Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH TENTANG PERANG PADRI

NAMA :M.RAMADHAN ALLYA NOER


KELAS :XI IPA 1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan


Yang Maha Esa, karena dengan rahmat, karunia,
dan hidayah-Nya kami bisa menyelesaikan makalah
ini tepat pada waktunya adapin judul makalah ini
adalah Hukum Internasional.
Selaku manusia biasa, kami menyadari bahwa
dalam makalah ini masih banyak kekurangan dan
kekeliruan yang tidak disengaja. Oleh karena itu
kami membutuhkan kritik dan saran yang
membangun dalam penyempurnaan pembuatan
makalah selanjutnya. kami berharap makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca dan masyarakat
pada umumnya.
BAB I
PENDAHULUAN

Masyarakat Minangkabau telah memeluk ajaran


Islam sejak Abad 16 atau bahkan sebelumnya.
Namun hingga awal abad 19, masyarakat tetap
melaksanakan adat yang berbau maksiat seperti
berjudi, sabung ayam maupun mabuk-mabukan. Hal
demikian menimbulkan polemik antara Tuanku
Koto Tuo seorang ulama yang sangat disegani,
dengan para muridnya yang lebih radikal. Terutama
Tuanku nan Renceh. Mereka sepakat untuk
memberantas maksiat. Hanya, caranya yang
berbeda.
Tuanku Koto Tuo menginginkan jalan lunak.
Sedangkan Tuanku nan Renceh cenderung lebih
tegas. Tuanku nan Renceh kemudian mendapat
dukungan dari tiga orang yang baru pulang dari haji
(1803) yang membawa paham puritan Wahabi.
Mereka Haji Miskin dari Pandai Sikat, Haji Sumanik
dari Delapan Kota, dan Haji Piobang dari Lima Puluh
Kota. Kalangan ini kemudian membentuk forum
delapan pemuka masyarakat. Mereka adalah
Tuanku nan Reneh, Tuanku Bansa, Tuanku Galung,
Tuanku Lubuk Aur, Tuanku Padang Lawas, Tuanku
Padang Luar, Tuanku Kubu. Ambelan dan Tuanku
Kubu Sanang. Mereka disebut “Harimau nan
Salapan” (Delapan Harimau).
Tuanku Koto Tuo menolak saat ditunjuk menjadi
ketua. Maka anaknya, Tuanku Mensiangan, yang
memimpin kelompok tersebut. Sejak itu, ceramah-
ceramah agama di masjid berisikan seruan untuk
menjauhi maksiat tersebut. Ketegangan meningkat
setelah beberapa tokoh adat sengaja menantang
gerakan tersebut dengan menggelar pesta sabung
ayam di Kampung Batabuh. Konflik terjadi.
Beberapa tokoh adat berpihak pada ulama Paderi.
Masing-masing pihak kemudian mengorganisasikan
diri.
Tuanku Pasaman yang juga dikenal sebagai Tuanku
Lintau di pihak Paderi berinisiatif untuk berunding
dengan Kaum Adat. Perundingan dilngsungkan di
Kota Tengah, antara lain dihadiri Raja Minangkabau
Tuanku Raja Muning Alamsyah dari Pagaruyung.
Perundingan damai tersebut malah berubah
menjadi pertempuran.
Rumusan Masalah
Latar belakang terjadinya perang padri
Para tokoh dan gerakan-gerakan yang dilancarkan
untuk menghadapi Belanda
Dampak terjadinya perang padre

BAB II
PEMBAHASAN

1. Latar Belakang Terjadinya Perang Padri

Perang Padri terjadi berawal dari adanya


pertentangan antara Kaum Adat dengan Kaum
Padri. Pertentangan dari kedua belah pihak
disebabkan karena Kaum Padri ingin memperbaiki
keadaan masyarakat Minangkabau yang sering
melakukan kegiatan-kegiatan yang bersifat maksiat
seperti berjudi, sabung ayam dan mabuk-mabukan
dengan cara mengembalikan pada ajaran Islam yang
murni. Berawal dari sikap yang dilakukan oleh Haji
Miskin yang melarang penduduk Pandai Sikat untuk
berhenti menyabung ayam namun larangan
tersebut tidak dihiraukan oleh masyarakat. Akhirnya
Haji Miskin membakar tempat untuk menyabung
ayam tersebut.
Reaksi dari Kaum Adat sangat marah, dan Haji
Miskin dikejar-kejar namun dapat lolos dari kejaran
tersebut hingga beliau sampai ke Kota Lawas.
Disana beliau mendapat perlindungan dari Tuanku
Mansiangan. Tuanku Mansiangan segera dapat
dipengaruhi oleh Haji Miskin dan bertekad akan
membantunya.[1] Perkelahian terjadi antara Kaum
Adat dan Kaum Padri yang membuat Haji Miskin
menyingkir ke Bukit Kamang karena kalah jumlah
dari Kaum Adat.
Haji Miskin diterima dan diberi perlindungan olen
Tuanku Nan Renceh. Tuanku-tuanku Nan Renceh
mengajak Tuanku-Tuanku di Luhak Agam untuk
membentuk persekutuan melawan Kaum Adat.[2]
Persekutuan tersebut dinamakan “Harimau Nan
Salapan” (Harimau yang Delapan). Mereka
mendapat julukan seperti itu karena tindakan-
tindakannya yang keras. Sebelum melakukan
gerakan itu mereka bermusyawarah dengan guru
yang mereka hormati yaitu Tuanku Kota Tuo.
Dari pihak lain Kaum Adat tidak tinggal diam.
Mereka melakukan sabung ayam untuk menghina
Kaum Padri. Pertempuran di Batipuh pun terjadi.
Beberapa kota seperti Luhak Lima Puluh Kota
menerima paham Padri, tetapi Tilatang, Matur dan
Candung menetang ketika Tuanku nan Renceh
meluaskan pengaruh. Tuanku Kota Tua berusaha
mencegah meluasnya pertempuran namun gagal.
Sementara itu pimpinan tertinggi adat di Lembah
Alahan Panjang adalah Datuk Bandaro yang setelah
mempelajari paham pembaharuan bersama para
penghulu lainnya menjadi tertarik dan
menerimanya. Dengan demikian ajaran Padri
meluas sampai di daerah Lembah Alahan Panjang.
[3] Daerah Tanah Datar sendiri kaum Padri dipimpin
oleh Tuanku Lintau. Tempat ini memiliki pengaruh
adat yang sangat kuat. Di tempat ini pula Raja
Minangkabau, Tuanku Raja Muning di Pagaruyung
berkedudukan. Pertempuran Kaum Padri dan Kaum
Adat terjadi di Tanah Datar. Kaum Adat terdesak,
sehingga pengaruh Padri di Tanah Datar makin
meluas. Perlawanan ini mulai mengalami
perkembangan baru setelah datangnya kekuasaan
asing.
Pada saat itu Inggris masih berkuasa di Pantai
sebelah Barat Sumatra. Kaum adat mengharapkan
bantuan dari Inggris, tetapi perjanjian yang
dilakukan antara Inggris dan Belanda membuat
Inggris pergi dari Minangkabau. Kekuasaan pun
diambil alih oleh Belanda sekaligus mengangkat
James Du Puy sebagai Residen dan Kaum Adat pun
kembali meminta bantuan, kali ini kepada Belanda.
Residen Du Puy dan Tuanku Suruaso beserta 14
orang Penghulu yang mewakili Minangkabau
mengadakan perjanjian. Karena perjanjian tersebut
beberapa wilayah Minangkabau menjadi milik
Belanda. Pada 18 Februari 1821 Belanda menduduki
Simawang dengan membawa dua meriam dan
seratus orang tentara. Sejak itu dimulai lah perang
antara Kaum Padri melawan Belanda.
2. Tokoh-tokoh dan Gerakan-gerakan yang
Dilancarkan Untuk Menghadapi Belanda

a. Para tokoh dari Pihak padre antar lain;


1. Tuanku Iman Bonjol
2. Tuanku Koto Tuo (Ulama)
3. Tuanku Nan Renceh (Murid dari Tuanku Nan
Tuo)
4. Haji Miskin (Ulama Pandai Sikek)
5. Haji Sumanik (Ulama Delapan Kota)
6. Haji Piobang (Ulama Limo puluah kota)
7. Tuanku Bansa
8. Tuanku Galung
9. Tuanku Lubuk Aur
10.Tuanku Padang Lawas
11.Tuanku Padang Luar
12.Tuanku Kubu Ambelan
13.Tuanku Kubu Sanang
14.Tuanku Raja Muning Alamsyah (Pagaruyung)
15.Tuanku Tangsir Alam (Utusan dari Tuanku Rajo
Muning Alamsyah dalam menemui Jenderal Rafless)
16.Tuanku Saruaso
17.Muhammad Syabab
18.Datuk Bandaro
19.Tuanku Lintau
20.Tuanku Nan Gelek
21.Tuanku Mansiangan (Pemimpin Paderi)
22.Tuanku Keramat
23.Tuanku Tambusai
b. Para tokoh dari pihak Belanda antara lain;
1. Du Puy (Residen di Padang)
2. Letkol Raaff (Residen Pengganti Du Puy)
3. Van Geen
4. De Stuers
5. Said Salim al-Jafrid (Penghubung dalam
perdamaian antara Kaum Paderi dengan Belanda)
6. Kolonel Elout
7. Letnan Thomson
8. Jenderal Cochius
9. Jenderal Van Den Bosch
10. Tuanku Limbur.[4]
Perlawanan yang dilakukan kaum Padri dalam
melawan Belanda diantaranya :
· Masa pertama tahun 1821-1825 yang ditandai
dengan meluasnya perlawanan rakyat ke seluruh
daerah Minangkabau. Kaum Padri mulai menyerang
pos-pos yang dibangun oleh Belanda dan
melakukan pencegatan terhadap pasukan patroli
mereka. Pertempuran antara pasukan Tuanku
Pasaman dengan pasukan Belanda yang membuat
kedua belah pihak mengalami kerugian yang sama-
sama besar. Dengan sisa pasukannya, Tuanku
Pasaman mengundurkan diri Lintau. Belanda
mendirikan benteng di Batusangkar. Sebagai usaha
kedua belah pihak akhirnya tanggak 15 November
1825 dilangsungkan perundingan yang
menghasilkan suatu traktat. Semua permusuhan
dihentikan dan kekuasaan Belanda diakui dari pihak
Kaum Padri.[5]
· Masa kedua tahun 1825-1830, Belanda
disulitkan dengan perang yang bersamaan yaitu
perang Padri dan Perang Diponegoro. Sedangkan
untuk Kaum Padri masih tetap belum bisa
dikalahkan. Usai Perang Diponegoro itu, tentara
Belanda dikerahkan kembali ke Sumatera Barat.
Kota demi kota dikuasai. Benteng Bonjol pun
bahkan berhasil direbut. Namun sikap kasar tentara
Belanda pada tokoh-tokoh masyarakat yang telah
menyerah, membuat rakyat marah. Ini
membangkitkan perlawanan yang lebih sengit.[6]
· Masa ketiga tahun 1830-1838, 11 Januari 1833
Padri bangkit. Secara serentak mereka menguasai
pos-pos Belanda di berbagai kota. Bahkan Belanda
harus meminta bantuan karena kuatnya Kaum
Padri. Baru pada akhir tahun 1834 Belanda dapat
memusatkan kekuatan untuk menyerang Bonjol,
setelah jalan-jalan yang menghubungkan Bonjol
dengan daerah pantai dikuasai oleh Belanda.[7]
Pada tahun 1837 Kota Bonjol yang berbenteng
akhirnya dapat direbut oleh Belanda. Tuanku Imam
Bonjol meloloskan diri namun akhirnya menyerah.
Dia mula-mula diasingkan ke Priangan, kemudian ke
Ambon dan akhirnya ke Manado, dimana ia wafat
pada tahun 1864.[8]
3. Dampak Terjadinya Perang Padri

Dampak dari perang Padri sendiri yaitu


tertangkapnya Tuanku Imam Bonjol oleh Belanda
yang kemudian diasingkan hingga akhirnya wafat.
Dampak yang lain yaitu jatuhnya Sumatra Barat
ketangan Belanda.[9]
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Dari awal masyarakat Sumatra Barat memang sudah
mempunyai kecenderungan yang berbeda antara
adat dan agama. Kaum Padri yang dengan gerakan
pemurniannya ingin menjadikan Sumatra Barat
menjadi wilayah yang masyarakatnya bebas dari
perilaku yang negatif dan berbau maksiat.
Sedangakan Kaum Adat yang berada di Sumatra
Barat lebih menginginkan adanya keselarasan
antara agama dan adat.
Karena perbedaan itulah kemudian timbul
perlawanan-perlawanan yang dilakukan oleh Kaum
Padri dan Kaum Adat. Dari perlawanan tersebut
masuklah Belanda dalam perlawanan tersebut
setelah Inggris keluar dari wilayah Sumatra Barat
untuk membantu Kaum Adat melawan Kaum Padri.
Maksud Belanda tidak hanya untuk membantu
melawan Kaum Padri namun juga ingin menguasai
wilayah Sumatra Barat tersebut.
Berbagai perlawanan pun dilakukan antara Kaum
Pardi yang dipimpin oleh para Tuanku-tuanku
dengan Belanda. Semua pasukan dikerahkan, alat-
alat perang digunakan. Bahkan tidak sedikit yang
gugur dalam perlawanan tersebut. Kemenangan
dan kekalahan dialami oleh Belanda dan Kaum
Padri. Sampai pada akhirnya Kaum Padri harus
takluk kepada kekuatan Belanda yang memang
lebih kuat. Pemimpin pasukan Padri yang kuat yaitu
Tuanku Imam Bonjol akhirnya ditangkap oleh
Belanda dan diasingkan di Priangan, kemudian ke
Ambon dan terakhir di Manado. Setelah itu beliau
wafat tahun 1864. Kekuasaan di Sumatra Barat
akhirnya jatuh ke tangan Belanda.
DAFTAR PUSTAKA

· *Abdullah, Taufik; “Sejarah Lokal di


Indonesia”, Gadjah Mada University Press :
Yogyakarta, 1990.
· * Kartodirdjo,Sartono; “Pengantar Sejarah
Indonesia Baru : 1500—1900 dari Emporium sampai
Imperium jilid 1”, Gramedia Pustaka Utama :
Jakarta, 1999.
· *Djoened, Marwati Poesponegoro Nugroho
Notosusanto; “Sejarah Nasioanl Indonesia jilid IV”,
Balai Pustaka : Jakarta, 1990.
· * Ricklefs, M.C.; “Sejarah Indonesia Modern”,
Gadjah Mada University : Yogyakarta, 1995.

· *
http://anemonz.blogspot.com/2011/08/perang-
padri-1821-1837.html diakses hari sabtu, pada
tanggal 3/1/2014, pukul 19 : 25 wib.

· * http://gerakanpaderi.wordpress.com/tokoh-
tokoh/ diakses pada hari sabtu, tanggal 1/3/2014,
pukul:21: 20 wib.
· * sumber http://swaramuslim.net diakses hari
sabtu tanggal 3/1/2014 jam 21: 20 wib.

[1] Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho


Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia Bab IV,
Jakarta: Balai Pustaka, 1990. Halaman. 170.
[2] Ibid.
[3] Ibid.halaman 171
[4] http://gerakanpaderi.wordpress.com/tokoh-
tokoh/ diakses pada hari sabtu, tanggal 1/3/2014,
pukul:21: 20 wib.
[5] Sartono, Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia
Baru : 1500-1900. Dari Emporium sampai Imperium
jilid 1, Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1999.
Halaman. 380.
[6] http://gerakanpaderi.wordpress.com/tokoh-
tokoh/ diakses pada hari sabtu, tanggal 1/3/2014,
pukul:21: 20 wib.
[7] Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho
Notosusanto, Op. Cit, halaman 181.
[8] M. C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern, Gajah
Mada University Press, Yogyakarta, 1995. Halaman
215.
[9] http://swaramuslim.net diakses hari sabtu
tanggal 3/1/2014 jam 21: 20 wib.
BERBAGI

Anda mungkin juga menyukai