Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan istilah histopatologi yang
digunakan untuk menggambarkan adanya pembesaran prostat. Terminologi
BPH secara histologi ialah terdapat pembesaran pada sel-sel stroma dan sel-sel
epitel pada kelenjar prostat. BPH akan menjadi suatu kondisi klinis jika telah
terdapat berbagai gejala pada penderita. Gejala yang dirasakan ini dikenal
sebagai gejala saluran kemih bawah (lower urinary tract symptoms= LUTS)
(Coyne, 2008 dalam Heru Haryanto dan Tori Rihiantoro, 2016).
Di dunia, diperkirakan jumlah penderita BPH sebesar 30 juta, jumlah ini
hanya pada kaum pria karena wanita tidak mempunyai kalenjar prostat
(Emedicine, 2009). Di Amerika Serikat, terdapat lebih dari setengah (50%)
pada laki laki usia 60-70 th mengalami gejala BPH dan antara usia 70-90 th
sebanyak 90% mengalami gejala BPH. Jika dilihat secara epidemiologinya, di
dunia, menurut usia, maka dapat di lihat kadar insidensi BPH, pada usia 40-an,
kemungkinan seseorang menderita penyakit ini sebesar 40%, dan seiring
meningkatnya usia, dalam rentang usia 60-70 tahun, persentasenya meningkat
menjadi 50% dan diatas 70 tahun, persen untuk mendapatkannya bisa sehingga
90%. Akan tetapi, jika di lihat secara histologi penyakit BPH, secara umum
sejumlah 20% pria pada usia 40-an, dan meningkat pada pria berusia 60-an,
dan 90% pada usia 70 (Parsons, 2010 dalam Heru Haryanto dan Tori
Rihiantoro, 2016).
Kasus di dunia jumlah penderita selalu meningkat dari tahun ke tahun. Di
Indonesia pun, kasus BPH menjadi urutan kedua setelah penyakit batu saluran
kemih, dan secara umum, diperkirakan hampir 50% pria Indonesia yang
berusia di atas 50 tahun ditemukan menderita BPH ini. Oleh karena itu, jika
dilihat, dari 200 juta lebih rakyat indonesia, maka dapat diperkirakan 100 juta
adalah pria, dan yang berusia 60 tahun dan ke atas adalah kira-kira sejumlah 5
juta, maka dapat dinyatakan kira-kira 2,5 juta pria Indonesia menderita
penyakit ini (Parsons, 2010 dalam Heru Haryanto dan Tori Rihiantoro, 2016).
BPH merupakan kelainan urologi kedua setelah batu saluran kemih yang
dijumpai di klinik Urologi. Diperkirakan 50% pada pria berusia diatas 50
tahun. Kalau dihitung dari seluruh penduduk Indonesia yang berjumlah 200
juta lebih, kira – kira 100 juta, sehingga di perkirakan ada 2,5 juta laki–laki
Indonesia yang menderita BPH (Amalia, 2011 dalam Heru Haryanto dan Tori
Rihiantoro, 2016).

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa definisi dari Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)?
2. Apa etiologi dari Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)?
3. Bagaimana manifestasi klinis dari Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)?
4. Bagaimana patofisiologi dari Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)?
5. Bagaimana WOC dari Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)?
6. Apa pemeriksaan diagnostik dari Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)?
7. Bagaimana penatalaksanaan dari Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan kasus


endokarditis dan miokarditis
1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui apa definisi dari Benign Prostatic Hyperplasia


(BPH)
2. Untuk mengetahui apa etiologi dari Benign Prostatic Hyperplasia
(BPH)
3. Untuk mengetahui bagaimana manifestasi klinis dari Benign
Prostatic Hyperplasia (BPH)
4. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH)
5. Untuk mengetahui bagaimana WOC dari Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH)
6. Untuk mengetahui apa pemeriksaan diagnostik dari Benign
Prostatic Hyperplasia (BPH)
7. Untuk mengetahui bagaimana penatalaksanaan dari Benign
Prostatic Hyperplasia (BPH)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Hiperplasia prostat (Benign Prostatic Hyperplasia) adalah pembesaran


progresif dari kelenjar prostat, bersifat jinak disebabkan oleh hiperplasi
beberapa atau semua komponen prostat yang mengakibatkan penyumbatan
uretra pras prostatika (Arif Muttaqin & Kumala Sari, 2012).

Hiperplasia prostat benigna (Benign Prostatic Hyperplasia, BPH) adalah


pembesaran atau hipertrofi, kelenjar prostat. Kelenjar prostat membesar,
meluas ke atas menuju kandung kemih dan menghambat aliran keluar urine.
Berkamih yang tidak lampias dan retensi urine yang memicu statis urine dapat
menyebabkan hidronefrosis, hidroureter, dan infeksi saluran kemih (urinary
tract disease, UTI). Penyebab gangguan ini tidak dipahami dengan baik, tetapi
bukti menunjukkan adanya pengaruh hormonal. BHP sering terjadi pada pria
berusia lebih dari 40 tahun (Brunner & Suddarth, 2013).

Benign Prostate Hyperplasia (BPH) merupakan istilah histopatologi yang


digunakan untuk menggambarkan adanya pembesaran prostat. Terminologi
BPH secara histologi ialah terdapat pembesaran pada sel-sel stroma dan sel-sel
epitel pada kelenjar prostat. BPH akan menjadi suatu kondisi klinis jika telah
terdapat berbagai gejala pada penderita. Gejala yang dirasakan ini dikenal
sebagai gejala saluran kemih bawah (lower urinary tract symptoms= LUTS)
(Coyne, 2008 dalam Heru Haryanto dan Tori Rihiantoro, 2016).

2.2 Etiologi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)


Penyebab yang pasti dari terjadinya BHP sampai sekarang belum
diketahui secara pasti; tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa
hiperplasia prostat erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihidrotestosteron
(DHT) dan proses penuaan. (Purnomo, 2005)

Selain faktor tersebut ada beberapa hipotesis yang diduga sebagai


penyebab timbulnya hiperplasia prostat, yaitu sebagai berikut.
1. Dihydrotestosteron, peningkatan 5 alfa reduktase dan reseptor androgen
menyebabkan epitel dan stroma dari kelenjar prostat mengalami hiperplasi.
2. Ketidakseimbangna hormon estrogen-testosteron. Pada proses penuaan pria
terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan testosteron yang
mengakibatkan hiperplasi stroma.
3. Interaksi stroma-epitel. Peningkatan epidermal growth factor dan fibroblast
growth factor dan penurunan transforming growth factor beta
menyebabkan hiperplasi stroma dan apitel.
4. Berkurangnya sel yang mati. Estrogen yang meningkat menyebabkan
peningkatan lama hidup stroma dan apitel dari kelenjar prostat.
5. Teori sel stem. Sel stem yang meningkat mengakibatkan proliferasi sel
transit.
2.3 Manifestasi Klinis dari Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Kategori keparahan BPH berdasarkan gejala dan tanda

Keparahan Penyakit Kekhasan gejala dan tanda


Ringan Asimtomatik
Kecepatan urinary puncak <10 mL/s
Volume urin residural setelah pengosongan >25-50 mL
Peningkatan BUN dan kreatinin serum
Sedang Semua tanda diatas ditambah obstruktif penghilangan
gejala dan iritatif penghilangan gejala (tanda dari
detrusor yang tidak stabil)
Parah Semua yang diatas tambah satu atau dua lebih
komplikasi BPH
Sumber: ISO Farmakoterapi 2 hal: 146

Ket; BUN: Blood Urea Nitrogen

Menurut Brunner & Suddarth (2013) tanda dan gejala dari hiperplasia prostat
benigna (Benign Prostatic Hyperplasia, BPH), yaitu:

1. Prostat besar, seperti karet, dan tidak lunak (nontender). Prostatisme


(kompleks gejala obstruktif dan iritatif) terlihat.
2. Keraguan dalam memulai berkemih, peningkatan frekuensi berkemih,
nokturia, urgensi, mengejan.
3. Penurunan volume dan kekuatan aliran urine, gangguan saluran urine, urine
menetes.
4. Sensasi berkemih yang tidak lampias, retensi urine akut (lebih dari 60 mL),
dan UTI berulang.
5. Keletihan, anoreksia, mual dan muntah, serta ketidaknyamanan pada
panggul juga dilaporkan terjadi, dan pada akhirnya terjadi azotemia dan
gagal ginjal akibat retensi urine kronis dan volume residu yang besar.
2.4 Patofisiologi Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
Sejalan dengan pertambahan umur, kelenjar prostat akan mengalami
hiperplasia. Jika prostat membesar maka akan meluas ke atas (kandung kemih)
sehingga pada bagian dalam akan mempersempit saluran uretra prostatica dan
menyumbat aliran urine.
Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravertikal ebagai kompensasi
terhadap tahanan uretra prostatica maka otot destrusor dan kandung kemih
berkontraksi lebih kuat agar dapat memompa urine keluar. Kontraksi yang
terus menerus menyebabkan perubahan anatomi dan kandung kemih berupa:
hipertropi otot destrusor, trabekulasi, terbentuknya selula, sekula, dan
divertikel kandung kemih.
Tekanan intraveratikal yang tinggi diteruskan keseluruh bagian buli-buli
tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini
dapat menimbulkan aliran balik urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi
refluks vesiko-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus menerus akan
mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat ke dalam
gagal ginjal.
Pada pemeriksaan pengaruh penyempitan lumen uretra memberikan
manifestasi pada tanda-tanda obstruksi dan iritasi saluran kemih. Tanda
obstruksi yang didapatkan, meliputi hesistansi, pancaran miksi melemah,
intermitensi, dan menetes setelah miksi. Sementara itu tanda iritasi, meliputi:
adanya peningkatan frekuensi, urgensi, nokturia, dan disuria.
Penis dan uretra juga diperiksa untuk mendeteksi kemungkinan stenosis
meatus, struktur uretra, batu uretra, karsinoma, maipun fimosis. Pemeriksaan
skrotum untuk menentukan adanya epididimis.
Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan teknik bimanual untuk mengatasi
adanya hidronefrosis dan pyelonefrosis. Pada daerah supra-simfisi, keadaan
retensi akan menunjul. Saat palpasi terasa adanya ballotement dan klien akan
terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya residual
urine.
Rectal touch/pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan
konsistensi sistem persarafan unit vesiko uretra dan besarnya prostat.
2.5 WOC Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)

Hiperplasia Prostat

Penyempitan lumen uretra

Respon obstruksi : Peningkatan Respon iritasi :


tekanan intravesika
 Pancaran miksi  Frekuensi
lemah meningkat
 Intermitensi  Noktura
 Hesistensi  Urgensi
 Miksi tidak puas  disuria
 Menetas setelah
miksi

Gangguan pemenuhan Perubahan pola


eliminasi urine pemenuhan eliminasi
urine
Nyeri miksi

Respon perubahan pada Respon pubahan pada ginjal


kandung kemih: dan ureter:

 Hipertropi otot destrusor  Refluks vesiko-ureter


 Trabekulasi  Hidroureter
 Selula  Hidronefrosis
 Divertikel kandung kemih  Pielonefritis
 Gagal ginjal

Tindakan pembedahan Respons


psikologi: koping maladaptif, kecemasan

Asuhan Keperawatan Kecemasan Gangguan konsep diri


perioperatif (gambaran diri)
2.6 Pemeriksaan Diagnostik Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
1. Laboratorium: meliputi ureum (BUN), kreatinin, elektrolit, tes sentivitas
dan biakan urin.
2. Radiologis menurut Syamsuhidayat dan Wim De Jong (1997):
a. Intravena pylografi
b. BNO
c. Sistogram retrogras dilakukan apabila fungsi ginjal buruk.
d. Retrograd
e. Ultrasonografi (USG) dapat dilakukan secara trans abdominal atau
trans rectal (TRUS= Trans Rectal Ultra Sonografi), selain untuk
mengetahui pembesaran prostat ultra sonografi dapat pula menentukan
volume buli-buli, mengukur sisa urine dan keadaan patologi lain
seperti difertikel, tumor dan batu.
f. Ct Scanning
g. Cystoscopy
h. Foto polos abdomen.
3. Prostatektomi Retro Pubis: pembuatan insisi pada abdomen bawah, tetapi
kandung kemih tidak dibuka, hanya ditarik dan jaringan abematous prostat
diangkat melalui insisi pada anterior kapsula prostat.
4. Prostatektomi parineal: yaitu pembedahan dengan kelenjar prostat dibuang
melalui perineum.
2.7 Penatalaksanaan Benign Prostatic Hyperplasia (BPH)
1. Penatalaksanaan Medis
Rencana terapi bergantung pada penyebab, tingkat keparahan obstruksi
dan kondisi pasien. Terapi mencakup:

a. Segera melakukan kateterisasi jika pasien tidak dapat berkemih


(konsultasikan denan ahli urologi jika kateter biasa tidak dapat
dimasukkan). Kistostomi suprapubik terkadang diperlukan.
b. “Mengunggu dengan penuh waspada” untuk memantau
perkembangan penyakit.
2. Penatalaksanaan Farmakologi
a. Penyekat alfa-adrenergik (mis., alfuzosin, terazosin), yang merelaksasi
otot polos leher kandung kemih dan prostat, dan penyekat 5-alfa-
reduktase.
b. Manipulasi hormonal dengan agens antiandrogen (finasterida
[Proscar]) mengurangi ukuran prostat dan mencegah pengubahan
teetosteron menjadi dihidrotestosteron (DHT).
c. Penggunaan agens fitoterapeutik dan suplemen diet lain (Serenoa
repens [saw palmetto berry] dan Pygeum africanum [plum Afrika])
tidak direkomendasikan, meskipun biasa digunakan
3. Penatalaksanaan Bedah
a. Gunakan terapi invasif secara minimal: terapi panas mikro-gelombang
transuretra (transurethral microwave heat treatment, TUMT; kompres
panas ke jaringan prostat); ablasi jarum transuretra (transurethral
needle ablation, TUNA; melalui jarum tipis yang ditempatkan di
dalam kelenjar prostat); sten prostat (tetapi hanya untuk pasien retensi
kemih dan untuk pasien yang memiliki risiko bedah yang buruk).
b. Reseksi bedah: reseksi prostat transuretra (transurethral resection of
the prostate, TURP; standar terapi bedah); insisi prostat transuretra
(transurethral incision of the prostate, TUIP); elektrovaporisasi
transuretra; terapi laser; dan prostatektomi terbuka.
(Brunner & Suddarth, 2013)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
BENIGN PROSTAT HIPERPLASIA

Tuan Y berumur 68 tahun datang ke Rumah Sakit dengan keluhan nyeri seperti
ditusuk-tusuk pada perut bagian bawah, nyeri yang dirasakan tersebut terkadang
menjalar sampai ke pinggang kiri, untuk BAK pasien mebutuhkan waktu 3-5
menit, pasien juga harus mengejan saat mengeluarkan air kencing. Pasien juga
mengatakan pancaran air kencing nya melemah terputus-putus lalu menetes.

FORMAT PENGKAJIAN
I. DATA UMUM
Nama : Tuan Y
Ruang : Melati
No. Register : 128765
Umur : 68 Tahun
Jenis Kelamin : Laki - Laki
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa ( Indonesia )
Bahasa : Jawa
Alamat : JL Mangga Jakarta Selatan
Pekerjaan : Wiraswasta
Status : Kawin
Pendidikan Terakhir : SLTA
Golongan Darah :B
Tanggal MRS : 20 Maret 2018
Tanggal Pengkajian : 20 Maret 2018

II. DATA DASAR


Keluhan Utama :
Pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk pada perut bagian bawah, nyerinya
terkadang menjalar sampai ke pinggir kiri, pasien juga harus mengejan saat
mengeluarkan air kencing, pasien juga mengatakan pancaran air kencingnya
melemah terputus-putus lalu menetes.

Alasan masuk rumah sakit :


Alasan pasien masuk rumah sakit karena pasien merasakan nyeri seperti ditusuk-
tusuk pada perut bagian bawah, nyerinya terkadang menjalar sampai ke pinggir
kiri.

Riwayat Penyakit Sekarang :


Pasien mengatakan nyeri seperti ditusuk-tusuk pada perut bagian bawah, nyerinya
terkadang menjalar sampai ke pinggir kiri, pasien juga harus mengejan saat
mengeluarkan air kencing.

Upaya yang telah dilakukan :


Pasien mengatakan ketika nyeri diberi obat pereda nyeri (Antalgin), dan berobat
ke klinik terdekat, tetapi belum ada perubahan.

Terapi yang telah diberikan :


Pasien mengatakan telah melakukan kompres air hangat di area nyeri untuk
meredakan nyeri.

Riwayat Kesehatan Dahulu :


Pasien mengatakan tidak pernah dirawat di Rumah Sakit dan belum pernah
mengalami sakit seperti ini

Riwayat Kesehatan Keluarga :


Pasien mengatakan tidak ada keluarga yang mengalami riwayat penyakit seperti
pasien.

III.POLA FUNGSI KESEHATAN


1. Persepsi terhadap Kesehatan – Manajemen Kesehatan
Pasien mampu bekerja sama dengan baik berkaitan kesehatan

2. Pola Aktivitas dan Latihan


 Kemampuan Perawatan Diri
Skor 0 : mandiri, 1 : dibantu sebagian, 2 : perlu bantuan orang lain, 3 :
perlu bantuan orang lain dan alat, 4 : tergantung pada orang lain / tidak
mampu.

Aktivitas 0 1 2 3 4

Mandi

Berpakaian

Eleminasi

Mobilisasi di tempat tidur

Pindah
Ambulasi

Naik tangga

Makan dan minum

Gosok gigi
Keterangan : Pasien dapat melakukan aktifitas secara mendiri

3. Pola Istirahat dan Tidur :


KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT

Jumlah Jam Tidur Siang 1 jam 30 menit

Jumlah Jam Tidur


7 jam 4 jam
Malam

Pengantar Tidur - -

Nyeri ketika mau


Gangguan Tidur -
pipis

Perasaan Waktu Bangun Badan terasa segar Badan terasa lemas

4. Pola Nutrisi – Metabolik


KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT

Frekuensi 3x/sehari 2x/sehari

Jenis Semua jenis Makanan lunak dan


makanan hangat

Porsi 1 porsi penuh ½ porsi

Total Konsumsi 1800 kkal 1500 kkal

Keluhan - Tidak selera makan

5. Pola Eliminasi
Eliminasi Uri
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT

Frekuensi 4x sehari 2x sehari

Pancaran Kuat Lemah

Jumlah 1 – 1 ½ liter per hari 500 ml per hari

Bau Khas amoniak Khas amoniak

Warna Bening jernih Orange kekuningan

Perasaan setelah BAK Lega Nyeri

Total Produksi Urin - -

Eliminasi Alvi
KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT

Frekuensi 1 – 2xsehari 1x sehari

Konsistensi Lunak Lunak

Bau Khas feses Khas feses

Warna Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan

6. Pola Kognitif dan Persepsi Sensori


..............................................................................................................................

..............................................................................................................................

7. Pola Konsep Diri


..............................................................................................................................

..............................................................................................................................
8. Pola Mekanisme Koping
..............................................................................................................................

..............................................................................................................................

9. Pola Fungsi Seksual – Reproduksi


..............................................................................................................................

..............................................................................................................................

10. Pola Hubungan - Peran


.....................................................................................................................................

......................................................................................................................................

11. Pola Nilai dan Kepercayaan


KETERANGAN SEBELUM SAKIT SAAT SAKIT

Nilai Khusus

Praktik Ibadah

Pengetahuan tentang
Praktik Ibadah selama
sakit

IV. PEMERIKSAAN FISIK (DATA OBYEKTIF)


1. Status Kesehatan Umum
Keadaan/ penampilan umum: Klien terbaring di tempat tidur, wajah
menyeringai menahan sakit
Kesadaran : Composmentis GCS : 456
BB sebelum sakit : 65 kg TB : 163 cm
BB saat ini : 65 kg
Tanda – tanda vital :
TD : 120/80 mmHg
N : 74 x/menit
Suhu : 37 oC
RR : 20 x/menit
2. Kepala
I : Rambut : warna rambut hitam, distribusi rambut merata, rambut
bebas kutu dan ketombe.
Muka : raut muka menyeringai menahan nyeri, wajah bebas luka.
Mata : konjungtiva tidak pucat, pupil isokor, sklera putih, lapang
pandang normal.
Hidung : tidak ada sekret, dan tidak ada pernapasan cuping hidung.
Mulut : mukosa mulut kering, mulut bersih.
Gigi : jumlah tidak lengkap, terdapat karies gigi, gigi ada yang
berlubang
Telinga : telinga bersih, bebas sekret.
P : Tidak ada nyeri tekan
P :-
A :-

3. Leher
I : Tidak ada pembesaran kelenjar limfe dan tyroid
P : Tidak teraba pembesaran kelenjar tyroid
P :-
A :-
4. Thorax Paru – paru
I : Bentuk dada normal, dada simetris
P : Tidak ada nyeri tekan
P : Perkusi paru sonor
A : Vesikuler di seluruh lapang paru
5. Thorax Jantung
I : Ictus kordis tidak terlihat
P : Ictus kordis tidak teraba
P : Perkusi jantung redup
A : BJ 1 : BJ 2 = S1 S2 tunggal
6. Abdomen
I : Tidak ada striae, tidak ada jaringan parut, tidak ada lesi
kemerahan
A : Bising usus 6 x/menit
P : Terdapat nyeri tekan
P : Timpani
7. Genitallia dan Anus
I : Pada supra-simfisis terlihat menonjol
P : Palpasi abdomen terasa adanya ballotement
P : Perkusi menyatakan adanya residual urine
A :-

8. Pemeriksaan Neurologis
I :
P :
P :
A :

Keterangan tambahan
OBSERVASI DAN PEMERIKSAAN FISIK {dengan per sistem)
1. Tanda-tanda vital
S : 37 ºC N : 74 x/mnt TD : 120/80 mmHg
RR : 20 x/mnt

2. Sistem Pernafasan (B1)


a. Bentuk dada simetris asimetris barrel chest
Funnel chest Pigeons chest
b. Keluhan sesak batuk nyeri waktu napas
c. Irama napas teratur tidak teratur
d. Suara napas vesiculer ronchi D/S wheezing D/S rales D/S

3. Sistem Kardiovakuler (B2)


a. Keluhan nyeri dada ya tidak
b. Irama jantung teratur tidak teratur
c. CRT < 3 detik > 3 detik
d. Konjungtiva pucat ya tidak
e. JVP normal meningkat menurun
Lain-lain :

4. Sistem Persarafan (B3)


a. Kesadaran composmentis apatis somnolen sopor
koma
GCS : 456
b. Keluhan pusing ya tidak
c. Pupil isokor anisokor
d. Nyeri tidak ya, skala nyeri : lokasi :
Lain-lain :
5. Sistem Perkemihan (B4)
a. Keluhan : kencing menetes inkontinensia retensi
gross hematuri disuria poliuri
oliguri anuri
b. Alat bantu (kateter, dll) ya tidak
c. Kandung kencing : membesar ya tidak
nyeri tekan ya tidak
d. Produksi urine :................ ml/hari warna : .................
bau :..................
e. Intake cairan : oral :.............cc/hr parenteral :
...................cc/hr
Lain-lain :

6. Sistem Pencernaan (B5)


a. TB : cm BB : kg
b. Mukosa mulut : lembab kering merah stomatitis
c. Tenggorokan nyeri telan sulit menelan
d. Abdomen supel tegang nyeri tekan, lokasi :
Luka operasi jejas lokasi :
Pembesaran hepar ya tidak
Pembesaran lien ya tidak
Ascites ya tidak
Mual ya tidak
Muntah ya tidak
Terpasang NGT ya tidak
Bising usus :....6.....x/mnt
e. BAB :........x/hr, konsistensi : lunak cair lendir/darah
konstipasi inkontinensia kolostomi
f. Diet padat lunak cair
Frekuensi :...............x/hari jumlah:............... jenis : .......................

7. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen (B6)


a. Pergerakan sendi bebas terbatas
b. Kelainan ekstremitas ya tidak
c. Kelainan tl. belakang ya tidak
d. Fraktur ya tidak
e. Traksi/spalk/gips ya tidak
f. Kompartemen sindrom ya tidak
g. Kulit ikterik sianosis kemerahan hiperpigmentasi
h. Akral hangat panas dingin kering basah
i. Turgor baik kurang jelek
j. Luka : jenis :............. luas : ............... bersih kotor
Lain-lain :

8. Sistem Endokrin
a. Pembesaran kelenjar tyroid ya tidak
b. Pembesaran kelenjar getah bening ya tidak
Lain-lain :

ANALISA DATA

Data Etiologi Diagnosa Keperawatan

DS : Retensi urine dari Gangguan pemenuhan


1. Pasien mengatakan pembesaran prostat dan eliminasi urine
pancaran urin terputus- pembesaran uretra
putus dan menetes
DO :
1. Terdapat distensi kandung
kemih
2. Berkemih tidak tuntas
3. Adanya peningkatan
volume residu urin

DS : Mengejan saat miksi Nyeri akut


1. Pasien mengatakan nyeri efek sekunder dari
seperti ditusuk-tusuk pada obstruksi uretra
bagian perut bawah
2. Pasien mengatakan nyeri
menjalar sampai ke
pinggang
3. Pasien mengatakan
mengejan saat
mengeluarkan urin

DO :
1. TTV= S : 37 ºC
TD : 120/80 mmHg
RR : 20 x/mnt
N : 74 x/mnt
2. Pasien terlihat menahan
sakit dan meringis
3. Warna urin kuning
kecoklatan

DS : Rencana pembedahan, Ansietas


1. Pasien mengatakan merasa prognosis penyakit
bingung
2. Pasien mengatakan merasa
khawatir dengan akibat
dari kondisi yang dihadapi
3. Pasien mengatakan sulit
berkonsentrasi
DO :
1. Pasien tampak gelisah
2. Pasien tampak tegang
3. Pasien sulit tidur

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Gangguan pemenuhan eliminasi urine b.d retensi urine dari pembesaran
prostat dan pembesaran uretra
2. Nyeri akut b.d efek mengejan saat miksi efek sekunder dari obstruksi
uretra
3. Ansietas b.d rencana pembedahan, prognosis penyakit

INTERVENSI KEPERAWATAN
N
DATA NOC NIC
O
1 Diagnosa Keperawatan : Eliminasi urin 1. Katerisasiurin
Gangguan pemenuhan 2.
eliminasi urine b.d retensi Kriteria Hasil: Aktifitas-aktifitas:
urine dari pembesaran prostat 1. Frekuensi urine 1. Jelaskan prosedur
dan pembesaran uretra normal dan rasionalisasi
2. Warna urine normal kateterisasi
DS : 3. Pasien dapat 2. Siapkan alat dengan
1. Pasien mengatakan ada mengenali keinginan tepat
desakan berkemih untuk berkemih 3. Berikan privasi
2. Pasien mengatakan urin 4. Tidak ada nyeri saat pasien
menetes berkemih 4. Pertahankan teknik
3. Pasien mengatakan 5. Tidak ada darah saat aseptic
sering buang air kecil berkemih 5. Posisikan pasien
4. Pasien mengatakan dengan tepat
kadang sampai 6. Bersihkan daerah
mengompol sekitar meatus
DO : uretra
1. Terdapat distensi 7. Masukan dengan
kandung kemih lurus dan retensi
2. Berkemih tidak tuntas kateter dalam
3. Adanya peningkatan kandung kemih
volume residu urin 8. Isi bola kateter,
dewasa 10 cc
9. Hubungkan retensi
kateter ke kantung
sisi tempat tidur
pasien
10. Pertahankan system
drainase kemih
tertutup dan
terhalang
11. Monitor intake dan
output
12. Dokumentasikan
ukuran, jenis,
jumlah pengisian
bola kateter
2. Diagnosa Keperawatan : Kontrol nyeri Managemen nyeri
Nyeri akut b.d efek mengejan
saat miksi efek sekunder dari Kriteria Hasil: Aktifitas-aktifitas :
obstruksi uretra 1. Pasien dapat 1. Lakukan observasi
mengenali kapan nyeri nyeri komprehensif
DS : terjadi yang meliputi lokasi,
1. Pasien mengatakan 2. Pasien dapat karakteristik, durasi,
nyeri seperti ditusuk- menggambarkan frekuensi, kualitas
tusuk pada bagian perut faktor penyebab 2. Observasi adanya
2. Pasien mengatakan 3. Menggunakan jurnal petunjuk nonverbal
nyeri sampai ke harian untuk mengenai
pinggang memonitor gejala dari ketidaknyamanan
3. Pasien mengatakan jika waktu ke waktu terutama pada mereka
BAK butuh waktu lama 4. Pasien mendapatkan yang tidak dapat
4. Pasien mengatakan analgesik yang di berkomunikasi secara
mengejan saat rekomedasikan efektif
mengeluarkan urin 5. Pasien dapat 3. Pastikan perawatan
melaporkan perubahan analgesik bagi pasien
DO : terhadap gejala nyeri dilakukan dengan
1. TTV= S : 37 ºC pada profesional pemantauan yang ketat
TD : 120/80 mmHg kesehatan 4. Gunakan strategi
RR : 20 x/mnt komunikasi terapeutik
N : 74 x/mnt untuk mengetahui
2. Pasien terlihat menahan pengalaman nyeri
sakit dan meringis 5. Gali bersama pasien
3. Warna urin kuning faktor faktor yang
kecoklatan dapat menurunkan atau
memperberat nyeri
6. Berikan informasi
mengenai nyeri, seperti
penyebab nyeri berapa
lama nyeri akan
dirasakan dan
antisipasi
ketidaknyaman akibat
prosedur
7. Gali pengetahuan
metode farmakologi
yang dipakai pasien
saat ini untuk
menurunkan nyeri
8. Berikan individu
penurun nyeri yang
optimal dengan
peresepan analgesik
3. Diagnosa Keperawatan : Tingkat kecemasan Konseling
Ansietas b.d rencana
pembedahan, prognosis Kriteria Hasil: Aktifitas-aktifitas:
penyakit 1. Pasien dapat 1. Bangun hubungan
beristirahat terapeutik yang
DS : 2. Tidak ada ketegangan didasarkan pada rasa
1. Pasien mengatakan otot saling percaya
merasa bingung 3. Pasien dapat 2. Tunjukan empati,
2. Pasien mengatakan mengambil keputusan kehangatan, ketulusan
merasa khawatir 4. Pasien dapat 3. Tetapkan lama
dengan akibat dari memahami sesuatu konseling
kondisi yang dihadapi 5. Tanda tanda vital 4. Tetapkan tujuan
3. Pasien mengatakan normal 5. Sediakan privasi pasien
sulit berkonsentrasi 6. Tidak ada gangguan 6. Bantu pasien
pola tidur mengidentifikasi
DO : masalah atau situasi
1. Pasien tampak gelisah yang menyebabkan
2. Pasien tampak tegang distress
3. Pasien sulit tidur 7. Identifikasi terhadap
perbedaanan cara
pandang pasien
terhadap situasi dengan
tim kesehatan
8. Bantu pasien dalam
mengambil keputusan

EVALUASI :

S : Pasien mengatakan setelah dipasang kateter pengeluaran urin lancar, nyeri


berkurang, rasa cemas berkurang.

O : Suhu tubuh 37,50C, Nadi 90x/m, TD 110/80 mmHg, RR 21x/m, pasien


tampak lebih tenang.

A : Masalah teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi keperawatan:

1. Pemasangan kateter.
2. Lakukan observasi nyeri komprehensif yang meliputi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas.
3. Bangun hubungan terapeutik yang didasarkan pada rasa saling percaya.
4. Tunjukan empati, kehangatan, ketulusan.

Anda mungkin juga menyukai