Anda di halaman 1dari 175

UNIVERSITAS ANDALAS

EVALUASI PROGRAM REHABILITASI BAGI PECANDU NAPZA


DI INSTALASI NAPZA RUMAH SAKIT JIWA (RSJ) PROF H.B
SAANIN PADANG TAHUN 2015

Oleh :

AUGIA HALIFFA PRATIWI ZELFI


No. BP : 1210333027

Diajukan Sebagai Pemenuhan Syarat Untuk Mendapatkan


Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS ANDALAS
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan

rahmat dan hidayah-Nya serta petunjuk yang berlimpah, sehingga penulis dapat

menyelesaikan usulan penelitian skripsi yang berjudul ”Evaluasi Program

Rehabilitasi Bagi Pecandu Napza di Instalasi Napza Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Prof

H.B Saanin Padang Tahun 2015”.

Selama menyelesaikan usulan penelitian skripsi ini peneliti mendapatkan

bantuan berupa ide, saran, dan masukan dari berbagai pihak. Untuk itu peneliti

menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof.Dr.Tafdil Husni, SE,MBA selaku rektor Universitas Andalas

2. Yth. Ibu Prof. dr. Nur Indrawaty Lipoeto, MSc, Ph.D, Sp.GK, selaku

Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas.

3. Yth. Ibu dr. Fauziah Elyta, M.Sc selaku pembimbing akademik.

4. Yth. Ibu dr. Adila Kasni Astiena, MARS selaku pembimbing I dalam

pembuatan skripsi.

5. Yth. Ibu Dra. Sri Siswati, Apt, SH, M.Kes selaku pembimbing II dalam

pembuatan skripsi.

6. Yth. Ibu Putri Nilam Sari, SKM, M.Kes selaku penguji I dalam

pembuatan skripsi.

7. Yth. Bapak Defriman Djafri, SKM, MKM, PhD selaku penguji II dalam

pembuatan skripsi.

8. Kedua orang tua yang senantiasa memberikan doa, semangat, masukan

dan nasehat selama pembuatan usulan penelitian skripsi ini.

i
9. Teman-teman di FKM yang telah memberikan semangat, masukan dan

dorongan terhadap penyelesaian usulan penelitian ini.

Dengan kerendahan hati, penulis menyadari bahwa laporan ini masih jauh

dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran

dari berbagai pihak yang sifatnya membangun. Semoga semua bantuan, bimbingan,

semangat dan amal kebaikan yang telah diberikan dijadikan amal shaleh dan diridhoi

Allah SWT. Amin.

Padang, Mei 2016

Augia Haliffa Pratiwi Zelfi

BP. 1210333027

ii
Alhamdulillahirabbil’alamin… atas segala nikmat yang telah diberikan oleh Allah
SWT sehingga karya kecil ini dapat terselesaikan dengan baik dan lancar. Salawat
dan salam tidak lupa dipersembahkan kepada baginda rasulullah yakni Nabi
Muhammad SAW, kalau bukan karena perjuangan beliau memperjuangkan agama
dan menyiarkan ilmu saya mungkin tidak akan bisa menyelesaikan karya saya pada
saat ini.

Terima kasih yang sebesar-besarnya saya ucapkan kepada :

Mama Irdiralia atas segala dukungan, doa, dan nasehat-nasehat mama. Terima
kasih karena selalu menyebut nama kakak di setiap doa mama. Karya kecil ini
kakak persembahkan khusus buat mama, supaya mama bisa bangga dengan kerja
keras kakak dan bukan untuk membalas pengorbanan mama, karena kakak tau
pengorbanan mama tidak akan bisa dibalas dengan apapun. Terima kasih ya maa..

Buat almarhum papa Zelman Efriadi, terima kasih selalu ada disamping kakak,
kakak yakin papa pasti selalu ngedukung dan mendoakan apa yang kakak
kerjakan. Begitu juga dengan kakak yang selalu mendoakan papa dari sini dan
semoga kakak bisa membuat papa bangga disana juga ya paa 

Buat adek-adek tersayang dara dan dedek, terima kasih buat dukungan, bantuan,
dan doanya, sehingga kakak tidak pernah menyerah dan sampai pada detik yang
membahagiakan ini

Buat Ibuk dr. Adila Kasni Astiena, MARS dan Ibuk Dra. Sri Siswati, Apt, SH,
M.Kes sebagai pembimbing saya yang tidak pernah lelah dan selalu sabar untuk
mengajari, mengarahkan, memperbaiki kesalahan, dan menunjukkan kepada saya
hal yang benar. Terima kasih atas bimbingannya selama ini buk dila dan buk sis…

iii
Untuk sahabat-sahabat terbaik yang menemani selama perkuliahan ini,

½ lsn kuu terima kasih selalu ada. Buat Ciam Harza yang selalu menemani kemana-
kemana dan selalu sabar mendengarkan keluh kesal diriku ini, Merisamei bro
Amriani yang menjadi sahabat pertama di kampus dan yang paling tau luar
dalamnya aku ini, Dulfa Roza yang selalu terbully tapi sangat menghibur dan
tempat menggalau yang pas, Depoy Wahyuni yang rela kamar kos nya diberantakin
dan rela memberikan tumpangan tempat kepada mahasiswa yang tak tau mau
kemana karena rumah yang amat sangat teramat jauh ini, Dhilla Mae yang ikhlas
mobilnya dikotori karena ingin membantu kami melepas stress. Thanks a lot guys…
kalau nggak ada kalian hampa lah dunia perkuliahan aku ini (nggak gitu juga sih,
hahaha) tapi emang kalian da best laah

Buat nyonyon dan jelik sahabat kecil terbaik, terima kasih ya tetap ada buat aku
walaupun kita udah beda tempat kuliah, tapi kalian masih tetap menyempatkan diri
untuk membantu dan ngedukung. Muaah, sayang kalian... Buat kak mblo, iki, akil,
terima kasih buat dukungan, bantuan dan kebahagiaan yang diberikan selama
perkuliahan ini. Dan buat teman-teman AKK terima kasih telah menemani dalam
berjuang untuk menyelesaikan perkuliahan ini dan teman-teman kelas A2 terima
kasih telah menemani masa-masa maba dan memberikan warna tersendiri dalam
perkuliahan.

Terakhir buat pembaca skripsi ini, semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan
membantu, serta mohon do’a nya semoga saya jadi orang sukses yang selalu
bersyukur (amin)

TERIMA KASIH

Padang, Mei 2016

Augia Haliffa Pratiwi Zelfi

iv
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS ANDALAS

Skripsi, Mei 2016

AUGIA HALIFFA PRATIWI ZELFI


No.BP: 1210333027

EVALUASI PROGRAM REHABILITASI BAGI PECANDU NAPZA DI


INSTALASI NAPZA RUMAH SAKIT JIWA (RSJ) PROF H.B SAANIN
PADANG TAHUN 2015

xi + 110 halaman, 20 tabel, 1 gambar, 17 lampiran

ABSTRAK

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi yang mendalam serta
mengetahui sejauh mana program rehabilitasi bagi pecandu NAPZA dilaksanakan di
RSJ Prof H.B Saanin Padang Tahun 2015.

Metode
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Penelitian ini dilakukan di Instalasi
NAPZA RSJ Prof H.B Saanin Padang pada bulan Januari sampai April 2016.
Penentuan informan dilakukan secara purposive sampling dengan jumlah informan
sebanyak 12 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara wawancara mendalam,
FGD, Observasi, dan telaah dokumen.

Hasil
Hasil penelitian menunjukan bahwa dalam pelaksanaan program rehabilitasi NAPZA
di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin Padang masih terdapat beberapa kendala
dalam pelaksanaan dikarenakan adanya kekurangan dari segi tenaga, dana, serta
sarana dan prasarana. Selain itu dalam pelaksanaan program rehabilitasi masih ada
program yang belum mencapai target yang telah direncanakan.

Kesimpulan
Program-program rehabilitasi yang ada di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin
Padang beberapa diantaranya sudah berjalan dengan baik, sedangkan yang lainnya,
seperti : After care dan RGD NAPZA masih belum berjalan dengan semestinya.
Disarankan kepada pihak rumah sakit lebih memperhatikan bagaimana pelaksanaan
program rehabilitasi di Instalasi NAPZA, sehingga kedepannya dapat berjalan lebih
baik dan tidak ada lagi program yang tidak mencapai target.

Daftar Pustaka : 32 (1997-2015)


Kata Kunci : program rehabilitasi NAPZA, evaluasi program

v
FACULTY OF PUBLIC HEALTH
ANDALAS UNIVERSITY

Undergraduate Thesis, May 2016

AUGIA HALIFFA PRATIWI ZELFI


No. BP. 1210333027

EVALUATION FOR REHABILITATION PROGRAM IN THE DRUGS


INSTALLATION FOR DRUG ADDICTS IN PSYCHIATRIC HOSPITAL
PROF H.B SAANIN PADANG 2015

xi + 110 pages, 20 tables, 1 pictures, 17 attachments

ABSTRACT

Objective
The purpose of this research is to obtain in-depth information as well as determine
the extent of the rehabilitation program for drug addicts held in RSJ Prof H.B Saanin
Padang.

Methods
This research uses a qualitative method. This research was conducted in drug
Installation RSJ Prof H.B Saanin Padang in January to April 2016. Determination of
informants done by purposive sampling with the number of informants as many as 12
people. The data collection was done by in-depth interviews, focus group
discussions, observation, and study documents.

Results
The results of the research showed that in the implementation of the program of drug
rehabilitation in drug Installation RSJ Prof H.B Saanin Padang there are still some
obstacles in the implementation due to shortages in terms of manpower, funds, and
facilities. In addition, in the implementation of the rehabilitation program there are
program that has not reached the target that had been planned.

Conclusions
Rehabilitation programs that exist in drug Installation RSJ Prof H.B Saanin Padang
some of which are already running well, while others, such as: After care and drugs
emergency room are still not running properly. It is suggested that the hospital more
attention to how the implementation of the rehabilitation program in the Installation
drugs, so that the future can walk better and there is no program that does not reach
the target.

References : 32 (1997 – 2015)


Key Word : drug rehabilitation program, evaluation program

vi
DAFTAR ISI

PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

PERNYATAAN PENGESAHAN

PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

ABSTRAK................................................................................................................... v

ABSTRACT ................................................................................................................vi

KATA PENGANTAR ................................................................................................. i

DAFTAR ISI .............................................................................................................. vii

DAFTAR TABEL...................................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xiii

DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN ........................................................................ xiv

BAB 1 : PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1

1.2 Fokus Penelitian ................................................................................................. 6

1.3 Rumusan Masalah .............................................................................................. 6

1.4 Tujuan Penelitian................................................................................................ 7

1.4.1 Tujuan Umum ............................................................................................. 7

1.4.2 Tujuan Khusus............................................................................................. 7

1.5 Manfaat Penelitian.............................................................................................. 7

1.5.1 Manfaat Teoritis .......................................................................................... 7

1.5.2 Manfaat Praktis ........................................................................................... 8

1.6 Ruang Lingkup Penelitian .................................................................................. 8

BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA............................................................................... 9

2.1 Narkoba .............................................................................................................. 9

vii
2.2 Jenis-jenis NAPZA............................................................................................. 9

2.3 Tingkat Pemakaian NAPZA............................................................................. 12

2.4 Pecandu NAPZA .............................................................................................. 13

2.4.1 Definisi ...................................................................................................... 13

2.4.2 Ciri – Ciri Pecandu NAPZA...................................................................... 13

2.5 Efek dan Dampak kecanduan NAPZA............................................................. 16

2.5.1 Efek dari Kecanduan NAPZA(10) .............................................................. 17

2.5.2 Dampak dari Kecanduan NAPZA(15) ........................................................ 18

2.6 Pencegahan dan penanggulangan Kecanduan NAPZA ................................... 27

2.6.1 Pencegahan Kecanduan NAPZA .............................................................. 27

2.6.2 Penanggulangan Kecanduan NAPZA(15)................................................... 28

2.7 Rehabilitasi NAPZA ........................................................................................ 29

2.7.1 Jenis-Jenis Rehabilitasi ............................................................................. 30

2.7.2 Syarat Rehabilitasi NAPZA ...................................................................... 33

2.7.3 Standar Pelayanan Rehabilitasi NAPZA................................................... 34

2.7.3.1 Pelayanan Detoksifikasi NAPZA....................................................... 34

2.7.3.2 Pelayanan Gawat Darurat NAPZA .................................................... 36

2.7.3.3 Pelayanan Rehabilitasi NAPZA ......................................................... 37

2.7.3.4 Pelayanan Rawat Jalan Non Rumatan................................................ 40

2.7.3.5 Pelayanan Rawat Jalan Rumatan........................................................ 41

2.7.3.6 Pelayanan Penatalaksanaan Dual Diagnosis ...................................... 42

2.7.3.7 Pelayanan Tes Urin NAPZA .............................................................. 44

2.7.3.8 Pencatatan dan Pelaporan ................................................................... 45

2.8 Prosedur Rehabilitasi........................................................................................ 46

2.8.1 Detoksifikasi (10) ........................................................................................ 46

2.8.2 Voluntary Counseling and Testing (VCT) ................................................ 47

2.8.3 Pengobatan Medis Untuk Mengobati Komplikasi Medik (10) ................... 47


viii
2.8.4 Cognitive Behavior Therapy (CBT) .......................................................... 48

2.8.5 Pengawasan ............................................................................................... 49

2.9 Evaluasi ............................................................................................................ 49

2.9.1 Pengertian Evaluasi (24).............................................................................. 49

2.9.2 Evaluasi Program(24).................................................................................. 50

2.9.3 Fungsi Evaluasi ......................................................................................... 51

2.9.4 Tujuan Evaluasi ......................................................................................... 52

2.9.5 Langkah- langkah Evaluasi ........................................................................ 53

2.9.6 Jenis-jenis Evaluasi ................................................................................... 53

2.9.7 Ruang Lingkup Evaluasi ........................................................................... 55

2.10 Kerangka fikir ................................................................................................ 57

BAB 3 : METODE PENELITIAN .......................................................................... 58

3.1 Pendekatan Penelitian ...................................................................................... 58

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian .......................................................................... 58

3.3 Informan Penelitian .......................................................................................... 58

3.4 Sumber Data ..................................................................................................... 59

3.4.1 Data Primer ............................................................................................... 59

3.4.2 Data Sekunder ........................................................................................... 60

3.5 Jenis Data Penelitian ........................................................................................ 60

3.6 Definisi Istilah .................................................................................................. 61

3.7 Metode Pengumpulan Data .............................................................................. 62

3.7.1 Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 62

3.7.2 Alat Pengumpulan Data ............................................................................ 63

3.7.3 Matrik Pengumpulan Data ........................................................................ 64

3.8 Pengolahan dan Analisis Data.......................................................................... 65

3.8.1 Pengolahan Data........................................................................................ 65

3.8.2 Analisis Data ............................................................................................. 66


ix
BAB 4 : HASIL ......................................................................................................... 67

4.1 Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian ......................................................... 67

4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian ..................................................................... 67

4.1.2 Sumber Daya Manusia .............................................................................. 68

4.1.3 Sarana dan Prasarana................................................................................. 69

4.1.4 Karekteristik Informan .............................................................................. 70

4.2 Komponen Input............................................................................................... 71

4.2.1 Kebijakan .................................................................................................. 71

4.2.2 Tenaga ....................................................................................................... 73

4.2.3 Dana .......................................................................................................... 75

4.2.4 Sarana dan Prasarana................................................................................. 76

4.2.5 Standar Operasional Prosedur (SOP) ........................................................ 78

4.3 Komponen Proses............................................................................................. 79

4.3.1 Perencanaan dan Pengorganisasian ........................................................... 79

4.3.2 Pelaksanaan Program Rehabilitasi ............................................................ 80

4.3.2.1 Rehabilitasi Rawat Jalan .................................................................... 80

4.3.2.2 Rehabilitasi Rawat Inap ..................................................................... 84

4.3.3 Pengawasan ............................................................................................... 88

4.4 Output ............................................................................................................... 89

BAB 5 : PEMBAHASAN ......................................................................................... 91

5.1 Keterbatasan Penelitian .................................................................................... 91

5.2 Pembahasan Hasil Penelitian ........................................................................... 91

5.2.1 Komponen Input........................................................................................ 91

5.2.1.1 Kebijakan ........................................................................................... 91

5.2.1.2 Tenaga ................................................................................................ 92

5.2.1.3 Dana ................................................................................................... 94

5.2.1.4 Sarana dan Prasarana.......................................................................... 95


x
5.2.1.5 Standar Operasional Prosedur (SOP) ................................................. 96

5.2.2 Komponen Proses...................................................................................... 96

5.2.2.1 Perencanaan dan Pengorganisasian .................................................... 96

5.2.2.2 Pelaksanaan Program Rehabilitasi ..................................................... 97

5.2.2.3 Pengawasan ...................................................................................... 103

5.2.3 Output ...................................................................................................... 104

BAB 6 : KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 106

6.1 Kesimpulan..................................................................................................... 106

6.2 Saran ............................................................................................................... 108

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 109

LAMPIRAN

xi
DAFTAR TABEL

Table 3.1 Informan Penelitian Evaluasi Program Rehabilitasi NAPZA di Instalasi


NAPZA RSJ Prof H.B Saanin Padang ....................................................................... 59
Table 3.2 Definisi Istilah ............................................................................................ 61
Table 3.3 Matrik Pengumpulan Data ......................................................................... 64
Table 4.1 Data Tenaga Kerja Di RSJ Prof H.B Saanin Padang Tahun 2015 ............. 68
Table 4.2 Karakteristik Informan Wawancara Mendalam ......................................... 70
Table 4.3 Karakteristik Informan FGD ...................................................................... 71
Table 4.4 Matriks Triangulasi Metode (Kebijakan)................................................... 72
Table 4.5 Matrik Triangulasi Metode (Tenaga) ......................................................... 74
Table 4.6 Tabel Matrik Triangulasi Metode (Dana) .................................................. 76
Table 4.7 Tabel Matrik Triangulasi Metode (Sarana dan Prasarana) ........................ 77
Table 4.8 Tabel Matrik Triangulasi Metode (SOP) ................................................... 78
Table 4.9 Matriks Triangulasi Metode (Perencanaan dan Pengorganisasian) ........... 79
Table 4.10 Matriks Triangulasi Metode (Pelaksanaan Poliklinik NAPZA) .............. 81
Table 4.11 Matriks Triangulasi Metode (Pelaksanaan Klinik VCT) ......................... 82
Table 4.12 Matriks Triangulasi Metode (Pelaksanaan RGD NAPZA)...................... 83
Table 4.13 Matriks Triangulasi Metode (Pelaksanaan Detoksifikasi) ....................... 85
Table 4.14 Tabel Matriks Triangulasi Metode (Pelaksanaan Residential Program) . 86
Table 4.15 Matriks Triangulasi Metode (Pelaksanaan After Care) ........................... 87
Table 4.16 Matriks Triangulasi Metode (Pengawasan) ............................................. 88
Table 4.17 Matriks Triangulasi Metode (Output) ...................................................... 90

xii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Alur Fikir Penelitian ............................................................................... 57

xiii
DAFTAR ISTILAH/SINGKATAN

1. Assesmen = Proses pengumpulan informasi atau penilaian


2. BNN = Badan Narkotika Nasional
3. BNNP = Badan Narkotika Nasional Provinsi
4. CBT = Cognitive Behaviour Therapy
5. FGD = Forum Group Discussion
6. IPWL = Institusi Penerima Wajib Lapor
7. NAPZA = Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif
8. UPTD = Unit Pelaksana Teknis Daerah
9. VCT = Voluntary Conseling Testing

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Dokumentasi Penelitian


Lampiran 2 : Pernyataan Kesediaan Menjadi Infornan
Lampiran 3 : Pedoman Umum Wawancara Mendalam
Lampiran 4 : Panduan Wawancara Mendalam
Lampiran 5 : Panduan Wawancara Mendalam (Pasien)
Lampiran 6 : Matriks Hasil Wawancara Mendalam
Lampiran 7 : Matriks Hasil Wawancara Mendalam (Pasien)
Lampiran 8 : Pedoman Focus Group Discussion (FGD)
Lampiran 9 : Panduan Focus Group Discussion (FGD)
Lampiran 10 : Matriks Hasil Focus Group Discussion
Lampiran 11 : Tabel Checklist
Lampiran 12 : Tabel Checklist dokumen
Lampiran 13 : Surat Izin Penelitian
Lampiran 14 : Surat Keterangan Selesai Penelitian
Lampiran 15 : Kartu Kontak Bimbingan
Lampiran 16 : Formulir Menghadiri Seminar
Lampiran 17 : Manuskrip

xv
BAB 1 : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Narkoba atau NAPZA merupakan bahan/zat yang apabila masuk ke dalam

tubuh akan mempengaruhi tubuh terutama susunan syaraf pusat/otak sehingga

bilamana disalahgunakan akan menyebabkan gangguan fisik, psikis/jiwa dan fungsi

sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi), serta ketergantungan

(dependensi) terhadap NAPZA. Pada umumnya, istilah NAPZA digunakan dalam

sektor pelayanan kesehatan, yang menitikberatkan pada upaya penanggulangan dari

sudut kesehatan fisik, psikis, dan sosial. NAPZA juga sering disebut sebagai

psikoaktif, yaitu zat yang bekerja pada otak sehingga menimbulkan perubahan
(1)
perilaku, perasaan, dan pikiran.

Seseorang yang ketergantungan NAPZA definisinya dibedakan menjadi

pengguna, penyalah guna, dan pecandu. Pengguna adalah seseorang yang

menggunakan narkoba hanya sekedar untuk, misalnya bersenang-senang, rileks atau

relaksasi dan hidup mereka tidak berputar di sekitar narkoba. Pengguna jenis ini

disebut juga pengguna sosial rekreasional. Penyalah guna adalah seseorang yang

mempunyai masalah yang secara langsung berhubungan dengan narkoba. Masalah

tersebut bisa muncul dari ranah fisik, mental, emosional maupun spiritual. Penyalah

guna selalu menolak untuk berhenti sama sekali dan selamanya. Sedangkan pecandu

adalah seseorang yang sudah mengalami hasrat/obsesi secara mental dan emosional

serta fisik. Bagi pecandu, tidak ada hal yang lebih penting selain memperoleh

narkoba, sehingga jika tidak mendapatkannya, ia akan mengalami gejala-gejala putus

obat dan kesakitan.(2)

Di Indonesia peredaran narkoba semakin meluas. Angka kenaikannya di atas

rata-rata dunia. Bila tidak ada kesungguhan untuk memeranginya, diprediksi pada

1
2

tahun 2016 tingkat prevalensinya akan mencapai 2,8 persen. Artinya pengguna

narkoba bisa tembus di angka 5,1 juta orang.(3)

Berdasarkan penelitian BNN bersama Pusat Penelitian Kesehatan Universitas

Indonesia periode 2014, angka prevalensi pecandu napza sebesar 2,2 persen atau

setara dengan 3,8-4,2 juta orang. Sedangkan proyeksi angka prevalensi internasional

sebesar 2,32 persen. Kondisi ini naik dibandingkan angka prevalensi di Indonesia

tahun 2008 yang mencapai 0,21 persen.(4)

Pada tahun 2014 angka pecandu NAPZA di Indonesia mencapai angka

4.022.702 orang. Angka ini naik dibandingkan pada tahun 2011 yang hanya sebesar

3,8 juta orang. Di Sumatera barat, pada tahun 2013 angka pecandu napza mencapai

63.783 orang dan pada tahun 2014 angka tersebut naik sehingga mencapai 65.208

orang. Menurut BNNP hal ini sudah masuk dalam fenomena yang membahayakan.

Dari 65.208 orang pecandu, yang sudah melaporkan diri secara sukarela baru

mencapai 1.080 orang, sementara yang direhabilitasi baru 80 orang, sisanya

rehabilitasi jalan.(3)

Faktor-faktor yang mempengaruhi seseorang menggunakan NAPZA ada 3,

yaitu : faktor individu/diri sendiri, faktor lingkungan, dan faktor ketersediaan

narkoba. Faktor individu/diri sendiri dipicu oleh keingintahuan yang besar untuk

mencoba, tanpa sadar atau berfikir panjang tentang akibatnya di kemudian hari.

Faktor lingkungan seperti : keluarga, lingkungan pergaulan, lingkungan pekerjaan,

dsb. Sedangkan faktor ketersediaan narkoba dipicu oleh NAPZA yang semakin

mudah didapat dan dibeli dan harganya yang semakin murah dan dapat dijangkau

oleh daya beli masyarakat.(5)

Ketergantungan NAPZA merupakan masalah yang kompleks, karena akan

menimbulkan dampak yang negatif dan menimbulkan gangguan fungsi sehari-hari.


3

Ketergantungan (dependence use) NAPZA adalah keadaan dimana telah terjadi

ketergantungan fisik dan psikis, sehingga tubuh memerlukan sejumlah Napza yang

makin bertambah, apabila pemakaiannya dikurangi atau dihentikan akan timbul

gejala putus zat (withdrawal syndrome). Oleh karena itu bagi mereka yang sudah

terlanjur ketergantungan akan berusaha mendapatkan Napza yang dibutuhkan dengan

cara apapun agar dapat melakukan kegiatannya sehari – hari secara normal terlebih

dalam melaksanakan kegiatan/tugasnya yang memerlukan konsentrasi penuh.(6)

Dalam beberapa kondisi tertentu penderita ini sangat membutuhkan

pertolongan medis. Bila keadaan ini tidak diatasi dengan tepat, maka akan berakhir

dengan kematian yang disebabkan perilaku bunuh diri, dibunuh, kecelakaan,

keracunan, over dosis, komplikasi medis atau penyakit seperti AIDS, hepatitis,

kelainan jantung, kelainan paru-paru, gangguan jiwa berat dan lain-lain.(7)

Dampak dari kecanduan NAPZA tidak hanya mengancam kelangsungan

hidup dan masa depan penyalahgunanya saja, namun juga masa depan bangsa dan

negara, tanpa membedakan strata sosial, ekonomi, usia maupun tingkat pendidikan.

Salah satu akibat penyalahgunaan narkoba adalah dapat mengakibatkan atau

memunculkan kejahatan, seperti mencuri, merampok dan berbagai tindak kekerasan

maupun seks bebas. Selain itu, negara juga akan menderita kerugian dikarenakan

masyarakatnya tidak produktif dan tingkat kejahatan yang meningkat, belum lagi

sarana dan prasarana yang harus disediakan untuk mengobati korban narkoba. (7)

Pada Pasal 54 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika

menyatakan bahwa: Pecandu narkotika dan korban penyalahgunaan narkotika wajib

menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Rehabilitasi medis adalah suatu

proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari

ketergantungan narkotika. Sedangkan Rehabilitasi sosial adalah suatu proses


4

kegiatan pemulihan secara terpadu, baik fisik, mental, maupun sosial, agar bekas

pecandu narkotika dapat kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan

masyarakat.(6)

Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh Sapriansyah Alie dengan

menggunakan metode kualitatif tahun 2004 mengenai Program rehabilitasi Korban

Narkoba di Pesantren Al Islamy Kalibawang Kulonprogo Yogyakarta , disebutkan

bahwa program rehabilitasi korban narkoba harus dilaksanakan dengan teknik

terpadu antara medis, keagamaan, dan sosial. Dalam teknik terpadu ini selain

pengobatan medis pecandu juga diberikan siraman rohani yang akan memperkuat

keimanan dan ketaqwaan, serta menjadikannya pribadi yang kuat, sehingga tidak

akan kembali menggunakan NAPZA. Hal ini tentu akan membantu dalam upaya

penurunan angka pecandu NAPZA. Selain itu, pecandu juga diberikan keterampilan-

keterampilan yang akan mendukung kehidupan sosialnya setelah keluar dari

rehabilitasi. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitan yang dilakukan oleh

Khairul tahun 2013 di Instalasi Wisma Sirih Sungai Bangkong Pontianak, bahwa

rehabilitasi yang menggunakan teknik terpadu akan membuat para pecandu lebih

termotivasi untuk bebas dari NAPZA.(8, 9)

Proses rehabilitasi NAPZA ini akan didapat setelah pecandu melapor kepada

Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL) yang ada. Berdasarkan Keputusan Menkes

RI No.18/Menkes/SK/VII/2012, terbentuknya IPWL bertujuan merangkul pengguna

atau pecandu narkoba, sebagai proses rehabilitasi. IPWL merupakan langkah yang

bukan hanya sekedar pemberantasan, tapi juga proses rehabilitasi pecandu yang

bersinergi dengan instanti terkait seperti kepolisian dan kementerian kesehatan.

Setiap pecandu narkoba wajib melaporkan diri ke IPWL, apabila tidak maka akan

menerima konsekuensi ditahan oleh pihak yang berwajib.


5

Berdasarkan data BNNP, di Sumbar ada sembilan IPWL, yakni di Kota

Padang diantaranya Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Prof. HB. Sa'anin Padang, RS M.

Djamil Padang, Puskesmas Andalas, dan Puskesmas Seberang Padang, sedangkan di

Kota Bukittinggi ada di RSU Ahmad Muchtar, Puskesmas Perkotaan Rasimah

Ahmad, Puskesmas Biaro, dan Puskesmas Guguk Panjang.

Di Sumatera Barat, khusunya Padang salah satu IPWL dan tempat rehabilitasi

narkoba yang memiliki instalasi NAPZA satu-satunya adalah Rumah Sakit Jiwa

(RSJ) Prof H.B Saanin Padang. Program rehabilitasi di instalasi NAPZA ini

merupakan program unggulan dari direktorat kesehatan jiwa dan NAPZA dan sangat

berperan penting dalam upaya penurunan angka pecandu NAPZA.

Setelah dilakukan survei data awal di RSJ Prof H.B Saanin Padang

ditemukan beberapa masalah dalam pelaksanaan program rehabitilasi NAPZA, yaitu

ada beberapa program yang pelaksanaannya tidak mencapai target, ada program yang

tidak terlaksana sama sekali di tahun 2015, dan juga banyaknya pasien rehabilitasi

yang pulang atau tidak menyelesaikan program rehabilitasinya.

Program yang tidak mencapai target pelaksanaannya antara lain : program

residensial atau rawat inap. Program 6 bulan ini belum mencapai target yang

ditetapkan dikarenakan baru dijalankan. Sedangkan untuk program after care tidak

terlaksana sama sekali dari target 2 kali/tahun dan untuk program ruang gawat

darurat NAPZA (RGD) sudah tidak dilaksanakan lagi pada tahun 2015. Selain

program yang tidak mencapai target, juga ditemukan pasien yang tidak

menyelesaikan pengobatan atau rehabilitasinya yang mencapai 35,3%, dengan

rincian : pasien yang lari sebesar 21,9% dan yang dipulang paksa sebesar 13,4%.

Dikarenakan hal tersebut, peneliti tertarik untuk mengetahui apa saja program-

program pelayanan bagi pecandu NAPZA yang terdapat di Instalasi NAPZA RSJ
6

Prof H.B Saanin Padang, bagaimanakah pelaksanaannya, dan sejauh manakah

program tersebut sudah berjalan atau dilaksanakan.

1.2 Fokus Penelitian


Penelitian ini difokuskan pada program-program rehabilitasi bagi pecandu

NAPZA di Instalasi NAPZA Rumah Sakit Jiwa Prof H.B Saanin Padang. Aspek-

aspek yang menjadi fokus penelitian ini adalah :

1. Program-program rehabilitasi di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin

Padang

2. Mekanisme yang dilakukan dalam pelaksanaan program-program rehabilitasi

pecandu NAPZA

3. Usaha Manajemen RSJ Prof H.B Saanin Padang dalam melaksanakan

Program rehabilitasi NAPZA

4. Langkah-langkah yang dilakukan untuk mencapai keberhasilan pelaksanaan

program rehabilitasi bagi pecandu NAPZA

1.3 Rumusan Masalah


Berdasarkan fokus permasalahan, dapat dirinci masalah-masalah khusus

berikut.

1. Apa saja program-program rehabilitasi bagi pecandu NAPZA di Instalasi

NAPZA RSJ Prof H.B Saanin Padang?

2. Bagaimanakah pelaksanaan program-program rehabilitasi bagi pecandu

NAPZA?

3. Sejauh manakah program rehabilitasi bagi pecandu NAPZA dilaksanakan?

4. Apa saja usaha tenaga/karyawan di Instalasi NAPZA dalam keberhasilan

pelaksanaan program rehabilitasi NAPZA bagipecandu NAPZA?


7

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Menggali informasi yang mendalam serta mengetahui sejauh mana program

rehabilitasi bagi pecandu NAPZA dijalankan atau dilaksanakan di RSJ Prof H.B

Saanin Padang Tahun 2015.

1.4.2 Tujuan Khusus


1. Mendapatkan informasi yang mendalam mengenai program rehabilitasi bagi

pecandu NAPZA di RSJ Prof H.B Saanin Padang.

2. Mendapatkan informasi mendalam terkait pelaksanaan program rehabilitasi

bagi pecandu NAPZA.

3. Mendapatkan informasi yang mendalam mengenai tingkat keberhasilan

program rehabilitasi bagi pecandu NAPZA di RSJ Prof H.B Saanin Padang.

4. Mendapatkan informasi yang mendalam mengenai kendala dalam program

rehabilitasi bagi pecandu NAPZA di RSJ Prof H.B Saanin Padang, khususnya

sebagai IPWL (Institusi Penerima Wajib Lapor)

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Manfaat Teoritis
Mengembangkan teori dan memperkenalkan program rehabilitasi bagi pecandu

NAPZA, manfaat, serta kendala yang ada di Instalasi NAPZA di RSJ Prof H.B

Saanin Padang tahun 2015.


8

1.5.2 Manfaat Praktis


a. Sebagai bahan masukan bagi Kepala RSJ Prof H.B Saanin Padang dan

Kepala Instalasi NAPZA tentang pelaksanaan dan tingkat keberhasilan

program-program rehabilitasi pecandu NAPZA.

b. Sebagai bahan referensi bagi peneliti selanjutnya.

c. Sebagai bahan informasi bagi pihak terkait atau yang berwenang tentang

pelaksanaan program rehabilitasi bagi pecandu NAPZA.

d. Sebagai bahan informasi bagi masyarakat yang mempunyai masalah

kecanduan NAPZA.

1.6 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian dilakukan untuk mengevaluasi program-program rehabilitasi bagi

pecandu NAPZA yang ada di RSJ Prof H.B Saanin Padang pada tahun 2015. Sasaran

penelitian adalah semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan program rehabilitasi

pecandu NAPZA di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin Padang. Metode ini

dilakukan dengan menggunakan wawancara, observasi dan FGD untuk mengetahui

sejauh mana program telah dilaksanakan, manfaat dan tingkat keberhasilan program

rehabilitasi pecandu NAPZA tersebut, serta kendala-kendala yang dihadapi.


BAB 2 : TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Narkoba
Narkoba adalah zat kimia yang dapat mengubah keadaan psikologi seperti

perasaan, pikiran, suasana hati serta perilaku jika masuk ke dalam tubuh manusia

baik dengan cara dimakan, diminum, dihirup, suntik, intravena, dan lain sebagainya.

Narkoba dibagi dalam 3 jenis :

1. Narkotika

2. Psikotropika

3. Zat adiktif lainnya

Ketiga jenis narkoba ini lah yang dinamakan NAPZA (Narkotika,

Psikotropika dan Zat Adiktif). Penyalahgunaan dari NAPZA ini merupakan masalah

yang kompleks dan memiliki dimensi yang luas baik dari sudut medis, psikiatrik,
(10)
kesehatan jiwa maupun psikososial.

2.2 Jenis-jenis NAPZA


1. Narkotika

Menurut UU No. 22 Tahun 1997 tentang narkotika, narkotika


(11)
dikelompokkan kedalam tiga golongan yaitu:

- Narkotika golongan I adalah narkotika yang dapat digunakan untuk tujuan

pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta

mempunyai potensi sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contoh:

heroin, kokain, ganja.

- Narkotika golongan II adalah narkotika yang berkhasiat untuk

pengobatan, digunakan dalam terapi atau tujuan pengembangan ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan

9
10

ketergantungan. Contoh: morfin, petidin, turunan garam dalam golongan

tertentu.

- Narkotika golongan III adalah narkotika yang berkhasiat dalam

pengobatan yang banyak digunakan dalam terapi dan atau tujuan

pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan

menyebabkan ketergantungan. Misalkan: kodein, garam-garam narkotika

dalam golongan tertentu.

2. Psikotropika

Menurut UU No. 5 Tahun 1997 tentang psikotropika, dapat


(12)
dikelompokkan kedalam empat golongan:

- Psikotropika golongan I adalah psikotropika yang hanya digunakan untuk

tujuan ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta

mempunyai potensi yang amat kuat mengakibatkan sindroma

ketergantungan. Yang termasuk golongan ini yaitu: MDMA, ekstasi,

LSD, ST

- Psikotropika golongan II adalah psikotropika yang berkhasiat untuk

pengobatan dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan ilmu

pengetahuan serta mempunyai potensi kuat menimbulkan ketergantungan.

Contoh: amfetamin, fensiklidin, sekobarbital, metakualon, metilfenidat

(Ritalin).

- Psikotropika golongan III adalah psikotropika yang berkhasiat

pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan

ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi sedang menyebabkan

ketergantungan. Contoh : fenobarbital dan flunitrasepam.


11

- Psikotropika golongan IV adalah psikotropika yang mempunyai khasiat

pengobatan dan sangat luas digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan

ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan

ketergantungan. Contoh: diazepam, klobazam, bromazepam, klonazepam,

khlordiazepoxiase, nitrazepam (BK, DUM, MG).

3. Zat Adiktif

Zat adiktif merupakan penghantar untuk memasuki dunia

penyalahgunaan Narkoba. Pada mulanya seseorang mencicipi zat adiktif ini

sebelum menjadi pecandu aktif. Zat adiktif yang akrab ditelinga masyarakat

ialah nikotin dalam rokok dan etanol dalam minuman beralkohol dan pelarut

lain yang mudah menguap seperti aseton, thiner dan lain-lain.(5)

Dalam KEPRES tahun 1997, minuman yang mengandung etanol yang

diproses dari bahan hasil pertanian yang mengandung karbohidrat dengan

cara fermentasi dan destilasi atau fermentasi tanpa destilasi, maupun yang

diproses dengan mencampur konsentrat dengan etanol atau dengan cara

pengenceran minuman mengandung etanol.

Minuman alkohol dibagi menjadi 3 golongan sesuai dengan kadar


(5)
alkoholnya yaitu :

- Golongan A adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol 1% - 5%

Contoh : bir, greend sand.

- Golongan B adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol 5% - 20%

Contoh : anggur kolesom.

- Golongan C adalah minuman beralkohol dengan kadar etanol 20% - 55%

Contoh : arak, wisky, vodka.


12

2.3 Tingkat Pemakaian NAPZA


Ada beberapa tingkat atau tahapan dalam pemakaian NAPZA diantaranya
(13)
adalah :

1. Pemakaian coba-coba (experimental use)

Tujuannya ingin mencoba,untuk memenuhi rasa ingin tahu. Sebagian

pemakai berhenti pada tahap ini, dan sebagian lain berlanjut pada tahap lebih

berat.

2. Pemakaian sosial/rekreasi (social/recreational use)

Tujuannya untuk bersenang-senang pada saat rekreasi atau santai

dank arena terpengaruh lingkungan social atau pergaulan. Sebagian pemakai

tetap bertahan pada tahap ini.

3. Pemakaian Situasional (situasional use)

Pemakaian situasional yaitu pemakaian pada saat mengalami keadaan

tertentu seperti ketegangan, kesedihan, kekecewaaan, dan sebagainnya,

dengan maksud menghilangkan perasaan-perasaan tersebut.

4. Penyalahgunaan (abuse)

Penyalahgunaan adalah suatu pola penggunaan yang bersifat

patologik/klinis (menyimpang), ditandai oleh intoksikasi sepanjang hari dan

tak mampu mengurangi atau menghentikannya. Berusaha berulang kali

mengendalikan, terus menggunakan walaupun sakit fisiknya kambuh.

Keadaan ini akan menimbulkan gangguan fungsional atau okupasional yang

ditandai oleh : tugas dan relasi dalam keluarga tak terpenuhi dengan baik,

perilaku agresif dan tak wajar, hubungan dengan kawan terganggu, sering

bolos sekolah atau kerja, melanggar hukum atau kriminal dan tak mampu

berfungsi secara efektif.

5. Ketergantungan (dependence use)


13

Yaitu telah terjadi toleransi dan gejala putus zat, bila pemakaian

NAPZA dihentikan atau dikurangi dosisnya. Agar tidak berlanjut pada

tingkatyang lebih berat (ketergantungan), maka sebaiknya tingkat-tingkat

pemakaian tersebut memerlukan perhatian dan kewaspadaan keluarga dan

masyarakat. Untuk itu perlu dilakukan penyuluhan pada keluarga dan

masyarakat(10).

2.4 Pecandu NAPZA


2.4.1 Definisi
Menurut Undang-Undang Narkotik No. 22/1997 dan Undang-Undang

Psikotropika No. 5/1997 Pecandu narkoba atau NAPZA adalah seorang

penyalahguna narkoba yang telah mengalami ketergantungan terhadap satu atau lebih

narkotik, psikotropika, dan bahan adiktif lain (narkoba), baik secara fisik maupun

psikis.(12)

Ketergantungan narkoba adalah dorongan untuk menggunakan narkoba terus-

menerus, dan apabila pemakaiannya dihentikan gejala putus zat. Berat ringannya

gejala putus zat bergantung pada jenis narkoba, dosis yang digunakan, serta lama

pemakaian. Makin tinggi dosis yang digunakan dan makin lama pemakaiannya,

makin hebat gejala sakitnya.(11)

2.4.2 Ciri – Ciri Pecandu NAPZA


(10)
Beberapa ciri-ciri pecandu NAPZA, yaitu :

1. Perubahan perilaku

Perubahan sikap atau perilaku adalah yang paling bisa dilihat

walaupun tidak semua perubahan perilaku merujuk pada penggunaan narkoba

namun coba perhatikan apabila seseorang yang periang berubah menjadi


14

lebih pemurung, sensitif, dan pemarah. Atau sebaliknya mereka yang

pendiam menjadi lebih ceria, mudah tertawa.

2. Sering mengantuk

Dia selalu terlihat mengantuk dan sering menguap, berubah menjadi

pemalas dan suka melamun. Para calon pecandu ini biasanya mulai cuek

dengan jarang mandi dan tidak mempedulikan penampilan. Namun, pada saat

yang berbeda dia bisa berubah menjadi seseorang yang sangat berenergi dan

rajin sekali. Perubahan ini karena dia memakai zat tertentu yang membuat dia

lebih bersemangat.

3. Sering bolos

Apabila dia adalah anak sekolah, biasanya dia malas dan suka bolos

sekolah. Ia juga jarang berada di rumah dan sering menghindari acara yang

dibuat keluarga atau teman-temannya.

4. Prestasi menurun

Ciri yang ini masih berhubungan dengan sering bolos, mengantuk,

dan melamun. Prestasi akan menurun drastis karena sering absen mengikuti

pelajaran di sekolah.

5. Tidak suka bergaul

Mereka cenderung menghindari teman-teman dan lebih memilih

untuk mengurung diri di kamar atau sendirian. Para pecandu ini tidak ingin

terlihat oleh orang-orang.

6. Pergaulan yang berubah

Para pecandu hanya akan nyaman dengan mereka yang sama-sama

pecandu dan ini adalah hal yang umum. Bila teman kamu seorang pecandu,

mereka akan menjauhi teman-teman lamanya.


15

7. Suka mencuri

Kecanduan membutuhkan uang yang lumayan banyak untuk

memuaskan hasrat mereka. Ini berarti uang saku harian atau bulanan mereka

tidak akan cukup apalagi harga narkoba yang lumayan mahal.

8. Stres

Seseorang yang kecanduan narkoba mulai sering merasa gelisah dan

susah tidur. Mereka juga menjadi mudah curiga dan sering mencemaskan

sesuatu.

9. Pikun

Narkoba juga menyebabkan kerusakan pada otak sehingga mereka

menjadi cepat lupa bahkan untuk hal yang sangat penting. Mereka jadi

linglung, bego dan seperti orang yang sedang kebingungan.

10. Mata merah

Mereka menjadi sering memakai kacamata hitam namun bukan

karena gaya atau supaya terlihat misterius, para pecandu ini akan berusaha

menutupi mata merah mereka yang seperti orang mengantuk.

Selain itu ciri-ciri pecandu NAPZA dapat juga dilihat berdasarkan jenis obat
(5, 14)
yang dikonsumsinya, seperti :

1. Narkoba jenis pil (ekstasi, happy five, inex).

Pecandu jenis pil biasanya akan menunjukan ciri umum cadel. Bahkan

bicaranya juga kadang meracau, tidak jelas. Suka keluar rumah, selalu riang

jika mendengar musik house, wajah terlihat lelah, bibir suka pecah-pecah dan

badan suka keringatan, sering minder setelah pengaruh inex hilang

2. Ganja
16

Pemakai ganja cenderung suka berkeringat, kalau di tempat umum

akan terlihat gugup. Karena, kebanyakan pemakaian ganja seperti rokok tidak

jarang ada pecandu yang sering mampet hidungnya serta berair, seperti flu.

Cenderung lusuh, mata merah, kelopak mata mengatup terus, doyan makan

karena perut merasa lapar terus dan suka tertawa jika terlibat pembicaraan

3. Sabu-Sabu

Pemakai jenis ini kerap menggosok hidungnya. Hal ini merupakan

efek saat menghisap sabu. Ketika dihisap dan dikeluarkan lewat hidung ada

sensasi gatal di lubang hidung. Bahkan pemakai jenis ini akan selalu merasa

getir di mulut, sehingga mulutnya akan sering bergoyang-goyang. Gampang

gelisah dan serba salah melakukan apa saja, jarang mau menatap mata jika

diajak bicara, mata sering jelalatan, karakternya dominan curiga, apalagi pada

orang yang baru dikenal, badan berkeringat meski berada di dalam ruangan

ber-AC, suka marah dan sensitif.

4. Pecandu putauw

Sering menyendiri di tempat gelap sambil dengar musik, malas mandi

karena kondisi badan selalu kedinginan, badan kurus, layu serta selalu apatis

terhadap lawan jenis.

2.5 Efek dan Dampak kecanduan NAPZA


Narkotika dan obat terlarang serta zat adiktif / psikotropika dapat

menyebabkan efek dan dampak negatif bagi pemakainya. Dampak yang negatif itu

sudah pasti merugikan dan sangat buruk efeknya bagi kesehatan mental dan fisik.

Meskipun demikian terkadang beberapa jenis obat masih dipakai dalam dunia

kedokteran, namun hanya diberikan bagi pasien-pasien tertentu, bukan untuk

dikonsumsi secara umum dan bebas oleh masyarakat. Oleh karena itu obat dan
17

narkotik yang disalahgunakan dapat menimbulkan berbagai akibat yang beraneka

ragam.

2.5.1 Efek dari Kecanduan NAPZA(10)


1. Halusinogen, efek dari narkoba bisa mengakibatkan bila dikonsumsi

dalam sekian dosis tertentu dapat mengakibatkan seseorang menjadi

ber-halusinasi dengan melihat suatu hal/benda yang sebenarnya tidak

ada / tidak nyata, contohnya kokain & LSD.

2. Stimulan , efek dari narkoba yang bisa mengakibatkan kerja organ

tubuh seperti jantung dan otak bekerja lebih cepat dari kerja biasanya

sehingga mengakibatkan seseorang lebih bertenaga untuk sementara

waktu, dan cenderung membuat seorang pengguna lebih senang dan

gembira untuk sementara waktu

3. Depresan, efek dari narkoba yang bisa menekan sistem syaraf pusat

dan mengurangi aktivitas fungsional tubuh, sehingga pemakai merasa

tenang bahkan bisa membuat pemakai tidur dan tidak sadarkan diri.

Contohnya putaw

4. Adiktif , Seseorang yang sudah mengkonsumsi narkoba biasanya akan

ingin dan ingin lagi karena zat tertentu dalam narkoba mengakibatkan

seseorang cenderung bersifat pasif , karena secara tidak langsung

narkoba memutuskan syaraf – syaraf dalam otak, contoh : ganja , heroin ,

putaw

5. Jika terlalu lama dan sudah ketergantungan narkoba maka lambat laun

organ dalam tubuh akan rusak dan jika sudah melebihi takaran maka

pengguna itu akan overdosis dan akhirnya kematian.


18

2.5.2 Dampak dari Kecanduan NAPZA(15)


A. Dampak Tidak Langsung

1. Akan banyak uang yang dibutuhkan untuk penyembuhan dan perawatan

kesehatan pecandu jika tubuhnya rusak digerogoti zat beracun.

2. Dikucilkan dalam masyarakat dan pergaulan orang baik-baik. Selain itu

biasanya tukang candu narkoba akan bersikap anti sosial.

3. Keluarga akan malu besar karena punya anggota keluarga yang

memakai zat terlarang.

4. Kesempatan belajar hilang dan mungkin dapat dikeluarkan dari sekolah

atau perguruan tinggi alias DO / drop out.

5. Tidak dipercaya lagi oleh orang lain karena umumnya pecandu narkoba

akan gemar berbohong dan melakukan tindak kriminal.

6. Dosa akan terus bertambah karena lupa akan kewajiban Tuhan serta

menjalani kehidupan yang dilarang oleh ajaran agamanya.

7. Bisa dijebloskan ke dalam penjara yang sangat menyiksa lahir dan batin.

B. Dampak Langsung Bagi Jasmani / Tubuh Manusia

1. Gangguan pada jantung

2. Gangguan pada hemoprosik

3. Gangguan pada traktur urinarius

4. Gangguan pada otak

5. Gangguan pada tulang

6. Gangguan pada pembuluh darah

7. Gangguan pada endorin

8. Gangguan pada kulit

9. Gangguan pada sistem syaraf


19

10. Gangguan pada paru-paru

11. Gangguan pada sistem pencernaan

12. Dapat terinfeksi penyakit menular berbahaya seperti HIV AIDS,

Hepatitis, Herpes, TBC, dll.

C. Dampak Langsung Bagi Kejiwaan / Mental Manusia

1. Menyebabkan depresi mental.

2. Menyebabkan gangguan jiwa berat / psikotik.

3. Menyebabkan bunuh diri

4. Menyebabkan melakukan tindak kejahatan, kekerasan dan

pengrusakan(13).

Efek depresi bisa ditimbulkan akibat kecaman keluarga, teman dan

masyarakat atau kegagalan dalam mencoba berhenti memakai narkoba.

Namun orang normal yang depresi dapat menjadi pemakai narkoba karena

mereka berpikir bahwa narkoba dapat mengatasi dan melupakan masalah

dirinya, akan tetapi semua itu tidak benar.

Selain dampak langsung dan tidak langsung, kecanduan NAPZA juga dapat
(13, 15)
menimbulkan :

1. Dampak fisik

Adaptasi biologis tubuh kita terhadap penggunaan narkoba untuk

jangka waktu yang lama bisa dibilang cukup ekstensif, terutama dengan obat-

obatan yang tergolong dalam kelompok downers. Tubuh kita bahkan dapat
20

berubah begitu banyak hingga sel-sel dan organ-organ tubuh kita menjadi

tergantung pada obat itu hanya untuk bisa berfungsi normal.

Salah satu contoh adaptasi biologis dapat dilihat dengan alkohol.

Alkohol mengganggu pelepasan dari beberapa transmisi syaraf di otak.

Alkohol juga meningkatkan cytocell dan mitokondria yang ada di dalam liver

untuk menetralisir zat-zat yang masuk. Sel-sel tubuh ini menjadi tergantung

pada alcohol untuk menjaga keseimbangan baru ini.

Tetapi, bila penggunaan narkoba dihentikan, ini akan mengubah

semua susunan dan keseimbangan kimia tubuh. Mungkin akan ada kelebihan

suatu jenis enzim dan kurangnya transmisi syaraf tertentu. Tiba-tiba saja,

tubuh mencoba untuk mengembalikan keseimbangan didalamnya. Biasanya,

hal-hal yang ditekan/tidak dapat dilakukan tubuh saat menggunakan narkoba,

akan dilakukan secara berlebihan pada masa Gejala Putus Obat (GPO) ini.

Misalnya, bayangkan efek-efek yang menyenangkan dari suatu

narkoba dengan cepat berubah menjadi GPO yang sangat tidak mengenakkan

saat seorang pengguna berhenti menggunakan narkoba seperti heroin/putaw.

Contoh: Saat menggunakan seseorang akan mengalami konstipasi, tetapi

GPO yang dialaminya adalah diare, dll.

Bagi para pecandu, ketakutan terhadap sakit yang akan dirasakan saat

mengalami GPO merupakan salah satu alasan mengapa mereka sulit untuk

berhenti menggunakan narkoba, terutama jenis putaw/heroin. Mereka tidak

mau merasakan pegal, linu, sakit-sakit pada sekujur tubuh dan persendian,

kram otot, insomnia, mual, muntah, dll yang merupakan selalu muncul bila

pasokan narkoba kedalam tubuh dihentikan.


21

Selain ketergantungan sel-sel tubuh, organ-organ vital dalam tubuh

seperti liver, jantung, paru-paru, ginjal,dan otak juga mengalami kerusakan

akibat penggunaan jangka panjang narkoba. Banyak sekali pecandu narkoba

yang berakhiran dengan katup jantung yang bocor, paru-paru yang bolong,

gagal ginjal, serta liver yang rusak. Belum lagi kerusakan fisik yang muncul

akibat infeksi virus (Hepatitis C dan HIV/AIDS) yang sangat umum terjadi di

kalangan pengguna jarum suntik.

2. Dampak mental

Selain ketergantungan fisik, terjadi juga ketergantungan mental.

Ketergantungan mental ini lebih susah untuk dipulihkan daripada

ketergantungan fisik. Ketergantungan yang dialami secara fisik akan lewat

setelah GPO diatasi, tetapi setelah itu akan muncul ketergantungan mental,

dalam bentuk yang dikenal dengan istilah „sugesti‟. Orang seringkali

menganggap bahwa sakaw dan sugesti adalah hal yang sama, ini adalah

anggapan yang salah. Sakaw bersifat fisik, dan merupakan istilah lain untuk

Gejala Putus Obat, sedangkan sugesti adalah ketergantungan mental, berupa

munculnya keinginan untuk kembali menggunakan narkoba. Sugesti ini tidak

akan hilang saat tubuh sudah kembali berfungsi secara normal.

Sugesti ini bisa digambarkan sebagai suara-suara yang menggema di

dalam kepala seorang pecandu yang menyuruhnya untuk menggunakan

narkoba. Sugesti seringkali menyebabkan terjadinya 'perang' dalam diri

seorang pecandu, karena di satu sisi ada bagian dirinya yang sangat ingin

menggunakan narkoba, sementara ada bagian lain dalam dirinya yang

mencegahnya. Bayangkan saja bila Anda harus berperang melawan diri Anda
22

sendiri, dan Anda sama sekali tidak bisa sembunyi dari suara-suara itu karena

tidak ada tempat dimana Anda bisa sembunyi dari diri Anda sendiri dan tak

jarang bagian dirinya yang ingin menggunakan narkoba-lah yang menang

dalam peperangan ini. Suara-suara ini seringkali begitu kencang sehingga ia

tidak lagi menggunakan akal sehat karena pikirannya sudah terobsesi dengan

narkoba dan nikmatnya efek dari menggunakan narkoba. Sugesti inilah yang

seringkali menyebabkan pecandu relapse.

Sugesti ini tidak bisa hilang dan tidak bisa disembuhkan, karena inilah

yang membedakan seorang pecandu dengan orang-orang yang bukan

pecandu. Orang-orang yang bukan pecandu dapat menghentikan

penggunaannya kapan saja, tanpa ada sugesti, tetapi para pecandu akan tetap

memiliki sugesti bahkan saat hidupnya sudah bisa dibilang normal kembali.

Sugesti memang tidak bisa disembuhkan, tetapi kita dapat merubah cara kita

bereaksi atau merespon terhadap sugesti itu.

Dampak mental yang lain adalah pikiran dan perilaku obsesif

kompulsif, serta tindakan impulsif. Pikiran seorang pecandu menjadi

terobsesi pada narkoba dan penggunaan narkoba. Narkoba adalah satu-

satunya hal yang ada didalam pikirannya. Ia akan menggunakan semua daya

pikirannya untuk memikirkan cara yang tercepat untuk mendapatkan uang

untuk membeli narkoba. Tetapi ia tidak pernah memikirkan dampak dari

tindakan yang dilakukannya, seperti mencuri, berbohong, atau sharing needle

karena perilakunya selalu impulsif, tanpa pernah dipikirkan terlebih dahulu.

Pecandu narrkoba juga selalu berpikir dan berperilaku kompulsif,

dalam artian selalu mengulangi kesalahan-kesalahan yang sama. Misalnya,

seorang pecandu yang sudah keluar dari sebuah tempat pemulihan sudah
23

mengetahui bahwa ia tidak bisa mengendalikan penggunaan narkobanya,

tetapi saat sugestinya muncul, ia akan berpikir bahwa mungkin sekarang ia

sudah bisa mengendalikan penggunaannya, dan akhirnya kembali

menggunakan narkoba hanya untuk menemukan bahwa ia memang tidak bisa

mengendalikan penggunaannya! Bisa dikatakan bahwa dampak mental dari

narkoba adalah mematikan akal sehat para penggunanya, terutama yang

sudah dalam tahap kecanduan. Ini semua membuktikan bahwa penyakit

adiksi adalah penyakit yang licik, dan sangat berbahaya.

3. Dampak emosional

Narkoba adalah zat-zat yang mengubah mood seseorang (mood

altering substance). Saat menggunakan narkoba, mood, perasaan, serta emosi

seseorang ikut terpengaruh. Salah satu efek yang diciptakan oleh narkoba

adalah perubahan mood. Narkoba dapat mengakibatkan ekstrimnya perasaan,

mood atau emosi penggunanya. Jenis-jenis narkoba tertentu, terutama alkohol

dan jenis-jenis narkoba yang termasuk dalam kelompok uppers seperti Shabu-

shabu, dapat memunculkan perilaku agresif yang berlebihan dari si pengguna,

dan seringkali mengakibatkannya melakukan perilaku atau tindakan

kekerasan. Terutama bila orang tersebut pada dasarnya memang orang yang

emosional dan bertemperamen panas.

Ini mengakibatkan tingginya domestic violence dan perilaku abusive

dalam keluarga seorang alkoholik atau pengguna Shabu-shabu. Karena

pikiran yang terobsesi oleh narkoba dan penggunaan narkoba, maka ia tidak

akan takut untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap orang-orang yang

mencoba menghalaginya untuk menggunakan narkoba.


24

Emosi seorang pecandu narkoba sangat labil dan bisa berubah kapan

saja. Satu saat tampaknya ia baik-baik saja, tetapi di bawah pengaruh narkoba

semenit kemudian ia bisa berubah menjadi orang yang seperti kesetanan,

mengamuk, melempar barang-barang, dan bahkan memukuli siapapun yang

ada di dekatnya. Hal ini sangat umum terjadi di keluarga seorang alkoholik

atau pengguna Shabu-shabu. Mereka tidak segan-segan memukul istri atau

anak-anak bahkan orangtua mereka sendiri. Karena melakukan semua

tindakan kekerasan itu di bawah pengaruh narkoba, maka terkadang ia tidak

ingat apa yang telah dilakukannya.

Saat seseorang menjadi pecandu, ada suatu kepribadian baru yang

muncul dalam dirinya, yaitu kepribadian pecandu atau kepribadian si junkie.

Kepribadian yang baru ini tidak peduli terhadap orang lain, satu-satunya hal

yang penting baginya adalah bagaimana cara agar ia tetap bisa terus

menggunakan narkoba. Ini sebabnya mengapa ada perubahan emosional yang

tampak jelas dalam diri seorang pecandu. Seorang anak yang tadinya selalu

bersikap manis, sopan, riang, dan jujur berubah total mejadi seorang pecandu

yang brengsek, pemurung, penyendiri, dan jago berbohong dan mencuri.

Adiksi terhadap narkoba membuat seseorang kehilangan kendali

terhadap emosinya. Seorang pecandu acapkali bertindak secara impuls,

mengikuti dorongan emosi apapun yang muncul dalam dirinya. Dan

perubahan yang muncul ini bukan perubahan ringan, karena pecandu adalah

orang-orang yang memiliki perasaan dan emosi yang sangat mendalam. Para

pecandu seringkali diselimuti oleh perasaan bersalah, perasaan tidak berguna,

dan depresi mendalam yang seringkali membuatnya berpikir untuk

melakukan tindakan bunuh diri.


25

Perasaan-perasaan ini pulalah yang membuatnya ingin terus

menggunakan, karena salah satu efek narkoba adalah mematikan perasaan

dan emosi kita. Di bawah pengaruh narkoba, ia dapat merasa senang dan

nyaman, tanpa harus merasakan perasaan-perasaan yang tidak mengenakkan.

Tetapi… perasaan-perasaan ini tidak hilang begitu saja, melainkan „terkubur

hidup-hidup‟ di dalam diri kita. Dan saat si pecandu berhenti menggunakan

narkoba, perasaan-perasaan yang selama ini „mati‟ atau „terkubur‟ dalam

dirinya kembali bangkit, dan di saat-saat seperti inilah pecandu membutuhkan

suatu program pemulihan, untuk membantunya menghadapi dan mengatasi

perasaan-perasaan sulit itu.

Satu hal juga yang perlu diketahui adalah bahwa salah satu dampak

buruk narkoba adalah mengakibatkan pecandu memiliki suatu retardasi

mental dan emosional. Contoh seorang pecandu berusia 16 tahun saat ia

pertama kali menggunakan narkoba, dan saat ia berusia 26 tahun ia berhenti

menggunakan narkoba. Memang secara fisik ia berusia 26 tahun, tetapi

sebenarnya usia mental dan emosionalnya adalah 16 tahun. Ada 10 tahun

yang „hilang‟ saat ia menggunakan narkoba. Ini juga sebabnya mengapa ia

tidak memiliki pola pikir dan kestabilan emosi seperti layaknya orang-orang

lain seusianya.

4. Dampak spiritual

Adiksi terhadap narkoba membuat seorang pecandu menjadikan

narkoba sebagai prioritas utama didalam kehidupannya. Narkoba adalah pusat

kehidupannya, dan semua hal/aspek lain dalam hidupnya berputar di

sekitarnya. Tidak ada hal lain yang lebih penting daripada narkoba, dan ia
26

menaruh kepentingannya untuk menggunakan narkoba di atas segala-galanya.

Narkoba menjadi jauh lebih penting daripada istri, suami, pacar, anak,

orangtua, sekolah, pekerjaan, dll.

Ia berhenti melakukan aktivitas-aktivitas yang biasa ia lakukan

sebelum ia tenggelam dalam penggunaan narkobanya. Ia tidak lagi

melakukan hobi-hobinya, menjalani aktivitas normal seperti sekolah, kuliah,

atau bekerja seperti biasa, bila sebelumnya ia termasuk rajin beribadah bisa

dipastikan ia akan menjauhi kegiatan yang satu ini, apalagi dengan khotbah

agama yang selalu didengar bahwa orang-orang yang menggunakan narkoba

adalah orang-orang yang berdosa.

Ini menyebabkan pecandu seringkali hidup tersolir, ia hidup dalam

dunianya sendiri dan mengisolasi dirinya dari dunia luar, yaitu dunia yang

tidak ada hubungannya dengan narkoba. Ia menjauhi keluarga dan teman-

teman lamanya, dan mencari teman-teman baru yang dianggap sama

dengannya, yang dianggap dapat memahaminya dan tidak akan

mengkuliahinya tentang penggunaan narkobanya.

Narkoba dianggap sebagai sahabat yang selalu setia menemaninya.

Orangtua bisa memarahinya, teman-teman mungkin menjauhinya, pacar

mungkin memutuskannya, bahkan Tuhan mungkin dianggap tidak ada, tetapi

narkoba selalu setia dan selalu dapat memberikan efek yang diinginkannya.

Secara spiritual, Narkoba adalah pusat hidupnya, dan bisa dikatakan

menggantikan posisi Tuhan. Adiksi terhadap narkoba membuat penggunaan

narkoba menjadi jauh lebih penting daripada keselamatan dirinya sendiri. Ia

tidak lagi memikirkan soal makan, tertular penyakit bila sharing needle,

tertangkap polisi, dll.


27

Adiksi adalah penyakit yang mempengaruhi semua aspek hidup

seorang manusia, dan karenanya harus disadari bahwa pemulihan bagi

seorang pecandu tidak hanya bersifat fisik saja, tetapi juga harus mencakup

ketiga aspek lainnya sebelum pemulihan itu dapat dianggap sebagai suatu

pemulihan yang sebenarnya.

2.6 Pencegahan dan penanggulangan Kecanduan NAPZA


2.6.1 Pencegahan Kecanduan NAPZA
Pencegahan penyalahgunaan zat aiktif dan psikotropika memerlukan kerja

sama penting antara peran keluarga, sekolah, masyarakat, dan pemerintah.


(10)
Berikut cara-cara pencegahan penyalahgunaan zat adiktif dan psikotropika:

 Pencegahan pada diri sendiri dan keluarga

- Berlajar mengatakan tidak kepada diri sendiri dan orang lain, yang menawarkan

barang haram itu terhadap kita.

- Tidak usah terpancing lingkungan, sekalipun diri kita di anggap kuper oleh orang

orang yang mengkonsumsi narkotika

- Bergaul dengan teman yang baik dan jauh dari barang haram tersebut

- Selalu dekat dengan tuhan

- Isi kegiatan sehari hari dengan aktivitas yang positif

- Ciptakan suasana yang hangat dan nyaman sehingga membuat kita nyaman

dirumah

- Meluangkan waktu untuk bisa bersama sama

- Orang tua menjadi contoh yang baik dan teladan

- Ciptakan komunikasi yang baik

- Orang tua memahami penyalahgunaan NAPZA

 Peran Anggota Masyarakat


28

Kita sebagai anggota masyarakat perlu mendorong peningkatan

pengetahuan setiap anggota masyarakat tentang bahaya penyalahgunaan obat-

obat terlarang. Selain itu, kita sebagai anggota masyarakat perlu memberi

informasi kepada pihak yang berwajib jika ada pemakai dan pengedar

narkoba di lingkungan tempat tinggal.

 Peran Sekolah

Sekolah perlu memberikan wawasan yang cukup kepada para siswa

tentang bahaya penyalahgunaan zat adiktif dan psikotropika bagi diri pribadi,

keluarga, dan orang lain. Selain itu, sekolah perlu mendorong setiap siswa

untuk melaporkan pada pihak sekolah jika ada pemakai atau pengedar zat

adiktif dan psikotropika di lingkungan sekolah. Sekolah perlu memberikan

sanksi yang mendidik untuk setiap siswa yang terbukti menjadi pemakai atau
(13)
pengedar narkoba.

 Peran Pemerintah

Pemerintah berperan mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika

dan psikotropika dengan cara mengeluarkan aturan hukum yang jelas dan

tegas. Di samping itu, setiap penyalahguna, pengedar, pemasok, pengimpor,

pembuat, dan penyimpan narkoba perlu diberikan sanksi atau hukuman yang

membuat efek jera bagi si pelaku dan mencegah yang lain dari kesalahan

yang sama.

2.6.2 Penanggulangan Kecanduan NAPZA(15)


a) Preventif (Pencegahan)

Preventif digunakan untuk membentuk masyarakat yang

mempunyai ketahanan dan kekebalan terhadap narkoba. Pencegahan lebih

baik daripada pemberantasan. Pencegahan dapat dilakukan dengan


29

beberapa cara seperti pengawasan didalam keluarga, penyuluhan oleh pihak

yang berkompeten seperti pemerintah, sekolah atau dari dinas kesehatan.

b) Kuratif (Pengobatan)

Kuratif bertujuan untuk penyembuhan para korban, seperti

rehabilitasi.

c) Rehabilitatif (Rehabilisasi)

Rehabilitatif dilakukan adalah bertujuan agar korban saat sudah

sembuh dari kecanduan tidak kambuh atau kecanduan kembali pada

narkoba.

d) Represif (Penindakan)

Represif adalah penindakan melalui jalur hukum, yang dilakukan

oleh para penegak hukum atau aparat keamanan.

2.7 Rehabilitasi NAPZA


Rehabilitasi adalah pemondokan yang dilakukan agar pengguna obat

terlarang dapat kembali sehat, yang meliputi sehat jasmani atau fisik (biologik), jiwa

(psikologik), sosial (adaptasi), dan rohani atau keimanan (spiritual). Rehabilitasi

merupakan fasilitas yang sifatnya semi tertutup, maksudnya hanya orang–orang

tertentu dengan kepentingan khusus yang dapat memasuki area ini. Rehabilitasi

narkoba juga merupakan sebuah tempat yang memberikan pelatihan ketrampilan


(10, 16)
dan pengetahuan untuk menghindarkan diri dari narkoba.

Rehabilitasi narkoba adalah sebuah tindakan represif yang dilakukan bagi

pencandu narkoba. Tindakan rehabilitasi ditujukan kepada pecandu NAPZA untuk

memulihkan atau mengembangkan kemampuan fisik, mental, dan sosial penderita

yang bersangkutan. Selain untuk memulihkan, rehabilitasi juga sebagai pengobatan

atau perawatan bagi para pecandu narkotika, agar para pecandu dapat sembuh dari
30

kecanduannya terhadap narkotika. Dalam program ini pecandu NAPZA diberikan


(10, 17)
pelatihan ketrampilan dan pengetahuan untuk menghindarkan diri dari narkoba.

2.7.1 Jenis-Jenis Rehabilitasi


(6)
Menurut UU RI No. 35 Tahun 2009, ada dua jenis rehabilitasi, yaitu :

1. Rehabilitasi Medis

Rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan secara

terpadu untuk membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika.

Pecandu narkotika adalah orang yang menggunakan atau menyalahgunakan

narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara


(18)
fisik maupun psikis.

Proses rehabilitasi medis meliputi assesmen, penyusunan rencana

rehabilitasi, program rehabilitasi rawat jalan atau rawat inap, dan program

pasca rehabilitasi. Rehabilitasi medis dapat dilaksanakan melalui rawat

jalan dan/atau rawat inap sesuai dengan rencana rehabilitasi yang telah
(19)
disusun dengan mempertimbangkan hasil assesmen.
(20)
Pelaksanaan rawat jalan meliputi:

a. Intervensi medis, antara lain melalui program detoksifikasi, terapi

simtomatik, dan/atau terapi ruwatan medis, serta terapi penyakit

komplikasi sesuai indikasi

b. Intervensi psikososial antara lain melalui konseling adiksi narkotika,

wawancara motivasional, terapi perilaku dan kognitif (Cognitive

Behavior Therapy), dan pencegahan kambuh.

Pelaksanaan rawat inap meliputi : (20)

a. Intervensi medis, antara lain melalui program detoksifikasi, terapi

simtomatik, dan terapi penyakit komplikasi sesuai indikasi.


31

b. Intervensi psikososial antara lain melalui konseling individual,

kelompok, keluarga, dan vokasional.

c. Pendekatan filosofi theraupetic community (TC) dan/atau metode 12

(dua belas) langkah dan pendekatan filosofi lain yang sudah teruji

secara ilmiah.

2. Rehabilitasi Sosial

Rehabilitasi sosial adalah proses refungsionalisasi dan

pengembangan untuk memungkinkan seseorang mampu melaksanakan


(21)
fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan masyarakat.
(21)
Rehabilitasi sosial dilaksanakan dalam bentuk :

a. Motivasi dan diagnosis psikososial

b. Perawatan dan pengasuhan

c. Pelatihan vokasional dan pembinaan kewirausahaan

d. Bimbingan mental spiritual

e. Bimbingan fisik

f. Bimbingan sosial dan konseling psikososial

g. Pelayanan aksesibbilitas

h. Bantuan dan asistensi sosial

i. Bimbingan resosialisasi

j. Bimbingan lanjut; dan/atau

k. Rujukan

Tahapan rehabilitasi sosial dilaksanakan dengan :

a. Pendekatan awal

b. Pengungkapan dan pemahaman masalah


32

c. Penyusunan rencana pemecahan masalah

d. Pemecahan masalah

e. Resosialisasi

f. Terminasi; dan

g. Pembinaan lanjut

(6)
Selain itu, ada program rehabilitasi yang lamanya 3 bulan mencakup:

a) Pendidikan agama (kognitif, afektif, dan psikomotor)

b) Psikoterapi kelompok (group psychotherapy) dan psikoterapi perorangan

(individual psychotherapy)

c) Pendidikan umum

d) Pendidikan keterampilan

e) Pendidikan jasmani (olahraga)

f) Rekreasi

Selain itu juga ada program intervensi psikososial yang terdiri dari :

a) Brief Intervention (BI)

b) Konseling Dasar

c) Wawancara Motivasional/Motivational Interview (MI)

d) Cognitive Behavior Therapy (CBT)

e) Pencegahan Kekambuhan

f) Program 12 Langkah

g) Layanan Penunjang
(8)
Hasil yang Diharapkan seusai menjalani program rehabilitasi ini adalah:

1. Beriman dan bertakwa

2. Memiliki kekebalan fisik maupun mental terhadap NAPZA


33

3. Memiliki keterampilan

4. Dapat kembali berfungsi secara wajar (layak) dalam kehidupan sehari-hari,

baik di rumah (keluarga), di sekolah/kampus, di tempat kerja, maupun

masyarakat.

2.7.2 Syarat Rehabilitasi NAPZA


Menurut Permenkes No.80 Tahun 2014, Pusat atau Lembaga Rehabilitasi
(19)
yang baik haruslah memenuhi persyaratan antara lain :

a. Memiliki unit pelayanan rehabilitasi NAPZA, sekurang-kurangnya alokasi

tempat tidur untuk rawat inap selama 3 (tiga) bulan.

b. Memiliki tenaga kesehatan yang sekurang-kurangnya terdiri dari dokter,

perawat, dan apoteker yang terlatih di bidang gangguan penggunaan napza;

c. Ditetapkan menjadi Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL).

d. Memiliki program rehabilitasi medis NAPZA, sekurang-kurangnya

program rawat inap jangka pendek dengan layanan simtomatik dan

intervensi psikososial sederhana.

e. Memiliki standar prosedur operasional layanan rehabilitasi medis NAPZA.

f. Memiliki standar prosedur keamanan minimal, yang diantaranya memuat

prosedur:

1. Pencatatan pengunjung yang masuk dan keluar.

2. Pemeriksaan fisik dan barang bawaan setiap masuk program agar

tidak membawa berbagai Napza dan benda tajam ke dalam tempat

rehabilitasi.

3. Tugas penjaga keamanan.

4. Pengamanan sarana prasarana agar pasien terhindar dari kemungkinan

melukai dirinya sendiri, melukai orang lain dan melarikan diri.


34

2.7.3 Standar Pelayanan Rehabilitasi NAPZA


Menurut keputusan Menteri Kesehatan Nomor : 421/MENKES/SK/III/2010

dan Badan Narkotika Nasional standar pelayanan dalam rehabilitasi NAPZA adalah

sebagai berikut : (22, 23)

2.7.3.1 Pelayanan Detoksifikasi NAPZA


Detoksifikasi adalah proses atau tindakan medis untuk membantu pasien

dalam mengatasu gejala putus NAPZA dan merupakan langkah awal dari proses

panjang terapi gangguan penggunaan NAPZA dengan cara yang aman dan efektif.

Tujuannya adalah untuk mengurangi rasa ketidaknyamanan fisik dan atau psikis

akibat dikurangi/diberhentikannya penggunaan NAPZA.

Untuk pelaksanaan pelayanan detoksifikasi diperlukan sumber daya manusia

yang terdiri dari : dokter dan perawat dengan pelatihan dasar penatalaksanaan medik

gangguan penggunaan NAPZA. Detoksifikasi dapat dilaksanakan secara rawat inap

maupun rawat jalan, tergantung dengan seberapa parah kondisi pasien.

Fasilitas dan peralatan minimal yang harus ada dalam pelayanan detoksifikasi

adalah :

a. Peralatan medik

1. Stetoskop

2. Pen light

3. Tensimeter

4. Timbangan

5. Tempat tidur

6. Oksigen

7. Tiang infus dan infus set

8. Peralatan pertolongan pertama ; peralatan resusitasi, alat suntik,

desinfektan, kapas dan obat-obat gawat darurat lain.


35

b. Obat-obat gawat darurat

1. Cairan infus koloid

2. Cairan dextrose

3. Mannitol

4. Nolaxone HCL

5. Antagonis opiat

6. Anti psikotik chloropromazine atau haloperidol

7. Sedative-hipnotik (termasuk benzodiazepine)

8. Anti anxietas alprazolam atau clobazam

9. Analgetik

10. Spasmolitik

11. Anti hipertensi

c. Peralatan Nonmedik di ruang keperawatan dan konsultasi

1. Meja, kursi

2. Alat tulis kantor

3. Meja periksa

4. Step stool

5. Komputer (jika memungkinkan)

6. Telepon

7. Tempat khusus untuk menyimpan status

8. Lemari obat

Sedangkan prasarana yang harus ada dalam pelayanan detoksifikasi adalah :

1. Cahaya dan ventilasi seluruh ruangan dalam sarana pelayanan detoksifikasi

adalah ruangan yang memiliki kecukupan cahaya baik dengan listrik maupun

cahaya matahari, serta memiliki ventilasi yang memadai.


36

2. Limbah sarana pelayanan detoksifikasi harus memiliki tata cara pembuangan

limbah sesuai pedoman sanitasi rumah sakit, baik untuk limbah padat dan

cait.

3. Sarana pelayanan detoksifikasi harus memiliki tempat cuci tangan sebagai

salah satu upaya kewaspadaan baku dan kewaspadaan transmisi.

2.7.3.2 Pelayanan Gawat Darurat NAPZA


Pelayanan Gawat Darurat NAPZA adalah proses atau tindakan untuk

mengatasi kondisi gawat dan darurat baik fisik maupun psikis akibat penggunaan

NAPZA yang dapat mengancam kehidupan diri sendiri maupun orang lain. Layanan

gawat darurat NAPZA harus dilakukan dengan cepat dan akurat dengan mengikuti

prinsip-prinsip Bantuan Hidup Dasar dan penanggulangan kegawat daruratan,

dengan tujuan :

1. Mengatasi keadaan akut pasien (termasuk keadaan gaduh gelisah pasien)

2. Memberikan bantuan hidup dasar pasien

3. Meminimalisasi angka kecacatan pasien

4. Menurunkan angka kematian akibat kondisi akut yang diderita pasien

Untuk pelaksanaan pelayanan gawat darurat NAPZA dibutuhkan staf dan

pimpinan yang memiliki kriteria sebagai berikut :

a. Bagi pimpinan layanan gawat darurat diharapkan memiliki sertifikat PPGD

ditambah dengan ACLS (Advanced Cardiac Life Support) dan ATLS

(Advanced Trauma Life Support).

b. Staf dokter umum dan perawat terlatih NAPZA dangan sertifikat PPGD.

c. Tenaga administrasi
37

Sedangkan fasilitas dan peralatan minimal yang harus ada dalam layanan

gawat darurat NAPZA, sesuai dengan pedoman layanan IGD Kementerian

Kesehatan secara umum, yaitu :

1. EKG

2. Tabung oksigen

3. Suction

4. Peralatan resusitasi

5. Tiang infus

6. Alat fiksasi pasien (baju, manset, dan tempat tidur)

7. Tempat tidur yang dapat dirubah posisi ketinggian kepala dan kaki

8. Autoclave/sterilisator

9. Peralatan bedah minor

10. Obat-obatan penyelamat kehidupan

11. Kursi roda

12. Tempat tidur yang dapat diubah berbagai posisi

13. Mobil ambulans

14. Tempat sampah untuk medis dan non medis

2.7.3.3 Pelayanan Rehabilitasi NAPZA


Pelayanan Rehabilitasi NAPZA adalah upaya terapi berbasis bukti yang

mencakup perawatan medis, psikososial, atau kombinasi keduanya baik perawatan

rawat inap jangka pendek maupun panjang. Tujuannya adalah untuk membantu

pasien mempertahankan kondisi bebas NAPZA (abstinensia) dan memulihkan fungsi

fisik, psikologis, dan sosial.


38

Ada berbagai model penatalaksanaan rehabilitasi yang dapat dilakukan pada

sarana pemberi layanan rehabilitasi sesuai dengan jenis penggunaan NAPZA dan

kebutuhan individu, seperti :

1. Model TC (Therapeutic Community)

Pendekatan dengan menggunakan komunitas terapi yang umumnya

dilakukan kepada pasien dengan gangguan penggunaan heroin dan kokain.

Pendekatan ini umumnya berdurasi antara 6 sampai dengan 12 bulan. Tenaga

yang diperlukan dalam layanan rehabilitasi ini adalah : konselor adiksi,

psikologis klinis, dokter, perawat, pengajar agama, maupun praktisi lain yang

terlatih dalam model pendekatan TC.

2. Model Minnesota

Pendekatan dengan menggunakan filosofi pemulihan dari program 12

langkah ini lebih efektif dilakukan kepada pasien dengan kemampuan

kognitif yang baik, kondisi mental stabil, dan motivasi pemulihan yang kuat.

Tenaga yang diperlukan dalam layanan rehabilitasi ini adalah : konselor

adiksi, pendidik, psikologis klinis, pengajar agama, maupun praktisi lain yang

terlatih dengan filosofi program pemulihan 12 langkah.

3. Model medis

Pendekatan yang diselenggarakan pada seting rumah sakit / layanan

kesehatan dengan menggunakan model TC, Minnesota, atau keduanya yang

digabungkan dengan layanan medis bagi klien dengan komorbiditas dan

penyakit fisik lainnya. Tenaga yang diperlukan dalam layanan rehabilitasi ini

hamper sama dengan model TC dan Minnesota, hanya saja ditambahkan

dengan dokter, asisten apoteker (apoteker), ahli gizi maupun praktisi lain

yang terlatih dalam bidang rehabilitasi NAPZA.


39

Sarana dan prasarana yang harus ada dalam pelayanan rehabilitasi NAPZA

meliputi :

a. Ruang kegiatan pasien yang terpisah dari ruang kerja staf

b. Sarana olahraga dan rekreasi/kesenian

c. Ruang tamu atau ruang untuk berkunjung

d. Ruang tidur

e. Kamar mandi, toilet

f. Dapur dan gudang

g. Hall atau ruang serba guna (ruang makan, pertemuan, seminar, grup sesi,

dll)

h. Ruang kantor

i. Ruang ibadah

j. Peralatan dan furniture yang sesuai dengan setiap fungsi

k. Dari ruang dan program (termasuk ATK)

Indikator mutu dari pelayanan rehabilitasi NAPZA adalah :

1. Klien bertahan dalam program minimal 3 bulan.

2. Kualitas hidup pasien menunjukkan peningkatan dari kondisi awal masuk

setelah pasien bertahan dalam program minimal 3 bulan.

3. Kondisi depresi pasien menunjukkan penurunan dari kondisi awal masuk

setelah pasien bertahan dalam progrsm minimal 3 bulan.

4. Pasien tidak menunjukkan penggunaan NAPZA di luar resep pada

pemeriksaan urin, baik rutin maupun sewaktu-waktu (random urinalysis).

5. Klien menunjukkan kepuasan terhadap pelaksanaan program.


40

2.7.3.4 Pelayanan Rawat Jalan Non Rumatan


Pelayanan Rawat Jalan Non Rumatan adalah pemberian terapi sesuai dengan

diagnose yang ditegakkan dengan memberikan terapi simtomatis, terapi terkait

kondisi fisik/psikis dan intervensi psikososial untuk mencapai dan mempertahankan

kondisi pulih dari gangguan penggunaan NAPZA. Tujuannya adalah untuk

membantu pasien menuju dan mempertahankan kondisi bebas NAPZA (abstinesia)

dan memulihkan fungsi fisik, psikologis, sosial, dan spiritual.

Berbagai jenis terapi gangguan penggunaan NAPZA sesuai dengan diagnosis

yang dilakukan di rawat jalan, yaitu :

1. Terapi simtomatik. Tenaga yang diperlukan, yaitu : dokter yang terlatih

2. Konseling adiksi/konseling individu (termasuk pengurangan risiko). Tenaga

yang diperlukan, yaitu : dokter, perawat, psikolog klinis, konselor adiksi,

sarjana agama, pendidik yang terlatih.

3. Motivational interviewing (motivational enhancement therapy). Tenaga yang

diperlukan, yaitu : dokter, perawat, psikolog klinis, konselor adiksi, sarjana

agama, pendidik yang terlatih.

4. Pencegahan kekambuhan. Tenaga yang diperlukan, yaitu : konselor adiksi,

pekerja sosial, perawat, psikolog klinis, dokter yang terlatih.

5. Rujukan pelayanan spesialistik apabila perlu (psikiatri; penyakit dalam;

neurologi, dll) melihat pada standar pelayanan komorbiditas. Tenaga yang

diperlukan, yaitu : dokter.

6. Cognitive behavior therapy. Tenaga yang diperlukan, yaitu : dokter, perawat,

psikolog klinis, konselor adiksi, sarjana agama, pendidik yang bersertifikat.

7. Konseling keluarga. Tenaga yang diperlukan, yaitu : psikolog klinis,

psikiater, dokter, perawat jiwa yang terlatih.


41

8. Konseling pasangan/marital. Tenaga yang diperlukan, yaitu : psikolog klinis,

psikiater, dokter, perawat jiwa yang terlatih.

9. Konseling vokasional. Tenaga yang diperlukan, yaitu : pekerja sosial,

psikolog klinis

10. Family support group

Sarana dan prasarana yang harus ada dalam pelayanan rawat jakan non

rumatan adalah :

1. Ruang periksa : meja, kursi dokter-pasien, meja periksa/tempat tidur pasien,

wastafel, dan alat-alat pemeriksaan fisik : stetoskop, tensimeter, thermometer,

senter, timbangan berat badan, formulir- formulir dan kertas resep.

2. Ruang konseling : kursi, leaflet, alat/buku peraga konseling

3. Ruang tunggu

4. Kamar mandi/WC

2.7.3.5 Pelayanan Rawat Jalan Rumatan


Pelayanan Rawat Jalan Rumatan merupakan suatu terapi panjang minimal 6

bulan bagi pasien ketergantungan oploida dengan menggunakan golongan oploid

sintetis agonis atau agonis parsial dengan cara oral/sub-lingual dibawah pengawasan

dokter yang terlatih, dengan merujuk pada pedoman nasional. Tujuannya adalah

untuk mengurangi dampak buruk yang disebabkan gangguan penggunaan oploida.

Tenaga dan petugas yang sudah mengikuti pelatihan dalam terapi rumatan

terdiri dari :

1. Dokter umum dan atau spesialis kedokteran jiwa

2. Perawat

3. Psikolog

4. Pekerja sosial
42

5. Apoteker/ Asisten Apoteker

6. Petugas Rekam Medis

7. Petugas Laboratorium

8. Konselor

9. Petugas Keamanan

Sarana dan prasarana yang menunjang berjalannya terapi rumatan di rawat

jalan yaitu :

1. Lokasi : sebaiknya di area yang tidak banyak bersinggungan dengan pasien

umum, untuk alasan privasi

2. Ruangan : memiliki beberapa ruangan yang terdiri dari ruangan untuk ruang

tunggu, pemeriksaan kesehatan, konseling individual, konseling kelompok,

tempat memberikan obat, penyimpanan sementara, dan penyimpanan tetap.

Prasarana :

1. Cahaya seluruh ruangan dalam sarana pelayanan rawat jalan rumatan adalah

ruangan yang memiliki kecukupan cahaya baik dengan listrik maupun cahaya

matahari, serta memiliki ventilasi yang memadai.

2. Limbah sarana pelayanan rawat jalan rumatan harus memiliki tata cara

pembuangan limbah sesuai pedoman sanitasi rumah sakit, baik untuk limbah

padat dan cait.

3. Sarana pelayanan rawat jalan rumatan harus memiliki tempat cuci tangan

sebagai salah satu upaya kewaspadaan baku dan kewaspadaan transmisi.

2.7.3.6 Pelayanan Penatalaksanaan Dual Diagnosis


Pelayanan Penatalaksanaan Dual Diagnosis adalah pelayanan medikospiatik

terhadap gangguan/penyakit kejiwaan secara bersamaan terdapat pada individu yang

mengalami gangguan penggunaan NAPZA dalam suatu periode, baik itu merupakan
43

penyakit primer maupun sekunder yang satu sama lain saling terkait dan dapat

memperburuk kondisi klinis klien. Pelayanan dapat dilaksanakan secara rawat jalan

dan raawat inap.

Penatalaksanaan yang diberikan disesuaikan dengan pelayanan kesehatan,

minimal yang harus ada :

1. Farmakoterapi yang dilakukan oleh dokter umum, psikiater.

2. Konseling individual yang dilakuikan oleh psikiater, psikolog klinis, perawat

jiwa, dokter umum terlatih, dan pekerja sosial.

3. Pendidikan keluarga, serta layanan lainnya (disesuaikan dengan ketersediaan

sumber daya yang ada), seperti :

a. Psikoterapi dilakukan oleh psikiater, psikolog klinis, perawat jiwa.

b. Terapi keluarga dilakukan oleh psikiater, psikolog klinis.

c. Terapi rekreasional (seni, olahraga, dll) dilakukan oleh instruktur,

konselor, psikolog klinis, perawat jiwa, dan oekerja sosial.

Fasilitas dasar/minimal yang harus ada dalam pelayanan penatalaksanaan

dual diagnosis adalah :

1. Ruang periksa

2. Instrument diagnostik psikiatrik

Sedangkan fasilitas lanjutan yaitu :

1. Bed fiksasi

2. Alat-alat fiksasi (baju fiksasi, manset fiksasi)

3. Ruang isolasi

4. Ruang konseling/psikoterapi

5. Alat terapi rekreasional

6. Ruang rekreasi
44

Indikator mutu dalam pelayananan penatalaksanaan dual diagnosis adalah :

1. Pasien bertahan dalam program minimal 3 bulan.

2. Situasi mental emosional pasien mencapai kondisi stabil dalam waktu 3 bulan

berada dalam program.

3. Pasien dapat mengikuti tugas-tugas yang diberikan dalam waktu setidaknya 3

bulan berada dalam program.

2.7.3.7 Pelayanan Tes Urin NAPZA


Pelayanan Tes Urin NAPZA yaitu tindakan pemeriksaan urin akan adanya

NAPZA (kecuali alkohol) pada tubuh seseorang dengan menggunakan berbagai

metode untuk menunjang penegakan diagnosis dari tindakan, tidak untuk proses

penegakan hukum. Tujuannya adalah untuk membantu menegakkan diagnosis,

membantu menentukan terapi selanjutnya, dan membantu memonitor kemajuan

pasien dalam fase penyembuhan.

Tes urin harus disertai dengan wawancara dan pemeriksaan klinis yang dapat

memperkuat hasil pemeriksaan tersebut. Ada 2 tipe tes urin, yaitu : tipe cepat

(menggunakan test pack), dan tipe lanjutan yang menggunakan peralatan

laboratorium.

Pemeriksaan cepat dapat dilakukan oleh :

1. Analis

2. Dokter

3. Perawat

4. Konselor

5. Psikolog

6. Pekerja sosial
45

Interpretasi hasil dilakukan oleh : dokter. Sedangkan pemeriksaan laboratorium dapat

dilakukan oleh :

1. Analis

2. Dokter spesialis patologi klinik

Interpretasi hasil dilakukan oleh : dokter spesialis patologi klinik dan dokter.

Fasilitas dan peralatan yang harus ada dalam pelaksanaan pelayanan tes urin

ini adalah :

1. Pemeriksaan cepat : test pack

2. Pemeriksaan laboratorium : reagensia NAPZA yang telah terdaftar di

Kementerian Kesehatan, EMT/ETS, ruangan laboratorium, sarung tangan,

peralatan laboratorium terkait.

Indikator mutu dari pelaksanaan pelayanan tes urim ini adalah :

1. Tingkat keluhan pasien atas hasil tes urim minimal

2. Pasien menunjukkan kepuasan terhadap pelaksanaan program.

2.7.3.8 Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan dan pelaporan harus ada pada berbagai layanan terapi dan

rehabilitasi NAPZA, baik yang berbasis lembaga kesehatan maupun non-kesehatan,

yang bersifat komprehensif dan informatif. Tujuannya adalah :

1. Sebagai alat untuk memantau pelayanan kesehatan, baik bagi kepentingan

pasien yang bersangkutan, maupun petugas kesehatan yang melayani.

2. Sebagai bahan masukan bagi pihak perencana dan penyusun kebijakan.

Untuk lembaga kesehatan sistem pencatatan berjenjang dari

puskesmas/RSU/RSJ kepada Dinas Kesehatan dan Kementerian Kesehatan

(tembusan kepada Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan Jiwa). Sedangkan untuk


46

lembaga non-kesehatan pelaporan disampaikan kepada Dinas Kesehatan dan

Kementerian Kesehatan (tembusan kepada Direktorat Bina Pelayanan Kesehatan

Jiwa). Format disiapkan oleh masing-masing lembaga, mengikuti contoh format

pelaporan yang tersedia (terlampir).

Pencatatan dan pelaporan pelayanan gangguan penggunaan NAPZA pada

lembaga layanan Terapi Rehabilitasi NAPZA menggunakan formulir data pasien

gangguan penggunaan NAPZA dan dual diagnosa. Formulir data pasien gangguan

penggunaan NAPZA dan dual diagnosa dilaporkan satu tahun sekali.

Indikator mutu dari pencatatan dan pelaporan pelayanan rehabilitasi NAPZA

ini adalah :

1. Tersedianya data yang sesuai dengan kebutuhan pengisian formulir pada

catatan medic/catatan kasus pasien.

2. Terkirimnya laporan pasien Gangguan Penggunaan NAPZA.

2.8 Prosedur Rehabilitasi


2.8.1 Detoksifikasi (10)
Detoksifikasi adalah proses menghilangkan racun (zat narkotika atau

adiktif lain) dari tubuh dengan cara menghentikan total pemakaian semua zat

adiktif yang dipakai atau dengan penurunan dosis obat pengganti.

Detoksifikasi bisa dilakukan dengan berobat jalan atau dirawat di rumah

sakit. Biasanya proses detoksifikasi dilakukan terus menerus selama satu

sampai tiga minggu, hingga hasil tes urin menjadi negatif dari zat adiktif.

Detoksifikasi merupakan langkah awal proses terapi ketergantungan

opioida dan merupakan intervensi medik jangka singkat. terapi detoksifikasi

dibagi atas: Detoksifikasi jangka panjang (3-4 minggu) seperti dengan


47

menggunakan metadon, Detoksifikasi jangka sedang (3-5 hari) : naltrekson,

mida-zolam, klonidin, Detoksifikasi cepat (6 jam sampai 2 hari): rapid detox.

2.8.2 Voluntary Counseling and Testing (VCT)


Program ini merupakan tes HIV yang dilakukan secara sukarela.

Karena pada prinsipnya tes HIV tidak boleh dilakukan dengan paksaan atau

tanpa sepengetahuan orang yang bersangkutan. Ada beberapa tahapan VCT,

tahapan pertama adalah pre konseling, pada tahap ini dilakukan pemberian

informasi tentang HIV dan AIDS, cara penularan, cara pencegahannya dan

periode jendela. Kemudian konselor melaksanakan penilaian risiko klinis.

Setelah selesai pre konseling, langkah kedua adalah konselor akan

menawarkan kepada klien apakah bersedia untuk melakukan tes HIV.

Konselor tidak akan memaksa klien untuk melakukan tes HIV. Klien bisa

kembali lagi kapan saja. Jika klien mau tes HIV, konselor akan memberikan

informed consent atau izin dari klien untuk melakukan tes HIV. Dalam surat

pernyataan, klien menyatakan bahwa klien yang bersangkutan telah

menerima informasi yang berhubungan dengan tes ini, HIV dan telah

menjalani penilaian risiko klinis. Klien juga menyatakan jika dirinya bersedia

untuk di tes HIV.

2.8.3 Pengobatan Medis Untuk Mengobati Komplikasi Medik (10)


Para bekas pengguna narkoba yang dulunya melakukan suntik

menyuntik dangan alat suntikan yang dipakai bersama-sama, selain kurang

steril juga biasanya terjadi penularan berbagai penyakit menular, antara lain

adalah hepatitis B, Hepatitis C, dan HIV/AIDS. Biasanya penyalahguna


48

narkoba penghidupan seks nya juga tidak terkontrol, sehingga banyak yang

terjangkit penyakit kelamin menular.

Tidak hanya itu, banyak juga yang mengalami gangguan saraf yang

diakibatkan kerusakan otak, paru-paru, jantung, ginjal, lambung, dan usus.

Yang diutamakan dalam terapi medis ini adalah agar individu secara fisik

menjadi sehat, sehingga dapat mengikuti terapi psikis dan mengikuti proses

rehabilitasi dengan lebih baik.

2.8.4 Cognitive Behavior Therapy (CBT)


Cognitive Behavior Therapy atau yang lebih dikenal dengan CBT

adalah sebuah pendekatan psikoterapi yang bertujuan untuk memecahkan

masalah mengenai disfungsional emosi, perilaku dan kognisi melalui

berorientasi tujuan, prosedur sistematis. CBT ini mulai banyak digunakan

oleh para profesional dan terapis dalam menghadapi berbagai persoalan-

persoalan psikologis individual, bahkan sampai kepada penggunaan dalam

manajemen perusahaan dalam meningkatkan kinerja dan produktifitas yang

sustainable dan resilience.

CBT sangat efektif untuk mengobati berbagai masalah, termasuk

suasana hati, kecemasan, kepribadian, makan, penyalahgunaan zat, dan

gangguan psikotik. Perawatan seringkali manualized, dengan teknik khusus

berbasis singkat, langsung, dan waktu-terbatas perawatan untuk gangguan

psikologis tertentu. CBT digunakan dalam terapi individual maupun

pengaturan grup, dan teknik yang sering diadaptasi untuk aplikasi

swadaya.(15)
49

2.8.5 Pengawasan
Setelah mantan penyalahguna narkoba dinyatakan boleh keluar dari

tempat rehabilitasi dan kembali ke tengah-tengah masyarakat, ini belum

berarti telah tuntas tugas panti rehabilitasi. Masih ada tugas yang perlu

dilakukan yaitu pemantauan selama satu hingga dua tahun. Hal ini bertujuan

untuk mencegah terjadinya kekambuhan pada mantan korban penyalahguna

narkoba. Tentu saja hal ini tidak mudah dilakukan dan sangat memerlukan
(10)
bantuan dari pihak yang terkait.

2.9 Evaluasi
(24)
2.9.1 Pengertian Evaluasi
Kata evaluasi berasal dari bahasa Inggris evaluation yang berarti penilaian

atau penaksiran. Evaluasi adalah suatu kegiatan sistematis dan terencana untuk

mengukur, menilai dan klasifikasi pelaksanaan dan keberhasilan program. Menurut

Azwar, evaluasi adalah suatu proses yang teratur dan sistematis dalam

membandingkan hasil yang dicapai dengan tolak ukur atau kriteria yang telah

ditetapkan kemudian dibuat suatu kesimpulan dan penyusunan saran pada setiap

tahap dari pelaksanaan program.

Dengan kata lain, Evaluasi adalah suatu metode dan proses penilaian dan

pelaksanaan tugas seseorang atau sekelompok orang atau unit-unit kerja dalam satu

perusahaan atau organisasi sesuai dengan standar kinerja atau tujuan yang ditetapkan

lebih dahulu. Evaluasi kinerja merupakan cara yang paling adil dalam memberikan

imbalan atau penghargaan kepada pekerja. Dengan cara pengawasan penilaian,

pengumpulan informasi untuk mendapat hasil yang sesungguhnya dibandingkan

dengan hasil yang diharapkan dalam kegiatan, apa sudah tercapai apa belum tercapai.

Selain itu juga menyediakan informasi untuk pembuat keputusan dalam suatu
50

kebijakan, nilai yang dihasilkan dari evaluasi membuat suatu kebijakan bermanfaat

terutama dalam mencari peluang perbaikan yang tidak ditetapkan terlebih dahulu.

Serta untuk menjamin cara kerja yang efektif dan efisien yang membawa organisasi

kepada penggunaan sumber daya secara efektif dan efisiensi ekonomis . Untuk

memperoleh laporan serta fakta tentang kesulitan, hambatan, penyimpangan, dilihat

dari aspek tertentu misalnya kemajuan kerja,dan program kerja tahunan. Untuk

mempelajari fakta dan kemungkinan perbaikannya, untuk meningkatkan

akuntabilitas, untuk meningkatkan kinerja.

2.9.2 Evaluasi Program(24)


Dalam evaluasi pembangunan dikenal instrument kebijakan yang dikenal

dengan istilah program dan kegiatan. Program adalah bentuk instrument kebijakan

yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh instansi

pemerintah/lembaga atau masyarakat, yang dikoordinasikan oleh instansi pemerintah

untuk mencapai sasaran tujuan.

Kegiatan adalah bagian dari program yang dilaksanakan oleh satu atau

beberapa satuan kerja sebagai bagian dari pencapaian sasaran terukur pada suatu

program. Kegiatan terdiri atas sekumpulan tindakan pengetahuan sumber daya baik

berupa personil (sumber daya manusia), maupun yang berupa modal termasuk

peralatan dan teknologi, dana atau kombinasi dari beberapa atau kesemua jenis

sumber daya tersebut sebagai masukan (input) untuk menghasilkan keluaran (output)

dalam bentuk barang dan jasa.

Program adalah sekumpulan kegiatan yang terencana dan tersistem. Program

terdiri dari komponen-komponen meliputi: tujuan, sasaran, criteria keberhasilan,

jenis kegiatan, prosedur untuk melaksanakan kegiatan, waktu untuk melakukan


51

kegiatan, komponen pendukung seperti fasilitas, alat dan bahan, serta

pengorganisasian.

Jadi, evaluasi program merupakan satu metode untuk mengetahui dan menilai

efektivitas suatu program dengan membandingkan kriteria yang telah ditentukan atau

tujuan yang ingin dicapai dengan hasil yang dicapai. Hasil yang dicapai dalam

bentuk informasi digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk pembuatan

keputusan dan penentuan kebijakan. Evaluasi program dilaksanakan secara

sistematik seiring dengan tahapan (waktu pelaksanaan) program untuk mengetahui

ketercapaian tujuan, dan memberikan umpan balik untuk memperbaiki program.

2.9.3 Fungsi Evaluasi


Evaluasi mempunyai beberapa fungsi antara lain : (24)

1. Memberikan informasi yang valid mengenai program dan kegiatan yaitu

seberapa jauh kebutuhan, nilai dan kemampuan telah dicapai. Dengan

evaluasi dapat diungkapkan mengenai pencapaian suatu tujuan, sasaran dan

target tertentu.

2. Memberi sumbangan pada klarifiaksi dan kritik. Evaluasi memberi

sumbangan pada klarifikasi dan kritik terhadap nilai-nilai yang mendasari

tujuan dan target. Nilai diperjelas dengan mendefinisikan dan

mengoperasikan tujuan dan target.

3. Memberi sumbangan pada aplikasi metode analisis kebijakan, termasuk

perumusan masalah dan rekomendasinya. Informasi mengenai tidak

memadainya suatu kinerja kebijakan, program dan kegiatan memberikan

kontribusi bagi perumusan ulang kebijakan, program dan kegiatan. Evaluasi

dapat pula menyumbangkan rekomendasi bagi pendefinisian alternatif


52

kebijakan, yang bermanfaat untuk mengganti kebijakan yang berlaku dengan

alternatif kebijakan yang lain.

4. Mengetahui masalah dan kendala yang dihadapi, serta manfaat bagi

masyarakat.

2.9.4 Tujuan Evaluasi


Kegiatan evaluasi adalah cara paling adil untuk menentukan penghargaan

atau imbalan pada karyawan. Evaluasi kerja tentu saja bertujuan untuk menjamin

mencapaian sasaran serta tujuan perusahaan. Selain itu tujuan evaluasi untuk

mengetahui posisi perusahaan/institusi serta pencapaian yang telah diraih oleh

karyawan. Evaluasi ini sangat berguna untuk mengetahui adanya ketidak beresan

yang terjadi pada perusahaan. Misalnya untuk mengetahui keterlambatan atau

penyimpangan yang telah terjadi, setelah di evaluasi maka akan di ketahui semua

penyimpangan itu dan dapat segera diperbaiki sehingga tujuan perusahaan/institusi

dapat tercapai dengan optimal.(24)

Selain itu tujuan evaluasi juga untuk menjamin pencapaian sasaran dan tujuan

perusahaan dan juga untuk mengetahui posisi perusahaan dan tingkat pencapaian

sasaran perusahaan, terutama untuk mengetahui bila terjadi keterlambatan atau

penyimpangan supaya segera diperbaiki, sehingga sasaran atau tujuan tercapai. Hasil

evaluasi kinerja individu dapat dimanfaatkan untuk banyak penggunaan(…).

Menurut Djuju Sudjana (2006) menyatakan berbagai macam tujuan evaluasi,

yaitu:

1. Memberikan masukan untuk perencanaan program

2. Memberikan masukan untuk kelanjutan, perluasan, dan penghentian program.

3. Memberi masukan untuk memodifikasi program.

4. Memperoleh informasi tentang faktor pendukung dan penghambat program.


53

5. Memberi masukan untuk motivasi dan Pembina pengelola dan pelaksana

program.

6. Memberi masukan untuk memahami landasan keilmuan bagi evaluasi

program.

2.9.5 Langkah-langkah Evaluasi


Menurut Notoatmodjo (2003) proses atau kegiatan dalam evaluasi mencakup

langkah-langkah : (25)

1. Menetapkan atau memformulasikan tujuan evaluasi, yakni tentang apa yang

akan dievaluasi terhadap program yang dievaluasi.

2. Menetapkan kriteria yang akan digunakan dalam menentukan keberhasilan

program yang akan dievaluasi.

3. Menetapkan cara atau metode evaluasi yang akan digunakan.

4. Melaksanakan evaluasi, mengolah dan menganalisis data atau hasil

pelaksanaan evaluasi tersebut.

5. Menentukan keberhasilan program yang dievaluasi berdasarkan kriteria yang

telah ditetapkan tersebut serta memberikan penjelasan-penjelasan.

6. Menyusun rekomendasi atau saran-saran tindakan lebih lanjut terhadap

program berikutnya berdasarkan hasil evaluasi tersebut.

2.9.6 Jenis-jenis Evaluasi


Dilihat dari implikasi hasil evaluasi bagi suatu program, dibedakan adanya

jenis evaluasi, yakni evaluasi formatif dan evaluasi sumatif.

1. Evaluasi formatif dilakukan untuk mendiagnosis suatu program yang hasilnya

digunakan untuk pengembangan atau perbaikan program. Biasanya evaluasi

formatif dilakukan pada proses program (program masih berjalan).


54

2. Evaluasi sumatif adalah suatu evaluasi yang dilakukan untuk menilai hasil

akhir dari suatu program. Biasanya evaluasi sumatif ini dilakukan pada waktu

program telah selesai (akhir program). Meskipun demikian pada praktek


(25)
evaluasi program sekaligus mencakup kedua tujuan tersebut.

Evaluasi suatu program kesehatan masyarakat dilakukan terhadap tiga hal,

yakni evaluasi terhadap proses pelaksanaan program, evaluasi terhadap hasil

program dan evaluasi terhadap dampak program.

1. Evaluasi input meliputi pertimbangan tentang sumber dan strategi yang akan

digunakan dalam upaya mencapai suatu program. Informasi informasi yang

terkumpul selama tahap evaluasi hendaknya dapat digunakan oleh pengambil

keputusan untuk menentukan sumber dan strategi analisis masalah yang

berhubungan dengan lingkungan program yang di dalam keterbatasan dan

hambatan yang ada.

2. Evaluasi proses ditujukan terhadap pelaksanaan program yang menyangkut

penggunaan sumber daya, seperti tenaga, dana, dan fasilitas lain.

3. Evaluasi hasil program ditujukan untuk menilai sejauh mana program tersebut

berhasil, yakni sejauh mana tujuan-tujuan yang telah ditetapkan tercapai.

Misalnya meningkatnya cakupan imunisasi, meningkatnya ibu-ibu hamil

yang memeriksakan kehamilannya, dan sebagainya.

4. Evaluasi dampak program ditujukan untuk menilai sejauh mana program itu

mempunyai dampak terhadap peningkatan kesehatan masyarakat. Dampak

program-program kesehatan ini tercermin dari membaiknya atau

meningkatnya indikator-indikator kesehatan masyarakat. Misalnya


55

menurunnya angka kematian bayi (IMR), meningkatnya status gizi anak


(25)
balita, menurunnya angka kematian ibu, dan sebagainya.

2.9.7 Ruang Lingkup Evaluasi


Ruang lingkup evaluasi merupakan hal-hal yang akan dinilai dari suatu

Program Kesehatan. Jika dikaitkan dengan pengertian tentang kesehatan yang luas,

maka ruang lingkup evaluasi pun dapat menjadi luas pula. Namun pada dasarnya
(24)
ruang lingkup evaluasi secara sederhana dapat dibedakan atas 4 kelompok yaitu :

1. Evaluasi terhadap masukan (input)

Evaluasi terhadap masukan berkaitan dengan pemanfaatan berbagai

sumber daya, baik sumber dana, tenaga maupun sarana. Evaluasi ini

bertujuan untuk mengetahui apakah sumber daya yang dimanfaatkan sudah

sesuai dengan standar dan kebutuhan.

2. Evaluasi terhadap proses

Evaluasi terhadap proses dititik beratkan pada pelaksanaan program,

apakah sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan atau tidak. Proses yang

dimaksudkan disini mencakup semua tahap administrasi, mulai daritahap

perencanaan, pengorganisasian, dan pelaksanaan program. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui apakah metode yang dipilih sudah efektif,

bagaimana dengan motivasi staf dan komunikasi diantara staf dan

sebagainya.

3. Evaluasi terhadap keluaran (output)

Evaluasi terhadap keluaran meliputi evaluasi terhadap hasil yang dicapai

dari dilaksanakannya suatu program. Penilaian tersebut bertujuan untuk

mengetahui apakah hasil yang dicapai suatu program sudah sesuai dengan

target yang ditetapkan sebelumnya.


56

4. Evaluasi terhadap dampak (outcome)

Evaluasi terhadap dampak program mencakup pengaruh yang

ditimbulkan dari dilaksanakannya suatu program, apakah sesuai dengan target

yang telah ditetapkan sebelumnya.


57

2.10 Kerangka fikir


Kerangka fikir merupakan suatu proses berfikir yang menginterpretasikan

bahwa suatu penelitian berawal dari adanya masalah dengan terlebih dahulu berusaha

untuk mengidentifikasi masalah. Sebagai penelitian ilmiah masalah tersebut

dikonsultasikan dengan teori/konsep dan diidentifikasi fenomena empiriknya.

Input Proses Output


1. Kebijakan Pelaksanaan dan Terlaksananya program
pengawasan program rehabilitasi bagi pecandu
2. Tenaga NAPZA yang sesuai
rehabilitasi bagi pecandu
NAPZA dengan standar. Meliputi :
3. Dana
 Pelayanan Rawat  Tercapainya target
4. Sarana/Prasarana pelayanan rawat jalan:
Jalan
 Poliklinik
5. SOP - Poliklinik NAPZA
NAPZA = 15
- Klinik VCT
orang/bulan
- Ruang Gawat
 Klinik VCT : 8
Darurat (RGD) orang/bulan
NAPZA
 Tercapainya target
 Pelayanan Rawat Inap
pelayanan rawat inap
- Detoksifikasi
(Residential Program)
- Residential
:
Program
 Program 3 bulan =
- After Care
40%
 Program 6 bulan =
5%
 After care = 2
kali/tahun

Evaluasi

Gambar 2.1 Alur Fikir Penelitian


BAB 3 : METODE PENELITIAN

3.1 Pendekatan Penelitian


Pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif merupakan suatu

paradigma penelitian untuk mendeskripsikan peristiwa, perilaku orang atau suatu

keadaan pada tempat tertentu secara rinci dan mendalam dalam bentuk narasi.

Dengan digunakan metode kualitatif, maka data yang didapat akan lebih

lengkap, lebih mendalam, kredibel, dan bermakna sehingga tujuan penelitian dapat

dicapai. Sedangkan dengan metode kuantitatif hanya dapat digali fakta-fakta yang

bersifat empirik dan terukur. Fakta-fakta yang tidak tampak oleh indera akan sulit

diungkapkan. Oleh karena itu, peneliti menggunakan metode kualitatif agar diperoleh

data yang lebih tuntas, pasti, sehingga memiliki kredibilitas yang tinggi.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Peneliti mengambil lokasi penelitian di Instalasi NAPZA Rumah Sakit Jiwa

Prof H.B Saanin Padang. Dimulai dari bulan Januari – April 2016.

3.3 Informan Penelitian


Pada penelitian kualitatif, peneliti melakukan wawancara dengan orang-orang

yang dipandang tahu atau memiliki pengetahuan yang berhubungan dengan tujuan

penelitian. Penentuan sumber data pada orang yang diwawancarai/informan

penelitian dilakukan secara purposive sampling, yaitu dipilih berdasarkan

kepentingan penelitian dan tujuan tertentu.

Teknik penentuan informan secara purposive sampling dalam penelitian ini

dilakukan dengan pertimbangan :

58
59

a. Informan mengetahui masalah secara lebih luas dan mendalam sehubungan

dengan objek penelitian.

b. Informan dapat dipercaya dan kompeten sebagai sumber data sehubungan

dengan objek penelitian.

Informan dalam penelitian ini, yaitu :

3. Kepala Bidang Pelayanan RSJ Prof H.B Saanin Padang

4. Kepala Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin Padang

5. Kepala Ruangan Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin Padang

6. Petugas di instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin Padang

7. Pasien pecandu NAPZA di RSJ Prof H.B Saanin Padang

Table 3.1 Informan Penelitian Evaluasi Program Rehabilitasi NAPZA di


Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin Padang

No Informan Jumlah Metode Indepth FGD


Interview
1 Kepala Bidang Pelayanan 1 orang 
2 Kepala Instalasi NAPZA 1 orang 
3 Kepala Ruangan Instalasi 1 orang 
4 Petugas di instalasi 6 orang 
NAPZA
5 Pasien pecandu NAPZA 3 orang 

3.4 Sumber Data


3.4.1 Data Primer
Data primer merupakan sumber data yang langsung memberikan data kepada

pengumpul data. Data primer berupa teks hasil wawancara yang diperoleh melalui

wawancara mendalam (indepth interview), observasi dan Focus Group Discussion

(FGD).(26)
60

3.4.2 Data Sekunder


Data sekunder merupakan data yang tidak langsung memberikan informasi

kepada peneliti. Data sekunder didapat dari telaah dokumen yang berkaitan dengan

data-data/ dokumen yang sudah tersedia dan diperoleh oleh peneliti dengan cara

membaca dan melihat dokumen tersebut.(26)

3.5 Jenis Data Penelitian


Jenis data yang diungkapkan dalam penelitian ini adalah bersifat narasi dan

uraian, juga penjelasan data dari informan baik lisan maupun data yang dokumen

tertulis, perilaku subjek yang diamati di lapangan juga menjadi data dalam

pengumpulan hasil penelitian ini, dan berikutnya di deskripsikan sebagai berikut :

1. Rekaman Audio dan Video

Di dalam penelitian, peneliti merekam wawancara dengan beberapa

pihak terkait yang dianggap perlu untuk dikumpulkan datanya, dari data hasil

rekaman tersebut maka dideskripsikan dalam bentuk transkip wawancara.

Rekaman dalam bentuk audio dan video ini juga diperlukan sebagai bukti

autentik dari penelitian.

2. Catatan lapangan

Dalam membuat catatan di lapangan, maka peneliti melakukan

prosedur dengan mencatat seluruh peristiwa yang benar-benar terjadi di

lapangan penelitian, dan hal ini berkisar pada isi catatan lapangan, model, dan

bentuk catatan lapangan, serta proses penulisan catatan lapangan.

3. Dokumentasi

Data ini dikumpulkan dengan melalui berbagai sumber data yang

tertulis, baik yang berhubungan dengan masalah kondisi objektif, juga silsilah

dan pendukung data lainnya.


61

4. Foto

Foto merupakan bukti yang tidak dapat diungkapkan dengan kata-kata

namun sangat mendukung untuk kondisi objek penelitian. Dengan foto dapat

terlihat bagaimana kondisi di lapangan selama penelitian berlangsung.

3.6 Definisi Istilah


Definisi Istilah penelitian Evaluasi Program Rehabilitasi Bagi Pecandu Napza

Di Instalasi Napza Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Prof H.B Saanin Padang Tahun 2015

dijabarkan pada tabel 3.2

Table 3.2 Definisi Istilah

No Variabel Definisi Istilah


1 Kebijakan Pedoman yang digunakan dalam melaksanakan program
rehabilitasi di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin
Padang
2 Tenaga Orang yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
program rehabilitasi di instalasi NAPZA RSJ Prof H.B
Saanin Padang
3 Dana Biaya yang dianggarkan untuk pelaksanaan program
rehabilitasi di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin
Padang
4 Sarana/prasarana Alat yang digunakan dalam pelaksanaan program
rehabilitasi di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin
Padang
5 SOP Standar Operasional Prosedur yang digunakan dalam
melaksanakan program rehabilitasi di Instalasi NAPZA
RSJ Prof H.B Saanin Padang
6 Program Rehabilitasi Serangkaian tindakan represif yang dilakukan bagi
pencandu NAPZA untuk memulihkan atau
mengembangkan kemampuan fisik, mental, dan sosial
62

penderita yang bersangkutan.


7 Poliklinik NAPZA Program pelayanan kesehatan yang berhubungan dengan
kecanduan NAPZA secara rawat jalan
8 Voluntary Counseling Kegiatan konseling dan pemeriksaan/tes HIV yang
and Testing (VCT) dilakukan secara sukarela.
9 Ruang Gawat Darurat Kegiatan menangani pasien gawat darurat NAPZA, yaitu
(RGD) NAPZA pasien yang sedang mengalami keadaan yang mengancam
kehidupannya
10 Detoksifikasi Kegiatan/proses menghilangkan racun (zat narkotika atau
adiktif lain) dari tubuh dengan cara menghentikan total
pemakaian semua zat adiktif yang dipakai atau dengan
penurunan dosis obat pengganti.
11 Residential Program Terapi komunitas berbasis rumah sakit, mulai bangun
pagi sampai tidur lagi disiapkan aktifitas yang dijalani
pasien untuk merubah pola pikir dan perilaku menjadi
lebih sehat tanpa narkoba
12 After Care Kegiatan merangkul mantan pasien pecandu NAPZA
yang sudah pernah di rehabilitasi, mendapatkan
keterampilan yang dapat bernilai ekonomis dan terus
memotivasi mereka agar tetap bisa bertahan bersih dari
narkoba
13 Output Hasil yang didapatkan dari terlaksananya pelaksanaan
program rehabilitasi di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B
Saanin Padang

3.7 Metode Pengumpulan Data


3.7.1 Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder, maka

upaya yang dilakukan melalui:

1. Wawancara secara mendalam. Dalam melakukan wawancara, dibuat

pedoman yang dijadikan acuan dan instrumen wawancara yang dilakukan


63

bersifat terbuka, terstruktur dengan pedoman. Wawancara mendalam

dilakukan kepada Kepala bidang pelayanan RSJ Prof H.B Saanin Padang,

Kepala Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin Padang, Kepala Ruangan

Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin Padang, dan pasien atau keluarga

pecandu NAPZA.

2. Observasi berpartisipasi, yaitu pengamatan yang melibatkan peneliti sebagai

observer secara langsung dalam kegiatan.

3. Focus Group Discussion (FGD) atau diskusi kelompok terarah dilakukan

bersama petugas Instalasi NAPZA.

4. Telaah dokumen, adalah data yang diperoleh dengan mengumpulkan

informasi yang bersumber dari buku-buku, jurnal, hasil penelitian terdahulu,

artikel yang berhubungan dengan topik penelitian. Dokumen yang dimaksud

adalah :

a) Undang-undang Republik Indonesia tentang Narkotika

b) Undang-undang Republik Indonesia tentang Psikotropika

c) Peraturan Menteri Kesehatan tentang Petunjuk Petunjuk Teknis

Pelaksanaan Rehabilitasi Medis Bagi Pecandu, Penyalahguna, Dan

Korban Penyalahgunaan Narkotika Yang Sedang Dalam Proses

Penyidikan, Penuntutan, Dan Persidangan Atau Telah Mendapatkan

Penetapan/Putusan Pengadilan

d) Peraturan Menteri Kesehatan tentang Rehabilitasi medis

e) Peraturan Menteri Kesehatan tentang Rehabilitasi Sosial

3.7.2 Alat Pengumpulan Data


Alat pengumpulan data/ instrument penelitian yang digunakan adalah :
64

1. Pedoman wawancara, yaitu sederetan pertanyaan sehubungan dengan objek

penelitian.

2. Pedoman FGD (Forum Group Discussion), yaitu sederetan pertanyaan yang

akan ditanyakan dalam diskusi sehubungan dengan objek penelitian.

3. Check list, yaitu daftar variabel yang dikumpulkan datanya.

4. Buku catatan, berfungsi mencatat setiap hasil wawancara dengan sumber data

(informan) sehubungan dengan objek penelitian.

5. Tape Recorder yang berfungsi untuk merekam wawancara yang dilakukan

dengan sumber data (informan) sehubungan dengan objek penelitian.

6. Digital Camera yang berfungsi untuk mendokumentasikan informasi yang

sehubungan dengan objek penelitian.

3.7.3 Matrik Pengumpulan Data

Table 3.3 Matrik Pengumpulan Data

Ka. Ka. Pasien


No Informasi yang Kabid Instalasi Ruangan Petugas Pecandu
diperlukan Pelayanan NAPZA Instalasi Puskesmas NAPZA
NAPZA
1. Input
Kebijakan   
Tenaga    
Dana   
Sarana/Prasarana    
SOP   
2. Proses
a. Pelayanan
Rawat Jalan
Poliklinik     
NAPZA
Klinik VCT     
Ruang Gawat     
Darurat
65

NAPZA
b. Pelayanan
Rawat Inap
Detoksifikasi     
Residential     
Program
After Care     
c. Pengawasan    
3. Output
Sesuai dengan    
SOP
Tercapainya    
target pelayanan

3.8 Pengolahan dan Analisis Data


3.8.1 Pengolahan Data
Sesuai dengan jenis penelitian yaitu penelitian kualitatif, maka data yang
(27)
terkumpul diolah sebagai berikut :

a. Reduksi data (data reduction)

Semua data yang terkumpul dari hasil wawancara mendalam, hasil

observasi, hasil FGD dan telaah dokumen dilakukan pencatatan dan

dirangkum secara keseluruhan serta di reduksi ke dalam matriks hasil

wawancara. Data yang terkumpul diberi tanda serta dikelompokkan sesuai

dengan pola data yang sama.

b. Penyajian data

Setelah data direduksi langkah selanjutnya adalah menyajikan data

(data display). Data dan informasi yang didapat disajikan dalam bentuk narasi

dan dikategorisasikan.

c. Penarikan kesimpulan dan Verifikasi (Conclusion drawing / verification)

Selanjutnya setelah data disajikan selanjutnya dilakukan penarikan

kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih


66

bersifat sementara dan akan berubah jika tidak ditemukan bukti-bukti yang

kuat yang mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya atau pada

saat data di proses.

3.8.2 Analisis Data


Analisis data dimaksudkan untuk memahami apa yang terdapat di balik

semua data tersebut, dilakukan dengan cara analisis isi (content analysis) yaitu

membandingkan hasil data yang telah dikelompokkan, dianalisis dengan teori-teori

yang ada dan tinjauan pustaka, dan dilengkapi dengan telaah dokumen. Proses

analisis data dilakukan bertahap sebagai berikut :

a. Mengumpulkan data yang diperoleh dari berbagai sumber baik

wawancara mendalam, observasi, FGD, maupun telaah dokumen.

b. Proses transkrip data dengan menuliskan semua data yang didapat dari

wawancara mendalam, sehingga dilakukan analisis data lapangan secara

konsisten dan berulang yang merujuk pada pertanyaan penelitian.

c. Mengatur atau membuat urutan data atau mengelompokkan data

d. Berikan simbol untuk memudahkan dalam mengelompokkan data dan

interpretasi data pada matrik wawancara mendalam.

e. Mengidentifikasikan hasil yang di dapat dengan teori yang ada. (26)

Untuk menjaga keabsahan data digunakan triangulasi, yaitu :

1. Triangulasi sumber, dilakukan dengan cara mewawancarai hal yang sama

melalui informan yang berbeda.

2. Triangulasi metode, dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber

yang sama dengan teknik yang berbeda. Untuk menjaga kevalidan data,

maka dilakukan metode pengumpulan data yang lain, misalnya yang

diperoleh dari wawancara dicek dengan FGD. (26)


67

BAB 4 : HASIL

4.1 Gambaran Umum dan Lokasi Penelitian


4.1.1 Gambaran Lokasi Penelitian(28)
Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin Padang merupakan Rumah Sakit Unit

Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Pemerintah Daerah Provinsi Sumatera Barat Kelas

”A” dengan kapasitas 316 tempat tidur, berlokasi di Jalan raya Ulu Gadut,

Kecamatan Pauh, Kota Padang. Rumah Sakit Jiwa Prof H.B Saanin Padang resmi

didirikan pada tahun 1932, dahulunya disebut dengan tempat Koloni Orang Sakit

Djiwa (KOSD). Pada 21 Januari 1947 dikarenakan agresi Belanda, KOSD sempat

dipindahkan ke Sawahlunto, menumpang dan bergabung dengan RSU Sawah Lunto

(Pimpinan RSU waktu itu Dr.H. Hasan Basri Sa`anin Dt.Tan Pariaman) kemudian

berganti nama menjadi Rumah Perawatan Sakit Jiwa (RPSD).

Pada tahun 1954 dilakukan pembangunan kembali serta pemugaran bangsal-

bangsal di Ulu Gadut dan pasien dikembalikan secara bertahap, dan KOSD diubah

namanya menjadi Rumah Sakit Jiwa Ulu Gadut. Sejak tahun 1961 statusnya diubah

menjadi Rumah Sakit Jiwa Pusat Ulu Gadut Padang (kapasitas 110 tempat tidur) dan

berakhir sampai tahun 2000. Berdasarkan surat Menkes-Kesos RI No 1735/Menkes-

Kesos/2000 tanggal 12 Desember 2000 perihal Pengalihan Unit Pelaksana Teknis

(UPT), Rumah Sakit Jiwa Pusat Ulu Gadut berganti nama menjadi RSJ Prof. Dr. HB.

Saanin Padang dimana kepemilikannya berada dibawah Pemerintah daerah Provinsi

Sumatera Barat.

Dalam pelaksanaan tugas dan kegiatan, RSJ mengacu kepada Peraturan

Daerah Provinsi Sumatera Barat Nomor : 7 Tahun 2010 Tentang Organisasi dan Tata

Kerja Rumah Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin Padang dan Peraturan Gubernur Sumatera

Barat No. 6 tahun 2011 tentang Rincian Tugas Pokok, Fungsi dan Tata Kerja Rumah
68

Sakit Jiwa Prof. HB. Saanin Padang. Adapun visi dan misi dari RSJ Prof H.B Saanin

Padang adalah :

a. Visi : Pusat Unggulan Kesehatan Jiwa di Indonesia.

b. Misi :

1. Memberikan pelayanan Kesehatan Jiwa.

2. Melaksanakan pelayanan Kesehatan Umum yang menunjang Kesehatan

Jiwa Prima.

3. Mendidik, Melatih tenaga kesehatan dan klien serta mengadakan

penelitian dibidang kesehatan.

4. Meningkatkan kemandirian Rumah Sakit.

4.1.2 Sumber Daya Manusia


Jumlah tenaga yang ada di RSJ Prof H.B Saanin Padang hingga Oktober 2015

tercatat sebanyak 345 orang. Untuk pelaksanaan Instalasi NAPZA dipegang oleh

seorang tenaga yang menjabat sebagai Kepala Instalasi NAPZA yang nantinya akan

bertanggung jawab untuk melaksanakan program-program di Instalasi tersebut.

Adapun rincian tenaga yang ada di RSJ Prof H.B Saanin Padang adalah,

sebagai berikut : (28)

Table 4.1 Data Tenaga Kerja Di RSJ Prof H.B Saanin Padang Tahun 2015

No Fungsi Jumlah
1. Tenaga Medis
- Dokter Spesialis Jiwa 5
- Dokter neurologi 1
- Dokter Umum 13
- Dokter Gigi 1
2. Tenaga Magister Psikolog 3
3. Tenaga Magister Farmasi 1
4. Tenaga Apoteker 3
69

5. Tenaga Keperawatan 103


6. Tenaga Non Medis Non Keperawatan 44
7. Tenaga Administrasi dan Struktural 84
8. Tenaga Pegawai Tidak Tetap (PTT) / Non PNS 5
9. Tenaga Administrasi, Penunjang, dan Perawatan 82
Non PNS
Total 345

4.1.3 Sarana dan Prasarana


Sarana dan prasarana merupakan alat penunjang keberhasilan suatu proses

dalam upaya yang dilakukan untuk mencapai tujuan, karena apabila kedua hal ini

tidak tersedia maka semua kegiatan yang dilakukan tidak akan mencapai hasil yang

diharapkan sesuai dengan rencana. Sarana dan prasarana yang ada di RSJ Prof H.B
(28)
Saanin Padang adalah :

1. Luas Tanah : 93.609 m 2

2. Luas Bangunan : 20.133 m 2

3. Areal Parkir : 1.633 m 2

4. Taman : 5.979 m2

5. Fasilitas Air : Sumur Artesis (Sumur Bor) dan PDAM

6. Fasilitas Listrik : PLN 197 kVA

7. Fasilitas Air Limbah Cair : IPA8U

8. Ruangan : 12 unit

a. Anggrek ( VIP ) = 14 tt

b. Flamboyan ( Kelas I ) = 25 tt

c. Cendrawasih ( Kelas II ) = 40 tt

d. PICU/IGD ( Kelas II ) = 12 tt

e. Melati ( Kelas III ) = 40 tt

f. Merpati ( Kelas III ) = 40 tt


70

g. Gelatik ( Kelas III ) = 40 tt

h. Nuri ( Kelas III ) = 40 tt

i. Dahlia = 18 tt

j. Teratai ( Non Kelas ) = 12 tt

k. Instalasi NAPZA (Kelas I) = 20 tt

l. Instalasi Rehab Mental (Kelas III) = 15 tt

*Ket : tt = tempat tidur

4.1.4 Karakteristik Informan


Pengambilan data primer dilakukan dengan wawancara mendalam (indepth

interview) dan focus group discussion (FGD) terhadap informan terkait dalam

pelaksanaan program rehabilitasi NAPZA di RSJ Prof H.B Saanin Padang serta

didukung dengan hasil yang dilakukan oleh peneliti.

Wawancara mendalam dilakukan kepada enam orang informan yaitu, Kepala

Bidang Pelayanan, Kepala Instalasi NAPZA, Kepala Ruangan Instalasi NAPZA,

serta kepada 3 orang pasien pecandu NAPZA.

Table 4.2 Karakteristik Informan Wawancara Mendalam


No Kode Informan Jabatan Pendidikan
1 Inf-1 Kepala Bidang Pelayanan S1
2 Inf-2 Kepala Instalasi NAPZA S1
3 Inf-3 Kepala Ruangan Instalasi NAPZA S1
4 Inf-4 Pasien Pecandu SMA
5 Inf-5 Pasien Pecandu SMP
6 Inf-6 Pasien Pecandu SMA

Focus Group Discussion dilakukan dengan enam orang petugas yang ada

dan bertugas di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin Padang.


71

Table 4.3 Karakteristik Informan FGD


No Kode Informan FGD Pekerjaan Jabatan

1 R-1 Perawat PJ Detoksifikasi


2 R-2 Perawat PJ Detoksifikasi
3 R-3 Perawat PJ Klinik VCT
4 R-4 Perawat PJ Poliklinik NAPZA
5 R-5 Perawat PJ Residential Program
6 R-6 Perawat PJ Residential Program

4.2 Komponen Input


4.2.1 Kebijakan
Kebijakan adalah pedoman yang digunakan dalam melaksanakan program

rehabilitasi di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin Padang. Dari hasil wawancara

yang telah dilakukan diketahui bahwa kebijakan yang dipakai dalam

penyelenggaraan Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin Padang adalah Permenkes

RI nomor 50 tahun 2015 tentang “Petunjuk Teknis Pelaksanaan Wajib Lapor dan

Rehabilitasi Medis bagi Pecandu, Penyalahguna, dan Korban Penyalahgunaan

Narkotika”. Selain itu juga ada tentang pelaksanaan wajib lapor pecandu NAPZA

yaitu Peraturan Pemerintah nomor 25 tahun 2011, seperti yang diungkapkan oleh

informan berikut :

(…) Peraturan Menteri Kesehatan nomor 50 tahun 2015 tentang petunjuk teknis
pelaksanaan wajib lapor dan rehabilitasi medis bagi pecandu, penyalahguna, dan
korban penyalahgunaan narkotika. Ini dasarnya. Kalau undang-undangnya itu UU
no. 35 tahun 2009 tentang narkotika, Peraturan Pemerintah nomor 25 tahun 2011
tentang pelaksanaan wajib lapor penyalahguna narkotika (…) (Inf -1)

(…) Kebijakan yang dipakai yang terbaru itu Permenkes no. 50 tahun 2015, karena
semuanya ada di permenkes terbaru. Peraturan-peraturan sebelumnya juga ada,
seperti UU nomor 35 tahun 2009 tentang Institusi Penerima Wajib Lapor, RSJ ini
juga merupakan salah satunya. Habis itu juga ada tentang pelaksanaan wajib lapor,
yaitu Peraturan Pemerintah nomor 25 tahun 2011. (…) (Inf -3)

Petunjuk teknis dan pelaksanaan program-program yang ada di Instalasi

NAPZA juga berpedoman kepada Permenkes No. 50 tahun 2015. Dari hasil
72

wawancara mendalam yang telah dilakukan, diketahui bahwa petunjuk teknis dan

petunjuk pelaksanaan sudah disosialisasikan dan harus diketahui oleh seluruh

petugas. Hal ini diungkapkan oleh informan berikut :

(…) Juknis dan juklak ada, soalnya SOP kita punya kan. Itu berpedoman ke
Permenkes nomor 50 tahun 2015 yang terbaru (…) (Inf -2)

(…)Juklak dan juknis juga berpedoman kepada Permenkes No.50 tahun 2015. Kalau
untuk sosialisasi sudah dilakukan dan petugas harus tahu tentang juklak dan juknis
ini (…) (Inf-3)

Table 4.4 Matriks Triangulasi Metode (Kebijakan)


Aspek yang Indepth FGD Telaah Kesimpulan
diperiksa Interview Dokumen
Kebijakan yang Permenkes RI Permenkes RI Kebijakan yang
digunakan nomor 50 nomor 50 tahun digunakan adalah
tahun 2015 dan 2015 tentang Permenkes RI
PP nomor 25 “Petunjuk Teknis nomor 50 tahun
tahun 2011. Pelaksanaan 2015 dan PP
Wajib Lapor dan nomor 25 tahun
Rehabilitasi 2011.
Medis bagi
Pecandu,
Penyalahguna,
dan Korban
Penyalahgunaan
Narkotika”. dan
PP nomor 25
tahun 2011
tentang tentang
pelaksanaan
wajib lapor
pecandu NAPZA.

Sosialisasi petunjuk Juklak dan Juklak dan juknis Juklak dan juknis
teknis dan Juknis sudah berpedoman berpedoman
pelaksanaan disosialisasikan kepada kepada
rehabilitasi kepada petugas Permenkes RI Permenkes RI
nomor 50 tahun nomor 50 tahun
2015 2015 dan sudah
disosialikan
kepada petugas.
73

4.2.2 Tenaga
Tenaga merupakan orang yang mempunyai peranan dan tanggung jawab

dalam pelaksanaan program rehabilitasi NAPZA di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B

Saanin Padang. Dari hasil wawancara yang telah dilakukan diketahui bahwa tenaga

pelaksana di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin Padang berjumlah 12 orang

dengan pendidikan terendah adalah D3 Keperawatan, seperti yang diungkapkan oleh

informan berikut :

“Tenaga disini berjumlah 11 orang, ditambah 1 orang konselor. Tingkat pendidikan


ada nurse/keperawatan, habis itu Amd,Kep, paling rendah itu D3 Keperawatan”
(Inf-3)

“Dua belas orang, satu orang cuti” (R-3)

“12 orang, 11 perawat, 1 pekerja sosial” (R-4)

Dari hasil telaah dokumen dan wawancara mendalam yang dilakukan

diketahui bahwa jumlah tenaga yang ada di Instalasi NAPZA belum mencukupi,

dikarenakan masih kurangnya tenaga konselor NAPZA dan petugas labor untuk

program voluntary counseling testing (VCT). Tenaga konselor, yaitu seorang mantan

pecandu yang telah di rehabilitasi dan telah mendapatkan pelatihan, serta memiliki

sertifikat tenaga konselor. Hal ini diungkapkan oleh informan sebagai berikut :

“Mungkin konselor kita yang kurang, konselor sekarang dua tapi yang resmi dari
RS 1, 1 orang lagi mantan residen kita yang kita berdayakan” (Inf-2)

“Untuk standar ketenagaan sebenarnya belum mencukupi, karena biasanya seperti


konselor kita hanya punya 1, tapi sedang diusahakan untuk penambahan” (Inf-3)

“Kalau menurut kakak masih kurang, soalnyo ado yang cuti lo surang. Banyakan
pun untuak dinas pagi, kadang banyak kerjaan pagi tu sibuk juo” (R-5)

Sedangkan untuk pelatihan khusus petugas di Instalasi NAPZA, dari hasil

wawancara mendalam dan telaah dokumen, diketahui bahwa belum semua petugas

yang mendapatkan pelatihan, baru beberapa orang saja. Pelatihan yang dilakukan
74

berbeda-beda tergantung kebutuhan, seperti pelatihan assesmen, pelatihan konselor

(HIV/AIDS), dan juga ada pelatihan selama 3 bulan ke Lido. Pelatihan untuk petugas

rehabilitasi NAPZA ini biasanya diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan atau

BNN, sedangkan untuk waktu pelaksanan tidak bisa dipastikan berapa kalinya. Hal

ini seperti yang diungkapkan oleh informan berikut :

“Pelatihan ada dilakukan, pelatihannya berbeda-beda masing-masing orang ada


yang sama, tergantung kebutuhan. Belum semua petugas yang diberikan pelatihan”
(Inf-1)

“Belum semua pegawai yang mendapat pelatihan, berapa kalinya tidak tentu. Yang
seringnya kan kalau BNN yang mengadakan kita diundang u ntuk pelatihan atau
kemenkes” (Inf-2)

“Pelatihannya seperti pelatihan assesmen, pelatihan konselor (HIV/AIDS), ada juga


pelatihan 3 bulan ke Lido. Ada banyak lah pokoknya pelatihan ketenagaan ini” (Inf-
3)

Table 4.5 Matrik Triangulasi Metode (Tenaga)


Aspek yang diperiksa Indepth FGD Telaah Kesimpulan
Interview Dokumen
Kecukupan tenaga Tenaga Tenaga pelaksana Dari laporan Tenaga pelaksana
pelaksana pelaksana berjumlah 12 tahunan Instalasi belum
berjumlah 12 orang NAPZA ada 12 mencukupi, masih
orang, orang tenaga kurang tenaga
konselor 1 pelaksana, terdiri konselor dan
orang dari : 8 orang petugas labor
perawat, 2 orang VCT.
dokter, 1 orang
pekerja sosial,
dan 1 orang
konselor.

Standar Pendidikan Standar Standar Dari laporan Tenaga pelaksana


dan Kompetensi pendidikan pendidikan tahunan Instalasi di Instalasi
petugas S1 petugas S1 yang NAPZA ada 9 NAPZA masih
yang paling paling rendah D3 orang dengan belum
rendah D3 standar mempunyai
pendidikan S1, apoteker khusus
selebihnya D3 NAPZA.
keperawatan
Pelatihan dan Belum Hanya Beberapa Dari laporan Pelatihan belum
sosialisasi tupoksi semua petugas yang tahunan Instalasi diberikan kepada
petugas yang mendapatkan NAPZA telah semua petugas.
diberikan pelatihan khusus dilaksanakan Sosialisasi
75

pelatihan. penanganan pelatihankonselor, tupoksi sudah


Sosialisasi NAPZA. pelatihan dilaksanakan.
tupoksi Sosialisasi kegawatdaruratan
sudah tupoksi sudah NAPZA dan
dilakukan dilakukan pelatihan askep
khusus NAPZA

4.2.3 Dana
Dana merupakan biaya yang dianggarkan untuk pelaksanaan program

rehabilitasi NAPZA. Alokasi dana di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin Padang

berasal dari tiga sumber, yaitu :

1. Dari Kementerian Kesehatan, apabila pasien tersebut secara sukarela

melaporkan diri atau yang disebut pasien IPWL (Institusi Penerima Wajib

Lapor).

2. Dari anggaran Rumah Sakit jiwa Prof H.B Saanin padang atau yang disebut

Rancangan Biaya Anggaran (RBA) rumah sakit. Dana ini digunakan untuk

penyediaan dan perbaikan sarana dan prasarana.

3. Dari Badan Narkotika Nasional (BNN) apabila pasien tersebut tertangkap

oleh polisi dan menerima tuntutan hukum.

Dana-dana tersebut diberikan kepada Rumah sakit, setelah itu direalisasikan

kepada Instalasi NAPZA dengan proses pengajuan jumlah dana yang dibutuhkan,

seperti yang diungkapkan oleh informan berikut :

“Rehabilitasi itu yang membayarkan kemenkes, dananya untuk semua program mulai
tahun 2015” (Inf-1)

“Untuk sarana dan prasarana dananya dari rumah sakit, terus ada sedikit bantuan
dari BNN. Kalau kemenkes dana untuk pelaksanaan rehab semuanya dari kemenkes”
(Inf-2)

“Sumber dana sebenarnya ada dua, kalau yang IPWL yang melaporkan diri secara
sukarela tanpa menempuh jalur hukum itu dananya dari kemenkes. Kalau yang terkait
dengan hukum atau dalam proses hukum itu dananya dari BNN.Kalau penganggaran
itu dari Rumah Sakit, kalau untuk pemanfaatan itu dari instalasi NAPZA sendiri dan
kita mengajukan ke RS” (Inf-3)
76

Table 4.6 Tabel Matrik Triangulasi Metode (Dana)


Aspek yang Indepth FGD Telaah Kesimpulan
diperiksa Interview Dokumen
Sumber Dana Sumber dana Profil Rumah Sumber dana
dari Sakit tahun 2015, berasal dari
Kementerian bahwa sumber Kementerian
Kesehatan, dana berasal dari Kesehatan.
anggaran rumah Kementerian Anggaran rumah
sakit, dan ada Kesehatan dan sakit, dan
bantuan dari anggaran rumah bantuan dari
BNN. sakit. BNN.

Pengelolaan dan Semua dana Dari laporan Pengelolaan dana


Pemanfaatan dikelola oleh tahhunan dilakukan oleh
rumah sakit, Instalasi NAPZA Rumah Sakit dan
pemanfaatannya Pengelolaan pemanfaatan
oleh Instalasi dilakukan rumah dana adalah
NAPZA sakit dan untuk Instalasi
pemanfaatan NAPZA
dana untuk
Instalasi
NAPZA.

4.2.4 Sarana dan Prasarana


Sarana dan prasarana merupakan alat yang digunakan dalam pelaksanaan

program rehabilitasi NAPZA di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin Padang.

Sarana dan prasarana yang ada di Instalasi NAPZA dalam pelaksanaan program

rehabilitasi belum cukup baik, sebab masih ada kekurangan baik itu di rawat jalan

dan rawat inap, seperti : gedung, media promosi (leaflet dan brosur), dan alat-alat

untuk pemeriksaan dan terapi pasien. Hal ini diungkapkan oleh informan berikut :

“Kalau untuk rawat jalan saya rasa sudah cukup, kalau untuk rawat inap masih
banyak yang kurang, contohnya jumlah tempat itdur masih kurang terutama untuk
cewek” (Inf-1)

“Untuk rawat jalan brosur dan leaflet-leaflet masih kurang, media penyampaiannya
sih yang kurang. Kalau rawat inap sarana prasarana kegiatan vokasional yang
kurang, kayak kegiatan olahraganya, alat-alat senam udah rusak, untuk musik” (Inf-
2)
77

“Ada kurang-kurang satu-satu karena mungkin rusak, seperti timbangan sama alat
ukur” (R-3)

Dalam hal gedung untuk tempat rehabilitasi rawat inap hanya mampu

menampung pasien sebanyak 20 orang, sedangkan pecandu yang ingin di rehabilitasi

sudah melebihi kapasitas baik itu pasien IPWL, maupun pasien yang tertangkap

BNN. Pasien yang telah melaporkan diri secara sukarela apabila tempat rehabilitasi

sudah penuh masuk ke waiting list atau daftar tunggu, untuk saat ini waiting list di

Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin Padang telah mencapai 25 orang. Sedangkan

untuk pasien yang diterima dari putusan pengadilan wajib diterima di rehabilitasi,

meskipun tempat sudah penuh dan melebihi kapasitas. Hal ini diungkapkan oleh

informan sebagai berikut :

“Tempat tidur kita baru 20, kita punya waiting list atau daftar tunggu untuk masuk.
Sekarang sudah ada 25 orang. Rencananya aka nada penambahan gedung , baru
mau diusulkan ke pemda” (Inf-1)

“Untuk pasien yang putusan pengadilan, penuh atau tidaknya tempat wajib kita
terima. Tidak boleh ditolak.” (Inf-2)

“Kita hanya mempunyai dua gedung, 1 gedung cuma bisa menampung 10 residen,
jadi 2 gedung hanya bisa menampung 20 residen. Sementara kita dengan keadaan
sekarang sudah ada waiting list atau daftar tunggu pasien, kemaren ini sud ah
mencapai 25 daftar tunggu” (Inf-3)

Table 4.7 Tabel Matrik Triangulasi Metode (Sarana dan Prasarana)


Aspek yang Indepth Interview FGD Telaah Kesimpulan
diperiksa Dokumen
Ketersediaan Masih ada yang kurang Alat-alat Sarana dan
sarana dan seperti : media pemeriksaan prasarana di rawat
prasarana rawat penyampaian/promosi masih kurang, jalan masih
jalan seperti timbangan terdapat
atau alat ukur kekurangan

Ketersediaan Sarana dan prasarana Masih terdapat Sarana dan


sarana dan masih banyak yang kekurangan pada prasarana di rawat
prasarana rawat kurang, seperti : sarana musik dan inap masih banyak
inap gedung, tempat itdur, olahraga yang kurang
78

dan untuk terapi terutama untuk


rekreasi terapi rekreasi

4.2.5 Standar Operasional Prosedur (SOP)


Standar Operasional Prosedur merupakan prosedur yang digunakan dalam

melaksanakan program rehabilitasi di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin

Padang. SOP di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin Padang berpedoman kepada

Permenkes RI Nomor 50 tahun 2015 tentang “Petunjuk Teknis Pelaksanaan Wajib

Lapor dan Rehabilitasi Medis bagi Pecandu, Penyalahguna, dan Korban

Penyalahgunaan Narkotika” serta UU RI No. 35 tahun 2009 tentang Narkotika,

seperti yang diungkapkan oleh informan sebagai berikut :

“SOP yang bikin rumah sakit berpedoman kepada peraturan yang lebih tinggi, yaitu
Permenkes nomor 50 tahun 2015 yang terbaru” (Inf-1)

“SOP ni rumah sakit yang bikin, kan mengenai wajib lapor dan segala macamnya
kita pedomani permenkes nomor 50 tahun 2015 yang terbaru” (Inf-2)

Table 4.8 Tabel Matrik Triangulasi Metode (SOP)


Aspek yang diperiksa Indepth FGD Telaah Kesimpulan
Interview Dokumen
Pedoman pembuatan Permenkes Permenkes RI Pedoman
SOP yang terbaru, Nomor 50 tahun pembuatan SOP
yaitu 2015 mengenai adalah peraturan-
Permenkes “Petunjuk Teknis peraturan yang
nomor 50 Pelaksanaan dibuat oleh
tahun 2015 Wajib Lapor dan pemerintah
Rehabilitasi tentang
Medis bagi rehabilitasi
Pecandu, NAPZA.
Penyalahguna,
dan Korban
Penyalahgunaan
Narkotika
79

4.3 Komponen Proses


4.3.1 Perencanaan dan Pengorganisasian
Perencanaan kegiatan-kegiatan yang ada di rawat jalan dan rawat inap

dilakukan oleh Kepala Instalasi NAPZA bersama dengan petugas di Instalasi

NAPZA, selanjutnya diajukan pada rapat perencanaan program kepada Kepala

Rumah Sakit dan Kepala Bidang Pelayanan RSJ Prof H.B Saanin Padang, seperti

yang diungkapkan oleh informan berikut :

“Program rawat jalan ditentukan atau direncanakan oleh dokter. Sedangkan untuk
program rawat inap direncanakan oleh Kepala Instalasi bersama dengan petugas
yang ada disana” (Inf-1)

“Perencanaan program dibuat oleh kepala instalasi dan diajukan pa da rapat


perencanaan program” (Inf-2)

“Perencanaan untuk program rehab ini dilakukan oleh Kepala Instalasi dan
petugas, bersama dengan Kepala Rumah Sakit dan Kabid Pelayanan” (Inf -3)

Sedangkan untuk pengorganisasian serta pembagian tugas dan tanggung

jawab pada masing-masing program ditentukan oleh Kepala Instalasi dan

didiskusikan dengan Kepala Ruangan Instalasi NAPZA. Hal ini diungkapkan oleh

informan berikut :

“Kalau untuk pengorganisasian ditentukan oleh Kepala Ruangan bersama Kepala


Instalasi” (Inf-1)

“Pengorganisasiannya juga ditentukan kepala instalasi, ada shiftnya masing-


masing” (Inf-2)

“Personilnya juga kita yang mengatur dan menyediakan. Sistem pembagian tugas
dan tanggung jawab diatur oleh kepala instalasi NAPZA” (Inf-3)

Table 4.9 Matriks Triangulasi Metode (Perencanaan dan Pengorganisasian)


Aspek yang Indepth FGD Telaah Kesimpulan
diperiksa Interview Dokumen
Perencanaan yang Perencanaan Perencanaan dibuat Perencanaan Perencanaan
dilakukan di RSJ dibuat oleh oleh Kepala dilakukan pada dibuat pada awal
Prof H.B Saanin Kepala Instalasi Instalasi NAPZA awal tahun dan tahun oleh Kepala
untuk pelaksanaan bersama dengan disusun oleh Instalasi NAPZA
80

program petugas di Kepala


rehabilitasu Instalasi NAPZA Instalasi
NAPZA NAPZA

Pengorganisasian Pengorganisasia Pengorganisasian, Pengorganisasi Pengorganisasian,


dan pembagian n dan pembagian serta Tugas dan an dan serte pembagian
tugas dan tugas dan tanggung jawab pembagian tugas dan
tanggung jawab di tanggung jawab dibagi dan tugas dan yanggung jawab di
Instalasi NAPZA diatur oleh diberikan oleh tanggung Instalasi NAPZA
Kepala Instalasi Kepala Instalasi dan jawab diatur diatur oleh Kepala
dan Kepala Kepala Ruangan oleh Kepala Instalasi dan
Ruangan Instalasi dan dibantu oleh
dibantu oleh Kepala Ruangan
Kepala
Ruangan

4.3.2 Pelaksanaan Program Rehabilitasi


4.3.2.1 Rehabilitasi Rawat Jalan
A. Poliklinik NAPZA

Poliklinik NAPZA merupakan program pelayanan kesehatan yang

berhubungan dengan kecanduan NAPZA secara rawat jalan. Di Instalasi

NAPZA RSJ Prof H.B Saanin pelaksanaan Poliklinik NAPZA sudah cukup

baik, hanya saja terdapat kendala pelaksanaan pada pasien yang tidak rutin

melakukan kontrol sesuai jadwal. Hal ini diungkapkan oleh informan berikut

“Pelaksanaan poli NAPZA sudah baik, cuma terkendala pasiennya tidak


datang-datang lagi. kalau terjadi seperti itu kalau bisa dihubungi pasiennya
dihubungi. Kita kalau dia datang lagi biasanya pengobatannya diulang dari
awal, soalnya kita curigai dia pakai lagi diluar” (Inf-1)

“Pelaksanaannya cukup baik. Kendalanya sih dari keteguhan pasien,


misalnya kita bikin perjanjian balik lagi sekali semingu atau sekali dua
minggu, tapi pasien ni ada yang jauh jadi nggak datang” (Inf-2)

“Kendala sebenarnya tergantung pasien, kadang ada yang punya ulah,


kadang karena emang dipaksa ada juga yang sempat melarikan diri karena
nggak mau diperiksa” (R-5)
81

Table 4.10 Matriks Triangulasi Metode (Pelaksanaan Poliklinik NAPZA)


Aspek yang Indepth FGD Telaah Kesimpulan
diperiksa Interview Dokumen
Bagaimana Sejauh ini Pelaksanaan Dapat dilihat Pelaksanaan
pelaksanaan pelaksanaannya poliklinik NAPZA dari laporan poliklinik NAPZA
poliklinik NAPZA cukup baik, cukup baik, hanya tahunan sudah cukup baik
hanya terkendala saja masih ada Instalasi
pada keteguhan pasien yang berulah NAPZA bahwa
pasien pelaksanaan
poliklinik
NAPZA sudah
mencapai
target

Kendaladalam Kendala terletak Terkendala pada Dari data Pelaksanaan


pelaksanaan pada pasien yang pasien yang tidak kunjungan poliklinik NAPZA
tidak rutin atas kemauannya pasien terkendala pada
datang berobat sendiri untuk perbulan, pasien yang tidak
berobat sehingga banyak rutin datang untuk
melarikan diri dan ditemukan mendapatkan
tidak mau diperiksa pasien yang pengobatan
tidak rutin
datang kembali
untuk
mendapatkan
pengobatan

B. Klinik VCT (Voluntary Counseling and Testing)

Klinik VCT merupakan kegiatan konseling dan pemeriksaan/tes HIV

yang dilakukan secara sukarela. Di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin

pelaksanaan Klinik VCT belum cukup baik atau belum berjalan dengan

semestinya. Hal ini dikarenakan tenaga konselor VCT yang tidak standby

setiap hari untuk melakukan pelayanan dan juga petugas labor untuk VCT ini

hanya ada satu orang, sehingga apabila petugas labor yang bersangkutan libur

atau cuti kegiatan klinik VCT tidak dilaksanakan atau terhenti, seperti yang

diungkapkan oleh informan berikut :

“Kalau vct kita sih nggak standby tiap hari, tapi kalau ada pasien vct
karena kebetulan saya konselor HIV kan juga bisa. Atau pasien yang kita
curigai HIV kita cari konselor yang ada” (Inf-2)
82

“Kadang awak lah tibo tapi dokternyo ndak ado, tu disuruah baliak bisuak.
Bulak baliak tu yang payah, tingga jauah pulo soalnyo” (Inf-4)

“Mungkin untuk VCT ni kan khusus pula petugas labornya. Jadi kalau
misalnya petugas labornya cuti, ada pasien kita di VCT jadi kita tunggu dia
masuk dulu. Petugas labor khusus VCT yang ada disini cuma 1 orang” (R-
4)

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dan FGD, diketahui bahwa

pelayanan pada klinik VCT di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin tidak

diberikan kepada semua pasien yang di rehabilitasi, hanya untuk pasien

tertentu yang dicurigai terkena HIV/AIDS saja. Hal ini seperti yang

diungkapkan oleh informan berikut :

“VCT dilakukan cuma untuk pasien yang kita curigai HIV saja, tidak ke
semuanya tergantung kasus” (Inf-2)

“kalau untuk VCT kita lakukan pada pasien dengan kasus tertentu saja”
(R-5)

Table 4.11 Matriks Triangulasi Metode (Pelaksanaan Klinik VCT)


Aspek yang Indepth FGD Telaah Kesimpulan
diperiksa Interview Dokumen
Bagaimana Pelaksanaannya Klinik VCT tidak Dapat dilihat Pelaksanaan
pelaksanaan klinik tidak rutin dan dilaksanakan setiap dari laporan poliklinik klinik
VCT petugas tidak hari, hanya apabila tahunan VCT tidak setiap
standby setiap ada pasien VCT Instalasi hari dan pasien
hari NAPZA bahwa yang di VCT
target jumlahnya juga
pelaksanaan tidak banyak.
klinik VCT
sangat kecil
yaitu 8
orang/bulan

Kendaladalam Kendala terletak Terkendala pada Pelaksanaan klinik


pelaksanaan pada petugas petugas labor VCT terkendala
labor yang cuma khusus VCT yang pada petugas labor
satu orang hanya satu orang khusus VCT yang
hanya satu orang
83

C. Ruang Gawat Darurat (RGD) NAPZA

RGD NAPZA merupakan kegiatan menangani pasien gawat darurat

NAPZA, yaitu pasien yang sedang mengalami keadaan yang mengancam

kehidupannya. Hasil dari wawancara mendalam dan telaah dokumen

diketahui bahwa ruang gawat darurat NAPZA di Instalasi NAPZA RSJ Prof

H.B Saanin Padang tidak digunakan lagi dan digabungkan dengan IGD

Rumah Sakit untuk pasien biasa tidak dikhususkan. Menurut informan hal ini

dikarenakan tidak ada pasien yang mengalami gawat darurat NAPZA dan

semua pasien rehabilitasi yang akan di rawat inap semuanya masuk dari

poliklinik NAPZA, seperti yang diungkapkan oleh informan berikut :

“RGD NAPZA bergabung dengan gawat darurat IGD, tidak dikhususkan”


(Inf-1)

“Kebetulan kami di rumah sakit tidak menggunakan RGD NAPZA, kalau di


umum iya menggunakan” (Inf-3)

“Sekarang kita tidak pakai RGD NAPZA. Kalau kita sekarang kan proses
masuknya harus dari poli semua, semua pasien dari poli” (R-3)

“RGD tidak digunakan lagi. karena memang nggak ada pasien yang gawat”
(R-1)

Table 4.12 Matriks Triangulasi Metode (Pelaksanaan RGD NAPZA)


Aspek yang Indepth FGD Telaah Kesimpulan
diperiksa Interview Dokumen
Bagaimana RGD NAPZA Pelaksanaan RGD Dapat dilihat RGD NAPZA
pelaksanaan RGD sudah tidak NAPZA sudah dari laporan tidak digunakan
NAPZA digunakan lagi, tidak ada atau tidak tahunan dan tidak ada
sudah bergabung dipakai lagi Instalasi pelayanan yang
dengan IGD NAPZA bahwa diberikan
untuk umum tidak ada
pelayanan
yang dilakukan
di RGD
NAPZA
84

4.3.2.2 Rehabilitasi Rawat Inap


A. Detoksifikasi

Detoksifikasi merupakan kegiatan/proses menghilangkan racun (zat

narkotika atau adiktif lain) dari tubuh dengan cara menghentikan total

pemakaian semua zat adiktif yang dipakai atau dengan penurunan dosis obat

pengganti. Detoksifikasi merupakan prosedur atau tahapan awal yang

dilaksanakan sebelum pasien menerima program rehabilitasi rawat inap

lainnya.

Pasien menjalani detoksifikasi selama lima sampai 10 hari dan

dipisahkan dengan pasien yang lain dalam ruangan khusus. Fungsinya adalah

untuk melihat masa pemutusan zat yang menyebabkan efek kecanduan pada

pasien dan supaya pasien dapat beradaptasi sebelum program rehabilitasi

yang lain dilakukan. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh informan berikut :

“Detoks ini pasiennya terpisah dengan yang lain ada ruangan khusus” (Inf-
1)

“Semua pasien yang baru masuk rehab kita detoks dulu, maksimal 5 -10
hari. Tujuannya kan biar dia beradaptasi sebelum masuk programnya” (Inf-
2)

“Biasanya kita melaksanakan minimalnya kan 10 hari, kan fungsinya untuk


melihat masa pemutusan zat seorang pasien narkoba” (R-2)

Kendala dalam pelaksanaan detoksifikasi hanya terletak pada sarana

tempat tidur yang tidak mencukupi, apabila banyak pasien yang akan di

detoksifikasi petugas kesulitan untuk mencari tempat tidur tambahan. Seperti

yang diungkapkan oleh informan berikut :

“Masih ada yang kurang, seperti bed. Tapi udah mau ditambah.
Kalau dikamar sudah lengkap, di detoks yang kurang” (R-1)
85

“Tempat tidur di ruangan detoks terbatas, apabila pasien yang di detoks


banyak, biasanya kami mencarikan ke ruangan-ruangan pelayanan lain,
kalau tidak ada pasien belum bisa di detoks” (R-2)

Table 4.13 Matriks Triangulasi Metode (Pelaksanaan Detoksifikasi)


Aspek yang Indepth FGD Telaah Kesimpulan
diperiksa Interview Dokumen
Bagaimana Detoksifikasi Pelaksanaan Dapat dilihat Pelaksanaan
pelaksanaan dilakukan detoksifikasi dari laporan poliklinik
detoksifikasi selama 5-10 hari dilakukan untuk tahunan detoksifikasi sudah
dan merupakan melihat masa putus Instalasi cukup baik dan
tahap awal zat NAPZA bahwa dilaksanakan
rehabilitasi pelaksanaan selama 5-10 hari
detoksifikasi
sudah cukup
baik

Kendaladalam Kendala terletak Terkendala pada Pelaksanaan


pelaksanaan pada temapt tempat tidur pasien detoksifikasi
tidur yang yang tidak terkendala pada
kurang, hanya mencukupi tempat tidur pasien
saja masih bisa di ruangan
ditanggulangi detoksifikasi yang
masih kurang

B. Residential Program

Residential program adalah terapi komunitas berbasis rumah sakit,

mulai dari pasien bangun pagi sampai tidur lagi disiapkan aktifitas yang

dijalani pasien untuk merubah pola pikir dan perilaku menjadi lebih sehat

tanpa narkoba. Program residential ini terdiri dari program tiga bulan dan

enam bulan. Hasil dari wawancara mendalam dan telaah dokumen diketahui

bahwa kamar rawat yang ada dan kapasitas pasien yang bisa di rehabilitasi

hanya 20 orang, sedangkan pasien yang ingin di rehabilitasi atau telah masuk

ke dalam waiting list (daftar tunggu) sudah mencapai 25 orang. Seperti yang

diungkapkan oleh informan berikut :


86

“Kapasitas pasien kita 20, kita punya waiting list/ daftar tunggu untuk
masuk. Sekarang sudah ada 25 orang” (Inf-1)

“Kita hanya bisa menampung 20 residen. Sementara kita dengan keadaan


sekarang sudah ada waiting list atau daftar tunggu pasien, kemaren ini
sudah mencapai 25 daftar tunggu” (Inf-2)

“Residential program ini ada dua, ada yang 3 bulan dan 6 bulan. Kala u
yang wajib lapor atau IPWL itu biasanya menjalani program 3 bulan, kalau
yang terkait putusan hukum itu biasanya sesuai dengan putusan hukum itu
sendiri, tapi biasanya standar perawatannya itu selama 6 bulan” (Inf-3)

Table 4.14 Tabel Matriks Triangulasi Metode (Pelaksanaan Residential


Program)
Aspek yang Indepth FGD Telaah Kesimpulan
diperiksa Interview Dokumen
Bagaimana Residential Untuk program 3 Dapat dilihat Pelaksanaan
pelaksanaan program ada bulan dari laporan residential
residential yang 3 bulan, pelaksanaannya tahunan program untuk
program ada yang 6 sudah baik dan Instalasi program 3 bulan
bulan. Untuk mencapai target. NAPZA bahwa sudah cukup baik
yang 3 bulan Sedangkan untuk pelaksanaan dan mencapai
pelaksanaannya yang 6 bulan baru residential target. Sedangkan
sudah cukup berjalan. program 3 untuk program 6
baik bulan sudah bulan masih baru
mencapai berjalan
target

Kendaladalam Kendala terletak Terkendala pada Dari laporan Pelaksanaan


pelaksanaan pada kapasitas kamar rawat yang tahunan residential
pasien yang bisa kurang sehingga Instalasi program
dirawat hanya 20 pasien yang bisa NAPZA terkendala pada
orang dirawat pun sedikit kapasitas kapasitas pasien
pasien yang hanya 20
residential orang dan kamar
program rawat yang tidak
sebanyak 20 cukup menampung
orang. pasien yang ada di
Sedangkan waiting list
waiting list
sudah
mencapai 25
orang
87

C. After Care

After care adalah kegiatan merangkul mantan pasien pecandu NAPZA

yang sudah pernah di rehabilitasi untuk mendapatkan keterampilan yang

dapat bernilai ekonomis dan terus memotivasi mereka agar tetap bisa

bertahan bersih dari narkoba. Hasil dari wawancara mendalam, FGD, dan

telaah dokumen diketahui bahwa program after care di Instalasi NAPZA RSJ

Prof H.B Saanin Padang belum berjalan dengan baik bahkan tidak berjalan

sama sekali pada tahun 2015. Dikarenakan terkendala masalah dana dan

SDM yang kurang, selain itu juga belum dilakukannya konfirmasi dengan

BNN untuk pelaksanaan program after care tersebut. Hal ini diungkapkan

oleh informan sebagai berikut :

“After care kita belum jalan sih. Kita belum ada sarana dan prasarana.
After care kan lebih ke kegiatan dia setelah rehab, kendalanya itu dana
yang belum ada, terus SDM kurang, sama tempatnya juga ngga k ada.
Dimana mau kita tempatkan mereka” (Inf-2)

“Ndak ado dapek perawatan siap rehab tu do, ndak lo ado


pemberitahuannyo” (Inf-5)

“After care ini yang programnya masih terhambat, biasanya kita konfirmasi
dengan pihak BNN. Mungkin kita melaksanakan FGD, kita undang pasien-
pasien yang sudah pulang, nanti kita telfon kita kump ulkan, kerja sama
dengan BNN” (R-4)

Table 4.15 Matriks Triangulasi Metode (Pelaksanaan After Care)


Aspek yang Indepth FGD Telaah Kesimpulan
diperiksa Interview Dokumen
Bagaimana Sejauh ini Pelaksanaan after Dapat dilihat Pelaksanaan after
pelaksanaan After pelaksanaan care belum berjalan dari laporan care di Instalasi
Care after care belum baik dan untuk tahunan NAPZA tidak
berjalan tahun 2015 tidak Instalasi berjalan dan tidak
dilaksanakan sama NAPZA bahwa dilaksanakan sama
sekali pelaksanaan sekali pada tahun
after care pada 2015
tahun 2015
88

tidak
terlaksana

Kendaladalam Kendala terletak Terkendala pada Dapat dilihat Pelaksanaan after


pelaksanaan pada dana, SDM dana, SDM, dan dari laporan care terkendala
yang tidak belum adanya tahunan pada dana, SDM,
mencukupi, dan konfirmasi dengan Instalasi sarana dan
sarana prasarana BNN terkait NAPZA, prasarana yang
untuk after care rencana pelaksanaan tidak mencukupi.
yang tidak ada pelaksanaan after after care Selain itu juga
care terkendala belum adanya
pada SDM, konfirmasi dengan
dana, dan BNN terkait
sarana pelaksanaan
program

4.3.3 Pengawasan
Pengawasan harus dilakukan secara terus-menerus dan berkala dalam

pelaksanaan program rehabilitasi NAPZA sesuai dengan rencana kerja yang disusun

dan mengadakan koreksi jika terjadi penyimpangan. Pengawasan pada pelaksanaan

program rehabilitasi NAPZA di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin Padang

dilakukan oleh pihak Rumah Sakit melalui laporan bulanan, laporan tahunan, serta

pengawasan internal yang dilaksanakan tiap triwulan. Seperti hasil wawancara

mendalam dengan informan sebagai berikut :

“Pengawasan dilakukan oleh eselon 3 dan 4, atasan dari instalasi NAPZA. Minimal
pengawasan berkala itu ada yang satu kali, tapi pengawasan setiap hari kan ada”
(Inf-1)

“Pengawasan dilakukan rumah sakit. Kan kita juga menyerahkan laporan bulanan
dan tahunan, jadi dapat juga dilihat dan diawasi darisana” (Inf-2)

“Biasanya k epala RS tidak langsung mengawasi, karena RS sudah memiliki tim


auditor sendiri yang akan memeriksa ke masing-masing bidang pelayanan” (Inf-3)

Table 4.16 Matriks Triangulasi Metode (Pengawasan)


Aspek yang Indepth FGD Telaah Kesimpulan
diperiksa Interview Dokumen
Bagaimana jenis Pengawasan Dapat dilihat Pengawasan
pengawasan yang dilakukan secara dari laporan dilaksanakan
dilakukan internal oleh tahunan secara internal
89

pihak rumah Instalasi oleh auditor


sakit melalui NAPZA dengan melihat
laporan bulanan pengawasan laporan bulanan
dan laporan dilakukan oleh dan laporan
tahunan auditor tiap tahunan
triwulan

4.4 Output
Hasil wawancara mendalam dengan informan dan telaah dokumen yang

dilakukan diketahui bahwa beberapa program rehabilitasi di Instalasi NAPZA RSJ

Prof H.B Saanin Padang ada yang belum terlaksana dengan baik dan tidak mencapai

target. Program-program tersebut diantaranya adalah program after care yang

seharusnya dilaksanakan dua kali/tahun, pada tahun 2015 tidak terlaksana. Selain itu,

juga ada program rawat inap selama 6 bulan yang belum memenuhi target

dikarenakan baru dijalankan dan juga Ruang Gawat Darurat NAPZA yang tidak

digunakan karena telah digabung dengan IGD Rumah Sakit untuk paien biasa. Hal

ini diungkapkan oleh informan berikut :

“Rawat inap yang enam bulan baru dijalankan ya, jadi belum ada pasien yang
sampai di rehab enam bulan” (Inf-2)

“Sekarang kita tidak pakai RGD NAPZA kalau ada pasien gawat NAPZA ya
langsung ke IGD rumah sakit aja” (R-3)

“Paling program after care yang tidak mencapai target. Dalam perencanaan kita
pelaksanaannya 2 kali dalam setahun dan sejauh ini belum terlaksana” (R-4)

Selain program yang tidak mencapai target, dari hasil wawancara mendalam

dan FGD diketahui bahwa masih banyak pasien yang tidak menyelesaikan seluruh

proses rehabilitasi yang ada. Pada rawat inap masih ada pasien yang melarikan diri,

sedangkan pada rawat jalan masih banyak pasien yang tidak rutin datang berobat

sesuai jadwal yang telah ditetapkan. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap output

yang dihasilkan Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin. Untuk masalah pasien yang
90

melarikan diri petugas akan menghubungi keluarga pasien yang bersangkutan,

sedangkan untuk pasien yang tidak rutin datang berobat, tidak ada peringatan yang

diberikan atau follow up yang dilakukan petugas kepada pasien, hal ini sepenuhnya

diserahkan kepada niat atau keinginan pasien untuk sembuh. Seperti yang

diungkapkan oleh informan berikut :

“Masih ada pasien lari. Kalau terjadi seperti itu biasanya kami memberitahu
kepada keluarga. Kalau di rawat jalan itu pasiennya tidak datang-datang lagi” (Inf-
1)

“Nggak ada petugas yang ngubungin abang kalau nggak datang, mungkin karena
udah dikasih tau pas berobat sebelumnya hari apa lagi datang” (Inf-5)

“Kebanyakan rata-rata pasien NAPZA ini banyak kadang nggak mau datang lagi,
kadang kan kesadarannya kurang. Biasanya kita pesan ke keluarga. Tapi emang
semuanya tergantung ke kesadaran pasien itu sendiri, kalau dipaksa pun setengah
hati jadinya berobat, nggak berhasil juga jadinya” (R-3)

“Kalau petugas sendiri mungkin nggak ada menfollow up pasien untuk datang
berkujung, sebelumnya kita kan sudah ngasih syarat sendiri ke pasiennya datang
kontrol berapa kali seminggu” (R-4)

Table 4.17 Matriks Triangulasi Metode (Output)


Aspek yang Indepth FGD Telaah Dokumen Kesimpulan
diperiksa Interview
Bagaimana Ada beberapa Kebanyakan Dapat dilihat dari Program yang
pencapaian target program yang program telah laporan tahunan tidak mencapai
program-program tidak mencapai mencapai target, Instalasi NAPZA target dalam
rehabilitasi target, seperti hanya program bahwa program after pelaksanaannya
NAPZA after care dan after care yang care tidak mencapai adalh after care
program rawat belum mencapai target, sedangkan dan program rawat
inap 6 bulan target untuk program inap 6 bulan,
rawat inap 6 bulan sedangkan
tidak ada tertulis program yang
laporan sudah tidak
pelaksanaannya dan dijalankan adalah
untuk RGD NAPZA RGD NAPZA
programnya sudah
tidak dijalankan
91

BAB 5 : PEMBAHASAN

5.1 Keterbatasan Penelitian


Penelitian ini memiliki kendala dalam pelaksanaan wawancara mendalam dan

focus group discussion (FGD), yaitu terkendala dalam penyesuaian waktu dengan

informan dikarenakan kesibukan informan dan juga informan mempunyai agenda

tertentu atau sedan bertugas melayani pasien, sehingga dibutuhkan waktu untuk

menetapkan jadwal pelaksanaan wawancara.

5.2 Pembahasan Hasil Penelitian


5.2.1 Komponen Input
5.2.1.1 Kebijakan
Hasil wawancara dengan informan diketahui bahwa kebijakan yang

digunakan di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin padang yang terbaru adalah

Permenkes nomor 50 tahun 2015 tentang petunjuk teknis pelaksanaan wajib lapor

dan rehabilitasi medis bagi pecandu, penyalahguna, dan korban penyalahgunaan

narkotika. Selain itu, juga ada UU No.35 tahun 2009 tentang Narkotika, Peraturan

Pemerintah nomor 25 tahun 2011 tentang pelaksanaan wajib lapor pecandu

narkotika, serta peraturan dan kebijakan-kebijakan terdahulu yang masih digunakan.

Selain Permenkes nomor 50 tahun 2015 tentang petunjuk teknis dan

pelaksanaan, Instalasi NAPZA hendaknya juga menggunakan Kepmenkes nomor

421 tahun 2010 tentang standar pelayanan terapi dan rehabilitasi gangguan

penggunaan napza dan Permenkes nomor 80 tahun 2014 tentang petunjuk teknis

pelaksanaan rehabilitasi medis. Dikarenakan didalam permenkes tersebut terkandung

standar-standar dan persyaratan yang harus dimiliki oleh suatu rehabilitasi NAPZA,
92

sehingga dalam penyelenggaraannya akan memberikan pelayanan yang baik dan

berkualitas.(19, 22)

Diharapkan kepada RSJ Prof H.B Saanin Padang agar menjadikan kebijakan

yang digunakan sebagai acuan dan pedoman dalam pelaksanaan program-program

yang ada di Instalasi NAPZA dan hendaknya Rumah sakit menggunakan semua

kebijakan yang dikeluarkan pemerintah yang berhubungan dengan NAPZA dalam

melaksanakan program-program rehabilitasi yang ada di Instalasi NAPZA.

5.2.1.2 Tenaga
Jumlah tenaga yang ada di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin Padang

berjumlah 12 orang, terdiri dari dua orang dokter ruangan, 9 orang perawat, dan 1

konselor. Petugas di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin Padang berlatar

belakang pendidikan S1 Kedokteran, S1 Keperawatan, dan D3 Keperawatan.

Instalasi NAPZA berada dibawah bidang pelayanan dan dipimpin oleh seorang

kepala instalasi yang dibantu oleh kepala ruangan.

Hasil wawancara mendalam dengan informan serta berdasarkan telaah

dokumen dan FGD didapatkan bahwa tenaga dalam pelaksanaan rehabilitasi NAPZA

belum mencukupi, dikarenakan masih kekurangan tenaga konselor yang hanya

berjumlah satu orang. Tenaga konselor dalam rehabilitasi NAPZA ini memegang

peranan yang sangat penting, yaitu untuk memotivasi pasien pecandu agar berhenti

dan tidak tergoda kembali mengkonsumsi atau menggunakan NAPZA. Apabila

tenaga konselor ini tercukupi, maka akan lebih memaksimalkan proses penyembuhan

pasien dan juga akan mengurangi angka pasien yang kembali mengkonsumsi

NAPZA.(22)

Dalam pelaksanaan program rehabilitasi, petugas sudah melaksanakannya

dengan cukup baik, karena tugas yang diberikan sudah sesuai dengan kompetensi
93

yang dimiliki masing-masing petugas. Sedangkan untuk pelatihan khusus petugas,

berdasarkan Kepmenkes nomor 421/MENKES/SK/III/2010, setiap petugas dan

tenaga kesehatan yang ada di Instalasi NAPZA harus mendapatkan pelatihan khusus

dan memiliki sertifikat khusus rehabilitasi NAPZA. Tetapi di Instalasi NAPZA RSJ

prof H.B Saanin belum seluruh petugas yang mendapatkan pelatihan dan sertifikat

khusus rehabilitasi NAPZA. Oleh karena itu dapat disimpulkan belum semua petugas

di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin yang memenuhi standar sebagai petugas
(22)
rehabilitasi NAPZA.

Berdasarkan syarat petugas di rehabilitasi NAPZA dalam Permenkes No.80

Tahun 2014 bahwa tempat rehabilitasi NAPZA harus memiliki tenaga dokter,

perawat, dan apoteker yang terlatih di bidang gangguan penggunaan napza.

Sedangkan di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin Padang tidak memiliki tenaga

apoteker, hanya dokter dan perawat saja. Tenaga apoteker yang dimaksud adalah

tenaga apoteker yang telah mendapatkan pelatihan dan sertifikat khusus untuk

menangani obat-obat bagi pecandu NAPZA. Maka dari itu, dapat dikatakan bahwa

tenaga kesehatan yang ada di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin belum
(19)
memenuhi syarat.

Diharapkan kepada pihak RSJ Prof H.B Saanin Padang, terutama khususnya

kepada Kepala Rumah Sakit agar lebih meningkatkan kinerja petugas dalam

pelaksanaan program rehabilitasi NAPZA. Salah satunya dengan cara memberikan

pelatihan yang berkaitan rehabilitasi NAPZA kepada seluruh petugas di Instalasi

NAPZA dan berdasarkan permenkes nomor 421 tahun 2010 pelatihan tersebut adalah

standar kriteria tenaga yang bertugas di suatu tempat rehabilitasi NAPZA. Selain itu,

hendaknya pihak Rumah Sakit juga memperhatikan ketersediaan tenaga konselor

yang akan melayani pasien pecandu NAPZA, dikarenakan untuk saat ini tenaga
94

konselor yang ada masih sangat minim, yaitu hanya satu orang. Pihak Rumah Sakit

juga hendaknya menambah tenaga apoteker di Instalasi NAPZA agar memenuhi

syarat tempat rehabilitasi dan membuat pelayanan yang diberikan lebih baik.

5.2.1.3 Dana
Berdasarkan penelitian ini menunjukkan bahwa ketersediaan dana untuk

program rehabilitasi NAPZA dalam hal pelaksanaan pelayanan sudah tercukupi,

akan tetapi dalam hal penyediaan dan perbaikan sarana dan prasarana yang ada

masih kurang. Hasil wawancara mendalam dengan informan diketahui bahwa

sumber dana berasal dari anggaran Rumah Sakit, Kementerian Kesehatan dan sedikit

bantuan dari Badan Narkotika Nasional (BNN). Sedangkan dana dari BPJS tidak ada,

karena rehabilitasi NAPZA tidak masuk dalam pelayanan kesehatan yang ditanggung

oleh BPJS. Dana dari Kementerian Kesehatan digunakan untuk membiayai seluruh

pelaksanaan pengobatan di Instalasi NAPZA, sedangkan dana dari anggaran Rumah

Sakit digunakan untuk penambahan sarana dan prasarana.

Berdasarkan hasil wawancara mendalam, penganggaran untuk program

rehabilitasi NAPZA ditetapkan oleh RSJ Prof H.B Saanin dan direncanakan satu kali

dalam setahun. Sedangkan untuk pengelolaan dana yang ada sepenuhnya dilakukan

oleh Rumah sakit dan untuk pemanfaatan diserahkan kepada Instalasi NAPZA.

Pertanggung jawaban atas penggunaan dana untuk program rehabilitasi di Instalasi

NAPZA akan dilaporkan oleh Rumah Sakit kepada Kementerian Kesehatan.

Diharapkan kepada pihak Rumah Sakit agar mengelola dana yang ada dengan

sebaik-baiknya, sehingga tidak terjadi lagi kekurangan dana dalam penyediaan dan

perbaikan sarana dan prasarana yang ada di Instalasi NAPZA.


95

5.2.1.4 Sarana dan Prasarana


Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa sarana dan prasarana yang

ada di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin Padang belum tercukupi. Kekurangan

dalam hal sarana, seperti gedung untuk pasien rawat inap masih kurang untuk

menampung pasien yang ingin di rehabilitasi. Untuk saat ini gedung yang tersedia

sebanyak dua buah dan hanya bisa menampung 20 pasien, sehingga hal ini

menyebabkan menumpuknya pasien di daftar tunggu (waiting list) yang saat ini

sudah berjumlah 25 orang.

Selain gedung, alat-alat untuk melaksanakan program rehabilitasi baik itu

rawat jalan maupun rawat inap juga masih kurang, yaitu timbangan dan tempat tidur

dikarenakan rusak dan belum ada tindakan perbaikan. Selain itu juga terdapat

kekurangan pada alat-alat untuk kegiatan musik dan olahraga. Sedangkan untuk

prasarana di Instalasi NAPZA, masih terdapat kekurangan pada media promosi

seperti : leaflet dan brosur.

Ketersediaan tenaga, dana, sarana dan prasarana juga mempengaruhi

kelancaran dalam melaksanakan program dan proses kerja sebuah organisasi.

Ketersediaan sarana dan prasarana memadai perlu diperhatikan juga agar alat dan

bahan yang tersedia lengkap dan pelaksanaan kegiatan lebih maksimal. (24)

Diharapkan agar RSJ Prof H.B Saanin Padang lebih memperhatikan sarana

dan prasarana di Instalasi NAPZA agar program-program yang ada dapat berjalan

dengan semestinya. Selain itu, hendaknya juga dilakukan pengecekan rutin terhadap

peralatan yang sudah ada, apakah masih layak digunakan atau perlu diperbaiki dan

diganti dengan yang baru.


96

5.2.1.5 Standar Operasional Prosedur (SOP)


Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa standar operasional prosedur

yang digunakan di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin Padang dibuat oleh Kepala

Rumah Sakit bersama Kepala Bidang Pelayanan dan Kepala Instalasi dengan

berpedoman kepada Permenkes nomor 50 tahun 2015. SOP ini sudah dilaksanakan

oleh petugas sebagaimana yang tertulis dan menjadi acuan untuk melayani pasien di

masing- masing program yang ada.

Diharapkan agar RSJ Prof H.B Saanin Padang dalam melaksanakan program-

program rehabilitasi di Instalasi NAPZA harus sesuai dengan SOP yang telah

ditetapkan dan selalu melakukan pengawasan kepada petugas-petugas agar tidak ada

yang menyalahi prosedur dalam memberikan pelayanan. Sehingga pelayanan yang

diberikan berkualitas dan tidak menyalahi aturan.

5.2.2 Komponen Proses


5.2.2.1 Perencanaan dan Pengorganisasian
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa untuk perencanaan

program rehabilitasi di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin terlebih dahulu

dilakukan perundingan antara Kepala Instalasi dengan petugas dalam membuat suatu

perencanaan dan selanjutnya membuat perencanaan tersebut menjadi acuan kegiatan

yang akan dilaksanakan untuk satu tahun kedepan, yang tentunya semua itu bertitik

tolak dari evaluasi satu tahun sebelumnya.

Sedangkan untuk pengorganisasian, berdasarkan hasil penelitian

menunjukkan bahwa pembagian tugas dan tanggung jawab pada masing-masing

program ditentukan oleh Kepala Instalasi dan didiskusikan dengan Kepala Ruangan

Instalasi NAPZA. Setiap program diberi satu penanggung jawab, tetapi semua

petugas ikut bekerja sama secara menyeluruh.


97

Diharapkan kepada petugas agar bekerja sama dalam pelaksanaan program-

program yang telah direncanakan sebelumnya dengan sebaik mungkin dan

mempunyai rasa tanggung jawab atas tugas yang telah diberikan kepada masing-

masing petugas. Sehingga pelaksanaan program rehabilitasi di Instalasi NAPZA RSJ

Prof H.B Saanin sesuai dengan apa yang telah ditetapkan.

5.2.2.2 Pelaksanaan Program Rehabilitasi


A. Rawat Jalan

a. Poliklinik NAPZA

Hasil wawancara mendalam dan FGD didapatkan bahwa

pelaksanaan Poliklinik NAPZA belum cukup baik, dikarenakan

banyaknya pasien yang tidak rutin datang untuk menerima

pengobatan. Hal ini tentu akan berpengaruh terhadap keberhasilan

program rehabilitasi dan terhadap kesembuhan pasien itu sendiri.

Pasien pecandu NAPZA tidak boleh putus-putus dalam menerima

pengobatan, karena dicurigai selama pasien tidak datang berobat atau

tidak menerima pengobatan, pasien tersebut akan menggunakan

NAPZA kembali. Apabila terjadi hal demikian maka proses

pengobatan harus diulang dari awal

Diharapkan kepada petugas di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B

Saanin Padang, khusunya yang bertugas di Poliklinik NAPZA untuk

dapat melakukan pengawasan dan pemantauan terhadap pasien supaya

selalu rutin untuk menerima pengobatan. Hal ini dapat dilakukan

dengan cara menghubungi pasien yang bersangkutan apabila tidak

datang berobat atau sekedar mengingatkan jadwal pengobatannya,

serta dengan meminta bantuan keluarga pasien untuk selalu


98

mengingatkan dan mengantarkan pasien agar dapat menerima

pengobatan.

b. Klinik Voluntary Counseling Testing (VCT)

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dan FGD didapatkan

bahwa pelaksanaan klinik VCT belum terlaksana dengan semestinya,

dikarenakan kurangnya petugas labor VCT dan konselor VCT yang

tidak standby setiap hari untuk melayani pasien. Petugas labor VCT

merupakan tenaga labor yang telah mendapatkan pelatihan khusus

untuk menangani pasien pecandu NAPZA yang dicurigai terkena

HIV/AIDS. Petugas labor yang ada saat ini di Instalasi NAPZA RSJ

Prof H.B Saanin Padang hanya satu orang dan apabila petugas yang

bersangkutan libur atau cuti, maka program klinik VCT tidak

dijalankan atau terhenti.

Dari hasil wawancara mendalam dan FGD diketahui bahwa

tidak semua pasien rehabilitasi yang diberikan pelayanan VCT, hanya

pasien dengan kasus tertentu saja. Sedangkan menurut Permenkes

nomor 50 tahun 2015 komponen pelayanan minimal yang harus

diberikan kepada pasien rehabilitasi salah satunya adalah konseling

dan tes HIV yang didapatkan dari klinik VCT. Sehingga dari hal

tersebut dapat disimpulkan bahwa pelayanan yang diberikan kepada

pecandu NAPZA di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin Padang


(29)
masih kurang dari yang ditetapkan oleh pemerintah.

Diharapkan kepada pihak RSJ Prof H.B Saanin Padang agar

dapat lebih memperhatikan ketersediaan tenaga di masing-masing


99

program rehabilitasi khususnya di klinik VCT, agar pelaksanaan

program dapat berjalan dengan semestinya.

c. Ruang Gawat Darurat (RGD) NAPZA

Hasil dari wawancara mendalam dan FGD dengan informan

diketahui bahwa ruang gawat darurat (RGD) NAPZA di Instalasi

NAPZA RSJ Prof H.B Saanin Padang sudah tidak digunakan lagi dan

digabung dengan IGD untuk pasien biasa. Hal ini dikarenakan untuk

Kota Padang pasien NAPZA yang gawat darurat jumlahnya tidak

banyak.

Menurut Kepmenkes nomor 421 tahun 2010 salah satu standar

pelayanan yang harus ada pada suatu tempat rehabilitasi NAPZA

adalah ruang gawat darurat khusus pasien pecandu NAPZA dan

seharusnya pihak Rumah Sakit dapat mempedomani atau mengacu

kepada standar pelayanan yang telah ditetapkan pada Permenkes ini.

Sehingga Instalasi NAPZA tersebut dapat dinyatakan memenuhi

standar dan memenuhi kualifikasi sebagat tempat rehabilitasi bagi


(22)
pecandu NAPZA.

Diharapkan kepada pihak RSJ Prof H.B Saanin Padang untuk

dapat memisahkan ruang gawat darurat untuk pasien pecandu NAPZA

dengan pasien biasa. Hal ini dilakukan agar pelayanan yang diberikan

dapat sesuai dengan standar yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

B. Rawat Inap

a. Detoksifikasi
100

Berdasarkan hasil wawancara mendalam dan FGD dengan

informan diketahui bahwa pelaksanaan program detoksifikasi di

Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin Padang sudah cukup baik,

hanya saja terdapat kendala dalam hal sarana, yaitu tempat tidur

pasien. Untuk hal ini biasanya petugas di Instalasi NAPZA akan

kesulitan dalam mencari tempat tidur tambahan apabila pasien yang

akan di detoksifikasi lebih dari tiga orang dan tentunya hal ini juga

akan menimbulkan ketidaklancaran dalam pelaksanaan program

detoksifikasi.

Selain itu, apabila tempat tidur tambahan tidak didapatkan dan

pasien di ruangan detoksifikasi sudah penuh, maka terpaksa pasien

yang baru masuk rehabilitasi harus menunggu sebelum akhirnya di

detoksifikasi. Detoksifikasi ini adalah prosedur awal yang harus

dijalani pasien pecandu NAPZA sebelum menerima proses rehabilitasi

rawat inap lainnya dan proses detoksifikasi ini sangat dibutuhkan

pasien untuk menghilangkan efek kecanduan pada dirinya terhadap

NAPZA.(22)

Diharapkan kepada pihak RSJ Prof H.B Saanin Padang agar

dapat menambahkan sarana yang kurang pada program detoksifikasi,

yaitu tempat tidur, dikarenakan hal ini akan mempengaruhi kelancaran

dan keberhasilan dari pelaksanaan program detoksifikasi di Instalasi

NAPZA RSJ Prof H.B Saanin Padang.


101

b. Residential Program

Hasil dari wawancara mendalam dan FGD diketahui bahwa

residential program terdiri dari program tiga bulan dan program enam

bulan. Pelaksanaan program tiga bulan sudah berjalan dengan

semestinya, tetapi untuk program enam bulan belum terlalu dijalankan

karena Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin Padang lebih berfokus

pada pelaksanaan program 3 bulan untuk pasien yang masuk melalui

Institusi Penerima Wajib Lapor (IPWL). Pihak rumah sakit

menargetkan pasien IPWL untuk di rehabilitasi hanya selama tiga

bulan saja. Hal ini dikarenakan telah banyaknya pasien yang masuk ke

dalam waiting list (daftar tunggu), yang untuk saat ini sudah mencapai

25 orang.

Dari hasil penelitian juga ditemukan bahwa banyak pasien

yang tidak menyelesaikan semua proses residential program ini

dikarenakan melarikan diri dan dipulang paksa oleh keluarga.

Berdasarkan laporan tahunan sebesar 21,9% pasien melarikan diri dan

sebesar 13,4% pasien dipulangkan paksa.(30)

Dalam pelaksanaan residential program di Instalasi NAPZA

RSJ Prof H.B Saanin Padang menggunakan teknik terpadu antara

medis, keagamaan, dan sosial. Dalam teknik terpadu ini selain

pengobatan medis pecandu juga diberikan siraman rohani yang akan

memperkuat keimanan dan ketaqwaan, serta menjadikannya pribadi

yang kuat, sehingga tidak akan kembali menggunakan NAPZA.

Hal ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Sapriansyah Alie dengan menggunakan metode kualitatif tahun 2004


102

mengenai Program rehabilitasi Korban Narkoba di Pesantren Al Islamy

Kalibawang Kulonprogo Yogyakarta, disebutkan bahwa program

rehabilitasi korban narkoba harus dilaksanakan dengan teknik terpadu

antara medis, keagamaan, dan sosial, dikarenakan lebih berhasil untuk

menyembuhkan pasien pecandu NAPZA. Hasil penelitian ini juga

sesuai dengan penelitan yang dilakukan oleh Khairul tahun 2013 di

Instalasi Wisma Sirih Sungai Bangkong Pontianak, bahwa rehabilitasi

yang menggunakan teknik terpadu akan membuat para pecandu lebih


(8, 9)
termotivasi untuk bebas dari NAPZA.

Diharapkan kepada pihak RSJ Prof H.B Saanin Padang untuk

dapat menambah kapasitas pasien di residential program. Salah satu

caranya adalah dengan penambahan gedung, agar dapat lebih banyak

memuat pasien. Selain itu juga diharapkan kepada petugas di Instalasi

NAPZA agar lebih memperketat keamanan sehingga tidak ada lagi

pasien yang melarikan diri dan juga lebih memperketat peraturan

pemulangan pasien agar tidak ada lagi pemulangan paksa dari pihak

keluarga.

c. After Care

Berdasarkan hasil dari penelitian ini diketahui bahwa program

after care di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin Padang tidak

dilaksanakan sama sekali pada tahun 2015. Hal ini disebabkan tidak

adanya dana, tempat dan juga SDM yang mencukupi utnuk

pelaksanaan program. Selain itu juga dikarenakan belum adanya

koordinasi dari pihak Rumah Sakit kepada Badan Narkotika Nasional


103

Provinsi (BNNP) terkait pelaksanaan after care. BNN dalam hal ini

akan membantu menyediakan narasumber kegiatan, serta membantu

dalam penyusunan rangkaian acara dalam pelaksanaan after care.

Diharapkan kepada pihak RSJ Prof H.B Saanin Padang agar

dapat melaksanakan program after care dengan menyediakan dana,

tempat, SDM yang dibutuhkan, dan juga dengan berkoordinasi kepada

BNN untuk pelaksanaan kegiatan.Sehingga dari pelaksanaan kegiatan

tersebut, target yang telah direncanakan dapat tercapai dan pasien akan

menerima manfaat untuk kesembuhannya dari pelaksanaan program

tersebut.

5.2.2.3 Pengawasan
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pengawasan dilakukan oleh

pihak Rumah Sakit melalui laporan bulanan, laporan tahunan, serta pengawasan

internal yang dilaksanakan tiap triwulan. Pengawasan dilakukan oleh tim auditor

yang telah diberikan wewenang oleh rumah sakit untuk melakukan pengawasan.

Menurut Prof. Gde. Muninjaya (2006) menyatakan manfaat dari pengawasan

dapat mengetahui sejauh mana kegiatan yang sudah dilakukan, apakah sudah sesuai

dengan standar atau rencana kerja, apakah sudah sesuai sumberdayanya, dan apakah

sudah digunakan sesuai dengan apa yang telah ditetapkan. Dalam hal ini fungsi

pengawasan sangat bermanfaat untuk meningkatkan efisiensi program. Cara

mendapatkan data dalam pengawasan dapat dengan pengawasan langsung, laporan


(31)
lisan atau tertulis.

Menurut Sondang Siagian (2007) hakikat pengawasan yakni orientasi bekerja

dalam penyelenggaraan kegiatan operasional setiap organisasi secara efisien,


104

menggunakan sumber daya seminimal mungkin, efektif tercapainya sasaran yang


(32)
telah ditentukan dan tepat pada waktunya.

Diharapkan kepada pihak rumah sakit dan auditor yang melakukan

pengawasan, agar selalu rutin melakukan pengawasan dan teliti atau sedetail

mungkin melihat apa kekurangan dalam pelaksanaan suatu program rehabilitasi

tersebut. Sehingga kedepannya kegiatan tersebut dapat menjadi lebih baik dari

sebelumnya.

5.2.3 Output
Berdasarkan hasil wawancara mendalam dengan informan dan forum group

discussion (FGD) didapatkan bahwa dalam pelaksanaan program rehabilitasi

NAPZA di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin Padang masih adanya program

yang belum mencapai target. Salah satu diantaranya yaitu program After Care yang

seharusnya dilaksanakan dua kali dalam setahun, pada tahun 2015 tidak terlaksana

sama sekali. Hal ini dikarenakan tidak adanya dana dan ruangan pertemuan untuk

pelaksanaan kegiatan ini, serta sulitnya menghubungi pasien yang tidak berdomisili

di Kota Padang. Selain itu juga dikarenakan belum adanya koordinasi dari pihak

Rumah Sakit dengan BNN yang akan berperan penting dalam membantu

pelaksanaan kegiatan, seperti dalam penyediaan narasumber kegiatan dan

penyusunan rangkaian kegiatan.

Dari hasil wawancara dan FGD juga didapatkan bahwa program rehabilitasi 6

bulan juga belum memenuhi target, dikarenakan program baru berjalan dan Instalasi

NAPZA untuk saat ini lebih berfokus kepada program rehabilitasi 3 bulan. Hal ini

disebabkan karena menumpuknya pasien yang berada di waiting list, sehingga untuk

pasien yang melaporkan diri secara sukarela atau pasien IPWL diberikan program
105

rehabilitasi yang 3 bulan saja, terkecuali untuk pasien yang melalui proses hukum

masa rehabilitasinya akan disesuaikan dengan putusan pengadilan.

Selain tidak tercapainya target dari program-program rehabilitasi tersebut,

salah satu faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari rangkaian program

rehabilitasi ini adalah pasien yang telah dinyatakan sembuh atau telah melewati

semua rangkaian program rehabilitasi. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan

didapatkan bahwa tidak semua pasien yang masuk ke rehabilitasi melewati semua

proses yang ada atau pulang setelah selesai program. Banyak diantaranya yang

melarikan diri dan dipulang paksa oleh keluarga. Dari laporan tahunan Instalasi

NAPZA diketahui pasien yang melarikan diri sebesar 21,9% dan pasien yang

dipulangkan paksa sebesar 13,4%. Sudah hampir dari setengah pasien yang masuk ke

rehabilitasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin Padang tidak menyelesaikan program
(30)
rehabilitasinya.

Diharapkan kepada Kepala Instalasi dan petugas di Instalasi NAPZA RSJ

Prof H.B Saanin Padang untuk lebih meningkatkan kinerja dalam pelaksanaan

program-program rehabilitasi agar semua target yang direncanakan untuk masing-

masing program dapat tercapai. Apabila semua program telah mencapai target,

tentunya program rehabilitasi yang diberikan akan lebih baik dan maksimal serta

akan dapat mencegah pecandu untuk kembali menggunakan atau memakai NAPZA.

Selain itu juga diharapkan kepada petugas Instalasi untuk lebih memperketat

keamanan di Instalasi NAPZA agar tidak ada lagi kejadian pasien melarikan diri dan

lebih memperketat peraturan tentang pemulangan pasien, agar tidak ada lagi

pemulangan paksa dari pihak keluarga. Sehingga hal ini akan dapat membantu dalam

upaya penurunan angka pecandu NAPZA yang ada di Kota Padang.


106

BAB 6 : KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai “Evaluasi

Program Rehabilitasi Bagi Pecandu Napza di Instalasi Napza Rumah Sakit Jiwa

(RSJ) Prof H.B Saanin Padang Tahun 2015” dapat diambil kesimpulan sebagai

berikut :

a. Komponen Input

1. Kebijakan yang digunakan di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin

Padang adalah Peraturan Menteri Kesehatan yang terbaru, yaitu

Permenkes nomor 50 tahun 2015.

2. Jumlah tenaga yang ada di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin Padang

belum mencukupi masih terdapat kekurangan pada tenaga konselor dan

petugas labor VCT yang hanya berjumlah satu orang dan tidak adanya

tenaga apoteker khusus NAPZA.

3. Dana untuk Instalasi NAPZA bersumber dari anggaran RSJ Prof H.B

Saanin (RBA), Kementerian Kesehatan dan sedikit bantuan dari Badan

Narkotika Nasional provinsi (BNNP) Sumbar. Penganggaran dan

pengelolaan dana dilakukan oleh Rumah Sakit dan digunakan untuk

kepentingan pelaksanaan program rehabilitasi NAPZA, baik rawat jalan

maupun rawat inap. Dana yang tersedia masih kurang untuk perbaikan

sarana dan prasarana.

4. Sarana dan prasarana masih terdapat kekurangan, seperti : gedung untuk

rawat inap, kamar rawat pasien, peralatan untuk terapi rekreasi (musik

dan olahraga), dan juga media promosi (leaflet dan brosur).


107

5. Standar operasional prosedur yang digunakan di Instalasi NAPZA RSJ

Prof H.B Saanin Padang dibuat oleh Kepala Rumah Sakit bersama Kepala

Bidang Pelayanan dan Kepala Instalasi dengan berpedoman kepada

Permenkes nomor 50 tahun 2015.

b. Komponen proses

1. Perencanaan kegiatan-kegiatan yang ada di rawat jalan dan rawat inap

dibuat oleh Kepala Instalasi NAPZA bersama dengan petugas di Instalasi

NAPZA.

2. Pengorganisasian serta pembagian tugas dan tanggung jawab pada

masing-masing program ditentukan oleh Kepala Instalasi dan

didiskusikan dengan Kepala Ruangan Instalasi NAPZA.

3. Dalam pelaksanaan, beberapa program masih belum berjalan dengan

lancar, seperti : program after care, residential program 6 bulan, dan

klinik VCT. Dalam program rawat inap masih banyaknya pasien yang

melarikan diri dan pulang paksa, sehingga tidak menyelesaikan semua

proses rehabilitasi.

4. Pengawasan dilakukan oleh pihak Rumah Sakit melalui laporan bulanan,

laporan tahunan, serta pengawasan internal yang dilaksanakan tiap

triwulan.

c. Komponen Output

Program rehabilitasi di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin Padang

beberapa diantaranya masih belum terlaksana dengan baik dan ditemukan

banyak kekurangan baik dari segi input, seperti tenaga dan sarana, maupun
108

pelaksanaan program itu sendiri. Sehingga program tersebut, yaitu: after care

dan residential program 6 bulan tidak mencapai target yang telah

direncanakan.

6.2 Saran
Saran yang dapat peneliti berikan sebagai berikut :

1. Dalam ketersediaan tenaga lebih disesuaikan dengan standar tenaga

rehabilitasi NAPZA, seperti : mengadakan penambahan tenaga konselor dan

tenaga apoteker, sehingga pelaksanaan program dapat lebih baik.

2. Keamanan dan peraturan pemulangan pasien di Instalasi NAPZA lebih

ditingkatkan, sehingga tidak ada lagi kasus pasien melarikan diri dan dipaksa

pulang oleh keluarga.

3. Sarana dan prasarana rehabilitasi NAPZA yang kurang dapat segera

ditambahkan, dikarenakan sarana dan prasarana yang lengkap akan

berpengaruh terhadap kelancaran pelaksanaan program.

4. Untuk program yang tidak mencapai target, seperti residential program 6

bulan dan after care dapat lebih diperhatikan lagi pelaksanaannya oleh

pengelola dan penanggung jawab program dan dilihat apa penyebab dari

ketidakberhasilan program tersebut. Sehingga dalam pelaksanaan program

selanjutnya dapat lebih baik dan mencapai target yang direncanakan.


DAFTAR PUSTAKA

1. Departemen Kesehatan RI. Pengertian NAPZA. Jakarta: DepKes RI; 2003.

2. Badan Narkotika Nasional RI. Tingkat Pemakaian NAPZA. Jakarta: BNN RI;
2012.

3. Badan Narkotika Nasional RI. Angka Prevalensi Pecandu Narkoba. Jakarta:


BNN RI; 2014.

4. Badan Narkotika Nasional RI. Angka Prevalensi Pecandu NAPZA. Jakarta:


BNN RI; 2011.

5. Joko P. Hindari NAPZA. Surakarta: Mediatama; 2007.

6. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35. Tentang Narkotika. 2009.

7. Badan Narkotika Nasional RI. Dampak Negatif Kecanduan NAPZA. Jakarta:


BNN RI; 2013.

8. Alie S. Program Rehabilitasi Korban Narkoba. Penelitian dan Evaluasi


Pendidikan. 2004;2.

9. Yohanes K. Rehabilitasi Remaja Pecandu NAPZA di Instalasi Wisma Sirih


Sungai Bangkong Pontianak. Pontianak: Universitas Tanjung Pura; 2013.

10. yanny D. Narkoba Pencegahan dan Penanganannya. Jakarta: PT Elex Media


Komputindo Kelompok Gramedia; 2001.

11. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22. Tentang Narkotika. 1997.

12. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5. Tentang Psikotropika. 1997.

13. Soekrama d. Pencegahan Terhadap Bahaya Narkoba. Jakarta: Yayasan Purna


Bhakti Negara; 1999.

14. Anonim. Pengobatan Narkoba. 2007 [cited 2015 19 November].

15. Husin A, B. Penatalaksanaan Mutakhir dan Komprehensif Ketergantungan


Napza, Cermin Dunia Kedokteran No.1362002.

16. Badan Narkotika Nasional RI. Advokasi Pencegahan Bahaya Narkoba.


Jakarta: BNN RI; 2005.

17. Departemen Kesehatan RI. Pengertian Rehabilitasi. Jakarta: DepKes RI;


2002.

18. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 46. Petunjuk Teknis Pelaksanaan


Rehabilitasi Medis Bagi Pecandu, Penyalahguna, Dan Korban

109
110

Penyalahgunaan Narkotika Yang Sedang Dalam Proses Penyidikan,


Penuntutan, Dan Persidangan Atau Telah Mendapatkan Penetapan/Putusan
Pengadilan. 2012.

19. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 80. Petunjuk Teknis Pelaksanaan


Rehabilitasi Medis Bagi Pecandu, Penyalahguna, Dan Korban
Penyalahgunaan Narkotika Yang Sedang Dalam Proses Penyidikan,
Penuntutan, Dan Persidangan Atau Telah Mendapatkan Penetapan/Putusan
Pengadilan. 2014.

20. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 2415. Rehabilitasi Medis Bagi


Pecandu, Penyalahguna, Dan Korban Penyalahgunaan Narkotika. 2011.

21. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 26. Standar Rehabilitasi Sosial


Korban Penyalahgunaan, Psikotropika, Dan Zat Adiktif Lainnya. 2012.

22. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 421/MENKES/SK/III/2010. Stadar


Pelayanan Terapi dan Rehabilitasi Gangguan Penggunaan NAPZA. 2010.

23. Badan Narkotika Nasional RI. Standar Pelayanan Terapi dan Rehabilitasi
Gangguan Penyalahgunaan NAPZA. Jakarta: Direktorat Bina Kesehatan Jiwa
Kementerian Kesehatan RI; 2011.

24. Azwar A. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Bina Putra; 2010.

25. Notoatmodjo S. Prinsip-Prinsip Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta:


Rineka Cipta; 2003.

26. Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta; 2009.

27. Satori Da. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta; 2010.

28. Rumah Sakit Jiwa Prof H.B Saanin Padang. Profil Rumah Sakit Jiwa Prof
H.B Saanin Padang,. Padang: RSJ Prof H.B Saanin Padang; 2015.

29. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 50. Petunjuk Teknis Pelaksanaan


Wajib Lapor Dan Rehabilitasi Medis Bagi Pecandu, Penyalahguna, Dan
Korban Penyalahgunaan Narkotika. 2015.

30. Rumah Sakit Jiwa Prof H.B Saanin Padang. Laporan Tahunan Instalasi
NAPZA RSJ prof H.B Saanin Padang. Padang: RSJ Prof H.B Saanin Padang;
2015.

31. Muninja G. Manajemen Kesehatan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran;


2004.

32. Siagian S. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara; 2007.
111

DOKUMENTASI PENELITIAN

Gambar 1. Wawancara mendalam dengan Gambar 2. Wawancara dengan Kabid


Kepala Ruangan Pelayanan

Gambar 3. Pengarahan kepada petugas Gambar 4. Wawancara mendalam


sebelum FGD dengan Kepala Instalasi NAPZA
112

Gambar 5. Alur pasien Instalasi NAPZA Gambar 6. Stuktur organisasi fungsional


Instalasi NAPZA

Gambar 7. Visi dan misi Instalasi NAPZA Gambar 8. Poster tentang IPWL
113

Gambar 9. Visi dan misi Instalasi NAPZA Gambar 10. Ruang tunggu Instalasi
NAPZA

Gambar 4. Instalasi NAPZA (Tampak


Depan)
114

PERNYATAAN KESEDIAAN MENJADI INFORMAN

(Informed Consent)

Penelitian ini mengenai “Evaluasi Program Bagi Pecandu NAPZA di Instalasi

NAPZA Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Prof H.B Saanin Padang Tahun 2015”

Saya yang bertandatangan dibawah ini :

Nama :

Jabatan :

Institusi :

Bersedia berpartisipasi menjadi subjek penelitian yang akan dilakukan oleh

Augia Haliffa Pratiwi Zelfi dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Andalas

Padang.

Demikianlah pernyataan ini saya buat sebenar-benarnya untuk dipergunakan

sebagaimana mestinya.

Padang, Maret 2016

Yang menyatakan

( )
115

PEDOMAN UMUM WAWANCARA MENDALAM

EVALUASI PROGRAM REHABILITASI BAGI PECANDU NAPZA


DI INSTALASI NAPZA RUMAH SAKIT JIWA (RSJ) PROF H.B
SAANIN PADANG TAHUN 2015

Nama Informan :

Hari/Tanggal :

Jam mulai/akhir wawancara :

A. Petunjuk Umum
1. Disampaikan ucapan terima kasih karena bersedia meluangkan waktu untuk
diwawancarai. Hal ini penting untuk merangkai persahabatan dan hubungan
baik.
2. Jelaskan maksud dan tujuan wawancara.

B. Petunjuk Wawancara Mendalam


1. Pembukaan
a. Wawancara dilakukan oleh peneliti dan didampingi oleh seorang pencatat
dan menggunakan tape recorder.
b. Informan bebas untuk menyampaikan pendapat, pengalaman, saran dan
komentar.
c. Pendapat, pengalaman, saran dan komentar informan sangat bernilai.
d. Jawaban tidak ada yang benar dan salah, karena wawancara ini untuk
kepentingan penelitian dan tidak ada penilaian.
e. Semua pendapat, pengalaman, saran dan komentar akan dijamin
kerahasiaannya.
f. Wawancara ini akan direkam oleh tape recorder untuk membantu
pencatatan serta camera digital untuk pendokumentasian.
2. Penutup
a. Menentukan bahwa wawancara telah selesai
116

b. Mengucapkan terima kasih atas kesediaannya memberikan informasi


yang dibutuhkan.
c. Menyatakan bahwa apabila terdapat hal-hal yang tidak menyenangkan
mohon dimaafkan.
d. Bila kemudian hari terdapat informasi yang kurang, mohon kesediaan
informan untuk diwawancarai lagi.
117

PANDUAN WAWANCARA MENDALAM

EVALUASI PROGRAM REHABILITASI BAGI PECANDU NAPZA


DI INSTALASI NAPZA RUMAH SAKIT JIWA (RSJ) PROF H.B
SAANIN PADANG TAHUN 2015

I. Identitas Informan
Hari/tanggal :

Nama :

NIP :

Jabatan :

Jenis Kelamin :

Pendidikan :

Umur :

Masa Kerja :

II. Pertanyaan

A. Komponen Input

a. Kebijakan

1) Apa saja kebijakan terkait rehabilitasi NAPZA di RSJ Prof H.B Saanin?

(probing : Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan Menteri

Kesehatan)

2) Apakah ada petunjuk pelaksana dan petunjuk teknis guna mempermudah

pelaksanaan program rehabilitasi NAPZA di RSJ Prof H.B Saanin?

(probing : Ada/tidak? apakah juklak dan juknis tersebut sudah

disosialisasikan kepada seluruh tenaga kesehatan di Puskesmas, terutama

tenaga pelaksana rehabilitasi NAPZA?)


118

b. Tenaga Pelaksana

1) Berapa jumlah tenaga pelaksana di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin?

(probing : apakah sudah mencukupi? Apakah sudah memenuhi standar

tenaga rehabilitasi NAPZA?)

2) Bagaimana menurut Bapak/Ibu kompetensi yang dimiliki oleh tenaga

pelaksana program rehabilitasi NAPZA di RSJ Prof H.B Saanin saat ini?

(probing : apakah sudah mencapai standar kompetensi yang ditetapkan?)

3) Apakah sudah ada sosialisasi dan pelatihan terkait kebijakan yang

diturunkan serta tupoksi selaku tenaga pelaksana rehabilitasi NAPZA?

(probing : ada/tidak? berapa kali? apa manfaat dari pelatihan tersebut?)

c. Dana

1) Dari manakah sumber dana pelayanan rehabilitasi NAPZA di RSJ Prof H.B

Saanin?

(probing : apakah dari APBN, APBD, BPJS Kesehatan atau dari pasien?)

2) Apakah dana yang tersedia saat ini telah mencukupi untuk memberikan

pelayanan rehabilitasi NAPZA di RSJ Prof H.B Saanin?

(probing : cukup/tidak? pelayanan rehabilitasi manakah yang menyerap

dana terbesar dan terkecil?)

3) Bagaimana pengelolaan dan pemanfaatan dana pelayanan rehabilitasi

NAPZA di RSJ Prof H.B Saanin?

(probing : penganggaran, pemanfaatan, pertanggungjawaban, pengawasan

dana)

d. Sarana/Prasarana

1) Bagaimanakah sarana/prasarana untuk pelayanan rehabilitasi NAPZA rawat

jalan di RSJ Prof H.B Saanin?


119

(probing : apa saja sarana/prasarana yang tersedia? Apakah sudah lengkap?)

2) Bagaimanakah sarana/prasarana untuk pelayanan rehabilitasi NAPZA rawat

inap di RSJ Prof H.B Saanin?

(probing : apa saja sarana/prasarana yang tersedia? Apakah sudah lengkap?)

3) Bagaimanakah distribusi untuk sarana/prasarana pelayanan rehabilitasi

NAPZA di RSJ Prof H.B Saanin?

(probing : alur distribusi)

e. Standar Operasional Prosedur

1) Apakah Instalasi NAPZA ini telah memiliki Standar Operasional Prosedur

untuk pelaksanaan semua program?

(probing : ada atau tidak? Jika ada, apakah pelaksanaan program sudah

sesuai SOP? Jika tidak, kenapa belum ada?

2) Apa pedoman pembuatan SOP untuk Instalasi NAPZA di RSJ Prof H.B

Saanin Padang?

(probing : Undang-Undang? Permenkes? Atau peraturan lain?)

B. Komponen Proses

a. Program rehabilitasi rawat jalan

1) Bagaimana proses perencanaan program rehabilitasi rawat jalan di RSJ Prof

H.B Saanin?

(probing : analisis situasi? POA?)

2) Bagaimana pengorganisasian dari perencanaan yang telah di susun?

(probing : sistem pembagian tugas dan tanggung jawab?)

3) Bagaimana pelaksanaan poliklinik NAPZA di Instalasi NAPZA RSJ Prof

H.B Saanin?

(probing : Apa saja yang dilakukan? siapa saja yang terlibat? waktu

pelaksanaan?)
120

4) Bagaimana pelaksanaan klinik VCT di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B

Saanin?

(probing : Apa saja yang dilakukan? siapa saja yang terlibat? waktu

pelaksanaan?)

5) Bagaimana pelaksanaan Ruang Gawat Darurat (RGD) NAPZA di Instalasi

NAPZA RSJ Prof H.B Saanin?

(probing : Apa saja yang dilakukan? siapa saja yang terlibat?)

6) Bagaimana anggaran untuk melaksanakan rehabilitasi rawat jalan di

instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin?

(probing : dari APBN/APBD/ dana RS? Alokasi?)

7) Apakah terdapat kendala dalam melaksanakan rehabilitasi rawat jalan di

Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin?

(probing : Jika iya kenapa dan apa solusinya?)

b. Program Rehabilitasi Rawat Inap

1) Bagaimana proses perencanaan program rehabilitasi rawat inap di Instalasi

NAPZA RSJ Prof H.B Saanin?

(probing : analisis situasi? POA?)

2) Bagaimana pengorganisasian dari perencanaan yang telah disusun?

(probing : sistem pembagian tugas dan tanggung jawab?)

3) Bagaimana proses pelaksanaan dari program detoksifikasi di Instalasi

NAPZA RSJ Prof H.B Saanin?

(probing : Apa saja yang dilakukan? siapa saja yang terlibat? waktu

pelaksanaan?)

4) Bagaimana proses pelaksanaan dari residential program di instalasi NAPZA

RSJ Prof H.B Saanin?

(probing : Apa saja yang dilakukan? siapa saja yang terlibat? waktu

pelaksanaan?)
121

5) Bagaimana proses pelaksanaan dari program after care di instalasi NAPZA

RSJ Prof H.B Saanin?

(probing : Apa saja yang dilakukan? siapa saja yang terlibat? waktu

pelaksanaan?)

6) Bagaimana anggaran untuk melaksanakan rehabilitasi rawat inap di instalasi

NAPZA RSJ Prof H.B Saanin?

(probing : dari APBN/APBD/ dana RS? Alokasi?)

7) Apakah terdapat kendala dalam melaksanakan rehabilitasi rawat inap di

Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B Saanin?

(probing : Jika iya kenapa dan apa solusinya?)

c. Pengawasan

1) Apakah sudah dilakukan pengawasan dari Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera

Barat terhadap pelayanan rehabilitasi NAPZA di Instalasi NAPZA RSJ Prof

H.B Saanin Padang?

(probing : kapan? berapa kali? seperti apa pengawasan yang dilakukan?)

2) Apakah sudah dilakukan pengawasan dari Badan Narkotika Nasional (BNN)

Kota Padang terhadap pelayanan rehabilitasi NAPZA di Instalasi NAPZA RSJ

Prof H.B Saanin Padang?

(probing : kapan? berapa kali? seperti apa pengawasan yang dilakukan?)

3) Apakah kepala Rumah Sakit sudah melakukan pengawasan langsung terhadap

pelaksanaan pelayanan rehabilitasi NAPZA di Instalasi NAPZA RSJ Prof H.B

Saanin Padang?

(probing : kapan? berapa kali? seperti apa pengawasan yang dilakukan?)

C. Komponen Output

1. Apakah target masing-masing uraian program rehabilitasi NAPZA di Instalasi

NAPZA RSJ Prof H.B Saanin sudah tercapai?


122

(probing : kegiatan apa saja yang sudah/belum mencapai target? mengapa kegiatan

tersebut belum mencapai target? Apa saja kendala?)

2. Apakah target poliklinik NAPZA sebesar 15 orang/bulan sudah tercapai?

(probing : sudah/belum? mengapa belum tercapai? apa saja kendala? dan bagaimana

mengatasinya?)

3. Apakah target klinik VCT sebesar 8 orang/bulan sudah tercapai?

(probing : sudah/belum? mengapa belum tercapai? apa saja kendala? dan bagaimana

mengatasinya?)

4. Apakah target residential program 3 bulan sebesar 40% sudah tercapai?

(probing : sudah/belum? mengapa belum tercapai? apa saja kendala? dan bagaimana

mengatasinya?)

5. Apakah target residential program 6 bulan sebesar 5% sudah tercapai?

(probing : sudah/belum? mengapa belum tercapai? apa saja kendala? dan bagaimana

mengatasinya?)

6. Apakah target program after care sebanyak 2 kali/tahun sudah tercapai ?

(probing : sudah/belum? mengapa belum tercapai? apa saja kendala? dan bagaimana

mengatasinya?)
123

PANDUAN WAWANCARA MENDALAM

EVALUASI PROGRAM REHABILITASI BAGI PECANDU NAPZA


DI INSTALASI NAPZA RUMAH SAKIT JIWA (RSJ) PROF H.B
SAANIN PADANG TAHUN 2015

I. Identitas informan (Pasien rehabilitasi NAPZA)


Hari/tanggal :

Nama :

Alamat :

Jenis Kelamin :

Pendidikan :

Umur :

II. Pertanyaan

Pelaksanaan

1) Bagaimana menurut bapak/ibu pelaksanaan program rehabilitasi di Instalasi

Napza RSJ Prof H.B Saanin?

(probing : bagaimana pelaksanaan Poliklinik Napza. Klinik VCT, dan Ruang

Gawat darurat Napza? apakah sudah baik pelaksanaannya? Jika belum, apa
124

yang kurang? Apa yang hendaknya diperbaiki? Apakah sudah dapat

dirasakan manfaat dari program rehabilitasi yang dijalankan?)

2) Bagaimanakah pelayanan yang diberikan oleh petugas di Instalasi Napza RSJ

Prof H.B Saanin?

(probing : apakah pelayanan memuaskan? Jika belum, apa kekurangannya?

Dan apa yang perlu diperbaiki?)

3) Apakah ada pemantauan atau peringatan dari petugas apabila bapak/ibu tidak

menyelesaikan program rehabilitasi yang seharusnya dijalankan?

(probing : ada atau tidak? Bagaimana sebaiknya? Apakah perlu pemantauan

dan peringatan dari petugas?)

4) Apa saja manfaat yang bapak/ibu rasakan setelah rehabilitasi?

(probing: manfaat terhadap diri sendiri? Apakah lebih baik dari sebelum

rehabilitasi? manfaat terhadap keluarga dan orang sekitar?)

5) Menurut bapak/ibu apakah pelayanan rehabilitasi yang diberikan telah

berhasil membuat rasa kecanduan bapak/ibu terhadap napza berkurang?

(probing : berhasil atau tidak? Jika tidak, kenapa? apa yang harus diperbaiki

dari program rehabilitasi?)


MATRIKS HASIL WAWANCARA MENDALAM DENGAN KEPALA BIDANG PELAYANAN, KEPALA INSTALASI, DAN KEPALA
RUANGAN INSTALASI NAPZA MENGENAI EVALUASI PROGRAM REHABILITASI BAGI PECANDU
NAPZA DI INSTALASI NAPZA RUMAH SAKIT JIWA (RSJ) PROF H.B SAANIN PADANG TAHUN 2015

Indikator yang ingin Informan


diketahui Kabid Pelayanan Ka. Instalasi Ka. Ruangan Kesimpulan
(Inf-1) (Inf-2) Instalasi (Inf-3)
Input
a. Kebijakan Permenkes nomor Permenkes yang Kebijakan yang Dari 3 orang informan semua
1. Apa saja 50 tahun 2015, UU terbaru, yaitu dipakai yang terbaru mengatakan kebijakan yang terkait
kebijakan terkait No. 35 tahun 2009, Permenkes nomor itu Permenkes no. 50 rehabilitasi NAPZA adalah Permenkes
rehabilitasi PP nomor 25 tahun 50 tahun 2015, UU tahun 2015. terbaru, yaitu Permenkes nomor 50
NAPZA di RSJ No. 35 tahun 2009. Peraturan-peraturan tahun 2015 dan UU No. 35 tahun 2009.
2011, Surat edaran
Prof H.B Saanin? sebelumnya, seperti :
Mahkamah Agung UU No. 35 tahun
nomor 3 tahun 2011 2009, Peraturan
Pemerintah nomor
25 tahun 2011.
2. Apakah ada Ada, juklak dan Juknis dan juklak Ada, juklak dan Dari 3 orang informan semua
petunjuk juknis yang dipakai ada, dikarenakan juknis juga
mengatakan petunjuk teknis dan
pelaksana dan ada di Permenkes sudah mempunyai berpedoman kepada
petunjuk teknis nomor 50 tahun 2015. SOP. Permenkes No.50 pelaksanaan sudah ada
tahun 2015.
guna
mempermudah
pelaksanaan
program

125
126

rehabilitasi
NAPZA di RSJ
Prof H.B Saanin?
b. Tenaga
1. Berapa jumlah Jumlah tenaga ada 11 Tenaga ada 12 Tenaga disini Dari 3 orang informan, 2 diantaranya
tenaga pelaksana orang, orang, satu orang berjumlah 11 orang menjawab jumlah tenaga yang ada di
di Instalasi cuti. Instalasi NAPZA berjumlah 11 orang.
Sedangkan 1 informan menjawab ada 12
NAPZA RSJ Prof
orang.
H.B Saanin?
2. Bagaimana Kompetensi yang Belum terlalu sesuai sudah mencapai Dari 3 orang informan, 2 diantaranya
menurut dimiliki tenaga karena belum standar kompetensi menjawab kompetensi tenaga yang ada
Bapak/Ibu pelaksana sudah semuanya yang yang ada di Instalasi NAPZA sudah sesuai dengan
kompetensi yang sesuai dengan standar dapat pelatihan standar. Sedangkan 1 informan lagi
yang ditetapkan. menjawab belum sesuai, dikarenakan
dimiliki oleh
belum semua tenaga mendapatkan
tenaga pelaksana pelatihan.
program
rehabilitasi
NAPZA di RSJ
Prof H.B Saanin
saat ini?
3. Apakah sudah ada Sosialisasi sudah ada, Sosialisasi sudah Sosialisasi dan Dari 3 orang informan semuanya
sosialisasi dan kalau pelatihan juga dilakukan, kalau pelatihan sudah ada. mengatakan sosialisasi sudah dilakukan,
pelatihan terkait sudah tetapi belum pelatihan belum Pelatihannya seperti sedangkan untuk pelatihan juga sudah
kebijakan yang semua petugas. semua pegawai yang pelatihan assesmen, diberikan ke beberapa petugas, belum
mendapatkan. pelatihan konselor semuanya yang mendapatkan pelatihan
diturunkan serta
(HIV/AIDS) tersebut
tupoksi selaku
tenaga pelaksana
rehabilitasi
NAPZA?
127

c. Dana
1. Dari manakah Dana berasal dari Dana untuk Sumber dana ada Dari 3 orang informan, 2 diantaranya
sumber dana Kemenkes untuk rehabilitasi dua, kalau yang menjawab sumber dana untuk pelayanan
pelayanan semua program mulai semuanya berasal IPWL yang di rehabilitasi NAPZA berasal dari
tahun 2015. dari Kemenkes. melaporkan diri Kemenkes. Sedangkan 1 informan lagi
rehabilitasi
secara sukarela menjawab sumber dana berasal dari
NAPZA di RSJ tanpa menempuh Kemenkes dan BNN.
Prof H.B Saanin? jalur hukum dananya
dari kemenkes.
Sedangkan yang
terkait dengan
hukum atau dalam
proses hukum itu
dananya dari BNN.
2. Apakah dana yang Dana yang tersedia Tidak terlalu Untuk pelayanan Dari 3 orang informan, 2 diantaranya
tersedia saat ini saat ini masih teraas mencukupi, tetapi dana ini sudah menjawab dana belum terlalu
telah mencukupi kurang, banyak harus dicukup- cukup, dikarenakan mencukupi untuk melaksanakan
untuk kegiatan kita yang cukupkan untuk sudah ada standar kegiatan pelayanan. Sedangkan 1
belum terpenuhi, memberikan dan peraturannya informan lagi menjawab dana sudah
memberikan
seperti untuk terapi pelayanan yang tersendiri. mencukupi.
pelayanan rekreasi dan baik.
rehabilitasi olahraganya belum
NAPZA di RSJ terpenuhi.
Prof H.B Saanin?
3. Bagaimana Pengelola dana Pengelolaan dana Pengelolaan dan Dari 3 orang informan semuanya
pengelolaan dan Instalasi NAPZA dari RS, kalau penganggaran dari mengatakan pengelolaan dan
pemanfaatan dana bagian keuangan, pemanfaatan dana Rumah Sakit, kalau penganggaran dana untuk pelayanan
pelayanan untuk pemanfaatan untuk kegiatan- untuk pemanfaatan rehabilitasi NAPZA dilakukan oleh
ditentukan RS begitu kegiatan instalasi itu dari instalasi pihak Rumah Sakit. Sedangkan
rehabilitasi
juga dengan melalui proses NAPZA dengan pemanfaatan untuk kegiatan-kegiatan
NAPZA di RSJ penganggaran. pengajuan proposal. mengajukan jumlah rehabilitasi ditentukan oleh Instalasi
Prof H.B Saanin? dana ke RS. NAPZA dengan proses pengajuan
128

jumlah dana ke RS.


d. Sarana dan Prasarana
1. Bagaimanakah Sarana dan Prasarana Masih terdapat Untuk rawat jalan Dari 3 orang informan, 2 diantaranya
sarana/prasarana untuk rawat jalan kekurangan pada sudah lengkap. menjawab sarana dan prasarana untuk
untuk pelayanan sudah mencukupi. media promosi atau rehabilitasi rawat jalan sudah
penyampaian, mencukupi. Sedangkan 1 informan lagi
rehabilitasi
seperti : brosur dan menjawab masih terdapat kekurangan
NAPZA rawat leaflet-leaflet. pada media promosi atau penyampaian.
jalan di RSJ Prof
H.B Saanin?
2. Bagaimanakah Masih banyak Masih terdapatSarana/prasarana Dari 3 orang informan, semuanya
sarana/prasarana kekurangan, seperti : kekurangan dalam masih agak kurang mengatakan bahwa sarana dan prasarana
untuk pelayanan tempat tidur dan sarana vokasional, mencukupi, seperti untuk pelayanan rehabilitasi rawat jalan
rehabilitasi gedung untuk seperti untuksarana olahraga dan masih terdapat banyak kekurangan,
rehabilitasi. kegiatan untuk musik. Selain seperti : gedung atau ruang rawat,
NAPZA rawat
olahragadan musik, itu juga fasilitas tempat tidur, dan sarana vokasional
inap di RSJ Prof dan juga alat-alat ruang rawat atau untuk olahraga dan musik.
H.B Saanin? senam udah rusak. kamar pasien masih
kurang.
3. Bagaimanakah Dari bagian aset Permintaan dulu ke Awalnya dari RS, Dari 3 orang informan, semuanya
distribusi untuk langsung ke instalasi RS, setelah dipenuhi tapi instalasi menjawab alur distribusi
sarana/prasarana NAPZA baru dilakukan NAPZA sarana/prasarana bermula dari
pelayanan pengambilan barang. mengajukan. permintaan barang dari Instalasi
Prosesnya NAPZA, setelah itu RS menyediakan,
rehabilitasi
mengajukan melalui selanjutnya dilakukan pengambilan
NAPZA di RSJ kepala instlasi barang di bagian aset RS, baru ke
Prof H.B Saanin? bidang pelayanan, Instalasi NAPZA.
baru melalui bagian
aset ke gudang.
e. SOP
1. Apakah Instalasi SOP ada. Pelaksanaan SOP ada, semua Ada, setiap program Dari 3 orang informan semuanya
NAPZA ini telah program harus sesuai pelaksanaan memiliki SOP menjawab Standar Operasional Prosedur
129

memiliki Standar SOP program rehabilitasi masing-masing. di Instalasi NAPZA sudah ada dan
Operasional diatur oleh SOP. program rehabilitasi yang ada memiliki
Prosedur untuk SOP masing-masing.
pelaksanaan
semua program?
2. Apa pedoman SOP dibuat oleh SOP dibuat ole SOP dibuat oleh Dari 3 orang informan, 2 orang
pembuatan SOP rumah sakit dengan rumah sakit dan rumah sakit dengan diantaranya mengatakan bahwa SOP
untuk Instalasi berpedoman kepada berpedoman berpedoman kepada untuk Instalasi NAPZA berpedoman
NAPZA di RSJ Permenkes nomor 50 kepadaka Permenkes Permenkes nomor kepada Permenkes yang terbaru, yaitu
tahun 2015 dan yang terbaru, yaitu 50 tahun 2015. Permenkes nomor 50 tahun 2015.
Prof H.B Saanin
peraturan-peraturan Permenkes nomor Sedangkan 1 informan lagi mengatakan
Padang? yang lebih tinggi dan 50 tahun 2015. selain Permenkes nomor 50 tahun 2015,
terkait dengan SOP Instalasi NAPZA juga berpedoman
rehabilitasi NAPZA. kepada peraturan-peraturan yang lebih
tinggi dan terkait dengan rehabilitasi
NAPZA.
Pelaksanaan
a. Rawat jalan Perencanaan program Perencanaan Perencanaan Dari 3 orang informan, 2 diantaranya
1. Bagaimana proses
perencanaan rawat jalan ditentukan program rawat jalan program rawat jalan menjawab bahwa perencanaan program
program oleh dokter yang dibuat oleh Kepala dibuat oleh Kepala rehabilitasi rawat jalan ditentukan oleh
rehabilitasi rawat bertugas. Instalasi. Instalasi dengan Kepala Instalasi. Sedangkan 1 informan
jalan di RSJ Prof
H.B Saanin? dibantu oleh Kepala lagi menjawab bahwa perencanaan rawat
Ruangan dan jalan ditentukan oleh dokter yang
petugas. bertugas.
2. Bagaimana Pengorganisasian Pengorganisasiannya Pengorganisasian Dari 3 orang informan, 2 diantaranya
pengorganisasian ditentukan oleh juga kepala instalasi, diatur oleh Kepala mengatakan pengorganisasian diatur
dari perencanaan kepala ruangan ada shiftnya masing- Instalasi NAPZA oleh Kepala Instalasi NAPZA.
130

yang telah di masing. Sedangkan 1 informan lagi mengatakan


susun? pengorganisasian diatur oleh Kepala
Ruangan Instalasi.
3. Bagaimana Rawat jalan ini Poliklinik NAPZA Pertama di assesmen Dari 3 rang informan, 2 diantaranya
pelaksanaan dinamakan IPWL, prosesnya sama dulu oleh perawat mengatakan Poliklinik NAPZA
poliklinik pasien akan datang dengan pasien dan dokter, merupakan tempat pemeriksaan pasien
NAPZA di berulang sesuai umum. Yang terlibat selanjutnya rawat jalan deengan prosedur yang telah
dengan jadwal dan perawat sama diserahkan ke dokter ditetapkan dan semua petugas terlibat
Instalasi NAPZA
kebutuhan. Yang dokter, dan psikolog. spesialis dalam pelaksanaannya. Baik dari dokter,
RSJ Prof H.B terlibat yaitu semua Dilaksanakan dari psikiaternya. Setelah perawat, psikolog, apoteker sampai
Saanin? petugas Instalasi jam 8 – jam 12.30. itu ditentukan dengan petugas labor. Sedangkan 1
NAPZA. pemeriksaan labor informan lagi mengatakan bahwa yang
atau tidak, dan terlibat di Poliklinik NAPZA hanya
ditentukan apakah perawat, dokter, dan psikolog.
rawat inap atau
rawat jalan. Yang
terlibat dalam
pelaksanaan adalah
semua petugas.
4. Bagaimana Pelaksanaan klinik Pelaksanaan klinik Klinik VCT Dari ke 3 informan dapat disimpulkan
pelaksanaan VCT tidak untuk VCT tidak standby dilaksanakan di bahwa pelaksanaan klinik VCT tidak
klinik VCT di semua pasien, hanya setiap hari. Yang ruangan khusus. standby setiap hari, hanya jika ada
Instalasi NAPZA tergantung kasus terlibat didalamnya Prosesnya tetap dari pasien baru dicarikan konselor VCT nya.
yang ada. Yang adalah konselor poliklinik NAPZA, Yang terlibat dalam pelaksanaannya
RSJ Prof H.B
terlibat didalamnya VCT dan petugas dari poli ditentukan adalah konselor VCT dibantu oleh
Saanin? adalah tim VCT yang labor. tindak lanjutnya petugas labor.
telah mendapatkan apakah perlu di VCT
pelatihan. atau tidak. Yang
terlibat adalah
konselor VCT.
5. Bagaimana Pelaksanaan RGD RGD NAPZA sudah RGD NAPZA tidak Dari 3 orang informan, semuanya
pelaksanaan NAPZA bergabung tidak digunakan dan digunakan. mengatakan bahwa Ruang Gawat
131

Ruang Gawat dengan gawat darurat digabung dengan Darurat (RGD) NAPZA sudah tidak
Darurat (RGD) IGD, tidak IGD, tidak digunakan dan digabung dengan IGD
NAPZA di dikhususkan dikhususkan. untuk pasien umum, tidak dikhususkan.
Instalasi NAPZA
RSJ Prof H.B
Saanin?
6. Bagaimana Anggaran ditentukan Anggaran dana Anggaran dana Dari 3 orang informan, 2 diantaranya
anggaran untuk oleh rumah sakit. ditentukan oleh berasal dari mengatakan bahwa anggaran dana untuk
melaksanakan rumah sakit. Kemenkes. rehabilitasi rawat jalan ditentukan oleh
rehabilitasi rawat rumah sakit. Sedangkan 1 informan
mengatakan bahwa anggaran dana
jalan di instalasi berasal dari Kemenkes.
NAPZA RSJ Prof
H.B Saanin?
7. Apakah terdapat Tidak ada kendala Kendalanya dari Untuk rawat jalan Dari 3 orang informan, 2 diantaranya
kendala dalam dalam rawat jalan. keteguhan pasien, sejauh ini belum menjawab tidak ada kendala dalam
melaksanakan yang tidak rutin ditemukan kendala. pelaksanaan program rehabilitasi rawat
rehabilitasi rawat untuk balik jalan. Sedangkan 1 informan lagi
melakukan menjawab terdapat kendala dalam
jalan di Instalasi
pemeriksaan. pelaksanaan rawat jalan, yaitu dari
NAPZA RSJ Prof keteguhan pasien yang tidak rutin datang
H.B Saanin? berobat.
b. Rawat inap
1. Bagaimana proses Perencanaan program Perencanaan Perencanaan Dari 3 orang informan, 2 diantaranya
perencanaan rawat inap dibuat oleh program rawat inap program dilakukan menjawab perencanaan program dibuat
program kepala instalasi dibuat oleh kepala oleh kepala RS oleh Kepala Instalasi. Sedangkan 1
instalasi bersama dengan informan lagi menjawab perencanaan
rehabilitasi rawat Kabid Pelayanan program dilakukan oleh Kepala rumah
inap di Instalasi dan Kepala instalasi. sakit bersama dengan Kabid Pelayanan
NAPZA RSJ Prof dan Kepala instalasi.
H.B Saanin?
2. Bagaimana Pengorganisasian Pengorganisasian Pengorganisasian Dari 3 orang informan semuanya
132

pengorganisasian ditentukan oleh ditentukan oleh semuanya diatur menjawab bahwa pengorganisasian
dari perencanaan Kepala Instalasi. Kepala Instalasi. oleh instalasi program rawat jalan ditentukan oleh
yang telah NAPZA, begitu juga Kepala Instalasi NAPZA.
disusun? dengan pembagian
tugas dan
penanggung jawab.
3. Bagaimana proses Pelaksanaan Detoksifikasi Program detoks ini Dari 3 orang informan, semuanya
pelaksanaan dari detoksifikasi dilakukan sewaktu adalah proses mengatakan bahwa program
program dilakukan sewaktu pasien baru pertama setelah detoksifikasi dilaksanakan sewaktu
detoksifikasi di pasien baru memasuki masuk ke ruang pasien baru memasuki rehabilitasi,
memasuki rehabilitasi, rawat inap atau dilakukan selama 10 hari. Yang terlibat
Instalasi NAPZA
rehabilitasi, dan maksimal 5-10 hari. menjalani masa dalam program ini adalah dokter,
RSJ Prof H.B pasiennya terpisah Yang terlibat rehab, minimal perawat, serta konselor.
Saanin? dengan yang lain ada perawat, dokter, dilakukan selama 10
ruangan khusus. konselor. hari. Yang
Petugas yang melakukan petugas
melakukan yang Instalasi NAPZA, itu
bertugas hari itu. ada dokter dan
perawat.
4. Bagaimana proses Kurang tau Dalam pelaksanaan Residential program Dari 3 orang informan, 2 diantaranya
pelaksanaan dari bagaimana residential program ada dua, ada yang 3 menjawab bahwa dalam pelaksanaan
residential pelaksanaannya. banyak kegiatan- bulan dan 6 bulan. residential program untuk proses
program di kegiatan yang Kalau yang wajib penyembuhan pasien, banyak kegiatan-
terlibat didalamnya, lapor atau IPWL kegiatan yang terlibat didalamnya.
instalasi NAPZA
seperti : psikoterapi, biasanya menjalani Residential program itu ada 2, ada yang
RSJ Prof H.B konseling, siraman program 3 bulan, 3 bulan dan ada yang 6 bulan.
Saanin? rohani, kegiatan kalau yang terkait Sedangkan 1 informan lagi menjawab
vokasional, dsb. putusan hukum itu kurang tau bagaimana pelaksanaannya.
disesuaikan dengan
putusan hukum itu
sendiri, tapi biasanya
standar
133

perawatannya itu
selama 6 bulan.
5. Bagaimana proses After care adalah Pelaksanaan Program after care Dari 3 orang informan semuanya
pelaksanaan dari program setelah program after care, ini adalah program mengatakan bahwa program after care
program after care pasien menjalani belum dijalankan. setelah pasien belum berjalan dengan baik,
di instalasi rehabilitasi rawat karena belum ada menjalani dikarenakan terkendala sarana dan
inap. untuk tahun ini sarana dan rehabilitasi rawat prasarana, juga SDM yang tidak
NAPZA RSJ Prof
belum ada terlaksana. prasarana, dan juga inap, yaitu berupa mencukupi.
H.B Saanin? SDM yang kurang. konsultasi dan dalam
tahap ini pasien
sudah boleh dirawat
jalan, tapi dalam
pelaksanaannya
belum terlalu
dijalankan.
6. Bagaimana Anggaran berasal dari Anggaran dana Anggarann dana Dari 3 orang informan, 2 diantaranya
anggaran untuk kemenkes, kalau ditentukan oleh ditentukan oleh mengatakan bahwa anggaran untuk
melaksanakan BNN biasanya rumah sakit. rumah sakit, dengan rehabilitasi rawat inap ditentukan oleh
rehabilitasi rawat membantu peralatan pertimbangan rumah sakit. Sedangkan 1 informan lagi
pengajuan dari mengatakan bahwa anggaran berasal
inap di instalasi
Instalasi NAPZA. dari Kemenkes.
NAPZA RSJ Prof
H.B Saanin?
7. Apakah terdapat Ada, kendalanya pada Terdapat kendala, Kendala dalam Dari 3 orang informan, semuanya
kendala dalam petugas yang kurang yaitu konselor yang rawat inap itu mengatakan bahwa kendala dalam
melaksanakan pelatihan, kemudian kurang, dan untuk fasilitas, dan tenaga pelaksanaan rehabilitasi rawat inap
rehabilitasi rawat sarana dan prasarana kegiatan vokasional konselornya belum terletak pada tenaga, seperti kurangnya
yang kurang. pelaksanaannya mencukupi. pelatihan dan tenaga konselor yang tidak
inap di Instalasi
bergantung kepada mencukupi. Selain itu juga terkendala
NAPZA RSJ Prof dana. Awal-awal dalam sarana dan prasarana yang masih
H.B Saanin? bulan tahun ini, belum mencukupi, serta dana untuk
anggaran belum ada, pelaksanaan kegiatan.
134

jadi harus menunggu


dulu baru kegiatan
bisa dijalankan.
c. Pengawasan
1. Apakah sudah Tidak ada Dinkes Provinsi Tidak ada Dari 3 orang informan, semuanya
dilakukan pengawasan dari sifatnya tidak pengawasan dari menjawab tidak ada pengawasan dari
pengawasan dari Dinkes Provinsi. mengawasi tetapi Dinkes Provinsi. Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera
Yang melakukan kerja sama. Yang Yang melakukan Barat, tetapi pengawasan terhadap
Dinas Kesehatan
pengawasan adalah melakukan pengawasan adalah pelayanan rehabilitasi di Instalasi
Provinsi Sumatera rumah sakit. pengawasan adalah rumah sakit, NAPZA dilakukan oleh pihak RS dalam
Barat terhadap rumah sakit. dilakukan dalam bentuk pemeriksaan oleh auditor secara
pelayanan bentuk pemeriksaan, rutin.
rehabilitasi ada auditornya.
NAPZA di Pemeriksaan ada
Instalasi NAPZA yang internal yang
RSJ Prof H.B rutin per triwulan
Saanin Padang? atau sesuai
kebutuhan.
2. Apakah sudah Tidak ada Tidak ada Tidak ada Dari 3 orang informan, semuanya
dilakukan pengawasan dari pengawasan dari pengawasan dari menjawab bahwa tidak ada pengawasan
pengawasan dari BNN. BNN. BNN. BNN sifatnya dari BNN, BNN sifatnya hanya kerja
Badan Narkotika kerja sama bukan sama.
pengawasan.
Nasional (BNN)
Kota Padang
terhadap
pelayanan
rehabilitasi
NAPZA di
Instalasi NAPZA
RSJ Prof H.B
Saanin Padang?
135

3. Apakah kepala Kepala RS langsung Auditor yang Biasanya kepala RS Dari 3 orang informan, 2 diantaranya
Rumah Sakit melakukan bertugas mengawasi, tidak langsung mengatakan bahwa Kepala Rumah Sakit
sudah melakukan pengawasan tidak langsung mengawasi, karena tidak langsung melakukan pengawasan,
pengawasan Kepala RS. RS sudah memiliki tetapi melalui auditor yang telah diberi
tim auditor sendiri tugas. Sedangkan 1 orang informan
langsung terhadap
yang akan mengatakan bahwa kepala Rumah Sakit
pelaksanaan memeriksa ke langsung terlibat dalam pengawasan.
pelayanan masing-masing
rehabilitasi bidang pelayanan.
NAPZA di
Instalasi NAPZA
RSJ Prof H.B
Saanin Padang?
Output
1. Apakah target Belum tercapai Ada yang tercapai, Untuk tahun 2015, Dari 3 orang informan, 2 diantaranya
masing- masing semua, dikarenakan ada yang tidak. target semua mengatakan bahwa masih ada program
uraian program ada pasien yang lari. seperti outing dalam kegiatan tercapai yang belum mencapai target. Sedangkan
residential program 1 informan lagi mengatakan bahwa
rehabilitasi
targetnya 4 kali yang semua profram telah mencapai target.
NAPZA di
terlaksana 3 kali.
Instalasi NAPZA
RSJ Prof H.B
Saanin sudah
tercapai?
2. Apakah target Sudah tercapai Sudah tercapai Tercapai Dari 3 orang informan, semuanya
poliklinik mengatakan bahwa target poliklinik
NAPZA sebesar NAPZA sbesar 15 orang/bulan tercapai.
15 orang/bulan
sudah tercapai?
3. Apakah target Sudah tercapai Sudah tercapai Sudah tercapai Dari 3 orang informan, semuanya
klinik VCT mengatakan bahwa target klinik VCT
136

sebesar 8 sebesar 8 orang/bulan sudah tercapai.


orang/bulan sudah
tercapai?
4. Apakah target Sudah tercapai Sudah tercapai Sudah tercapai Dari 3 orang informan, semuanya
residential mengatakan bahwa target residential
program 3 bulan program 3 bulan sebesar 40% sudah
sebesar 40% tercapai.
sudah tercapai?
5. Apakah target Belum tercapai Belum tercapai, Sudah tercapai Dari 3 orang informan, 2 diantaranya
residential dikarenakan mengatakan bahwa target residential
program 6 bulan programnya baru program 6 bulan belum tercapai
sebesar 5% sudah berjalan dan belum dikarenakan baru berjalan. Sedangkan 1
ada pasien yang di informan lagi mengatakan bahwa target
tercapai?
rehabilitasi selama 6 program tersebut sudah tercapai.
bulan.
6. Apakah target Belum tercapai, Belum tercapai, Program after care Dari 3 orang informan mengatakan
program after dikarenakan after care dikarenakan after tidak ada yang bahwa target program after care
care sebanyak 2 tidak berjalan tahun care belum terlalu terlaksana. sebanyak 2 kali/tahun tidak terlaksana
kali/tahun sudah ini. dijalankan karena sama sekali pada tahun 2015 atau tidak
terkendala SDM dan mencapai target.
tercapai ? fasilitas.
137

MATRIKS HASIL WAWANCARA MENDALAM DENGAN PASIEN PECANDU NAPZA MENGENAI


EVALUASI PROGRAM REHABILITASI BAGI PECANDU NAPZA DI INSTALASI NAPZA
RUMAH SAKIT JIWA (RSJ) PROF H.B SAANIN PADANG TAHUN 2015

Informan
Indikator yang ingin Kesimpulan
diketahui Pasien 1 Pasien 2 Pasien 3
(Inf-4) (Inf-5) (Inf-6)

Pelaksanaan
1. Bagaimana menurut Pelayanan Poliklinik Pelaksanaannya sudah Menurut saya sudah Pelaksanaan program
bapak/ibu NAPZA dan rehabilitasi cukup baik. Hanya saja cukup baik rehabilitasi NAPZA
pelaksanaan program rawat inap sudah cukup pelayanan setelah pelaksanaannya, sudah cukup baik, hanya
rehabilitasi di baik. Kalau pelayanan rehabilitasi (after care) mungkin pelayanan after saja terdapat kekurangan
Instalasi Napza RSJ after care dan klinik tidak ada diberikan. care saja yang tidak pada tidak
Prof H.B Saanin? VCT tidak ada diberikan. dilaksanakannya
diberikan. program after care.
Sedangkan untuk klinik
VCT tidak semua pasien
yang diberikan
pelayanan VCT tersebut.

2. Bagaimanakah Sudah cukup baik Masih adanya petugas Pelayanan yang Pelayanan yang
pelayanan yang pelayanan yang yang kurang ramah diberikan sudah cukup diberikan petugas sudah
diberikan oleh diberikan, hanya saja dalam pelaksanaan baik, hanya saja terdapat cukup baik, hanya masih
138

petugas di Instalasi terkadang masih ada program rehabilitasi. kekurangan pada sarana terdapat petugas yang
Napza RSJ Prof H.B petugas yang tidak rekreasi dan hiburan tidak standby dan kurang
Saanin? standby untuk untuk pasien. ramah dalam pemberian
memberikan pelayanan. pelayanan

3. Apakah ada Kalau di rawat jalan Sejauh ini tidak ada Pemantauan dan Pemantauan dan
pemantauan atau tidak ada pemantauan pemantauan dan peringatan ada diberikan peringatan dari petugas
peringatan dari dan peringatan dari peringatan dari petugas. petugas apabila tidak untuk rawat inap ada,
petugas apabila petugas. Kalau di rawat Tidak ada yang menyelesaikan program sedangkan untuk rawat
bapak/ibu tidak inap ada, karena pasien menghubungi apabila rehabilitasi. tetapi jalan tidak ada .
menyelesaikan diawasi 24 jam oleh tidak datang sesuai semuanya tergantung
program rehabilitasi petugas dan memang jadwal. diri kita sendiri dan
yang seharusnya harus menyelesaikan keinginan untuk
dijalankan? semua rehabilitasi yang sembuh.
ada.

4. Apa saja manfaat Manfaat yang dirasakan Badan lebih berisi, nafsu Badan terasa lebih sehat, Manfaat setelah
yang bapak/ibu badan lebih sehat dari makan bertambah, dan tidak sakit lagi apabila rehabilitasi NAPZA
rasakan setelah sebelumnya, lebih rajin emosi lebih terkontrol. tidak memakai NAPZA. banyak dirasakan untuk
rehabilitasi? ibadah, keluarga lebih Lebih termotivasi untuk pasien sendiri ddan juga
bahagia. benar-benar lepas dari untuk keluarga pasien.
NAPZA, dan tidak Seperti : badan yang
menjadi beban lagi bagi lebih sehat, emosi lebih
keluarga. terkontrol., dan keluarga
yang lebih bahagia.

5. Menurut bapak/ibu Untuk saat ini sudah Sudah berkurang, tetapii Untuk rasa kecanduan Setelah diberikan
apakah pelayanan berkurang. Tidak terlalu terkadang masih tergoda terhadap NAPZA sudah pelayanan rehabilitasi,
139

rehabilitasi yang tergantung lagi pada atau ada keinginan untuk hilang, motivasi diri rasa candu pasien
diberikan telah NAPZA. memakai NAPZA lagi. sendiri saja yang lebih terhadap NAPZA mulai
berhasil membuat ditingkatkan untuk berkurang. Sedangkan
rasa kecanduan benar-benar sembuh. agar pasien benar-benar
bapak/ibu terhadap sembuh dan lepas dari
napza berkurang? NAPZA, pemberian
motivasi kepada pasien
harus ditingkatkan.
PEDOMAN FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD)

EVALUASI PROGRAM REHABILITASI BAGI PECANDU NAPZA


DI INSTALASI NAPZA RUMAH SAKIT JIWA (RSJ) PROF H.B
SAANIN PADANG TAHUN 2015

I. Sebelum Pelaksanaan
a. Tim pelaksana mempersiapkan semua kebutuhan sebelum pelaksanaan
FGD
b. Tim mengidentifikasi calon partisipan
c. Tim atau utusan tim memberikan pemberitahuan kepada partisipan
mengenai tujuan, kegiatan atau waktu FGD
d. Tim atau utusan melakukan konfirmasi kesediaan responden dan waktu
serta tempat yang disepakati (pilih lokasi yang tenang dan dapat
mendukung pelaksanaan FGD, misalnya tidak ramai, tidak banyak orang,
dan tidak berisik)

II. Saat Pelaksanaan


a. Mengucapkan salam kepada partisipan pada saat bertemu
b. Tim melakukan perkenalan dengan partisipan, sebagai tamu maka tim
sepatutnya lebih dahulu memperkenalkan diri kepada partisipan
c. Tim menjelaskan tujuan pertemuan dan rentang waktu yang akan
digunakan
d. Tim meminta izin menggunakan rekaman dan mendokumentasikan
kegiatan serta menjelaskan tujuan penggunaan rekaman dan dokumentasi
kegiatan tersebut
e. Mulailah dengan pembicaraan ringan untuk mencairkan suasana dan
membangun keakraban, namun jangan terlalu panjang dan menyita waktu
(waktu 120 menit adalah termasuk kebutuhan hal ini)
f. Mulailah mengajukan pertanyaan sesuai dengan panduan pertanyaan,
namun jangan membaca panduan pertanyaan didepan responden, apalagi
bila membuat partisipan menunggu tanpa ada komunikasi

140
141

PANDUAN FGD

EVALUASI PROGRAM REHABILITASI BAGI PECANDU NAPZA


DI INSTALASI NAPZA RUMAH SAKIT JIWA (RSJ) PROF H.B
SAANIN PADANG TAHUN 2015

III. Identitas informan (Petugas rehabilitasi NAPZA)


Hari/tanggal :

Nama :

Alamat :

Jenis Kelamin :

Pendidikan :

Umur :

Lama menjadi Petugas :

IV. Pertanyaan
A. Komponen Input
a. Tenaga
1) Berapa jumlah tenaga kesehatan di Instalasi Napza RSJ Prof H.B
Saanin?
(probing : apakah sudah mencukup atau belum mencukupi?)
2) Menurut bapak/ibu apakah tupoksi yang diberikan kepada petugas di
Instalasi Napza RSJ prof H.B Saanin telah sesuai dengan kompetensi
yang dimiliki masing- masing petugas?
142

(probing : Jika belum sesuai, kenapa? dan apa sebaiknya solusi untuk
hal ini?)
3) Menurut bapak/ibu apakah tugas-tugas yang diberikan kepada petugas
instalasi NAPZA sudah terbagi secara merata?
(probing : jika belum, kenapa? apakah ada petugas yang mendapat
tugas lebih banyak dari yang lain?)

b. Sarana dan Prasarana


1) Bagaimana ketersediaan alat dan bahan yang ada di Instalasi Napza
dalam proses pelaksanaan rehabilitasi rawat jalan?
(probing : apa saja alat dan bahan yang tersedia? Apakah sudah
lengkap?)
2) Bagaimana ketersediaan alat dan bahan yang ada di Instalasi Napza
dalam proses pelaksanaan rehabilitasi rawat inap?
(probing : apa saja alat dan bahan yang tersedia? Apakah sudah
lengkap?)
3) Apakah alat dan bahan yang ada di masing-masing program Instalasi
Napza telah cukup?
(probing : jika belum, apa yang kurang? Apakah alat yang kurang itu
manfaatnya sangat penting dalam pelaksanaan program rehabilitasi?)

B. Komponen Proses
a. Program rehabilitasi rawat jalan
1) Bagaimana menurut bapak/ibu mengenai pelaksanaan Poliklinik
Napza di Instalasi Napza RSJ Prof H.B Saanin?
(probing : apa saja yang dilakukan? siapa yang melaksanakan
kegiatan? Apakah ada kendala dalam pelaksanaannya, jika ada
kenapa?)
2) Bagaimana menurut bapak/ibu mengenai pelaksanaan klinik VCT di
Instalasi Napza RSJ Prof H.B Saaanin?
(probing : apa saja yang dilakukan? siapa yang melaksanakan
kegiatan? Apakah ada kendala dalam pelaksanaannya, jika ada
kenapa?)
143

3) Bagaimana menurut bapak/ibu mengenai pelaksanaan Ruang Gawat


Darurat (RGD) Napza di Instalasi Napza RSJ Prof H.B Saaanin?
(probing : apa saja yang dilakukan? siapa yang melaksanakan
kegiatan? Apakah ada kendala dalam pelaksanaannya, jika ada
kenapa?)
4) Apakah ada pasien yang tidak rutin dalam melaksanakan program
rehabilitasi rawat jalan?
(probing : jika ada, kenapa? apa pengaruhnya terhadap kesembuhan
pasien? Apa solusi dari hal ini?)

b. Program rehabilitasi rawat inap


1) Bagaimana menurut bapak/ibu mengenai pelaksanaan program
detoksifikasi di Instalasi Napza RSJ Prof H.B Saaanin?
(probing : apa saja yang dilakukan? siapa yang melaksanakan
kegiatan? Apakah ada kendala dalam pelaksanaannya, jika ada
kenapa?)
2) Bagaimana menurut bapak/ibu mengenai pelaksanaan residential
program di Instalasi Napza RSJ Prof H.B Saaanin?
(probing : apa saja yang dilakukan? siapa yang melaksanakan
kegiatan? Apakah ada kendala dalam pelaksanaannya, jika ada
kenapa?)
3) Bagaimana menurut bapak/ibu mengenai pelaksanaan program After
Care di Instalasi Napza RSJ Prof H.B Saaanin
(probing : apa saja yang dilakukan? siapa yang melaksanakan
kegiatan? Apakah ada kendala dalam pelaksanaannya, jika ada
kenapa?)
4) Apakah ada pasien di rehabilitasi rawat inap yang tidak
menyelesaikan semua program yang ada?
(probing : jika ada, kenapa? berapa jumlahnya? Apa solusi yang
diberikan?)

C. Output
1) Bagaimanakah hasil dari pelaksanaan program rehabilitasi rawat jalan?
144

(probing : apakah sudah mencapai target? Apakah sesuai dengan SOP?


apakah semua pasien disembuhkan? jika tidak, kenapa? apa yang
mempengaruhi keberhasilan dari program rehabilitasi rawat jalan?)
2) Bagaimanakah hasil dari pelaksanaan program rehabilitasi rawat inap?
(probing : apakah sudah mencapai target? Apakah sesuai dengan SOP?
apakah semua pasien disembuhkan? jika tidak, kenapa? apa yang
mempengaruhi keberhasilan dari program rehabilitasi rawat jalan?)
MATRIKS HASIL FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD) DENGAN PETUGAS DI INSTALASI NAPZA MENGENAI

EVALUASI PROGRAM REHABILITASI BAGI PECANDU NAPZA DI INSTALASI NAPZA RUMAH

SAKIT JIWA (RSJ) PROF H.B SAANIN PADANG TAHUN 2015

Indikator yang ingin Informan


diketahui R1 R2 R3 R4 R5 R6 Kesimpulan
Input
a. Tenaga “…13 “…13 “…12 “…12 “…12 “…12 Dari 6 responden, 4
1. Berapa jumlah orang…” orang…” orang…” orang…” orang…” orang…” diantaranya menjawab
tenaga kesehatan di jumlah tenaga yang ada
Instalasi Napza RSJ sebanyak 12 orang,
Prof H.B Saanin? sedangkan 2 responden
lagi menjawab sebanyak
13 orang.

2. Menurut bapak/ibu “… sudah “…sudah “…sudah “…sudah “…belum “…belum Dari 6 responden, 4
apakah tupoksi yang sesuai…” sesuai…” sesuai…” sesuai…” sesuai…” sesuai…” diantaranya menjawab
diberikan kepada tupoksi yang diberikan
petugas di Instalasi telah sesuai dengan
Napza RSJ prof H.B kompetensi. Sedangkan
Saanin telah sesuai 2 responden lagi
dengan kompetensi menjawab belum sesuai.
yang dimiliki

145
146

masing-masing
petugas?

3. Menurut bapak/ibu “…sudah “…sudah “…sudah “…sudah “…sudah “…sudah Ke semua responden
apakah tugas-tugas merata…” merata…” merata…” merata…” merata…” merata…” menjawab bahwa
yang diberikan pembagian tugas yang
diberikan sudah merata.
kepada petugas
instalasi NAPZA
sudah terbagi
secara merata?
b. Sarana dan Prasarana

1. Bagaimana “…Masih “…Masih “…ada “…ada “…belum “… masih Ke semua responden


ketersediaan alat dan ada yang ada yang yang yang cukup, masih kurang, mengatakan bahwa
bahan yang ada di kurang, kurang, kurang kurang, kurang seperti : ketersediaan alat dan
Instalasi Napza seperti: seperti: karena seperti : seperti alat timbangan bahan di rehabilitasi
dalam proses timbangan timbangan rusak, timbangan pemeriksaan dan alat rawat jalan masih
pelaksanaan …” …” seperti : …” fisik…” ukur…” terdapat kekurangan,
rehabilitasi rawat timbangan seperti : timbangan dan
jalan? dan alat alat pemeriksaan fisik.
ukur…”

2. Bagaimana “…Masih “… tempat “… sudah “…masih “…ada yang “…kekurang Dari 6 responden, 5
ketersediaan alat ada yang tidur di cukup…” kurang, kurang, an pada diantaranya menjawab
dan bahan yang kurang, detoks seperti seperti tempat bahwa ketersediaan alat
seperti masih tempat peralatan tidur…” dan bahan di rehabilitasi
ada di Instalasi
kurang…” tidur…” medis untuk rawat inap masih
Napza dalam bed…” tindakan terdapat kekurangan,
proses pelaksanaan invasif…” seperti : tempat tidur dan
rehabilitasi rawat peralatan medis untuk
inap? tindakan invasif.
147

Sedangkan 1 responden
lagi menjawab bahwa
alat dan bahan sudah
cukup.

3. Apakah alat dan “… masih “… masih “…sudah “… di VCT “… belum “…masih Dari 6 responden, 5
bahan yang ada di kekurangan kekurangan cukup…” masih lengkap…” ada yang diantaranya mengatakan
masing- masing tempat tempat kurang kurang..” bahwa alat dan bahan di
tidur di tidur di untuk masing-masing program
program Instalasi detoks…” detoks…” pemeriksaa masih terdapat
Napza telah n darah…” kekurangan, seperti di
cukup? detoksifikasi kekurangan
tempat tidur dan di
klinik VCT kekurangan
alat untuk pemeriksaan
darah. Sedangkan 1
responden lagi
mengatakan bahwa alat
dan bahan yang ada
sudah cukup.
Proses
a. Rawat jalan

1. Bagaimana “… sudah “… sudah “… sudah “… “… “… sudah Dari 6 responden, 4


terlaksana terlaksana terlaksana. prosesnya pelaksanaan terlaksana, diantaranya mengatakan
menurut bapak/ibu
dengan dengan Tidak ada sama sama dengan hanya sja bahwa poliklinik
mengenai semestinya. baik, yang kendala, dengan pasien terkendala NAPZA sudah
pelaksanaan Tidak ada terlibat yang pasien umum, dengan terlaksana dengan baik,
Poliklinik Napza kendala, dokter dan terlibat umum, terkendala pasien yang tanpa ada kendala.
di Instalasi Napza yang perawat…” dokter, yang pada pasien melarikan sedangkan 2 responden
RSJ Prof H.B terlibat perawat, terlibat yang tidak diri dan tidak lagi mengatakan bahwa
Saanin? yaitu dokter dan petugas semua rutin rutin masih ada kendala dalam
148

dan labor…” petugas di datang…” datang…” pelaksanaan poliklinik


perawat…” Instalasi NAPZA, yaitu pasien
NAPZA…” yang melarikan diri dan
tidak rutin datang
berobat.

2. Bagaimana “…pelaksa “… kurang “… klinik “… dalam “… “… petugas Dari 6 responden, 3


menurut bapak/ibu naannya tau VCT itu tes pelaksanan pelaksanaan labor yang diantaranya menjawab
mengenai tidak setiap pelaksanaa HIV secara nya VCT sudah ada di klinik pelaksanaan klinik VCT
hari, tidak nnya…” sukarela, terdapat berjalan, VCT hanya 1 masih terdapat kendala-
pelaksanaan klinik
ada tidak ada kekurangan tetapi belum orang, kalau kendala, seperti :
VCT di Instalasi kendala…” kendala…” dalam semua pasien cuti klinik ketersediaan blanko
Napza RSJ Prof ketrsediaan yang VCT terhenti VCT dan petugas labor
H.B Saaanin? blanko mendapatkan sementara… yang hanya 1 orang.
VCT…” …” ” Sedangkan 2 responden
mejawab pelaksanaan
klinik VCT tidak ada
kendala dan 1 responden
lagi kurang tau tentang
pelaksanaannya.

3. Bagaimana “… kurang “… RGD “… RGD “… RGD “… RGD “… RGD Dari 6 responden, 5


menurut bapak/ibu tau…” NAPZA NAPZA NAPZA tidak sudah tidak diantaranya mengatakan
mengenai sudah tidak sudah tidak tidak digunakan digunakan… bahwa Ruang gawat
digunakan dipaki, dipakai…” lagi…” ” Darurat (RGD) NAPZA
pelaksanaan Ruang
…” semua sudah tidak digunakan.
Gawat Darurat pasien Sedangkan 1 responden
(RGD) Napza di berasal dari lagi mengatakan kurang
Instalasi Napza poli…” tau tentang RGD.
RSJ Prof H.B
Saaanin?
149

4. Apakah ada pasien “… tidak “… tidak “… ada…” “… ada, “… masih “… ada Dari 6 responden, 4
yang tidak rutin ada…” ada…” banyak…” banyak beberapa…” diantaranya mengatakan
dalam pasien yang bahwa ada pasien yang
melaksanakan tidak rutin tidak rutin dalam
datang…” melaksanakan program
program
rawat jalan. Sedangkan 2
rehabilitasi rawat responden lagi
jalan? mengatakan tidak ada.
b. Rawat inap

1. Bagaimana “…pelaksa “… “… “… “… detoks “… Ke semua responden


menurut bapak/ibu naan detoks pelaksanaa pelaksanaa pelaksanaa dilaksanakan pelaksanaan mengatakan bahwa
sudah baik, n detoks n detoks n detoks oleh semua detoks pelaksanaan detoks
mengenai
hanya terkendala menurut sudah petugas di dilakukan sudah dilaksanakan oleh
pelaksanaan terkendala sama emosi saya sudah berjalan Instalasi pada saat semua petugas dengan
program kurangnya pasien yang baik…” dengan NAPZA…” pasien baru cukup baik, hanya
detoksifikasi di bed…” labil…” semestinya memasuki terdapat sedikit kendala
Instalasi Napza …” rehabilitasi… dalam pelaksanaannya.
RSJ Prof H.B ”
Saaanin?

2. Bagaimana “… “… “… sudah “… dalam “ terkendala “… dalam Dari 6 responden 2


menurut bapak/ibu pelaksanaa pelaksanaa berjalan pelaksanaa dalam pelaksanaan diantaranya mengatakan
mengenai nnya sudah nnya sudah cukup baik, n kegiatan terkendala bahwa pelaksanaan
sesuai sesuai hanya saja terkendala rekreasi, karena residential program
pelaksanaan
dengan dengan terkendala dalam dikarenakan kekurangan sudah baik tanpa
residential prosedur prosedur pasien yang kegiatan kekurangan fasilitas…” kendala. sedangkan 4
program di yang ada, yang ada, merasa outing yang alat…” responden lagi
Instalasi Napza tidak ada tidak ada jenuh…” tidak sesuai mengatakan masih
RSJ Prof H.B kendala…” kendala…” rencana…” terdapat kendala dalam
Saaanin? pelaksanaan rogram
tersebut.
150

3. Bagaimana “… “… belum “… masih “… “… program “… untuk Ke semua responden


menurut bapak/ibu pelaksanaa ada terhambat pelaksanaa after care tahun 2015, mengatakan bahwa
mengenai n program dilaksanaka dalam n program masih kurang pelaksanaan program after care masih
after care n…” pelaksanaa after care berjalan…” after care kurang dijalankan dan
pelaksanaan
masih nnya…” masih belum terhambat dalam
program After terhambat terhambat ada…” pelaksanaannya.
Care di Instalasi …” …”
Napza RSJ Prof
H.B Saaanin

4. Apakah ada pasien “… ada…” “… masih “… ada, “… ada, “… ada, “… ada, Ke semua responden
di rehabilitasi ada pasien dikarenaka dikarenaka dikarenakan dikarenakan menjawab bahwa masih
rawat inap yang yang n lari dan n lari dan lari dan lari dan ada pasien rehabilitasi
lari…” dipaksa dipaksa dipaksa dipaksa rawat inap yang tidak
tidak pulang oleh pulang oleh pulang oleh pulang oleh menyelesaikan semua
menyelesaikan keluarga… keluarga… keluarga…” keluarga…” program yang ada,
semua program ” ” dikarenakan melarikan
yang ada? diri dan dipaksa pulang
oleh keluarga.
Output
1. Bagaimanakah “… “… hasil “… untuk “… target “… target “… untuk Ke semua responden
hasil dari kunjungan pelaksanaa kunjungan dalam 1 tidak ada, rawat jalan menjawab bahwa hasil
pelaksanaan per bulan n rawat per bulan bulan hanya di targetnya dari pelaksanaan
tercapai…” jalan cukup tercapai…” tercapai, persenkan tercapai…” program rawat jalan
program
baik, target bahkan pada akhir cukup baik dan target-
rehabilitasi rawat tercapai…” lebih…” tahun…” target yang direncanakan
jalan? tercapai.

2. Bagaimanakah “… “… untuk “… untuk “… untuk “… targetnya “…target Dari 6 responden, 2


hasil dari program program 6 program 3 rawat inap tercapai…” pasien diantaranya mengatakan
pelaksanaan yang 3 bulan, bulan sudah tercapai, bahwa hasil dari
151

program bulannya dikarenaka tercapai, mencapai hanya saja pelaksanaan program


rehabilitasi rawat tercapai, n baru kalau yang target, masih rehabilitasi rawat inap
inap? kalau yang berjalan, enam bulan bahkan banyak sudah baik, dikarenakan
6 bulan belum masih baru melebihi pasien yang semua target tercapai.
belum tercapai…” berjalan…” target…” lari dan Sedangkan 4 orang
tercapai…” pulang responden lagi
paksa…” mengatakan bahwa
program 6 bulan belum
tercapai dan masih
banyakpasien yang lari
dan pulang paksa.
CHECKLIST PELAKSANAAN PROGRAM REHABILITASI NAPZA DI
INSTALASI NAPZA RSJ PROF H.B SAANIN PADANG TAHUN 2015

No Materi Penilaian Keterangan


Ada Tidak
INPUT
1. Tenaga :
a. Standar pendidikan petugas rehabilitasi
NAPZA
 DIII Keperawatan 
 S1 Keperawatan 
 S1 Kedokteran 
 S1 Apoteker 
b. Dokter khusus rehabilitasi NAPZA  2 orang

c. Perawat rehabilitasi NAPZA  9 orang

d. Psikolog NAPZA 
e. Konselor NAPZA  1 orang

f. Apoteker khusus NAPZA 


2. Dana :
a. Ketersediaan dana (Sumber dana : anggaran 
RS/ RBA)
b. Alokasi dana khusus untuk penanggulangan 
NAPZA
3. Sarana dan Prasarana :
a. Sarana fisik bangunan instalasi NAPZA 
b. Prasarana media, dan alat untuk
pelaksanaan rehabilitasi NAPZA di rumah
sakit
a) Tempat tidur 
b) Meja registrasi 

152
153

c) Buku pedoman rehabilitasi NAPZA 


d) Tempat penyimpanan obat 
e) ATK, alat masak, dll 
f) Penyimpanan alat dan bahan 
g) Pemeliharaan sarana 
PROSES
1. Pelaksanaan
a. Menyelenggarakan poliklinik NAPZA 
b. Menyelenggarakan poliklinik VCT 
(Voluntary Counseling testing)
c. Melakukan pelayanan di ruang gawat 
darurat NAPZA
d. Melaksanakan program detoksifikasi 
e. Melaksanakan residential program 
f. Memberikan pelayanan setelah perawatan 
(After Care)
OUTPUT
1. Cakupan pelaksanaan pelayanan rawat jalan
rehabilitasi NAPZA
a. Poliklinik NAPZA 
b. Klinik VCT 
2. Cakupan pelaksanaan pelayanan rawat inap
rehabilitasi NAPZA
a. Program 3 bulan 
b. Program 6 bulan 
c. After care 
154

TABEL CHECKLIST DOKUMEN

Penilaian
No Aspek yang diobservasi Ada Tidak Keterangan
ada
1. Undang-undang dan peraturan lainnya 
terkait rehabilitasi NAPZA di Instalasi
NAPZA
2. Juklak/Juknis pelaksanaan program 
rehabilitasi NAPZA di Instalasi
NAPZA
3. Standar Operasional Prosedur 
Rehabilitasi NAPZA
4. Buku panduan pelaksanaan program 
rehabilitasi NAPZA
5. Dokumen alokasi dana untuk 
pelaksanaan program rehabilitasi
NAPZA
6. Dokumen perencanaan program 
rehabilitasi NAPZA di Instalasi
NAPZA tahun 2015
7. Data pencapaian target program- 
program rehabilitasi NAPZA tahun
2015
8. Laporan tahunan Instalasi NAPZA 
(tahun 2014)
9. Laporan Tahunan Instalasi NAPZA 
(tahun 2015)
10. Struktur organisasi di RSJ Prof H.B 
Saanin Padang

Anda mungkin juga menyukai