Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Masalah kesehatan merupakan suatu masalah yang sangat kompleks,

yang berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri.

Demikian pula pemecahan masalah kesehatan masyarakat, Faktor lingkungan

merupakan faktor yang sangat besar pengaruhnya terhadap status kesehatan.

(Notoatmodjo: 43: 2003)

Kondisi geografis Indonesia yang merupakan daerah tropis dengan suhu

dan kelembaban yang tinggi akan memudahkan tumbuhnya jamur, sehingga

infeksi oleh karena jamur di Indonesia banyak ditemukan. Insiden penyakit

jamur kulit merupakan insiden no 3 dari seluruh kasus penyakit kulit setelah

penyakit infeksi oleh bakteri dan penyakit kulit karena alergi. Salah satu

gangguan kulit yang sering diderita oleh kebanyakan orang adalah masalah

infeksi jamur kulit. (Siregar: 30: 2005)

Infeksi jamur dapat menyerang pada beberapa daerah predileksi di tubuh

seperti pada kepala, lipat paha, sedangkan pada sela jari kaki dan telapak kaki

yang lebih dikenal sebagai Tinea pedis atau ringworm of the foot . Tinea pedis

atau sering disebut athelete foot adalah dermatofitosis pada kaki, terutama pada

sela-sela jari dan telapak kaki. Tinea pedis sering menyerang pada orang

dewasa yang bekerja ditempat basah, seperti tukang cuci, petani atau orang

1
yang setiap hari harus memakai sepatu tertutup misalnya tentara. ( Perdoski: 3:

2002)

Tak jarang kegiatan tersebut bersentuhan dengan air dan kelembaban

tinggi. Kondisi lingkungan yang seperti inilah dapat menjadi pemicu jamur

tumbuh. Aktivitas fisik yang dilakukan juga dapat menyebabkan produksi

keringat berlebih ditambah lagi dengan pemakaian sepatu boot dan kaus kaki

yang tertutup dalam jangka waktu lama serta kebersihan perseorangan yang

buruk (Carlo, Courtney: 40: 2009).

Selain karena pemakaian sepatu tertutup untuk waktu yang lama,

bertambahnya kelembaban karena keringat, pecahnya kulit karena mekanis,

dan paparan terhadap jamur merupakan faktor resiko yang menyebabkan

terjadinya tenia pedis. Kondisi lingkungan yang lembab dan panas disela-sela

jari kaki karena pemakaian sepatu dan kaus kaki, juga akan merangsang

tumbuhnya jamur. (Perdoski: 3: 2002)

Angka kejadian tinea pedis meningkat seiring bertambahnya usia, karena

bertambahnya usia cenderung mempengaruhi daya tahan tubuh terhadap suatu

penyakit. Semakin bertambahnya usia seseorang akan menurun pula daya tahan

tubuhnya. Keadaan sosial ekonomi serta kurangnya kebersihan memegang

peranan yang penting pada infeksi jamur, yaitu insiden penyakit jamur lebih

sering terjadi pada sosial ekonomi rendah. Hal ini berkaitan dengan status gizi

yang mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang terhadap penyakit. (Carlo:

2005).

2
Diperkirakan 10% dari jumlah penduduk di banyak negara menderita

penyakit ini. Frekuensi tinea pedis di Eropa dan Amerika Utara berkisar 15-

30% dan pada beberapa masyarakat tertentu lebih tinggi, misalnya buruh

tambang (sampai 70%) dan atlit. Pada sebuah penelitian terdahulu yang

dilakukan oleh Aryanti (2005) ditemukan 24,35% kejadian Tinea pedis pada

petani. Hal ini disebabkan karena pemakaian sepatu tertutup dalam waktu yang

lama yang dapat menjadi faktor resiko tumbuhnya jamur Tinea pedis dan

menyebabkan infeksi yang sering diderita oleh petani. (Weinstein A, Berman

B: 2002)

Kurniawati (2006) pernah meneliti angka kejadian Tinea pedis pada

masyarakat khususnya petani dan pembantu rumah tangga di Jatibarang,

hasilnya dari 56 orang responden ditemukan 26 orang (46.4%) positif

menderita.

Berdasarkan besarnya prevalensi dermatomikosis dan juga belum

diperoleh data mengenai gambaran pengetahuan masyarakat indonesia

khususnya Desa Kamarora mengenai penyakit tinea pedis, sehingga peneliti

tertarik untuk mengambil judul “Gambaran Pengetahuan Masyarakat Tentang

Penyakit Tinea Pedis Di Desa Kamarora Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi

Biromaru Tahun 2014”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan

permasalahan dalam penelitian ini, yaitu:

3
“Bagaimana gambaran pengetahuan masyarakat tentang penyakit tinea pedis di

desa Kamarora kecamatan Palolo kabupaten Sigi Biromaru tahun 2014”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Adapun tujuan umum dalam penelitian ini adalah: Bagaimana gambaran

pengetahuan masyarakat tentang penyakit tinea pedis di Desa Kamarora

Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi Biromaru tahun2014?

2. Tujuan khusus

Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Diketahuinya gambaran pengetahuan masyarakat tentang penyakit tinea

pedis di Desa Kamarora Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi Biromaru

tahun 2014.

2. Diketahuinya gambaran pengetahuan masyarakat tentang penyebab

penyakit tinea pedis di Desa Kamarora Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi

Biromaru tahun 2014.

3. Diketahuinya gambaran pengetahuan masyarakat tentang gejala klinis

penyakit tinea pedis di Desa Kamarora Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi

Biromaru tahun 2014.

4. Diketahuinya gambaran pengetahuan masyarakat dalam mencegah

penyakit tinea pedis di Desa Kamarora Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi

Biromaru tahun 2014.

4
5. Diketahuinya gambaran masyarakat dalam mengobati penyakit tinea

pedis di Desa Kamarora Kecamatan Palolo Kabupaten Sigi Biromaru

tahun 2014.

D. Manfaat Penelitian

1. Untuk masyarakat Desa Kamarora Kecamatan Palolo

Memberikan gambaran mengenai pengetahuan masyarakat tentang penyakit

tinea pedis sehingga menjadi suatu informasi yang berguna bagi

masyarakat terutama tentang penyakit tinea pedis.

2. Manfaat bagi peneliti lainnya

Sebagai bahan informasi untuk penelitian selanjutnya.

3. Untuk peneliti

Bagi peneliti merupakan pengalaman berharga dalam rangka menambah

wawasan pengetahuan serta pengembangan diri, khususnya dalam bidang

penelitian lapangan.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Desa Kamarora Kecamatan Palolo

Kabupaten Sigi Biromaru pada bulan februari 2014.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Pengetahuan

1. Pengertian

Menurut (Wasis, 2008: 1). Pengetahuan (knowledge) adalah hal-hal yang

kita ketahui tentang kebenaran yang ada disekitar kita tanpa harus menguji

kebenarannya, didapat melalui pengamatan yang lebih mendalam. Sumber

pengetahuan meliputi tardisi (kebiasaan yang turun-temurun), otoritas

(karena pengaruh dari penguasa), model peran (belajar dari orang yang

dijadikan panutan), instuisi (didapat dari alam bawah sadar), dan reasoning

(berbagai alasan).

Menurut (Efendi, 2009: 101). Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan

ini terjadi setelah melakukan penginderaan terhadap objek tertentu.

Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan,

pendengaran, dan penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan

seseorang (overt behavior).

2. Proses adopsi perilaku

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari

oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian

6
Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku

baru (berprilaku baru), di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang

berurutan,yakni:

a. Awareness (kesadaran) yakni orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

b. Interest, yakni orang mulai tertarik pada stimulus

c. Evaluation, (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut

bagi dirinya).

d. Trial, dimana subjek mulai mencoba melakuakan sesuatu sesuai dengan

apa yang dikehendaki oleh stimulus.

e. Adoption, dimana subjek telah mengadopsi perilaku baru.

Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers (1974) dalam lama

(Notoadmodjo,2003:128), menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak

selalu melewati tahap-tahap tersebut di atas. Apabila penerimaan perilaku

baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini, dimana didasari oleh

oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap positif, maka perilaku tersebut akan

bersifat langgeng (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak

didasari oleh pengetahuan dan kesadaran akan tidak bertahan lama.

3. Tingkat pengetahuan didalam domain kognitif menurut (Efendi, 2009: 101)

Pengetahuan yang dicakup dalam kognitif mempunyai 6 tingkatan

sebagai berikut:

a. Tahu (know)

7
Diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami (comprehension)

Diartikan sebagai sesuatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar

tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi

tersebut secara benar.

c. Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real (sebenarnya).

d. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek kedalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur

organisasi tersebut.

e. Sintesis (synthesis)

Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang

baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun

formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2007), pengetahuan seseorang dapat dipengaruhi

oleh beberapa faktor, yaitu:

8
1. Pengalaman

Pengalaman dapat diperoleh dari pengalaman sendiri maupun orang lain.

Pengalaman yang sudah diperloeh dapat memperluas pengetahuan

seseorang.

2. Tingkat pendidikan

Pendidikan dapat membawa wawasan atau pengetahuan seseorang.

Secara umum, seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan

mempunyai pengetahuan lebih luas dibandingkan dengan seseorang yang

tingkat pendidikannya lebih rendah.

3. Keyakinan

Biasanya keyakinan diperoleh secara turun temurun dan tanpa adanya

pembuktian terlebih dahulu. Keyakinan ini bisa mempengaruhi

pengetahuan seseorang, baik keyakinan itu sifatnya positif maupun

negatif.

4. Fasilitas

Fasilitas-fasilitas sebagai sumber informasi yang dapat mempengaruhi

pengetahuan seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran, dan

buku.

5. Penghasilan

Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap pengetahuan

seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar, maka dia

akan mampu untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber

informasi.

9
6. Sosial budaya

Kebudayaan setempat dan kebiasaan dalam keluarga dapat

mempengaruhi pengetahuan, persepsi, dan sikap seseorang terhadap

sesuatu.

5. Pengukuran pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket

yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian

atau responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita

ukur dapat disesuaikan dengan tingkat domain di atas (Notoatmodjo, 2007).

B. Tinjauan Tentang Tinea Pedis

1. Pengertian

Tinea pedis atau ringworm of the foot adalah infeksi dermatofita pada

kaki, terutama pada sela jari dan telapak kaki. Tinea pedis merupakan

infeksi jamur yang paling sering terjadi. Penyebabnya yang paling sering

adalah Trichopyton rubrum yang memberikan kelainan menahun. Paling

banyak ditemukan diantara jari ke 4 dan ke 5, dan seringkali meluas ke

bawah jari dan sela-sela jari lain. (C, Smetzer & G, Bare: 2002: 1866)

Pada umumnya, jamur tumbuh pada kulit kaki karena faktor kelembaban.

Hal itu disebabkan kaki yang berkeringat, kaos kaki kurang dijaga

kebersihannya, atau sepatu tertutup. Jari-jari kaki sangat rentan terinfeksi

jamur Tinea pedis, terutama pada orang yang sering memakai sepatu

tertutup pada kesehariannya. . (C, Smetzer & G, Bare: 2002: 1868)

10
Bentuk klinis dapat terjadi bertahun-tahun, tanpa keluhan berarti. Bahkan

sebagian diantara penderitanya toteal bebas gejala. Sebagian penderitanya

baru merasa terganggu ketika muncul bau tak sedap dari kulit kaki mereka

tidak menutup kemungkinan munculnya infeksi bakteri (infeksi sekunder)

yang dapat menunjukan gejala mulai dari yang ringan (bintil-bintil merah

yang perih) hingga yang lebih berat seperti nyeri dan demam. (C, Smetzer &

G, Bare: 2002: 1869)

2. Faktor resiko tinea pedis

Tinea pedis yang mempunyai nama lain Athlete’s foot, ring worm of the

foot atau kutu air, (padahal bukan betul-betul kutu, melainkan kapang jamur

yang menyukai bagian kulit yang sering dibiarkan basah dan lembab).

Beberapa faktor lain penyebab tinea pedis adalah pemakaian sepatu tertutup

untuk waktu yang lama, bertambahnya kelembaban karena keringat,

pecahnya kulit karena mekanis, dan paparan terhadap jamur. (C, Smetzer &

G, Bare: 2002: 1870)

Selain itu pemakaian kaus kaki dengan bahan yang tidak dapt menyerap

keringat dapat menambah kelembaban disekitar kaki yang cenderung

mendukung jamur dapat tumbuh subur. Kondisi sosial ekonomi serta

kurangnya kebersihan pribadi juga memegang peranan penting pada infeksi

jamur. (C, Smetzer & G, Bare: 2002: 1870)

3. Gejala klinis tinea pedis

Tinea pedis terdiri dari beberapa macam tipe klinis, dan yang paling

sering ditemukan adalah:

11
a. Bentuk interdigitalis yang merupakan kelainan berupa maserasi,

skuamasi serta erosi disela-sela jari terutama jari ke 4 dan ke 5. Kulit

terlihat putih, dapat berbentuk fisura dan sering tercium bau yang tidak

enak. Lesi dapat meluas ke bawah jari dan telapak kaki.

b. Bentuk hiperkeratosis menahun yaitu terjadi penebalan kulit disertai sisik

terutama pada tumit, telapak kaki, tepi kaki dan punggung kaki. Lesi

dapat berupa bercak dengan skuama putih agak mengkilap, melekat dan

relative tidak meradang. Lesi umunya setempat, akan tetapi dapat

bergabung sehingga mngenai seluruh telapak kaki, sering simetris dan

disebut moccasin foot.

c. Bentuk vasikular subakut yaitu kelainan timbul pada daerah sekitar jari

kemudian meluas kepunggung kaki atau telapak kaki, disertai rasa gatal

yang hebat. Bila vesikel pecah akan meninggalkan skuama melingkar

yang disebut koloret. Bila terjadi infeksi ini akan memperberat keadaan

sehingga terjadi erysipelas. (C, Smetzer & G, Bare: 2002: 1871)

4. Pengobatan tinea pedis

Penyakit tinea pedis sering kambuh sehingga untuk menghindari faktor

resiko seperti kaus kaki yang digunakan, hendaknya dapt menyerap keringat

dan diganti tiap hari. Kaki harus bersih dan kering . hindari memakai sepatu

tertutup, sepatu sempit, sepatu olah raga, dan sepatu plastik, terutama yang

digunakan sepanjang hari. (C, Smetzer & G, Bare: 2002: 1875)

Kaki dan sela jari dijaga agar selalu kering, terutama sesudah mandi dapt

diberikan bedak dengan atau tanpa anti jamur. Penggunaan bedak anti jamur

12
juga dapat ditaburkan dalam sepatu atau kaus kaki agar dapat mengurangi

pertumbuhan jamur. (Untuk mencegah penularan juga harus selalu memakai

sepatu jika ke fasilitas umum seperti wc umum, kolam renang. (C, Smetzer

& G, Bare: 2002: 1875)

Selain itu tindakan nonfarmakologi lain yang dapat dilakukan adalah

pencucian kakisetiap hari diikuti dengan pengeringan yang baik di daerah

sela jari. Obat-obat anti jamur juga bisa diberikan secara topikal (dioles),

ada pula yang tersedia dalam bentuk oral (obat minum). Jenis obat luar

(salep) seringkali digunakan jika lesi kulit tidak terlalu luas. Salep harus

dioleskan pada kulit yang telah bersih, setelah mandi atau sebelum tidur

selama 2 minggu, meskipun lesinya telah hilang. (C, Smetzer & G, Bare:

2002: 1877)

Menghentikan pengobatan dengan salep dapat menimbulkan

kekambuhan karena jamur belum terbasmi dengan tuntas. Jika prosesnya

cukup luas, selain obat topikal perlu ditambahkan obat oral , misalnya

griseovulfin, terbinafine, itraconazole. (C, Smetzer & G, Bare: 2002: 1877)

5. Perawatan

Pada penyakit ini tidak ada perawatan khusus, hanya saja pemberian obat

topikal (salep) pada daerah yang terinfeksi. Jangan sekali-sekali untuk

menggaruk bagian yang luka. hindari kelembabapan karena keringat atau

lingkungan yang panas, iritasi oleh baju, orang sakit yang berbaring lama,

friksi lipatan kulit pada orang gemuk, imunitas rendah karena itu dapat

menimbulkan jamur tumbuh lagi. Mengoptimalkan kepatuhan dengan

13
menerangkan perjalan penyakitnya, pemilihan obat yang tepat dapat

diterima. (C, Smetzer & G, Bare: 2002: 1877)

6. Pencegahan

Selain tindakan pengobatan, tindakan pencegahan juga penting terhadap

penanganan masalah Tinea pedis. Hal ini berguna mencegah timbulnya

kekambuhan atau pun penularan penyakit. Prinsip utama tindakan

pencegahan yang terpenting adalah: (Hainer, 2003; Kurniawan, 2010;

Astuti, 2010)

1. Mencuci kaki dan sela jari dengan menggunakan sabun dan air yang

mengalir setiap hari.

2. Setelah mencuci kaki, mengeringkan kaki hingga ke sela jari memakai

handuk yang kering dan bersih sampai benar-benar kering.

3. Menjaga agar kaki selalu kering terutama pada sela-sela jari kaki

khususnya setelah terpapar air.

4. Tidak menggunakan handuk atau peralatan mandi secara berganti-gantian

untuk mencegah penularan.

5. Tidak menggunakan sepatu yang dapat menyebabkan timbulnya keringat

berlebih dalam hal ini khususnya sepatu tertutup dalam waktu yang lama.

Dapat digunakan sepatu dari bahan vinyl yang dapat menyerap keringat.

6. Memakai kaus kaki dari bahan yang dapat menyerap keringat serta

mengganti kaus kaki yang telah dipakai setiap hari.

7. Tidak menggunakan kaus kaki dalam keadaan kaki masih basah.

14
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

A. Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah kerangka hubungan antara

konsep-konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian-penelitian

yang akan dilakukan. (Notoadmodjo:2005 :68)

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, dimana peneliti ingin

melihat pengetahuan masyarakat tentang penyakit tinea pedis, yang dapat

digambarkan dalam suatu kerangka konsep sebagai berikut:

Gambar 3.1
Kerangka Konsep

15
B. Definisi Operasional

1. Pengetahuan masyarakat tentang penyakit tinea pedis.

Definisi : Kemampuan masyarakat dalam memahami serta

menjelaskan pengertian penyakit Tinea pedis.

Cara ukur : Wawancara

Alat ukur : Kuesioner

Skala ukur : Ordinal

Hasil ukur : 0 : Kurang baik (jika score < median)

1 : Baik (jika score ≥ median)

2. Pengetahuan masyarakat tentang penyebab penyakit tinea pedis

Definisi : Kemampuan masyarakat dalam mengetahui serta

menjelaskan penyebab penyakit tinea pedis.

Cara ukur : Wawancara

Alat ukur : Kuesioner

Skala ukur : Ordinal

Hasil ukur : 0 : Kurang baik (jika score < median)

1 : Baik (jika score ≥ median)

3. Pengetahuan masyarakat tentang gejala klinis penyakit tinea pedis.

Definisi : Kemampuan masyarakat dalam mengetahui gejala-gejala

yang timbul pada penyakit tinea pedis.

Cara ukur : Wawancara

Alat ukur : Kuesioner

Skala ukur : Ordinal

16
Hasil ukur : 0 : Kurang baik (jika score < median)

1 : Baik (jika score ≥ median)

4. Pengetahuan masyarakat dalam mencegah penyakit tinea pedis.

Definisi : Kemampuan masyarakat untuk mengetahui apa-apa saja

yang harus dilakukan untuk mencegah penyakit tinea pedis.

Cara ukur : Wawancara

Alat ukur : Kuesioner

Skala ukur : Ordinal

Hasil ukur : 0 : Kurang baik (jika score < median)

1 : Baik (jika score ≥ median)

5. Pengetahuan masyarakat untuk mngobati penyakit tinea pedis

Definisi : Kemampuan masyarakat untuk mengetahui cara untuk

mengobati penyakit tinea pedis.

Cara ukur : Wawancara

Alat ukur : Kuesioner

Skala ukur : Ordinal

Hasil ukur : 0 : Kurang baik (jika score < median)

1 : Baik (jika score ≥ median)

17
BAB IV
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yaitu untuk mendapatkan

gambaran pengetahuan masyarakat tentang penyakit tinea pedis tanpa membuat

perbandingan atau hubungan antara variabel yang diteliti.

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah kumpulan individu dimana hasil suatu penelitian akan

dilakukan generalisasi. (Ariawan, 1998: 1).

Dalam penelitian ini yang menjadi populasi adalah masyarakat yang tinggal

di Desa Kamarora Kecamatan Palolo dengan jumlah 120 kepala keluarga.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian

jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi. (Alimul: 2007: 85)

a. Masyarakat yang mau diteliti menjadi responden

b. Masyarakat yang ada ditempat pada saat penelitian

3. Besar sampel

Besar sampel ditentukan dengan menggunakan rumus slovin sebagai

berikut: (Ariawan, 1998: 29).

18
N
n= 2
1+ N ( d )

Keterangan

N = besar populasi

n = besar sampel

d = tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan

dimana:

N = (120)

d = 10% (0,1)

120
n=
1+ 120(0,1)²

120
n=
1+ 120(0,01)

120
n=
1+ 1,2

120
n=
2,2

n = 54

jadi jumlah sampel yang diperlukan adalah 54 responden.

19
4. Tehnik pengambilan sampel

Pengambilan sampel dilakukan secara random dengan teknik simple

random sampling dimana setiap masyarakat yang memenuhi kriteria inklusi

memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi responden. Sampel yang

akan diambil terlebih dahulu dihitung proporsi untuk masing-masing

individu.

C. Pengumpulan Data

1. Jenis data yang dikumpulkan adalah

a. Data primer, yaitu data yang dikumpulkan melalui wawancara dengan

menggunakan kuesioner kepada masyarakat yaitu tentang pengetahuan

tentang penyakit Tinea pedis.

b. Data sekunder, yaitu data yang didapat dari Desa Kamarora tentang

jumlah masyarakat yang menderita tinea pedis.

2. Cara Pengukuran

Cara pengukuran dilakukan dengan wawancara pada masyarakat dengan

menggunakan kuesioner yang berisi 5 pertanyaan tentang penyakit Tinea

pedis dengan 10 jawaban benar.

D. Pengolahan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pengolahan data dengan cara :

1. Editing : Memeriksa kembali data-data yang telah dikumpulkan

apakah ada kesalahan atau tidak.

2. Coding : Pemberian nomor-nomor kode jawaban pada kuesioner agar

memudahkan peneliti dalam proses entry data.

20
3. Tabulating : Menyusun data yang diperoleh berdasarkan variabel yang

diteliti.

4. Entry Data : Memasukkan data kedalam program komputer untuk

keperluan analisis.

5. Cleaning : Membersihkan data dan melihat variabel yang digunakan

apakah datanya sudah benar atau belum.

6. Describing : Menggambarkan atau menerangkan data.

E. Analisa Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisa univariat yaitu hanya

untuk menggambarkan variabel yang diteliti tanpa mencari suatu perbandingan

atau mencari hubungan antara variabel yang diteliti.

F. Penyajian Data

Untuk penyajian data dari hasil penelitian ini, peneliti menggunakan cara

penyajian dengan bentuk gambar sedemikian rupa dengan teks atau naskah

untuk menjelaskan hasil-hasil penelitian.

G. Etika Penelitian

Dalam melakukan penelitian, peneliti mengajukan permohonan izin

kepada kepala kelurahan Kawatuna untuk mendapatkan persetujuan, dan

kemudian kuesioner dijalankan ke subjek yang diteliti dengan menekankan

pada masalah etiak yang meliputi (Alimul, 2002: 41).

1. Informed Concent (lembar persetujuan)

21
Sebelum melakukan penelitian maka akan di edarkan lembar persetujuan

untuk menjadi responden, dengan tujuan agar subjek mengerti maksud dan

tujuan penelitian, serta mengetahui dampaknya. Jika subyek bersedia, maka

responden harus menanda tangani lembar persetujuan dan jiak responden

bersedia maka peneliti harus menghormati hak responden.

2. Anonymity (tanpa nama)

Untuk menjaga kerahasiaan, peneliti tidak akan mencantumkan nama

responden tetapi lembar tersebut diberikan kode.

3. Confidentiality (kerahasiaan)

Kerahasiaan informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya

oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai

hasil penelitian.

22
23

Anda mungkin juga menyukai