A. Pengertian
Hipotiroidisme adalah satu keadaan penyakit disebabkan oleh kurang penghasilan
hormon tiroid oleh kelenjar tiroid.
Beberapa pasien dengan hipotiroidisme mempunyai kelenjar tiroid yang mengalami atrofi
atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan atau ablasi radioisotope, atau akibat
destruksi oleh antibody autoimun yang beredar dalam sirkulasi. Cacat perkembangannya
dapat juga menjadi penyebab tidak terbentuknya kelenjar tiroid pada kasus hipotiroidisme
kongenital. Goiter dapat terlihat pada pasien hipotiroidisme dengan dapat herediter dalam
biosintesis hormone tiroid; pada penderita seperti ini terjadi peningkatan pelepasan TSH
yang menyebabkan pembesaran tiroid goiter dapat juga terlihat pada penderita tiroiditis
Hashimoto, suatu penyakit autoimun yang infiltrasi limfosit dan destruksi kelenjar tiroidnya
dikaitkan dengan antitiroglobulin atau antibodi mikrosomal sel antiroid. Pasien dengan
hipotoidisme sekunder mungkin menderita tumor hipofisis dan defisiensi hormone-hormon
trofik hipofisis lainya.
B. Etiologi
Hipotiroidisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus.
Apabila disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, maka kadar HT yang rendah akan disertai
oleh peningkatan kadar TSH dan TRH karena tidak adanya umpan balik negative oleh HT
pada hipofisis anterior dan hipotalamus. Apabila hipotiroidism terjadi akibat malfungsi
hipofisis, maka kadar HT yang rendah disebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari
hipotalamus tinggi karena. tidak adanya umpan balik negatif baik dari TSH maupun HT.
Hipotiroidism yang disebabkan oleh malfungsi hipotalamus akan menyebabkan rendahnya
kadar HT, TSH, dan TRH.
Penyakit Hipotiroidisme.
Penyakit Hashimoto, juga disebut tiroiditis otoimun, terjadi akibat adanya otoantibodi yang
merusak jaringan kelenjar tiroid. Hal ini menyebabkan penurunan HT disertai peningkatan
kadar TSH dan TRH akibat umpan balik negatif yang minimal, Penyebab tiroiditis otoimun
tidak diketahui, tetapi tampaknya terdapat kecenderungan genetikuntuk mengidap penyakit
ini. Penyebab yang paling sering ditemukan adalah tiroiditis Hashimoto.Pada tiroiditis
Hashimoto, kelenjar tiroid seringkali membesar dan hipotiroidisme terjadi beberapa bulan
kemudian akibat rusaknya daerah kelenjar yang masih berfungsi.
Penyebab kedua tersering adalah pengobatan terhadap hipertiroidisme. Baik yodium
radioaktif maupun pembedahan cenderung menyebabkan hipotiroidisme.
Gondok endemik adalah hipotiroidisme akibat defisiensi iodium dalam makanan. Gondok
adalah pembesaran kelenjar tiroid. Pada defisiensi iodiurn terjadi gondok karena sel-sel tiroid
menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik dalarn usaha untuk menyerap sernua iodium yang
tersisa dalam. darah. Kadar HT yang rendah akan disertai kadar TSH dan TRH yang tinggi
karena minimnya umpan balik.Kekurangan yodium jangka panjang dalam makanan,
menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang kurang aktif (hipotiroidisme goitrosa.
Kekurangan yodium jangka panjang merupakan penyebab tersering dari hipotiroidisme di
negara terbelakang.
Karsinoma tiroid dapat, tetapi tidak selalu, menyebabkan hipotiroidisme. Namun, terapi
untuk kanker yang jarang dijumpai ini antara lain adalah tiroidektomi, pemberian obat
penekan TSH, atau terapi iodium radioaktif untuk mengbancurkan jaringan tiroid. Semua
pengobatan ini dapat menyebabkan hipotiroidisme. Pajanan ke radiasi, terutama masa anak-
anak, adalah penyebab kanker tiroid. Defisiensi iodium juga dapatmeningkatkan risiko
pembentukan kanker tiroid karena hal tersebut merangsang proliferasi dan hiperplasia sel
tiroid.
C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis hipotiroidisme bentuk dewasa dan bentuk juvenilis antara lain;
1. Suara parau, tidak tahan dingin dan keringat berkurang
2. Kulit dingin dan kering.
3. Wajah membengkak dan gerakan lamban.
4. Aktivitas motorik dan intelektual lambat.
5. Relaksasi lambat dari reflek tendon dalam, perempuan yang menderita hipotiroidisme
sering mengeluh hiperminore
D. PATOFISIOLOGI
Kelenjar tiroid membutuhkan iodine untuk sintesis dan mensekresi hormone tiroid. Jika
diet seseorang kurang mengandung iodine atau jika produksi dari hormone tiroid tertekan
untuk alasan yang lain, tiroid akan membesar sebagai usaha untuk kompendasi dari
kekurangan hormone. Pada keadaan seperti ini, goiter merupakan adaptasi penting pada suatu
defisiensi hormone tiroid. Pembesaran dari kelenjar terjadi sebagai respon untuk
meningkatkan respon sekresi pituitary dari TSH. TSH menstimulasi tiroid untuk mensekresi
T4 lebih banyak, ketika level T4 darah rendah. Biasanya, kelenjar akan membesar dan itu
akan menekan struktur di leher dan dada menyebabkan gejala respirasi disfagia.
Penurunan tingkatan dari hormone tiroid mempengaruhi BMR secara lambat dan
menyeluruh. Perlambatan ini terjadi pada seluruh proses tubuh mengarah pada kondisi
achlorhydria (pennurunan produksi asam lambung), penurunan traktus gastrointestinal,
bradikardi, fungsi pernafasan menurun, dan suatu penurunan produksi panas tubuh.
Perubahan yang paling penting menyebabkan penurunan tingkatan hormone tiroid yang
mempengaruhi metabolisme lemak. Ada suatu peningkatan hasil kolesterol dalam serum dan
level trigliserida dan sehingga klien berpotensi mengalami arteriosclerosis dan penyakit
jantung koroner. Akumulasi proteoglikan hidrophilik di rongga interstitial seperti rongga
pleural, cardiac, dan abdominal sebagai tanda dari mixedema.
Hormon tiroid biasanya berperan dalam produksi sel darah merah, jadi klien dengan
hipotiroidisme biasanya menunjukkan tanda anemia karena pembentukan eritrosit yang tidak
optimal dengan kemungkinan kekurangan vitamin B12 dan asam folat.
ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Dampak penurunan kadar hormon dalam tubuh sangat bervariasi, oleh karena itu lakukanlah
pengkajian terhadap ha1-ha1 penting yang dapat menggali sebanyak mungkin informasi
antara lain :
1. Anamnesis
Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama klien
mencakup gangguan pada berbagai sistem tubuh;
Sistem pulmonary : Hipovenilasi, efusi pleura, dipsnea
Sistem pencernaan : anoreksia, opstipasi, distensi abdomen
Sistem kardiovaslkuler : Bradikardi, distrimia, cardiomegali
Sistem musculoskeletal : nyeri otot, kontraksi dan relaksasi otot lambat
Sistem neurologik dan Emosi/psikologis : fungsi intelektual lambat, berbicara lambat dan
terbata – bata, gangguan memori
Sistem reproduksi : perubahan ovulasi, anovulasi, dan penurunan libido
Metabolik : penurunan metabolism basal, penurunan suhu tubuh, intoleransi terhadap
dingin
b. Riwayat penyakit saat ini
Riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui jenis kelenjar teroid yang
mengalami atrofi. Perawat harus menanyakan dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti
kapan mulai serangan, sembuh, atau bertambah buruk.
c. Riwayat penyakit dahulu
Kaji riwayat penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya hubungan atau
menjadi predisposisi.
d. Riwayat kesehatan klien dan keluarga.
Sejak kapan klien menderita penyakit tersebut dan apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakit yang sama.
e. Kebiasaan hidup sehari-hari seperti :
Pola makan
Pola tidur (klien menghabiskan banyak waktu untuk tidur).
Pola aktivitas.
f. Riwayat Psikososial
Klien sangat sulit membina hubungan sosial dengan lingkungannya, mengurung diri.
Keluarga mengeluh klien sangat malas beraktivitas, dan ingin tidur sepanjang hari. Kajilah
bagaimana konsep diri klien mencakup kelima komponen konsep diri.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Penampilan secara umum; amati wajah klien terhadap adanya edema sekitar mata, wajah
bulan dan ekspresi wajah kosong serta roman wajah kasar. Lidah tampak menebal dan gerak-
gerik klien sangat lamban. Postur tubuh keen dan pendek. Kulit kasar, tebal dan berisik,
dingin dan pucat.
b. Nadi lambat dan suhu tubuh menurun
c. Perbesaran jantung
d. Disritmia dan hipotensi
e. Parastesia dan reflek tendon menurun
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum
b. Pemeriksaan TSH (pada klien dengan hipotiroidisme primer akan terjadi peningkatan
TSH serum, sedangkan pada yang sekunder kadar TSH dapat menurun atau normal).
B. Diagnosa Keperawatan
1. Intoleran aktifitas berhubungan dengan penurunan metabolisme sekunder terhadap
hipotiroidisme
2. Resiko tinggi terhadap konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltic.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi
C. Intervensi Keperawatan
3.Kolaborasi Untuk
pemberian obat mengencerka
pencahar dan n feses.
enema bila
diperlukan.
3 Pola nafas tidak Perbaikan Melaporkan 1. Pantau Mengidentifi
efektif dan pola dapat bernafas frekuensi, kasi hasil
berhubungan nafas normal dengan efektif kedalaman, pemeriksaan
dengan depresi pola dasar untuk
ventilasi pernafasan. memantau
perubahan
selanjutnya
dan
mengevaluasi
efektivitas
intervensi.
Mencegah
2. Dorong pasien aktifitas dan
untuk nafas meningkatka
dalam dan n aktifitas
batuk. yang adekuat.
D. Implementasi
Diagnosa I : Intoleran aktifitas berhubungan dengan penurunan metabolism sekunder
terhadap
Tindakan :
a. Menganjurkan aktivitas sesuai tolerasi.
b. Memberikan Bantu aktivitas perawatan mandiri ketika pasien berada dalam keadaan
lelah.
Diagnosa II : Resiko tinggi terhadap konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltic.
Tindakan :
a. Berikan makanan yang kaya serat.
b. Ajarkan pada pasien tentang jenis – jenis makanan yang banyak mengandung air.
c. Kolaborasi pemberian obat pencahar dan enema bila diperlukan.
Diagnosa III : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi.
Tindakan :
a. Memantau frekuensi, kedalaman, pola pernafasan.
b. Mendorong pasien untuk nafas dalam dan batuk.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses perawatan dan merupakan perbandingan
yang sistematik dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan
dilakukan dengan cara melibatkan pasien dan sesama tenaga kesehatan (Nasrul Effendi,
1995). Evaluasi pada pasien dengan gangguan system endokrin hipotiroidsme adalah :
1. Perbaikan dan pola nafas normal.
2. Tolerasi aktivitas membaik.
3. Klien dapat beraktivitas kembali
4. Pasien dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
ADDISON (KRISIS ADRENAL)
A. Definisi
Penyakit Addison adalah suatu kelainan endokrin atau hormon yang terjadi pada semua
kelompok umur dan menimpa pria dan wanita sama rata. Penyakit ini di karakteristikan oleh
kehilangan berat badan, kelemahan otot, kelelahan, tekanan darah rendah dan adakalanya
penggelapan kulit pada kedua bagian-bagian tubuh yang terbuka dan tidak
terbuka. (http:/www.total kesehatan nanda.com/Addison 4html)
Penyakit Addison adalah penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks tidak adekuat untuk
memenuhi kebutuhan pasien akan hormon – hormon korteks adrenal (Soediman, 1996)
Penyakit Addison adalah lesi kelenjar primer karena penyakit destruktif atau atrofik,
biasanya auto imun atau tuberkulosa. (Baroon, 1994)
Penyakit Addison terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi
kebutuhan pasien akan kebutuhan hormon – hormon korteks adrenal. (Bruner, dan Suddart
Edisi 8 hal 1325)
Penyakit Addison ialah kondisi yang terjadi sebagai hasil dari kerusakan pada kelenjar
adrenal (Black, 1997). Penyakit Addison (juga dikenal sebagai kekurangan adrenalin kronik,
hipokortisolisme atau hipokortisisme) adalah penyakit endokrin langka dimana kelenjar
adrenalin memproduksi hormon steroid yang tidak cukup.
B. Etiologi
Tuberculosis
C. Patofisiologi
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala awal : kelemahan, fatique, anoreksia, nausea, muntah, BB menurun, hipotensi, dan
hipoglikemi.
2. Astenia (gejala cardinal) : pasien kelemahan yang berlebih
3. Hiperpiqmentasi : menghitam seperti perunggu, coklat seperti terkena sinar matahari,
biasanya pada kulit buku jari, lutut, siku
4. Rambut pubis dan aksilaris berkurang pada perempuan
5. Hipotensi arterial (TD : 80/50 mmHg/kurang)
6. Abnormalitas fungsi gastrointestinal
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a) Identitas
Penyakit Addison bisa terjadi pada laki – laki maupun perempuan yang mengalami krisis
adrenal
Pada pasien dengan penyakit Addison gejala yang sering muncul ialah pada gejala awal :
kelemahan, fatiquw, anoreksia, nausea, muntah, BB turun, hipotensi dan hipoglikemi, astenia
(gejala cardinal). Pasien lemah yang berlebih, hiperpigmentasi, rambut pubis dan axila
berkurang pada perempuan, hipotensi arterial (TD : 80/50 mm/Hg)
Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami penyakit yang sama /
penyakit autoimun yang lain.
I : Bentuk dada simetris, pergerakan dada cepat, adanya kontraksi otot bantu pernapasan
(dispneu), terdapat pergerakan cuping hidung
P : Resonan
P : Ictus cordis teraba pada ICS 5-6 mid clavikula line sinistra
P : Redup
P : Timpani
d) Sistem muskuluskeletal dan integumen
Destruksi kortek adrenal dapat dilihat dari foto abdomen, Lab. Diagnostik ACTH meningkat
Integumen Turgor kulit jelek, membran mukosa kering, ekstremitas dingin, cyanosis, pucat,
terjadi hiperpigmentasi di bagian distal ekstremitas dan buku – buku pad ajari, siku dan
mebran mukosa
Eliminasi Alvi
Pusing, sinkope, gemetar, kelemahan otot, kesemutan terjadi disorientasi waktu, tempat,
ruang (karena kadar natrium rendah), letargi, kelelahan mental, peka rangsangan, cemas,
koma ( dalam keadaan krisis)
Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala, nyeri tulang belakang, abdomen, ekstremitas
i) Keamanan
Tidak toleran terhadap panas, cuaca udaha panas, penngkatan suhu, demam yang diikuti
hipotermi (keadaan krisis)
Lelah, nyeri / kelemahan pada otot terjadi perburukan setiap hari, tidak mampu beraktivitas /
bekerja. Peningkatan denyut jantung / denyut nadi pada aktivitas yang minimal, penurunan
kekuatan dan rentang gerak sendi.
k) Seksualitas
Adanya riwayat menopouse dini, aminore, hilangnya tanda – tanda seks sekunder (berkurang
rambut – rambut pada tubuh terutama pada wanita) hilangnya libido
l) Integritas Ego
Adanya riwayat – riwayat fasctros stress yang baru dialami, termasuk sakit fisik atau
pembedahan, ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil.
3. Diagnosa Keperawatan
a) Kekurangan volume cairan b/d kekurangan natrium dan kehilangan cairan melalui
ginjal, kelenjar keringat, saluran GIT ( karena kekurangan aldosteron)
b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat (mual, muntah,
anoreksia) defisiensi glukontikord
d) Gangguan harga diri b/d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan karakteristik
tubuh
4. Rencana Keperawatan
Kriteria hasil :
Hasil lab
Ht : W = 37 – 47 %
L = 42 – 52 %
Ureum = 15 – 40 mg/dl
Natrium = 135 – 145 mEq/L
Calium = 3,3 – 5,0 mEq/L
Kretanium = 0,6 – 1,2 mg/dl
Intervensi
1) Pantau TTV, catat perubahan tekanan darah pada perubahan posisi, kekuatan dari nadi
perifer
3) Kaji pasien mengenai rasa haus, kelelahan, nadi cepat, pengisian kapiler memanjang,
turgor kulit jelek, membran mukosa kering, catat warna kulit dan temperaturnya
R/ dihidrasi berat menurunkan curah jantung, berat dan perfusi jaringan terutama jaringan
otak
5) Auskultasi bising usus ( peristaltik usus) catat dan laporkan adanya mual muntah dan
diare
R/ kerusakan fungsi saluran cerna dapat meningkatkan kehilangan cairan dan elektrolit dan
mempengaruhi cara untuk pemberian cairan dan nutrisi
R/ membantu menurunkan rasa tidak nyaman akibat dari dehidrasi dan mempertahankan
kerusakan membrane mukosa
7) Berikan cairan oral 1500 cc – 2000 cc / hr sesegera mungkin, sesuai dengan
kemampuan klien
R/ adanya perbaikan pada saluran cerna dan kembalinya fungsi cairan cerna tersebut
memungkinkan cairan dana elektrolit melalui oral
Kolaborasi
1. Cairan Na Cl 0,9 %
1. Kartison (ortone) / hidrokartison (cortef) 100 mg intravena setiap 6 jam untuk 24 jam
R/ dapat mengganti kekurangan kartison dalam tubuh dan meningkatkan reabsorbsi natrium
sehingga dapat menurunkan kehilangan cairan dan mempertahankan curah jantung
R/ di mulai setelah pemberian dosis hidrokortisol yang tinggi yang telah mengakbatkan
retensi garam berlebihan yang mengakibatkan gangguan tekanan darah dan gangguan
elektrolit
10) Pasang / pertahankan kateter urin dan selang NGT sesuai indikasi
R/ dapat menfasilitasi pengukuran haluaran dengan akurat baik urin maupun lambung,
berikan dekompresi lambung dan membatasi muntah
1. Hematokrit ( Ht)
1. Ureum / kreatinin
R/ peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah merupakan indikasi terjadinya kerusakan
tingkat sel karena dehidrasi / tanda serangan gagal jantung
1. Natrium
1. Kalium
R/ penurunan kadar aldusteron mengakibatkan penurunan natrium dan air sementara itu
kalium tertahan sehingga dapat menyebabkan hiperkalemia.
b) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat (mual, muntah,
anoreksia) defisiensi glukortikoid
Intervensi
1) Auskultasi bising usus dan kaji apakah ada nyeri perut, mual muntah
2) Catat adanya kulit yang dingin / basah, perubahan tingkat kesadaran, nyeri kepala,
sempoyongan
R/ Gejala hipoglikemia dengan timbulnya tanda tersebut mungkin perlu pemberian glukosa
dan mengindikasikan pemberian tambahan glukokortikad
5) Berikan lingkungan yang nyaman untuk makan contoh bebas dari bau yang tidak sedap,
tidak terlalu ramai
7) Berikan Glukosa intravena dan obat – obatan sesuai indikasi seperti glukokortikoid
R/ memperbaiki hipoglikemi, memberi sumber energi pemberian glukokertikoid akan
merangsang glukoogenesis, menurunkan penggunaan mukosa dan membantu penyimpanan
glukosa sebagai glikogen
R/ anemia dapat terjadi akibat defisit nutrisi / pengenceran yang terjadi akibat reterisi cairan
sehubungan dengan glukokortikoid.
c) Intoleransi aktivitas b/d penurunan O2 ke jaringan otot kedalam metabolisme, ketidak
seimbangan cairan elektrolit dan glukosa
Kriteria hasil :
- menunjukan peningkatan klien dan partisipasi dalam aktivitas setelah dilakukan tindakan
Intervensi
1) Kaji tingkat kelemahan klien dan identifikasi aktivitas yang dapat dilakukan oleh klien
R/ pasien biasanya telah mengalami penurunan tenaga kelemahan otot, menjadi terus
memburuk setiap hari karena proses penyakit dan munculnya ketidakseimbangan natrium
kalium
R/ kolapsnya sirkulasi dapat terjadi sebagai dari stress, aktivitas jika curah jantung berkurang
3) Sarana pasien untuk menentukan masa atau periode antara istirahat dan melakukan
aktivitas
4) Diskusikan cara untuk menghemat tenaga misal : duduk lebih baik dari pada berdiri selama
melakukan aktivitas
R/ pasien akan dapat melakukan aktivitas yang lebih banyak dengan mengurangi pengeluaran
tenaga pada setiap kegiatan yang dilakukan
d) Nyeri akut b/d diskontinuitas sistem konduksi spasme otot abdomen
Kriteria hasil :
S : 36 – 372 oC
N : 80 – 100 x/menit
RR: 16 – 20 x/menit
Intervensi
1) Beri penjelasan pada klien tentang penyebab nyeri dan proses penyakit
R/ Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga, serta agar klien lebih kooperatif terhadap
tindakan yang akan dilakukan
2) Kaji tanda – tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat lokasi, intensitas
(skala 0 – 10) dan lamanya
3) Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi, seperti imajinasi, misal musik yang
lembut, relaksasi
R/ Membantu untuk menfokuskan kembali perhatian dan membantu pasien untuk mengatasi
nyeri / rasa tidak nyaman secara lebih efektif
4) Kolaborasi
Berikan obat analgetik dan atau analgetik sprei tenggorok sesuai dengan kebutuhannya.
e) Gangguan harga diri b/d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan karakteristik
tubuh
Kriteria hasil :
Intervensi
R/ Membantu mengevaluasi berapa banyak masalah yang dapat diubah oleh pasien
- Teknik relaksasi
- Visualisasi
- Imaginasi
3) Dorongan pasien untuk membuat pilihan guna berpartisipasi dalam penampilan diri sendiri
4) Fokus pada perbaikan yang sedang terjadi dan pengobatan misal menurunkan pigmentasi
kulit
R/ ungkapkan seperti ini dapat mengangkat semangat pasien dan meningkatkan harga diri
pasien
5) Sarankan pasien untuk mengunjungi seseorang yang penyakitnya telah terkontrol dan
gejalanya telah berkurang
R/ dapat menolong pasien untuk melihat hasil dari pengobatan yang telah dilakukan
6) Kolaborasi
Kriteria hasil :
- Pasien akan menyatakan pemahaman, kebutuhan untuk mengatasi kurangnya percaya diri
- Pasien akan menunjukan pemahaman program medis dan gejala untuk dilaporkan ke dokter
- Pasien akan menunjukan perubahan poal hidup / perilaku untuk menurunkan terjadinya
masalah
Intervensi
1) Bantu Px dalam membuat metode untuk menhindari atau mengubah episode stres, diskusi
teknik relaksasi
R/ Penurunan stress dapat membatasi pengeluaran katekolamin oleh sistem saraf simatis,
sehingga membatasi / mencegah respon vasokonstriksi
R/ Informasi perlu bagi pasien untuk mengikuti program terapi dan mengevaluasi keefektifan
3) Kaji skala anxietas
4) Sarankan klien tetap menetapkan secara aktif, jadwal yang teratur dalam makan, tidur dan
latihan
5) Diskusikan perasaan pasien yang berhubungan dengan pemakaian obat untuk sepanjang
kehidupan Px.
Kriteria hasil : - Klien tidak lagi mengeluh BAK sedikit / kencing tidak lancar
Intervensi
3) Pemasangan kateter