Oleh :
TARI AMANDA R
No. BP. 1311212013
TAHUN 2016
NO. BP : 1311212013
PEMINATAN : EPIDEMIOLOGI
UNIVERSITAS ANDALAS
Hasil karyaku ini kupersembahkan sebagai bentuk cinta dan baktiku kepada orang tuaku.
Untuk ayaaaahhhhhedi-ku dan ibuuuuuuu eni-ku
Terimakasih untuk semua perjuangan dan do’a-do’a selama ini
Love you Mmuahhhh
Kepada Ibu Ade terimakasih banyak untuk bimbingannya selama ini, untuk setiap kesempatan
dan kepercayaan yang telah diberikan. Bersyukur sekali telah menjadi anak bimbinganmu dan
berhasil menyelasaikan semua ini. Alhamdulillah........
Kepada bapak Masrizal, Ibu Fauziah, dan Ibu Vivi terimakasih banyak telah membimbing dan
mengajarkan ananda menjadi lebih baik lagi......
Kepada teman-teman seperjuangan (FKM ’13) khususnya rekan-rekan Epidemilogi 13” yang tak
bisa tersebutkan namanya satu persatu terima kasih yang tiada tara ku ucapakan
Untuk ipit-ku terimakasih karena telah berjuang bersama. Akhirnya resmi SKM di hari yang
sama, dan alhamdulillah h-2 terbebas dari tuntutan UKT hahaha
Untuk seseorang yang spesial terimakasih banyak, Banyak pelajaran dan banyak pengalaman
yang bisa dimaknai . Kisah ini akan terus berlanjut. Semoga kita masih tetap sama. Tetap
berjuang dan saling menguatkan.
Inshaallah kalau jodoh tak kemana
Akhir kata, semoga skripsi ini membawa kebermanfaatan bagi siapapun dan dimanapun
.
Jika engkau jatuh maka bergegaslah untuk bangkit, jika engkau tak mampu bangkit
maka mulailah dengan perlahan, yakini semua yang ada dalam dirimu. Semangatlah. Tak ada
perjungan yang sia-sia.
Dimana ada niat disitu ada jalan.
Allahualam................
No Telp/HP : 085834141564.
E-mail : tariamanda1995@gmail.com
Riwayat Pendidikan :
ABSTRAK
Tujuan
TB masih menjadi penyakit menular utama di dunia dan semakin menjadi
perhatian karena dapat meyerang siapa dan dimana saja. Prevalensi adalah
salah satu indikator penting untuk mengukur permasalahan TB paru. Prevalensi
TB paru di Kota Padang mengalami peningkatan sebesar 0,18 % pada tahun
2016. Banyak faktor yang dicurigai menjadi penyebab terjadinya peningkatan
prevalensi TB Paru ini, yakni diantaranya faktor sosiodemografi dan
lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran serta
mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara variabel sosiodemografi dan
lingkungan terhadap prevalensi TB Paru per kecamatan di Kota Padang pada
btahun 2016.
Metode
Metode penelitian adalah deskriptif analitik dengan desain studi ekologi.
Dilakukan pengumpulan data sekunder di Dinkes Kota Padang. Data dianalisis
secara univariat dan bivariat.
Hasil
Hasil analisis univariat digambarkan dengan tabel serta pemetaan variabel
sosiodemografi dan lingkungan per-kecamatan di Kota Padang. Selanjutnya
pada hasil analisis bivariat diperoleh bahwa persentase rumah sehat dan rumah
tangga ber-phbs memiliki hubungan dengan prevalensi TB Paru (r= -0,854)
dan (r=-0,607). Sedangkan persentase jenis kelamin (r=0,103), angka
kepadatan penduduk (r=0,185), rasio sarana pelayanan kesehatan (r=-0,061)
juga tidak memiliki hubungan dengan prevalensi TB Paru per kecamatan di
Kota Padang.
Kesimpulan
Rumah sehat dan rumah tangga ber-phbs memiliki pengaruh terhadap
hubungan faktor sosiodemografi dan lingkungan dengan prevalensi TB Paru.
Untuk itu diharapkan kepada pihak Dinkes, Puskesmas dan instansi kesehatan
terkait dapat meningkatkan upaya pencegahan dan pengendalian penyakit TB
paru ini. Pendekatan kepada masyarakat terkhusus keluarga di dalam rumah
tangga merupakan salah satu cara yang tepat untuk mengurangi resiko
terjadinya TB paru, terutama untuk meningkatkan persentase rumah sehat dan
rumah tangga ber-PHBS.
i
FACULTY OF PUBLIC HEALTH
ANDALAS UNIVERSITY
Undergraduate Thesis, July 2017
Tari Amanda R, No. BP. 1311212013
SOCIODEMOGRAPHY AND ENVIRONMENTAL ECOLOGY STUDY
ON TUBERCULOSIS PARENTS IN PADANG CITY 2016
ABSTRACT
Objective
Pulmonary Tuberculosis (TB) is a disease caused by Mycobacterium
tuberculosis. TB is still a major infectious disease in the world and it is
increasingly a concern because it can attack anyone and anywhere. The
important indicator for measuring pulmonary TB problems is to see prevalence
of the cases. The prevalence of pulmonary tuberculosis in Padang has increased
by 0.18% in 2016. Many factors are suspected to be the cause of the increasing
prevalence of pulmonary tuberculosis, such as sociodemography and
environmental factors. This study aims to obtain a picture and to know the
relationship between sociodemographic and environmental variables on the
prevalence of Pulmonary TB each sub-district in Padang City in 2016.
Method
The research method is analytical descriptive with ecological study design.
Secondary data was collected in Padang City Health Office. Data were
analyzed by univariate and bivariate with correlate test and linear regression.
Result
The results of univariate analysis are depicted with tables and mapping of
sociodemographic and environmental variables per sub-district in Padang City.
Next the result of bivariate analysis showed that the percentage of healthy
house and phosphate households was related to the prevalence of pulmonary
tuberculosis (r =-0,854) and (r = -0,607). While the percentage of sex
(r=0,103), population density (r=0,185), ratio of health service also have no
relation with prevalence Pulmonary TB per sub-district in Padang City
Conclusion
Healthy homes and phylogenic households have an influence on the association
of sociodemographic and environmental factors with the prevalence of
pulmonary tuberculosis. Therefore, it is hoped that the health office, health
center and related health institutions can improve the prevention and control of
pulmonary TB disease. Approach to community-specific family in the
household is one of the appropriate ways to reduce the risk of pulmonary
tuberculosis, especially to increase the percentage of healthy homes and
households with PHBS
References : 71 (1999-2017)
Keywords : Ecology, environment, prevalence, sociodemography, Pulmonary
TB
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadiran Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya
dan pikiran dari berbagai pihak. Untuk itu peneliti mengucapkan terima kasih
kepada:
perkuliahan.
2. Ibu Ade Suzana Eka Putri, SKM, M.Comm Health Sc.Ph.D selaku
4. Bapak dan Ibu Dosen beserta Staf Program Studi Kesehatan Masyarakat
5. Orang tua dan Keluarga besar yang turut memberikan dukungan baik
iii
langsung yang telah membantu dalam menyelesaikan usulan penelitian
skripsi ini.
masih jauh dari kesempurnaan, baik materi maupun teknik penulisan. Oleh
karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak yang
Peneliti
iv
DAFTAR ISI
PERNYATAAN PENGESAHAN
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR ................................................................................................ iii
v
BAB 3 : METODE PENELITIAN ............................................................................ 33
BAB 4 : HASIL.......................................................................................................... 40
6.2 Saran................................................................................................................. 74
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 4.2 Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Tahun 2016 . 41
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Tahun 2016 ................................................................................ 42
Tabel 4.6 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian TB Paru di Kota Padang
................................................................................................... 52
Tabel 4.8 Hubungan persentase rumah sehat terhadap prevalensi TB Paru ..... 57
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Modifikasi Kerangka Teori H,L Blum, L.Green, John Gordon ... 31
Gambar 2.2 Diagram kerangka konsep TB Paru .............................................. 32
Gambar 4.1 Prevalensi TB Paru per kecamatan di Kota Padang Tahun 2016 .. 44
Gambar 4.2 Persentase Penduduk Kota Padang Berdasarkan Jenis Kelamin
Tahun 2016 .................................................................................. 47
Gambar 4.3 Persentase Kepadatan Penduduk di Kota Padang Tahun 2016 ..... 48
Gambar 4.4 Rumah Sehat di Kota Padang Tahun 2016.................................... 49
Gambar 4.5 Presentase RT Ber-PHBS di Kota Padang Tahun 2016 ................ 51
Gambar 4.6 Rasio sarana pelayanan kesehatan di Kota Padang Tahun 2016 ... 52
Gambar 4.7 Scatter Plots Hubungan Persentase Jenis Kelamin laki-laki
Terhadap Prevalensi TB Paru di Kota Padang Tahun 2016 ...... 54
Gambar 4.8 Scatter Plots Hubungan Angka Kepadatan Penduduk Terhadap
Prevalensi TB Paru di Kota Padang Tahun 2016 ........................ 56
Gambar 4.9 Scatter Plots Plots Hubungan Persentase Rumah Sehat Terhadap
Prevalensi TB Paru di Kota Padang Tahun 2016 ........................ 58
Gambar 4.10 Scatter Plots Hubungan persentase rumah phbs terhadap
prevalensi TB Paru di Kota Padang Tahun 2016 .................... 60
Gambar 4.11 Scatter Plots Hubungan rasio rumah sakit terhadap prevalensi TB
Paru di Kota Padang Tahun 2016. ............................................... 62
viii
DAFTAR LAMPIRAN
ix
DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN
x
BAB 1 : PENDAHULUAN
dua setelah HIV.[1] Penyakit TB juga merupakan penyebab kematian nomor 5 setelah
penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran napas pada semua kelompok usia dan
Organization (WHO) pada tahun 2013 terjadi kenaikan jumlah kasus terinfeksi
kuman TB sebesar 0,6 % pada tahun 2014.[3] Pada tahun 2014 di dunia persentase TB
Paru terbanyak adalah pada wilayah Afrika (37%), sedangkan Asia Tenggara
tertinggi di dunia.[1] Angka prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 0,4
% dari jumlah penduduk.[5] Prevalensi TB paru di Sumatera Barat pada tahun 2013
adalah 0,2 %.(5) Pada tahun 2014 prevalensi TB di Sumbar adalah 0,11 % dan pada
Provinsi Sumatera Barat. Prevalensi TB Paru di Kota Padang pada tahun 2014 adalah
0,11 %.[7] Sedangkan pada tahun 2016 meningkat menjadi 0,18 %.[8] Angka ini
kesehatan lingkungan dan faktor perilaku.[9] Penelitian yang dilakukan oleh Rukmini
tahun 2007 menyatakan bahwa terdapat beberapa faktor risiko terjadinya TB Paru,
1
2
diantaranya yakni umur, jenis kelamin, status pekerjaan, status gizi, kondisi fisik
rumah.[9] Hal tersebut didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Jendra di
Kecamatan Wori yang menyatakan bahwa umur, jenis kelamin, dan kepadatan
Menurut WHO, jenis kelamin dapat juga menyebabkan terjadinya penyakit TBC
Paru yang cenderung lebih tinggi pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan
perempuan dikarenakan oleh faktor kebiasaan merokok pada lakilaki yang hampir
dua kali lipat dibandingkan wanita.[4] Penelitian Chandra Wibowo yang menemukan
bahwa pada laki-laki mendapatkan TB Paru Pada kasus kontak 0, 36 kali pada
perempuan.[12]
berkaitan dengan kualitas kesehatan dan kualitas hidup pada masyarakat. Masalah
berhubungan dengan kepadatan jumlah penduduk yang tidak merata. Wilayah yang
kumuh, hygiene dan nutrisi yang buruk, sehingga bila ada warganya terkena
tidak langsung terhadap kejadian Penyakit TB Paru, karena lingkungan rumah yang
3
kurang memenuhi syarat kesehatan atau rumah yang terlalu sempit akan
rumah, luas ventilasi, pencahayaan, lantai dan dinding mempunyai hubungan yang
tidak baik berperan pada kejadian infeksi TB (45,6%) dibandingkan dengan ventilasi
baik (35,7%), sesuai dengan penelitian Gustafon.[16] Ventilasi rumah yang buruk
dapat meningkatkan transmisi kuman TB karena aliran udara yang statis. Aliran
udara yang statis akan menyebabkan udara yang mengandung banyak kuman TB
akan terhirup oleh anak yang berada dalam rumah dengan ventilasi buruk.[17]
dilakukan dalam rumah tangga, salah satuya adalah tidak merokok di dalam rumah.
kunci penting dalam hal penanganan penyebaran penyakit menular, bencana alam
Kota Padang adalah 11316 orang/km2. Kota Padang terdiri atas 11 kecamatan dan
104 kelurahan. Jumlah seluruh rumah di Kota Padang adalah 176.745 unit,
sedangkan jumlah rumah tangga yang tercatat sebanyak 199.704. Jumlah sarana
pelayanan kesehatan yang terdapat di Kota Padang adalah sebanyak 29 unit rumah
dilakukan terutama di Kota Padang. Studi ekologi adalah studi epidemiologi dengan
antara penyakit dan faktor-faktor yang diminati peneliti dapat menentukan ada atau
dengan begitu peneliti dapat langsung mencari keberadaan hubungan dan tingkat
Padang. Seperti penelitian yang dilakukan oleh Shabrina mengenai risiko terjadinya
case control.[21] Sedangkan penelitian TB Paru dengan desain cross sectional juga
dilakukan oleh Ivan Putra di tempat yang sama.[22] Beberapa penelitian yang sudah
pernah dilakukan di Kota Padang pada umumnya membahas pada tingkat individu,
untuk tingkat populasi masih jarang dilakukan. Penelitian dengan pendekatan ekologi
perlu dilakukan di Kota Padang sebab, dicurigai bahwa keadaan demografis dan
pendekatan ekologi diharapkan penelitian ini dapat menjadi masukan kebijakan yang
lebih luas. Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang diatas dan juga didukung
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya maka peneliti ingin meneliti “Studi
5
Kota Padang”.
5. Apakah ada hubungan rasio jumlah sarana kesehatan yang tersedia dengan
2016.
kejadian TB.
Padang.
diperoleh.
4. Sebagai bahan tambahan referensi bagi peneliti lain yang ingin melakukan
2. Bagi Masyarakat
Paru per kecamatan di Kota Padang pada tahun 2016, untuk mengetahui hubungan
Padang Tahun 2016. Variabel independen yang diambil berupa jenis kelamin,
yakni data laporan tahunan Dinas Kesehatan Kota Padang Tahun 2016.
BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tuberkulosis
2.1.1 Pengertian
disebut juga tuberkulosis paru. Bila menyerang organ selain paru (kelenjar limfe,
2.1.2 Etiologi TB
berbentuk batang, berukuran panjang 1-4 mikron dan tebal 0,3-0,6 mikron,
mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu
disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman tuberkulosis cepat mati dengan
sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di tempat yang
gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dormant atau tertidur lama
2.1.3 Epidemiologi
Tuberkulosis merupakan penyakit yang menjadi perhatian global dan
masalah kesehatan yang paling serius. Saat ini TB merupakan masalah kesehatan di
dunia dan penyebab utama kematian di negara berkembang . Berdasarkan data WHO
pada tahun 2013 terdapat 9 juta penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB.[24]
dan penyakit saluran napas pada semua kelompok usia dan nomor 1 dari golongan
penyakit infeksi.[2]
8
9
sumber penularan adalah penderita tuberkulosis paru BTA(+), pada waktu penderita
tuberkulosis paru batuk atau bersin. Droplet yang mengandung kuman TB dapat
bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam, sekali batuk dapat
ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat
kuman, percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan
lembab. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran
kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem
peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas atau penyebaran langsung ke
ARTI) di Indonesia dianggap cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3%. Pada daerah
(sepuluh) orang akan terinfeksi. Sebagian besar orang yang terinfeksi tidak
akan menjadi penderita TBC, hanya sekitar 10% dari yang terinfeksi yang akan
menjadi penderita TBC. Dari keterangan di atas dapat diperkirakan pada daerah
Positif.[23]
10
penderita tuberkulosis paru adalah karena daya tahan tubuh yang lemah, di antaranya
karena gizi buruk dan HIV/AIDS. HIV merupakan faktor risiko yang paling kuat
bagi yang terinfeksi kuman TB menjadi sakit tuberkulosis paru. Infeksi HIV
mengakibatkan kerusakan luas sistem daya tahan tubuh seluler (cellular immunity),
sehingga jika terjadi infeksi penyerta (opportunistic), seperti tuberkulosis paru maka
yang bersangkutan akan menjadi sakit parah bahkan bisa mengakibatkan kematian.
Bila jumlah orang terinfeksi HIV meningkat, maka jumlah penderita tuberkulosis
paru akan meningkat pula, dengan demikian penularan penyakit tuberkulosis paru di
Penyakit ini diawali oleh infeksi primer pada seseorang terpapar pertama
kali dengan kuman TB Paru. Infeksi dimulai saat kuman TB Paru berhasil
peradangan di dalam paru. Saluran limfe di sekitar hilus paru, hal ini
penyakit tergantung dari banyaknya kuman yang masuk dan besarnya respons daya
tahan tubuh. Ada kuman persisten atau dormant (tidur) dan akan aktif ketika daya
tahan tubuh tidak mampu melawan kuman tersebut, sehingga terjadilah penderita
TB Paru, waktu yang diperlukan untuk proses ini diperkirakan sekitar 6 bulan.[25]
1. Tuberkulosis Paru
11
parenkim paru, tidak termasuk pleura (selaputt paru) dan kelenjar pada
hilus.
tulan, persendian, kulit, usus, ginjal, saluran kencing, alat kelamin dan
lain lain.
paru yang luas (misalnya proses “far advanced”) dan atau keadaan umum
pasien buruk.
yaitu :
kelenjar adrenal.
a. Kasus baru
Adalah penderita yang belum pernah diobati dengan OAT atau sudah
b. Kambuh Relaps
c. Pindahan
Pengobatan setelah default drop out adalah penderita yang sudah berobat
paling kurang 1 bulan dan berhenti 2 bulan atau lebih kemudian datang
e. Gagal
Adalah penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke 5 satu bulan sebelum akhir pengobatan atau
lebih.
f. Kasus Kronis
Adalah penderita dengan hasil peeriksaan masih BTA positif setelah selesai
pasif dengan promosi yang aktif). Selain itu, semua kontak penderita TBC Paru
a. Jangka Pendek
b. Jangka Panjang
penduduk, faktor lingkungan, faktor perilaku dan faktor yankes. Keempat faktor
a. Faktor Penduduk
1. Umur
perlahan kepada kelompok umur yang lebih tua dan mencapai puncaknya pada
umur <65 tahun. Gejala penyakit yang berhubungan dengan kejadian TB, didata
Terbanyak kejadian TB pada usia yang lebih tua disbanding yang usia muda, hal
Paru (p value = 0,000).[28] Penelitian yang dilakukakan oleh Lamria Pangaribuan juga
0,000) dan resiko 2,5 kali lebih beresiko pada umur 35 tahun ke atas.[29]
2. Jenis Kelamin
terutama yang berusi produktif, bahkan terkadang masih ada yang bekerja pada
usia tua. Angka kejadian TB pada laki-laki cukup tinggi pada semua usia, tetapi
bahwa pada laki-laki mendapatkan TB Paru. Pada kasus kontak 0, 36 kali pada
didapatkan laki-laki memiliki risiko tertular akibat kontak lebih besar dari
3. Pendidikan
pengetahuan di bidang kesehatannya juga akan rendah baik itu tentang asupan
hidup bersih dan sehat. Selain itu tingkat pendidikan sesorang akan
Hal ini sesuai dengan penelitian oleh Merryani Girsang yang menyatakan
4. Pekerjaan .
dilakukan, baik sendiri atau melalui organisasi, lembaga atau jasa. Baik di
memperoleh produk berupa upah dari hasil pekerjaan produk itu sebagai
pekerjaan terpapar dengan penderita TB paru yang tidak diobati, maka dalam
waktu dua tahun setiap penderita yang terinfeksi tuberkulosis akan menularkan
dideritanya. Selain itu pekerjaan berkaitan erat dengan perbaikan kualitas hidup,
makin rendah tingkat pekerjaan maka semakin sulit memperoleh gizi yang baik,
dan dapat mengakibatkan kurang asupan gizi sehingga rentan terhadap penyakit
5. Kepadatan Penduduk
pedesaan, peluang terjadinya kontak dengan penderita TB paru akan lebih besar.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa orang yang rentan akan terpapar dengan
masalah kesehatan dan semakin besar jumlah sumber daya kesehatan. Dan
menyebar dengan lebih cepat dan masalah lingkungan kerap lebih parah pada
ceat, hal ini juga didukung oleh daya tahan tubuh individu.[14]
Sejalan dengan penelitian Chandra bahwa hasil uji statistik diperoleh ada
BTA Positif pada tahun 2002 dan 2004 (p value= 0,009 dan 0,002). Selain itu
18
tempat tinggal yang kumuh sehingga bila ada salah satu warganya yang
jumlah kasus TB paru BTA positif pada tahun 2002 dan 2003 terbanyak rata-
b. Faktor Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di luar diri host, baik benda
mati, benda hidup, nyata dan abstrak, seperti suasana yang terbentuk akibat interaksi
semua elemen-elemen termasuk host yang lain. Distribusi geografis TBC mencakup
seluruh dunia dengan variasi kejadian yang besar dan prevalensi menurut tingkat
1. Lingkungan Fisik
membutuhkan tempat untuk tinggal yang disebut rumah. Rumah adalah struktur
fisik yang terdiri dari ruangan, halaman, dan area sekitarnya yang dipakai
a. Bahan bangunan
c. Pencahayaan
d. Kualitas Udara
e. Ventilasi
g. Air
i. Limbah
Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor risiko penularan penyakit
[36]
TB. Atap, dinding dan lantai dapat menjadi tempat perkembang biakan
penumpukan debu, sehingga akan dijadikan sebagai media yang baik bagi
Kriteria rumah sehat menurut Ditjen Cipta Karya antara lain, fondasi
yang kuat, lantai kedap air dan tidak lembab, memiliki ventilasi, memiliki
dinding rumah yang kedap air, memiliki langit-langit yang daat menahan
penduduk. Hal tersebut sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Erwin
20
Seseorang yang tinggal di rumah dengan kualitas fisik yang tidak sehat
mempunyai risiko 45,5 kali lebih besar dibandingkan dengan seseorang yang
tinggal di rumah dengan kualitas fisik yang sehat. Hasil penelitian ini sesuai
dengan teori yang menyatakan bahwa kualitas fisik rumah yang tidak sehat
ventilasi yang buruk cenderung menciptakan suasana yang lembab dan gelap,
bulan di dalam rumah. Hal ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan
Achmadi bahwa risiko untuk mendapatkan TB Paru sebanyak 1,3 kali lebih
tinggi pada penduduk yang tinggal di rumah yang tidak memenuhi persyaratan
2. Lingkungan Biologis
berbentuk batang, berukuran panjang 1-4 mikron dan tebal 0,3-0,6 mikron,
mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena
itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Kuman tuberkulosis cepat mati
dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam di
21
tempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh, kuman ini dapat dormant
3. Lingkungan Sosial-Ekonomi
serta perumahan yang tidak sehat, dan akses terhadap pelayanan kesehatan
rumah tangga.[40]
Hal tersebut juga sesuai dengan penelitian oleh Merryani Girsang yang
0,000).[28]
atau quintil 2).[41] Hal ini menunjukkan bahwa semakin miskin masyarakat itu
22
maka keterpaparan penyakit juga semakin tinggi, hal ini disebabkan karena tidak
mampu mengobati dan tidak mencukupi biaya untuk kehidupan buat dirinya
sendiri. Mudahnya penularan penyakit tuberkulosis dari satu orang ke orang lain
dipengaruhi oleh daya tahan tubuh serta faktor kemiskinan, faktor pendidikan
dan pekerjaan.
c. Faktor Perilaku
1. Status gizi
Terjadi hubungan timbal balik antara penyakit infeksi dengan keadaan gizi
kurang. Penyakit infeksi dapat memperburuk keadaan gizi, dan keadaan gizi
yang jelek dapat mempermudah terkena infeksi. Penyakit yang umum terkait
dengan masalah gizi antara lain diare, tuberkulosis, campak dan batuk rejan.[43] Hasil
kekurangan atau kelebihan gizi pada orang dewasa (18 tahun ke atas) merupakan
Status gizi berpengaruh terhadap kejadian TB Paru. Hal ini karena nutrisi
Sejalan dengan penelitian Misnadiarly dan Sunarno yang menyatakan bahwa ada
pengendalian tersebut adalah penyediaan air rumah tangga yang baik, pengaturan
vektor penyakit seperti lalat dan nyamuk, pengawasan polusi udara dan radiasi
dari sisa-sisa zat radioaktif. Sanitasi keluarga diukur dari tiga aspek: kondisi fisik
Bentuk prilaku kesehatan salah satunya adalah perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS). PHBS adalah upaya untuk memberdayakan anggota rumah tangga
agar tahu, mau, dan mampu mempraktekan perilaku hidup bersih dan sehat serta
dilakukan untuk mencapai Rumah Tangga berperilaku hidup bersih dan sehat
e. Mencuci tangan pakai dengan air bersih yang mengalir dan menggunakan
sabun
adalah 70%.[48]
rumah bukan dari tanah. Sejalan dengan penelitian Syfa yang menunjukkan
yankes adalah ketersediaan sarana kesehatan yakni Puskesmas dan Rumah Sakit.
usaha penanggulangan tuberkulosis paru yang meliputi Surveilans, deteksi dini, dan
bagi semua kasus tuberkulosis dengan tata laksana kasus yang tepat, termasuk
25
(OAT) yang bermutu, sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan
keseluruhan.[51]
ketersediaan fasilitas kesehatan khususnya yang dapat diakses oleh masyarakat akan
koefisien yang bernilai negatif sebesar -0,03234 artinya setiap penambahan jumlah
sarana kesehatan per 100.000 penduduk akan berpengaruh untuk menurunkan kasus
TB sebesar 0,03234 kejadian per 100.000 penduduk. Untuk menekan angka kejadian
masyarakat akan pentingnya kesehatan serta keinginan untuk sembuh dari dalam diri
masyarakat.
2.3.1 Defenisi
korelatif antara penyakit dan faktor-faktor yang diminati peneliti. Penelitian korelasi
atau ekologi adalah suatu penelitian untuk mengetahui hubungan dan tingkat
hubungan antara dua variabel atau lebih tanpa ada upaya untuk mempengaruhi
variabel tersebut sehingga tidak terdapat manipulasi variabel. Adanya hubungan dan
26
tingkat variabel ini penting karena dengan mengetahui tingkat hubungan yang ada,
apakah, dan untuk tingkat apa, terdapat hubungan antara dua variabel atau lebih yang
2.3.2 Tujuan
mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan dengan variasi-
variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan pada koefisien korelasi.[20]
berhubungan dengan suatu variabel mayor, seperti hasil belajar variabel yang
selanjutnya.[19]
2.3.3. Karakteristik
berikut : [20]
a. Penelitian korelasi tepat jika variabel kompleks dan peneliti tidak mungkin
eksperimen.
nyata.
27
Unit observasi dan unit analis pada studi ini adalah kelompok (agregat)
sebagainya.[20]
maupun mortalitas. Rancangan ini tepat sekali digunakan pada penyelidikan awal
mengumpulkan data demografi dan data konsumsi yang dapat dikorelasikan dengan
2. Sedangkan alasan kedua adalah studi ekologi tak mampu untuk mengontrol
Penelitian ini hanya terbatas pada panafsiran hubungan antarvariabel saja tidak
sampai pada hubungan kausalitas, tetapi penelitian ini dapat dijadikan acuan untuk
2 Tiara Hastuti, 2015 Analisis Spasial, Korelasi Dan Tren Ecology study Kepadatan penduduk Tidak terdapat hubungan (p value = 0,208)
La Ode Ali Imran Ahmad, Kasus Tb Paru Bta Positif Menggunakan Jumlah keluarga miskin Tidak terdapat Hubungan (p value = 0,376)
Karma Ibrahim[53] Web Sistem Informasi Geografis Di Kota
Kendari Tahun 2013-2015
3 Rindy Erlinda, Wantiyah, 2013 Hubungan Peran Pengawas Minum Obat Ecology study Peran PMO Terdapat hubungan (p value = 0,023)
Erti Ikhtiarini Dewi[54] (PMO) dalam Program Directly
Observed
Treatment Shortcourse (DOTS)dengan
Hasil Apusan BTA Pasien Tuberkulosis
Paru
di Puskesmas Tanggul Kabupaten
Jember
4 Jeremy I Hawker, Surinder 1999 Ecological analysis of ethnic differences Ecology study Kepadatan hunian rumah Terdapat Hubungan (p value = 0,0036)
S Bakhshi, Shaukat Ali, C in relation tangga
Paddy Farrington between tuberculosis and poverty Kemiskinan
[55]
29
Kriteria yang membedakan penelitian ini dengan penelitian yang lain, yaitu:
3. Penelitian ini dilaksanakan di Kota Padang pada tahun 2017 menggunakan data
30
31
Faktor Penduduk
1. Umur
2. Jenis Kelamin
3. Kepadatan penduduk
Faktor Lingkungan
Faktor Perilaku
1. Pengetahuan
2. Sikap
3. Tindakan
Gambar 2.1 Modifikasi Kerangka Teori H,L Blum, L.Green, John Gordon
32
HIPOTESIS
merupakan suatu pengamatan dimana satuan unit yang dianalis adalah kelompok
dalam suatu daerah administrasi atau geografis tertentu yang menyangkut data
insidensi, prevalensi maupun data mortalitas. Dalam penelitian ini studi ekologi
digunakan untuk melihat hubungan faktor determinan sosial dan lingkungan terhadap
tahun 2016.
diukur dengan telaah dokumen. Hasil laporan dan rekapitulasi data prevalensi TB
Paru di Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2016 digunakan sebagai alat ukur. Data
yang terdiri dari umur, jenis kelamin, kepadatan penduduk, rumah sehat, rumah ber-
PHBS dan sarana kesehatan tahun 2016 diperoleh dari pencatatan data Dinas
Kesehatan (DKK) Kota Padang. Hasil pencatatan dan rekapitulasi data tersebut
Cara
No Variabel Definisi Operasional Hasil Ukur Skala
Pengukuran Alat Ukur
1. Variabel Dependen
Ratio
Prevalensi TB Paru Jumlah seluruh kasus TB Paru per jumlah Data sekunder Data Dinas Kesehatan Persentase
penduduk di tiap kecamatan di Kota Padang Kota Padang tahun 2016
tahun 2016
2. Variabel Independen
a. Persentase jenis kelamin Persentase penduduk laki-laki per kecamatan di Data sekunder Data Dinas Kesehatan Persentase Ratio
Kota Padang Kota Padang tahun 2016
c. Presentase penduduk yang memiliki Persentase Penduduk yang memiliki rumah Data sekunder Data Dinas Kesehatan Presentase Ratio
Rumah Sehat yang memenuhi kriteria sehat yang tercatat Kota Padang tahun 2016
di Dinas Kesehatan Kota Padang per
kecamatan di Kota Padang[57] dengan standar
nasional = 86,6%.[59]
e Fasilitas kesehatan per kecamatan Rasio sarana pelayanan kesehatan yaitu Data sekunder Data Dinas Kesehatan Ratio Ratio
Puskesmas dan Rumah Sakit per kecamatan di Kota Padang 2016
Kota Padang[57]
(puskesmas= 1/30000)
(RS = 1/120000).[61]
3.6 Teknik Pengolahan Data
benar, ada empat tahapan pengolahan data, antara lain : [62, 63]
Editing adalah memeriksa data yang telah dikumpulkan baik berupa daftar
dan konsisten.
terjadi saat data dimasukkan ke komputer. Dalam hal ini, nilai yang hilang
(missing value) dan data yang tidak sesuai atau di luar range penelitian tidak
a. Analisis Univariat
prevalensi TB Paru di Kota Padang serta faktor determinan sosial dan lingkungan
yakni umur, jenis kelamin, kepadatan penduduk, rumah sehat, rumah ber-PHBS dan
sarana kesehatan yang ada pada tahun 2016. Data analisis univariat akan
ditampilkan dalam bentuk tabel dan grafik distribusi. Semua variabel yang telah di
95%.
b. Analisis Bivariat
rumah sehat, presentase rumah ber-PHBS, serta jumlah sarana kesehatan yang
tersedia dengan variabel dependen yaitu prevalensi TB Paru di Kota Padang Tahun
2016. Dalam analisis bivariat akan dilakukan uji statistik korelasi, dan dilanjutkan
hubungan serta arah hubungan dua variabel numerik dengan α = 0.05, dalam
penelitian ini yaitu kejadian TB Paru dan faktor lingkungan. Secara sederhana,
hubungan dua variabel tersebut dapat dilihat dalam diagram tebar/pencar (Scatter
plot). Scatter plot menunjukkan titik-titik perpotongan nilai data dari dua variabel
(X dan Y). Variabel independen (X) diletakkan pada garis horizontal, sedangkan
variabel dependen (Y) pada garis vertikal. Dengan Scatter plot tersebut diperoleh
38
informasi tentang pola hubungan antara dua variabel X dan Y, serta dapat
digunakan untuk mengetahui bentuk hubungan antara dua variabel atau lebih.
dependen. Semakin besar nilai R square maka semakin baik atau tepat variabel
Derajat kekuatan hubungan dapat dilihat dari tebaran data pada Scatter
Pearson Product Moment yang disimbolkan dengan r (huruf r kecil). Nilai korelasi
(r) berkisar antara 0 sampai dengan 1 atau jika disertakan arah, nilainya antara -1 dan
+1.[62, 63]
Hubungan positif terjadi apabila kenaikan satu variabel diikuti oleh kenaikan
variabel lain. Sementara itu, hubungan negatif terjadi apabila kenaikan satu variabel
(kepadatan, lantai rumah, ventilasi, dll) merupakan faktor risiko yang berperan
kelamin, umur, status gizi, sosial ekonomi). Begitu pula lingkungan fisik rumah
BAB 4 : HASIL
bagian barat pulau Sumatera dan berada antara 0° 44’00” - 1°08’35‘’ Lintang Selatan
dan 100°05‘ 05’’ - 100° 34’09” Bujur Timur. Pada bagian utara berbatasan dengan
Kab. Padang Pariaman, di timur berbatasan dengan Kab. Solok, di selatan berbatasan
dengan Kabupaten Pesisir Selatan dan Samudera Indonesia, serta di batas barat
Luas Wilayah Kota Padang adalah 694,96 km2 atau setara dengan 1,65
persen dari luas provinsi Sumatera Barat, yang terdiri dari 11 kecamatan dan
memiliki 104 kelurahan. Kecamatan terluas adalah Koto Tangah yang mencapai
232,25 km2.
Dari luas kota Padang sebagian besar berupa hutan lindung (51,01 %),
Padang memiliki 19 pulau, yang terbesar adalah Pulau Bintangur (seluas 56,78 ha)
diikuti oleh Pulau Sikuai (seluas 48,12 ha) dan Pulau Toran (seluas 33,67 ha).
-1853 m di atas permukaan laut dengan daerah tertinggi adalah Kecamatan Lubuk
Kilangan. Kota Padang memiliki banyak sungai, yaitu 5 sungai besar dan 16 sungai
Tingkat curah hujan Kota Padang selama tahun 2015 mencapai rata-rata
296,00 mm per bulan dengan rata-rata hari hujan 16 hari. Sementara itu udara Kota
Padang cukup rendah bila dibandingkan tahun sebelumnya yaitu antara 26,10°C -
penduduk Kota Padang sebanyak 914.968 jiwa, yang terdiri dari 457.090 laki-laki
1.316 jiwa/km². Rincian luas wilayah, jumlah dan kepadatan penduduk Kota Padang
Tabel 4.2 Luas Wilayah, Jumlah dan Kepadatan Penduduk Tahun 2016
Kepadatan
Kecamatan Luas (km²) Jumlah Penduduk
(org/km²)
Bungus 100,80 25,164 249.64
Lubuk Kilangan 86,00 54,080 628.84
Lubuk Begalung 30,90 117,769 3811.29
Padang Selatan 10,00 62,498 6249.80
Padang Timur 8,20 83,729 10210.85
Padang Barat 7,00 47,675 6810.71
Padang Utara 8,10 74,760 9229.63
Nanggalo 8,10 62,591 7727.28
Kuranji 57,40 140,827 2453.43
42
terbesar adalah Kecamatan Koto Tangah, sedangkan Kecamatan dengan luas wilayah
Tabel 4.3 Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin
Tahun 2016
Berdasarkan Tabel 4.3 diketahui bahwa pada tahun 2016 di Kota Padang
sedangkan kelompok umur terkecil adalah 70 – 74 tahun dengan jumlah 9.372 jiwa.
43
Jika dilihat berdasarkan jenis kelamin maka yang terbanyak adalah perempuan
Gambar 4.1 Prevalensi TB Paru per kecamatan di Kota Padang Tahun 2016
Berdasarkan Gambar 4.1 diketahui prevalensi TB Paru tertinggi terdapat
diketahui kejadian seluruh kasus TB Paru per kecamatan di Kota Padang memiliki
45
2016.
paru berdasarkan data Riskesdas 2010 diperoleh dari jumlah responden berusia
dengan persentase
Laki-laki Perempuan
Kecamatan Total %
F % f %
Padang Barat 30 68,1 14 31,9 44 100
Padang Timur 10 18,5 51 81,5 61 100
Padang Utara 42 72,4 16 27,6 58 100
Padang Selatan 46 63,0 27 37,0 73 100
Koto Tangah 93 68,8 42 31,2 135 100
Nanggalo 48 55,1 39 44,9 87 100
Kuranji 70 56,4 54 43,6 124 100
Pauh 32 51,6 30 48,4 62 100
Lubuk Kilangan 21 63,6 12 36,4 33 100
Lubuk Begalung 62 65,9 32 34,1 94 100
Bungus Teluk Kabung 35,8
18 64,2 10 28 100
TOTAL 40,9
472 59,07 327 799 100
pada laki-laki dibanding perempuan, yakni pada laki-laki 59,1 dan 40,9% pada
perempuan.
Kelompok Umur
Kecamatan 0-14 tahun >15 tahun Total %
f % f %
Padang Barat 1 2,3 43 97,9 44 100
Padang Timur 8 13,2 53 86,8 61 100
Padang Utara 1 1,8 57 98,2 58 100
Padang Selatan 10 13,7 63 86,3 73 100
Koto Tangah 3 2,3 132 97,7 135 100
Nanggalo 11 12,7 76 87,3 87 100
Kuranji 19 15,4 105 84,6 124 100
Pauh 5 8,1 57 91,9 62 100
Lubuk Kilangan 1 3,1 32 96,9 33 100
Lubuk Begalung 3 3,2 91 96,8 94 100
Bungus Teluk Kabung 2 7,2 26 92,8 28 100
TOTAL 64 8,1 735 91,9 799 100
kecamatan yang ada di Kota Padang lebih banyak diderita oleh kelompok umur
diatas 15 tahun, yakni dengan persentase 91,9 %. Persentase TB Paru tertinggi untuk
kelompok umur diatas 15 tahun berada di Kecamatan Padang Utara (98,2 %), dan
Kuranji.
47
perempuan terbanyak terdapat di Kecamatan Padang Utara (53,57 %), dan untuk
yakni 46,43 %.
.
48
Padang tahun 2016 adalah 1318 org/km2. Angka kepadatan penduduk tertinggi
kecamatan dengan angka kepadatan penduduk terendah adalah Bungus yakni 249,65
orang/km2.
49
adalah 176.745 rumah. Rata-rata persentase rumah sehat di Kota Padang adalah
88,95 %. Kota Padang telah mencapai standar nasional yakni > 86,6 %. Setiap
rumah sehat di masing-masing kecamatan dapat dilihat pada peta dibawah ini :
Jumlah seluruh rumah tangga yang terdapat di Kota Padang pada tahun
2016 adalah 199.704 rumah tangga. Rata-rata persentase rumah tangga ber-phbs di
Kota Padang hanya 43,01 %. Kota Padang belum mencapai target yang sudah
persentase rumah tangga ber-phbs yang bervariasi. Untuk persentase rumah tangga
Gambar 4.5 Presentase Rumah Tangga Ber-PHBS di Kota Padang Tahun 2016
Gambar 4.6 Rasio sarana pelayanan kesehatan di Kota Padang Tahun 2016
adalah kecamatan dengan rasio sarana yankes tertinggi (25,27), artinya sedangkan
kecamatan Kuranji adalah kecamatan dengan rasio saranan yankes terendah (7,09).
Tabel 4.6 Hubungan Jenis Kelamin dengan Kejadian TB Paru di Kota Padang
53
Tahun 2016
Variabel R R2 p value
Persentase Jenis Kelamin
0,103 0,011 0,763
(laki-laki)
Padang Tahun 2016 (p = 0.763). Hasil analisis korelasi antara persentase jenis
kekuatan lemah (r = 0.103) dengan arah positif, artinya semakin tinggi persentase
jenis kelamin laki-laki, maka semakin tinggi prevalensi TB Paru atau sebaliknya,
kelamin laki-laki memiliki pengaruh sebesar 1,1% terhadap kejadian TB Paru (R2 =
0.011). Hal tersebut berarti 98.9% kejadian TB Paru di Kota Padang tahun 2016
persegi (Badan Pusat Statistik Kota Padang). Kepadatan penduduk pada penelitian
ini diperoleh dengan membagi jumlah penduduk dengan luas kecamatan (km2).
Prevalensi TB Paru di Kota Padang Tahun 2016 dapat dilihat sebagai berikut :
Padang Tahun 2016 (p = 0.587). Hasil analisis korelasi antara Angka Kepadatan
kekuatan lemah (r = 0.185) dengan arah positif, artinya semakin tinggi kepadatan
penduduk, maka semakin tinggi kejadian TB Paru atau sebaliknya, semakin rendah
angka kepadatan penduduk, maka semakin rendah kejadian TB Paru seperti terlihat
0.14
0.12
p re v a le n s i tb
0.10
0.08
R Sq Linear = 0.034
0.06
penduduk memiliki pengaruh sebesar 3.4% terhadap kejadian TB Paru (R2 = 0.034).
Hal tersebut berarti 96.6% kejadian TB Paru di Kota Padang tahun 2016 disebabkan
bermakna antara persentase rumah sehat terhadap prevalensi TB Paru di Kota Padang
Tahun 2016 (p = 0.036). Hasil analisis korelasi antara persentase rumah sehat
terhadap prevalensi TB Paru di Kota Padang Tahun 2016 memiliki kekuatan kuat (r
= -0,635) dengan arah negatif , artinya semakin tinggi persentase rumah sehat, maka
rumah sehat, maka semakin tinggi prevalensi TB Paru seperti terlihat pada scatter
plot berikut :
58
Gambar 4.9 Scatter Plots Plots Hubungan Persentase Rumah Sehat Terhadap
sehat memiliki pengaruh sebesar 72,9 % terhadap prevalensi TB Paru (R2 = 0.729).
Hal tersebut berarti hanya 17,1 % kejadian TB Paru di Kota Padang tahun 2016
terhadap prevalensi TB Paru di Kota Padang Tahun 2016 dapat dilihat sebagai
berikut :
Kota Padang Tahun 2016 (p = 0.048). Hasil analisis korelasi antara persentase rumah
tangga ber-PHBS terhadap prevalensi TB Paru di Kota Padang Tahun 2016 memiliki
kekuatan lemah (r = -0,607) dengan arah negatif , artinya semakin tinggi persentase
rumah tangga ber-phbs, maka semakin rendah kejadian TB Paru atau sebaliknya,
semakin rendah persentase rumah tangga ber-phbs, maka semakin tinggi kejadian TB
tangga ber-phbs memiliki pengaruh sebesar 36,8 % terhadap kejadian TB Paru (R2 =
0.368). Hal tersebut berarti 63,2 % kejadian TB Paru di Kota Padang tahun 2016
prevalensi TB Paru di Kota Padang Tahun 2016 dapat dilihat sebagai berikut :
Kota Padang Tahun 2016 (p = 0.859). Hasil analisis korelasi antara rasio sarana
Paru atau sebaliknya, semakin menurun rasio sarana pelayanan kesehatan, ,maka
prevalensi TB Paru akan semakin meningkat. Seperti terlihat pada scatter plot
berikut :
62
kesehatan memiliki pengaruh sebesar 0,4 % terhadap kejadian TB Paru (R2 = 0.004).
Hal tersebut berarti 96,6 % kejadian TB Paru di Kota Padang tahun 2016 disebabkan
BAB 5 : PEMBAHASAN
2. Variabel yang diambil masih tergolong baru yakni rumah sehat, dan rumah
tangga ber-PHBS.
temporal didapatkan bahwa terjadi peningkatan prevalensi TB Paru pada tahun 2015
ke 2016. Kota Padang juga merupakan salah satu kota yang banyak menyumbang
didapatkan hasil bahwa jenis kelamin laki-laki lebih banyak mengalami kejadian TB
kelompok umur, maka umur > 15 tahun lebih banyak mengalami kejadian TB Paru
disimpulkan bahwa jenis kelamin laki-laki dan kelompok umur > 15 tahun lebih
berisiko untuk terkena TB Paru. Hal tersebut juga akan berdampak terhadap
Pauh, Lubuk Kilangan, Lubuk Begalung dan Bungus. Sedangkan persentase terendah
1316 jiwa /km2. Kepadatan penduduk tertinggi terdapat pada Kecamatan Padang
Timur 10210,90 jiwa /km2. Kepadatan penduduk terendah terdapat pada Kecamatan
Jumlah seluruh rumah yang terdapat di Kota Padang pada tahun 2016
adalah 176.745 unit. Rata-rata rumah sehat di Kota Padang adalah 88,9 %.
Persentase rumah sehat tertinggi terdapat pada Kecamatan Padang Barat yakni
95,2%. Persentase rumah sehat terendah terdapat pada Kecamatan Nanggalo yakni
hanya 84,2 %.
Kota Padang pada tahun 2016 mencatat bahwa terdapat 199.704 rumah
tangga. Sebagaimana peraturan yang tertuang dalam Permenkes No 2269 tahun 2011
perilaku hidup bersih dan sehat agar terwujud kesehatan bagi setiap anggota
keluarga.[65] Oleh karena itu PHBS dalam rumah tangga sangat diperlukan. Rata-rata
rumah tangga ber-phbs di Kota Padang adalah 43 %. Persentase rumah tangga ber-
phbs tertinggi terdapat pada Kecamatan Lubuk Kilangan sebesar 75,5 %. Sedangkan
persentase rumah tangga ber-phbs terendah terdapat pada Kecamatan Bungus yakni
13,3 %.
65
lakidengan prevalensi TB Paru memiliki kekuatan yang lemah (r =0,103) dan tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara persentase jenis kelamin laki-laki dengan
bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian Tuberkulosis (p
value = 0,115).[66] Penelitian yang dilakukan oleh Merryani Girsang juga menyatakan
tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian Tuberkulosis (p value =
0,201).[28]
dunia TB Paru banyak menyerang laki-laki. TB paru Iebih banyak terjadi pada laki-
menumakan bahwa laki-laki lebih berisiko menderita TB Paru. Terdapat faktor risiko
dibanding laki laki. Adanya hubungan yang bermakna antara sumber penular dengan
kebanyakan perempuan menetap di rumah sebagai ibu rumah tangga. Dengan begitu
66
resikonya untuk tertular TB lebih besar. Di dalam rumah terjadi kontak dengan
penderita TB Paru secara langsung dan sering. Hal ini lah yng menyebabkan resiko
perempuan menderita TB Paru lebih besar dibandingkan laki.laki. Selain itu juga
karena eratnya hubungan lama kontak yang sangat berperan karena semakin lama
TB Paru memiliki kekuatan yang lemah (r =0,185) dengan arah positif. Dalam uji
prevalensi TB Paru di Kota Padang tahun 2016 (p value =0,587). Hasil penelitian ini
sesuai dengan penelitian Dyah yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan
peluang terjadinya kontak dengan penderita TB paru akan lebih besar. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa orang yang rentan akan terpapar dengan penderita TB
paru menular lebih tinggi pada wilayah yang padat penduduknya. Semikin besar
jumlah sumber daya kesehatan. Dan sumber daya tersebut kerap dibutuhkan
karena penyakit menular dapat menyebar dengan lebih cepat dan masalah lingkungan
kepadatan penduduk tidak selalu terjadi kontak langsung apalagi sering. Kepadatan
hunian di rumah lah yang lebih beresiko karena di rumah terjadi kontak secara
langsung dan sering. Penularan TB Paru akan mudah terjadi bahkan dari orang tua ke
anaknya atau dari satu anggota keluarga ke anggota keluarga lainnya. Hal ini sejalan
bermakna antara sumber penular dengan kejadian TB Paru. Orang yang kontak
serumah dengan penderita TB Paru berisiko 3,897 kali untuk terjadi TB Paru
dibandingkan dengan orang yang kontak di luar rumah. Penyakit TB ditularkan oleh
orang dewasa kepada anak-anak dan tidak dari anak-anak ke orang dewasa. Sumber
penular yang paling berbahaya adalah penderita TB dewasa. Pada waktu batuk dan
mengandung kuman dan bertahan pada suhu kamar dalam beberapa jam. Orang
terinfeksi oleh kontak semakin besar. Tingkat eratnya hubungan lama kontak sangat
berperan karena semakin lama kontak maka semakin beresiko untuk tertular kuman
TB. Keeratan kontak dilihat dari adanya kontak serumah dan kontak di luar rumah.
Dari hasil penelitian ditemukan perbedaan risiko yang bermakna antara kontak
TB Paru memiliki kekuatan yang kuat (r = -0,635) dengan arah negatif, artinya
semakin tinggi persentase rumah sehat, maka semakin rendah prevalensi TB Paru
atau sebaliknya, semakin rendah persentase rumah sehat, maka semakin tinggi
68
prevalensi TB Paru. Analisis lebih lanjut mengenai hubungan rumah sehat dengan
kejadian TB Paru (pv = 0,005),[66] serta terdapat hubungan pula antara luas ventilasi
dengan kejadian TB Paru (0,008). Dalam penelitian Ryana Ayu juga menyatakan
Tuberkulosis (pv=0,005).[68]
Dari beberapa indikator tersebut salah satu persyaratan rumah sehat yang
bahwa kepadatan hunian lebih dari atau sama dengan 8 m2 per orang dikategorikan
[69]
sebagai tidak padat. Kepadatan penghuni rumah juga dapat mempengaruhi
hal ini dapat berpengaruh terhadap perkembangan bibit penyakit dalam ruangan.
Kepadatan penguhuni dalam rumah merupakan salah satu faktor yang dapat
menular.[10]
kelompok yang mempunyai rumah dengan luas ventilasi yang kurang dari 10% luas
lantai berisiko 4,907 kali untuk terjadi TB Paru dibandingkan dengan kelompok yang
mempunyai rumah dengan ventilasi lebih dari 10% luas lantai. Hal ini sejalan
dengan terjadinya TB Paru. Selain itu pencahayan yang cukup juga diperlukan untuk
orang yang mempunyai rumah dengan cahaya matahari tidak masuk ke rumah
berisiko 5,008 kali dibandingkan dengan seseorang yang tinggal di rumah yang
pada orang lain seiring dengan menurunnya konsentrasi kuman. Kamar dengan luas
ventilasi yang tidak memenuhi syarat menyebabkan kuman selalu dalam konsentrasi
rumah yang tidak cukup menyebabkan aliran udara tidak terjaga sehingga
kelembaban udara di dalam ruangan naik dan kondisi ini menjadi media yang baik
diharapkan dapat membunuh kuman TB yang dikeluarkan oleh penderita pada saat
batuk, sehingga jumlah kuman dalam rumah dapat dikurangi dan penularan juga
berkurang.
terhadap prevalensi TB Paru di Kota Padang Tahun 2016 memiliki kekuatan lemah (r
= -0,607) dengan arah negatif , artinya semakin tinggi persentase rumah tangga ber-
70
phbs, maka semakin rendah kejadian TB Paru atau sebaliknya, semakin rendah
persentase rumah tangga ber-phbs, maka semakin tinggi kejadian TB Paru. Analisis
lebih lanjut mengenai hubungan rumah tangga ber-phbs dengan prevalensi TB Paru
mengatakan bahwa terdapat hubungan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan kesehatan masyarakat. Salah satu
sasaran phbs adalah Rumah Tangga. Rumah Tangga ber-phbs berarti mampu
menjaga, meningkatkan dan melindungi kesehatan setiap anggota rumah tangga dari
gangguan ancaman penyakit yang kurang kondusif untuk hidup sehat. Oleh karena
itu menggerakkan dan memberdayakan keluarga untuk hidup bersih dan sehat
menjadi sebuah tanggung jawab bagi pemerintah dan jajaran sektor terkait.[47]
standar yang sudah ditetapkan Dinkes Kota Padang. Beberapa indikator dalam PHBS
dan sayur serta tidak merokok di dalam rumah. Perilaku masyarakat yang masih
Adanya penyakit akan menurunkan imunitas tubuh sehingga penyait lain juga akan
mudah menyerang, salah satunya adalah TB Paru. Begitupun untuk konsumsi buah
71
dan sayur yang merupakan indikator dalam phbs untuk meningkatkan status gizi di
rumah tangga. Dengan terpenuhinya satus gizi maka akan meningkatkan kekebalan
tubuh yang kemudian bisa menurunkan resiko terserang penyakit TB Paru. Tidak
sehingga jika ada benda asing masuk ke paru tidak lekas dikenali dan dilawan.
Secara biokimia asap rokok juga meningkatkan sintesa elastase dan menurunkan
produksi anti protease sehingga merugikan tubuh manusia. Mereka yang merokok 3
sampai 4 kali lebih positif tesnya, artinya 3 sampai 4 kali lebih sering terinfeksi TB
Puskesmas dan Pustu. Hasil analisis korelasi mengenai hubungan rasio sarana yankes
negatif, artinya semakin tinggi rasio sarana yankes maka prevalensi TB Paru akan
semakin menurun. Begitupun sebaliknya, jika rasio sarana yankes menurun maka
kesehatan dengan prevalensi TB Paru. Hasil ini sejalan dengan penelitian Herri di
pendukung dalam usaha penanggulangan TB Paru. Selain dari segi jumlah, faktor
terhadap prevalensi TB Paru. Seperti di daerah pedesaan yang kejadian TB nya tinggi
karena faktor jarak menuju sarana pelayanan kesehatan, juga karena pengetahuannya
yang masih kurang untuk pemanfaatan sarana pelayanan kesehatan. Belum lagi
ditambah dengan masalah ekonomi sehingga lebih memilih tidak berobat ke sarana
pelayanan kesehatan dan lebih memilih cara tradisional. Di Kota Padang untuk
sarana pelayanan kesehatan seperti Puskesmas dan Rumah Sakit memang sudah
tersedia dengan baik, mungkin hanya penyebarannya saja yang belum merata. Tapi
hal tersebut untungnya tidak berpengaruh karena jarak yang ditempuh untuk menuju
sarana yankes tidak terlalu jauh. Oleh karena itu dalam penelitian ini rasio puskesmas
dan rasio rumah sakit tidak memiliki hubungan dengan prevalensi TB Paru.
73
6.1 Kesimpulan
1. Prevalensi TB Paru per kecamatan di Kota Padang menunjukkan angka
6.2 Saran
1. Diharapkan Dinas Kesehatan Kota Padang dapat melakukan kerjasama
lintas sektor dengan BPS Kota Padang dan Dinas Pekerjaan Umum dan
terjadinya Tuberkulosis.
rumah yang sehat dan didalamnya dilakukan perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS).
Paru.
75
DAFTAR PUSTAKA
35. F, C., Analisi Spasial Penyakit Tb Paru Bta Positif Di Kabupaten Sukabumi
Jawa Barat Tahun 2002-2004, U. Indonesia, Editor. 2007, Departemen
Kesehatan Lingkungan Ui: Depok.
36. Fitriani, E., Faktor Risiko Yang Berhubungan Dengan Kejadian Tuberkulosis
Paru. Unnes Journal Of Public Health, 2013. 2.
37. Prabu, Faktor Risiko Tbc. 2008.
38. Fahreza, E.U., Hubungan Antara Kualitas Fisik Rumah Dan Kejadian
Tuberkulosis Paru Dengan Basil Tahan Asam Positif Di Balai Kesehatan
Paru Masyarakat Semarang. 2013.
39. Who, Global Tuberculosis Report. 2003.
40. T, Z., Faktor Yang Mempengaruhi Penurunan Angka Kesembuhan Tb Di
Kabupaten Banjar. Jurnal Buski, 2013. 4: P. 193.
41. Ri, D.K., Riset Kesehatan Nasional Republik Indonesia. 2007, Departemen
Kesehatan Ri.
42. S, N., Ilmu Kesehatan Masyarakat Prinsip-Prinsip Dasar. 2003, Jakarta:
Rineka Cipta.
43. C, J., N. Horne, And F. Miller, Tuberkulosis Klinis. 2002: Widya Medica.
44. K, E., Pusat Kajian Gizi Regional. 2002, Jakarta: Universitas Indonesi.
45. Misnadiarly And Sunarno, Tuberkulosis Paru Dan Analisis Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Tingginya Angka Kejadian Di Indonesia Tahun 2007.
2009.
46. Nikmatul, N., Permasalahan, Kelentingan, Dan Strategi Koping Keluarga.
2011, Institut Pertanian Bogor.
47. Depkes, (Permenkes Ri Nomor 2269 Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup
Bersih Dan Sehat (Phbs),, K.R.T. 2011), Editor. 2011.
48. Nurhajati, N., Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (Phbs) Masyarakat Desa
Samir Dalam Meningkatkan Kesehatan Masyarakat.
49. Mujiati, Y.Y., Ketersediaan Sumber Daya Manusia Kesehatan Pada Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama Dalam Era Jaminan Kesehatan Nasional Di
Delapan Kabupaten-Kota Di Indonesiapusat Penelitian Dan Pengembangan
Sumber Daya Dan Pelayanan Kesehatan, Badan Litbangkes, Kemenkes Ri,,
2016. 26.
79
63. Santoso, I., Manajemen Data Untuk Analisis Data Penelitian Kesehatan.
2013, Yogyakarta: Gosyen Publishing.
64. Padang, B.P.S.K., Padang Dalam Angka. 2016, Badan Pusat Statistik Kota
Padang: Jakarta.
65. Kemenkes, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
2269/Menkes/Per/Xi/2011 Tentang Pedoman Pembinaan Perilaku Hidup
Bersih Dan Sehat, D.K. Ri, Editor. 2011.
66. Simbolon, D., Faktor Risiko Tuberculosis Paru Di Kabupaten Rejang Lebong
Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional 2007. 2.
67. Sumekar, D.W., Hubungan Spasial Kepadatan Penduduk Dan Proporsi
Keluarga Prasejahtera Terhadap Prevalensi Tuberkulosis Paru Di Bandar
Lampung. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
68. Ryana Ayu Setia Kurniasari, Suhartono, And K. Cahyo, Faktor Risiko
Kejadian Tuberkulosis Paru Di Kecamatan Baturetno Kabupaten
Wonogiri. Media Kesehatan Masyarakat Indonesia, , 2012. 11.
69. Depkes, Keputusan Menteri Kesehatan Ri No 829/Menkes/Sk/Vii/1999
Tentang Persyaratan Kesehatan Perumahan. 2002.
70. Kurniawan, D.A., Hubungan Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (Phbs)
Dengan Kejadian Tuberkulosis Paru Pada Warga Di Kelurahan Jaraksari,
Wonosobo, Jawa Tengah, S.T.I.K. 'Aisyiyah, Editor. 2010: Yogyakarta.
71. Mulyanto, H., Hubungan Lima Indikator Perilaku Hidup Bersih Dan Sehat
Dengan Tuberkulosis Multidrug Resistant Relationship Five Behavioral
Indicators And Healthy Living With Tuberculosis Multidrug-Resistant. Jurnal
Berkala Epidemiologi Kesehatan Masyarakat, 2014.
81
LAMPIRAN
82
83
ABSTRAK
Tujuan
TB masih menjadi penyakit menular utama di dunia dan semakin menjadi perhatian
karena dapat meyerang siapa dan dimana saja. Prevalensi adalah salah satu indikator
penting untuk mengukur permasalahan TB paru. Prevalensi TB paru di Kota Padang
mengalami peningkatan sebesar 0,18 % pada tahun 2016. Banyak faktor yang
dicurigai menjadi penyebab terjadinya peningkatan prevalensi TB Paru ini, yakni
diantaranya faktor sosiodemografi dan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan gambaran serta mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara variabel
sosiodemografi dan lingkungan terhadap prevalensi TB Paru per kecamatan di Kota
Padang pada btahun 2016.
Metode
Metode penelitian adalah deskriptif analitik dengan desain studi ekologi. Dilakukan
pengumpulan data sekunder di Dinkes Kota Padang. Data dianalisis secara univariat
dan bivariat.
Hasil
Hasil analisis univariat digambarkan dengan tabel serta pemetaan variabel
sosiodemografi dan lingkungan per-kecamatan di Kota Padang. Selanjutnya pada
hasil analisis bivariat diperoleh bahwa persentase rumah sehat dan rumah tangga ber-
phbs memiliki hubungan dengan prevalensi TB Paru (r= -0,854) dan (r=-0,607).
Sedangkan persentase jenis kelamin (r=0,103), angka kepadatan penduduk (r=0,185),
rasio sarana pelayanan kesehatan (r=-0,061) juga tidak memiliki hubungan dengan
prevalensi TB Paru per kecamatan di Kota Padang.
Kesimpulan
Rumah sehat dan rumah tangga ber-phbs memiliki pengaruh terhadap hubungan
faktor sosiodemografi dan lingkungan dengan prevalensi TB Paru. Untuk itu
diharapkan kepada pihak Dinkes, Puskesmas dan instansi kesehatan terkait dapat
meningkatkan upaya pencegahan dan pengendalian penyakit TB paru ini. Pendekatan
kepada masyarakat terkhusus keluarga di dalam rumah tangga merupakan salah satu
cara yang tepat untuk mengurangi resiko terjadinya TB paru, terutama untuk
meningkatkan persentase rumah sehat dan rumah tangga ber-PHBS.
ABSTRACT
Objective
Pulmonary Tuberculosis (TB) is a disease caused by Mycobacterium tuberculosis.
TB is still a major infectious disease in the world and it is increasingly a concern
because it can attack anyone and anywhere. The important indicator for measuring
pulmonary TB problems is to see prevalence of the cases. The prevalence of
pulmonary tuberculosis in Padang has increased by 0.18% in 2016. Many factors are
suspected to be the cause of the increasing prevalence of pulmonary tuberculosis,
such as sociodemography and environmental factors. This study aims to obtain a
picture and to know the relationship between sociodemographic and environmental
variables on the prevalence of Pulmonary TB each sub-district in Padang City in
2016.
Method
The research method is analytical descriptive with ecological study design.
Secondary data was collected in Padang City Health Office. Data were analyzed by
univariate and bivariate with correlate test and linear regression.
Result
The results of univariate analysis are depicted with tables and mapping of
sociodemographic and environmental variables per sub-district in Padang City. Next
the result of bivariate analysis showed that the percentage of healthy house and
phosphate households was related to the prevalence of pulmonary tuberculosis (r =-
0,854) and (r = -0,607). While the percentage of sex (r=0,103), population density
(r=0,185), ratio of health service (r= -0,061) also have no relation with prevalence
Pulmonary TB per sub-district in Padang City
Conclusion
Healthy homes and phylogenic households have an influence on the association of
sociodemographic and environmental factors with the prevalence of pulmonary
tuberculosis. Therefore, it is hoped that the health office, health center and related
health institutions can improve the prevention and control of pulmonary TB disease.
Approach to community-specific family in the household is one of the appropriate
ways to reduce the risk of pulmonary tuberculosis, especially to increase the
percentage of healthy homes and households with PHBS
Pendahuluan
Penyakit Tuberkulosis Paru adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Mycobacterium tuberculosis.Penyakit ini merupakan penyebab kematian ke dua
setelah HIV.[1]Penyakit TB juga merupakan penyebab kematian nomor 5 setelah
penyakit kardiovaskular dan penyakit saluran napas pada semua kelompok usia dan
nomor 1 dari golongan penyakit infeksi.[2] Berdasarkan data World Health
Organization (WHO) pada tahun 2013 terjadi kenaikan jumlah kasus terinfeksi
kuman TB sebesar 0,6 % pada tahun 2014.[3]
Indonesia berada pada rangking kelima negara dengan beban TB tertinggi di
[1]
dunia. Angka prevalensi TB di Indonesia pada tahun 2013 sebesar 0,4 % dari
jumlah penduduk.[4]Prevalensi TB paru di Sumatera Barat pada tahun 2013 adalah
0,2 %.(5) Pada tahun 2014 prevalensi TB di Sumbar adalah 0,11 % dan pada tahun
2016 prevalensi TB Paru di Sumbar mengalami peningkatan menjadi 0,15%.[5]
Kota Padang menyumbang angka kejadian TB paru yang cukup tinggi di
Provinsi Sumatera Barat. Prevalensi TB Paru di Kota Padang pada tahun 2014 adalah
0,11 %.[6]Sedangkan pada tahun 2016 meningkat menjadi 0,18 %.[7] Angka ini
melebihi angka prevalensi TB Paru di Sumbar (0,15 %).
Metode
Penelitian ini menggunakan rancangan studi ekologi. Studi ekologi
digunakan untuk melihat hubungan antara faktor sosiodemografi dan lingkungan
terhadap prevalensi TB Paru di Kota Padang. Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh kecamatanyang terdapat di Kota Padang tahun 2016.Penelitian ini
menggunakan uji korelasi dan uji regresi linear sederhana.
Data sekunder tentang jumlah kejadian penyakit TB per kecamatan diukur
dengan telaah dokumen. Hasil laporan dan rekapitulasi data prevalensi TB Paru di
Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2016 digunakan sebagai alat ukur. Data
sekunder tentang faktor sosiodemografi dan lingkungan terhadap prevalensi TB Paru
yang terdiri dari umur, jenis kelamin, kepadatan penduduk, rumah sehat, rumah ber-
PHBS dan sarana kesehatan tahun 2016 diperoleh dari pencatatan data Dinas
Kesehatan (DKK) Kota Padang. Hasil pencatatan dan rekapitulasi data tersebut
dijadikan alat ukur.
Hasil
Berdasarkan gambaran spasial prevalensi TB Paru di Kota Padang pada tahun
2016 diketahui bahwa Kecamatan Nanggalo adalah daerah dengan prevalensi TB
87
Paru tertinggi. Sementara itu, kecamatan Lubuk Kilangan adalah daerah dengan
prevalensi TB terendah.
Berdasarkan distribusikejadianTB Paru di Kota Padangtahun 2016 diketahui
bahwa penderita TB Paru terbanyak adalah laki-laki (50,9 %) dan perempuan (49,1
%), Untuk kelompok umur paling banyak adalah kelompok umur lebih dari 15 tahun
(92%) dan kelompok umur 0-14 tahun hanya sebanyak 2 %.
Faktorsosiodemografi terdiri atas persentase jenis kelamin laki-laki dan angka
kepadatan penduduk. Berdasarkan hasil penelitian, persentase jenis kelamin laki-laki
terendah terdapat di Kecamatan Padang Utara yakni 46,43 %, dan di kecamatan lain
rata-rata persentase jenis kelamin laki-laki adalah 49,9 %. Kecamatan dengan
kepadatan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Padang Timur yakni 10210,85
orang/km2, dan Kecamatan Bungus adalah kecamatan dengan angka kepadatan
penduduk terendah yakni 249,65 orang/km2.
Sedangkan faktor lingkungan terdiri atas persentase rumah sehat, persentase
rumah tangga ber-PHBS dan rasio sarana pelayanan kesehatan yang terbagi pula atas
rasio puskesmas dan rasio rumah sakit. Persentase rumah sehat tertinggi adalah di
Kecamatan Padang Barat (95,27 %) dan persentase rumah sehat terendah terdapat di
Kecamatan Nanggalo (84,2 %). Persentase rumah tangga ber-PHBS tertinggi
terdapat di kecamatan Lubuk Kilangan (75,5 %), sedangkan kecamatan Bungus
adalah kecamatan dengan persentase rumah tangga ber-PHBS tersendah. Rasio
sarana pelayanan kesehatan tertinggi adalah pada kecamatan Padang Barat yakni
25,27 dan rasio sarana pelayanan kesehatan terendah terdapat pada kecamatan
Kuranji yakni 7,09
Berdasarkananalisiskorelasiantarahubungan factor sosiodemografi
danlingkunganterhadapprevalensiTB Parutahun 2016 diketahuibahwa tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara persentase jenis kelamin laki-laki dengan prevalensi
TB (p = 0.763), memiliki kekuatan lemah (r = 0.103) dengan arah positif.Tidak
terdapat hubungan yang bermakna antara angka kepadatan penduduk dengan
prevalensi TB Paru (p = 0.587), memiliki kekuatan lemah (r = 0.185). Terdapat
hubungan yang bermakna antara persentase rumah sehat dengan prevalensi TB Paru
(p = 0.036), memiliki kekuatan kuat (r = -0,635) dengan arah negatif. Terdapat
hubungan yang bermakna antara persentase rumah tangga ber-PHBS dengan
prevalensi TB Paru (p = 0.048), memiliki kekuatan kuat (r = -0,607) dengan arah
negatif. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara rasio sarana pelayanan
kesehatan dengan prevalensi TB Paru (p= -0,859).
Pembahasan
Persentase jenis kelamin laki-laki. Penelitian ini sejalan Demsa yang menyatakan
bahwa tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian Tuberkulosis (p
value = 0,115).[18] Penelitian yang dilakukan oleh Merryani Girsangjuga menyatakan
tidak ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian Tuberkulosis (p value =
0,201).[19]
88
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor risiko terjadinya TB Paru. Di dunia TB
Paru banyak menyerang laki-laki. TB paru Iebih banyak terjadi pada laki-laki
dibandingkan dengan wanita karena laki-laki sebagian besar mempunyai kebiasaan
merokok sehingga memudahkan terjangkitnya TB Paru. [20]
Menurut asumsi peneliti, tidak terdapatnya hubungan yang bermakna antara
persentase jenis kelamin laki-laki dengan prevalensi TB Paru terjadi karenalaki-laki
umumnya bekerja di luar rumah demi memenuhi kebtuhan keluarganya, sedangkan
kebanyakan perempuan menetap di rumah sebagai ibu rumah tangga. Dengan begitu
perempuan lebih banyak mengahabiskan waktu di rumah dan itu menyebabkan
resikonya untuk tertular TB lebih besar. Di dalam rumah terjadi kontak dengan
penderita TB Paru secara langsung dan sering. Hal ini lah yng menyebabkan resiko
perempuan menderita TB Paru lebih besar dibandingkan laki.laki. Selain itu juga
karena eratnya hubungan lama kontak yang sangat berperan karena semakin lama
kontak maka semakin beresiko untuk tertular kuman TB.
Angka kepadatan penduduk.Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh penelitian Dyah yang menyatakan bahwa tidak terdapat hubungan
antara kepadatan penduduk dengan prevalensi TB Paru (p value = 0,97).[21]
Pada dasarnya, kepadatan penduduk mempunyai pengaruh terhadap terjadinya TB
Paru. orang yang rentan akan terpapar dengan penderita TB paru menular lebih
tinggi pada wilayah yang padat penduduknya. Semikin besar komunitas, semakin
besar rentang masalah-masalah kesehatan dan semakin besar jumlah sumber daya
kesehatan. Dan sumber daya tersebut kerap dibutuhkan karena penyakit menular
dapat menyebar dengan lebih cepat dan masalah lingkungan kerap lebih parah pada
wilayah yang berpenduduk padat.[22]
Menurut asumsi peneliti tidak terdapatnya hubungan yang bermakna antara angka
kepadatan penduduk dengan prevalensi TB Paru disebabkan karena pada kepadatan
penduduk tidak selalu terjadi kontak langsung apalagi sering. Kepadatan hunian di
rumah lah yang lebih beresiko karena di rumah terjadi kontak secara langsung dan
sering. Penularan TB Paru akan mudah terjadi bahkan dari orang tua ke anaknya atau
dari satu anggota keluarga ke anggota keluarga lainnya. Semakin meningkat waktu
berhubungan dengan penderita kemungkinan terinfeksi oleh kontak semakin besar.
Tingkat eratnya hubungan lama kontak sangat berperan karena semakin lama kontak
maka semakin beresiko untuk tertular kuman TB. Keeratan kontak dilihat dari
adanya kontak serumah dan kontak di luar rumah. Dari hasil penelitian ditemukan
perbedaan risiko yang bermakna antara kontak serumah dengan kontak di luar
rumah.
Persentase rumah sehat. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh penelitian Demsa Simbolonyang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara
kepadatan hunian kamar dengan kejadian TB Paru (p = 0,005),[18] serta terdapat
hubungan pula antara luas ventilasi dengan kejadian TB Paru (p=0,008). Dalam
penelitian Ryana Ayujuga menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pencahayaan
89
Ketersediaan sarana pelayanan kesehatan merupakan salah satu faktor penting dalam
penanggulangan TB Paru. Namun menurut asumsi peneliti tidk terdapatnya
hubungan antara rasio sarana yankes dengan prevalensi TB Paru disebabkan karena
selain dari segi jumlah, faktor lain seperti akses menuju ke sarana pelayanan
kesehatan dan pengetahuan masyarakat tentang keberadaan sarana pelayanan
kesehatan juga dapat berpengaruh terhadap prevalensi TB Paru. Seperti di daerah
pedesaan yang kejadian TB nya tinggi karena faktor jarak menuju sarana pelayanan
kesehatan, juga karena pengetahuannya yang masih kurang untuk pemanfaatan
sarana pelayanan kesehatan. Belum lagi ditambah dengan masalah ekonomi sehingga
lebih memilih tidak berobat ke sarana pelayanan kesehatan dan lebih memilih cara
tradisional. Di Kota Padang untuk sarana pelayanan kesehatan seperti Puskesmas dan
Rumah Sakit memang sudah tersedia dengan baik, mungkin hanya penyebarannya
saja yang belum merata. Tapi hal tersebut untungnya tidak berpengaruh karena jarak
yang ditempuh untuk menuju sarana yankes tidak terlalu jauh. Oleh karena itu dalam
penelitian ini rasio puskesmas dan rasio rumah sakit tidak memiliki hubungan
dengan prevalensi TB Paru.
Kesimpulan
Berdasarkan gambaran spasial diketahui Kecamatan Nanggalo merupakan
daerah dengan prevalensiTB Paru tertinggi pada tahun 2016.Variabelpersentase jenis
kelamin laki-laki, angka kepadatan penduduk dan rasio sarana pelayanan
kesehatantidakmemilikihubunganterhadapprevalensi TB Paru di Kota Padang.
Sedangkan persentase rumah sehat dan rumah tangga ber-phbs memiliki hubungan
kekuatan kuat dengan arah negatifterhadap prevaensi TB Paru.
Penghargaan / Pengakuan
Studi ini merupakan bagian dari skripsi, ucapan terima kasih disampaikan
kepada Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas, kepada dosen
pembimbing atas bimbingannya, kepada seluruh dosen dan staf akademik Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas, dan kepada pihak DinasKesehatan Kota
Padangyang turut berpartisipasi dan membantu dalam penelitian ini.
91
DAFTAR PUSTAKA
Variabel r p value
Persentase jenis kelamin laki-laki 0,103 0,763
Angka kepadatan penduduk 0,185 0,587
Persentase rumah sehat -0,635 0,036
Persentase rumah tangga ber-phbs -0,607 0,048
Rasio sarana pelayanan kesehatan -0,061 0,859
94
JURNAL PENELITIAN
KESEHATAN MASYARAKAT
ABSTRAK
TB masih menjadi penyakit menular utama di dunia dan semakin menjadi perhatian karena
dapat meyerang siapa dan dimana saja. Prevalensi TB paru di Kota Padang mengalami peningkatan
sebesar 0,18 % pada tahun 2016. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran serta
mengetahui ada atau tidaknya hubungan antara variabel sosiodemografi dan lingkungan terhadap
prevalensi TB Paru per kecamatan di Kota Padang pada tahun 2016.
Metode penelitian adalah deskriptif analitik dengan desain studi ekologi. Dilakukan
pengumpulan data sekunder di Dinkes Kota Padang. Data dianalisis secara univariat dan bivariate
menggunakan uji korelasi dan regresi linear.
Hasil analisis bivariat diperoleh bahwa persentase rumah sehat dan rumah tangga ber-phbs
memiliki hubungan dengan prevalensi TB Paru (r= -0,854) dan (r=-0,607). Sedangkan persentase jenis
kelamin (r=0,103), angka kepadatan penduduk (r=0,185), rasio sarana pelayanan kesehatan (r= -
0,061) juga tidak memiliki hubungan dengan prevalensi TB Paru per kecamatan di Kota Padang.
Rumah sehat dan rumah tangga ber-phbs memiliki pengaruh terhadap hubungan faktor
sosiodemografi dan lingkungan dengan prevalensi TB Paru. Untuk itu diharapkan kepada pihak
Dinkes, Puskesmas dan instansi kesehatan terkait dapat meningkatkan upaya pencegahan dan
pengendalian penyakit TB paru ini. Pendekatan kepada masyarakat terkhusus keluarga di dalam
rumah tangga merupakan salah satu cara yang tepat untuk mengurangi resiko terjadinya TB paru,
terutama untuk meningkatkan persentase rumah sehat dan rumah tangga ber-PHBS.
ABSTRACT
Variabel r R2 p value
Persentase jenis kelamin laki-laki 0,103 0,011 0,763
Angka kepadatan penduduk 0,185 0,034 0,587
Persentase rumah sehat -0,635 0,404 0,036
Persentase rumah tangga ber-phbs -0,607 0,368 0,048
Rasio sarana pelayanan kesehatan -0,061 0,004 0,859