Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dewasa ini teknologi semakin berkembang pesat, segala bentuk

proses komunikasi menjadi lebih mudah dan tanpa jarak atau batasan lagi.

Kita mengenalnya dengan media sosial, yaitu sarana yang digunakan oleh

orang-orang untuk berinteraksi satu sama lain dengan cara menciptakan,

berbagi, serta bertukar informasi dan gagasan dalam sebuah jaringan

komunikasi virtual. Salah satu media sosial yang kini sangat populer

hingga seluruh dunia adalah Instagram.

Instagram merupakan jejaring sosial seluler yang memungkinkan

penggunanya untuk mengedit dan berbagi foto serta video. Dengan user

experiencenya yang friendly dan keterlibatan dengan penggunanya yang

tinggi membuat Instagram pada tahun 2019 diperkirakan penggunanya

telah mencapai 111 juta, dalam (www.statista.com), diakses pada 22

Januari 2019. Instagram merupakan salah satu platform media sosial yang

kaya akan visual dan memiliki sifat dinamis, hal itu membuat Instagram

melenggang sebagai idola di ranahnya. Berbagai tema visual pada foto dan

video yang diunggah dapat menjadi pilihan menarik, seperti foto pribadi,

makanan, pemandangan alam dan juga hobi. Setiap orang juga dapat

membuat tema pada tampilan Instagramnya sendiri yang didukung oleh

fitur efek maupun teknik editing yang beragam.

1
2

Di Indonesia terdapat banyak sekali akun dengan 1 juta followers

(pengikut) maupun lebih, mereka biasanya dikenal dengan sebutan

Selebgram. Selebgram merupakan sebutan bagi seseorang yang mampu

memberikan dampak untuk followersnya, mereka membuat konten

menarik sesuai dengan minat mereka masing-masing. Salah satu

Selebgram di Indonesia yang terkenal di kalangan remaja yaitu Awkarin.

Selebgram yang namanya mulai melambung di tahun 2016 ini memiliki

nama asli Karin Novilda, ia memiliki 4 juta followers hingga 2019 ini. Ia

digemari oleh anak muda lantaran dirinya memiliki style yang dianggap

keren, kehidupan yang mewah dan remaja yang penuh kebebasan.

Kepiawaiannya dalam meracik tampilan Instagram juga yang membuat

dirinya memiliki banyak followers, tak sedikit pula remaja yang

mengagumi gaya awkarin dalam berpakaian.

Tak sedikit pelaku usaha yang melirik Awkarin untuk dijadikan

influencer dalam mempromosikan produk/jasa mereka, darisitu lah

Awkarin mendapatkan banyak penghasilan dan kehidupan mewah ala

remaja pun tak terlepas darinya. Segala aktifitas Awkarin di media sosial

instagramnya turut menjadi konsumsi sehari-hari bagi followersnya,

terlebih ia adalah seorang remaja yang cukup kontroversional di media

sosial. Nama Awkarin juga semakin melambung tinggi ketika sempat

viralnya video curhat bersama sahabatnya sampai menangis usai putus

dengan mantan kekasihnya yang diunggah di Youtube pada saat itu.

Komentar negatif pun tak berhenti berdatangan untuknya. Ditambah


3

dengan seringnya Awkarin membagikan video atau foto yang kurang

sopan seperti kemesraan bersama kekasihnya, mabuk, merokok, kehidupan

malam, pakaian minim, dan juga kata-kata kotor atau kasar di Instagram

miliknya. Pada akhir tahun 2016 Awkarin sudah pernah mendapat teguran

dari KPAI dan Kominfo karena dirinya berekspresi melampaui batas nilai

dan norma-norma sosial, namun ternyata Awkarin tetap tidak berubah atas

adanya teguran tersebut dan kerap kali mengunggah konten-konten negatif

tersebut.

Awkarin sangat sering mengunggah kehidupan yang mewah di

media sosial instagramnya seperti seringnya ia berbelanja barang-barang

branded di mall, jalan-jalan ke luar negeri, makan di restoran mahal, dan

tak jarang ia memamerkan kekayaannya di media sosial instagramnya.

Kehidupan Awkarin yang dinilai sangat hedonis, dianggap berlebihan,

terlalu vulgar dan selalu mencari sensasi itu justru membuat followersnya

semakin bertambah tanpa henti, yang sampai saat ini mencapai 4 juta

followers bahkan lebih. Hedonisme membuat seseorang hanya mau

melakukan hal yang enak-enak dan meninggalkan hal-hal yang susah,

walaupun sedikit. Hedonisme membuat seseorang ingin selalu berfoya-

foya pada saat memiliki uang, tetapi merasa tidak punya nilai apa-apa

ketika tidak punya uang (Zarkasyi, 2013:95).

Meskipun Awkarin memiliki kebiasaan yang sangat buruk dalam

bermedia sosial, yang mengherankan adalah dirinya justru dijadikan

panutan bagi followersnya. Terlebih setelah Awkarin mengatakan ingin


4

menjual akun instagramnya pada Oktober 2018 yang lalu dan ia juga

sempat menghilang selama kurang lebih 10 hari, terhitung sejak

mengunggah cerita di Insta Story pada Jumat (12/10) silam. Dalam

unggahannya itu, ia mengaku lelah dan ingin menjalani hidup yang

normal. Tak ada lagi unggahan apapun setelahnya. Dalam www.alinea.id,

diakses pada 29 Januari 2019. Saat Awkarin tengah menghilang dari

Instagramnya, pada 17 Oktober 2018, ternyata berita tentang Awkarin

muncul di salah satu akun Instagram yaitu @sekolahrelawan, terlihat

dalam unggahan tersebut Awkarin dengan tanpa make up sedang menjadi

relawan untuk korban bencana alam tsunami yang terjadi di Palu, terlihat

pada beberapa foto Awkarin terjun secara langsung ke lapangan sedang

menyalurkan bantuan dan berusaha menghibur para korban bencana.

Dengan adanya hal itu, Instagram Awkarin mulai dipenuhi

komentar positif sedangkan sangat berbanding terbalik dengan kebiasaan

negatif sehari-hari Awkarin di Instagramnya, banyak akun yang

mengungkapkan rasa bangganya terharap Awkarin dalam kolom

komentar. Dengan adanya kejadian tersebut, hal itu berhasil menjadikan

Awkarin semakin diburu oleh penggemarnya, lantaran ia juga masih tak

aktif di Instagram seperti biasanya. Tak sedikit orang yang akhirnya

penasaran atas menghilangnya Awkarin dari Instagramnya, ada yang

menyangka bahwa Awkarin hanya mencari sensasi, namun ada pula yang

mengungkapkan rasa rindunya dan mengharap Awkarin segera kembali ke

Instagramnya seperti sediakala.


5

Hingga akhirnya, Senin (22/10) ia aktif kembali di Instagram

dengan menggunggah foto berlatar kosong warna putih, tanpa caption.

Lima kali mengunggah gambar putih itu, sehingga spekulasi atas

pernyataan Awkarin sepuluh hari sebelumnya soal “meninggalkan media

sosial” bergerak liar di kolom komentar, dalam (www.alinea.id) diakses

pada 30 Januari 2019. Setelah 5 unggahan gambar putih itu, akhirnya

Awkarin memberikan penjelasan panjang melalui video yang diunggah

pada Youtube dengan judul “I QUIT INSTAGRAM”.

Banyak yang ia jelaskan dalam video tersebut, mulai dari

keluarganya, kerja kerasnya dalam memenuhi semua keinginannya tanpa

meminta orang tua, kemandiriannya dalam berbisnis di usia muda,

kekacauan bersama teman kolaborasinya, rasa frustasinya terhadap

Instagram, dan hingga mengaku hidup tanpa media sosial itu jauh lebih

menyenangkan. Pada akhir video, yang mengejutkan adalah Awkarin

menyatakan bahwa dirinya telah menjual akun Instagram yang ia bangun

bertahun-tahun dengan penuh perjuangan itu ternyata kepada sosok

Awkarin yang baru.

Selain ia menyatakan bahwa telah menjual akun Instagramnya

kepada Awkarin yang baru, di menit-menit terakhir Awkarin juga

mengatakan, “Mulai sekarang karna aku tau aku punya power yang besar,

aku adalah sebuah influencer yang bisa meng-influence orang untuk

melakukan sesuatu atau untuk berkata sesuatu atau memikirkan sesuatu,


6

aku mulai sekarang hanya akan menggunakan sosial mediaku untuk

hal-hal yang positif, aku hanya akan menyebarkan kebahagiaan,

positivity dan juga membantu orang-orang yang membutuhkan. Dan

pastinya bukan untuk sekedar like, engagement atau viewers. Mulai

sekarang Karin yang baru bakal baik kepada semua orang tanpa ekspetasi

apapun, tanpa balas budi apapun biar ga ada yang bisa nyakitin aku

lagi”.

Akan sangat disayangkan apabila para followers Awkarin merasa

bangga apabila mereka dapat meniru gaya hidup Awkarin yang sudah jelas

hanya dapat memberikan dampak negatif dari berbagai aspek. Gaya hidup

Awkarin kemudian menjadi perbincangan yang serius baik di media massa

maupun di kehidupan bermasyarakat. Dengan adanya hal itu ternyata

sangat memberikan dampak negatif bagi followersnya, khususnya pada

anak-anak remaja. Fenomena ini akhirnya menimbulkan berbagai macam

pemaknaan dari para followers maupun bukan followersnya. Maka melalui

ungkapan positif tersebut, maka Penulis tertarik untuk meneliti akun

Instagram Awkarin terutama pada Highlight / Sorotan yang berisi foto

maupun video dengan judul Dubai I dan Dubai II yang diunggah pada 20

Oktober 2018 yaitu tepat setelah Awkarin memberikan klarifikasi “I QUIT

INSTAGRAM”.

Berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Qamarul

Kamal dan Iis Kurnia Nurhayati, S.S., M.Hum yang berasal dari Jurusan
7

Ilmu Komunikasi – Fakultas Komunikasi dan Bisnis Universitas Telkom,

yang berjudul Reperesentasi Hedonisme Dalam Iklan Televisi (Studi

Analisis Semiotika John Fiske mengenai Gaya Hidup / Konsumtif pada

Iklan Ramayana Mudik #KerenHakSegalaBangsa) pada tahun 2017,

menyatakan bahwa hasil dari penelitian tersebut dengan menggunakan

metode analisis semiotika John Fiske dan menghasilkan kesimpulan

sebagai berikut:

1. Pada level realitas dapat dilihat setting yang digunakan adalah

terminal bus dan kostum yang digunakan setiap model iklan dalam

iklan tersebut menggunakan pakaian yang menarik,

memperlihatkan sebuah budaya menggunakan baju baru menjelang

lebaran tiba. Ekpresi yang muncul dari setiap scene kebanyakan

ekpresi flat atau datar yang berarti “saya lebih baik dari anda” hal

ini dilakukan para model memperlihatkan sebuah kontrol diri, bibir

kaku, dan acuh tak acuh yang menggambarkan kelas atas ala orang

Eropa.

2. Pada level representasi dapat dilihat dari teknik pengambilan

gambar dalam setiap scene dan musik yang digunakan. Teknik

pengambilan gambar dalam iklan ini banyak menggunakan Eye

level dan Medium Shot, yang dimana berfungsi untuk

memperlihatkan pesan bahasa tubuh dan ekspresi pada setiap

model iklan untuk para penontonnya. Selanjutnya, musik yang

digunakan adalah musik fungsional yang artinya musik terdengar


8

tetapi tidak diketahui sumber musiknya dan berfungsi sebagai

pembentuk suasana, atau penggambaran dan penekanan yang ingin

dimunculkan oleh gambar.

Pada level ini peneliti melihat adanya cerminan menyeluruh dari

setiap scene gaya hidup menggunakan pakaian baru pada hari lebaran di

Indonesia, peneliti menandai bahwa menggunakan pakaian baru untuk

Lebaran menunjukkan perilaku konsumtif, dimana menurut teori faktor

seseorang melakukan konsumtif terbagi dalam dua faktor, dalam hal ini

faktor yang mempengaruhi Faktor Eksternal, yaitu di bidang kebudayaan,

dimana seseorang membeli baju baru di hari lebaran sudah menjadi hasil

generasi ke generasi sehingga terus berlanjut. Jika dikaitkan dengan

indikator perilaku konsumtif hal ini bisa dikaitkan dengan seseorang

membeli sesuatu karena untuk menjaga penampilan diri dan gensi dan

sekedar menjaga simbol status. Bila ini terus berulang-ulang menurut

peneliti hal ini bisa menimbulkan gaya hidup hedonisme, dimana pola

gaya hidup ini hanya mencari kesenangan hidup, senang membeli barang

mahal dan ingin selalu menjadi pusat perhatian. Sehingga menurut peneliti

hal ini bisa jadi merepresentasikan hedonisme.

Perbedaan dari penelitian tersebut dengan penelitian yang akan

Penulis lakukan adalah terletak pada subjek penelitian. Pada penelitian ini

bertujuan untuk menganalisis reperesentasi hedonisme dalam iklan

televisi. Sedangkan pada penelitian yang akan Penulis lakukan adalah

untuk mengetahui representasi hedonisme dalam media sosial. Namun


9

teori yang digunakan adalah sama, yaitu menggunakan teori Semiotika

menurut John Fiske.

Selanjutnya, berdasarkan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh

Ni Wayan Viola Deviyanthi, Dewa Ayu Sugiarica Joni, dan Ni Made Ras

Amanda Gelgel yang berasal dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Udayana, menyebutkan bahwa kesimpulan dari penelitian

yang berjudul “Representasi Gaya Hidup Remaja Pada Vlog Awkarin

Berjudul Tahun Baruan Di Bali Bersama Anya Geraldine” adalah sebagai

berikut:

“Sesuai dengan temuan dan analisis penelitian, Video blog

Awkarin yang berjudul Tahun Baruan di Bali Bersama Anya Geraldine

(Veri Veri Explicit) ini merepresentasikan gaya hidup remaja sebagai

berikut, yaitu:

1. Video blog (vlog) ini merepresentasikan gaya hidup menengah atas

yang dilihat dari penggunaan barang-barang bermerk, memakai

kawat gigi/ behel, serta mengisap cerutu.

2. Representasi gaya hidup hedonis terlihat saat Awkarin dan

temantemannya sedang berada di sebuah beach club, club malam,

coffee shop dan private beach.

3. Gaya hidup barat pun terlihat dari cara Awkarin berpenampilan

yakni dengan pakaian terbuka, softlense berwarna biru, dan

tindikan. Selain itu aktivitas budaya barat juga terlihat saat

Awkarin dan teman-temannya toast/ bersulang, mencium pipi


10

sesama jenis, penggunaan bahasa Inggris dalam kegiatan sehari-

hari, berpesta, dan bermesraan di tempat umum”.

Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang akan Penulis

lakukan adalah terletak pada fokus penelitian, yaitu pada penelitian

tersebut memfokuskan pada representasi gaya hidup remaja, sedangkan

pada penelitian yang akan Penulis lakukan adalah menganalisis

representasi hedonisme yang terdapat pada media sosial Instagram

Awkarin.

Selanjutnya, penelitian sejenis lainnya yang dilakukan oleh Rizka

Monanda dari Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Riau dengan judul “Pengaruh Media Sosial Instagram

@Awkarin Terhadap Gaya Hidup Hedonis Di Kalangan Followers

Remaja” mendapatkan kesimpulan sebagai berikut:

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa pengaruh media sosial

instagram @awkarin terhadap Gaya Hidup Hedonis di kalangan followers

remaja berada pada kategori “rendah”. Hal ini dibuktikan dengan

kesimpulan sebagai berikut:

1. Nilai koefisien regresi pada penelitian ini adalah Y =

4.043+0.695X. bilangan konstanta sebesar 4.043 dan koefisien

variabel nilai berita sebesar 0.695. Sementara itu t hitung 4.043

lebih besar jika dibandingkan dengan t tabel sebesar 1.667,

dengan tingkat signifikansi 0,000 lebih kecil dari α = 0,05.

Berdasarkan perhitungan statistic yang diperoleh, maka


11

hipotesis dalam penelitian ini yaitu Ho yaitu terdapat pengaruh

media sosial instagram @awkarin terhadap Gaya Hidup

Hedonis di Kalangan followers Remaja. Maka dapat

disimpulkan bahwa Ho diterima dan Ha ditolak.

2. Berdasarkan tabel “Model Summary” memperlihatkan bahwa

nilai R = 0.543 dan koefisien determinasi (Rsquare) adalah

sebesar 0.294 hasil dari pengkuadratan koefisien korelasi

0.543x 0.543. Angka tersebut menunjukkan bahwa sumbangan

pengaruh variabel media sosial Instagram @awkarin terhadap

Gaya Hidup Hedonis di Kalangan Followers Remaja adalah

sebesar 29,40%. Sementara sisanya sebesar 71,60%

dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam

penelitian ini.

Penelitian tersebut berbeda dengan penelitian yang akan Penulis

lakukan, karena penelitian tersebut fokus pada bagaimana pengaruh media

sosial Instagram @Awkarin terhadap gaya hidup hedonis di kalangan

followers remaja. Dan juga penelitian tersebut merupakan penelitian

kuantitaif dimana berfungsi untuk mengetahui seberapa besar pengaruh

yang dimaksud tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di paparkan maka

dapat diketahui rumusan masalah yang timbul dalam penelitian ini adalah
12

Bagaimana Representasi Hedonisme dalam Media Sosial Instagram

@Awkarin?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan penelitian ini

adalah untuk Mengetahui Representasi Hedonisme dalam Media Sosial

Instagram @Awkarin.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Dari hasil penelitian ini peneliti berharap mampu

menambah pengetahuan mengenai analisis kualitatif dalam Ilmu

Komunikasi. Khusunya dalam mengetahui Representasi

Hedonisme menggunakan teori semiotika menurut John Fiske dan

bahan referensi bagi penelitian yang akan datang mengenai

Representasi Hedonisme dalam Media Sosial Instagram

@Awkarin.

1.4.2 Manfaat Praktis

a. Memberikan informasi kepada pembaca tentang Representasi

Hedonisme dalam Media Sosial Instagram @Awkarin.

b. Memperluas ilmu pengetahuan dan menambah pengetahuan

pembaca tentang Representasi, Hedonisme, Media Sosial dan

Teori Semiotika menurut John Fiske.

Anda mungkin juga menyukai