Anda di halaman 1dari 22

HIPOTIROIDISME

A. Pengertian
Hipotiroidisme adalah satu keadaan penyakit disebabkan oleh kurang penghasilan
hormon tiroid oleh kelenjar tiroid.
Beberapa pasien dengan hipotiroidisme mempunyai kelenjar tiroid yang mengalami atrofi
atau tidak mempunyai kelenjar tiroid akibat pembedahan atau ablasi radioisotope, atau  akibat
destruksi oleh antibody autoimun yang beredar dalam sirkulasi. Cacat perkembangannya
dapat juga menjadi penyebab tidak terbentuknya kelenjar tiroid pada kasus hipotiroidisme
kongenital. Goiter dapat terlihat pada pasien hipotiroidisme dengan dapat herediter dalam
biosintesis hormone tiroid;  pada penderita seperti ini terjadi peningkatan pelepasan TSH
yang menyebabkan pembesaran tiroid goiter dapat juga terlihat pada penderita tiroiditis
Hashimoto, suatu penyakit autoimun yang infiltrasi limfosit dan destruksi kelenjar tiroidnya
dikaitkan dengan antitiroglobulin atau antibodi mikrosomal sel antiroid. Pasien dengan
hipotoidisme sekunder mungkin menderita tumor hipofisis dan defisiensi hormone-hormon
trofik hipofisis lainya. 

B. Etiologi
Hipotiroidisme dapat terjadi akibat malfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus.
Apabila disebabkan oleh malfungsi kelenjar tiroid, maka kadar HT yang rendah akan disertai
oleh peningkatan kadar TSH dan TRH karena tidak adanya umpan balik negative oleh HT
pada hipofisis anterior dan hipotalamus. Apabila hipotiroidism terjadi akibat malfungsi
hipofisis, maka kadar HT yang rendah disebabkan oleh rendahnya kadar TSH. TRH dari
hipotalamus tinggi karena. tidak adanya umpan balik negatif baik dari TSH maupun HT.
Hipotiroidism yang disebabkan oleh malfungsi hipotalamus akan menyebabkan rendahnya
kadar HT, TSH, dan TRH.
Penyakit Hipotiroidisme.
  Penyakit Hashimoto, juga disebut tiroiditis otoimun, terjadi akibat adanya otoantibodi yang
merusak jaringan kelenjar tiroid. Hal ini menyebabkan penurunan HT disertai peningkatan
kadar TSH dan TRH akibat umpan balik negatif yang minimal, Penyebab tiroiditis otoimun
tidak diketahui, tetapi tampaknya terdapat kecenderungan genetikuntuk mengidap penyakit
ini. Penyebab yang paling sering ditemukan adalah tiroiditis Hashimoto.Pada tiroiditis
Hashimoto, kelenjar tiroid seringkali membesar dan hipotiroidisme terjadi beberapa bulan
kemudian akibat rusaknya daerah kelenjar yang masih berfungsi.
  Penyebab kedua tersering adalah pengobatan terhadap hipertiroidisme. Baik yodium
radioaktif maupun pembedahan cenderung menyebabkan hipotiroidisme.
  Gondok endemik adalah hipotiroidisme akibat defisiensi iodium dalam makanan. Gondok
adalah pembesaran kelenjar tiroid. Pada defisiensi iodiurn terjadi gondok karena sel-sel tiroid
menjadi aktif berlebihan dan hipertrofik dalarn usaha untuk menyerap sernua iodium yang
tersisa dalam. darah. Kadar HT yang rendah akan disertai kadar TSH dan TRH yang tinggi
karena minimnya umpan balik.Kekurangan yodium jangka panjang dalam makanan,
menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid yang kurang aktif (hipotiroidisme goitrosa.
  Kekurangan yodium jangka panjang merupakan penyebab tersering dari hipotiroidisme di
negara terbelakang.
  Karsinoma tiroid dapat, tetapi tidak selalu, menyebabkan hipotiroidisme. Namun, terapi
untuk kanker yang jarang dijumpai ini antara lain adalah tiroidektomi, pemberian obat
penekan TSH, atau terapi iodium radioaktif untuk mengbancurkan jaringan tiroid. Semua
pengobatan ini dapat menyebabkan hipotiroidisme. Pajanan ke radiasi, terutama masa anak-
anak, adalah penyebab kanker tiroid. Defisiensi iodium juga dapatmeningkatkan  risiko
pembentukan kanker tiroid karena hal tersebut merangsang proliferasi dan hiperplasia sel
tiroid.

C. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis hipotiroidisme bentuk dewasa dan bentuk juvenilis antara lain;
1.      Suara parau, tidak tahan dingin dan keringat berkurang
2.       Kulit dingin dan kering.
3.      Wajah membengkak dan gerakan lamban.
4.      Aktivitas motorik dan intelektual lambat.
5.      Relaksasi lambat dari reflek tendon dalam, perempuan yang menderita hipotiroidisme
sering mengeluh hiperminore

D. PATOFISIOLOGI

Kelenjar tiroid membutuhkan iodine untuk sintesis dan mensekresi hormone tiroid. Jika
diet seseorang kurang mengandung iodine atau jika produksi dari hormone tiroid tertekan
untuk alasan yang lain, tiroid akan membesar sebagai usaha untuk kompendasi dari
kekurangan hormone. Pada keadaan seperti ini, goiter merupakan adaptasi penting pada suatu
defisiensi hormone tiroid. Pembesaran dari kelenjar terjadi sebagai respon untuk
meningkatkan respon sekresi pituitary dari TSH. TSH menstimulasi tiroid untuk mensekresi
T4 lebih banyak, ketika level T4 darah rendah. Biasanya, kelenjar akan membesar dan itu
akan menekan struktur di leher dan dada menyebabkan gejala respirasi disfagia.

Penurunan tingkatan dari hormone tiroid mempengaruhi BMR secara lambat dan
menyeluruh. Perlambatan ini terjadi pada seluruh proses tubuh mengarah pada kondisi
achlorhydria (pennurunan produksi asam lambung), penurunan traktus gastrointestinal,
bradikardi, fungsi pernafasan menurun, dan suatu penurunan produksi panas tubuh.
Perubahan yang paling penting menyebabkan penurunan tingkatan hormone tiroid yang
mempengaruhi metabolisme lemak. Ada suatu peningkatan hasil kolesterol dalam serum dan
level trigliserida dan sehingga klien berpotensi mengalami arteriosclerosis dan penyakit
jantung koroner. Akumulasi proteoglikan hidrophilik di rongga interstitial seperti rongga
pleural, cardiac, dan abdominal sebagai tanda dari mixedema.

Hormon tiroid biasanya berperan dalam produksi sel darah merah, jadi klien dengan
hipotiroidisme biasanya menunjukkan tanda anemia karena pembentukan eritrosit yang tidak
optimal dengan kemungkinan kekurangan vitamin B12 dan asam folat.

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Dampak penurunan kadar hormon dalam tubuh sangat bervariasi, oleh karena itu lakukanlah
pengkajian terhadap ha1-ha1 penting yang dapat menggali sebanyak mungkin informasi
antara lain :
1.      Anamnesis
Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, dan diagnosis medis.
Riwayat Kesehatan
a.       Keluhan utama klien
 mencakup gangguan pada berbagai sistem tubuh;
  Sistem pulmonary : Hipovenilasi, efusi pleura, dipsnea
  Sistem pencernaan : anoreksia, opstipasi, distensi abdomen
  Sistem kardiovaslkuler : Bradikardi, distrimia, cardiomegali
  Sistem musculoskeletal : nyeri otot, kontraksi dan relaksasi otot lambat
  Sistem neurologik dan Emosi/psikologis : fungsi intelektual lambat, berbicara lambat dan
terbata – bata, gangguan memori
  Sistem reproduksi : perubahan ovulasi, anovulasi, dan penurunan libido
  Metabolik : penurunan metabolism basal, penurunan suhu tubuh, intoleransi terhadap
dingin
b.      Riwayat penyakit saat ini
Riwayat penyakit sangat penting diketahui untuk mengetahui jenis kelenjar teroid yang
mengalami atrofi. Perawat harus menanyakan dengan jelas tentang gejala yang timbul seperti
kapan mulai serangan, sembuh, atau bertambah buruk.
c.       Riwayat penyakit  dahulu
Kaji riwayat penyakit yang pernah dialami klien yang memungkinkan adanya hubungan atau
menjadi predisposisi.
d.      Riwayat kesehatan klien dan keluarga.
Sejak kapan klien menderita penyakit tersebut dan apakah ada anggota keluarga yang
menderita penyakit yang sama.
e.       Kebiasaan hidup sehari-hari seperti :
  Pola makan
  Pola tidur (klien menghabiskan banyak waktu untuk tidur).
  Pola aktivitas.
f.       Riwayat Psikososial
Klien sangat sulit membina hubungan sosial dengan lingkungannya, mengurung diri.
Keluarga mengeluh klien sangat malas beraktivitas, dan ingin tidur sepanjang hari. Kajilah
bagaimana konsep diri klien mencakup kelima komponen konsep diri.
2.      Pemeriksaan Fisik
a.       Penampilan secara umum; amati wajah klien terhadap adanya edema sekitar mata, wajah
bulan dan ekspresi wajah kosong serta roman wajah kasar. Lidah tampak menebal dan gerak-
gerik klien sangat lamban. Postur tubuh keen dan pendek. Kulit kasar, tebal dan berisik,
dingin dan pucat.
b.      Nadi lambat dan suhu tubuh menurun
c.       Perbesaran jantung
d.      Disritmia dan hipotensi
e.       Parastesia dan reflek tendon menurun
3.      Pemeriksaan Penunjang
a.       Pemeriksaan kadar T3 dan T4 serum
b.      Pemeriksaan TSH (pada klien dengan hipotiroidisme primer akan terjadi peningkatan
TSH serum, sedangkan pada yang sekunder kadar TSH dapat menurun atau normal).

B. Diagnosa Keperawatan
1.      Intoleran aktifitas berhubungan dengan penurunan metabolisme sekunder terhadap
hipotiroidisme
2.      Resiko tinggi terhadap konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltic.
3.      Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi

C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasionalisasi


1 Intoleran aktifitas Tolerasi Melaporkan 1.Anjurkan Istirahat
berhubungan aktivitas sedikit lelah aktivitas sesuai membantu
dengan penurunan membaik. pada AKS tolerasi. menghemat
metabolism energy.
sekunder terhadap
hipotiroidisme 2.Bantu aktivitas Memberikan
perawatan kesempatan
mandiri ketika pada pasien
pasien berada berada dalam
dalam keadaan keadaan lelah
lelah.
2 Resiko tinggi Hilang dari Melaporkan 1.Berikan Meningkatka
terhadap konstipasi pasase bentuk makanan yang n massa feses
konstipasi feses lunak kaya serat. dan frekuensi
berhubungan buang air
dengan penurunan besar.
peristaltic
2.Ajarkan pada Untuk
pasien tentang peningkatan
jenis – jenis asupan cairan
makanan yang kepada
banyak pasien agar
mengandung feses tidak
air. keras.

3.Kolaborasi Untuk
pemberian obat mengencerka
pencahar dan n feses.
enema bila
diperlukan.
3 Pola nafas tidak Perbaikan Melaporkan 1. Pantau Mengidentifi
efektif dan pola dapat bernafas frekuensi, kasi hasil
berhubungan nafas normal dengan efektif kedalaman, pemeriksaan
dengan depresi pola dasar untuk
ventilasi pernafasan. memantau 
perubahan
selanjutnya
dan
mengevaluasi
efektivitas
intervensi.

Mencegah
2. Dorong pasien aktifitas dan
untuk nafas meningkatka
dalam dan n aktifitas
batuk. yang adekuat.
D. Implementasi
Diagnosa I : Intoleran aktifitas berhubungan dengan penurunan metabolism sekunder
terhadap
Tindakan :
a.       Menganjurkan aktivitas sesuai tolerasi.
b.      Memberikan Bantu aktivitas perawatan mandiri ketika pasien berada dalam keadaan
lelah.
Diagnosa II : Resiko tinggi terhadap konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltic.
Tindakan :
a.       Berikan makanan yang kaya serat.
b.      Ajarkan pada pasien tentang jenis – jenis makanan yang banyak mengandung air.
c.       Kolaborasi pemberian obat pencahar dan enema bila diperlukan.
Diagnosa III : Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan depresi ventilasi.
Tindakan :
a.       Memantau frekuensi, kedalaman, pola pernafasan.
b.      Mendorong pasien untuk nafas dalam dan batuk.

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dari suatu proses perawatan dan merupakan perbandingan
yang sistematik dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan
dilakukan dengan cara melibatkan pasien  dan sesama tenaga kesehatan (Nasrul Effendi,
1995). Evaluasi pada pasien dengan gangguan system endokrin hipotiroidsme adalah :
1.      Perbaikan dan pola nafas normal.
2.      Tolerasi aktivitas membaik.
3.      Klien dapat beraktivitas kembali
4.      Pasien dapat mempertahankan/meningkatkan ambulasi/aktivitas.
ADDISON (KRISIS ADRENAL)

A. Definisi

Penyakit Addison adalah suatu kelainan endokrin atau hormon yang terjadi pada semua
kelompok umur dan menimpa pria dan wanita sama rata. Penyakit ini di karakteristikan oleh
kehilangan berat badan, kelemahan otot, kelelahan, tekanan darah rendah dan adakalanya
penggelapan kulit pada kedua bagian-bagian tubuh yang terbuka dan tidak
terbuka. (http:/www.total kesehatan nanda.com/Addison 4html)

Penyakit Addison adalah penyakit yang terjadi akibat fungsi korteks tidak adekuat untuk
memenuhi kebutuhan pasien akan hormon – hormon korteks adrenal (Soediman, 1996)
Penyakit Addison adalah lesi kelenjar primer karena penyakit destruktif atau atrofik,
biasanya auto imun atau tuberkulosa. (Baroon, 1994)

Penyakit Addison terjadi bila fungsi korteks adrenal tidak adekuat untuk memenuhi
kebutuhan pasien akan kebutuhan hormon – hormon korteks adrenal. (Bruner, dan Suddart
Edisi 8 hal 1325)

Penyakit Addison ialah kondisi yang terjadi sebagai hasil dari kerusakan pada kelenjar
adrenal (Black, 1997). Penyakit Addison (juga dikenal sebagai kekurangan adrenalin kronik,
hipokortisolisme atau hipokortisisme) adalah penyakit endokrin langka dimana kelenjar
adrenalin memproduksi hormon steroid yang tidak cukup.

B. Etiologi
 Tuberculosis

1. Histoplasmosis (penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur


histoplasma capsulatum, yang terutama menyerang paru-paru)
2. Koksidiodomikosis (penyakit infeksi yang disebabkan oleh jamur Coccidioides
immitis, yang biasanya menyerang paru-paru.
3. Kriptokokissie
4. Pengangkatan kedua kelenjar adrenal
5. Kanker metastatik (Ca. Paru, Lambung, Payudara, Melanoma, Limfoma)
6. Adrenalitis auto imun

C. Patofisiologi

Penyebab terjadinya Hipofungsi Adrenokortikal mencakup operasi pengangkatan kedua


kelenjar adrenal atau infeksi pada kedua kelenjar tersebut. Tuberkulosis (TB) dan
histoplasmosis merupakan infeksi yang paling sering ditemukan dan menyebabkan kerusakan
pada kedua kelenjar adrenal. Meskipun kerusakan adrenal akibat proses autoimun telah
menggantikan tuberculosis sebagai penyebab penyakit Addison, namun peningkatan insidens
tuberculosis yang terjadi akhir-akhir ini harus mempertimbangkan pencantuman pemyakit
infeksi ini kedalam daftar diagnosis. Sekresi ACTH yang tidak adekuat dari kelenjar hipofisis
juga akan menimbulkan insufisiensi adrenal akibat penurunan stimulasi korteks adrenal.
Gejala insufisiensi adrenokortikal dapat pula terjadi akibat penghentian mendadak terapi
hormon adrenokortikal yang akan menekan respon normal tubuh terhadap keadaan stres dan
mengganggu mekanisme umpan balik normal. Terapi dengan pemberian kortikosteroid setiap
hari selama 2-4 minggu dapat menekan fungsi korteks adrenal. Oleh sebab itu kemungkinan
Addison harus di anitsipasi pada pasien yang mendapat pengobatan kortikosteroid.

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Gejala awal : kelemahan, fatique, anoreksia, nausea, muntah, BB menurun, hipotensi, dan
hipoglikemi.
2. Astenia (gejala cardinal) : pasien kelemahan yang berlebih
3. Hiperpiqmentasi : menghitam seperti perunggu, coklat seperti terkena sinar matahari,
biasanya pada kulit buku jari, lutut, siku
4. Rambut pubis dan aksilaris berkurang pada perempuan
5. Hipotensi arterial (TD : 80/50 mmHg/kurang)
6. Abnormalitas fungsi gastrointestinal

ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

a)      Identitas

Penyakit Addison bisa terjadi pada laki – laki maupun perempuan yang mengalami krisis
adrenal

b)      Keluhan Utama

Pada umumnya pasien mengeluh kelemahan, fatique, nausea dan muntah.

c)      Riwayat Penyakit Dahulu


Perlu dikaji apakah klien pernah menderita tuberkulosis, hipoglikemia maupun Ca paru,
payudara dan limpoma

d)     Riwayat Penyakit Sekarang

Pada pasien dengan penyakit Addison gejala yang sering muncul ialah pada gejala awal :
kelemahan, fatiquw, anoreksia, nausea, muntah, BB turun, hipotensi dan hipoglikemi, astenia
(gejala cardinal). Pasien lemah yang berlebih, hiperpigmentasi, rambut pubis dan axila
berkurang pada perempuan, hipotensi arterial (TD : 80/50 mm/Hg)

e)      Riwayat Penyakit Keluarga

Perlu dikaji apakah dalam keluarga ada yang pernah mengalami penyakit yang sama /
penyakit autoimun yang lain.

2. Pemeriksaan Fisik ( Body Of System)

a)         Sistem Pernapasan

I : Bentuk dada simetris, pergerakan dada cepat, adanya kontraksi otot bantu pernapasan
(dispneu), terdapat pergerakan cuping hidung

P : Terdapat pergesekan dada tinggi

P : Resonan

A : Terdapat suara ronkhi, krekels pada keadaan infeksi

b)        Sistem Cardiovaskuler

I : Ictus Cordis tidak tampak

P : Ictus cordis teraba pada ICS 5-6 mid clavikula line sinistra

P : Redup

A : Suara jantung melemah

c)         Sistem Pencernaan

Mulut dan tenggorokan : nafsu makan menurun, bibir kering

Abdomen : I : Bentuk simetris

A: Bising usus meningkat

P : Nyeri tekan karena ada kram abdomen

P : Timpani
d)        Sistem muskuluskeletal dan integumen

Ekstremitas atas : terdapat nyeri

Ekstremitas bawah : terdapat nyeri

Penurunan tonus otot

e)         Sistem Endokrin

Destruksi kortek adrenal dapat dilihat dari foto abdomen, Lab. Diagnostik ACTH meningkat

Integumen Turgor kulit jelek, membran mukosa kering, ekstremitas dingin, cyanosis, pucat,
terjadi hiperpigmentasi di bagian distal ekstremitas dan buku – buku pad ajari, siku dan
mebran mukosa

f)         Sistem Eliminasi Uri

Diuresis yang diikuti oliguria, perubahan frekuensi dan krakteristik urin

Eliminasi Alvi

Diare sampai terjadi konstipasi, kram abdomen

g)        Sistem Neurosensori

Pusing, sinkope, gemetar, kelemahan otot, kesemutan terjadi disorientasi waktu, tempat,
ruang (karena kadar natrium rendah), letargi, kelelahan mental, peka rangsangan, cemas,
koma ( dalam keadaan krisis)

h)        Nyeri / kenyamanan

Nyeri otot, kaku perut, nyeri kepala, nyeri tulang belakang, abdomen, ekstremitas

i)          Keamanan

Tidak toleran terhadap panas, cuaca udaha panas, penngkatan suhu, demam yang diikuti
hipotermi (keadaan krisis)

j)          Aktivitas / Istirahat

Lelah, nyeri / kelemahan pada otot terjadi perburukan setiap hari, tidak mampu beraktivitas /
bekerja. Peningkatan denyut jantung / denyut nadi pada aktivitas yang minimal, penurunan
kekuatan dan rentang gerak sendi.

k)        Seksualitas

Adanya riwayat menopouse dini, aminore, hilangnya tanda – tanda seks sekunder (berkurang
rambut – rambut pada tubuh terutama pada wanita) hilangnya libido
l)          Integritas Ego

Adanya riwayat – riwayat fasctros stress yang baru dialami, termasuk sakit fisik atau
pembedahan, ansietas, peka rangsang, depresi, emosi tidak stabil.

3. Diagnosa Keperawatan

a)      Kekurangan volume cairan b/d kekurangan natrium dan kehilangan cairan melalui
ginjal, kelenjar keringat, saluran GIT ( karena kekurangan aldosteron)

b)      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat (mual, muntah,
anoreksia) defisiensi glukontikord

c)      Intoleransi aktivitas b/d penurunan produksi metabolisme, ketidakseimbangan cairan


elektrolit dan glukosa

d)     Gangguan harga diri b/d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan karakteristik
tubuh

e)      Anxietas b/d kurangnya pengetahuan

f)       Defisit perawatan diri b/d kelamahan otot

g)      Ganguan eliminasi uri b/d gangguan reabsorbsi pada tubulus

4. Rencana Keperawatan

a)    Kekurangan volume cairan b/d ketidakseimbangan input dan output

Kriteria hasil :

 Pengeluaran urin adekuat (1 cc/kg BB/jam)


 TTV dbn N : 80 – 100 x/menit S : 36 – 37oC TD : 120/80 mmHg
 Tekanan nadi perifer jelas kurang dari 3 detik
 Turgor kulit elastis
 Pengisian kapiler naik kurang dari 3 detik
 Membran mukosa lembab
 Warna kulit tidak pucat
 Rasa haus tidak ada
 BB ideal (TB 100) – 10% (TB – 100) – H

Hasil lab

 Ht : W = 37 – 47 %
 L = 42 – 52 %
 Ureum = 15 – 40 mg/dl
 Natrium = 135 – 145 mEq/L
 Calium = 3,3 – 5,0 mEq/L
 Kretanium = 0,6 – 1,2 mg/dl
Intervensi

1)        Pantau TTV, catat perubahan tekanan darah pada perubahan posisi, kekuatan dari nadi
perifer

       R/ Hipotensi postural merupakan bagian dari hiporolemia akibat kekurangan hormon


aldosteron dan penurunan curah jantung sebagai akibat dari penurunan kolesterol

2)        Ukur dan timbang BB klien

R/ Memberikan pikiran kebutuhan akan pengganti volume cairan dan keefektifan


pengobatan, peningkatan BB yang cepat disebabkan oleh adanya retensi cairan dan natrium
yang berhubungan dengan pengobatan strois

3)        Kaji pasien mengenai rasa haus, kelelahan, nadi cepat, pengisian kapiler memanjang,
turgor kulit jelek, membran mukosa kering, catat warna kulit dan temperaturnya

R/ mengidentifikasi adanya hipotermia dan mempengaruhi kebutuhan volume pengganti

4)        Periksa adanya status mental dan sensori

R/ dihidrasi berat menurunkan curah jantung, berat dan perfusi jaringan terutama jaringan
otak

5)        Auskultasi bising usus ( peristaltik usus) catat dan laporkan adanya mual muntah dan
diare

R/ kerusakan fungsi saluran cerna dapat meningkatkan kehilangan cairan dan elektrolit dan
mempengaruhi cara untuk pemberian cairan dan nutrisi

6)        Berikan perawatan mulut secara teratur

R/ membantu menurunkan rasa tidak nyaman akibat dari dehidrasi dan mempertahankan
kerusakan membrane mukosa

7)        Berikan cairan oral 1500 cc – 2000 cc / hr sesegera mungkin, sesuai dengan
kemampuan klien

R/ adanya perbaikan pada saluran cerna dan kembalinya fungsi cairan cerna tersebut
memungkinkan cairan dana elektrolit melalui oral

Kolaborasi

8)        Berikan cairan, antara lain :

1. Cairan Na Cl 0,9 %

R/ mungkin kebutuhan cairan pengganti 4 – 6 liter, dengan pemberian cairan Na Cl 0,9 %


melalui IV 500 – 1000 ml/jam, dapat mengatasi kekurangan natrium yang sudah terjadi
1. Larutan glukosa

R/ dapat menghilangkan hipovolemia

9)        Berikan obat sesuai dosis

1. Kartison (ortone) / hidrokartison (cortef) 100 mg intravena setiap 6 jam untuk 24 jam

R/ dapat mengganti kekurangan kartison dalam tubuh dan meningkatkan reabsorbsi natrium
sehingga dapat menurunkan kehilangan cairan dan mempertahankan curah jantung

1. Mineral kortikoid, flu dokortisan, deoksikortis 25 – 30 mg/hr per oral

R/ di mulai setelah pemberian dosis hidrokortisol yang tinggi yang telah mengakbatkan
retensi garam berlebihan yang mengakibatkan gangguan tekanan darah dan gangguan
elektrolit

10)    Pasang / pertahankan kateter urin dan selang NGT sesuai indikasi

R/ dapat menfasilitasi pengukuran haluaran dengan akurat baik urin maupun lambung,
berikan dekompresi lambung dan membatasi muntah

11)    Pantau hasil laboratorium

1. Hematokrit ( Ht)

R/ peningkatan kadar Ht darah merupakan indikasi terjadinya hemokonsentrasi yang akan


kembali normal sesuai dengan terjadinya dehidrasi pada tubuh

1. Ureum / kreatinin

R/ peningkatan kadar ureum dan kreatinin darah merupakan indikasi terjadinya kerusakan
tingkat sel karena dehidrasi / tanda serangan gagal jantung

1. Natrium

R/ hiponatremia merupakan indikasi kehilangan melalui urin yang berlebihan katena


gangguan reabsorbsi pada tubulus ginjal

1. Kalium

R/ penurunan kadar aldusteron mengakibatkan penurunan natrium dan air sementara itu
kalium tertahan sehingga dapat menyebabkan hiperkalemia.

b)   Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d intake tidak adekuat (mual, muntah,
anoreksia) defisiensi glukortikoid

            Kriteria hasil :

- Tidak ada mual mutah - Nyeri kepala


- BB ideal (TB-100)-10%(TB-100)
- Kesadaran kompos mentis
- Hb : W : 12 – 14 gr/dl
- TTV dalam batas normal
L : 13 – 16 gr/dl
(S : 36 – 372 oC)
Ht : W : 37 – 47 %
(RR : 16 – 20 x/menit)
L : 42 – 52 %
-
Albumin : 3,5 – 4,7 g/dl

Glebulin : 2,4 – 3,7 g/dl

Bising Usus : 5 – 12 x/menit

Intervensi

1) Auskultasi bising usus dan kaji apakah ada nyeri perut, mual muntah

R/ Kekurangan kartisol dapat menyebabkan fejala intestinal berat yang mempengaruhi


pencernaan dan absorpsi makanan

2) Catat adanya kulit yang dingin / basah, perubahan tingkat kesadaran, nyeri kepala,
sempoyongan

R/ Gejala hipoglikemia dengan timbulnya tanda tersebut mungkin perlu pemberian glukosa
dan mengindikasikan pemberian tambahan glukokortikad

3) Pantau pemasukan makanan dan timbang BB tiap hari

R/ anoreksi, kelemahan, dan kehilangan pengaturan metbolisme oleh kartisol terhadap


makanan dapat mengakibatkan penurunan berat badan dan terjadinya mal nutrisi

4) Berikan atau bantu perawatan mulut

R/ mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan

5) Berikan lingkungan yang nyaman untuk makan contoh bebas dari bau yang tidak sedap,
tidak terlalu ramai

R/ Dapat meningkatkan nafsu makan dan memperbaiki pemasukan makanan

6) Pertahankan status puasa sesuai indikasi

R/ mengistirahatkan gastro interstinal, mengurangi rasa tidak enak

7) Berikan Glukosa intravena dan obat – obatan sesuai indikasi seperti glukokortikoid
R/ memperbaiki hipoglikemi, memberi sumber energi pemberian glukokertikoid akan
merangsang glukoogenesis, menurunkan penggunaan mukosa dan membantu penyimpanan
glukosa sebagai glikogen

8) Pantau hasil lab seperti Hb, Hi

R/ anemia dapat terjadi akibat defisit nutrisi / pengenceran yang terjadi akibat reterisi cairan
sehubungan dengan glukokortikoid.

c)    Intoleransi aktivitas b/d penurunan O2 ke jaringan otot kedalam metabolisme, ketidak
seimbangan cairan elektrolit dan glukosa

Kriteria hasil : 

- menunjukan peningkatan klien dan partisipasi dalam aktivitas setelah dilakukan tindakan

- TTV N : 80 – 100 x/menit RR : 16 – 20 x/menit TD : 120/80 mmHg

Intervensi

1) Kaji tingkat kelemahan klien dan identifikasi aktivitas yang dapat dilakukan oleh klien

R/ pasien biasanya telah mengalami penurunan tenaga kelemahan otot, menjadi terus
memburuk setiap hari karena proses penyakit dan munculnya ketidakseimbangan natrium
kalium

2) Pantau TTV sebelum dan sesudah melakukan aktivitas

R/ kolapsnya sirkulasi dapat terjadi sebagai dari stress, aktivitas jika curah jantung berkurang

3) Sarana pasien untuk menentukan masa atau periode antara istirahat dan melakukan
aktivitas

R/ mengurangi kelelahan dan menjaga ketenangan pada jantung

4) Diskusikan cara untuk menghemat tenaga misal : duduk lebih baik dari pada berdiri selama
melakukan aktivitas

R/ pasien akan dapat melakukan aktivitas yang lebih banyak dengan mengurangi pengeluaran
tenaga pada setiap kegiatan yang dilakukan

d)   Nyeri akut b/d diskontinuitas sistem konduksi spasme otot abdomen

Kriteria hasil :

 Klien mengatakan nyeri berkurang


 Klien  tidak menyeringai kesakitan
 TTV dalam batas normal

S : 36 – 372 oC
N : 80 – 100 x/menit

RR: 16 – 20 x/menit

Intervensi

1) Beri penjelasan pada klien tentang penyebab nyeri dan proses penyakit

R/ Meningkatkan pengetahuan klien dan keluarga, serta agar klien lebih kooperatif terhadap
tindakan yang akan dilakukan

2) Kaji tanda – tanda adanya nyeri baik verbal maupun non verbal, catat lokasi, intensitas
(skala 0 – 10) dan lamanya

R/ Bermanfaat dalam mengevaluasi nyeri, menentukan pilihan intervensi, menentukan


efektifitas terapi

3) Anjurkan pasien untuk menggunakan teknik relaksasi, seperti imajinasi, misal musik yang
lembut, relaksasi

R/ Membantu untuk menfokuskan kembali perhatian dan membantu pasien untuk mengatasi
nyeri / rasa tidak nyaman secara lebih efektif

4) Kolaborasi

Berikan obat analgetik dan atau analgetik sprei tenggorok sesuai dengan kebutuhannya.

R/ menurunkan nyeri dan rasa tidak nyaman, meningkatkan istirahat.

e)    Gangguan harga diri b/d perubahan dalam kemampuan fungsi, perubahan karakteristik
tubuh

Kriteria hasil : 

- Menunjukan kemampuan beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi pada tubuhnya

- Dapat beradaptasi dengan orang lain

- Dapat mengungkapkan perasaannya tentang dirinya.

Intervensi

1) Dorongan pasien untuk mengungkapkan perasaan tentang keadaannya misal : perubahan


penampilan dan peran

R/ Membantu mengevaluasi berapa banyak masalah yang dapat diubah oleh pasien

2) Sarankan pasien untuk melakukan manajemen stress misal :

- Teknik relaksasi
- Visualisasi

- Imaginasi

R/ Meminimalkan perasaan stress, frustasi, meningkatkan kemampuan koping.

3) Dorongan pasien untuk membuat pilihan guna berpartisipasi dalam penampilan diri sendiri

R/ dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri, memperbaiki harga diri

4) Fokus pada perbaikan yang sedang terjadi dan pengobatan misal menurunkan pigmentasi
kulit

R/ ungkapkan seperti ini dapat mengangkat semangat pasien dan meningkatkan harga diri
pasien

5) Sarankan pasien untuk mengunjungi seseorang yang penyakitnya telah terkontrol dan
gejalanya telah berkurang

R/ dapat menolong pasien untuk melihat hasil dari pengobatan yang telah dilakukan

6) Kolaborasi

Rujuk kepelayanan sosial konseling, dan kelompok pendukung sesuai pendukubg

R/ pendekatan secara koprehensif dapat membantu memnuhi kebutuhan pasien untuk


memelihara tingkah laku pasien.

f)    Cemas b/d kurangnya pengetahuan

Kriteria hasil : 

- Pasien akan menyatakan pemahaman, kebutuhan untuk mengatasi kurangnya percaya diri

- Pasien akan menunjukan pemahaman program medis dan gejala untuk dilaporkan ke dokter

- Pasien akan menunjukan perubahan poal hidup / perilaku untuk menurunkan terjadinya
masalah

Intervensi

1) Bantu Px dalam membuat metode untuk menhindari atau mengubah episode stres, diskusi
teknik relaksasi

R/ Penurunan stress dapat membatasi pengeluaran katekolamin oleh sistem saraf simatis,
sehingga membatasi / mencegah respon vasokonstriksi

2) Diskusikan tujuan, dosis, efek samping obat

R/ Informasi perlu bagi pasien untuk mengikuti program terapi dan mengevaluasi keefektifan
3) Kaji skala anxietas

R/ Mengetahui derajad kecemasan klien

4) Sarankan klien tetap menetapkan secara aktif, jadwal yang teratur dalam makan, tidur dan
latihan

R/ Membantu meningkatkan perasaan menyenangkan sehat, dan untuk emmahami bahwa


aktivitas fisik yag tidak teratur dapat meningkatkan kebutuhan hormon

5) Diskusikan perasaan pasien yang berhubungan dengan pemakaian obat untuk sepanjang
kehidupan Px.

R/ Dengan mendiskusikan fakta – fakta tersebut dapat membantu Px untuk memasukkan


perubahan perilaku yang perlu ke dalam gaya hidup

6) Kolaborasi dengan dokter tentang pemberian anti depresan, diazepam

g)   Gangguan eliminasi uri b/d Gx reabsorbsi

Kriteria hasil : - Klien tidak lagi mengeluh BAK sedikit / kencing tidak lancar

Intervensi

1) Anjurkan pada Klien agar diet tinggi garam

R/ menambah retensi Na+

2) Anjurkan pada klien untuk minum banyak

R/ melancarkan aliran kencing lancar

3) Pemasangan kateter

R/ Agar klien dapat BAK dengan lancar

4) Obs. Input dan output

R/ Mengetahui keseimbangan cairan

5) Kolaborasi pemberian diuretik

R/ meningkatkan kerja ginjal untuk melancarkan BAK

Anda mungkin juga menyukai