Carroll (1996) menyatakan konseling modern dimulai pada Era Reformasi. Konseling di tempat kerja sudah ada sekitar tahun 1990-an meskipun menggunakan format yang jauh berbeda dari yang di gunakan pada massa sekarang. Terdapat tiga tahap atau era dalam sejarah konseling perusahaan. Tiga era tersebut: 1. Era Hubungan Manusia. Carroll (1996) menyatakan sejarah konseling perusahaan dimulai di Amerika Serikat dan terkait dengan bidang industri dalam penyediaan medis, psikiatris dan pekerjaan sosial. Oberer dan Lee (Carroll, 1996) menyatakan abad ke-19 hubungan antara konseling perusahaan dan sumber daya manusia yang pertama kali ditemukan. Konseling dalam perusahaan telah ada sejak awal 1900-an meskipun dalam format yang berbeda. Carter (Carroll, 1996) menyatakan pada tahun 1913 ada sekitar 2000 pekerja yang masuk kerja di industry. Pada tahun 1914 program konseling pertama di industri dipelopori oleh Ford Motor Company. Carroll (1996) menyatakan pada tahun 1920 sebuah survei yang ditugaskan oleh Engineering Foundation of New York menemukan bahwa 62% karyawan yang diberhentikan karena masalah sosial daripada ketidakmampuan bekerja. Terdapat dua perusahan yaitu, Metropolitan Life Insurance dan R.H. Macey. Pada tahun 1922 Metropolitan Life Insurance mempekerjakan psikiater dengan waktu yang penuh. McLean (Carroll, 1996) menyatakan pada tahun 1924 Anderson merupakan psikiater pertama untuk Masey yang memberikan buku pertama yang menghubungkan psikiatri dengan industri yang berjudul Psychiatry and Industry. Meskipun layanan psikiatris tersedia di industri sejak tahun 1920-an dan pada tahun 1948 program pelatihan pertama dalam psikiatri dalam dunia kerja diperkenalkan. 2. Era Kesadaran Alkohol. Carroll (1996) menyatakan selama era tersebut muncul fase baru yang diarahkan pada kesehatan dan pertumbuhan karyawan. Namun, masalah alkohol cukup banyak mendominasi penyediaan konseling dari tahap tersebut hingga 1960-an. Mayo merupakan tokoh yang meneliti kebutuhan karyawan, mengkrtik perusahaan karena tidak memberikan perhatian yang memadai terhadap kebutuhan psikologis karyawan dan mendiringkan layanan konseling pada tahun 1936. Carroll (1996) menyatakan The National Institute of Alcohol Abuse and Alcoholism memperkenalkan istilah EAP (Employee Assistance Program) cara untuk memperluas ketentuan konseling untuk mengatasi masalah alkohol. Dalam era tersebut, sejumlah besar perusahaan terlibat dengan karyawan yang mantan pecandu alkohol. Konseling mencakup berbagai pendekatan dari pengujian pekerjaan hingga alkoholisme dan masalah keluarga. Carroll (1996) menyatakan Presnall membuat program untuk membantu karyawan, yaitu: a) Melakukan banyak hal untuk mengatasi masalah di tempat kerja b) Bertindak berdasarkan kesadaran bahwa tempat kerja merupakan banyak masalah yang dihadapi dan masalah terselesaikan ditempat kerja juga. c) Untuk memanusiakan manusia ditempat kerja. d) Mengembangkan program baru yang berkaitan dengan tempat kerja, yaitu kesehatan, pekerjaan, serta hubungan antar pemimpin dan karyawan. 3. Penyediaan Konseling Internal dan Eksternal Carroll (1996) menyatakan fase ketiga dalam konseling karyawan bergerak lebih dari sekadar berurusan dengan masalah alkohol. Masih dengan penekanan pada masalah minuman dan mabuk, konseling perusahaan bergerak cepat untuk mencakup berbagai layanan, bantuan hukum dan keuangan, manajemen stres, konseling telepon dan face-to- face. EAP berkembang dengan cepat dan ditetapkan sebagai: a) Layanan internal sebagai bagian dari organisasi. b) Layanan Eksternal sebagai layanan yang mengkhususkan diri dalam menyediakan EAP ke sejumlah organisasi. Terlepas dari EAP internal dan eksternal, konselor "in-house", konselor yang disewa oleh perusahaan untuk bekerja dengan staf , mulai selama era tersebut. B. Konseling Bidang Industri Lubis (2011) menyatakan bidang industri membutuhkan peranan tenaga- tenaga profesional konselor untuk meningkatkan produktivitas kerja karyawan dan mengatasi berbagai permasalahan yang muncul dalam interaksi pimpinan dan kayawan atau karyawan dan karyawan. Willis (Lubis, 2011) menyatakan komunikasi konseling yang dikembang di perusahaan dapat menggunakan teknik-teknik untuk lebih menggali keinginan karyawan, tekanan perasaan, dan motif. Lubis (2011) menyatakan kehadiran konseling di tengah-tengah perusahaan, tidak menjadikan pimpinan berbuat sewenang-wenang terhadap karyawan. Pimpinan bukan lagi sebagai pihak yang bisa mengeksekusi karyawan di saat melakukan kesalahan. Melalui konseling, pimpinan semakin dapat menghargai karyawan sebagai manusia yang memiliki kebutuhan untuk dihargai hasil kerja yang telah dilakukan, diberikan motivasi ketika berprestasi, dan dapat berempati ketika karyawan mengalami masalah. Lubis (2011) menyatakan konseling dapat memotivasi karyawan yang mengalami kejenuhan dalam bekerja dan mempersempit persaingan yang muncul sesam karyawan. Karyawan yang secara terus-menerus mendapatkan pemahaman yang positif dari konselor akan lebih efektif bekerja dan loyal terhadap perusahaan. Karyawan tidak akan melakukan kecurangan terhadap pimipinan dan perusahaan karena telah dihargai oleh pimpinan dan sesama karyawan. C. Tipe-tipe Konseling Perusahaan Keadaan hidup, masalah pribadi, atau konflik di tempat kerja dapat memengaruhi keadaan emosi karyawan dan berdampak negatif pada kinerja. Ketika karyawan mulai bersikap tidak konsisten atau tidak memenuhi harapan, dapat menggunakan teknik konseling karyawan dasar untuk menyelesaikan masalah tanpa perlu tindakan yang disiplin. 1. Kapan Konseling dikatakan Dapat Membantu ? Jika perilaku dan kinerja karyawan tiba-tiba berubah menjadi buruk, konseling dapat membantu karyawan tersebut dan memperbaiki masalah yang dihadapi. Karyawan yang menjadi mudah kesal dengan rekan kerja, tampak kelelahan atau tidak dapat memperhatikan mungkin menderita masalah pribadi di luar pekerjaan. Karyawan yang minum terlalu banyak alkohol atau memiliki masalah penyalahgunaan zat lain mungkin memerlukan konseling, seperti karyawan yang terjebak dalam konflik kepribadian satu sama lain. a) Metode Konseling Arahan Pengusaha dapat menggunakan teknik konseling directive atau non-directive. Pendekatan direktive bekerja paling baik untuk situasi yang tidak rumit seperti keterlambatan yang konsisten atau kegagalan untuk memenuhi kuota kerja. Sesi bimbingan konseling tidak memakan banyak waktu. Jelaskan masalah sejelas mungkin, tunjukkan efek negatif pada kelompok secara keseluruhan, jelaskan apa yang perlu dilakukan karyawan untuk menyelesaikan masalah, dan tentukan konsekuensi jika harapan tersebut tidak terpenuhi. Ideal ketika, sesi konseling direktive harus membantu karyawan dengan memperhatikan masalah sebelum tindakan disipliner diperlukan. b) Metode Konseling Non- directive Konseling non-direktive digunakan paling baik untuk masalah kinerja yang lebih rumit seperti konflik pribadi, kesulitan komunikasi atau perubahan perilaku yang disebabkan oleh masalah di luar pekerjaan. Anda harus menyisihkan beberapa jam untuk sesi konseling non-direktive. Gunakan teknik "mendengarkan aktif" untuk sesi jenis tersebut. Ajukan pertanyaan yang mendorong karyawan untuk memberikan laporan sendiri tentang situasi tersebut. Kapan pun dalam percakapan, konseli harus memparafrasekan apa yang baru saja dikatakan karyawan tersebut dan bertanya apakah konseli telah memahami dengan benar. Hal tersebut menunjukkan kepada karyawan bahwa konselor benar-benar mendengarkan dan berusaha memahami situasi konseli. 2. Konseling yang Efektif Hindari segala bentuk penilaian pribadi atau moral, dan fokuskan dengan kuat pada bagaimana masalah itu mempengaruhi kinerja dan apa yang perlu terjadi untuk menyelesaikan masalah. Sebagai contoh, jika seorang karyawan minum terlalu banyak dan datang untuk bekerja karena mabuk, Anda harus fokus pada bagaimana mabuk itu mempengaruhi kinerjanya daripada membuat komentar tentang moralitas minum terlalu banyak. Bantu karyawan membedakan antara “masalah praktis” dan “masalah emosional.” Masalah praktis adalah situasi objektif, seperti ketidaksepakatan dengan rekan kerja. Masalah emosional adalah makna atau interpretasi subyektif yang kita berikan pada masalah praktis, yang sering membuatnya lebih buruk dalam prosesnya. Dengan membantu karyawan melihat perbedaan antara keduanya, Anda dapat membantu mengurangi konflik pribadi. Daftar Pustaka
Carroll, M. (1996). Workplace Counselling. London: SAGE Publications Ltd.
Lubis, N. L. (2011). Memahami Dasar-dasar Konseling Dalam Teori dan Praktik . Jakarta: Kencana.