisi SSI didapatkan hasil bahwa model (b)
memberikan hasil yang mendekati model (a) walaupun pada besemen terlalu tinggi
(overestimated) dan pada atap terlalu rendah (underestimated). Model (c)
memberikan hasil yang terlalu jauh dibandingkan model (a) sedangkan model (d)
memberikan hasil terlalu tinggi pada basemen dan terlalu rendah dekat atap.
6
Gambar 2.1 Model penelitian Finn (2010). (a) Model paling akurat; (b) Model #3c
tanpa interaksi pondasi; (c) Model #3b; (d) Model #3d
Banyak penelitian telah dilakukan sejak tiga puluh tahun yang lalu untuk
mengetahui respon dari pondasi tiang tunggal terhadap gaya lateral baik statik
maupun dinamik. Salah satu yang terbaru adalah dilakukan oleh Sa’don (2012).
Pada penelitiannya, dilakukan tes skala penuh terhadap pondasi tiang yang tertanam
dalam tanah di Auckland. Pondasi tiang yang digunakan adalah tiang pipa baja
dengan diameter luar 273 mm dan ketebalan 9,3 mm. Gaya lateral statik dikerjakan
dengan menggunakan jack hidrolik sedangkan beban dinamis menggunakan
eccentric mass shaker. Selain itu juga dilakukan pengujian getaran bebas (free
vibration) dan snap-back test dengan menggunakan instrumen sledgehamer dan
snap shackle yang memiliki mekanisme release yang cepat.
Hasil uji lapangan dibandingkan dengan hasil analisa menggunakan metode
elastic continuum model (ECM) serta model numerik dengan menggunakan
7
Materi mengenai SSI untuk desain bangunan tahan gempa telah dimasukkan
kedalam Pasal 13 SNI 1726:2012. Sedangkan di Amerika Serikat yang menjadi
acuan SNI ini telah mengadopsinya sejak beberapa tahun yang lalu terutama setelah
dikeluarkannya FEMA 440, Improvement of Inelastic Seismic Analysis Procedure.
Namun kurangnya pengetahuan mengenai SSI ini serta ketiadaan pedoman praktis
dalam perencanaan desain SSI membuat analisa ini kurang populer.
Ada dua hal utama terkait efek SSI terhadap struktur bangunan yaitu efek
interaksi inersia serta efek interaksi kinematik. Efek-efek ini terkait dengan
kekakuan dan redaman pondasi, variasi antara input gerakan pondasi serta
deformasi pondasi. Metode perhitungan untuk mengetahui efek-efek tersebut dapat
dibedakan menjadi analisa langsung dan pendekatan sub-struktur.
8
, 2 2.2
sehingga:
∆
T 2π ⁄∆
2π 2.3
2 2.4
9
Gambar 2.4 Lendutan pada struktur dengan fleksibelitas vertikal, horisontal, dan
rotasi pada tumpuannya
1 2.5
Selain periode perpanjangan di atas, perilaku sistem struktur juga dipengaruhi oleh
redaman pondasi . Redaman ini tersusun dari hysteretic damping serta radiation
damping. Redaman pondasi memberikan kontribusi langsung kepada redaman
tumpuan fleksibel :
⁄
2.6
dimana:
adalah redaman struktur bagian atas dengan asumsi tumpuan jepit, umumnya
diambil 5% untuk sistem struktur tupikal.
akibat bangunan yang tertanam di bawah permukaan tanah. Namun efek dari
interaksi kinematik ini tidak diijinkan penggunaanya apabila analisa gaya lateral
ekivalen dan modal respons spektrum digunakan karena adanya kemungkinan
desain yang berlebihan.
Gambar 2.5 Contoh pendekatan langsung dalam analisa SSI untuk pier jembatan
pada pile cap di atas dua lapisan tanah
Sumber : Lai dan Martinelli (2013)
Gambar 2.6 Pendekatan sub-struktur dalam SSI. (a) geometri problem SSI; (b)
dekomposisi problem menjadi respon kinematik dan respon inersia; (c) analisa
dua langkah interaksi inersia.
Sumber : Mylonakis (2006)
Gambar 2.7 Tipe pondasi, (a) Pondasi telapak; (b) Pondasi tiang; (c) Basemen
tanpa pondasi tiang; (d) Basemen dengan pondasi tiang.
Pada pondasi telapak, SSI terjadi pada permukaan bawah pondasi sedangkan
pada pondasi tiang SSI terjadi pada permukaan tiang dan dasar pondasi. Pada
basemen, interaksi tanah-struktur terjadi pada permukaan basemen baik bawah
maupun dinding samping basemen. Demikian pula pada sistem pondasi dengan
basemen dan pondasi tiang, interaksi terjadi pada permukaan basemen dan pondasi
tiang. Pengaruh SSI menjadi semakin berarti dan rumit seiring dengan
bertambahnya bidang kontak antara tanah dan pondasi berturut-turut dari pondasi
tipe (a) sampai (d).
13
Penetapan kelas situs SC, SD, dan SE harus dilakukan dengan menggunakan
paling sedikit dua dari tiga parameter yaitu kecepatan rata-rata gelombang geser ̅ ,
tahanan penetrasi standar lapangan rata-rata , dan kuat geser niralir rata-rata ̅ .
∑
̅ 2.7
∑
dimana :
= tebal setiap lapisan antara kedalaman 0 sampai 30 m.
= kecepatan gelombang geser lapisan (m/dt)
∑ = 30 m.
Untuk tanah non-kohesif, tanah kohesif, dan lapisan batuan nilai dihitung
dengan rumus :
14
∑
2.8
∑
2.9
∑
dimana :
∑
∑
= ketebalan total dari lapisan tanah non-kohesif di 3o m lapisan teratas
= tahanan penetrasi standar 60% energi ( ) dengan nilai < 305 pukulan/m
Jika ditemukan perlawanan lapisan batuan, tidak boleh diambil > 305 pukulan/m.
̅ 2.10
∑
dimana :
∑ = ketebalan total dari lapisan-lapisan tanah kohesif di dalam lapisan
30 m teratas.
= kuat geser niralir (kPa) dengan nilai tidak lebih dari 250 kPa
dimana:
= modulus reaksi tanah dasar untuk pondasi plat penuh
= modulus reaksi tanah dasar hasil uji plat beban.
Broms (1998) juga mengusulkan nilai seperti:
,
. untuk tanah lempung 2.14
,
, untuk tanah pasir 2.15
dimana:
, = nilai modulus reaksi tanah dasar hasil uji plat beban lebar 0,3 m
= lebar footing dalam meter
Berdasarkan nilai daya dukung tanah Bowles (1983) memberikan nilai
pendekatan:
40 ⁄ 2.16
Dimana adalah faktor keamanan (safety factor) dengan lendutan yang terjadi
sebesar 2,5 cm. Umumnya nilai sebesar 3 sehingga persamaan di atas menjadi:
120 ⁄ 2.17
Beberapa peneliti memberikan pendekatan untuk menentukan nilai
berdasarkan nilai modulus elastisitas tanah , modulus geser tanah , serta angka
Poisson tanah diantaranya:
Biot (1937)
,
,
/ 2.18
Vesic (1961)
,
/ 2.19
Randolph (1981)
,
1 / 2.20
Berdasarkan nilai SPT pada tanah kerikil (gravely soil) Moayed (2006)
memberikan pendekatan nilai :
,
3,143 2.22
dimana:
= nilai SPT yang dikoreksi terhadap pengaruh efisiensi tenaga 60%.
Disamping itu, Das (1998) memberikan nilai reaksi tanah dasar tipikal
berdasarkan jenis tanahnya sedangkan Bowles (1983) memberikan nilai yang
dapat digunakan sebagai panduan dan perbandingan apabila menggunakan
persamaan pendekatan.
Tabel 2.2 Nilai reaksi tanah dasar tipikal
Tanah ⁄
Parir lepas 4800 - 16000
Pasir padat sedang 9600 - 80000
Pasir padat 64000 - 128000
Pasir padat sedang berlempung 32000 - 80000
Pasir padat sedang berlanau 24000 - 48000
Tanah berlempung
qu 200 kPa 12000 - 24000
200 < qu 400 kPa 24000 - 48000
qu 800 kPa > 48000
Sumber : Bowles (1988) Analisa dan Desain Pondasi (terjemahan)
17
dimana:
= , pada persamaan (2.20)
= Luas bidang kontak samping aktual untuk tinggi
= Luas pondasi
Untuk arah horisontal (y) dan (x),
,
, 1 0,15 1 0,52 2.27
,
, 2.28
,
, 1,55 0,8 2.31
dimana:
= efisiensi 60%
= efisiensi pemukul
= koreksi diameter lubang bor
= koreksi tipe tabung sampler SPT
= koreksi panjang batang bor
= Nilai hasil uji di lapangan
Untuk menyatakan nilai tenaga terkoreksi terhadap pengaruh tegangan
efektif vertikal dinyatakan dengan nilai . Nilai ini menggambarkan evaluasi
pasir murni untuk interpretasi kepadatan relatif, sudut geser, dan potensi likuifaksi.
SNI 4153:2008 menyatakannya dengan persamaan:
2.35
dimana:
= nilai SPT yang dikoreksi terhadap pengaruh efisiensi tenaga 60%
20
∗ 2.37
∗ 2.38
∗
dimana adalah acuan diameter tiang untuk mendapatka nilai .
Kekakuan vertikal terhadap geser permukaan tiang diberikan oleh Pender (1978)
dan Poulos (1971) melalui persamaan:
,
1,8 2.39
Dimana adalah nilai modulus young tanah pada ujung tiang, adalah rasio
pondasi tiang, dan rasio kekakuan tiang-tanah yang dinyataka dengan persamaan:
2.40
21
2.41
2.42
analisa, itupun terbatas bila model yang digunakan dalam analisa respons struktur
tidak secara langsung menggabungkan efek fleksibilitas pondasi.
Penggunaan ketentuan mengenai SSI dalam SNI 1726:2012 akan
menurunkan nilai beban geser dasar, beban lateral, serta momen guling. Namun
sebaliknya, perpindahan lateral yang terjadi akan semakin besar serta meningkatnya
beban sekunder yang terkait dengan efek P-delta.
Gambar 2.11 Peta percepatan puncak di batuan dasar (SB) untuk probabilitas
terlampaui 2% dalam 100 tahun.
Sumber: Peta sumber dan bahaya gempa Indonesia tahun 2017
0,6
0,5 SC
0,4 SD
0,3 SE
0,2
0,1
0
0 2 4 6 8 10
Periode (detik)